3
Contoh Kisah Adab Ulama Salaf dalam menuntut Ilmu : “Menulis dari Sang Murobbi (Guru)” a. Tidak Ada Kertas untuk menulis Tulang Putih Pun Jadi Imam Asy Syafi’i berkata, “saya seorang yatim yang tinggal bersama ibu saya. Ia menyerahkan saya ke kuttab (sekolah yang ada di masjid). Dia tidak memiliki sesuatu yang bisa diberikan kepada sang pengajar sebagai upahnya mengajari saya. Saya mendengar hadits atau pelajaran dari sang pengajar, kemudian saya menghafalnya. Ibu saya tidak memiliki sesuatu untuk membeli kertas. Maka setiap saya menemukan sebuah tulang putih, saya mengambilnya dan menulis di atasnya. Apabila sudah penuh tulisannya, saya menaruhnya di dalam botol yang sudah tua” (Jami’u Bayanil Ilmi wa Fadhilihi, Ibnu ‘Abdil Barr, 1/98). b.Masih Tetap Menulis Walaupun Dalam Keadaan Kurang Nyaman Sa’id bin Jubair berkata, “saya pernah bersama Ibnu ‘Abbas radhiallahu’anhuma berjalan di salah satu jalan di Mekkah pada malam hari. Dia mengajari saya beberapa hadits dan saya menulisnya di atas kendaraan dan paginya saya menulisnya kembali di kertas” (Sunan Ad Darimi, 1/105). c. Biar Gelap Tetap Menulis Ibnu Asakir ketika menyebutkan biografi seorang hamba yang shalih, Abu Manshur Muhammad bin Husain An Naisaburi, beliau

Adab Menuntut Ilmu

Embed Size (px)

DESCRIPTION

adab-adab dalam menntut ilmu

Citation preview

Contoh Kisah Adab Ulama Salaf dalam menuntut Ilmu :

Menulis dari Sang Murobbi (Guru)

a. Tidak Ada Kertas untuk menulis Tulang Putih Pun JadiImam Asy Syafii berkata, saya seorang yatim yang tinggal bersama ibu saya. Ia menyerahkan saya ke kuttab (sekolah yang ada di masjid). Dia tidak memiliki sesuatu yang bisa diberikan kepada sang pengajar sebagai upahnya mengajari saya. Saya mendengar hadits atau pelajarandari sang pengajar, kemudian saya menghafalnya. Ibu saya tidak memiliki sesuatu untuk membeli kertas. Maka setiap saya menemukan sebuah tulang putih, saya mengambilnya dan menulis di atasnya. Apabila sudah penuh tulisannya, saya menaruhnya di dalam botol yang sudah tua (Jamiu Bayanil Ilmi wa Fadhilihi, Ibnu Abdil Barr, 1/98).b.Masih Tetap Menulis Walaupun Dalam Keadaan Kurang NyamanSaid bin Jubair berkata, saya pernah bersama Ibnu Abbas radhiallahuanhuma berjalan di salah satu jalan di Mekkah pada malam hari. Dia mengajari saya beberapa hadits dan saya menulisnya di atas kendaraan dan paginya saya menulisnya kembali di kertas (Sunan Ad Darimi, 1/105).

c. Biar Gelap Tetap Menulis Ibnu Asakir ketika menyebutkan biografi seorang hamba yang shalih, Abu Manshur Muhammad bin Husain An Naisaburi, beliau berkata, beliau (Abu Manshur) adalah orang yang selalu giat dan semangat dalam belajar. Meski dalam keadaan faqir dan tidak punya. Sampai-sampai beliau menulis pelajarannya dan mengulangi membacanya di bawah cahaya rembulan. Karena tidak punya sesuatu untuk membeli minyak tanah. Walaupun beliau dalam keadaan faqir, namun beliau selalu hidup wara dan tidak mengambil harta yang syubhat sedikitpun (Tabyiin Kidzbil Muftari, Ibnu Asakir Ad Dimasyqi).

Memuliakannya & Menjaga Kehormatannyaa. Rela Menunggu Berlama-lama Walaupun Mukanya penuh DebuAbdullah bin Abbas bercerita setelah wafat rasulullah, aku berkata kepada seorang Anshar, Nabi telah meninggalkan kita, tetapi sahabat masih banyak yang hidup diantara kita. Mari kita temui mereka untuk bertanya dan menghafalkan kembali urusan agama. Namun sahabat Anshar tidak bersedia atas ajakan Abdullah bin Abbas.Lalu Abdullah bin Abbas berkata dan kebanyakn ilmu yang aku dapatkan adalah darikaum Anshar, dan aku akan menjumpai beberapa orang sahabt dan menanyakannya. Jika ku dengar mereka sedang tidur di rumahnya maka, aku akan menghamparkan kain untuk duduk sambl menunggu di depan rumahnya, sehingga muka ku penuh dengan debu, dan tubuhku sangat kotor. Setelah ia bangun, aku bertanya kepadanya mengenai masalah yang terjadi dan mengenai maksud kedatanganku. Namun sebagian besar berkata Engkau adalah keponakan Rasulullah, mengapa engkau menyusahkan diri untuk datang kemari, mengapa engkau tidak memanggilku ? Jawabku Aku sedang menuntut ilmu, jadi akulah yang wajib mendatangimu.Faedah : Dari cerita diatas, selain dapat diketahui tentang ketawaduhan dan kerendahan hati Ibnu Abbas terhadap gurunya, juga dapat diketahui akan ketinggian semangat serta perhatiannya terhadap ilmu. Apabila ia, mendengar hadits yang tersimpan pada seseorang, ia akan langsung mendatanginya dan mempelajarinya, walaupun harus berusaha keras dan bersusah payah. Tanpa usaha dan susah payah, sesuatu yang sepele tidak akan didapat, apalagi ilmu yang tidak ternilai harganya.