Upload
vanie-novanie
View
166
Download
16
Embed Size (px)
Citation preview
About these ads
Share this:
Facebook 2
Like this:
LikeBe the first to like this.
Categories
ANGSURAN PPH DALAM TAHUN BERJALAN
(PPH PASAL 25)
Penghitungan PPh Pasal 25 Secara Umum
- Besarnya angsuran PPh Pasal 25 dalam tahun berjalan sama dengan PPh yang terutang menurut SPT Tahunan PPh tahun pajak yang lalu dikurangi dengan PPh yang telah dipotong/dipungut pihak lain (PPh Pasal 21, PPh Pasal 22, dan PPh Pasal 23) dan PPh yang terutang di Luar Negeri yang boleh dikreditkan (PPh Pasal 24) dibagi 12 atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak.
Contoh 1 :
Pajak Penghasilan yang terutang berdasarkan SPT Tahunan PPh tahun 2000
= Rp
50.000.000,00
Dikurangi dengan :
PPh yang dipotong pemberi kerja (PPh Pasal 21) Rp
15.000.000,00
PPh Pasal 22 Rp
10.000.000,00
PPh Pasal 23 Rp
2.500.000,00
Kredit pajak luar negeri (PPh Pasal 24) Rp
7.500.000,00
_____________
_
Jumlah =Rp
35.000.000,00
Dasar Perhitungan PPh Pasal 25 =Rp
15.000.000,00
Besarnya angsuran PPh yang harus dibayar sendiri setiap bulan dalam tahun 2001 adalah :
= Rp 15.000.00,00/12 = Rp 1.250.000,00.
Contoh 2 :
Apabila PPh pada contoh 1 di atas berkenaan dengan penghasilan untuk bagian tahun pajak yang meliputi 6 bulan dalam tahun 2000, maka besarnya
angsuran bulanan yang harus dibayar sendiri setiap bulan dalam tahun 2001 sebesar :
= Rp 15.000.000,00/6 = Rp 2.500.000,00.
- Besarnya PPh Pasal 25 untuk bulan-bulan sebelum batas waktu penyampaian SPT Tahunan PPh adalah sama dengan besarnya angsuran PPh untuk bulan terakhir tahun pajak yang lalu.
Contoh :
Apabila SPT Tahunan PPh tahun 2000 disampaikan pada bulan Maret 2001, maka besarnya angsuran PPh yang harus dibayar wajib pajak untuk
bulan Januari dan Februari 2001 adalah sama dengan angsuran bulan Desember 2000, misalnya sebesar Rp 1.000.000,00
Apabila dalam bulan September 2000 diterbitkan Surat Keputusan pengurangan angsuran PPh menjadi nihil, sehingga angsuran PPh untuk bulan
Oktober s.d. Desember 2000 menjadi nihil, maka angsuran PPh untuk bulan Januari dan Februari 2001 juga nihil.
Soal dan Jawaban Kuis Ibu Maya Minggu 7undefinedundefined
SOAL I
1. Gunawan sudah menikah tetapi belum mempunyai anak, bekerja pada perusahaan perakitan mobil dengan dasar upah harian
yang dibayarkan bulanan. Pada Februari 2009, Gunawan hanya bekerja 20 hari dengan upah Rp 150.000 perhari. Tentukan PPh
pasal 21 masa Februari 2009!
PPh pasal 21 Gunawan untuk masa Februari 2009:
Penghasilan Peb 2009 = 20hr x Rp. 150.000 = Rp. 3.000.000
Penghasilan Neto = 12 x Rp. 3.000.000 = Rp. 36.000.000
PTKP (K/0) = Rp. 15.840.000 + Rp. 1.320.000 = Rp. 17.160.000
PKP = Rp. 18.840.000
PPh pasal 21 = 5% x Rp. 18.840.000 = Rp. 942.000
PPh pasal 21 Feb 09 = Rp. 942.000 / 12 = Rp. 78.500
2. PT. Mega Prima di Jakarta menurut catatan dalam pembukuan bulan
Oktober 2009 telah membayar :
a. Bunga pinjaman sebesar US$ 1,000,-kepada Bank China di Taiwan (kurs US$ 1 = Rp. 11.000). Antara Indonesia dan Taiwan tidak
ada P3B.
b. Royalti pemakaian merk tetoron 3000 kepada Teijin Tetoron , Japan di Tokyo untuk 2.000.000 yards tekstil , US$ 0,5 per yard
(kurs US$ 1 = Rp. 11.000). Tarif P3B Indonesia – Japan = 15%.
c. Imbalan sebesar US$ 5,000 kepada Tn. Lee Sie, warga negara RRC, tenaga ahli tekstil yang tinggal di Indonesia hanya bulan
Oktober 2009 (US$ 1 = Rp. 11.000)
Diminta: Berapa PPh pasal 26 yang dipotong ole PT. Mega Prima ?
PPh pasal 26 yang dipotong oleh PT. Mega Prima:
a. 20% x (US$ 1,000 x Rp. 11.000/US$) = Rp. 2.200.000
b. 15% x (2,000,000yards x US$ 0,5/yards x Rp. 11.000/US$) = Rp. 1.650.000.000
c. 20% x (US$ 5,000 x Rp. 11.000/US$) = Rp. 11.000.000
Tuan Hari (status Kawin dan belum memiliki anak) seorang pengusaha di bidang perdagangan eceran pakaian jadi di Tanah Abang
dengan merk usaha/toko ”Abadi” dan memiliki dua buah cabang, yaitu di Banten dan Bogor.
Untuk penghitungan penghasilan netonya Tuan Hari diperkenankan mempergunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto dan
wajib menyelenggarakan pencatatan. Besarnya Norma Penghitung untuk jenis usaha tersebut adalah sebagai berikut :
Pada tahun 2009, penerimaan penjualan seluruhnya berjumlah Rp. 3.000.000.000 terdiri atas :
Jakarta = Rp. 1.900.000.000
Banten = Rp. 600.000.000
Bogor = Rp. 500.000.000
Jumlah pengeluaran menurut catatan Tuan Hari, untuk :
Jakarta = Rp. 1.000.000.000
Banten = Rp. 300.000.000
Bogor = Rp. 200.000.000
Isteri Tuan Hari bekerja pada Bank Intan dengan penghasilan neto pada tahun 2009 sebesar Rp. 125.124.000.
Hitung PPh terutang Tuan Hari untuk tahun 2009.
PPh terutang Tuan Hari tahun 2009:
Penghasilan Neto Jakarta = 10% x Rp. 1.900.000.000 = Rp. 190.000.000
Penghasilan Neto Banten = 9% x Rp. 600.000.000 = Rp. 54.000.000
Penghasilan Neto Bogor = 8% x Rp. 500.000.000 = Rp. 40.000.000
Total Penghasilan Neto dari usaha = Rp. 284.000.000
PTKP (K/0) = Rp. 17.160.000
PKP = Rp. 266.840.000
PPh pasal 21 terutang tahun 2009:
5% x Rp. 50.000.000 = Rp. 2.500.000
15% x Rp. 200.000.000 = Rp. 30.000.000
25% x Rp. 16.840.000 = Rp. 4.210.000
PPh pasal 21 terutang tahun 2009 = Rp. 36.710.000
Catatan : Penghasilan istri Tn. Hari tidak digabungkan karena hanya berasal dari 1 pemberi kerja dan dianggap bersifat final
4.Tuan Joni (pengusaha) pada tahun 2009 mencatat laba fiskal sebesar
Rp. 225.325.000 dan istrinya mempunyai usaha konsultansi dengan mencatat
laba fiskal tahun 2009 sebesar Rp. 95.112.000.
Selain itu, Tuan Joni dan istri juga memperoleh penghasilan dari luar negeri, yaitu dari:
• Malaysia sebesar Rp. 110.000.000 dan pajak yang dibayar di Malaysia sebesar Rp. 33.000.000.
• Philipina (Rugi) Rp. 30.000.000.
Tuan Joni dan istri tinggal bersama kedua orang anak mereka, 1 orang menantu dan 1 orang cucu, dimana seluruh biaya rumah
tangga masih ditanggung oleh Tuan Joni.
Anak pertama adalah Nini (25tahun) seorang karyawan Bank dengan penghasilan neto tahun 2009 sebesar Rp. 31.123.000. Anak ke
2 adalah Tino (19 tahun, menikah dan memiliki 1 orang anak).
Penghasilan Neto Joni = Rp. 225.325.000
Penghasilan Neto istri = Rp. 95.112.000
Penghasilan dr Malaysia = Rp. 110.000.000
Penghasilan dr Philipina (Rugi LN tidak boleh digabungkan) = Rp. -
Total Penghasilan Neto = Rp. 430.437.000
PTKP (K/I/0) = Rp. 33.000.000
Nini sdh dewasa & bekerja Tino sdh menikah,menantu & cucu merupakan tanggungan Tino
PKP = Rp. 397.437.000
PPh terutang:
5% x Rp. 50.000.000 = Rp. 2.500.000
15% x Rp. 200.000.000 = Rp. 30.000.000
25% x Rp. 147.437.000 = Rp. 36.859.250
Rp. 69.359.250
PPh pasal 24 atas penghasilan di Malaysia:
• PPh yang dibayar di LN = Rp. 33.000.000
• Rumus: Rp. 110.000.000
x Rp. 69.359.250 = Rp. 18.401.000
Rp. 413.277.000
JADI, PPh pasal 24 adalah Rp. 18.401.000
SOAL II
Agus, WP dengan NPWP 06.123.456.7-409.000 adalah seorang karyawan di PT INDAH yang bekerja dari tahun 1990 sampai dengan
Maret 2009. Agus keluar dari tempat bekerja karena ingin membuka usaha sendiri dengan merk usaha “UD Makmur” berdomisili di
Purwakarta.
Septiana, istri Agus adalah seorang penata rambut di salon kecantikan milik Peter F John dengan merek ”Peter Salon” dan
mempunyai salon kecantikan yang dikelola oleh adik kandungnya.
Agus memiliki 2 orang anak yang masih sekolah dan menanggung ibu mertuanya (janda) yang tinggal serumah dengan Agus. Akhir
tahun 2009, ibu mertua Agus meninggal karena terkena serangan jantung.
Data penghasilan Agus dan istri selama tahun 2009 adalah:
1. Penghasilan Agus dari pekerjaan sebagai karyawan PT INDAH (Jan – Mar
2009)
Gaji Rp. 45.000.000
Tunjangan-tunjangan Rp. 6.000.000
Premi asuransi kesehatan ditanggung PT INDAH Rp. 1.500.000
Iuran dana pensiun ditanggung PT INDAH Rp. 750.000
Iuran dana pensiun ditanggung Agus ( Rp. 300.000 )
2. Penghasilan Septiana dari salon kecantikan Peter F John (Jan – Des 09)
Gaji Rp. 12.000.000
Bonus dan variabel Rp. 30.000.000
THR dan bonus tahunan Rp. 10.000.000
Tunjangan uang makan Rp. 6.000.000
3. Penghasilan dari Usaha Agus:
Pendapatan Rp. 2.123.456.000
Biaya-biaya (sesuai dengan kebijakan fiskal) ( Rp. 1.423.456.000 )
Laba operasional Rp. 700.000.000
4. Penghasilan dari Usaha Salon Septiana:
Pendapatan Rp. 625.125.000
Biaya-biaya (sesuai dengan kebijakan fiskal) ( Rp. 302.540.000 )
Laba operasional Rp. 322.585.000
5. Penghasilan lain-lain:
Pendapatan bunga deposito (neto) Rp. 800.000
Pendapatan bunga pinjaman (dari teman Agus) Rp. 2.000.000
6. Informasi tambahan lainnya:
(a) Di dalam pendapatan usaha Agus, terdapat pendapatan dari pengadaan kertas untuk PT Indosat Tbk. Dengan nilai pengadaan
Rp. 35.000.000 (sebelum PPN)
(b) Biaya gaji karyawan dan PPh 21 yang dipotong atas penghasilan karyawan adalah (biaya gaji ini sudah termasuk di dalam biaya
pada point 3 dan 4):
Usaha Total Biaya Gaji PPh 21 yang dipotong
Agus 325.111.400 12.125.455
Septiana 98.754.100 3.751.789
(c) Informasi tambahan mengenai biaya-biaya usaha (semua biaya ini sudah termasuk di dalam biaya pada point 3 dan 4)
• Biaya katering untuk acara syukuran pembukaan usaha Agus Rp. 24.000.000. Agus memesan katering dari Catering Sumber Sari
yang dimiliki oleh Ibu Tati (NPWP: 08.231.654.9-455.000)
• Biaya service dan perbaikan AC yang dilakukan oleh CV Karya Teknik sebesar Rp. 1.000.000 (NPWP: 01.122.123.4-222.000)
• Biaya jasa pemasangan instalasi listrik yang dilakukan oleh Bapak Amir (tidak memiliki NPWP) sebesar Rp. 2.400.000
• Biaya honor untuk Mr. Robert (Warga Negara Perancis) untuk acara demo kecantikan di Mal Kelapa Gading sebesar Rp. 5.000.000.
Mr Robert tidak dapat menunjukkan SKD nya.
• Biaya bunga pinjaman kepada Bank Kesawan sebesar Rp. 12.000.000.
5. PPh 25 yang disetor oleh Agus selama tahun 2009 adalah Rp. 15.000.000
Diminta :
1. Hitung PPh pasal 21 atas Penghasilan Agus dari PT INDAH di tahun 2009.
2. Hitung PPh pasal 21 atas Penghasilan Septiana dari Salon kecantikan Peter F John di tahun 2009.
3. Tentukan PPh yang timbul sehubungan dengan penghasilan lain-lain di tahun 2009! Sebutkan jenis PPh, jumlah PPh dan sifat PPh
(final/tidak final) atas transaksi tersebut.
4. Tentukan PPh yang timbul sehubungan dengan penyerahan kertas kepada PT Indosat Tbk.
5. Tentukan PPh yang timbul sehubungan dengan informasu tambahan mengenai biaya-biaya pada point 6(c) dengan menyebutkan
Jenis PPh, Jumlah PPh dan keterangan (jika perlu)
6. Hitung PPh KB/(LB) tahun 2009 atas penghasilan Agus (tidak ada perjanjian pisah harta)
7. Hitung PPh pasal 25 tahun 2010 (asumsi di tahun 2010 tidak terdapat perubahan tarif pajak)
1. PPh pasal 21 atas Penghasilan Agus yang dipotong oleh PT Indah di tahun 2009:
PENGHASILAN BRUTO
Gaji = Rp. 45.000.000
Tunjangan-tunjangan = Rp. 6.000.000
Premi asuransi kesehatan ditanggung PT Indah = Rp. 1.500.000
Total Penghasilan Bruto = Rp. 52.500.000
PENGURANG PENGHASILAN BRUTO
Biaya jabatan (5% dr PB, maksimal 3bln x Rp. 500.000) = ( Rp. 1.500.000 )
Iuran Dana Pensiun ditanggung Agus = ( Rp. 300.000 )
TOTAL PENGHASILAN NETO = Rp. 50.700.000
PTKP (K/3) = ( Rp. 21.120.000 )
PKP = Rp. 29.580.000
PPh pasal 21 tahun 2009 = 5% x Rp. 29.580.000 = Rp. 1.479.000
2.
PPh pasal 21 atas Penghasilan Septiana yang dipotong oleh Salon Kecantikan Peter F John di tahun 2009:
PENGHASILAN BRUTO
Gaji = Rp. 12.000.000
Bonus & Variabel = Rp. 30.000.000
THR & bonus tahunan = Rp. 10.000.000
Tunjangan uang makan = Rp. 6.000.000
Total Penghasilan Bruto = Rp. 58.000.000
PENGURANG PENGHASILAN BRUTO
Biaya jabatan (5% dr PB, maksimal Rp. 6.000.000) = ( Rp. 2.900.000 )
TOTAL PENGHASILAN NETO = Rp. 55.100.000
PTKP (TK/0) = ( Rp. 15.840.000 )
PKP = Rp. 39.260.000
PPh pasal 21 tahun 2009 = 5% x Rp. 39.260.000 = Rp. 1.963.000
3. PPh atas Penghasilan lain-lain:
Keterangan Jenis PPh Jumlah PPh
Final/
Tidak Final
Pendapatan Bunga Deposito PPh psl 4(2) 20% x (800.000 / 0.8) = Rp. 200.000 Final
Pendapatan Bunga pinjaman PPh psl 23 15% x Rp. 2.000.000 = Rp. 300.000 Tidak Final
4.
Pengadaan kertas untuk PT INDOSAT Tbk.:
Jenis PPh yang dipungut: PPh pasal 22.......................
Jumlah PPh = 1.5% x 35.000.000 = Rp. 525.000
5. PPh yang timbul sehubungan dengan biaya-biaya:
Biaya Jenis PPh Jumlah PPh Keterangan
Biaya Gaji Karyawan-karyawan UD MAKMUR
Pasal 21 12.125.455
Biaya Gaji Karyawan-karyawan PETER SALON
Pasal 21 3.751.789
Katering acara syukuran yang dipesan dari Ibu Tatik (NPWP 08.231.654.9-455.000) PPh pasal 23 (Jasa) 2% x Rp. 24jt = Rp. 480.000
Sevice & perbaikan ac yang dilakukan CV Karya Teknik (NPWP 01.122.123.4-222.000) PPh pasal 23 (Jasa) 2% x Rp. 1jt = Rp. 20.000
Pemasangan instalasi listrik yang dilakukan oleh Bapak Amir (tidak memiliki NPWP) PPh pasal 23 (Jasa,tdk ada NPWP) (2%
+100%x2%) x Rp. 2.400.000 = Rp. 96.000
Honor Mr. Robert (Warga Negara Perancis, tidak dapat menunjukkan SKD) PPh pasal 26 20% x Rp. 5jt = Rp. 1.000.000
Biaya bunga pinjaman Bank Kesawan
- - bunga yg dibayarkan kepada Bank dikecualikan dr objek PPh 23
6.
PPh KB/ (LB)
PENGHASILAN NETO
Agus (dari PT Indah) = Rp. 50.700.000
Agus (dari usaha) = Rp. 700.000.000
Septiana (dari Salon Peter F John) = Rp. 55.100.000
Septiana (dari usaha) = Rp. 322.585.000
Penghasilan lain-lain – Bunga Deposito = Rp. 800.000
Penghasilan lain-lain – Bunga pinjaman = Rp. 2.000.000
TOTAL PENGHASILAN NETO = Rp. 1.131.185.000
PENGHSILAN YG TELAH DIKENAKAN PPh FINAL = ( Rp. 800.000 )
PENGHASILAN NETO SETELAH KOREKSI = Rp. 1.130.385.000
PTKP (K/I/3) = ( Rp. 36.960.000 )
PKP = Rp. 1.093.425.000
PPh TERUTANG TAHUN 2009:
5% x Rp. 50.000.000 = Rp. 2.500.000
15% x Rp. 200.000.000 = Rp. 30.000.000
25% x Rp. 250.000.000 = Rp. 62.500.000
30% x Rp. 593.425.000 = Rp. 178.027.500
TOTAL PPh TERUTANG = Rp. 273.027.500
KREDIT PAJAK:
PPh psl 21 - Penghasilan Agus dr PT Indah = ( Rp. 1.479.000 )
PPh psl 21 - Penghasilan Septiana dr Salon = ( Rp. 1.963.000 )
PPh psl 22 - Pengadaan kertas PT INDOSAT = ( Rp. 525.000 )
PPh psl 23 - Penghasilan bunga pinjaman = ( Rp. 300.000 )
PPh YMH DIBAYAR SENDIRI = Rp. 268.760.500
PPh YANG DIBAYAR SENDIRI:
PPh pasal 25 tahun 2009 = ( Rp. 15.000.000 )
KB / (LB) = Rp. 253.760.500
7.
PPh pasal 25 tahun 2010 (tidak ada perubahan tarif pajak)
= (PPh terutang th 2009 – Kredit Pajak tahun 2009) : 12
= Rp. 268.760.500 : 12 = Rp. 22.396.708
PPh pasal 25 dan Sistem Pembayaran Pajak PenghasilanPraktek Pajak
Sistem yang dianut dalam pemungutan Pajak Penghasilan adalah sistem Self Assesment. Pengertian self
assesment ini dimaksudkan bahwa dalam pemenuhan kewajiban perpajakannya, wajib pajak diwajibkan
menghitung sendiri jumlah pajak yang terutang, meyetor sendiri dan kemudian melapor sendiri ke instansi
terkait yakni Kantor Pelayanan Pajak.
Kewajiban menghitung sendiri ini tercermin pada kewajiban mengisi Surat Pemberitahuan Pajak
Penghasilan Tahunan (SPT PPh) Tahunan. Pada tiap tahun wajib pajak diwajibkan menghitung sendiri
kewajiban pajaknya secara definitif melalui sarana pengisian SPT PPh Tahunan. Pengisian SPT PPh
Tahunan didasarkan pada pembukuan yang diselenggarakan oleh wajib pajak. Oleh sebab itu Undang
Undang mewajibkan wajib pajak untuk menyelenggarakan pembukuan sebagaimana diatur dalam
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
Apabila pembukuan wajib pajak dibuat dengan benar dan SPT didasarkan pada pembukuan tersebut
maka kewajiban wajib pajak dalam menghitung sendiri pajaknya telah benar.
Setelah diketahui jumlah pajak yang terutang berdasarkan isian SPT tersebut, kewajiban selanjutnya
adalah menyetor jumlah pajak yang terutang ke Kas Negara, bank-bank persepsi yang ditunjuk atau ke
Kantor Pos dan Giro.
Setelah menyetor pajaknya ke Kas Negara, wajib pajak masih mempunyai kewajiban selanjutnya, yakni
melaporkan penyetoran tersebut ke Kantor Pelayanan Pajak.
Berdasarkan uraian tersebut tentunya kewajiban pemenuhan pajak oleh wajib pajak, baru dapat
dilaksanakan pada akhir tahun, dimana sudah diketahui secara pasti jumlah penghasilan yang menjadi
dasar untuk menentukan besarnya pajak yang harus dibayar. Jika self assesmentmurni seperti itu yang
dilaksanakan tentunya uang pajak akan terlambat masuk ke kas negara. Untuk itu dalam sistem self
assesmentdalam pemungutan PPh yang berlaku, dilengkapi dengan keharusan menyetor pajak secara
bulanan yang selanjutnya disebut PPh pasal 25. Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa pembentukan
laba/keuntungan sudah terjadi setiap saat, maka wajar bahwa pada setiap masa tertentu wajib pajak
diharuskan menyetor sebagian dari utang pajaknya.
Pajak Penghasilan pasal 25 Fungsi dan Cara Menghitungnya
Sebagaimana disebutkan diatas dengan adanya anggapan bahwa keuntungan sudah dibentuk selama
tahun berjalan, maka pada setiap bulan wajib pajak diwajibkan menyetor pajak, yang disebut PPh pasal
25. Penyetoran ini bersifat sebagai angsuran dimuka PPh yang nantinya akan diperhitungkan dalam
perhitungan akhir sesuai dengan isian SPT PPh Tahunan.
Timbul pertanyaan selanjutnya, berapakah besarnya angsuran bulanan yang harus dilakukan oleh wajib
pajak ?. Undang Undang memberikan jawaban bahwa besarnya angsuran (PPh pasal 25) yang harus
dibayar adalah sebesar 1/12 dari jumlah PPh tahun sebelumnya.
Contoh 1: PPh tahun 2007 berdasarkan perhitungan wajib pajak sebesar Rp120.000.000,00. Besarnya PPh pasal 25
tahun 2008 = 1/12 x Rp120.000.000,00 = Rp10.000.000,00.
Dapat dikatakan bahwa terdapat asumsi bahwa perusahaan dalam tahun 2008 memper-oleh laba sama
dengan tahun sebelumnya, maka besarnya PPh pasal 25 dalam satu bulan adalah cukup sebesar 1/12
dari pajak tahun 2007.
Apabila nantinya tahun pajak 2008 telah berakhir, pembukuan telah ditutup dan SPT PPh Tahunan telah
diisi, maka dalam perhitungan PPh yang harus dibayar, dikreditkan dengan PPh pasal 25 yang telah
disetor secara rutin tiap bulan.
Contoh 2 : Jumlah PPh terutang tahun 2008 ……… Rp180.000.000,00
PPh pasal 25 yang telah disetor =
12 x Rp10.000.000,00 Rp120.000.000,00
PPh yang masih harus dibayar ………… Rp 60.000.000,00
PPh yang masih harus dibayar ini disebut sebagai PPh pasal 29.
Kaitan PPh pasal 25 dengan Pungutan dan Potongan Pajak dalam Tahun Berjalan
Pada sebagian wajib pajak selama tahun berjalan ada kemungkinan telah dipungut atau dipotong pajak
penghasilan oleh pihak ketiga karena adanya transaksi atau hubungan kerja atau sebab lain dengan
pihak tersebut. Pungutan atau potongan tersebut adalah : PPh pasal 21, PPh pasal 22 dan PPh pasal
23. Bila terdapat pungutan atau pemotongan tersebut maka kewajiban pajaknya sebagian telah
terpenuhi, sehingga kewajiban penyetoran sendiri menjadi berkurang sebesar potongan atau pungutan
tersebut.
Contoh 3: PPh tahun 2007 berdasarkan perhitungan wajib pajak sebesar Rp120.000.000,00. Wajib Pajak adalah
orang pribadi yang disamping mempunyai bidang usaha dagang, juga merangkap sebagai karyawan
sambilan suatu perusahaan. Atas gaji yang diterima telah dipotong PPh pasal 21 sebesar
Rp12.000.000,00 setahun. PPh pasal 25 tahun 2008 untuk kasus ini adalah = 1/12 x (Rp120.000.000,00
– Rp12.000.000,00) = Rp9.000.000,00.
Contoh 4 : CV Abadi tahun 2007 menghitung PPh-nya sebesar Rp120.000.000 Dalam tahun 2007 wajib pajak telah
dipungut PPh pasal 22 atas transaksi penjulan alat tulis ke instansi pemerintah sebesar Rp30.000.000,00
sehingga PPh yang disetor sendiri sebesar = Rp120.000.000,00 – Rp30.000.000,00 = Rp90.000.000,00.
Besarnya PPh pasal 25 CV Abadi = 1/12 x (Rp120.000.000,00 – Rp30.000.000,00) = Rp7.500.000,00.
Pada akhir tahun buku 2008 apabila diketahui pajak terutang sebesar Rp150.000.000,00 dan terdapat
potongan PPh pasal 22 sebesar Rp40.000.000,00 maka terdapat perhi-tungan pengkreditan pajaknya
sbb:
PPh terutang tahun 2008 ………………….………...……Rp150.000.000
Kredit Pajak.
PPh pasal 25=12 x Rp7.500.0000= Rp90.000.000
PPh pasal 22 pada tahun 2006…… Rp40.000.000
Jumlah kredit pajak ………………………………………. Rp130.000.000
PPh kurang bayar (PPh pasal 29) …………………… Rp
20.000.000
Contoh 5: PT Budi tahun 2007 menghitung PPh-nya sebesar Rp246.000.000 Dalam tahun 2007 wajib pajak telah
memperoleh penghasilan dari dividen sebesar Rp200.000.000 dan telah dipotong PPh pasal 23 sebesar
= 15% x Rp200.000.000 = Rp30.000.000.
Besarnya PPh pasal 25 tahun 2008 PT Budi =
1/12 x (Rp246.000.000,00 – Rp30.000.000,00)= Rp18.000.000,00.
Pada akhir tahun buku 2008 apabila diketahui PPh terutangnya sebesar Rp300.000.000 dan terdapat
potongan PPh pasal 23 sebesar Rp40.000.000,00 maka akan terdapat perhitungan pengkreditan
pajaknya sbb :
PPh terutang tahun 2008 ………………….………...……Rp300.000.000
Kredit Pajak.
PPh pasal 25=12 x Rp18.000.0000= Rp216.000.000
PPh pasal 23 ……………………………… Rp 40.000.000
Jumlah kredit pajak ………………………………………. Rp256.000.000
PPh kurang bayar (PPh pasal 29) …………………… Rp 44.000.000
Dengan demikian pemotongan atau pemungutan PPh pasal 21, PPh pasal 22 dan PPh pasal 23 adalah
melengkapi sistem self assesment dalam sistem pemungutan Pajak Penghasilan, atau sistem self
assesment dalam PPh dilengkapi dengan Withholding system.
Cara Menghitung PPh pasal 25 untuk Bidang Usaha tertentu
a. Bidang Usaha Perbankan dan Sewa Guna Usaha dengan Hak Opsi
Besarnya PPh pasal 25 untuk bidang usaha perbankan dan sewa guna usaha dengan hak opsi adalah
sebesar PPh yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum pasal 17 atas laba fiskal menurut laporan
keuangan triwulan terakhir yang disetahunkan dikurangi dengan PPh pasal 24 (apabila ada) yang dibayar
atau terutang diluar negeri, dibagi dua belas.
Contoh 6 : PT ABC bidang usaha perbankan. Laporan triwulan I tahun 2006 menunjukkan laba fiskal sebesar
Rp100.000.000,00.
Perhitungan PPh pasal 25 bulan April, Mei dan Juni 2006 adalah sebagai berikut :
Laba Fiskal Triwulan I tahun 2006 ……… Rp100.000.000,00
Laba Fiskal tahun 2006 diperkirakan ….. Rp400.000.000,00
Penerapan tarif PPh pasal 17
Rp50.000.000 10% Rp5.000.000
Rp50.000.000 15% Rp7.500.000
Rp300.000.000 30% Rp90.000.000
Rp102.500.000
PPh pasal 25 bulan April, Mei dan Juni 2006 = 1/12 x Rp102.500.000 = 8.841.667,00.
b. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD)
Besarnya PPh pasal 25 untuk BUMN dan BUMD adalah sebesar PPh yang dihitung berdasarkan tarif
umum atas laba fiskal menurut Rencana Kerja dan Anggaran Pendapatan (RKAP) tahun pajak yang
bersangkutan yang telah disyahkan dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dikurangi dengan
PPh pasal 22, PPh pasal 23 serta PPh pasal 24 yang dibayar atau terutang di luar negeri tahun
sebelumnya, dibagi 12.
Contoh 7 : PT Sakti adalah BUMN bidang usaha obat-obatan. Tahun 2006 telah menyusun RKAP, dan RKAP
tersebut telah disyahkan dalam RUPS dengan Laba Fiskal tahun 2006 sebesar Rp600.000.000,00. PPh
pasal 25 tahun 2006 adalah sebesar = 1/12 x Rp600.000.000,00 = Rp50.000.000,00.
Cara Menghitung PPh pasal 25 untuk Kasus tertentu
a. Wajib Pajak Baru
Sebagai diuraikan pada butir 2 diatas, bahwa penentuan besarnya PPh pasal 25 didasarkan pajak tahun
sebelumnya dibagi dua belas. Dalam hal wajib pajak baru tentunya cara demikian tidak dapat dilakukan.
Dalam menentukan PPh pasal 25 wajib pajak baru caranya adalah sebagai berikut :
1) Besarnya PPh pasal 25 adalah sebesar PPh yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas
penghasilan neto satu bulan setelah disetahunkan, kemudian dibagi 12.
2) Dalam wajib pajak menyelenggarakan pembukuan, penghasilan neto fiskal didasarkan pada pembukuan;
3) Dalam hal wajib pajak menggunakan Norma Penghitungan, Penghasilan Neto Fiskal dihitung berdasarkan
Norma Penghitungan Penghasilan Neto atas peredaran bruto;
4) Dalam hal wajib pajak pribadi, Penghasilan Neto Fiskal tersebut disetahunkan terlebih dahulu, kemudian
dikurangi dengan PTKP, baru dihitung pajaknya, selanjutnya dibagi 12.
b. Wajib Pajak yang Diperiksa dan Diterbitkan Surat Ketetapan Pajak
Dalam hal terhadap wajib pajak diterbitkan surat ketetapan pajak untuk tahun pajak yang lalu, maka
besarnya PPh pasal 25 dihitung kembali berdasarkan surat ketetapan pajak tersebut dan berlaku mulai
bulan berikutnya setelah bulan penerbitan surat ketetapan.
Ada kemungkinan dalam suatu tahun pajak, wajib pajak diperiksa oleh fiskus (aparat pajak). Dari hasil
pemeriksaan tersebut dapat diterbitkan surat ketetapan pajak yang jumlahnya mungkin lebih besar dari
jumlah yang dilaporkan dalam SPT PPh Tahunan wajib pajak. Dalam hal demikian PPh pasal 25
disesuaikan dengan hasil pemeriksaan fiskus yang hasilnya tertuang dalam surat ketetapan pajak.
Contoh 8: PPh pasal 25 tahun 2006 setiap bulan dihitung oleh wajib pajak sebesar Rp10.000.000,00. Jumlah tersebut
didasarkan pada isian SPT PPh tahun 2005. Dalam tahun 2006 terhadap wajib pajak telah diperiksa oleh
fiskus dimana berdasarkan hasil pemeriksaan tersebut PPh tahun 2005 ditetapkan sebesar
Rp180.000.000,00. Surat Ketetapan Pajak diterbitkan bulan Juni 2006. PPh pasal 25 bulan Juli dan
seterusnya harus disesuaikan menjadi sebesar 1/12 x Rp180.000.000,00 = Rp15.000.000,00.
c. Wajib Pajak yang Mempunyai Hak Kompensasi Kerugian
Dalam hal wajib pajak masih mempunyai hak untuk melakukan kompensasi kerugian, besarnya PPh
pasal 25 ditentukan berdasarkan Penghasilan Neto menurut SPT PPh tahun sebelumnya setelah
dikurangi dengan kompensasi kerugian.
Contoh 9 : Penghasilan PT ABC tahun 2000 sebesar ….Rp120.000.000,00
Sisa Kerugian tahun sebelumnya yang
belum dikompensasikan ………………………… Rp150.000.000,00
Sisa kerugian yang belum habis dikom-
pensasikan sampai dengan tahun 2000 …… Rp 30.000.000,00
Penghasilan yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung PPh pasal 25 = Rp120.000.000,00 –
Rp30.000.000,00 =
Rp90.000.000,00
PPh terutang =
Rp50.000.000 10% Rp5.000.000
Rp40.000.000 15% Rp6.000.000
Rp11.000.000
PPh pasal 25 tahun 2001 = 1/12 x Rp11.000.000 = Rp916.666,00
d. Wajib Pajak yang dalam Tahun Berjalan Mengalami Penurunan Kegiatan
Dalam hal wajib pajak mengalami penurunan kegiatan usaha sehingga diperkirakan PPh pasal 25-nya
akan terlalu besar apabila didasarkan perhitungan sebagaimana biasanya yakni 1/12 dari pajak terutang
tahun sebelumnya, maka wajib pajak dapat mengajukan perhohonan pengurang an besarnya PPh pasal
25. Untuk hal tersebut harus dipenuhi syaratnya yakni wajib pajak harus dapat menunjukkan bahwa PPh
yang akan terutang untuk tahun berjalan kurang dari 75% dari pajak terutang tahun sebelumnya yang
menjadi dasar penentuan PPh pasal 25 tahun berjalan. Permohonan tersebut diajukan setelah tiga bulan
atau lebih dalam suatu tahun telah dijalani dan harus disertai perhitungan perkiraan PPh pasal 25 yang
seharusnya dibayar untuk tahun tersebut.
Contoh 10 : Wajib pajak telah mengisi SPT PPh tahun 2005 dengan PPh sebesar Rp120.000.000,00.
Berdasarkan data tersebut maka PPh pasal 25 tahun 2006 adalah sebesar Rp10.000.000,00 sebulan.
Dalam tahun 2005 toko wajib pajak sebanyak dua buah. Dalam tahun 2005 satu tokonya ditutup.
Berdasarkan data tersebut wajib pajak memperkirakan penghasilan tahun 2006 lebih kecil dari tahun
sebelumnya, dan PPh tahun 2006 diperkirakan hanya sebesar Rp60.000.000,00. Dalam hal demikian
wajib pajak dapat mengajukan permohonan untuk mengurangi besarnya PPh pasal 25 tahun 2006
menjadi sebesar = 1/12 x Rp60.000.000,00 = Rp5.000.000,00 per bulan.
Wajib Pajak yang Sebagian Penghasilannya Tidak Diterima secara Teratur
Dalam hal wajib pajak menerima penghasilan yang teratur dan tidak teratur, PPh pasal 25-nya hanya
didasarkan pada penghasilan yang teratur saja.
Contoh 11: PT ABC dalam tahun 2005 memperoleh penghasilan neto dari usaha pokok dibidang perdagangan sebesar
Rp200.000.000,-. Dalam tahun 2005 diperoleh penghasilan lain karena telah menjual sebagian tanah dan
bangunan dengan hasil bersih Rp100.000.000,00. Jumlah prnghasilan neto Rp300.000.000,-
Dalam hal demikian PPh pasal 25 untuk tahun 2006 hanya dihitung berdasarkan pajak atas penghasilan
teraturnya saja, yakni atas penghasilan sebesar Rp200.000.000,00.
f. Wajib Pajak Memasukkan SPT Tahunan Lewat Batas Waktu yang Ditentukan
Dalam hal wajib pajak memasukkan SPT PPh Tahunan melewati batas waktu yang ditentukan, maka
PPh pasal 25 sebelum SPT tersebut dimasuk kan adalah sama dengan PPh pasal 25 bulan terakhir
tahun pajak sebelumnya dan bersifat sementara.
Setelah wajib pajak memasukkan SPT, besarnya PPh pasal 25 dihitung kembali berdasarkan SPT
tersebut. Apabila bersarnya PPh pasal 25 berda sarkan SPT lebih besar dari PPh pasal 25 sebelumnya,
maka atas kekurangannya harus dilunasi dan terutang bunga atas keterlambatan sebesar 2% setiab
bulan. Apabila bersarnya PPh pasal 25 berdasarkan SPT lebih kecil dari PPh pasal 25 sebelumnya,
maka kelebihannya dapat dipindah bukukan kedalam PPh pasal 25 bulan-bulan berikutnya.
PPh pasal 25 (Angsuran Bulanan) Berupa Pembayaran Fiskal Luar Negeri
Orang pribadi yang bepergian ke luar negeri, diwajibkan membayar Pajak Penghasilan yang selanjutnya
disebut Fiskal Luar Negeri. Besarnya pembayaran Fiskal Luar Negeri tersebut ditetapkan dengan
Peraturan Pemerintah, dan terakhir ditetapkan sebesar:
· Rp1.000.000,00 untuk setiap orang setiap kali bertolak ke luar negeri dengan menggunakan pesawat
udara;
· Rp500.000,00 untuk setiap orang setiap kali bertolak ke luar negeri dengan meng-gunakan kapal laut.
(PP nomor 42 tahun 2000)
Pembayaran fiskal luar negeri tersebut berfungsi sebagai:
o Pembayaran PPh pasal 25 yang dapat dikreditkan terhadap Pajak Penghasilan yang terutang dalam SPT
Tahunan, bagi wajib pajak orang pribadi dalam negeri;
o Pajak Penghasilan yang dapat dikreditkan oleh wajib pajak pemberi kerja (misalnya WP Badan), apabila
PPh tersebut ditanggung oleh pemberi kerja. Pengkreditan dilakukan pada akhir tahun dalam SPT PPh
Tahunan.
Ketentuan tentang fiskal luar negeri sebagaimana diuraikan dimuka berlaku sampai dengan tahun 2008.
Untuk tahun 2009 kewajiban penyetoran fiskal luar negeri hanya berlaku bagi wajib pajak orang pribadi
yang telah berumur 21 tahun keatas yang tidak memiliki NPWP. Untuk tahun 2010 kewajiban penyetoran
fiskal luar negeri sudah tidak diberlakukan lagi.
Pajak Penghasilan Pasal 29
Pengertian
Setelah proses perhitungan Rugi Laba Fiskal selesai, maka tahap berikutnya adalah menghitung jumlah
Pajak Penghasilan definif yang terutang untuk tahun pajak yang bersangkutan. Selama tahun pajak
berlangsung wajib pajak telah menyetor angsuran Pajak Penghasilan (PPh pasal 25), dan kemungkinan
telah dipungut PPh pasal 22 atas transaksi dengan instansi Pemerintah, telah dipungut PPh pasal 23
atas pembagian dividen yang diterima dan untuk wajib pajak perorangan kemungkinan telah dipotong
PPh pasal 21. Apabila angsuran pajak selama tahun berjalan dan potongan atau pungutamn pajak
tersebut dijumlahkan, kemudian dibandingkan dengan jumlah pajak terutang berdasarkan perhitungan
akhir tahun akan didapati beberapa kemingkan.
a. Jumlah pajak terutang berdasarkan perhitungan akhir lebih besar dari jumlah semua angsuran dan
potongan/pungutan pajak selama tahun pajak berjalan. Dalam hal demikian akan terjadi kekurangan
penyetoran pajak. Kekurangan atas penyetoran pajak tersebut dinamakan PPh pasal 29. PPh pasal 29
ini harus disetor paling lambat tanggal 25 bulan ketiga setelah penutupan tahun pajak. Apabila tahun
pajak berakhir bulan Desember, maka PPh pasal 29 harus disetor paling lambat tanggal 25 bulan Maret
tahun berikutnya.
b. Jumlah pajak terutang berdasarkan perhitungan akhir lebih kecil dari jumlah semua angsuran dan
potongan/pungutan pajak selama tahun pajak berjalan. Dalam hal demikian telah terjadi kelebihan
penyetoran/pemungutan pajak selama tahun pajak berjalan. Kelebihan angsuran pajak tersebut dapat :
· Dimintakan restitusi. Dalam hal demikian maka fiskus harus menetapkan jumlah pajak terutang, dan
apabila berdasarkan perhitungan fiskus memang telah terdapat kelebihan penyetoran dan pemungutan
maka akan diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB), dan berdasarkan SKPLB tersebut
akan diterbitkan restitusi.
· Dimintakan untuk dikompensasikan/diperhitungkan dengan utang pajak-pajak yang lain, misalnya
diperhitungkan dengan PPh pasal 25 tahun pajak berikutnya. Dalam hal demikianpun fiskus harus
menetapkan jumlah pajak terutang sehingga dapat diperoleh kepastian jumlah pajak yang dapat
diperhitungkan dengan utang-utang pajak yang lain.
c. Jumlah pajak terutang berdasarkan perhitungan akhir sama dengan jumlah semua angsuran dan
potongan/pungutan pajak selama tahun pajak berjalan. Dalam hal demikian wajib pajak hanya
berkewajiban untuk melaporkan jumlah pajak yang terutang dan jumlah pajak yang telah diseot dan
dipotong /dipungut dalam SPT Tahunan PPh.
Apabila wajib pajak telah menyetor PPh pasal 29, kewajiban selanjutnya adalah mengisi SPT PPh
Tahunan, dimana didalamnya dilaporkan perhitungan pajak terutang dengan disertai lampiran Neraca
dan Rugi Laba, serta bukti penyetoran PPh pasal 29. Dengan dimasukkannya SPT PPh Tahunan
tersebut maka berakhir lah salah satu tahap kewajiban pajak dari WP dalam satu tahun. Apabila tidak
terdapat data atau keterangan yang menyatakan bahwa laporan dalam SPT PPh Tahunan tidak benar,
maka jumlah pajak yang dilaporkan wajib pajak tersebut adalah jumlah yang final dan benar.
Pajak Penghasilan Final
Disamping perhitungan penghasilan netto fiskal secara biasa, dalam sitem pengenaan pajak kita dikenal
adanya PPh Final. Dalam sistem pengenaan PPh Final, pajak dikenakan dengan prosen-tase tertentu
dari penghasilan bruto, untuk selanjutnya pengaturannya adalah sbb:
· Penghasilan yang dikenakan PPh Final dipisahkan dari penghasilan biasa.
· Biaya-biaya yang terkait dengan penghasilan yang dikenakan PPh Final harus dipisahkan/ dikeluarkan
dari biaya-biaya yang dapat dikurangkan atas penghasilan biasa.
· Pungutan PPh Final tidak dapat dikurangkan/dikreditkan terhadap jumlah pajak terutang atas
penghasilan biasa.
Rincian penghasilan yang dikenakan PPh Final adalah sbb :
1. Penghasilan bunga tabungan/deposito, SBI, Jasa Giro,
Tarif PPh = 20% x jumlah bruto
Pemotongnya adalah bank/pemberi penghasilan.
Potongan PPh Final tersebut tidak dapat dikreditkan
(Pasal 4 ayat (2) huruf a UU PPh 2008, jo. Keputusan Menteri Keuangan nomor: 51/KMK.04/2001.
Sebelumnya diatur dalam PP 131/2000 berlaku mulai 1 Januari 2001. Sebelumnya lagi diatur dalam PP
51/ 1994).
2. Bunga dan Diskonto Obligasi yang diperdagangkan dan atau dilaporkan perdagangannya di Bursa Efek
Indonesia.
Pemotongnya adalah : emiten (penerbit obligasi), atau broker (perusahaan efek atau bank sebagai
perantara)
Tarif PPh-nya adalah 20%.
(Pasal 4 ayat (2) huruf a UU PPh 2008, jo Keputusan Menteri Keuangan nomor : 121/KMK.03/2002.)
3. Penghasilan berupa hadiah undian
Tarif PPh = 25% x jumlah bruto hadiah undian
Pemotongnya adalah penyelenggara undian
(Pasal 4 ayat (2) huruf b UU PPh 2008, jo. Peraturan Dirjen Pajak nomor: 395/PJ./2001. Sebelumnya
diatur dalam PP 132/2000. Berlaku mulai 1 Januari 2001.)
4. Penghasilan dari sewa tanah dan bangunan
Tarif PPh = 10% x jumlah bruto nilai sewa
Pada prinsipnya pemotongnya adalah penyewa. Dalam hal penyewa bukan pemotong pajak, maka PPh
yang terutang wajib disetor sendiri oleh penerima sewa.
(Pasal 4 ayat (2) huruf d UU PPh 2008, jo. Keputusan Menteri Keuangan nomor: 120/KMK.03/2002.
sebelumnya diatur dalam PP 5 tahun 2002, berlaku mulai 1 Mei 2002.)
5. Penghasilan dari jasa perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan konstruksi dengan tarif sebagai berikut:
a. 2% (dua persen) untuk Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa dengan kualifikasi
usaha kecil;
b. 4% (empat persen) untuk Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang tidak memiliki
kualifikasi usaha;
c. 3% (tiga persen) untuk Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa selain Penyedia
Jasa sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b;
d. 4% (empat persen) untuk Perencanaan Konstruksi atau Pengawasan Konstruksi yang dilakukan oleh
Penyedia Jasa yang memiliki kualifikasi usaha;
e. 6% (enam persen) untuk Perencanaan Konstruksi atau Pengawasan Konstruksi yang dilakukan oleh
Penyedia Jasa yang tidak memiliki kualifikasi usaha.
Pengenaan PPh Final tersebut hanya berlaku untuk pengusaha yang peredaran brutonya sampai
dengan Rp1.000.000.000,00.
Pemotongnya adalah badan pemerintah, subyek pajak badan DN, BUT, WP OP yang ditunjuk.
Dalam hal pemberi penghasilan bukan pemotong pajak maka PPh Final harus disetor sendiri oleh WP.
(PP 40/2009 jo Peraturan Menteri Keuangan nomor: 187/PMK/2008.)
6. Pelayaran Dalam Negeri
Tarif PPh = 1,2% x peredaran bruto
Peredaran bruto adalah imbalan uang atau nilai uang yang diterima/diperoleh WP dari pengangkutan
orang dan atau barang yang dimuat dari satu pelabuhan ke pelabuhan lain di Indonesia, dan atau dari
pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan lain di luar negeri dan sebaliknya
(Kepmen-416/KMK.04/1996 berlaku mulai tahun 1996. Sebelumnya diatur dalam
Kepmen-181/KMK.04/1995).
7. Pelayaran atau Penerbangan Luar Negeri
Tarif PPh = 2,64% x peredaran bruto
Peredaran bruto adalah imbalan uang atau nilai uang yang diterima/diperoleh WP perusahaan pelayaran
dan atau penerbangan luar negeri dari pengangkutan orang/barang dari satu pelabulan ke pelabuhan lain
di Indonesia dan atau dari pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan di luar negeri.
(Kepmen-417/KMK.04/1996 mulai Juni 1996. Sebelumnya diatur dalam Kepmen-181/KMK. 04/1995)
8. Penerbangan Dalam Negeri Charter
Tarif PPh = 1,8% dari peredaran bruto
Peredaran bruto adalah imbalan berupa uang atau nilai uang yang diterima WP berdasarkan perjanjian
charter dari pengankutanh orang atau barang yang dimuat dari satu pelabuhan ke pelabuhan lain di
Indonesia dan atau pelabuhan Indonesia ke pelabuhan di luar negeri.
(Kepmen-475/KMK.04/1996 mulai berlaku tahun 1996).
9. Penjualan Saham di Bursa Efek
Tarif PPh = 0,1 % x jumlah bruto nilai transaksi atas semua transaksi saham baik saham pendiri maupun
bukan pendiri.
Tambahan 0,5% x jumlah bruto nilai transaksi untuk saham pendiri
(Pasal 4 ayat (2) UU PPh 2008, jo PP tahun 14 tahun 1997 mulai berlaku Mei 1997. Sebelumnya diatut
dalam PP nomor 41 tahun 1994)
10. Uang Pesangon, Uang Tebusan Pensiun, Tunjangan Hari Tua
Atas penghasilan berupa uang pesangon, uang tebusan pensiun yang dibayar oleh Dana Pensiun yang
pendiriannya disyahkan Menteri Keuangan dan Tunjangan Hari Tua atau Jaminan Hari Tua yang
dibayarkan sekaligus oleh Badan Penyelenggara Pensiun atau Badan Penyelenggara Jamsostek
dipotong PPh Final sbb:
a Penghasilan Bruto sampai dengan Rp50.000.000 0%
b. Penghasilan Bruto diatas Rp50.000.000 sd Rp100.000.000 5%
b Penghasilan Bruto diatas Rp100.000.000 sd Rp500.000.000 15%
c Penghasilan Bruto diatas Rp500.000.000 25%
(PP nomor 68 tahun 2009)
11. Penghasilan dari pengalihan Hak atas Tanah dan atau Bangunan.
Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh oleh orang pribadi, yayasan atau organisasi sejenis yang
usaha pokoknya melakukan transaksi pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dikenakan Pajak
Penghasilan yang bersifat final.
Besarnya PPh adalah 5 % dari jumlah bruto nilai pengalihan hak. Nilai dimaksud adalah nilai yang
tertinggi antara nilai berdasarkan akta pengalihan hak atau Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP). NJOP
didasarkan pada Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) PBB.
Dalam hal nilai penghasilannya kurang dari Rp60.000.000 tidak dikenakan pajak.
(Pasal 4 ayat (2) huruf d UU PPh 2008, jo PP nomor 71 tahun 2008).
12. Honorarium yang Diterima oleh Pejabat Negara.
Honorarium dan Imbalan lain yang Diterima oleh Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil, Anggota ABRI
dan Pensiunan dikenakan PPh sebesar 15% yang bersifat final.
(PP nomor 45 tahun 1994)
13. Pajak Penghasilan atas Perusahaan Modal Ventura
Atas penghasilan perusahaan modal ventura dari transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan
modal pada perusahaan pasangan usahanya dikenakan PPh sebesar 0.1% yang bersufat final.
(PP nomor 4 tahun 1995)
14. Pajak Penghasilan atas Penjualan Rokok
Atas penjualan rokok dalam negeri, dipungut PPh pasal 22 sebesar 0,15% dari harga banderol. PPh
pasal 22 tersebut merupakan PPh pasal 22 Final.
(Kep-529/PJ/2001).
15. Penjualan atas Hasil Produk Pertamina
Penjualan hasil produk Pertamina serta badan usaha yang bergerak dibidang bahan bakar minyak jenis
premix, super TT, dan gas dipungut sebagai berikut :
Uraian SPBU Swastanisasi SPBU Pertamina
Premium 0,3% dari penjualan 0,25% dari penjualan
Solar 0,3% dari penjualan 0,25% dari penjualan
Premix/Super TT 0,3% dari penjualan 0,25% dari penjualan
Minyak tanah 0,3% dari penjualan
Gas LPG 0,3% dari penjualan
Pelumas 0,3% dari penjualan
Pungutan PPh sebagaimana dimaksud diatas bersifat final. (Kep-417/PJ/2001)
16. Penghasilan berupa Bunga Obligasi
Besarnya Pajak Penghasilan atas pnghasilan berupa
a. Bunga dari Obligasi dengan Kupon adalah sbb:
1) 15% bagi wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap;
2) 20% atau sesuai dengan tarif berdasarkan persetujuan penghindaran pajak berganda bagi wajib pajak
luar negeri selain bentuk usaha tetap;
dari jumlah bruto.
b. Diskonto dari Obligasi dengan Kupon
1) 15% bagi wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap;
2) 20% atau sesuai dengan tarif berdasarkan persetujuan penghindaran pajak berganda bagi wajib pajak
luar negeri selain bentuk usaha tetap;
dari jumlah bruto.
c. Diskonto dari Obligasi tanpa Bunga
1) 15% bagi wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap;
2) 20% atau sesuai dengan tarif berdasarkan persetujuan penghindaran pajak berganda bagi wajib pajak
luar negeri selain bentuk usaha tetap;
dari jumlah bruto.
d. Bunga dan atau Diskonto dari Obilgasi yang diperoleh oleh wajib pajak Reksa Dana yang terdaftar pada
Badan Pengawas Pasa Modal dan Lembaga Keuangan, sebesar
1) 0 % untuk tahun 2009 sd 2010;
2) 5 % untuk tahun 2011 sd 2013;
3) 15% untuk tahun 2014 dan seterusnya.
Ketentuan tersebut tidak berlaku apabila penerima penghasilan adalah wajib pajak Dana Pensiun (tidak
dipungut pajak) dan wajib pajak bank (tidak merupakan PPh Final).
(Peraturan Pemerintah nomor 16 tahun 2009 tanggal 9 Februari 2009)
17. Penghasilan dari Transaksi Derivatif berupa kontrak berjangka dikenakan PPh sebesar 2,5% dari margin
awal. Dimaksud dengan margin awal adalah sejumlah uang atau surat berharga untuk menjamin
pelaksanaan transaksi kontrak berjangka.
(Peraturan Pemerintah nomor 17 tahun 2009 tanggal 9 Februari 2009)
18. Penghasilan berupa Bunga Simpanan yang dibayarkan oleh Koperasi kepada anggota koperasi wajib
pajak orang pribadi dikenakan PPh Final sbb:
a) 0% untuk penghasulan berupa bunga simpanan sampai dengan Rp240.000 per bulan, atau
b) 10% dari jumlah bruto bunga untuk penghasilan lebih dari Rp240.000 per bulan.
(Peraturan Pemerintah nomor 15 tahun 2009, tanggal 9 Februari 2009).
19. Penghasilan berupa Dividen yang dibagikan kepada wajib pajak orang pribadi dalam negeri paling tinggi
10% dan bersifat final.
Sistem Pembayaran Pajak Penghasilan
Ada beberapa cara dalam pemenuhan kewajiban Pajak Penghasilan, yakni dibayar sendiri oleh wajib
pajak dan dipungut/dipotong oleh pihak ketiga.
a) Pajak yang disetor sendiri meliputi: Angsuran bulanan (PPh pasal 25), Setoran Akhir (PPh pasal 29), dan
Fiskal Luar Negeri.
b) Pajak yang dipungut/dipotong oleh pihak ketiga meliputi: PPh pasal 21, PPh pasal 22, PPh pasal 23, dan
PPh pasal 24.
Pada akhir tahun pajak diadakan penghitungan kembali antara jumlah pajak terutang dengan jumlah
angsuran yang telah dibayar pada tahun berjalan dan jumlah potongan serta pungutan yang telah
dilakukan oleh pihak ketiga. Dari perhitungan tersebut didapat tiga kemungkinan:
1) Jumlah setoran pajak ditambah pungutan/potongan dari pihak ketiga lebih kecil dari jumlah pajak
terutang. Dalam hal demikian terdapat kekurangan penyetoran/pemotongan pajak. Kekurangan setoran
tersebut harus dilunasi oleh wajib pajak, yang dalam hal ini disebut PPh pasal 29.
2) Jumlah setoran pajak ditambah pungutan/potongan dari pihak ketiga lebih besar dari jumlah pajak
terutang. Dalam hal demikian terdapat kelebihan penyetoran/pemotongan pajak. Kelebihan setoran
tersebut dapat dimintakan restitusi atau dikompensasikan dengan utang pajak yang lain.
3) Jumlah setoran pajak ditambah pungutan/potongan dari pihak ketiga sama dengan jumlah pajak
terutang. Dalam hal demikian maka tidak terdapat jumlah pajak yang harus disetor lagi ataupun diminta
kembali.
Apabila tidak terdapat pemeriksaan pajak yang menimbulkan tambahan beban pajak yang ditagih melalui
Surat Ketetapan Pajak (SKP) atau Surat Ketetapan Pajak Tambahan (SKPT), maka utang pajak yang
telah dipenuhi berdasarkan penyetoran sendiri maupun pungutan/potongan oleh pihak ketiga yang telah
dilaporkan dalam SPT menjadi lunas secara definitif. Penerbitan SKP/SKPT tersebut dapat dilakukan
dalam kurun waktu sepuluh tahun.
Apabila terdapat pemeriksaan pajak yang menimbulkan SKP/SKPT, maka fungsi penyetoran yang telah
dilapukan dan pungutan/potongan dari pihak ketiga tersebut berfungsi sebagai pembayaran yang akan
diperhiotungkan dengan pajak terutang berdasarkan SKP/SKPT tersebut.
Yang dimaksud penghasilan menurut UU Pajak Penghasilan adalah tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh WP, baik berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia yang dapat dipakai untuk konsumsi maupun untuk menambah kekayaan yang bersangkutan dengan nama dan dalam bentuk apapun (lihat rincian)
Adapun contoh cara menghitung penghasilan dapat digambarkan pada bagan sebagai berikut :
Perusahaan DagangPenjualan Bruto ……………………………………………… Rp
-/- Retur ……………………………………………………….. Rp (-)
Penjualan Netto ………..….……………………………….. Rp
Harga Pokok Penjualan
Persediaan awal tahun ..… Rp
Pembelian ……………… Rp (+)
Tersedia untuk dijual ……. Rp _
Persediaan akhir tahun … Rp (-)_
Harga Pokok Penjualan ……………………………………. Rp (-)_
Laba Bruto Usaha ………………………………………… Rp
Biaya administrsi dan Umum …………………………… Rp (-)
Penghasilan Netto Usaha ………………………………… Rp
Penghasilan Luar Usaha ………… Rp…………………..
Biaya luar usaha …………………… Rp…………………..
Penghasilan netto luar usaha ………………………….. Rp …………………………..
Jumlah Penghasilan Neto (Komersial).………………… Rp
==============
Dari jumlah penghasilan neto komersial tersebut, kemudian dilakukan penyesuaian-penyesuaian (adjust-ment), yang didasarkan pada aturan-aturan perpajakan untuk memperoleh penghasilan neto fiskal, yakni penghasilan neto yang didasarkan pada perhitungan yang diakui secara fiskal. Penyesuaian-penyesuaian tersebut disebut koreksi fiskal. Koreksi fiskal ada dua macam, yakni koreksi fiskal positif dan koreksi fiskal negatif.
a. Koreksi Fiskal Positif: koreksi yang dilakukan atas Laba Rugi Komersial yang menghasilkan Laba Fiskal lebih besar dari pada Laba Komersial (atau Rugi Fiskal lebih kecil dari pada Rugi Komersial).
Contoh:
Uraian Komersial Fiskal Keterangan
Pemberian sembako untuk pegawai diakui Tidak diakuiHarus dikoreksi
Pemberian fasilitas rekreasi u/ pegawai diakui Tidak diakuiHarus dikoreksi
Pemberian fasilitas tempat tinggal u/pegawai diakui Tidak diakui
Harus dikoreksi
Akibat dari adanya koreksi ini maka biaya yang dihitung secara fiskal menjadi lebih kecil dari pada biaya yang dihitung secara komersial. Akibat selanjutnya laba yang dihitung secara
fiskal menjadi lebih besar dari pada laba yang dihitung secara komersial. Karena laba yang dihitung secara fiskal menjadi lebih besar maka disebut koreksi fiskal positif.
b. Koreksi Fiskal Negatif: koreksi yang dilakukan atas Laba Rugi Komersial yang menghasilkan Laba Fiskal lebih kecil dari pada Laba Komersial (atau Rugi Fiskal lebih besar dari pada Rugi Komersial).
Contoh:
Penyusutan dalam perhitungan Laba Rugi menggunakan Metode Garis Lurus untuk jangka waktu lima tahun untuk aset senilai Rp100.000.000. Perhitungan penyusutan Komersial-nya adalah sbb:
Harga perolehan Rp100.000.000
Penyusutan tahun pertama 20% Rp20.000.000
Penyusutan dalam perhitungan Laba Rugi Fiskal menggunakan Metode Sado Menurun dengan tarif 25% dari Nilai Sisa Buku. Perhitungan penyusutan Fiskalnya adalah sbb:
Harga perolehan Rp100.000.000
Penyusutan tahun pertama 25% Rp25.000.000
Penyusutan tahun pertama adalah 25% dari nilai perolehan, karena pada tahun pertama nilai bukunya sama dengan nilai perolehan.
Jika diperbandingkan antara penyusutan komersial dengan penyusutan komersial akan tampak sebagai berikut:
Uraian Komersial Fiskal Keterangan
Penyusutan
Rp20.000.000
Rp25.000.000
Harus dikoreksi sebesar Rp5.000.000
Penyusutan fiskal pada contoh tersebut diatas lebih besar Rp5.000.000 dari pada penyusutan komer-sial. Karena penyusutan sebagai beban secara fiskal dihitung lebih besar maka akibatnya penghasilan secara fiskal menjadi lebih kecil. Karena laba secara fiskal menjadi lebih kecil (atau rugi secara fiskal menjadi lebih besar), maka disebut koreksi fiskal negatif.
Selanjutnya dari dari bagan perhitungan Laba Rugi dengan hasil akhir Jumlah penghasilan Neto Komersial tersebut dimuka, dapat diteruskan sebagai berikut:
Penghasilan Neto Komersial …………………. Rp………………….
Koreksi Positif …………… Rp…………………..
Koreksi Negatif …………. Rp…………………..
Saldo Koreksi ……………………………………… Rp………………….. + (-)
Laba/Rugi Fiskal …………………………………. Rp…………………..
Untuk memperoleh angka-angka dalam menghitung koreksi fiskal tersebut, harus dipahami pengelua-ran-pengeluaran/beban yang diakui secara fiskal dan pengeluaran-pengeluaran/beban yang didak diakui secara fiskal. Pengeluaran-pengeluaran yang diakui/dapat dikurangkan secara fiskal diatur pada pasal 6 UU Pajak Penghasilan, sedangkan pengeluaran-pengeluaran yang tidak diakui/tidak dapat dikurangkan, diatur pada pasal 9 UU PPh sebagai diuraikan berikut.
1. Pengeluaran Yang dapat Dikurangkan (Pasal 6 UU-PPh)
Besarnya Penghasilan Kena Pajak WP DN dan BUT ditentukan berdasarkan Penghasilan Bruto dikurangi :
aBiaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan termasuk biaya pembelian bahan, termasuk :
1 Biaya Pembelian Bahan
2 Biaya berkenaan pekerjaan atau jasa termasuk :
UpahMisalnya: upah borongan, upah harian dst untuk menye-lesaikan suatu pekerjaan
Gaji
Imbalan atas pekerjaan yang berhubungan dengan perburuhan
( lihat juga psl 9 huruf f dan j )
Honorarium
Imbalan atas pekerjaan namun tidak ada hubungan perburuhan, misalnya: honorarium akuntan, honorarium konsultan, imbalan jasa audit, dan jasa-jasa ahli lainnya.
Bonus Misalnya imbalan atas prestasi kerja
Gratifikasi Pemberian kepada pegawai karena perusahaan memperoleh laba yang besar.
Tunjangan dalam bentuk uang
Contoh: tunjangan isteri, anak, kemahalan, tunjangan ke-sehatan, tunjangan transport, THR dsb.
3 Bunga, Sewa dan Royalty
Bunga
Harus digunakan dalam rangka menjalankan usaha. Bunga atas pinjaman yang tertanam dalam deposito tidak dapat dikurangkan.
(SE-46/PJ.04/95; tgl 5-10-1995)
Sewa
Misalnya sewa gudang, sewa tempat usaha, sewa alat-alat berat dsb.
Tidak termasuk:sewa sewa rumah untuk pegawai.
Royalty Contoh: imbalan atas pemakaian merk dsb
4 Biaya perjalananDalam rangka menjalankan tugas perusahaan misalnya: tiket pesawat, biaya hotel dsb.
5 Biaya pengelolaan limbah
Misalnya biaya untuk mengelola limbah mercuri untuk bidang usaha pertambangan emas, agar mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan.
6 Premi assuransi
Untuk asuransi yang berkaitan dengan usaha. contoh : asuransi kebakaran, asuransi kerugian, asuransi kenda-raan perusahaan dsb.
Lihat psl 9 huruf d
7 Biaya Promosi dan PenjualanDiatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan.
8 Biaya administrasi Contoh: alat tulis, kantor dsb
Rincian tersebut diatas merupakan contoh, karena disebutkan termasuk, berarti ada pengurangkan lain yang diakui secara fiskal, misalnya:
Biaya representasi/intertainment, jamuan tamu
Dapat dikurangkan asal dalam rangka menjalankan usaha dengan syarat dibuatkan daftar nominatif yang dilampirkan dalam SPT PPh.
(SE-27/PJ.22/1986)
Telepon
Biaya langganan telepon biasa sepenuhnya dapat dikurangkan;
Biaya langganan telepon seluler atau biaya pulsa telepon seluler untuk pegawai karena jabatannya dapat dikurangkan sebesar 50%.
(Kep-220/PJ/2002)
Biaya pemeliharaan kendaraan
Biaya pemeliharaan kendaraan, perbaikan rutin untuk kendaraan operasional perusahaan seluruhnya dapat dibebankan sebagai biaya, termasuk untuk kendaraan antar jemput karyawan;
Biaya pemeliharaan, perbaikan mobil sedan untuk pegawai tertentu perusahaan dapat dibebankan sebagai biaya sebesar 50%
(Kep-220/PJ/2002)
Listrik dan air untuk perusahaan
9 Pajak selain PPh Contoh : PBB, PKB dan pajak-pajak daerah
b Penyusutan dan Amortisasi Diatur lebih lanjut pada psl 11
c
Iuran kepada Dana Pensiun, yang pendiriannya disyahkan oleh Menkeu Maksudnya untuk dana pensiun karyawannya.
d
Kerugian karena Pengalihan Harta yang dimiliki dan digunakan dalam perusahaan
Contoh : perusahan menjual sebagian alat produksinya, dalam hal harga jual lebih rendah dari nilai sisa buku fiskalnya.
E Rugi Selisih Kurs
Misalnya perusahaan telah meminjam dana dari LN, yang pada saat mengembalikan kurs valasnya telah mengalami kenaikan terhadap rupiah.
f
Biaya Penelitian dan pengembang-an yg dilakukan di Indonesia
G Bea siswa, magang, pelatihan
h
Piutang yang nyata tidak dapat ditagih dengan syarat
a. Telah dibebankan sebagai biaya dalam perhitungan L/R Komer-sial;
b. Harus disertai Daftar Nominatif yang diserahkan kepada DJP.
c. Penagihannya telah diserakan
kpd Pengadilan negeri atau instansi pemerintah yang mena-ngani piutang negara, atau adanya perjanjian tertulis ten-tang penghapusan piutang
i
Sumbangan dalam rangka penang-gulangan Bencana Nasional sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah;
j
Sumbangan dalam rangka peneli-tian dan pengembangan yang dila-kukan di Indonesia, sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Peme-rintah;
k
Biaya pembangunan infrastruktur sosial sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah;
l
Sumbangan fasilitas pendidikan yang ketentuannya diatue dengan Peraturan Pemerintah.
M
Sumbangan dalam rangka pembinaan olah raga, sesuai de-ngan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah;
2. Pengeluanan Yang Tidak Dapat Dikurangkan (psl 9 UU PPh)
Uraian Uraian, contoh dan pengaturan lebih lanjut
a Pembagian Laba Contoh : dividen, SHU Koperasi
bBiaya untuk kepentingan pribadi pemegang saham
Contoh: biaya service mobil pribadi pemegang saham
cPembentukan/pemupukan dana cadangan
Contoh: pencadangan untuk piutang tak tertagih misalnya dalam hal terjadi penjualan kredit
Kecuali untuk:
Cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank, Badan Usaha lain yang usahanya menyalurkan kredit, SGU dng hak opsi, peru-sahaan pembiayaan konsumen, perusahaan anjak piutang.
a. Untuk bank umum besarnya cadangan yang dapat dikurangkan sebagai biaya adalah:
50% dari kredit yang digolongkan diragukan, setelah dikurangi anggunan;
100% dari kredit yang digolongkan macet, setelah dikurangi nilai anggunan.
Cadangan untuk usaha asuransi, termasuk cadangan untuk ban-tuan sosial yang dibentuk Jam-sostek.
Cadangan penjaminan untuk Lembaga Penjamin Simpanan.
cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan;
Cadangan untuk biaya penana-man kembali usaha kehutanan;
Cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuang-an limbah industri.
Dengan syarat-syarat yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan
b. Untuk bank perkreditan rakyat, besarnya cadangan yang dapat dikurangkan sebagai biaya adalah:
0.5% dari kredit yang digolongkan lancar;
3% dari kredit yang digolongkan kurang lancar, setelah dikurangi dengan nilai anggunan yang dikuasai;
50% dari kredit yang digolongkan diragukan, setelah dikurangi dengan nilai anggunan yang dikuarai;
100% dari nilai kredit yang digolongkan macet, yang masih tercatat dalam pembukuan, setelah dikurangi dengan nilai anggunan yang dikuasai.
c. Untuk SGU sebesar 2,5% dari rata-2 saldo piutang ;
d. Besarnya cadangan cadangan premi untuk menutup klaim yang jatuh tempo ditentukan oleh perhitungan aktuaria dan mendapatkan pengesahan oleh Badan Pengawasan Modal dan Lambaga Keuangan.
(Kep MK-80/95, jo Kep MK-68/1999, jo Kep MK-204/2000, jo. Per Men-03/2006)
d
Premi assuransi kesehatan, kecelakaan, jiwa, dwiguna yang dibayar sendiri oleh Wajib Pajak.Orang Pribadi. Bandingkan dengan asuransi pada uraian pasal 6.
Kecuali dibayar oleh pemberi kerja dan dihitung sebagai penghasilan bagi pegawai ybs.
Bila asuransi dibayar oleh pemberi kerja maka premi tersebut dapat dikurangkan sebagai biaya.
e
Penggantian sehubungan dengan pekerjaan/jasa dalam bentuk natura dan kenikmatan
Contoh:
Pengobatan cuma-cuma untuk untuk pegawai, dimana perusahaan langsung membayar kepada RS/ klinik
Pemberian beras, gula dsb.
Fasilitas perumahan;
Kecuali :
makan/minum bagi semua kar-yawan/pegawai;
antar jemput karyawab;
imbalan dalam bentuk natura di daerah tertentu;
berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan.
Yang diatur lebih lanjut berdasar-kan Peraturan Menteri Keuangan.
Daerah tertentu dimaksud adalah daerah terpencil yang layak dikembangkan
Contoh: pakaian kerja yang berkaitan dengan keselamatan kerja, seragam satpam, seragam pabrik, pakaian proyek dsb.
f
Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayar kpd pemegang saham, dan yg mempunyai hubungan istimewa
gHibah, bantuan, sumbangan dan warisan
Kecuali:
Zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disyah-kan oleh pemerintah atau
Sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh Lembaga keagamaan yang dibentuk atau disyahkan oleh pemerintah,
Yang ketentuannya diatur berdasar-kan Peraturan Pemerintah.
h Pajak Penghasilan
iBiaya untuk kepentingan pribadi WP dan keluarganya
Contoh: biaya bahan bakar dan servis mobil pribadi WP.OP
j
Gaji yang dibayarkan kpd anggota persekutuan, firma, CV yang modalnya tidak terbagi atas saham
Dalam hal WP berbentuk firma atau CV tidak atas saham-saham, maka pemberian imbalan kepada anggota persekutuan tidak boleh dikurangkan.
kSanksi bunga, denda, kenaikan serta sanksi pidana pajak
Contoh: sanksi bunga atas keterlambatan menyetor PPh, sanksi denda dsb
3. Rincian Koreksi Fiskal dan Rekonsiliasi antara Laporan Keuangan Komersial dengan Laporan Keuangan Fiskal
Telah disebutkan dimuka bahwa untuk tujuan menghitung Penghasilan Kena Pajak, laporan keuangan perlu dilakukan penyesuaian/koreksi fiskal. Bagan tersebut dibawah ini menyajikan ikhtisar koreksi fiskal tersebut, yang didasarkan pada pasal 6, pasal 9 dan pasal 11 Undang Undang Pajak Penghasilan.
Uraian
Akuntansi
Komersial
Koreksi
PPh/ Fiskal
Beda Tetap
Beda Waktu
I Penjualan x - - X
II Harga Pokok Penjualan
Metode FIFO x - - X
Metode Rata-rata x - - X
Metode LIFO x - k -
III Laba Bruto Usaha ( I – II ) x X
IV Beban Usaha
1 Gaji x - - X
2 Tunjangan PPh 21 x - - X
3 PPh 21 dibayar perusahaan x k - -
4 Tunjangan dalam bentuk uang, misalnya : tunjangan isteri, tunjangan anak, tunjangan kesehatan, THR dsb asal diberikan dalam
x - - X
bentuk uang.
5
Imbalan dalam bentuk natura/kenikmatan atau fasilitas, misalnya:
Pengobatan cuma-cuma untuk untuk pegawai, dimana perusahaan langsung membayar kepada RS/ klinik
Pemberian beras, gula dsb.
Fasilitas perumahan;
Rekreasi. x k - -
7
Imbalan dalam bentuk natura/kenikmatan atau fasilitas yang merupakan pengecualian yang disebut diatas
makan/minum bagi semua karyawan;
antar jemput pegawai perusahaan;
imbalan dalam bentuk natura di daerah tertentu;
berkaitan dengan pelaksanaan peker-jaan misalnya : seragam pabrik, sera-gam proyek. x - - X
8Bunga, dengan syarat : digunakan dalam rangka menjalankan usaha. x - - X
9
Bunga atas pinjaman yang tertanam dalam deposito tidak dapat dikurangkan.
(SE-46/PJ.04/95; tgl 5-10-1995) x k - -
10Sewa : misalnya sewa gudang, sewa tem-pat usaha dsb. x - - X
11 Sewa rumah untuk ditempati pegawai x k
12Royalty, misalnya imbalan atas pemakaian merek. x - - X
13Biaya perjalanan dalam rangka menjalan-kan tugas perusahaan. x - - X
14 Biaya pengelolaan limbah, misalnya biaya untuk x - - X
mencegah pencemaran lingkungan
15
Premi asuransi yakni asuransi yang berkaitan dengan usaha wajib pajak misalnya : asuransi kebakaran, asuransi kerugian, asuransi kendaraan perusahaan dsb x - - X
16
Premi asuransi kesehatan, asuransi kece-lakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna yang dibayar sendiri oleh Wajib Pajak Orang Pribadi - - - -
17
Biaya representasi/ intertainment, jamuan tamu.
Dapat dikurangkan asal dalam rangka menjalankan usaha dengan syarat dibuat-kan daftar nominatif yang dilampirkan dalam SPT PPh. (SE-27/PJ.22/1986) x - - X
18Biaya langganan telepon biasa untuk per-usahaan, sepenuhnya dapat dikurangkan; x - - X
19
Biaya langganan telepon seluler atau biaya pulsa telepon seluler untuk pegawai karena jabatannya dapat dikurangkan sebesar 50%. (Kep-220/PJ/2002) x k X
20
Biaya pemeliharaan kendaraan, perbaikan rutin untuk kendaraan operasional perusahaan seluruhnya dapat dibebankan sebagai biaya, termasuk untuk kendaraan antar jemput karyawan; x - - X
21
Biaya pemeliharaan, perbaikan mobil sedan untuk pegawai tertentu perusahaan dapat dibebankan sebagai biaya sebesar 50%
(Kep-220/PJ/2002) x k - X
22Listrik dan air untuk kepentingan perusa-haan x - - X
23Iuran kepada Dana Pensiun, yang pendiriannya disyahkan oleh Menkeu x - - X
24 Biaya penelitian dan pengembangan yang jumlahnya wajar untuk untuk menemukan teknologi atau sistem
x - - X
baru asal dilakukan di Indonesia, dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan
25
Biaya yang dikeluarkan untuk kepentingan bea siswa, magang dan pelatihan dalam rangka peningkatan kualitas sumber daya manusia dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan x - - X
26
Kerugian karena piutang yang tidak dapat ditagih (bukan bank/SGU hak opsi)
a. Penyisihan
b. Metode Langsung dengan syarat dibuat-kan daftar nominatif, penagihannya telah dilimpahkan kepada BUPLN, Pengadilan;
c. Telah dipublikasikan
x
x
-
-
k
-
-
X
27Pembagian laba dengan nama atau dalam bentuk apapun - - - -
28Biaya untuk kepentingan pribadi pemegang saham - - - -
29Pajak pajak, termasuk : PBB, PKB, dan pajak-pajak lainnya x - - X
30 Pajak Penghasilan - - - -
31
Sanksi administratif perpajakan, berupa bunga, denda dan kenaikan, serta sanksi pidana berupa denda dan kenaikan x x - -
32
Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham dan yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan atas jasa yang diberikan. - - - -
33 Sumbangan pada umumnya x k - -
34
Sumbangan dalam rangka penanggulangan Bencana Nasional sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah; x X
35 Biaya pembangunan infrastruktur sesuai x - - X
dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah;
36
Sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang dilakukan di Indonesia sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah; x X
37
Sumbangan untuk Fasilitas Pendidikan sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah; x X
38
Sumbangan dalam rangka pembinaan oleh raga sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah; x X
39 Penyusutan Harta (diuraikan tersendiri) x - x X
40 Amortisasi (diuraikan tersendiri) x - x X
V Laba Usaha ( III – IV) x - - X
VI Penghasilan Diluar Usaha
1Dividen sebagai hasil dari penyertaan modal kepada perusahaan di Dalam Negeri. x - - X
2
Dividen sbg hasil dari penyertaan modal kepada perusahaan di DN, dimana penyer-taannya sebesar 25% atau lebih dari modal perusahaan tempat investasi dilakukan. x x - -
3Bunga atas deposito, tabungan lainnya pada bank-bank di Indonesia x k - -
4Keuntungan atas penjualan saham perusa haan lain, yang dilakukan diluar bursa efek x - - X
5
Keuntungan atas penjualan saham, dan sekuritas lainnya, transaksi derifatif, yang dilakukan di bursa efek, dan penjualan saham pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura. x k - -
6 Keuntungan pengalihan harta perusahaan x - - X
7 Penghasilan royalty x - - X
8 Penghasilan dari persewaan atas tanah dan x k - -
atau bangunan, dikenakan PPh Final 10%
9Penghasilan karena pengoperan harta berupa tanah dan atau bangunan x k - -
10 Keuntungan selisih kurs x - - X
11 Hadiah, penghargaan x k - -
12
Penerimaan hibah dari pihak yang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, misalnya hibah dari induk perusahaan - - - -
VIIPenghasilan Neto dari Usaha dan dari Luar Usaha ( V + VI ) x k k X
Keterangan :
x =Terdapat kesamaan dalam perlakuan atau terdapat nilai yang sama-sama diakui walaupun jumlahnya mungkin berbeda;
- =Tidak terdapat angka atau jumlah yang perlu dicatat atau dibukukan atau tiidak dilakukan koreksi fiscal
k = Terdapat koreksi antara Laba Rugi Komersial dengan Laba Rugi Fiskal (Penghasilan Kena Pajak)
4. Rangkuman Hubungan antara Perhitungan L/R Komersial dengan Perhitungan L/R Rugi Fiskal
Sebenarnya perhitungan Laba Rugi Fiskal itu didasarkan pada perhitungan Laba Rugi Komersial sesuai dengan standar Akuntansi Keuangan, namun terdapat penyesuaian-penyesuaian terbatas untuk hal-hal tertentu. Kesamaan maupun perbedaan diantara keduanya yang dapat dikelompokkan/diklasifikasi sebagai berikut:
No Kalsifikasi Penjelasan atau Contoh
1 Kesamaan Pengaturan Pengaturan dalam Menghitung Laba Rugi Fiskal sama/mengikuti keten-tuan/ pengaturan umum dalam menghitung Laba Rugi Komersial.
Untuk menghitung Laba Fiskal,
Dapat Dikurangkan: beban gaji, upah, biaya promosi, sewa ruangan, biaya listrik, air, telepon, alat tulis/kantor, perjalanan dinas, jasa-jasa yang terkait dengan usaha, pemeliharaan mobil, pemeliharaan mesin, dsb.
Tidak Dapat Dikurangkan: pengeluaran untuk kepentingan pribadi bagi WP perorangan, pengeluaran-pengeluran yang tidak ada hubungannya dengan usaha WP.
2 Perbedaan Pengaturan
a Perbedaan Prinsip
Pengaturan dalam Menghitung Laba Rugi Fiskal berbeda dengan ketentuan/pengaturan dalam menghitung Laba Rugi Komersial.
Untuk menghitung Laba Fiskal,
Tidak dapat dikurangkan beban-beban untuk pegawai:
yang diberikan dalam bentuk natura misalnya: pemberian sembako, bingkisan lebaran.
imbalan dalam bentuk fasilitas-fasilitas, misalnya fasilitas: kesehatan, perumahan, pajak, yang ditanggung perusahaan.
Sumbangan.
Catatan : terdapat pengecualian, misalnya seragam satpam/kerja, makan untuk semua pegawai ditempat kerja, sumbangan-sumbangan tertentu misalnya: sumbangan dalam rangka penanggualangan bencana nasional, sumbangan dalam rangka pembinaan olah raga, sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan, dapat dikurangkan.
b Keterbatasan pilihan dalam menentukan metode Pembukuan/ Akuntansi
Dalam hal penyusutan, Fiskal hanya mengenal metode Garis Lurus dan Metode Saldo Menurun. Fiskal tidak mengenal penyusutan lainnya misalnya: Metode Penyusutan berdasarkan jam Jasa, Metode Penyusutan berdasarkan Hasil Produksi. Demikian juga tidak dikenal adanya nilai residu dalam hal penyusutan fiskal.
Dalam hal penilaian persediaaan/harga pokok, Fiskal hanya mengenal metode FIFO dan Metode Rata-rata. Fiskal tidak mengenal metode lainnya misalnya: metode LIFO, Lower Cost or Market dsb.
Dalam hal terdapat kerugian karena adanya piutang tak tertagih, fiskal hanya mengenal pembebanan secara langsung dengan syarat-syarat tertentu. Pada dasarnya Fiskal tidak mengenal metode pencadangan untuk hal
tersebut.
cDiakui sebagai biaya dengan syarat
Pengeluaran tertentu dapat diakui sebagai biaya apabila dipenuhi sya-ratnya. Misalnya biaya entertaintment dapat dikurangkan sebagai biaya apabila disertai dengan daftar nominatif.
d
Tidak sepenuhnya diakui sebagai beban usaha
Penyusutan mobil sedan dan pemeliharaannya, pulsa telepon seluler, hanya diakui sebagai beban sebesar 50% dalam perhitungan Laba Fiskal.
e
Terdapat penghasilan tertentu yang dipisahkan.
Penghasilan-penghasilan tertentu yang dikenakan PPh Final, baik peng-hasilan maupun biayanya dipisahkan dari penghasilan lainnya. Misalnya penghasilan dari bunga deposito, hasil dari sewa ruko.
Dengan demikian sebenarnya yang harus diperhatikan adalah pada hal-hal yang berbeda saja, sehingga tidaklah sulit untuk menghitung Laba Fiskal apabila sudah terdapat perhitungan Laba Komersial.
Karena adanya perbedaan tersebut maka dalam menghitung Laba Fiskal setelah diketahui adanya Laba Komersial perlu dilakukan koreksi fiskal.
Koreksi fiskal dapat merupakan Koreksi Positif atau Koreksi Negatif. Koreksi Positif adalah koreksi fiskal atas Laba Komersial untuk mandapatkan Laba Fiskal dimana hasilnya Laba Fiskal lebih besar dari pada Laba Komersial. Koreksi Negatif adalah koreksi fiskal atas Laba Komersiel untuk mendapatkan Laba Fiskal dimana hasilnya Laba Fiskal lebih kecil dari pada Laba Komersial.
Untuk keperluan koreksi fiskal tersebut dapat disusun suatu Daftar Rekonsiliasi antara Laba Komersial dengan Laba Fiskal.
5. Penghasilan Tidak Kena Pajak
Setelah didapat jumlah penghasilan neto, untuk mendapatkan penghasilan kena pajak bagi wajib pajak orang pribadi, dikurangkan terlebih dahulu dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Jumlah PTKP ini ditentukan dengan jumlah tanggungan keluarga wajib pajak secara relatif. Hal ini diatur pada pasal 7 Undang Undang Pajak Penghasilan sebagai berikut :
Sd 2004 2005 2006s.d 2008 Mulai 2009
a Diri wajib pajak Rp2.880.000,0 Rp12.000.000, Rp13.200.000 Rp15.840.000
0 00
b
Tambahan untuk wajib pajak
yang kawin
Rp1.440.000,0
0
Rp1.200.000,0
0 Rp1.200.000 Rp1.320.000
c
Tambahan untuk seorang
isteri yang penghasilannya
digabung dengan
penghasilan suami
Rp2.880.000,0
0
Rp12.000.000,
00 Rp13.200.000
Rp15.840.000
d
Tambahan untuk setiap
anggota keluarga sedarah
dan keluarga semenda
dalam garis keturunan lurus
serta anak angkat, yang
menjadi tanggungan
sepenuhya, paling banyak 3
orang
Rp1.440.000,0
0
Rp1.200.000,0
0 Rp1.200.000 Rp1.320.000
Penetapan jumlah PTKP ini dilakukan pada keadaan awal tahun, sehingga tambahan tanggungan keluarga pada tahun berjalan, misalnya terdapat kelahiran anak, maka untuk tahun tersebut belum mempengaruhi jumlah PTKP. PTKP baru disesuaikan pada tahun berikutnya. Hal yang sebaliknya juga demikian, misalnya berkurangnya tanggungan keluarga karena adanya kematian, maka PTKP baru disesuaikan pada tahun berikutnya.
Dimaksud sebagai keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus adalah anak, cucu, ayah dan ibu dari wajib pajak. Sedangkan dimaksud dengan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus adalah ayah mertua dan ibu mertua. Mereka dapat menjadi bagian dari PTKP dengan syarat menjadi tanggungan sepenuhnya bagi wajib pajak serta jumlahnya maksimum tiga orang.
6. Kompensasi Kerugian
Sebagaimana disebutkan dimuka setelah diperoleh jumlah penghasilan neto, untuk mendapatkan penghasilan kena pajak dikurangi terlebih dahulu dengan kerugian tahun-tahun sebelumnya apabila ada, yang lazim disebut kompensasi kerugian. Untuk lebih memudahkan memahaminya dibawah ini disajikan sebuah contoh sebagai berikut :
PT ABC pada tahun 2009 menderita kerugian fiskal sebesar Rp1.200.000.000.
Dalam lima tahun berikutnya diperoleh laba fiskal sebagai berikut :
Tahun 2010 laba fiskal Rp200.000.000,00
Tahun 2011 rugi fiskal Rp300.000.000,00
Tahun 2012 laba fiskal Nihil
Tahun 2013 Laba fiskal Rp100.000.000,00
Tahun 2014 Laba fiskal Rp800.000.000,00
Kompensasi kerugian dihitung sebagai berikut :
2009 Rugi Fsikal (Rp1.200.000.000,00)
2010 Laba Fiskal Rp200.000.000,00
Sisa rugi fiskal tahun 2009 (Rp1.000.000.000,00)
2011 Rugi Fiskal (Rp300.000.000,00)
Sisa rugi fiskal tahun 2009 (Rp1.000.000.000,00)
2012 Laba Fiskal Nihil
Sisa rugi fiskal tahun 2009 (Rp1.000.000.000,00)
2013 Laba fiskal Rp100.000.000,00
Sisa rugi fiskal tahun 2009 (Rp900.000.000,00)
2014 Laba fiskal Rp800.000.000,00
Sisa rugi fiskal tahun 2009 (Rp100.000.000,00)
Sisa rugi fiskal 2009 sebesar Rp100.000.000,00 yang masih tersisa tersebut pada akhir tahun 2014 tidak dapat dikompensasikan lagi untuk tahun 2015 dan tahun-tahun selanjutnya. Sedangkan rugi fiskal tahun 2011 sebesar Rp300.000.000,00 hanya dapat dikompensasikan dengan laba fiskal untuk tahun 2015 dan 2016 saja, karena jangka waktu kompensasi dibatasi untuk waktu lima tahun.
7. Menghitung Pajak Penghasilan/Penerapan Tarif PPh
Setelah diketahui jumlah penghasilan kena pajak, proses selanjutnya dalam menghitung pajak penghasilan adalah menerapkan tarif pajaknya. Tarif pajak penghasilan diatur pada pasal 17 Undang Undang Pajak Penghasilan sebagai berikut :
Sampai dengan tahun 2008
a. Untuk Wajib Pajak Orang Pribadi
Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak
1 Sampai dengan Rp25.000.000,00 5%
2 Diatas Rp25.000.000,00 sampai dengan Rp50.000.000,00 10%
3 Diatas Rp50.000.000,00 sampai dengan Rp100.000.000,00 15%
4 Diatas Rp100.000.000,00 sampai dengan Rp200.000.000,00 25%
5 Diatas Rp200.000.000,00 35%
b. Untuk Wajib Pajak Badan
Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak
1 Sampai dengan Rp50.000.000,00 10%
2 Diatas 50.000.000,00 sampai dengan Rp100.000.000,00 15%
3 Diatas Rp100.000.000,00 30%
Mulai tahun 2009
a. Untuk Wajib Pajak Orang Pribadi
Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak
1 Sampai dengan Rp50.000.000 5%
2 Diatas Rp50.000.000 sampai dengan Rp250.000.000 15%
3 Diatas Rp250.000.000 sampai dengan Rp500.000.000 25%
4 Diatas Rp500.000.000 30%
Contoh penerapan tarif untuk wajib pajak orang pribadi
Jumlah Penghasilan Kena Pajak Rp600.000.000
5% Rp50.000.000 Rp2.500.000
15% Rp200.000.000 Rp30.000.000
25% Rp250.000.000 Rp62.500.000
30% Rp100.000.000 Rp30.000.000
Jumlah Rp125.000.000
Tarif tertinggi untuk wajib pajak orang pribadi dapat diturunkan menjadi paling rendah 25% yang diatur dengan Peraturan Pemerintah.
b. Untuk Wajib Pajak Badan dan Bentuk Usaha Tetap dikenakan tarif tunggal sebesar 28%.
Contoh penerapan tarif untuk wajib pajak badan
Jumlah Penghasilan Kena Pajak Rp1.250.000.000. Peredaran Bruto sebesar Rp51.000.000.000.
PPh terutang 28% x Rp1.250.000.000 = RpRp350.000.000.
Tarif tersebut menjadi 25% yang mulai berlaku sejak tahun 2010.
c. Bagi Wajib Pajak Dalam Negeri yang berbentuk perseroan terbuka yang paling sedikit 40% (empat puluh persen) dari jumlah keseluruhan saham yang diseor diperdagangkan di bursa efek di Indonesia dan memenuhi persyaratan tertentu lainnya dapat memperoleh tarif sebesar 5% (lima persen) lebih rendah dari pada tarif biasa.
d. Bagi Wajib Pajak Dalam Negeri dengan peredaran bruto sampai dengan Rp50.000.000.000 (lima puluh milyar rupiah) mendapatkan fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50% (lima puluh persen) dari tarif biasa yang dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak dari bagian Penghasilan Bruto sampai dengan Rp4.800.000.000 (empat milyar rupiah).
Contoh Penerapan Tarif
Peredaran BrutoPenghasilan Kena
Pajak Tarif PPh Terutang
1 4.500.000.000 562.500.000 14% 78.750.000
2 25.000.000.000 3.125.000.000
2a 4.800.000.000 600.000.000 14% 84.000.000
2b 20.200.000.000 2.525.000.000 28% 707.000.000
791.000.000
9. Norma Penghitungan
Pada prinsipnya wajib pajak baik wajib pajak orang pribadi maupun wajib pajak badan diwajibkan untuk menyelenggarakan pembukuan. Berdasarkan pembukuan tersebut penghasilan kena pajak dapat dihitung. Pada kenyataannya tidak semua wajib pajak mampu menyelenggarakan pembukuan. Untuk itu Undang Undang Pajak memberikan kemungkinan bahwa wajib pajak boleh tidak menyelenggarakan pembukuan, namun cukup menyelenggarakan pencatan saja, dengan syarat :
WP dimaksud adalah WP Orang Pribadi;
Peredaran brutonya dalam satu tahun tidak lebih dari Rp4.800.000.000,00
WP memberitahukan sebelumnya kepada Kantor Pelayanan Pajak.
Pencatatan sebagai dimaksudkan dimuka terdiri dari data yang dikumpulkan secara teratur tentang peredaran bruto dan atau penerimaan penghasilan, yang nantinya digunakan sebagai dasar untuk menghitung pajak terutang. [psl 28 (9) KUP]. Penghitungan pajak terutang yang didasarkan pada catatan tersebut dilakukan dengan Norma Penghitungan.
Norma penghitungan adalah pedoman untuk memghitunga besarnya penghasilan netto yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak.
Sebagaimana disebutkan dimuka, Norma Penghitungan digunakan untuk menghitung pajak terhadap wajib pajak yang diijinkan untuk hanya mengelenggarakan pencatatan. Akan tetapi disamping diperuntukkan bagi wajib pajak yang diijinkan hanya menyelenggarakan pencatan, Norma Penghitungan diterapkan juga terhadap WP yang seharusnya menyelenggarakan pembukuan namun ternyata tidak tidak sepenuhnya menyelenggarakan pembukuan, tidak bersedia menunjukkan pembukuan, bukti-bukti pembukuan pada saat dilakukan pemeriksaan
pajak. Penerapan Norma Penghitungan yang terakhir ini disertai dengan pemberian sanksi administrasi. [psl 14 (5) PPh].
Contoh Penerapan Norma Penghitungan untuk menghitung Pajak Penghasilan bagi wajib pajak yang tidak menyelenggarakan pembukuan namun hanya menyelenggarakan pencatatan, dan telah menda-patkan ijin dari Dirjen Pajak.
Tahun 2010
Peredaran usaha WP Orang Pribadi pedagang Teksil …….. Rp4.000.000.000.
Penghasilan Netto 30%……………………………………………….. Rp1.200.000.000.
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), Kawin dengan 3 anak
Diri WP ……………………… Rp.15.840.000
Tambahan karena kawin Rp 1.320.000
Tambahan 3 anak ……… Rp 3.960.000
Jumlah……………………………………………………………..…………..Rp 21.120.000
Penghasilan Kena Pajak ……………………………………………… Rp1.178.880.000
Pajak Penghasilan terutang:
5% x Rp 50.000.000 = Rp 2.500.000
15% x Rp250.000.000 = Rp 30.000.000
25% x Rp250.000.000 = Rp 62.500.000
30% x Rp678.880.000 = Rp203.664.000
Jumlah ………………………………… Rp298.664.000
=========
[ pasal 14 PPh jo Kep-536/PJ/2000 ]