Upload
yhaya-dzulhijjahyanti
View
101
Download
26
Embed Size (px)
Citation preview
ABSES OTAK
PENDAHULUAN
Abses secara harfiah adalah sebuah lubang berisi nanah yang terdapat di dalam
jaringan yang terkena. Abses merupakan lesi yang sulit diatasi oleh tubuh karena
kecenderungannya untuk membesar dengan pencairan jaringan yang lebih luas,
kecenderungannya untuk membentuk lubang, dan resistensinya terhadap
penyembuhan.1
Abses otak adalah suatu proses infeksi dengan pernanahan yang terlokalisir diantara
jaringan otak yang disebabkan oleh berbagai macam variasi bakteri, fungus dan
protozoa. Abses otak menduduki sekitar 2,5-5,0% dari semua massa lesi intrakranial.
Angka kematian penyakit abses otak sekitar 10-60% atau rata-rata 40%. Penyakit ini
sebenarnya sudah jarang dijumpai dinegara-negara maju, namun karena resiko
kematiannya tinggi, abses otak termasuk golongan penyakit infeksi yang mengancam
kehidupan masyarakat.2, 3
Menurut Britt, Richard et al, bahwa penderita abses otak lebih banyak dijumpai
pada laki-laki dari pada perempuan dengan perbandingan 3:1 yang umumnya masih
usia produktif yaitu sekitar 20-50 tahun. Hasil penelitian Xiang Y Han ( The University
of Texas MD. Anderson Cancer Center Houston Texas) terhadap 9 penderita abses otak
yang diperolehnya selama 14 tahun ( 1989-2002), menunjukkan bahwa perbandingan
jumlah penderita laki-laki lebih banyak dibandingkan perempuan (7 : 2), berusia sekitar
38-78 tahun dengan rate kematian 55%.2
1
A. DEFINISI
Abses otak adalah suatu proses infeksi yang melibatkan parenkim otak. Terutama
disebabkan oleh penyebaran infeksi dari fokus yang berdekatan atau melalui system
vaskular yang bisa disebabkan oleh berbagai macam variasi bakteri, fungus dan
protozoa. Abses otak dapat terjadi dimana saja, tetapi umumnya ditemukan di
hemisferium serebri. Abses otak paling sering terjadi antara usia 20 hingga 50 tahun
namun dapat ditemukan dalam semua kelompok usia.4, 5
Abses otak berpotensi fatal, namun sering dapat di obati dengan terapi medikal dan
surgikal jika terdeteksi dini. Gejala yang timbul tidak spesifik dan samar-samar,
sehingga diperlukan pencitraan untuk deteksi dan karakterisasi.6
B. ETIOLOGI
Abses otak dapat disebabkan oleh beragam bakteri, termasuk stafilokokus,
streptokokus, dan sejumlah organisme anaerob. Adanya riwayat menderita penyakit
otitis media, mastoiditis, sinusitis supuratif, atau infeksi pada wajah, kulit kepala, atau
tengkorak, bronkiektasis, abses paru, empiema, dan endokarditis bacterial juga
diketahui menyebabkan abses otak. Organisme penyebab dapat mencapai parenkim
otak melalui penyebaran hematogen dari infeksi dibagian tubuh lain, melalui
penyebaran perkontinuitatum dari fokus infeksi di dekatnya (misalnya sinusitis atau
otitis media supuratif kronis), atau melalui implantasi langsung sewaktu trauma. Pada
otitis media terutama menyebabkan abses lobus temporalis dan abses serebelar. Sumber
penyebaran hematogen biasanya dari endokarditis bakterialis, abses paru, dan
bronkiektasis. Pasien dengan penyakit jantung congenital sianotik karena pirau kanan
ke kiri berisiko besar mengalami abses otak, karena bahan infeksius di sirkulasi vena
dapat melewatkan paru dan mengalir langsung ke dalam sirkulasi arteri sistemik.5, 7
C. PATOFISIOLOGI
Abses terletak berdekatan dengan tempat asal infeksi. Namun, abses akibat
penyebarluasan vena retrograd terletak agak jauh dari tempat primer dalam distribusi
sinus vena yang paling dekat. Abses metastatik biasanya terletak di sepanjang arteria
serebri media. Pada awal perjalanan penyakit, jaringan yang terinfeksi menjadi edema
dan terinfiltrasi leukosit. Secara perlahan-lahan, bagian terluar menebal karena adanya
2
kolagen dalam dinding abses. Pada pusat abses, terjadi nekrosis pengenceran. Rongga
abses dapat menyebar melalui substansia alba, menembus dinding ventrikel atau masuk
ke dalam meningeal.4, 8
Abses umunya soliter meskipun mungkin multipel, terutama jika organismenya
mencapai otak melalui rute hematogen. Lobus temporalis dan frontalis sering terkena
jika abses terjadi sebagai penyulit setiap infeksi telinga tengah dan sinus paranasalis.
Lesi berawal sebagai suatu daerah perlunakan (serebritis) yang secara bertahap mencair.
Rongga yang terbentuk mengandung pus kuning-hijau, yang dapat sangat kental. Dalam
beberapa minggu selanjutnya, abses dipisahkan dari otak disekitarnya oleh proliferasi
fibroblast dan kolagen yang berasal dari pembuluh darah di sekitar otak. Otak disekitar
lesi mengalami edema dan kongestif serta mengandung astrosit reaktif dan sel radang
perivaskular dalam jumlah bervariasi.5
Proses pembentukan abses otak oleh bakteri Streptococcus alpha hemolyticus
secara histology dibagi dalam 4 fase dan waktu 2 minggu untuk terbentuknya kapsul
abses. 6, 8, 9
1. Early cerebritis (hari 1 - 3)
Terjadi reaksi radang lokal dengan dengan infiltrasi polymorphonuclear leukosit,
limfosit dan plasma sel dengan pergeseran aliran darah tepi, yang dimulai pada hari
pertama dan meningkat pada hari ketiga. Sel-sel radang terdapat pada tunika
adventisia dari pembuluh darah dan mengelilingi daerah nekrosis infeksi.
Peradangan perivaskular ini disebut cerebritis. Saat ini terjadi edema disekitar otak
dan peningkatan efek massa karena pembesaran abses.
2. Late cerebritis (hari 4 – 9)
Saat ini terjadi perubahan histologis yang sangat berarti. Daerah pusat nekrosis
membesar oleh karena peningkatan “acellular debris” dan pembentukan nanah
karena pelepasan enzim-enzim dari sel radang. Ditepi pusat nekrosis didapati
daerah sel radang, makrofag-makrofag besar dan gambaran fibroblast yang
terpencar. Fibroblast mulai menjadi reticulum yang akan membentuk kapsul
kolagen. Pada fase ini edema otak menyebar maksimal sehingga lesi menjadi sangat
besar
3
3. Early capsule formation (hari 10-13)
Pusat nekrosis mulai mengecil, makrofag-makrofag menelan “acellular debris” dan
fibroblast meningkat dalam pembentukan kapsul. Lapisan fibroblast membentuk
anyaman reticulum mengelilingi pusat nekrosis. Didaerah ventrikel pembentukan
dinding sangat lambat oleh karena kurangnya vaskularisasi didaerah substansi putih
dibandingkan substansi abu. Pembentukan kapsul yang terlambat di permukaan
tengah memungkinkan abses membesar kedalam substansi putih. Bila abses cukup
besar, dapat merobek kedalam ventrikel lateralis. Pada pembentukan kapsul, terlihat
daerah anyaman retikulum yang tersebar membentuk kapsul kollagen, reaksi
astrosit disekitar otak mulai meningkat.
4. Late capsule formation (hari 14 atau lebih)
Terjadi perkembangan lengkap abses dengan gambaran histologis sebagai berikut :
bentuk pusat nekrosis diisi oleh “acellular debris” dan sel-sel radang. Daerah tepi
dari sel radang, makrofag dan fibroblast. Kapsul kolagen yang tebal. Lapisan
neovaskular sehubungan dengan cerebritis yang berlanjut. Reaksi astrosit, gliosis
dan edema otak diluar kapsul.
D. GAMBARAN KLINIK
Gambaran klinis abses otak adalah demam, tanda-tanda peningkatan tekanan
intracranial (khususnya mual, muntah dan penurunan tingkat kesadaran), dan deficit
neurologic fokal bervariasi. CSS mengandung hanya sedikit sel, banyak protein, dan
kadar glukosa normal. Penyulit abses otak mencakup herniasi otak dan rupture abses ke
dalam ventrikel atau ruang subarachnoid.5
Kumpulan pus menyebabkan gambaran yang dapat diprediksi yaitu gambaran
massa yang membesar di otak :7
- Peningkatan tekanan intracranial
- Tanda fokal (disfasia, hemiparesis, ataksia)
- Kejang
Demam sering terjadi tetapi tidak selalu, progresivitas gejala dan tanda, terutama dalam
hitungan hari bahkan beberapa minggu, dapat menyerupai gambaran neoplasma otak.7
4
E. DIAGNOSIS
1. Anamnesis
Melalui anamnesis diperoleh gejala klinis abses otak antara lain nyeri kepala,
demam, muntah atau kesadaran menurun
2. Pemeriksaan Fisik2, 10
Didapatkan kaku kuduk, kejang, kelumpuhan sebelah badan, seta tanda-tanda
peningkatan tekanan dalam kepala. Kadang kala ditemukan infeksi pada bagian
tubuh lain, misalnya pada telinga tengah, tulag mastoid, sinus, paru-paru, atau
jantung, yang di curigai sebagai sumber pernanahan.10
3. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium menunjukkan peningkatan sel darah putih yaitu
10.000-20.000/cm3 dan peningkatan laju endap darah (LED) hingga 45 mm/jam.
Lumbal punksi tidak dianjurkan (tidak spesifik untuk abses otak), karena dengan
cepat menunjukkan tanda-tanda herniasi otak.2
4. Biopsi
Dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan tumor atau stroke dan untuk
menentukan organism penyebab terjadinya abses.11
5. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan yang terbaik dilakukan pada abses otak adalah CT scan dan
MRI. Pilihan utama pada pasien abses otak adalah MRI dengan atau tanpa
gadolinium. Hasil diagnostik serupa juga diharapkan pada CT scan tengkorak
dengan atau tanpa pemberian kontras iodine intravena. Kedua pencitraan
membantu mendeteksi efek massa abses, namun MRI dengan protocol difusi
memberikan hasil lebih spesifik dalam membedakan tumor cerebral, stroke, dan
abses.2, 11
Foto polos sinus paranasal hanya bisa disarankan adanya kemungkinan
penyebab dari abses otak. Penemuan dini pada pemeriksaan CT scan tidak
spesifik untuk abses otak. Gambaran edema dan efek massa lunak tidak dapat
dibedakan dari tumor atau stroke. Hasil MRI pada pasien cerebritis dapat
menyerupai gambaran stroke, sedangkan temuan infark yang diakibatkan oleh
vaskulitis dan serebritis bisa menyerupai stroke emboli.11
5
pada stadium cerebritis stadium awal, CT menunjukkan densitas rendah
dan MRI signal rendah pada gambaran T1-weighted IR, dan signal tinggi pada
T2 weighting. Histology stadium ini merupakan karakteristik dari pembuluh
darah yang tertelan dan pusat nekrotik, dikelilingi oleh perdarahan dan/atau
cairan kaya protein akibat pencairan pada jaringan otak. Pada pasien stadium
cerebritis dini, gambaran MRI pada hari ketiga dirumah sakit mungkin dapat
menunjukkan adanya transisi antara stadium early cerebritis dan late cerebritis,
atau masih stadium early cerebritis. Gambaran jelas pada signal rendah T2-
weighted di daerah kepala pada nucleus kaudatus menunjukkan perdarahan kecil
dari kapiler-kapiler baru terbentuk, akhirnya pembentukan hemosiderin dari
6
Gambar :Abses serebral akibat Streptococcus pada lobus frontal kiria) Gambar T2-weighted MR potongan coronal. Tampak lesi hiperintens
di tengah dan dikelilingi cincin konsentrik. b) T1-weighted Gadolinium. Lesi menunjukkan peningkatan cincin. c) Gambar DW. Lesi homogen hiperintens. d) ADC map menunjukkan hipointens,
dengan difusi air terbatas3
hemoglobin, dan signal tinggi di sekeliling struktur edema local dan pencairan
jaringan otak.3
Cincin tipis dari penaikan kontras di kepala dari nucleus caudatus,
tampak pada CT hari ke-9 dirumah sakit, ini adalah karakteristik dari stadium
cerebritis lambat. Karakteristik stadium ini adalah pelebaran dari pusat nekrotik
yang berkembang kearah ventrikel lateral, fibroblast dan busa makrofag
berpindah, dan neovaskularisasi juga menjadi prominen.3
Manfaat MRI pada diagnosis abses otak telah ditekankan. MRI bisa
memberikan lebih banyak petunjuk dalam menilai perjalanan histologi.3
Beberapa metode yang digunakan dalam menentukan lokalisasi abses
otak, yaitu metode elektroencefalografi (EEG) menunjukkan adanya gangguan
focal sebagai gambaran khas abses otak (kiloh dan Osselton, 1961), metode
pneumoencefalografi kurang efektif untuk diagnosis dan efeknya sering
memperburuk kondisi pasien. Efek lebih rendah pada metode ventrikulografi
dengan angka keakuratan 81%. Hal ini menunjukkan komplikasi dari
ventrikulografi lebih rendah. Pemeriksaan angiografi lebih akurat dan
prosedurnya lebih aman. Pemeriksaan ini dapat melokalisasi abses sekitar 90%.12
7
Gambar : Abses otak pada foto CT Axial
Tampak edema pada lobus parietal posterior
F. DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding abses yang utama dengan gambaran esensial berupa pada
peningkatan cincin pada lesi, meliputi :8
1. Metastasis serebral atau glioma stadium berat
- Abses cenderung memiliki dinding dalam yang halus
- Lesi satelit mendukung adanya infeksi
- Abses mungkin memiliki capsul intensitas rendah
- Elevasi rCBV pada glioma stadium berat, abses berkurang
2. Infark sub akut/hemoragik/contusion
3. Demyelination
4. Radionekrosis
Jika lesi menampakkan peningkatan cincin dan difusi sentral yang terbatas, abses
otak merupakan diagnosis yang paling mungkin, namun harus tetap disertakan
diagnosis banding berupa :
metastasis serebral – adenokarsinoma nekrotik
8
Gambar : Abses otak pada gambaran MRI T2-weihghted potongan axial. Tampak adanya efek massa yang dikelilingi edema. Dinding abses relatif tipis.
Gambar : Diagnosis banding abses otak
Cerebral Metastasis Radionecrosis Glioblastoma mulitforme
Demyelination Sub acute haemorrhagic stroke
G. PENGOBATAN
Pengobatan untuk abses otak adalah antibiotik, yang paling sering digunakan
adalah penisilin, metronidazol, nafsilin dan sefalosporin ( misalnya seftizoksim).
Antibiotik biasanya dilanjutkan sampai 4-6 minggu dan pemeriksaan CT scan dan
MRI diulang setiap 2 minggu. Jika antibiotik tidak berhasil mengatasi keadaan ini,
maka dilakukan pembedahan untuk membuang nanah. Kadang abses menyebabkan
bertambahnya tekanan dan pembengkakan didalam otak. Keadaan ini sangat serius
dan bisa menyebabkan kerusakan otak menetap, sehingga diberikan kortikosteroid
dan obat lainnya (misalnya manitol) untuk mengurangi pembengkakan otak dan
mengurangi tekanan didalam otak bila 1 minggu tindakan ini tidak menunjukkan
perubahan, biasanya dilakukan operasi.9, 10
9
5. KOMPLIKASI
Ruptur abses merupakan salah satu dampak yang ditakuti dari abses otak. Pada
beberapa laporan, hal ini merupakan penyebab kematian terbanyak (Lewin 1955,
Ballantine dan Shealy 1959). Temporal akut atau herniasi batang otak ditemukan pada
empat kasus post-operative dan tujuh meninggal sebelum operasi. Abses otak juga
dapat menyebabkan penyumbatan cairan serebrospinal yang dapat menyebabkan
hidrosefalus.9, 12
10
DAFTAR PUSTAKA
1. Price SA, Wilson LM. Respon Tubuh Terhadap Cidera. In: Hartanto H, editor. Patofisiologi. 6 ed. Jakarta: EGC; 2005. p. 68-69.
2. Hakim AA. Abses Otak. Majalah Kedokteran Nusantara 2005;38:324-327.3. Mueller C, Castillo M, Mang TG, Cartes F, Weber M. Fungal versus bacterial brain
abscess : is diffusion-weihted MR imaging a useful tool in the differential diagnosis? Diagnostic Neuroradilogy 2007:651-657.
4. Price SA, Wilson LM. Gangguan Sistem Neurologik. In: Hartanto H, editor. Patofisiologi. 6 ed. Jakarta: EGC; 2005. p. 1155.
5. Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. Sistem Saraf. In: Hartanto H, editor. Buku Ajar Patologi. 7 ed. Jakarta: EGC; 2007. p. 922-923.
6. Moritani T, Ekholm S, Westesson L. infectious disease. In: Heilmann DU, Heidelberg, editors. Diffusion-Weighted MR Imaging of the brain. New York: Springer Berlin Heidelberg; 2005. p. 131.
7. Ginsberg L. Infeksi Neurologis. In: Safitri A, Astikawati R, editors. Lecture Notes Neurologi. 8 ed. Jakarta: Erlangga; 2008. p. 124-125.
8. Gaillard F. Cerebral Abscess. Available at: URL: http://creativecommons.org. Accessed 30 november, 2011.
9. Saharso D. Abses otak. SMF Ilmu Kesehatan Anak Divisi Neuropediatri-FK Unair.10. Abses otak. Available at: URL: WartaMedika.com. Accessed.11. Nadalo LA. Brain Abscess Imaging. Medscape reference 2011.12. Beller AJ, Sahar A, I.Praiss. Brain Abscess. Journal of Neurology, Neurosurgery, and
Psychiatry 1973:757-768.
11