15
Nama : Bagus Nur Rohim Nim : 1512584021 1.1. Pengertian Aqidah Islam Secara etimologi (lughatan), aqidah berakar dari kata ‘aqada – ya’qidu – ‘aqdan yang berarti simpul, ikatan, perjanjian dan kokoh. Setelah terbentuk menjadi aqidah berarti keyakinan. Relevansi antara arti kata aqdan dan aqidah adalah keyakinan itu tersimpul dengan kokoh di dalam hati, bersifat mengikat dan mengandung perjanjian. Secara terminologis (isthilahan), terdapat beberapa definisi (ta’rif) antara lain: 1. Menurut Hasan al-Banna: ك الطه ش خ ي ولا ب ي ه ر ج مار ي لا دك ن ع ا ن ي ق ي# ون ك ت و سك ف ي ها لي ا# مئ ط ت و ك ن ل ق ها ب صدق ت# ن/ ا ب ج ي ى لت ور ا م/ لا ا ى ه د/ ات ق لع ا“Aqidah adalah beberapa perkara yang wajib diyakini keberadaannya oleh hatimu, mendatangkan ketentraman jiwa, menjadi keyakinan yang tidak bercampur sedikitpun dengan keragu-raguan” 2. Munurut Abu Bakar Jabir al-Jazairy: ما ار ا صدره ج ه علي ى ت ث ي ه, و ب ل ق# سان نL لا ا ها علي د ق ع ي, ره ط ف ل ع وا م س ل ل, وا ق لع ا ت مه ل س م ل ا ه ب ه د ن ل ا ق ح ل ا ا ات ص ق# ن م وعه م ج م ى ه ده ن ف لع ا دا ت/ ا# ون ك ت و/ ح ا ص ت ه ن/ ا ها ف لا جرى ي لا ها ب و ب ثدها و و ج و ب عا ط ا ها, ق جي ص ت“Aqidah adalah sejumlah kebenaran yang dapat diterima secara umum (axioma) oleh manusia berdasarkan akal, wahyu dan fithrah. (Kebenaran) itu dipatrikan oleh manusia di dalam hati serta diyakini kesahihan dan kebenarannya secara pasti dan ditolak segala sesuatu yang bertentangan dengan kebenaran itu” Untuk lebih memahami kedua definisi di atas maka perlu dikemukakan beberapa catatan tambahan: 1. Ilmu terbagi dua: pertama ilmu dharuri, kedua ilmu nazhari. Ilmu yang dihasilkan oleh indera, dan tidak memerlukan dalil disebut ilmu dharuri. Misalnya anda melihat meja di hadapan mata, anda tidak lagi memerlukan dalil atau bukti bahwa benda itu ada. Sedangkan ilmu yang memerlukan dalil atau pembuktian itu disebut ilmu nazhari. Misalnya 1+1=2, tentu perlu dalil untuk orang yang belum tahu teori itu. Di antara ilmu nazhari itu, ada hal-hal yang karena sudah sangat umum dan terkenal maka tidak memerlukan lagi adanya dalil, misalnya sepeda bannya ada dua sedangkan mobil

Agama

Embed Size (px)

DESCRIPTION

pengertian

Citation preview

Page 1: Agama

Nama : Bagus Nur Rohim

Nim : 1512584021

1.1. Pengertian Aqidah IslamSecara etimologi (lughatan), aqidah berakar dari kata ‘aqada – ya’qidu – ‘aqdan yang berarti simpul, ikatan, perjanjian dan kokoh. Setelah terbentuk menjadi aqidah berarti keyakinan. Relevansi antara arti kata aqdan dan aqidah adalah keyakinan itu tersimpul dengan kokoh di dalam hati, bersifat mengikat dan mengandung perjanjian.Secara terminologis (isthilahan), terdapat beberapa definisi (ta’rif) antara lain:1. Menurut Hasan al-Banna:يمازجه ال عندك يقينا وتكون نفسك اليها وتطمئن قلبك بها يصدق أن يجب التى األمور هي العقائد

شك واليخالطه ريب“Aqidah adalah beberapa perkara yang wajib diyakini keberadaannya oleh hatimu, mendatangkan ketentraman jiwa, menjadi keyakinan yang tidak bercampur sedikitpun dengan keragu-raguan”2. Munurut Abu Bakar Jabir al-Jazairy: , , عليها يعقد والفطرة والسمع بالعقل المسلمة البدهية الحق قضايا من مجموعة هي العقيدة , , أو يصح أنه خالفها اليرى وثبوتها بوجودها قاطعا بصحتها جازما صدره عليها ويثنى قلبه اإلنسان

أبدا يكون“Aqidah adalah sejumlah kebenaran yang dapat diterima secara umum (axioma) oleh manusia berdasarkan akal, wahyu dan fithrah. (Kebenaran) itu dipatrikan oleh manusia di dalam hati serta diyakini kesahihan dan kebenarannya secara pasti dan ditolak segala sesuatu yang bertentangan dengan kebenaran itu”Untuk lebih memahami kedua definisi di atas maka perlu dikemukakan beberapa catatan tambahan:1. Ilmu terbagi dua: pertama ilmu dharuri, kedua ilmu nazhari. Ilmu yang dihasilkan oleh indera, dan tidak memerlukan dalil disebut ilmu dharuri. Misalnya anda melihat meja di hadapan mata, anda tidak lagi memerlukan dalil atau bukti bahwa benda itu ada. Sedangkan ilmu yang memerlukan dalil atau pembuktian itu disebut ilmu nazhari. Misalnya 1+1=2, tentu perlu dalil untuk orang yang belum tahu teori itu. Di antara ilmu nazhari itu, ada hal-hal yang karena sudah sangat umum dan terkenal maka tidak memerlukan lagi adanya dalil, misalnya sepeda bannya ada dua sedangkan mobil bannya ada empat, tanpa dalil siapapun pasti mengetahui hal tersebut. Hal inilah yang disebut badihiyah. Badihiyah adalah segala sesuatu yang kebenarannya perlu dalil pembuktian, tetapi karena sudah sangat umum dan mendarah daging maka kebenaran itu tidak perlu pembuktian lagi.2. Setiap manusia memiliki fithrah mengakui kebenaran (bertuhan), indera untuk mencari kebenaran, akal untuk menguji kebenaran dan memerlukan wahyu untuk menjadi pedoman menentukan mana yang benar dan mana yang tidak. Tentang Tuhan, misalnya, setiap manusia memiliki fithrah bertuhan, dengan indera dan akal dia bisa buktikan adanya Tuhan, tapi hanya wahyulah yang menunjukkan kepadanya siapa Tuhan yang sebenernya.3. Keyakinan tidak boleh bercampur sedikitpun dengan keraguan. Sebelum seseorang sampai ke tingkat yakin dia akan mengalami lebih dahulu Syak (50%-50% antara membenarkan dan menolak), kemudian Zhan (salah satu lebih kuat sedikit dari yang lainnya karena ada dalil yang menguatkan), kemudian Ghalabatuz Zhan (cenderung menguatkan salah satu karena dalilnya lebih kuat, tapi masih belum bisa menghasilkan keyakinan penuh), Keyakinan yang sudah

Page 2: Agama

sampai ke ringkat ilmu inilah yang disebut aqidah.4. Aqidah harus mendatangkan ketenteraman jiwa. Artinya lahiriyah seseorang bisa saja pura-pura meyakini sesuatu, akan tetapi hal itu tidak akan mendatangkan ketenangan jiwa karena dia harus melaksanakan sesuatu yang berlawanan dengan keyakinannya. Kawin paksa misalnya, hidup satu rumah dengan orang yang tidak pernah dia sukai, secara lahiriyah hubungan mereka telah sukses karena berakhir dipelaminan namun jiwa mereka tidaklah tenteram seperti kelihatan.5. Bila seseorang sudah meyakini suatu kebenaran, dia harus menolak segala yang bertentangan dengan kebenaran itu. Artinya seseorang tidak akan bisa meyakini sekaligus dua hal yang bertentangan. Misalnya ada meyakini gula itu rasanya manis, tentunya anda akan menolak untuk meyakini bahwa gula itu rasanya asin, tidak mungkin anda yakin bahwa gula itu rasanya manis dan asin.6. Tingkat keyakinan (aqidah) seseorang tergantung kepada tingkat pemahamannya terhadap dalil. Misalnya:– Anda akan meyakini adanya beasiswa bila anda mendapatkan informasi tentang beasiswa tersebut dari orang yang anda kenal tidak pernah berbohong.– Keyakinan itu akan bertambah apabila anda mendapatkan informasi yang sama dari beberapa orang lain, namun tidak menutup kemungkinan bahwa anda akan meragukan kebenaran informasi itu apabila ada syubuhat (dalil dalil yang menolak informasi tersebut).– Bila anda melihat pengumuman beasiswa di fakultas maka bertambahlah keyakinan anda sehingga kemungkinan untuk ragu semakin kecil– Apabila anda diberi formulir pengajuan beasiswa maka keyakinan anda semakin bertambah dan segala keraguan akan hilang bahkan anda tidak mungkin ragu lagi bahkan anda tidak akan merubah pendirian anda sekalipun semua orang menolaknya– Ketika anda bolak balik mengurus segala yang terkait dengan beasiswa maka bertambahlah pengetahuan dan pengalaman anda tentang beasiswa yang diyakini tadi.

B. FUNGSI DAN PERANAN AKIDAH ISLAMa. Fungsi akidah islam ,diantaranya yaitu :1. Sebagai pondasi untuk mendirikan bangunan Islam.2. Merupakan awal dari akhlak yang mulia. Jika seseorang memiliki aqidahyang kuat pasti akan melaksanakan ibadah dengan tertib, memiliki akhlak yang mulia, dan bermu’amalat dengan baik.3. Semua ibadah yang kita laksanakan jika tanpa ada landasan aqidah maka ibadah kita tersebut tidak akan diterima

b. Sedangkan peran akidah dalam islam meliputi :1. Aqidah merupakan misi pertama yang dibawa para rasul Allah.Allah berfirman:Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu” (QS. An-Nahl: 36).2. Manusia diciptakan dengan tujuan beribadah kepada Allah.Allah berfirman:”Dan tidaklah aku menciptakan jin dan manusia kecuali untuk menyembah-Ku”. (QS. Adz-Dzariyat: 56).3. Aqidah yang benar dibebanrkan kepada setiap mukallaf.Nabi bersabda:”Aku diperintahkan untuk memerangi manusia hingga mereka bersaksi bahwasanya tiada sesembahan yang sebenarnya selain Allah dan bahwasanya Muhammad adalah rasul utusan Allah.” (Muttafaq ‘alaih).4. Berpengang kepada aqidah yang benar merupakan kewajiban manusia seumur hidup.

Page 3: Agama

Allah berfirman:”Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan Tuhan kami ialah Allah kemudian merkea beristiqomah (teguh dalam pendirian mereka) maka para malaikat akan turun kepada mereka (seraya berkata) : “Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang dijanjikan Allah kepadamu.”(QS. Fushilat: 30).

5. Aqidah merupakan akhir kewajiban seseorang sebelum meninggalkan dunia yang fana ini.Nabi saw bersabda:“Barangsiapa yang akhir ucapannya “Tiada sesembahan yang berhak disembah selain Allah niscaya dia akan masuk surga”. (HSR. Al-Hakim dan lainnya).6. Aqidah yang benar telah mampu menciptakan generasi terbaik dalam sejarah umat manusia, yaitu generasi sahabat dan dua generasi sesusah mereka.Allah berfirman:”Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, kamu menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar dan beriman kepada Allah.” (QS. Ali-Imran: 110).7. Kebutuhan manusia akan aqidah yang benar melebihi segala kebutuhan lainnya karena ia merupakan sumber kehidupan, ketenangan dan kenikmatan hati seseorang. Dan semakin sempurna pengenalan serta pengetahuan seorang hamba terhadap Allah semakin sempurna pula dalam mengagungkan Allah dan mengikuti syari’at-Nya.

1.3. Landasan Religius Aqidah IslamSumber aqidah Islam adalah Al-Qur’an dan Sunnah. Artinya apa saja yang disampaikan oleh Allah dalam Al-Qur’an dan oleh Rasulullah dalam Sunnahnya wajib diimani (diyakini dan diamalkan).[6]Akal pikiran tidaklah menjadi sumber aqidah, tetapi hanya berfungsi memahami nash-nash yang terdapat dalam kedua sumber tersebut dan mencoba –kalau diperlukan – membuktikan secara ilmiah kebenaran yang disampaikan Al-Qur’an dan Sunnah. Itupun harus didasari oleh suatu kesadaran bahwa kemampuan akal sangat terbatas. Sesuatu yang terbatas/akal tidak akan mampu menggapai sesuatu yang tidak terbatas. Misalkan, saat ditanya, kekal [sesuatu yang tidak terbatas] itu sampai kapan?, maka akal tidak akan mampu menjawabnya karena akal itu terbatas.Aqidah itu mempunyai sifat keyakinan dan kepastian sehingga tidak mungkin ada peluang bagi seseorang untuk meragukannya. Dan untuk mencapai tingkat keyakinan ini, aqidah Islam wajiblah bersumber pada dua warisan tersebut [Al-Qur’an Hadits] yang tidak ada keraguan sedikit pun padanya. Dan akal bukanlah bagian dari sumber yang tidak ada keraguan padanya.Dengan kata lain, untuk menjadi sumber aqidah, maka asal dan indikasinya haruslah pasti dan meyakinkan, tidak mengandung sedikut pun keraguan. Jika kita memandang Al-Qur’an dari segi wurud, maka ia adalah pasti lagi meyakinkan karena telah ditulis selagi Rasulullah masih hidup dan juga dihafal serta sejumlah besar sehabat yang mustahil mereka sepakat berdusta untuk memalsukannya. Dan juga karena itu, tidak pernah timbul perselisihan tentang kesahihan Al-Qur’an di kalangan umat Islam sejak dahulu hingga sekarang.[7] Tidak pernah ada yang berbeda pendapat bahwa Tuhan itu ada, bahwa Tuhan itu satu, bahwa Tuhan itu mahakuasa.Aqidah atau iman itu mempunyai peran dan pengaruh dalam hati. Ia mendorong manusia untuk melakukan amal-amal yang baik dan meninggalkan perbuatan keji dan mungkar. Allah berfirman dalam Surat al-Taghabun/64:11 :التغابن . . .( . . . قلبه يهد بالله يؤمن )11ومن“Dan barang siapa yang beriman kepada Allah niscaya Allah akan memberi hidayah kepada hatinya.”

Page 4: Agama

Pada hakikatnya, iman yang dalam hati itu atau aqidah ibarat nur atau cahaya yang menerangi hati dan sangat diperlukan oleh manusia dalam kehidupannya di dunia. Tanpa cahaya itu hati sangat gelap, sehingga akan sangat mudah orang tergelincir dalam lembah maksiat. Ibarat orang yang berjalan pada waktu malam tanpa lampu atau cahaya, ia akan sangat mudah terperosok ke dalam lobang atau jurang. Demikianlah peranan iman yang merupakan bangunan bawah/fondasi utama dari kepribadian yang kukuh dan selalu mengawal serta membuat hati agar selalu baik dan bersih, sehingga dapat memberi bimbingan bagi manusia ke arah kehidupan yang tenteram dan bahagia.

2. RUANG LINGKUP, KAIDAH, FUNGSI SERTA MANFAAT AQIDAH ISLAM

1. Ruang Lingkup Pembahasan AqidahMeminjam sistimatika Hasaln al-Banna maka ruang lingkup pembahasan aqidah adalah:1. Ilahiyat. Yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan Ilah (Tuhan, Allah) seperti wujud Allah, nama-nama dan sifat-sifat Allah, af’al Allah dan lainnya.2. Nubuwat. Yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan Nabi dan Rasul, termasuk tentang Kitab-Kitab Allah, mu’jizat, karamat dan lain sebagainya.3. Ruhaniyat. Yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan alam metafisik seperti Malaikat, Jin, Iblis, Syetan, Roh dan lain sebagainya.4. Sam’iyyat. Yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang hanya bisa diketahui lewat Sam’i (dalil naqli berupa Al-Qur’an dan Sunnah) seperti alam barzakh, akhirat, azab kubur, tanda-tanda kiamat, surga neraka dan lain sebagainya.[9]Di samping sistimatika di atas, pembahasan aqidah bisa juga mengikuti sistimatika arkanul iman (rukun iman) yaitu:1. Iman Kepada Allah SWT.2. Iman Kepada Malaikat (termasuk juga makhluk ruhani lain seperti Jin, Iblis dan Syetan).3. Iman Kepada Kitab-Kitab Allah.4. Iman Kepada Nabi dan Rasul.5. Iman Kepada Hari Akhir.6. Iman Kepada Takdir Allah.

http://miharu-chuppy.blogspot.co.id/2011/12/peran-iman-dalam-menjawab-tantangan.html

2 Konsep Manusia dalam Pandangan Islam

berbicara tentang manusia dalam perspektif Islam, ada satu kata yang terlintas dalam benak saya “LEMAH”. manusia berasal dari saripati tanah, lalu menjadi nutfah, alaqah, dan mudgah sehingga akhirnya menjadi makhluk yang sempurna, tapi dengan beragam macam proses kehidupan yang harus ia alami. Oleh karena itu, manusia wajib bersyukur atas karunia yang telah diberikan Allah Swt.

Hakekat penciptaan manusia dalam perspektif Islam dengan merujuk pada nash Alquran, selalu bertitik tolak pada term khalaqa (menciptakan) dan atau ja’ala (menjadikan). Dimana Allah lah sebagai maha pencipta dan yang menjadikan manusia ada di muka bumi ini. Kedua term ini, mengimformasikan bahwa manusia itu tercipta atas dua unsur yakni materi dan immateri.kedua unsur yang disebutkan di atas, dapat tumbuh dan berkembang melalui proses pendidikan.

Page 5: Agama

http://www.kompasiana.com/wrep/konsep-manusia-dalam-pandangan-islam_5529a92ef17e615d15d623ea

2.2 BAB II

TAFSIR AYAT-AYAT TENTANG TUGAS DAN FUNGSI MANUSIA

(IBADAH DAN KHALIFAH)

B.1. Ibadah

B.1.1. Definisi Ibadah

Kata ibadah (العبادة)dalam bahasa Arab merupakan bentuk mashdar dari kata-kata عبدyang memiliki arti patuh dan tunduk, menghambakan dan menghinakan diri.[1]

Turunan dari arti kata ini adalah hamba sahaya (ta ’abbadtu fulanan), yang dihinakan (ba ‘ir mu ‘abbad), marah (‘abida ‘alaihi), bertahan lama (sawbika ‘abadah), menghambakan dan menundukkan diri (‘abadattagut)[2].

Sedangkan dalam terminologi bahasa Indonesia sebagaimana yang terdapat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)[3], kata ini memiliki arti:

1. Perbuatan atau pernyataan bakti terhadap Allah atau Tuhan yang didasari oleh peraturan agama.

2. Segala usaha lahir dan batin yang sesuai perintah agama yang harus dituruti pemeluknya.

3. Upacara yang berhubungan dengan agama.

Menurut Ibnu Taimiyah, yang dimaksud dengan ibadah ialah:

“Suatu istilah yang mencakup segala sesuatu yang dicintai Allah dan diridhai-Nya, baik berupa perkatan maupun perbuatan, yang tersembunyi (batin), maupun yang nampak (lahir).”(al-‘Ubudiyah, cet. Maktabah Dar al-Balagh, hlm. 6)[4]

Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin di dalam kitabnya berjudul al-Qaul al-Mufid menjelaskan bahwa istilah ibadah bisa dimaksudkan untuk menamai salah satu diantara dua perkara berikut:

1. Ta’abbud, penghinaan dan ketundukan kepada Allah ‘azza wa jalla. Hal ini dibuktikan dengan melaksanakan perintah dan menjauhi larangan yang dilandasi kecintaan dan pengagungan kepada Dzat yang memerintah dan melarang;

2. Muta’abbad bih, yaitu sarana yang digunakan dalam menyembah Allah. Inilah pengertian ibadah yang dimaksud dalam definisi Ibnu Taimiyah, “Ibadah adalah suatu istilah yang mencakup segala sesuatu

Page 6: Agama

yang dicintai Allah dan diridhai-Nya, baik berupa perkatan maupun perbuatan, yang tersembunyi (batin), maupun yang nampak (lahir).”[5]

B.2. Khalifah (Pemimpin)

B.2.1. Definisi Pemimpin

Arti kata pemimpin dalam bahasa Inggris disebut leader.Kegiatannya disebut kepemimpinan atau leadership. Dalam ungkapan al-Qur’an kata “pemimpin” dapat diterjemahkan—setidaknya—dengan tiga wacana, yaitu:[10]

1. Khalifah;

2. Imam;

3. Uli al-Amr.

Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata pemimpin merupakan derivasi dari kata pimpin, yang memiliki arti dibimbing, dituntun. Dengan demikian, kata pemimpin memiliki arti yakni seseorang yang mampu memimpin, membimbing dan menuntun apa yang dipimpinnya.[11]

B.2.2. Pemimpin Menurut Al-Qur’an

Di dalam al-Qur’an, kata pemimpin sering diartikan dengan kata Khalifah, Imam danUli al-Amr. Berikut penjelasan masing-masing kata pemimpin yang terdapat di dalam al-Qur’an.

1. Khalifah

Secara etimologis kata khalifah berasal dari kata khalf (di belakang).Lalu dari sini kata khalifah diartikan sebagai “pengganti”, karena yang menggantikan selalu berada atau datang di belakang, sesudah yang digantikannya.[12]

Al-Qur’an memakai kata khalifah dalam bentuk tunggal sebanyak dua kali, yaitu dalam surah al-Baqarah ayat 30 dan surah Shad ayat 26. Sedangkan bentuk jamak, khala’if terulang sebanyak empat kali ([6]: 165, [10]: 14, 73, [35]: 39), dan juga bentuk jamak khulafa terulang sebanyak tiga kali ([7]: 69, 74, [27]: 62).[13]

Perbedaan bentuk kata seperti ayat-ayat diatas, dengan konteks yang berbeda pula, akan menimbulkan pengertian yang persis tidak sama. Kata khalifah yang hanya terulang dua kali itu—dalam konteksnya—menyangkut masalah kekuasaan dalam pengelolaan wilayah tertentu. Ini secara jelas ditunjukkan oleh

2. Imam

Page 7: Agama

Kata imam berakar dari kata amama (di depan). Imam berarti “yang di depan”, yakni yang diikuti perkataan dan perbuatannya, baik dia manusia, tulisan ataupun yang selain dari itu,[14] dan mungkin perbuatannya itu baik ataupun buruk.

ن� ذ�ي �� ن ن نٱ ل�و ل و Hا ني Iن ب Hا�� رH Hن ل ب� ب�هHب Hا�� ذ� ن JجKHزوH Hا ب�أ Jن KIت ي LرMذHن� و �� ن ل�� ل� ب� Hا������� ن�� ن وHجعHل ب�ب� ن� ٱ � ذ �� ن �ل �ب JمHامOا ذ� ٧٤إ

“Dan orang orang yang berkata: "Ya Tuhan kami, anugrahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan Jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.” (Q.S. al-Furqan [25]: 74)

Dalam al-Qur’an, kata imam terulang sebanyak tujuh kali dengan makna yang berbeda.Kendati demikian, semuanya mengacu kepada pengertian “sesuatu yang dituju atau diteladani.”[15] Arti-arti tersebut adalah:

a. Pemimpin dalam kebajikan; (Q.S. al-Baqarah [2]: 124)

b. Kitab amalan manusia; (Q.S. al-Isra [17]: 71)

c. Lauh Mahfufdz; (Q.S. Yasin [36]: 12)

d. Taurat; (Q.S. Hud [11]: 17)

e. Jalan yang jelas. (Q.S. al-Hijr [15]: 79)

3. Uli al-Amr

Menurut arti kebahasaan, uli al-amr berarti “yang mempunyai pekerjaan atau urusan.”Kata tersebut terdapat dua kali dalam al-Qur’an yaitu pada surah al-Nisa ayat 59 dan 83.

SهHا يH UKHأ ن� ي ذ�ي �� ن ا� ٱ وو ل! ن� ل#و ن"� ذ$� ن% ن�� �� ن V ا�ٱ� HطJيعMوا ن� وHأ ل&و �� ن ذ�ي ٱ� ا ل�� ذ� ن ب� ن�) ب( مب* ٱ ل, ٥٩ذ�!

“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu...” (Q.S. al-Nisa [4]: 59)

ب* ل- ن" و. ن/ ن�0 ذ�1 ب�� ن ن� ن�� ذ� م� ب� ن�) ب( ذ ٱ ذ4 ن�� بو ن5 ب� ذ% ٱ ذ6 ا� ل�و ن�0 ل7 ن�� ل�8 ن9 بو ن� ن ن�ى ۦم ذ� ذ�1 ل&و �� ن HىUK ٱ� Jل ذ�ي وHإ ا ذ� ل�� ب� ن�) ب( ب* ٱ ل> ب! ل% ذ� �ن �ذ ن# ن� ن� ذ�ي �� ن ل% ٱ ن= ل<و ذ? ن! �ن Aب مب* ني ل> ب! Hوال����H ذ� لC بوHل Dب Eذ% ن �� ن ب* ٱ� ل, ب� �ن ل%ۥ ن� �ل �ن Gب ن9 ل* ن �ل ب# ن? H� ن ن(ٱن� طن< ن�Kب� JالI ٱ� Jيل إ ٨٣اقHل

“Dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan, mereka lalu menyiarkannya.dan kalau mereka menyerahkannya kepada Rasul dan ulil Amri di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (Rasul dan ulil Amri),…” (Q.S. al-Nisa [4]: 83)

Para mufassir berbeda pendapat tentang pengertian uli al-amr. Sementara mereka mengatakan bahwa uli al-amr ialah “penguasa,” tetapi yang lain mengartikannya dengan “ulama.”

Page 8: Agama

Bila dilihat rangkaian ayat 59 dan ayat sebelumnya, yang mebicarakan tentang amanat dan keadilan dalam menegakkan hukum, terlihat bahwa uli al-amr terlihat dengan kedua tugas tersebut.Lalu kemudian, datang perintah Allah agar orang-orang beriman mengikuti Allah, Rasul-Nya dan uli al-amr. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa uli al-amr tidak lain adalah orang yang menjalankan tugas Allah dan Rasul-Nya, baik dalam hal duniawi maupun ukhrawi.[16]

B.3. Tafsir Ayat Tentang Tugas dan Fungsi Manusia (Ibadah dan Khalifah)

Dalam Kamus Populer Ilmu Pengetahuan karya S. Hassan Masdoeki, kata fungsi diartikan sebagai jabatan, tugas dan kewajiban.[17]Ini berarti bahwa kata tugas dan fungsi memiliki pengertian yang serupa. Dengan demikian, tugas dan fungsi manusia yakni ibadah dan khalifah tidak dapat dipisahkan antara satu sama lain, atau tidak dapat dilaksanakan hanya secara parsial, karena aspek ibadah juga mencakup kepada aspek khalifah dan begitu juga aspek khalifah mencakup aspek ibadah.

B.3.1. Manusia Sebagai ‘Abdullah (Hamba Allah)

a. Q.S. Al-Dzariyat [51]: 56

Lل ب �ن Mن ن�. ن�� ن Nذ ب� نO ٱ ذ1)= ب( JالI نٱ ذ إ Pل ل? ب# ن� ٥٦ذ�

“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan untuk beribadah (kepada-Ku).”

Di dalam Tafsir ibn Katsir dijelaskan bahwa Allah menciptakan mereka (jin dan manusia) itu dengan tujuan untuk menyuruh mereka beribadah kepada-Nya, bukan karena Allah membutuhkan mereka.[18]

Mengenai kalimat ذ Pل ل? ب# ن� ذ� ن�() ذ�1 (melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku), Ali bin Abi Thalib meriwayatkan dari Ibnu Abbas:

“Melainkan supaya mereka mau tunduk beribadah kepada-Ku, baik secara sukarela maupun terpaksa.”

Imam al-Qurthubi menjelaskan bahwa ayat ini adalah khusus ditujukan bagi golongan jin dan manusia yang telah Allah SWT tetapkan menurut ilmu-Nya untuk menyembah-Nya. Pengungkapan redaksi ayat tersebut menggunakan lafadz umum sedangkan maknanya adalah khusus sehingga makna dari ayat tersebut adalah “Dan Aku tidak menciptakan ahli kebahagiaan dari golongan jin dan manusia supaya mereka menyembahk-Ku atau mentauhidkan Allah SWT,” sebagaimana perkataan al-Qusyairi bahwa dalam ayat ini berlaku takhsis terhadap qath ‘i.[19]

http://tedifarhanudin.blogspot.co.id/2015/03/tugas-dan-fungsi-manusia-menurut.html

3 Secara garis besar, ajaran Islam mencakup 4 aspek, yaitu:

1. Aqidah, yaitu aspek keyakinan atau keimanan kepada perkara-perkara yang dijelaskan dalam rukun Iman.

Page 9: Agama

Aqidah adalah merupakan fundasi ajaran Islam yang sifat ajarannya pasti, mutlak kebenarannya, terperinci dan monoteistis. Ajaran intinya adalah mengesakan Tuhan (tauhid). Oleh karena itu, ajaran aqidah Islam yang tauhidi sangat menentang segala bentuk kemusyrikan.

2. Ibadah, yaitu aturan-aturan tentang tata cara hubungan manusia dengan Allah atau segala cara dan upacara pengabdian yang bersifat ritual yang telah diperintahkan dan diatur cara-cara pelaksanaannya dalam Al-Qur'an dan Hadits Nabi. Seperti, shalat, puasa, haji, dan lain-lain.

3. Akhlak, yaitu aturan tentang perilaku lahir dan batin yang dapat membedakan antara perilaku yang terpuji dan tercela, antara yang salah dan yang benar, antara yang patut dan yang tidak patut (sopan); dan antara yang baik dan yang buruk.

Sifat ajaran akhlak Islam adalah universal, eternal, dan absolut, dan akhlak yang benar menurut Islam adalah akhlak yang dilandasi dengan iman yang benar.

4. Mu'amalah, yaitu aturan tentang hubungan manusia dengan manusia dalam rangka memenuhi kepentingan atau kebutuhan hidupnya, baik yang primer maupun yang sekunder. Contohnya, ialah berdagang, perkawinan; termasuk masalah hukum pidana dan hukum tata negara. ((Zaky Mubarok, dkk: 78-80)

http://tablighpp.blogspot.co.id/2012/06/islam-satu-satunya-agama-yang-benar.html

4. Sikap Toleran terhadap Perbedaan Pendapat

Yang menarik, dalam mengemukakan berbagai pendapatnya, ulama-ulama Islam, terutama yang diakui secara luas keilmuannya, mampu menunjukkan kedewasaan sikap, toleransi, dan objektivitas yang tinggi. Mereka tetap mendudukkan pendapat mereka di bawah Al Qur’an dan Hadits, tidak memaksakan pendapat, dan selalu siap menerima kebenaran dari siapa pun datangnya. Dapat dikatakan, mereka telah menganut prinsip relativitas pengetahuan manusia. Sebab, kebenaran mutlak hanya milik Allah subhanahu wata’ala. Mereka tidak pernah memposisikan pendapat mereka sebagai yang paling absah sehingga wajib untuk diikuti.

khilafiyah dalam Masalah Furu’iyah

Contoh-contoh al khilaf al maqbul adalah perbedaan ulama mengenai bentuk manasik yang lebih utama, antara qiran, ifrad dan tamattu’; mengeraskan bacaan basmalah di dalam shalat jahriyah, jumlah takbir yang dianjurkan dalam shalat ‘ied, dan redaksi doa istiftah yang lebih afdhal. Perbedaan ulama dalam masalah-masalah tersebut tidak lebih dari perbedaan yang sifatnya variatif belaka. Sehingga kita dapat

Page 10: Agama

memilih yang lebih sesuai dengan keadaan dan kondisi kita masing-masing. Mengamalkan salah satu pendapat dari berbagai pendapat yang ada sama sekali tidak mengurangi nilai sahnya ibadah. Semua ulama sepakat terhadap keabsahan ibadah dengan salah satu bentuk tersebut.

Adapun al khilaf as sa’igh al maqbul, ialah perbedaan pendapat yang tidak dapat dikompromikan, namun tidak keluar dari ijtihad yang prosedural sesuai dengan medodologi ilmiah yang dikenal ulama.

Perbedaan pendapat tentang najisnya air yang kurang dari dua qullah bila terkena najis sedangkan tidak terjadi perubahan rasa, warna atau bau; hukum mandi jumat, hukum membaca al Fatihah bagi makmum, hukum qunut shubuh, dll. merupakan contoh-contoh kasus yang dapat dikategorikan dalam bentuk perbedaan pendapat yang kedua ini.

Muhammad bin Husain al Jizani, dalam disertasi doktornya untuk kajian Ushul Fiqh di Universitas Islam Madinah, KSA, yang mengantarnya memperoleh yudisium summa cum laude disertai pengahargaan tingkat I, menulis tentang sikap islami terhadap masalah ijtihad sebagai berikut:

1. Tidak menganggap fasiq, mubtadi’ dan kafir pihak yang berselisih paham;

2. Melakukan dialog yang sehat dengan mengutamakan dalil dan argumentasi;

3. Tidak memaksakan kehendak atau paham kepada pihak lain;

4. Tidak mengklaim kebenaran mutlak berada pada pihaknya.

http://belajarislam.com/2014/01/memahami-dan-menyikapi-perbedaan-secara-islami/