23
vii ABSTRAK PENGARUH BOARD SIZE PADA NILAI PERUSAHAAN DENGAN MANAJEMEN LABA SEBAGAI VARIABEL INTERVENING Penelitian ini menguji pengaruh board size pada nilai perusahaan dengan manajemen laba sebagai variabel intervening. Memaksimalkan nilai perusahaan yang tercermin pada nilai pasar saham perusahaan merupakan salah satu tujuan perusahaan. Harga saham yang semakin tinggi mengindikasikan semakin meningkatnya nilai perusahaan. Board size dapat menjadi faktor yang mempengaruhi nilai perusahaan. Board size di Indonesia menganut two-board system. Namun, penerapan model two-board system dalam struktur governance di Indonesia berbeda dengan model Continental Europe, di mana wewenang pengangkatan dan pemberhentian direksi berada di tangan RUPS. Dewan direksi bertanggung jawab atas kegiatan operasional perusahaan, sedangkan dewan komisaris bertindak sebagai pengawas perusahaan. Konflik kepentingan juga sering terjadi pada keduanya karena dewan komisaris cenderung memiliki akses yang sangat minim pada informasi perusahaan. Populasi penelitian ini adalah seluruh perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada periode tahun 2012 - 2015 sejumlah 150 perusahaan. Teknik penentuan sampel dengan metode stratified random sampling menghasilkan sampel sejumlah 84 perusahaan. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian adalah path anlysis. Hasil pengujian membuktikan bahwa variabel board size, dewan direksi, dewan komisaris independen dan dewan komisaris non independen berpengaruh positif pada nilai perusahaan. Variabel board size dan dewan direksi berpengaruh positif pada manajemen laba. Sedangkan, variabel dewan komisaris independen dan dewan komisaris non independen berpengaruh negatif pada manajemen laba. Variabel manajemen laba berpengaruh negatif pada nilai perusahaan dan hasil pengujian mediasi menunjukkan bahwa manajemen laba tidak mampu memediasi hubungan board size dengan nilai perusahaan. Kata kunci: board size, nilai perusahaan, manajemen laba

ABSTRAK PENGARUH BOARD SIZE PADA NILAI PERUSAHAAN DENGAN ... · Nilai Perusahaan dengan memasukkan Variabel Kontrol..... 184 9 Hasil Regresi Analisis Jalur Pengaruh Board Size pada

  • Upload
    lenhan

  • View
    223

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

vii

ABSTRAK

PENGARUH BOARD SIZE PADA NILAI PERUSAHAAN DENGANMANAJEMEN LABA SEBAGAI VARIABEL INTERVENING

Penelitian ini menguji pengaruh board size pada nilai perusahaan denganmanajemen laba sebagai variabel intervening. Memaksimalkan nilai perusahaanyang tercermin pada nilai pasar saham perusahaan merupakan salah satu tujuanperusahaan. Harga saham yang semakin tinggi mengindikasikan semakinmeningkatnya nilai perusahaan. Board size dapat menjadi faktor yangmempengaruhi nilai perusahaan. Board size di Indonesia menganut two-boardsystem. Namun, penerapan model two-board system dalam struktur governance diIndonesia berbeda dengan model Continental Europe, di mana wewenangpengangkatan dan pemberhentian direksi berada di tangan RUPS. Dewan direksibertanggung jawab atas kegiatan operasional perusahaan, sedangkan dewankomisaris bertindak sebagai pengawas perusahaan. Konflik kepentingan jugasering terjadi pada keduanya karena dewan komisaris cenderung memiliki aksesyang sangat minim pada informasi perusahaan.

Populasi penelitian ini adalah seluruh perusahaan manufaktur yang terdaftardi Bursa Efek Indonesia pada periode tahun 2012 - 2015 sejumlah 150perusahaan. Teknik penentuan sampel dengan metode stratified random samplingmenghasilkan sampel sejumlah 84 perusahaan. Teknik analisis data yangdigunakan dalam penelitian adalah path anlysis.

Hasil pengujian membuktikan bahwa variabel board size, dewan direksi,dewan komisaris independen dan dewan komisaris non independen berpengaruhpositif pada nilai perusahaan. Variabel board size dan dewan direksi berpengaruhpositif pada manajemen laba. Sedangkan, variabel dewan komisaris independendan dewan komisaris non independen berpengaruh negatif pada manajemen laba.Variabel manajemen laba berpengaruh negatif pada nilai perusahaan dan hasilpengujian mediasi menunjukkan bahwa manajemen laba tidak mampu memediasihubungan board size dengan nilai perusahaan.

Kata kunci: board size, nilai perusahaan, manajemen laba

viii

ABSTRACT

THE EFFECT OF BOARD SIZE ON FIRM VALUE TOWARD EARNINGS

MANAGEMENT AS AN INTERVENING VARIABLE

This study aims to examined the effect of board size on firm value towardearnings management as an intervening variable. Maximizing firm value isreflected in the company's stock market is the one of the goals of the company.The higher the share price shows the increasing value of the company. Inaddition, board size also can be factor that affect firm value. Board size inIndonesia adheres to the two-board system. However, application of the model oftwo-board system in the structure of governance in Indonesia is different from themodel of Continental Europe, where the authority of appointment and removal ofDirectors is in the hands of the RUPS. The board of directors is responsible forthe company's operations, while the commissioners to act as a supervisor of thecompany. Conflicts of interest are also often occurs in tandem as commissionerstend to have a very minimal access to enterprise information.

The population of this research include all manufacturing companies thatlisted on Indonesia Stock Exchange in the 2012 - 2015 with total of 150companies. Sampling technique using stratified random sampling types thatproduced the study sample of 84 companies. Data analysis techniques used in thestudy is the path anlysis.

This research proves that board size, board of directors, board ofindependent commissioner, and board of non independent commissioner haspositive effect on firm value. Variable of board size and board of directors haspositive effect on earnings management. Meanwhile, board of independentcommissioner and board of non independent commissioner has negative effect onearnings management. Variable earnings management negatively affect firmvalue and the test results show that the mediation earnings management is notable to mediate the association board size on firm value.

Keywords: board size, firm value, earnings management

xi

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL.................................................................................. iLEMBAR PENGESAHAN ....................................................................... ivUCAPAN TERIMA KASIH...................................................................... viABSTRAK ................................................................................................. viiRINGKASAN ............................................................................................ ixDAFTAR ISI.............................................................................................. xiDAFTAR TABEL...................................................................................... xiiiDAFTAR GAMBAR ................................................................................. xivDAFTAR LAMPIRAN.............................................................................. xvBAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang .......................................................... 11.2 Rumusan Masalah ..................................................... 111.3 Tujuan Penelitian ...................................................... 111.4 Manfaat Penelitian .................................................... 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA2.1 Teori Keagenan ......................................................... 142.2 Nilai Perusahaan........................................................ 162.3 Board Size ................................................................. 182.4 Manajemen Laba....................................................... 212.5 Struktur Pendanaan ................................................... 222.6 Profitabilitas .............................................................. 242.7 Usia Perusahaan ........................................................ 252.8 Komite Audit............................................................. 262.9 Hasil Penelitian Sebelumnya..................................... 27

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESISPENELITIAN3.1 Kerangka Berpikir..................................................... 343.2 Konsep Penelitian...................................................... 363.3 Hipotesis.................................................................... 37

3.3.1 Pengaruh board size pada nilai perusahaan .. 373.3.2 Pengaruh board size yang diproksi dengan

dewan direksi, dewan komisaris indepedendan dewan komisaris non independenpada nilai perusahaan dengan manajemen labasebagai variabel intervening.......................... 40

3.3.3 Pengaruh board size pada manajemen laba .. 403.3.4 Pengaruh manajemen laba pada nilai

perusahaan..................................................... 44

xii

BAB IV METODE PENELITIAN4.1 Rancangan Penelitian ................................................ 464.2 Lokasi Penelitian....................................................... 474.3 Ruang Lingkup Penelitian......................................... 474.4 Penentuan Sumber Data ............................................ 484.5 Variabel Penelitian dan Pengukuran Variabel .......... 514.6 Analisis Data ............................................................. 55

4.6.1 Statistik deskriptif ......................................... 554.6.2 Metode analisis.............................................. 554.6.3 Uji asumsi klasik ........................................... 604.6.4 Pengujian hipotesis ....................................... 62

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN5.1 Statistik Deskriptif .................................................... 665.2 Uji Asumsi Klasik..................................................... 68

5.2.1 Uji normalitas................................................ 685.2.2 Uji multikolinieritas ...................................... 695.2.3 Uji autokorelasi ............................................. 715.2.4 Uji heretokedastisitas .................................... 72

5.3 Analisis Pengaruh Board Size pada Nilai Perusahaan 745.4 Analisis Pengaruh Dewan Direksi pada Nilai

Perusahaan................................................................. 775.5 Analisis Pengaruh Dewan Komisaris Independen

pada Nilai Perusahaan ............................................... 785.6 Analisis Pengaruh Dewan Komisaris Non

Independen pada Nilai Perusahaan ........................... 805.7 Analisis Pengaruh Board Size pada Nilai

Perusahaan dengan Manajemen Laba sebagaiVariabel Intervening.................................................. 81

5.8 Analisis Pengaruh Dewan Direksi, DewanKomisaris Independen dan Dewan Komisaris NonIndependen pada Nilai Perusahaan denganManajemen Laba sebagai Variabel Intervening........ 82

5.9 Analisis Pengaruh Board Size pada Manajemen Laba 845.10 Analisis Pengaruh Dewan Direksi, Dewan Komisaris

Independen dan Dewan Komisaris Non Independenpada Manajemen Laba .............................................. 85

5.11 Analisis Pengaruh Manajemen Laba padaNilai Perusahaan........................................................ 87

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN6.1 Simpulan ................................................................... 896.2 Keterbatasan.............................................................. 906.3 Saran.......................................................................... 90

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 92LAMPIRAN-LAMPIRAN......................................................................... 102

xiii

DAFTAR TABEL

Halaman

4.1 Metode Pengambilan Sampel dengan Rumus Slovin ............ 504.2 Metode Penentuan Jumlah Sampel Akhir .............................. 514.3 Ketentuan Uji Durbin-Watson (DW test) .............................. 614.4 Pengujian Hipotesis................................................................ 645.1 Statistik Deskriptif Variabel Penelitian Perusahaan Sampel.. 655.2 Statistik Deskriptif Variabel Kontrol Penelitian

Perusahaan Sampel................................................................. 675.3 Hasil Regresi OLS Board Size pada Nilai perusahaan........... 755.4 Hasil Regresi OLS Dewan Direksi pada Nilai perusahaan .... 78

5.5 Hasil Regresi OLS Dewan Komisaris Independenpada Nilai perusahaan ............................................................ 79

5.6 Hasil Regresi OLS Dewan Komisaris Non Independenpada Nilai perusahaan ............................................................ 81

5.7 Hasil Regresi OLS Board Size pada Manajemen Laba.......... 855.8 Hasil Regresi OLS Dewan Direksi, Dewan Komisaris

Independen dan Dewan Komisaris Non Independenpada Manajemen Laba ........................................................... 86

5.9 Hasil Regresi OLS Manajemen Laba padaNilai perusahaan ..................................................................... 88

xiv

DAFTAR GAMBAR

Halaman

3.1 Kerangka Berpikir............................................................. 353.2 Konsep Penelitian.............................................................. 364.1 Rancangan Penelitian ........................................................ 47

xv

DAFTAR LAMPIRAN

No. Keterangan Halaman

1 Metode Pengambilan Sampel dengan Rumus Slovin ........................ 102

2 Daftar Nama Perusahaan yang Dijadikan Sampel Penelitian ............ 107

3 Perhitungan Manajemen Laba............................................................ 109

4 Perubahan Revenue dan Piutang ........................................................ 132

5 Hasil Manajemen Laba....................................................................... 146

6.1 Hasil Analisis Deskriptif pada Variabel Board Size .......................... 164

6.2 Hasil Analisis Deskriptif pada Variabel Dewan Direksi,Dewan Komisaris Independen dan Dewan KomisarisNon independen.................................................................................. 164

6.3 Hasil Analisis Deskriptif pada Variabel Manajemen Laba ................ 165

6.4 Hasil Analisis Deskriptif pada Variabel Nilai Perusahaan................. 165

6.5 Hasil Analisis Deskriptif pada Variabel Kontrol ............................... 166

7.1 Hasil Analisis Uji Normalitas Pengaruh Board Size padaNilai Perusahaan dengan Memasukkan Variabel Kontrol ................. 167

7.2 Hasil Analisis Uji Normalitas Pengaruh Dewan Direksi,Dewan Komisaris Independen, dan Dewan Komisaris NonIndependen pada Nilai Perusahaan dengan MemasukkanVariabel Kontrol................................................................................. 167

7.3 Hasil Analisis Uji Normalitas Pengaruh Board Size padaManajemen Laba dengan Memasukkan Variabel Kontrol................. 168

7.4 Hasil Analisis Uji Normalitas Pengaruh Dewan Direksi,Dewan Komisaris Independen, dan Dewan KomisarisNon Independen pada Manajemen Laba denganMemasukkan Variabel Kontrol .......................................................... 168

7.5 Hasil Analisis Uji Normalitas Pengaruh Manajemen Laba padaNilai Perusahaan dengan Memasukkan Variabel Kontrol ................. 169

7.6 Hasil Analisis Uji Multikolinieritas Pengaruh Board Size padaNilai Perusahaan dengan Memasukkan Variabel Kontrol ................. 170

xvi

7.7 Hasil Analisis Uji Multikolinieritas Pengaruh Dewan Direksi,Dewan Komisaris Independen, dan Dewan KomisarisNon Independen pada Nilai Perusahaan denganMemasukkan Variabel Kontrol .......................................................... 171

7.8 Hasil Analisis Uji Multikolinieritas Pengaruh Board Size padaManajemen Laba dengan Memasukkan Variabel Kontrol................. 172

7.9 Hasil Analisis Uji Multikolinieritas Pengaruh Dewan Direksi,Dewan Komisaris Independen, dan Dewan KomisarisNon Independen pada Manajemen Laba dengan MemasukkanVariabel Kontrol................................................................................. 173

7.10 Hasil Analisis Uji Multikolinieritas Pengaruh Manajemen Labapada Nilai Perusahaan dengan Memasukkan Variabel Kontrol......... 174

7.11 Hasil Analisis Uji Autokorelasi Pengaruh Board Size padaNilai Perusahaan dengan Memasukkan Variabel Kontrol ................. 175

7.12 Hasil Analisis Uji Autokorelasi Pengaruh Dewan Direksi,Dewan Komisaris Independen, dan Dewan KomisarisNon Independen pada Nilai Perusahaan denganMemasukkan Variabel Kontrol .......................................................... 175

7.13 Hasil Analisis Uji Autokorelasi Pengaruh Board Size padaManajemen Laba dengan Memasukkan Variabel Kontrol................. 176

7.14 Hasil Analisis Uji Autokorelasi Pengaruh Dewan Direksi,Dewan Komisaris Independen, dan Dewan KomisarisNon Independen pada Manajemen Laba denganMemasukkan Variabel Kontrol .......................................................... 176

7.15 Hasil Analisis Uji Autokorelasi Pengaruh Manajemen Labapada Nilai Perusahaan dengan Memasukkan Variabel Kontrol......... 177

7.16 Hasil Analisis Uji Heteroskedastisitas Pengaruh Board Sizepada Nilai Perusahaan dengan Memasukkan Variabel Kontrol......... 178

7.17 Hasil Analisis Uji Heteroskedastisitas Pengaruh Dewan Direksi,Dewan Komisaris Independen, dan Dewan KomisarisNon Independen pada Nilai Perusahaan dengan MemasukkanVariabel Kontrol................................................................................. 178

7.18 Hasil Analisis Uji Heteroskedastisitas Pengaruh Board Sizepada Manajemen Laba dengan Memasukkan Variabel Kontrol ........ 179

xvii

7.19 Hasil Analisis Uji Heteroskedastisitas Pengaruh Dewan Direksi,Dewan Komisaris Independen, dan Dewan KomisarisNon Independen pada Manajemen Laba dengan MemasukkanVariabel Kontrol................................................................................. 179

7.20 Hasil Analisis Uji Heteroskedastisitas Pengaruh ManajemenLaba pada Nilai Perusahaan dengan MemasukkanVariabel Kontrol................................................................................. 180

8.1 Hasil Regresi OLS Board Size pada Nilai Perusahaan denganmemasukkan Variabel Kontrol........................................................... 181

8.2 Hasil Regresi OLS Dewan Direksi pada Nilai Perusahaan denganmemasukkan Variabel Kontrol........................................................... 182

8.3 Hasil Regresi OLS Dewan Komisaris Independen pada NilaiPerusahaan dengan memasukkan Variabel Kontrol........................... 183

8.4 Hasil Regresi OLS Dewan Komisaris Non Independen padaNilai Perusahaan dengan memasukkan Variabel Kontrol.................. 184

9 Hasil Regresi Analisis Jalur Pengaruh Board Size padaNilai Perusahaan dengan Manajemen Laba sebagaiVariabel Intervening........................................................................... 185

10 Hasil Regresi Analisis Jalur Pengaruh Dewan Direksi,Dewan Komisaris Independen dan Dewan KomisarisNon independen pada Nilai Perusahaan denganManajemen Laba sebagai Variabel Intervening................................. 187

11.1 Hasil Regresi OLS Board Size pada Manajemen Laba denganmemasukkan Variabel Kontrol........................................................... 189

11.2 Hasil Regresi OLS Dewan Direksi, Dewan Komisaris Independendan Dewan Komisaris Non Independen pada Manajemen Labadengan memasukkan Variabel Kontrol .............................................. 189

12.1 Hasil Regresi OLS Manajemen Laba pada Nilai Perusahaandengan memasukkan Variabel Kontrol .............................................. 191

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Salah satu tujuan perusahaan adalah untuk memaksimalkan nilai perusahaan

yang tercermin pada nilai pasar saham perusahaan. Nilai pasar saham yang

semakin tinggi menunjukkan semakin meningkatnya nilai perusahaan. Hal ini

digunakan sebagai pengukur keberhasilan perusahaan karena dengan tingginya

nilai perusahaan berarti kemakmuran pemegang saham perusahaan juga semakin

tinggi (Martono, 2010). Tujuan perusahaan akan tercapai secara optimal apabila

keputusan investasi, keputusan pendanaan, dan kebijakan dividen dapat

dilaksanakan sebaik mungkin (Sutrisno, 2012). Keputusan investasi merupakan

salah satu faktor yang mempengaruhi nilai perusahaan sebab keputusan investasi

berkaitan dengan keputusan tentang pengalokasian dana yang bersumber dari

dalam atau luar perusahaan. Investasi akan memberikan sinyal positif tentang

pertumbuhan perusahaan di masa yang akan datang sehingga akan meningkatkan

harga saham perusahaan yang merupakan indikator nilai perusahaan (Wahyudi,

2006).

Keputusan investasi sangat dipengaruhi oleh ketersediaan dana yang

bersumber dari pendanaan internal atau pendanaan eksternal. Penentuan sumber

dana sangat penting guna mendanai berbagai alternatif investasi sehingga dengan

optimalnya sumber dana yang digunakan maka harga saham perusahaan juga akan

ikut meningkat (Haruman, 2008). Pertumbuhan perusahaan secara terus menerus

dan pengembalian dalam bentuk dividen maupun capital gain merupakan tujuan

utama pemegang saham dalam upaya meningkatkan kesejahteraannya. Oleh

2

karena itu, kebijakan dividen sangat penting untuk memenuhi tujuan-tujuan

tersebut (Prihantoro, 2003).

Pasar modal Indonesia yang di dalamnya mayoritas perusahaan manufaktur

dikategorikan sebagai pasar modal yang sedang tumbuh memiliki kontribusi besar

dalam ekonomi Indonesia. Krisis yang terjadi awal tahun 1997 pada dasarnya

adalah gagalnya pengelolaan hutang yang berimplikasi pada keputusan investasi

dan pembagian laba, sebab ketiga keputusan tersebut saling berhubungan satu

dengan lainnya (Haruman, 2008). Fenomena yang terjadi di Bursa Efek Indonesia

menunjukkan bahwa nilai perusahaan yang diproksi melalui nilai pasar saham

mengalami perubahan meskipun tidak ada kebijakan keuangan yang dilakukan

perusahaan. Perubahan pada nilai perusahaan lebih disebabkan oleh situasi sosial

dan politik (Wijaya, 2010). Pada umumnya perusahaan yang berjalan dengan baik

memiliki rasio Price to Book Value (PBV) di atas satu, yang menunjukkan bahwa

nilai pasar saham lebih besar daripada nilai bukunya. Rasio PBV yang semakin

tinggi menunjukkan semakin tingginya perusahaan dinilai oleh investor

(Wardjono, 2010). Namun, pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa

Efek Indonesia masih ada beberapa perusahaan yang memiliki rasio PBV di

bawah satu.

Rasio PBV digunakan untuk mengukur kinerja keuangan perusahaan dan rasio

ini juga digunakan untuk mengukur nilai yang diberikan pasar keuangan kepada

manajemen dan organisasi sebagai perusahaan yang terus tumbuh. Rasio PBV

yang semakin tinggi menunjukkan bahwa semakin berhasil perusahaan

menciptakan nilai bagi pemegang saham. Nilai buku menjadi ukuran rasional

3

untuk menilai perusahaan. Oleh sebab itu, rasio PBV dapat digunakan untuk

semua jenis perusahaan (Reilly, 2000).

Proses pengambilan keputusan investasi, keputusan pendanaan, dan kebijakan

dividen yang dilakukan manajemen baik dalam organisasi publik atau bisnis

menggunakan konsep tata kelola perusahaan. Tata kelola perusahaan diterapkan

secara formal di Indonesia dengan diterbitkannya “Pedoman umum Good

Corporate Governance” oleh Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG).

Tata kelola perusahaan diperlukan untuk mengatur hubungan antara pemilik,

komisaris, dan direksi untuk menentukan tujuan perusahaan dan pengukuran

kinerja serta kewenangan dan pengendalian manajemen (Daniri, 2005 dan Haron,

2009). Corporate Governance memiliki struktur yang merupakan gambaran dan

berguna dalam menentukan arahan strategis, kinerja sistematis dan pengawasan

kinerja perusahaan. Struktur didefinisikan sebagai satu cara bagaimana aktivitas

dalam organisasi dibagi, diorganisir dan dikoordinasi (Stoner et al., 1996). Model

struktur internal corporate governance secara umum terbagi menjadi 2 (dua),

yaitu The Anglo-American System dan The Continental Europe System. Model

Anglo-Saxon ini disebut dengan Single-board System. Model ini memiliki struktur

governance yang terdiri dari RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham), Board of

Directors (executive directors non-executive directors), serta executive managers

yang dipimpin oleh CEO. Single board system merupakan struktur corporate

governance yang tidak memisahkan keanggotaan dewan komisaris dan dewan

direksi. Anggota dewan komisaris (board of commissioners) juga merangkap

anggota dewan direksi dan tidak ada pemisahan antara kedua dewan ini. Kedua

dewan tersebut sama-sama disebut sebagai board of directors. Perusahaan-

4

perusahaan di Inggris, Amerika, Kanada serta negara-negara lain umumnya

berbasis single-board system yang dipengaruhi langsung oleh model Anglo-Saxon.

Sedangkan pada Model Continental Europe, struktur corporate governance terdiri

dari RUPS, dewan komisaris, dewan direktur, dan manajer eksekutif

(manajemen). Struktur dari Continental Europe ini disebut two-board system atau

dual-board system, yaitu struktur Corporate Governance (CG) yang dengan tegas

memisahkan keanggotaan dewan direksi dan dewan komisaris. Dalam struktur ini

keanggotaan board of commissioners (dewan komisaris) sebagai dewan

pengawas, dan board of directors (dewan direksi) atau manajemen sebagai

eksekutif perusahaan. Model Continental Europe merupakan model yang

digunakan di Jepang, Jerman, Prancis, Denmark dan Belanda (Arifin, 2005).

Kepengurusan Perseroan Terbatas di Indonesia menganut two-board system.

Pada sistem ini, dewan komisaris dan direksi mempunyai wewenang dan

tanggung jawab yang jelas sesuai dengan fungsinya masing-masing sebagaimana

diamanahkan dalam anggaran dasar dan peraturan perundang-undangan.

Penerapan model two-board system dalam struktur governance di Indonesia

berbeda dengan model Continental Europe yang menempatkan wewenang

pengangkatan dan pemberhentian direksi berada di tangan RUPS. Kedudukan

direksi pada model two-board system di Indonesia sejajar dengan kedudukan

dewan komisaris. Ketentuan lebih lanjut mengenai organisasi perseroan di

Indonesia diatur dalam Undang-Undang No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan

Terbatas. Pada sistem ini dewan direksi bertanggung jawab atas kegiatan

operasional perusahaan, sedangkan dewan komisaris bertindak sebagai pengawas

perusahaan. Konflik kepentingan juga kerap terjadi pada keduanya walaupun

5

kedua dewan ini memiliki tanggung jawab penuh pada keberlangsungan

perusahaan yang sesuai dengan tujuan dari perusahaan itu sendiri. Dewan

komisaris memiliki posisi hukum yang lebih kuat dari dewan direksi. Namun,

dewan komisaris cenderung memiliki akses yang sangat minim terhadap informasi

perusahaan. Oleh karena itu, instrumen laporan keuangan digunakan sebagai

solusi dalam konflik kepentingan antara keduanya.

Laporan keuangan digunakan sebagai tujuan untuk menilai kinerja dari dewan

direksi. Laporan keuangan dimanipulasi dengan menggunakan metode khusus

oleh dewan direksi yang biasa disebut dengan manajemen laba. Praktik

manajemen laba bukan merupakan praktik berbahaya melainkan hal ini dilakukan

berdasarkan pada keyakinan bahwa dewan direksi harus menyajikan laporan

keuangan yang baik dengan catatan yang baik pula di setiap periodenya (Nugroho,

2011). Selain itu, praktik manajemen laba bisa terjadi karena investor itu sendiri

dengan cara menambahkan modalnya kepada suatu perusahaan apabila kinerja

perusahaan itu bagus yang ditunjukkan dengan laporan keuangan. Indikator laba

dinilai sangat penting oleh investor sehingga dapat memicu terjadinya manajemen

laba oleh dewan direksi.

Informasi laba merupakan unsur utama dalam laporan keuangan yang sangat

penting bagi pihak-pihak yang menggunakannya karena memiliki nilai prediktif

sebagaimana tertuang dalam Statement of Accounting Financial Concepts (SFAC)

Nomor 2 (Effendi, 2013). Laporan keuangan juga sering dijadikan dasar untuk

penilaian kinerja suatu perusahaan sehingga tentunya akan mempengaruhi nilai

perusahaan. Adanya perbedaan kepentingan atau pemisahan peran antara

pemegang saham (principal) dengan pengelola/manajemen perusahaan (agent)

6

merupakan pemicu dari masalah-masalah keagenan yang ditimbulkan oleh

earnings management (Herawaty, 2009).

Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori keagenan. Perspektif

agency theory merupakan dasar yang digunakan untuk memahami corporate

governance. Agency theory adalah sebuah kontrak antara manajer (agent) dengan

pemilik (principal). Agar hubungan kontraktual ini dapat berjalan dengan lancar,

pemilik akan mendelegasikan otoritas pembuatan keputusan kepada manajer.

Perencanaan kontrak yang tepat untuk menyelaraskan kepentingan manajer dan

pemilik dalam hal konflik kepentingan inilah yang merupakan inti dari agency

theory. Namun untuk menciptakan kontrak yang tepat merupakan hal yang sulit

diwujudkan. Oleh karena itu, investor diwajibkan untuk memberi hak

pengendalian residual kepada manajer (residual control right) yakni hak untuk

membuat keputusan dalam kondisi-kondisi tertentu yang sebelumnya belum

terlihat di kontrak (Jensen dan Meckling, 1976).

Mekanisme monitoring yang bertujuan untuk menyelaraskan kepentingan

yang terjadi dari perilaku manipulasi oleh manajer yang berawal dari konflik

kepentingan dapat diminimumkan dengan: pertama, memperbesar kepemilikan

saham perusahaan oleh manajemen (Jensen dan Meckling, 1976), sehingga

kepentingan pemilik atau pemegang saham akan dapat disejajarkan dengan

kepentingan manajemen; kedua, kepemilikan saham oleh investor institusional,

Ujiyantho (2007) menyatakan bahwa agent dengan kepemilikan yang besar dapat

dimonitor oleh pihak investor institusional, sehingga motivasi manajer untuk

mengatur laba menjadi berkurang; ketiga, melalui peran monitoring dewan

komisaris (board of directors). Dechow et al. (1996) dan Beasley (1996)

7

menemukan hubungan yang signifikan antara peran dewan komisaris dengan

pelaporan keuangan, serta ukuran dan independensi dewan komisaris

mempengaruhi kemampuannya dalam memonitor proses pelaporan keuangan.

Perusahaan manufaktur di Indonesia cenderung memiliki anggota dewan yang

relatif besar yaitu lebih dari 7 orang. Besarnya anggota dewan pada perusahaan

manufaktur di Indonesia akan berindikasi pada rawan terjadinya asimetri

informasi di antara dewan direksi dengan dewan komisaris. Jensen (1993)

menyatakan semakin besar ukuran dewan komisaris menyebabkan semakin

lemahnya pengawasan pada manajemen sehingga semakin banyak tindakan

manajemen laba yang dilakukan. Selain itu, dewan komisaris yang berukuran

besar juga memberikan pengaruh pada tindakan manajemen laba. Ukuran dewan

komisaris yang besar menyebabkan pengendalian terhadap manjemen menjadi

kurang efektif sehingga manajemen memiliki kesempatan yang lebih besar untuk

melakukan pengaturan dan pengelolaan laba (Yermack, 1996). Berdasarkan

pemikiran tersebut, penting untuk memasukkan manajemen laba sebagai variabel

intervening pada penelitian ini dan melihat pengaruh yang dihasilkan dari

digunakannya variabel manajemen laba ini sebagai variabel perantara.

Roychowdhury (2003) menyatakan bahwa manajemen laba dapat dilakukan

dengan cara manipulasi akrual murni (pure acrual) yaitu dengan discretionary

accrual yang tidak memiliki pengaruh terhadap arus kas secara langsung. Pihak

manajemen perusahaan merupakan pihak yang paling bertanggung jawab terhadap

terjadinya manajemen laba. Manajemen laba akrual dilakukan pada akhir periode

ketika manajer mengetahui laba sebelum direkayasa sehingga dapat mengetahui

berapa besar manipulasi yang diperlukan agar target laba tercapai. Namun,

8

manipulasi akrual dibatasi oleh standar akuntansi dan manipulasi akrual di tahun-

tahun sebelumnya. Selain itu, manipulasi ini dapat terdeteksi oleh auditor,

investor ataupun badan pemerintah sehingga dapat berdampak pada harga saham

bahkan menyebabkan kebangkrutan atau kasus hukum. Cara lain yang sering

dilakukan oleh manajer untuk mengatur laba yaitu dengan memanipulasi aktivitas

riil. Manajemen memanipulasi aktivitas riil untuk menghindari kerugian pada

laporan keuangan tahunan perusahaan (Roychowdhury, 2003).

Penelitian ini menggunakan Discretionary Accruals (DA) sebagai proksi dari

earnings management karena DA merupakan akrual yang dapat diatur oleh

seorang manajer dan akan berakibat dalam pengelolaan laba suatu perusahaan.

Pengukuran DA dilakukan dengan menggunakan model Jones (1991) yang

diperbarui oleh Dechow et al. (1996) dan disebut modified jones model. Contoh

DA adalah penyisihan piutang (allowance for doubtful account) yang merupakan

hasil dari estimasi yang kurang konservatif. Hal ini karena manajemen secara

fleksibel dapat mengendalikan jumlah penyisihan piutang atau karena kebijakan

kredit dan pencatatan saldo piutang pada awal dan akhir periode. Namun, jika

peningkatan piutang disebabkan oleh peningkatan volume bisnis, maka akrual

tersebut merupakan nondiscretionary accruals (Sunarto, 2009). Manajemen laba

dapat dikurangi dengan menggunakan komisaris independen. Selain itu, komisaris

independen juga efektif dalam memonitor manajemen laba jika komisaris

independen pada suatu perusahaan tidak merangkap jabatan pada perusahaan lain

(Andayani, 2010). Keberadaan komite audit juga dapat membantu dalam

mengeliminasi manajemen laba. Diharapkan dengan adanya pengawasan yang

baik dari komite audit dan komisaris independen maka praktik manajemen laba

9

dapat diminimalisasi. Manajemen laba merupakan masalah keagenan yang terjadi

pada dewan komisaris dan dewan direksi yang dapat diminimalisasi dengan

penekanan biaya keagenan, pengurangan perataan pendapatan, perbaikan kinerja

perusahaan, ataupun efisiensi arus kas perusahaan (Ghosh, 2010).

Praktik manajemen laba dalam suatu perusahaan juga dapat terjadi karena laba

yang dihasilkan perusahaan selama tahun berjalan. Laba atau profitabilitas

merupakan suatu indikator kinerja manajemen dalam mengelola kekayaan

perusahaan yang ditunjukkan oleh laba yang dihasilkan perusahaan. Biasanya

manajemen laba dilakukan oleh manajer untuk memanipulasi komponen laba rugi

yang dilaporkan perusahaan (Sudarmadji dkk., 2007). Rasio profitabilitas

menunjukkan bahwa seberapa besar kemampuan perusahaan untuk menghasilkan

keuntungan bagi perusahaan (Hidayati, 2010). Rasio profitabilitas pada penelitian

ini diproksikan dengan menggunakan Return on Equity (ROE). ROE yang tinggi

mengakibatkan tingginya harga saham sehingga membawa keberhasilan bagi

perusahaan. Selain itu, angka ROE yang tinggi juga mampu membuat perusahaan

menarik dana baru, perusahaan menjadi lebih berkembang, menciptakan kondisi

pasar yang sesuai, hingga memberikan laba yang lebih besar bagi perusahaan

(Walsh, 1996). Selain ROE, usia perusahaan juga memiliki dampak pada nilai

perusahaan. Perusahaan yang lama berdiri mengalami pertumbuhan yang lambat

sehingga investor tidak tertarik berinvestasi dan membuat nilai perusahaan

menurun (Hariyanto, 2014). Nilai perusahaan juga akan meningkat jika hutang

digunakan secara efektif dan efisien. Namun, apabila penggunaan hutang

digunakan sebagai alasan untuk menarik kreditur maka praktik manajemen laba di

dalam perusahaan tidak dapat dihindari. Penelitian ini menggunakan Debt to

10

Equity Ratio (DER) sebagai proksi hutang. Rasio ini menunjukkan besarnya aset

yang dimiliki perusahaan yang dibiayai dengan hutang. Rasio DER menunjukkan

risiko yang dihadapi perusahaan. Semakin besar risiko yang dihadapi oleh

perusahaan maka ketidakpastian untuk menghasilkan laba di masa depan juga

akan makin meningkat. Rasio hutang memiliki hubungan dengan return

perusahaan yang berarti hutang dapat digunakan untuk memprediksi keuntungan

yang kemungkinan bisa diperoleh bagi investor jika berinvestasi pada suatu

perusahaan (Foster, 1986). Hutang perusahaan mempengaruhi manajemen

melakukan earnings management. Teori keagenan menyebutkan bahwa semakin

dekat perusahaan dengan pelanggaran perjanjian utang yang berbasis akuntansi

maka lebih memungkinkan manajer perusahaan untuk memilih prosedur akuntansi

yang memindahkan laba yang dilaporkan dari periode masa datang ke periode saat

ini (Watts dan Zimmerman, 1986).

Penelitian ini menggunakan objek perusahaan manufaktur dengan rentang

waktu penelitian selama empat tahun (2012 – 2015). Alasan digunakannya

rentang waktu penelitian tersebut agar didapatkan data terbaru sehingga hasil

penelitian yang dihasilkan akan menjadi lebih relevan dan sesuai dengan keadaan

saat ini. Perusahaan manufaktur merupakan cerminan pasar modal secara

keseluruhan dan terdiri dari berbagai sub sektor industri. Selain itu, kasus yang

melibatkan perusahaan manufaktur lebih banyak mendominasi dibandingkan

dengan perusahaan lainnya. Perusahaan manufaktur menjual produknya dimulai

dari proses produksi hingga menjadi produk jadi yang bisa dijual. Hal ini tentu

saja akan membutuhkan dana jangka panjang untuk membiayai operasional

11

perusahaan salah satunya adalah dengan investasi saham oleh para investor yang

dilihat dari nilai perusahaan (Hermansyah, 2012).

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang, maka rumusan masalah pada penelitian ini

disusun sebagai berikut:

1) Apakah board size yang diproksikan dengan dewan direksi, dewan komisaris

independen dan dewan komisaris non independen berpengaruh pada nilai

perusahaan?

2) Apakah board size yang diproksikan dengan dewan direksi, dewan komisaris

independen dan dewan komisaris non independen berpengaruh pada

manajemen laba?

3) Apakah manajemen laba berpengaruh pada nilai perusahaan?

4) Apakah board size yang diproksikan dengan dewan direksi, dewan komisaris

independen dan dewan komisaris non independen berpengaruh pada nilai

perusahaan melalui manajemen laba?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah:

1) Untuk memperoleh bukti empiris mengenai pengaruh board size yang

diproksikan dengan dewan direksi, dewan komisaris independen dan dewan

komisaris non independen pada nilai perusahaan.

12

2) Untuk memperoleh bukti empiris mengenai pengaruh board size yang

diproksikan dengan dewan direksi, dewan komisaris independen dan dewan

komisaris non independen pada manajemen laba.

3) Untuk memperoleh bukti empiris mengenai pengaruh manajemen laba pada

nilai perusahaan.

4) Untuk memperoleh bukti empiris mengenai pengaruh board size yang

diproksikan dengan dewan direksi, dewan komisaris independen dan dewan

komisaris non independen pada nilai perusahaan melalui manajemen laba.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini mampu memberikan manfaat sebagai berikut:

1) Manfaat teoritis

Penelitian ini dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan dan sekaligus

digunakan sebagai bahan referensi oleh peneliti berikutnya dalam melakukan

penelitian dengan topik sejenis di masa yang akan datang khususnya

mengenai teori keagenan dalam menjelaskan pengaruh board size pada nilai

perusahaan dengan manajemen laba sebagai variabel intervening. Teori

keagenan menjelaskan tentang pemisahan antara fungsi pengelolaan (oleh

manajer) dengan fungsi kepemilikan (oleh pemegang saham) dalam hal ini

dinyatakan dalam board size pada suatu perusahaan. Teori keagenan yang

digunakan dalam penelitian ini mampu:

(1) meningkatkan kemampuan individu (baik principal maupun agent)

dalam mengevaluasi lingkungan di mana keputusan harus diambil.

13

(2) mengevaluasi hasil dari keputusan yang telah diambil guna

mempermudah pengalokasian hasil antara principal dan agent sesuai

dengan kontrak kerja.

2) Manfaat praktis

Penelitian ini bermanfaat agar perusahaan dapat mengetahui dampak dari

dilakukannya praktik manajemen laba dan pentingnya penetapan jumlah

ukuran dewan guna meningkatkan nilai perusahaan. Penelitian ini juga dapat

memberikan manfaat, yaitu:

(1) Bagi investor, penelitian ini dapat dijadikan dasar pertimbangan dalam

membuat keputusan investasi pada perusahaan yang terdaftar di BEI.

(2) Bagi manajemen perusahaan, sebagai bahan masukan dalam upaya

meningkatkan nilai perusahaan terhadap board size dan manajemen laba.

14

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teori Keagenan

Pendelegasian otoritas pengambilan keputusan dari principal kepada agent

merupakan tugas kepentingan principal yang dilakukan oleh agent. Pada

perusahaan yang modalnya terdiri dari saham, pemegang saham bertindak sebagai

principal dan Chief Executive Officer (CEO) sebagai agent. Pemegang saham

mempekerjakan CEO untuk bertindak sesuai dengan kepentingan principal.

Hubungan atau kontrak antara agent dan principal adalah konsep teori keagenan

(Anthony et al.,1995). Konflik kepentingan antara agen dan principal sering

muncul akibat dari asumsi bahwa masing-masing individu semata-mata

termotivasi oleh kepentingan dirinya sendiri (Widyaningdyah, 2004). Gambaran

hubungan agency sebagai suatu hubungan antara pemilik perusahaan (principal)

dengan agent adalah mengenai hubungan pendelegasian wewenang pengambilan

keputusan kepada agent (Jensen dan Meckling, 1976). Pada teori keagenan, saham

dimiliki sepenuhnya oleh pemilik (pemegang saham) dan manager (agent) diminta

untuk memaksimalkan tingkat pengembalian pemegang saham (Berle dan Means,

1932). Teori keagenan juga merupakan dasar yang digunakan perusahaan untuk

memahami corporate governance (Jensen dan Meckling, 1976).

Konflik keagenan terjadi karena pihak principal termotivasi mengadakan

kontrak untuk mensejahterakan dirinya dengan profitabilitas yang selalu

meningkat sedangkan pihak agent termotivasi untuk memaksimalkan pemenuhan

kebutuhan ekonomi dan psikologisnya dalam hal memperoleh investasi,