Upload
doanh
View
226
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
Abstract
Minimize Blood Loss during Myomectomy: Comparative Literature Study of
Several Intervention Techniques dr. Nadya Lusiana
1, dr. Fara Vitantri Diah C, SpOG
2
1Department of Obstetric & Gyneacology, Faculty of Medicine, University of Indonesia.
2Department
of Obstetric & Gyneacology, Fatmawati General Hospital
Background
Leiomyoma is benign smooth muscle tumors of the uterus in which may lead to
menstrual disorder such as menorrhage and could hinder fertility. Leiomyoma can be
removed by myomectomy or hysterectomy procedure. Myomectomy is the choosen
procedure for woman who wants to preserve fertility. Patient who undergoes this
procedure has a high risk of blood loss. Therefore some interventions are required to
minimize the blood loss and the need of blood transfusion. Vasopressin injection and
uterine ligation using tourniquet are two common interventions taken to minimize
blood loss during myomectomy.
Objective
To compare the results of previous studies of vasopression injection, tourniquet, or
the combination of both techniques to determine the most effective technique in
minimizing blood loss during myomectomy.
Results
Vasopressin injection technique has the most significant impact in reducing blood
loss during abdominal myomectomy. The number of blood vessel occluded in
tourniquet technique has significant impact in reducing blood loss. The study has
shown significantly less blood loss in patients with triple-tourniquet than patients with
peri-cervical tourniquet. The uterine incision technique has no significant impact to
blood loss.
Keywords: Leiomyoma, Myomectomy, Blood Loss, Vasopressin, Tourniquet
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Leiomioma (mioma uteri)
adalah lesi jinak pada uterus yang
dapat menyebabkan kelainan
menstruasi seperti menorrhagia dan
dapat menghambat kesuburan. Mioma
uteri adalah suatu tumor yang berasal
dari otot polos dan jenis tumor pelvis
yang umumnya banyak terjadi pada
wanita yang memiliki peningkatan
jumlah arteriol dan venula.
Pengangkatan leiomioma dinamakan
miomektomi. Bagi wanita yang ingin
mempertahankan kesuburan maka
Miomektomi adalah prosedur yang
dipilih dibandingkan dengan
histerektomi (pengangakatan rahim).
Tindakan miomektomi ini mempunyai
resiko kehilangan banyak darah
disebabkan oleh banyaknya jumlah
pembuluh darah yang terdapat pada
leiomioma tersebut. Jumlah volume
kehilangan darah saat miomektomi
melalui laparatomi yaitu sebanyak 200
mL sampai dengan 800 mL Perdarahan
saat operasi dapat menyebabkan
anemia, hipovolemik dan abnormalitas
koagulasi. Sehingga memerlukan suatu
cara untuk menurunkan jumlah
kehilangan darah tersebut saat
dilakukan miomektomi dengan tujuan
menurunkan kebutuhan untuk tindakan
transfusi darah. Injeksi vasopressin
umumnya digunakan pada proses
miomektomi untuk mengurangi jumlah
kehilangan darah. Selain itu pengikatan
rahim menggunakan tourniquet juga
menjadi metode yang umum
digunakan untuk mengurangi jumlah
kehilangan darah.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan
karya ilmiah ini adalah untuk
membandingkan hasil penelitian
terdahulu mengenai penggunaan
vasopressin dan tourniquet pada
miomektomi sehingga dapat diketahui
metode mana yang paling optimal
dalam mengurangi jumlah kehilangan
darah. Dalam karya ilmiah ini,
perbandingan penelitian terdahulu akan
dilakukan pada metode injeksi
vasopressin, pengikatan rahim dengan
tourniquet, serta kombinasi kedua
metode tersebut.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Mioma Uteri
Mioma uteri yang biasa disebut
leiomima merupakan tumor jinak yang
berasal dari miometrium yang biasa
disebut sebagai mioma uteri dan
dikarenakan jumlah kolagen yang
banyak sehingga biasa disebut sebagai
fibroid walaupun tidak tepat
penyebutannya. Insiden terjadinya
tumor jenis ini terjadi umumnya pada
wanita yaitu sekitar 20-80% terjadi
pada wanita dengan usia reproduktif,
bisa terjadi saat kehamilan awal dan
menurun saat menopause. Mioma uteri
merupakan tumor yang sensitive
dengan adanya hormone estrogen dan
progesteron, sehingga dapat
berkembang saat usia reproduktif.
Setelah menopause mioma uteri akan
mengecil dan tumor baru yang
berkembang sangat jarang. Secara
histologi, karakteristik dari mioma
adalah campuran sel poligonal bulat
dan terdapat sel raksasa berinti dalam
clear-cell epiteloid dan berpola
plexiform. Mioma uteri itu sendiri
jarang berpotensi menjadi tumor ganas.
Keganasan sulit untuk diprediksi dari
histologi karena beberapa metastase
yang terjadi hanya beberapa sel tumor
yang bermitosis. Kurman dan Norris
menyarankan bahwa neoplasma
epiteloid mempunyai lebih dari lima
angka bermitosis per 10 high-power
fields yang disebut sebagai leiomioma
epiteloid harus diterapkan ketika
terdapat aktivitas mitotic dengan
tingkat yang rendah.1 Hal ini diketahui
bahwa masing-masing fibroid adalah
monoklonal , berkembang dari sebuah
sel tunggal. Menurut studi Townsend
dkk, menunjukkna pola elektroforesis
glukosa-6-fosfat dehidrogenas
isoenzim. Kemudian percobaan reaksi
rantai polymerase dikonfirmasi secara
monoclonal oleh pola X- chromosome-
linked phosphoglycerokinase gene
pada studi Hashimoto dkk. Dalam
perembangan mioma, beberapa bentuk
suatu inisiasi harus mengubah sel
miometrial yang normal menjadi
abnormal “founding cell”. Faktor yang
menginisiasi perubahan ini yaitu
peningkatan reseptor pada
myometrium, perubahan hormonal dan
cedera iskhemik (parker 2007).
Transformasi inisial pada sel
myometrium akan diikuti perubahan
bentuk dari sitogenetik dan molekul.
Perubahan kromosom tidak acak,
antara lain translokasi, duplikasi dan
delesi dapat di identifikasi hamper 50
% dari mioma. Perubahan sitogenetik
yang tersering yaitu translokasi
melibatkan kromosom 7, 12, 14 dan
delesi kromosom 7. Daerah
kromosom 7 yang terkena berada di
lengan panjang (7Q21-22). Beberapa
gen yang dikenali yaitu dikodekan di
dadaerah yang terkena, Hal ini
termasuk gen untuk kolagen tipe 1a 2,
MET proto oncogene dan gen sitokrom
P450. Sangat jarang mioma
dikarenakan mutasi pada gen tunggal,
seperti enzim mitokondria, fumarat
hidrarase, yang terlibat dalam siklus
krebs dan bertanggung jawab pada
sindrom reed (multiple cutaneous dan
sindrom leiomioma uterus). Namun,
pada sebagian besar kasus, mioma uteri
bukan merupakan kelainan gen
tunggal. 2
Berdasarkan dari lokasi terdapat
beberapa jenis yaitu :2 3
- Subserosa berasal dari miosit yang
bersebelahan dengan serosa uterus dan
berkembang kearah keluar. Jika
menempel hanya dengan progenitor
miometrium disebut sebagai
pedunculated leiomioma.
- Intramural berasal lebih dari 50 %
massa didalam lapisan myometrium
dari uterus
- Submukosa berasal dekat dengan
endometrium meluas dan memenuhi
kedalam kavum endometrium.
Perluasan dari jenis lokasi ini dapat
dibagi lagi yaitu Tipe 0 : sepenuhnya
didalam kavum, tipe I : kurang dari 50
% di dinding uterus, tipe II : 50 % atau
lebih didalam dinding uterus. Tipe 0
dan tipe I merupakan dapatnya reseksi
saat histeroskopi miomektomi, Jenis
tipe-tipe ini dipergunakan sebagai
prediksi keluaran dari histereskopi
miomektomi.
- Mioma serviks berasal dari serviks,
sangat jarang terjadi debandingkan
dengan didaerah korpus
Gejala-gejala yang dikeluhkan
wanita dengan mioma uteri yaitu
perdarahan yang abnormal, keguguran
yang berulang dan infertilitas.
Perdarahan yang terjadi pada
umumnya dengan menorrhagia,
dikaitkan dengan dilatasi dari venula.
Besarnya tumor diduga menyebabkan
tekanan yang besar dan mengenai vena
uterine dimana dapat menyebabkan
dilatasi vena di dalam miometrium dan
endometrium. Ketika venula membesar
dapat mengganggu pada saat peluruhan
menstruasi, perdarahan ini yang
berasal dari venula yang membesar
Gambar 1
Mioma uteri berdasarkan lokasi pada
uterus
terjadi untuk mekanisme hemostatik.
Karena itu mioma uteri pada
intramural dan subserosa memiliki
kecenderungan yang sama untuk
terjadinya perdarahan abnormal selain
di daerah subserosa. Dari jumlahnya,
ukuran, lokasi dari mioma uteri itu
sendiri dapat menimbulkan berbagai
keluhan pada wanita. Dengan adanya
mioma uteri dapat mengubah jaringan
otot yang normal menjadi beberapa
substansi bersifat degenerative yang
dapat memacu perdarahan dan jaringan
menjadi nekrotik. 4
Infertilitas dan keguguran
terjadi 2-3 % oleh karena mioma uteri,
di duga dikarenakan oleh efek oklusi
pada tuba ostium dan gangguan
kontraksi pada uterus yang normal
untuk mendorong sperma atau
ovarium. Distorsi pada kavum
endometrium juga dapat menurunkan
implantasi dan transportasi sperma.
Mioma uteri di hubungkan dengan
inflamasi endometrium dan perubahan
vaskularisasi yang dapat mengganggu
implantasi. Jenis mioma uteri yang
dihubungkan dengan kejadian
infertilitas yaitu jenis submukosum
dibandingkan dengan jenis mioma
uteri di lokasi yang lain.5
Nekrosis dan degenerasi yang
terjadi pada mioma uteri dikarenakan
keterbatasan supply darah didalam
tumor ini sehingga memiliki jumlah
densitas arteri yang rendah.
Selanjutnya kekurangan pembuluh
darah pada tumor dapat menyebabkan
hipoperfusi kejaringan dan kemudian
jaringan menjadi iskemia.
Gambar 2. Suatu mekanisme dimana mioma uteri dapat menyebabkan menorrhagia.
A. Vaskularisasi normal uterine. B. Didalam myometrium, mioma uteri dapat menekan vena dan dapat
menyebabkan dilatasi di venula endometrium bagian distal.
2.2 Vaskularisasi Dari Uterus dan
Mioma Uteri
Pasokan darah secara asending
di uterus yaitu berasal dari arteri
uterine yang melalui ligamen cardinal
yang sejajar di persambungan serviko
uterine. Pasokan darah secara
desending di uterus berasal dari arteri
ovarium yang melalui ligamen
infundibulopelvikum ( ligament
suspensartorium di ovarium) dan aliran
dari ovarium, tuba falopi dan uterus
bagian kornu. Pembuluh darah uterine
dan ovarian beranastomosis
memperdarahi uterus. Arteri arkuata
berjalan secara transversal kedalan
dinding arteri uterine dan arteri radialis
memperdarahi masuk kedalam
myometrium. 6
Dengan adanya mioma pada
uterus mengubah struktur vaskularisasi
yang normal. Dengan demikian , arteri
akuata akan berjalan di berbagai aksis
daripada berjalan secara transversal.
Sehingga diantara insisi vertikal atau
transversal saat dilakukan miomektomi
akan melintasi pembuluh darah
tersebut. Tindakan saat pengangkatan
mioma uteri (miomektomi) melalui
laparatomi jumlah volume kehilangan
darah yaitu sebanyak 200 mL sampai
dengan 800 mL Perdarahan saat
operasi dapat menyebabkan anemia,
hipovolemik dan abnormalitas
koagulasi.7
Miomektomi dapat diselesaikan
melalui laparotomi, laparoskopi, atau
histeroskopi. Miomektomi melalui
laparotomy melibatkan pengangkatan
mioma uteri dengan cara pembedahan
melalui insisi dinding abdomen.
Bilamana terdapat sejumlah kecil
mioma subserosa atau intramural dan
ukuran uterus kurang dari ukuran
gestasi 16 minggu, miomektomi
laparoskopi dapat menjadi pilihan
(Hurst, 2005). Pendekatan laparoskopi
merupakan teknik akses minimal
(keyhole surgery) yang dikembangkan
untuk meminimalkan luka pada
dinding abdomen dan untuk
memastikan pemulihan yang cepat
pada pasien pasca-operasi (Hasson,
1992). Pada wanita dengan mioma
submucosa, reseksi histeroskopi
transserviks adalah pilihan yang baik
bagi dokter bedah ginekologi serta
pasien (Derman, 1991).
Insisi Uterus 8
Insisi pada bagian serosa uterus
ditentukan oleh ukuran, jumlah dan
lokasi dari mioma dan kedekatan dari
pembuluh darah uterine dan tuba
falopi. Dalam meminimalkan resiko
perlengketan, di dasarkan dari
penelitian lebih memilih insisi garis
tengah vertikal, single, dan bagian
anterior untuk mengeluarkan mioma
sebanyak mungkin tanpa mengganggu
kavum uterus. Mioma yang berdekatan
dapat di gerakkan menuju insisi primer
dan dikeluarkan tanpa membuat insisi
serosa yang terpisah. Penelitian
Tulandi dkk bahwa terdapat insiden
perlengketan pada adneksa setelah
insisi pada bagian posterior sebanyak
93.7 % dibandingkan dengan setelah
insisi pada dinding anterior atau fundal
sebanyak 55 %.. Mioma uteri yang
berlokasi pada bagian posterior
tentunya dilakukan insisi pada bagian
posterior untuk mengeluarkannya,
terkadang insisi multiple diperlukan
namun tetap dipertahankan dalam
jumlah sayatan yang paling minim.
Peneliti tersebut melakukan
insisi uterus dengan menggunakan alat
diatermi, walaupun pisau dapat
menyelesaikannya juga. Sayatan
diperpanjang melalui serosa,
myometrium dan kedalam kapsul dari
mioma yang akan dikeluarkan.
Diseksi
Mioma di genggam dengan screw
mioma atau tenakulum untuk menarik
mioma, berdasarkan ukurannya.
Setelah dilakukan pembelahan antara
mioma dengan myometrium sekitarnya
secara akurat, jari tangan digunakan
untuk melakukan enukleasi mioma dari
tempat asalnya. Saat miomektomi,
mioma yang dengan ukuran kecil dapat
diidentifikasi oleh perabaan jari, setiap
usaha harus dilakukan untuk
mengeluarkan mioma yang terlihat
maupun yang teraba. Dalam situasi
dengan mioma uteri dalam jumlah
banyak yang mengganggu kavum uteri
dapat membantu orientasi dari seorang
ahli bedah. Jika bagian endometrium
terganggu, ahli bedah dapat
memperbaikinya dengan jahitan
interuptus pada bagian ekstramural
menggunakan benang vicryl 2/0
A . B.
C.
Penutupan (Closure) 8 1
Penjahitan untuk menutup setelah
penegeluaran mioma secara adekuat
sangat penting untuk meminimalkan
resiko lokal dari hematoma. Jahitan
figure of eight secara terputus-putus
biasanya mencukupi. Menggunakan
benang Vicryl 1/0. Untuk menutup
lapisan serosa menggunakan
penjahitan secara continus (baseball
technique) benang yang absorbable
nomor 5-0 atau 6-0.
Gambar 3.Tekhik insisi saat miomektomi A. Menggunakan screw mioma untuk mempertahankan mioma saat reseksi B. Menggunakan tenakulum untuk mempertahankan mioma saat eksisi. Dalam hal ini tenakulum dapat digantikan dengan srew mioma C. Insisi vertikal pada bagian anterior unttuk menurunkan angka resiko perlengketan.
Gambar 4. Penggunan figure of eight sutures untuk menutup miometrium yang terbuka.
Miomektomi dapat
menyebabkan komplikasi jangka
pendek dan juga jangka panjang.
Komplikasi pada miomektomi
histeroskopi adalah haemorrhage,
perforasi uterus, kerusakan serviks,
gangguan metabolis dari absorpsi
berlebihan dari media distensi, seperti
glisin (Cooper, 2000). Miomektomi
laparoskopi berhubungan dengan risiko
umum pada laparoskopi, terutama
kecelakaan dalam penempatan trocar
(instrumen bedah); dan, tambahan
lainnya, perdarahan tidak terkendali
yang berlebihan dengan kebutuhan
untuk mengubah ke laparotomi dan
risiko rupture uterus pada kehamilan
berikutnya pasca-operasi (Dubuisson,
1997). Komplikasi jangka pendek dari
miomektomi abdomen antara lain
perdarahan, demam, infeksi, kerusakan
visceral, dan tromboembolisme
(LaMote, 1993). Kebutuhan akan
transfusi darah hingga 20% dari kasus-
kasus yang diteliti pasca miomektomi
abdomen telah dilaporan di dalam
literature (LaMote, 1993).7 Pasien-
pasien yang menjalani miomektomi
telah mengalami insiden yang tidak
biasa yaitu demam pada 48 jam
pertama pasca pembedahan (Iverson,
1999). Insiden-insiden demam pasca-
operasi setelah menjalani miomektomi
telah dilaporkan sebanyak 36% (Celik,
2003). Penyebabnya belum diketahui,
namun diyakini bahwa demam
miomektomi disebabkan oleh lepasnya
faktor-faktor pirogenis (penyebab
demam) selama pembedahan mioma
atau disebabkan oleh pembentukan
hematom pada luka bekas operasi
pengangkatan mioma. Dalam 2% dari
kasus-kasus terdapat kebutuhan untuk
mengkonversi miomektomi menjadi
histerektomi (Aubuchon, 2002).
Komplikasi jangka panjang dari
miomektomi abdomen termasuk
perlekatan pelvis pada 59% dari wanita
setelah dua tahun (Frederick, 2002)
dan berulangnya kemunculan mioma
uteri pada 46 % dari wanita setelah
satu tahun (Nishiyama, 2006). Risiko
terjadinya ruptur uterus pada
kehamilan berikutnya beragam antara
0% dan 1% (Fedele, 1995; Garnet,
1964; Somigliana, 2008; Tulandi,
Gambar 5. Lapisan serosa dijahit secara continues (baseball technique) dengan benang absorbable nomor 5-0 atau 6-0
1993).
Kehilangan darah selama
miomektomi dapat terjadi intraoperatif
atau pasca-operasi dan dengan
pembentukan hematom. Kehilangan
darah yang sangat banyak berhubungan
dengan pengangkatan mioma uteri
berukuran sangat besar menyebabkan
miomektomi memiliki prosedur yang
secara teknis lebih menantang dan sulit
dibandingkan histerektomi. Terkadang
miomektomi dikonversi menjadi
histerektomi secara intraoperatif
manakala perdarahan menjadi amat
banyak dan tidak terkendali atau
bilamana tidak memungkinkan lagi
untuk merekonstruksi uterus
dikarenakan terlalu banyak bekas luka
dan cacat yang ditinggalkan oleh
pengangkatan mioma dengan jumlah
yang banyak (Iverson, 1996).
Dua permasalahan utama yang
berkaitan dengan miomektomi
abdomen adalah jumlah kehilangan
darah dalam operasi (yang dapat
menjadi parah dan mungkin
memerlukan hsiterektomi untuk
mengendalikan perdarahan pada 1-2%
pasien) dan terbentuknya perlengketan
pasca-operasi. Risiko perlengketan
meningkat dengan adanya insisi
posterior dan insisi uterus dalam
jumlah lebih dari satu. Hal ini biasanya
merupakan konsekuensi dari kesulitan
dalam hemostasis dan dan adanya
cairan mengalir yang keluar dari bekas
luka sayatan. Perlengketan setelah
insisi pada dinding posterior berpotensi
menjadi masalah lebih serius karena
melibatkan tabung rahim dan indung
telur. Untuk meminimalkan
terbentuknya perlengketan, harus
dilakukan pengangkatan mioma uteri
sebanyak mungkin.
Perdarahan saat operasi yang
banyak dapat dicegah atau di kurangi
dengan cara farmakologi atau mekanik.
Intervensi secara farmakologi yaitu
dengan Vasopressin, Misoprostol,
Oxytocin, Bupivacaine, Epinefrin,
Asam traneksamat, dan Matriks
gelatin-thrombin. 9 10
Intervensi secara
mekaniks dengan penggunaan peri-
cervical tourniquet.
Cara kerja Misoprostol seperti
prostaglandin yaitu meningkatkan
kontraksi pada myometrium.
Peningkatan kontraksi ini mempunyai
efek pada struktur pembuluh darah
yaitu berkontraksi dan aliran darah
berkurang. Atau cara kerja yang kedua
adalah langsung membuat dampak
vasokontriksi dari arteri uterine. Dari
segi biaya mempunyai keuntungan
lebih murah dibandingkan dengan
Vasopressin dan GnRH analog.
Pemberian misoprostol satu jam
sebelum operasi bisa diberikan secara
intra vagina atau oral, namun
mempunyai efek samping setelsh 90
menit pemberian seperti menggigil,
mual, muntah, nyeri kepala, vertigo,
nyeri perut dan diare. Terdapat studi
yang mengatakan efek samping dari
misoprostol sampai dengan penurunan
tekanan darah. Dibandingkan dengan
placebo, misoprostol secara signifikan
menurunkan kelhilangan darah
sebanyak 149 ml, mempersingkat
waktu operasi yaitu 9.5 menit dan
menaikkan hemoglobin pasca operasi
yaitu 0.80 g/dl. Tidak ada data dasar
yang menyebutkan kebutuhan
mengenai keperluan untuk transfusi
darah.11
Oxytocin yang diberikan secara
infus diberikan pada kasus obstetrik
pada umumnya sebagai hemostasis
setelah persalinan dan pencegahan
terjadinya perdarahan pasca persalinan.
Secara fisiologis cara kerja oxytocin
yaitu menstimulasi kontraksi dari sel
otot polos. Suatu penelitian
membandingkan penggunaan Oxytocin
secara infus secara signifikan
mengurangi kehilangan darah
sebanyak 176 ml, namun penelitian
lainnya menyatakan bahwa tidak ada
dampak untuk mengurangi kehilangan
darah dibandingkan dengan kelompok
yang mengunakan placebo.12
Asam traneksamat adalah suatu
agen antitombolitik yang banyak
digunakan untuk beberapa kasus
perdarahan. Menghambat degradasi
fibrin,sehingga membantu kemampuan
darah untuk membentuk pembekuan
darah yang stabil.13
Menurut literature
asam traneksamat dapat menurunkan
kehilangan bnayak darah saat
miomektomi yaitu sebesar 243 ml,
mempersingkat waktu operasi selama
11 menit, namun masih membutuhkan
transfusi darah. 11
Matriks gelatin thrombin
(FloSeal matrix hemostatic agents)
dibuat dari ekstrak kolagen sapi,
kolagen tersebut kemudian mengalami
gelatinisasi dan distabilisasi oleh
glutaraldehida. Senyawa ini
menghasilkan 500-500 um partikel.
Komponen thrombin yang berasal dari
sapi disuplai sebagai bubuk beku
kering steril yang dilarutkan dalam
natrium lorida 0.9% dan dicampur
dengan matriks gelatin di ruang operasi
sebelum digunakan. Wakti perisapan
sekitar 1 menit dan campuran dapat
digunakan selama 2 jam. Jumlah
kehilangan darah bergantung kepada
lokasi dan ukuran dari mioma. Cara
kerja dari matriks gelatin thrombin
adalah untuk menciptakan pembekuan
darah dari tempat sumber perdarahan.
Trombin mengaktifkan platelet dan
factor V, VII dan XII daan
mengkonversikan fibrinogen menjadi
fibrin. Penyerapan kompleks gelatin
biasanya terjadi 6-8 minggu setelah
aplikasi.14
Cara ini secara signifikan
untuk mengurangi jumlah kehilangan
darah sebanyak 545 ml,
mempersingkat waktu operasi selama 5
menit dan mengurangi waktu rawat
dirumah sakit selama 2 hari.11
Injeksi epinefrin diamati dari
suatu studi dengan hasil studi acak
penelitian terdahulu menunjukkan
dapat mengurangi kehilangan darah
sebanyak 68.60 mL dan dapat
mempersingkat waktu operasi yaitu
30.50 menit jika dibandingkan dengan
placebo.15
Injeksi epinefrin disuntikkan
kedalam lapisan serosa atau
myometrium yang melapisi mioma
sebelum dilakukan diseksi.
2.3 Vasopresin 16
17
Vasopressin adalah hormon
yang muncul secara alamiah yang
dapat menyebabkan penyempitan
pembuluh darah dan kontraksi otot-
otot uterus, dan oleh karena itu
memiliki potensi untuk mencegah
perdarahan selama pembedahan uteri.
Penyuntikan vasopresin
intramiometrial kedalam tempat insisi
pada uterus pada masing-amsing
mioma dapat mengurangi kehilangan
darah. Cara kerja vasopressin dengan
menyempitkan otot polos pada
dinding kapiler, arteriol kecil, dan
venula. Hal tersebut dapat secara
signifikan mengurangi kehilangan
darah sebanyak 299 mL dibandingkan
dengan placebo atau dibandingkan
dengan penggunaan dengan tourniquet
(289 mL).
Penggunaan vasopressin
memiliki efek samping yang sangat
jarang terjadi yaitu bardikardi, kolaps
pada jantung dan sampai dengan
kematian.16
Sehingga kontraindikasi
untuk penggunaan vasopressin yaitu
pada wanita dengan penyakit janitung,
penyakit vaskuler atau penyakit ginjal.
Keamanan untuk penyuntikan
vasopersin sangat bergantung pada
pengetahuan dari dokter bedah.
Sebelum menyuntikan vasopressin,
dokter bedah harus menarik tuas dari
spuit untuk melihat apakah terdapat
darah untuk mencegah penyuntikan
intravaskular. Dosis Vasopresin yang
dianjurkan yaitu 20 unit (1 ampul)
kedalam 200 ml salin sehingga
berjumlah 0.1 u/mL. Dosis maksimal
infiltasi 50 mL (5u) pada larutan
tersebut. Vasopresin memiliki waktu
paruh yang singkat sehingga
diperlukan penyuntikan ulang tiap 45-
60 menit. Tidak di sarankan melebihi
dosis maksimum 5 unit yang dapat
menyebabkan efek bradikardi.18
Dibandingkan dengan placebo,
vasopressin membantu mengurangi
jumlah kehilangan darah secara
signifikan (2 percobaan dengan 58
orang peserta: MD (random) -298.72
ml, 95% CI -593.10 s.d. -4.34)
(Kongnyuy dan Wiysonge, 2011).
Tabel 1. Hasil penelitian Kongnyuy dan Wiysonge (2011) dalam perbandingan Vasopressin
dan Placebo dalam miomektomi
Parameter Risiko Komparatif Jumlah
Pasien Placebo Vasopressin
Kehilangan Darah (ml)
Perkiraan kehilangan darah selama miomektomi
rataan 483,09 ml rataan 243,22 ml 128
Kebutuhan Transfusi Darah
Jumlah pasien yang menerima transfusi darah
222 orang per 1000 33 orang per 1000
90
Durasi Pembedahan
Lama waktu operasi rataan 111,45 menit
rataan 83,73 menit
108
2.4 Peri-Cervical Tourniquet 19
18
Metode ini dapat dilakukan
dengan melewatkan dan mengikat
kateter Foley di sekitar serviks dan
pada ligament-ligamen pelvis
infundibular serendah mungkin
menekan pembuluh darah pada uterus
dan ovarium. Cara terbaik untuk
menutup dengan amat rapat adalah
dengan membuang satu simpul pada
kateter dan kemudian menggunakan
penjepit untuk membuatnya tetap
rapat. Teknik ini bisa jadi tidak dapat
dilakukan bilamana lokasi dari mioma
uteri tidak memungkinkan bagi kateter
untuk dapat melingkari serviks.
Penyumbatan arteri uteri
dengan atau tanpa penyumbatan pada
arteri-arteri ovary secara signifikan
dapat mengurangi jumlah kehilangan
darah selama miomektomi (2
percobaan dengan 121 orang peserta:
MD -289.44, 95% CI -406.55 s.d.
172.32, I2= 95%) dan juga mengurangi
kebutuhan akan transfusi darah (OR
0.09, 95% CI 0.01 s.d. 0.84, I2= 69%)
(Kongnyuy dan Wiysonge, 2011).
Tabel 2. Hasil penelitian Kongnyuy dan Wiysonge (2011) dalam perbandingan Peri-Cervical
Tourniquet dan Placebo dalam miomektomi
Parameter
Risiko Komparatif Jumlah Pasien Tanpa Intervensi
Peri-cervical Tourniquet
Kehilangan Darah (ml) Perkiraan kehilangan darah selama miomektomi
rataan 756,4 ml rataan 515,7 ml 121
Kebutuhan Transfusi Darah Jumlah pasien yang menerima transfusi darah
539 orang per 1000 pasien
204 per 1000 pasien
121
Durasi Pembedahan Lama waktu operasi
rataan 118 menit rataan 114 menit 28
2.5 Triple-Tourniquets 19
Tiga buah tourniquet dipasang
sebelum Miomektomi, satu buah untuk
mengikat arteri uteri dan dua lainnya
untuk mengikat pembuluh ovari
sebelah kiri dan kanan. Ligamentum
latum dibuka secara anterior dan
kandung kemih tercermin secara
inferior. Kemudian, bukaan kecil
dibuat pada ruang avascular di dalam
sisi posterior ligamentum latum pada
kedua sisi dari isthmus uterus yang
berada di atas pembuluh-pembuluh
uterus. Simpul ikatan poliglaktin
nomor 1 disusupkan melalui dua
lubang dan diikat dengan erat secara
anterior di sekitar serviks setingkat
dengan os internal menggunakan
simpul hidup Roeder yang dapat
dikencangkan kembali menggunakan
Gambar 6
A. Tourniquet dimasukkan kedalam lubang kecil pada setiap bagian di uterus, tourniquet
ditempatkan disekitar uterus bagian bawah dan disekitar ligament infundibulopelvikum. B. Ketika
tourniquet sudah dikencangkan, aliran darah diuterus berhenti. Tidak adanya pulsasi arteri.
pendorong simpul laparaskopi jika
diperlukan. Tabung plastik berlubang
sempit sepanjang 20 cm digunakan
untuk tourniquet-tourniquet ovari
berdasarkan teknik yang dijelaskan
oleh Thompson. Tabung tersebut
dilewatkan melalui sayatan pada
ligamentum latum dan dilingkarkan di
sekitar ligament pelvis infundibulo
lateral hingga ke tuba falopi dan
ovarium. Kedua ujung tabung
disusupkan melalui tabung kateter
Foley yang pendek, yang berfungsi
sebagai pelindung, dan ditarik dengan
erat dan ditahan dengan klem kecil
untuk mengikat pembuluh pembuluh
ovarium. Prosedur ini diulangi pada
sisi kolateral. (Taylor et.al, 2005)
Berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh Taylor, et.al (2005)
terhadap 28 pasien yang menjalani
miomektomi dimana 14 diantaranya
menggunakan triple-tourniquet
sedangankan 14 pasien lainnya sebagai
control menunjukkan hasil positif bagi
pasien yang menggunakan triple-
tourniquet. Perdarahan intraoperative
dapat dikurangi hingga 1870 ml pada
pasien yang menggunakan triple-
tourniquet dibandingkan pasien yang
tidak diberikan perlakukan apapun.
Pasien yang tidak diberikan perlakuan
memerlukan tingkat transfusi darah
sebanyak 79% dibandingkan dengan
pasien yang menggunakan triple-
tourniquet dimana tingkat transfusi
darah hanya 7%.
BAB III
PEMBAHASAN DAN
KESIMPULAN
3.1 Vasopressin dan Peri-Cervical
Tourniquet
Satu ampul vasopressin
mengandung 20 unit dalam 1 ml
diencerkan ke dalam 19 ml air salin
normal. Disuntikkan secara peri-
vaskular di sekitar pembuluh di dalam
ligamentum latum sebelum
dilakukannya miomektomi pada semua
pasien.
Dokter bedah diminta untuk
membatasi jumlah insisi hanya satu
secara anterior atau satu pada posterior,
jika memungkinkan. Luka uterus
ditutup dalam tiga lapis menggunakan
benang poliglaktin dengan jarum bulat.
Mioma uteri ditimbang menggunakan
alat timbang yang sama, kemudian
dilakukan pengukuran pada diameter
terbesar. Penimbangan, pengukuran,
dan penghitungan dilakukan oleh
perawat jaga yang bertugas menangani
pasien-pasien yang bersangkutan.
Untuk menentukan jumlah
kehilangan darah, pengukuran
dilakukan terhadap jumlah darah yang
dikumpulkan di dalam wadah
penghisap. Pemakaian swab dibatasi
selama prosedur dilakukan, namun
yang terpakai juga dimasukkan untuk
memperkirakan kehilangan darah
tambahan. Lapisn selulosa regenerasi
teroksidasi digunakan untuk untuk
menutupi insisi uterus sebagai
profilaksis terhadap perlengketan.
Antibiotik intraoperative dan pasca-
operasi secara rutin digunakan. Secara
intra-operatif, denyut nadi pasien,
tekanan darah, perubahan
elektrokardiografis, kebutuhan akan
transfusi darah, dan kebutuhan untuk
histerektomi dipantau secara seksama.
Keputusan untuk melakukan transfusi
dibuat oleh ahli anestesi, dan hal ini
biasanya didasarkan pada kehilangan
darah 2 liter atau lebih atau jika
terdapat ketidak stabilan
kardiovaskular jika jumlah kehilangan
darah lebih sedikit.
Pasca-operasi, jumlah
kehilangan darah, ukuran mioma uteri
terbesar, berat mioma uteri yang
diangkat, dan jumlah mioma uteri
diperiksa. Di dalam bangsal,
penghitungan darah pasca-operasi
dilakukan, dan denyut nadi tertinggi
pasca-operasi serta suhu dan kebutuhan
akan transfusi dicatat. Morbiditas
febril didefinisikan sebagai suhu tubuh
utama yang melebihi 38*C dalam 48
jam setelah pembedahan.
Tabel 3. Hasil penelitian Frederick, et.al (2013) dalam perbandingan Vasopressin dan
Vasopressin + Misoprostol dalam miomektomi
Variabel Perlakuan
Vasopressin (n=20)
Perlakuan
Vasopressin +
Misoprostol (n=25)
P value
Kehilangan darah
(ml)
623 (354 s.d 1.094) 334 (261 s.d 428) < 0,03
Dengan Transfusi 15 25 < 0,02
Tanpa Transfusi 5 0 < 0,02
Penurunan
Hemoglobin pasca-
operasi
3,0 + 2,0 1,6 + 1,5 <0,02
Tabel 4. Hasil penelitian Fletcher, et.al (1996) pada perbandingan perlakuan
Vasopressin dan Peri-Cervical Tourniquet dalam miomektomi
Variabel Perlakuan
Vasopressin (n=26)
Perlakuan Peri-Cervical
Tourniquet (n=26)
P value
Kehilangan darah
(ml)
287,3 (mean=195) 512,7 (400) 0,036
Kehilangan darah >
1 liter
0 6 0,023
Pasien dengan
Transfusi
1 5 0,191
Hemoglobin pasca-
operasi
10,2 9,8 0,422
Berdasarkan penelitian Fletcher
(1996), perlakuan vasopressin
memiliki efikasi yang baik dalam
mengurangi kehilangan darah pada
miomektomi. Vasopressin bekerja
lebih baik dibandingkan tourniquet
dalam mengurangi kehilangan darah,
namun tidak berbeda signifikan dalam
hal kebutuhan akan transfusi darah.
Namun begitu, lebih banyak pasien
dengan perlakuan tourniquet yang
secara signifikan mengalami
kehilangan darah lebih banyak
daripada vasopressin.
3.2 Triple Tourniquet
Sebanyak 28 orang pasien
direkrut dari kohort sejumlah 171
pasien yang dirujuk ke rumah sakit
untuk penanganan pembesaran mioma
uteri ukuran sedang. Dari 30
perempuan yang divonis untuk
menjalani miomektomi, satu orang
pasien dikeluarkan karena anemia yang
disebabkan oleh thalassemia, dan satu
pasien yang lain menolak untuk
mengikuti penelitian.Pasien dibagi ke
dalam dua kelompok yaitu kelompok
kendali dan kelompok dengan
perlakuan tourniquet. Kedua
kelompok randomisasi memiliki
karakteristik dasar yang mirip,
termasuk ukuran uterus.
Seluruh miomektomi telah
dilakukan dengan berhasil. Rata-rata
jumlah kehilangan darah di dalam
operasi sebanyak 1870 ml lebih banyak
pada kelompok kontrol dibandingkan
dengan kelompok yang menggunakan
triple tournoquet (95% CI 1159-2580
ml). Jumlah transfusi darah pada
kelompok kontrol secara signifikan
lebih besar dibandingkan dengan
kelompok yang memakai tourniquet
(79% dibandingkan dengan 7%,
P=0.0003).
Tabel 5. Rincian operasi. Data adalah rata-rata (standard deviation), median [range],
atau jumlah.
Variabel Kelompok Kendali
(n=14)
Kelompok
Tourniquet (n=14)
P
Insisi transversal (n) 12 14 0.48
Waktu operasi (menit) 118 (40) 114 (27) 0.74
Waktu tourniquet (menit) - 52 (17) -
Jumlah mioma uteri diangkat 4.5 [1-34] 10.5 [1-24] 0.35
Berat mioma uteri (gram) 481 (330) 395 (246) 0.44
Kehilangan darah (ml) 2359 (1241) 489 (362) <0.0001
Hasil penelitian menunjukkan
bahwa dalam kondisi terkendali, triple
tourniquet yang diaplikasikan pada
pembuluh-pembuluh uterus dan
ovarium secara signifikan mengurangi
jumlah kehilangan darah selama
operasi, kebutuhan transfusi darah dan
morbiditas peri-operatif pada
miomektomi terbuka. Berdasarkan
hasil pemantauan hasil operasi,
tourniquet tidak memiliki dampak pada
fungsi ovarium pasca-operasi.
Penyumbatan hemostatis
sementara pada pasokan darah uterus
dalam miomektomi terbuka dicapai
dengan menggunakan klem-klem metal
dan berkembang dari praktek awal
ligasi arteri uterus. Dalam deskripsi
aslinya, arteri uterus maupun
pembuluh ovarium diberikan
mekanisme penyumbatan.
3.3 Pembuluh Darah Arteri Pada
Mioma Uteri
Pada penelitian yang dilakukan
oleh Discepola et.al (2007)
menggunakan angiografi, dipelajari
dengan terperinci mengenai pola arteri-
arteri pada mioma uteri. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa
umumnya pembuluh darah arteri
mengalirkan darah secara diagonal
pada permukaan anterior dan posterior
mioma. Tidak terdapat pola utama
yang terlihat pada mioma fundus.
Tidak seperti pada uterus normal,
arteri-arteri baru terbentuk dalam
mioma dan tidak mengikuti bentuk
aliran pembuluh darah uterus normal.
Temuan ini mengindikasikan bahwa
terlepas dari arah sayatan miomektomi,
pembuluh darah arteri pada permukaan
mioma dapat mengalami cedera.20
Temuan lainnya adalah bahwa
diperkirakan sekitar 40% dari
pembuluh melalui garis tengah mioma,
sehingga memberikan kesan bahwa
sayatan vertikal pada garis tengah tidak
akan dapat menghindarkan dari luka
pada pembuluh darah.
Berdasarkan penelitian
tersebut, jenis sayatan uterus tidak
berpengaruh pada jumlah kehilangan
darah dan maka dari itu tergantung
sepenuhnya kepada preferensi dokter
bedah. Namun begitu, langkah
antisipasi lain untuk mengurangi
jumlah kehilangan darah harus segera
dilakukan.
Gambar 7
Angiogram pada pasien dengan mioma
intramural di bagian fundal (A) mioma di
bagian posterior (B)
3.4 Kesimpulan
Secara umum berdasarkan hasil
pembahasan penelitian terdahulu yang
telah disampaikan di atas, metode
Vasopressin memberikan dampak yang
paling signifikan dalam mengurangi
jumlah kehilangan darah pada
miomektomi laparatomi.
Pada metode yang
menggunakan tourniquet, jumlah
pembuluh darah yang disumbat
berpengaruh signifikan terhadap
jumlah kehilangan darah. Hal ini
ditunjukkan oleh hasil pengamatan
pada pasien dengan metode triple-
tourniquet dan peri-cervical tourniquet,
dimana metode triple-tourniquet yang
mengikat dan menyumbat tiga bagian
pembuluh darah mengalami jumlah
kehilangan darah yang lebih sedikit
dari peri-cervical tourniquet.
Berdasarkan hasil pemantauan hasil
operasi, tourniquet tidak memiliki
dampak pada fungsi ovarium pasca-
operasi.
Vasopressin bekerja lebih baik
dibandingkan tourniquet dalam
mengurangi kehilangan darah, namun
tidak berbeda signifikan dalam hal
kebutuhan akan transfusi darah.
Namun begitu, lebih banyak pasien
dengan perlakuan tourniquet yang
secara signifikan mengalami
kehilangan darah lebih banyak
daripada vasopressin.
Jenis sayatan uterus tidak
berpengaruh pada jumlah kehilangan
darah dan maka dari itu tergantung
sepenuhnya kepada preferensi dokter
bedah. Namun begitu, langkah
antisipasi lain untuk mengurangi
jumlah kehilangan darah harus segera
dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Rock A, John A, Howard W,
Lipscomb GH. Te Linde’s
Operative Gynecology.; 2008.
doi:10.1001/jama.1992.0348021
0123049.
2. Stewart EA. Uterine Fibroids.
Vol 357. Fourth Edi. Elsevier
Ltd; 2001. doi:10.1016/B978-0-
7020-3120-5.00032-1.
3. Duhan N, Sirohiwal D. Uterine
myomas revisited. Eur J Obstet
Gynecol Reprod Biol.
2010;152(2):119-125.
doi:10.1016/j.ejogrb.2010.05.01
0.
4. Hoffman LB, Schorge OJ,
Schaffer IJ, Halverson ML,
Bradshaw DK, Cunningham FG.
Williams Gynecology. In:
Williams Gynecology. ;
2012:Treatment of Preinvasive
Ectocervical Lesions.
doi:10.1017/CBO978110741532
4.004.
5. Guo XC, Segars JH. The Impact
and Management of Fibroids for
Fertility. An Evidence-Based
Approach. Obstet Gynecol Clin North Am. 2012;39(4):521-533.
doi:10.1016/j.ogc.2012.09.005.
6. Basic Pelvic Anatomy -
ClinicalKey.
7. Higón MA, Domingo S, Bauset
C, Martínez J, Pellicer A.
Hemorrhage after myomectomy
resulting from pseudoaneurysm
of the uterine artery. Fertil
Steril. 2007;87(2):5-8.
doi:10.1016/j.fertnstert.2006.04.
056.
8. Mukhopadhaya N, De Silva C,
Manyonda IT. Conventional
myomectomy. Best Pract Res
Clin Obstet Gynaecol.
2008;22(4):677-705.
doi:10.1016/j.bpobgyn.2008.01.
012.
9. Frederick S, Frederick J,
Fletcher H, Reid M, Hardie M,
Gardner W. A trial comparing
the use of rectal misoprostol
plus perivascular vasopressin
with perivascular vasopressin alone to decrease myometrial
bleeding at the time of
abdominal myomectomy. Fertil
Steril. 2013;100(4):1044-1049.
doi:10.1016/j.fertnstert.2013.06.
022.
10. Parker WH. Uterine myomas:
management. Fertil Steril.
2007;88(2):255-271.
doi:10.1016/j.fertnstert.2007.06.
044.
11. Kongnyuy EJ, Wiysonge CS.
Interventions to reduce
haemorrhage during
myomectomy for fibroids.
Cochrane Database Syst Rev.
2009;(3).
doi:10.1002/14651858.CD0053
55.pub3.
12. Hickman LC, Kotlyar A, Shue
S, Falcone T. Hemostatic
Techniques for Myomectomy:
An Evidence-Based Approach. J
Minim Invasive Gynecol.
2016:1-8.
doi:10.1016/j.jmig.2016.01.026.
13. Topsoee MF, Bergholt T, Ravn
P, et al. Anti-hemorrhagic effect
of prophylactic tranexamic acid
in benign hysterectomy—a
double-blinded randomized
placebo-controlled trial. Am J
Obstet Gynecol. 2016.
doi:10.1016/j.ajog.2016.01.184.
14. Raga F, Sanz-Cortes M, Bonilla
F, Casañ EM, Bonilla-Musoles
F. Reducing blood loss at
myomectomy with use of a
gelatin-thrombin matrix
hemostatic sealant. Fertil Steril.
2009;92(1):356-360.
doi:10.1016/j.fertnstert.2008.04.
038.
15. Song T, Kim MK, Kim ML,
Jung YW, Yun BS, Seong SJ.
Use of vasopressin vs
epinephrine to reduce
haemorrhage during
myomectomy: A randomized
controlled trial. Eur J Obstet
Gynecol Reprod Biol.
2015;195(2015):177-181.
doi:10.1016/j.ejogrb.2015.10.00
3.
16. Lurie S, Mamet Y. Transient
myocardial ischemia may occur
following subendometrial
vasopressin infiltration. Eur J
Obstet Gynecol Reprod Biol.
2000;91(1):87-89.
doi:10.1016/S0301-
2115(99)00233-X.
17. Lefebvre G, Vilos G, Allaire C,
Jeffrey J. The Management of
Uterine Leiomyomas. J Obs
Gynecol Can. 2003;25(5):396-
405. doi:10.1016/S1701-
2163(15)30338-8.
18. Conforti A, Mollo A, Alviggi C,
et al. Techniques to reduce
blood loss during open
myomectomy: a qualitative
review of literature. Eur J
Obstet Gynecol Reprod Biol.
2015;192(2015):90-95.
doi:10.1016/j.ejogrb.2015.05.02
7.
19. Taylor A, Sharma M, Tsirkas P,
Di Spiezio Sardo A, Setchell M,
Magos A. Reducing blood loss
at open myomectomy using
triple tourniquets: A randomised
controlled trial. BJOG An Int J
Obstet Gynaecol.
2005;112(3):340-345.
doi:10.1111/j.1471-
0528.2004.00430.x.
20. Discepola F, Valenti D a,
Reinhold C, Tulandi T. Analysis
of arterial blood vessels
surrounding the myoma:
relevance to myomectomy.
Obstet Gynecol.
2007;110(6):1301-1303.
doi:10.1097/01.AOG.00002903
31.95709.26.