Upload
sophia-ip
View
396
Download
52
Embed Size (px)
DESCRIPTION
praktikum satop industri pangan acara III Transfer Massa Uap Air
Citation preview
ACARA III
TRANSFER MASSA UAP AIR SELAMA PENGERINGAN
I. Tujuan Praktikum
Mengetahui laju transfer massa uap air selama pengeringan.
II. Tinjauan Pustaka
a. Tinjauan Alat dan Bahan
Pada praktikum ini, digunakan alat yang bekerja sebagai
pengering bahan. Pengeringan adalah proses pembuangan air yang
terkandung pada material yang dikeringkan. Dalam hal ini, yang
dikeringkan ialah ubi kayu. Alat pengering disebut pula sebagai alat untuk
membuang kadar air sehingga makanan menjadi kering. Proses
pengeringan perlu fluida udara kering yang mampu menyerap air di dalam
material. Upaya untuk membuat udara kering dengan melakukan
pemanasan terhadap udara sebelum melintasi material yang dikeringkan.
Dengan kondisi tersebut, udara mampu menyerap air yang membasahi
material tersebut sampai kering dalam waktu yang lebih singkat
(Suriadi, 2011).
Adapun media lain pengering yang lebih modern ialah dengan
menggunakan mesin Porous media vakum pengeringan. Porous media
vakum pengeringan ini menggunakan teknik yang rumit dengan
pemanasan dan proses transfer massa namun pengoperasiannya lebih
mudah. Berdasarkan teori perpindahan panas dan massa, model ini
digabungkan untuk vakum media berpori pengeringan pada proses bahan.
Model ini diimplementasikan dan diselesaikan dengan menggunakan
software COMSOL, sehingga hasil dari pengeringan lebih akurat dan
canggih. Air tingkat penguapan ditentukan dengan menggunakan metode
non-ekuilibrium dengan parameter konstanta laju pengeringan (Kr)
(Zhang, 2012).
b. Tinjauan Teori
Pembekuan, pengalengan, dan pengeringan adalah tiga teknik
pengawetan makanan pokok digunakan saat ini. Baking roti, pembuatan es
krim, produksi buah, fermentasi yoghurt dan banyak hasil lainnya
dilakukan dengan cara tersebut. Teknik-teknik tersebut diklasifikasikan
sebagai manufaktur karena tujuan utama mereka adalah penciptaan
makanan baru produk. Pembekuan, pengeringan, dan pengalengan
digunakan untuk melindungi semua makanan (pertanian mentah
menghasilkan serta makanan diproduksi) dari mikroba, kimia, atau fisik
pembusukan selama berbulan-bulan (Eskin, 2000).
Menurut Komari, beberapa proses penanganan produk pangan
yang dapat menyebabkan terjadinya perubahan mutu adalah perlakuan
panas tinggi, pembekuan, pengemasan, pencampuran, serta pemompaan.
Pengeringan dapat memperpanjang umur simpan. Namun, pada proses
pengeringan perlu diperhatikan agar air yang keluar dari bahan tidak
merusak struktur jaringan, sehingga mutu bahan pangan dapat
dipertahankan (Herawati, 2008).
Dalam hal ini, praktikum menggunakan proses pengeringan untuk
mengetahui kadar air dalam bahan. Pengeringan adalah salah satu metode
pengolahan dan pengawetan makanan untuk mencegah pertumbuhan
mikroba dan menghambat timbulnya beberapa biokimia yang tidak
diinginkan dalam reaksi pada makanan. Namun pengeringan kondisi
termal menyebabkan kerusakan yang mempengaruhi fisik dan kimia sifat
dari produk negatif. Hal ini sangat penting untuk melindungi fisik dan
kimia sifat produk bagi konsumen ketika meningkatnya permintaan produk
menjaga olahan bahan seperti karakteristik aslinya (Estürk, 2010).
Adapun tujuan dilakukannya proses pengeringan adalah
memudahkan penanganan, mengurangi biaya trasportasi dan pengemasan,
mengawetkan bahan, meningkatkan nilai guna bahan serta dapat
memberikan hasil yang baik, mengurangi biaya korosi. Hal ini penting
untuk menghindari proses pengeringan lampau dan pengeringan yang
terlalu lama, karena kedua proses pengeringan ini akan meningkatkan
biaya operasi. Metodologi dan teknik pengeringan dapat dikatakan baik
apabila perpindahan massa dan energi pada proses pengeringan dapat
dikendalikan (Irawan, 2011).
Proses pengeringan pada prinsipnya menyangkut proses pindah
panas dan pindah massa yang terjadi secara bersamaan (simultan). Proses
perpindahan panas yang terjadi adalah dengan cara konveksi serta
perpindahan panas secara konduksi dan radiasi tetap terjadi dalam jumlah
yang relative kecil. Pertama-tama panas harus ditransfer dari medium
pemanas ke bahan. Selanjutnya setelah terjadi penguapan air, uap air yang
terbentuk harus dipindahkan melalui struktur bahan ke medium sekitarnya.
Proses ini akan menyangkut aliran fluida dengan cairan harus ditransfer
melalui struktur bahan selama proses pengeringan berlangsung. Panas
harus disediakan untuk menguapkan air dan air harus mendifusi melalui
berbagai macam tahanan agar dapat lepas dari bahan dan berbentuk uap air
yang bebas (Irawan, 2011).
Berbeda dengan perpindahan kalor konduksi dan konveksi
dimana perpindahan energi terjadi melalui media, maka kalor juga bisa
dipindahkan melalui ruang vakum. Pada praktikum ini, kalor yang
dipindahkan melalui media wadah yang digunakan untuk mengeringkan.
Mekanisme ini disebut radiasi elektromagnetik. Radiasi elektromagnetik
yang dihasilkan oleh perbedaan temperatur disebut radiasi termal
(Yunus, 2009).
Dasar proses pengeringan adalah terjadi penguapan air ke udara
karena perbedaan kandungan uap air antara udara dan bahan yang
dikeringkan. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengeringan ada 2
golongan yaitu faktor yang berhubungan dengan udara pengering seperti
suhu, kecepatan udara, kelembapan, dimana makin tinggi udara pengering
makin cepat pula proses pengeringan berlangsung dan faktor yang
berhubungan dengan bahan yang dikeringkan seperti ukuran bahan, kadar
air awal bahan (Dwiyanti, 2010).
Porositas adalah ukuran seberapa besar ruang kosong yang ada
dalam suatu material. Biasanya didefinisikan dengan satuan persentase.
Porositas secara tidak langsung berhubungan dengan luas permukaan.
Semakin tinggi porositas bahan maka akan semakin rendah laju transfer
massa uap air. Hal ini dikarenakan semakin banyaknya ruang kosong
menyebabkan semakin besarnya luas permukaan sehingga membutuhkan
waktu pengeringan yang lebih lama (Anonim1, 2013).
Adapun pemilihan kondisi pengeringan, sesuai dengan produk
dan bahan yang digunakan. Contohnya ialah makanan kering: kopi, susu,
kismis, sultana, dan buah-buahan lainnya, pasta, tepung (termasuk roti
campuran), kacang-kacangan, kacang-kacangan, kacang-kacangan, sereal
sarapan, teh dan rempah-rempah; bahan kering: telur bubuk, perasa &
pewarna, laktosa, sukrosa atau fruktosa bubuk, enzim & ragi. Pengeringan
pada bahan makanan tersebut melibatkan aplikasi simultan panas &
penghapusan kelembaban dari makanan (kecuali untuk dehidrasi osmotik).
Tingkat kontrol faktor makanan kering, berhubungan dengan kondisi
pengolahan, sifat makanan dan desain kering. Dalam hal ini, ubi kayu
termasuk makanan kering yang dikeringkan dengan proses tertentu
(Greensmith, 1998).
Salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam penentuan umur
simpan adalah transfer uap air dari pertukaran uap air diantara makanan
dan lingkungan. Produk pangan dapat bersifat higroskopis, yaitu dapat
menyerap uap air dari udara sekelilingnya (adsoprsi) dan juga sebaliknya
dapat melepaskan sebagian air yang dikandungnya ke udara (desorpsi).
Transfer uap air dapat menyebabkan perubahannya yang tidak dinginkan
tergantung pada karakteristik produk (Fauzi, 2006).
Ketika kadar air dihilangkan dari makanan, hendaknya memiliki
media untuk reaksi yang baik untuk reaksi kimianya. Dengan demikian,
Reaksi kimia yang paling penurunan tingkat sebagai kadar air menurun.
Reaktan pertama dalam pengeringan mulai berkonsentrasi sehingga laju
reaksi awal dapat meningkatkan. Untuk mencegah hal ini, suhu tetap
rendah selama proses tersebut, agar laju hilangnya air tidak terlalu besar.
Tingkat pengeringan atau Konsentrasi yang terbaik diwakili oleh faktor
yang menggambarkan aktifitas air dalam makanan (Gibbons, 1979).
Ketika pengeringan, terjadilah perpindahan massa. Proses
perpindahan massa sangat penting dalam bidang ilmu pengetahuan dan
teknik. Perpindahan massa terjadi pada komponen dalam campuran
berpindah dalam fase yang sama atau dari fase satu ke fase yang lain
karena adanya perbedaan konsentrasi. Perpindahan massa dapat dijumpai
dalam kehidupan sehari-hari, sebagai contoh gula yang dimasukkkan
dalam kopi yang akhirnya larut dan mendifusi ke seluruh bagian larutan
(Welasih, 2006).
Perpindahan massa juga didasari oleh perpindahan panas. Prinsip
dasar proses pengeringan adalah terjadinya pengurangan kadar air atau
penguapan kadar air oleh udara karena perbedaan kandungan uap air
antara udara sekeliling dan bahan yang dikeringkan. Penguapan ini terjadi
karena kandungan air diudara mempunyai kelembapan yang cukup rendah.
Pada saat proses pengeringan, akan berlangsung beberapa proses yaitu
proses perpindahan massa (perpindahan massa uap air atau pengalihan
kelembaban dari permukaan bahan ke sekeliling udara), proses
perpindahan panas (akibat penambahan (perpindahan) energi panas
terjadilah proses penguapan air dari dalam bahan ke permukaan bahan atau
proses perubahan fasa cair menjadi fasa uap) (Yuliati, 2012).
Tidak ada tingkat konstan pengeringan periode karena sebagian
besar tanaman menunjukkan tingkat konstan pengeringan karakteristik
pada kadar air kritis mereka Oleh karena kakao tidak terkecuali. Namun,
Bravo dan McGaw (1982) dan Baryeh (1985) menyatakan bahwa coklat
menunjukkan perilaku laju konstan selama pengeringan, dari kadar air 70-
100% db, namun awal kadar air tidak sampai ke kisaran ini. Pada tingkat
jatuh periode gerakan kelembaban dalam tanaman ke permukaan diatur
oleh difusi karena bahan ini tidak lagi jenuh dengan air (Chinenye, 2010).
Setelah equilibrium awal fase, pengeringan partikel padat basah
hasil pada tingkat yang konstan sampai cairan massa basah tercapai, di
bawah ini yang tingkat pengeringan semakin berkurang, yaitu pengeringan
hasil pada tingkat jatuh. Dalam konteks ini, pengeringan Tingkat
didefinisikan sebagai laju kehilangan massa karena penguapan cairan per
satuan luas permukaan pengeringan (Berggren, 2001).
III. Metode
a. Alat dan Bahan
1. Ubi kayu
2. Pisau
3. Timbangan
4. Baskom
5. Pemarut
6. Pemotong
7. Pengering (Cabinet dryer)
b. Cara Kerja
Ubi kayu
Dikupas
Ditimbang 400 gr,
sebanyak 2 bagian
Ubi kayu 1 Ubi kayu 2
Diiris dengan
tebal 3 cm
Digiling
Diambil masing-
masing 300 gr
Dihamparkan pada
rak pengering
Dikeringkan pada suhu
700 selama 2 jam
Ditimbang tiap 30
menit
Ditentukan laju transfer
massa uap airnya
IV. Hasil dan Pembahasan
a. Tabel 3.1 Transfer Massa Uap Air Ubi Kayu Selama Pengeringan
Waktu
Pengeringan
Jumlah air yang diuapkan
(gr H2O)
Laju transfer massa uap air
(gr H2O/jam)
Ubi kayu rajang Ubi kayu parut Ubi kayu rajang Ubi kayu parut
0,5 jam 48,3 41,4 96,6 82,8
1 jam 90,1 55,9 180,2 111,8
1,5 jam 38,0 54,4 76,0 108,8
2 jam 12,5 31,0 25,0 62,0
Sumber : Laporan sementara
b. Pembahasan
Pengeringan pangan berarti pemindahan air dengan sengaja dari
bahan pangan. Pada kebanyakan peristiwa, pengeringan berlangsung
dengan penguapan air yang terdapat di dalam bahan pangan. Proses yang
terjadi selama pengeringan adalah proses perpindahan panas dan proses
perpindahan massa.
Dalam percobaan ini, dilakukan pengeringan dengan menggunakan
alat cabinet dryer. Masing-masing bahan, yaitu 300 gr ubi kayu dan 300 gr
ubi rajang dihamparkan pada rak pengering dan dikeringkan dalam cabinet
dryer selama 2 jam. Setiap 30 menit dilakukan penimbangan pada ubi kayu
dan ubi raja yang dikeringkan.
Pada ubi kayu rajang, setelah dikeringkan selama 30 menit
pertama, massa ubi kayu rajang menjadi 251,7 gr. Sebanyak 48,3 gr H20
telah diuapkan dan memiliki laju transfer massa sebesar 96,6 gr H20/jam.
Setelah dikeringkan selama 30 menit kedua, massa ubi kayu rajang
menjadi 161,6 gr. Sebanyak 90,1 gr H20 telah diuapkan dan memiliki laju
transfer massa uap air sebesar 180,2 gr H20/jam. Setelah dikeringkan
selama 30 menit ketiga, massa ubi kayu rajang menjadi 123,6 gr. Sebanyak
38 gr H20 telah diuapkan dan memiliki laju transfer massa uap air sebesar
76 gr H20/jam. Setelah dikeringkan selama 30 menit keempat, massa ubi
kayu rajang menjadi 111,1 gr. Sebanyak 12,5 gr H20 telah diuapkan dan
memiliki laju transfer massa uap air sebesar 25 gr H20/jam.
Pada ubi kayu parut, setelah dikeringkan selama 30 menit pertama,
massa ubi kayu parut menjadi 258,6 gr. Sebanyak 41,4 gr H20 telah
diuapkan dan memiliki laju transfer massa sebesar 82,8 gr H20/jam.
Setelah dikeringkan selama 30 menit kedua, massa ubi kayu parut menjadi
202,7 gr. Sebanyak 55,9 gr H20 telah diuapkan dan memiliki laju transfer
massa uap air sebesar 111,8 gr H20/jam. Setelah dikeringkan selama 30
menit ketiga, massa ubi kayu parut menjadi 148,3 gr. Sebanyak 54,4 gr
H20 telah diuapkan dan memiliki laju transfer massa uap air sebesar 108,8
gr H20/jam. Setelah dikeringkan selama 30 menit keempat, massa ubi kayu
parut menjadi 117,3 gr. Sebanyak 31 gr H20 telah diuapkan dan memiliki
laju transfer massa uap air sebesar 62 gr H20/jam.
Faktor-faktor yang mempengaruhi laju transfer massa uap air
selama pengeringan menurut Dwiyanti (2010) antara lain ada 2 faktor.
Faktor yang pertama berhubungan dengan udara pengering seperti suhu,
kecepatan udara, kelembapan; dan faktor yang kedua berhubungan dengan
bahan yang dikeringkan seperti ukuran bahan (ketebalan bahan), kadar air
bahan. Selain itu juga dipengaruhi oleh porositas bahan.
Pada proses pengeringan, sering dijumpai adanya variasi jumlah
kadar air pada bahan. Yang mana variasi kadar air ini akan mempengaruhi
lamanya proses pengeringan. Semakin tinggi kadar air bahan, semakin
lama pula waktu pengeringan sehingga laju transfer massa uap airnya
rendah. Sedangkan semakin rendah kadar air bahan, semakin singkat pula
waktu pengeringan sehingga laju transfer massa uap airnya tinggi. Oleh
karena itu, perlu diketahui berapa persen kadar air pada bahan saat basah
dan pada saat kering. Selain itu, ketebalan bahan sangatlah berpengaruh
terhadap laju transfer, karena semakin tebal bahan maka laju transfer
massa uap airnya akan semakin lambat dan hal ini berlaku sebaliknya.
Suhu pengeringan yang semakin tinggi dan kecepatan aliran udara
pengering semakin cepat akan mengakibatkan proses pengeringan
berlangsung lebih cepat. Semakin tinggi suhu udara pengering semakin
besar energi panas yang dibawa udara. Oleh karena itu akan semakin
banyak jumlah massa cairan yang diuapkan dari permukaan bahan yang
dikeringkan.
Air menguap melalui permukaan bahan, sedangkan air yang ada di
bagian tengah akan merembes ke bagian permukaan dan kemudian
menguap. Pemotongan atau penghalusan akan memperluas permukaan
bahan dan permukaan yang luas dapat berhubungan dengan medium
pemanasan sehingga air mudah keluar. Selain itu, partikel-partikel kecil
atau lapisan yang tipis mengurangi jarak dimana panas harus bergerak
sampai ke pusat bahan. Potongan kecil juga akan mengurangi jarak
melalui massa air dari pusat bahan yang harus keluar ke permukaan bahan
dan kemudian keluar dari bahan tersebut.
Definisi porositas (Anonim1, 2013) adalah ukuran seberapa besar
ruang kosong yang ada dalam suatu material. Biasanya didefinisikan
dengan satuan persentase. Porositas secara tidak langsung berhubungan
dengan luas permukaan. Semakin tinggi porositas bahan maka akan
semakin rendah laju transfer massa uap air. Hal ini dikarenakan semakin
banyaknya ruang kosong menyebabkan semakin besarnya luas permukaan
sehingga membutuhkan waktu pengeringan yang lebih lama.
Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan, ubi kayu rajang
memiliki laju transfer massa uap air yang lebih tinggi daripada ubi kayu
parut. Hal ini dikarenakan ukuran permukaan ubi kayu rajang yang lebih
luas daripada permukaan ubi kayu parut sehingga menyebabkan air lebih
mudah keluar. Selain itu, bentuk potongan kecil berupa lapisan yang tipis
dari ubi kayu rajang dapat mengurangi jarak dimana panas harus bergerak
sampai ke pusat bahan. Pada percobaan yang dilakukan, luas penampang
pada ubi kayu parut lebih besar dan halus, juga porositas atau volume
rongga lebih besar.
Pada percobaan yang dilakukan, hasil yang didapat menyimpang
dari teori yang ada, yaitu laju transfer massa uap air bahan yang dirajang
lebih besar bila dibandingkan dengan ubi kayu yang diparut. Pada
percobaan ubi kayu yang dirajang memiliki ketebalan yang lebih besar bila
dibandingkan dengan ubi kayu yang parut. Penyimpangan ini disebabkan
pada saat percobaan, bahan yang diparut kemudian di gumpalkan agar
mudah diletakkan di dalam rak pengering. Namun dalam penggumpalan
ubi kayu parut dilakukan terlalu tebal sehingga pada saat proses penguapan
air membutuhkan waktu yang lebih lama. Hal ini dikarenakan air yang
menjadi sulit keluar dari bahan yang menggumpal dan mengakibatkan laju
transfer uap air bahan yang diparut menjadi kecil.
0
20
40
60
80
100
120
140
160
180
200
0.5 1 1.5 2
Laju
tra
nsf
er m
assa
uap
air
(gr
H2O
/jam
)
waktu pengeringan (jam)
ubi kayu rajang
ubi kayu parut
Gambar 3.1 Grafik hubungan antara waktu pengeringan dan laju transfer
massa uap air
Dari Gambar 3.1 dapat dilihat bahwa baik pada Ubi kayu Rajang
maupun pada Ubi kayu Parut, grafik hubungan antara waktu dan laju
transfer massa uap air menunjukkan penurunan. Hal ini menunjukkan
bahwa kadar air bahan semakin berkurang seiring dengan semakin
lamanya waktu pengeringan. Sehingga semakin lama waktu pengeringan,
maka laju transfer massa uap air akan semakin lambat (menurun) karena
semakin sedikit gram air dalam bahan yang harus diuapkan.
V. Kesimpulan
1. Rata-rata laju transfer massa uap air ubi kayu rajang pada pengeringan
selama 2 jam adalah sebesar 94,45 gr H2O/jam.
2. Rata-rata laju transfer massa uap air ubi kayu parut pada pengeringan
selama 2 jam adalah sebesar 91,35 gr H2O/jam.
3. Berdasarkan percobaan, rata-rata laju transfer massa uap air ubi kayu
rajang pada pengeringan selama 2 jam lebih besar dari pada rata-rata laju
transfer massa uap air ubi kayu parut pada pengeringan selama 2 jam.
4. Berdasarkan teori, rata-rata laju transfer massa uap air ubi kayu rajang
pada pengeringan selama 2 jam lebih kecil dari pada rata-rata laju transfer
massa uap air ubi kayu parut pada pengeringan selama 2 jam.
5. Faktor yang mempengaruhi penyimpangan hasil pada percobaan yaitu
pada saat percobaan bahan yang diparut lalu di gumpalkan agar mudah
diletakkan di dalam rak pengering, namun dalam menggumpalkan bahan
terlalu tebal sehingga pada saat penguapan air sulit keluar dari bahan dan
mengakibatkan laju transfer uap air bahan yang diparut menjadi kecil.
6. Laju transfer massa uap air dipengaruhi oleh faktor kadar air bahan, suhu
pengeringan, waktu pengeringan, ketebalan bahan dan porositas bahan.
7. Semakin lama waktu pengeringan dan suhu pengeringan yang tinggi akan
mempercepat laju transfer massa uap air.
8. Ketebalan bahan sangatlah berpengaruh terhadap laju transfer, karena
semakin tebal bahan maka laju transfernya akan semakin lambat.
9. Semakin tinggi kadar air bahan, semakin lama pula waktu pengeringan
sehingga laju transfer massa uap airnya rendah.
10. Semakin tinggi porositas bahan maka akan semakin rendah laju transfer
massa uap air.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim1. 2013. Porosity. http://en.wikipedia.org/wiki/Porosity. Diakses 21 April
2013 jam 12:24 WIB.
Berggren, Jonas et Goran Alderborn. 2001. Effect of Drying Rate on Porosity and
Tableting Behavior of Cellulose Pellets. International Journal of
Pharmaceutics 227 (2001) : 81–96.
Chinenye, Ndukwu Macmanus, A.S. Ogunlowo, And O.J. Olukunle. 2010. Cocoa
Bean (Theobroma Cacao L.) Drying Kinetics. Chilean Journal Of
Agricultural Research 70(4):633-639 (October-December 2010).
Dwiyanti, Kristina dan Nia Maulia. 2010. Pengaruh Ukuran Partikel Terhadap
Laju Pengeringan Pupuk Za di Dalam Tray Dryer. Jurnal Teknik Kimia
Vol. 21. No.3,Institut Teknologi Sepuluh Nopember.
Eskin, N.A. Michael and David S. Robinson. 2000. Food Shelf Life Stability:
Chemical, Biochemical, and Microbiological. London: CRC PRESS.
Estürk, Okan, Yurtsever Soysal. 2010. Drying Properties And Quality Parameters
Of Dill Dried With Intermittent And Continuous Microwave-Convective
Air Treatments. Journal Of Research Article Agricultural Technologies,
Revised Form: 15 February 2010.
Fauzi, Iqbal. 2006. Skripsi: Evaluasi Permeansi Uap Air Pada Kemasan Fleksibel
dan Metode Penentuan Umur Simpan Wafer Stick Di Pt Arnott’s
Indonesia. Bekasi. Bogor: Institut Pertanian Bogor Press.
Gibbons, John H. 1979. Open Shelf-Life Dating of Food. Washington: U.S.
Government Printing Office.
Greensmith, M. 1998. Practical Dehydration 2nd Ed.: DRYING |
DEHYDRATION PRO. Woodhead: Cambridge.
Herawati, Heny. 2008. Penentuan Umur Simpan pada Produk Pangan. Jurnal
Litbang Pertanian, 27(4), 2008.
Irawan, Anton. 2011. Pengeringan. Semarang: Universitas Sultan Ageng
Tirtayasa Press.
Suriadi, I Gusti Agung Kade dan Made Ricki Murti. 2011. Kesetimbangan Energi
Termal dan Efisiensi Transien Pengering Aliran Alami Memanfaatkan
Kombinasi Dua Energi. Jurnal Teknik Industri, Vol. 12, No. 1, Februari
2011: 34–40.
Welasih, Tjatoer. 2006. Penentuan Koefisien Perpindahan Massa Liquid Solid
dalam Kolom Packed Bed dengan Metode Adsorpsi. Jurnal Teknik Kimia
Vol. 1 No. 1, September 2006.
Yuliati dan Hadi Santosa. 2012. Rancang Bangun Sistem Pengering Untuk
Pengrajin Kerupuk Ikan di Kenjeran. Prosiding Seminar Nasional Aplikasi
Sains & Teknologi (SNAST) Periode III ISSN: 1979-911X Yogyakarta, 3
November 2012.
Yunus, Asyari Darami. 2009. Diktat Kuliah: Perpindahan Panas dan Massa.
Jakarta: Universitas Darma Persada Press.
Zhang, Zhijun and Ninghua Kong. 2012. Nonequilibrium Thermal Dynamic
Modeling of Porous Medium Vacuum Drying Process. Journal Research
Article of Mathematical Problems in Engineering Volume 2012, Article ID
347598, 22 pages Hindawi Publishing Corporation.
LAMPIRAN
Perhitungan
Pada Ubi kayu Parut
1. t = 0,5 jam
a. Uap air yang diuapkan = berat awal – berat akhir
= 300 – 258,6
= 41,4 gr H2O
b. Laju transfer massa uap air =
=
= 82,8 gr H2O
2. t = 1 jam
a. Uap air yang diuapkan = berat awal – berat akhir
= 258,6 – 202,7
= 55,9 gr H2O
b. Laju transfer massa uap air =
=
= 111,8 gr H2O
3. t = 1,5 jam
a. Uap air yang diuapkan = berat awal – berat akhir
= 202,7 – 148,3
= 54,4 gr H2O
b. Laju transfer massa uap air =
=
= 108,8 gr H2O
4. t = 2 jam
a. Uap air yang diuapkan = berat awal – berat akhir
= 148,3 – 117,3
= 31,0 gr H2O
b. Laju transfer massa uap air =
=
= 62,0 gr H2O
Pada Ubi kayu Rajang
1. t = 0,5 jam
a. Uap air yang diuapkan = berat awal – berat akhir
= 300 – 251,7
= 48,3 gr H2O
b. Laju transfer massa uap air =
=
= 96,6 gr H2O
2. t = 1 jam
a. Uap air yang diuapkan = berat awal – berat akhir
= 251,7 – 161,6
= 90,1 gr H2O
b. Laju transfer massa uap air =
=
= 180,2 gr H2O
3. t = 1,5 jam
a. Uap air yang diuapkan = berat awal – berat akhir
= 161,6 – 123,6
= 38,0 gr H2O
b. Laju transfer massa uap air =
=
= 76,0 gr H2O
4. t = 2 jam
a. Uap air yang diuapkan = berat awal – berat akhir
= 123,6 – 111,1
= 12,5 gr H2O
b. Laju transfer massa uap air =
=
= 25,0 gr H2O