19
Vol. I No. 2, SEPTEMBER 2012 ISSN: 2252-3480 1 ABSTRAK GENDER DALAM PERSFEKTIF BAHASA INDONESIA BY: PAISAL MANURUNG Dosen Fakultas Keguruan dan Iimu Pendidikan Universitas Asahan Kisaran 2012 Tulisan ini membahas tentang perkembangan dan variasi kata-kata dalam bahasa Indonesia yang telah diundang-undangkan sebagai bahasa nasional di Indonesia. Tujuan utama adanya tulisan ini adalah untuk membrikan infomasi yang lebih dalam pemaknaan gender dalam fungsi-fungsi yang terdapat dalam bahasa Indonesia. Dalam kasus ini, penulis telah menemukan beberapa kesamaan istilah dalam pemaknaan gender dalam bahasa Inggris yang menunjukkan pemaknaan jenis kelamin yaitu wanita dan pria atau dikenal dengan istilah femine dan masculine. Sehingga, hal ini akan memberikan variasinya bahasa tersebut dan akan memberikan keseragaman bahasa seperti bahasa Francis dan bahasa Inggris dan beberapa bahasa yang lain. Oleh karena itu, tulisan ini akan memberikan kemajuan fungsi, struktur dan makna kepada pengguna bahasa itu sendiri dalam kegunaannya sebagai alat komunikasi. Key words: Feminine, masculine, gender, word. I. PENDAHULUAN Pada langkah awal sub-pendahuluan ini, penulis mengemukakan beberapa pengetian bahasa yang dikutip berdasarakan beberap para ahli linguistik terkemuka yang mampu memberikan kepahaman tentang bahasa itu sendiri. seperti: Bahasa dapat dikatakan bahwa penggunaan kode yang merupakan gabungan fonem sehingga membentuk kata dengan aturan sintaks untuk membentuk kalimat yang memiliki arti. Bahasa memiliki berbagai definisi. Definisi bahasa adalah sebagai berikut: Suatu sistem untuk mewakili benda, tindakan, gagasan dan keadaan. Suatu peralatan yang digunakan untuk menyampaikan konsep riil mereka ke dalam pikiran orang lain. Suatu kesatuan sistem makna. Suatu kode yang yang digunakan oleh pakar

ABSTRAK GENDER DALAM PERSFEKTIF BAHASA · PDF filekomunikasi antara anggota masyarakat berupa simbol bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Kedua, bahasa ... ditemukan di Sumatera

  • Upload
    phamnhu

  • View
    217

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Vol. I No. 2, SEPTEMBER 2012 ISSN: 2252-3480

1

ABSTRAK

GENDER DALAM PERSFEKTIF BAHASA INDONESIA

BY:

PAISAL MANURUNG

Dosen Fakultas Keguruan dan Iimu Pendidikan

Universitas Asahan

Kisaran

2012

Tulisan ini membahas tentang perkembangan dan variasi kata-kata dalam bahasa

Indonesia yang telah diundang-undangkan sebagai bahasa nasional di Indonesia.

Tujuan utama adanya tulisan ini adalah untuk membrikan infomasi yang lebih dalam

pemaknaan gender dalam fungsi-fungsi yang terdapat dalam bahasa Indonesia. Dalam

kasus ini, penulis telah menemukan beberapa kesamaan istilah dalam pemaknaan

gender dalam bahasa Inggris yang menunjukkan pemaknaan jenis kelamin yaitu

wanita dan pria atau dikenal dengan istilah femine dan masculine. Sehingga, hal ini

akan memberikan variasinya bahasa tersebut dan akan memberikan keseragaman

bahasa seperti bahasa Francis dan bahasa Inggris dan beberapa bahasa yang lain. Oleh

karena itu, tulisan ini akan memberikan kemajuan fungsi, struktur dan makna kepada

pengguna bahasa itu sendiri dalam kegunaannya sebagai alat komunikasi.

Key words: Feminine, masculine, gender, word.

I. PENDAHULUAN

Pada langkah awal sub-pendahuluan ini, penulis mengemukakan beberapa

pengetian bahasa yang dikutip berdasarakan beberap para ahli linguistik terkemuka

yang mampu memberikan kepahaman tentang bahasa itu sendiri. seperti:

Bahasa dapat dikatakan bahwa penggunaan kode yang merupakan gabungan

fonem sehingga membentuk kata dengan aturan sintaks untuk membentuk kalimat

yang memiliki arti. Bahasa memiliki berbagai definisi. Definisi bahasa adalah sebagai

berikut:

Suatu sistem untuk mewakili benda, tindakan, gagasan dan keadaan. Suatu

peralatan yang digunakan untuk menyampaikan konsep riil mereka ke dalam pikiran

orang lain. Suatu kesatuan sistem makna. Suatu kode yang yang digunakan oleh pakar

Vol. I No. 2, SEPTEMBER 2012 ISSN: 2252-3480

2

linguistik untuk membedakan antara bentuk dan makna. Suatu ucapan yang menepati

tata bahasa yang telah ditetapkan (contoh: Perkataan, kalimat, dan lain-lain.)

Suatu sistem tuturan yang akan dapat dipahami oleh masyarakat linguistik.

Oleh karena itu, Bahasa erat kaitannya dengan kognisi pada manusia, dinyatakan

bahwa bahasa adalah fungsi kognisi tertinggi dan tidak dimiliki oleh hewan Ilmu yang

mengkaji bahasa ini disebut sebagai linguistik. Menetapkan perbedaan utama antara

bahasa manusia satu dan yang lainnya sering amat sukar. Chomsky (1986)

membuktikan bahwa sebagian dialek Jerman hampir serupa dengan bahasa Belanda

dan tidaklah terlalu berbeda sehingga tidak mudah dikenali sebagai bahasa lain,

khususnya Jerman.

Dibawah ini akan diberikan sebagai pengantar pengertian bahasa menurut para

ahli sebagai berikut:

1. Menurut Keraf dalam Smarapradhipa (2005:1), memberikan dua

pengertian bahasa. Pengertian pertama menyatakan bahasa sebagai alat

komunikasi antara anggota masyarakat berupa simbol bunyi yang

dihasilkan oleh alat ucap manusia. Kedua, bahasa adalah sistem

komunikasi yang mempergunakan simbol-simbol vokal (bunyi ujaran)

yang bersifat arbitrer.

2. Lain halnya menurut Owen dalam Stiawan (2006:1), menjelaskan definisi

bahasa yaitu language can be defined as a socially shared combinations of

those symbols and rule governed combinations of those symbols (bahasa

dapat didefenisikan sebagai kode yang diterima secara sosial atau sistem

konvensional untuk menyampaikan konsep melalui kegunaan simbol-

simbol yang dikehendaki dan kombinasi simbol-simbol yang diatur oleh

ketentuan).

3. Pendapat di atas mirip dengan apa yang diungkapkan oleh Tarigan

(1989:4), beliau memberikan dua definisi bahasa. Pertama, bahasa adalah

suatu sistem yang sistematis, barang kali juga untuk sistem generatif.

Kedua, bahasa adalah seperangkat lambang-lambang mana suka atau

simbol-simbol arbitrer.

4. Menurut Santoso (1990:1), bahasa adalah rangkaian bunyi yang dihasilkan

oleh alat ucap manusia secara sadar.

II. KERANGKA ACUAN

A. SEJARAH SINGKAT BAHASA INDONESIA

Bahasa Indonesia adalah varian bahasa Melayu, sebuah bahasa Austronesia

dari cabang bahasa-bahasa Sunda-Sulawesi, yang digunakan sebagai lingua franca di

Nusantara kemungkinan sejak abad-abad awal penanggalan modern.

Aksara pertama dalam bahasa Melayu atau Jawi ditemukan di pesisir tenggara

Pulau Sumatera, mengindikasikan bahwa bahasa ini menyebar ke berbagai tempat di

Nusantara dari wilayah ini, berkat penggunaannya oleh Kerajaan Sriwijaya yang

menguasai jalur perdagangan. Istilah Melayu atau sebutan bagi wilayahnya sebagai

Malaya sendiri berasal dari Kerajaan Malayu yang bertempat di Batang Hari, Jambi,

dimana diketahui bahasa Melayu yang digunakan di Jambi menggunakan dialek "o"

sedangkan dikemudian hari bahasa dan dialek Melayu berkembang secara luas dan

menjadi beragam.

Vol. I No. 2, SEPTEMBER 2012 ISSN: 2252-3480

3

Istilah Melayu atau Malayu berasal dari Kerajaan Malayu, sebuah kerajaan

Hindu-Budha pada abad ke-7 di hulu sungai Batanghari, Jambi di pulau Sumatera,

jadi secara geografis semula hanya mengacu kepada wilayah kerajaan tersebut yang

merupakan sebagian dari wilayah pulau Sumatera. Dalam perkembangannya

pemakaian istilah Melayu mencakup wilayah geografis yang lebih luas dari wilayah

Kerajaan Malayu tersebut, mencakup negeri-negeri di pulau Sumatera sehingga pulau

tersebut disebut juga Bumi Melayu seperti disebutkan dalam Kakawin

Nagarakretagama.

Ibukota Kerajaan Melayu semakin mundur ke pedalaman karena serangan

Sriwijaya dan masyarakatnya diaspora keluar Bumi Melayu, belakangan masyarakat

pendukungnya yang mundur ke pedalaman berasimilasi ke dalam masyarakat

Minangkabau menjadi klan Malayu (suku Melayu Minangkabau) yang merupakan

salah satu marga di Sumatera Barat. Sriwijaya berpengaruh luas hingga ke Filipina

membawa penyebaran Bahasa Melayu semakin meluas, tampak dalam prasasti

Keping Tembaga Laguna.

Bahasa Melayu kuno yang berkembang di Bumi Melayu tersebut berlogat "o"

seperti Melayu Jambi, Minangkabau, Kerinci, Palembang dan Bengkulu.

Semenanjung Malaka dalam Nagarakretagama disebut Hujung Medini artinya

Semenanjung Medini.

Dalam perkembangannya orang Melayu migrasi ke Semenanjung Malaysia (=

Hujung Medini) dan lebih banyak lagi pada masa perkembangan kerajaan-kerajaan

Islam yang pusat mandalanya adalah Kesultanan Malaka, istilah Melayu bergeser

kepada Semenanjung Malaka (= Semenanjung Malaysia) yang akhirnya disebut

Semenanjung Melayu atau Tanah Melayu. Tetapi nyatalah bahwa istilah Melayu itui

berasal dari Indonesia. Bahasa Melayu yang berkembang di sekitar daerah

Semenanjung Malaka berlogat "e".

Kesultanan Malaka dimusnahkan oleh Portugis tahun 1512 sehingga

penduduknya diaspora sampai ke kawasan timur kepulauan Nusantara. Bahasa

Melayu Purba sendiri diduga berasal dari pulau Kalimantan, jadi diduga pemakai

bahasa Melayu ini bukan penduduk asli Sumatera tetapi dari pulau Kalimantan. Suku

Dayak yang diduga memiliki hubungan dengan suku Melayu kuno di Sumatera

misalnya Dayak Salako, Dayak Kanayatn (Kendayan), dan Dayak Iban yang

semuanya berlogat "a" seperti bahasa Melayu Baku.

Penduduk asli Sumatera sebelumnya kedatangan pemakai bahasa Melayu

tersebut adalah nenek moyang suku Nias dan suku Mentawai. Dalam

perkembangannya istilah Melayu kemudian mengalami perluasan makna, sehingga

muncul istilah Kepulauan Melayu untuk menamakan kepulauan Nusantara.

Secara persfektif historis juga dipakai sebagai nama bangsa yang menjadi

nenek moyang penduduk kepulauan Nusantara, yang dikenal sebagai rumpun Indo-

Melayu terdiri Proto Melayu (Melayu Tua/Melayu Polinesia) dan Deutero Melayu

(Melayu Muda). Setelah mengalami kurun masa yang panjang sampai dengan

kedatangan dan perkembangannya agama Islam, suku Melayu sebagai etnik

mengalami penyempitan makna menjadi sebuah etnoreligius (Muslim) yang

sebenarnya didalamnya juga telah mengalami amalgamasi dari beberapa unsur etnis.

Vol. I No. 2, SEPTEMBER 2012 ISSN: 2252-3480

4

M. Muhar Omtatok, seorang Seniman, Budayawan dan Sejarahwan

menjelaskan sebagai berikut: "Melayu secara puak (etnis, suku), bukan dilihat dari

faktor genekologi seperti kebanyakan puak-puak lain. Di Malaysia, tetap mengaku

berpuak Melayu walau moyang mereka berpuak Jawa, Mandailing, Bugis, Keling dan

lainnya. Beberapa tempat di Sumatera Utara, ada beberapa Komunitas keturunan

Batak yang mengaku Orang Kampong - Puak Melayu

Kerajaan Sriwijaya dari abad ke-7 Masehi diketahui memakai bahasa Melayu

(sebagai bahasa Melayu Kuna) sebagai bahasa kenegaraan. Lima prasasti kuna yang

ditemukan di Sumatera bagian selatan peninggalan kerajaan itu menggunakan bahasa

Melayu yang bertaburan kata-kata pinjaman dari bahasa Sanskerta, suatu bahasa Indo-

Eropa dari cabang Indo-Iran. Jangkauan penggunaan bahasa ini diketahui cukup luas,

karena ditemukan pula dokumen-dokumen dari abad berikutnya di Pulau Jawa dan

Pulau Luzon. Kata-kata seperti samudra, istri, raja, putra, kepala, kawin, dan kaca

masuk pada periode hingga abad ke-15 Masehi.

Pada abad ke-15 berkembang bentuk yang dianggap sebagai bahasa Melayu

Klasik (classical Malay atau medieval Malay). Bentuk ini dipakai oleh Kesultanan

Melaka, yang perkembangannya kelak disebut sebagai bahasa Melayu Tinggi.

Penggunaannya terbatas di kalangan keluarga kerajaan di sekitar Sumatera, Jawa, dan

Semenanjung Malaya. Laporan Portugis, misalnya oleh Tome Pires, menyebutkan

adanya bahasa yang dipahami oleh semua pedagang di wilayah Sumatera dan Jawa.

Magellan dilaporkan memiliki budak dari Nusantara yang menjadi juru bahasa di

wilayah itu. Ciri paling menonjol dalam ragam sejarah ini adalah mulai masuknya

kata-kata pinjaman dari bahasa Arab dan bahasa Parsi, sebagai akibat dari penyebaran

agama Islam yang mulai masuk sejak abad ke-12. Kata-kata bahasa Arab seperti

masjid, kalbu, kitab, kursi, selamat, dan kertas, serta kata-kata Parsi seperti anggur,

cambuk, dewan, saudagar, tamasya, dan tembakau masuk pada periode ini. Proses

penyerapan dari bahasa Arab terus berlangsung hingga sekarang.

Kedatangan pedagang Portugis, diikuti oleh Belanda, Spanyol, dan Inggris

meningkatkan informasi dan mengubah kebiasaan masyarakat pengguna bahasa

Melayu. Bahasa Portugis banyak memperkaya kata-kata untuk kebiasaan Eropa dalam

kehidupan sehari-hari, seperti gereja, sepatu, sabun, meja, bola, bolu, dan jendela.

Bahasa Belanda terutama banyak memberi pengayaan di bidang administrasi,

kegiatan resmi (misalnya dalam upacara dan kemiliteran), dan teknologi hingga awal

abad ke-20. Kata-kata seperti asbak, polisi, kulkas, knalpot, dan stempel adalah

pinjaman dari bahasa ini.

Bahasa yang dipakai pendatang dari Cina juga lambat laun dipakai oleh

penutur bahasa Melayu, akibat kontak di antara mereka yang mulai intensif di bawah

penjajahan Belanda. Sudah dapat diduga, kata-kata Tionghoa yang masuk biasanya

berkaitan dengan perniagaan dan keperluan sehari-hari, seperti pisau, tauge, tahu,

loteng, teko, tauke, dan cukong.

Jan Huyghen van Linschoten pada abad ke-17 dan Alfred Russel Wallace pada

abad ke-19 menyatakan bahwa bahasa orang Melayu/Melaka dianggap sebagai bahasa

yang paling penting di "dunia timur".[12]

Luasnya penggunaan bahasa Melayu ini

melahirkan berbagai varian lokal dan temporal. Bahasa perdagangan menggunakan

bahasa Melayu di berbagai pelabuhan Nusantara bercampur dengan bahasa Portugis,

Vol. I No. 2, SEPTEMBER 2012 ISSN: 2252-3480

5

bahasa Tionghoa, maupun bahasa setempat. Terjadi proses pidginisasi di beberapa

kota pelabuhan di kawasan timur Nusantara, misalnya di Manado, Ambon, dan

Kupang. Orang-orang Tionghoa di Semarang dan Surabaya juga menggunakan varian

bahasa Melayu pidgin. Terdapat pula bahasa Melayu Tionghoa di Batavia. Varian

yang terakhir ini malah dipakai sebagai bahasa pengantar bagi beberapa surat kabar

pertama berbahasa Melayu (sejak akhir abad ke-19). Varian-varian lokal ini secara

umum dinamakan bahasa Melayu Pasar oleh para peneliti bahasa.

Terobosan penting terjadi ketika pada pertengahan abad ke-19 Raja Ali Haji

dari istana Riau-Johor (pecahan Kesultanan Melaka) menulis kamus ekabahasa untuk

bahasa Melayu. Sejak saat itu dapat dikatakan bahwa bahasa ini adalah bahasa yang

full-fledged, sama tinggi dengan bahasa-bahasa internasional di masa itu, karena

memiliki kaidah dan dokumentasi kata yang terdefinisi dengan jelas. Hingga akhir

abad ke-19 dapat dikatakan terdapat paling sedikit dua kelompok bahasa Melayu yang

dikenal masyarakat Nusantara: bahasa Melayu Pasar yang kolokial dan tidak baku

serta bahasa Melayu Tinggi yang terbatas pemakaiannya tetapi memiliki standar.

Bahasa ini dapat dikatakan sebagai lingua franca, tetapi kebanyakan berstatus sebagai

bahasa kedua atau ketiga. Kata-kata pinjaman

Pemerintah kolonial Hindia-Belanda menyadari bahwa bahasa Melayu dapat

dipakai untuk membantu administrasi bagi kalangan pegawai pribumi karena

penguasaan bahasa Belanda para pegawai pribumi dinilai lemah. Dengan

menyandarkan diri pada bahasa Melayu Tinggi (karena telah memiliki kitab-kitab

rujukan) sejumlah sarjana Belanda mulai terlibat dalam standardisasi bahasa. Promosi

bahasa Melayu pun dilakukan di sekolah-sekolah dan didukung dengan penerbitan

karya sastra dalam bahasa Melayu. Akibat pilihan ini terbentuklah "embrio" bahasa

Indonesia yang secara perlahan mulai terpisah dari bentuk semula bahasa Melayu

Riau-Johor.

Pada awal abad ke-20 perpecahan dalam bentuk baku tulisan bahasa Melayu

mulai terlihat. Di tahun 1901, Indonesia (sebagai Hindia-Belanda) mengadopsi ejaan

Van Ophuijsen dan pada tahun 1904 Persekutuan Tanah Melayu (kelak menjadi

bagian dari Malaysia) di bawah Inggris mengadopsi ejaan Wilkinson. Ejaan Van

Ophuysen diawali dari penyusunan Kitab Logat Melayu (dimulai tahun 1896) van

Ophuijsen, dibantu oleh Nawawi Soetan Ma’moer dan Moehammad Taib Soetan

Ibrahim.

Intervensi pemerintah semakin kuat dengan dibentuknya Commissie voor de

Volkslectuur ("Komisi Bacaan Rakyat" - KBR) pada tahun 1908. Kelak lembaga ini

menjadi Balai Poestaka. Pada tahun 1910 komisi ini, di bawah pimpinan D.A. Rinkes,

melancarkan program Taman Poestaka dengan membentuk perpustakaan kecil di

berbagai sekolah pribumi dan beberapa instansi milik pemerintah. Perkembangan

program ini sangat pesat, dalam dua tahun telah terbentuk sekitar 700 perpustakaan.

Bahasa Indonesia secara resmi diakui sebagai "bahasa persatuan bangsa" pada saat

Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928. Penggunaan bahasa Melayu sebagai

bahasa nasional atas usulan Muhammad Yamin, seorang politikus, sastrawan, dan ahli

sejarah. Dalam pidatonya pada Kongres Nasional kedua di Jakarta, Yamin

mengatakan,

Vol. I No. 2, SEPTEMBER 2012 ISSN: 2252-3480

6

"Jika mengacu pada masa depan bahasa-bahasa yang ada di Indonesia dan

kesusastraannya, hanya ada dua bahasa yang bisa diharapkan menjadi bahasa

persatuan yaitu bahasa Jawa dan Melayu. Tapi dari dua bahasa itu, bahasa

Melayulah yang lambat laun akan menjadi bahasa pergaulan atau bahasa

persatuan."

Selanjutnya perkembangan bahasa dan kesusastraan Indonesia banyak

dipengaruhi oleh sastrawan Minangkabau, seperti Marah Rusli, Abdul Muis, Nur

Sutan Iskandar, Sutan Takdir Alisyahbana, Hamka, Roestam Effendi, Idrus, dan

Chairil Anwar. Sastrawan tersebut banyak mengisi dan menambah perbendaharaan

kata, sintaksis, maupun morfologi bahasa Indonesia.

B. PENYEMPUANAAN EJAAN

Ejaan-ejaan untuk bahasa Melayu/Indonesia mengalami beberapa tahapan

sebagai berikut:

A. Ejaan van Ophuijsen

Ejaan ini merupakan ejaan bahasa Melayu dengan huruf Latin. Charles Van

Ophuijsen yang dibantu oleh Nawawi Soetan Ma’moer dan Moehammad Taib Soetan

Ibrahim menyusun ejaan baru ini pada tahun 1896. Pedoman tata bahasa yang

kemudian dikenal dengan nama ejaan van Ophuijsen itu resmi diakui pemerintah

kolonial pada tahun 1901. Ciri-ciri dari ejaan ini yaitu:

1. Huruf ï untuk membedakan antara huruf i sebagai akhiran dan karenanya

harus disuarakan tersendiri dengan diftong seperti mulaï dengan ramai. Juga

digunakan untuk menulis huruf y seperti dalam Soerabaïa.

2. Huruf j untuk menuliskan kata-kata jang, pajah, sajang, dsb.

3. Huruf oe untuk menuliskan kata-kata goeroe, itoe, oemoer, dsb.

4. Tanda diakritik, seperti koma ain dan tanda trema, untuk menuliskan kata-kata

ma’moer, ’akal, ta’, pa’, dsb.

B. Ejaan Republik

Ejaan ini diresmikan pada tanggal 19 Maret 1947 menggantikan ejaan

sebelumnya. Ejaan ini juga dikenal dengan nama ejaan Soewandi. Ciri-ciri ejaan ini

yaitu:

1. Huruf oe diganti dengan u pada kata-kata guru, itu, umur, dsb.

2. Bunyi hamzah dan bunyi sentak ditulis dengan k pada kata-kata tak, pak,

rakjat, dsb.

3. Kata ulang boleh ditulis dengan angka 2 seperti pada kanak2, ber-jalan2, ke-

barat2-an.

4. Awalan di- dan kata depan di kedua-duanya ditulis serangkai dengan kata

yang mendampinginya.

C. Ejaan Melindo (Melayu Indonesia)

Vol. I No. 2, SEPTEMBER 2012 ISSN: 2252-3480

7

Konsep ejaan ini dikenal pada akhir tahun 1959. Karena perkembangan politik

selama tahun-tahun berikutnya, diurungkanlah peresmian ejaan ini.

D. Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan (EYD)

Ejaan ini diresmikan pemakaiannya pada tanggal 16 Agustus 1972 oleh

Presiden Republik Indonesia. Peresmian itu berdasarkan Putusan Presiden No. 57,

Tahun 1972. Dengan EYD, ejaan dua bahasa serumpun, yakni Bahasa Indonesia dan

Bahasa Malaysia, semakin dibakukan.

Perubahan:

Indonesia pra 1972 Malaysia pra-1972 Sejak 1972

Tj Ch C

Dj J J

Ch Kh Kh

Nj Ny Ny

Sj Sh Sy

J Y Y

oe* u u

Catatan: Tahun 1947 "oe" sudah digantikan dengan "u".

Bahasa Indonesia adalah bahasa yang terbuka. Maksudnya ialah bahwa bahasa

ini banyak menyerap kata-kata dari bahasa lain.

Asal Bahasa Jumlah Kata

Belanda 3.280 kata

Inggris 1.610 kata

Arab 1.495 kata

Sanskerta-Jawa Kuno 677 kata

Tionghoa 290 kata

Portugis 131 kata

Tamil 83 kata

Parsi 63 kata

Hindi 7 kata

Bahasa daerah: Jawa, Sunda, dll. ...

Sumber: Buku berjudul "Senarai Kata Serapan dalam Bahasa Indonesia"

(1996) yang disusun oleh Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa (sekarang

bernama Pusat Bahasa).

Indonesia termasuk anggota dari Bahasa Melayu-Polinesia Barat subkelompok

dari bahasa Melayu-Polinesia yang pada gilirannya merupakan cabang dari bahasa

Austronesia. Menurut situs Ethnologue, bahasa Indonesia didasarkan pada bahasa

Melayu dialek Riau yang dituturkan di timur laut Sumatra

Vol. I No. 2, SEPTEMBER 2012 ISSN: 2252-3480

8

D. Distribusi geografis

Bahasa Indonesia dituturkan di seluruh Indonesia, walaupun lebih banyak

digunakan di area perkotaan (seperti di Jakarta dengan dialek Betawi serta logat

Betawi). Penggunaan bahasa di daerah biasanya lebih resmi, dan seringkali terselip

dialek dan logat di daerah bahasa Indonesia itu dituturkan. Untuk berkomunikasi

dengan sesama orang sedaerah kadang bahasa daerahlah yang digunakan sebagai

pengganti untuk bahasa Indonesia.

E. Kedudukan resmi

Bahasa Indonesia memiliki kedudukan yang sangat penting seperti yang

tercantum dalam:

1. Ikrar ketiga Sumpah Pemuda 1928 dengan bunyi, ”Kami putra dan putri

Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.

2. Undang-Undang Dasar RI 1945 Bab XV (Bendera, Bahasa, dan Lambang

Negara, serta Lagu Kebangsaan) Pasal 36 menyatakan bahwa ”Bahasa Negara

ialah Bahasa Indonesia”.

Dari Kedua hal tersebut, maka kedudukan bahasa Indonesia sebagai:

1. Bahasa kebangsaan, kedudukannya berada di atas bahasa-bahasa daerah.

2. Bahasa negara (bahasa resmi Negara Kesatuan Republik Indonesia)

F. Bunyi

Berikut adalah fonem dari bahasa indonesia mutakhir

Vokal

Depan Madya Belakang

Tertutup iː uː

Tengah e ə o

Hampir Terbuka (ɛ) (ɔ)

Terbuka a

Bahasa Indonesia juga mempunyai diftong /ai/, /au/, dan /oi/. Namun, di dalam

suku kata tertutup seperti air kedua vokal tidak diucapkan sebagai diftong

Konsonan

Bibir Gigi Langit

2

keras

Langit2

lunak

Celah

suara

Sengau m n ɲ ŋ

Vol. I No. 2, SEPTEMBER 2012 ISSN: 2252-3480

9

Letup p b t d c ɟ k g ʔ

Desis (f) s (z) (ç) (x) h

Getar/Sisi l r

Hampiran w j

Vokal di dalam tanda kurung adalah alofon sedangkan konsonan di dalam

tanda kurung adalah fonem pinjaman dan hanya muncul di dalam kata

serapan.

/k/, /p/, dan /t/ tidak diaspirasikan

/t/ dan /d/ adalah konsonan gigi bukan konsonan rongga gigi seperti di dalam

bahasa Inggris.

/k/ pada akhir suku kata menjadi konsonan letup celah suara

Penekanan ditempatkan pada suku kata kedua dari terakhir dari kata akar.

Namun apabila suku kata ini mengandung pepet maka penekanan pindah ke

suku kata terakhir.

G. Tata bahasa

Dibandingkan dengan bahasa-bahasa Eropa, bahasa Indonesia tidak

menggunakan kata bergender. Sebagai contoh kata ganti seperti "dia" tidak secara

spesifik menunjukkan apakah orang yang disebut itu lelaki atau perempuan. Hal yang

sama juga ditemukan pada kata seperti "adik" dan "pacar" sebagai contohnya. Untuk

memerinci sebuah jenis kelamin, sebuah kata sifat harus ditambahkan, "adik laki-laki"

sebagai contohnya.

Ada juga kata yang berjenis kelamin, seperti contohnya "putri" dan "putra".

Kata-kata seperti ini biasanya diserap dari bahasa lain. Pada kasus di atas, kedua kata

itu diserap dari bahasa Sanskerta melalui bahasa Jawa Kuno. Untuk mengubah sebuah

kata benda menjadi bentuk jamak digunakanlah reduplikasi (perulangan kata), tapi

hanya jika jumlahnya tidak terlibat dalam konteks. Sebagai contoh "seribu orang"

dipakai, bukan "seribu orang-orang". Perulangan kata juga mempunyai banyak

kegunaan lain, tidak terbatas pada kata benda.

Bahasa Indonesia menggunakan dua jenis kata ganti orang pertama jamak,

yaitu "kami" dan "kita". "Kami" adalah kata ganti eksklusif yang berarti tidak

termasuk sang lawan bicara, sedangkan "kita" adalah kata ganti inklusif yang berarti

kelompok orang yang disebut termasuk lawan bicaranya.

Susunan kata dasar yaitu Subyek - Predikat - Obyek (SPO), walaupun susunan

kata lain juga mungkin. Kata kerja tidak di bahasa berinfleksikan kepada orang atau

jumlah subjek dan objek. Bahasa Indonesia juga tidak mengenal kala (tense). Waktu

dinyatakan dengan menambahkan kata keterangan waktu (seperti, "kemarin" atau

"esok"), atau petunjuk lain seperti "sudah" atau "belum".

Dengan tata bahasa yang cukup sederhana bahasa Indonesia mempunyai

kerumitannya sendiri, yaitu pada penggunaan imbuhan yang mungkin akan cukup

membingungkan bagi orang yang pertama kali belajar bahasa Indonesia.

Vol. I No. 2, SEPTEMBER 2012 ISSN: 2252-3480

10

H. Awalan, akhiran, dan sisipan

Bahasa Indonesia mempunyai banyak awalan, akhiran, maupun sisipan, baik

yang asli dari bahasa-bahasa Nusantara maupun dipinjam dari bahasa-bahasa asing.

Awalan Fungsi (pembentuk) Perubahan bentuk Kaitan

ber- verba be-; bel- per-

ter- verba; adjektiva te-; tel- ke-

meng- verba (aktif) me-; men-; mem-;

meny-

di-; pe-; ku-;

kau;

di- verba (pasif) meng-

ke- nomina; numeralia; verba

(percakapan) ter-

per- verba; nomina pe-; pel- ber-

peng- nomina pe-; pen-; pem-; peny- meng-

se- klitika; adverbia

ku-,

kau- verba (aktif) me-

I. Dialek dan Ragam Bahasa

Pada keadaannya bahasa Indonesia menumbuhkan banyak varian yaitu varian

menurut pemakai yang disebut sebagai dialek dan varian menurut pemakaian yang

disebut sebagai ragam bahasa.

Dialek dibedakan atas hal ihwal berikut:

1. Dialek regional, yaitu rupa-rupa bahasa yang digunakan di daerah tertentu

sehingga ia membedakan bahasa yang digunakan di suatu daerah dengan

bahasa yang digunakan di daerah yang lain meski mereka berasal dari eka

bahasa. Oleh karena itu, dikenallah bahasa Melayu dialek Ambon, dialek

Jakarta (Betawi), atau bahasa Melayu dialek Medan.

2. Dialek sosial, yaitu dialek yang digunakan oleh kelompok masyarakat tertentu

atau yang menandai tingkat masyarakat tertentu. Contohnya dialek wanita dan

dialek remaja.

3. Dialek temporal, yaitu dialek yang digunakan pada kurun waktu tertentu.

Contohnya dialek Melayu zaman Sriwijaya dan dialek Melayu zaman

Abdullah.

Vol. I No. 2, SEPTEMBER 2012 ISSN: 2252-3480

11

4. Idiolek, yaitu keseluruhan ciri bahasa seseorang. Sekalipun kita semua

berbahasa Indonesia, kita masing-masing memiliki ciri-ciri khas pribadi dalam

pelafalan, tata bahasa, atau pilihan dan kekayaan kata.

Ragam bahasa dalam bahasa Indonesia berjumlah sangat banyak dan tidak

terhad. Maka itu, ia dibagi atas dasar pokok pembicaraan, perantara pembicaraan, dan

hubungan antarpembicara.

Ragam bahasa menurut pokok pembicaraan meliputi:

1. Ragam undang-undang

2. Ragam jurnalistik

3. Ragam ilmiah

4. Ragam sastra

Ragam bahasa menurut hubungan antarpembicara dibagi atas:

1. Ragam lisan, terdiri dari:

1. Ragam percakapan

2. Ragam pidato

3. Ragam kuliah

4. Ragam panggung

2. Ragam tulis, terdiri dari:

1. Ragam teknis

2. Ragam undang-undang

3. Ragam catatan

4. Ragam surat-menyurat

Dalam kenyataannya, bahasa baku tidak dapat digunakan untuk segala

keperluan, tetapi hanya untuk:

1. Komunikasi resmi

2. Wacana teknis

3. Pembicaraan di depan khalayak ramai

4. Pembicaraan dengan orang yang dihormati

C. UNSUR-UNSUR DALAM SEBUAH BAHASA

Pada bagian ini akan ditampilkan beberapa sub-pengantar bahasa yang yang

dirumuskan sebagai kesatuan utuh bahasa itu sendiri: Unsur dasar bahasa, Tahapan

perolehan bahasa, Bahasa buatan, dan Menerjemahkan bahasa.

1. Unsur Dasar Bahasa

Pada unsur bahasa ini, terdapat beberapa istilah yang sangat umum didalam

sebuah penganalisaan sebuah bahasa. Unsul bahasa ini didalam ilmu bahasa lebih

sering disebut dengan Linguistik atau ilmu yang mempelajari bahasa yang meliputi

morpologi, ponologi, semantik, sintax, dan lain-lain. Pada bagian ini, akan diberikan

beberapa sub-bahasan yang lebih sederhana, yaitu:

Vol. I No. 2, SEPTEMBER 2012 ISSN: 2252-3480

12

a. Fonem

Fonem yaitu unsur terkecil dari bunyi ucapan yang bisa digunakan untuk

membedakan arti dari satu kata. Contohnya kata ular dan ulas memiliki arti yang

berbeda karena perbedaan pada fonem /er/ dan /es/. Setiap bahasa memiliki jumlah

dan jenis fonem yang berbeda-beda. Misalnya bahasa Jepang tidak mengenal fonem

/la/ sehingga perkataan yang menggunakan fonem /la/ diganti dengan fonem /ra/.

Contoh:

Bunga /b/, /u/, /n/, /g/, /a/

Meja /m/, /e/, /j/, /a/

Indah /i/, /n/, /d/, /a/, /h/

b. Morfem

Morfem yaitu unsur terkecil dari pembentukan kata dan disesuaikan dengan

aturan suatu bahasa. Pada bahasa Indonesia morfem dapat berbentuk imbuhan.

Misalnya kata praduga memiliki dua morfem yaitu /pra/ dan /duga/. Kata duga

merupakan kata dasar penambahan morfem /pra/ menyebabkan perubahan arti pada

kata duga. Dalam morfm, hal ini dibagi kedalam dua bagian yaitu morfem bebas dan

morfem terikat atau nama lainnya free morphem dan bound morphem. Morfem bebas

meliputi atrikel, preposisi, dan konjungsi. Sedangkan, morfem terikat adalah morfem

yang meliputi kata kerja, benda, keterangan, dan kata sifat.

Contoh:

Quick (Kata Sifat)+ -ly = Quickly (Kata Keterangan)

Slow (K. Sifat) + -ly = Slowly (K. Keterangan)

Agree (K. Kerja) + -ment =Agreement (K. Benda)

Electric (K. Benda) + -al = Electrical (K. Sifat)

c. Sintaksis

Sintaksis yaitu penggabungan kata menjadi kalimat berdasarkan aturan

sistematis yang berlaku pada bahasa tertentu. Dalam bahasa Indonesia terdapat aturan

SPO atau subjek-predikat-objek. Aturan ini berbeda pada bahasa yang berbeda,

misalnya pada bahasa Belanda dan Jerman aturan pembuatan kalimat adalah kata

kerja selalu menjadi kata kedua dalam setiap kalimat. Hal ini berbeda dengan bahasa

Inggris yang memperbolehkan kata kerja diletakan bukan pada urutan kedua dalam

suatu kalimat.

Contoh:

Ibu membeli sayur dipasar.

S V O Ket.

Mobil itu berwarna merah.

S P V Ket.

Rumah yang berwarna hijau itu milik saya.

S Anak Kalimat V O

Induk Kalimat

d. Semantik

Semantik mempelajari arti dan makna dari suatu bahasa yang dibentuk dalam

suatu kalimat.

Contoh:

Vol. I No. 2, SEPTEMBER 2012 ISSN: 2252-3480

13

- Dia mengingginkan aku menikah dengan kembang desa.

Dari kalimat diatas, kita dapat mempresentasikan makna yang berhubungan dengan

kalimat diatas. Jadi sebenarnya kedua orang tua pria itu mengingginkan anaknya

menikah dengan seorang gadis yang cantik dan rupawan.

e. Diskurs

Diskurs mengkaji bahasa pada tahap percakapan, paragraf, bab, cerita atau

literatur.

Contoh:

Gue, nggak kenal ma lue.

Pada kalimat diatas, kita selalu mendengar bahasa ini. Bahasa ini bukanlah

bahasa standar dari sebuah bahasa. Melainkan adalah bahasa daerah yang

dipergunakan oleh suku Betawi atau dikenal dengan dialek jakarta. Pada proses ini,

kita akan melihat sebuah phenomena menarik dari pembahasan diskurs ini, yaitu kita

akan melihat bagaimana sebuah bahasa dapat dipergunakan seolah-olah bahasa

tersebut berbentuk standar.

Bahasa ini sangat banyak diadopsi oleh kaum muda yang dipergunakan

sebagai bahasa gaul mereka dan terkadang dipakai sebagai bahasa komunikasi antar

teman. Jadi, sebenarnya bahasa diatas dapat dimaknai, yaitu: Saya tidak mengenal

Anda.

2. Tahapan Perolehan Bahasa

a. Cooing atau berbunyi

Cooing atau berbunyi adalah tahapan ini dilakukan oleh bayi di seluruh dunia,

tidak terpengaruh pada jenis bahasa yang ada disekitarnya. Bayi yangtuna rungu pun

melakukannya. Biasanya terdiri atas bebunyian dari huruf hidup. Bunyi ini dapat

ditandai dengan bunyi biabial atau bunyi yang menggunakan kedua buah bibir untuk

menciptakan bunyi ini, yaitu: /p/, /m/, /b/.

b. Babbling atau bergumam

Babbling atau bergumam adalah tahapan ini menunjukkan kecenderungan bayi

untuk mengeluarkan berbagai jenis fonem yang digabung antara huruf hidup dan

konsonan. Pada tahap ini suara babbling terdengar sama pada bayi berbahasa apapun.

Pada sub bagian ini, bunyi yang dihasilkan adalah bunyi yang biabial dengan bunyi

vokal, yaitu: /pa/, /ma/, ba/.

c. Ujaran satu kata

Ujaran satu kata adalah tahapan ini menunjukkan kecenderungan bayi untuk

mengeluarkan fonem yang berguna pada bahasanya, baik huruf hidup maupun

konsonan. Bayi Jepang tidak akan mengeluarkan fonem /la/. Pada saat ini bayi mulai

mengeluarkan satu kata. Pada proses ini, bayi akan menghasilkan sebuah

penggabungan fonem menjadi sebuah kata. Seperti: /papa/, /mama/, /baba/.

d. Ujaran dua kata dan penuturan telegrafik

Tahapan ini berlangsung pada usia 1,5 - 2,5 tahun, dimana bayi dan balita

mulai menggabungkan dua atau tiga buah kata. Pada saat ini anak mulai belajar

memahami sintaks. Struktur dasar kalimat dewasa Tahapan ini mulai muncul pada

Vol. I No. 2, SEPTEMBER 2012 ISSN: 2252-3480

14

usia 4 tahun. Ditunjang oleh pertambahan perolehan kosa kata yang meningkat secara

eksponensial.

III. ANALISIS DATA

1. GENDER DALAM PERSFEKTIF BAHASA INDONESIA

Pada bagian ini, penulis akan memaparkan beberapa istilah penting dalam

pembahasan gender ini sehingga pemahaman tentang gender ini akan memberikan

makna yang jelas. Dibawah ini akan digambarkan pembahasan tentang: Gender dalam

Persfektif Bahasa Indonesia dan Gender dalam Persfektif Umum dalam Bahasa

Indonesia. Pembahasan ini dapat dilihat seperti dibawah ini dengan jelas.

1. Gender dalam Persfektif Bahasa Indonesia

Bahasa seperti disebutkan diatas adalah seperti yang dikemukakan oleh

Mackey (1986:12). Menurut Wibowo (2001:3), bahasa adalah sistem simbol bunyi

yang bermakna dan berartikulasi (dihasilkan oleh alat ucap) yang bersifat arbitrer dan

konvensional, yang dipakai sebagai alat berkomunikasi oleh sekelompok manusia

untuk melahirkan perasaan dan pikiran.

Dari pernyataan ini dapat disimpimpulkan bahwa bahasa adalah sebuah

lambang bunyi yang bermakna yang dihasilkan oleh organ alat ucap atau disebut juga

organs of speech sehingga bunyi tersebut dapat memberikan tanda bahwa ia

memberikan jenis kelamin.

Didalam beberapa bahasa, gender merupakan sebuah hal yang sangat penting

untuk membentuk sebuah kalimat yang baik dan benar. Seperti didalam bahasa

French dan bahasa Inggris. Sebagai contoh: dalam bahasa Inggris:

She is a queen.(Wanita itu adalah seorang ratu)

He is a king. (Laki-laki itu adalah seorang raja)

Dari dua contoh diatas dapat dijelaskan bahwa dalam bahasa Inggris juga

terdapat beberapa gender sebagai ciri khas dari sebuah kata. Pada kata /she/ dan kata

/queen/ adalah sebuah pola kata yang benar dalam tatabahasa inggris. Hal ini

disebabkan karena, kata /she/ adalah penunjuk gender jenis kelamin feminime, kita

ketehui bahwa kenapa kata she dapat disepadankan dengan kata lain selain kata queen

yaitu seperti kata sister, girl, aunt, niece, dan lain-lain dalam struktur bahasa inggris.

Sedangkan kata /he/ pada kalimat selanjutnya adalah penunjuk untuk jenis kata /king/

sebagai jenis masculine yang pada dasarnya kata he ini dapat disepadankan dengan

jenis kata yang lain dalam persfektif bahasa Inggris seperti uncle, boy, king, nephew,

dan lain-lain.

Tetapi dalam kasus ini, bahasa Indonesia juga mempunyai beberap jenis

phonem gender yang menunjukan apakah phonem itu feminime atau masculine yang

dapat dianalisis dari bunyi yang dihasilkan dari sebuah kata berdasarkan fungsi kata

tersebut.

Vol. I No. 2, SEPTEMBER 2012 ISSN: 2252-3480

15

a. Phonem

Phonem adalah bunyi terkecil dalam sistematik bunyi. Ia tidak dapat

dipisahkan dalam beberapa bunyi. Sedangkan, kata adalah beberap simbol bunyi yang

dapat dipisahkan menjadi beberapa phonem. Sedangkan kalimat adalah sekumpulan

kata yang dapat dipisahkan menjadi beberapa kata.

Contoh:

Kalimat : Kami akan pergi ke Bali minggu depan.

Kata : Rumah, Sandal, Gelas.

Phonem : /r/, /u/, /m/, /a/, /h/.

Pada contoh ini, secara sederhana digambarkan bahwa kalimat terdiri dari

beberapa kata, sedangkan kata terdapat beberapa simbol bunyi apakah ia konsonan,

bunyi vowel atau dipthong. Sementara, phonem adalah satuan bunyi terkenjil dari

kata dan ia tidak dapat dipecah. Phonem dalam bahasa terdapat beberapa simbol

bunyi yang cukup banyak apakah untuk singel atau double phonem. Istilah ini dapat

dilhat didalam bahasa Inggris. Contoh: Singel phonem /s/, /d/, /k/, /g/, dan lain-lain.

Double phonem /dj/, / tj /, / /, dan lain-lain.

b. Gender

Gender ialah suatu tanda jenis kelamin. Hal ini biasanya sangat berhubungan

kepada jenis kelamin manusia. Tetapi dalam hal ini, gender ialah suatu jenis phonen

yang menunjukan bahwa jenis phonen tersebut berjenis pria atau wanita. Pada

pembahasan ini, penulis meletakan dua hal penting dalam pembahasan ini, yaitu

phonen /i/ sebagai jenis kelamin wanita, sedangkan phonen /a/ adalah jenis kelamin

pria dalam bahasa Indonesai.

Pada sebuah proses yang lain, didalam bukunya Hasan Alwi (2000:235) membagi

sistem gender kedalam beberapa bagian yang terdiri dari gender itu sendiri, sepeti:

- Nomina dengan afiks -wan, -wati

- Nomina dengan sufiks – at, -in

- Nomina dengan fonem /a /, dan / i /

Bagian ini akan dibahas secara sederhana dengan melihat objek Bahasa

Indonesia sebagai bahasa yang akan dianalisis. Hal ini akan memberikan

perbendaharaan pemahaman bahasa yang lebih komplek.

Nomina dengan afiks -wan, -wati

Nomina dengan sufiks –wan dan –wati ini akan mengacu kepada beberapa subjeck,

yaitu:

o Orang yang ahli dalam bidang tertentu

o Orang yang mata pencarian atau pekerjaanya dalam bidang tertentu.

o Orang yang memiliki barang atau sifat khusus.

Suffiks –wan selalu diikuti oleh alomorf –man dan –wati. Pada masa lampau

alomorf –man diletakkan pada dasar yang berakhir dengan fonem /i/, seperti terlihat

pada kata budiman dan seniman. Sufiks –man tidak begitu produktif lagi;

pembentukan nomina baru sering mempergunakan –wan.

Alomorf –wati dipakai untuk mengacu pada jenis gender perempuan

(feminime). Seorang pekerja perempuan, misalnya, dinamakan karyawati, sedangkan

rekan prianya (masculine) dinamakan karyawan.

Dalam perkembangan bahasa Indonesia, orang mulai memakai bentuk dengan –wan

untuk merujuk baik feminine atau masculine. Bila ingin secara khusus merujuk

kepada feminine nya, barulah dipakai –wati. Dengan kata lain, wartawati pastilah

seorang jurnalis wanita, tetapi wartawan bisa mengacu pada pria ataupun yang

wanita. Dibawah ini akan ditampilkan beberapa contoh mengenai hal ini, seperti:

Vol. I No. 2, SEPTEMBER 2012 ISSN: 2252-3480

16

Ilmuwan - orang yang ahli di bidang ilmu

Budayawan - orang yang ahli di bidang budaya

Sastrawan - orang yang ahli di bidang sastra

Sejara(h)wan - orang yang ahli di bidang sejarah

Rohaniwan - orang yang ahli di bidang rohani

Bahasawan - orang yang ahli di bidang bahasa

Karyawan - orang yang mata pencariaanya berkarya

Wartawan - orang yang pekerjaanya dalam bidang pewartaan

Usahawan - orang yang pekerjaannya dalam bidang usaha

Olahragawan - orang yang secara khusus memahirkan diri di bidang

orah raga

Dermawan - orang yang suka berderma

Hartawan - orang memiliki banyak harta

Rupawan - orang yang memiliki rupa elok

Bangsawan - orang yang berbangsa/keturunan orang mulia

Dengan adanya kemungkinan membentuk nomina lewat penambahan sufiks –

wan /-wati, pemakai bahasa Indonesia berpeluang memilih cara pembentuk nomina

dengan prefiks per-, peng-, atau dengan memakai sufiks –wan /-wati. Kaidah untuk

menentukan bentuk mana yang dipakai bersifat idomatis, artinya, pilhannya hanya

berdasar pada alat bahasa. Orang yang hidup dari, atau yang bergerak di bidang seni,

scara idomatis disebut seniman, dan bukan peseni. Demikian pula kita dapati kata

bidiman, hartawan, ilmuwan yang sudah baku dan mantap sehingga kita menolak

bentuk lain seperti pembudi, pengharta, dan pengilmu.

1. Nomina dengan sufiks – at, -in

Dalam bahasa indonesia ada kelompok kecil nomina yang diturunkan dengan

sufiks –at dan in yang maknanya berkaitan dengan perbedaan jenis gender atau

jumlah. Pada bagian ini, ada beberapa bagain yang membedakan antara gender dan

jumlah. Hal ini dibedakan karena ada beberap bentuk yaitu bentuk tunggal dan jamak.

Contoh:

Tunggal/masculine tunggal/ feminime jamak/ masculine-feminime

Muslim Muslimat Muslimin

Mukmin Mukminat Mukminin

- Hadirat Hadirin

Sehingga pada bagian ini ada hal yang dapat kita perhatikan bahwa sufiks /–at/

memberikan tanda kapada jenis wanita (feminime) sedangkan sufiks /-in/ memberikan

tanda kepada jenis pria (masculine).

2. Nomina dengan fonem /a /, dan / i /

Pada bagian ini akan disajikan beberapa permasalahan yang berhubungan

kepada bunyi satuan terkecil dari sebuah huruf yang pada bagian ini dapat

memberikan perbedaan mengenai sebuah gender atau jenis kelamin. Rujukan pada

pria dan wanita sangat umum didalam bahasa kita. Disamping beberapa contoh

diatas, kita temukan pula bentuk yang perbedaannya terletak pada alternatif antara

fonem /a/ untuk masculine dan fonem /i/ untuk feminime. Hal ini dapat diletakkan

diakhir dari kata tersebut.

Contoh:

Masculine (Pria) Feminime (Wanita)

Dewa Dewi

Putra Putri

Vol. I No. 2, SEPTEMBER 2012 ISSN: 2252-3480

17

Pemuda Pemudi

Mahasiswa Mahasiswi

Siswa siswi

Pramugara Pramugari

Saudara Saudari

Santriputra Santriputri

Pada beberapa contoh diatas, kita dapat melihat bahwa untuk membedakan

antara gender pria dan wanita dapat dibedakan berdasarkan fonem yang melekat pada

kata. Secara umum perbedaan ini, akan dilihat berdasarkan kepada bunyi sebelum

fonem /a/ atau /i/ dilekatkan ada sebuah kata.

Pada kasus ini, kita akan menganalisa bunyi yang mana lebih produkti untuk

membedakan gender ini. Sebagai contoh pada kata Dewa dan Dewi, mahasiswa dan

mahasiswi, siswa dan siswi

Pada kata dewa dan dewi, kita menemukan satu fonem yang sama yaitu fonem

/w/. Fonem ini adalah fonem yang dapat dihasilkan dari organ of speech atau organ

mulut yang disebut dalam istilah bahasa adalah semi vowel.

Semi vowel adalah bunyi yang dihasilkan dengan hapir merupakan bunyi

konsonan. Cara memprduksi bunyi semi vowel adalah sama halnya dengan

memproduksi bunyi vowel. Dengan alasan ini dapat kita perhatikan bahwa fonem /a/,

dan /i/ juga meruapakan bagian dari fonem vowel.sehingga bunyi /w/ dalam kata

dewa dan dewi sangat sesuai. Hai ini berdasarkan karena bunyi keduanya keluar dari

organ speech yang sama yaitu bunyi Front dalam struktur organ of speech..

Pada kasus yang lain, ternyata bunyi yang menunjuk kepada gender ini juga

dapat melekat pada fonem yang lain seperti Rolled atau Flapped atau dikenal dengan

bunyi bergetar. Untuk dapat menghasilkan bunyi ini dengan cara ujung dari lidah

dibuat bergetar dengan menyentuh gigi bagian atas. Untuk mengasilkan bunyi ini,

fonem /a/ atau /i/ sangat sesuai dengan fonem ini dikarenakan bunyi vowel ini dapat

langsung dihasilkan tanpa adanya perhentiaan atau stopping of the tongue. Dari

contoh diatas, dapat dilihat seperti kata putra dan putri, saudara dan saudari.

Bagian yang lain, dari bunyi fonem yang membedakan antara gender ini adlah

bunyi yang disebut bunyi yang dihasilkan dari kerjasama kedua bibir, baik bibir

bagian atas maupun bibir bagain bawah. Kita dapat memproduksi bunyi ini dengan

melakukan penarikan napas pada paru-paru kemudian keluarkan dengan menciptakan

sebuah ledakan. Bunyi ini dapat dihasilkan dengan beberapa fonem seperti: /p/, /b/,

/m/, dan /w/. Tetapi untuk bagian ini, fonem yang dimaksud adalah fonem /p/.

Ketika kita menghasilkan kata putra dan putri, kedua kata ini akan

memberikan keseimbangan bunyi antara bunyi biabial dengan bunyi dari front of

vowel /i/ dan /a/.

Dari gambar berikut akan ditampilakan beberapa komponen bunyi yang

dihasilkan dalam organ of speech.

2. Gender dalam Persfektif Umum Bahasa Indonesia

Pada sub-bagian ini, kita akan disajikan beberapa gambaran secara umum

tentang gender dalam bentuk yang lebih umum dalam bahasa Indonesia. Tetapi, pada

bagian ini hal .yang berbeda mengenai fonem pada sub-bagian diatas. Sehingga, pada

bagian ini dapat dikatakan gender tidak tentu.

Masculine (Pria) Feminime (Wanita)

Kanda Adinda

Vol. I No. 2, SEPTEMBER 2012 ISSN: 2252-3480

18

Ayah Ibu

Abang Kakak

Tuan Nyonya

Raja Ratu

Pria Wanita

Paman Bibi

Jantan Betina

Raden (Jawa) Kanjeng (Jawa)

Dan lain-lain

Pada bagian ini, kita dapat melihat bahwa gender dalam bahasa Indonesia

memiliki kesamaan dalam bahasa lain, meskipun bahasa Indonesia itu sendiri sangat

sedikit sekali dalam menggunakan istilah gender dalam tatabahasanya. Perbedaan ini

dapat dilihat dari beberapa bahasa internatioanl, seperti: Francis dan Inggris. Kedua

bahasa ini sangat berpenggaruh dalam penggunaan tatabahasa.

KESIMPULAN

Dari pembahasan data diatas, penulis dapat memberikan bebarapa kesimpulan

yang berhubungan dengan penelitian yang dikutip dari setiap bab, hingga akhir setiap

bab. Hal ini dapat dilihat sebagia berikut:

Bahasa adalah sebuah phenomena yang menarik yang memilki oleh manusia

yang diberikan oleh Tuhan yang bertujuan untuk berkominikasi antar umat

manusia,Tuhan, dan sebagainya yang menggunakan alat ucap atau dikenal dengan

organs of speech.Pada organ of speech ini akan menghasilkan berbagai ragam bunyi

yang dapat dipelajari oleh manusia untuk saling memberikan informasi yang baik.

Salah satu unsur dari bunyi ini adalah yang disebut dengan fonem atau dikenal dengan

ilmu yang mempelajari bunyi.Bunyi inilah yang dapat dipahami oleh indra telinga

untuk memberikan umpan tanya jawab sehingga kominikasi dapat terjadi.Fonem pada

bagian ini meliputi dua hal yaitu /a/ dan /i/ untuk memberikan perbedaan gender

tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Ambary, Abdullah. Intisari Tata Bahasa Indonesia. Bandung: Djatnika. 1986.

Alwi, Hasan. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. 2003.

Guntur, Henry. Pengajaran Kompetensi Bahasa Indonesia. Bandung: Angkasa.

1989.

Mackey, W.F. Analisis Bahasa. Surabaya: Usaha Nasional. 1986.

Rajimwale, Sharad. Elements of General Linguistics. New Delhi: Rama Brothers.

2003.

Santoso, Kusno Budi. Problematika Bahasa Indonesia. Bandung: Angkasa. 1990.

Vol. I No. 2, SEPTEMBER 2012 ISSN: 2252-3480

19

Smaradhipa, Galih. Bertutur dengan Tulisan diposting dari situs

www.rayakultura.com. 12/05/2005.

Soejono, Ag. Metode Khusus Bahasa Indonesia. Bandung: C.V. Ilmu1983.

Stiawan, Yasin. Perkembangan Bahasa diposting dari situs www.siaksoft.com.

16/01/2006.

Tarigan,Syamsuddin, A.R. Sanggar Bahasa Indonesia. Jakarta: Universitas Terbuka

Jakarta. 1986.

Pangabean, Maruli. Bahasa Pengaruh dan Peranannya. Jakarta: Gramedia. 1981.

Walija. 1996. Bahasa Indonesia dalam Perbincangan. Jakarta: IKIP

Muhammadiyah Jakarta Press.

Wibowo, Wahyu. Manajemen Bahasa. Jakarta: Gramedia. 2001.