67
ABSTRAK Hardi Mulyono Wibawa ”PENGARUH FINGER PAINTING TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU AGRESIF ANAK TK.B DI SEKOLAH XXX SUATU STUDI KHASUS DARI XXX(xii + 65 halaman; 11 gambar; 3 tabel; 2 diagram; 30 lampiran) Masalah perilaku anak merupakan masalah yang cukup berat dan melelahkan bagi guru maupun orang tua. Untuk mengatasi masalah perilaku anak yang kurang baik, orang tua dan guru dapat menggunakan dengan bermacam- macam cara. Misalnya, dengan pemberian hukuman fisik, nasehat, atau pengalihan perhatian. Dengan pendekatan yang keras bukanlah suatu solusi yang diharapkan oleh setiap orang tentunya, dan bukanlah merupakan pendekatan yang baik. Pendekatan tersebut bahkan dapat memperburuk dan menciptakan masalah yang baru yang dapat timbul di kemudian hari bagi kehidupan anak tersebut. Anak yang mendapatkan kekerasan pada waktu kecil, cenderung menjadi lebih agresif, dan cenderung menggunakan kekerasan untuk menyelesaikan masalah. Dalam penelitian ini, peneliti ingin mencoba menemukan sebuah pendekatan yang lebih baik, lebih bersahabat dan dapat diterima oleh anak. Dengan pendekatan yang diterima oleh anak, tentunya akan berdampak lebih positif dan membawa pengaruh yang baik bagi anak untuk saat ini maupun di kemudian hari. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan metode penelitihan tindakan dan menemukan melalui pendekatan seni, khususnya Finger Painting, dapat digunakan sebagai media untuk membantu anak mengontrol dirinya dan dapat mengurangi perilaku agresif anak, seperti bertengkar, mencari masalah, mengejek, dan juga dapat meningkatkan tanggung jawab anak.

ABSTRAK - · PDF fileABSTRAK Hardi Mulyono Wibawa ... memberikan sebotol obat dan mengantar anak ke kamar mandi. ... tindakan yang diterima sosial

Embed Size (px)

Citation preview

ABSTRAK

Hardi Mulyono Wibawa

”PENGARUH FINGER PAINTING TERHADAP PERUBAHAN

PERILAKU AGRESIF ANAK TK.B DI SEKOLAH XXX SUATU

STUDI KHASUS DARI XXX” (xii + 65 halaman; 11 gambar; 3 tabel; 2 diagram; 30 lampiran)

Masalah perilaku anak merupakan masalah yang cukup berat dan melelahkan bagi guru maupun orang tua. Untuk mengatasi masalah perilaku anak yang kurang baik, orang tua dan guru dapat menggunakan dengan bermacam-macam cara. Misalnya, dengan pemberian hukuman fisik, nasehat, atau pengalihan perhatian.

Dengan pendekatan yang keras bukanlah suatu solusi yang diharapkan oleh setiap orang tentunya, dan bukanlah merupakan pendekatan yang baik. Pendekatan tersebut bahkan dapat memperburuk dan menciptakan masalah yang baru yang dapat timbul di kemudian hari bagi kehidupan anak tersebut. Anak yang mendapatkan kekerasan pada waktu kecil, cenderung menjadi lebih agresif, dan cenderung menggunakan kekerasan untuk menyelesaikan masalah. Dalam penelitian ini, peneliti ingin mencoba menemukan sebuah pendekatan yang lebih baik, lebih bersahabat dan dapat diterima oleh anak. Dengan pendekatan yang diterima oleh anak, tentunya akan berdampak lebih positif dan membawa pengaruh yang baik bagi anak untuk saat ini maupun di kemudian hari. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan metode penelitihan tindakan dan menemukan melalui pendekatan seni, khususnya Finger Painting, dapat digunakan sebagai media untuk membantu anak mengontrol dirinya dan dapat mengurangi perilaku agresif anak, seperti bertengkar, mencari masalah, mengejek, dan juga dapat meningkatkan tanggung jawab anak.

KATA PENGANTAR

Terima kasih kepada Tuhan, atas karunianya penulisan ini dapat selesai pada

waktunya. Terima kasih kepada Bapak Dr. I Made Markus selaku Ketua Program Studi

Magister Pendidikan Universitas Pelita Harapan dan juga sebagi pembimbing utama

saya. Terima kasih karena sudah dengan sangat sabar membimbing saya sampai

penulisan selesai. Tanpa bimbingan bapak, sangat mustahil penulisan ini dapat selesai.

Terima kasih kepada Bapak Yongky Safanayong, yang juga sebagai guru dan

atasan saya, yang memberikan saya dukungan untuk melanjutkan studi saya ke jenjang

yang lebih tinggi.

Terima kasih kepada Freshka Kamdhani, yang selalu mendampingi saya dari awal

sampai akhir dari studi saya. Karena keberadaan dirimu banyak perubahan di dalam

diriku dan dari perubahan itulah aku menjadi diriku yang sekarang.

Terima kasih kepada semuanya yang telah memberikan semangat sehingga semua

ini dapat selesai. Kepada Ellis dan Bapak Rijanto Purbojo yang membantu saya disaat-

saat akhir penulisan. Dan terima kasih sebesar-besarnya kepada Dr. I Made Markus,

selaku Ketua Program Studi Magister dan Pembimbing penulis. Dr. Lanawati dan Ibu

Suciati, M.Sc, Ph.D sebagai penguji.

Jakarta, 16 Juni 2008

Hardi Mulyono Wibawa

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Masalah perilaku agresif anak bukanlah menjadi suatu masalah yang baru

bagi orang tua dan guru. Tetapi masalah perilaku merupakan masalah yang sangat

penting bagi pertumbuhan, perkembangan dan masa depan anak. Bila tidak

ditangani dengan baik dan benar, perilaku agresif dapat berdampak negatif pada

kehidupan anak di kemudian hari. Dikatakan bahwa sikap agresi anak pada umur

enam atau tujuh tahun dapat menetap pada anak itu sampai anak tersebut dewasa.

Bayangkan betapa dampak yang sangat merugikan bila kita tidak dengan

sungguh-sungguh mengatasi sikap anak karena tentunya sangat mempengaruh

masa depan anak tersebut.

Banyak pendekatan yang dapat digunakan untuk mengatasi sikap anak,

tetapi kita tentulah harus berhati-hati apakah malah dapat menimbulkan masalah

baru bagi anak di kemudian hari. Memberikan hukuman bukanlah suatu solusi

yang baik, untuk mengatasi sikap anak, malah sebaliknya dapat memperburuk

keadaan. Anak yang mendapatkan hukuman secara fisik, akan cenderung

meningkatkan agresif anak (America Psychological Assosiation, 1993; Puttallaz

et al.,1998; Shields & Cicchetti, 2001).

Karena seorang anak yang cukup pintar, Xxx tidak mempunyai masalah

pada prestasi di sekolah, tetapi Xxx berbeda dengan teman-temannya di kelas.

Xxx mempunyai masalah perilaku. Perilaku Xxx lebih agresif dibandingkan

dengan teman-temannya di sekolah. Cukup sering orang tua dari teman-teman

Xxx melaporkan kepada guru mengenai tindakan Xxx karena mengganggu anak-

anak mereka.

Pendekatan Seni sebagai suatu proses pembelajaran pada saat ini, sering

dianggap tidak terlalu penting. Banyak sekolah-sekolah yang malah

menghilangkan kegiatan kesenian dalam proses pendidikan anak di sekolah.

Meskipun tidak dihilangkan, biasanya hanya sebagai pelengkap atau sebagai

formalitas saja. Padahal setiap anak harus mendapatkan kesenian di sekolah. Seni

adalah suatu bentuk expresi dan komunikasi. Seni mempunyai nilai penting yang

sama dengan pelajaran-pelajaran yang terdapat pada kurikulum pendidikan.

(Dewey, 1934). Apabila pendekatan seni digunakan secara baik dan benar, dapat

menjadi suatu pendekatan yang sangat berguna untuk membantu anak mengatasi

masalahnya sehingga dapat memperbaiki perilaku anak.

Finger painting merupakan seni yang sudah lama ditinggalkan. Dahulu

digunakan oleh orang-orang Amerika Utara, Cina dan Eropa. Dan diperkenalkan

lagi oleh Shaw pada tahun 1931. Shaw menemukan teknik ini tanpa sengaja.

Salah satu murid Shaw, Leonardo mendapatkan luka di tangannya dan Shaw

memberikan sebotol obat dan mengantar anak ke kamar mandi. Ketika Leonardo

tidak kembali ke kelas, Shaw mendatangi anak itu dan menemukan anak sedang

bermain-main dengan obat. Ia sedang melumuri dinding kamar mandi dengan

obat tersebut. Shaw memilih melihat kekacauan itu sebagai suatu bentuk

kreativitas.

Dari temuan tersebut, Shaw dan murid-muridnya menghabiskan lima

tahun melakukan penelitian untuk menciptakan material cat yang aman untuk

anak. Material yang bebas dari racun sehingga anak dapat menggunakannya

dengan bebas.

Teman sekerja Shaw, John Thomas Payne, seorang artis dan psikolog,

mempelajari metode dan filosofi Shaw dan meneruskannya ketika Shaw

meninggal pada tahun 1969.

Point terpenting dari Shaw adalah gerakan. Dalam melakukan aktivitas ini,

bukan hanya tangan saja yang bergerak tetapi seluruh tubuh. Finger painting

digunakan Shaw untuk membantu anak dan orang dewasa, untuk

mengekspresikan emosi mereka. Finger painting dapat membantu atau membuat

anak dan remaja duduk diam dalam waktu lima menit atau lebih. Ada sesuatu

hubungan antara tindakan fisik dari menyentuh cat dengan sesuatu di dalam diri

mereka. Finger painting juga mempunyai kandungan sepiritual, seperti yoga.

Finger painting mempunyai potensi untuk spiritual dan kesehatan psikologi.

Aktivitas yang baik untuk meningkatkan kepercayan diri dan dapat digunakan

secara maksimal untuk pengekspresian diri (Downs, 2008).

Dengan penelitian ini, peneliti ingin melakukan pendekatan dengan cara

yang berbeda, yang dapat diterima dengan baik oleh anak tanpa paksaan.

Tentunya sesuatu paksaan tidaklah baik untuk anak, karena dengan menggunakan

paksaan, bukanlah menyelesaikan suatu masalah, tetapi akan menimbulkan

masalah baru bagi anak di kemudian hari.

1.2 Rumusan Masalah

Penelitian ini bersifat observasi eksploratif untuk menemukan teknik

menggambar yang sesuai dengan sampel dan sejauh mana dapat mengubah

perilaku agresif sampel. Hal ini dapat diamati dari hasil laporan observasi dari

pihak ibu dan guru kelas sampel dan juga mengamati ketertarikan dan antusias

sampel pada waktu proses kegiatan berlangsung. Penelitian ini dapat diajukan

dalam pertanyaan sebagai berikut:

1. Apakah yang melatarbelakangi masalah perilaku sampel ?

2. Apakah teknik menggambar yang sesuai dengan masalah perilaku sample?

3. Apakah teknik tersebut mempengaruhi perilaku sampel ?

4. Apakah perubahan perilaku yang menonjol pada saat perlakuan di lapangan ?

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitihan bertujuan untuk mendeskripsikan:

1. Apa yang melatarbelakangi masalah perilaku sampel.

2. Teknik menggambar yang sesuai dengan perilaku sampel

3. Pengaruh teknik menggambar tersebut terhadap perilaku sampel.

4. Perubahan perilaku yang menonjol pada saat perlakuan di lapangan

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini berusaha memberikan pendekatan yang berbeda dalam

mengatasi perilaku agresif anak. Dalam penelitian ini, peneliti mencoba

menggunakan pendekatan seni untuk mengatasi perilaku agresif anak dan

mendapatkan bahwa dengan pendekatan seni, khususnya Finger Painting dengan

teknik imajinasi. Dapat membantu mengatasi masalah perilaku agresif anak.

Diharapkan melalui penelitian ini, guru dan orang tua dapat memberikan

aktivitas menggambar di sekolah maupun di rumah. Akktivitas tersebut dapat

membantu mengatasi perilaku agresif anak.

1.4.1 Manfaat Bagi Peneliti

Penelitian ini mempunyai manfaat yang besar bagi peneliti.

Peneliti mendapatkan paradigma baru tentang pentingnya menggambar

bagi perkembangan anak, mendalami lebih banyak lagi tentang pentingnya

kegiatan seni terhadap perkembangan anak, menemukan alternatif untuk

mendidik anak lewat pendekatan menggambar dan memotivasi peneliti

untuk mempelajari lebih dalam lagi tentang pendekatan-pendekatan yang

dapat diterima anak dan berguna untuk meningkatkan perkembangan anak

menjadi lebih baik.

1.4.2 Manfaat Bagi Dunia Pendidikan

Aktivitas seni jangan hanya dianggap sebagai pelengkap saja di

dalam sebuah proses pendidikan, tetapi harus lebih diperhatikan dan

dijadikan salah satu program inti di dalam proses pendidikan.

1.5 Isitilah dan Definisi

1.5.1 Finger Painting

Finger Painting adalah teknik melukis dengan mengoleskan cat

pada kertas basah dengan jari atau dengan telapak tangan (Salim,1991).

1.5.2 Perilaku

Perilaku adalah apa yang dikerjakan dan apa yang dikatakan oleh

manusia. Apa yang dilakukan seseorang termasuk dalam perilaku, jadi

bukan sifat dari orang tersebut. Bila kita mengatakan orang itu marah, kita

bukan mengidentifikasi perilaku orang tersebut, tetapi kita melabelkan

perilaku dari orang tersebut. Bila kita mengidentifikasi apa yang orang itu

katakan atau lakukan, itu berarti kita mengidentifikasi perilaku orang

tersebut (Miltenberger, 2004).

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

2.1 Teori Sublimasi

Pemikiran dasar peneliti untuk penelitian ini di dapat dari teori

psikoanalitik yang mengatakan bahwa seni dapat menjadi media pelepasan

perasaan. Bila tidak adanya media pelepasan, perasaan tersebut dapat

menciptakan kekacuan atau berdampak negatif. Pendekatan seni dapat

dimasukkan ke dalam kurikulum pembelajaran karena dapat meningkatkan

pembelajaran anak. Pada proses pelaksanaannya, guru tidak menghakimi dan

mengkritik hasil seni anak. Menurut teori psikoanalitik point utama seni adalah

sebagai proses terapi. Keindahan dari hasil seni merupakan poin kedua (Engel,

1995). Teori psikoanalitik memaparkan seni sebagai media bagi anak untuk

pengekspresikan perasaan dan emosi. Anak sangat memerlukan kesempatan untuk

mengekspresikan perasaan dan emosinya. Pengekspresian ini adalah cara yang

sehat untuk perkembangan anak, serta hasil dari karya seni dapat membuat anak

merasa bangga dan meningkatkan kepercayaan diri anak (Isbell dan Raines,

2007).

Sublimasi adalah suatu usaha untuk melepaskan diri dari kegagalan dan

ketidakpuasan, dengan jalan mencari kemungkinan yang lebih baik dalam

mencapai tujuan. Para ahli psikoanalisis awal berpendapat, bahwa ilmu

pengetahuan dan seni memang merupakan sublimasi (penyaluran jiwa) dari suatu

frustrasi yang disebabkan karena dorongan nafsu seksual (Purwanto, 1992).

Melalui proses sublimasi, seks atau perasaan agresif anak diubah menjadi nilai-

nilai yang diterima oleh sosial atau bentuk-bentuk produktif seperti penciptaan

artisitik atau kebutuhan intelektual (Freud, 1991).

Sublimasi sangat sesuai untuk diterapkan menjadi konsep utama dalam

terapi seni dan dapat digunakan sebagai proses penyembuhan lewat seni. Lewat

proses sublimasi, perasaan-perasaan primitif yang anti sosial diubah menjadi

tindakan-tindakan sosial yang produktif. Kesenangan dalam mencapai tindakan-

tindakan yang diterima sosial dapat menggantikan kesenangan yang bersifat

negatif (Kramer, 2000:41). Sublimasi merupakan sebuah proses perubahan.

Melalui menggambar dan melukis, perasaan dari frustasi atau kemarahan dapat

diubah ke dalam bentuk yang lebih membangun. (Edwards, 2004).

Ada beberapa cara yang dianjurkan para ahli untuk membantu mengatasi

sifat agresif anak. Salah satunya mencari alternatif lain untuk melepaskan

kemarahan misalnya melalui musik atau seni. Seni memberikan kesempatan

kepada anak untuk mengekspresikan dirinya, memberikan rasa puas dan tenang

dalam dirinya. Seni dapat menjadi saran untuk mengekspresikan dirinya secara

ekspresif. (Hawadi, 2001)

2.2 Teori Seni

Untuk penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan seni sebagai media

pelepasan bagi anak karena seni adalah media yang paling mudah bagi anak untuk

mengeluarkan perasaan, kekerasan, cinta, konflik dan kebingungan. Seni dapat

digunakan untuk membantu mengatasi perasaan cemas dan ketidakberdayaan

(Gardner, 1980). Segala bentuk ekspresi dari seni dapat menjadi jalan untuk

mendapatkan kesenangan, pelepasan ketegangan atau pengungkapan kemarahan

bagi anak (Levick, 1986 dan Rubin, 1984).

Pengekangan emosi membuat anak menjadi gelisah, tegang dan mudah

tersinggung oleh masalah yang sangat kecil sekalipun. Dalam pelepasan emosi

ini, anak berusaha beradaptasi supaya hasil ungkapannya dapat diterima secara

sosial. Menangis dapat menjadi bentuk pelampiasan tetapi dapat dianggap seperti

anak kecil oleh masyarakat. Bermain, berteriak dan tertawa keras-keras umumnya

dapat menggangu orang di sekitarnya dan umumnya dilarang oleh orang tua

karena malu dinilai oleh masyarakat. (Hurlok, 1980). Seni dapat menjadi suatu

tempat yang aman bagi anak untuk mengekspresikan masalah sehingga anak akan

merasa nyaman dan aman. Menggambar dari dalam diri anak sendiri tanpa

campur tangan pihak luar sangat bermanfaat untuk anak sebagai dasar

pembentukan diri (Douglas, 1996).

Dalam kenyataannya, IQ menentukan sukses seseorang sebesar 20%

sedangkan kecerdasan emosi (EQ) memberi kontribusi sebesar 80% Kriswanto,

2007). Oleh karena itu, orangtua harus sejak dini mengajarkan kepada anak

bagaimana cara mengekspresikan emosinya agar anak menjadi lebih cerdas secara

emosional. Orangtua dianjurkan untuk mengajarkan dan memberikan kebebasaan

kepada anak untuk bebas berekspresi (Kriswanto, 2007). Dengan pendekatan seni,

anak-anak dapat mengekspresikan pemikiran dan perasaannya. Banyak orang

yang tidak bahagia dan tersiksa karena tidak adanya pendekatan seni sebagai alat

untuk pengungkapan perasaan. (Dewey, 1934 : 65).

Seni merupakan obat yang sangat manjur. Seni dapat digunakan sebagai

media untuk mengobati rasa takut, perasaan khawatir serta sebagai media

pelepasan bagi anak. Kelebihan lainnya dari sebuah kegiatan seni adalah seni

pada umumnya bebas akan nilai sehingga secara umum dapat diterima oleh

masyarakat. (Rubin, 1978 : 10 ). Karena umumnya dapat diterima secara sosial

dan dapat memuaskan anak, seni dapat menjadi katarsis yang baik bagi anak

(Hurlock, 1978).

Dalam pelaksanan perlakuan, peneliti menekankan pada seni ekspresi

kepada anak sehingga anak dapat mengeluarkan emosi, perasaan dari dalam diri

untuk dikeluarkan dalam sesuatu bentuk. Humanistic expressive arts therapy

digunakan untuk penyembuhan diri atau digunakan untuk terapi. Perlakuan di

lapangan tidak menekankan pada estetis atau kemampuan, tetapi digunakan untuk

pelepasan, dan pengungkapan diri (Rogers, 1993).

2.3 Teori Menggambar

Salah satu dari kegiatan seni adalah menggambar. Pada penelitian ini,

peneliti memfokuskan pada pendekatan menggambar untuk perubahan perilaku

sampel. Teori-teori ini digunakan oleh peneliti sebagai panduan dalam proses

penelitian. Dikatakan bahwa menggambar merupakan suatu metode yang alami

bagi anak untuk mengekspresikan diri. Pada saat awal anak sekolah, anak laki-

laki dan perempuan dapat mengungkapkan pemikirannya dan perasaannya lebih

baik melalui gambar daripada lewat kata (Koppitz, 1983). Kegiatan menggambar

dapat digunakan untuk melatih proses mental, kemampuan berpikir, mengingat,

berimajinasi, mengekspreikan emosi, dan mengungkapkan emosi, sehingga

meningkatkan kemampuan berpikir (Steele, 1998 : 101, in Read, n.d). Dengan

pendekatan menggambar, anak dapat mengekspresikan pemikiran dan

perasaannya sehingga membantu anak untuk mengerti dirinya sendiri dan orang

lain.(Wilson, 1982 : 35).

Menggambar dengan memori. Kita mengunakan memori jarak pendek

ketika kita menggambar apa yang kita lihat sebelumnya. Gambaran yang berada

di dalam otak kita bukan hanya gambaran yang kita lihat sekarang saja. Pikiran

mempunyai kemampuan yang unik untuk menggulang waktu dan tempat.

Kemampuan itu dapat memindahkan kita ketempat lain dan menghadirkan

gambaran yang lampau di mana kita pernah lihat, sekarang diperlihatkan kembali

dengan memori. Kalau kita dapat memanggil dan membuat gambaran tersebut,

kita dapat menggambar dari refleksi pengalaman yang sudah lampau. Ketika kita

menggambar dari memori, kita tidak diarahkan oleh mata kita, tetapi dari kualitas

dari gambaran yang kita ingat. Ingatan jangka panjang mempunyai kecendrungan

untuk menutupi gambaran yang kita ingat bila gambar tersebut tidak kita

butuhkan pada saat ini.

Untuk menggambar dari memori jangka panjang dibutuhkan penekanan

dari benda tersebut dan apa yang kita ketahui tentang mereka daripada melihat

hanya sekali saja. Untuk meningkatkan kemampuan dari kekuatan ingatan

gambaran kita, dan kemampuan untuk tetap mengingat gambaran bila dibutuhkan

kemudian, kita harus sering berlatih dan belajar untuk melihat sesuatu dengan

cermat. (Ching, 1990)

Peneliti juga memberikan perlakuan dengan teknik menggambar observasi

kepada sampel. Dengan pendekatan observasi ini anak dilatih kepercayan dirinya,

sehingga dapat meningkatkan kepercayaan diri anak (Bartel, 2001). Dalam proses

pemberian perlakuan menggambar observasi, peneliti tidak melakukan tindakan-

tindakan seperti: memberikan buku mewarnai atau tahapan-tahapan menggambar

pada anak, tidak menggambar untuk anak, tidak menjiplak gambar orang lain dan

tidak mengoreksi gambar anak. Tindakan-tindakan ini tidak dilakukan karena

dapat menyebabkan menurunnya keyakinan diri anak (Bartel, 2006). Dalam

pelaksanaan perlakuan teknik observasi, peneliti memperkenalkan beberapa

metode seperti tactile paractice, menggunakan jari secara perlahan mengikuti

bentuk objek yang akan digambar. Air practice, mengulang menggambarkan

objek dengan jari tetapi di udara. Belinder practice, alat bantu untuk menggambar

outline objek (Bartel, 2006).

Dalam proses pelaksaan perlakuan menggambar observasi, peneliti

menemukan hambatan. Sampel tidak tertarik dan termotivasi dengan teknik

observasi tersebut. Karena hambatan ini, peneliti mencoba dengan perlakuan yang

lain dan mencoba melakukan penelitian literatur. Seseorang fisiologi bernama

Max Verworm mengatakan bahwa anak yang belum berumur delapan tahun

belum mampu menggambar benda-benda dari hasil penglihatan atau apa yang

dilihatnya. Anak menggambar menurut apa yang sedang dipikirkannya, sehingga

hasil karya mereka disebut gambar ideoplastik. (Zulkifli, 2005)

Perlakuan lain yang diberikan oleh peneliti adalah menggambar emosi.

Dalam memberikan perlakuan, peneliti memperlihatkan kepada sampel, gambar-

gambar wajah yang memperlihatkan emosi senang, marah, takut dan sedih kepada

sampel. Sampel diajak untuk menebak perasaan dari wajah-wajah tersebut.

Setelah perlakuan tersebut, peneliti memberikan label pada kertas gambar. Label-

label tersebut tertulis kalimat-kalimat seperti apa yang membuat Xxx senang,

tertawa, sedih, menangis, malu, takut dan sebagainya. Setelah itu peneliti

mengajak sampel untuk mencoba menggambar apa yang sesuai dengan lebel

tersebut (Walker Art Center, 2004). Perlakuan ini juga kurang diterima dan

memotivasi sampel, sampel menggambar tetapi tidak bersemangat dan

termotivasi. Sampel melakukan aktivitas tersebut sambil berjalan-jalan, melihat-

lihat jalanan lewat jendela.

Karena tanggapan tersebut, peneliti melakukan penelitian literatur dan

menemukan bahwa pendekatan menggambar untuk mengenal perasaan dan

pengekspresian perasaan lewat gambar, dianjurkan untuk anak-anak yang sudah

pada tahap operational stage (teori Piaget), umur 7 sampai 11 tahun. Bila anak

belum pada tahap tersebut, anak akan mengalami kesulitan untuk konsep

penggambaran perasaan (Ginsberg & Opper, 1979).

Pikiran mempunyai penglihatan yang tidak dibatasi pada tempat dan

waktu. Ia dapat membentuk, manipulasi dan mengubah gambar jauh dari bentuk-

bentuk normal yang tidak terikat oleh waktu dan tempat. Gambar yang dihasilkan

biasanya tidak jelas dan susah untuk dijelaskan. Dari gambar yang kita

bayangkan, kita mendayagunakan kemampuan kita untuk berfikir secara visual

dan memberi bentuk pada pikiran dan gagasan kita. Gambar tersebut memberikan

respon bagi pikiran, menstimulasi imajinasi kita untuk lebih jauh lagi dan

membuka dialog antara diri kita dan gambar tersebut untuk eksplorasi dan

pengembangan ide lebih jauh lagi. Dengan demikain menggamabr dari imajinasi

adalah alat pemikiran yang meningkatkan proses kreatif (Ching, 1990).

Menggambar imajinasi merupakan kegiatan yang sangat baik untuk otak.

Teknik ini merupahkan teknik yang baik untuk meningkatkan kecerdasan dan

perhatian anak. Teknik ini dapat membantu proses pendidikan anak dikemudian

hari (Bartel, 2006). Dari hasil literatur yang didapat oleh peneliti mendapatkan

bahwa anak umur dibawah delatan tahun menggambar menurut apa yang

dipikirkannya (Zulkifli, 2005), sehingga peneliti memberikan teknik imajinasi

kepada Xxx.

Pada saat pemberian perlakuan kepada sampel di lapangan, sampel

menanyakan kepada peneliti apakah peneliti membawa cat karena peneliti tidak

membawa cat. Kemudian sampel berinisiatif untuk mencari cat di sekolah dan

menemukan sebotol cat. Sampel langsung menggunakan cat tersebut untuk

menggambar. Pada awalnya peneliti tidak mempunyai rencana untuk memberikan

media cat kepada sampel. Karena penemuan tersebut, peneliti menyediakan cat

dalam proses perlakuan kepada sample.

Pada proses perlakuan dengan menggunakan cat, peneliti memberikan

kebebasan kepada sampel untuk memilih sendiri, warna, garis, textur dan

komposisi untuk pengekspresian perasaan. Terkadang bila lebih ekspresif dalam

pengungkapannya, gambar lebih menjurus ke bentuk-bentuk yang lebih abstrak.

Pada tahun 1950-an, sebuah kelompok artis abstrak ekspresionis percaya cara

yang terbaik untuk meluapkan emosi yang murni adalah dengan melukiskan

bentuk yang tidak berbentuk atau abstrak secara total. Dimana warna, garis,

bentuk dan textur secara langsung digunakan untuk luapan emosi. Pada abad 20,

jenis seni ini adalah seni ekspresionis (Walker Art Center, 2004).

Peneliti melakukan penelitian leteratur dan menemukan bahwa bermain air

dan Finger painting merupakan aktivitas yang dapat menenangkan anak. Anak-

anak yang frustasi dapat mengeluarkan frustasi dengan cara mengaduk-aduk cat di

atas kertas dengan kedua tangannya atau dengan menciprat-cipratkan air atau

dengan meremas-remas spon. Dengan aktivitas tersebut, anak memindahkan

energi-energi yang kurang baik ke bentuk yang tidak membahayakan (Beaty, J,

2006). Peneliti juga menemukan pada sebuah film dokumenter, para ilmuwan

menemukan bahwa dengan membelai atau melalui sentuhan dapat terjadi

pelepasan endorphin ke dalam aliran darah. Endorfin adalah zat kimia yang dapat

membawa rasa enak (BBC, 2004).

2.4 Teori Perilaku

Untuk mengetahui tentang perilaku sampel, peneliti melakukan penelitian

literatur mengenai tingkah laku agresif (Hawadi, 2001). Peneliti menemukan

bahwa tingkah laku adalah suatu tindakan berbentuk fisik atau verbal, yang

bertujuan untuk menyakiti orang lain. Sebenarnya tingkah laku agresif adalah

reaksi yang normal pada anak kecil, sebagai kesiagaan anak untuk melindungi

dirinya agar aman. Namun, yang menjadi masalah serius adalah apabila pola-pola

agresif ini menetap dan berlebihan. Tindakan agresif yang berlebihan di masa

anak-anak, erat hubungannya dengan tingkah laku agresif yang disebutkan

beberapa pakar, seperti:

1. Anak yang agresif cenderung menampilkan sikap yang menyerang,

bertingkah laku temperamental bila merasa frustrasi, suka bertengkar,

memilih berkelahi untuk menyelesaikan konflik, tidak memperdulikan hak

dan harapan orang lain.

2. Pada pengamatan langsung, anak agresif terlihat sering manakut-nakuti

atau secata fisik menyerang orang lain, mengejek-ejek, mengolok-olok,

mempermalukan orang lain, atau menuntut agar keinginannya segera

dipenuhi.

3. Karakteristik anak dengan tingkah laku agresif adalah bersikap senang

bermusuhan, senang menyerang secara fisik maupun verbal, sering

melakukan pelanggaran terhadap milik orang lain, atau mempunyai

keinginan untuk menguasai suatu hal tertentu.

4. Respon agresif dapat dikategorikan ke dalam empat kategori yaitu

menyerang secara fisik, menyerang dengan objek, menyerang secara

verbal dan melanggar hak milik orang lain.

Faktor yang mempengaruhi perilaku agresif anak secara umum

dikelompokankan menjadi dua, yaitu faktor yang berasal dari dalam dan luar diri

anak. Faktor dari dalam diri anak, pada dasarnya berkelahi adalah insting yang

universal yang ada di dalam diri setiap manusia. Frustrasi dalam kehidupan

sehari-hari akan menimbulkan dorongan agresif. Anak akan beraksi agresif jika ia

mendapatkan hambatan dalam memuaskan keinginannya. Anak yang banyak

berfantasi akan lebih sedikit bertingkah laku agresif.

Faktor dari luar diri anak, perilaku agresif anak didapat karena contoh dari

lingkungan sekitarnya, dari orangtua, paman, bibi, atau saudara kandung maupun

temannya sendiri. Jadi, perilaku agresif ini didapat dari hasil belajar dari

lingkungannya. Film yang bertemakan kekerasan dapat menimbulkan perilaku

agresif pada anak, sekalipun film kartun. Hukuman fisik dari orangtua yang

bertujuan untuk mendisiplinkan anak juga dapat menjadi contoh bagi anak untuk

berperilaku agresif (Hawadi, 2001).

Menurut aliran ilmu jiwa modern, dikatakan bahwa di dalam diri manusia

terdapat dorongan-dorangan batin yang dapat mempengaruhi tingkah laku dan

kehidupan manusia. Agresif terjadi karena hasrat atau dorongan batin yang tidak

dapat dipenuhi karena suatu rintangan. Frustrasi terjadi karena mendapat

rintangan untuk memenuhi atau memuaskan keinginan dari hasrat dan batin.

Frustrasi adalah keadaan batin seseorang yang tidak seimbang, perasaan tidak

puas karena dorongan atau hasrat yang tidak dapat dipenuhi. Agresif diperkirakan

timbul karena adanya frustrasi. Tidak semua frustrasi akan menimbulkan agresif

pada seseorang. Suatu tindakan agresif tidak selalu tertuju kepada pihak yang

menyebabkan frustrasi tersebut, agresif dapat tertuju kepada pihak lain yang tidak

bersalah (Purwanto, 1992).

Menurut buku Behavior Modificatio, Raymon G Miltenberger

2004,perilaku adalah apa yang dikerjakan dan apa yang dikatakan oleh manusia.

Apa yang dilakukan seseorang termasuk dalam perilaku, jadi bukan sifat dari

orang tersebut. Bila kita mengatakan orang itu marah, kita bukan mengidentifikasi

perilaku orang tersebut, tetapi kita melabelkan perilaku dari orang tersebut. Tetapi

bila kita mengidentifikasi apa yang orang itu katakan atau lakukan, itu berarti kita

mengidentifikasi perilaku orang tersebut.

Perilaku terdiri dari satu atau beberapa dimensi yang dapat diukur. Kita

dapat mengukur frekuensi dari perilaku, banyaknya perilaku yang muncul atau

durasi atas perilaku, lamanya waktu pada saat perilaku terjadi sampai berakhir.

Atau dapat diukur dari intensitas perilaku, kekuatan fisik yang terjadi atas

perilaku tersebut. Frekuensi, durasi dan intensitas adalah dimensi fisik dari

perilaku.

Perilaku dapat diobservasi, digambarkan dan direkam oleh orang lain atau

dari diri orang tersebut. Karena perilaku adalah suatu tindakan yang mempunyai

dimensi fisik, kemunculanya dapat diobservasi. Orang dapat melihat perilaku bila

perilaku tersebut muncul. Karena dapat diobservasi, orang yang melihat perilaku

tersebut dapat menggambarkan dan merekam kemunculan dari perilaku tersebut.

Perilaku mempunyai dampak pada lingkungan, termasuk atas diri sendiri

atau terhadap orang lain. Karena perilaku adalah tindakan, maka berhubungan

dengan ruang dan waktu (Johnston & Pennypacker, 1981), timbulnya perilaku

tersebut mempengaruhi lingkungan di sekitarnya. Kadang pengaruh pada

lingkungan dapat terlihat jelas, kadang efek dari perilaku hanya pada orang

tersebut. Tetapi semua perilaku manusia pastinya akan berdampak atas dirinya

atau lingkungan di sekitarnya, baik kita sadari atau tidak.

Perilaku mempunyai hukum, kemunculan perilaku secara sistematis

dipengaruhi oleh kejadian dari lingkunganya. Prinsip dasar perilaku

menggambarkan hubungan fungsional antara perilaku dengan kejadian di

sekitarnya. Prinsip ini menjelaskan bagaimana perilaku kita sangat dipengaruhi

oleh atau muncul karena ada sesuatu dari lingkungan kita. Prinsip ini menjadi

pegangan, bilamana kita mengetahui lingkungan apa yang mengakibatkan

perilaku tersebut muncul, kita dapat mengubah lingkungan tersebut untuk

merubah perilaku.

Perilaku dapat terlihat atau tidak terlihat. Perilaku terlihat adalah tindakan

yang dapat diobservasi dan direkam oleh orang lain atau orang tersebut. tetapi

yang tidak terlihat tidak dapat diobservasi oleh orang lain (Skinner, 1974).

Misalnya, pikiran, merupakan perilaku yang tidak terlihat, tidak dapat diobservasi

dan direkam oleh orang lain. Tetapi pikiran dapat diobservasi hanya oleh orang

itu sendiri (Miltenberger, 2004).

2.5 Teori Pengkondisian Operan

Penguatan negatif adalah pengurangan stimulus terhadap sampel, dan

dengan pengurangan tersebut, respon akan semakin kuat (Budiningsih, 2005).

Dari laporan pihak guru kelas sampel, sampel adalah anak yang mau mendengar

nasihat dan merubah kelakuannya. Tetapi perubahan pada diri sampel tidak

menetap dan hanya bertahan sangat singkat pada diri sampel. Pada saat pemberian

perlakuan di lapangan, peneliti menemukan perilaku sampel yang kurang baik.

Dalam melakukan kegiatan finger painting, sampel tidak dapat mengkontrol

tindakannya dengan mengotori kelas secara berlebihan. Untuk mengatasi

perlakuan tersebut, peneliti mengunakan penguatan negatif kepada sampel.

Peneliti memberikan pilihan kepada sampel untuk tidak mengotori kelas atau

perlakuan finger painting akan dihilangkan. Sampel memilih untuk tidak

mengotori kelas dan meminta perlakuan finger painting tetap dilakukan.

2.6 Teori Pelaksanaan Perlakuan di Lapangan

Dalam melakukan proses pemberian perlakuan kepada sampel, peneliti

mempunyai pegangan pelaksanaan (Hale dan Roy, 1996), seperti:

Peneliti tidak memaksakan kehendak pribadi kepada anak, dengan

memerintahkan sampel untuk hanya menggambar yang diinginkan peneliti.

Peneliti lebih menekankan pada proses bukan hasil akhir dari gambar sampel.

Peneliti tidak mengarahkan sampel untuk mewarnai sesuatu yang sudah

berbentuk. Karena tindakan tersebut dapat membuat sampel merasa gambarnya

tidak bagus dan dapat mengakibatkan sampel berhenti menggambar.

Peneliti juga tidak membetulkan gambar sampel yang salah dan tidak

membanding-bandingkan gambar sampel dengan gambar orang lain. Peneliti

tidak pernah menggambar untuk memberikan contoh kepada sampel atau

mengarahkan gambar sampel. Dalam proses perlakuan di lapangan, peneliti

mengarahkan sampel untuk mengunakan bermacam-macam material gambar

seperti krayon, pensil, arang, cat air, cat minyak, dan sebagainya.

2.7 Teori Gaya Asuh

Penelitian literatur dilakukan peneliti untuk mengetahui apa yang

melatarbelakangi perilaku sampel. Orang tua permissive adalah orang tua yang

hangat tetapi tidak menuntut. Mereka cenderung membiarkan dan bersifat pasif

dalam mendidik. Bagi mereka cara ini sebagai ungkapan kasih sayang. Orangtua

permissive tidak suka mengatakan tidak atau mengecewakan anaknya. Hasilnya

anak diberikan atau sering mengambil keputusan penting tanpa masukan dari

orangtua. Orangtua tidak menempatkan dirinya sebagai partisipan aktif dalam

pembentukan kelakukan anak, tetapi lebih banyak sebagai suatu sumber bilamana

anak mereka ingin meminta nasihat (Kopko, 2007). Penelitian menemukan

orangtua permisif minim dalam memberikan batasan-batasan, aturan dan

konsekuensi atas pelanggaran tidak serius. Sebagai hasilnya anak bermasalah

dengan pengontrolan diri dan menunjukan keegoisan yang dapat menggangu

perkembangan sosial.

Pengasuhan permissive indulgent adalah gaya pengasuhan dimana

orangtua sangat terlibat dalam kehidupan anak, tetapi mereka menetapkan sedikit

batasan atau kendali terhadap anak. Dengan model pengasuhan seperti ini, anak

mempunyai kendali diri yang kurang. Anak jarang belajar menaruh hormat pada

orang lain dan mengalami kesulitan mengendalikan perilaku mereka (Santrok,

1995).

Kehadirnya seorang adik dapat menimbulkan kecemasan pada diri sampel.

Ibu menghabiskan banyak waktu untuk bayi baru daripada anak sebelumnya,

sehingga dapat menimbulkan kecemasan hilangnya kasih sayang dan kecemasan

bila ibu akan lebih menyayangi adiknya daripada dirinya (Campbell, 1990).

Keberadaan adik dapat menjadi salah satu sumber stress untuk anak kecil karena

perubahan hubungan dan lingkungan keluarga (Volling, 2003).

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Dalam melakukan penelitian ini, peneliti menggunakan metode penelitian

tindakan. Tahapan yang digunakan dalam penelitian ini adalah melakukan

identifikasi persoalan, menentukan data, mengumpulkan data dan analisa,

merencanakan tindakan lanjutan, melaksanakan tindakan lanjutan dan kemudian

evaluasi dan follow up. Dengan panduan tersebut, peneliti melakukan tahapan

awal dengan melakukan wawancara untuk mengidentifikasi masalah, menentukan

subjek penelitihan, mengumpulkan data dan melakukan analisa data untuk

tindakan berikutnya. Setelah itu peneliti melakukan tahapan kedua yaitu

merencanakan dan melaksanakan tindakan yang berdasarkan dari tahapan awal,

dan kemudian melakukan evaluasi dari hasil pelaksanaan. Dari hasil ini dilakukan

analisa lagi untuk mengambil tindakan berikutnya. Tindakan ini terus dilakukan

untuk menjawab dan menemukan tujuan follow up. (Johnson, 2005; Mills, 2007;

Tomal, 2003).

Dalam proses penelitian ini, beberapa teknik menggambar dicobakan

kepada sampel. Kemudian dilakukan evaluasi dengan melakukan observasi.

Observasi dibantu oleh orangtua dan guru kelas yang melaporkan ada tidaknya

perubahan pada perilaku sampel. Bila tidak ada perubahan perilaku, teknik

menggambar lainnya digunakan, sampai adanya laporan perubahan perilaku dari

orangtua dan guru kelas sampel.

3.2 Sampel Penelitian

Sampel penelitian ini dipilih dengan cara Purposive Sampling (Sugiyono,

2007). Peneliti mempunyai pertimbangan-pertimbangan tertentu dalam memilih

dan menentukan sampel penelitian. Teknik ini cocok digunakan untuk penelitihan

kualitatif, atau penelitian yang tidak melakukan generalisasi. Peneliti melakukan

wawancara kepada pengurus sekolah XXX untuk mendapatkan sampel dengan

karakterisitik yang sesuai untuk penelitian ini. Sampel yang mempunyai masalah

perilaku yang kurang baik di sekolah, seperti suka membuat masalah di sekolah,

merusak dan melempar barang, berisik di kelas, bertengkar, suka dimarahi oleh

guru dan sebagainya.

Sampel penelitian adalah seorang anak berjenis kelamin laki-laki, bernama

Xxx. Ia lahir pada tanggal 1 Mei 2002, berumur 6 tahun, tetapi pada saat

penelitihan Xxx masih berumur 5 tahun akhir. Xxx bersekolah di XXX, kelas TK.

B. Aktivitas yang dilakukan Xxx di luar kegiatan sekolah adalah les bahasa

Inggris, dan kegiatan tersebut telah diikuti Xxx sebelum penelitian ini dilakukan.

Selain aktivitas les bahasa Inggris, Xxx tidak melakukan aktivitas lainnya.

3.3 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di sekolah XXX yang berlokasi di ruko Gajah Mada,

Karawaci, Tangerang. Penelitian dilakukan di ruangan TK.B, di dalam kelas

dimana Xxx belajar. Kegiatan ini dilakukan kurang lebih selama dua bulan, dari

awal Maret sampai akhir April. Aktivitas dilakukan dua kali dalam satu minggu,

setiap hari Senin dan Rabu. Kegiatan dimulai pukul 10:30 sampai kurang lebih

pukul 12:00. Kegiatan dilakukan setelah kegiatan aktivitas sekolah selesai. Xxx

mengikuti kegiatan ini sambil menunggu adik Xxx yang selesai belajar kira-kira

jam satu siang, dan setelah itu dijemput oleh ibu Xxx.

Tetapi pada proses pelaksanaan di lapangan, peneliti lebih menekankan

pada kemauan dan semangat Xxx. Bila Xxx sedang tidak terlalu berminat,

kegiatan akan lebih cepat selesai, tetapi bila Xxx sedang bersemangat kegiatan

bisa lebih dari pukul 12:00.

3.4 Instrumen Penelitian

Setelah apa yang dipelajari cukup jelas, peneliti mengembangkan

instrumen berupa kuesioner, observasi, wawancara dan dokumen berupa hasil

gambar Xxx (Nasution, 1998). (keterangan tersedia di lampiran)

3.5 Teknik Pengumpulan Data

3.5.1 Wawancara

Wawancara merupakan unsur yang penting dalam proses

penelitian ini. Peneliti melakukan wawancara kepada pengurus sekolah,

guru kelas dan ibu Xxx. Wawancara yang dilakukan dalam proses

penelitian ini dengan cara tidak terstruktur atau terbuka (Sugiyono, 2007).

Dalam proses wawancara untuk mengumpulkan data, peneliti tidak

menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis

dan lengkap. Wawancara tidak terstruktur atau terbuka, sering digunakan

dalam penelitian pendahuluan atau untuk penelitian yang lebih mendalam

tentang responden.

Wawancara dibagi menjadi tiga fokus yaitu :

• Fokus pertama, wawancara dilakukan kepada pengurus dan guru

Xxx. Wawancara dilakukan untuk memberikan informasi tentang

penelitian, mencari, menentukan dan mendapatkan sampel.

Wawancara lanjutan dilakukan peneliti untuk mendapatkan

informasi tentang sampel dan mendapatkan sekilas informasi

tentang gaya asuh orangtua sampel.

• Fokus kedua, wawancara dilakukan kepada guru Xxx. Wawancara

ini dilakukan untuk mendapatkan laporan dari pihak guru kelas

Xxx, telah terjadi perubahan perilaku atas diri Xxx. Laporan ini

didapat dari hasil observasi orangtua Xxx di rumah yang

Tabel 3.1. Wawancara

kemudian dilaporkan kepada guru kelas Xxx serta hasil observasi

guru Xxx di sekolah.

• Fokus ketiga, wawancara dilakukan kepada ibu Xxx. Wawancara

dilakukan untuk mendapatkan informasi lebih dalam lagi mengenai

keluarga Xxx, gaya asuh orangtua Xxx dan mengetahui perubahan

perilaku Xxx. Data-data ini berguna untuk memperkuat perubahan

perilaku Xxx dan berguna untuk membantu menjawab pertanyaan

penelitian.

3.5.1.1 Wawancara pertama dengan pengurus sekolah, awal Februari

2008.

Tujuan dari wawancara ini adalah untuk menerangkan tujuan dan

manfaat dari penelitihan ini, meminta ijin untuk melakukan

penelitian dan menanyakan apakah ada sampel penelitian yang

sesuai untuk penelitian ini (keterangan tersedia di lampiran).

3.5.1.2 Wawancara kedua dengan pengurus sekolah, tanggal 18 Februari

2008.

Dalam wawancara ini, pihak pengurus sekolah memberikan izin

untuk melakukan penelitian di sekolahnya, dan memberitahukan

bahwa ada sampel yang sesuai. Seorang anak yang mempunyai

masalah perilaku. Perilaku aktif dan agresif anak tersebut paling

menonjol dibandingkan teman-temannya di kelas, terkadang

sampai membuat guru-guru cukup kewalahan untuk menangani

perilaku anak tersebut. Pihak pengurus sekolah membantu untuk

meminta ijin kepada orang tua sampel. Dan orangtua sampel

memberikan tanggapan yang positif dan persetujuan kepada

peneliti untuk mengadakan penelitian kepada sampel (keterangan

tersedia di lampiran).

3.5.1.3 Wawancara dengan pihak guru, tanggal 25 Februari 2008.

Tujuan dari wawancara ini adalah mendapatkan informasi lebih

banyak tentang Xxx, mengenai tindakan-tindakannya di dalam

kelas, menanyakan tentang kemampuan akademisnya, informasi

tentang orangtua Xxx dan meminta bantuannya untuk

melakukan aktivitas penelitian nantinya (keterangan tersedia di

lampiran).

3.5.1.4 Wawancara dengan ibu Xxx, tanggal 29 Februari 2008.

Memberikan informasi tujuan dan manfaat penelitian ini, lebih

mendapatkan informasi tentang Xxx dan mengetahui gaya asuh

orangtua Xxx (keterangan tersedia di lampiran).

3.5.1.5 Wawancara dengan guru kelas, tanggal 7 April 2008.

Adanya laporan dari pihak ibu Xxx dan guru kelas Xxx yang

memberikan informasi adanya perubahan perilaku pada Xxx.

Tujuan wawancara ingin mengetahui perubahan perilaku Xxx

(keterangan tersedia di lampiran).

3.5.1.6 Wawancara dengan ibu Xxx, tanggal 30 April 2008.

Tujuan wawancara untuk mengetahui keluarga Xxx dan

perubahan yang terjadi pada perilaku Xxx (keterangan tersedia

di lampiran).

3.5.1.7 Wawancara dengan ibu Xxx, tanggal 5 Mei 2008.

Tujuan wawancara mengetahui keluarga Xxx, gaya asuh

orangtua Xxx, perubahan perilaku Xxx (keterangan tersedia di

lampiran).

3.5.2 Observasi

Observasi merupakan suatu proses yang kompleks, proses yang

tersusun dari berbagai proses biologis dan psikologis. Dalam proses

observasi ada dua faktor yang terpenting yaitu proses pengamatan dan

ingatan (Hadi, 1986). Dalam melakukan proses observasi, peneliti

berperan sebagai nonpartisipan.

Peneliti tidak terlibat dan hanya sebagai pengamat independen.

Instrumen yang dipakai peneliti untuk observasi adalah instrumen tidak

terstruktur. Dengan instrumen tersebut, proses observasi tidak

dipersiapkan secara sistematis tentang apa yang akan diobservasi. Peneliti

tidak menggunakan instrumen yang baku, tetapi hanya berupa rambu-

rambu saja (Sugiyono, 2007).

Observasi dilakukan pada awal Maret 2008 sampai kira-kira akhir

April 2008. Kegiatan dilakukan dua kali dalam satu minggu, setiap hari

Senin dan Rabu, dimulai pada pukul 10:30 sampai kira-kira pukul 12:00

siang. Observasi ini dilakukan sebanyak dua belas kali pertemuan. Selama

proses penelitian, peneliti memberikan perlakuan menggambar dengan 4

macam teknik menggambar yaitu memori, observasi, emosi dan imajinasi.

Imajinasi diberikan dengan dua macam media yang berbeda yaitu dengan

spidol dan dengan cat (Finger Painting).

Pada pemberian perlakuan, pada hari pertama perlakuan, peneliti

menggunakan kertas berukuran 29,7 x 42 cm (A3). Kemudian peneliti

mengganti kertas menjadi berukuran 42 x 59,4 cm (A2). Pengantian kertas

ini dilakukan pada pertemua kedua dan selama penelitian, peneliti

menggunakan kertas ukuran besar. Perubahan ukuran ini dilakukan

peneliti untuk meningkatkan percaya diri Xxx.

Tabel 3.2. Perlakuan

Menurut Professor of Art dari universitas Goshen Amerika Dr. Marvin

Bartel (2006), sebuah gambar dapat dihasilkan dengan tiga macam teknik

yaitu: memori, imajinasi dan observasi. Dari hasil literatur ini, peneliti

mendapatkan informasi mengenai metode pemberian teknik-teknik

tersebut, kemudian peneliti mencobakan teknik-teknik tersebut kepada

Xxx.

Teknik memori, adalah suatu teknik yang digunakan untuk

mengungkapkan pengalaman anak. Dengan teknik ini, anak menceritakan

pengalamannya lewat gambara. Anak diajak bercakap-cakap untuk

membantu mengingat pengalamannya. Dengan teknik ini, membuat

kecerdasan pasif menjadi aktif.

Teknik observasi dirasakan perlu karena dapat meningkatkan

kepercayaan diri anak, melatih konsentrasi dan kesabaran anak. Dengan

memberikan teknik tersebut kepada Xxx, diharapkan Xxx belajar untuk

dapat lebih mengkontrol perilakunya. Karena dengan pendekatan teknik

ini, Xxx harus mencoba mengkontrol dirinya, Xxx harus belajar

berkonsentrasi, meningkatkan kesabaran dan pengkontrolan diri. Dengan

pemikiran tersebut diharapkan Xxx dapat belajar mengkontrol dirinya dan

akan berdampak positf bagi perilaku Xxx (Bartel, 2006).

Untuk perlakuan teknik emosi, peneliti melakukan pendekatan

dengan cara memperkenalkan bermacam ekspresi wajah kepada Xxx dan

mengajak Xxx untuk menyebutkan perasaan apa yang terwakilkan dalam

ekspresi wajah pada gambar-gambar tersebut. Setelah itu peneliti

mengajak Xxx untuk menggambar perasaan Xxx pada hari tersebut.

Setelah Xxx selesai menggambar, peneliti mengajak Xxx untuk bermain

tebak-tebakan dengan menggambar. Peneliti mempersiapkan label-label

yang telah ditempelkan di atas kertas gambar. Label-label tersebut

bertuliskan kalimat-kalimat seperti apa yang membuat Xxx marah, sedih,

senang, malu dan sebagainya. Kemudian peneliti mengajak Xxx untuk

mengambar sesuai dengan kalimat tersebut.

Hasil dari pendekatan ini kurang mendapatkan respon yang baik

dari Xxx. Lamanya waktu Xxx untuk mengikuti pendekatan ini sangat

singkat, kegiatan berlangsung tidak sampai 10 menit. Penggunan kertas

yang minin, di bawah 5 lembar. Dengan teknik ini, Xxx kurang

termotivasi, terlihat kurang semangat dan antusias dan hasil gambar

kurang spontan dan ekspresif. Xxx juga meminta mengganti kegiatan

tersebut dengan teknik mengambar imajinasi.

Pada perlakuan dengan teknik imajinasi, peneliti menggunakan dua

media yang berbeda, yaitu spidol dan cat. Teknik imajinasi dengan media

cat (finger Painting), diperoleh peneliti pada saat peneliti memberikan

perlakuan di lapangan kepada Xxx. Dimana ketika proses menggambar

sedang berlangsung, Xxx bertanya kepada peneliti, apakah peneliti

mempunyai cat. Pada saat itu peneliti tidak menyediakan dan tidak terpikir

rencana untuk memberikan media tersebut kepada Xxx. Xxx kemudian

mencari cat di sekolah dan memakai cat sebagai material menggambar.

Sejak saat itu, peneliti menyediakan cat tempra berukuran besar dengan

bermacam-macam warna untuk Xxx gunakan.

Dalam proses observasi ini, peneliti melakukan pencatatan data,

mengambil gambar dan rekaman serta mengumpulkan hasil gambar Xxx

selama observasi yang dapat digunakan untuk menunjang penelitian ini

(keterangan tersedia di lampiran).

3.5.3 Dokumentasi

Untuk memperkuat penelitian, peneliti melakukan dokumentasi

dari observasi di lapangan dan hasil gambar dari Xxx selama proses

penelitian (keterangan tersedia di lampiran).

3.5.4 Kuesioner

Kuesioner dilakukan sebanyak satu kali dan diberikan kepada ibu

Xxx dan guru kelas Xxx. Kuesioner diberikan kepada mereka setelah Xxx

diberikan perlakuan di lapangan. Kuesioner berisikan pertanyaan-

pertanyaan tentang perilaku Xxx sebelum dan setelah Xxx diberikan

perlakuan.

Kuesioner digunakan untuk mengukur perubahan perilaku Xxx,

dilakukan pada akhir penelitian dan diajukan kepada orangtua dan guru

kelas Xxx. Peneliti mendapatkan bantuan dari orangtua dan guru Xxx

untuk mengetahui perubahan perilaku Xxx. Dalam membuat kuesioner,

peneliti menggunakan skala Semantic Deferensial (Sugiyono, 2007). Skala

ini dikembangkan oleh Osgood dan biasanya digunakan untuk mengukur

sikap seseorang. Jawaban berbentuk tersusun dalam satu garis kontinum

yang jawabanya dari ”sangat positif” terletak di bagian kiri atau

sebaliknya. Data yang didapat adalah data interval, digunakan untuk

mengukur sikap atau karakterisitik yang dipunyai seseorang.

Metode kuesioner pada penelitian ini mempunyai kelemahan

karena pengukuran perubahan perilaku Xxx, sebelum dan sesudah

melakukan aktivitas menggambar dilakukan pada akhir penelitian. Jadi

ada proses mengingat kembali oleh orangtua dan guru kelas Xxx

mengenai perilaku Xxx sebelum mengikuti aktivitas.

3.5.4.1 Pemberian kuestioner kepada ibu Xxx, tanggal 5 Mei 2008

Tujuan kuesioner adalah mengetahui perubahan yang terjadi

pada perilaku Xxx setelah mengikuti kegiatan menggambar

(keterangan tersedia di lampiran).

3.5.4.2 Pemberian kuestioner questioner kepada guru kelas, tanggal 10

Mei 2008

Tujuan kuesioner adalah mengetahui perubahan yang terjadi

pada perilaku Xxx setelah mengikuti kegiatan menggambar

(keterangan tersedia di lampiran).

3.6 Analisis Data

Untuk memperoleh data hasil, peneliti mendapatkan bantuan dari orangtua

dan guru kelas Xxx sebagai pengamat atas perubahan perilaku Xxx. Peneliti

melakukan satu kali pengukuran, dilakukan pada akhir penelitian. Indikator yang

dipakai dalam membuat kuesioner dikembangakan oleh peneliti berdasarkan dari

hasil wawancara dan dari karakterisitik perilaku anak agresi (Hawadi, 2001).

Dari hasil kuesioner diperoleh data mengenai perubahan perilaku agresif,

sebelum dan setelah Xxx mengikuti aktivitas menggambar. Kemudian hasil data

tersebut diolah kedalam bentuk perbandingan perilaku agresif Xxx dari sebelum

dan setelah Xxx mengikuti aktivitas menggambar.

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pembahasan hasil penelitian ini akan mendeskripsikan tentang latar belakang

perilaku Xxx, teknik menggambar yang sesuai dengan Xxx dan pengaruh Finger

Painting terhadap perubahan perilaku Xxx. Hasil penelitian ini didapat dari wawancara

dengan orangtua dan guru kelas Xxx, observasi di lapangan, dan hasil kuesioner yang

diberikan kepada orang ua dan guru kelas Xxx. Pembahasan akan disesuaikan dengan

urutan pertanyaan penelitian.

4.1 Latar Belakang Perilaku Xxx

Untuk menjawab pertanyaan penelitian, peneliti melakukan wawancara dengan

orangtua dan guru kelas Xxx, dan peneliti juga melakukan penelitian literatur.

Wawancara dilakukan sebanyak empat kali untuk mendapatkan informasi, pada

tanggal 25, 29 Februari, 30 April dan 5 Mei 2008 (untuk lebih lengkapnya

wawancara tersedia pada lampiran).

Wawancara pada tanggal 25 Februari 2008 yang dilakukan dengan guru Xxx

T : Apakah Xxx anak tunggal?

J : Xxx mempunyai adik, yang bersekolah disini. Kelas TK. A

T : Bagaimanakah hubungan sekolah dengan ibu Xxx ?

J : Sangat baik, pihak sekolah selalu melakukan komunikasi dengan ibu Xxx. Pihak

sekolah selalu melaporakan kepada ibu Xxx, bila Xxx melakukan tindakan-tindakan yang

kurang baik seperti menggangu, mengucapkan kata-kata yang tidak baik, bertengkar dan

sebagainya. Ibu Xxx adalah seorang wanita yang sangat sabar dan lembut. Bila Xxx

berbuat kurang baik, sang ibu hanya menegur Xxx. Teguran yang diberikan juga dengan

halus, dengan nada suara yang datar tidak pernah berteriak atau suara yang meninggi dan

tidak pernah melihat marah-marah atau memarahi Xxx bila Xxx salah.

Wawancara pada tanggal 29 Februari 2008 yang dilakukan dengan ibu Xxx

T : Dalam mengatur Xxx, apakah ibu memberikan aturan-aturan yang harus dipenuhi oleh

Xxx, setiap hari harus belajar beberapa jam, harus tidur siang dan sebagainya ?

J : Ibu Xxx mengatakan, bahwa tidak mengekang Xxx, memberikan kebebasan kepada

Xxx selama Xxx tidak melakukan tindakan-tindakan benar-benar sudah diluar batas-

batas.

T : Bagaimana ayah Xxx sehari-harinya?

J : Ayah Xxx bekerja sehari-harinya sebagai pegawai swasta. Mempunyai perilaku yang

suka bercanda dan susah untuk bersikap serius. Ayah Xxx juga tidak terlalu memberikan

aturan-aturan yang terlalu keras, untuk segala urusan Xxx biasanya diatur atau diurus

oleh ibu Xxx.

Wawancara pada tanggal 30 April 2008 yang dilakukan dengan ibu Xxx

T : Nama adik Xxx ?

J : Larry

T : Umur ?

J : 4,5 tahun

T : Jenis kelamin ?

J : Laki-laki

T : Kapan tanggal lahir Xxx ?

J : 2 Mei 2002

Wawancara pada tanggal 5 Mei 2008 yang dilakukan dengan ibu Xxx

T : Jumlah anak ?

J : 2 orang

T : Pekerjaan suami ?

J : Pegawai swasta

T : Berapa jam yang dihabiskan untuk bekerja ?

J : 10 jam

T : Apakah tindakan Xxx bila Ia ada masalah atau berbuat masalah ?

J : Bila Xxx melakukan kesalahan, misalnya Xxx menyebutkan kata yang tidak sopan di

kelas dan diberitahu ke saya, saya akan memberikan dua pilihan kepada Xxx. Hal ini

akan diberitahukan kepada ayah Xxx, atau Xxx janji tidak mengulangi lagi dan hal ini

akan dirahasiakan kepada ayahnya. Xxx akan memilih tidak melakukan hal tersebut lagi

dan meminta dirahasiakan dari ayahnya. (tetapi ibu tetap akan menyampaikan kepada

ayahnya, hanya saja tidak dibahas oleh ayahnya di depan Xxx).

Sangat sering Xxx melakukan kesalahan besar/ fatal dan Xxx meminta saya untuk

merahasiakan dari ayahnya dan berjanji tidak akan mengulanginya lagi.

Dari hasil wawancara di atas, peneliti mendapat hasil bahwa Xxx bukan

merupakan anak tunggal, tetapi merupakan seorang kakak yang mempunyai

seorang adik laki-laki. Perbedaan umur antara mereka tidak terpaut jauh, bahkan

sangat dekat. Xxx pada bulan ini baru genap berumur 6 tahun dan adik Xxx

hampir berumur 5 tahun. Xxx sekarang sudah hampir menyelesaikan kelas TK. B,

begitu juga adik Xxx yang akan menyelesaikan TK. A.

Ibu Xxx bekerja hanya sebagai ibu rumah tangga yang mengurus

keperluan semua keluarga. Ayah Xxx berkerja sebagai pegawai swasta yang

mempunyai waktu kerja yang cukup tinggi. Dari hasil wawancara, ayah Xxx rata-

rata setiap harinya menghabiskan waktu sebanyak 10 jam untuk bekerja.

Dari hasil wawancara dengan guru kelas Xxx, diketahui Ibu Xxx adalah

seseorang yang kurang tegas dalam mengatur Xxx, bila Xxx melakukan kesalahan

atau berbuat nakal, ibu Xxx tidak pernah kelihatan marah atau menegur Xxx

dengan tegas, tetapi ibu Xxx hanya bicara dengan nada yang tenang dan berkesan

lembut, tidak ada nada meninggi dalam menasehati atau menegur Xxx.

Peneliti juga malakukan wawancara kepada ibu Xxx dan mendapatkan

hasil, bahwa ibu Xxx kurang memberikan aturan-aturan dalam keseharainnya

untuk mendidik Xxx. Ayah Xxx juga bukan orang yang keras dan juga tidak

terlalu mengatur malahan cenderung memberikan kebebasan. Ibu Xxx juga

menambahkan bahwa ayah Xxx adalah seorang yang sangat suka bercanda, dan

bahkan sukar untuk diajak serius.

Bila Xxx melakukan tindakan yang tidak baik, seperti bicara kotor di

sekolah atau berbuat kurang baik, ibu Xxx tidak menghukum Xxx, Tetapi ibu Xxx

menggunakan sosok ayah Xxx untuk mengatur Xxx dengan cara memberikan

pilihan kepada Xxx untuk berjanji tidak berbuat kesalahan itu lagi atau dilaporkan

kepada ayah Xxx. Xxx sering berbuat salah tetapi Xxx berjanji tidak mengulangi

lagi dan meminta kepada ibu Xxx supaya tidak melaporkan kepada ayah Xxx.

Dari hasil penelitian ini, peneliti mendapati bahwa gaya mendidik

orangtua Xxx cenderung ke indulgent, dimana orangtua tidak menempatkan

dirinya sebagai partisipan aktif dalam pembentukan kelakuan. Orangtua permisif

minim dalam memberikan batasan-batasan dan aturan dan konsikuensi atas

pelanggaran tidak serius. Sebagai hasilnya anak bermasalah dengan

pengkontrolan diri dan menunjukan keegoisan yang dapat menggangu

perkembangan sosial anak.

Orangtua permissive indulgent, orangtua yang sangat terlibat dalam

kehidupan anak, tetapi mereka menetapkan sedikit batasan atau kendali terhadap

anak. Dengan model pengasuhan seperti ini, anak mempunyai kendali diri yang

kurang. Anak jarang belajar menaruh hormat kepada orang lain dan mengalami

kesulitan mengendalikan perilaku mereka.

4.2 Teknik Menggambar yang Sesuai Untuk Xxx

Untuk menjawab pertanyaan ini, peneliti melakukan observasi di lapangan

dan dokumentasi hasil gambar Xxx. Peneliti memberikan beberapa teknik

menggambar pada saat observasi kepada Xxx, seperti memori, observasi, emosi

dan imajinasi. Pada teknik imajinasi, peneliti mencobakan dengan media yang

berbeda, dengan media spidol dan media cat kepada Xxx.

Dalam proses ini, peneliti bertindak lebih sebagai fasilitator. Peneliti

menyediakan peralatan menggambar dan memperkenalkan teknik-teknik

menggambar kepada Xxx. Peneliti memberikan kebebasan kepada Xxx dalam

proses aktivitas menggambar tersebut bahkan peneliti menekankan kepada Xxx

bahwa kertas yang dipakai Xxx merupakan milik Xxx dan Xxx bebas untuk

menggambar apapun yang Xxx inginkan. Apakah Xxx ingin mengikuti teknik

yang diberikan atau ingin mencoba teknik yang lain yang Xxx inginkan, Xxx

yang menentukan sendiri. Bila Xxx tidak tertarik dengan teknik tertentu, peneliti

akan menanyakan Xxx, apa yang ingin dilakukan Xxx dan kegiatan tersebut akan

disesuaikan dengan keinginan Xxx (Engel, 1995;Douglas, 1996; Hale & Roy,

1996).

Peneliti tidak memaksakan, tetapi memberikan kebebasan dan kesenangan

kepada Xxx karena proses menggambar disini digunakan peneliti sebagai media

katarsis untuk Xxx. Dengan memberikan kebebasan dan kesenangan kepada anak,

anak dapat mengeluarkan emosinya dengan baik, sehingga membawa dampak

yang positif bagi anak (Fraud, 1991;Hawadi, 2001; Rebecca T. Isbell & Shirley C.

Raines, 2007; Edwards. S, 2004). Bila malah memaksakan, anak menjadi tidak

tertarik, kesal, marah dan sebagainya, yang menyebabkan proses menggambar ini

bukan sebagai media yang menyenangkan malah sebaliknya. (Hurlock, 1978).

Hasil perlakuan dapat dilihat dalam Tabel 4.3 ini.

4.2.1 Teknik Memori

Dalam melakukan teknik ini, komunikasi menjadi peranan yang

sangat penting. Dengan komunikasi, peneliti memberikan pertanyaan-

pertanyaan yang dapat memotivasi Xxx untuk membantu Xxx mengingat

pengalamannya.

Karena perlakuan dberikan pada hari Senin, peneliti menanyakan

kemana Xxx pergi berlibur, Xxx menceritakan aktivitasnya di hari libur.

Xxx dan keluarga berjalan-jalan ke mall, naik bis yang besar dan terus

Xxx menceritakan aktivitas hari liburnya itu, bis yang digunakan dan

menceritakan pengalamannya pergi ke Lampung. Peneliti juga

Tabel 4.3. Hasil observasi

menanyakan tentang rumah Xxx, apa saja kegiatan bila dirumah dan

meminta Xxx bercerita tentang rumahnya. Setelah itu peneliti mengajak

Xxx untuk menggambarkan aktivitas tersebut di kertas gambar, tetapi Xxx

tidak tertarik, Xxx hanya mencoret-coret spidol di atas kertas. Hasil

gambar dapat dilihat pada gambar 4.1.

Dalam memberikan pendekatan teknik memori, peneliti juga

mendapat kesulitan. Xxx kurang tertarik dan termotivasi dengan teknik

memori. Xxx menjadi malas-malasan dan tidak bersemangat untuk

menggambar sehingga proses menggambar menjadi sangat singkat sekali.

Aktivitas menggambar kurang dari 10 menit saja dan Xxx sudah tidak

mau lagi menggambar dengan teknik tersebut dan meminta untuk

menggambar imajinasi atau bila peneliti sedang membawa peralatan cat,

Xxx akan meminta untuk menggunakan cat.

Jumlah lembar kertas yang dipakai dalam aktivitas mengambar

dengan teknik ini juga sangat sedikit hanya 2 sampai 3 lembar saja. Bila

terjadi kejadian seperti ini, peneliti akan menanyakan kepada Xxx, apakah

Xxx mau menggambar yang lain, dan Xxx selalu mengatakan ingin

menggambar bebas saja (keterangan tersedia pada lampiran).

Setelah perlakuan selesai diberikan, Xxx meminta kepada peneliti

untuk menggunakan perlakuan yang lain. Xxx meminta peneliti untuk

menggambar imajinasi dengan spidol atau finger painting.

4.2.2 Teknik Emosi

Pendekatan perlakuan menggambar emosi juga diberikan oleh

peneliti. Peneliti mengajak Xxx untuk bersama-sama melihat gambar-

gambar ekspresi wajah orang dan peneliti menanyakan kondisi emosi dari

orang tersebut.

Peneliti juga mengajak Xxx untuk menggambar mengebai perasaan Xxx

dengan memberikan label-label di kertas gambar Xxx dan mengajak Xxx

untuk menggambar sesuai dengan label-label tersebut. (Walker Art Center,

2004).

Pada label peneliti menuliskan apa yang membuat Xxx marah ,

bersemangat, tertawa dan sebagainya. Xxx menggambar seorang

perampok, kolam renang dan kupu-kupu seperti tampak pada gambar 4.3.

Setelah itu peneliti mengajak Xxx untuk menggambarkan

perasaan Xxx hari ini. Xxx mau menggambar tetapi proses pengambaran

sangat cepat, Xxx kurang berkonsentrasi dan hasil gambar tidak rinci.

Peneliti mengajak Xxx untuk lebih detail dalam menggambar, tetapi Xxx

tidak menunjukan keantusiasan dalam kegiatan tersebut. Hasil gambar

terlihat dalam gambar 4.4, Xxx menggambarkan seseorang yang sedang

tertawa, menangis dan marah.

Dengan menggunakan teknik ini, Xxx mau menggambar tetapi

Xxx tidak terlalu bersemangat dan termotivasi. Xxx melakukan aktivitas

tersebut sambil berjalan-jalan, melihat-lihat jalanan lewat jendela dan

kembali ke meja. Kegiatan ini hanya berlangsung sangat cepat, hanya kira-

kira 15 menit dan Xxx meminta kepada peneliti untuk menggambar

imajinasi.

Dari hasil observasi, peneliti merasakan pendekatan ini kurang

berhasil, untuk mengetahui lebih dalam, peneliti melakukan penelitian

literatur dan menemukan pendekatan menggambar untuk mengenal

perasaan dan pengekspresian perasaan lewat gambar, dianjurkan untuk

anak-anak pada tahap operational stage umur 7 sampai 11 tahun. Bila

anak belum pada tahap operational stage, dia akan mengalami kesulitan

untuk konsep penggambaran perasaan. (Ginsberg & Opper, 1979).

4.2.3 Teknik Observasi

Pada proses perlakuan teknik observasi, peneliti memberikan cara-

cara seperti tactile practice (menggunakan jari secara perlahan mengikuti

bentuk objek yang akan digambar) dan Air practice (menggulang

menggambarkan objek dengan jari tetapi di udara).

etapi Xxx tidak mau mengikuti cara-carat tersebut, bahkan Xxx

bermain-main dengan mobil-mobilan yang menjadi model gambar. Begitu

juga dengan Belinder practice (alat bantu untuk menggambar outline

objek), Xxx tidak mau dan malah dibuat bermain-main (Bartel, 2001).

Pada proses perlakuan di lapangan dengan menggunakan teknik

observasi kepada Xxx, peneliti mendapatkan kesulitan dalam memberikan

teknik tersebut kepada Xxx. Pada saat pelaksanaan, Ia sangat sulit untuk

diarahkan dengan menggunakan teknik observasi. Xxx tidak mau

mengikuti arahan dari peneliti, dimana peneliti meminta Xxx untuk

menggambar mobil hasil dari observasi bukan dari imajinasi. Bahkan

model mobil yang dibawa oleh peneliti digunakan Xxx untuk bermain

mobil-mobilan di kelas dan Xxx tidak tertarik lagi untuk menggambar.

Pada hasil gambar Xxx, Xxx tidak menggambar mobil dari hasil

observasi. Ia menggambar mobil tetapi hasil gambar, lihat gambar 4.6

merupakan hasil dari imajinasi Xxx. Bila Xxx diarahkan untuk mengamati

objek dan menggambar dari hasil pengamatannya ia tidak mau dan tidak

tertarik.

Xxx menjadi cepat bosan dan tidak termotivasi untuk mengikuti

aktivitas menggambar, dan aktivitas menggambar selesai sangat cepat,

kira-kira 5 – 10 menit saja. Rata-rata Xxx menggambar di kertasnya hanya

beberapa menit saja dan tidak terlihat semangatnya

dalam menggambar hanya terburu-buru untuk selesai dan tidak termotivasi

untuk lebih melengkapi hasil gambar.

Dari hasil observasi ini, peneliti melihat Xxx tidak tertarik dan

tidak menyukai menggambar observasi. Untuk memahami kendala di atas,

peneliti melakukan penelitian literatur dan menemukan bahwa anak yang

belum berumur delapan tahun belum mampu menggambar benda-benda

dari hasil penglihatan atau apa yang dilihatnya, tetapi mereka menggambar

menurut apa yang sedang dipikirkannya. Sehingga hasil karya mereka itu

disebut gambar ideoplastik (Zulkifli, 2005).

4.2.4 Teknik Imajinasi

4.2.4.1 Teknik Imajinasi dengan Media Spidol

Pendekatan ini diberikan pada Xxx dan mendapatkan

respon yang baik dari Xxx. Bila Xxx tidak tertarik dengan teknik

tertentu, peneliti memberikan teknik ini kepada Xxx. Teknik ini

diterima cukup baik oleh Xxx, dengan kegiatan ini, Xxx bertahan

cukup lama dalam mengikuti kegiatan aktivitas ini. Rata-rata

Xxx dapat bertahan selama 1 jam lebih dalam proses

menggambar. Xxx juga cukup sering mengganti kertas karena

ingin menggambarkan gambar dengan tema yang berbeda-beda

seperti mobil-mobil, bis, superheroes, dan apa saja yang Xxx

inginkan.

asil gambar yang dihasilkan Xxx cukup ekspresif, gambar

penuh hampir seluruh bidang kertas digambar dan menggunakan

cukup banyak warna., gambar dapat dilihat pada gambar 4.7.

Dalam proses menggambar, terlihat semangat dan keantusiasan

Xxx.

Tetapi dari hasil gambar, Xxx hanya menggambar bentuk-bentuk

dimana menyimbolkan sesuatu. Xxx hanya menggambar

mengenai apa yang sedang dipikirkan olehnya, bukan perasaan

atau sesuatu yang sedang dirasakan olehnya. Sehingga dengan

teknik imajinasi dengan media spidol, emosi Xxx kurang dapat

tersalurkan. (Walker Art Center, 2004; Zulkifli, 2005).

4.2.4.2 Imajinasi dengan Media Cat (finger painting)

Pendekatan ekspresi imajinasi dengan media cat (finger

painting) yang diberikan kepada Xxx mendapatkan respon yang

sangat baik. Xxx sangat berantusias bila kegiatan menggambar

menggunakan cat. Bila dengan teknik-teknik sebelumnya, Xxx

cepat sekali bosan, kurang bersemangat dan waktu menggambar

sangat singkat, sedangkan dengan aktivitas finger drawing, Xxx

dapat menghabiskan waktu hampir 2 jam.

Xxx tetap bersemangat untuk menggambar walaupun

perlakuan tersebut sudah berlangsung 1½ jam sampai 2 jam.

Sampai-sampai peneliti menghentikan kegiatan karena Xxx tidak

mau menghentikan kegiatan tersebut. Xxx terkadang sambil

berteriak-teriak atau ribut karena kesenangan, pada gambar 4.8,

terlihat guratan-guratan dari kuku Xxx. Pada proses tersebut, Xxx

mengekspresikan kegemasannya. Sambil mengeluarkan erangan,

Xxx mencakar-cakar gambar tersebut. Dan bila kegiatan ini

berlangsung, Xxx dapat meghabiskan berlembar-lembar kertas.

Xxx dengan senangnya memutar-mutar tangannya yang penuh cat

di atas kertas, dan juga meminta peneliti untuk menuangkan cat di

atas kedua telapak tangan Xxx, dan Xxx beraksi dengan melumuri

tangannya dan mencampurkan cat tersebut dengan kedua

tangganya dan kemudian mulai menaruh tangan yang penuh cat

tersebut di atas kertas dengan menggunakan gerakan memutar-

mutar.

Finger painting dapat membuat Xxx tenang/relex.

Sepertinya ia dapat mengeluarkan sesuatu dari dalam dirinya

sehingga ia menjadi sangat tenang dan lepas. Ia mengatakan enak

dan tenang, sambil terkadang mengeluarkan suara seperti haaaa....,

seakan melepaskan sesuatu dari dalam dirinya. Kepalanya

bergerak-gerak pelan dengan mata tertutup. Seperti orang yang

sedang berada di dalam dunianya sendiri. Lepas dari lingkungan

sekitarnya.

Hasil dari gambar Xxx sangat tidak berbentuk, abstrak yang

memang dikatakan bahwa bentuk ini dapat sangat mewakilkan

ekspresi emosi anak (Walker Art Center, 2004;Rogers, 1993). Xxx

terlihat sangat senang dan sangat menikmati tindakannya tersebut.

Terkadang Xxx sambil tertawa kecil, memejamkan mata dan

mengerak-gerakkan kepalanya. Xxx juga sering mengatakan enak,

enak licin. Sambil memejamkan matanya.

Dari hasil observasi dan dokumentasi, bahwa pendekatan

teknik imajinasi dengan media cat tempra (finger painting) sangat

diterima oleh Xxx dibandingkan dengan teknik-teknik yang lain.

Peneliti juga melakukan penelitihan literatur dan menemukan

bahwa aktivitas bermain air dan mencat dengan tangan, dapat

menenangkan anak. Anak-anak yang frustasi dapat mengeluarkan

frustasinya dengan cara mengaduk-aduk cat dengan kedua

tangannya di atas kertas atau dengan menciprat-cipratkan air atau

dengan meremas-remas spon. Dengan kegiatan tersebut, anak

dapat memindahkan energi-energi yang kurang baik ke bentuk

yang tidak membahayakan (Beaty, J, 2006). Peneliti juga

mendapatkan informasi bahwa dengan membelai atau membuat

sentuhan dapat melepaskan endorphin ke dalam aliran darah.

Endorfin adalah zat kimia yang dapat membawa rasa enak (BBC,

2004).

Setelah peneliti mencobakan beberapa teknik menggambar kepada Xxx,

pada tanggal 7 April 2008, peneliti dipanggil oleh guru Xxx dan

menginformasikan bahwa orang tua Xxx memberikan laporan bahwa terjadi

perubahan perilaku atas diri Xxx kepada guru kelas Xxx. Perubahan perilaku juga

dirasakan oleh guru kelas Xxx di sekolah. Perubahan perilaku itu seperti sudah

dapat mulai berkompromi dengan adik, sudah dapat mengalah, berkelahi sudah

berkurang dan sudah mulai peduli dengan lingkungannya seperti sudah mau

mandi sendiri karena ibu sedang sibuk, membantu menaruh piring kotor setelah

makan. Laporan dari orang tua murid mengenai perilaku Xxx kepada anak-

anaknya juga sudah tidak terjadi lagi.

Dari hasil laporan tersebut, peneliti mempelajari kembali hasil observasi

yang di dapat dari 4 macam teknik, yaitu teknik memori, teknik observasi, teknik

emori dan teknik imajinasi dengan spidol dan cat tempra. Dari hasil data yang di

kumpulkan, dapat dilihat Xxx tidak tertarik dengan 3 teknik yang diberikan yaitu:

memori, emosi dan observasi, sehingga diperkirakan dari 3 teknik tersebut tidak

signifikan dalam perubahan perilaku agresif Xxx. Data dapat dilihat pada tabel

4.3 hasil observasi.

Peneliti mendapati behwa pendekatan teknik imajinasi dengan media

spidol cukup diterima oleh Xxx. Tetapi dari hasil gambar, peneliti melihat bahwa

dengan spidol, Xxx menggambar untuk mengkomunikasikan apa yang Xxx

pikirkan, bukan apa yang dirasakan (Zulkifli, 2005). Hasil dari media spidol,

menggambarkan tentang pahlawan komik dan benda-benda transportrasi. Tetapi

dengan teknik imajinasi dengan media cat (finger painting), hasil gambar yang

diciptakan sangat berbeda. Gambar yang dihasilkan berbentuk abstrak dan hasil

gambar tidak menggambarkan apa yang sedang dipikirkan oleh Xxx, tetapi pada

apa yang dirasakan. Hasil gambar terlihat sangat ekspresif, penuh warna, bidang

kertas penuh dengan hasil lumuran cat dan gambar sangat spontan. Dan dari

observasi di lapangan, pengungkapan perasaan Xxx sangat terlihat, ia sangat

relex, tenang dan sangat bersemangat. Xxx sering sekali meminta kegiatan

perlakuan dengan teknik tersebut.

Dengan hasil observasi ini, peneliti menemukan bahwa pendekatan finger

painting sangat mempengaruhi Xxx. Dengan fnger painting, perilaku Xxx dapat

berubah. Finger painting dapat menjadi katarsis yang baik untuk Xxx. Ia dapat

mengekspresikan emosinya dengan pendekatan media ini. Peneliti juga

melakukan penelitian literatur dan menemukan bahwa finger painting berdampak

postif bagi anak dan menemukan bahwa aktivitas bermain air dan mencat dengan

tangan, dapat menenangkan anak. Anak-anak yang frustrasi dapat mengeluarkan

frustasianya dengan cara mengaduk-aduk cat dengan kedua tangannya di atas

kertas atau dengan menciprat-cipratkan air atau dengan meremas-remas spon

(Beaty, J, 2006), dan dengan membelai atau memberi sentuhan dia dapat

melepaskan endorphin ke dalam aliran darah. Endorfin adalah zat kimia yang

dapat membawa rasa enak (BBC, 2004). Dari hasil ini, peneliti terus memberikan

perlakuan finger painting kepada Xxx sampai penelitian berakhir.

4.4 Teknik Finger Painting Terhadap Perilaku Xxx

Untuk menjawab pertanyaan ini, yaitu: Apakah teknik Finger Drawing

dapat merubah perilaku Xxx? Peneliti menyajikan data dalam bentuk gambar.

Gambar dihasilkan dari hasil kuesioner yang didapat dari pihak orangtua Xxx dan

guru kelas Xxx.

Diagram 4.12. menggambarkan hasil kuesioner dari pihak ibu Xxx,

terhadap perilaku Xxx di rumah dari sebelum dan sesudah Xxx mengikuti

kegiatan aktivitas menggambar.

Gambar 4.12. Hasil kuesioner dari hasil observasi ibu sample

Pada gambar 4.12 terlihat adanya perubahan sikap Xxx dari sebelum dan

sesudah mengikuti aktivitas menggambar. Perubahan yang terjadi sebagai berikut:

Sebelum Xxx mengikuti aktivitas menggambar, Xxx sering bertengkar

dengan adiknya. Mereka bisa bertengkar tanpa mempedulikan tempat maupun

waktu; contohnya, di dalam mobil mereka sering bertengkar karena berebut

tempat duduk. Setelah Xxx mendapat perlakuan, pertengkaran menjadi jarang.

Xxx menjadi lebih dapat memahami adiknya.

Ibu Xxx yang sebelumnya sering memarahi Xxx karena perilaku

agresifnya sekarang menjadi jarang. Menurut laporan ada perubahan yang cukup

menonjol dari perilaku agresif Xxx seperti: mencari masalah, mengejek dan

bertengkar dengan adik menjadi berkurang, Xxx lebih sabar dan lebih mau

mengajar adiknya berkomunikasi. Perilaku mau mendengar dan mau menurut

nasihat orang tua juga meningkat. Contohnya, bila diminta untuk mandi, Xxx

sebelumnya susah sekali untuk mau menurut. Xxx hanya mau mandi apabila

dimandikan oleh ibunya. Tetapi kelakuan Xxx berubah, sekarang ia sudah mau

mandi sendiri.

Perilaku menuntut Xxx juga berkurang. Sebelumnya bila Xxx meminta

suatu mainan atau barang dan tidak dituruti, Xxx akan marah dan kesal sekali

meskipun sudah dijelaskan dan dibicarakan dengan sabar. Sekarang Xxx lebih

mudah menerima, ia sudah mau menurut tanpa harus sampai dimarahi.

Setelah bermain, Xxx jarang sekali mau membereskan mainannya.

Mainannya dibiarkan berserakan di lantai sehingga ibunya yang harus

membereskannya. Setelah perlakuan diberikan, terjadi perubahan yang cukup

signifikan. Sekarang setelah Xxx selesai bermain, ia sering membereskan

mainannya sendiri, walaupun terkadang masih harus diingatkan oleh ibunya. Xxx

jadi lebih peduli, karena sekarang tidak ada pembantu, ia sekarang sudah mau

menaruh piring dan gelas bekas ke tampat cucian. Ia juga lebih bertanggung

jawab dengan tugas-tugas sekolah. Dulu kalau diminta membuat pekerjaan

rumah, sangat susah sekali. Sekarang ia sudah mempunyai kemauan untuk

membuat pekerjaan rumahnya sendiri. Paling ibu Xxx hanya sekedar menanyakan

saja.

Gambar 4.13. menggambarkan hasil kuesioner dari pihak guru kelas Xxx

terhadap sikap Xxx di sekolah sebelum dan sesudah perlakuan. Di sini terlihat

adanya perubahan sebagai berikut:

Xxx sering sekali bertengkar dengan teman di sekolah, berebut mainan

karena ia menjahili temannya. Karena perilaku tersebut, ia sering sekali dimarahi

oleh guru. Setelah perlakuan, Xxx menjadi jarang bertengkar dengan teman-

temannya dan guru menjadi jarang memarahinya.

Sebelum perlakuan diberikan, ia sering sekali mencari masalah dengan

teman-temannya. Ia suka mendorong-dorong, melempar-lempar barang dan juga

mengejek anak-anak lain bila ia kesal atau marah. Bahkan ia sering sekali

mengambil alat tulis, mencoret-coret atau merobek buku temannya tanpa sebab

yang jelas. Perlakuannya itu sampai membuat orang tua murid-murid lainnya

kesal dan melaporkan kepada guru. Perilaku ini mengalami perubahan yang besar,

sekarang Xxx jarang mencari masalah dengan teman-temannya.

Dalam hal tanggung jawab, perilaku Xxx juga berubah menjadi lebih baik.

Sebelumnya, bila ada kegiatan prakarya, ia sering meninggalkan peralatan atau

sisa-sisa prakarya di mejanya; begitu pula saat aktivitas makan di kelas. Sekarang

ia sudah mulai mau ikut membereskan meja bersama teman-temannya.

Xxx sering merusak barang-barang di sekolah. Kursi dan meja sering

ditendang-tendang atau diterbalikkan. Kejadian paling besar adalah ia

memecahkan vas. Hal ini membuat guru memanggil ibu Xxx ke sekolah. Setelah

perlakuan menggambar diberikan, perilaku tersebut mengalami penurunan yang

besar. Xxx tidak pernah lagi merusak barang-barang di sekolah.

Xxx anak yang sangat aktif. Ia sering sekali tidak dapat mengontrol

perilakunya di kelas. Bila ada sesuatu yang tidak disukai karena tindakan

temannya, ia sering sekali berteriak cukup keras di dalam kelas sehingga aktivitas

belajar terhenti sejenak dan guru harus menyelesaikan masalah tersebut. Kejadian

ini sekarang jarang sekali terjadi. Xxx sepertinya sudah dapat mengontrol untuk

tidak melakukan tindakan tersebut di kelas. Ia juga sudah jarang mengajak teman-

temannya mengobrol pada saat pelajaran.

Xxx bukan anak yang tidak mau mendengar dan menurut. Bila dinasihati

untuk tidak berisik, tidak lempar-lempar barang atau berteriak-teriak dan

sebagainya, ia mau menurut. Tetapi seringkali Xxx segera lupa akan teguran

tersebut dan mengulanginya meskipun baru saja dinasihati. Setelah perlakuan, ia

bisa menahan diri dalam waktu yang lebih lama. Ia menjadi jarang mengulangi

kesalahannya bila sudah dinasihati.

4.3 Perubahan Perilaku Xxx Pada Saat Perlakuan

Dari hasil observasi di lapangan, pada saat pertama kali peneliti

memperkenalkan teknik Finger Painting kepada Xxx, ia sangat tertarik dan

sangat menyukainya. Karena demikian senangnya dan tertariknya dengan

perlakuan tersebut, Xxx menjadi sangat tidak dapat dikontrol dan sepertinya juga

tidak dapat mengkontrol dirinya sendiri. Ia menuangkan air cat ke kertas sampai

tumpah ke lantai,menciprat-ciprat air cucian tangan dan mencapkan tangannya

yang penuh cat ke meja, lantai dan sebagainya. Tindakan ini membuat seluruh

kelas menjadi berantakan dan penuh dengan cat. Peneliti mencoba mengarahkan

Xxx agar lebih terkendali, tetapi kurang berhasil. Setelah kegiatan hari ini

berakhir, peneliti mengajak Xxx berbicara dan memberikan pilihan kepada Xxx.

Bila kegiatan berikutnya Xxx mengotori kelas sampai berlebihan, kegiatan

bermain cat tidak akan diberikan lagi kepada Xxx.

Ternyata pada kegiatan berikutnya, Xxx tidak mengotori kelas secara

berlebihan. kegiatan hanya diatas meja dan ia hanya melumuri cat diatas kertas.

Gambar 4.13. Hasil kuesioner dari hasil observasi guru sample

Perilaku ini terus menetap pada diri Xxx. Sehingga pada kegiatan finger painting

berikutnya kelas tetap bersih, hanya pada daerah meja dan lantai dekat Xxx saja

yang kotor karena cat.

Dari hasil observasi ini, peneliti mendapati Xxx mau mendengar dan

menurut , tidak mengulangi perlakuan yang tidak diinginkan. Dengan

memberikan pilihan kepada Xxx, mau menurut atau aktivitas finger painting akan

dihentikan sangat bermanfaat. Xxx mau menurut dan mau mengkontrol

perilakunya supaya tidak mengotori kelas secara berlebihan.

Peneliti mengunakan penguatan negatif kepada Xxx. Dengan pengurangan

stimulus (finger painting) mendorong Xxx untuk memperbaiki kesalahannya

(Budiningsih, 2005).

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan data yang dikumpulkan dilapangan melalui kuesioner, wawancara,

observasi dan tinjuan dokumen serta analisa data, dapat ditarik kesimpulan dan saran-

saran sebagai berikut:

5.1 Kesimpulan

5.1.1 Untuk menjawab pertanyaan pertama, apa yang melatarbelakangi masalah

perilaku agresif Xxx, peneliti melakukan wawancara dengan guru dan

orang tua Xxx. Data menunjukan gaya pengasuhan dari orang tua Xxx

cenderung mengarah kepada gaya permissive indulgent. Dan dari susunan

keluarga sample, Xxx mempunyai seorang ayah dan seorang ibu dan

mempunyai seorang adik laki-laki dengan perbedaan umur yang dekat.

Peneliti mendapatkan kesimpulan bahwa keadaan yang digambarkan di

atas merupakan faktor yang utama yang melatarbelakangi masalah

perilaku sampel.

5.1.2 Untuk mengetahui apa teknik menggambar yang sesuai untuk Xxx,

peneliti melakukan observasi di lapangan dan menemukan bahwa, Finger

Painting sangat sesuai dengan Xxx. Ia sangat senang, sangat termotivasi

dan sangat bersemangat dengan pendekatan tersebut. Finger Painting

dapat membuat Xxx menjadi sangat relex. Kegiatan ini dapat Memberikan

ketenangan, dan kenyamanan di dalam dirinya.

5.1.3 Untuk mengetahui apakah dengan pendekatan finger painting dapat

mempengaruhi perilaku sample, peneliti melakukan observasi dilapangan

dan menemukan bahwa terjadi perubahan dalam diri Xxx pada proses

pelaksanaan perlakuan. Selama proses perlakuan, Xxx dapat mengkontrol

perilakuanya. Peneliti juga melakukan wawancara dengan orang tua Xxx

dan guru Xxx. Dari hasil wawancara tersebut, peneliti mendapatkan

informasi mengenai terjadinya perubahan perilaku pada Xxx. Peneliti

mengambil kesimpulan bahwa pendekatan dengan teknik tersebut sangat

mempengaruhi perilaku Xxx secara positif.

5.1.4 Untuk mengetahui perubahan perilaku yang menonjol pada Xxx saat

perlakuan berlangsung, peneliti melakukan observasi di lapangan. Pada

tahap awal pemberian perlakuan, peneliti menemukan perilaku Xxx sangat

tidak terkontrol, yaitu mengotori kelas secara berlebihan selama proses

finger painting berlangsung. Menurut informasi dari gurunya, sebenarnya

jika ditegur atau dinasihati Xxx mau menurut, tetapi dalam waktu singkat

ia segera lupa akan nasihat tersebut dan mengulangi lagi kenakalannya.

Tetapi ternyata perilaku ini bisa berubah setelah peneliti memberikan

penguatan negatif kepada diri Xxx.

5.2 Temuan

5.2.1 Pemilihan media sangat mempunyai pengaruh yang besar terhadap hasil

yang ingin dicapai. Teknik yang sama, media berbeda dapat menciptakan

pengaruh yang berbeda. Dengan menggunakan spidol, Xxx menggambar

apa yang sedang dipikirkan olehnya. Sedangkan dengan media cat, ia

menggambar apa yang dirasakan olehnya.

5.2.2 Xxx lebih memilih media cat dibandingkan media lainnya. Karena bila

dilihat dari motorik anak, anak pada umur dibawah enam tahun, umumnya

masih mengalami kelemahan pada motorik halusnya (Hurlok 1978).

Menggunakan alat, tentunya akan membuat anak lebih sulit karena akan

menghambat anak dalam menggambar. Karena hambatan tersebut, anak

cenderung untuk tidak memilih yang dapat mempersulit dirinya dengan

cara tidak menggunakan alat-alat tersebut.

5.2.3 Penggunaan media finger/cat painting, lebih efektif sebagai media

mengeluarkan emosi dibandingkan penggunaan alat seperti spidol, pensil,

crayon. Mengapa Xxx bila menggunakan alat seperti pensil, crayon dan

spidol, akan menggambarkan apa yang sedang dipikirkannya, seperti

superheroes, mobil dan orang, berbeda dengan hasil gambar bila tidak

menggunakan alat bantu. Anak belajar dari meniru orangtuanya, guru,

teman-temanya dan orang lain. Pada kejadian sehari-hari, alat-alat tersebut

digunakan sebagai alat bantu untuk berkomunikasi dengan orang lain. Alat

digunakan sebagai media bantu untuk mengunkapkan apa yang dipikirkan.

Faktor pengkondisian juga berperan besar. Anak diajarkan di sekolah, di

rumah dan di lingkungan sekitarnya mengunakan alat-alat seperti pensil

dan pen untuk menuliskan apa yang dipikirkannya, mengkomunikasikan

pikirannya kepada orang lain. Sehingga timbul paradigma bagi anak

terhadap kegunaan dari alat-alat tersebut (alat dikondisikan). Sedangkan

bila tidak menggunakan alat bantu, anak tidak mempunyai gambaran

tersebut sehingga menjadi apa adanya. Dan karena langsung dengan indra

raba yaitu tangan, tentunya ada sentuhan dan rabaan akan menimbulkan

sensasi emosi pada anak (BBC, 2004). Karena dekatnya dengan emosi,

anak akan lebih menggambarkan emosi atau apa yang dirasakan,

dibandingkan dengan apa yang dipikirkan.

5.2.4 Dengan pendekatan penguatan negatif, perilaku Xxx yang selalu

mengulangi kesalahannya meskipun sudah dinasehati atau dimarahi dapat

berubah. Perubahan tersebut dapat bertahan lama pada diri Xxx.

5.2.5 Dalam melakukan kegiatan ini, proses sebelum dan pelaksanaan kegiatan

mempunyai peran yang penting (ritual) yang dapat digunakan untuk

membantu atau membentuk perilaku anak.

5.3 Saran

5.2.1 Saran untuk kegitan penelitihan yang serupa di masa mendatang

adalah:

5.3.1.1 Penelitian harus benar-benar mendapat dukungan dari pihak guru

dan orang tua sampel. Komitmen dari kedua pihak tersebut

sangatlah penting untuk kelancaran penelitihan.

5.3.1.2 Mendapatkan sumber-sumber yang dapat membantu untuk

memberikan perlakuan yang tepat dari setiap teknik gambar.

5.3.1.3 Faktor banyaknya dan lamanya pemberian perlakuan harus

diperhatikan, jangan sampai anak menjadi bosan dalam menjalani

proses penelitian dan perlakuan di lapangan.

5.3.1.4 Satu teknik dalam setiap satu perlakuan sehingga peneliti lebih

fokus dalam meneliti kelemahan dan kelebihan teknik tersebut

lebih dalam.

5.3.2 Saran Implementasi

Dengan hasil dari penelitian ini, peneliti menyarankan kepada

orang tua atau guru bila mempunyai anak atau murid yang mempunyai

masalah perilaku agresif, dapat menggunakan pendekatan finger painting.

5.4 Studi Lanjutan

Penelitian ini masih ada beberapa pertanyaan yang tidak terjawab, seperti:

5.4.1 Peran kedekatan peniliti dan sample, apakah faktor tersebut mempunyai

peran yang lebih besar dalam perubahan perilaku agresif sampel.

5.4.2 Kepastian mengenai menggunakan alat (spidol, pensil, crayon) dan tidak

menggunakan alat (finger painting) harus diteliti lebih lanjut.

5.5 Kendala yang Dihadapi

Dalam penelitian ini peneliti mengalami beberapa kendala seperti:

5.5.1 waktu yang dirasakan kurang, karena dari pihak sekolah dan kegiatan

sampel yang menyebabkan aktivitas ini hanya dapat dilakukan dua kali

seminggu dan dirasakan kurang oleh peneliti.

5.5.2 kondisi ruangan yang dirasakan peneliti kurang mendukung kegiatan

penelitian ini. Kegiatan dengan cat pastinya akan membuat ruangan kelas

menjadi kotor sehingga takut menyingung perasaan pengurus sekolah dan

guru kelas. Dengan pertimbangan tersebut, peneliti tidak dapat secara

maksimal mengarahkan sample untuk benar-benar secara lepas dan bebas

dalam beraktivitas.

5.5.3 Karena kesibukan dari pihak guru dan orang tua sampel, peneliti tidak

dapat secara maksimal mengukur perubahan sampel secara pasti/terukur

dalam nominal. Peneliti merasakan pengukuran yang dipakai penelitihan

ini masih kurang maksimal.

DAFTAR REFERENSI

Bartel Marvin. Schematic, artwork may appear rigid and stereotyped. www.goshen.edu/~marvinpb/PreSchool/aboutschematic.html, 2006. Bartel Marvin. Obervation drawing. www.goshen.edu/~marvinpb/lessons/rabbit.html. 2001. BBC. Touch & Vision, Humansense, vol 3. BBC Worldwide Limited. 2004. Beaty, Janice J. Observation Development of the Young Child, sixth edition. Pearson Education, Inc. New Jersey. 2006. Budiningsih Asri C. Dr. Belajar dan Pembelajaran, Jakarta, Rineka Cipta. 2005. Campbell, S.B. Behavior problems in preschool children: Clinical and developmental issues. New York: Guilford. 1990. Ching, Francis D.K. Drawing a Creativr Process. USA. John Wiley & Sons. 1990. Dewey, J. Art as experience. New York: Capriciorn. 1934. Downs, Cathy. Finger Painting: It’s Not Just for Kids Anymore. Copyright 2008 Carolina Parent. 2008. Engel, B. Considering children’s art: Why and how to value their work. Washinton, DC: NAEYC. 1995. Edwards David. Art Therapy. SAGE Publication Ltd. 2004. Esterberg, Kristin G. Qualitative Methods in Social Resarch, New York, Mc Graw Hill. 2002. Freud. S. Group Psycologi, Civilization and its Discontents and Other Works, The Pelican Freud Library, Volume 12, Harmondsworth: Penguin Books. 1991. Faisal, Sanapiah. Penelitihan Kualitatif, Dasar dan Aplikasi, Malang, YA3. 1990. Gardner, H. Artful scribbles: The significance of children’s drawing. New York: Basic Books. 1980. Ginsberg, H. & Opper, S. Piaget’s theory of intellectual development. Englewood Cliffs, NJ: Prentice-Hall. 1979.

Hawadi, Reni Akbar. Psikologi Perkembangan anak. Mengenal sifat, Bakat dan Kemampuan Anak. Jakarta. Penerbit PT. Grasindo. 2001. Hadi Sutrisno. Metodologi Research, jild 1,2, UGM. 1986. Hurlock Elizabeth B. Perkembangan anak jilid 1, edisi enam. Jakarta, Penerbit Erlangga. 1978. Hurlock Elizabeth B. Psikologi Perkembangan, edisi kelima. Jakarta, Penerbit Erangga. 1980. Isbell. Rebecca T. & Raines. Shirley C. Creativity and the Arts with Young Children, second edition. 2007. Johnson, Andrew. A Short Guide to Action Research. Boston: Person Education. 2005. Johnston, J.M., & Pennypacker, H.S. Strategies and tatics of human behavioral research. Mahwah, NJ: Erlbaum. 1981. Judy Hale & Joyce Roy. How Art Activities Can Be Used To Enchance the Education of Young Children. 1996. Kramer. E. Art as Therapy: Collection papers, London: Jessica Kingsley. 2000. Kriswanto, Clara Dra MA CPBC. www.inspiredkidsmagazine.com, 26 Februari 2007. Koppitz. E.M. Psychological evaluation of human figure drawings by middle school pupils. New York: Grune & Stratton. 1983. Kopko. Kimberly. Parenting Styles and Adolescents. © 2007 Cornell CooperativeExtension.www.parenting.cit.cornell.edu/Parenting_Styles_and_Ad olescents.pdf. 2007 Miltenberger, Raymond G. Behavior Modification, Principles and Procerures, third edition. America. Wadsworth, Thomson. 2004. Mills, Geoffrey. Action Research: A Guide for the Teacher Researcher. Third Edition. Columbus, Ohio: Person. 2007. Nasution. Metode Naturalistik Kualitatif. Bandung. CV Tarsito. 1998. Rogers Natalie. Expressive arts therapy. www.nrogers.com/PCETIarticle .pdf. 1993 Salim Peter. Drs. M.A. The Contemporary, English Indonesia Dictionery. Modern English Press.

Santrock John W. Perkembangan Masa Hidup, edisi lima, jilid satu, Jakarta, Penerbit Erlangga. 1995. Sugiyino. Prof. Dr. Metode Penelitihan Pendidikan. Bandung, Penerbit Alfabeta. 2007. Stainback Susuan & Staiback William. Understanding & Conducting Qualitative Research. Dubuque Iowa, Kendall/Hunt Publishing Company. 1988. Tomal, Daniel. Action Resarch for Educators. Lanham: Scarecrow Education Book. 2003. Volling, B.L. Sibling relationships. In M.H. Bornstein et al. (Eds), Well-being: Positive development across the life course (pp.205-220). Mahwah, NJ: Lawrence Erlbaum Associates. 2003. Walker Art Center. So, Why is This Art. Availabel from www.schools.walkerart.org/swita/switaact6.html 2004 Zulkifli L. Drs. Psikologi perkembangan. Bandung, PT. Remaja Rosdakarya. 2005.