Upload
adit-widiyatmoko
View
211
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
Nama : Sandi
NIM : 09210141029
Prodi : Bahasa dan Sastra Indonesia/ Reguler(A)
Achdiat K Mihardja
Kota Garut, Jawa Barat, termasuk wilayah Priangan yang terkenal dengan "dodol
garut"nya. Di sanalah, tepatnya di desa Cibatu, sastrawan
intelektual Angkatan 45, Achdiat Karta Mihardja, dilahirkan
pada tanggal 6 Maret 1911. Ia dibesarkan dalam
lingkungan keluarga menak yang feodal. Ayahnya
bernama Kosasih Kartamiharja, seorang pejabat pangreh
praja di Jawa Barat. Achdiat rnenikah dengan Suprapti
pada bulan Juli 1938. Dari pernikahan itu, mereka
dikaruniai lima orang anak.
Ia memulai sekolah dasarnya di HIS (sekolah Belanda) di kota Bandung
dan tamat tahun 1925. Ia masuk ke AMS (sekolah Belanda setara SMA), bagian
Sastra dan Kebudayaan Timur, di kota Solo tahun 1932. Lalu, melanjutkan kuliah
di Universitas Indonesia di kota Jakarta. Ketika kuliah, ia pernah diajar oleh Prof.
Beerling dan Pastur Dr. Jacobs S.J., dosen Filsafat. Tahun 1956, dalam rangka
Colombo Plan, Achdiat mendapat kesempatan belajar bahasa dan sastra Inggris,
serta karang mengarang di Australia.
Tamat dari AMS, Achdiat sempat mengajar di Perguruan Nasional,
Taman Siswa, tetapi tidak lama. Tahun 1934 Ia beralih kerja menjadi anggota
redaksi Bintang Timur dan redaktur mingguan Paninjauan. Tahun 1941 Ia
menjadi redaktur Balai Pustaka. Pada zaman pendudukan Jepang, Achdiat
menjadi penerjemah di bagian siaran, radio Jakarta. Tahun 1946 ia memimpin
mingguan Gelombang Zaman dan Kemajuan Rakyat yang terbit di Garut
sekaligus menjadi anggota bagian penerangan penyelidik Divisi Siliwangi. Tahun
1948 Ia kembali bekerja sebagai redaktur Balai Pustaka. Tahun 1949 Ia menjadi
redaktur kebudayaan di berbagai majalah, seperti Spektra dan Pujangga Baru di
samping sebagai pembantu kebudayaan harian Indonesia Raya dan Konfrontasi.
Pada tahun 1951--1961, Ia dipercayai memegang jabatan Kepala Bagian Naskah
dan Majalah Jawatan Pendidikan Masyarakat Kementerian PPK.
Pada tahun 1951 Achdiat juga menjadi wakil ketua Organisasi Pengarang
Indonesia (OPI) dan anggota pengurus Badan Musyawarah Kebudayaan
Nasional (BMKN). Pada tahun itu juga, ia bertugas menjadi Ketua Seksi
Kesusastraan Badan Penasihat Siaran Radio Republik Indonesia (BPSR) dan
menjadi Ketua Pen-Club Internasional Sentrum Indonesia. Tahun 1954 Achdiat
menjabat ketua bagian naskah/majalah baru. Tahun 1959 ia menjadi anggota juri
Hadiah Berkala BMKN untuk kesusastraan. Tahun 1959--1961 Achdiat menjadi
dosen Sastra Indonesia Modern di Fakultas Sastra, Universitas Indonesia,
Jakarta. Pada tahun 196 1—1969 ia mendapat kesempatan untuk menjadi Lektor
Kepala (senior lecturer) di Australian National University (ANU) Canberra.
Achdiat tertarik pada sastra berawal dari rumahnya sendiri, ketika ia
masih kecil, masih di SD. Ayahnya adalah seorang penggemar sastra, terutama
sastra dunia. Ayahnya sering menceritakan kembali karya-karya yang telah
dibacanya kepada Achdiat. Lama-kelamaan, Achdiat kecil pun menjadi gemar
juga membaca buku-buku koleksi ayahnya itu. Ia pun ikut melahap buku-buku
sastra ayahnya itu. Dari koleksi ayahnya, ia telah membaca, antara lain, buku
karangan Dostojweski, Dumas, dan Multatuli. Buku Quo Vadis karya H.
Sinckiwicq, Alleen op de Wereld karya Hector Malot dan Genoveva karya C. von
Schimdt, bahkan telah dibacanya ketika kelas VI SD.
Hasilnya adalah tulisan-tulisan Achdiat yang lahir di kemudian hari, baik
itu yang berupa karya sastra maupun esai tentang sastra atau kebudayaan.
Novelnya yang berjudul Atheis adalah novel yang membawa namanya di deretan
pengarang novel terkemuka di Indonesia. Banyak pakar sastra yang
membicarakan novelnya itu, antara lain, Ajip Rosidi, Boen S. Oemarjati, A.
Teeuw, dan Jakob Sumardjo.
Sebagai seorang yang lahir dari keluarga Islam yang taat dan dibesarkan
dalam lingkungan Islam tradisional, Achdiat awalnya berhadapan dengan
kebudayaan Barat melalui pendidikan Belanda. Ia menyerap suasana religius
kehidupan pesantren dan menerima langsung kebudayaan Barat lewat bahasa
sumbernya. Jadi, ke belakang, ia melihat masa lalu yang tak dapat lepas dari
dogma agama, ke depan terbentang harapan tentang manusia Indonesia
mendatang yang tak dapat menghidar dari pengaruh kebudayaan Barat.
Tarik-menarik antara masa lalu yang religius dan kerap juga dogmatis,
dan masa depan yang cerah penuh pengharapan itu, kemudian dianggap
sebagai representasi pergulatan Timur—Barat. Atheis (1949) laksana buah
pemikiran dan kegelisahannya atas situasi zaman ketika bangsa ini berada
dalam masa transisi. Tokoh-tokoh yang ditampilkannya merepresentasikan
berbagai golongan masyarakat dalam menyikapi problem Timur—Barat yang
belum selesai dalam perdebatan Polemik Kebudayaan. Dalam perdebatan itu, ia
menolak feodalisme (kebudayaan Timur yang lapuk) dan menerima modernisme
dengan catatan.
Karya-Karya Achdiat Karta Mihardja:
a. Cerpen
(1) Kesan dan Kenangan (kump. cerpen). 1960. Jakarta: Balai Pustaka.
(2) Keretakan dan Ketegangan (kump. cerpen).1956. Jakarta: Balai Pustaka.
(3) Belitan Nasib (kump. cerpen). 1975. Singapura: Pustaka Nasional.
(4) Pembunuh dan Anjing Hitam (kump. cerpen). Jakarta: Balai Pus
(5) "Pak Sarkam". Poedjangga Baroe. No.5, Th. 13, 1951.
(6) "Buku Tuan X". Poedjangga Baroe. No.7,8, Th. 4, 1953.
(7) "Salim, Norma, Sophie". Prosa. No.2, Th. 1, 1953.
(8) "Sutedjo dan Rukmini". Indonesia. No. 8,9, Th. 4, 1953.
(9) "Bekas Wartawan Sudirun". Indonesia. Th. 4, 1953.
(10) "Si Ayah Menyusul". Konfrontasi. No. 18, 1957.
(11) "Si Pemabok".Varia. No. 104, Th. 3. 1960.
(12) "Latihan Melukis". Budaya Jaya. No. 47, Th. 5. 1972.
b. Puisi
(1) "Pemuda Indonesia". Gelombang Zaman, 2.1, (45), 2.
(2) "Bagai Melati". Gelombang Zaman, 7.1(46), 2.
(3) "Bunga Bangsa". Gelombang Zaman, 13.1 (46), 2.
(4) "O, Pudjangga". Gelombang Zaman, 35.1, (46), 10.
c. Novel
(1) Atheis. 1949. Jakarta: Balai Pustaka.
(2) Debu Cinta Bertebaran. 1973. Malaysia: Pena Mas.
d. Drama
(1) Bentrokan dalam Asmara. 1952. Jakarta: Balai Pustaka.
(2) ‘Pak Dulah in Extremis". Indonesia. No. 5, Tb. 10. 1959.
(3) "Keluarga R. Sastro" (drama satu babak). Indonesia. No. 8. Th.5. 1959.
e. Esai
(1) Polemik Kebudayaan. 1948. Jakarta: Balai Pustaka.
(2) "Ada Sifat Tuhan dalam Diri Kita". Pikiran Rakyat 28 Juni 1991.
(3) "Pengaruh Kebudayaan Feodal". Sikap. Tb. ke-1, 13/X, 1948.
(4) "Bercakap-cakap dengan Jef Last". Kebudayaan 10 Agustus 195
Komentar:
Dari keterangan hidup seorang Achdiat K Mihardja tersebut, kita dapat
memehami bawasannya pengalaman-pengalaman psikologi yang dialami
Achdiat pada masa hidupnya begitu membayangi goresan tinta dari karya-
karyanya. Aspek-aspek emosi yang terdapat dalam karya itu dianggap mewakili
emosi-emosi pengarang. Dengan begitu latar belakang pribadi pengarang yang
menjadi beban penyelidikannya. Lewat pendekatan psikologi, diharapkan dapat
terungkapkan bagaimana pengalaman pengarang amat menentukan isi
karyanya, seperti gaya, tema, dan penggambaran watak para tokoh ciptaannya.
Dari pengalaman psikologi dalam dirinya dan dalam masyarakatnya itulah
seorang Achdiat K. Miharja dapat mengungkapkan pengalaman-pengalaman
hidupnya menjadi sebuah karya yang dapat kita nikmati saat ini. Kolaborasi
kebudayaan timur dan kebudayan barat, latar belakang keluarga serta suasana
religiuslah yang sangat mempengarui unsure intrinsik maupun ekstrinsik dari
karyanya, Atheis.