37
ACARA III PENGARUH FAKTOR PERTUMBUHAN TERHADAP POPULASI MIKROBIA DALAM BAHAN PANGAN A. TUJUAN Tujuan praktikum acara “Pengaruh Faktor Pertumbuhan Terhadap Populasi Mikrobia Dalam Bahan Pangan” ini adalah mempelajari pengaruh pemanasan, pendinginan, pH, senyawa antimikrobia dan hurdle concept terhadap viabilitas pertumbuhan mikrobia pangan. B. TINJAUAN PUSTAKA 1. Tinjauan Teori Pada umumnya batas daerah temperatur bagi kehidupan mikrobe terletak antara 0°C - 90°C, dan kita kenal ada temperatur minimum, optimum, dan maksimum. Temperatur minimum adalah nilai paling rendah dimana kegiatan mikrobe masih dapat berlangsung. Temperatur maksimum adalah temperatur tertinggi yang masih dapat digunakan untuk aktivitas mikrobe, tetapi pada tingkatan fisiologi yang paling minimal. Sedangkan temperatur yang paling baik bagi kegiatan hidup dinamakan temperatur optimum (Waluyo, 2005).

ACARA III Milan q Nyaris

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: ACARA III Milan q Nyaris

ACARA III

PENGARUH FAKTOR PERTUMBUHAN TERHADAP

POPULASI MIKROBIA DALAM BAHAN PANGAN

A. TUJUAN

Tujuan praktikum acara “Pengaruh Faktor Pertumbuhan Terhadap

Populasi Mikrobia Dalam Bahan Pangan” ini adalah mempelajari pengaruh

pemanasan, pendinginan, pH, senyawa antimikrobia dan hurdle concept

terhadap viabilitas pertumbuhan mikrobia pangan.

B. TINJAUAN PUSTAKA

1. Tinjauan Teori

Pada umumnya batas daerah temperatur bagi kehidupan mikrobe

terletak antara 0°C - 90°C, dan kita kenal ada temperatur minimum,

optimum, dan maksimum. Temperatur minimum adalah nilai paling

rendah dimana kegiatan mikrobe masih dapat berlangsung. Temperatur

maksimum adalah temperatur tertinggi yang masih dapat digunakan

untuk aktivitas mikrobe, tetapi pada tingkatan fisiologi yang paling

minimal. Sedangkan temperatur yang paling baik bagi kegiatan hidup

dinamakan temperatur optimum (Waluyo, 2005).

Panas yang tinggi dan diberikan dalam waktu yang cukup lama

akan menyebabkan bakteri dan sporanya mati. Banyak fenomena yang

menguraikan bagaimana mikroorganisme mati oleh pemanasan. Terlepas

dari arti mati bagi mikroorganisme, dapat dikatakan bahwa panas yang

tinggi menyebabkan perubahan fungsi dan senyawa-senyawa seluler

karena rusaknya sistem metabolisme dalam sel, sebagai akibat dari pada

perubahan struktur protein, yaitu denaturasi. Keadaan ini menyebabkan

peristiwa inaktivasi enzim, sehingga sistem metabolisme akan terganggu

atau bahkan rusak sama sekali sehingga tidak ada kegiatan sel baik

metabolismenya sendiri maupun dalam hal perbanyakan

sel ( Wijono dan Wibowo, 1995).

Page 2: ACARA III Milan q Nyaris

Suhu rendah akan menghambat pertumbuhan mikroba kecuali

mikroba yang tergolong psikotrofil dan psikotrof. Psikotrofil adalah

mikroba yang memiliki suhu optimum pertumbuhan 5-15°C, dengan

suhu minimum pertumbuhan 0-5°C dan suhu maksimum pertumbuhan

15-20°C. Psikotrof adalah mikroba yang sebenernya bersifat mesofil,

yaitu memiliki suhu optimum pertumbuhan 20-40°C, tetapi masih dapat

tumbuh pada suhu yang optimum untuk psikrofil. Untuk menghitung

jumlah mikroba yang tergolong psikrofil dan psikotrof di dalam

makanan, digunakan inkubasi 5°C selama 5hari sampai 2minggu.

Medium yang digunakan tergantung dari kelompok mikroba yang akan

dihitung, misalnya bakteri gram negatif, gram positif, proteolitik, dan

sebagainya (Fardiaz, 1993).

Apabila mikroba dihadapkan pada suhu rendah dapat menyebabkan

gangguan metabolisme. Sebab-akibatnya adalah (1) cold shock adalah

penurunan suhu yang tiba-tiba menyebabkan kematian bakteri, terutama

pada bakteri muda atau pada fase logaritmik, (2) pembekuan (freezing),

adalah rusaknya sel dengan adanya kristal es di dalam air intraseluler, (3)

Lyofilisasi adalah proses pendinginan dibawah titik beku dalam keadaan

vakum secara bertingkat. Proses ini dapat digunakan untuk mengawetkan

mikroba karena air protoplasma langsung diuapkan melalui fase cair

(sublimasi) (Anonim, 2010).

Berdasarkan hubungan antara suhu dan pertumbuhan, mikrobia

dapat dikelompokkan sebagai psikrofilik, psikotrofik, dan mesofilik

thermotrofik atau thermofilik. Bahan pangan yang disimpan pada suhu

lemari es akan dirusak oleh spesies dari kelompok psikrotrofilik da

psikrotrofik. Sebagai contoh daging yang disimpan dalam suhu lemari es,

organisme psikrofilik dan psikrotrofik seperti Pseudomonas dan Proteus,

menurunkan keasaman produk melalui aktivitas proteolitiknya, sedang

pada suhu yang lebih tinggi bakteri pembentuk spora pada spesies

Lactobacillus mulai banyak tumbuh dan menghasilkan asam dari

senyawa karbohidrat yang tersedia. Dalam keadaan suhu beku (dibawah -

Page 3: ACARA III Milan q Nyaris

15°C) pertumbuhan mikrobia terhenti dan kebanyakan mikrobia mulai

mati secara perlahan (Supardi dan Sukamto, 1999).

Pseudomonas yang berhubungan dengan pembusukan makanan

pada suhu refrigerator bersifat psikrotrofik dan mampu membentuk dan

membentuk koloni pada suhu 0-7°C. P. flourescens dan P. viridlava

pektolitik yang berhubungan dengan dengan pembusukan produk segar

biasanya disimpan pada suhu 10°C atau lebih rendah (Anonim, 2010).

Suhu kamar atau suhu ruangan, dalam penggunaan ilmiah,

dianggap kurang lebih antara 20 sampai 25 derajat celcius (°C) (68 sampai

77 derajat fahrenheit (°F), 528 sampai 537 derajat rankine (°R), atau 293

sampai 298 kelvin (K)), walaupun nilai tersebut bukanlah suatu nilai yang

ditentukan dengan persis. Untuk kemudahan penghitungan, sering

digunakan angka 20 °C atau 300 K. Untuk kenyamanan manusia, rentang

suhu dan kelembaban relatif dapat diterima ( Anonim, 2010).

Siklus refrigerasi kompresi mengambil keuntungan dari kenyataan

bahwa fluida yang bertekanan tinggi pada suhu tertentu cenderung menjadi

lebih dingin jika dibiarkan mengembang. Jika perubahan tekanan cukup

tinggi, maka gas yang ditekan akan menjadi lebih panas daripada sumber

dingin diluar (contoh udara diluar) dan gas yang mengembang akan

menjadi lebih dingin daripada suhu dingin yang dikehendaki. Dalam kasus

ini, fluida digunakan untuk mendinginkan lingkungan bersuhu rendah dan

membuang panas ke lingkungan yang bersuhu tinggi. Siklus refrigerasi

kompresi uap memiliki dua keuntungan. Pertama, sejumlah besar energi

panas diperlukan untuk merubah cairan menjadi uap, dan oleh karena itu

banyak panas yang dapat dibuang dari ruang yang disejukkan. Kedua,

sifat-sifat isothermal penguapan membolehkan pengambilan panas tanpa

menaikan suhu fluida kerja ke suhu berapapun didinginkan. Hal ini berarti

bahwa laju perpindahan panas menjadi tinggi, sebab semakin dekat suhu

fluida kerja mendekati suhu sekitarnya akan semakin rendah laju

perpindahan panasnya (Anonim, 2010).

Page 4: ACARA III Milan q Nyaris

Hampir semua mikroorganisme tumbuh baik jika pH pangan

antara 6,6 dan 7,5 (netral). Bakteri, terutama patogen, toleransinya

terhadap asam lebih kecil bila dibandingkan dengan jamur dan khamir.

Tidak ada bateri yang dapat tumbuh jika pH dibawah 3,5. Oleh

karenanya, kerusakan pangan berasam tinggi seperti buah-buahan

biasanya disebabkan oleh khamir dan jamur. Daging dan pangan hasil

laut lebih mudah mengalami kerusakan oleh bakteri, karena pH pangan

tersebut mendekati 7,0. Sangat sedikit pangan yang bersifat alkali dan

oleh karenanya, pH maksimum untuk pertumbuhan tidak

penting (Gaman, 1992).

Keefektifan penghambatan merupakan salah satu kriteria

pemilihan suatu senyawa antimikroba untuk diaplikasikan sebagai bahan

pengawet bahan pangan. Semakin kuat penghambatannya semakin

efektif digunakan. Kerusakan yag ditimbulkan komponen antimikroba

dapat bersifat mikrosidal (kerusakan tetap) atau mikrostatik (kerusakan

sementara yang dapat kembali). Suatu komponen akan bersifat

mikrosidal atau mikrostatik tergantung pada konsentrasi dan kultur yang

digunakan.

Mekanisme penghambatan mikroorganisme oleh senyawa

antimikroba dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain: (1)

gangguan pada senyawa penyusun dinding sel, (2) peningkatan

permeabilitas membran sel yang dapat menyebabkan kehilangan

komponen penyusun sel, (3) menginaktivasi enzim, dan (4) destruksi atau

kerusakan fungsi material genetik (Anonim, 2010).

2. Tinjauan Bahan

Saccharomyces adalah yeast yang digunakan secara luas dalam

industri pengolahan pangan seperti baking, peragian (S. cereviceae), dan

pengolahan susu (S. laktis), untuk proses fermentasi dan untuk produksi

yeast pangan. Saccharomyces kebanyakan memfermentasi hekselulosa.

S. ellipsoidus digunakan dalam produksi anggur untuk menghasilkan

Page 5: ACARA III Milan q Nyaris

alkohol tingkat

tinggi (Tim Penulis Laboraturium Kimia-Biokimia Pangan, 2002).

Secara umum Saccaromyces cerevisae dapat menguraikan pati

menjadi glukosa akan menjadi lebih efektif jika pada substrat tersebut

diinokulasikan yeast lain yang mempunyai kemampuan tinggi dalam

menguraikan pati, yaitu Saccaromyces fibuligera. Yeast tersebut

mempunyai enzim alfaamilase dan glukoamilase yang mempercepat

penguraian pati menjadi glukosa dan maltosa (Hatmanti, 2000).

Pseudomonodaceae. Genus utama dari famili bakteri ini yang

berhubungan dengan bahan pangan adalah Pseudomonas.

Mikroorganisme ini adalah bakteri gram negatif berbentuk batang kecil,

dapat bergerak, umumnya berflagella polar tunggal dan mempunyai tipe

metabolisme yang bersifat oksidatif. Bakteri ini merupakan penyebab

berbagai jenis kerusakan bahan pangan yang sebagian besar berhubungan

dengan kemampuan spesies ini dalam memproduksi enzim yang dapat

memecah baik komponen lemak maupun protein dari bahan pangan.

Banyak organisme Pseudomonas yang dapat berkembang biak dengan

cepat pada suhu refrigerasi dan sering mengakibatkan terbentuknya

lendir dan pigmen pada permukaan daging yang didinginkan.

Pseudomonas fluorescens menghasilkan pigmen berwarna kehijauan dan

beberapa spesies seperti Pseudomonas nigrificans membentuk pigmen

hitam pada makanan yang mengandung protein (Buckle, et all., 1985).

Dalam tanah banyak bakteri yang mempunyai kemampuan

melepas P dari ikatan Fe, Al, Ca dan Mg sehingga P yang tidak tersedia

menjadi tersedia bagi tanaman, salah satunya adalah Pseudomonas.

Bakteri tersebut dapat digunakan sebagai Biofertilizer. Pelarutan fosfat

oleh Pseudomonas didahului dengan sekresi asam-asam organik,

diantaranya asam sitrat, glutamat, suksinat, laktat, oksalat, glioksilat,

malat, fumarat. Hasil sekresi tersebut akan berfungsi sebagai katalisator,

pengkelat danmemungkinkan asam-asam organik tersebut membentuk

senyawa kompleks dengan kation-kation Ca2+, Mg2+, Fe2+, dan Al3+

Page 6: ACARA III Milan q Nyaris

sehingga terjadi pelarutan fosfat menjadi bentuk tersedia yang dapat

diserap oleh tanaman(Rao dalam Sri Wulandari,1982).

Senyawa antimikrobia adalah bahan pengawet yang berfungsi

untuk menghambat kerusakan pangan akibat akibat aktivitas mikrobia.

Penggunaan senyawa antimikrobia yang tepat dapat memperpanjang

umur simpan dan menjamin keamanan pangan. Antimikrobia

mengawetkan produk pangan dengan cara menghambat pertumbuhan

mikrobia atau membunuh mikrobia target (Anonim, 2010).

Allicin merupakan salah satu senyawa yang terdapat dalam

bawang putih (Allium sativum L.). Allicin dibentuk dari Alliin yang

bertemu dengan enzim alliinase. Allicin dibentuk ketika bawang putih

(Allium sativum L.) ditumbuk atau diiris. Allicin memiliki banyak

manfaat terutama dalam pengobatan tradisional. Allicin memiliki khasiat

sebagai pembunuh kuman atau antibakteri dan daya antibiotik yang dapat

menyembuhkan berbagai penyakit infeksi. Penyakit infeksi yang dapat

disembuhkan oleh allicin salah satunya penyakit infeksi yang disebabkan

oleh Staphylococcus aureus, Proteus vulgaris, Bacillus subtilis, Serratia

marcescens, Shigella dysentriae dan Escherichia coli (Anonim, 2010).

Alisin juga merupakan zat aktif yang mempunyai daya antibiotika

yang cukup ampuh. Banyak penelitian yang membandingkan daya kerja

alisin dengan penisillin. Selain itu, alisin juga diketahui sebagai

antibakteri dan antiradang.

Alisin juga memiliki mekanisme molekuler untuk memblokade

aktivitas enzim cystein proteinase dan enzim alcohol dehidrogenase.

Enzim cystein proteinase merupakan penyebab utama infeksi. Enzim ini

membantu mikroba merusak dan menembus lapisan sel. Sementara itu,

enzim alcohol dehidrogenase membantu mikroba tetap hidup dan

berkembang biak di dalam sel. Kedua enzim yang pada umumnya

ditemukan pada hampir semua bakteri, jamur, dan virus tersebut perllu

dihambat aktivitasnya. Untungnya komponen bawang putih mampu

melakukannya(Astawan, 2008).

Page 7: ACARA III Milan q Nyaris

C. METODOLOGI

1. Alat

a. Pipet steril

b. Penangas air 60°C

c. Inkubator 30-32°C

d. Pipet steril 1 ml

e. Lampu bunsen

f. Lemari es

g. Penjepit

h. Kapas

i. Kertas alumunium foil

j. Tabung reaksi steril

k. Rak tabung reaksi

l. spektrofotometer

2. Bahan

a. PDB (Potato Dekstrose Broth) dalam tabung reaksi

b. NB (Nutrient Broth) dalam tabung reaksi

c. Suspensi Saccharomyces

d. Suspensi Pseudomonas

e. Natrium benzoat

f. Asam sitrat

Page 8: ACARA III Milan q Nyaris

3. Cara Kerja

1. Pengaruh pemanasan

1. 2 3 4

Medium PDB/NB Medium PDB/NB Medium PDB/NB Medium PDB/NB

Masing masing 0, 1 ml suspensi Saccharomycess disuspensikan dalam

medium PDB / Pseudomonas disuspensikan dalam medium NB

Kontrol Dipanaskan dalam penangas air suhu 60 OC

Tabung 2 selama 5 menit, Tabung 3 selama 10

menit, Tabung 4 selama 20 menit

Diinkubasi pada suhu kamar selama 1 hari

Diamati adanya pertumbuhan dengan peningkatan

kekeruhan dan diukur sebagai absorbansi pada λ 660 nm

Page 9: ACARA III Milan q Nyaris

KontrolTabung 2 diinkubasi pada suhu kamar, Tabung 3 diinkubasi pada suhu refri, Tabung 4 diinkubasi pada suhu freezer.

Masing masing 0, 1 ml suspensi Saccharomycess disuspensikan dalam medium PDB / Pseudomonas disuspensikan dalam medium NB

2. Pengaruh suhu rendah

1. 2 2 3 4

Medium PDB/NB Medium PDB/NB Medium PDB/NB Medium PDB/NB

Page 10: ACARA III Milan q Nyaris

Tab.1 pH 3 Tab. 2 pH 5

Diinkubasi pada suhu kamar selama 1 hari

Masing masing 0, 1 ml suspensi Saccharomycess disuspensikan dalam medium PDB / Pseudomonas disuspensikan dalam medium NB

Tab.3 pH 7

3. Pengaruh pH

1. 2 3

Medium PDB / NB Medium PDB / NB Medium PDB / NB

Page 11: ACARA III Milan q Nyaris

KontrolTabung 2 ditambah bwng pth+air 1:1, Tabung 3 ditambah bwng pth 1:2, Tabung 4 ditambah bwng pth 1:3

Masing masing 0, 1 ml suspensi Saccharomycess disuspensikan dalam medium PDB / Pseudomonas disuspensikan dalam medium NB

4. Pengaruh Antimikrobia (ekstrak bawang putih)

1. 2 3 4

Medium PDB / NB Medium PDB / NB Medium PDB / NB Medium

PDB/ NB

Page 12: ACARA III Milan q Nyaris

Kontrol (perlakuan pemanasan saja) Tab.2 Bwngpth:air 1:1 0,1 ml+pemanasan; Tab.3 bwngpth:air 1:2 0,1 ml + pemanasan

Diinkubasi pada suhu kamar selama 1 hari

Masing masing 0, 1 ml suspensi Saccharomycess disuspensikan dalam medium PDB / Pseudomonas disuspensikan dalam medium NB

5. Pengaruh Pemanasan dan senyawa antimikrobia

1 2 3

Medium PDB / NB Medium PDB / NB Medium PDB / NB

Page 13: ACARA III Milan q Nyaris

D. HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Pengaruh Pemanasan

Tabel 3.1 Pengaruh Pemanasan Terhadap Populasi Mikrobia

Jenis MikrobaPertumbuhan setelah pemanasan pada suhu 60°C

0 menit 5 menit 10 menit 20 menit

Saccharomyces 0,212 1,480 0,466 0,638

Pseudomonas 0,254 0,237 0,136 0,139

Sumber: Laporan Sementara

Menurut Waluyo (2005), daya tahan mikrobia tidak sama terhadap

temperatur. Ada mikrobia yang tahan panas, namun ada pula yang tidak

tahan panas. Mikrobia terbagi menjadi 3 golongan berdasarkan daerah

aktivitas temperaturnya, yaitu: psikrofil/ karyofil (oligodermik) adalah

golongan mikrobia yang tahan dingin. Tumbuh pada 0-30°C, dengan

temperatur optimum 10-15°C. Mesofil (mesodermik) adalah golongan

mikrobia yang hidup dengan baik pada temperatur 5-60° dengan

temperatur optimum 25-40°C. Dan termofil (politermik) merupakan

golongan mikrobia yang tumbuh pada temperatur 40-80°C dengan

temperatur optimum 55-65°C.

Menurut Wijono dan Wibowo dalam buku Proses Thermal Pangan

(1995), panas yang tinggi dan diberikan dalam waktu lama dapat

menyebabkan bakteri dan sporanya mati karena adanya perubahan fungsi

senyawa-senyawa seluler karena rusaknya sistem metabolisme dalam sel

sebagai akibat dari denaturasi protein.

Pengaruh pemanasan terhadap viabilitas dan pertumbuhan mikrobia

dapat diketahui dari percobaan yang dilakukan dengan cara mengambil

masing-masing 0,1 ml suspensi Saccharomyces yang disuspensikan dalam

tabung medium PDB (Potato Dekstrose Broth) dan masing-masing 0,1 ml

suspensi Pseudomonas dalam tabung medium NB (Nutrient Broth). Untuk

setiap seri mikrobia, satu tabung sebagai kontrol, 3 tabung lainnya

dipanaskan dalam beker glass yang berisi air dengan suhu 60°C selama 5,

10, dan 20 menit dengan menggunakan kompor listrik. Kemudian

Page 14: ACARA III Milan q Nyaris

diinkubasikan semua tabung pada suhu kamar selama 1 hari. Setelah

diinkubasi diamati adanya pertumbuhan dengan peningkatan kekeruhan

dan diukur sebagai absorbansi pada panjang gelombang 660nm.

Hasil pengukuran absorbansi pada Saccharomycess diperoleh hasil

sebagai berikut. Pada 0 menit, nilai absorbansinya 0,212 Å; pada waktu 5

menit didapatkan nilai absorbansi sebesar 1,480 Å; di menit ke-10

diperoleh nilai absorbansi 0,466 Å; dan pada menit ke-20 didapatkan nilai

absorbansi sebesar 0,638 Å.

Hasil pengamatan pada Pseudomonas pun memperlihatkan adanya

penurunan jumlah bakteri dilihat dari tingkat kekeruhan yang terhitung

oleh spektrofotometer. Pada pemanasan suhu 60°C menit ke-0

menunjukkan nilai absorbansi sebesar 0,254 Å; menit ke-5 dengan nilai

absorbansi 0,237 Å; pada menit ke-10 dengan nilai absorbansi 0,136 Å;

dan pada menit ke-20 dengan nilai absorbansi 0,139 Å.

Dari hasil yang didapatkan, dapat disimpulkan bahwa

Saccharomyces dan Pseudomonas merupakan jenis yeast dan bakteri yang

tidak tahan panas. Pada pemanasan suhu 60°C, terjadi penurunan nilai

absorbansi pada waktu tertentu. Namun, ada perbedaan antara

Saccharomyces dan Pseudomonas dimana Saccharomyces lebih tahan

terhadap pemanasan dibandingkan dengan Pseudomonas.

Pada menit ke-20 baik pada Saccharomyces maupun Pseudomonas

terjadi kenaikan tingkat kekeruhan dibandingkan dengan menit ke-10. Hal

ini dapat diakibatkan karena sudah adanya kontaminasi pada saat

pemanasan atau tidak stabilnya panas sehingga mikroba sempat berspora.

2. Pengaruh Suhu Rendah

Tabel 3.2 Pengaruh Pendinginan Terhadap Populasi Mikrobia

Jenis MikrobaPertumbuhan setelah perlakuan suhu rendah

Suhu kamar Suhu refri Suhu frezer

Saccharomyces 0,522 1,460 0,724

Pseudomonas 0,267 0,184 0,125

Sumber: Laporan Sementara

Page 15: ACARA III Milan q Nyaris

Pembekuan merupakan salah satu cara untuk membunuh mikrobia

dalam bahan pangan. Menurut Supardi dan Sukamto (1999), umumnya

mikrobia tidak dapat hidup pada suhu dibawah 32°F. Pendinginan lambat

dapat merusak populasi mikrobia. Bentuk mikrobia yang sangat peka

adalah sel-sel vegetatif, prora biasanya tidak rusak dengan pembekuan.

Apabila mikroba dihadapkan pada suhu rendah dapat menyebabkan

gangguan metabolisme. Sebab-akibatnya adalah (1) cold shock adalah

penurunan suhu yang tiba-tiba menyebabkan kematian bakteri, terutama

pada bakteri muda atau pada fase logaritmik, (2) pembekuan (freezing),

adalah rusaknya sel dengan adanya kristal es di dalam air intraseluler, (3)

Lyofilisasi adalah proses pendinginan dibawah titik beku dalam keadaan

vakum secara bertingkat. Proses ini dapat digunakan untuk mengawetkan

mikroba karena air protoplasma langsung diuapkan melalui fase cair

(sublimasi) (Anonim, 2010).

Dapat dilihat pada tabel, terjadi penurunan tingkat kekeruhan pada

Saccharomycess maupun Pseudomonas setelah perlakuan suhu rendah.

Suhu kamar sekitar 30°C, suhu refri 15°C, dan suhu frezer sekitar 0°C.

Secara berturut-turut, nilai absorbansi Saccharomycess pada suhu kamar,

suhu refri dan suhu frezer adalah 0,522 Å; 1,460 Å; dan 0,724 Å.

Sedangkan nilai absorbansi pada Pseudomonas pada suhu kamar, suhu

refri, dan suhu frezer berturut-turut adalah 0,267 Å; 0,184 Å; dan 0,125 Å.

Menurut teori, Pseudomonas yang berhubungan dengan

pembusukan makanan pada suhu refrigerator bersifat psikrotrofik dan

mampu membentuk dan membentuk koloni pada suhu 0-7°C. P.

flourescens dan P. viridlava pektolitik yang berhubungan dengan dengan

pembusukan produk segar biasanya disimpan pada suhu 10°C atau lebih

rendah (Anonim, 2010). Sesuai dengan teori yang ada, angka absorbansi

pada Pseudomonas menurun pada suhu frezer. Sedangkan pada suhu refri

terjadi kenaikan. Dapat dipastikan bahwa Pseudomonas yang hidup

merupakan Pseudomonas yang bersifat psikrofil.

Page 16: ACARA III Milan q Nyaris

Kapang dan khamir umumnya tergolong mesofil dengan dengan

suhu minimum 10-20°C, suhu optimum 20-40°C, dan suhu maksimum 40-

45°C (Waluyo, 2005). Hasil pengamatan pada Saccharomyces yang telah

diinkubasi pada suhu refri tidak sesuai dengan teori yang ada.

Saccharomyces merupakan golongan yeast atau kapang, sehingga

semestinya pertumbuhannya terhambat pada suhu refri. Penyimpangan ini

dapat terjadi karena adanya kontaminasi dari bakteri psikrofil yang lebih

tahan dingin.

3. Pengaruh pH

Tabel 3.3 Pengaruh pH Terhadap Populasi Mikrobia

Jenis MikrobaPertumbuhan pada media berbeda pH

pH 3 pH 7 pH 9

Saccharomyces 0,128 1,300 0,150

Pseudomonas 0,100 0,316 0,283

Sumber: Laporan Sementara

Nilai pH sangat berpengaruh pada jenis mikrobia yang tumbuh.

Kebanyakan bakteri mempunyai pH optimum, yakni pH dimana

pertumbuhan optimum, sekitar 6,5 - 7,5. Pada pH dibawah 5,0 atau diatas

8,5, bakteri tidak dapat tumbuh dengan baik kecuali bakteri asam asetat

(Acetobacter suboxydans) dan bakteri yang mengoksidasi

sulfur. Sebaliknya, khamir menyukai pH 4-5 dan dapat tumbuh pada

kisaran 2,5 - 8,5. Oleh karenanya, khamir tumbuh pada pH rendah dimana

pertumbuhan bakteri terhambat.(Waluyo, 2005).

Pada tabel hasil pengamatan dapat terlihat nilai absobransinya.

Pada Saccharomycess nilai absorbansi pH 3, pH 7 dan pH 9 berturut-turut

adalah 0,128 Å; 1,300 Å; dan 0,150 Å. Sedangkan pada Pseudomonas nilai

absorbansi dapa pH 3, pH 7 dan pH 9 berturut-turut adalah 0,100 Å; 0,316

Å; dan 0,283 Å.

Hasil pengamatan ini tidak sesuai dengan teori, bahwa khamir

(yeast) dapat hidup pada pH rendah dan tidak dapat tumbuh dengan baik

pada pH tinggi. Dari data, terlihat bahwa pada pH 7, Saccharomycess

Page 17: ACARA III Milan q Nyaris

memiliki nilai absorbansi yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan pH

3 dan pH 9. Seharusnya, Saccharomycess lebih tahan terhadap pH asam

bukan pH netral. Ketidaksesuaian ini mungkin dikarenakan adanya

kontaminasi pada saat penanaman atau tidak sterilnya peralatan yang

digunakan.

Untuk Pseudomonas telah sesuai dengan teori. pH optimum

bakteri ada pada pH netral (antara 5,5 – 7,5) terlihat dari nilai absorbansi

terbesar untuk Pseudomonas berada pada pH 7 dan tidak dapat tumbuh

dengan baik pada pH rendah maupun tinggi. Hal ini terlihat dari nilai

absorbansi Pseudomonas pada pH 3 dan pH 9 mengalami penurunan.

4. Pengaruh Antimikrobia (Bawang Putih)

Tabel 3.4 Pengaruh Antimikrobia Terhadap Populasi Mikrobia

Jenis MikrobaPertumbuhan setelah penambahan senyawa antimikrobia

Kontrol 1:1 1:2 1:3

Saccharomyces 1,280 0,770 0,518 0,080

Pseudomonas 0,628 0,192 0,120 0,550

Sumber: Laporan Sementara

Senyawa antimikrobia merupakan salah satu bahan tambahan

pangan yang penting dan sering dibubuhkan dalam bahan pangan.

Senyawa ini menjadi penghambat tumbuhnya mikrobia yang dapat

merusak bahan pangan. Senyawa antimikrobia ada yang bersifat alami dan

ada pula yang bersifat sintetis. Senyawa antimikrobia alami terdapat pada

beberapa bahan pangan, baik bahan pangan nabati maupun hewani. Salah

satu senyawa antimikrobia adalah alisin yang terdapat dalam bawang

putih.

Allicin dibentuk dari Alliin yang bertemu dengan enzim alliinase.

Allicin dibentuk ketika bawang putih (Allium sativum L.) ditumbuk atau

diiris. Allicin memiliki banyak manfaat terutama dalam pengobatan

tradisional. Allicin memiliki khasiat sebagai pembunuh kuman atau

antibakteri dan daya antibiotik yang dapat menyembuhkan berbagai

penyakit infeksi. Penyakit infeksi yang dapat disembuhkan oleh allicin

Page 18: ACARA III Milan q Nyaris

salah satunya penyakit infeksi yang disebabkan oleh Staphylococcus

aureus, Proteus vulgaris, Bacillus subtilis, Serratia marcescens, Shigella

dysentriae dan Escherichia coli (Anonim, 2010).

Alisin juga memiliki mekanisme molekuler untuk memblokade

aktivitas enzim cystein proteinase dan enzim alcohol dehidrogenase.

Enzim cystein proteinase merupakan penyebab utama infeksi. Enzim ini

membantu mikroba merusak dan menembus lapisan sel. Sementara itu,

enzim alcohol dehidrogenase membantu mikroba tetap hidup dan

berkembang biak di dalam sel. Kedua enzim yang pada umumnya

ditemukan pada hampir semua bakteri, jamur, dan virus tersebut perlu

dihambat aktivitasnya (Astawan, 2008).

Mekanisme penghambatan mikroorganisme oleh senyawa

antimikroba dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain: (1)

gangguan pada senyawa penyusun dinding sel, (2) peningkatan

permeabilitas membran sel yang dapat menyebabkan kehilangan

komponen penyusun sel, (3) menginaktivasi enzim, dan (4) destruksi atau

kerusakan fungsi material genetik (Anonim, 2010).

Pada percobaan kali ini, kultur yang telah ditanami

Saccharomyces dan Pseudomonas diberi empat perlakuan, yaitu kontrol

(tanpa diberi senyawa antimikrobia), diberi senyawa antimikrobia dengan

perbandingan 1:1, 1:2, dan 1:3. Setelah diinkubasi selama satu hari,

dihitung absorbansi atau tingkat kekeruhan dengan menggunakan

spektrofotometer.

Dari hasil pengamatan, didapatkan nilai absorbansi pada

Saccharomyces berturut-turut dari kontrol, penambahan senyawa

antimikrobia 1:1, 1:2, dan 1:3 adalah 1,280Å; 0,770Å; 0,518Å; dan

0,080Å. Dan pada Pseudomonas secara berturut-turut adalah 0,628Å;

0,192Å; 0,120Å; dan 0,550Å.

Pada Saccharomyces terjadi penurunan tingkat kekeruhan setelah

kultur ditambahkan senyawa antimikrobia. Namun pada Pseudomonas

justru terjadi kenaikan tingkat kekeruhan pada kultur yang diberi senyawa

Page 19: ACARA III Milan q Nyaris

antimikroba 1:3. Seperti yang telah disebutkan diatas, senyawa

antimikrobia yang dipakai dalam praktikum kali ini adalah senyawa alisin

yang terdapat pada bawang putih. Senyawa ini dapat membunuh mikrobia.

Seharusnya, semakin besar senyawa ditambahkan semakin rendah tingkat

kekeruhannya. Ketidaksesuaian hasil dengan teori yang ada dapat

disebabkan kurang sterilnya peralatan yang dipergunakan atau terjadi

kontaminasi pada saat penanaman kultur dan penambahan senyawa

antimikrobia.

5. Pengaruh Pemanasan dan Senyawa Antimikrobia

Tabel 3.5 Pengaruh Pemanasan dan Senyawa Antimikrobia Terhadap Populasi Mikrobia

Jenis Mikroba

Pertumbuhan setelah pemanasan dan penambahan senyawa antimikrobia

pemanasan Pemanasan + (1:1)

Pemanasan + (1:2)

Saccharomyces 1,020 0,610 0,584

Pseudomonas 0,212 0,119 0,109

Sumber: Laporan Sementara

Bahan pangan yang telah dimasak lebih tahan terhadap kerusakan

pangan. Pemanasan merupakan salah satu metode pengawetan makanan.

Hal ini berhubungan mikrobia, yaitu dengan pemanasan mikroba akan

mati. Menurut Wijono dan Wibowo (1995), panas yang tinggi

menyebabkan perubahan fungsi dan senyawa-senyawa seluler karena

rusaknya sistem metabolisme dalam sel, sebagai akibat dari pada

perubahan struktur protein, yaitu denaturasi. Keadaan ini menyebabkan

peristiwa inaktivasi enzim, sehingga sistem metabolisme akan terganggu

atau bahkan rusak sama sekali sehingga tidak ada kegiatan sel baik

metabolismenya sendiri maupun dalam hal perbanyakan sel.

Senyawa antimikrobia adalah bahan pengawet yang berfungsi

untuk menghambat kerusakan pangan akibat akibat aktivitas mikrobia.

Penggunaan senyawa antimikrobia yang tepat dapat memperpanjang umur

simpan dan menjamin keamanan pangan. Antimikrobia mengawetkan

Page 20: ACARA III Milan q Nyaris

produk pangan dengan cara menghambat pertumbuhan mikrobia atau

membunuh mikrobia target (Anonim, 2010).

Antimikrobia yang dipergunakan adalah antimikrobia nabati,

yaitu dari bawang putih. Menurut kamus istilah pangan dan gizi (2002),

bawang putih adalah jenis umbi untuk penyedap mengandung asan amino

tak jenuh bersulfur atau aliin. Aliin merupakan asam amino tak jenuh yang

mengandung sulfur yang ada dalam bawang putih dan merupakan

penyusun alikin.

Peranan terpenting aliin dalam bawang putih adalah sebagai

prekusor terbentuknya alisin, melalui proses hidrolisasi dengan bantuan

enzim aliinase. Alisin merupakan suatu senyawa yang menimbulkan bau

khas yang menyengat yang berperan sebagai antioksidan kuauntuk

menahan serangan radikal bebas. Alisin juga merupakan zat aktif yang

mempunyai daya antibiotika yang cukup ampuh. Alisin juga dikenal

sebagai antimikrobia dan antiradang.

Dalam praktikum kali ini, dipergunakan dua metode yang akan

mempengaruhi pertumbuhan mikrobia, yaitu pemanasan dan penambahan

senyawa antimikrobia berupa alisin. Dalam praktikum ini, terdapat enam

tabung yang terdiri dari masing-masing tiga tabung yang telah ditanami

kultur Saccharomyces dan Pseudomonas. Dari tiga tabung tersebut,

diberikan perlakuan pemanasan saja, pemanasan dan penambahan senyawa

1:1, dan pemanasan dan pemanasan 1:2. Setelah diinkubasi selama 1 hari,

dilakukan pengamatan tingkat kekeruhan dengan menggunakan

spektrofotometer.

Dari tabel, nilai absorbansi Saccharomyces terhadap perlakuan

pemanasan, pemanasan dan penambahan senyawa antimikrobia 1:1, dan

pemanasan dan penambahan senyawa antimikrobia 1:2 adalah 1,020Å;

0,610Å, dan 0,584Å. Dan nilai absorbansi Pseudomonas terhadap

perlakuan pemanasan, pemanasan dan penambahan senyawa antimikrobia

1:1, dan pemanasan dan penambahan senyawa antimikrobia 1:2 adalah

0,212Å, 0,119Å, dan 0,109Å.

Page 21: ACARA III Milan q Nyaris

Dapat dilihat bahwa setelah dipanaskan dan ditambahkan

senyawa antimikrobia, tingkat kekeruhan atau nilai absorbansi pada tabung

yang telah ditanami Saccharomyces dan Pseudomonas mengalami

penurunan. Hal ini menunjukkan bahwa semakin banyak senyawa

antimikrobia yang ditambahkan semakin sedikit mikrobia yang hidup. Dari

hasil yang didapatkan, dapat disimpulkan bahwa cara pemanasan dan

penambahan senyawa antimikrobia lebih efektif untuk mempertahankan

mutu dan daya simpan suatu bahan pangan.

E. KESIMPULAN

Kesimpulan yang dapat diambil dari praktikum acara “Pengaruh Faktor

Pertumbuhan Terhadap Populasi Mikrobia Dalam Bahan Pangan” antara lain

sebagai berikut :

1. Nilai absorbansi Saccharomyces dengan perlakuan panas 60°C :

Menit ke-0 sebesar 0,212 Å

Menit ke-5 sebesar 1,480 Å

Menit ke-10 sebesar 0,466 Å

Menit ke-20 sebesar 0,638 Å

2. Nilai absorbansi Pseudomonas dengan perlakuan panas 60°C :

Menit ke-0 sebesar 0,254 Å

Menit ke-5 sebesar 0,237 Å

Menit ke-10 sebesar 0,136 Å

Menit ke-20 sebesar 0,139 Å

3. Saccharomyces dan Pseudomonas tergolong mikrobia yang tidak tahan

panas.

4. Pada menit ke-20 terjadi penyimpangan yaitu nilai absorbansi yang lebih

tinggi dibandingkan menit ke-10.

5. Penyebab penyimpangan adalah:

Kemungkinan telah terjadi kontaminasi

Panas yang tidak stabil sehingga mikrobia sempat berspora

6. Nilai absorbansi Saccharomyces dengan perlakuan suhu rendah :

Page 22: ACARA III Milan q Nyaris

Suhu kamar sebesar 0,522 Å

Suhu refri sebesar 1,460 Å

Suhu frezer sebesar 0,724 Å

7. Nilai absorbansi Pseudomonas dengan perlakuan suhu dingin :

Suhu kamar sebesar 0,267 Å

Suhu refri sebesar 0,460 Å

Suhu frezer sebesar 0,125 Å

8. Terjadi penyimpangan pada Saccharomyces dengan perlakuan suhu refri.

Hal ini disebabkan terjadinya kontaminasi oleh mikrobia psikrofil.

9. Nilai absorbansi Saccharomyces dengan perlakuan perbedaan pH :

pH 3 sebesar 0,128 Å

pH 7 sebesar 1,300 Å

pH 9 sebesar 0,150 Å

10. Nilai absorbansi Pseudomonas dengan perlakuan perbedaan pH :

pH 3 sebesar 0,100 Å

pH 7 sebesar 0,316 Å

pH 9 sebesar 0,283 Å

11. Kapang lebih tahan pH rendah sedangkan bakteri lebih tahan pH netral.

12. Penyimpangan terjadi pada Saccharomyces pH 7 yang memiliki nilai

absorbansi lebih tinggi dari pH 3.

13. Penyimpangan terjadi karena terjadi kontaminasi pada saat penanaman

atau kurang sterilnya peralatan yang dipergunakan.

14. Alisin merupakan senyawa antimikroba yang terdapat pada bawang putih.

15. Alisin memiliki mekanisme molekuler untuk memblokade aktivitas enzim

cystein proteinase dan enzim alcohol dehidrogenase.

16. Nilai absorbansi Saccharomyces dengan perlakuan penambahan senyawa

antimikroba :

Kontrol sebesar 1,280 Å

Penambahan senyawa antimikrobia 1:1 sebesar 0,770 Å

Penambahan senyawa antimikrobia 1:2 sebesar 0,518 Å

Penambahan senyawa antimikrobia 1:3 sebesar 0,080 Å

Page 23: ACARA III Milan q Nyaris

17. Nilai absorbansi Pseudomonas dengan perlakuan penambahan senyawa

antimikroba :

Kontrol sebesar 0,628 Å

Penambahan senyawa antimikrobia 1:1 sebesar 0,192 Å

Penambahan senyawa antimikrobia 1:2 sebesar 0,120 Å

Penambahan senyawa antimikrobia 1:3 sebesar 0,550 Å

18. Terjadi penyimpangan pada perlakuan penambahan senyawa antimikrobia

1:3 pada Pseudomonas.

19. Penyimpangan terjadi karena kurang sterilnya peralatan yang

dipergunakan atau terjadi kontaminasi pada saat penanaman kultur dan

penambahan senyawa antimikrobia.

20. Nilai absorbansi Saccharomyces dengan perlakuan pemanasan dan

penambahan senyawa antimikrobia :

Perlakuan pemanasan sebesar 1,020 Å

Perlakuan pemanasan dan penambahan senyawa antimikrobia 1:1

sebesar 0,610 Å

Perlakuan pemanasan dan penambahan senyawa antimikrobia 1:2

sebesar 0,584 Å

21. Nilai absorbansi Pseudomonas dengan perlakuan pemanasan dan

penambahan senyawa antimikrobia :

Perlakuan pemanasan sebesar 0,212 Å

Perlakuan pemanasan dan penambahan senyawa antimikrobia 1:1

sebesar 0,119 Å

Perlakuan pemanasan dan penambahan senyawa antimikrobia 1:2

sebesar 0,109 Å

22. Semakin banyak senyawa antimikrobia ditambahkan, semakin sedikit

mikroba yang hidup.

23. Penggabungan pemanasan dan penambahan senyawa antimikrobia lebih

efektif untuk mempertahankan mutu dan daya simpan suatu bahan pangan.

DAFTAR PUSTAKA

Page 24: ACARA III Milan q Nyaris

Anonim1. 2009. Pseudomonas sp. kafe-ungu.blogspot.com/2009/11/pseudomonas.html (diakses pada tanggal 21 Juni 2010 pukul 15.00 WIB).

Anonim2. 2010. Antimikrobia Dari Tumbuhan Bagian Kedua. www.kamusilmiah.com/.../antimikroba-dari-tumbuhan-bagian-kedua/ (diakses pada tanggal 19 Juni 2010 pukul 16.00 WIB).

Anonim3. 2010. Antimikrobia Pada Tanaman. lordbroken.wordpress.com/2010/06/.../antimikroba-pada-tanaman/ (diakses pada tanggal 19 Juni 2010 pukul 16.15 WIB).

Anonim4. 2010. Faktor Lingkungan Bagi Pertumbuhan Mikroba. www.docstoc.com/.../Faktor-lingkungan-bagi-pertumbuhan-mikroba- (diakses pada tanggal 21 Juni 2010 pukul 15.30 WIB)

Anonim5. 2010. Pemilihan Bahan Pengawet Alami dan Senyawa Antimikrobia. sonyaza.blogspot.com/.../pemilihan-bahan-pengawet-alamidari.html (diakses pada tanggal 21 Juni 2010 pukul 16.55 WIB).

Anonim6. 2010. Sistem Refrigerasi Kompresi Uap. http://www.bitzer.com/. Diakses pada hari Senin tanggal 21 Mei 2010 pukul 17.00 WIB.

Anonim7. 2010. Suhu Kamar. http://id.wikipedia.org/wiki/. Diakses pada hari Senin tanggal 21 Mei 2010 pukul 17.00 WIB.

Astawan, Made, Andreas Leomitro Kasih. 2008. Khasiat Warna Warni Makanan. Gramedia. Jakarta.

Buckle, et all. 1985. Ilmu Pangan. UI Press. Jakarta.

Fardiaz, Srikandi. 1993. Analisis Mikrobiologi Pangan. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Gaman, P. M., K. B. Sherrington. 1992. Ilmu Pangan Pengantar Ilmu Pangan, Nutrisi dan Mikrobiologi Edisi Kedua. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Hatmanti, Ariani. 2000. Pertumbuhan Saccharomyces fibugilera dan Saccharomyces cerevisae Pada Fermentasi Etanol Kulit Pisang Cavendish pada pH Awal yang Berbeda. Kandidat Peneliti, Balitbang Lingkungan Laut, Puslitbang Oseanologi, LIPI. Widyariset Vol. 1. Jakarta.

Supardi, Imam dan Sukamto. 1999. Mikrobiologi Dalam Pengolahan dan Keamanan Pangan. Alumni. Bandung.

Tim Penulis Laboraturium Kimia-Biokimia Pangan. 2002. Kamus Istilah Pangan dan Nutrisi. Kanisius. Yogyakarta.

Waluyo, Lut. 2005. Mikrobiologi Umum. UMM Press. Malang.

Page 25: ACARA III Milan q Nyaris

Wijono, Djoko, Djoko Wibowo. 1995. Proses Thermal Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta

Wulandari, Sri. 2001. Efektivitas Bakteri Pelarut Fosfat Pseudomonas sp Terhadap Pertumbuhan Tanaman Kedelai (Glycine max L.) Pada Tanah Podsolik Merah Kuning. Jurnal Natur Indonesia 4 (1) Hal.1-3. Riau.