17
ACARA III TRANSFER MASSA UAP AIR SELAMA PENGERINGAN I. Tujuan Praktikum Mengetahui laju transfer massa uap air selama pengeringan. II. Tinjauan Pustaka a. Tinjauan Alat dan Bahan Pada praktikum ini, digunakan alat yang bekerja sebagai pengering bahan. Pengeringan adalah proses pembuangan air yang terkandung pada material yang dikeringkan. Dalam hal ini, yang dikeringkan ialah ubi kayu. Alat pengering disebut pula sebagai alat untuk membuang kadar air sehingga makanan menjadi kering. Proses pengeringan perlu fluida udara kering yang mampu menyerap air di dalam material. Upaya untuk membuat udara kering dengan melakukan pemanasan terhadap udara sebelum melintasi material yang dikeringkan. Dengan kondisi tersebut, udara mampu menyerap air yang membasahi material tersebut sampai kering dalam waktu yang lebih singkat (Suriadi, 2011). Adapun media lain pengering yang lebih modern ialah dengan menggunakan mesin Porous media vakum pengeringan. Porous media vakum pengeringan ini menggunakan teknik yang rumit dengan pemanasan dan proses transfer massa namun pengoperasiannya lebih mudah. Berdasarkan teori perpindahan panas dan massa, model ini digabungkan untuk vakum media berpori pengeringan pada proses bahan. Model ini diimplementasikan dan diselesaikan dengan menggunakan software COMSOL, sehingga hasil dari pengeringan lebih akurat dan canggih. Air tingkat penguapan ditentukan dengan menggunakan metode non-ekuilibrium dengan parameter konstanta laju pengeringan (Kr) (Zhang, 2012).

ACARA III Transfer Massa Uap Air

Embed Size (px)

DESCRIPTION

praktikum satop industri pangan acara III Transfer Massa Uap Air

Citation preview

Page 1: ACARA III Transfer Massa Uap Air

ACARA III

TRANSFER MASSA UAP AIR SELAMA PENGERINGAN

I. Tujuan Praktikum

Mengetahui laju transfer massa uap air selama pengeringan.

II. Tinjauan Pustaka

a. Tinjauan Alat dan Bahan

Pada praktikum ini, digunakan alat yang bekerja sebagai

pengering bahan. Pengeringan adalah proses pembuangan air yang

terkandung pada material yang dikeringkan. Dalam hal ini, yang

dikeringkan ialah ubi kayu. Alat pengering disebut pula sebagai alat untuk

membuang kadar air sehingga makanan menjadi kering. Proses

pengeringan perlu fluida udara kering yang mampu menyerap air di dalam

material. Upaya untuk membuat udara kering dengan melakukan

pemanasan terhadap udara sebelum melintasi material yang dikeringkan.

Dengan kondisi tersebut, udara mampu menyerap air yang membasahi

material tersebut sampai kering dalam waktu yang lebih singkat

(Suriadi, 2011).

Adapun media lain pengering yang lebih modern ialah dengan

menggunakan mesin Porous media vakum pengeringan. Porous media

vakum pengeringan ini menggunakan teknik yang rumit dengan

pemanasan dan proses transfer massa namun pengoperasiannya lebih

mudah. Berdasarkan teori perpindahan panas dan massa, model ini

digabungkan untuk vakum media berpori pengeringan pada proses bahan.

Model ini diimplementasikan dan diselesaikan dengan menggunakan

software COMSOL, sehingga hasil dari pengeringan lebih akurat dan

canggih. Air tingkat penguapan ditentukan dengan menggunakan metode

non-ekuilibrium dengan parameter konstanta laju pengeringan (Kr)

(Zhang, 2012).

Page 2: ACARA III Transfer Massa Uap Air

b. Tinjauan Teori

Pembekuan, pengalengan, dan pengeringan adalah tiga teknik

pengawetan makanan pokok digunakan saat ini. Baking roti, pembuatan es

krim, produksi buah, fermentasi yoghurt dan banyak hasil lainnya

dilakukan dengan cara tersebut. Teknik-teknik tersebut diklasifikasikan

sebagai manufaktur karena tujuan utama mereka adalah penciptaan

makanan baru produk. Pembekuan, pengeringan, dan pengalengan

digunakan untuk melindungi semua makanan (pertanian mentah

menghasilkan serta makanan diproduksi) dari mikroba, kimia, atau fisik

pembusukan selama berbulan-bulan (Eskin, 2000).

Menurut Komari, beberapa proses penanganan produk pangan

yang dapat menyebabkan terjadinya perubahan mutu adalah perlakuan

panas tinggi, pembekuan, pengemasan, pencampuran, serta pemompaan.

Pengeringan dapat memperpanjang umur simpan. Namun, pada proses

pengeringan perlu diperhatikan agar air yang keluar dari bahan tidak

merusak struktur jaringan, sehingga mutu bahan pangan dapat

dipertahankan (Herawati, 2008).

Dalam hal ini, praktikum menggunakan proses pengeringan untuk

mengetahui kadar air dalam bahan. Pengeringan adalah salah satu metode

pengolahan dan pengawetan makanan untuk mencegah pertumbuhan

mikroba dan menghambat timbulnya beberapa biokimia yang tidak

diinginkan dalam reaksi pada makanan. Namun pengeringan kondisi

termal menyebabkan kerusakan yang mempengaruhi fisik dan kimia sifat

dari produk negatif. Hal ini sangat penting untuk melindungi fisik dan

kimia sifat produk bagi konsumen ketika meningkatnya permintaan produk

menjaga olahan bahan seperti karakteristik aslinya (Estürk, 2010).

Adapun tujuan dilakukannya proses pengeringan adalah

memudahkan penanganan, mengurangi biaya trasportasi dan pengemasan,

mengawetkan bahan, meningkatkan nilai guna bahan serta dapat

memberikan hasil yang baik, mengurangi biaya korosi. Hal ini penting

untuk menghindari proses pengeringan lampau dan pengeringan yang

Page 3: ACARA III Transfer Massa Uap Air

terlalu lama, karena kedua proses pengeringan ini akan meningkatkan

biaya operasi. Metodologi dan teknik pengeringan dapat dikatakan baik

apabila perpindahan massa dan energi pada proses pengeringan dapat

dikendalikan (Irawan, 2011).

Proses pengeringan pada prinsipnya menyangkut proses pindah

panas dan pindah massa yang terjadi secara bersamaan (simultan). Proses

perpindahan panas yang terjadi adalah dengan cara konveksi serta

perpindahan panas secara konduksi dan radiasi tetap terjadi dalam jumlah

yang relative kecil. Pertama-tama panas harus ditransfer dari medium

pemanas ke bahan. Selanjutnya setelah terjadi penguapan air, uap air yang

terbentuk harus dipindahkan melalui struktur bahan ke medium sekitarnya.

Proses ini akan menyangkut aliran fluida dengan cairan harus ditransfer

melalui struktur bahan selama proses pengeringan berlangsung. Panas

harus disediakan untuk menguapkan air dan air harus mendifusi melalui

berbagai macam tahanan agar dapat lepas dari bahan dan berbentuk uap air

yang bebas (Irawan, 2011).

Berbeda dengan perpindahan kalor konduksi dan konveksi

dimana perpindahan energi terjadi melalui media, maka kalor juga bisa

dipindahkan melalui ruang vakum. Pada praktikum ini, kalor yang

dipindahkan melalui media wadah yang digunakan untuk mengeringkan.

Mekanisme ini disebut radiasi elektromagnetik. Radiasi elektromagnetik

yang dihasilkan oleh perbedaan temperatur disebut radiasi termal

(Yunus, 2009).

Dasar proses pengeringan adalah terjadi penguapan air ke udara

karena perbedaan kandungan uap air antara udara dan bahan yang

dikeringkan. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengeringan ada 2

golongan yaitu faktor yang berhubungan dengan udara pengering seperti

suhu, kecepatan udara, kelembapan, dimana makin tinggi udara pengering

makin cepat pula proses pengeringan berlangsung dan faktor yang

berhubungan dengan bahan yang dikeringkan seperti ukuran bahan, kadar

air awal bahan (Dwiyanti, 2010).

Page 4: ACARA III Transfer Massa Uap Air

Porositas adalah ukuran seberapa besar ruang kosong yang ada

dalam suatu material. Biasanya didefinisikan dengan satuan persentase.

Porositas secara tidak langsung berhubungan dengan luas permukaan.

Semakin tinggi porositas bahan maka akan semakin rendah laju transfer

massa uap air. Hal ini dikarenakan semakin banyaknya ruang kosong

menyebabkan semakin besarnya luas permukaan sehingga membutuhkan

waktu pengeringan yang lebih lama (Anonim1, 2013).

Adapun pemilihan kondisi pengeringan, sesuai dengan produk

dan bahan yang digunakan. Contohnya ialah makanan kering: kopi, susu,

kismis, sultana, dan buah-buahan lainnya, pasta, tepung (termasuk roti

campuran), kacang-kacangan, kacang-kacangan, kacang-kacangan, sereal

sarapan, teh dan rempah-rempah; bahan kering: telur bubuk, perasa &

pewarna, laktosa, sukrosa atau fruktosa bubuk, enzim & ragi. Pengeringan

pada bahan makanan tersebut melibatkan aplikasi simultan panas &

penghapusan kelembaban dari makanan (kecuali untuk dehidrasi osmotik).

Tingkat kontrol faktor makanan kering, berhubungan dengan kondisi

pengolahan, sifat makanan dan desain kering. Dalam hal ini, ubi kayu

termasuk makanan kering yang dikeringkan dengan proses tertentu

(Greensmith, 1998).

Salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam penentuan umur

simpan adalah transfer uap air dari pertukaran uap air diantara makanan

dan lingkungan. Produk pangan dapat bersifat higroskopis, yaitu dapat

menyerap uap air dari udara sekelilingnya (adsoprsi) dan juga sebaliknya

dapat melepaskan sebagian air yang dikandungnya ke udara (desorpsi).

Transfer uap air dapat menyebabkan perubahannya yang tidak dinginkan

tergantung pada karakteristik produk (Fauzi, 2006).

Ketika kadar air dihilangkan dari makanan, hendaknya memiliki

media untuk reaksi yang baik untuk reaksi kimianya. Dengan demikian,

Reaksi kimia yang paling penurunan tingkat sebagai kadar air menurun.

Reaktan pertama dalam pengeringan mulai berkonsentrasi sehingga laju

reaksi awal dapat meningkatkan. Untuk mencegah hal ini, suhu tetap

Page 5: ACARA III Transfer Massa Uap Air

rendah selama proses tersebut, agar laju hilangnya air tidak terlalu besar.

Tingkat pengeringan atau Konsentrasi yang terbaik diwakili oleh faktor

yang menggambarkan aktifitas air dalam makanan (Gibbons, 1979).

Ketika pengeringan, terjadilah perpindahan massa. Proses

perpindahan massa sangat penting dalam bidang ilmu pengetahuan dan

teknik. Perpindahan massa terjadi pada komponen dalam campuran

berpindah dalam fase yang sama atau dari fase satu ke fase yang lain

karena adanya perbedaan konsentrasi. Perpindahan massa dapat dijumpai

dalam kehidupan sehari-hari, sebagai contoh gula yang dimasukkkan

dalam kopi yang akhirnya larut dan mendifusi ke seluruh bagian larutan

(Welasih, 2006).

Perpindahan massa juga didasari oleh perpindahan panas. Prinsip

dasar proses pengeringan adalah terjadinya pengurangan kadar air atau

penguapan kadar air oleh udara karena perbedaan kandungan uap air

antara udara sekeliling dan bahan yang dikeringkan. Penguapan ini terjadi

karena kandungan air diudara mempunyai kelembapan yang cukup rendah.

Pada saat proses pengeringan, akan berlangsung beberapa proses yaitu

proses perpindahan massa (perpindahan massa uap air atau pengalihan

kelembaban dari permukaan bahan ke sekeliling udara), proses

perpindahan panas (akibat penambahan (perpindahan) energi panas

terjadilah proses penguapan air dari dalam bahan ke permukaan bahan atau

proses perubahan fasa cair menjadi fasa uap) (Yuliati, 2012).

Tidak ada tingkat konstan pengeringan periode karena sebagian

besar tanaman menunjukkan tingkat konstan pengeringan karakteristik

pada kadar air kritis mereka Oleh karena kakao tidak terkecuali. Namun,

Bravo dan McGaw (1982) dan Baryeh (1985) menyatakan bahwa coklat

menunjukkan perilaku laju konstan selama pengeringan, dari kadar air 70-

100% db, namun awal kadar air tidak sampai ke kisaran ini. Pada tingkat

jatuh periode gerakan kelembaban dalam tanaman ke permukaan diatur

oleh difusi karena bahan ini tidak lagi jenuh dengan air (Chinenye, 2010).

Page 6: ACARA III Transfer Massa Uap Air

Setelah equilibrium awal fase, pengeringan partikel padat basah

hasil pada tingkat yang konstan sampai cairan massa basah tercapai, di

bawah ini yang tingkat pengeringan semakin berkurang, yaitu pengeringan

hasil pada tingkat jatuh. Dalam konteks ini, pengeringan Tingkat

didefinisikan sebagai laju kehilangan massa karena penguapan cairan per

satuan luas permukaan pengeringan (Berggren, 2001).

III. Metode

a. Alat dan Bahan

1. Ubi kayu

2. Pisau

3. Timbangan

4. Baskom

5. Pemarut

6. Pemotong

7. Pengering (Cabinet dryer)

Page 7: ACARA III Transfer Massa Uap Air

b. Cara Kerja

Ubi kayu

Dikupas

Ditimbang 400 gr,

sebanyak 2 bagian

Ubi kayu 1 Ubi kayu 2

Diiris dengan

tebal 3 cm

Digiling

Diambil masing-

masing 300 gr

Dihamparkan pada

rak pengering

Dikeringkan pada suhu

700 selama 2 jam

Ditimbang tiap 30

menit

Ditentukan laju transfer

massa uap airnya

Page 8: ACARA III Transfer Massa Uap Air

IV. Hasil dan Pembahasan

a. Tabel 3.1 Transfer Massa Uap Air Ubi Kayu Selama Pengeringan

Waktu

Pengeringan

Jumlah air yang diuapkan

(gr H2O)

Laju transfer massa uap air

(gr H2O/jam)

Ubi kayu rajang Ubi kayu parut Ubi kayu rajang Ubi kayu parut

0,5 jam 48,3 41,4 96,6 82,8

1 jam 90,1 55,9 180,2 111,8

1,5 jam 38,0 54,4 76,0 108,8

2 jam 12,5 31,0 25,0 62,0

Sumber : Laporan sementara

b. Pembahasan

Pengeringan pangan berarti pemindahan air dengan sengaja dari

bahan pangan. Pada kebanyakan peristiwa, pengeringan berlangsung

dengan penguapan air yang terdapat di dalam bahan pangan. Proses yang

terjadi selama pengeringan adalah proses perpindahan panas dan proses

perpindahan massa.

Dalam percobaan ini, dilakukan pengeringan dengan menggunakan

alat cabinet dryer. Masing-masing bahan, yaitu 300 gr ubi kayu dan 300 gr

ubi rajang dihamparkan pada rak pengering dan dikeringkan dalam cabinet

dryer selama 2 jam. Setiap 30 menit dilakukan penimbangan pada ubi kayu

dan ubi raja yang dikeringkan.

Pada ubi kayu rajang, setelah dikeringkan selama 30 menit

pertama, massa ubi kayu rajang menjadi 251,7 gr. Sebanyak 48,3 gr H20

telah diuapkan dan memiliki laju transfer massa sebesar 96,6 gr H20/jam.

Setelah dikeringkan selama 30 menit kedua, massa ubi kayu rajang

menjadi 161,6 gr. Sebanyak 90,1 gr H20 telah diuapkan dan memiliki laju

transfer massa uap air sebesar 180,2 gr H20/jam. Setelah dikeringkan

selama 30 menit ketiga, massa ubi kayu rajang menjadi 123,6 gr. Sebanyak

38 gr H20 telah diuapkan dan memiliki laju transfer massa uap air sebesar

76 gr H20/jam. Setelah dikeringkan selama 30 menit keempat, massa ubi

Page 9: ACARA III Transfer Massa Uap Air

kayu rajang menjadi 111,1 gr. Sebanyak 12,5 gr H20 telah diuapkan dan

memiliki laju transfer massa uap air sebesar 25 gr H20/jam.

Pada ubi kayu parut, setelah dikeringkan selama 30 menit pertama,

massa ubi kayu parut menjadi 258,6 gr. Sebanyak 41,4 gr H20 telah

diuapkan dan memiliki laju transfer massa sebesar 82,8 gr H20/jam.

Setelah dikeringkan selama 30 menit kedua, massa ubi kayu parut menjadi

202,7 gr. Sebanyak 55,9 gr H20 telah diuapkan dan memiliki laju transfer

massa uap air sebesar 111,8 gr H20/jam. Setelah dikeringkan selama 30

menit ketiga, massa ubi kayu parut menjadi 148,3 gr. Sebanyak 54,4 gr

H20 telah diuapkan dan memiliki laju transfer massa uap air sebesar 108,8

gr H20/jam. Setelah dikeringkan selama 30 menit keempat, massa ubi kayu

parut menjadi 117,3 gr. Sebanyak 31 gr H20 telah diuapkan dan memiliki

laju transfer massa uap air sebesar 62 gr H20/jam.

Faktor-faktor yang mempengaruhi laju transfer massa uap air

selama pengeringan menurut Dwiyanti (2010) antara lain ada 2 faktor.

Faktor yang pertama berhubungan dengan udara pengering seperti suhu,

kecepatan udara, kelembapan; dan faktor yang kedua berhubungan dengan

bahan yang dikeringkan seperti ukuran bahan (ketebalan bahan), kadar air

bahan. Selain itu juga dipengaruhi oleh porositas bahan.

Pada proses pengeringan, sering dijumpai adanya variasi jumlah

kadar air pada bahan. Yang mana variasi kadar air ini akan mempengaruhi

lamanya proses pengeringan. Semakin tinggi kadar air bahan, semakin

lama pula waktu pengeringan sehingga laju transfer massa uap airnya

rendah. Sedangkan semakin rendah kadar air bahan, semakin singkat pula

waktu pengeringan sehingga laju transfer massa uap airnya tinggi. Oleh

karena itu, perlu diketahui berapa persen kadar air pada bahan saat basah

dan pada saat kering. Selain itu, ketebalan bahan sangatlah berpengaruh

terhadap laju transfer, karena semakin tebal bahan maka laju transfer

massa uap airnya akan semakin lambat dan hal ini berlaku sebaliknya.

Suhu pengeringan yang semakin tinggi dan kecepatan aliran udara

pengering semakin cepat akan mengakibatkan proses pengeringan

Page 10: ACARA III Transfer Massa Uap Air

berlangsung lebih cepat. Semakin tinggi suhu udara pengering semakin

besar energi panas yang dibawa udara. Oleh karena itu akan semakin

banyak jumlah massa cairan yang diuapkan dari permukaan bahan yang

dikeringkan.

Air menguap melalui permukaan bahan, sedangkan air yang ada di

bagian tengah akan merembes ke bagian permukaan dan kemudian

menguap. Pemotongan atau penghalusan akan memperluas permukaan

bahan dan permukaan yang luas dapat berhubungan dengan medium

pemanasan sehingga air mudah keluar. Selain itu, partikel-partikel kecil

atau lapisan yang tipis mengurangi jarak dimana panas harus bergerak

sampai ke pusat bahan. Potongan kecil juga akan mengurangi jarak

melalui massa air dari pusat bahan yang harus keluar ke permukaan bahan

dan kemudian keluar dari bahan tersebut.

Definisi porositas (Anonim1, 2013) adalah ukuran seberapa besar

ruang kosong yang ada dalam suatu material. Biasanya didefinisikan

dengan satuan persentase. Porositas secara tidak langsung berhubungan

dengan luas permukaan. Semakin tinggi porositas bahan maka akan

semakin rendah laju transfer massa uap air. Hal ini dikarenakan semakin

banyaknya ruang kosong menyebabkan semakin besarnya luas permukaan

sehingga membutuhkan waktu pengeringan yang lebih lama.

Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan, ubi kayu rajang

memiliki laju transfer massa uap air yang lebih tinggi daripada ubi kayu

parut. Hal ini dikarenakan ukuran permukaan ubi kayu rajang yang lebih

luas daripada permukaan ubi kayu parut sehingga menyebabkan air lebih

mudah keluar. Selain itu, bentuk potongan kecil berupa lapisan yang tipis

dari ubi kayu rajang dapat mengurangi jarak dimana panas harus bergerak

sampai ke pusat bahan. Pada percobaan yang dilakukan, luas penampang

pada ubi kayu parut lebih besar dan halus, juga porositas atau volume

rongga lebih besar.

Pada percobaan yang dilakukan, hasil yang didapat menyimpang

dari teori yang ada, yaitu laju transfer massa uap air bahan yang dirajang

Page 11: ACARA III Transfer Massa Uap Air

lebih besar bila dibandingkan dengan ubi kayu yang diparut. Pada

percobaan ubi kayu yang dirajang memiliki ketebalan yang lebih besar bila

dibandingkan dengan ubi kayu yang parut. Penyimpangan ini disebabkan

pada saat percobaan, bahan yang diparut kemudian di gumpalkan agar

mudah diletakkan di dalam rak pengering. Namun dalam penggumpalan

ubi kayu parut dilakukan terlalu tebal sehingga pada saat proses penguapan

air membutuhkan waktu yang lebih lama. Hal ini dikarenakan air yang

menjadi sulit keluar dari bahan yang menggumpal dan mengakibatkan laju

transfer uap air bahan yang diparut menjadi kecil.

0

20

40

60

80

100

120

140

160

180

200

0.5 1 1.5 2

Laju

tra

nsf

er m

assa

uap

air

(gr

H2O

/jam

)

waktu pengeringan (jam)

ubi kayu rajang

ubi kayu parut

Gambar 3.1 Grafik hubungan antara waktu pengeringan dan laju transfer

massa uap air

Dari Gambar 3.1 dapat dilihat bahwa baik pada Ubi kayu Rajang

maupun pada Ubi kayu Parut, grafik hubungan antara waktu dan laju

transfer massa uap air menunjukkan penurunan. Hal ini menunjukkan

bahwa kadar air bahan semakin berkurang seiring dengan semakin

lamanya waktu pengeringan. Sehingga semakin lama waktu pengeringan,

maka laju transfer massa uap air akan semakin lambat (menurun) karena

semakin sedikit gram air dalam bahan yang harus diuapkan.

Page 12: ACARA III Transfer Massa Uap Air

V. Kesimpulan

1. Rata-rata laju transfer massa uap air ubi kayu rajang pada pengeringan

selama 2 jam adalah sebesar 94,45 gr H2O/jam.

2. Rata-rata laju transfer massa uap air ubi kayu parut pada pengeringan

selama 2 jam adalah sebesar 91,35 gr H2O/jam.

3. Berdasarkan percobaan, rata-rata laju transfer massa uap air ubi kayu

rajang pada pengeringan selama 2 jam lebih besar dari pada rata-rata laju

transfer massa uap air ubi kayu parut pada pengeringan selama 2 jam.

4. Berdasarkan teori, rata-rata laju transfer massa uap air ubi kayu rajang

pada pengeringan selama 2 jam lebih kecil dari pada rata-rata laju transfer

massa uap air ubi kayu parut pada pengeringan selama 2 jam.

5. Faktor yang mempengaruhi penyimpangan hasil pada percobaan yaitu

pada saat percobaan bahan yang diparut lalu di gumpalkan agar mudah

diletakkan di dalam rak pengering, namun dalam menggumpalkan bahan

terlalu tebal sehingga pada saat penguapan air sulit keluar dari bahan dan

mengakibatkan laju transfer uap air bahan yang diparut menjadi kecil.

6. Laju transfer massa uap air dipengaruhi oleh faktor kadar air bahan, suhu

pengeringan, waktu pengeringan, ketebalan bahan dan porositas bahan.

7. Semakin lama waktu pengeringan dan suhu pengeringan yang tinggi akan

mempercepat laju transfer massa uap air.

8. Ketebalan bahan sangatlah berpengaruh terhadap laju transfer, karena

semakin tebal bahan maka laju transfernya akan semakin lambat.

9. Semakin tinggi kadar air bahan, semakin lama pula waktu pengeringan

sehingga laju transfer massa uap airnya rendah.

10. Semakin tinggi porositas bahan maka akan semakin rendah laju transfer

massa uap air.

Page 13: ACARA III Transfer Massa Uap Air

DAFTAR PUSTAKA

Anonim1. 2013. Porosity. http://en.wikipedia.org/wiki/Porosity. Diakses 21 April

2013 jam 12:24 WIB.

Berggren, Jonas et Goran Alderborn. 2001. Effect of Drying Rate on Porosity and

Tableting Behavior of Cellulose Pellets. International Journal of

Pharmaceutics 227 (2001) : 81–96.

Chinenye, Ndukwu Macmanus, A.S. Ogunlowo, And O.J. Olukunle. 2010. Cocoa

Bean (Theobroma Cacao L.) Drying Kinetics. Chilean Journal Of

Agricultural Research 70(4):633-639 (October-December 2010).

Dwiyanti, Kristina dan Nia Maulia. 2010. Pengaruh Ukuran Partikel Terhadap

Laju Pengeringan Pupuk Za di Dalam Tray Dryer. Jurnal Teknik Kimia

Vol. 21. No.3,Institut Teknologi Sepuluh Nopember.

Eskin, N.A. Michael and David S. Robinson. 2000. Food Shelf Life Stability:

Chemical, Biochemical, and Microbiological. London: CRC PRESS.

Estürk, Okan, Yurtsever Soysal. 2010. Drying Properties And Quality Parameters

Of Dill Dried With Intermittent And Continuous Microwave-Convective

Air Treatments. Journal Of Research Article Agricultural Technologies,

Revised Form: 15 February 2010.

Fauzi, Iqbal. 2006. Skripsi: Evaluasi Permeansi Uap Air Pada Kemasan Fleksibel

dan Metode Penentuan Umur Simpan Wafer Stick Di Pt Arnott’s

Indonesia. Bekasi. Bogor: Institut Pertanian Bogor Press.

Gibbons, John H. 1979. Open Shelf-Life Dating of Food. Washington: U.S.

Government Printing Office.

Greensmith, M. 1998. Practical Dehydration 2nd Ed.: DRYING |

DEHYDRATION PRO. Woodhead: Cambridge.

Herawati, Heny. 2008. Penentuan Umur Simpan pada Produk Pangan. Jurnal

Litbang Pertanian, 27(4), 2008.

Irawan, Anton. 2011. Pengeringan. Semarang: Universitas Sultan Ageng

Tirtayasa Press.

Suriadi, I Gusti Agung Kade dan Made Ricki Murti. 2011. Kesetimbangan Energi

Termal dan Efisiensi Transien Pengering Aliran Alami Memanfaatkan

Kombinasi Dua Energi. Jurnal Teknik Industri, Vol. 12, No. 1, Februari

2011: 34–40.

Welasih, Tjatoer. 2006. Penentuan Koefisien Perpindahan Massa Liquid Solid

dalam Kolom Packed Bed dengan Metode Adsorpsi. Jurnal Teknik Kimia

Vol. 1 No. 1, September 2006.

Yuliati dan Hadi Santosa. 2012. Rancang Bangun Sistem Pengering Untuk

Pengrajin Kerupuk Ikan di Kenjeran. Prosiding Seminar Nasional Aplikasi

Page 14: ACARA III Transfer Massa Uap Air

Sains & Teknologi (SNAST) Periode III ISSN: 1979-911X Yogyakarta, 3

November 2012.

Yunus, Asyari Darami. 2009. Diktat Kuliah: Perpindahan Panas dan Massa.

Jakarta: Universitas Darma Persada Press.

Zhang, Zhijun and Ninghua Kong. 2012. Nonequilibrium Thermal Dynamic

Modeling of Porous Medium Vacuum Drying Process. Journal Research

Article of Mathematical Problems in Engineering Volume 2012, Article ID

347598, 22 pages Hindawi Publishing Corporation.

Page 15: ACARA III Transfer Massa Uap Air

LAMPIRAN

Perhitungan

Pada Ubi kayu Parut

1. t = 0,5 jam

a. Uap air yang diuapkan = berat awal – berat akhir

= 300 – 258,6

= 41,4 gr H2O

b. Laju transfer massa uap air =

=

= 82,8 gr H2O

2. t = 1 jam

a. Uap air yang diuapkan = berat awal – berat akhir

= 258,6 – 202,7

= 55,9 gr H2O

b. Laju transfer massa uap air =

=

= 111,8 gr H2O

3. t = 1,5 jam

a. Uap air yang diuapkan = berat awal – berat akhir

= 202,7 – 148,3

= 54,4 gr H2O

b. Laju transfer massa uap air =

=

= 108,8 gr H2O

Page 16: ACARA III Transfer Massa Uap Air

4. t = 2 jam

a. Uap air yang diuapkan = berat awal – berat akhir

= 148,3 – 117,3

= 31,0 gr H2O

b. Laju transfer massa uap air =

=

= 62,0 gr H2O

Pada Ubi kayu Rajang

1. t = 0,5 jam

a. Uap air yang diuapkan = berat awal – berat akhir

= 300 – 251,7

= 48,3 gr H2O

b. Laju transfer massa uap air =

=

= 96,6 gr H2O

2. t = 1 jam

a. Uap air yang diuapkan = berat awal – berat akhir

= 251,7 – 161,6

= 90,1 gr H2O

b. Laju transfer massa uap air =

=

= 180,2 gr H2O

3. t = 1,5 jam

Page 17: ACARA III Transfer Massa Uap Air

a. Uap air yang diuapkan = berat awal – berat akhir

= 161,6 – 123,6

= 38,0 gr H2O

b. Laju transfer massa uap air =

=

= 76,0 gr H2O

4. t = 2 jam

a. Uap air yang diuapkan = berat awal – berat akhir

= 123,6 – 111,1

= 12,5 gr H2O

b. Laju transfer massa uap air =

=

= 25,0 gr H2O