12
Balai Besar Tekstil 1 OPTIMASI GINTIRAN DAN DEGUMMING TERHADAP BENANG SUTERA SEBAGAI BAHAN ROMPI ANTI PELURU Oleh : Moekarto Moeliono*, Muliati Itung** * Balai Besar Tekstil, ** Balai Besar Industri Hasil Perkebunan Jl. A. Yani No. 390 Bandung Telp. 022.7206214-5 Fax. 022.7271288; E-mail : [email protected] Tulisan diterima : 5 Januari 2010, Selesai diperiksa : 30 April 2010 ABSTRAK Pada penelitian ini dilakukan proses mekanik dan kimia terhadap bahan baku sutera jenis filamen dan stapel, yang menggunakan bahan baku sutera filamen 28 Denier dengan rangkapan 24, 48, 100, 192 dan 238 helai, dan untuk benang stapel (staple) sutera Ne 1 65 dengan rangkapan 24, 48, 72, dan 82 helai. Perangkapan yang berbeda untuk benang filamen dan stapel ditujukan untuk menyamakan dengan benang pembanding Kevlar nomor Ne 1 0,80. Adapun penggintiran yang digunakan jenis slack twist dan average twist (136 s/d 782) dan proses pemasakan (degumming) dilaksanakan dengan 3 (tiga) variasi waktu, yaitu 30, 45 dan 60 menit. Hasil penelitian menunjukkan, bahwa kekuatan benang sutera filamen dengan nomor yang sama (rangkapan 238 helai) menghasilkan kekuatan 13,250 kg berasal dari bahan sutera dengan lama degumming 30 menit; benang stapel dengan twist 202 sebesar 10,350 kg (82 helai). Untuk benang filamen yang digintir dapat dicapai kekuatan 19,400 kg (twist 651 dan pemasakan 30 menit); kekuatan 18,850 kg (twist 528 dan pemasakan 45 menit); kekuatan 18,650 kg (twist 304 dan pemasakan 60 menit), tetapi bila dibandingkan dengan benang Kevlar (25,00 kg) masih tetap dalam kondisi jauh dibawahnya. Penelitian ini ditujukan sebagai upaya pengembangan benang sutera yang dihasilkan oleh industri rakyat untuk menjadi bahan baku rompi anti peluru, sehingga hasilnya dibandingkan terhadap benang Kevlar yang merupakan benang yang saat ini digunakan untuk membuat rompi anti peluru. Kata kunci : Sutera Filamen, Sutera Stapel, Antihan (Twist), Anti Peluru. ABSTRACT Chemical and mechanical processes were applied to filament and staple silk yarn to obtain the similar characteristic with Kevlar yarn. Multiple ends of 24, 48, 100,192 and 238 were applied to 28 Denier of silk filament material and 24, 48, 72, 82 were applied to Ne1 of silk staple yarn. The twisting type used was slack twist and average twist (136 up to 782). Degumming processes were done with duration of 30, 45 and 60 minutes. The research result showed that filament silk yarn with the same number (multiple ends of 238) and 30 minutes of degumming gave tensile characteristic up to 13.25 kg; whereas the 202 twisted staple yarn (82 ends) gave tensile strength up to 10.350 kg. Twisted filament yarn can reach up to 19.4 Kg of tensile strength (651 twisted and 30 minutes of degumming); 18.85 kg was reached by 528 twisted and 45 minutes of degumming); 18.65 kg was reached by 304 twisted and 60 minutes of degumming). The characteristics showed lower value as compared to Kevlar yarn (25.0 kg). This research was to be aimed as a development of silk yarn to provide raw material for the bullet proof vest and compare it to Kevlar as main raw material so used to make the bullet proof. Key words: Filament Silk, Staple Silk, Twist, Bullet Proof

Abstrak arteks 2004-2010 Moekarto

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Abstrak arteks 2004-2010 Moekarto

Balai Besar Tekstil

1

OPTIMASI GINTIRAN DAN DEGUMMING TERHADAP BENANG SUTERASEBAGAI BAHAN ROMPI ANTI PELURU

Oleh : Moekarto Moeliono*, Muliati Itung*** Balai Besar Tekstil, ** Balai Besar Industri Hasil Perkebunan

Jl. A. Yani No. 390 Bandung Telp. 022.7206214-5 Fax. 022.7271288; E-mail : [email protected]

Tulisan diterima : 5 Januari 2010, Selesai diperiksa : 30 April 2010

ABSTRAKPada penelitian ini dilakukan proses mekanik dan kimia terhadap bahan baku sutera jenis filamen dan stapel,

yang menggunakan bahan baku sutera filamen 28 Denier dengan rangkapan 24, 48, 100, 192 dan 238 helai, dan untukbenang stapel (staple) sutera Ne1 65 dengan rangkapan 24, 48, 72, dan 82 helai. Perangkapan yang berbeda untukbenang filamen dan stapel ditujukan untuk menyamakan dengan benang pembanding Kevlar nomor Ne1 0,80. Adapunpenggintiran yang digunakan jenis slack twist dan average twist (136 s/d 782) dan proses pemasakan (degumming)dilaksanakan dengan 3 (tiga) variasi waktu, yaitu 30, 45 dan 60 menit.

Hasil penelitian menunjukkan, bahwa kekuatan benang sutera filamen dengan nomor yang sama (rangkapan238 helai) menghasilkan kekuatan 13,250 kg berasal dari bahan sutera dengan lama degumming 30 menit; benangstapel dengan twist 202 sebesar 10,350 kg (82 helai). Untuk benang filamen yang digintir dapat dicapai kekuatan 19,400kg (twist 651 dan pemasakan 30 menit); kekuatan 18,850 kg (twist 528 dan pemasakan 45 menit); kekuatan 18,650 kg(twist 304 dan pemasakan 60 menit), tetapi bila dibandingkan dengan benang Kevlar (25,00 kg) masih tetap dalamkondisi jauh dibawahnya.

Penelitian ini ditujukan sebagai upaya pengembangan benang sutera yang dihasilkan oleh industri rakyatuntuk menjadi bahan baku rompi anti peluru, sehingga hasilnya dibandingkan terhadap benang Kevlar yang merupakanbenang yang saat ini digunakan untuk membuat rompi anti peluru.

Kata kunci : Sutera Filamen, Sutera Stapel, Antihan (Twist), Anti Peluru.

ABSTRACTChemical and mechanical processes were applied to filament and staple silk yarn to obtain the similar

characteristic with Kevlar yarn. Multiple ends of 24, 48, 100,192 and 238 were applied to 28 Denier of silk filamentmaterial and 24, 48, 72, 82 were applied to Ne1 of silk staple yarn. The twisting type used was slack twist and averagetwist (136 up to 782). Degumming processes were done with duration of 30, 45 and 60 minutes.

The research result showed that filament silk yarn with the same number (multiple ends of 238) and 30 minutesof degumming gave tensile characteristic up to 13.25 kg; whereas the 202 twisted staple yarn (82 ends) gave tensilestrength up to 10.350 kg. Twisted filament yarn can reach up to 19.4 Kg of tensile strength (651 twisted and 30 minutesof degumming); 18.85 kg was reached by 528 twisted and 45 minutes of degumming); 18.65 kg was reached by 304twisted and 60 minutes of degumming). The characteristics showed lower value as compared to Kevlar yarn (25.0 kg).

This research was to be aimed as a development of silk yarn to provide raw material for the bullet proof vestand compare it to Kevlar as main raw material so used to make the bullet proof.

Key words: Filament Silk, Staple Silk, Twist, Bullet Proof

Page 2: Abstrak arteks 2004-2010 Moekarto

Balai Besar Tekstil

2

MODIFIKASI ATM DOBBYUNTUK PEMBUATAN KAIN TENUN TRADISIONAL

Oleh : Moekarto Moeliono, Djumala Machmud, Yusniar SiregarBalai Besar Teksil, Jl. A. Yani No. 390 Bandung Telp. 022.7206214-5 Fax. 022.7271288; E-mail : texirdti@bdg-

centrin.net.id, [email protected]; [email protected]

Tulisan diterima : 15 Maret 2010, Selesai diperiksa : 3 Mei 2010

ABSTRAKPenelitian telah dilakukan pada ATM jenis teropong merek suzuki buatan tahun 1976 dengan memodifikasi

beberapa alat suku cadang (spare part) mesin seperti pada bagian peralatan pembuat desain (dobby), sistem peralatanpenggulung (beam) benang lusi dan sistem penguluran benang lusi (let-off) sehingga dapat dipergunakan untukmembuat kain tenun songket tradisional Adapun spesifikasi benang yang digunakan untuk penelitian ini adalah jenisbenang Poliester Rotoset 150 D sebagai lusi anyaman dasar; Poliester Trilobal 150 x 2 D sebagai lusi anyaman motif;dan benang pakan jenis Rayon Ne1 30; Jumlah lusi dasar: 2.368 helai; Jumlah lusi motif: 2.208 helai, sedangkan jeniskain yang dibuat adalah kain tenun Songket dengan motif anyaman Pucuk Rebung dari Pekanbaru – Propinsi Riau.

Hasil penelitian menunjukkan, bahwa ATM jenis teropong yang telah dimodifikasi tersebut memilikiproduktivitas yang lebih besar, kualitas kain yang lebih baik dan harga kain yang lebih murah dibandingkan dengankain tenun songket yang dihasilkan oleh ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin).

Kata kunci : ATM, ATBM, songket, dobby, beam

ABSTRACTA research was carried out on shuttle loom type of Suzuki brand made on 1976 by modifying several spare

parts of the machine as of the design creator (dobby), warp beaming parts and the let-off to make it able to maketraditional Songket weaving fabric. The yarn specification used in this research is Polyester Rotoset 150 D as basicweaving warp yarn; Polyester Trilobal 150 x 2 D as motive weaving warp yarn; and Rayon Ne1 30 as the weft yarn;Basic warp: 2,368 ends; Motive warp: 2,208 ends, the kind of fabric made was Songket weaving fabric with weavingdesign was Pucuk Rebung of Pekanbaru – Riau Province.

The result of the research showed that the modified shuttle loom has higher productivity, better fabric quality,and cheaper price of the fabric compared to Songket weaving fabric from hand loom.

Key words: loom, hand loom, Songket, dobby, beam

Page 3: Abstrak arteks 2004-2010 Moekarto

Balai Besar Tekstil

3

PEMBUATAN KAIN NON SANDANG DENGAN MENGGUNAKANMETODE SISIPAN PADA MESIN RAJUT DATAR V-BED

Oleh : Moekarto Moeliono, Yusniar Siregar, Dermawati SuantaraBalai Besar Tekstil, Jl. A. Yani No. 390 Bandung Telp. 022.7206214-5 Fax. 022.7271288;

E-mail : [email protected], [email protected]; [email protected]

Tulisan diterima : 22 Maret 2010, Selesai diperiksa : 9 Juli 2010

ABSTRAKDalam upaya meningkatkan nilai guna dari Mesin Rajut Datar (flat knitting machine) dua bak jarum (double

bed) merek Around Star dengan kehalusan mesin lima jarum per inci (G5), telah dilakukan diversifikasi produk melaluipengembangan teknik merajut untuk membuat kain non sandang seperti table mat dengan cara menyisipkan bahansebagai sisipan diantara jeratan-jeratan rajut yang terbentuk. Adapun bahan baku yang digunakan sebagai sisipan adalahbambu, mendong, dan sabut kelapa, sedangkan bahan dasarnya adalah benang akrilik Nm 18/2. Penelitian dilakukandengan membuat tiga variasi setelan skala stitch cam yaitu 18; 19; dan 20, untuk anyaman rajutnya menggunakan tigajenis anyaman yaitu rib, geser (racking), dan jeratan pindah (loop transfer). Dengan demikian dari penelitian inidiperoleh 27 (dua puluh tujuh) contoh hasil kombinasi secara keseluruhan.

Hasil penelitian ini menunjukkan, bahwa dengan menggunakan setelan skala stitch cam 18, anyaman rajut rib,dan sisipan bambu penyediaan bahannya lebih efisien dan diperoleh struktur kain non sandang (table mat) yang cukupstabil. Kesemuanya ini bila dibandingkan baik dengan jenis anyaman geser (racking) maupun jeratan pindah (looptransfer), setelan skala stitch cam 19 maupun 20, dan penggunaan sisipan mendong maupun sabut kelapa.Kata kunci : rajut datar, sisipan, table mat, bambu, mendong, sabut kelapa

ABSTRACTIn order to increase the value of double bed flat knitting machine type of Around Star brand made with 5

Gauge (five needles per inch), it has been carried out a product diversification by knitting technique development tomake non clothing fabric such as table mat with inserting materials as insertion between the knitting loops.

In this research, the materials used for insertions are bamboos, mendongs, and coconut fibers, and the basicmaterial is acrylic yarn Nm 18/2.

The research was carried out by making three variations of setting stitch cam scales i.e. 18 ;19; and 20, withthe knitting patterns consist of rib, racking, and loop transfer. Therefore, totally in this research 27 samples areachieved.

The result of this research showed, that by using 18 stitch cam scale, rib pattern, and bamboo insertion moreefficient in using material, and an enough stable structure of non clothing fabric (table mat) are achieved incomparison with racking pattern, loop transfer pattern, 19 and 20 stitch cam scales setting, and using mendong orcoconut fiber insertion.

Key words : table mat, stitch cam, insertion

Page 4: Abstrak arteks 2004-2010 Moekarto

Balai Besar Tekstil

4

PENGEMBANGAN MESIN MESIN PENGOLAH SERAT RAMI“FIBER OPENER”Oleh : Moekarto Moeliono

Jl. A. Yani No. 390 Bandung Telp. 022.7206214-5 Fax. 022.7271288; E-mail : [email protected]

Tulisan diterima : 16 Juni 2010, Selesai diperiksa : 4 November 2010

ABSTRAKPenelitian telah dilakukan dengan rancang bangun dan perekayasaan mesin-mesin pengolah serat rami (fiber

opener) yang dapat menghasilkan serat rami untuk siap pintal. Adapun bahan baku yang diproses pada mesin hasilrancang bangun dan rekayasa ini menggunakan 3 (tiga) lot dari 3 (tiga) daerah yang berbeda, sedangkan untukpembukaan (pencabik) seratnya menggunakan metallic wire dan paku.

Adapun tujuan dari kegiatan ini, adalah untuk mendapatkan teknologi tepat guna yang dapat dimasyrakatkansecara nasional untuk pengolahan bahan rami pasca panen hingga menjadi serat rami siap pintal. Khususnya teknologitepat guna yang dihasilkan oleh Balai Besar Tekstil diharapkan dapat membantu IKM pengolah serat rami denganmenggunakan permesinan yang relatif murah dan dapat dijangkau.

Penelitian yang dilakukan menggunakan metode eksperimen lapangan dengan 2(dua) model tahapan prosesdan 3 (tiga) macam lot bahan baku untuk masing-masing proses, dan setiap lot menggunakan sample uji (n) 6; dengandemikian setiap tahapan proses menghasilkan data pengujian sejumlah 18 data.

Hasil percobaan dan pengujian serat rami yang diproses pada mesin “Fiber Opener” hasil rekayasa BBTtersebut menunjukkan, bahwa serat rami yang diproses melalui tahapan proses I (mesin fiber opener, pre –carding dancarding) menghasilkan serat dengan penggumpalan serat yang lebih sedikit (lebih baik/terurai), yaitu sebesar 1,2 % danini kalau dibandingkan dengan serat rami yang melalui tahapan proses II (mesin fiber opener dan langsung ke mesincarding), yaitu sebesar 1,3 %. Dengan melihat hasil penelitian ini diharapkan proses penggumpalan serat pada prosesselanjutnya dapat dikurangi lagi, yang dalam hal ini proses pemintalan serat rami pada mesin pemintalan akan menjadilebih lancar lagi.

Kata kunci : Serat Rami, Fiber Opener, metallic wire, Paku, dan Carding

ABSTRACTThe research has been carried out by developed construction and engineered the ramie fiber (fiber opener)

which being able to produce ramie fiber ready to spin. The materials that were processed on this machine which cameof developed construction and engineered, consist of 3 (three) lots from three different regions, for opening (scrubbing)the fiber use metallic wire and spike.

The aim of this research, namely for gaining the applied technology that can be used for producing ramiematerial after final product until the ramie fiber ready to use in spinning as nationally. Especially the appliedtechnology which to be resulted by Balai Besar Tekstil to be hoped can help IKM’S ramie fiber producer with usingmachinery that more cheaper and relatively.

The research to be carried out which using the field experiment with 2 (two) steps of model and 3 (three) kindsof fiber material lots for processing respectively, and each of lot use 6 (six) samples, so for every step of process resultwith total amount of 18 data.

From the experiment and ramie fiber testing that to be proceed on Fiber Opener that constructed andengineered by BBT as mention above, show that ramie fiber which to be proceed via the first step of process (fiberopener machine, pre-carding and carding machine) result with a fiber lumped more lest (more better/fiber spreading),namely 1,2 % and this is to be compared with ramie fiber via the second of step process (fiber Opener machine, anddirectly to carding machine), namely 1,3 %. With the result of this research to be hoped the process of fiber lumpedfurthermore in the spinning process can be reduced more even lost, and make the spinning process for ramie fiberrunning efficiently.

Key words : ramie fiber, fiber opener, metallic wire, spike, and carding

Page 5: Abstrak arteks 2004-2010 Moekarto

Balai Besar Tekstil

5

ANALISIS PEMANFAATAN ALAT PEMBERSIH BENANGPADA BENANG HASIL MESIN PINTAL OE (OPEN END)

Oleh : Moekarto Moeliono, Djumala MachmudBalai Besar Tekstil

Jl. A. Yani No. 390 Bandung Telp. 022.7206214-5 Fax. 022.7271288; E-mail : [email protected],[email protected]; [email protected]

INTISARI

Penelitian telah dilakukan atas 3 (tiga) macam nomor benang hasil dari mesin open end(OE) baik yang menggunakan alat pembersih benang (APB) maupun tidak dan yang melaluiautomatic winder, kemudian selanjutnya diproses masing-masing secara terpisah pada mesin rajutbundar single knit buatan Mayer & Cie tipe MJ; sedang benang yang digunakan sebagai bahanpenyuapan (feeder) pada mesin rajut bundar adalah benang nomor Tex 38, Tex 30, dan Tex 25kapas 100 %. Adapun pengujian atas data hasil penelitian untuk benang OE ini diantaranya meliputiseperti sifat fisik (physical performance), pegangan kain (hand of fabrics), dan kenampakan(appearance) kainnya.

Data penelitian menunjukkan bahwa hasil benang OE yang ada alat APB lebih baik dan inibila dibandingkan dengan yang melalui automatic winder juga dibandingkan dengan benang OEaslinya. Putus benang 1,9 rj (Tex 38); 2,1 rj (Tex 30); dan 2,3 rj (Tex 25), sedang yang melaluiautomatic winder 4,78 mj (Tex 38); 5,6 mj (Tex 30); dan 6,1 mj (Tex 25). Selain itu terjadiperbaikan mutu untuk penggunaan benang yang asalnya dari benang OE yang ada alat APBlangsung, dan ini bila dibandingkan dengan benang dari automatic winder dan benang OE asli.

Selanjutnya untuk nilai stabilitas dimensi (K) kain rajut yang menggunakan benang OEdengan APB langsung menghasilkan stabilitas dimensi mendekati standar untuk semua nomor baikyang dicelup warna putih maupun toska, yaitu untuk benang Tex 38 (K = 1,25); Tex 30 (K = 1,25);dan Tex 25 (K = 1,29) yang mendekati angka K = 1,30. Sedangkan untuk produksi benang daripemintalan OE yang menggunakan APB langsung lebih tinggi dibandingkan dengan produksibenang yang OE asli dan yang melalui automatic winder. Produksi benang secara keseluruhanadalah sebagai berikut :

Produksi benang per spindel Tex 38 = 0,195 kg/jam (2,63 % > produksi benang automaticwinder dan 3,72 % > produksi benang OE asli.; produksi benang Tex 30 = 0,186 kg/jam (4,49 % >produksi benang automatic winder dan 6,28 % > produksi benang OE asli; dan produksi benang Tex25 = 0,183 kg/jam (4,57 % > produksi benang automatic winder dan 7,02 % > produksi benang OEasli.

Kata kunci : Pembersih Benang, Opend End, Automatic Winder.

ABSTRACTA research was carried out on three kinds of yarn count resulted from open end machine

equipped with yarn cleaning device or not equipped with yarn cleaning device but throughautomatic winder. All were processed separately on single knit circular machine manufactured byMayer & Cie type MJ; feeder yarn on the circular machine were 100% cotton yarn Tex 38, Tex 30,and Tex 25. The testing on research result data for OE yarn covered physical performance, handingof fabrics, and appearance of fabrics.

Research data showed that yarn resulted from OE machine equipped with yarn cleaningdevice performed better result compared to which through automatic winder and which resultedfrom OE machine alone. End breaks of the first were 1,9 rhr (Tex 38); 2,1 rhr (Tex 30); and 2,3 rhr

Page 6: Abstrak arteks 2004-2010 Moekarto

Balai Besar Tekstil

6

(Tex 25), of the second were 4,78 mhr (Tex 38); 5,6 mhr (Tex 30); and 6,1 mhr (Tex 25). Besidethat, there was quality improvement showed in the yarn resulted from OE machine with yarncleaning device compared with which through automatic winder and which resulted from OEmachine alone.

Dimension stability value (K) of the yarn resulted from OE machine with yarn cleaningdevice was close to standard value for all Tex number whether those dyed with white or turquoise,that is Tex 38 (K = 1,25); Tex 30 (K = 1,25); and Tex 25 (K = 1,29) which were close to K = 1,30.On the other hand, production of the yarn resulted from OE machine with yarn cleaning device washigher than production of yarn resulted through automatic winder and which resulted from OEmachine alone. Yarn production on the whole is as follows: yarn production per spindle Tex 38 =0,195 Kg/hr (2,63 % higher than those through automatic winder and 3,72 % higher than thosefrom OE machine alone); yarn production Tex 30 = 0,186 Kg/hr (4,49 % higher than those throughautomatic winder and 6,28 % higher than those from OE machine alone); and yarn production Tex25 = 0,183 Kg/hr (4,57 % higher than those through automatic winder and 7,02 % higher thanthose from OE machine alone).

Keywords: Yarn Cleaning Device, Open End, Automatic Winder

Page 7: Abstrak arteks 2004-2010 Moekarto

Balai Besar Tekstil

7

PEMBUATAN ROMPI ANTI PELURUMENGGUNAKAN BAHAN DASAR SERAT POLIESTER

Oleh :Zubaidi, Moekarto M, Santoso S.

Balai Besar TekstilJl. A. Yani No. 390 Bandung Telp. 022.7206214-5 Fax. 022.7271288

E-mail : [email protected]

INTISARIPenelitian pembuatan rompi anti peluru dari serat poliester telah dilakukan dalam rangka memperbaiki

penelitian sebelumnya yang menggunakan komposit serat rami. Pembuatan sample dilakukan dengan menenun kaindengan konstruksi anyaman polos (plain) pada ketebalan 0,2 mm. Selanjutnya kain dibuat bundel masing-masingsetebal 10 lapisan, dan dibuat panel dengan variasi ketebalannya. Kekuatan panel diuji menggunakan senapan revolver38 dan pistol p39 pada jarak tembak 5 meter. Hasil uji menunjukkan bahwa panel dari serat poliester dapat mencapailevel II pada standar internasional NIJ -0101.04. Dibanding panel dari komposit serat rami, panel dari serat poliestermempunyai kelebihan dalam hal kelenturan, kestabilan, dan lebih nyaman dalam pemakaiannya.

Kata Kunci : rompi anti peluru, serat poliester.

ABSTRACTThe bullet proof vest from polyester fiber have been studied in order to improve the bullet

proof vest in previous research using composite of ramie. The samples was prepared by weavingpolyester yarn with contruction plait of “plain” with thickness of 0,2 mm. The cloth were madebundles as thick 10 layers and made panels with various thickness. The panels were tested byrevolver gun 38 and pistol P39 at shoot distance of 5 metres. Test result indicates that panel frompolyester fiber can reach the level II of International Standard of NIJ - 010104. Compared to panelfrom composite ramie fibre, the panel from polyester fiber have advantages in flexibility, stability,comfortable in use.

Keywords : bullet proof vest, polyester fiber.

Page 8: Abstrak arteks 2004-2010 Moekarto

Balai Besar Tekstil

8

ANALISIS KONSTRUKSI JERATAN DAN BENANG PENGISI PADA KAINRAJUT KAPAS TERHADAP KUALITAS KAIN

Oleh : Moekarto Moeliono, Djumala MachmudBalai Besar Tekstil

Jl. A. Yani No. 390 Bandung Telp. 022.7206214-5 Fax. 022.7271288E-mail : [email protected]

INTISARI

Penelitian telah dilakukan atas hasil modifikasi mesin rajut datar (MRD), dalam pelaksanaannya beruparekayasa alat pengantar benang yang baru untuk sisipan benang karet. Dalam pelaksanaannya dipergunakan mesin rajutdatar dengan kehalusan mesin (gauge/cut) 8, merek Tristar buatan Jepang, sedangkan penyetelan stitch cam pada skala7 dan bahan baku menggunakan benang kapas 100% serta benang sisipannya menggunakan benang karet.

Dalam penelitian ini digunakan benang kapas rangkap dengan nomor Ne1 20//4 sebagai benang dasar kainrajut, dan benang karet dengan nomor 3’s; 6’s dan 9’s sebagai sisipan serta konstruksi jeratan rajutnya menggunakanrib 1x1, 2x1 dan 2x2.

Hasil penelitian menunjukkan , bahwa stabilitas dimensi (nilai elastisitas) kain rajut optimal yang dapat dicapaiadalah 1,03, tahan gosok dengan nilai 24,78 dalam 1.000 kali dan tahan pecah adalah 27,56 kgf /cm2 (dengan benangsisipan karet nomor 9’s dan konstruksi jeratan 1x1), serta daya tembus udara adalah 217,56 Cm3/cm2/det dengan benangsisipan karet nomor 3’s dan konstruksi jeratan 1x1. sedangkan daya serap kain terhadap keringat 20,4% dengan benangsisipan karet nomor 9’s.Kata kunci : Modifikasi, sisipan, benang karet.

ABSTACTA research has been conducted on modification on the flat knitting machine, in implementation of this

experiment by adding the new feeder for the insertion of spandex thread. This experiment used the flat knitting withspecification, namely 8 gauges, “Tri Star” label from Japan, 7 scale of stitch cam setting and 100% cotton raw materialsas well as spandex thread for specific insertion.

This research to be used the double yarn with 4 unit of English count 20 as the basic loop of knitted fabric withloop of 1x1; 2x1; 2x2 ‘s construction, and spandex thread with 3’s, 6’s, and 9’s as yarn insertion respectively.

The result of experiment showed, that the optimal dimension stability can be achieved until 1.03; the abrasionis equal to 24.78/1.000 times, the bursting is equal to 27,56 feet kg /cm2 (spandex thread 9’s and 1x1 rib of loopconstruction), air permeabily is equal to 217,56 Cm3/cm2/sec with spandex thread 3’s, and the absorbtion force equal to20.4 % more better than another construction with spandex thread 9’s in the same 1x1 rib of loop construction.Key words : Modification; insertion; spandex thread.

Page 9: Abstrak arteks 2004-2010 Moekarto

Balai Besar Tekstil

9

PENGARUH SISTEM DAN WAKTU PENGOLIAN PADA MESIN RAJUTBUNDAR KINGKNIT TIPE K-D2F2 TERHADAP KERUSAKAN JARUM

Oleh : Moekarto Moeliono dan Djumala MachmudBALAI BESAR TEKSTIL

Jl. Jend. A. Yani No. 390 Bandung Telp. 022.7216214-5 Fax. 022.7271288E-mail : [email protected]

I N T I S A R I

Mesin rajut bundar Kingknit K-D2F2 menggunakan sistem pengolian secara otomatis MicroComputer Model AO-26, yang apabila terjadi kerusakan sistem pengoliannya dilakukan secaramanual. Kerusakan jarum disebabkan oleh adanya gesekan, dapat dikurangi dengan sistempengolian yang berjalan dengan baik. Sistem pengolian yang efektif dan efisien akan memperkecilkerusakan jarum yang terjadi.

Percobaan dilakukan pada mesin rajut bundar Kingknit tipe K-D2F2 dengan sistempengolian menggunakan peralatan Micro Computer Model AO-26 dan sistem manual yangdikerjakan oleh operator pengolian. Kedua sistem menerapkan waktu penyemprotan 30 dan 60detik dengan kekentalan pelumas SAE 10 W . Objek pengamatan percobaan difokuskan pada kakijarum dan kepala jarum. Setiap percobaan dilakukan dengan lamanya waktu selama 1 (satu) jam.

Hasil percobaan dan analisa menunjukkan bahwa sistem pengolian dengan menggunakanperalatan Micro Computer Model AO-26 dengan kekentalan pelumas SAE 10 W menyebabkan putusjarum pada mesin rajut bundar tipe K-D2F2 lebih baik dari pada sistem manual (operator) denganwaktu penyemprotan 30 detik, dengan putus jarum yang terjadi rata-rata 0,2.

Kata kunci : Rajut, Pelumas, Micro Computer.

Page 10: Abstrak arteks 2004-2010 Moekarto

Balai Besar Tekstil

10

DIVERSIFIKASI PRODUK FULL FASHIONED KAINTENUN-RAJUT BAHAN RAMI DAN SUTERA (MITERA)

Oleh : Moekarto MoelionoBalai Besar Tekstil

Jl. Jend. A. Yani No. 390 Bandung Telp. 022.7216214-5 Fax. 022.7271288E-mail : [email protected]

I N T I S A R I

Telah dilakukan penelitian proses desain sampai dengan baju jadi siap pakai denganmenggunakan bahan baku rami dan sutera. Sedangkan nomor benang yang digunakan mencakupbenang rami 100% (20'S dan 40'S), benang sutera 28 Denier, 42 Denier dan 60/2 Denier jugasebagai tambahan digunakan benang campuran yang terdiri dari poliester, rayon dan viscosa dengannomor yang sama sebagai bahan penguat untuk bagian-bagian tertentu pada kain jadinya jugadipakai sebagai benang jahit.

Adapun kajian proses desain meliputi variasi penyediaan bahan baku untuk proses persiapanpertenunan, cara pembuatan kainnya dengan struktur desain anyaman baik rajut maupun tenun , dansistem ataupun cara penjahitan gabungan dalam kain tenun-rajut dari bahan rami-sutera. Sebagaihasil percobaan maka dibuat kain jadi dalam beberapa contoh, yaitu 4 (empat) pakaian jadi wanita,1 (satu) rompi dan 2 (dua) pakaian kemeja pria.

Hasil percobaan menunjukkan, bahwa kain yang dibuat dari bahan rami-sutera warnanyamenjadi polikhromatik sehingga tampilan warna yang terjadi pada desain lebih atraktif, dan setikjahitan yang baik untuk anyaman rajut rata-rata 10 setik per inci; sedang untuk anyaman tenun 12setik per inci; tetapi untuk gabungan anyaman tenun-rajut maka jahitan yang cukup baik adalah 8setik per inci. Selanjutnya dengan adanya diversifikasi produk ini dapat menghasilkan nilai tambahdan harga jual cukup juga dalam penggunaan bahan baku untuk membuat kain jadi menjadi lebihsedikit dan efisien.

Kata kunci : Fashioned, rami, sutera.

Page 11: Abstrak arteks 2004-2010 Moekarto

Balai Besar Tekstil

11

ANALISIS RAGAM MESIN GINTIR (TWISTER) PADA PROSESPERSIAPAN PERTENUNAN

Oleh : Moekarto Moeliono

I N T I S A R I

Penelitian dan kajian baik teknologi maupun ekonomi telah dilakukan terhadappenggunaan 3 (tiga) tipe mesin gintir (twister) yaitu Ring Twister, Up Twister, dan Two-For-OneTwister (TFO), yang digunakan pada proses persiapan di pabrik pertenunan yang berlokasi disekitar kota Bandung, dan tujuan penelitian ini untuk mengkaji sejauh mungkin atas aspek tehnisdan non tehnis atas kondisi baik proses maupun hasil benang dan hasil kainnya. Adapun bahan bakuyang digunakan untuk melakukan penelitian ini adalah benang kapas murni nomor Ne1 20 (Tex 30),Ne1 30 (Tex 20), dan Ne1 40 (Tex 15) juga benang campuran poliester/kapas dengan nomor benangyang sama, sedangkan hasil penggintiran tersebut dipersiapkan sebagai bahan baku untuk pembuatkain dengan anyaman polos (plain) pada mesin tenun biasa dan mesin rapier fleksibel .

Hasil penelitian menunjukkan, bahwa kondisi benang hasil mesin gintir (twister) two-for-one (TFO) nampaknya lebih baik dibandingkan dengan hasil proses ring twister juga up twister, halini dapat dilihat diantaranya atas tegangan benang dan putus benang juga jumlah sambungan yangterjadi. Kelancaran proses pada proses persiapan (mesin gintir) berdampak langsung atas proses dipertenunan, proses penggintiran dengan TFO lebih lancar yang akibatnya pada prosespertenunannya juga menjadi lancar dibanding dengan menggunakan bahan baku (benang) yangberasal dari mesin Ring Twister dan Up Twister.

Jumlah produksi mesin gintir TFO lebih besar dibandingkan dengan mesin gintir lainnya,sedangkan biaya prosesnya lebih rendah, untuk produksi benang nomor Tex 30 = 9.688 kg per rata-rata 600 jam, dengan biaya produksi/kg = Rp. 207,40,-; Tex 20 = 8.352kg, dengan biaya Rp.219,44,-; Tex 15 = 7.717 kg, dengan biaya Rp. 224,44,-, khususnya lagi untuk prosesbenang campuran poliester.kapas yaitu Tex 30 = 10.741 kg, dengan biaya produksi/kg = Rp.187,06,-; Tex 20 = 9.287 kg, dengan biaya Rp. 197,35,-; Tex 15 = 8.452 kg, dengan biaya Rp.204,92 ,-.

Efisiensi biaya produksi yang dihasilkan TFO dibanding dengan RT untuk proses benangkapas, adalah Tex 30 : 55,55 %; Tex 20 : 60,67 %; Tex 15 : 53,39 %; TFO dibanding dengan UTadalah Tex 30 : 53,95 %; Tex 20 : 59,09 %; Tex 15 : 58,46 %, sedangkan untuk TFO dibandingdengan RT untuk proses benang poliester/kapas, adalah Tex 30 : 56,07 %; Tex 20 : 56,13 %; Tex15 : 55,54 % sedangkan TFO dibanding dengan UT, adalah Tex 30 : 60,05 %; Tex 20 : 60,18 %;Tex 15 : 58,81 %

A B S T R A C T S

A research and analized system were carried out, on economical and technological aspects ofusing 3 (three) types of twisting machines, i.e.ring twister, up twister, and TFO which are used inweaving’s preparation at surround of Bandung City. The aim of this research is to find out and toget the solution about economical and technological aspects on the condition of processing as wellas yarn’s result.

The raw materials to be used for doing this research are the fully cotton 100% with yarn countNe1 20 (Tex 30), Ne130 (Tex 20), and Ne1 40 (Tex 15) respectively, also this research used themixed yarn polyester/cotton with the same count yarn as mention beforehand. All yarns from

Page 12: Abstrak arteks 2004-2010 Moekarto

Balai Besar Tekstil

12

twisting machines were processed as plain weave product in ordinary weaving machine andflexibillity rapier’s machine.

The result of experiments showed, that TFO – machines were more efficiency than anothertwisting machines, such as to be compare to ring twister (RT) and up twister (UT). This case couldbe seen especially on end breaks and yarn tensions as well as on final knotting number. A goodprocessing in preparation can directly influent a good result in weaving process. A smoth processalso in weaving could also be achieved when material delivered from TFO product only, and thissituation when to be compared in weaving process that use material from another twisting machine.

TFO is production higher than another twisting machine productions, its processing cost weremore cheaper, namely for Tex 30 count = 9.688 kg, with processing cost per kg = Rp. 207,40,-; Tex20 count = 8.352kg, with cost processing pro kg Rp. 219,44,-; Tex 15 count = 7.717kg, costprocessing Rp. 224,44,-. , especially for polyester/cotton yarn mixing were more descreasing,namely Tex 30 count = 10.741 kg, cost processing pro kg = Rp. 187,06,-; Tex 20 count = 9.287 kg,cost processing Rp. 197,35,-; Tex 15 count = 8.452 kg, cost processing Rp. 204,92 ,-.

The efficiency of cost processing to be resulted by TFO machine and to be compared with RTfor cotton yarn, namely Tex 30 count : 55,55 %; Tex 20 : 60,67 %; Tex 15 : 53,39 %; TFO to becompared with UT Tex 30 count : 53,95 %; Tex 20 : 59,09 %; Tex 15 : 58,46 %, and for to becompared with RT for polyester/cotton yarn mixing namely, Tex 30 count : 56,07 %; Tex 20 :56,13 %; Tex 15 : 55,54 % and finally for to be compared with UT for polyester/cotton yarn mixingnamely Tex 30 count : 60,05 %; Tex 20 : 60,18 %; Tex 15 count : 58,81 %.