25
ACARA II EVALUASI KADAR SIANIDA BAHAN PANGAN A. Tujuan Praktikum Tujuan praktikum Acara II Evaluasi Kadar Sianida Bahan Pangan adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui prinsip evaluasi kadar sianida dalam bahan pangan dengan metode destilasi dan spektrofotometri. 2. Mengetahui pengaruh berbagai perlakuan terhadap kadar sianida bahan pangan. 3. Mengetahui kadar sianida bahan pangan dengan berbagai variasi perlakuan. B. Tinjauan Pustaka Asam sianida merupakan senyawa racun yang dapat mengganggu kesehatan serta mengurangi bioavailabilitas nutrien di dalam tubuh. Sianida dalam dosis rendah dapat ditemukan di alam dan ada pada setiap produk yang biasa kita makan atau gunakan. Sianida sering dijumpai di dalam kacang almond, daun salam, cherry, ubi, di dalam koro atau tanaman dari keluarga kacang- kacangan dan ketela pohon. Konsumsi terus-menerus dalam dosis rendah menyebabkan berbagai penyakit seperti penyakit gondok, kekerdilan serta penyakit neurologis. Menurut FAO, untuk bahan pangan yang

Acara II Hcn Fix

Embed Size (px)

DESCRIPTION

PUBLIC

Citation preview

ACARA IIEVALUASI KADAR SIANIDA BAHAN PANGANA. Tujuan Praktikum

Tujuan praktikum Acara II Evaluasi Kadar Sianida Bahan Pangan adalah sebagai berikut:1. Mengetahui prinsip evaluasi kadar sianida dalam bahan pangan dengan metode destilasi dan spektrofotometri.

2. Mengetahui pengaruh berbagai perlakuan terhadap kadar sianida bahan pangan.

3. Mengetahui kadar sianida bahan pangan dengan berbagai variasi perlakuan.B. Tinjauan Pustaka

Asam sianida merupakan senyawa racun yang dapat mengganggu kesehatan serta mengurangi bioavailabilitas nutrien di dalam tubuh. Sianida dalam dosis rendah dapat ditemukan di alam dan ada pada setiap produk yang biasa kita makan atau gunakan. Sianida sering dijumpai di dalam kacang almond, daun salam, cherry, ubi, di dalam koro atau tanaman dari keluarga kacang-kacangan dan ketela pohon. Konsumsi terus-menerus dalam dosis rendah menyebabkan berbagai penyakit seperti penyakit gondok, kekerdilan serta penyakit neurologis. Menurut FAO, untuk bahan pangan yang dikonsumsi, kandungan asam sianida maksimal yang diperbolehkan adalah 5 mg/100 g (Yuniastuti, 2008).Pengukusan maupun perebusan yang didahului dengan proses perendaman, memberikan kandungan asam sianida lebih rendah dibandingkan dengan perebusan maupun pengukusan saja. Hal ini menunjukkan perendaman dalam air selama 12 jam dapat menurunkan asam sianida secara nyata. Pada perendaman terjadi pelarutan asam sianida ke dalam air perendam, dan ketika air perendam dibuang (ditiriskan) maka asam sianida ikut terbuang. Cara penurunan asam sianida dengan perendaman ini merupakan cara yang sederhana dan aman dilakukan, karena di sini tidak digunakan bahan-bahan tambahan seperti bahan kimia yang di samping memerlukan biaya tambahan juga mempunyai resiko terhadap kesehatan (Putra, 2009).Kandungan HCN dapat dihilangkan atau dikurangi jumlahnya dengan perlakuan pengeringan, pemotongan, perendaman, pengukusan, dan fermentasi. Proses pengeringan berperan mengurangi kadar HCN. HCN bersifat volatil yang mudah menguap pada suhu ruang karena mempunyai titik didih rendah yaitu 25,70oC. Proses pengeringan dengan suhu 55oC menyebabkan linamarin banyak yang rusak dan hidrogen sianidanya banyak yang terbuang keluar sehingga HCN pada tepung fermentasi singkong pun berkurang. Kadar HCN singkong kukus adalah 0,03 mg/g. Sedangkan persyaratan kadar maksimum HCN yang diizinkan terdapat pada tepung singkong berdasarkan SNI 01-2997-1992 adalah 40 mg/kg (Marniza dkk., 2011). Pada umumnya sianida dapat dihilangkan dengan perebusan dan perendaman sebab sianida mempunyai sifat fisik mudah larut dalam air dan mempunyai titik didih 29oC. Anwar (2004) dalam Askurrahman (2010) juga mengatakan bahwa sianida atau racun pada singkong dapat hilang setelah pencucian, perendaman, pemasakan dan pengeringan selama proses produksi beras singkong semi instan. Wirjatmadi (2005) dalam Askurrahman (2010) menambahkan bahwa kadar sianida dapat dihilangkan dengan pencucian, perendaman, perebusan dan penjemuran. Oleh sebab itu, penurunan kandungan sianida pada produk tepung singkong dikarenakan terjadi penguapan sianida bebas saat proses pengeringan dengan menggunakan pengering pada suhu 70oC.Pemilihan pelarut pada evaluasi kadar sianida sangat penting untuk memaksimalkan ekstraksi sianida tanpa mengganggu komponen kimia sianida. Analisa kadar sianida diekstraksi selama 16 jam dalam NaOH. Penggunaan jenis alkali yang kuat selama ekstraksi dapat mencegah reaksi enzimatik. Pada penelitian sebelumnya digunakan larutan untuk ekstraksi dengan penggunaan metanol dan kloroform (Bushey et al., 2004).C. Metodologi1. Alat

a. Alat destilasi

b. Labu destilasic. Spektrofotometerd. Neraca analitik e. Erlenmeyer f. Gelas ukur g. Pipet 5 mLh. Propipet i. Tabung reaksij. Penjepit kayuk. Kompor l. Panci

2. Bahan

a. Singkong mentah b. Singkong kukus c. Kentang mentah d. Kentang kukus e. Ubi jalar ungu mentah

f. Ubi jalar ungu kukus

g. Kacang koro pedang putih mentah

h. Kacang koro pedang putih perlakuan (direndam air selama 3 hari)i. Kacang koro pedang merah mentah

j. Kacang koro pedang merah perlakuan (direndam air selama 1/2 hari)k. Kacang mete

l. Kacang merah

m. Kacang tanah

n. Aquades 125 mLo. Kloroform 2,5 mLp. Larutan KOH 2% 10 mLq. Alkalin pikrat 5 mL (0,25% asam pikrat dibasakan dengan Na2CO3 hingga pH 11)

3. Cara Kerja

D. Hasil dan PembahasanTabel 2.1 Data Absorbansi Larutan KCN Standar 3,5 mg/10 ml AquadesVolume Larutan KCN Standar (ml)Volume Aquades (ml)Absorbansi ()

0,010,00,020

0,29,80,045

0,49,60,096

0,69,40,135

0,89,20,213

1,09,00,277

1,28,80,351

Sumber : Laporan Sementara

Gambar 2.2 Kurva Standar KCN 3,5 mg/10 ml AquadesTabel 2.2 Kadar Sianida dalam Bahan PanganKelSampelAbsorbansi ()Kadar Sianida (mg)HCN (ppm)

1 & 2 AKacang mete0,0580,228228

3 & 4 AKacang Merah0,5241,8931893

5 & 6 AKacang tanah0,0850,325325

1 BKentang mentah0,0390,161161

2 B Kentang kukus0,0340,144144

3 BSingkong mentah0,4581,6571657

4 BSingkong Kukus0,1130,425425

5 BUbi Jalar Ungu Mentah0,0270,118118

6 BUbi Jalar Ungu Kukus0,2580,943943

1 CKacang Koro Pedang Putih Mentah0,0220,100100

2 CKacang Koro Pedang Putih Perlakuan0,0360,150150

3 & 4 CKacang Koro Pedang Merah Mentah0,0310,132132

5 & 6 CKacang Koro Pedang Merah Perlakuan0,0300,129129

Sumber : Laporan SementaraAsam sianida merupakan senyawa racun yang dapat mengganggu kesehatan serta mengurangi bioavailabilitas nutrien di dalam tubuh. Sianida dalam dosis rendah dapat ditemukan di alam dan ada pada setiap produk yang biasa kita makan atau gunakan. Sianida sering dijumpai di dalam kacang almond, daun salam, cherry, ubi, di dalam koro atau tanaman dari keluarga kacang-kacangan dan ketela pohon (Yuniastuti, 2008). Menurut Putra (2009), asam sianida merupakan senyawa yang berbahaya baik bagi manusia maupun hewan. FSANZ (2005) dalam Putra (2009) menyatakan dosis lethal asam sianida pada manusia dilaporkan 0,5 - 3,5 mg/kg berat badan. Gejala keracunan akut asam sianida pada manusia meliputi: nafas tersengal, penurunan tekanan darah, denyut nadi cepat, sakit kepala, sakit perut, mual, diare, pusing, kekacauan mental, dan kejang. Konsumsi terus-menerus dalam dosis rendah menyebabkan berbagai penyakit seperti penyakit gondok, kekerdilan serta penyakit neurologis. Menurut FAO, untuk bahan pangan yang dikonsumsi, kandungan asam sianida maksimal yang diperbolehkan adalah 5 mg/100 g. Oleh karena itu, evaluasi kadar sianida dalam bahan pangan penting dilakukan agar kadar sianida yang dikonsumsi tidak melampaui batas keamanan pangan yang telah ditetapkan dan tidak berdampak buruk bagi kesehatan.Pada praktikum ini dilakukan pengujian berbagai sampel dari jenis umbi-umbian (singkong, ubi jalar ungu, dan kentang) dan kacang-kacangan (kacang koro pedang putih, kacang koro pedang merah, kacang mete, kacang tanah, dan kacang merah) dengan beberapa perlakuan untuk mengetahui kadar sianida yang terkandung di dalam bahan-bahan pangan tersebut. Analisis kadar HCN pada bahan pangan dapat dilakukan dengan beberapa metode, salah satunya yaitu metode destilasi dan spektrofotometri. Prinsip kerja metode destilasi pada pengujian ini yaitu dengan memutus ikatan glikosidik pada HCN dengan penambahan kloroform untuk kemudian didestilasi dengan penampung destilat berisi larutan KOH agar HCN bereaksi dengan KOH membentuk KCN dan H2O. Volume total 20 mL diambil 5 mL untuk kemudian ditambahkan dengan 5 mL alkalin pikrat untuk memberikan warna pada pada larutan agar dapat ditera absorbansinya, pengukuran absorbansi dengan spektofotometer pada panjang gelombang 520 nm, semakin gelap warna larutan yang ditera maka nilai absorbansinya semakin besar, hal ini menunjukkan bahwa larutan tersebut mengandung kadar HCN yang tinggi (Badan Standarisasi Nasional, 2011).

Mula-mula sampel ditimbang sebanyak 4 gram lalu ditambahkan 125 mL aquades. Setelah itu ditambahkan kloroform 2,5 mL, penambahan kloroform ini bertujuan merusak ikatan glukosida sianogenik. Racun dalam singkong tidak terdapat dalam keadaan bebas, melainkan terikat dalam rangkaian glukosida sianogenik yang terdiri atas linamarin dan lotaustrain. Menurut Hutami dan Harijono (2014), senyawa linamarin akan terhidrolisis (bereaksi dengan air) dan membentuk asam sianida yang larut dalam air. Linamarin jika terhidrolisis akan membentuk asam sianida yang mempunyai sifat mudah larut dalam air dan mudah menguap. Selama proses hidrolisis yang dilakukan oleh -glukosidase pada glukosida sianogenik menghasilkan sebagian gula dan hidroksinitril yang akan kembali terpisahkan atau secara enzimatis menjadi sianida dan campuran karbonil (ketosa dan aldosa). Sianohidrin dalam suasana alkalis mudah terurai menjadi sianida bebas yang mudah bercampur dengan air, sehingga suasana air rendaman yang alkalis menyebabkan jaringan kulit ubi kayu akan melunak. Pengupasan atau pelunakan jaringan kulit pada bahan pangan seperti buah dan umbi-umbian dengan menggunakan larutan alkali atau biasa disebut lye peeling, dilakukan dengan konsentrasi larutan alkali 1-3%, dengan waktu dan suhu tertentu. Dengan semakin lunaknya jaringan kulit pada umbi, akan semakin mempermudah proses pengeluaran linamarin dan lotaustralin dari dalam umbi.Setelah penambahan kloroform, sampel dimasukkan ke dalam labu destilasi untuk kemudian didestilasi di mana hasil destilasi ditampung dalam tabung destilat yang berisi larutan KOH 2% 10 mL hingga HCN diserap dalam KOH dan diperoleh volume total sebanyak 20 mL. Penggunaan larutan KOH ini berfungsi agar HCN dalam sampel bereaksi dengan KOH menjadi KCN dan H2O sehingga kadar KCN dapat ditentukan dengan menggunakan kurva standar KCN. Dari volume total 20 mL diambil 5 mL untuk kemudian ditambahkan dengan 5 mL alkalin pikrat. Penambahan alkalin pikrat bertujuan untuk memberikan warna pada larutan supaya dapat ditera absorbansinya, pengukuran absorbansi dengan spektofotometer pada panjang gelombang 520 nm, semakin keruh warna larutan yang ditera maka nilai absorbansinya semakin besar, hal ini menunjukkan bahwa larutan tersebut mengandung kadar HCN yang tinggi. Menurut Tivana et al., (2004) metode alkalin pikrat adalah metode semi kuantitatif dimana sianida direaksikan dengan alkalin pikrat basa dan perubahan warnanya dapat dilihat dengan spektrofotometri.

Pembuatan kurva standar digunakan sebagai dasar untukpembanding dalam penentuan kadar sianida dalam sampel yang menyatakan hubungan antara konsentrasi sianida dengan panjang gelombang 520 nm. Kurva ini dibuat untuk menentukan nilai konsentrasi larutan sianida dengan pengukuran transmisi cahaya menggunakan spektrofotometer Vis (Kusnadi, 2001). Kurva standar digunakan untuk melihat nilai absorbansi, semakin tinggi konsentrasi larutan standar maka nilai absorbansi akan semakin tinggi. Pada praktikum ini, menggunakan kurva standar KCN 3,5 mg/10 ml aquades dengan sumbu x adalah volume larutan KCN standar (ml) dan sumbu y adalah absorbansi (). Hubungan volume larutan KCN standar dengan absorbansi berbanding lurus, yakni semakin tinggi volume larutan KCN standarnya maka absorbansinya juga akan semakin besar.

Berdasarkan Tabel 2.2 dapat dilihat bahwa nilai HCN pada sampel kacang mete, kacang merah dan kacang tanah berturut-turut sebesar 228 ppm; 1893 ppm dan 325 ppm. Sedangkan pada sampel kentang, singkong dan ubi jalar ungu terdapat 2 perlakuan yaitu mentah dan dikukus. Nilai HCN pada kentang mentah sebesar 161 ppm sedangkan pada kentang kukus sebesar 144 ppm, pada singkong mentah sebesar 1657 ppm sedangkan pada singkong kukus sebesar 425 ppm, dan pada ubi jalar ungu mentah sebesar 118 ppm sedangkan pada ubi jalar ungu kukus sebesar 943 ppm. Dan pada sampel kacang koro pedang putih dan kacang koro pedang merah juga dilakukan 2 perlakuan yaitu mentah dan perendaman dengan air. Nilai HCN pada sampel kacang koro pedang putih mentah sebesar 100 ppm dan kacang koro pedang putih perlakuan direndam air selama 3 hari sebesar 150 ppm, sedangkan pada sampel kacang koro pedang merah mentah sebesar 132 ppm dan kacang koro pedang merah perlakuan direndam air selama 1/2 hari sebesar 129 ppm. Dari data tersebut dapat diketahui nilai HCN tertinggi terdapat pada sampel kacang merah sebesar 1893 ppm, kemudian singkong mentah yaitu sebesar 1657 ppm, dan ubi jalar ungu kukus sebesar 943 ppm. Sedangkan kadar HCN terendah terdapat pada kacang koro pedang putih mentah yaitu sebesar 100 ppm. Sehingga kadar sianida sampel berbagai perlakuan dari yang tertinggi sampai terendah yaitu kacang merah, singkong mentah, ubi jalar ungu kukus, singkong kukus, kacang tanah, kacang mete, kentang mentah, kacang koro pedang putih perlakuan direndam air selama 3 hari, kentang kukus, kacang koro pedang merah mentah, kacang koro pedang merah perlakuan direndam air selama hari, ubi jalar ungu mentah, dan terakhir kacang koro pedang putih mentah.

Menurut Irmansyah (2005) bahwa dengan cara merebus, mengupas, mengiris kecil-kecil, merendam dalam air, menjemur hingga kemudian dimasak adalah proses untuk mengurangi kadar HCN. Proses pencucian dalam air mengalir dan pemanasan yang cukup, sangat ampuh untuk mencegah terbentuknya HCN yang beracun. Seharusnya setelah mengalami perlakuan seperti pengukusan, kadar HCN sampel akan mengalami penurunan berdasarkan dengan teori tersebut. Tetapi pada praktikum, masih terdapat sedikit penyimpangan seperti pada sampel ubi jalar ungu dan kacang koro pedang merah yang setelah diberi perlakuan malah mengalami peningkatan kadar HCN. Hal ini mungkin disebabkan karena ketidaktelitian praktikan dalam perlakuan bahan pangan karena asam sianida mempunyai sifat yang dapat larut dalam air.

Racun alami yang dikandung oleh kentang termasuk dalam golongan glikoalkaloid, dengan dua macam racun utamanya, yaitu solanin dan chaconine. Biasanya racun yang dikandung oleh kentang berkadar rendah dan tidak menimbulkan efek yang merugikan bagi manusia. Meskipun demikian, kentang yang berwarna hijau, bertunas, dan secara fisik telah rusak atau membusuk dapat mengandung kadar glikoalkaloid dalam kadar yang tinggi. Racun alami yang dikandung oleh kacang merah disebut fitohemaglutinin (phytohaemagglutinin), yang termasuk golongan lektin. Keracunan makanan oleh racun ini biasanya disebabkan karena konsumsi kacang merah dalam keadaan mentah atau yang dimasak kurang sempurna. Untuk mengurangi kemungkinan terjadinya keracunan akibat konsumsi kacang merah, sebaiknya kacang merah mentah direndam dalam air bersih selama minimal 5 jam, air rendamannya dibuang, lalu direbus dalam air bersih sampai mendidih selama 10 menit, lalu didiamkan selama 45-60 menit sampai teksturnya lembut (Sentra Informasi Keracunan Nasional BPOM, 2001). Pada koro kadar sianida saat mentah sebesar 2,54 mg/100 gr bahan, ketika direbus sebesar 1,35 mg/100 gr bahan dan ditumis sebesar 0,67 mg/100 gr bahan (Murdiana dan Sukati, 2001).

Singkong mengandung senyawa yang berpotensi racun yaitu linamarin dan lotaustralin. Linamarin (93%) dan lotaustralin (7%). Keduanya termasuk golongan glikosida sianogenik. Linamarin terdapat pada semua bagian tanaman, terutama terakumulasi pada akar dan daun (Nurmas, 2012). Singkong dibedakan atas dua tipe, yaitu pahit dan manis. Singkong tipe pahit mengandung kadar racun yang lebih tinggi daripada tipe manis. Singkong manis mengandung sianida kurang dari 50 mg per kilogram, sedangkan yang pahit mengandung sianida lebih dari 50 mg per kilogram. Meskipun sejumlah kecil sianida masih dapat ditoleransi oleh tubuh, jumlah sianida yang masuk ke tubuh tidak boleh melebihi 1 mg per kilogram berat badan per hari.

Rasa manis singkong disebabkan oleh kandungan asam sianida yang sangat rendah, hanya sebesar 0,04% atau 40 mg HCN/ kg singkong. Jenis singkong manis antara lain adalah Gading, Adira I, Mangi, Betawi, Mentega, Randu Ranting, dan Kaliki. Singkong beracun, kandungan HCN antara 0,08-0,10% atau 80-100 mg HCN / kg singkong. Singkong termasuk kategori sangat beracun apabila mengandung HCN lebih dari 0,1 % atau 100 mg/kg ketela pohon. Jenis singkong sangat beracun antara lain adalah Bogor, SPP, dan Adira II. Berdasarkan penelitian Murdiana dan Sukati (2001), singkong mentah memiliki kadar sianida sebesar 7,8 mg/100 gr bahan, sedangkan pada singkong rebus sebesar 0,2 mg /100 gr bahan dan ketika ditumis sebesar 1,38 mg/100 gr bahan. Sedangkan pada ubi, kadar sianida saat mentah sebesar 3,88 mg/100 gr bahan, sedangkan ketika direbus sebesar 1,04 mg/100 gr bahan dan ditumis sebesar 2,80 mg/100 gr bahan.Ada 2 macam analisa yang dapat digunakan dalam pengujian asam sianida, yaitu analisa kualitatif dan kuantitatif. Analisa kualitatif yang dipergunakan dalam pengujian sianida, prinsip pengujiannya yakni HCN larut dalam air, dalam suasana panas dan asam HCN akan menguap, lalu uap HCN akan bereaksi dengan asam pikrat membentuk warna merah. Sedangkan analisa kuantitatif dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu metode spektrofotometri dan titrimetri. Prinsip kerja metode spektrofotometri adalah sianida dalam sampel diubah menjadi cianogen chlorida (CNCl) karena bereaksi dengan khloramin T pada pH kurang dari 8 terhidrolisa menjadi cianat. Setelah bereaksi secara sempurna, CNCl membentuk warna merah biru dengan asam barbiturat dalam piridin dan warna yang terjadi dibaca pada panjang gelombang 578 nanometer. Sedangkan metode titrimetri yang dimaksud adalah titrasi Argentometri. Titrasi argentometri digunakan untuk penetapan kadar zat uji yang mengandung ion halogenida atau anion yang dapat membentuk endapan dengan ion perak, titrasi ini berdasarkan atas reaksi pembentukan endapan dari komponen zat uji dengan larutan baku AgNO3 (Murdiana dan Sukati, 2001).

Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengurangi kandungan HCN yang terdapat dalam bahan pangan, yaitu dengan cara perendaman, pencucian, perebusan, pengukusan, penggorengan atau pengolahan lain. Dengan pengolahan dimungkinkan dapat mengurangi kadar HCN sehingga bila dikonsumsi tidak akan membahayakan bagi tubuh (Sumartono, 1987). Pengolahan secara tradisional dapat mengurangi/ bahkan menghilangkan kandungan racun. Pada singkong, kulitnya dikupas sebelum diolah, direndam sebelum dimasak dan difermentasi selama beberapa hari. Dengan perlakuan tersebut linamarin banyak yang rusak dan hidrogen sianidanya ikut terbuang keluar sehingga tinggal sekitar 10-40 mg/kg (Winarno, 2004). Asam sianida atau yang disebut asam biru (HCN) dapat larut di dalam air maka untuk menghilangkan asam sianida tersebut cara yang paling mudah adalah merendamnya di dalam air pada waktu tertentu (Kuncoro, 1993). Menurut Coursen (1973), kadar HCN dapat dikurangi/ diperkecil (detoksifikasi sianida) dengan cara perendaman, ekstraksi pati dalam air, pencucian, perebusan, fermentasi, pemanasan, pengukusan, pengeringan dan penggorengan.E. KesimpulanKesimpulan yang diperoleh dari praktikum Acara II Evaluasi Kadar Sianida Bahan Pangan yaitu :

1. Prinsip metode destilasi yaitu dengan memutus ikatan glikosidik pada HCN dengan penambahan kloroform untuk kemudian didestilasi dengan penampung destilat berisi larutan KOH agar HCN bereaksi dengan KOH membentuk KCN dan H2O. Sedangkan metode spektrofotometri untuk pengukuran absorbansi pada panjang gelombang 520 nm, dengan alkalin pikrat jika semakin gelap warna larutan yang ditera maka nilai absorbansinya semakin besar, hal ini menunjukkan bahwa larutan tersebut mengandung kadar HCN yang tinggi.2. Kadar sianida dengan berbagai perlakuan dari tertinggi sampai terendah yaitu kacang merah, singkong mentah, ubi jalar ungu kukus, singkong kukus, kacang tanah, kacang mete, kentang mentah, kacang koro pedang putih perlakuan direndam air selama 3 hari, kentang kukus, kacang koro pedang merah mentah, kacang koro pedang merah perlakuan direndam air selama hari, ubi jalar ungu mentah, kacang koro pedang putih mentah.3. Nilai HCN tertinggi terdapat pada sampel kacang merah sebesar 1893 ppm, singkong mentah sebesar 1657 ppm, dan ubi jalar ungu kukus sebesar 943 ppm. Sedangkan kadar HCN terendah terdapat pada kacang koro pedang putih mentah yaitu sebesar 100 ppm.

4. Kadar HCN dapat dikurangi/ diperkecil (detoksifikasi sianida) dengan cara perendaman dan pengukusan.DAFTAR PUSTAKAAskurrahman. 2010. Isolasi dan Karakterisasi Linamarase Hasil Isolasi dari Umbi Singkong (Manihot Esculenta Crantz). Agrointek, Vol. 4 (2): 140.

Badan Standarisasi Nasional. 2011. Cara uji sianida (CN-) secara spektrofotometri. SNI-6989.77.

Bushey, J. T; S.D. Ebbs; D.A. Dzombak. 2004. Plant Tissue Extraction Method for Complexed and Free Cyanide. Water, Air, and Soil Pollution 157: 281293, 2004. Kluwer Academic Publishers. Netherlands.

Hutami, Fenty Dianing dan Harijono. 2014. Pengaruh Penggantian Larutan dan Konsentrasi NaHCO3 terhadap Penurunan Kadar Sianida pada Pengolahan Tepung Ubi Kayu. Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 2 No 4 p.220-230. Malang.

Mardiana dan Sukati. 2001. Kadar Sianida dalam Sayuran dan Umbi-Umbian di Daerah GAKI. Universitas Sumatera Utara.Marniza; Medikasari dan Nuriaili. 2011. Produksi Tepung Singkong Berprotein: Kajian Pemanfaatan Tepung Kacang Benguk sebagai Sumber Nitrogen Ragi Tempe. Jurnal Teknologi dan Industri Hasil Pertanian, Vol. 16 (1): 78.

Nurmas, Andi., Rahayu Mallarangeng, Soleha Mursalim. 2012. Pengaruh Pemberian Berbagai Takaran Serasah Tanaman Ubi Kayu terhadap Pertumbuhan Bibit Mete dan Ketahanannya terhadap Serangan Hama Wereng Pucuk Mete (Sanurus indecora) di Pembibitan. Jurnal Agroteknos November 2012, Vol. 2 No 3. Hal 167-173.Putra, I Nengah Kencana. 2009. Efektifitas Berbagai Cara Pemasakan terhadap Penurunan Kandungan Asam Sianida Berbagai Jenis Rebung Bambu. Agrotekno Vol 15, Nomor 2, Agustus 2009 40. Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana. Bali.

Sentra Informasi Keracunan Nasional BPOM. 2001. Racun Alami pada Tanaman Pangan.Tivana, Lucas D; J.D.C Francisco; F. Zelder; B. Bergensthl; P. Dejmek. 2014. Straightforward Rapid Spectrophotometric Quantication of Total Cyanogenic Glycosides in Fresh and Processed Cassava Products. Food Chemistry 158 (2014) 2027.

Yuniastuti, Ari. 2008. Gizi dan Kesehatan. Graha Ilmu.Yogyakarta.LAMPIRAN IPERHITUNGAN

Pembuatan larutan standar HCN

3,5 mg KCN/10 mL Aquades

y = ax + ba = 0,280b = - 0,006

r2 = 0,977y = 0,280x 0,006 Perhitungan Kadar HCN Sampel Kentang Mentah

FP = 4

Berat sampel = 4 gram

y = 0,280x 0,006

0,039 = 0,280x 0,006x = 0.160714286 0,161 mg

Kadar HCN = 161 ppm

LAMPIRAN IIDOKUMENTASI PRAKTIKUM

Singkong mentah, singkong kukus, kentang mentah, kentang kukus, ubi jalar ungu mentah, dan ubi jalar ungu kukus

Ditimbang sebanyak 4 gram untuk setiap sampel

Dimasukkan ke dalam labu destilasi

Ditambahkan 125 mL aquades dan 2,5 mL kloroform

Didestilasi hingga HCN diserap dalam KOH 2% dan didapatkan volume total sebanyak 20 mL

Larutan diambil 5 mL

Dimasukkan ke dalam tabung reaksi

Ditambah dengan 5 mL alkalin pikrat

Dipanaskan dalam penangas air selama 5 menit

Diukur absorbansinya pada panjang gelombang 520 nm

Gambar 2.1 Diagram Alir Pengujian Kadar Sianida pada Berbagai Bahan Pangan

Dihitung konsentrasinya dari kurva standar yang diperoleh

Gambar 2.6 Peneraan absorbansi larutan sianida

Gambar 2.5 Proses pendidihan larutan selama 5 menit

Gambar 2.4 Larutan hasil destilasi yang telah ditambah alkalin pikrat

Gambar 2.3 Larutan Hasil Destilasi

Gambar 2.2 Proses Destilasi