Upload
aldila-ratna-ovrisadinita
View
401
Download
74
Embed Size (px)
DESCRIPTION
pengawetan
Citation preview
ACARA IV
PENGALENGAN SAYURAN DAN BUAH
A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Mengkonsumsi sayur dan buah merupakan salah satu syarat dalam
memenuhi menu gizi seimbang. Buah dan sayur merupakan makanan
penting yang harus selalu dikonsumsi setiap kali makan.Tidak hanya bagi
orang dewasa, mengkonsumsi sayur dan buah sangat penting untuk
dikonsumsi sejak usia anak-anak. Dengan diet tinggi sayur dan buah baik
untuk melindungi kesehatan tubuh, termasuk dalam menjaga berat badan
(Mitchell, 2012). Di Indonesia, menurut FAO (2010), tahun 2005-2007
konsumsi buahnya hanya mencapai 173 gram/hari dan konsumsi sayuran
101 gr/hari. Menurut Riskesdas tahun 2010, pada kelompok usia diatas 10
tahun konsumsi sayurnya hanya mencapai 63,3% dan buah 62,1% dari
kebutuhannya sehari.
Bahan makanan terdiri atas empat komponen utama yaitu air,
karbohidrat, protein, dan lemak. Bahan makanan ini ada yang tahan lama
serta ada juga yang tidak (cepat mengalami kerusakan). Penyebab utama
kerusakan bahan pangan dapat disebabkan oleh faktor-faktor sebagai
berikut: pertumbuhan dan aktivitas mikrobaterutama bakteri, ragi dan
kapang, aktivitas enzim-enzim di dalam bahan pangan, serangga, parasit,
tikus, suhu termasuk suhu pemanasan dan pendinginan, kadar air, udara
terutama oksigen, sinar dan jangka waktu penyimpanan (Dwiari,2008)
Mengingat sifat alamiah dari buah dan sayuran yang mudah rusak
dan busuk (perishable), yang disebabkan oleh aktivitas metabolisme dari
buah dan sayuran setelah dipanen, maka perlu dilakukan pengawetan pada
komoditas buah dan sayur-sayuran untuk menghambat proses respirasi.
Salah satu caranya yaitu pengolahan untuk memperpanjang umur simpan
dengan pengalengan. Pengalengan merupakan suatu perlakuan pada bahan
hasil pertanian dengan cara menutupi permukaan bahan dalam kemasan
hermitis yang bertujuan untuk menghindari kontak langsung bahan dengan
benda lain dan udara luar. Pengalengan secara hermitis memungkinkan
makanan dapat terhindar dari kebusukan, perubahan kadar air, kerusakan
akibat oksidasi atau perubahan cita rasa. Tahapan proses pengalengan
meliputi beberapa tahap, yaitu preparasi bahan dan wadah, blanching,
pengisian, penghampaan (exhausting), penutupan, sterilisasi/pasteurisasi,
dan pendinginan.
Pengalengan dapat dilakukan dalam skala rumah tangga. Prosesnya
lebih sederhana dibandingkan dengan pengalengan dalam skala industri.
Alat-alat yang digunakan juga sederhana dan sering dijumpai di dapur
sehingga tidak memerlukan banyak biaya untuk melakukannya. Dalam
pengalengan sayuran dalam skala rumah tangga biasanya digunakan
kaleng dengan bahan gelas atau kaca. Ada dua cara yang umum dilakukan
untuk pembotolan skala rumah tangga, yaitu pengalengan dengan
menggunakan boiling water canner (pemanas dengan air mendidih) dan
pressure canner (pemanas disertai tekanan).
Berdasarkan latar belakang di atas, praktikum dilakukan untuk
melihat pengaruh pengalengan buah dan sayur serta ingin mengetahui
pengaruh perbedaan variasi perlakuan dalam pengalengan buah dan sayur
terhadap beberapa parameter kualitas. Penelitian dilakukan dengan bahan
baku nanas dan wortel. Pemilihan bahan baku buah nanas dan sayur wortel
didasarkan karena karekteristik dari buah dan sayur itu sendiri yang masih
mengalami proses respirasi sehingga akan mudah rusak dan akan terjadi
reaksi enzimatis.
2. Perumusan Masalah
Rumusan masalah dari praktikum acara ini adalah sebagai berikut :
a. Bagaimana pengaruh perbedaan metode pengisian (raw packing dan hot
packing) terhadap kualitas masing-masing sampel (nanas dan wortel)
selama penyimpanan?
b. Bagaimana pengaruh perbedaan lama sterilisasi, baik pada metode
pengisian raw packing dan hot packing terhadap kualitas fisik dan
mikrobiologi pada pengalengan nanas dan wortel selama penyimpanan?
c. Bagaimana metode pengisian dan lama sterilisasi yang tepat untuk
pengalengan masing-masing sampel (nanas dan wortel)?
d. Bagaimana pengaruh lama penyimpanan, baik pada metode pengisian
raw packing dan hot packing terhadap kualitas fisik dan mikrobiologi
pada pengalengan nanas dan wortel?
3. Tujuan Praktikum
Tujuan dari praktikum Acara IV “Pengalengan Buah dan Sayuran”
ini adalah:
a. Mengetahui pengaruh perbedaan metode pengisian (raw packing dan
hot packing) terhadap kualitas masing-masing sampel (nanas dan
wortel) selama penyimpanan.
b. Mengetahui pengaruh perbedaan lama sterilisasi, baik pada metode
pengisian raw packing dan hot packing terhadap kualitas fisik dan
mikrobiologi pada pengalengan nanas dan wortel selama penyimpanan.
c. Mempelajari metode pengisian dan lama sterilisasi yang tepat untuk
pengalengan masing-masing sampel (nanas dan wortel).
d. Mengetahui pengaruh lama penyimpanan, baik pada metode pengisian
raw packing dan hot packing terhadap kualitas fisik dan mikrobiologi
pada pengalengan nanas dan wortel.
B. TINJAUAN PUSTAKA
Pengalengan merupakan cara pengawetan bahan pangan dalam wadah
yang tertutup rapat (hermitis) dan disterilisasi dengan panas. Setelah proses
sterilisasi harus segera dilakukan proses pendinginan untuk mencegah
terjadinya overcooking pada makanan dan tumbuhnya kembali bakteri
termofilik. Pada umumnya proses pengalengan bahan pangan terdiri atas
beberapa tahap, diantaranya persiapan bahan, pengisian bahan ke dalam
kaleng, blanching, pengisian medium, exhausting, sterilisasi, pendinginan,
dan penyimpanan.
Pengolahan termal menggunakan perlakuan panas untuk
mengawetkan produk dengan mengendalikan populasi mikroba. Metode
termal termasuk sterilisasi, pasteurisasi, dan pengolahan aseptik. Teknologi
proses termal tradisional adalah pengalengan, yang menggunakan perlakuan
sterilisasi dan menghasilkan produk dengan sedikit mengalami kerusakan
termal. Proses ini menuntut penanganan yang lebih hati-hati selama dan
sebelum pengolahan sterilisasi. Pengolahan termal menjaga makanan dengan
menghambat pertumbuhan mikroba. Kemasan yang digunakan dirancang
untuk mencegah re-kontaminasi produk dan melindungi produk pada
penyimpanan suhu kamar (Reid, 1999).
Persiapan bahan dilakukan dengan pemilihan bahan-bahan yang akan
dikalengkan, pencucian, pemotongan menjadi bagian-bagian tertentu, dan
persiapan bahan untuk pengolahan selanjutnya. Pencucian bertujuan untuk
memisahkan bahan dari material asing yang tidak diinginkan seperti kotoran,
minyak, tanah, dan sebagainya serta diharapkan dapat mengurangi jumlah
mikroba awal yang sangat berguna dalam efektivitas proses sterilisasi.
Pengisian bahan pangan ke dalam wadah harus memperhatikan ruangan pada
bagian dalam atas kaleng (headspace).
Head space adalah ruang kosong antara permukaan produk dengan
tutup yang berfungsi sebagai ruang cadangan untuk pengembangan produk
selama disterilisasi, agar tidak menekan wadah karena akan menyebabkan
kaleng menjadi menggelembung. Besarnya headspace bervariasi tergantung
jenis produk dan jenis wadah. Umumnya untuk produk cair dalam kaleng,
tingginya headspace adalah sekitar 0.25 inchi, sedangkan bila wadah yang
digunakan adalah gelas / jar, direkomendasikan headspace yang lebih besar.
Bila dalam pengalengan tersebut ditambahkan medium pengalengan, tinggi
headspace tidak boleh kurang dari 0.25 inci, tetapi bila produk dikalengkan
tanpa penambahan medium, diperkenankan produk diisikan sampai hampir
penuh dengan meninggalkan sedikit ruang headspace (Utami, 2012).
Setelah preparasi bahan dengan pengupasan, pencucian, dan
pemotongan. Kemudian preparasi wadah dengan autoclavejar selama kurang
lebih 1,5 jam pada suhu 121oC. Pengisian wadah hot packing dengan
memanaskan buah dan sayuran dikukus atau direbus kemudian dimasukkan
ke jar lalu panaskan dengan air rebusan. Sedangkan raw packing dengan
menuangkan air rebusan ke dalam jar berisi buah atau sayur. Setelah itu
tambahkan garam untuk sayur dan gula untuk, bukan sekedar flavor tapi
untuk pengawet (Hillers, 2012)
Blansir merupakan pemanasan pendahuluan bahan pangan pada suhu
mendidih atau hampir mendidih pada waktu yang singkat. Blansir pada
dasarnya adalah pemanasan dan dapat dilakukan dengan air panas ataupun
uap panas. Blansir biasanya dilakukan sebelum bahan dikalengkan,
dibekukan atau dikeringkan untuk menghambat atau mencegah aktivitas
enzim dan mikroorganisme pada bahan. Enzim dan mikroorganisme sering
menimbulkan perubahan-perubahan yang tidak dikehendaki pada bahan
pangan, misalnya pencoklatan enzimatis, perubahan flavor atau aroma dan
pembusukan. Blansir biasanya dilakukan dengan tujuan menghambat
terjadinya pencoklatan, melunakkan/melayukan bahan, memperbaiki
palatabilitas serta untuk mengeluarkan udara dari jaringan bahan
(Muchtadi, 2011).
Blanching juga menyebabkan bahan menjadi bersih, mengurangi
populasi bakteri, serta mempertajam aroma dan warna. Biasanya aroma bahan
yang tidak disukai dapat dihilangkan dan warna asli bahan dan sayuran yang
berwarna hijau dan kuning akan tampak lebih tajam (Astuti, 2006). Blansing
adalah langkah penting dalam pengalengan dan pembekuan sayuran. Buah-
buahan, di sisi lain, biasanya tidak diblanching sebelum pembekuan sifatnya
halus dan sifatnya keasaman. Nutrisi juga dapat hilang melalui oksidasi,
terutama selama perlakuan panas dan penyimpanan. Karena baik belum
diolah dan diproses buah-buahan dan sayuran harus menjalani beberapa
transportasi dan penyimpanan, penurunan beberapa nutrisi sebelum
dikonsumsi sangat diharapkan (Rickman dkk., 2007).
Menurut Muchtadi (1994), penghampaan udara (exhausting) adalah
proses pengeluaran sebagian besar oksigen dan gas-gas lain dari dalam wadah
agar tidak bereaksi dengan produk sehingga dapat mempengaruhi mutu, nilai
gizi, dan umur simpan produk kalengan. Exhausting juga dilakukan untuk
memberikan ruang bagi pengembangan produk selama proses sterilisasi
sehingga kerusakan wadah akibat tekanan dapat dihindari dan untuk
meningkatkan suhu produk di dalam wadah sampai mencapai suhu awal
(initial temperature).Penutupan wadah dilakukan setelah proses
penghampaan udara (exhausting) yang bertujuan untuk mencegah terjadinya
pembusukan.
Sterilisasi pada sebagian besar makanan kaleng biasanya dilakukan
secara komersial. Sterilisasi komersial adalah sterilisasi yang biasanya
dilakukan terhadap sebagian besar makanan di dalam kaleng, plastik, atau
botol. Bahan pangan yang disterilkan secara komersial berarti semua mikroba
penyebab penyakit dan pembentuk racun (toksin) dalam makanan tersebut
telah dimatikan, demikian juga mikroba pembusuk. Spora bakteri non-
patogen yang tahan panas mungkin saja masih ada di dalam makanan setelah
proses pemanasan, tetapi bersifat dorman (tidak dalam kondisi
aktifberproduksi), sehingga keberadaannya tidak membahayakan jika produk
tersebut disimpan dalam kondisi normal (Hariyadi, 2000). Makanan yang
telah dilakukan sterilisasi komersial memiliki daya simpan yang tinggi.
Sterilisasi termal merupakan unit pengolahan, yaitu produk pangan
diberi perlakuan panas menggunakan suhu tinggi dan waktu tertentu untuk
mendestruksi mikroba dan aktivitas enzim. Akibatnya produk pangan hasil
sterilisasi mempunyai umur simpan yang lama lebih dari enam bulan. Proses
termal merupakan serangkaian proses yang harus dilakukan secara akurat dan
hati-hati untuk menjamin keamanan produk. Masalah utama yang berkaitan
dengan produk kaleng untuk produk pangan berasam rendah adalah
pembentukan toksin botulin. Toksin tersebut dihasilkan oleh mikroorganisme
C. botulinum (Estiasih, 2009).
Pada tahap sterilisasi, pemanasan awal untuk raw packing dilakukan
sampai suhu air mencapai 62oC sedangkan untuk hot packing dilakukan
sampai suhu air mencapai 82oC. Perbedaan suhu awal pemanasan ini
didasarkan pada kemampuan dalam membunuh mikroba patogen dan
termofilik, pH produk, densitas makanan dan cairannya. Produk dengan pH
asam yang tinggi (pH < 4,6) lebih cocok menggunakan raw packing dan
kebalikannya yakni produk dengan pH asam yang rendah (pH > 4,6) lebih
cocok menggunakan metode hot packing (Boyer, 2013).
Perlakuan panas seperti blanching, pasteurisasi, dan pemanasan
dengan alat retort atau sterilisasi pada buah-buahan dan sayuran dapat
menurunkan tingkat kesegaran dan menyebabkan produk menjadi lebih lunak.
Pelunakan produk terjadi karena adanya degradasi dan pelarutan senyawa
pektin pada dinding sel dan bagian tengah lamella. Oleh karena itu,
pengolahan produk pangan untuk memperpanjang umur simpan perlu
memperhatikan faktor lain yang dapat menimbulkan kerusakan mutu
(Herawati, 2008).
Wadah gelas masih banyak digunakan untuk pengawetan dengan
panas bagi bermacam-macam jenis makanan terutama produk-produk yang
bersifat asam yang hanya membutuhkan perlakuan panas dengan ringan atau
bila makanan tersebut terlalu mudah mengakibatkan karat pada kaleng. Oleh
karena sifat-sifat organoleptik dan gizi makanan biasanya dirusak oleh panas,
maka sangat penting bahwa perlakuan panas pada makanan untuk mencapai
sterilisasi komersial atau pasteurisasi komersial hanya sampai tingkat yang
dibutuhkan untuk membebaskan makanan tersebut dari mikroorganisme yang
menyebabkan kerusakan.Panas merupakan faktor penting untuk mematikan
mikroorganisme karena panas disebabkan terjadinya penggumpalan protein
dan enzim yang diperlukan untuk metabolisme mikroorganisme menjadi tidak
aktif. Pemanasan pada bahan makanan dilakukan sedemikian rupa sehingga
mikroorganisme yang membahayakan terhadap manusia menjadi mati, tetapi
tidak banyak mengalami perubahan terhadap sifat bahan itu sendiri
(Djubaedah dkk., 2004).
Mikroorganisme yang berpengaruh terhadap kesehatan masyarakat
seperti Clostridium botulinum atau yang dapat merubah makanan yang secara
organoleptik tidak dapat diterima. Bacillus stearothermophilus dikenal
sebagai penyebab keasaman dan makanan kaleng karena fermentasi gula yang
dikandung bahan pangan tersebut. Clostridium putrefaciens dan Clostridium
sporogenes dikenal karena sifatnya yang proteolitik anaerobik (pembusukan)
pada daging dan sayuran, terutama produk dalam kaleng. Bacillus cereus,
Clostridium perfringens dan Clostridium botulinum adalah penyebab
keracunan makanan pada manusia (Buckle, 2010). Namun, perlakuan termal
tidak selalu efektif untuk menonaktifkan semua bakteri penghasil spora,
terutama yang sangat tahan terhadap pemanasan dan bakteri non-patogenik.
Bakteri termofilik membentuk spora diakui sebagai penyebab utama
pembusukan makanan kaleng (Prevost, 2010).
Berdasarkan Clemson University Cooperative Extension, metode raw
packing adalah metode membersihkan makanan mentah yang akan dikemas
hingga bersih, gelas jar dipanaskan dan kemudian menambahkan air panas,
jus atau sirup. Selain itu, terdapat cara metode hot packing yakni dengan
merebus makanan (bahan mentah), atau dengan pemasakan sesaat dan
kemudian menuangkannya ke dalam gelas jar yang telas disediakan. Saat
pengisian gelas jar, harus memperhatikan headspace karena makanan akan
mengembang saat pemanasan. Untuk makanan yang mengandung asam
tinggi, gelas jar harus diisi kurang lebih sampai setengah inchi dari bagian
atas gelas jar, sedangkan untuk makanan berasam rendah harus menyisakan
satu inci untuk headspace (Wilke, 2011).
C. METODOLOGI
1. Tempat dan Waktu Praktikum
Praktikum ini dilaksanakan di Laboratorium Rekayasa Proses
Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian, Prodi Ilmu dan Teknologi
Pangan, Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Praktikum ini dilaksanakan pada tanggal 18 sampai 25 November 2014 .
2. Bahan dan Alat
a. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah sebagai
berikut :
1. Nanas
2. Wortel
3. Air
4. Garam dapur
5. Gula pasir
b. Alat
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah sebagai
berikut :
1. Jar dan tutup
2. pH meter
3. Termometer
4. Panci
5. Kompor
6. Penjepit kayu
7. Pisau
8. Spatula/ pengaduk kaca
9. Stopwatch
10. Telenan
11. Water bath
3. Cara Kerja
a. Preparasi Jar
Gambar 4.1 Diagram Alir Proses Preparasi Jar
Pencucian jar sampai bersih
Peletakan jar dalam panci dengan posisi mulut menghadap ke atas
Penuangan air hangat ke dalam panci sampai jar tercelup hingga tinggi air inchi
Air dididihkanselama 10 menit (dihitung mulai dari awal mendidih)
Pendidihan 10 menit
b. Persiapan Bahan, Blanching, Pengisian, Exhausting dan Penutupan
Gambar 4.2 Diagram Alir Proses Persiapan Bahan, Blanching, Pengisian,
Exhausting, dan Penutupan
Penutupan jar secara cepat
Penempatan pada jar (raw packing)Perebusan dengan larutan garam 3% (b/v)
atau gula 10% (b/v) mendidih 3 menit (hot packing)
Wortel atau Nanas
Sortasi
Pengupasan
Pemotongan
Pencucian
Penuangan air hingga ketinggian 1,8 cm di bawah permukaan jar atau 90%
volume jar
Larutan garam 3% (b/v) atau gula 10%
(b/v)
Exhausting
Penuangan ke dalam jar hingga 1,8 cm dibawah permukaan jar atau 90% dari
volume jar
Air mendidih
c. Sterilisasi dengan Boiling Water Canner dan Pendinginan
Gambar 4.3 Diagram Alir Proses Sterilisasi dengan Boiling Water Canner
dan Pendinginan
Pengisian sampai ½ panci
Pemanasan awal 82oC untuk hot packing dan 62oC untuk raw packing
Jar berisi larutan garam atau gula dengan
potongan nanas atau wortel
Penambahan hingga ketinggian 1 inchi diatas tutup/permukaan jar
Pemanasan dengan nyala api paling besar hingga mendidih
Pengecilan api untuk mendidihkan air dan isinya dalam panci pada panas sedang
Penghentian pemanasan setelah 15 atau 30 menit (tergantung variasi lama sterilisasi) mulai dari air
mendidih
Pendinginan jar pada suhu ruang
Pengamatan pada hari ke-0, e-3, dan ke-6 (pH, kekeruhan, warna, tekstur, dan mikroba yang tumbuh
Air
4. Rancangan Percobaan
Pada praktikum ini tentang Pengalengan Sayuran dan Buah
mengggunakan rancangan percobaan yaitu Rancangan Acak Lengkap
(RAL).Rancangan percobaan ini menggunakan tiga faktor yaitu,
metode blanching dan filling, variasi lamanya sterilisasi dan variasi
lamanya penyimpanan. Percobaan pada sampel wortel dan nanas
dilakukan dengan dua metode pengalengan yaitu raw packing dan hot
packing dengan pemanasan 15 dan 30 menit. Proses sterilisasi
menggunakan boiling water canner. Tiap sampel pada dua metode
tersebut diamati selama enam hari yaitu pada hari ke 0, 3 dan 6.
Parameter yang diuji antara lain kekeruhan, pH, warna, tekstur dan
mikroba yang tumbuh.
D. HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 4.1 Pengaruh Pengalengan Wortel dengan Metode Row Packingdan Hot Packing Terhadap Kekeruhan, pH, Warna, Tekstur, dan Mikrobia yang Tumbuh
Kel Hari ke-
Perlakuan Kekeruhan pH Warna Tekstur Mikroba yang tumbuh
1
0
Raw packing 15’
+ 5,52 Jingga bening
++ -
4 Raw packing 30’
+ 5,47 Jingga bening
++ -
7 Hot packing 15’
+ 5,51 Jingga bening
++ -
10 Hot packing 30’
+ 5,46 Jingga bening
++ -
2
3
Raw packing 15’
+++ 5,69 Jingga keruh
+++ +
5 Raw packing 30’
+++ 5,42 Jingga keruh
+++ +
8 Hot packing 15’
+++ 5,50 Jingga keruh
+++ -
11 Hot packing 30’
+++ 5,77 Jingga keruh
+++ -
3
6
Raw packing 15’
+++ 4,83 Jingga keruh
++ -
6 Raw packing 30’
+++ 4,22 Jingga keruh
++ +
9 Hot packing 15’
+++ 5,13 Jingga keruh
+++ -
12 Hot packing 30’
+++ 5,12 Jingga keruh
++++ ++
Sumber: Laporan SementaraKeterangan Tingkat Kekeruhan Keterangan mikroba Keterangan Tekstur+ : tidak keruh - : tidak ada mikroba + : keras++ : sedikit keruh + : sedikit mikroba ++ : sedikit keras+++ : keruh ++ : banyak mikroba +++ : lembek++++ : sangat keruh ++++ : sangat lembek
Pengalengan merupakan cara pengawetan bahan pangan dalam wadah
yang tertutup rapat (hermitis) dan disterilisasi dengan panas. Utami (2012)
menjelaskan proses pengalengan bahan pangan terdiri atas beberapa tahap,
diantaranya persiapan bahan, pengisian bahan ke dalam kaleng, blanching,
pengisian medium, exhausting, sterilisasi, pendinginan, dan penyimpanan.
Persiapan bahan dilakukan dengan pemilihan bahan-bahan yang akan
dikalengkan, pencucian, pemotongan menjadi bagian-bagian tertentu, dan
persiapan bahan untuk pengolahan selanjutnya. Setelah proses sterilisasi
harus segera dilakukan proses pendinginan untuk mencegah terjadinya over
cooking pada makanan dan tumbuhnya kembali bakteri termofilik.
Wadah yang digunakan pada pengalengan adalah kaleng, botol, plastik /
retort pouch, dan juga jar. Setiap wadah tersebut memiliki kelemahan serta
kelebihan yang berbeda-beda.Pada praktikum pengalengan sayuran dan buah
ini, wadah yang dipakai yaitu jar. Jar memiliki kelebihan dibandingkan
wadah lain,yaitu jar tidak dapat terkorosi atau berkarat, bahan terbuat dari
kaca sehingga tidak mudah mengalami kebocoran.
Pada umumnya proses pengalengan bahan pangan terdiri atas beberapa
tahapan yaitu persiapan bahan dan alat, blanching, pengisian bahan ke dalam
kalengatau jar, exhausting, penutupan, sterilisasi dan pendinginan. Proses
persiapan bahan dan alat merupakan tahap yang penting karena harus
memilih bahan yang akan dikalengkan dengan kualitas optimal dan
mempersiapkan alat yang digunakan yaitu dengan mensterilisasi jar dengan
menggunakan sterilisasi boiling water canner dengan suhu 80C. Adapun
bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah nanas dan wortel. Setelah
dilakukan pemilihan bahan, kemudian bahan dikupas, dicuci, lalu dipotong-
potong. Tahapan selanjutnya adalah blanching yangbertujuan untuk
menonaktifkan enzim terutama katalase dan peroksidase serta dapat
melunakkan bahan. Selain itu, blanching juga dapat membuat bahan menjadi
bersih, mengurangi populasi mikroba serta mempertajam warna dan aroma
(Astuti, 2006). Selanjutnya dilakukan pengisian bahan ke dalam jar, tahap ini
terdapat 2 metode yaitu raw packing dan hot packing.
Menurut Burney (2008), raw packing dilakukan dengan cara
memasukkan sayuran mentah ke dalam wadah, kemudian dituang dengan air
mendidih. Sedangkan hot packing dilakukan dengan cara memanaskan
sayuran dalam air mendidih selama 3-5 menit, kemudian dituangkan ke dalam
wadah hingga ketinggian minimal 90% dari volume wadah. Selama pengisian
bahan pangan ke dalam wadah harus memperhatikan ruangan pada bagian
dalam atas kaleng atau headspace. Headspace mempunyai fungsi yaitu
sebagai ruang cadangan untuk pengembangan produk selama disterilisasi,
sehingga tidak terjadi penekanan ke bawah yang dapat menyebabkan jar
pecah akibat pemuaian.
Pada praktikum acara pengalengan ini terdapat variasi perlakuan
metode pengisian bahan ke dalam kaleng yaitu dengan menggunakan raw
packing dan hot packing masing-masing selama 15 menit dan 30 menit,
kemudian setiap percobaan dilakukan pengukuran parameter kekeruhan, pH,
warna, tekstur dan mikrobia yang tumbuh pada hari ke-0, ke-3 dan ke-6.
Berdasarkan Tabel 4.1 dapat diketahui bahwa pada hari ke-0, raw packing
dan hot packing wortel selama 15 menit maupun 30 menit menunjukkan
kenampakan sedikit keruh dengan warna jingga bening sedangkan teksturnya
sedikit keras dan tidak terdapat pertumbuhan mikroba namun pada perlakuan
30 menit raw packingmaupun hot packing terjadi penurunan pH dibanding
dengan filling 15 menit dan perlakuan hot packing memiliki pH lebih asam
dari pada raw packing yaitu pada hot packing 30 menit 4,24 dan pada 15
menit 4,3. Sedangkan, untuk raw packing 15 menit 4,83 dan 30 menit 4,22.
Pada hari ke-3 kenampakannya lebih keruh, teksturnya lembek dan mulai
tumbuh mikroba ditandai dengan munculnya lapisan tipis yang melayang-
layang dan ada yang berada di permukaan produk. Selanjutnya pada hari ke-6
kenampakan wortel masih keruh, dan terjadi penurunan pH yang sangat
signifikan, warnanya berubah menjadi jingga kecoklatan, teksturnya sangat
lembek dan terdapat banyak mikroba ditandai dengan aroma tidak sedap atau
bau busuk. Aktivitas mikroba dapat menyebabkan kerusakan pada kaleng
yaitu berupa perubahan-perubahan fisik. Menurut Dwiari dkk (2008),
perubahan yang dapat terlihat dari luar misalnya perubahan warna,
pembentukan film atau lapisan pada permukaan seperti pada minuman atau
makanan cair/padat, pembentukan lendir, pembentukan endapan atau
kekeruhan pada minuman, pembentukan gas, bau asam, bau alkohol, bau
busuk, dan berbagai perubahan lainnya.
Tabel 4.2 Pengaruh Pengalengan Nanas dengan Metode Row Packingdan Hot Packing Terhadap Kekeruhan, pH, Warna, Tekstur, dan Mikrobia yang Tumbuh
Kel Hari ke-
Perlakuan Kekeruhan pH Warna Tekstur Mikroba yang tumbuh
13
0
Raw packing 15’
+ 4,14 Kuning ++ -
16 Raw packing 30’
++ 4,02 Kuning bening
++ -
22 Hot packing 15’
+ 4,13 Kuning bening
++ -
19 Hot packing 30’
++ 4,28 Kuning muda
++ -
14
3
Raw packing 15’
+ 4,23 Kuning bening
+++ -
17 Raw packing 30’
+ 4,2 Kuning bening
+++ -
23 Hot packing 15’
+ 4,2 Kuning bening
++ -
20 Hot packing 30’
+++ 4,28 Kuning bening
++ -
15
6
Raw packing 15’
+ 4,25 Kuning kecoklatan
+++ ++
18 Raw packing 30’
+ 4,16 Kuning kecoklatan
+++ -
24 Hot packing 15’
++ 4,3 Kuning kecoklatan
++ +
21 Hot packing 30’
++ 4,24 Kuning kecoklatan
+++ -
Sumber : Laporan Sementara
Keterangan Tingkat Kekeruhan Keterangan mikroba Keterangan Tekstur+ : tidak keruh - : tidak ada mikroba + : keras++ : sedikit keruh + : sedikit mikroba ++ : sedikit keras+++ : keruh ++ : banyak mikroba +++ : lembek++++ : sangat keruh ++++ : sangat lembek
Pada Tabel 4.2 pengaruh pengalengan buah nanas denga perlakuan raw
packing maupun hot packing pada menit ke-15 dan 30 menit, hari ke-0
kenampakan produk sedikit keruh dengan tekstur sedikit keras dan belum ada
pertumbuhan mikroba. Sedangkan hari ke-3, kenampakannya tidak keruh dan
teksturnya mulai lembek, namun mikroba belum tumbuh. Pada hari ke-6,
kenampakannya tidak keruh, kecuali pada hot packing 15 menit yang sangat
keruh, sedangkan teksturnya lembek dan mulai terjadi perubahan warna
menjadi kuning kecoklatan dan mikroba yang tumbuh dalam jumlah sedikit.
Pada parameter pH pengalengan nanas dengan perlakuan raw packing 15
menit dan 30 menit terjadi peningkatan pH sedangkan perlakuan hot packing
30 menit mengalami penurunan pH. Dengan demikian dapat diketahui bahwa
semakin lama waktu penyimpanan produk dalam jar maka kualitas produk
semakin menurun yang ditandai dengan kenampakan produk menjadi keruh,
penurunan pH, muncul aroma tidak sedap, dan terdapat lapisan tipis pada
permukaan produk yang menandakan adanya mikroba penghasil asam pada
produk. Jadi perlakuan yang terbaik untuk pengalengan nanas adalah pada
hot packing 30 menit karena pada kondisi tersebut sampai hari ke-6 mikroba
yang tumbuh sedikit dan penurunan pH yang terjadi tidak terlalu signifikan
sehingga produk memiliki umur simpan yang lebih lama.
Hal ini membuktikan bahwa perlakuan hot packing mampu membunuh
mikroba yang ada pada produk dan semakin lama pemanasan, maka mikroba
yang tumbuh akan semakin sedikit. Dengan demikian dapat diketahui bahwa
perlakuan yang terbaik untuk pengalengan nanas adalah hot packing selama
30 menit. Kaitannya dengan umur simpan produk, produk dengan metode hot
packing memiliki umur simpan lebih panjang dibandingkan dengan yang
menggunakan metode raw packing. Hal ini karena pada metode hot packing,
sebelum bahan masuk ke jar botol terlebih dahulu nanas diberi perlakuan
panas dengan cara merendamnya di dalam air panas/ air mendidih, dimana
perlakuan tersebut dinamakan blanching. Sedangkan pada metode raw
packing nanas mentah tidak diberi perlakuan blanching. Kelebihan dari
blanching adalah dapat menghambat terjadinya pencoklatan, melunakkan/
melayukan bahan, memperbaiki palatabilitas, serta untuk mengeluarkan udara
dari jaringan bahan (Muchtadi, 2011). Menurut Astuti (2006) blanching
bertujuan untuk menonaktifkan enzim terutama katalase dan peroksidase,
melembekkan bahan, dan menghilangkan gas-gas yang ada dalam sel serta
jaringan sehingga kualitas akhir bahan meningkat. Blanching juga
menyebabkan bahan menjadi bersih, mengurangi populasi bakteri, serta
mempertajam aroma dan warna. Menurut Winarno (1980) kekurangan dari
blanching adalah dapat menurunkan nilai gizi, mengakibatkan softening pada
jenis bahan tertentu serta dapat merubah rasa dari suatu bahan.
Kerusakan utama yang terjadi pada bahan makanan yang dikemas
dalam kaleng adalah kerusakan yang diakibatkan oleh mikroba yang
menyebabkan makanan menjadi berbau busuk, asam dan bahkan beracun.
Keracunan yang ditimbulkan oleh persenyawaan logam Pb dapat terjadi
karena masuknya persenyawaan logam tersebut ke dalam tubuh. Handoko
(2011) memberikan kriteria sayur dan buah yang rusak dalam kaleng antara
lain:
timbulnya noda-noda warna karena spora kapang yang tumbuh pada
permukaannya,
timbulnya bau alkohol atau rasa asam, disebabkan oleh pertumbuhan
kamir atau bakteri asam laktat,
menjadi lunak karena sayuran dan buah-buahan menjadi berair
Pembentukan gas, terutama hidrogen (H2) dan karbon dioksida (CO2)
sehingga kaleng menjadi kembung yaitu disebabkan oleh pertumbuhan
berbagai spesies bakteri pembentuk spora yang bersifat anaerobik yang
tergolong Clostridium, termasuk C. botulinum yang memproduksi
racun yang sangat mematikan.
Santoso (2006) menyatakan faktor-faktor biologis terpenting yang dapat
dihambat pada bahan nabati seperti buah-buahan dan sayuran adalah :
respirasi, produksi etilen, transpirasi, dan faktor morfologis/anatomis, faktor
lain yang juga penting untuk diperhatikan adalah senantiasa menghindarkan
komoditi terhadap suhu atau cahaya yang berlebihan, dan kerusakan patologis
atau kerusakan fisik. Pada wortel gas ethylene akan mengakibatkan wortel
pahit rasanya yang disebabkan adanya akumulasi zat phenol, demikian pula
dapat menyebabkan asparagus menjadi keras, karena ethylene merangsang
proses pembuatan lignin. Ethylene (C2H4) dapat mengakibatkan terjadinya
pengerasan ubi jalar atau pembusukan bagian dalam.
Buah nanas biasanya disimpan pada suhu 20C namun pada suhu 1C
lama penyimpan bisa mencapai 1 minggu. Pada penyimpanan suhu rendah
tersebut buah nanas akan rentan mengalami chilling injury. Koswara (2009)
menjelaskan bahwa chilling injury ini mulai terjadi pada suhu 10C. Selain
itu, nanas juga dapat mengalami kerusakan warna dikarenakan gula dan
asam-asam organik pada buah digunakan untuk respirasi dan menghasilkan
etilen sehingga dapat merubah flavor nanas. Kandungan gula dalam nanas
juga dapat mengundang mikroorganisme patogen dan pembusuk.
Produk yang dipakai pada praktikum pengalengan sayuran dan buah
adalah wortel dan nanas. Kerusakan yang terjadi selama penyimpanan jika
tidak dikalengkan adalah kerusakan kimiawi, seperti pembentukan gas,
perubahan warna pada bahan, off flavor, dan oksidasi-rancidity.Hal itu
disebabkan oleh aktivitas mikroba serta kontak langsung dengan udara.
Menurut Koswara (2009) bahwa faktor-faktor biologis terpenting yang dapat
dihambat pada bahan nabati, seperti buah-buahan dan sayuran adalah
respirasi, produksi etilen, transpirasi, dan faktor morfologis/anatomis, faktor
lain yang juga penting untuk diperhatikan adalah senantiasa menghindarkan
komoditi terhadap suhu atau cahaya yang berlebihan, dan kerusakan patologis
atau kerusakan fisik.
Penambahan larutan gula pada buah dan garam pada sayuran dilakukan
pada saat proses filling. Fungsi penambahan larutan tersebut adalah sebagai
pengawet daripada bahan yang digunakan. Astuti (2006) menyatakan bahwa
garam berfungsi sebagai bahan untuk menarik air dan zat gizi dari jaringan
bahan yang difermentasi untuk pertumbuhan bakteri pembentuk asam laktat.
Sedangkan pada buah tidak dilakukan blanching melainkan dengan
pasteurisasi, hal ini karena sifatnya yang mudah rusak oleh panas tinggi, oleh
karena itu dilakukan penambahan gula pada buah. Gula dapat memberi
stabilitas mikroorganisme, bila gula yang ditambahkan konsentrasinya tinggi
maka sebagian air yang ada menjadi tidak tersedia untuk pertumbuhan
mikroorganisme dan aktivitas air (aw).
Pengisian dilakukan dengan 2 metode yaitu raw packing dan hot
packing. Metode raw packing potongan wortel dan nanas dimasukkan ke
dalam jar kemudian dituangi larutan gula 10% (b/v) mendidih untuk nanas
dan larutan garam mendidih 3% (b/v) untuk wortel hingga ketinggian ¾ atau
90% dari volume jar. Sedangkan untuk hot packing potongan wortel direbus
dalam larutan garam 3% (b/v) mendidih selama 3 menit begitu pula dengan
potongan nanas dan larutan gula 10% (b/v), kemudian dituangkan ke dalam
jar sampai ketinggian ¾ atau 90% dari volume jar. Penambahan larutan ke
dalam bahan yang bertujuan untuk menekan pertumbuhan bakteri yang tidak
diinginkan, sehingga mikrobia yang tumbuh hanya mikrobia yang tahan
terhadap kadar garam tinggi. Sebelum dilakukan penutupan jar, maka perlu
dilakukan penghilangan gelembung udara dari dalam cairan yang mungkin
masih tersisa. Widaningrum (2007) menjelaskan untuk menghilangkan udara
dari headspace untuk mencegah kemungkinan hidupnya bakteri aerob yang
mungkin masih bertahan hidup selama pemanasan dilakukanlah proses
exhausting. Proses exhausting dapat dilakukan dengan pemanasan pada
waterbath dengan suhu 80oC (kondisi tutup jar terbuka) dan dipertahankan
selama 30 menit. Selanjutnya, dilakukan penutupan jar, maka uap air (H2O)
panas akan mengisi headspace dan mengembun menjadi air. Dengan
demikianmaka kondisi dalam jar menjadi vakum dan hermitis yaitu kedap air,
udara dan mikrobia. Selanjutnya dilakukan proses sterilisasi, Buckle (1987)
menjelaskan proses sterilisasi ini dilakukan dengan boiling water, sehingga
dapat memusnahkan mikroba baik patogen maupun mikroba termofilik dalam
produk.
Tahap akhir yang dilakukan pada proses pengalengan adalah
pendinginan bertahap yang bertujuan untuk memberikan shock terapi pada
mikroba, sehingga diharapkan dapat menurunkan dan menghambat
pertumbuhan mikroba perusak. Proses pendinginan dengan merendam pada
air dan mendinginkan pada air mengalir harus dihindari untuk mencegah
pecahnya jar. Proses pendinginan yang dilakukan pada saat praktikum yaitu
dengan cara membiarkan jar yang berisi sampel pada suhu ruang.
Pada pengalengan sayur dan buah, hot packing mempunyai kelebihan
yaitu mampu membunuh mikrobia sehingga umur simpannya lebih lama jika
dibandingkan dengan perlakuan raw packing dan penurunan pH dari hari ke-0
hingga hari ke-6 tidak terlalu signifikan.
Boyer (2013) menyatakan hot packing adalah cara terbaik untuk
menghilangkan udara dari dalam pengalengan dengan menggunakan air
mendidih. Akan tetapi, secara keseluruhan kenampakannya kurang menarik
karena produk mempunyai tingkat kekeruhan yang lebih tinggi jika
dibandingkan dengan raw packing. Hal ini memang akan terjadi, pada waktu-
waktu pertama secara kenampakan (warna) dan flavor dari bahan yang diberi
perlakuan hot packing akan terlihat lebih buruk dibandingkan dengan yang
menggunakan metode raw packing. Akan tetapi, dalam periode waktu yang
relatif singkat, kenampakan (warna) dan flavor nanas yang menggunakan
metode hot packing akan lebih baik dibandingkan yang menggunakan metode
raw packing. Karakteristik produk yang cocok menggunakan metode raw
packing adalah produk yang setelah proses harus tetap mempertahankan
kerenyahan dari bahan mentahnya. Contohnya adalah produk acar.
Sedangkan karakteristik produk yang cocok menggunakan metode hot
packing adalah produk yang bahan mentahnya memiliki kadar air yang cukup
tinggi. Contoh produknya adalah manisan buah pir. Selain itu, produk dengan
pH asam yang tinggi (pH < 4,6) lebih cocok menggunakan raw packing dan
kebalikannya yakni produk dengan pH asam yang rendah (pH > 4,6) lebih
cocok menggunakan metode hot packing.
Pembotolan yang dipakai pada praktikum pengalengan buah sayuran
adalah dengan sterilisasi dengan boiling water canner. Boiling water canner
merupakan salah satu proses termal dengan cara pemanas dengan air
mendidih. Prinsip boiling water canner sama dengan blanching yaitu dengan
air mendidih dan ditutup dengan suhu pasteurisasi 70-75oC. Alat berupa panci
dan dilengkapi rak dan tutup yang rapat.Tinggi panci harus cukup hingga
kaleng yang dipanaskanbisa tercelup sepenuhnyadalam air sampai ketinggian
1 inchi di atas tutup kaleng.
Boyer (2013) menjelaskan pada tahap sterilisasi, pemanasan awal untuk
raw packing dilakukan sampai suhu air mencapai 62oC sedangkan untuk hot
packing dilakukan sampai suhu air mencapai 82oC. Perbedaan suhu awal
pemanasan ini didasarkan pada kemampuan dalam membunuh mikroba
patogen dan termofilik, pH produk, densitas makanan dan cairannya.
Mikroba yang biasa tumbuh dalam produk pengalengan sayur adalah
bakteri asam laktat dan Clostridium botulinum. Clostridium botulinum dapat
merubah makanan yang secara organoleptik tidak dapat diterima. Bacillus
stearothermophilus dikenal sebagai penyebab keasaman dan makanan kaleng
karena fermentasi gula yang dikandung bahan pangan tersebut. Clostridium
putrefaciens dan Clostridium sporogenes dikenal karena sifatnya yang
proteolitik anaerobik (pembusukan) pada sayuran, terutama produk dalam
kaleng. Bacillus cereus, Clostridium perfringens dan Clostridium botulinum
adalah penyebab keracunan makanan pada manusia (Buckle, 2010).
Siagian (2002) menyatakan bahwa kerusakan bahan pangan dapat
dibedakan atas beberapa jenis yaitu kerusakan fisik karena benturan, sayatan,
dan lain-lain. Kerusakan kimia karena terjadinya reaksi kimia, baik enzimaris
maupun non enzimatis, seperti ketengikan, pencoklatan , dan lain-lain.
Kerusakan biologis yang disebabkan oleh beberapa faktor yaitu
mikroorganisme perusak makanan (kapang, kamir dan bakteri) dan serangga
perusak pangan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan pengalengan sayur dan
buah dalam jar yaitu metode pengisian yang digunakan (raw packing atau hot
packing), suhu sterilisasi, lama waktu sterilisasi, proses exhausting, jarak
headspace serta jumlah mikrobia awal bahan sebelum dilakukan proses
pengalengan. Suhu dan waktu adalah faktor yang paling penting karena
dalam proses pengalengan harus menggunakan suhu optimum yang dapat
membunuh mikroba patogen dan bakteri termofilik dalam produk sayur dan
buah. Akan tetapi waktu yang digunakan juga harus diperhatikan supaya
selain mampu membunuh mikroba juga dapat mempertahankan zat gizi dalam
produk.
E. KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari praktikum ini adalah sebagai
berikut:
a. Perlakuan yang terbaik pada pengalengan wortel dan nanas adalah hot
packing selama 30 menit karena mampu membunuh mikroba yang ada
pada produk dan pada hari ke-6 belum terdapat pertumbuhan mikroba.
b. Peningkatan lama sterilisasi baik dengan metode hot packing maupun
raw packing akan mempengaruhi penurunan jumlah mikroba sehingga
dapat meningkatkan umur simpan produk nanas dan wortel.
c. Penurunan lama waktu sterilisasi akan mempengaruhi pH produk
menjadi semakin asam pada setiap perlakuan hot packing maupun raw
packing
d. Peningkatan lamanya waktu penyimpanan baik dengan metode hot
packing maupun raw packing dengan lama sterilisasi mempengaruhi
parameter kekeruhan yaitu dengan meningkatnya tingkat kekeruhan
pada hari ke-6 penyimpanan.
e. Peningkatan lamanya waktu penyimpanan baik dengan metode hot
packing maupun raw packing mempengaruhi parameter warna yaitu
dengan perubahan warna lebih gelap pada penyimpanan hari ke-6.
f. Peningkatan lamanya waktu penyimpanan metode hot packing dengan
lama sterilisasi mempengaruhi parameter tekstur yaitu dengan
menurunnya kekerasan tekstur pada hari ke-6 penyimpanan
2. Saran
Saran untuk praktikum selanjutnya yaitu dengan mengganti sampel
buah dan sayur yang memiliki umur simpan pendek serta memiliki kadar
air maksimum 25 % (b/b). Selain itu, perlakuan lama sterilisasi yang
dibedakan untuk mengetahui keefektifan metode penggewetan dengan
pengalengan.
DAFTAR PUSTAKA
Astuti, Sri Mulia. 2006. Teknik Pelaksanaan Percobaan Pengaruh Konsentrasi Garam dan Blanching Terhadap Mutu Acar Buncis. Buletin Teknik Pertanian. 11 (2): 59-63.
Boyer, Renee, R., and Julie McKinney. 2013. Boiling Water Bath CanningIncluding Jams, Jellies, and Pickled Product. Publication 348-549. Virginia Coorperative Extension.
Buckle, K. A., R.A. Edwards., dan G.H. Fleet. 2010. IlmuPangan. Jakarta: Universitas Indonesia Press.
Burney, Janie L. 2008. Canning Foods Fruits, Vegetables, Pickles, Jellies. Extension. Martin Amerika Serikat.
Djubaedah, Endah, dkk. 2004. Pengaruh Konsentrasi Garam, Penambahan Jenis Asam Terhadap Mutu Lada Hijau Dalam Botol Selama Penyimpanan. Jurnal. Teknol. Dan Industri Pangan, Vol. XV, No. 3.
Estiasih, Teti dan Kgs Ahmadi. 2009. Teknologi Pengolahan Pangan. Jakarta: Bumi Aksara.
Herawati, Heny. 2008. Penentuan Umur Simpan Pada Produk Pangan. Jurnal Litbang Pertanian, Vol. 27 (4): 124-130.
Hillers, Val and Lizann Powers-Hammond. 2012. A Pacific Northwest Extension Publication. Washington : Washington State University Extension.
Koswara, Sutrisno. 2009. Teknologi Pengolahan Sayuran dan Buah-Buahan. http://www.e-bookpangan.com. Diakses pada 13 Desember 2014
Muchtadi, Tien. R., Sugiyono.,dan Fitriyono Ayustaningwarno. 2010. Ilmu Pengetahuan Baha nPangan. Bandung :Alfabeta.
Prevost, S., S. Andre., dan F. Remize. 2010. PCR Detection of Thermophilic Spore-Forming Bacteria Involved in Canned Food Spoilage. Curr Microbial, 61: 525-533.
Reid, David S. 1999. Food Preservation.ASHARE Journal.41 (11): 40.Rickman, Joy C., Christine M Bruhn., and Diane M Barrett. 2007. Nutritional
Comparison of Fresh, Frozen and Canned Fruits and Vegetables. Part 1.Vitamins C and B and phenolic compounds. Journal of the Science of Food and Agricultur, Vol. 2 (87): 1185-1196.
Utami, Rahma. 2012. KarakteristikPemanasanPada Proses Pengalengan Gel CincauHitam (Mesonapalustris). Skripsi.FakultasTeknologiPertanian, IPB Bogor.
Wilke, Anne. 2011. Eating Right; Canning 101; Enjoy The Bounty of Summer Produce Year-Round with Home Canning. The Environmental Magazine. ProQuest Journal Research.
LAMPIRAN Dokumentasi Praktikum
Gambar 4.5 Penuangan air mendidih pada jar berisi wortel dengan metode raw packing
Gambar 4.6 Proses Exhausting Jar
Gambar 4.4 Proses blanching wortel
Gambar 4.8 Pengalengan Sayur Wortel raw packing hari ke-0
Gambar 4.7 Pengalengan Buah Nanas hot packing hari ke-0