23
Spiritualitas Pada Orang dengan HIV/AIDS (ODHA) di Aceh Rena Irmayani, Nurafni, Safrilsyah Syarief ABSTRAK Acquired Immunodefienciency Syndrome (AIDS) merupakan salah satu penyakit yang mulai mengancam Indonesia dan banyak negara di seluruh dunia yang ditandai dengan adanya infeksi oportunistik pada sistem kekebalan tubuh yang disebabkan oleh Human Immunodefienciency Virus (HIV). Tidak semua orang mengetahui dan memahami penyebab terjadinya penyebaran virus HIV/AIDS sehingga sebagian orang beranggapan bahwa jumlah ODHA di Indonesia sedikit. Selain itu kurangnya pengetahuan dan fasilitas kesehatan turut serta memengaruhi penyebaran virus HIV sehingga dari tahun ke tahun jumlah ODHA mengalami peningkatan. Spiritualitas bisa menjadi salah satu sumber kekuatan yang utama bagi ODHA untuk dapat membantu meringankan rasa sakit yang dialami. Sampai saat ini terapi yang dilakukan oleh ODHA belum mampu menghilangkan virus HIV secara menyeluruh, spiritualitas diharapkan dapat menjadi salah satu coping bagi ODHA untuk dapat bertahan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui spiritualitas pada Orang dengan HIV/AIDS (ODHA) di Aceh. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan metode wawancara secara mendalam dan observasi non partisipan. Pedoman wawancara mengacu pada lima aspek spiritualitas oleh Swinton dan Pattinson (dalam Gilbert, 2007). Subjek penelitian melibatkan tiga orang subjek yang memiliki karakteristik sebagai ODHA dan berdomisili di Aceh. Metode analisis data yang digunakan adalah analisis tematik. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa pencapaian spiritualitas oleh ketiga subjek berbeda-beda. S1 dan S3 menunjukkan adanya perubahan spiritualitas dalam beribadah. Berbeda dengan S2 yang tidak menunjukkan perubahan spiritualitas dalam beribadah. Ketiga subjek juga menyakini bahwa keadaan yang terjadi pada mereka 1

Abstrak & Isi

Embed Size (px)

DESCRIPTION

akdhad kjsgdsd

Citation preview

Spiritualitas Pada Orang dengan HIV/AIDS (ODHA) di Aceh

Rena Irmayani, Nurafni, Safrilsyah Syarief

ABSTRAK

Acquired Immunodefienciency Syndrome (AIDS) merupakan salah satu penyakit yang mulai mengancam Indonesia dan banyak negara di seluruh dunia yang ditandai dengan adanya infeksi oportunistik pada sistem kekebalan tubuh yang disebabkan oleh Human Immunodefienciency Virus (HIV). Tidak semua orang mengetahui dan memahami penyebab terjadinya penyebaran virus HIV/AIDS sehingga sebagian orang beranggapan bahwa jumlah ODHA di Indonesia sedikit. Selain itu kurangnya pengetahuan dan fasilitas kesehatan turut serta memengaruhi penyebaran virus HIV sehingga dari tahun ke tahun jumlah ODHA mengalami peningkatan. Spiritualitas bisa menjadi salah satu sumber kekuatan yang utama bagi ODHA untuk dapat membantu meringankan rasa sakit yang dialami. Sampai saat ini terapi yang dilakukan oleh ODHA belum mampu menghilangkan virus HIV secara menyeluruh, spiritualitas diharapkan dapat menjadi salah satu coping bagi ODHA untuk dapat bertahan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui spiritualitas pada Orang dengan HIV/AIDS (ODHA) di Aceh. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan metode wawancara secara mendalam dan observasi non partisipan. Pedoman wawancara mengacu pada lima aspek spiritualitas oleh Swinton dan Pattinson (dalam Gilbert, 2007). Subjek penelitian melibatkan tiga orang subjek yang memiliki karakteristik sebagai ODHA dan berdomisili di Aceh. Metode analisis data yang digunakan adalah analisis tematik. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa pencapaian spiritualitas oleh ketiga subjek berbeda-beda. S1 dan S3 menunjukkan adanya perubahan spiritualitas dalam beribadah. Berbeda dengan S2 yang tidak menunjukkan perubahan spiritualitas dalam beribadah. Ketiga subjek juga menyakini bahwa keadaan yang terjadi pada mereka merupakan salah satu bentuk kasih sayang dan hikmah dari Allah SWT yang harus dijalani dengan rasa syukur.

Kata Kunci : Spiritualitas, Orang dengan HIV/AIDS (ODHA), HIV/AIDS

1

2

SPIRITUALITY IN PEOPLE LIVING WITH HIV/AIDS in ACEH

Rena Irmayani, Nurafni, Safrilsyah Syarief

ABSTRACT

Acquired Immunodefienciency Syndrome (AIDS), a disease that is start to threaten Indonesia and many countries around the world, is characterized by the presence of opportunistic infections in immune system that caused by the Human Immunodefienciency Virus (HIV). Not all people know and understand the causes of the spread of HIV/AIDS, so most people assume that the number of people living with HIV in Indonesia is just a low. In addition, the lack of knowledge and health facilities are participated to influence the spread of the HIV virus so that from year to year the number of people living with HIV has increased. Spirituality can be a major source of strength for people living with HIV to be able to help alleviate the pain experiences. Until now, the therapy that was done to people living with HIVhave not been succes, so spirituality is expected to be one of the coping for people living with HIV to survive. The aims of this study is to find out the spirituality in people living with HIV/AIDS (ODHA) in Aceh. This study is a qualitative study using in-depth interviews and nonparticipant observation. Interview guide refers to the five aspects of spirituality by Swinton and Pattinson (in Gilbert, 2007). Research subjects involving three subjects that have characteristics of ODHA and domiciled in Aceh. Data analysis methods were using thematic analysis. The results of this study indicate that the attainment of spirituality by three different subjects. S1 and S3 indicate a change in the spirituality of worship. In contrast to the S2 which does not indicate a change in the spirituality of worship. All three subjects also believed that the circumstances that happened to them is one of compassion and wisdom of Allah that must be lived with gratitude.

Keywords: Spirituality, People Living with HIV / AIDS (ODHA), HIV/AIDS

3

PENDAHULUAN

Acquired Immunodefienciency Syndrome (AIDS) merupakan salah satu

penyakit yang mulai mengancam Indonesia dan banyak negara di seluruh dunia

yang ditandai dengan adanya infeksi opportunistik pada sistem kekebalan tubuh

yang disebabkan oleh Human Immunodefienciency Virus (HIV) (UNAIDS, 2008).

Menurut Kementerian Kesehatan RI (2012) HIV/AIDS merupakan salah satu

masalah besar yang harus dihadapi oleh semua negara sebab angka pengidap

HIV/AIDS yang diperoleh berjumlah tidak pasti. Hal ini juga disebabkan oleh

kurangnya pemahaman tentang penularan, penanganan serta dampak HIV/AIDS

sehingga dari tahun ke tahun jumlah pengidap HIV/AIDS di dunia semakin

meningkat. Orang yang positif terinfeksi HIV/AIDS di Indonesia diberi nama

Orang dengan HIV/AIDS (ODHA) (Siregar dalam Souraya, 2013).

Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan RI (2012)

menunjukkan bahwa jumlah kumulatif kasus HIV/AIDS di Indonesia telah

mencapai 141.277 kasus di 33 provinsi. Menurut Arifin (dalam Demartoto, 2005)

penularan virus HIV yang terjadi di Indonesia disebabkan oleh hubungan seks

pada pasangan heteroseksual dan homoseksual, penggunan jarum suntik, transfusi

darah dan transmisi perinatal (virus yang ditularkan dari ibu ke bayinya dalam

masa kehamilan hingga masa kelahiran).

Berdasarkan data dan hasil pengamatan Komisi Penanggulangan AIDS

(KPA) Aceh, jumlah pengidap HIV/AIDS di Aceh mengalami peningkatan dari

tahun ke tahun. Penyebab terjadinya peningkatan jumlah pengidap HIV/AIDS di

Aceh disebabkan oleh hubungan seks bebas dan suntik narkoba (KPA, 2012).

Oleh sebab itu KPA dan Pemerintah Aceh terus melakukan sosialisasi kepada

masyarakat mengenai HIV/AIDS untuk mengurangi penularan virus tersebut.

4

Tabel 1. 1.Jumlah Kumulatif Kasus HIV/AIDS Menurut Provinsi

Provinsi HIV/AIDSAceh Utara 25Aceh Tamiang 22Bireun 21Banda Aceh 19Lhokseumawe 18Aceh Timur 17Aceh Tenggara 16Aceh Besar 14Langsa 11Pidie 10Simeuleu 7Pidie Jaya 5Aceh Barat 5Aceh Selatan 5Gayo Lues 5Aceh Tengah 4Bener Meriah 4Sabang 3Nagan Raya 3Aceh Barat Daya 3Aceh Singkil 2Aceh Jaya 1Subulussalam 1

Sumber: NAD Support Group (2013)

Fenomena HIV/AIDS ibarat gunung es yang hanya tampak permukaan

luarnya saja. Minimnya pengetahuan tentang proses penyebaran virus hingga

kurangnya sosialisasi juga menjadi faktor individu tidak mengetahui dirinya telah

terinfeksi virus tersebut. Ketika seseorang dinyatakan mengidap penyakit serius,

maka sebagian besar dari orang tersebut akan menunjukkan respon psikologis

yang berbeda-beda. Salah seorang aktivis AIDS juga mengungkapkan bahwa

salah satu beban yang dialami oleh ODHA adalah beban psikososial, seperti tidak

adanya dukungan keluarga, pelayanan medis yang buruk serta menjadi salah satu

pemberitaan negatif di media massa (Djauzi dalam Sudoyo, Setiyohadi, Alwi,

Simadibrata, & Setiati, 2009).

Spiritualitas merupakan salah satu dampak yang ditimbulkan dari

HIV/AIDS. Spiritualitas merupakan salah satu aspek yang tidak dapat dipisahkan

begitu saja dari kehidupan manusia dan merupakan bagian dari kualitas hidup

dalam diri seseorang yang memiliki nilai-nilai personal, standar personal dan

kepercayaan (University of Toronto, 2010). ODHA merasa memiliki kekuatan

ketika ada nilai-nilai personal dan kepercayaan didalam dirinya dalam berinteraksi

dengan Tuhan dan orang lain. Woods dan Ironson (1999) menemukan dampak

5

positif spiritualitas dan religiusitas pada kesehatan penderita kanker,

kardiovaskular dan HIV.

Potter dan Perry (2005) mengatakan bahwa makna spiritualitas pada orang

dengan HIV/AIDS adalah pengalaman pribadi yang memiliki keunikan dan

pemaknaan yang berbeda-beda. Hal ini dipengaruhi oleh perjuangan setiap

individu untuk mengubah pola pikir dan menambah pengetahuan mengenai nilai-

nilai kehidupan serta mengubah tingkah laku individu tersebut (Collein, 2010).

Beberapa penelitian menunjukan bahwa hal-hal seperti keyakinan positif,

kenyamanan, dan kekuatan yang diperoleh dari agama, meditasi, dan doa dapat

memengaruhi kondisi fisik sehingga menjadi lebih baik dan tenang (Molefe &

Duma, 2007)

TINJAUAN PUSTAKA

A. Spiritualitas

Tischler (2002) mengatakan bahwa spiritualitas merupakan cara seseorang

menemukan makna, harapan, kenyamanan dan kedamaian batin dalam hidup.

Spiritualitas mampu menjadikan seorang individu menjadi pribadi yang terbuka,

saling memberi dan memiliki kasih sayang. Schreurs (2002) menambahkan bahwa

spiritualitas merupakan suatu hubungan personal terhadap orang lain. Spiritualitas

menurut Swinton dan Pattinson (dalam Gilbert, 2007) adalah sebagai aspek

penting dalam eksistensi manusia yang berhubungan dengan struktur yang

memberikan makna secara signifikan dan mengarahkan hidup seseorang serta

membantu seseorang menghadapi perubahan dalam hidup.

B. Orang dengan HIV/AIDS (ODHA)

Menurut UNAIDS (2008), ODHA adalah singkatan dari Orang dengan

HIV/AIDS sebagai pengganti istilah penderita yang mengarah pada pengertian

bahwa orang tersebut sudah secara positif terinfeksi HIV. HIV adalah singkatan

dari Human Immunodeficiency Virus, sebuah virus yang menyerang sistem

kekebalan tubuh manusia.

AIDS merupakan sekumpulan gejala dan infeksi yang timbul karena rusaknya

sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV. Virus ini menyerang sel

6

darah putih yang berfungsi sebagai sistem kekebalan tubuh dan merusak jaringan

sel darah putih. Kondisi fisik dan psikis ODHA akan menjadi rentan terhadap

beberapa penyakit lainnya seperti TB, pneunomia dan radang paru-paru. Hal ini

bisa menjadi lebih berat daripada biasanya (Bare & Smeltzer, Depkes R.I,

Ignatavicius & Bayne dalam Collein, 2010).

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif bersifat fenomenologi,

dimana jenis pendekatan fenomenologi merupakan istilah yang digunakan untuk

menunjuk pada suatu pengalaman subjektif dari berbagai dan tipe subjek yang

ditemui. Prosedur pengambilan subjek pada penelitian ini menggunakan teknik

purposive sampling, dengan memilih subjek berdasarkan ciri-ciri yang sesuai

dengan tujuan penelitian. Selain itu peneliti juga menggunakan strategi sampling

bola salju (snowball sampling). Jumlah subjek dalam penelitian ini adalah tiga

orang yang sesuai dengan karakteristik penelitian. Metode pengumpulan data

dalam penelitian ini menggunakan metode wawancara dengan panduan, observasi,

alat rekam dan catatan lapangan.

HASIL PENELITIAN

Berdasarkan hasil wawancara, peneliti menemukan proses pencapaian spiritualitas ketiga subjek yang dirangkum berdasarkan tema. Berikut adalah tabel tema dari ketiga subjek penelitian:

Tabel 4.3.Rangkuman Tema Subjek yang merupakan Orang dengan HIV/AIDS (ODHA)

Tema Subjek Satu Subjek Dua Subjek Tiga

1Awal perjalanan hidup S1 sebelum positif HIV

Pengalaman S2 saat tinggal dengan saudara

Aktivitas setelah menyelesaikan studi SMA

2Mulai merasakan adanya perbedaan pada diri

Tidak sempat merasakan kasih sayang seorang Ayah

Masa perkenalan dan menjalin bubungan dekat

3Pertama kali melakukan hubungan seks di Aceh

Awal mula S2 terinfeksi HIV

Suami mulai jatuh sakit

4Awal mula terinfeksi HIV

Respon S2 setelah mengetahui positif HIV

Penyebab suami jatuh sakit

5Respon setelah mengetahui positif HIV

Hubungan S2 dengan rekan kerja

Respon setelah mengetahui penyebab suami jatuh sakit

6Awal mula menceritakan keadaan dirinya saat ini kepada keluarga

Ketakutan S2 menceritakan kondisinya saat ini kepada keluarga

Awal mula S3 melakukan pemeriksaan darah

7 Usaha untuk melakukan penyembuhan dan

Usaha S2 melakukan penyembuhan dan

Respon S3 setelah mengetahui positif HIV

7

pencegahan pencegahan

8Hubungan percintaan dengan pasangan

Dukungan dari rekan kerja san sesama ODHA

Kondisi suami setelah mengetahi status S3 yang telah positif HIV

9Dukungan adik membangkitkan semangat untuk bertahan

Persiapan S2 sebelum menceritakan kondisi yang sebenarnya kepada keluarga

Usaha yang dilakukan agar anak tidak terinfeksi HIV

10Hubungan dengan sesama ODHA

Pandangan S2 terhadap HIV Ketakutan S3 menceritakan kondisinya kepada keluarga

11Menyadari adanya pengalaman rohani

Masa perkenalan dan menjalin hubungan dengan pasangan

Ditelantarkan keluarga setelah mengetahui suami dan S3 positif HIV

12

Merasakan perubahan positif dalam diri setelah mendekatkan diri pada Allah

Kondisi ibadah S2 setelah positif HIV

Dukungan dan motivasi membuat S3 bangkit dari keterpurukan

13Sikap S1 dalam memandang HIV

Harapan S2 saat ini Pandangan S3 dalam memahami HIV

14Menjalani hidup dengan rasa optimis dan harapan-harapan baru

Menjalani hidup dengan rasa syukur

Merasakan adanya pengalaman rohani (transendence)

DISKUSI

Penelitian ini menemukan adanya pencapaian spiritualitas dari ketiga subjek

sejak pertama kali didiagnosa mengidap HIV. Pencapaian spiritualitas ini

mengacu pada lima aspek yang dikembangkan oleh Swinton dan Pattinson (dalam

Gilbert, 2007).

Aspek pertama adalah memiliki makna dalam hidup (meaning of life). Para

subjek mulai menemukan makna baru setelah dinyatakan positif HIV/AIDS

dimana mereka mulai merasa lebih dekat dengan Tuhan dan memahami HIV

secara mendalam. Proses mencari makna baru dalam kehidupan merupakan

proses yang unik dan bukan suatu hal yang mudah karena akan menimbulkan

stress, rasa marah, menyesal dan perasaan bersalah (Collein, 2010). Hal ini sesuai

dengan pernyataan ketiga subjek yang mulai menemukan makna hidup setelah

dinyatakan positif HIV. Ketiga subjek menemukan makna hidup setelah

mendapatkan dukungan dari keluarga dan teman-teman. Perubahan rohani yang

dirasakan ketiga subjek setelah menjadi ODHA merupakan salah satu aspek yang

membuat kehidupan mereka menjadi lebih bermakna.

Menurut Fryback dan Reinert (dalam Hati, 2008), spiritualitas merupakan

perjalanan pribadi seseorang untuk menemukan makna dan tujuan hidup. Secara

umum, makna hidup menurut para subjek adalah dengan menjalankan kehidupan

8

yang telah terjadi pada dirinya saat ini. Hal ini sesuai dengan pernyataan S1 yang

telah memiliki kehidupan lebih baik dari sebelumnya. S1 telah memiliki rumah

dan kendaraan sendiri dengan uang yang dihasilkan dengan bekerja sebagai

karyawan hotel di BA. S2 juga memiliki tujuan hidup seperti menikah dan

membangun usaha sendiri. Selain itu S2 juga ingin membantu kedua adiknya agar

dapat mandiri dan menjadi orang yang berhasil. S2 berharap calon istrinya nanti

mau menerima dirinya dan kedua adik-adiknya. Hal ini sesuai dengan pendapat

Elkins (dalam Hati, 2008) yang menyatakan bahwa tujuan hidup dapat mengarah

kepada suatu kondisi ideal yang harus dicapai oleh seseorang. Spiritualitas pada

seseorang harus memiliki komitmen untuk menjadi manusia yang lebih baik dan

dapat menjalankan potensi positif yang ada didalam diri pada segala aspek

kehidupan demi tercapainya komitmen tersebut.

Perubahan fisik, psikis dan rohani yang dirasakan oleh ketiga subjek juga

menjadi salah satu faktor dalam menemukan dan memiliki makna didalam hidup.

Seperti yang diungkapkan oleh S1 dan S3 bahwa mereka mengalami perubahan

secara fisik, psikis dan rohani setelah menjadi ODHA. S1 mengungkapkan bahwa

dirinya menjadi lebih bahagia setelah mendekatkan diri dengan Allah SWT seperti

berdoa dan membaca Al-Qur’an serta mengubah pola hidup menjadi lebih teratur.

Selain itu S1 juga memiliki keinginan untuk mengikuti pengajian agar ilmu agama

yang dimilikinya lebih kuat. Lain halnya dengan S2 yang tidak merasakan

perubahan spiritual dalam beribadah. S2 menceritakan bahwa dirinya

melaksanakan ibadah tergantung dengan apa yang dirasakannya saat itu. S3 juga

mulai menemukan makna hidup setelah menjalani masa-masa keterpurukan dan

penolakan sehingga S3 berusaha kembali dekat dengan Allah SWT. S3 mulai

menata kehidupan setelah mendapatkan dukungan dari keluarga. Perhatian dan

kasih sayang yang diberikan oleh ibu mertua juga membuat S3 menjadi lebih

kuat. S3 mengungkapkan bahwa kondisi yang saat ini terjadi pada dirinya adalah

sebagai salah satu bentuk kasih sayang Allah SWT kepada dirinya agar dapat

membantu orang lain yang mengalami hal yang sama dengan dirinya. Hal ini

sejalan dengan penelitian Ironson, Stuetzle dan Fletcher (2006) yang mengatakan

bahwa 45% partisipannya menunjukkan peningkatan spiritualitas setelah

didiagnosa HIV, 42% tetap sama dan 13% mengalami penurunan spiritualitas.

9

Collein (2010) dalam penelitiannya juga mengungkapkan bahwa ada peningkatan

spiritualitas yang dialami oleh ODHA setelah didiagnosa positif HIV.

Aspek kedua adalah memiliki nilai-nilai kehidupan. Swinton dan Patinson

(dalam Gilbert, 2007) menjelaskan bahwa nilai-nilai kehidupan ada untuk

mengatur individu dalam berperilaku di kehidupan sehari-hari. Inti dari sebuah

nilai adalah prinsip dan motivasi hidup. Hal ini senada dengan uraian ketiga

subjek yang memiliki nilai-nilai kehidupan sehingga ketiga subjek dapat bertahan

hingga saat ini. S1 mengungkapkan bahwa nilai-nilai kehidupan yang dimilikinya

saat ini adalah motivasi yang diberikan oleh sang adik. Selain itu perubahan sikap

kedua orang tua S1 yang semakin peduli dengan S1 juga menjadi salah satu

bentuk kekuatan untuk tetap bertahan. Lain halnya dengan S2 yang mendapatkan

motivasi dari atasannya yang mengetahui kondisi kesehatan S2 saat ini. Perhatian

dan dukungan yang didapatkan dari atasannya membuat S2 tetap semangat dan

kuat. Sampai saat ini S2 masih merahasiakan status kesehatannya dari keluarga

karena S2 masih belum siap untuk memberitahu, namun S2 masih menjaga

hubungan baik dengan keluarganya. Sedangkan S3 mendapatkan dukungan dari

ibu, abang dan rekan kerja sehingga dapat menjalani hari-hari sebagai ibu rumah

tangga. Hal ini sejalan dengan pernyataan Kemp (1999) bahwa sebuah intervensi

yang diberikan oleh petugas kesehatan dan orang lain dapat menunjukkan

pengampunan dan penerimaan dengan cara memberikan perawatan yang penuh

perhatian secara terus menerus tanpa membeda-bedakan.

Aspek ketiga adalah adanya pengalaman rohani yang dirasakan turut

memberikan pengaruh terhadap penemuan spiritualitas pada ketiga subjek. Taylor,

Lilis dan Lemone (1997) menyatakan bahwa agama bisa merupakan bagian dari

spiritual. Menurut Rajab (2012) orang-orang beragama akan merasa malu kepada

Tuhannya, kepada sesamanya, dan kepada dirinya sendiri. Oleh sebab itu individu

yang memiliki agama merasakan bahwa seks bebas adalah suatu perbuatan dosa

yang dapat merugikan diri sendiri dan orang lain. Sebagai bentuk pengalaman dan

kepercayaan ketiga subjek kepada Allah SWT, kehidupan ketiga subjek diisi

dengan menjalankan ibadah dan memanjatkan doa kepada Allah. Hal tersebut

diungkapkan oleh S1 yang tidak lagi melakukan perbuatan negatif seperti

berhubungan seks dan mengunjungi tempat hiburan malam. S1 juga mulai rajin

10

beribadah. Hal tersebut juga dialami oleh S3 merasa lebih taat dalam menjalankan

ibadah dan menjadi lebih sabar dengan takdir yang diberikan Allah SWT

kepadanya. Taylor dan Outlaw (Walton & Sullivan dalam Hati 2008) menjelaskan

bahwa pasien yang menggunakan doa sebagai terapi pengobatan dapat membantu

meringankan distress terhadap emosi, spiritual serta fisik. Hal ini sejalan dengan

apa yang dikemukakan oleh penelitian Cotton, Puchalski dan Sherman (2006)

yang mengatakan bahwa agama bisa digunakan sebagai koping positif bagi

ODHA.

Kondisi berbeda diungkapkan oleh S2 yang tidak merasakan perubahan

spiritualitas dalam menjalankan ibadah karena baginya hal tersebut hanya sebuah

rutinitas ibadah sehingga tidak memberikan pengaruh yang berarti. Selain itu S2

merasa bahwa setiap perbuatan yang telah dilakukannya memiliki risiko

dikemudian hari.

Selanjutnya aspek keempat adalah memiliki hubungan positif dengan diri

sendiri, orang lain dan lingkungan. Ketiga subjek menyadari bahwa manusia

membutuhkan manusia lainnya untuk dapat saling berinteraksi. Hal tersebut

senada dengan pernyataan Elkins, Hughes, Leaf, Sauders (1988) bahwa setiap

orang memiliki kesadaran terhadap keadilan sosial dan memiliki perilaku altruistic

(mampu memberi semangat dan mau menolong orang lain). Chiu (dalam Hati,

2008) menyatakan spiritualitas menggambarkan hubungan dengan orang lain yang

diwujudkan dalam berbagi dan menolong orang lain. Ketiga subjek mencoba

bangkit dari masa-masa keterpurukan dan kembali menjalin hubungan baik

dengan orang lain serta lingkungan untuk menjaga diri dari rasa sakit yang lebih

mendalam. Hal ini sejalan dengan penelitian Hati (2008) yang menyatakan bahwa

untuk memiliki spiritualitas pada penderita lupus harus memiliki hubungan

dengan orang lain dan lingkungan sebagai makhluk sosial yang hidup bersama

masyarakat.

Penerimaan diri terhadap kondisi saat ini membuat ketiga subjek menjadi

pribadi yang lebih matang dan optimis sehingga mereka bersedia membantu

teman-teman sesama ODHA. Hal ini sejalan dengan penelitian Aidina (2013)

yang menyatakan bahwa semakin tinggi penerimaan diri seseorang maka semakin

tinggi rasa optimismenya. Selain itu ketiga subjek merasa memiliki tanggung

11

jawab untuk tetap hidup. S3 yang merupakan seorang ibu rumah tangga merasa

memiliki tanggung jawab untuk menjaga dan merawat kedua anak beserta suami

keduanya, sedangkan menurut S1 dan S2 tanggung jawab yang harus dijalani

adalah dengan tetap bekerja agar dapat membantu keluarga dan tetap mandiri.

Ketiga subjek juga membangun kerjasama dengan rumah sakit dan lembaga

lainnya agar sosialisasi mengenai HIV/AIDS dapat dipahami oleh masyarakat luas

dengan baik.

Aspek kelima adalah mampu menjadi (becoming) seseorang yang bermanfaat

bagi diri sendiri, orang lain dan lingkungan. Individu yang memiliki spiritualitas

yang baik akan mampu memahami situasi dan kondisi yang terjadi pada dirinya

sehingga individu tersebut dapat mengambil keputusan akan menjadi pribadi

seperti apa. Hal ini sejalan dengan ungkapan ketiga subjek yang berusaha menjadi

pribadi yang berguna bagi orang lain setelah menjadi ODHA. Ketiga subjek

menyakini bahwa kondisi yang saat ini terjadi pada diri mereka memiliki hikmah.

Selain itu rasa sakit yang dialami oleh setiap subjek merupakan salah satu bentuk

kasih sayang. Hal tersebut senada dengan ungkapan S3 yang menyatakan bahwa

setelah menjadi ODHA, S3 memiliki keyakinan yang lebih besar terhadap Allah

SWT dan merasakan hikmah dari keadaannya saat ini. S3 dapat menjadi konselor

HIV/AIDS, mengikuti seminar bertaraf nasional dan internasional yang

membahas masalah HIV/AIDS serta membantu orang lain terutama sesama

ODHA. S3 juga memiliki keyakinan bahwa semuanya akan indah pada waktunya.

S3 percaya bahwa setiap rasa sakit yang diberi oleh Allah SWT ada obatnya.

Sama halnya dengan S1 dan S2 yang menyakini bahwa segala sesuatu akan ada

hikmahnya termasuk sakit yang diberikan. S1 dan S2 menganggap bahwa kondisi

mereka saat ini merupakan peringatan dari Allah SWT terhadap perbuatan masa

lalu mereka. Hal ini juga sesuai dengan penelitian Hati (2008) yang menemukan

adanya hikmah dari rasa sakit yang dirasakan oleh setiap subjek.

Proses pencapaian spiritualitas tidak terlepas dari sikap ketiga subjek yang

menyakini bahwa semua yang terjadi dalam hidup mereka karena telah diatur oleh

Allah SWT. Ketiga subjek merasa lebih bahagia dan menikmati hidup setelah

menjadi ODHA. Selain itu ketiga subjek juga memiliki harapan-harapan untuk

menghadapi masa depan dan tetap melakukan aktivitas seperti biasa. Conrad

12

(dalam Collein, 2010) mengatakan bahwa harapan adalah faktor penting dalam

menghadapi stres, mempertahankan kualitas hidup dan melanjutkan hidup.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil wawancara dan uraian pembahasan diatas dapat

disimpulkan ketiga subjek memiliki spiritualitas yang baik dengan pencapaian

yang berbeda-beda sesuai dengan aspek-aspek spiritualitas Swinton dan Pattinson

(dalam Gilbert, 2007). Ketiga subjek memiliki makna dalam hidup (meaning of

life) setelah didiagnosa positif HIV. Memiliki nilai-nilai dalam hidup (values of

life), menyadari adanya pengalaman rohani (transendence), memiliki hubungan

(connected) positif dengan diri sendiri, orang lain dan lingkungan serta mampu

menjadi (becoming) seseorang yang bermanfaat bagi diri sendiri, orang lain dan

lingkungan.

S1 yang menolak hasil pemeriksaan tes darah pertama kali dan melakukan tes

darah secara berulang sebanyak tiga kali pada akhirnya mulai menerima

kenyataan. Proses penolakan terhadap hasil pemeriksaan membuat S1 menjadi

pribadi yang mudah marah. Seiring berjalannya waktu serta adanya usaha dan

dukungan dari keluarga dan orang-orang terdekat membuat S1 menerima takdir

yang terjadi pada dirinya. S1 rajin beribadah dan tidak lagi mengunjungi tempat

hiburan malam setelah mendekatkan diri kepada Allah SWT. Lain halnya dengan

S2 yang mulai menerima kenyataan bahwa dirinya telah positif HIV setelah

melakukan pemeriksaan darah untuk pertama kalinya. S2 menyadari bahwa

kondisi yang terjadi pada dirinya saat ini merupakan risiko yang harus dijalaninya.

Walaupun kondisi ibadah S2 tidak mengalami perubahan, S2 tetap menjalani

hidup dengan rasa syukur dan optimis. Selain itu S2 juga membantu teman-teman

ODHA lainnya dalam Kelompok Dukungan Sebaya NSG.

S3 memiliki spiritualitas dalam hidup setelah menemukan makna dan tujuan

hidup. S3 mengalami masa keterpurukan selama dua kali didalam hidupnya.

Pertama saat dirinya mengetahui kondisi suami yang telah positif HIV. Kedua saat

dirinya dinyatakan positif HIV oleh dokter. Perasaan S3 saat itu adalah sedih,

kesal dan tidak percaya. S3 mulai bangkit dari keterpurukan setelah menyadari

bahwa saat itu dirinya sedang mengandung. Selain itu dukungan dan semangat

13

dari ibu membuat S3 bertahan. Seiring berjalannya waktu S3 menyadari bahwa

keadaannya saat ini adalah bentuk kasih sayang Allah SWT kepada dirinya. S3

menganggap bahwa keadaan dirinya saat ini memiliki hikmah dan kebaikan bagi

dirinya sendiri dan orang lain.

DAFTAR PUSTAKA

Aidina, W. (2013). Hubungan Penerimaan Diri dengan Optimisme Menghadapi Masa Depan Pada Remaja di Panti Asuhan. [Skripsi]. Banda Aceh. Universitas Syiah Kuala.

APA (American Psychology Association). (2010). Publication Manual of The American Psychological Association (6th edition). Washington, DC: American Psychological Association

Bjorklund, B. R & Bee, H. L. (2009). The Journey of Adulthood sixth edition. New Jersey: Pearson Education Prentice Hall

Buku Panduan Penulisan Skripsi. (2012). Banda Aceh: Program Studi Psikologi Universitas Syiah Kuala

Chairani, L. & Subandi, M.A. (2010). Psikologi Santri Penghafal Al-Qur’an: Peranan Regulasi Diri. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Collein, I. (2010). Makna Spiritualitas pada pasien HIV/AIDS dalam konteks asuhan keperawatan di RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta. [Thesis]. Depok: Universitas Indonesia

Cotton, S., Puchalski, C.M., Sherman, S.N. (2006). Spirituality and religion in patients with HIV/AIDS. Diakses pada tanggal 04 Desember 2013 melalui www.ncbi.nlm.nih.gov.

Demartoto, A. (2010). ODHA, Masalah Sosial dan Pemecahannya. Semarang: Pusat Penelitian Kependudukan UNS

Elkins, D.N., Hedstrom, L.J., Hughes, L.L., Leaf, J.A., Sauders, C. (1988). Toward A Humanistic-Phenomenological Spirituality; Definition, Description and Measurement. Journal of Humanistic Psychology.

Gilbert, P, Mary E. C., & Vicky N. (2007). Spirituality, values and mental health : Jewels for the journey. USA: Library of Congress Catalog in Publication Data.

Hati, R. T. (2008). Spiritualitas Pada Penderita Lupus. [Skripsi]. Yogyakarta: Universitas Islam Indonesia

14

Ironson, G. Struetzle, R. & Fletcher, M.A. (2006). Increase in Religiousness/Spirituality Occurs After HIV Diagnosis and Predicts Slower disease Progression over 4 Years in People with HIV. Diakses pada tanggal 04 Desember 2013 melalui http://www.ncbi.nlm.nih.gov/.

Komisi Penanggulangan AIDS (KPA). (2012). Kasus HIV di Aceh Meningkat. Diakses pada tanggal 04 Desember 2012 melalui http://atjehlink.com/kasus-hivaids-di-aceh-meningkat/

NAD Support Group (NSG). (2013). Data jumlah kasus HIV/AIDS Provinsi Aceh dari tahun 2004 s/d September 2013. Banda Aceh

Poerwandari, E.K. (2009). Pendekatan Kualitatif dalam Penelitian Psikologi. Jakarta: Universitas Indonesia

Potter, P.A & Perry, A.G. (2005). Fundamentals of nursing: Concepts, process and practice. (6th ed). Philadelphia. Mosby

Rajab, K. (2012). Psikologi Agama. Yogyakarta : Aswaja Pressindo

Schreurs, A. (2002). Psychotherapy and spirituality : integrating the spiritual dimension into theraputic practice. London : Jessica Kingsley Publisher

Souraya, C.A. (2013). Kesejahteraan Psikologis pada Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) di Provinsi Aceh. [Skripsi]. Aceh : Universitas Syiah Kuala

Subandi, M.A. (2009). Psikologi Dzikir: Studi Fenomenologi Pengalaman Transformasi Religius. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Sudoyo, Setiyohadi, Alwi, Simadibrata, Setiati. (2009). Ilmu Penyakit Dalam jilid III. edisi V. Jakarta: Internal Publishing

Taylor, C., Lilis, C., & Lemone, P. (1997). Fundamental of Nursing: The Art and Science of Nursing care. 3rd edition. Philadelphia. Lipincott

Tischler, L. (2002). Linking Emotional Intelligence, Spirituality and Workplace Performance : Definitions, Models and ideas for Research. Journal of Managerial Psychology. 17. 3. 203

United Nations Programme on HIV and AIDS (UNAIDS). (2004). Data analysis. Diakses pada tanggal 21 Mei 2013 melalui http://www.unaids.org

United Nations Programme on HIV and AIDS (UNAIDS). (2008). Fast facts about HIV . Diakses pada tanggal 27 November 2012 melalui http://unaids.com

University of Toronto. (2010). The Quality of Live Model. Diakses pada tanggal 23 Februari 2013 melalui http://www.utoronto ca/qol/concepts

15

Wood, T. E & Ironson, G. H. (1999). Religion and Spirituality in the Face of Illness: How Cancer, cardiac ann HIV Patients Describe Their Spirituality/Religiosity. Journal of Health Psychology. Vol 4, 393-412

DATA DIRI PENELITI

Nama : Rena Irmayani

T.T.L : Banda Aceh, 07 Januari 1991

Pendidikan : S-1 (Strata Satu) Psikologi

Fakultas : Kedokteran, Universitas Syiah Kuala

Agama : Islam

Email : [email protected]

Nomor Ponsel : 085371966820

Alamat : Lorong Budaya No. 5, Peurada Utama, Banda Aceh