Acara 2-Pengamatan Peledakan Hama

Embed Size (px)

Citation preview

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan suatu tanaman dan hasil panen yang diperoleh pada dasarnya merupakan hasil kerja atau pengaruh yang saling berkaitan antara sifat genetik tanaman dan pengaruh faktor luar dimana tanaman tersebut tumbuh. Unit fungsional dasar dalam ekologi yaitu komunitas biotik dan lingkungan abiotik, yang masing-masing saling mempengaruhi dan saling memerlukan. Ekosistem dengan unsur-unsur biotik dan abiotik terjadi hubungan yang serasi, seimbang dan saling mengatur sehingga dalam keadaan yang teratur. Suatu ekosistem dapat rusak atau hilang sama sekali jika ada perubahan baik oleh alam maupun oleh organisme. Seiring dengan bertambahnya jumlah dan tingkat kesejahteraan penduduk, maka kebutuhan akan hasil tanaman padi (Oryza sativa L.) yang berkualitas juga semakin banyak. Masyarakat lebih memilih beras yang berkualitas tinggi, baik dalam mutu maupun rasa. Namun, kadang kala ketersediaan beras yang diharapkan masih belum mampu memenuhi kebutuhan konsumen. Selain penerapan teknologi modern dalam ilmu pertanian, perlu diperhatikan pula tata cara pengendalian OPT mengingat dampak serangan OPT berpengaruh terhadap kualitas maupun kuantitas hasil tanaman. Maka untuk mengatasi permasalahan tersebut maka perlu dilakukan cara-cara atau teknik agar serangan OPT dapat dikendalikan. Implementasi PHT di lapangan memerlukan informasi tentang hubungan antara kerusakan tanaman dan kehilangan hasil. Hubungan tersebut sangat berperan dalam pengimplementasian konsep ambang ekonomi yang merupakan salah satu model perbuatan keputusan dalam PHT khususnya dalam penggunaan pestisida. Kerusakan tanaman dapat disebabkan oleh hama dan organisme penyebab penyakit (patogen) seperti jamur dan bakteri. Pengenalan terhadap cara hama dan patogen dapat menimbulkan kerusakan pada inang merupakan informasi dasar yang harus diketahui guna memperkirakan kerusakan yang

diakibatkannya. toleransi

Pada kebanyakan hama, hubungan antara populasi dan Dalam konteks PHT ada batasan tingkat berkaitan dengan kerusakan yang hama yang

kerusakan berkorelasi positif. populasi diakibatkannya.

Oleh karena itu, hubungan antara populasi hama yang

tercermin dari kerusakanyang terjadi berguna unutk mengestimasi tingkat toleransi kerusakan dalam pengambilan keputusan sesuai konsep ambang ekonomi. Pada tahun-tahun terakhir ini tengah digalakkan pengendalian hama terpadu yaitu pengendalian hama yang memiliki dasar ekologis dan menyandarkan diri pada faktorfaktor yang menyebabkan mortalitas alami seperti musuh alami atau predator dan cuaca serata mencari titik pengendalian yang mendatangkan kerugian sekecil mungkin terhadap faktor-faktor tersebut yang bersifat dinamis. Secara ideal program pengendalian hama terpadu mempertimbangkan semua kegiatan yang ada (pengendalian yang ada). Sistem pertanian yang dikembangkan selama beberapa dekade yang mengandalkan masukan luar bahan kimia secara besar-besaran dianggap telah berhasil mengatasi kerawanan pangan, tetapi harus dibayar mahal dengan semakin meningkatnya kerusakan lingkungan. Kondisi tersebut menyebabkan ketergantungan petani terhadap pemakian pestisida kimia dalam usaha tanaman. Kerugian yang disebabkan hama terhadap tanaman relatif cukup besar, sebagai konsekuensi penggunaan pestisida yang berlebihan menyebabkan timbulnya masalah lingkungan, termasuk ketahanan hama terhadap pestisida, resuergensi serangga dan organisme pengganggu tanaman (OPT). Dalam pendekatan ekologi yang perlu diperhatikan adalah meningkatkan aktifitas musuh alami termasuk serangga yang lain maupun hewan seperti burung, fungi, bakteri dan virus. Keragaman merupakan prisip lingkungan yang dapat diterapkan dalam kerangka perlindungan tanaman. Usaha perlindungan tanaman secara alami hasilnya tidak dapat dibandingkan dengan penggunaan pestisida kimia, tetapi yang diperhatikan adalah manfaat komparatif dalam jangka panjang.

Secara simultan ternyata petani memperhatikan kondisi ekosistem dan lingkungan, dengan dikembangkan metode budidaya dan pengolahan yang dianggap berwawasan lingkungan dan berkelanjutan. Sistem usaha tani yang dikembangkan didasarkan atas interaksi tanah, tanaman, ternak, manusia, ekosistem dan lingkungan. B. Tujuan Praktikum Tujuan praktikum acara ini adalah untuk dapat menentukan pengelolaan dan memilih cara pengendalian lapangan. C. Waktu dan Tempat Praktikum Praktikum acara ini dilakukan dimulai pada hari Kamis tanggal 28 April 2009 berlangsung di desa Jungke, kecamatan Karanganyar pada pukul 08.00 hingga selesai. berdasarkan gejala yang ditimbulkan di

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Hubungan Antara Keberadaan OPT dan Kerusakan Tanaman Penggerek batang padi merupakan salah satu hama utama yang menyebab-kan kerusakan dan kerugian hasil padi di Indonesia dan beberapa negara Asia. Kehilangan hasil akibat serangan hama ini berkisar antara 6090%. Di Indonesia, luas serangan akibat hama tersebut sepuluh tahun terakhir mencapai puncaknya pada musim hujan tahun 1989/1990 di mana tercatat seluas 172.933 ha terserang dan 15.000 ha di antaranya puso (Damayanti, 1991). Di antara 6 spesies hama penggerek batang padi di Indonesia, penggerek batang padi putih (Scirpophaga innotata Wlk.) dan penggerek batang padi kuning (S. incertulas Wlk.) merupakan spesies yang dominan. Hama penggerek batang, terutama jenis penggerek padi putih diketahui dapat berada terus menerus di pertanaman padi tanpa diapause (short cycle). Kemampuannya untuk berkembang biak tanpa diapause disebabkan oleh tersedianya makanan secara terus menerus akibat pola tanam yang tidak teratur, tersedianya singgang tanaman, dan mening-katnya intensitas tanam (Pathak dan Khan, 1994). Varietas unggul yang tahan terhadap hama penggerek batang padi merupa-kan salah satu alternatif yang diperlukan untuk mengendalikan hama tersebut. Sampai saat ini belum berhasil ditemukan varietas yang benar-benar tahan terhadap hama tersebut (Syam dan Hermanto, 1995). Suatu kelompok hama umumnya mempunyai ciri morfologi utama yang sama yang bisa membedakan dari kelompok hama lain. Demikian juga dengan gejala serangan yang ditimbulkannya. Hama dengan tipe mulut tertentu akan menimbulkan gejala serangan yang khas (Tania, 2006). Serangan hama pada suatu tanaman biasanya terjadi sejak tanaman mulai tumbuh hingga menjelang panen. Besarnya kehilangan hasil tanaman karena serangan hama ditentukan oleh berbagai faktor antara lain tinggi rendahnya populasi hama, bagian tanaman yang dirusak, respon tanaman terhadap

gangguan

hama,

fase

pertumbuhan

tanaman

dan

varietas

tanaman

(Matnawy, 1992). Pengendalian hayati termasuk dalam pengendalian terpadu. Strategi pengendalian hama terpadu yaitu mempertahankan populasi hama tetap berada pada posisi di bawah ambang ekonomi, sehingga tidak merugikan secara ekonomik. Keberhasilan pengendalian hayati yang luar biasa itu terkadang dicapai terhadap hama-hama asli dengan penggunaan musuh alami yang inangnya termasuk dalam spesies atau generasi lain dari tanaman itu (Huffaker, 1989). Dengan melihat dampak negatif yang ditimbulkan dari aplikasi insektisida, maka diperlukan adanya teknik pengendalian lain yang lebih menguntungkan dan ramah lingkungan, yaitu pengendalian hayati dengan memanfaatkan musuh alami, khususnya pemanfaatan predator sebagai agens pengendalian hayati yang berpotensi mengendalikan hama serangga (Astari, 2006). Adapun definisi pertanian berkelanjutan adalah pengelolaan sumberdaya untuk usaha pertanian guna membantu kebutuhan manusia yang berubah sekaligus mempertahankan atau meningkatkan kualitas lingkungan dan melestarikan sumberdaya alam. Dalam pertanian berkelanjutan perlindungan tanaman harus dilakukan dengan prinsip-prinsip pengendalian hama terpadu (PHT) (Semangun, 1995). Penggunaan pestida yang kurang bijaksana seringkali menimbulkan masalah kesehatan, pencemaran lingkungan dan gangguan keseimbangan ekologis. Oleh karena itu perhatian pada alternatif pengendalian yang lebih ramah lingkungan semakin besar untuk menurunkan penggunaan pestisida sintetis. Pertimbangan ekonomi berarti bahwa usaha pengendalian tersebut dapat memberikan keuntungan dan manfaat bagi petani. Tujuan penerapan sistem PHT adalah untuk mengelola populasi hama dan membuatnya agar tetap berada dibawah batas ambang ekonomi (Untung, 1995).

III. BAHAN DAN METODE A. Bahan Bahan yang digunakan pada praktikum Pengendalian Terpadu Hama dan Penyakit. Tanaman yang diamati adalah Tanaman Padi (Oryza sativa L.). Tanaman berumur 55 HST, dimana sudah masuk pada fase Vegetatif/ masa berbunga). Karakteristik pada awal fase ini daun majemuk telah membuka penuh, kemudian tumbuh dan berkembang hingga menjelang berbunga. Tanaman padi ditanam secara polikultur. B. Metode Pengamatan Pengamatan dilakukan secara langsung di lahan padi, dengan mengamati gejala yang ditimbulkan oleh hama penggerek batang padi (Scirpophaga innotata). Selain itu dilakukan wawancara pada petani, tentang cara pengendalian yang telah dilakukan.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pengamatan Di daerah Jungke, kecamatan Karanganyar tepatnya di lahan bapak Sastrowiyono terdapat serangan hama penggerek batang padi setiap tahunnya. Biasanya penggerek batang padi menyerang padi pada umur 55 HST. Penggerek batang padi mengalami peningkatan populasi pada musim hujan, karena pada musim hujan, kelembaban dan curah hujan tinggi. Dari hasil pengamatan dan wawancara dengan ketua kelompok tani, diperoleh bahwa lahan di daerah tersebut telah terserang hama Penggerek Batang Padi dengan tingkat kerusakan puso, sehingga memaksa para petani untuk melakukan penanaman padi kembali secara serentak. Penggerek Batang (Scirpophaga innotata), mempunyai nama lain yaitu sundep ketika menyerang padi yang belum berbunga, sementara itu hama ini juga disebut hama beluk jika ulat tersebut menyerang tanaman padi yang telah berbunga. Pola tanam di lahan yang terserang hama penggerek batang padi dilakukan secara polikultur, selain tanaman padi juga terdapat tanaman tebu dan tanaman naungan yang berada di tengah sawah. Pengairan dilakukan secara bergiliran, setiap satu minggu sekali sawah dialiri dari air waduk selama sehari semalam. Pada pengolahan tanah sebelum tanam padi, digunakan pupuk kandang sebanyak 100kg/2500m2, pupuk SP 100 kg/ha dan pupuk dolomit karena tanah di daerah Jungke mempunyai kadar kapur yang tinggi. Pada 1 MST diberikan pupuk ZA dan Urea masing-masing sebanyak 100 kg/ha. Pupuk urea diberikan sebanyak tiga kali pada 14-21 MST. B. Pembahasan 1. Daur hidup Hama Penggerek Batang Padi Biasanya ngengat bertelur di bagian bawah daun yang letaknya di bagian atas batang. Di persemaian padi biasanya telur diletakkan di bagian

atas daun terutama pada persemaian yang sangat muda. Waktu bertelur pada malam hari sebanyak 200-300 butir dan menetas setelah satu minggu. Ulat yang baru menetas kemudian menyebar ke batang dan turun ke air dengan bantuan benang yang keluar dari badannya. Selanjutnya ulat akan merayap ke batang dan menggerek batang padi lalu masuk ke dalam menuju ke bagian bawah. Jika tanaman masih muda pangkal tangkai daun pucuk yang terserang akan mati (Anonim, 2009). Ulat yang sudah dewasa bisa memotong malai yang baru saja muncul hingga menjadi hampa. Jika akan berkepompong, ulat membuat lubang sebagai tempat keluar setelah menjadi ngengat. Lama berkepompong 8-10 hari, sedang umur ngengat 4 hari dan umur dari telur menjadi ngengat 35-40 hari. Menjelang musim kemarau, ulat tidak segera berkepompong tetapi beralih ke masa tidur atau masa istirahat sampai beberapa bulan. Dalam masa tidur ulat tidak bergerak, tidak makan dan tidak berkepompong. Keadaan tersebut biasanya terdapat pada padi yang telah menguning. Walaupun padi telah dipanen, ulat tetap dalam keadaan tidur di pangkal batang dan tetap tidak bergerak sepanjang musim kemarau sekitar 3 bulan. Jika musim hujan pertama turun, ulat yang tidur segera mencari makan dan berkepompong. Setelah ngengat menetas, akan telihat jutaan ngengat berterbangan kesana kemari pada waktu malam hari di musim hujan. 2. Gejala serangan hama penggerek batang padi Pada lahan pertanian yang menunjukkan gejala serangan hama sundep (penggerek) terlihat adanya gejala serangan hama. Warna bibit pada padi atau tanaman padi yang belum berbunga merah kuning atau merah cokelat jika diserang. Jika diperhatikan ternyata daun padi telah mati dan mudah dicabut. Daun tersebut sebenarnya telah putus karena digigit ulat yang berada dalam batang tanaman padi. Jika batang padi dibuka akan terlihat ulat di dalamnya. Serangan sundep kadang dikira penyakit kresek. Bedanya

batang yang diserang kresek, jika dipotong kemudian ditekan, akan keluar lendir berwarna putih atau putih kekuningan. Hama beluk dalam batang memotong tangkai tanaman hingga buah padi akan hampa dan seluruh malai menjadi kering. Malai tersebut berwarna putih keabu-abuan dan tetap berdiri karena hampa. Sementara itu malai yang tidak terserang akan kelihatan merunduk karena beratnya. Malai yang terserang mudah dicabut karena sudah putus di dalam batang (Pracaya, 2008). 3. Cara Pengendalian pada Hama Penggerek Batang Padi Hama ulat penggerek padi dapat dikendalikan dengan beberapa taktik pengendalian yaitu : a. Mengatur waktu tanam lebih awal dan serempak agar tanaman terhindar dari hama penggerek Mengatur waktu tanam sebagai cara pengendalian terhadap penggerek padi, pernah dilakukan didaerah Brebes. Dengan perbaikan sistem pengairan, terjadi perubahan pola tanam dari tanam sekali setahun mejadi 2 kali atau lebih dalam setahun. Tertib tanam menunda waktu tanam kurang tepat untuk dianjurkan dalam pengendalian penggerek padi. Meskipun demikian, adanya tertib tanam menyebabkan fluktuasi populasi penggerek padi tidak saling tindih sehingga memudahkan cara pemantauan pengendalian. b. Menanam varietas tahan / toleran terhadap penggerek Penelitian IRRI memberikan petunjuk adanya beberapa varietas yang agak tahan terhadap penggerek padi. Ketahanan varietas padi terhadap penggerek bersifat kompleks karena dikendalikan oleh beberapa gen (Soejitno, 1991). Kepala Balai Besar Penelitian Padi Sukamandi Hasil Sembiring mengungkapkan belum ada bahan tanaman padi yang memiliki ketahanan terhadap hama penggerek batang. Untuk menghindari serangan hama penggerek batang padi Balai Besar menyarankan agar petani melakukan gerakan tanam serempak dan melakukan pergiliran varietas. Alternatif pengendaliannya adalah

dilakukan secara kimiawi (Som, 2007). c. Mengatur pola tanam dengan tanaman padi dan non padi Adanya pertanaman padi yang terus-menerus menyebabkan terjadinya pergeseran spesies penggerek yang dominan dari penggerek padi putih ke penggerek padi kuning. Oleh karena itu, diperlukan rotasi tanaman untuk mencegah adanya serangan hama penggerek. d. Memperhatikan tingkat populasi musuh alami Penggunaan musuh alami merupakan pengendalian hayati sebagai salah satu komponen pengendalian yang belum pernah dilakukan. Meskipun peranannya belum jelas upaya konservasi parasit ini tetap harus menjadi perhatian dalam rencana pengendalian penggerek terutama bila dikaitkan dengan penggunaan pestisida. e. Sanitasi lingkungan terhadap tanaman inang yang lain Meningkatkan kebersihan lingkungan, menggenangi sawah selama 15 hari setelah panen agar kepompong mati, dan membakar jerami. Hal tersebut harus diperhatikan agar hama penggerek dapat dicegah perkembangannya. f. Pengumpulan kelompok telur dipersemaian Cara ini akan lebih efektif apabila saat persemaian bersamaan waktunya. Penggunaan lampu perangkap di Indonesia sangat dipengaruhi oleh curah hujan dan cahaya bulan sehingga hasil tangkapan kurang menggambarkan keadaan sebenarnya. Dengan demikian penggunaan lampu perangkap sebagai cara pengendalian penggerek padi kurang efisien karena populasi ngengat yang masih tinggal cukup tinggi. Meskipun demikian, penggunaan lampu perangkap masih bermanfaat untuk mengetahui fluktuasi populasi ngengat dilapang. g. Mengembangkan cara panen padi dengan pemangkasan pada pangkal batang padi untuk menurunkan populasi larva dan pupa penggerek. h. Insektisida

Cara pengendalian hama yang paling banyak dilakukan adalah dengan menggunakan bahan kimia (insektisida). Kerugian penggunaan insektisida yaitu : 1) Hama sasaran menjadi toleran / tahan terhadap insektisida 2) Populasi hama meningkat 3) Hama bukan sasaran berubah menjadi hama yang merugikan 4) Terbunuhnya serangga berguna 5) Masalah residu insektisida 6) Bahaya terhadap spesies lain bukan sasaran (ikan, ternak, dan manusia). Selama pemantauan atau pengamatan populasi belum dapat dilakukan terutama didaerah yang terserang beberapa spesies penggerek dan merupakan generasi yang tumpang tindih, maka umur / stadia tanaman dapat digunakan sebagi kriteria pengendalian. Berdasarkan stadia pertumbuhan tanaman, maka saat kritis yang perlu mendapat perlindungan adalah pada masa prtumbuhan, anakan aktif, dan masa primordia bunga. i. Pengendalian hama terpadu Dari pengalaman masa lalu yaitu kesalahan-kesalahan tentang pengendalian hama dengan insektisida, kemudian timbul konsep pengendalian hama terpadu yang memanfaatkan pengetahuan dinamika populasi hama sebagai dasar pertimbangan untuk melaksanakan pengendalian. Pengendalian hama terpadu adalah suatu sistem pengelolaan populasi hama dengan menggunakan semua cara yang sesuai, baik untuk mengurangi populasi hama atau mempertahankannya dibawah ambang kendali (Soejitno,1991). Masalah yang sangat kritis dalam pengendalian hama adalah penentuan waktu aplikasi insektisida yang tepat. Insektisida hanya diberikan apabila memang diperlukan, yaitu bila tingkat populasi

mencapai ambang ekonomi. Batasan ambang ekonomi adalah kepadatan populasi hama yang mengharuskan tindakan pengendalian untuk mencegah peningkatan populasi mencapai kerugian ekonomi / ambang kendali. Dalam praktek, ambang kendali yaitu tingkat populasi hama yang telah menimbulkan kerugian secara ekonomi apabila tidak dilakukan pengendalian yang sering digunakan.

V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diambil dari praktikum acara II. Pengamatan Peledakan Hama yaitu sebagai berikut : 1) Populasi hama penggerek batang padi (Scirpophaga innotata) meningkat saat padi yang berumur 55 HST pada musim penghujan. 2) Gejala serangan hama penggerek batang padi : warna bibit pada padi atau tanaman padi yang belum berbunga dicabut. Hama beluk dalam batang memotong tangkai tanaman hingga buah padi akan hampa dan seluruh malai menjadi kering. Malai tersebut berwarna putih keabu-abuan dan tetap berdiri karena hampa. Cara Pengendalian pada Hama Penggerek Batang Padi yang dapat dilakukan adalah : Mengatur waktu tanam lebih awal dan serempak agar tanaman terhindar dari hama penggerek Menanam varietas tahan / toleran terhadap penggerek Mengatur pola tanam dengan tanaman padi dan non padi Memperhatikan tingkat populasi musuh alami Sanitasi lingkungan terhadap tanaman inang yang lain Pengumpulan kelompok telur dipersemaian Mengembangkan cara panen padi dengan pemangkasan pada pangkal batang padi untuk menurunkan populasi larva dan pupa penggerek. Insektisida merah kuning atau merah cokelat. Jika diperhatikan ternyata daun padi telah mati dan mudah

Pengendalian hama terpadu

B. Saran Pengendalian hama penggerek batang padi yang baik dan tidak mempengaruhi lingkungan yaitu dengan pengendalian hama terpadu. Pengendalian ini mengelola populasi hama dengan semua cara yang sesuai. Diharapkan petani dapat menggunakan cara ini karena dalam penerapannya konsep tersebut menekankan agar semua cara pengendalian yang digunakan memenuhi syarat-syarat ekonomi dan kelestarian lingkungan, sehingga lebih efisien dan tidak merusak ekosistem yang ada.

DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2009. Pemantauan Hama dan Musuh Alami. http://massofa.wordpress.com/2008/02/04/pemantauan-hama-danmusuh-alami/. Diakses pada tanggal 18 Mei 2009. Dewi. 2006. Pentingnya Pengendalian Biologis. http://www.iptek.co.id/pht_90%/html. Diaksese tanggal 18 Mei 2009.

Astari,

Damayanti. 1995. Serangan Hama Penggerek Batang Padi. http//www.waritek bantul.com. Diakses tanggal 20 Mei 2009. Huffaker, C. B dan P. S. Messenggerred. 1989. Teori dan Praktek Pengendalian Biologis. Universitas Indonesia Press. Jakarta Jones, K. 1999. Penerapan Konsep Pengendalian Pathogen Penyebab Penyakit Pada Tanaman Cabai. J. Pertanian Mapeta Vol 3(6):124-127 Matnawy, H. 1992. Perlindungan Tanaman. Kanisius. Yogyakarta Pathak dan Khan, 1994. Pemberantasan Hama Dan Penyakit Padi. Yayasan Social Tani Membangun. Jakarta. Pracaya. 2008. Hama dan Penyakit Tanaman. Penebar Swadaya. Jakarta. Semangun, H. 1995. Konsep dan asas dasar pengelolaan penyakit tumbuhan terpadu. Risalah Kongres Nasional XII dan Seminar Ilmiah PFI, 6-8 Septembar 1993. Yogyakarata. 1-24 Syam dan Hermanto, 1995. Pengendalian Hama Penggerek Batang Padi. http://www.wawasandigital.com. Diakses pada tanggal 20 Mei 2009. Som. 2007. Tidak Ada Varietas Padi Tahan Penggerek Batang. Sinar Tani edisi 19-25. No. 3231/XXXVIII. Hal:10. Soejitno, J. Bionomi dan Pengendalian Hama Penggerek Padi. Balai Penelitian Tanaman Pangan Bogor edisi 3. Hal:713-731. Tania, R. K. 2006. Menguak Serangan Nematoda Pada Lahan Pertanian. http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/0303/30/1001.htm. Diakses tanggal 18 Mei 2009. Untung, K. 1993. Pengantar Pengelolaan hama Terpadu. Gadjah mada

University Press. Yogyakarta.

LAPORAN PRAKTIKUM

PENGENDALIAN TERPADU HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN

Disusun oleh: 1. Awaludin Subarkah 2. Antik Purnaningsih 3. Hernowo Adhi 4. Anggi K.H (H 1106001) (H 1106016) (H 1106012) (H 1106015)

LABORATORIUM HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2009