21
Adat Istiadat Suku Toraja Suku Toraja selama ini dikenal sebagai salah satu suku yang sangat taat dalam menjalankan ritual adatnya, yang terbagi dalam dua golongan besar. Maing-masing adalah tradisi untuk menghadapi kedukaan atau sering disebut Rambu Solok dan tradisi untuk menyambut kegembiraan yang dinamakan dengan Rambu Tuka. Masing-masing tradisi ini masih mempunyai tujuh tahapan upacara. Dalam masyarakat Suku Toraja, sampai saat ini masih banyak yang memegang kepercayaan peninggalan para leluhurnya. Maka tidak mengherankan bila kedua tradisi tersebut masih sering diadakan sampai saat ini. Upacara Tambu Tuka, selalu berhubungan dengan meninggalnya seseorang. Maka upacara ini dimulai dengan mempersiapkan penguburan bagi orang yang meninggal. Dalam upacara ini sering dilaksanakan dengan mengadakan adu ayam, kerbau serta menyembelih binatang babi yang jumlahnya cukup besar. Kuburan yang digunakan untuk menguburkan jenasah terbilang istimewa. Karena jenasah tersebut diletakan pada tempat yang khusus, yaitu di sebuah gunung yang berbatu dan diberi lubang dan bentuknya seperti gua kecil. Jadi jenasah tersebut tidak dikubur sebagaimana umumnya, namun diletakan di dalam lubang gua tersebut. Sementara itu untuk upacara tradisi Rambu Tuka yang merupakan pesta kebahagiaan, biasanya diadakan untuk menyambut kelahiran seorang bayi, pesta pernikahan dan lain-lain. Rumah Adat Suku Toraja

Adat Istiadat Suku Toraja

Embed Size (px)

Citation preview

Adat Istiadat Suku Toraja

Suku Toraja selama ini dikenal sebagai salah satu suku yang sangat taat dalam menjalankan ritual adatnya, yang terbagi dalam dua golongan besar. Maing-masing adalah tradisi untuk menghadapi kedukaan atau sering disebut Rambu Solok dan tradisi untuk menyambut kegembiraan yang dinamakan dengan Rambu Tuka. Masing-masing tradisi ini masih mempunyai tujuh tahapan upacara.

Dalam masyarakat Suku Toraja, sampai saat ini masih banyak yang memegang kepercayaan peninggalan para leluhurnya. Maka tidak mengherankan bila kedua tradisi tersebut masih sering diadakan sampai saat ini.

Upacara Tambu Tuka, selalu berhubungan dengan meninggalnya seseorang. Maka upacara ini dimulai dengan mempersiapkan penguburan bagi orang yang meninggal. Dalam upacara ini sering dilaksanakan dengan mengadakan adu ayam, kerbau serta menyembelih binatang babi yang jumlahnya cukup besar.

Kuburan yang digunakan untuk menguburkan jenasah terbilang istimewa. Karena jenasah tersebut diletakan pada tempat yang khusus, yaitu di sebuah gunung yang berbatu dan diberi lubang dan bentuknya seperti gua kecil. Jadi jenasah tersebut tidak dikubur sebagaimana umumnya, namun diletakan di dalam lubang gua tersebut.

Sementara itu untuk upacara tradisi Rambu Tuka yang merupakan pesta kebahagiaan, biasanya diadakan untuk menyambut kelahiran seorang bayi, pesta pernikahan dan lain-lain.

Rumah Adat Suku TorajaRumah Suku Toraja dibangun dengan menggunakan kayu yang ditumpuk serta diberi hiasan ukiran yang mengambil warna dominan merah, kuning serta hitam. Nama rumah ini adalah Tongkonan yang artinya duduk.

Tongkonan atau rumah bagi suku ini bukan merupakan tempat tinggal saja. Melainkan juga untuk menjalankan kehidupan spiritual atau rohani. Karena menurut kepercayaan mereka, Tongkonan pada jaman dulu ketika pertama kali dibangun, lokasinya berada di surga dan memakai tiang utama yang jumlahnya ada empat. Maka ketika berada di bumi, bangunan tersebut juga difungsikan untuk berkomunikasi dengan arwah leluhur mereka.

Suku Toraja adalah suku yang menetap di pegunungan bagian utara Sulawesi Selatan, Indonesia. Populasinya diperkirakan sekitar 1 juta jiwa, dengan 500.000 di antaranya masih tinggal di Kabupaten Tana Toraja, Kabupaten Toraja Utara, dan Kabupaten Mamasa.

Mayoritas suku Toraja memeluk agama Kristen, sementara sebagian menganut Islam dan kepercayaan animisme yang dikenal sebagai Aluk To Dolo. Pemerintah Indonesia telah mengakui kepercayaan ini sebagai bagian dari Agama Hindu Dharma.

Kata toraja berasal dari bahasa Bugis, to riaja, yang berarti "orang yang berdiam di negeri atas". Pemerintah kolonial Belanda menamai suku ini Toraja pada tahun 1909. Suku Toraja terkenal akan ritual pemakaman, rumah adat tongkonan dan ukiran kayunya. Ritual pemakaman Toraja merupakan peristiwa sosial yang penting, biasanya dihadiri oleh ratusan orang dan berlangsung selama beberapa hari.

Sebelum abad ke-20, suku Toraja tinggal di desa-desa otonom. Mereka masih menganut animisme dan belum tersentuh oleh dunia luar. Pada awal tahun 1900-an, misionaris Belanda datang dan menyebarkan agama Kristen. Setelah semakin terbuka kepada dunia luar pada tahun 1970-an, kabupaten Tana Toraja menjadi lambang pariwisata Indonesia. Tana Toraja dimanfaatkan oleh pengembang pariwisata dan dipelajari oleh antropolog.

Masyarakat Toraja sejak tahun 1990-an mengalami transformasi budaya, dari masyarakat berkepercayaan tradisional dan agraris, menjadi masyarakat yang mayoritas beragama Kristen dan mengandalkan sektor pariwisata yang terus meningkat

Kebudayaan Melayu

14 November 2011

Diposkan oleh n.hadiyati Label: Gunadarma, ISD, kampus, Tugas Manusia adalah makhluk yang diciptakan tuhan sebagai satu-satunya makhluk yang berbudaya, dimana kebudayaan memiliki pengertian sebagai seluruh sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan manusia dengan belajar (Koentjaraningrat)

JJ Honigman dalam bukunya "the world of man" (1959) membedakan gejala kebudayaan yang bisa ditemui kedalam tiga tahap yaitu Ide, Aktivitas, dan yang terakhir adalah Artifak atau totalitas dari hasil fisik yang berupa perbuatan, karya yang bersifat konkret.

MELAYU

Tuah sakti hamba negeri esa hilang dua terbilang Patah tumbuh hilang berganti takkan melayu hilang di bumi

Orang Melayu memiliki identitas kepribadian pada umumnya yaitu  adat-istiadat Melayu, bahasa Melayu, dan agama Islam. Dengan demikian, seseorang yang mengaku dirinya orang Melayu harus beradat-istiadat Melayu, berbahasa Melayu, dan beragama Islam. Maka dari itu jika diperhatikan adat budaya melayu maka tidak lepas dari ajaran agama Islam seperti dalam ungkapan pepatah, perumpamaan, pantun, syair, dan sebagainya menyiratkan norma sopan-santun dan tata pergaulan orang Melayu.

AdatAturan-aturan tentang beberapa segi kehidupan manusia yang tumbuh dari usaha orang dalam suatu daerah yang terbentuk di Indonesia sebagai kelompok sosial untuk mengatur tata tertib tingkah-laku anggota masyarakatnya. Di Indonesia, aturan-aturan tentang segi kehidupan manusia itu menjadi aturan hukum yang mengikat dan disebut hukum adat (Yayasan Kanisius, 1973).

di melayu terdapat tiga jenis adat yaitu adat sebenar adat atau adat yang memang tidak bisa diubah lagi karena merupakan ketentuan agama , adat yang diadatkan adalah adat yang dibuat oleh penguasa pada suatu kurun waktu dan adat itu terus berlaku selama tidak diubah oleh penguasa berikutnya, dan adat yang teradat adalah konsensus bersama yang dirasakan baik, sebagai pedoman dalam menentuhan sikap dan tindakan dalam menghadapi setiap peristiwa dan masalah-masalah yang dihadapi oleh masyarakat.

Adat-istiadat yang merupakan pola sopan-santun dalam pergaulan orang Melayu di Riau sebenarnya sudah lama menjadi pola pergaulan nasional sesama warga negara. Bahasa Melayu yang telah menjadi bahasa nasional Indonesia mengikutsertakan pepatah, ungkapan, peribahasa, pantun, seloka, dan sebagainya, sehingga tidak mudah untuk mengidentifikasi pepatah dan peribahasa yang berasal dari Melayu dan yang bukan dari Melayu.

KarakteristikOrang Melayu sangat identik dengan kesopanan dalam pergaulan dimana bisa kita lihat dalam sebuah karya sastra melayu :

Hidup sekandang sehalaman tidak boleh tengking-menengking 

tidak boleh tindih-menindih tidak boleh dendam kesumat 

Yang patut dipatutkanYang tua dituakan

Yang berbangsa dibangsakanYang berbahasa dibahasakan

 dan Orang Melayu sangat identik dengan sikap gotong royong yang dapat dilihat pada :

Lapang sama berlegarSempit sama berhimpit

Lebih beri-memberiKalau berjalan beriringan

Ciri Khas Budaya Melayu

Ada Upacara Lingkaran Hidup mulai dari proses pernikahan, kelahiran di 7 bulan awal yang dikenal dengan nama Lenggang perut, hingga kelahiran bayi dimana ada pemotongan rambut bayi (aqiqah), kemudian upacara kematian dari 40 hari hingga 100 hari 

Memiliki tari zapin dan rentak sembilan yang sangat umum dikenal orang Indonesia Seni tenun yang khas dimana dikenal kain songket Orang melayu sangat mahir dalam kegiatan berbalas pantun.

Fakta Melayuorang melayu umumnya di idenditaskan sebagai orang yang tinggal di tanah melayu, beragama islam, dan melaksanakan adat istiadat melayu, namun sebenarnya melayu sendiri ibarat rumah yang di isi oleh berbagai macam penghuni dengan berbagai macam jenis pandangan hidup pula dan tidak harus orang yang mendiami daerah melayu. dikarenakan dalam perkembangan zaman melayu memiliki berbagai macam versi.

Suku Minangkabau

Minangkabau atau yang biasa disingkat Minang adalah kelompok etnik Nusantara yang berbahasa dan menjunjung adat Minangkabau. Wilayah penganut kebudayaannya meliputi Sumatera Barat, separuh daratan Riau, bagian utara Bengkulu, bagian barat Jambi, pantai barat Sumatera Utara, barat daya Aceh, dan juga Negeri Sembilan di Malaysia. Dalam percakapan awam, orang Minang seringkali disamakan sebagai orang Padang, merujuk kepada nama ibukota provinsi Sumatera Barat yaitu kota Padang. Namun, masyarakat ini biasanya akan menyebut kelompoknya dengan sebutan urang awak (bermaksud sama dengan orang Minang itu sendiri).

Menurut A.A. Navis, Minangkabau lebih kepada kultur etnis dari suatu rumpun Melayu yang tumbuh dan besar karena sistem monarki, serta menganut sistem adat yang khas, yang dicirikan dengan sistem kekeluargaan melalui jalur perempuan atau matrilineal, walaupun budayanya juga sangat kuat diwarnai ajaran agama Islam, sedangkan Thomas Stamford Raffles, setelah melakukan ekspedisi ke pedalaman Minangkabau tempat kedudukan Kerajaan Pagaruyung, menyatakan bahwa Minangkabau adalah sumber kekuatan dan asal bangsa Melayu, yang kemudian penduduknya tersebar luas di Kepulauan Timur.

Saat ini masyarakat Minang merupakan masyarakat penganut matrilineal terbesar di dunia. Selain itu, etnik ini juga telah menerapkan sistem proto-demokrasi sejak masa pra-Hindu dengan adanya kerapatan adat untuk menentukan hal-hal penting dan permasalahan hukum. Prinsip adat Minangkabau tertuang singkat dalam pernyataan Adat basandi syarak, syarak basandi Kitabullah (Adat bersendikan hukum, hukum bersendikan Al-Qur'an) yang berarti adat berlandaskan ajaran Islam.

Orang Minangkabau sangat menonjol di bidang perniagaan, sebagai profesional dan intelektual. Mereka merupakan pewaris terhormat dari tradisi tua Kerajaan Melayu dan Sriwijaya yang gemar berdagang dan dinamis. Hampir separuh jumlah keseluruhan anggota masyarakat ini berada dalam perantauan. Minang perantauan pada umumnya bermukim di kota-kota besar, seperti Jakarta, Bandung, Pekanbaru, Medan, Batam, Palembang, dan Surabaya. Di luar wilayah Indonesia, etnis Minang banyak terdapat di Negeri Sembilan, Malaysia dan Singapura.             Masyarakat Minang memiliki masakan khas yang populer dengan sebutan masakan Padang, dan sangat digemari di Indonesia bahkan sampai mancanegara.

Etimologi            Nama Minangkabau berasal dari dua kata, minang dan kabau. Nama itu dikaitkan dengan suatu legenda khas Minang yang dikenal di dalam tambo. Dari tambo tersebut, konon pada suatu masa ada satu kerajaan asing (biasa ditafsirkan sebagai Majapahit) yang datang dari laut akan melakukan penaklukan. Untuk mencegah pertempuran, masyarakat setempat mengusulkan untuk mengadu kerbau. Pasukan asing tersebut menyetujui dan menyediakan seekor kerbau yang besar dan agresif,

sedangkan masyarakat setempat menyediakan seekor anak kerbau yang lapar. Dalam pertempuran, anak kerbau yang lapar itu menyangka kerbau besar tersebut adalah induknya. Maka anak kerbau itu langsung berlari mencari susu dan menanduk hingga mencabik-cabik perut kerbau besar tersebut. Kemenangan itu menginspirasikan masyarakat setempat memakai nama Minangkabau, yang berasal dari ucapan "Manang kabau" (artinya menang kerbau). Kisah tambo ini juga dijumpai dalam Hikayat Raja-raja Pasai dan juga menyebutkan bahwa kemenangan itu menjadikan negeri yang sebelumnya bernama Periaman (Pariaman) menggunakan nama tersebut. Selanjutnya penggunaan nama Minangkabau juga digunakan untuk menyebut sebuah nagari, yaitu Nagari Minangkabau, yang terletak di kecamatan Sungayang, kabupaten Tanah Datar, provinsi Sumatera Barat.

Dalam catatan sejarah kerajaan Majapahit, Nagarakretagama tahun 1365 M, juga telah ada menyebutkan nama Minangkabwa sebagai salah satu dari negeri Melayu yang ditaklukannya.          Sedangkan nama "Minang" (kerajaan Minanga) itu sendiri juga telah disebutkan dalam Prasasti Kedukan Bukit tahun 682 Masehi dan berbahasa Sanskerta. Dalam prasasti itu dinyatakan bahwa pendiri kerajaan Sriwijaya yang bernama Dapunta Hyang bertolak dari "Minānga". Beberapa ahli yang merujuk dari sumber prasasti itu menduga, kata baris ke-4 (...minānga) dan ke-5 (tāmvan....) sebenarnya tergabung, sehingga menjadi mināngatāmvan dan diterjemahkan dengan makna sungai kembar. Sungai kembar yang dimaksud diduga menunjuk kepada pertemuan (temu) dua sumber aliran Sungai Kampar, yaitu Sungai Kampar Kiri dan Sungai Kampar Kanan. Namun pendapat ini dibantah oleh Casparis, yang membuktikan bahwa "tāmvan" tidak ada hubungannya dengan "temu", karena kata temu dan muara juga dijumpai pada prasasti-prasasti peninggalan zaman Sriwijaya yang lainnya. Oleh karena itu kata Minanga berdiri sendiri dan identik dengan penyebutan Minang itu sendiri.

 Peta yang menunjukan wilayah penganut kebudayaan Minangkabau di pulau Sumatera.

Asal-usul Dari tambo yang diterima secara turun temurun, menceritakan bahwa nenek moyang mereka berasal dari keturunan Iskandar Zulkarnain. Walau tambo tersebut tidak tersusun secara sistematis dan lebih kepada legenda berbanding fakta serta cendrung kepada sebuah karya sastra yang sudah menjadi milik masyarakat banyak. Namun demikian kisah tambo ini sedikit banyaknya dapat dibandingkan dengan Sulalatus Salatin yang juga menceritakan bagaimana masyarakat Minangkabau mengutus wakilnya untuk meminta Sang Sapurba salah seorang keturunan Iskandar Zulkarnain tersebut untuk menjadi raja mereka.

Masyarakat Minang merupakan bagian dari masyarakat Deutro Melayu (Melayu Muda) yang melakukan migrasi dari daratan China Selatan ke pulau Sumatera sekitar 2.500-2.000 tahun yang lalu. Diperkirakan kelompok masyarakat ini masuk dari arah timur pulau Sumatera, menyusuri aliran sungai Kampar sampai ke dataran tinggi yang disebut darek dan menjadi kampung halaman orang Minangkabau. Beberapa kawasan darek ini kemudian membentuk semacam konfederasi yang dikenal dengan nama luhak, yang selanjutnya disebut juga dengan nama Luhak nan Tigo, yang terdiri dari Luhak Limo Puluah, Luhak Agam, dan Luhak Tanah Datar. Pada masa pemerintahan Hindia-Belanda, daerah luhak ini menjadi daerah teritorial pemerintahan yang disebut afdeling, dikepalai oleh seorang residen dan oleh masyarakat Minangkabau disebut dengan nama Tuan Luhak.

Sementara seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan penduduk, masyarakat Minangkabau menyebar ke kawasan darek yang lain serta membentuk beberapa kawasan tertentu menjadi kawasan rantau. Konsep rantau bagi masyarakat Minang merupakan suatu kawasan yang menjadi pintu masuk ke alam Minangkabau. Rantau juga berfungsi sebagai tempat mencari kehidupan, kawasan perdagangan. Rantau di Minangkabau dikenal dengan Rantau nan duo terbagi atas Rantau di Hilia (kawasan pesisir timur) dan Rantau di Mudiak (kawasan pesisir barat).        Pada awalnya penyebutan orang Minang belum dibedakan dengan orang Melayu, namun sejak abad ke-19, penyebutan Minang dan Melayu mulai dibedakan melihat budaya matrilineal yang tetap bertahan berbanding patrilineal yang dianut oleh masyarakat Melayu umumnya. Kemudian pengelompokan ini terus berlangsung demi kepentingan sensus penduduk maupun politik.

Bendera atau marawa yang digunakan suku-suku Minangkabau.

Agama Menurut tambo, sistem adat Minangkabau pertama kali dicetuskan oleh dua orang bersaudara, Datuk Perpatih Nan Sebatang dan Datuk Ketumanggungan. Datuk Perpatih mewariskan sistem adat Bodi Caniago yang demokratis, sedangkan Datuk Ketumanggungan mewariskan sistem adat Koto Piliang yang aristokratis. Dalam perjalanannya, dua sistem adat yang dikenal dengan kelarasan ini saling isi mengisi dan membentuk sistem masyarakat Minangkabau.        Dalam masyarakat Minangkabau, ada tiga pilar yang membangun dan menjaga keutuhan budaya serta adat istiadat. Mereka adalah alim ulama, cerdik pandai, dan ninik mamak, yang dikenal dengan istilah Tali nan Tigo Sapilin. Ketiganya saling melengkapi dan bahu membahu dalam posisi yang sama tingginya. Dalam masyarakat Minangkabau yang demokratis dan egaliter, semua urusan masyarakat dimusyawarahkan oleh ketiga unsur itu secara mufakat.

Sebuah masjid di kecamatan Pangkalan Koto Baru, kabupaten Lima Puluh Kota dengan arsitektur khas Minangkabau sekitar tahun 1900-an.

Adat dan Budaya Menurut tambo, sistem adat Minangkabau pertama kali dicetuskan oleh dua orang bersaudara, Datuk Perpatih Nan Sebatang dan Datuk Ketumanggungan. Datuk Perpatih mewariskan sistem adat Bodi Caniago yang demokratis, sedangkan Datuk Ketumanggungan mewariskan sistem adat Koto Piliang yang aristokratis. Dalam perjalanannya, dua sistem

adat yang dikenal dengan kelarasan ini saling isi mengisi dan membentuk sistem masyarakat Minangkabau.        Dalam masyarakat Minangkabau, ada tiga pilar yang membangun dan menjaga keutuhan budaya serta adat istiadat. Mereka adalah alim ulama, cerdik pandai, dan ninik mamak, yang dikenal dengan istilah Tali nan Tigo Sapilin. Ketiganya saling melengkapi dan bahu membahu dalam posisi yang sama tingginya. Dalam masyarakat Minangkabau yang demokratis dan egaliter, semua urusan masyarakat dimusyawarahkan oleh ketiga unsur itu secara mufakat.

Matrilineal        Matrilineal merupakan salah satu aspek utama dalam mendefinisikan identitas masyarakat Minang. Adat dan budaya mereka menempatkan pihak perempuan bertindak sebagai pewaris harta pusaka dan kekerabatan. Garis keturunan dirujuk kepada ibu yang dikenal dengan Samande (se-ibu). Sedangkan ayahmereka disebut oleh masyarakat dengan nama Sumando (ipar) dan diperlakukan sebagai tamu dalam keluarga.

Kaum perempuan di Minangkabau memiliki kedudukan yang istimewa sehingga dijuluki dengan Bundo Kanduang, memainkan peranan dalam menentukan keberhasilan pelaksanaan keputusan-keputusan yang dibuat oleh kaum lelaki dalam posisi mereka sebagai mamak (paman atau saudara dari pihak ibu), dan penghulu (kepala suku). Pengaruh yang besar tersebut menjadikan perempuan Minang disimbolkan sebagai Limpapeh Rumah nan Gadang (pilar utama rumah). Walau kekuasaan sangat dipengaruhi oleh penguasaan terhadap aset ekonomi namun kaum lelaki dari keluarga pihak perempuan tersebut masih tetap memegang otoritas atau memiliki legitimasi kekuasaan pada komunitasnya.            Matrilineal tetap dipertahankan masyarakat Minangkabau sampai sekarang walau hanya diajarkan secara turun temurun dan tidak ada sanksi adat yang diberikan kepada yang tidak menjalankan sistem kekerabatan tersebut. Pada setiap individu Minang misalnya, memiliki kecenderungan untuk menyerahkan harta pusaka—yang seharusnya dibagi kepada setiap anak menurut hukum faraidh dalam Islam—hanya kepada anak perempuannya. Anak perempuan itu nanti menyerahkan pula kepada anak perempuannya pula. Begitu seterusnya. Sehingga Tsuyoshi Kato dalam disertasinya menyebutkan bahwa sistem matrilineal akan semakin menguat dalam diri orang-orang Minangkabau walau mereka telah menetap di kota-kota di luar Minang sekalipun dan mulai mengenal sistem patrilineal.

Pakaian perempuan Minang dalam pesta adat atau perkawinan.

Bahasa Bahasa Minangkabau merupakan salah satu anak cabang bahasa Austronesia. Walaupun ada perbedaan pendapat mengenai hubungan bahasa Minangkabau dengan bahasa Melayu, ada yang menganggap bahasa yang dituturkan masyarakat ini sebagai bagian dari dialek Melayu, karena banyaknya kesamaan kosakata dan bentuk tuturan di dalamnya, sementara yang lain justru beranggapan bahasa ini merupakan bahasa mandiri yang berbeda dengan Melayu serta ada juga yang menyebut bahasa Minangkabau merupakan bahasa proto-Melayu. Selain itu dalam masyarakat penutur bahasa Minang itu sendiri juga sudah terdapat berbagai macam dialek bergantung kepada daerahnya masing-masing.

Pengaruh bahasa lain yang diserap ke dalam Bahasa Minang umumnya dari Sanskerta, Arab, Tamil, dan Persia. Kemudian kosakata Sanskerta dan Tamil yang dijumpai pada beberapa prasasti di Minangkabau telah ditulis menggunakan bermacam aksara di antaranya Dewanagari, Pallawa, dan Kawi. Menguatnya Islam yang diterima secara luas juga mendorong masyarakatnya menggunakan Abjad Jawi dalam penulisan sebelum berganti dengan Alfabet Latin.

Meskipun memiliki bahasa sendiri orang Minang juga menggunakan Bahasa Melayu dan kemudian bahasa Indonesia secara meluas. Historiografi tradisional orang Minang, Tambo Minangkabau, ditulis dalam bahasa Melayu dan merupakan bagian sastra Melayu atau sastra Indonesia lama. Suku Minangkabau menolak penggunaan bahasa Minangkabau untuk keperluan pengajaran di sekolah-sekolah. Bahasa Melayu yang dipengaruhi baik secara tata bahasa maupun kosakata oleh bahasa Arab telah digunakan untuk pengajaran agama Islam. Pidato di sekolah agama juga menggunakan bahasa Melayu. Pada awal abad ke-20 sekolah Melayu yang didirikan pemerintah Hindia Belanda di wilayah Minangkabau mengajarkan ragam bahasa Melayu Riau, yang dianggap sebagai bahasa standar dan juga digunakan di wilayah Johor, Malaya.

Namun kenyataannya bahasa yang digunakan oleh sekolah-sekolah Belanda ini adalah ragam yang terpengaruh oleh bahasa Minangkabau.        Guru-guru dan penulis Minangkabau berperan penting dalam pembinaan bahasa Melayu Tinggi. Banyak guru-guru bahasa Melayu berasal dari Minangkabau, dan sekolah di Bukittinggi merupakan salah satu pusat pembentukan bahasa Melayu formal. Dalam masa diterimanya bahasa Melayu Balai Pustaka, orang-orang Minangkabau menjadi percaya bahwa mereka adalah penjaga kemurnian bahasa yang kemudian menjadi bahasa Indonesia itu.

Kesenian Masyarakat Minangkabau memiliki berbagai macam atraksi dan kesenian, seperti tari-tarian yang biasa ditampilkan dalam pesta adat maupun perkawinan. Di antara tari-tarian tersebut misalnya tari pasambahan merupakan tarian yang dimainkan bermaksud sebagai ucapan selamat datang ataupun ungkapan rasa hormat kepada tamu istimewa yang baru saja sampai, selanjutnya tari piring merupakan bentuk tarian dengan gerak cepat dari para penarinya sambil memegang piring pada telapak tangan masing-masing, yang diiringi dengan lagu yang dimainkan oleh talempong dan saluang.

Silek atau Silat Minangkabau merupakan suatu seni bela diri tradisional khas suku ini yang sudah berkembang sejak lama. Selain itu, adapula tarian yang bercampur dengan silek yang disebut dengan randai. Randai biasa diiringi dengan nyanyian atau disebut juga dengan sijobang, dalam randai ini juga terdapat seni peran (acting) berdasarkan skenario.

Di samping itu, Minangkabau juga menonjol dalam seni berkata-kata. Ada tiga genre seni berkata-kata, yaitu pasambahan (persembahan), indang, dan salawat dulang. Seni berkata-kata atau bersilat lidah, lebih mengedepankan kata sindiran, kiasan, ibarat, alegori, metafora, dan aphorisme. Dalam seni berkata-kata seseorang diajarkan untuk mempertahankan kehormatan dan harga diri, tanpa menggunakan senjata dan kontak fisik.

  Pertunjukan kesenian Tari Piring.

Olahraga Pacuan kuda merupakan olah raga berkuda yang telah lama ada di nagari-nagari Minang, dan sampai saat ini masih diselenggarakan oleh masyarakatnya, serta menjadi perlombaan tahunan yang dilaksanakan pada kawasan yang memiliki lapangan pacuan

kuda. Beberapa pertandingan tradisional lainnya yang masih dilestarikan dan menjadi hiburan bagi masyarakat Minang antara lain lomba Pacu jawi dan Pacu itik.

Rumah Adat Rumah adat Minangkabau disebut dengan Rumah Gadang, yang biasanya dibangun di atas sebidang tanah milik keluarga induk dalam suku tersebut secara turun temurun. Rumah Gadang ini dibuat berbentuk empat persegi panjang dan dibagi atas dua bagian muka dan belakang. Umumnya berbahan kayu, dan sepintas kelihatan seperti bentuk rumah panggung dengan atap yang khas, menonjol seperti tanduk kerbau yang biasa disebut gonjong dan dahulunya atap ini berbahan ijuk sebelum berganti dengan atap seng. Di halaman depan rumah gadang, biasanya didirikan dua sampai enam buah Rangkiang yang digunakan sebagai tempat penyimpanan padi milik keluarga yang menghuni rumah gadang tersebut.

Namun hanya kaum perempuan dan suaminya, beserta anak-anak yang jadi penghuni rumah gadang. Sedangkan laki-laki kaum tersebut yang sudah beristri, menetap di rumah istrinya. Jika laki-laki anggota kaum belum menikah, biasanya tidur di surau. Surau biasanya dibangun tidak jauh dari komplek rumah gadang tersebut, selain berfungsi sebagai tempat ibadah, juga berfungsi sebagai tempat tinggal lelaki dewasa namun belum menikah.       Selain itu dalam budaya Minangkabau, tidak semua kawasan boleh didirikan Rumah Gadang, hanya pada kawasan yang telah berstatus nagari saja, rumah adat ini boleh ditegakkan.

Rumah Gadang di nagari Pandai Sikek dengan dua buah Rangkiang di depannya.

Perkawinan            Dalam adat budaya Minangkabau, perkawinan merupakan salah satu peristiwa penting dalam siklus kehidupan, dan merupakan masa peralihan yang sangat berarti dalam membentuk kelompok kecil keluarga baru pelanjut keturunan. Bagi lelaki Minang, perkawinan juga menjadi proses untuk masuk lingkungan baru, yakni pihak keluarga istrinya. Sedangkan bagi keluarga pihak istri, menjadi salah satu proses dalam penambahan anggota di komunitas rumah gadang mereka.           Dalam prosesi perkawinan adat Minangkabau, biasa disebut baralek, mempunyai beberapa tahapan yang umum dilakukan. Dimulai dengan maminang (meminang), manjapuik marapulai (menjemput

pengantin pria), sampai basandiang (bersanding di pelaminan). Setelah maminang dan muncul kesepakatan manantuan hari (menentukan hari pernikahan), maka kemudian dilanjutkan dengan pernikahan secara Islam yang biasa dilakukan di Mesjid, sebelum kedua pengantin bersanding di pelaminan. Pada nagari tertentu setelah ijab kabul di depan penghulu atau tuan kadi, mempelai pria akan diberikan gelar baru sebagai panggilan penganti nama kecilnya. Kemudian masyarakat sekitar akan memanggilnya dengan gelar baru tersebut. Gelar panggilan tersebut biasanya bermulai dari sutan, bagindo atau sidi (sayyidi) di kawasan pesisir pantai. Sedangkan di kawasan luhak limo puluah, pemberian gelar ini tidak berlaku.

Pakaian adat yang dikenakan oleh pengantin Minangkabau.

Masakan Khas            Masyarakat Minang juga dikenal akan aneka masakannya, dengan citarasa yang pedas, serta dapat ditemukan hampir di seluruh Nusantara, bahkan sampai ke luar negeri. Walau masakan ini kadang lebih dikenal dengan nama Masakan Padang, meskipun begitu sebenarnya dikenal sebagai masakan etnik Minang secara umum.

Rendang salah satu masakan tradisional masyarakat Minang, pada tahun 2011 dinobatkan sebagai hidangan peringkat pertama dalam daftar World’s 50 Most Delicious Foods (50 Hidangan Terlezat Dunia) yang digelar oleh CNN International.

Persukuan Suku dalam tatanan Masyarakat Minangkabau merupakan basis dari organisasi sosial, sekaligus tempat pertarungan kekuasaan yang fundamental. Pengertian awal kata suku dalam Bahasa Minang dapat bermaksud satu per-empat, sehingga jika dikaitkan dengan pendirian suatu nagari di Minangkabau, dapat dikatakan sempurna apabila telah terdiri dari komposisi empat suku yang mendiami kawasan tersebut. Selanjutnya, setiap suku dalam tradisi Minang, diurut dari garis keturunan yang sama dari pihak ibu, dan diyakini berasal dari satu keturunan nenek moyang yang sama.

Selain sebagai basis politik, suku juga merupakan basis dari unit-unit ekonomi. Kekayaan ditentukan oleh kepemilikan tanah keluarga, harta, dan sumber-sumber pemasukan lainnya yang semuanya itu dikenal sebagai harta pusaka. Harta pusaka merupakan harta milik bersama dari seluruh anggota kaum-keluarga. Harta pusaka tidak dapat

diperjualbelikan dan tidak dapat menjadi milik pribadi. Harta pusaka semacam dana jaminan bersama untuk melindungi anggota kaum-keluarga dari kemiskinan. Jika ada anggota keluarga yang mengalami kesulitan atau tertimpa musibah, maka harta pusaka dapat digadaikan.

Suku terbagi-bagi ke dalam beberapa cabang keluarga yang lebih kecil atau disebut payuang (payung). Adapun unit yang paling kecil setelah sapayuang disebut saparuik. Sebuah paruik (perut) biasanya tinggal pada sebuah rumah gadang secara bersama-sama.

Nagari Daerah Minangkabau terdiri atas banyak nagari. Nagari ini merupakan daerah otonom dengan kekuasaan tertinggi di Minangkabau. Tidak ada kekuasaan sosial dan politik lainnya yang dapat mencampuri adat di sebuah nagari. Nagari yang berbeda akan mungkin sekali mempunyai tipikal adat yang berbeda. Tiap nagari dipimpin oleh sebuah dewan yang terdiri dari pemimpin suku dari semua suku yang ada di nagari tersebut. Dewan ini disebut dengan Kerapatan Adat Nagari (KAN). Dari hasil musyawarah dan mufakat dalam dewan inilah sebuah keputusan dan peraturan yang mengikat untuk nagari itu dihasilkan.

Faktor utama yang menentukan dinamika masyarakat Minangkabau adalah terdapatnya kompetisi yang konstan antar nagari, kaum-keluarga, dan individu untuk mendapatkan status dan prestise. Oleh karenanya setiap kepala kaum akan berlomba-lomba meningkatkan prestise kaum-keluarganya dengan mencari kekayaan (berdagang) serta menyekolahkan anggota kaum ke tingkat yang paling tinggi.

Dalam pembentukan suatu nagari sejak dahulunya telah dikenal dalam istilah pepatah yang ada pada masyarakat adat Minang itu sendiri yaitu Dari Taratak manjadi Dusun, dari Dusun manjadi Koto, dari Koto manjadi Nagari, Nagari ba Panghulu. Jadi dalam sistem administrasi pemerintahan di kawasan Minang dimulai dari struktur terendah disebut dengan Taratak, kemudian berkembang menjadi Dusun, kemudian berkembang menjadi Koto dan kemudian berkembang menjadi Nagari. Biasanya setiap nagari yang dibentuk minimal telah terdiri dari 4 suku yang mendomisili kawasan tersebut. Selanjutnya sebagai pusat administrasi nagari tersebut dibangunlah sebuah Balai Adat sekaligus sebagai tempat pertemuan dalam mengambil keputusan bersama para penghulu di nagari tersebut.

Penghulu Penghulu atau biasa yang digelari dengan datuk, merupakan kepala kaum keluarga yang diangkat oleh anggota keluarga untuk mengatur semua permasalahan kaum. Penghulu biasanya seorang laki-laki yang terpilih di antara anggota kaum laki-laki lainnya. Setiap kaum-keluarga akan memilih seorang laki-laki yang pandai berbicara, bijaksana, dan memahami adat, untuk menduduki posisi ini. Hal ini dikarenakan ia bertanggung jawab mengurusi semua harta pusaka kaum, membimbing kemenakan, serta sebagai wakil kaum dalam masyarakat nagari. Setiap penghulu berdiri sejajar dengan penghulu lainnya, sehingga dalam rapat-rapat nagari semua suara penghulu yang mewakili setiap kaum bernilai sama.

Seiring dengan bertambahnya anggota kaum, serta permasalahan dan konflik intern yang timbul, maka kadang-kadang dalam sebuah keluarga posisi kepenghuluan ini dipecah menjadi dua. Atau sebaliknya,

anggota kaum yang semakin sedikit jumlahnya, cenderung akan menggabungkan gelar kepenghuluannya kepada keluarga lainnya yang sesuku. Hal ini mengakibatkan berubah-ubahnya jumlah penghulu dalam suatu nagari.

Memiliki penghulu yang mewakili suara kaum dalam rapat nagari, merupakan suatu prestise dan harga diri. Sehingga setiap kaum akan berusaha sekuatnya memiliki penghulu sendiri. Kaum-keluarga yang gelar kepenghuluannya sudah lama terlipat, akan berusaha membangkitkan kembali posisinya dengan mencari kekayaan untuk "membeli" gelar penghulunya yang telah lama terbenam. Bertegak penghulu memakan biaya cukup besar, sehingga tekanan untuk menegakkan penghulu selalu muncul dari keluarga kaya.

Kerajaan Dalam laporan de Stuers kepada pemerintah Hindia-Belanda, dinyatakan bahwa di daerah pedalaman Minangkabau, tidak pernah ada suatu kekuasaan pemerintahan terpusat dibawah seorang raja. Tetapi yang ada adalah nagari-nagari kecil yang mirip dengan pemerintahan polis-polis pada masa Yunani kuno. Namun dari beberapa prasasti yang ditemukan pada kawasan pedalaman Minangkabau, serta dari tambo yang ada pada masyarakat setempat, etnis Minangkabau pernah berada dalam suatu sistem kerajaan yang kuat dengan daerah kekuasaan meliputi pulau Sumatera dan bahkan sampai Semenanjung Malaya. Beberapa kerajaaan yang ada di wilayah Minangkabau antara lain Kerajaan Dharmasraya, Kerajaan Pagaruyung, dan Kerajaan Inderapura.           Sistem kerajaan ini masih dijumpai di Negeri Sembilan, salah satu kawasan dengan komunitas masyarakat Minang yang cukup signifikan. Pada awalnya masyarakat Minang di negeri ini menjemput seorang putra Raja Alam Minangkabau untuk menjadi raja mereka, sebagaimana tradisi masyarakat Minang sebelumnya, seperti yang diceritakan dalam Sulalatus Salatin.

Istana Pagaruyung sebuah legitimasi institusi kerajaan Minangkabau.

Minangkabau Perantauan Minangkabau perantauan merupakan istilah untuk orang Minang yang hidup di luar kampung halamannya. Merantau merupakan proses interaksi masyarakat Minangkabau dengan dunia luar. Kegiatan ini merupakan sebuah petualangan pengalaman dan geografis, dengan meninggalkan kampung halaman untuk mengadu nasib di negeri orang. Keluarga yang telah lama memiliki tradisi merantau, biasanya mempunyai

saudara di hampir semua kota utama di Indonesia dan Malaysia. Keluarga yang paling kuat dalam mengembangkan tradisi merantau biasanya datang dari keluarga pedagang-pengrajin dan penuntut ilmu agama.

Para perantau biasanya telah pergi merantau sejak usia belasan tahun, baik sebagai pedagang ataupun penuntut ilmu. Bagi sebagian besar masyarakat Minangkabau, merantau merupakan sebuah cara yang ideal untuk mencapai kematangan dan kesuksesan. Dengan merantau tidak hanya harta kekayaan dan ilmu pengetahuan yang didapat, namun juga prestise dan kehormatan individu di tengah-tengah lingkungan adat.

Dari pencarian yang diperoleh, para perantau biasanya mengirimkan sebagian hasilnya ke kampung halaman untuk kemudian diinvestasikan dalam usaha keluarga, yakni dengan memperluas kepemilikan sawah, memegang kendali pengolahan lahan, atau menjemput sawah-sawah yang tergadai. Uang dari para perantau biasanya juga dipergunakan untuk memperbaiki sarana-sarana nagari, seperti mesjid, jalan, ataupun pematang sawah.

Daftar Suku Minangkabau Seperti etnis lainnya, dalam etnis Minangkabau terdapat banyak klan yang disebut dengan istilah suku. Menurut tambo alam Minangkabau, pada masa awal pembentukan budaya Minangkabau oleh Datuk Ketumanggungan dan Datuk Perpatih Nan Sebatang, hanya ada empat suku induk dari dua kelarasan. Suku-suku tersebut adalah.

1. Suku Koto2. Suku Piliang3. Suku Bodi4. Suku CaniagoSedangkan kelarasan yang dimaksud adalah kelarasan koto piliang dan

kelarasan bodi caniago, kelarasan disini semacam sistem kekuasaan, dan dalam perkembangannya kelarasan koto piliang cendrung kepada sistem aristokrat sedangkan kelarasan bodi caniago lebih kepada sistem konfederasi.

Dan jika melihat dari asal kata dari nama-nama suku induk tersebut, dapat dikatakan kata-kata tersebut berasal dari bahasa Sanskerta, sebagai contoh koto berasal dari kata kotto yang berarti benteng atau kubu, piliang berasal dari dua kata phi dan hyang yang digabung berarti pilihan tuhan, bodi berasal dari kata bodhi yang berarti orang yang terbangun, dan caniago berasal dari dua kata chana dan ago yang berarti sesuatu yang berharga.

Demikian juga untuk suku-suku awal selain suku induk, nama-nama suku tersebut tentu berasal dari bahasa Sanskerta dengan pengaruh agama Hindu dan Buddha yang berkembang disaat itu. Sedangkan perkembangan berikutnya nama-nama suku yang ada berubah pengucapannya karena perkembangan bahasa minang itu sendiri dan pengaruh dari agama Islam dan pendatang-pendatang asing yang tinggal menetap bersama.

Suku-suku dalam Minangkabau pada awalnya kemungkinan ditentukan oleh raja Pagaruyung, namun sejak berakhirnya kerajaan Pagaruyung tidak ada lagi muncul suku-suku baru di Minangkabau.Sedangkan orang Minang di Negeri Sembilan, Malaysia, membentuk 13 suku baru yang berbeda dengan suku asalnya di Minangkabau