14
Tingkat Kesuburan Perairan Pesisir Desa Busung Kecamatan Seri Kuala Lobam Kabupaten Bintan Rico Saputra 1 , Winny Retna Melani 2 , Tri Apriadi 3 [email protected] Program Studi Manjemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Maritim Raja Ali Haji ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui parameter fisika dan kimia dan tingkat kesuburan perairan pesisir Desa Busung Kabupaten Bintan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April-Juni 2018 di perairan pesisir Desa Busung, Kecamatan Seri Kuala Lobam, Kabupaten Bintan. Metode penelitian berdasarkan purposive sampling berdasarkan perbedaan aktivitas dan karakteristik perairan Desa Busung. Nilai indeks TRIX tertiggi pada stasiun III sebesar 6,09 sedangkan terendah pada stasiun II yakni sebesar 4,96. Hasil tersebut menggambarkan bahwa kualitas perairan pada stasiun III tergolong buruk dengan tingkat kesuburan yang sangat tinggi. Pada stasiun IV merupakan kondisi perairan dengan tingkat kesuburan rendah. Kata Kunci : Kesuburan Perairan, Desa Busung. . PENDAHULUAN Kualitas perairan memegang peranan penting sebagai media tempat hidup berbagai biota dan sangat penting bagi kehidupan manusia. Apabila faktor abiotik pada perairan terganggu maka faktor biotik juga akan berpengaruh terhadap perairan, terutama sekali fitoplankton sebagai dasar rantai makanan yang akan ikut terganggu.Terganggunya kondisi perairan dapat diketahui dari tingkat kesuburan yang semakin rendah (Fitra et al, 2012). Tingkat kesuburan suatu perairan pesisir dapat dinilai dari ketersediaan zat hara esensial. Ketersediaan zat hara tersebut disuatu perairan pesisir adalah sangat kompleks karena adanya interaksi atau pengaruhnya terhadap hasil proses-proses biokimiawi.Kontribusi aktivitas manusia di darat yang masuk ke perairan secara berlebih seperti pembuangan limbah rumah tangga dan limbah industri yang mengalir ke laut akan menyebabkan terjadinya penumpukan nutrien, sehingga terjadi proses eutrofikasi perairan. Desa Busung merupakan salah satu desa pesisir yang terletak di Kecamatan Seri Kuala Lobam Kabupaten Bintan. Desa ini merupakan salah satu kawasan

ABSTRAK - repository.umrah.ac.idrepository.umrah.ac.id/1810/1/JURNAL.pdfRincian parameter perairan yang diukur disajikan pada Tabel. Tabel. Pengukuran Kualitas Perairan No Parameter

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: ABSTRAK - repository.umrah.ac.idrepository.umrah.ac.id/1810/1/JURNAL.pdfRincian parameter perairan yang diukur disajikan pada Tabel. Tabel. Pengukuran Kualitas Perairan No Parameter

Tingkat Kesuburan Perairan Pesisir Desa Busung Kecamatan Seri Kuala

Lobam Kabupaten Bintan

Rico Saputra1, Winny Retna Melani

2, Tri Apriadi

3

[email protected]

Program Studi Manjemen Sumberdaya Perairan,

Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Maritim Raja Ali Haji

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui parameter fisika dan kimia dan

tingkat kesuburan perairan pesisir Desa Busung Kabupaten Bintan. Penelitian ini

dilaksanakan pada bulan April-Juni 2018 di perairan pesisir Desa Busung,

Kecamatan Seri Kuala Lobam, Kabupaten Bintan. Metode penelitian berdasarkan

purposive sampling berdasarkan perbedaan aktivitas dan karakteristik perairan Desa

Busung. Nilai indeks TRIX tertiggi pada stasiun III sebesar 6,09 sedangkan

terendah pada stasiun II yakni sebesar 4,96. Hasil tersebut menggambarkan

bahwa kualitas perairan pada stasiun III tergolong buruk dengan tingkat

kesuburan yang sangat tinggi. Pada stasiun IV merupakan kondisi perairan

dengan tingkat kesuburan rendah.

Kata Kunci : Kesuburan Perairan, Desa Busung.

.

PENDAHULUAN

Kualitas perairan memegang peranan penting sebagai media tempat hidup

berbagai biota dan sangat penting bagi kehidupan manusia. Apabila faktor abiotik

pada perairan terganggu maka faktor biotik juga akan berpengaruh terhadap

perairan, terutama sekali fitoplankton sebagai dasar rantai makanan yang akan

ikut terganggu.Terganggunya kondisi perairan dapat diketahui dari tingkat

kesuburan yang semakin rendah (Fitra et al, 2012).

Tingkat kesuburan suatu perairan pesisir dapat dinilai dari ketersediaan zat hara

esensial. Ketersediaan zat hara tersebut disuatu perairan pesisir adalah sangat

kompleks karena adanya interaksi atau pengaruhnya terhadap hasil proses-proses

biokimiawi.Kontribusi aktivitas manusia di darat yang masuk ke perairan secara

berlebih seperti pembuangan limbah rumah tangga dan limbah industri yang

mengalir ke laut akan menyebabkan terjadinya penumpukan nutrien, sehingga

terjadi proses eutrofikasi perairan.

Desa Busung merupakan salah satu desa pesisir yang terletak di Kecamatan

Seri Kuala Lobam Kabupaten Bintan. Desa ini merupakan salah satu kawasan

Page 2: ABSTRAK - repository.umrah.ac.idrepository.umrah.ac.id/1810/1/JURNAL.pdfRincian parameter perairan yang diukur disajikan pada Tabel. Tabel. Pengukuran Kualitas Perairan No Parameter

yang memiliki berbagai sumberdaya alam, baik yang ada dilingkungan perairan

maupun di daratan. Hal ini dibuktikan dengan adanya aktivitas penangkapan biota

laut seperti ikan, udang, gonggong, kepiting, dan biota laut lainnya (Rosa, 2015).

Perairan pesisir Busung merupakan perairan yang banyak menerima beban

masukan bahan organik. Bahan ini berasal dari berbagai sumber seperti buangan

limbah rumah tangga, limbah industri rumah tangga dan bekas penggalian pasir

berupa material sedimen yang masuk melalui daratan langsung menuju ke

perairan laut. Apabila aktivitas tersebut dilakukan secara terus-menerus, maka

dikhawatirkan akan mengakibatkan terganggunya ekosistem perairan dan bahkan

akan mengakibatkan perairan tersebut tercemar.

Oleh karena itu terganggu atau tidaknya suatu perairan dapat diketahui melalui

status kesuburan perairan tersebut. Pendugaan kesuburan perairan dapat diketahui

melalui metode Indeks TRIX, yaitu suatu metode yang didasari atas fenomena

eutrofikasi yang sering terjadi di perairan pesisir. Berdasarkan hal tersebut maka

dilakukan penelitian mengenai tingkat kesuburan perairan pesisir Desa Busung

Kecamatan Seri Kuala Lobam Kabupaten Bintan.

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April-Juni 2018, bertempat di perairan

pesisir Desa Busung, Kecamatan Seri Kuala Lobam, Kabupaten Bintan.

Pengukuran dan analisis data kosentrasi klorofil-a dilakukan di Laboratorium

Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan UMRAH dan pengambilan konsentrasi

sampel nitrat dan ortofosfat dilakukan di laboratorium Badan Teknik Kesehatan

Lingkungan dan Pengendalian Penyakit Kelas I (BTKL) Batam.

Peta Lokasi Penelitian Desa Sebong Pereh

Stasiun Koordinat

Keterangan North East

1 104.327532 1.023775 Mangrove alami (masuk ke aliran sungai)

2 104.337739 1.018930 Permukiman penduduk

3 104.338461 1.009445 Mangrove pasca tambang

4 104.331244 0.992846 Penambangan pasir tradisional warga

Page 3: ABSTRAK - repository.umrah.ac.idrepository.umrah.ac.id/1810/1/JURNAL.pdfRincian parameter perairan yang diukur disajikan pada Tabel. Tabel. Pengukuran Kualitas Perairan No Parameter

Rincian parameter perairan yang diukur disajikan pada Tabel.

Tabel. Pengukuran Kualitas Perairan No Parameter Satuan Alat dan Metode Keterangan

Fisika

1. Suhu ˚C Multitester In situ

2. Kecerahan M Secci disc Laboratorium

Kimia

1. pH - Multitester In situ

2. DO mg/L Multitester In situ

3. Salinitas o/oo Refractometer In situ

3. Nitrat mg/L Spektrofotometrik Laboratorium

4. Ortofosfat mg/L Spektrofotometrik Laboratorium

Biologi

1. Klorofil-a µg/L Spektrofotometrik Laboratorium

Klorofil-a

Kosentrasi klorofil-a dihitung dengan persamaan Heriyanto (2009) sebagai

berikut:

Klorofil-a (μg/L) = ((11,9 x (A0 665 – A

0 750))x ((V/L) x (1000/S))

Keterangan:

A0665 : penyerapan spektrofotometer pada panjang gelombang 665 nm

A0750 : penyerapan spektrofotometer pada panjang gelombang 750 nm

V : ekstrak aseton (ml)

L : panjang jalan cahaya pada cuvet (cm)

S : volume sampel yang difilter (ml) dan 11,9 adalah Konstanta

Tingkat kesuburan suatu perairan ditentukan dengan membandingkan

kosentrasi klorofil terutama klorofil-a (Heriyanto, 2009). Status trofik atau tingkat

kesuburan perairan pesisir dan estuari yang terdiri dari oligotrofik, mesotropik,

dan eutropik. Kriteria pembagian kondisi perairan didasarkan pada kandungan

klorofil-a adalah sebagai berikut: perairan dengan konsentrasi klorofil-a <2 ug/L

dikategorikan ke dalam perairan oligotropik, perairan dengan konsentrasi klorofil-

a 2-6 ug/L dikategorikan ke dalam perairan mesotrofik, perairan dengan

kandungan klorofil-a 6-20 ug/L dikategorikan ke dalam perairan eutrofik (Marlian

et al. 2015).

Indeks TRIX

Penentuan indeks TRIX dilakukan dengan menghitung nilai oksigen terlarut

kemudian dikonversi menjadi oksigen saturasi (DO-Saturation). Parameter yang

dipilih dalam penghitungan Indeks TRIX yaitu konsentrasi klorofil, persentase

saturasi oksigen, nitrogen dan fosfor. Indeks TRIX dapat digunakan untuk

mengetahui tingkat kesuburan perairan atau pendugaan kesuburan suatu perairan

yang dapat dihitung dengan menggunakan perhitungan TRIX sebagai berikut:

TRIX =

x ∑ ( ) ( )

Keterangan:

M : nilai parameter terukur

L : batas bawah

U : batas atas

k : 10 (faktor skala)

n : jumlah parameter dalam perhitungan TRIX (n = 4)

Page 4: ABSTRAK - repository.umrah.ac.idrepository.umrah.ac.id/1810/1/JURNAL.pdfRincian parameter perairan yang diukur disajikan pada Tabel. Tabel. Pengukuran Kualitas Perairan No Parameter

Indeks kesuburan TRIX ini merupakan suatu pendekatan yang dilakukan untuk

mensintesis parameter kunci eutrofikasi ke dalam bentuk angka yang lebih

sederhana. Hal ini dilakukan guna mendapatkan informasi mengenai rentang

kondisi kesuburan pada wilayah perairan yang luas. Beberapa ahli

menggolongkan rentang nilai TRIX yang dapat dilihat pada Tabel.

Tabel. Penggolongan rentang nilai TRIX

Skala TRIX Status Kualitas Air Tingkat Eutrofikasi

0-4 Tinggi Rendah

4-5 Baik Sedang

5-6 Buruk Tinggi

6-10 Miskin Sangat tinggi

Sumber :(Alves et al., 2013)

HASIL

Kualitas Air

Parameter kualitas air yang diukur pada masing-masing stasiun penelitian di

perairan Desa Busung meliputi parameter fisika dan kimia. Parameter fisika yang

diukur yakni kekeruhan, suhu, kedalaman, serta kecerahan perairan. Sedangkan

parameter kimia yang dikukur yakni salinitas, pH, oksigen terlarut, nitrat, serta

fosfat. Hasil pengukuran parameter fisika dan kimia perairan disajikan secara

lengkap seperti pada Tabel. Tabel. Hasil pengukuran parameter fisika dan kimia perairan

Parameter Satuan Stasiun Baku

Mutu* 1 2 3 4

Fisika

- Kekeruhan NTU 2,220,65 2,510,64 1,420,47 2,350,29

<5

- Suhu oC 300,05 29,730,06 29,430,37 29,530,11 28-30

- Kedalaman cm 146,030,6 172,044,2 156,6748,4 168,3321,4 -

- Kecerahan cm 1000,0 88,178,43 92,53,12 107,1712,4 300

Kimia

- Salinitas o/oo 27,672,08 27,330,58 28,670,58 29,670,58

30-33

- pH - 7,580,37 7,770,02 7,800,04 7,800,02 7-8,5

- Oksigen

terlarut mg/L 7,530,11 5,930,25 7,270,55 7,000,5

>5

- Nitrat mg/L 0,040,02 0,070,04 0,050,03 0,010,004 0,008

- Fospat mg/L 0,590,05 0,620,01 0,530,11 0,490,12 0,015

baku mutu *) Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 51 Tahun 2004

Nilai Klorofil di Perairan Desa Busung Kandungan klorofil yang ada pada sel fitoplankton di perairan Desa Busung

sangat penting untuk menggambarkan kualitas dan kesuburan perairannya pada

saat ini. Nilai klorofil di perairan Desa Busung masing-masing stasiun disajikan

pada Gambar.

Page 5: ABSTRAK - repository.umrah.ac.idrepository.umrah.ac.id/1810/1/JURNAL.pdfRincian parameter perairan yang diukur disajikan pada Tabel. Tabel. Pengukuran Kualitas Perairan No Parameter

Klorofil pada masing-masing stasiun penelitian.

Tingkat Kesuburan Perairan Desa Busung Perhitungan tingkat kesuburan perairan Desa Busung dinyatakan dengan indeks

TRIX digunakan untuk pendugaan status kualitas perairan dari suatu perairan

yang diukur. Indeks TRIX digunakan juga untuk melihat kondisi eutrofikasi

perairan seperti yang tertera pada Gambar.

Gambar. Indeks TRIX pada masing-masing stasiun penelitian

PEMBAHASAN

Kualitas Air

Kekeruhan perairan pada stasiun I sebesar 2,22 NTU, pada stasiun II

kekeruhan sebesar 2,51 NTU, kekeruhan perairan sebesar 1,42 NTU, serta pada

stasiun IV sebesar 2,35 NTU. Kekeruhan perairan tertinggi terdapat pada stasiun

III sedangkan terendah pada stasiun II. Pada stasiun II merupakan kawasan

permukiman penduduk yang rentan akan pembuangan sampah organik dan akan

terurai ke dasar perairan sehingga diduga akan mempengaruhi lapisan sedimen

menjadi lebih halus. Dengan adanya pergerakan arus, partikel dasar akan

mengalami pergerakan sehingga kekeruhannya meningkat. Pada stasiun II juga

merupakan peralihan antara perairan laut terbuka menuju perairan teluk, sehingga

jika air laut naik/pasang gelombang akan menggerus bibir pantai dan menarik

partikel sedimen sehingga terhajadi peningkatan kekeruhan. Namun secara

Page 6: ABSTRAK - repository.umrah.ac.idrepository.umrah.ac.id/1810/1/JURNAL.pdfRincian parameter perairan yang diukur disajikan pada Tabel. Tabel. Pengukuran Kualitas Perairan No Parameter

keseluruhan, mengacu pada Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 51

Tahun 2004, kekeruhan perairan di lokasi penelitian masih layak bagi kehidupan

biota akuatik karena lebih kecil dari pada 5 NTU.

Suhu perairan Desa Busung di stasiun I sebesar 30,07 oC, stasiun II sebesar

29,73oC, pada stasiun III sebesar 29,43

oC serta pada stasiun IV sebesar 29,53

oC.

Jika mengacu pada Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 51 (2004)

bahwa suhu yang baik bagi kehidupan organisme akuatik yakni 28-30oC. Dengan

demikian kondisi suhu masih baik bagi kehidupan biota akuatik. Menurut Indriana

et al. (2014) Pertumbuhan dan kehidupan biota air sangat dipengaruhi oleh suhu

air. Kisaran suhu optimal bagi kehidupan biota di perairan tropis antara 28°C -

32°C. Suhu pada lokasi penelitian yakni perairan Desa Busung masih baik bagi

pertumbuhan biota.

Kedalaman perairan pada stasiun I sebesar 146 cm, pada stasiun II sebesar

172cm, pada stasiun III sebesar 156,67 cm, serta pada stasiun IV sebesar 168,33

cm. Kedalaman perairan tertinggi yakni pada stasiun I dikarenakan lokasi ini

merupakan lahan penambangan pasir yang saat ini masih dilakukan secara

tradisional oleh masyarakat sekitar. Penggalian pasir pantai dilakukan oleh

masyarakat dengan menggali pasir disekitar pantai sehingga diharuskan

melakukan pengerukan, pengerukan yang terjadi menyebabkan perairan semakin

dalam.

Kecerahan perairan pada stasiun I sebesar 100 cm, pada stasiun II sebesar

88,17cm, stasiun III sebesar 93,5cm, pada stasiun IV sebesar 107,17cm. Jika

mengacu pada Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 2004

kecerahan yang baik untuk kehidupan biota akuatik yakni > 3 m (300 cm).

Menurut Mayagitha et al. (2014) tingkat kecerahan yang semakin rendah

menandakan bahwa kualitas perairannya semakin jelek karena adanya bahan-

bahan tersuspensi yang tinggi. Rendahnya kecerahan diduga karena banyak

penduduk sekitar yang membuang limbahnya ke perairan. Sesuai dengan hasil

pengukuran kecerahan terendaah pada stasiun II, sedangkan kekeruhan perairan

yang juga tertinggi pada stasiun II. Kondisi ini menjelaskan bahwa semakin

meningkatnya kekeruhan, kecerahan perairan akan menurun. Kecerahan yang

rendah akan menghambat penetrasi cahaya matahari yang masuk ke perairan

sehingga mempengaruhi fotosintesis.

Sedangkan salinitas dari hasil pengukuran di stasiun I sebesar 27,67o/oo, pada

stasiun II sebesar 27,33o/oo, pada stasiun III sebesar 28,67o

/oo, serta pada stasiun IV

sebesar 29,67 o/oo. Salinitas tertinggi terjadi pada stasiun IV yang merupakan

lokasi perairan terbuka sehingga salinitasnya lebih tinggi. Sedangkan salinitas

pada stasiun II paling rendah, karena masuk kedalam perairan tertutup menuju ke

area estuary. Menurut Supriadi (2001), terjadi perbedaan salinitas antara wilayah

estuaria dan perairan terbuka. Pada pearairan terbuka kadar zat garam yang

memiliki masa jenis lebih besar dari pada konsentrasi zat garam pada kawasan

perairan tertutup.

Derajat keasaman perairan pada stasiun I sebesar 7,58, pada stasiun II sebesar

7,77, pada stasiun III sebesar 7,8, dan pada stasiun IV sebesar 7,8. Jika mengacu

pada Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 51 (2004) bahwa derajat

keasaman berkisar antara 7-8,5 merupakan derajat keasaman yang sesuai bagi

pertumbuhan organisme akuatik. Menurut Susana (2009) sebagian besar

biota akuatik sensitif terhadap perubahan nilai pH, nilai yang

Page 7: ABSTRAK - repository.umrah.ac.idrepository.umrah.ac.id/1810/1/JURNAL.pdfRincian parameter perairan yang diukur disajikan pada Tabel. Tabel. Pengukuran Kualitas Perairan No Parameter

ideal untuk kehidupan antara 7 – 8,5. Pada nilai pH yang lebih

rendah (< 4), sebagian besar tumbuhan air mati karena tidak dapat

bertoleransi terhadap pH rendah. Perubahan kualitas air dapat

menyebabkan air laut yang bersifat basis (pH > 7) berubah menjadi

bersifat asam (pH<7). Rendahnya nilai pH mengindikasikan

menurunnya kualitas perairan yang pada akhirnya berdampak terhadap

kehidupan biota di dalamnya.

Oksigen terlarut di perairan Desa Busung pada stasiun I sebesar 7,53 mg/L,

pada stasiun II sebesar 5,93 mg/L, pada stasiun III sebesar 7,27 mg/L, serta pada

stasiun IV sebesar 7,0 mg/L. Jika mengacu pada Keputusan Menteri Lingkungan

Hidup Nomor 51 (2004) bahwa oksigen terlarut yang baik bagi kehidupan

organisme akuatik yakni >5 mg/L. Secara keseluruhan oksigen masih layak untuk

kehidupan biota akuatik. Menurut Simanjuntak (2007) Oksigen adalah salah satu

unsur kimia yang sangat penting sebagai penunjang utama kehidupan berbagai

organisme. Oksigen dimanfaatkan oleh organisme perairan untuk proses respirasi

dan menguraikan zat organik menjadi zat an-organik oleh mikro organisme.

Oksigen terlarut dalam air berasal dari difusi udara dan hasil fotosintesis

organisme berklorofil yang hidup dalam suatu perairan dan dibutuhkan oleh

organisme untuk mengoksidasi zat hara yang masuk ke dalam tubuhnya.

Selanjutnya kandungan nitrat pada stasiun I sebesar 0,04 mg/L, stasiun II

sebesar 0,07 mg/L, stasiun III sebesar 0,05 mg/L, dan pada stasiun IV sebesar

0,02 mg/L. untuk fosfat stasiun I sebesar 0,59 mg/L, stasiun II sebesar 0,62 mg/L,

stasiun III sebesar 0,53 mg/L, dan pada stasiun IV sebesar 0,49 mg/L. Jika

mengacu pada Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 51 (2004) bahwa

nitrat dan fosfat yang baik bagi kehidupan organisme akuatik masing-masing

0,008 dan 0,015 mg/L.

Pada stasiun II memiliki kandungan nitrat dan fosfat tertinggi dibandingkan

dengan stasiun lainnya. Meskipun kandungan nitrat dan fosfat yang tinggi pada

stasiun II tidak sejalan dengan tingginya kandungan klorofil. Menurut Sihombing

et al., (2013) kandungan klorofil-a sangat dipengaruhi oleh kondisi oseanografi,

utamanya adalah intensitas cahaya dan kandungan nutrien. Pello et al., (2014)

komposisi nutrien yang tinggi dapat merupakan indikasi dari intensifnya proses

denitrifikasi dan adanya pencemaran bahan organik yang berasal dari limbah

domestik, industri, dan limpasan (run-off). Menurut Marlian et al., (2015) bahwa

tinggi dan rendahnya sebaran klorofil-a disebabkan karena pengaruh masukan

nutrien (amonia, nitrat, nitrit, dan ortofosfat).

Konsentrasi Klorofil

Kandungan klorofil-a pada stasiun 1 sebesar 1,54 g/L, pada stasiun II sebesar

3,19 g/L, pada stasiun III sebesar 6,5 g/L, serta pada stasiun IV sebesar 10,32

g/L. Setelah diperoleh nilai kandungan klorofil pada masing-masing stasiun,

diketahui stasiun IV memiliki kandungan klorofil tertinggi, sedangkan pada

stasiun I merupakan kandungan klorofil terendah. Berdasarkan tingkat kesuburan

perairan, stasiun I dan stasiun II tergolong kesuburan sedang (mesotropik)

sedangkan pada stasiun III dan stasiun IV tergolong pada perairan dengan tingkat

kesuburan tinggi (eutrofikasi).

Page 8: ABSTRAK - repository.umrah.ac.idrepository.umrah.ac.id/1810/1/JURNAL.pdfRincian parameter perairan yang diukur disajikan pada Tabel. Tabel. Pengukuran Kualitas Perairan No Parameter

Jika dibandingkan dengan penelitian Semedi dan Safitri (2015) mengenai

kandungan klorofil-a di perairan Madura diketahui bahwakonsentrasi klorofil-a

antara 0.022-1.196 mg/L (22-119,6 g/L dengan rata-rata sebesar 0,0643 mg/L

(64,3 g/L). Penelitian Sihombing et al., (2013) hasil pengamatan kandungan

klorofil-a di perairan Sungsang berkisar antara 5,10 – 6,32 mg. Penelitian Kunarso

et al., (2011) memperoleh kandungan klorofil-a di perairan selatan jawa relatif

rendah hanya sebesar 0,14-11,35 mg.

Kemudian penelitian Wirasatria, (2011) berdasarkan sebaran klorofil-a di

perairan Teluk Toli toli masuk dalam kondisi bagus dengan rata-rata (kisaran)

kandungan klorofil-a sebesar 2.43 mg (0,6-6,14 mg). Menurut Marlian et al.,

(2015) bahwa sebaran horizontal klorofil-a penelitian berkisar antara 0,8152,452

μg/L. Penelitian Linus et al., (2016) di perairan kota Kendari memperoleh hasil

kandungan klorofil cukup rendah hanya berkisar 0,09-1,58 mg. Berdasarkan

penelitian-penelitian tersebut, maka kandungan klorofil di perairan Desa Busung

dalam nilai kandungan klorofil pada umumnya, hanya saja kandungan klorofil di

perairan Desa Busung cukup tinggi.

Dari hasil pengukuran kandungan klorofil di perairan Desa Busung stasiun IV

merupakan kawasan tertinggi kandungan klorofil di perairan tersebut

dibandingkan dengan stasiun lainnya. Stasiun IV merupakan kawasan perairan

yang lebih terbuka dan dekat dengan muara sungai dan hutan mangrove yang

secara umum pemanfaatannya masih terbatas. Pemanfaatan yang terbatas oleh

masyarakat sekitar, membuat perairan sekitar stasiun IV lebih baik dibandingkan

dengan stasiun lainnya. Kandungan klorofil yang tinggi mencirikan adanya

kelimpahan fitoplankton yang lebih tinggi pada stasiun IV. Artinya, kehidupan

fitoplankton di perairan tersebut masih terjaga dengan baik. Seperti pernyataan

Aryawati dan Thoha (2011) bahwa fitoplankton mengandung klorofil-a (dominan

pada kelas diatom), sehingga tinggi rendahnya kelimpahan fitoplankton dapat

mempengaruhi besar kecilnya kandungan klorofil-a di suatu perairan.

Kandungan klorofil terendah terjadi pada stasiun I, sedangkan tertinggi pada

stasiun IV. Tinginya kandungan klorofil pada stasiun IV dipengaruhi oleh tingkat

kecerahan. Kecerahan pada stasiun IV merupakan yang tertinggi sehingga

intensitas cahaya matahari yang masuk lebih banyak. Menurut Faturohman et al.

(2016) bahwa kekeruhan sangat dipengaruhi oleh bahan-bahan partikel

tersuspensi, partikel koloid, kekeruhan, warna perairan, jasad renik, detritus,

plankton, keadaan cuaca, waktu pengukuran. Kekeruhan yang tinggi dapat

mempengaruhi kelimpahan plankton, kelimpahan plankton cenderung tinggi

dengan kondisi kekeruhan rendah (kecerahan tinggi).

Keterangan diatas di perkuat dengan pernyataan Maturbongs (2015) bahwa

pertumbuhan fitoplankton dipengaruhi oleh tingkat kekeruhan perairan. Hal ini

dikarenakan kekeruhan perairan berpengaruh terhadap penetrasi cahaya ke dalam

kolom air karena cahaya mempunyai peranan penting bagi fitoplankton terutama

dalam proses fotosintetik. Fotosistesis pada tumbuhan laut seperti fitoplankton

dapat berlangsung bila intensitas cahaya dapat sampai ke sel fitoplankton. Oleh

karena itu bila terjadi kekeruhan maka penetrasi cahaya matahari ke permukaan

dan bagian yang lebih dalam tidak berlangsung efektif akibat terhalang oleh zat

padat tersuspensi sehingga fotosintesis tidak berlangsung sempurna.

Pada stasiun III terjadi pengayaan bahan organik yang terlalu tingggi, sehingga

hanya sebagian jenis fitoplankton yang hidup di wilayah tersebut dan menjadi

Page 9: ABSTRAK - repository.umrah.ac.idrepository.umrah.ac.id/1810/1/JURNAL.pdfRincian parameter perairan yang diukur disajikan pada Tabel. Tabel. Pengukuran Kualitas Perairan No Parameter

dominan. Seperti pernyataan Linus et al., (2016) menyatakan tinggi-rendahnya

konsentrasi klorofil-a tidak hanya dipengaruhi oleh keberadaan nutrien yang

tinggi namun juga oleh kecerahan tinggi. Hal ini berhubungan dengan proses

fotosintesis fitoplankton sebagai penyusun biomassa fitoplankton (klorofil-a),

dimana kecerahan tinggi akan mempengaruhi intensitas cahaya matahari yang

merupakan sumber energi bagi fitoplankton untuk berfotosintesis.

Dari hasil penelitian dan pengamatan dilapangan, bahwa pada stasiun II

memiliki tingkat kecerahan hanya sebesar 88,17 cm yang merupakan nilai

terendah dibandingkan dengan stasiun lainnya. Dengan demikian, tingkat

kecerahan yang lebih rendah karena menjadi faktor yang menyebabkan rendahnya

kandungan klorofil pada stasiun II. Terbatasnya kecerahan perairan di stasiun II

karena akan mempengaruhi optimalisasi penyerapan cahaya matahari oleh

fitoplankton sehingga mempengaruhi produksi klorofil di stasiun II. Kecerahan

dan intensitas cahaya matahari yang masuk ke perairan pada stasiun II lebih

sedikit dibandingkan dengan stasiun lainnya, kondisi ini sejalan dengan nilai

kekeruhan perairan yang juga lebih tinggi pada stasiun II yakni sebesar 2,51 NTU.

Rendahnya nilai kecerahan perairan di stasiun II sejalan dengan tingginya

kekeruhan pada stasiun II tersebut. Kecerahan dan kekeruhan perairan pada

stasiun II karena menjadi faktor penentu yang mempengaruhi kandungan klorofil

pada wilayah tersebut.

Kandungan oksigen di stasiun II yakni sebesar 5,93 mg/L lebih rendah dengan

stasiun lainnya. Kondisi ini mencirikan bahwa oksigen pada stasiun II diduga

lebih banyak terpakai pada proses penguraian bahan organik oleh bakteri.

Menipisnya kandungan oksigen di perairan akan berdampak pada respirasi biota.

Kondisi-kondisi yang terjadi pada stasiun II menguatkan peneliti bahwa faktor

lingkungan merupakan parameter yang signifikan pengaruhnya terhadap

kandungan klorofil disuatu perairan.

Selanjutnya, jika dilihat pada stasiun IV karena kondisinya lebih stabil dari

kondisi lingkungan dan pasokan nutrien, sehingga didominasi oleh kelompok

organisme fitoplankton yang banyak menghasilkan pigmen klorofil. Seperti hasil

penelitian Sihombing et al., (2013) bahwa fitoplankton dikenal sebagai tumbuhan

yang mengandung pigmen klorofil sehingga mampu melakukan reaksi

fotosintesis. Keberadaan fitoplankton pada suatu daerah berkaitan erat dengan

besar kecilnya kandungan klorofil yang berada di daerah tersebut. Klorofil banyak

terdapat pada diatom (Bacillariophyceae) dan dinoflagellata (Dinophyceae) yang

merupakan komponen terbesar fitoplankton di laut.Selain itu, diketahui bahwa

stasiun IV merupakan kawasan muara sungai yang yang belum banyak

mendapatkan tekanan eksploitasi oleh masyarakat. Sehingga cenderung lebih baik

dibandingkan dengan stasiun lainnya, dan kandungan klorofil pada kawasan ini

lebih tinggi. Dari hasil penelitian Semedi dan Safitri (2015) juga memperoleh

hasil bahwa sebaran klorofil menunjukkan nilai yang lebih tinggi pada kawasan

muara sungai.

Kesuburan Perairan

Nilai TRIX pada stasiun I sebesar 5,43, pada stasiun II sebesar 4,96, pada

stasiun III sebsar 6,09, sedangkan pada stasiun IV sebesar 5,03. Terlihat bahwa

stasiun dengan nilai indeks TRIX tertiggi pada stasiun III sedangkan terendah

pada stasiun II.

Page 10: ABSTRAK - repository.umrah.ac.idrepository.umrah.ac.id/1810/1/JURNAL.pdfRincian parameter perairan yang diukur disajikan pada Tabel. Tabel. Pengukuran Kualitas Perairan No Parameter

Jika dibandingkan dengan hasil penelitian Tammi et al., (2015) mengenai

tingkat status trofik di perairan Singaraja, Bali memperoleh nilai indeks TRIX

berkisar 4,28-5,78 dengan kondisi kesuburan rendah (mesotrofik). Indeks TRIX

dapat digunakan sebagai penentuan status trofik dan pendugaan penurunan

kualitas perairan sehingga ada indeks ini dapat dijadikan sebuah indicator prediksi

untuk variabilitas status trofik secara temporal. Penelitian Linus et al., (2016) di

perairan kota Kendari, hasil kesuburan perairan berdasarkan TRIX berkisar 1,25-

1,28, berdasarkan kategori TRIX perairan Pulau Bungkutoko tergolong dalam

perairan oligotrofik.

Pada stasiun III kesuburan perairan tergolong sangat tinggi, artinya pada

stasiun III terdapat kandungan bahan organik yang sangat berlimpah. Tingginya

kesuburan perairan pada stasiun III menggambarkan asupan bahan organik yang

tinggi pada stasiun tersebut. Asupan bahan organik pada stasiun III merupakan

pengaruh dari adanya aktivitas permukiman disekitarnya berupa buangan bahan

organik yaitu makanan, sayuran, serta kotoran limbah domestik permukiman yang

menyebabkan tingginya bahan organik pada stasiun III. Sedangkan pada stasiun

II memiliki nilai indeks TRIX terendah, mencirikan perairan tersebut masih baik

dengan kondisi kesuburan yang sedang.

Kesuburan perairan di stasiun II dipengaruhi oleh kondisi kekeruhan perairan.

Kekeruhan perairan Desa Busung pada II sebesar 2,51 NTU merupakan

kekeruhan tertinggi dibandingkan dengan stasiun lainnya. Diketahui bahwa

tingkat kekeruhan tertinggi terdapat pada stasiun II dan terendah pada stasiun III.

Tingginya kekeruhan perairan pada stasiun II disebabkan oleh adanya aktivitas

pemukiman dan transportasi sekitar stasiun II sehingga mengakibatkan tingkat

kekeruhan semakin meningkat. Untuk itu penetrasi cahaya yang masuk ke

perairan menjadi terhambat dan mengakibatkan terganggunya fotosintesis oleh

kelompok organisme fitolankton sehingga kesuburan perairan akan menurun.

Selanjutnya jika dilihat dari nilai kecerahan perairan pada stasiun II sebesar

88,17 cm merupakan yang terendah dibandingkan dengan stasiun lainnya.

Kecerahan perairan pada stasiun II juga paling rendah berbanding lurus dengan

tingkat kekeruhan yang tertinggi pada stasiun II. Kekeruhan dan kecerahan yang

kurang baik pada stasiun II dibandingkan dengan stasiun lainnya, berpengaruh

terhadap konsentrasi klorofil pada stasiun tersebut dan kemudian akan

memmpengaruhi tingkat kesuburan perairannya.

Jika mengacu pada pendapat Linus et al., (2016) bahwa tinggi rendahnya

konsentrasi klorofil tidak hanya dipengaruhi oleh keberadaan nutrien yang tinggi

namun juga oleh kecerahan tinggi. Selanjutnya menurut Sihombing et al., (2013)

kandungan klorofil sangat dipengaruhi oleh kondisi oseanografi, utamanya adalah

intensitas cahaya. Hal ini berhubungan dengan proses fotosintesis fitoplankton

sebagai penyusun biomassa fitoplankton (klorofil), dimana kecerahan tinggi akan

mempengaruhi intensitas cahaya matahari yang merupakan sumber energi bagi

fitoplankton untuk berfotosintesis. Tingkat kecerahan yang tinggi dan kekeruhan

yang rendah akan mengoptimalkan penyerapan cahaya matahari yang masuk ke

badan air sehingga dapat digunakan oleh fitoplankton untuk berfotosintesis dan

menghasilkan pigmen klorofil. Semakin meningkat kecerahan suatu perairan akan

sangat mendukung terjadinya fotosintesis oleh organisme fitoplankton.

Selain itu, kesuburan perairan yang tinggi disebabkan oleh adanya asupan

unsur hara yakni nitrat dan fosfat. Pengayaan nitrat dan fosfat tertinggi terjadi

Page 11: ABSTRAK - repository.umrah.ac.idrepository.umrah.ac.id/1810/1/JURNAL.pdfRincian parameter perairan yang diukur disajikan pada Tabel. Tabel. Pengukuran Kualitas Perairan No Parameter

pada stasiun III sejalan dengan kesuburan perairan yang tinggi pula. Unsur hara

yang tersedia di perairan sangat erat kaitannya dengan kesuburan perairan

terutama kelimpahan organisme fitoplankton sebagai produsen primer. Sejalan

dengan pernyataan Marlian et al. (2015) Selain adanya masukan dari daratan,

daerah mulut muara dan sungai umumnya relatif dangkal, yang memungkinkan

terjadinya pengadukan massa air di seluruh lapisan perairan, sehingga

menyebabkan peningkatan kadar unsur hara di lapisan permukaan perairan.

Keadaan demikian memungkinkan untuk biomassa fitoplankton berkembang lebih

cepat dan subur. Lebih lanjut Hidayah et al. (2016) menyatakan bahwa Tinggi dan

rendahnya kandungan nutrien diperairan dipengaruhi oleh parameter kualitas

perairan yang mendukung kehidupan fitoplankton di perairan terutama bahan

organik (nirat dan fosfat).

Arahan Pengelolaan

1. Pengelolaan perairan Desa Busung mengedepankan pendekatan ekologi

(kestabilan antara faktor biotik dan abiotik) yakni dengan menjaga

kelestarian ekosistem pesisir Desa Busung agar kestabilan ekosistem tetap

terjaga.

2. Kandungan klorofil di perairan Desa Busung termasuk dengan perairan

dengan tingkat kesuburan tinggi, artinya perairan Desa Busung

mengandung nutrien yang tinggi sehingga melimpahnya fitoplankton

penghasil klorofil. Untuk itu pembuangan bahan organik yang berpotensi

meningkatkan kadar nutrien, dapat lebih diperhatikan. Terutama limbah

organik dari aktivitas permukiman sekitar Desa Busung yang memberikan

dampak terhadap masukan bahan organik ke perairan. Dengan demikian

diberikan sosialisasi kepada masyarakat untuk tidak membuang sampah

organik dan anorganik ke perairan.

3. Aktivitas-aktivitas masyarakat sekitar perairan Desa Busung cukup

memberikan dampak terhadap komunitas fitoplankton yang menghasilkan

klorofil. Seperti aktivitas mencuci yang akan menghasilkan gelembung

busa-busa sehingga akan menutupi permukaan air yang ditumbuhi oleh

fitoplankton. Sehingga dengan demikian, diharapkan bagi masyarakat

untuk tidak membuang limbah deterjen secara lengsung ke perairan laut.

4. Pada stasiun 2 mesotrofik yakni perairan dengan kesuburan sedang.

Disarankan pada lokasi di stasiun 2 lebih diperhatikan agar juga tidak

membuang limbah organik ke perairan, sehingga tidak terjadi penambahan

bahan organik untuk menjaga kestabilan perairan.

5. Pada stasiun 1 dan stasiun 4 termasuk kedalam perairan yang tergolong

eutrofik (tingkat kesuburan tinggi). Tentunya pada stasiun 1 dan 4 sangat

mengkhawatirkan untuk kestabilan ekosistem perairan, sehingga

diperlukan arahan pengelolaan untuk tidak membuang limbah organik ke

perairan karena akan meningkatkan nilai kandungan bahan organik.

6. Stasiun 3 hypertrofik yakni perairan dengan tingkat kesuburan sangat

tinggi. Disarankan pada stasiun ini lebih diperhatikan untuk tidak

membuang buangan organik ke perairan.

PENUTUP

Page 12: ABSTRAK - repository.umrah.ac.idrepository.umrah.ac.id/1810/1/JURNAL.pdfRincian parameter perairan yang diukur disajikan pada Tabel. Tabel. Pengukuran Kualitas Perairan No Parameter

Kesimpulan Kesimpulan dari hasil penelitian ini yaitu; nilai indeks TRIX tertiggi pada

stasiun III sebesar 6,09 sedangkan terendah pada stasiun II yakni sebesar 4,96.

Hasil tersebut menggambarkan bahwa kualitas perairan pada stasiun III tergolong

buruk dengan tingkat kesuburan yang sangat tinggi. Pada stasiun IV merupakan

kondisi perairan dengan tingkat kesuburan rendah.

Pada stasiun III kesuburan perairan tergolong sangat tinggi, artinya pada

stasiun III terdapat kandungan bahan organik yang sangat berlimpah. Tingginya

kesuburan perairan pada stasiun III menggambarkan asupan bahan organik yang

tinggi pada stasiun tersebut. Asupan bahan organik pada stasiun III merupakan

pengaruh dari adanya aktivitas permukiman disekitarnya berupa buangan bahan

organik yaitu makanan, sayuran, serta kotoran limbah domestik permukiman yang

menyebabkan tingginya bahan organik pada stasiun III. Sedangkan pada stasiun

II memiliki nilai indeks TRIX terendah, mencirikan perairan tersebut masih baik

dengan kondisi kesuburan yang sedang.

Saran

Dilakukannya penelitian terkait sebaran bahan organik di perairan Desa

Busung sehingga menggambarkan kandungan nitrat dan fosfat. Dilakukan

penelitian terkait dengan sebaran suhu, salinitas, serta arus untuk mendukung hasil

penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Alves G, Flores-Montes M, Gaspar F, Gomes J, Feitosa F. 2013. Eutrophication

and water quality in a tropical Brazilian estuary. Journal of Coastal Research

65: 7-12.

Aryawati. R, dan Thoha. H., 2011. Hubungan Kandungan Klorofil-A dan

Kelimpahan Fitoplankton di Perairan Berau Kalimantan Timur. Maspari

Journal 02 : 89-94. Faturohman. I, Sunarto, dan Nurruhwati. I., 2016. Korelasi Kelimpahan Plankton

Dengan Suhu Perairan Laut Di Sekitar PLTU Cirebon. Jurnal Perikanan Kelautan 7 (1) : 115-122.

Fitra, F, Indra. J.Z, dan Syamsuardi. 2013 Produktivitas Primer Fitoplankton Di Teluk Bungus. Jurnal Biologika 2 (1) : 21-27.

Hidayah. G, Wulandari. S. Y, dan Zainuri. M., 2016. Studi Sebaran Klorofil-a Secara Horizontal di Perairan Muara Sungai Silugonggo Kecamatan Batangan, Pati. JuRNAL Buletin Oseanografi Marina April 5 (1) : 52-59.

Heriyanto. 2009. Kesuburan Perairan Waduk Nagedang Desa Giri Sako Kecamatan Logas Tanah Darat Kabupaten Kuantan Singingi Riau, Ditinjau Dari Kosentrasi Klorofil-a Fitoplankton. [Skripsi]. Universitas Riau.

Indriyana. R, Yusuf. M, dan Rifai. A., 2014. Pengaruh Arus Permukaan Terhadap Sebaran Kualitas Air Di Perairan Genuk Semarang. Jurnal Oseanografi 3 (4) : 651-659.

Keputusan Menteri Lingkungan Hidup. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 51. 2004. Baku Mutu Air Laut.

Page 13: ABSTRAK - repository.umrah.ac.idrepository.umrah.ac.id/1810/1/JURNAL.pdfRincian parameter perairan yang diukur disajikan pada Tabel. Tabel. Pengukuran Kualitas Perairan No Parameter

Kunarso. Hadi. S, Ningsih. N. S, dan Baskoro. M. S., 2011. Variabilitas Suhu dan Klorofil-a di Daerah Upwelling pada Variasi Kejadian ENSO dan IOD di Perairan Selatan Jawa sampai Timor. Ilmu Kelautan 16 (3) : 171-180.

Linus. Y, Salwiyah, dan Irawati. N, 2016. Status kesuburan perairan berdasarkan kandungan klorofil-a di Perairan Bungkutoko Kota Kendari. Jurnal Manajemen Sumberdaya Perairan 2 (1) : 101-111.

Marlian,N, Ario. D, dan Hefni. E. 2015. Distribusi Horizonta Klorofil-a Fitoplankton Sebagai Indikator Tingkat Kesuburan Perairan di Teluk Meulaboh Aceh Barat. Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia (JIPI), Vol. 20 (3): 272-279

Masturbongs. M. R., 2015. Pengaruh Tingkat Kekeruhan Perairan Terhadap Komposisi Spesies Makro Algae Kaitannya Dengan Proses Upwelling Pada Perairan Rutong-Leahari. Agricola 5 (1) : 21-31.

Mayagitha. K. A, Haeruddin, dan Rudiyanti. S., 2014. Status Kualitas Perairan

Sungai Bremi Kabupaten Pekalongan Ditinjau Dari Konsentrasi Tss, Bod5,

Cod Dan Struktur Komunitas Fitoplankton. Diponegoro Journal of Maquares

3 (1) : 177-185. Pello. E. S, Adiwilaga. E. M, Huliselan. N. V, dan Damar. A., 2014. Pengaruh

Musim Terhadap Beban Masukkan Nutrien Di Teluk Ambon Dalam (Effect Of Seasonal On Nutrient Load Input The Innerambon Bay). Jurnal Bumi Lestari 14 (1) : 63-73.

Rosa, B.R.2015. Struktur Komunitas Gastropoda di Ekosistem Lamun Perairan Desa Busung Kabupaten Bintan. [Skripsi]. Universitas Maritim Raja Ali Haji.Tanjungpinang.

Semedi. B, dan Safitri. N. M., 2015. Estimasi Distribusi Klorofil-A di Perairan Selat Madura Menggunakan Data Citra Satelit Modis dan Pengukuran In Situ Pada Musim Timur. Rearch Journal of Life Science 2 (1) : 40-49.

Sihombing. R. F, Aryawati. R, dan Hartoni. 2013. Kandungan Klorofil-a Fitoplankton di Sekitar Perairan Desa Sungsang Kabupaten Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan. Jurnal Maspari 5 (1) : 34-39.

Simanjuntak. M., 2007. Oksigen Terlarut dan Apparent Oxygen Utilization di Perairan Teluk Klabat, Pulau Bangka. Ilmu Kelautan 12 (2) : 59-66.

Supriadi. I. H., 2001. Dinamika Estuaria Tropik. Oseana 26 (4) : 1-11. Susana. T., 2009. Tingkat Keasaman (pH) dan Oksigen Terlarut Sebagai Indikator

Kualitas Perairan Sekitar Muara Sungai Cisadane. Jurnal Teknik Lingkungan 5 (2) : 33-39.

Tammi. T, Pratiwi. N. T. M, Hariyadi. S, dan Radiarta. I. N., 2015. Aplikasi Analisis Klaster Dan Indeks Trix Untuk Mengkaji Variabilitas Status Trofik Di Teluk Pegametan, Singaraja, Bali. Jurnal Riset Akuakutur 10 (2) : 271-281.

Wirasastriya. A., 2011. Pola Distribusi Klorofil-a dan Total Suspended Solid (TSS) di Teluk Toli Toli, Sulawesi. Buletin Oseanografi Marina 1. 137-149.

Page 14: ABSTRAK - repository.umrah.ac.idrepository.umrah.ac.id/1810/1/JURNAL.pdfRincian parameter perairan yang diukur disajikan pada Tabel. Tabel. Pengukuran Kualitas Perairan No Parameter