14
DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN ACTINIC KERATOSES BAB I PENDAHULUAN Actinic keratoses (AKs) adalah neoplasma pada jaringan kutaneus yang terdiri dari ploriferasi sel – sel abnormal epidermal keratinosit yang berkembang akibat respon berkepanjangan terhadap pajanan radiasi ultraviolet (UV). AKs pada umumnya dianggap sebagai pre-kanker atau pre-maligna karena keratinosit atipikal pada lesi ini hanya terbatas pada epidermis. Meskipun demikian, AKs memiliki potensi untuk berkembang menjadi Squamous Cell Carsinoma (SCC). (1, 2) 1

ACTINIC KERATOSES

  • Upload
    ryan-et

  • View
    62

  • Download
    8

Embed Size (px)

DESCRIPTION

REFERAT

Citation preview

Page 1: ACTINIC KERATOSES

DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN

ACTINIC KERATOSES

BAB I

PENDAHULUAN

Actinic keratoses (AKs) adalah neoplasma pada jaringan kutaneus yang

terdiri dari ploriferasi sel – sel abnormal epidermal keratinosit yang berkembang

akibat respon berkepanjangan terhadap pajanan radiasi ultraviolet (UV). AKs

pada umumnya dianggap sebagai pre-kanker atau pre-maligna karena keratinosit

atipikal pada lesi ini hanya terbatas pada epidermis. Meskipun demikian, AKs

memiliki potensi untuk berkembang menjadi Squamous Cell Carsinoma (SCC). (1,

2)

Gambar 1. Perkembangan epitel normal menjadi karsinoma akibat radiasi UV.

1

Page 2: ACTINIC KERATOSES

Diambil dari kepustakaan (1)

Faktor resiko terjadinya AKs, yaitu Usia yang sudah tua, Jenis kelamin

pria, Kulit cerah, orang berambut pirang atau merah, orang dengan warna mata

yang cerah, Akumulasi paparan radiasi UV, imunosupresan,riwayat terkena AKs

atau kanker kulit lainnya, dan sindrom genetik. Sebagian besar AKs muncul pada

daerah yang sering terkena matahari seperti pada wajah, kulit kepala dan

punggung tangan. terlebih pada orang yang sudah terkena pajanan radiasi UV

yang lama. Radiasi UV bertanggung jawab atas perkembangan AKs dengan dua

cara, yaitu dengan menyebabkan mutasi seluler pada Deoxyribonucleic acid

(DNA) yang jika tidak diperbaiki dapat menyebabkan pertumbuhan tumor yang

tidak terkendali dan sebagai immunosupresan yang menghalangi pertumbuhan

tumor. Fungsi sel imun di kulit (sel Langerhans) menurun dan menyebabkan

beberapa mutasi muncul.(1, 3, 4)

Radiasi UV menginduksi mutasi pada tumor supresor gene p53 yang

berperan dalam menginisiasi AKs dan perkembangannya menjadi SCC.

Gambar 2. Perubahan photodamage menjadi actinic SCC

Diambil dari kepustakaan (4)

Berkembangnya sel dimulai dari photodamage skin ( perubahan kulit akibat

paparan sinar matahari jangka panjang), berprogres menjadi AKs dan pada

akhirnya akan berujung pada SCC .Pada umumnya, diagnosis AKs dapat

ditegakkan berdasarkan temuan klinis. Namun, membedakan antara AKs yang

2

Page 3: ACTINIC KERATOSES

tebal dengan early SCC kadang sangat sulit dan membutuhkan pemeriksaan

biopsi.(1, 4)

Gambar 3. Progresi dari AKs

Diambil dari kepustakaan (4)

AKs dapat dibagi menjadi tiga stadium,yaitu pada AKs I, densitas sel

bertambah dan sel keratinosit atipik dapat ditemukan di lapisan basal epidermis.

Pada AKs II, keratinosit atipik muncul pada lapisan epidermis bagian tengah

kebawah. Pada AKs III seluruh epidermis telah terinfiltrasi dengan keratinosit

atipik.(4)

Tatalaksana AKs dapat dibagi lesion-targeted therapies dan field

therapies. Lesion-targeted therapies yaitu dengan mengangkat lesi AKs secara

langsung dengan metode bedah beku dengan nitrogen cair, kuret, atau bedah

eksisi. Field therapies digunakan pada pasien dengan photodamage skin berat

atau pasien yang memiliki lesi AKs yang banyak,dapat dibagi menjadi topical

field therapy dan procedural field therapy. Pada topical field therapy dapat

digunakan 5-Fluorouracil krim 5%, Imiquimod 5% atau diklofenak gel 3%. Pada

procedural field therapy dapat dilakukan cryopeeling, dermabrasi, medium-depth

chemical peeling, deep chemical peeling, laser resurfacing, dan terapi

fotodinamik. (1)

3

Page 4: ACTINIC KERATOSES

BAB II

DIAGNOSIS

Diagnosis dari Actinic Keratosis (AKs) didasari oleh aspek klinis.

Konfirmasi histologi dibutuhkan apabila ada keraguan klinis.(5)

I. PEMERIKSAAN FISIK

Actinic Keratosis (AKs) dimulai sebagai area dengan vaskular meningkat,

dengan permukaan kulit menjadi agak kasar. Tekstur adalah kunci untuk

mendiagnosis lesi awal. Lesi awal lebih mudah dikenali dengan palpasi daripada

inspeksi. Tumbuh secara perlahan, berwarna kuning, berskuama. Pengangkatan

skuama ini dapat mengakibatkan pendarahan. Sebagian besar lesi berkisar antara

3-6 mm. Penyebaran penyakit bervariasi dari lesi tunggal hingga keterlibatan

seluruh dahi, kulit kepala, atau pelipis. AKs dapat berprogres menjadi tebal atau

lesi hipertropik. Lesi yang menebal dapat menjadi SCC dan sulit untuk dibedakan.(6) Pasien dengan AKs umumnya berumur tua dan berkulit putih yang

memiliki riwayat terpapar matahari yang berlebih, terdapat bintik- bintik dan kulit

terbakar akibat dari berjemur, dan memiliki elastosis dalam jumlah banyak pada

pemeriksaan. AKs dapat ditemukan pada individu muda jika individu tersebut

telah terpapar paparan sinar matahari yang cukup selama hidupnya. Delapan puluh

persen dari AKs ditemukan pada daerah yang sering terkena matahari pada tubuh,

seperti kepala, leher, lengan bawah, dan tangan bagian punggung. Tanda dan

gejala umum AKs yaitu pruritus, rasa terbakar atau tersengat, perdarahan, dan

krusta. (1)

4

Page 5: ACTINIC KERATOSES

II. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Histopatologi

Lesi awal

Berupa keratinosit atipikal fokal ( pleomorphic nuclei dan hyperchromatic nuclei),

Inti sel yang banyak, perubahan orthokeratosis dan parakeratosis, actinic elastosis.

Lesi yang sudah berkembang

Hiperplasia ( atau terkadang atrofi) dari epidermis, rete ridge (penebalan

epidermis yang menyebar kebawah diantara papila dermal), perubahan

orthokeratosis dan parakeratosis, keratinosit atipikal epidermal pada setengah

kebawah lapisan epidermis, keratinisasi sel serta bentuk mitosis yang tidak

normal, actinic elastosis dan infiltrat limfosit dalam berbagai densitas. (5)

III. DIAGNOSIS BANDING

Diagnosis klinis dari AKs biasanya langsung ditegakkan. Lesi awal dari kronik

lupus eritematosus kutaneus dan Pemfigus Foliaseus terkadang disalah artikan

sebagai AKs. Keratosis seboroik, meskipun jika kurang pigmentasi, biasanya

lebih berbatas tegas daripada AKs. Pembesaran dengan kaca pembesar dapat

membantu membedakannya. Sulit untuk membedakan antara Hypertrophic

Actinic Keratoses (HAK) dengan SCC awal dan direkomendasikan untuk

dilakukan biopsi. Sama halnya dengan AKs yang muncul sebagai bercak merah,

tidak mudah untuk membedakannya dengan Bowen’s disease atau Karsinoma sel

basal superfisial. Jika ada komponen dermis yang teraba pada palpasi, maka

biopsi dapat dipertimbangkan. Lesi yang lebih dari 6 mm dan lesi yang gagal

dengan pengobatan AKs harus dievaluasi dengan hati – hati dengan biopsi.(7)

5

Page 6: ACTINIC KERATOSES

BAB III

PENATALAKSANAAN

Tidak ada pedoman yang pasti dalam melakukan penatalaksanaan pada

actinic keratosis (AKs). Diagnosis klinis AKs bahkan oleh spesialis dermatologis

dapat berbeda – beda.(1)

I. LESSION TARGETED THERAPIES

1. Bedah beku dengan nitrogen cair

Merupakan prosedur destruktif paling umum dan efektif dilakukan dengan

menggunakan spray atau aplikator kapas untuk lesi yang sedikit. Keuntungan

bedah beku adalah mudah dilakukan dan hanya membutuhkan sedikit anestesi.

Kekurangannya yaitu rasa nyeri, tidak nyaman, adanya lecet atau lepuhan luka

selama seminggu atau lebih, hipopigmentasi, dan alopesia pada area intervensi. (1)

2. Kuret

Kuret, dengan atau tanpa elektrosurgery merupakan penanganan lain yang

dilakukan untuk mengangkat keratinosit pada AKs secara mekanis.

Dibutuhkan anestesi lokal untuk prosedur ini. Teknik ini cocok untuk pasien

dengan AKs yang sedikit. Teknik ini juga menguntungkan sebagai

penatalaksanaan lesi setelah biopsi dan sebagai penatalaksanaan untuk

Hipertrofi Actinic Keratosis (HAK). Efek samping termasuk infeksi, jaringan

parut dan dispigmentasi. (1)

3. Bedah eksisi

Teknik ini membutuhkan anestesi lokal yang di ikuti dengan eksisi pada lesi

secara tangensial dengan menggunakan pisau bedah. Waktu sembuh berkisar

satu sampai dua minggu, dan komplikasi yang bisa terjadi yaitu infeksi,

jaringan parut, dan dispigmentasi.(1)

6

Page 7: ACTINIC KERATOSES

II. FIELD THERAPIES

Topikal :

1. 5 – Fluorouracil (5-FU krim 5 % adalah obat topikal yang banyak digunakan

pada penderita actinic keratoses. Obat ini efektif tidak hanya pada lesi di

permukaan tetapi juga pada lesi sub klinis. 5-FU merupakan analog pyrimidine

yang mengurangi sintesis dan replikasi DNA dengan menghibisi enzim

thymidyl synthetase. Produk ini memberi efek pada sel tumor yang cepat

bereplikasi, tetapi juga memblok aktivitas mitosis dari sel normal. (1, 4)

2. Imiquimod 5% krim bekerja dengan menstimulasi sistem imun untuk

memproduksi interferon yang berfungsi untuk menghancurkan sel kanker dan

pre-kanker. Keunggulan imiquimod : Mendukung sistem pertahanan terhadap

kanker dan meningkatkan sel imun kulit (sel Langerhans), efektif dalam

melawan lesi subklinis, dapat di berikan pada daerah kulit yang rusak akibat

UV dan mengembalikan penampakan histologi dari epidermis yang terkena

efek sinar UV tersebut, mencegah gen penyebab mutasi (p53). (1, 4)

3. Diklofenak gel 3% adalah anti inflamasi non steroid yang dikombinasikan

dengan 2,5% asam hyaluronat (non-selective cyclooxygenase (COX)) inhibitor.

Berfungsi dengan menghibisi COX-2, yang berperan dalam proliferasi dan

angiogenesis (suplai darah) tumor. (4)

Prosedural :

1. Cryopeeling terdiri dari bedah beku dengan nitrogen cair yang luas pada daerah

AKs dan juga pada daerah sekitar kulit yang rusak akibat paparan matahari.

2. Dermabrasi merupakan teknik yang sudah lama dan cukup efektif dalam

penanganan dan pencegahan AKs, tetapi sekarang jarang digunakan.

Dermabrasi menyebabkan kerusakan fisik berupa abrasi pada AKs dengan

menggunakan kertas amplas atau sikat berlian.

7

Page 8: ACTINIC KERATOSES

3. Medium-depth chemical peels menggunakan larutan Jessner dan trichloroacetic

acid (TCA) 35% cukup efektif dalam menangani AKs yang tersebar,

khususnya jika peeling dilakukan beberapa kali.

4. Deep chemical peeling menggunakan fenol atau TCA lebih efektif dalam

menangani AKs yang tebal atau AKs dengan appendageal epithelial atypia

tetapi jarang digunakan karena potensial jantung dan toksisitas ginjal akibat

fenol, resiko besar terbentuknya jaringan parut dan infeksi, dan hipopigmentasi

yang muncul setelah operasi.

5. Laser resurfacing untuk pengobatan dan pencegahan AKs adalah salah satu

field therapy prosedural yang telah dimanfaatkan. Laser karbon dioksida (CO2)

dan laser erbium:yttrium-aluminium-garnet (er:YAG) merupakan dua laser

yang telah diteliti. Kedua alat ini mengikis epidermis pada kedalaman yang

bervariasi dan memungkinkan pembentukan epitel baru dengan adneksa

keratinosit yang kurang mengalami kerusakan akibat paparan UV.

6. Terapi fotodinamik merupakan terapi yang digunakan untuk mengobati AKs

yang banyak dan tersebar. Ada dua sistem terapi fotodinamik yang disetujui

untuk menangani lesi AKs hipertropik yaitu, kombinasi dari 5-Aminolevulinic

Acid (ALA) dengan sumber cahaya biru pada tahun 1998. Baru – baru ini

disetujui sistem yang telah banyak tersebar di Eropa yaitu kombinasi methyl

ester aminolevulinic acid (MAL) dengan sumber cahaya merah. Penelitian

membandingkan keamanan dan kemanjuran terapi fotodinamik ALA dengan

MAL dan ditemukan keduanya tidak memiliki perbedaan signifikan dalam

mengurangi lesi AKs tetapi ALA didapatkan lebih nyeri dan lebih banyak efek

yang merugikan dibanding fotodinamik MAL. Terapi fotodinamik dapat

menyebabkan ketidaknyamanan seperti timbulnya eritem, edema dan rasa

terbakar atau tertusuk saat penyinaran.

8

Page 9: ACTINIC KERATOSES

DAFTAR PUSTAKA

1. Duncan KO, Geisse JK, Leffel DJ. Epithelial Precancerous Lession. In:

Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffel DJ, Wolff K, editors.

Fitzpatrick's Dermatology in General Medicine. Volume one. 8th ed. New

York: The McGraw-Hill; 2012. p. 1261-8.

2. Pontén F, Lundeberg J, Asplund A. Actinic Keratosis ,Squamous Cell

Carcinoma and Basal Cell Carsinoma. In: Bolognia JL, Jorizzo JL, Rapini RP,

editors. Dermatology. Volume one. 2nd ed: Mosby Elsevier; 2008.

3. Quinn AG, Perkins W. Non-Melanoma Skin Cancer and Other Epidermal

Skin Tumours. In: Burns T, Breathnach S, Cox N, Griffiths C, editors. Rook's

Textbook of Dermatology. fourth. 8th ed. Singapore: Wiley-Blackwell; 2010.

p. 2636-8.

4. Stockfleth E, Ortonne J-P, Alomar A. Actinic keratosis and field

cancerisation. European Journal of Dermatology. 2011;21:7-10.

5. Stockfleth E, Therhost D, Braathen L, Cribier B, Cerio R, Ferrandiz C, et al.

Guidelines For the Management of Actinic Keratoses. European Dermatology

Forum. 2010:14-5.

6. Hodgson S. Benign Skin Tumor. In: Habif TP, editor. Clinical Dermatology :

A Color Guide to Diagnosis and Therapy. 4th edition ed. Chile: Mosby; 2004.

p. 736-42.

7. Dermal and Subcutaneus Tumor. In: James WD, Berger TG, Elston DM,

editors. Andrew's Disease of The Skin Clinical Dermatology. Tenth ed.

Canada: Saunder 2006.

9