Upload
others
View
0
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
ANALISIS LIFE HISTORY PERJALANAN KARIR SEORANG PELOPOR DONGENG
INDONESIA
Kurniawati Yuli Pratiwi, Laksmi
Program Studi Ilmu Perpustakaan, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Univeristas Indoneisa
Depok. 16425
Email: [email protected]
ABTRAK
Skripsi ini menjelaskan perjalanan karir seorang pelopor dongeng Indonesia. Penelitian ini
menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan Life History yang bertujuan mengidentifikasi
teknik pendongeng dan ciri khas kostum yang digunakan dalam kegiatan mendongeng sebagai
media penyebaran nilai-nilai sosial dan budaya. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa
perjalanan karir, teknik mendongeng, dan ciri khas kostum yang digunakan dalam kegiatan ini
meliputi teknik penggunaan alat peraga, serta proses penciptaan karakter yang digunakan untuk
penanaman nilai-nilai sosial dan budaya dalam kegiatan mendongeng. Sehingga kita dapat
melihat penanaman nilai-nilai budaya dapat dilakukan dengan mentrasnformasikan nilai tersebut
ke dalam bentuk-bentuk yang dapat diterima oleh sebanyak mungkin masyarakat masa kini,
salah satunya melalui pendongeng.
Kata kunci : Pendongeng; Pendongeng Indonesia
ABSTRACT
This essay describes the career of a pioneer of storyteller in Indonesia. It uses the Life History
research method that identifies the storytelling technique and characteristic of costumes used in
storytelling activities. The activities use as a medium for spreading social values and cultural.
Results of this study explain that career, storytelling techniques, and typical costumes used in
these activities include the use of technical aids, as well as the process of creating a character that
is used for the cultivation of social values and culture in storytelling activities. We can see the
growing cultural values can be done by mentrasnformasikan values into forms that can be
accepted by the public as much as possible today, one through the storyteller.
Keywords: Storyteller; Indonesian Storyteller
1. Pendahuluan
Menurut Murti Bunanta (2009: 4-5), mendongeng memiliki beberapa fungsi, yaitu dapat
menjalin hubungan antara anak dan orangtua, memberikan pengetahuan baru, memaksimalkan
kecerdasaan anak, melatih anak tentang memberikan perhatian kepada orang lain, melatih, dan
merangsang kecerdasan anak, menanamkan nilai-nilai moral yang terkandung dalam cerita, serta
menumbuhkan moral positif pada anak.
Analisis life..., Kurniawati Yuli Pratiwi, FIB UI, 2013
2
Dongeng juga dapat dijadikan sebagai media untuk penanaman nilai-nilai moral anak
karena cara penyampaiannya yang tidak memaksa anak-anak untuk menerimanya. Melalui
dongeng, anak akan mudah memahami sifat-sifat, figure-figur, dan perbuatan-perbuatan yang
baik dan buruk, sedangkan tokoh di dalam cerita dapat dijadikan teladan bagi anak-anak.
Untuk meraih tujuan akhir dari proses mendongeng seperti yang sudah dipaparkan di
atas, para pendongeng melakukan penelitian, studi kreatif, dan berbagai usaha-usaha lainnya.
Suka, duka, dan berbagai pengalaman pribadipun turut mengambil peranan penting proses
tersebut. Pada akhirnya terbentuklah kekhasan tersendiri dari setiap pendongeng, seperti
keunikan dari kostum pendongeng, cara membawakan cerita serta alat peraga yang mendukung
mereka ketika bercerita. Ciri khas inilah yang menjadikannya unik dan membuat anak-anak
tertarik untuk mendengarkan.
1.1 Latar Belakang
Seperti yang sudah dipaparkan di atas bahwa dongeng juga dapat dijadikan sebagai media
untuk penanaman nilai-nilai moral anak karena cara penyampaiannya yang tidak memaksa anak-
anak untuk menerimanya. Melalui dongeng, anak akan mudah memahami sifat-sifat, figure-
figur, dan perbuatan-perbuatan yang baik dan buruk, sedangkan tokoh di dalam cerita dapat
dijadikan teladan bagi anak-anak. Salah satu tempat dimana kita dapat menemukan pendongeng
adalah perpustakaan. Perpustakaan dapat mengunakan layanan mendongeng ini sebagai sarana
promo dan penyebaran informasi yang mudah diterima oleh anak. Informasi merupakan fondasi
untuk memberdayakan masyarakat. Informasi digunakan untuk melakukan kontrol terhadap
kehidupan seseorang dan/atau untuk memainkan peran lebih aktif dan positif di dalam
pembangunan masyarakat.
Dongeng dapat menumbuhkan minat baca seseorang, khususnya anak, maka melalui
dongeng tingkat minat baca akan meningkat dan hal ini berdampak pada peningkatan jumlah
pengunjung perpustakaan. Dengan bertumbuhnya minat baca akan meningkatkan kualitas
sumber daya manusia (SDM) suatu bangsa. Meningkatnya kualiatas SDM suatu bangsa akan
berdampak kepada kemajuan bangsa tersebut. Perpustakaan memainkan peranan penting dalam
peningkatan kualitas SDM suatu bangsa karena di perpustakaanlah seseorang dapat menggali
berbagai informasi melalui koleksi dan layanan yang dmilikinya karena salah satu fungsi dari
perpustakaan adalah sebagai sarana lifelong learning.
Salah satu pelopor dongeng di Indonesia yang memiliki ciri khas adalah Drs. Suyadi yang
biasa disapa Pak Raden. Ia merupakan pendongeng ulung yang dimiliki Indonesia. Ia biasa
menghibur penonton dengan menggunakan beskap hitam, blangkon, dan kumis tebal. Adapun
ciri khasnya yang lain adalah mendongeng sambil menggambar. Drs. Suyadi sudah
menghasilkan sejumlah karya berupa buku cerita anak bergambar dan film pendek animasi. Di
usianya yang sudah senja kini, ia masih terus berkarya baik menulis cerita, membuat lukisan
hingga aktif dalam mengisi kegiatan dongeng di beberapa acara. Sebagai pencinta anak, ia
mencurahkan kreasinya dalam bentuk dongeng, buku, dan lukisan. Puluhan buku cerita hasil
karyanya beredar sejak tahun 70-an, bahkan hingga sekarang, dari tangannya pula karakter
boneka dalam serial Si Unyil menjadi legenda.
1.2 Rumusan Masalah
Kegiatan mendongeng merupakan kegitan yang sejak dahulu dilakukan oleh informan.
Informan sendiri merupakan salah satu pelopor dongeng di Indonesia dan sudah menjadi ikon di
dunia anak-anak.
Analisis life..., Kurniawati Yuli Pratiwi, FIB UI, 2013
3
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, permasalahan yang muncul dari
penelitian adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana perjalanan informan menjadi pendongeng dalam rangka menyebarkan
informasi mengenai nilai-nilai sosial dan budaya?
2. Bagaimana proses penciptaan karakter yang menjadi ciri khas informan dalam kegiatan
mendongeng tentang nilai-nilai sosial dan budaya?
1.3 Tujuan penelitian
Tujuaan dilakukan penelitian ini adalah :
1. Mengidentifikasi penyebaran informasi mengenai nilai-nilai sosial dan budaya melalui
perjalanan karir informan di dunia dongeng.
2. Mengidentifikasi proses penciptaan karakter tersebut.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Praktis
1. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan rujukan bagi para pendongeng pemula
maupun relawan yang akan terjun ke lapangan guna membudayakan kegiatan
mendongeng.
2. Penelitian ini dapat memberikan informasi kepada masyarakat tentang teknik dan
strategi mendongeng yang dimiliki oleh informan.
1.4.2 Manfaat Akademis
1. Penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan serta dapat memperkaya bahan
pustaka di bidang pendidikan sebagai kontribusi dalam pengembangan pengetahuan
tentang kegiatan mendongeng.
2. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan untuk subjek perpustakaan
komunitas yang memiliki topik mengenai dongeng, sehingga mahasiswa jurusan ilmu
perpustakaan mengenal dan menyukai kegiatan mendongeng.
1.5 Tinjauan Literatur
1.5.1 Sejarah Pendongeng
Pendongeng merupakan warisan leluhur sejak dahulu. Dahulu kala mereka menuturkan
cerita-cerita rakyat yang sering diceritakan dari mulut ke mulut secara turun temurun. Sejak
zaman Yunani kuno para pendongeng sudah dikenal, terbukti dari banyaknya pendongeng, yaitu
para petualang yang menuturkan cerita-cerita rakyat, dan mitos-mitos cerita pahlawan yang
sangat hebat. Mereka bercerita disetiap desa dan kota yang mereka singgahi. Cerita yang mereka
tuturkan itu berbeda-beda dari satu tempat ke tempat lainnya. Pada zaman ini cerita disajikan
sebagai sebuah hiburan dan untuk memenuh keinginan melestarikan cerita-cerita pahlawan yang
diciptakan oleh penutur cerita sebagai pembawa berita. Lama kelamaan cerita yang disampaikan
tidak saja mengenai pahlawan, tetapi menjadi cerita campuran antara mitos dan legenda.
Menurut Baker dan Greene (1977: 2), di Afrika para pendongeng telah ada semenjak
2.000-3.000 SM. Hal ini terbukti dari ditemukannya lontar yang ditulis oleh orang-orang Mesir,
yang disebut Westcar Papirus, yang menceritakan bagaimana seorang laki-laki Cheops pembuat
piramid, dihibur oleh ayahnya dengan cerita-cerita rakyat. Di Afrika terdapat dua jenis penutur
cerita, yaitu yang menetap dan yang tidak menetap atau berkeliling. Pendongeng yang menetap
merupakan pemimpin dan hanya mempunyai kewajiban untuk menyimpan cerita-cerita dari para
Analisis life..., Kurniawati Yuli Pratiwi, FIB UI, 2013
4
pemimpin mereka yang berani, sedangkan pendongeng yang berkeliling merupakan pendongeng
yang menceritakan cerita dari satu desa ke desa lainnya sambil menuturkan cerita-ceita rakyat,
fabel, dan anekdot. Di benua Asia, India merupakan negara yang mempunyai banyak fabel.
Fabel inilah yang merupakan cerita rakyat yang juga merupakan cerita kesusatraan, seperti
Jatakas. Di Inggris sekitar abad ke-4, pendongeng dikenal dengan nama minstrel. Mereka
memakai kostum „aneh‟, seperti baju yang beraneka warna yang menarik perhatian orang.
Mereka berkeliling kota sambil membawa alat musik di tangan, mereka membawakan cerita
yang diselipkan humor dan gambaran mengenai keadaan masyarakat pada saat itu. Dengan
ditemukannya mesin cetak pada abad ke-15, perlahan-lahan minstrel mulai menyusut. Hal ini
disebabkan karena pendidikan formal mulai tersebar, sehingga banyak saudagar dan kalangan
masyarakat menengah ke atas sudah mengenyam pendidikan, dan mereka dapat membaca buku
sendiri tanpa harus menunggu minstrel membawakan cerita.
Di Indonesia, pendongeng tradisional seperti dalang dikenal yang menceritakan cerita
Ramayana dan Mahabarata. Cerita-cerita ini dibawa oleh orang-orang India dalam rangka
menyebarkan agama Hindu. Lain halnya dengan negara Asia lainnya, seorang dalang harus
mampu menuturkan cerita semalam suntuk, dan apabila ia tidak dapat melakukan penuturan
cerita semalam suntuk perbuatannya dianggap tabu dan akan membaca malapetaka bagi dirinya.
Selain dalang banyak juga pendongeng yang berkeliling keluar masuk desa sambil menuturkan
cerita-cerita rakyat (Rusyana, 1981: 45).
1.5.2 Kegiatan Mendongeng
Mendongeng merupakan kegiatan sederhana yang dapat dilakukan oleh siapa saja, kapan
saja. Mendongeng pada dasarnya adalah sebuah seni yang dimiliki semua orang, tetapi kemudian
seni ini dapat dimiliki oleh semua orang dengan cara mempelajarinya. Dari penjabaran di atas,
dapat simpulkan mengenai kegiatan mendongeng. Pertama, kegiatan mendongeng merupakan
kegiatan seni. Kedua, kegiatan mendongeng merupakan kegiatan yang melibatkan cerita, yaitu
plot naratif yang berasal dari kejadian-kejadian nyata maupun imajinatif yang diambil dari
berbagai sumber lisan maupun tulisan. Ketiga, kegiatan ini juga melibatkan audience dan yang
terakhir kegiatan ini melibatkan kemampuan seorang pendongeng untuk memberi kehidupan
pada cerita melalui bahas, gesture, dan vokalisasi, baik dengan didendangkan maupun dengan
menggunakan alat musik.
1.5.3 Tujuan Mendongeng
Menurut Priyono Kusumo (2008: 14), tujuan utama mendongeng adalah memperkaya
pengalaman batin anak dan menstimulir reaksi sehat atasnya. Pendongeng dapat melakukan
kontak batin dan sekalilgus berkomunikasi dengan anak melalui dongeng sehingga dapat
membina hubungan dengan baik.
Hal penting, yang akan didapatkan saat mendongeng, yaitu secara tidak sadar
pendongeng akan mengungkapkan imajinasi dan pikiran mereka dengan menumpahkan imajinasi
dan pikiran mereka dengan cara bermain dan bergembira. Saat mendongeng, pendongeng akan
dapat menumpahkan perasaan dan emosi positif, menunjukkan jati diri, bersosialisasi,
memberikan pengetahuan kepada orang lain, memberikan kegembiraan kepada orang lain,
menebarkan pesona yang terpendam dalam diri pendongeng yang selama ini belum terungkap,
dan juga menciptakan pertemuan kecil yang amat bermanfaat. Khusus bagi anak, dongeng dapat
memberikan rangsangan bagi kecerdasan anak, karena melalui kegiatan bermain, bercanda, dan
Analisis life..., Kurniawati Yuli Pratiwi, FIB UI, 2013
5
berinteraksi, maka kemampuan berpikir logis dan rasional akan terpacu sehingga membantu
percepatan belajar anak (accelerated learning) (Angus DS, 2009: 16).
1.5.4 Teknik Mendongeng
Menurut Murti Bunanta (2005: 16-18), secara garis besar terdapat dua teknik
mendongeng, yaitu:
1. Membacakan cerita atau mendongeng dengan menggunakan teks (Read Aloud)
Mendongeng dengan menggunakan teks dikenal juga dengan read aloud, dalam
teknik ini pendongeng menceritakan cerita dengan menggunakan media buku, dan dilakukan
dengan cara membacakannya. Di mana ada yang membacakan (pendongeng), ada yang
dibacakan (audience) dan ada yang dibaca (buku cerita). Dengan teknik ini, pendongeng
dapat duduk di depan audience atau jika hanya terdiri dari sekelompok kecil saja antara
empat atau lima orang, pendongeng dapat duduk di tengah di antara audience agar mereka
dapat berkeliling menghadap ke pendongeng. Hal yang harus dipertimbangakan jika
menggunakan teknik ini, yaitu jumlah audience yang dapat dijangkau tidak terlalu banyak.
Jika jumlah audience terlalu banyak, pendongeng tidak dapat menjangkau mereka semua,
sehingga mereka tidak dapat melihat buku yang dibacakan baik gambar ataupun bentuk
tulisannya.
2. Bercerita tanpa teks (storytelling)
Teknik ini lebih membebaskan pendongeng untuk berekspresi dan improvisasi. Di
dalam teknik ini pula anak lebih leluasa untuk berperan dalam cerita yang didongengkan
dengan begitu anak akan belajar untuk mengekspresiakan dirinya. Namun, pada waktu
mendongeng sebaiknya jangan terlalu berlebihan, karena hal ini akan mengalihkan perhatian
anak bukan pada cerita, tetapi lebih pada penampilan pendongeng itu sendiri. Hal ini akan
mengganggu penangkapan anak terhadap pesan atau nilai dari cerita yang dibawakan.
Mendongeng dengan teknik ini dapat juga menggunakan alat peraga lainnya seperti boneka
tangan, boneka kain, tali, gambar, menggambar langsung, maupun mendongeng dengan
diiringi musik.
Penggunaan alat peraga dalam kegiatan mendongeng sudah dilakukan sejak dahulu.
Para pendongeng menggunakan drum atau alat musik tunggal lainnya untuk mengiringi
ceritanya. Pendongeng tersebut salah satunya dikenal dengan nama troubadour, yaitu
pendongeng yang biasa menggunakan alat musik untuk membuat penampilannya dalam
mendongeng semakin menghibur. Bahkan terkadang pra pendongeng melakukan gerakan
selama bercerita, gerakan tersebut seiring dengan pola irama dalam cerita. Gerakan berirama
tersebut kemudian menjadi satu bentuk tarian (Tooze, 1959: 45).
1.5.5 Pemilihan Cerita
Menurut Murti Bunanta (2004: 18-20) di dalam bukunya yang berjudul Buku,
Mendongeng, dan Minat baca, jenis cerita yang menarik anak untuk setiap tingkat umur tentu
berlainan, tetapi bisa saja anak yang lebih muda sudah dapat memahami dan menyukai cerita
yang pada umumnya untuk anak yang sudah agak besar dan bisa terjadi sebalikanya, tergantung
dari pemahaman masing-masing anak dan pengalaman yang didapatkan sebelumnya. Bila
mendongengkan untuk anak yang masih kecil sebaiknya dipilih cerita yang mempunyai tidak
lebih dari 3 atau 4 tokoh yang dapat berbicara supaya anak mudah memahaminya. Jenis cerita
yang disukai anak umur 2-3 tahun adalah cerita yang memperkenalkan tentang benda dan
Analisis life..., Kurniawati Yuli Pratiwi, FIB UI, 2013
6
binatang di rumah, misalnya seperti sepatu, kucing, anjing, dan sebagainya. Hal semacam ini
akan menarik perhatian anak. Bagi anak yang berumur 3-5 tahun, buku-buku yang
memperkenalkan huruf-huruf akan menarik perhatiannya, misalkan huruf-huruf yang bisa
membentuk nama orang, nama binatang, dan nama buah yang ada dalam cerita. Mengenal
angka-angka dan hitungan yang dijalin dalam cerita, misal jam berapa si tokoh bangun, mandi,
dan lainnya juga bisa diperkenalkan pada anak-anak seusia ini. Kalau sebelumnya anak
diperkenalkan pada cerita binatang dan kegiatan di sekitar rumah, maka pada usia ini bisa
dibacakan buku tentang binatang purbakala, binatang yang ada di kebun binatang, dan kegiatan
di luar rumah, pasar, dan sebagainya. Pada umur 5-7 tahun anak-anak mulai mengembangkan
daya fantasinya, mereka sudah dapat menerima adanya benda atau binatang yang dapat
berbicara. Cerita seperti kancil atau cerita rakyat lainnya sudah mulai bisa diberikan. Apabila
ceritanya panjang, lebih baik agak disederhanakan. Umur 8-10 tahun, anak mulai menyukai
cerita-cerita rakyat yang lebih panjang dan rumit, cerita petualangan ke negeri dongeng yang
jauh dan aneh, juga cerita humor. Anak-anak usia 10-13 tahun pada umumnya menyukai cerita
dari jenis mitologi, legenda, dan fiksi ilmiah serta humor. Cerita yang diadaptasi dari biografi
pun bagus untuk didongengkan pada anak seusia ini (Bunanta, 2004: 18-20).
1.5.6 Penyebaran Informasi Melalui Dongeng
Mendongeng merupakan salah satu cara yang ditempuh oleh perpustakaan dalam
membangun komunitas baca. Mendongeng biasa dilakukan untuk kelompok yang terdiri dari
anak-anak. Dengan metode mendongeng ini diharapkan dapat menumbuhkan minat anak untuk
membaca. Cerita yang dibawakan diharapkan dapat merangsang keinginan anak untuk
mengetahui lebih lanjut cerita yang lebih seru, dan akhirnya merangsang minat mereka untuk
membaca buku (Wardhani, 2007).
1.5.7 Definisi Penyebaran Informasi
Di dalam bukunya Taylor (2004: 3), menjabarkan bahwa informasi merupakan proses
komunikasi dari pengetahuan. Pengetahuan yang ditransferkan tersebut direpresentasikan dalam
suatu bentuk, contohnya buku, yang merupakan representasi dari pengetahuan yang ada dalam
otaknya dan digunakan sebagai sarana mengomunikasikan pengetahuannya. Taylor (2004) juga
menggunakan istilah recorded information untuk menegaskan informasi yang terekam dan dalam
bentuk yang terlihatlah yang diorganisasikan oleh institusi informasi. Jika melihat pemahaman
tersebut dapat dilihat bahwa aspek terpenting dari sebuah informasi adalah “terekam” dan
“dikomunikasikan”. Terekam artinya sudah dinyatakan, dikodekan dan disimpan dalam media
tertentu. Pengetahuan yang terekam ini mengakibatkan pengetahuan tersebut mudah
dikomunikasikan kepada orang lain karena bentuknya tidak lagi abstrak.
1.5.8 Perpustakaan Sebagai Sarana Penyebaran Informasi
Menurut Eka Wardhani yang diambil dari artikelnya yang berjudul Perpustakaan Sebagai
Tempat Pembelajaran Seumur Hidup ("Life Long Learning") yang dimuat di majalah Visi
Pustaka Vol. 9 No.1 - April 2007, Perpustakaan sebagai tempat pembelajaran seumur hidup
mengandung pengertian bahwa perpustakaan sebagai tempat belajar yang abadi Sebagai pusat
pengetahuan, perpustakaan selalu menyediakan sumber informasi yang tidak akan pernah habis.
Perpustakaan juga melayani semua orang termasuk orang sakit. Sesungguhnya perpustakaan
sebagai sarana pembelajaran seumur hidup juga berarti bahwa perpustakaan tidak saja untuk
orang yang sehat akan tetapi juga bagi orang yang sakit. Perpustakaan tidak memandang status
Analisis life..., Kurniawati Yuli Pratiwi, FIB UI, 2013
7
pengguna Perpustakaan umum tidak pernah membedakan status penggunanya. Perpustakaan
dapat menjadi alternatif tempat belajar bagi anak putus sekolah, dan anak dari keluarga miskin
atau ekonomi lemah.
2. Metode Penelitian
Metode yang dipakai oleh peneliti adalah metode analisis riwayat hidup individual (life
history). Yang menjadi informan utama dalam penelitian ini adalah Drs. Suyadi atau yang biasa
disapa Pak Raden, yang merupakan salah satu pendongeng ulung yang dimiliki Indonesia. Selain
informan utama, peneliti juga menggunakan informan sekunder yang bertujuan untuk
memperoleh keterangan-keterangan pendukung dari kegiatan yang dilakukan oleh informan
utama. Yang menjadi informan sekunder dalam penelitian ini adalah orang-orang terdekat
informan atau orang-orang yang pernah menjadi rekan kerja dari narasumber. Teknik
pengumpulan data yang dilakukan adalah wawancara, observasi dan analisis dokumen.
3. Analisis dan Interpretasi Data
3.1 Perjalanan Karir Mendongeng Informan
Karir mendongeng informan tidak dapat dilepaskan dari peranan serial Si Unyil. Latar
belakang ia mendongeng dikarenakan promosi unyil yang mengharuskan informan sebagai salah
satu pengisi suara untuk tampil di depan penonton dengan menggunakan kostum Pak Raden. Ia
menghibur para penonton dengan cara mendongeng seperti yang biasa Pak Raden lakukan untuk
Unyil dan teman-temannya.
Perjalanan karir informan sebagai pendongeng dalam rangka menyebarkan informasi
tentang nilai sosial dan budaya dilandasi oleh keyakinan informan bahwa dongeng layaknya
sebuah enzim dalam tubuh. Enzim tersebut digunakan untuk menumbuhkan minat. Dongeng
menstimulai manusia untuk berbuat lebih baik, dan memiliki harapan dan cita-cita setinggi
langit. Dalam dongeng juga terkandung unsur pendidikan, nasihat dan ilmu. Tapi yang paling
penting dan tidak boleh dilupakan adalah dongeng adalah sebuah hiburan. Dongeng tidak untuk
menggurui karena menggurui telah didapatkan dibangku sekolah secara formal. Dongeng yang
menarik adalah dongeng yang terdapat perimbangan antara pesan moril, pendidikan, dan
hiburan. Kecintaannya yang begitu besar akan dunia anak, gambar, dan serial “Si Unyil” lah
yang menjadikan ia sebagai sosok figure yang begitu melekat dengan dunia anak karena apa
yang ia lakukan berasalkan dari niatan hati dan ingin menjadikan anak Indonesia sebagai
generasi yang cerdas dan mencintai kebudayaannnya
Selama perjalanan karir informan selalu benar-benar memperhatikan kebutuhan dan
keinginan penontonnya. Menurut informan, tidak ada kriteria khusus seperti apa pendongeng
yang baik itu. Semua pendongeng itu baik selama ia bisa menyampaikan pesan dan mengajarkan
hal-hal yang baik. Hal terpenting yang harus dimiliki oleh seorang pendongeng adalah bahwa ia
melakukan pekerjaannya dengan setulus hati.
Pendongeng juga harus memiliki kreativitas karena situasi yang dihadapi ketika
mendongeng akan berbeda-beda di setiap tempat. Pendongeng harus pintar berimprovisasi,
tujuannya selain mengatasi lupa cerita juga sebagai variasi agar anak tidak mudah bosan.
Improvisasinya bisa berupa cerita atau berinteraksi dengan menanyakan hal-hal kecil.
Pendongeng itu harus kreatif karena situasi yang dihadapi berbeda-beda di setiap tempat
dongeng. Kebanyakan orang tidak mau mendongeng karena merasa tidak mampu, tidak jago,
dan tidak percaya diri walau hanya sekedar untuk membacakan cerita. Informan berpendapat
bahwa semua orang yang bisa menyampaikan pendapatnya bisa disebut sebagai pendongeng
karena ia bisa menyampaikan pesan yang ingin disampaikan.
Analisis life..., Kurniawati Yuli Pratiwi, FIB UI, 2013
8
3.2 Informan dan Mendongeng
Hubungan antara informan dongeng bukanlah suatu hal yang semata-mata tercipta. Sejak
kecil informan sudah akrab dengan dongeng. Para pembantunya sering mendongengkan kisah-
kisah seram dari daerah mereka berasal. Sesekali Bapak dan Ibu informan juga mendongengkan
untuk anak-anaknya. Bapak informan lebih senang untuk mendongengkan cerita wayang,
sedangkan Ibu informan membawakan cerita-cerita rakyat seperti Joko Bendil, Bawang Putih
Bawang Merah, Timun Mas, dan lainnya. Bahkan, ketika informan berada di pengungsian
kegiatan dongeng ini tetap berlanjut. Ada beberapa hal yang membangun hubungan tersebut.
Pertama adalah kecintaan informan dengan dunia anak-anak. Rasa ini tumbuh karena ia sangat
mengidolakan tokoh Walt Disney dan Hans Christian Andersen. Kedua tokoh ini adalah orang-
orang yang berpengaruh dalam dunia anak diseluruh dunia. Walt Disney dengan film-film
buatannya, sedangkan Hans Christian Andersen dengan dongeng-dongengnya yang melegenda di
dunia. Kedua tokoh ini adalah yang memotivasi informan untuk terjun ke dunia anak-anak.
Kedua adalah kesenangan informan dengan kegiatan mendalang. Seperti yang sudah dijelaskan
sebelumnya, semenjak kecil informan senang mendatangi pertunjukan wayang dengan bapaknya.
Ketiga, yang menjadi alasan paling mendasar informan untuk mendongeng adalah Si Unyil.
Kegiatan mendongeng informan tidak bisa dilepaskan dari penciptaan Si Unyil, karena informan
mendongeng untuk Unyil. Si Unyil adalah sebuah acara yang diproduksi oleh Pusat Produksi
Film Nasional.
3.3 Proses Penciptaan Karakter Infoman
Pak Raden yang bernama lengkap Raden Mas Singomenggolo Jalmowono sendiri
bukanlah tokoh berhati mulia. Tetapi tidak sepenuhnya jahat, karena menurut informan, tidak
ada tokoh yang dengan karakter jahat sepenuhnya. Tokoh Pak Raden juga dikenal menyukai
kesenian, pandai bernyanyi, dan senang dengan anak. Karakter ini diciptakan pada episode
kesepuluh dalam tayangan Si Unyil.
Seiring dengan suksesnya tayangan Si Unyil, tawaran agar Si Unyil tampil diatas pentas
menjadi banyak. Dalam pentas tersebut para pengisi suara tampil diatas pentas sebagai tokoh si
Unyil. Begitu pula dengan informan, ia menggunakan atribut semirip mungkin untuk
menggambarkan tokoh Pak Raden. Dalam kesempatan itu pula informan memberikan dongeng
kepada penonton yang mayoritas adalah anak-anak. Awalnya anak-anak merasa takut dengan
tokoh Pak Raden, tapi karena telah mengetahui kebaikan Pak Raden, anak-anak menjadi
menyukai tokoh ini. Sampai saat ini informan selalu memerankan tokoh Pak Raden dalam
kegiatan dongeng. Hanya dalam kesempatan khusus saja ia mendongeng tidak menggunakan
tokoh Pak Raden. Tokoh Pak Raden inilah yang kemudian menjadi ciri khas informan. Pak
Raden merupakan tokoh yang dibenci sekaligus dicintai oleh anak-anak maupun dewasa.
Terbukti dari pengalaman menarik yang dialami informan, ia dikejar sejumlah anak-anak yang
meminta baju Kinoy, salah satu tokoh dalam serial “Si Unyil” untuk dikembalikan, dan Pak
Raden selalu dicintai karena pada setiap penampilannya ia selalu dicari oleh anak-anak,
khususnya pada acara yang menampilkan para tokoh dalam serial “Si Unyil”.
Analisis life..., Kurniawati Yuli Pratiwi, FIB UI, 2013
9
3.4 Pemahaman Dongeng Menurut Informan
Dalam mendongeng, informan menyakini bahwa dongeng layaknya sebuah enzim dalam
tubuh. Enzim tersebut digunakan untuk menumbuhkan minat. Dongeng menstimulai manusia
untuk berbuat lebih baik, dan memiliki harapan dan cita-cita setinggi langit. Oleh karena itu,
dongeng dapat dijadikan salah satu media untuk penanaman nillai-nilai baik nilai budaya, adat,
norma, dan sebagainya yang dengan mudah diterima karena sifatnya yang tidak menggurui.
Kebanyakan orang tidak mau mendongeng karena merasa tidak mampu, tidak jago, dan
tidak percaya diri walau hanya sekedar untuk membacakan cerita. Informan berpendapat bahwa
semua orang yang bisa menyampaikan pendapatnya bisa disebut sebagai pendongeng karena ia
bisa menyampaikan pesan yang ingin disampaikan.
3.5 Analisis Kegiatan Mendongeng yang Dilakukan Informan
Informan mulai mendongengkan anak-anak dibantu dengan satu asisten. Asisten ini
bertugas membantu informan dalam menggambar sketsa dari cerita yang didongengkan.
Informan memulai dongeng dengan mengajak anak-anak untuk menebak-nebak cerita apa yang
akan dibawakan. Kemudian informan mulai bercerita, dalam cerita tersebut, dia mengubah
suaranya menjadi tiga karakter yang ada dalam cerita tersebut. Informan juga mengajak anak-
anak untuk menirukan suara dari tokoh yang ada didalam cerita. Ia juga membagi anak-anak
kedalam dua grup untuk menirukan suara tersebut.
Kegiatan dongeng diawali informan dengan menyapa dan memperkenalkan diri dengan
nada khas tokoh Pak Raden dengan volume yang keras. Hal ini bertujuan untuk menarik
perhatian anak-anak. perhatian anak-anak yang sudah mulai terfokus tersebut dikuatkan lagi
dengan kostum serta tata rias yang digunakan oleh informan. Tak ketinggalan boneka tokoh Si
Unyil yang dibawa oleh dia, menambah rasa ketertarikan anak-anak pada dia. Kemudian
informan memulai interaksi pertamanya dengan melemparkan pertanyaan yang memacu
antusiasme anak-anak. Pertanyaan yang dilemparkan oleh dia adalah”siapa yang ingin
mendengarkan dongeng?”. Anak-anak pun menjawabnya dengan semangat.
Dengan teknik pembukaan seperti ini, untuk memulai cerita lebih mudah untuk
dilakukan. Berdasarkan pengalaman penulis, sulit untuk menarik perhatian anak-anak khususnya
yang berumur dibawah lima tahun. Hal ini dikarenakan mereka belum bisa fokus pada kegiatan
tertentu dalam jangka waktu yang panjang. Pembukaan menjadi kunci yang sangat penting
dalam kegiatan mendongeng.
Dengan teknik pembukaan seperti ini juga akan menumbuhkan interaksi dan ikatan batin
antara pendongeng dan audience. Ikatan batin ini dapat dicapai dengan berperilaku baik kepada
anak-anak. Perlihatkan kalau kita senang dengan mereka. Tidak perlu diungkapkan, cukup
ditunjukkan dan dirasakan saja. Apabila ikatan batin itu sudah terjalin dan anak-anak merasa
senang dengan pendongeng, hasilnya apapun yang disampaikan pasti akan didengarkan.
Tetapi informan tidak langsung mulai bercerita. Dia mengajak anak-anak untuk
bernyanyi “Gundul-gundul pacul”. Hal ini bertujuan untuk memperkokoh interaksi yang ada
antara pendongeng dan pendengar. Dengan semakin erat interaksi yang terjalin, maka makin sulit
anak-anak untuk kehilangan fokus dari pendongeng. Lagu daerah yang dibawakanpun bertujuan
untuk memperkenalkan kembali lagu-lagu tersebut kepada anak-anak. menurut pendapat pribadi
Analisis life..., Kurniawati Yuli Pratiwi, FIB UI, 2013
10
penulis, anak-anak sudah tidak mengenal lagu-lagu daerah, karena kalah populer dengan lagu-
lagu yang ada saat ini.
Sebelum menceritakan cerita dongeng yang kedua, Informan kembali mengajak anak-
anak untuk bernyanyi bersama. Ia juga menyisipkan narasi cerita dari dongeng berikutnya dan
mengajak anak-anak untuk membayangkan tokoh dari cerita yang akan dibawakan. Lalu
informan memulai ceritanya. Anak-anak dengan antusias mendengarkan dan ikut larut kedalam
dongeng tersebut. Selesai membawakan semua cerita, informan mengajak anak-anak untuk
kembali bernyanyi. Lirik dari lagu ini mengajak anak-anak untuk gemar membaca.
Ketika mulai mendongeng, informan bercerita dengan begitu serius memperhatikan
kondisi anak-anak. Dan saat bercerita, ia dibantu oleh asistennya untuk membuat sketsa. Saat
pembuatan sketsa, informan mengeluarkan efek-efek suara. Bunyi yang mengomunikasikan
emosi (nada, intensitas, dan kekerasan nada saat berbicara), berbisik, menaikkan nada atau
menurunkan nada membuat pendongeng menjadi perhatian lebih. Hal ini juga dilakukan agar
penonton tidak kehilangan fokus dan membuat kegiatan dongeng menjadi lebih segar. Dalam
sesi mendongeng, pendongeng juga harus memperhatikan ekspresi wajah penonton agar dapat
mengetahui mereka masih fokus atau sudah bosan dengan dongengnya. Hal ini bisa disiasati
dengan bernyanyi atau mengajak mereka menirukan suara-suara, dalam hal ini dilakukan
informan dengan menirukan suara ketiga karakter yang ada dalam cerita.
Penggambaran ilustrasi informan yang seperti sedang bercerita mengenai suatu objek
mendukung dalam kegiatan mendongeng. Informan sendiri menamakan lukisanya, figuratif-
naratif. Informan sebut figuratif karena bentuknya memang kelihatan, artinya bukan abstrak.
Disebut naratif, karena lukisan saya memang bercerita, atau bertutur. Informan mengibaratkan
antara menggambar dan melukis ibarat, prosa dan puisi. Menggambar itu prosa, sedang melukis
itu puisi. Misalnya, membuat ilustrasi buku-buku atau desain boneka “Si Unyil”. Mungkin
karena sejak kecil informan suka cerita, gemar dongeng, dan mendalang, sehingga ketika
melukispun terbawa-bawa. Sehingga lukisan-lukisan informan seperti bertutur, bercerita tentang
suatu objek.
Selesai cerita, informan mengajukan pertanyaan kepada anak-anak. hal ini dilakukan
untuk mengetahui sejauh mana fokus anak-anak kepada cerita yang diberikan oleh pendongeng.
Pertanyaan ini pun dilemparkan untuk merangsang anak-anak untuk berpikir kritis.
Sebelum memulai cerita berikutnya, informan kembali mengajak anak-anak untuk
bernyanyi. Anak-anak masih tampak antusias dan senang bernyanyi. Hal ini dilakukan agar
anak-anak tidak lepas fokusnya dikarenakan ada jeda waktu yang ada antar cerita. Ia juga
memberikan beberapa sisipan cerita dan mengajak anak-anak membayangkan tokoh pada cerita
berikutnya. Hal ini dilakukan untuk menarik rasa penasaran anak-anak, sehingga mereka jauh
dari rasa bosan, atau yang sudah bosan pun kembali menjadi fokus terhadap kegiatan
mendongeng. Selesai mendongeng, pertanyaan evaluasi kembali dilontarkan oleh informan.
Kemudian anak-anak kembali diajak bernyanyi. Kali ini lirik yang dibawakan mengandung
pesan agar anak-anak gemar membaca.
Secara keseluruhan, informan secara apik mengkombinasikan semua hal yang dapat
menarik perhatian anak-anak. Ia mengkombinasikan unsur visual serta suara secara berimbang,
sesuai dengan kebutuhan. Kemampuan ini tidak di dapat dengan mudah. Kuncinya adalah sering
berlatih dan sering melakukan. Dengan ini, timbul pengalaman-pengalaman yang membuat
infoman makin matang setiap membawakan dongeng. Selama perjalanan karirnya mendongeng,
informan tidak pernah mendapatkan kendala ketika mendongeng, seperti lupa akan isi cerita
maupun kendala karena tidak mendapatkan fokus perhatian dari anak-anak.
Analisis life..., Kurniawati Yuli Pratiwi, FIB UI, 2013
11
Gambar 1: Alat peraga yang biasa dipakai oleh informan
Penggambaran ilustrasi informan yang seperti sedang bercerita mengenai suatu objek
mendukung dalam kegiatan mendongeng. Informan sendiri menamakan lukisanya, figuratif-
naratif. Informan sebut figuratif karena bentuknya memang kelihatan, artinya bukan abstrak.
Disebut naratif, karena lukisan saya memang bercerita, atau bertutur. Informan mengibaratkan
antara menggambar dan melukis ibarat, prosa dan puisi. Menggambar itu prosa, sedang melukis
itu puisi. Misalnya, membuat ilustrasi buku-buku atau desain boneka “Si Unyil”. Mungkin
karena sejak kecil informan suka cerita, gemar dongeng, dan mendalang, sehingga ketika
melukispun terbawa-bawa. Sehingga lukisan-lukisan informan seperti bertutur, bercerita tentang
suatu objek.
Penggunaan alat peraga seperti boneka tangan, figer puppet, tali, gambar atau pun
penggunaan buku diyakini dapat menarik perhatian anak dan mempermudah anak untuk
mengetahui isi cerita yang dibawakan pendongeng. Penggunaan alat juga akan menarik minat
untuk ikut bergabung dalam kegiatan dongeng dan juga sebagai mendia penggambaran untuk
mengilustrasikan setiap kejadian yang ada di dalam cerita. Alat peraga yang dimiliki pendongeng
tidak haruslah mewah. Pendongeng bisa membuat sendiri alat peraga yang akan ia pergunakan.
Misalnya membuat boneka figure sendiri, membuat burung-burungan yang akan dipakai sebagai
tokoh dari kertas origami, atau apabila si pendongeng memiliki kemampuan menggambar, maka
ia bisa melakukan menggambar di depan anak-anak sembari melakukan dongeng.
Alat peraga sangat mendukung dalam kegiatan mendongeng karena dapat mendukung
jalannya cerita dan membuat lebih menarik, karena anak-anak dapat langsung melihat bentuk
visual dari tokoh-tokoh. Adapun alat peraga yang digunakan antara lain boneka baik boneka
tangan maupun utuh, kain, tali, gambar, wayang, maupun menggambar secara. Alat peraga
biasanya digunakan dalam kegiatan dongeng dengan teknik storytelling, di mana pendongeng
mempunyai kebebasan dalam berekspresi dan improvisasi dalam membawakan ceritanya
sehingga tidak terpaku pada teks atau cerita dari buku.
Analisis life..., Kurniawati Yuli Pratiwi, FIB UI, 2013
12
3.5.1 Pemilihan Cerita Sebagai Penyebaran Informasi Tentang Nilai-Nilai Sosial
Cerita merupakan unsur terpenting yang harus dimiliki sebuah dongeng. Kriteria
pemilihan cerita yang dilakukan informan adalah menyesuaikan dengan tema, memilih
berdasarkan nilai moral yang ingin ditanamkan kepada anak ataupun berdasarkan kepada kriteria
umur. Pendongeng harus mempunyai cerita yang bagus. Kebanyakan cerita yang disampaikan
seorang pendongeng bersumber dari buku. Tidak semua cerita itu siap untuk disampaikan pada
anak-anak. Seringkali cerita dalam buku terlalu banyak dan akibatnya dapat membosankan anak-
anak jika disampaikan secara lisan. Cerita-cerita ini masih harus dikemas lebih lanjut.
Cerita yang disampaikan oleh informan merupakan hasil cerita ciptaan ia sendiri, baik
yang sudah ia tulis dalam sebuah buku ataupun dibuat secara spontan ketika kegiatan dongeng
berlangsung. Cerita yang disampaikan memperhatikan kriteria umur para pendengarnya. Untuk
anak-anak biasanya disajikan cerita mengenai fabel dan dengan jalan cerita yang tidak begitu
rumit, sedangkan untuk dewasa disajikan cerita yang memiliki alur cerita sedikit rumit dan
banyak menampilkan sisi lucu dari perilaku sehari-hari.
Perpustakaan dapat menjadi salah satu referensi untuk kita mendapatkan inspirasi cerita
untuk mendongeng karena di sana terdapat koleksi-koleksi yang dapat dipergunakan sebagai
bahan cerita. Perpustakaan sebagai tempat belajar yang abadi, sebagai pusat pengetahuan,
perpustakaan selalu menyediakan sumber informasi yang tidak akan pernah habis. Walaupun
penggunanya berganti-ganti, bervariasi dan digunakan terus menerus pengetahuan yang
terhimpun di perpustakaan tidak akan habis bahakan akan bertambah sesuai pola pengembangan
koleksi yang dilakukan oleh pengelola.
Mendongeng yang baik berkaitan dengan isi cerita dan cara bercerita. Isi cerita yang baik
harus mendidik atau memiliki pesan moral. Pesan moral tersebut tidak harus disampaikan
langsung melalui ekspresi, figur, sikap dan suara seorang anak yang baik. Tidak harus selalu
cerita yang disampaikan syarat dengan pesan moral. Ada dongeng yang memang semata-mata
untuk menyenangkan anak-anak.
3.5.2 Penanaman Niai Budaya Melalui Ciri Khas Kostum Informan
Penanaman nilai-nilai budaya ini dapat kita lakukan dengan mentrasnformasikan nilai
tersebut ke dalam bentuk-bentuk yang dapat diterima oleh sebanyak mungkin masyarakat masa
kini (buku, animasi, teater, film, festival mendongeng, dan sebagainya).
Sebagai pendongeng, tentunya tidak akan luput dari pandangan anak-anak. Saat
pendongeng tampil, anak-anak akan menilai pendongeng yang ada di hadapannya, cocok atau
sesuai dengan lingkungan kesehariannya. Penampilan yang menarik akan membuat anak untuk
bergabung ke dalam kegiatan mendongeng. Melalui kekhasan penampilan seorang pendongeng,
anak akan mudah mengingat pendongeng tersebut. Penggunaan kostum dengan menggunakan
tema tertentu, seperti pemakaian kostum daerah dapat memperkenalkan anak akan nilai budaya
suatu daerah. Anak akan perlahan-lahan belajar mengenal kebudayaan.
Pak Raden memiliki karakter sebagai seorang pensiunan sebelum jaman peperangan;
banyak memimpikan masa lalu; sulit menerima arus pembangunan; kikir; tidak mau bergotong
royong; mudah terserang penyakit karena faktor umur; berasal dari Jawa; galak; pemarah; baik
hati; senang berkesenian; pandai menyanyi; dan baik hati. Dari karakter-karaker tersebut
dibuatlah beberapa karakter fisik dan penampilan yang menunjang penggambarannya, di
antaranya adalah mata dibuat membelalak, alis yang menungging, wajah yang hampir tidak
pernah tertawa menggambarkan sifat pemarah dan baik hati; baju lurik, blangkon dan atribut
Analisis life..., Kurniawati Yuli Pratiwi, FIB UI, 2013
13
busana lain yang dikenakan Pak Raden menggambarkan asal daerah Pak Raden, yaitu orang
Jawa; tongkat memberi kesan bahwa dia adalah orang yang pemarah dan sudah tua. Meskipun
tokoh Pak Raden bukan merupakan tokoh panutan dan selalu memarahi anak-anak, tetapi ia
merupakan tokoh yang paling dicari oleh setiap anak pada setiap penampilannya.
Gambar 2: Kostum yang digunakan infoman ketika mendongeng
Lepas dari karakter Pak Raden yang pemarah, dan galak, ia juga memiliki hati yang baik
dan selalu mendongengkan cerita kepada anak-anak, baik di dalam serial “Si Unyil” maupun di
dalam kehidupan nyata. Seiring dengan berjalannya waktu karakteristik Pak Raden melekat erat
dengan informan. Antara informan dan Pak Raden memiliki kesamaan, yaitu sama-sama pandai
bernyanyi, dan senang kesenian. Seperti yang sudah dipaparkan sebelumnya, bahwa informan
senang bernyanyi untuk mengisi waktu luang dan informan juga tertarik dengan kesenian jawa,
seperti menari, dan mendalang. Kecintaan informan akan dunia wayang membuatanya bercita-
cita menjadi seorang dalang, yang merupakan pendongeng tradisional warisan leluhur Indonesia.
Dan mungkin karena kegemaran informan terhadap tokoh Cakil juga lah, maka tercipta sosok
Pak Raden yang dibenci sekaligus dinantikan oleh anak-anak.
3.5.3 Dongeng Sebagai Media Learning Society
Dalam bukunya, Bunanta (2005: 53) menyebutkan bahwa pendongeng dapat melakukan
kegiatan yang melibatkan audience setalah mendongeng selesai. Kegiatan ini dapat berupa
melakukan tanya jawab seputar cerita yang telah dibacakan, mengajak anak untuk menceritakan
kembali cerita tersebut dengan bahasa mereka sendiri. Kegiatan setelah mendongeng ini dapat
melatih daya imajinasi anak dan membuat anak menjadi lebih percaya diri untuk tampil di depan
umum. Kegiatan selepas mendongeng ini juga menciptakan komunikasi dan kedekatan antara
Analisis life..., Kurniawati Yuli Pratiwi, FIB UI, 2013
14
anak dan pendongeng sehingga menimbulkan rasa percaya pada diri anak dan pendongeng
dianggap sebagai teman yang mau berbagi rasa dengannya.
Dalam mendongeng, informan menyakini bahwa dongeng layaknya sebuah enzim dalam
tubuh. Enzim tersebut digunakan untuk menumbuhkan minat. Dongeng menstimulai manusia
untuk berbuat lebih baik, dan memiliki harapan dan cita-cita setinggi langit. Oleh karena itu,
dongeng dapat dijadikan salah satu media untuk penanaman nillai-nilai baik nilai budaya, adat,
norma, dan sebagainya yang dengan mudah diterima karena sifatnya yang tidak menggurui.
Mendongeng merupakan salah satu cara yang ditempuh oleh perpustakaan dalam
membangun komunitas baca. Perpustakaan berperan sebagai tempat belajar yang abadi sebagai
pusat pengetahuan, perpustakaan selalu menyediakan sumber informasi yang tidak akan pernah
habis. Walaupun penggunanya berganti-ganti, bervariasi dan digunakan terus menerus
pengetahuan yang terhimpun di perpustakaan tidak akan habis bahakan akan bertambah sesuai
pola pengembangan koleksi yang dilakukan oleh pengelola. Perpustakaan juga melayani semua
orang termasuk orang sakit. Sesungguhnya perpustakaan sebagai sarana pembelajaran seumur
hidup juga berarti bahwa perpustakaan tidak saja untuk orang yang sehat akan tetapi juga bagi
orang yang sakit. Perpustakaan dapat menjadi alternatif tempat belajar bagi anak putus sekolah,
dan anak dari keluarga miskin atau ekonomi lemah. Peran perpustakaan sangat dibutuhkan dalam
mencukupi kebutuhan belajar anak-anak tersebut dengan menyediakan bahan bacaan bermutu
dan membangun minat baca dalam komunitas tersebut. Dengan demikian perpustakaan dapat
memberi sedikit harapan bagi anak-anak tersebut dalam mengenal dunia yang lebih luas dengan
membaca dan pada akhirnya akan menjadi jalan untuk mengentaskan mereka dari jebakan
kemiskinan.
Fungsi perpustakaan sebagai salah satu tempat rekreasi sebaiknya diterapkan kembali
dengan cara menghidupkan kembali dongeng di dalam kegiatannya. Rekreasi yang dimaksudkan
dalam fungsi rekreasi perpustakaan menjurus pada rekreasi yang bersifat kultural, transfer ilmu
pengetahuan, di mana perpustakaan menjadi titik temunya. Mendongeng juga dapat memberikan
keuntungan bagi perpustakaan dengan berbagai cara. Layanan mendongeng di perpustakaan
dapat berfungsi untuk melestarikan budaya dan menginspirasi ke masa depan, meningkatkan
layanan perpustakaan, serta memungkin staf perpustakaan untuk mengembangankan keahlian
mereka. Melalui kegiatan dongeng, perpustakaan dapat menampilkan layanan yang dimiliki
perpustakaan. Dengan adanya kegiatan dongeng, perpustakaan yang tadinya sepi dapat kembali
menarik minat pengunjung dan mengajak pengunjung agar tidak bosan untuk datang. Bagaimana
perpustakaan selain menyajikan informasi penting, juga menghadirkan efek refresh bagi
pemustakanya, baik pemustaka yang bertujuan mencari informasi semata atau yang bertujuan
ganda, mencari informasi sekaligus. Melalui dongeng juga minat baca anak akan tumbuh. Oleh
karena itu, sebaiknya perpustakaan lebih memperhatikan kegiatan mendongeng ini.
4. Kesimpulan
Karir mendongeng informan tidak dapat dilepaskan dari peranan serial Si Unyil. Latar
belakang ia mendongeng dikarenakan promosi unyil yang mengharuskan informan sebagai salah
satu pengisi suara untuk tampil di depan penonton dengan menggunakan kostum Pak Raden.
Perjalanan karir informan sebagai pendongeng dalam rangka menyebarkan informasi tentang
nilai sosial dan budaya dilandasi oleh keyakinan informan bahwa dongeng layaknya sebuah
enzim dalam tubuh. Enzim tersebut digunakan untuk menumbuhkan minat. Dongeng
menstimulai manusia untuk berbuat lebih baik, dan memiliki harapan dan cita-cita setinggi
langit. Dalam dongeng juga terkandung unsur pendidikan, nasihat dan ilmu. Tapi yang paling
Analisis life..., Kurniawati Yuli Pratiwi, FIB UI, 2013
15
penting dan tidak boleh dilupakan adalah dongeng adalah sebuah hiburan. Dongeng tidak untuk
menggurui karena menggurui telah didapatkan dibangku sekolah secara formal. Dongeng yang
menarik adalah dongeng yang terdapat perimbangan antara pesan moril, pendidikan, dan
hiburan.
Selama perjalanan karir informan selalu benar-benar memperhatikan kebutuhan dan
keinginan penontonnya. Menurut informan, tidak ada kriteria khusus seperti apa pendongeng
yang baik itu. Semua pendongeng itu baik selama ia bisa menyampaikan pesan dan mengajarkan
hal-hal yang baik. Hal terpenting yang harus dimiliki oleh seorang pendongeng adalah bahwa ia
melakukan pekerjaannya dengan setulus hati. Pendongeng juga harus memiliki kreativitas karena
situasi yang dihadapi ketika mendongeng akan berbeda-beda di setiap tempat. Pendongeng harus
pintar berimprovisasi, tujuannya selain mengatasi lupa cerita juga sebagai variasi agar anak tidak
mudah bosan. Improvisasinya bisa berupa cerita atau berinteraksi dengan menanyakan hal-hal
kecil. Pendongeng itu harus kreatif karena situasi yang dihadapi berbeda-beda di setiap tempat
dongeng. Jangan pernah ragu untuk mendongeng karena dongeng akan selalu dibutuhkan karena
menumbuhkan minat dan dapat menumbuhkan hal-hal baik di dalam diri seseorang terutama
anak-anak.
Dalam prakteknya dongeng dapat menumbuhkan daya imajinasi dan kreatifitas anak.
dongeng bukanlah sekedar kata-kata, melainkan perlambangan nilai-nilai budaya sekaligus
ajaran moral. Dongeng dapat membantu memahami perilaku masyarakat, bahkan dapat menjadi
cerminan perilaku masyarakat. mellaui dongeng anak akan merasa tidak digurui melainkan
disentuh emosinya, diajak untuk berfikir kritis, membedakan yang baik dan buruk, sehingga
dongeng dapat dijadikan alternative dalam penyebaran nilai-nilai dan menciptakan learning
society. Selain itu juga dongeng dapat menumbuhkan minat baca anak, sehingga memungkinkan
peningkatan pengunjung perpustakaan. Dengan meningkatnya minat baca anak, maka kualitas
sumber daya manusia akan ikut meningkat. Perpustakaan merupakan salah satu tempat di mana
kita bisa menemukan pendongeng karena dongeng bisa dijadikan salah satu layanan dari
perpustakaan.
Sebagai pendongeng, Suyadi punya ciri khas mendongeng sambil menggambar.
Kegemarannya akan menggambar membawanya untuk menampilkan gambar di setiap
dongengnya. Hal ini juga merupakan salah satu variasi agar suasana dongeng menjadi lebih
beragam dan membuat anak lebih tertarik untuk mendengarkan dongeng. Ciri khas lain yang
dimiliki infoman adalah kekhasan kostum yang ia kenakan. Di balik beskap hitam, blangkon dan
kumis tebalnya, ia tampil menghibur penonton. Pak Raden yang bernama lengkap Raden Mas
Singomenggolo Jalmowono sendiri bukanlah tokoh berhati mulia, tetapi tidak sepenuhnya jahat.
Tokoh Pak Raden juga dikenal menyukai kesenian, pandai bernyanyi, dan senang dengan anak.
Karakter ini diciptakan pada episode kesepuluh dalam tayangan Si Unyil.
Penggunaan kostum dengan menggunakan tema tertentu, seperti pemakaian kostum
daerah dapat memperkenalkan anak akan nilai budaya suatu daerah. Anak akan perlahan-lahan
belajar mengenal kebudayaan. Dengan pemakaian kostum adat Jawa, secara tidak langsung
kostum yang dikenakan informan memperkenalkan kepada anak akan budaya adat Jawa.
Penanaman nilai-nilai budaya dapat kita lakukan dengan mentrasnformasikan nilai tersebut ke
dalam bentuk-bentuk yang dapat diterima oleh sebanyak mungkin masyarakat masa kini (buku,
animasi, teater, film, festival mendongeng, dan sebagainya).
Analisis life..., Kurniawati Yuli Pratiwi, FIB UI, 2013
16
Daftar Acuan
Aarne, Anti & Smith Thompson. (1961). The Types of Folktale. Helsinki: The Finnish Academy
of Classification and Bibliography. Science and Letters.
Area magazine. (2011, 12 Juli). Komunitas Ayo Dongeng Indonesia!. 18 April, 2013.
http://areamagz.com/article/read/2011/12/07/komunitas-ayo-dongeng-indonesia.
Bauer, Croline Feller. (1977.) Handbook for storyteller. Chicago : American Library
Association.
Bunanta, Murti. (2005). Buku, dongeng, dan minat membaca. Jakarta : Pustaka Tangga.
Bradley, Sandy, Barbara Lupei, Mary Ray. (2005). The power of storytelling. 03 Juni 2013.
http://www.sla.org/pdfs/sla2007/bradleystorytelling.pdf
Cundiff, Ruby Ethel & Barbara Webb. (1957). Story-telling for you : a handbook of help for
story-tellers everywhere. Ohio : Antioch.
Greene, Ellin. (1996). Storytelling : art and technique. London : Libraries Unlimited.
Idrus, Muhammad. (2009). Metode penelitian ilmu sosial. Jakarta : Erlangga.
Koentjaraningrat. (1993). Metode-metode penelitian masyarakat. Jakarta: Gramedia.
Ray, Sheila C. 1973. Children’s librarianship. London : Clive Bingley
Rubin, Richard E. (1998). Foundation of library and information science. New York : Neal-
Schuman Publisher, Inc.
Rusyana, Y. (1981). Cerita rakyat nusantara. Himpunan makalah tentang cerita rakyat. Bandung:
FKSS.
Suciati, Ilri Sri. (2007). Seputar apa dan bagaimana bercerita atau mendongeng yang baik
kepada anak-anak. 7 Juli, 2013. http://www.lurik.its.ac.id/latihan/Minat%20Baca.pdf.
Sulistyo-Basuki. (2005). Pengantar ilmu perpustakaan dan informasi. Jakarta: Gramedia.
Takwin, B. (2005, 10 September). Definisi dan tujuan mendongeng untuk anak. tulisan ini
dipresentasikan dalam workshop kajian dongeng yang diselenggarakan oleh BP2PSI
Fakultas Psikologi UI, Depok.
Talor, Arlene G. (1999). The organization of information. 2nd
ed. Englewood : Libraries
Unlimited
Tooze, Ruth. (1959). Storytelling. New Jersey : Prentice-Hall.
Wardhani, Eka. (2007). Perpustakaan sebagai tempat pembelajaran seumur hidup (“life long
learning”). Visi Pustaka vol. 9 no. 1 April 2007. 07 Juli, 2013.
http://www.pnri.go.id/MajalahOnlineAdd.aspx?id=16.
Analisis life..., Kurniawati Yuli Pratiwi, FIB UI, 2013