16
Inisiasi 1: Tuhan dan Ketuhanan Yang Maha Esa Iman merupakan asas yang menentukan ragam kepribadian manusia. Selama ini orang memahami bahwa iman artinya kepercayaan atau sikap batin, yaitu mempercayai adanya Allah, Malaikat, Rasul, Kitab, Hari Akhir (kiamat), Takdir baik dan buruk. Pengertian tersebut jika digandengkan dengan hadis Nabi yaitu aqdun bil qalbi wa ikraarun bil lisaani wa amalun bil arkani maka pengertiannya akan lebih operasional. Jika didefinisikan bahwa iman adalah kepribadian yang mencerminkan suatu keterpaduan antara kalbu, ucapan dan perilaku menurut ketentuan Allah, yang disampaikan oleh Malaikat kepada Nabi Muhammad. Ketentuan Allah tersebut dibukukan dalam bentuk Kitab yaitu kumpulan wahyu, yang dikonkretkan dalam Al-quran guna mencapai tujuan yang hakiki yaitu bahagia dalam hidup, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Isi kitab tersebut adalah ketentuan tentang nilai-nilai kehidupan yang baik dan yang buruk berdasarkan parameter dari Allah. Ada tiga aspek iman yaitu pengetahuan, kemauan dan kemampuan. Orang yang beriman kepada Allah adalah yang memiliki pengetahuan, kemauan dan kemampuan untuk hidup dengan ajaran Al-quran seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah. Oleh karena itu, prasyarat untuk mencapai iman adalah memahami kandungan Al-quran. Dengan demikian strategi untuk menumbuhkembangkan keimanan kepada Allah adalah menumbuhkembangkan kegiatan, belajar dan mengajar Al-quran secara akademik. Tujuan belajar dan mengajar adalah bukan sekedar mampu membunyikan hurufnya, melainkan sampai memahami makna yang terkandung di dalamnya. Kuat lemahnya iman seseorang sangat tergantung pada penguasaannya terhadap Al-quran. Kekeliruan dan kedangkalan dalam memahami makna Al- quran merupakan faktor yang membuat dangkal atau keliru dalam beriman. Untuk itu belajar dan mengajar Al-quran harus dilakukan secara terjadwal dan berkelanjutan. Belajar Al-quran tidak hanya di waktu kecil, namun harus berkelanjutan sampai ajal tiba. Konsep tentang Ketuhanan Yang Maha Esa, menurut pemikiran manusia, berbeda dengan konsep Ketuhanan Yang Maha Esa menurut ajaran Islam. Konsep Ketuhanan menurut pemikiran manusia baik deisme, panteisme, maupun eklektisme, tidak memberikan tempat bagi ajaran Allah dalam kehidupan, dalam arti ajaran Allah tidak fungsional. Paham panteisme

Agama Islam

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Resume Agama Islam

Citation preview

Page 1: Agama Islam

Inisiasi 1: Tuhan dan Ketuhanan Yang Maha Esa

Iman merupakan asas yang menentukan ragam kepribadian manusia. Selama ini orang memahami bahwa iman artinya kepercayaan atau sikap batin, yaitu mempercayai adanya Allah, Malaikat, Rasul, Kitab, Hari Akhir (kiamat), Takdir baik dan buruk. Pengertian tersebut jika digandengkan dengan hadis Nabi yaitu aqdun bil qalbi wa ikraarun bil lisaani wa amalun bil arkani maka pengertiannya akan lebih operasional. Jika didefinisikan bahwa iman adalah kepribadian yang mencerminkan suatu keterpaduan antara kalbu, ucapan dan perilaku menurut ketentuan Allah, yang disampaikan oleh Malaikat kepada Nabi Muhammad. Ketentuan Allah tersebut dibukukan dalam bentuk Kitab yaitu kumpulan wahyu, yang dikonkretkan dalam Al-quran guna mencapai tujuan yang hakiki yaitu bahagia dalam hidup, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Isi kitab tersebut adalah ketentuan tentang nilai-nilai kehidupan yang baik dan yang buruk berdasarkan parameter dari Allah.Ada tiga aspek iman yaitu pengetahuan, kemauan dan kemampuan. Orang yang beriman kepada Allah adalah yang memiliki pengetahuan, kemauan dan kemampuan untuk hidup dengan ajaran Al-quran seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah. Oleh karena itu, prasyarat untuk mencapai iman adalah memahami kandungan Al-quran. Dengan demikian strategi untuk menumbuhkembangkan keimanan kepada Allah adalah menumbuhkembangkan kegiatan, belajar dan mengajar Al-quran secara akademik. Tujuan belajar dan mengajar adalah bukan sekedar mampu membunyikan hurufnya, melainkan sampai memahami makna yang terkandung di dalamnya.Kuat lemahnya iman seseorang sangat tergantung pada penguasaannya terhadap Al-quran. Kekeliruan dan kedangkalan dalam memahami makna Al-quran merupakan faktor yang membuat dangkal atau keliru dalam beriman. Untuk itu belajar dan mengajar Al-quran harus dilakukan secara terjadwal dan berkelanjutan. Belajar Al-quran tidak hanya di waktu kecil, namun harus berkelanjutan sampai ajal tiba.Konsep tentang Ketuhanan Yang Maha Esa, menurut pemikiran manusia, berbeda dengan konsep Ketuhanan Yang Maha Esa menurut ajaran Islam. Konsep Ketuhanan menurut pemikiran manusia baik deisme, panteisme, maupun eklektisme, tidak memberikan tempat bagi ajaran Allah dalam kehidupan, dalam arti ajaran Allah tidak fungsional. Paham panteisme meyakini Tuhan berperan, namun yang berperan adalah Zat-Nya, bukan ajaran-Nya. Sedangkan konsep ketuhanan dalam Islam justru intinya adalah konsep ketuhanan secara fungsional. Maksudnya, fokus dari konsep ketuhanan dalam Islam adalah bagaimana memerankan ajaran Allah dalam memanfaatkan ciptaan-Nya. Segala yang ada di alam semesta ini diciptakan oleh Yang Maha Pencipta (Khalik). Manusia yang diberi akal, ketika memperhatikan gejala dan fenomena alam akan mengambil kesimpulan bahwa alam yang menakjubkan ini tentulah diciptakan oleh Yang Maha Agung. Akal yang logis juga memahami bahwa yang dicipta tidak sama dengan Pencipta.Makhluk, kecuali ada yang nyata dapat  diketahui  dengan pancaindra, ada pula yang immateri dan tidak dapat dijangkau oleh indera manusia. Keyakinan akan adanya makhluk ghaib itu, akan dapat menyampaikan kepada keimanan, juga terhadap Yang  Maha Ghaib, yaitu Khalik Pencipta alam semesta ini.

Inasi 2

Page 2: Agama Islam

Hakikat, Martabat, dan Tanggung Jawab ManusiaZat yang bersifat lahir dan gaib itu menentukan postur manusia sebagai makhluk yang paling sempurna. Manusia mempunyai anggota badan, khususnya otak dan jantung yang berfungsi sebagai mekanisme biologi, yaitu seperangkat subsistem di dalam sistem tubuh manusia untuk menunjukkan keberadaannya (eksistensinya).Susunan anggota badan manusia (fisik) sebenarnya sangat kompleks, tidak hanya terdiri dari otak dan jantung saja, yang masing-masing anggota badan satu sama lain dihubungkan melalui susunan syaraf yang sangat kompleks pula. Keadaan itu pun masih menggambarkan manusia yang kurang lengkap, karena kelengkapan manusia tidak hanya dari wujud fisiknya saja, akan tetapi juga dari kenyataan nonfisik yang justru tidak dimiliki oleh makhluk lain. Seperti ruh dan jiwa yang memerankan adanya proses berpikir, merasa, bersikap dan berserah diri serta mengabdi yang merupakan mekanisme, kejiwaan manusia sebagai makhluk Allah.Kedua mekanisme yang terdapat pada manusia, yaitu mekanisme biologi yang berpusat pada jantung (sebagai pusat hidup) dan mekanisme kejiwaan yang berpusat pada otak (otak sebagai lembaga pikir, rasa, dan sikap sebagai pusat kehidupan).Gambaran bahwa manusia merupakan makhluk yang sempurna, mungkin dapat dilihat dari kemampuannya untuk menentukan tujuan hidup. Tujuan hidup itu berdasarkan satu tata nilai yang memberikan corak pada seluruh kehidupan manusia yang terdiri dari proses mengetahui, mengalami, memikirkan, merasakan, dan membentuk sikap tertentu yang akhirnya tersusun pada suatu pola perilaku yang dapat menghasilkan karya manusia,  baik yang bersifat fisik maupun bersifat nonfisik. Tinggi rendahnya derajat kemampuan, sempit luasnya cakupan tergantung pada kapasitas otak (Q.S. Al-Mu'min (40) : 35), melalui pusat susunan syaraf (terletak pada sumsum tulang belakang) sehingga memungkinkan seluruh anggota badan berfungsi dalam rangka pencapaian cita-cita. Cita-cita tersebut sering kali diistilahkan dengan akhlakul karimah atau perilaku yang baik.Manusia ialah makhluk yang utama dan terutama di antara semua makhluk yang ada. Keutamaan manusia dapat dilihat dengan adanya potensi-potensi yang dimiliki oleh manusia, yang tidak terdapat pada makhluk lain. Dengan kelebihan itu manusia dijadikan sebagai khalifah Allah di bumi.Kedudukan manusia sebagai khalifah Allah inilah, yang menjadikan mereka mempunyai sejumlah hak dan kewajiban. Hak di sini adalah suatu imbalan dari kewajiban-kewajiban yang telah ditunaikannya. Kewajiban dalam konteks dengan hukum Islam, berarti pekerjaan yang akan mendapat sanksi hukum apabila ditinggalkan.Menurut kodratnya, manusia adalah makhluk yang paling mulia. Sesuai dengan namanya manusia adalah makhluk yang mempunyai naluri berperasaan, berkelompok, dan berpribadi. Selain itu manusia memiliki sifat pelupa atau  cenderung memilih berbuat kesalahan. Dari sifat-sifatnya itu posisi manusia akan berbalik menjadi makhluk yang paling hina, bahkan lebih hina dari binatang.Manusia diciptakan untuk mengelola dan memanfaatkan alam untuk mencapai kehidupan materi yang sejahtera dan bahagia di dunia, sekaligus dengan demikian ia dapat melaksanakan tugas beribadah kepada Pencipta untuk mencapai kebahagiaan immateri di akhirat kelak. Fungsi ganda manusia itu dikenal dalam istilah agama sebagai fungsi kekhalifahan dan kehambaan (untuk mengabdi dan beribadah).

INISIASI 3

Page 3: Agama Islam

Masyarakat Beradab, Peran Umat Beragama,HAM dan Demokrasi.

Masyarakat adalah sejumlah individu yang hidup bersama dalam suatu wilayah tertentu,bergaul dalam jangka waktu yang lama sehingga menimbulkan kesadaran pada diri setiap anggotanya sebagai suatu kesatuan. Asal usul pembentukan masyarakat bermula dari fitrah manusia sebagai makhluk sosial yang senantiasa membutuhkan orang lain. Dari fitrah ini kemudian mereka berinteraksi satu sama lain dalam jangka waktu yang lama sehingga menimbulkan hubungan sosial yang pada gilirannya menumbuhkan kesadaran akan kesatuan. Untuk menjaga ketertiban daripada hubungan sosial itu, maka dibuatlah sebuah peraturan.Dalam perkembangan berikutnya,seiring dengan berjumlahnya individu yang menjadi anggota tersebut dan perkembangan kebudayaan, masyarakat berkembang menjadi sesuatu yang kompleks. Maka muncullah lembaga sosial, kelompok sosial, kaidah-kaidah sosial sebagai struktur masyarakat dan proses sosial dan perubahan sosial sebagai dinamika masyarakat. Atas dasar itu, para ahli sosiologi menjelaskan masyarakat dari dua sudut: struktur dan dinamika.Masyarakat beradab dan sejahtera dapat dikonseptualisasikan sebagai civil society atau masyarakat madani. Meskipun memeliki makna dan sejarah sendiri, tetapi keduanya, civil society dan masyarakat madani merujuk pada semangat yang sama sebagai sebuah masyarakat yang adil, terbuka, demokratis, sejahtera, dengan kesadaran ketuhanan yang tinggi yang diimplementasikan dalam kehidupan sosial.Prinsip masyarakat beradab dan sejahtera (masyarakat madani) adalah keadilan sosial, egalitarianisme, pluralisme, supremasi hukum, dan pengawasan sosial. Keadilan sosial adalah tindakan adil terhadap setiap orang dan membebaskan segala penindasan. Egalitarianisme adalah kesamaan tanpa diskriminasi baik etnis, agama, suku, dll. Pluralisme adalah sikap menghormati kemajemukan dengan menerimanya secara tulus sebagai sebuah anugerah dan kebajikan. Supremasi hukum adalah menempatkan hukum di atas segalanya dan menetapkannya tanpa memandang “atas” dan “bawah”.

Bangsa Indonesia adalah bangsa yang plural di mana bangsa ini terdiri dari pelbagai macam suku, bahasa, etnis, agama, dll. meskipun plural, bangsa ini terikat oleh kesatuan kebangsaan akibat pengalaman yang sama: penjajahan yang pahit dan getir. Kesatuan kebangsaan itu dideklarasikan melalui Sumpah Pemuda 1928 yang menyatakan ikrar: satu nusa, satu bangsa, dan satu bahasa: Indonesia. Kesatuan kebangsaan momentum historisnya ada pada Pancasila ketika ia dijadikan sebagai falsafah dan ideologi negara. Jika dibandingkan, ia sama kedudukannya dengan Piagam Madinah. Keduanya, Pancasila dan Piagam Madinah merupakan platform bersama semua kelompok yang ada untuk mewujudkan cita-cita bersama, yakni masyarakat madani.Salah satu pluralitas bangsa Indonesia adalah agama. Karena itu peran umat beragama dalam mewujudkan masyarakat madani sangat penting. Peran itu dapat dilakukan, antara lain, melalui dialog untuk mengikis kecurigaan dan menumbuhkan saling pengertian, melakukan studi-studi agama, menumbuhkan kesadaran pluralisme, dan menumbuhkan kesadaran untuk bersama-sama mewujudkan masyarakat madan.

Hak Asasi Manusia (HAM) adalah wewenang manusia yang bersifat dasar sebagai manusia untuk mengerjakan, meninggalkan, memiliki, mempergunakan atau menuntut sesuatu baik yang bersifat materi maupun immateri. Secara historis, pandangan terhadap kemanusiaan di Barat bermula dari para pemikir Yunani Kuno yang menggagas humanisme. Pandangan humanisme, kemudian dipertegas kembali pada zaman Renaissance. Dari situ kemudian muncul pelbagai kesepakatan nasional maupun internasional

Page 4: Agama Islam

mengenai penghormatan hak-hak asasi manusia. Puncaknya adalah ketika Perserikatan Bangsa-Bangsa mengeluarkan Declaration of Human Right, disusul oleh ketentuan-ketentuan lain untuk melengkapi naskah tersebut. Secara garis besar, hak asasi manusia berisi hak-hak dasar manusia yang harus dilindungi yang meliputi hak hidup, hak kebebasan, hak persamaan, hak mendapatkan keadilan, dll.Jauh sebelum Barat mengonseptualisasikan hak asasi manusia, terutama, sejak masa Renaissance, Islam yang dibawa oleh Rasulullah telah mendasarkan hak asasi manusia dalam kitab sucinya. Beberapa ayat suci al-Qur’an banyak mengonfirmasi mengenai hak-hak tersebut: hak kebebasan, hak mendapat keadilan, hak kebebasan, hak mendapatkan keamanan, dll. Puncak komitmen terhadap hak asasi manusia dinyatakan dalam peristiwa haji Wada di mana Rasulullah berpesan mengenai hak hidup, hak perlindungan harta, dan hak kehormatan.Sama halnya dengan hak asasi manusia, demokrasi yang berarti pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat, secara historis telah ada sejak zaman Yunani Kuno sebagai respons terhadap pemerintahan otoriter yang tidak menutup partisipasi rakyat dalam setiap keputusan-keputusan publik. Melalui sejarah yang panjang, sekarang demokrasi dipandang sebagai sistem pemerintahan terbaik yang harus dianut oleh semua negara untuk kebaikan rakyat yang direalisasikan melalui hak asasi manusia. Hak asasi manusia hanya bisa diwujudkan dalam suatu sistem yang demokrasi di mana semua warga memiliki hak yang sama untuk berpartisipasi dalam penyelenggaraan berbangsa dan bernegara.Sama halnya dengan hak asasi manusia, prinsip-prinsip demokrasi seperti kebebasan, persamaan, dll. terdapat juga dalam Islam. Beberapa ayat al-Qur’an mengonfirmasi prinsip-prinsip tersebut. Selain itu juga, praktik Rasulullah dalam memimpin Madinah menunjukkan sikapnya yang demokratis. Faktanya adalah kesepakatan Piagam Madinah yang lahir dari ruang kebebasan dan persamaan serta penghormatan hak-hak asasi manusia.

INISIASI 4

Agama sebagai Sumber Moral dan Akhlak Mulia.

Page 5: Agama Islam

Agama dalam bahasa Indonesia, religion dalam bahasa Inggris, dan din dalam bahasa Arab merupakan sistem kepercayaan yang meliputi tata cara hubungan manusia dengan Sang Pencipta (habl min Allah), hubungan manusia dengan manusia (habl min al-nas), dan hubungan manusia dengan alam (habl min al-'alam.Dalam studi tentang agama-agama, para ahli agama mengklasifikasikan agama ke dalam beberapa kategori. Menurut al-Maqdisi agama diklasifikasikan menjadi 3 kategori: 1) agama wahyu dan non-wahyu, 2) agama misionaris dan non-misionaris, dan 3) agama lokal dan universal.Berdasarkan klasifikasi manapun diyakini bahwa agama memiliki peranan yang signifikan bagi kehidupan manusia karena di dalamnya terdapat seperangkat nilai yang menjadi pedoman dan pegangan bagi manusia. Salah satunya adalah dalam hal moral.Moral adalah sesuatu yang berkenaan dengan baik dan buruk. Tak jauh berbeda dengan moral, hanya lebih spesifik, adalah budi pekerti. Etika atau ilmu akhlak adalah kajian sistematis tentang baik dan buruk. Bisa juga dikatakan bahwa etika adalah ilmu tentang moral. Hanya saja perbedaan antara etika dan ilmu akhlak (etika Islam) bahwa yang pertama hanya mendasarkan pada akal, sedangkan yang disebut terakhir mendasarkan pada wahyu, akal hanya membantu terutama dalam hal perumusan.Di tengah krisis moral manusia modern (seperti dislokasi, disorientasi) akibat menjadikan akal sebagai satu-satunya sumber moral, agama bisa berperan lebih aktif dalam menyelamatkan manusia modern dari krisis tersebut. Agama dengan seperangkat moralnya yang absolut bisa memberikan pedoman yang jelas dan tujuan yang luhur untuk membimbing manusia ke arah kehidupan yang lebih baik. Akhlak dalam prakteknya ada yang mulia disebut akhlak mahmudah dan ada akhlak yang tercela yang disebut akhlak madzmumah. Akhlak mulia adalah akhlak yang sesuai dengan ketentuan-ketentuanan yang diajarkan Allah dan Rasul-Nya sedangkan akhlak tercela ialah yang tidak sesuai dengan ketentuan-ketentuan Allah dan rasul-Nya. Kemudian dari pada itu, kedua kategori akhlak tersebut ada yang bersifat batin dan ada yang bersifat lahir. Akhlak batin melahirkan akhlak lahir. Menurut al-Ghazali sendi akhlak mulia ada empat: hikmah, amarah, nafsu, keseimbangan di antara ketiganya. Keempat sendi tersebut melahirkan prilaku berupa: jujur, suka memberi kepada sesama, tawadlu, tabah, tinggi cita-cita, pemaaf, kasih sayang terhadap sesama, menghormati orang lain, qana’ah, sabar, malu, pemurah, berani membela kebenaran, menjaga diri dari hal-hal yang haram. Sedangkan empat sendi akhlak batin yang tercela adalah keji, bodoh, rakus, dan aniaya. Empat sendi akhlak tercela ini melahirkan sifat-sifat berupa: pemarah, boros, peminta, pesimis, statis, putus asa.Akhlak mulia dalam kehidupan sehari-hari diwujudkan baik dalam hubungannya dengan Allah – akhlak terhadap Allah, antara lain: tauhid, syukur, tawakal, mahabbah; hubungannya dengan diri sendiri – akhlak terhadap diri sendiri, antara lain: kreatif dan dinamis, sabar, iffah, jujur, tawadlu; dengan orang tua atau keluarga – akhlak terhadap orang tua, antara lain: berbakti, mendoakannya, dll.; hubungannya dengan sesama – akhlak terhadap sesama atau masyarakat, antara lain: ukhuwah, dermawan, pemaaf, tasamuh; dan hubungannya dengan alam – akhlak terhadap alam, antara lain: merenungkan, memanfaatkan. Islam memberikan penegasan yang luar biasa terhadap urgensi akhlak. Ada tidaknya manusia sangat ditentukan oleh akhlak yang dimiliki. Ketika seseorang tidak berakhlak, maka keberadaanya dianggap tidak ada, begitu juga sebaliknya. Rasulullah menyatakan bahwa tugas utama kerasulannya adalah meluruskan/memperbaiki akhlak manusia. Innama bu'itstu li utammima makarim al-akhlaq.

INISIASI 5

Page 6: Agama Islam

HUKUM

“Barangsiapa yang tidak berhukum dengan apa yang telah diturunkan Allah (al-Qur’an), maka mereka termasuk ke dalam golongan orang-orang kafir (al-Ma’idah 47).”Para ahli memberikan beberapa definisi tentang hukum, salah satunya adalah seperangkat aturan atau undang-undang yang mesti diterapkan dalam kehidupan secara pribadi ataupun bermasyarakat. Penerapan hukum tersebut bertujuan memberikan rasa aman bagi setiap individu dalam proses interaksinya dengan individu lain ketika berada di tengah-tengah masyarakat. Agar tujuan itu tercapai maka dibutuhkan seperangkat hukum yang betul-betul teruji dan dibuat oleh yang benar-benar ahli di bidangnya. Ahli hukum disebut dengan hakim. Dalam perspektif hukum Islam, Allah adalah hakim yang paling sempurna dan paling adil (QS. al-Tin 8). Hukum yang dibuat Allah terdistribusi pada ayat-ayat Allah (tanda-tanda kebesaran Allah). Ayat-ayat tersebut terbagi dua, ayat qauliyah yaitu firman Allah yang terdapat dalam al-Qur’an, dan ayat kauniyah yaitu alam ciptaan Allah. Para ulama sepakat mengatakan bahwa al-Qur’an merupakan sumber utama (mashdar al-uzma) dalam penerapakan hukum Islam. Dari penelaahan mendalam yang mereka lakukan ditemukan bahwa terdapat 5 jenis hukum dalam Islam. Pertama wajib yaitu sebuah perbuatan yang apabila dikerjakan maka pelakunya memperoleh pahala namun apabila ditinggalkan akan mendapatkan dosa. Kedua sunnah yaitu sebuah perbuatan yang apabila dikerjakan maka pelakunya memperoleh pahala namun apabila ditinggalkan tidak mengakibatkan dosa. Ketiga mubah yaitu sebuah perbuatan yang apabila dikerjakan maka pelakunya tidak memperoleh pahala, bagitu juga apabila ditinggalkan tidak memperoleh dosa. Keempat makruh yaitu sebuah perbuatan yang apabila dikerjakan tidak mengakibatkan dosa namun merupakan sesuatu yang dibenci Allah, apabila ditinggalkan akan memperoleh pahala. Kelima haram yaitu perbuatan yang apabila dikerjakan maka pelakunya akan memperoleh dosa namun apabila ditinggalkan akan memperoleh pahala.Berbicara tentang posisi kerasulan Muhammad SAW dalam perspektif hukum Islam, para ulama sepakat mengatakan bahwa apapun yang dikatakan, dilakukan, ditetapkan oleh Rasulullah juga merupakan sumber hukum. Perkataan, perbuatan, dan ketetapan Rasulullah tersebut disebut dengan sunnah Rasulullah (baca;sunnah). Rasulullah sering disebut sebagai al-Qur’an berjalan dalam arti seluruh tindak tanduknya merupakan penerjemahan dari nilai-nilai al-Qur’an. Posisi sunnah berada di bawah al-Qur’an. Apabila ketentuan-ketentuan dalam al-Qur’an memuat hal-hal yang abstrak dan umum (garis besar), maka sunnah berfungsi sebagai penjelas (tabyin) bagi hal-hal tersebut. Sebagai contoh dalam al-Qur’an terdapat kewajiban sholat, namun cara melaksanakan tidak dijelaskan dengan rinci. Untuk itu dibutuhkan sunnah guna menjelaskannya. Dengan demikian antara al-Qur’an dengan sunnah merupakan dua hal yang tidak boleh dikesampingkan oleh umat Islam. Mengherankan memang apabila ada segelintir umat Islam yang hanya mau mempergunakan al-Qur’an saja sebagai sumber hukum dengan menegasikan (meniadakan) sunnah yang notabene merupakan penjelasan yang tidak bisa dipisahkan dari al-Qur’an. Kelompok ini sering diidentifikasi sebagai inkar al-sunnah (Pengingkar sunnah).Bagi umat Islam keharusan untuk menjadikan al-Qur’an dan sunnah sebagai sumber hukum merupakan hal mutlak dilakukan. Pembuat hukum dalam al-Qur’an adalah Allah, Zat Yang Maha atas segala-galanya, sehingga tidak ada sedikitpun peluang atau ruang untuk keliru/salah. Sementara sunnah merupakan tindakan, perbuatan, ketetapan dari Rasulullah, pribadi agung yang merupakan penerjemahan dari al-Qur’an dalam segala tindak-tanduknya. Rasulullah memberikan jaminan keselamatan (lan tadhillu abada) bagi orang-orang yang menjadikan al-Qur’an dan sunnah sebagai sumber hukum dalam menjalani

Page 7: Agama Islam

kehidupan baik secara individu ataupun bermasyarakat.

INISIASI 6

Page 8: Agama Islam

IMAN, ILMU, SENI, DAN AMAL

Keimanan merupakan hal yang paling esensial bagi seorang mukmin, karena itu tanpa iman seseorang tidak dapat dikatakan mukmin. Keimanan dalam Islam terdistribusi dalam enam hal yang lazim disebut dengan rukun iman (arkan al-iman) yaitu iman pada Allah, malaikat, kitab, rasul, hari akhir (hari kiamat), dan qadar baik/buruk. Sebagian ulama mengatakan bahwa keenam hal ini cukup diyakini dalam hati. Sementara yang lain berpendapat bahwa iman tidak cukup hanya dengan keyakinan dalam hati saja, tetapi harus diucapkan dengan lisan (lidah), dan diimplementasikan dalam perbuatan (tashdiq bi al-qalb taqrir bi al-lisan wa al-amal bi al-arkan).Perintah untuk beriman (aminu) dalam al-Qur’an sering diikuti dengan kata berbuat baik (amilu al-shalihat). Hal ini memberikan penekanan pada umat Islam bahwa seorang muslim tidak cukup hanya beriman tetapi harus mengimplementasikan nilai-nilai keimanan tersebut dalam kehidupan sosial. Dalam konteks ini terlihat jelas korelasi antara iman dan amal.Buah dari keimanan seseorang pada hal-hal di atas membuatnya memiliki ciri-ciri yang membedakannya dengan komunitas yang tidak beriman (unbeliever). Di antara ciri-ciri orang yang beriman yang dijelaskan dalam al-Qur’an adalah; bergetarnya hati ketika disebutkan nama Allah dan hanya kepada Allahlah ia bertawakal, yaitu menyerahkan segala keputusan atau hasil usaha kepada Allah setelah berusaha dengan maksimal (QS. Al-Anfal 2). Selanjutnya terdapat pula ayat yang mengatakan bahwa orang yang beriman akan memakan makanan-makanan yang baik (al-thayyibat) dan senantiasa bersyukur atas segala nikmat (QS. Al-Baqarah 172), menepati janji (QS. Al-Maidah 1), dll. Ciri-ciri ini melekat pada siapa saja yang mengaku beriman, sehingga seorang yang mengaku beriman tetapi tidak memenuhi ciri-ciri tersebut maka keimanannya akan disangsikan (diragukan atau tidak sempurna).Salah satu konsekuensi dari keimanan kepada kitab Allah adalah memahami pesan dan nilai yang terdapat di dalamnya. Dalam al-Qur’an banyak sekali ayat-ayat yang menyuruh kaum muslimin untuk mempergunakan akal untuk mencari ilmu pengetahuan. Malah Allah memberikan keistimewaan bagi mereka dengan memposisikannya lebih tinggi dari yang lainnya (QS. Al-Mujadalah 11). Sangat mudah menemukan ayat-ayat tentang perintah mencari ilmu, afala ta’qilun, afala tazakkarun, afala tubshirun, ulu al-bab, ulu al-nuha, dll, sebaliknya belum ditemukan satu ayatpun yang mengingkarinya. Kenyataan ini menjadikan Islam sebagai agama yang rasional, progresif, dan cinta kemajuan. Rasionalitas dalam Islam memperoleh posisi yang istimewa. Rasulullah bersabda, “al-din huwa al-aql, la dina liman la ‘aqla lah”, agama itu rasional, maka belumlah seorang itu dipandang beragama (belum sempurna) ketika belum mempergunakan rasionya.Namun demikian pencapaian manusia terhadap ilmu pengetahuan harus tetap di bawah pengawasan dan kendali agama (baca;Islam). Islam menegaskan bahwa ilmu pengetahuan harus digali dan dipergunakan sepenuhnya dalam kerangka ibadah pada Allah. Man izdada ilman lam yazdad huda lam yazdad ila Allah illa bu’da, barangsiapa yang bertambah ilmunya namun tidak bertambah keimanannya, maka sesungguhnya ia akan semakin jauh dari Tuhannya. Islam mengutuk keras para pencari ilmu yang mempergunakan ilmunya untuk mencelakakan diri sendiri ataupun masyarakat. Theodore John Kaczynski dapat dijadikan contoh dalam hal ini. Si jenius ahli matematika lulusan Harvard University dan Michigan University ini dijuluki unabom. Dengan bom yang diciptakannya ia telah membunuh dan melukai banyak orang selama 17 tahun. Jelas Islam tidak menginginkan lahirnya Kaczynski-Kaczynski lain yang dengan penemuannya justru melakukan hal-hal yang bertentangan dengan ajaran agama.Berbicara tentang seni, para ahli sepakat mengatakan bahwa seni sangat erat hubungannya dengan keindahan. Islam tidak anti seni begitu juga dengan keindahan. Inna Allah jamil wa yuhibbu al-jamal,

Page 9: Agama Islam

Allah itu indah dan mencintai keindahan. Namun keindahan dalam perspektif manusia tetap harus berada dalam koridor agama. Sesuatu yang dianggap indah oleh manusia harus selaras dengan keindahan yang ditetapkan agama.

INISIASI 7

MEMAHAMI MAKNA BUDAYA AKADEMIK DALAM ISLAM

Page 10: Agama Islam

Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan.Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.Bacalah dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah.Yang mengajarkan (manusia) dengan perantaraan qalam.Dia mengajarkan manusia terhadap hal-hal yang tidak diketahuinya. (QS. Al-‘Alaq)

Para ulama sepakat mengatakan bahwa surat al-‘Alaq ayat 1-5 di atas adalah ayat al-Qur’an yang pertama kali diturunkan Allah kepada Rasulullah SAW. Iqra’ yang berarti “bacalah” (perintah membaca) sebagai kata pertama dalam rentetan ayat ini menggambarkan betapa Islam memberikan perhatian yang luar biasa terhadap ilmu pengetahuan, dan membaca merupakan cara terpenting dalam memperoleh ilmu pengetahuan. Pertanyaannya kemudian adalah “apa yang harus dibaca?” Para ulama mengatakan bahwa yang harus dibaca adalah segala sesuatu yang bisa atau memungkinkan untuk dibaca. Segala yang terdapat di alam ini adalah tanda-tanda kebesaran Allah yang lazim disebut ayat-ayat Allah. Oleh karena itu yang harus dibaca adalah ayat-ayat Allah. Ayat-ayat Allah dapat dibagi pada dua kategori, pertama ayat qauliyah yang berarti al-Quran dan kedua ayat kauniyah yang berarti alam semesta. Kejelasan tentang apa yang mesti dibaca melahirkan pertanyaan selanjutnya, “bagaimana cara membacanya?”. Tegas Allah mengatakan bahwa pembacaan terhadap hal-hal di atas harus dilakukan dengan orientasi ketuhanan (bi ism rabbik) artinya semuanya dilakukan dalam bingkai untuk mendekatkan diri pada Allah. Hal ini berhubungan erat dengan tujuan diciptakannya manusia oleh Allah yaitu untuk menyembah-Nya (beribadah) sebagaimana yang tercantum dalam QS. Al-Zariyat 56. Perintah untuk membaca pada ayat yang pertama tersebut diiringi oleh hampir 800 ayat selanjutnya (khususnya yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan) menjadi pondasi ilmiah bagi kaum muslimin sehingga lahirlah budaya akademik/keilmuan yang berjasa dalam perkembangan ilmu pengetahuan dunia. Al-Kindi, al-Farabi, ibn Sina, ibn Bajah, ibn Thufail, ibn Rusyd, al-Ghazali, al-Thusi, al-Khawarizmi, al-Razi, al-Jabr, ibn Khaldun, dan banyak lainnya, merupakan tokoh-tokoh yang lahir dari tradisi ini, dan dengan observasi serta eksperimentasi yang dilakukan terhadap alam semesta semakin memperkokoh prinsip tauhid sebagai salah satu motor penggerak kemajuan.Ulama dan ilmuan muslim masa lalu tidaklah mengenal istilah dikhotomi ilmu pengetahuan, ilmu agama vis a vis ilmu umum. Bagi mereka ilmu-ilmu tersebut pada prinsipnya sama dan bertujuan untuk mendekatkan diri pada Sang Pencipta. Oleh karena itu mereka selalu terpacu untuk menguasai kedua bidang tersebut. Tokoh-tokoh yang disebutkan di atas, di samping dikenal sebagai ahli-ahli agama (baca;Islam) yang otoritatif, juga dikenang antara lain karena kekuatan observasi dan kecenderungan eksperimental seperti yang terlihat dalam kajian-kajian ilmu alam dan kedokteran. Pencapaian yang diraih kaum muslimin masa lalu jauh lebih dulu dari yang dicapai Barat. Kemajuan yang dicapai Barat dewasa ini harus diakui tidak akan terealisasi tanpa kontribusi kaum muslimin. Banyak sekali ilmuan-ilmuan muslim yang dikenal di Barat, al-Farabi dikenal dengan al-Farabes, ibn Sina dikenal dengan avenciena, ibn Bajah dikenal dengan avempace, ibn Rusyd dikenal dengan averoes, dll. Sekarang dikhotomi ilmu pengetahuan telah diberlakukan. Para ulama bisasaja sangat ahli dalam ilmu-ilmu keislaman akan tetapi terkebelakang dalam hal sains dan tekhnologi. Akibatnya kajian-kajian agama yang disajikan para ulama tidak lagi menarik karena metodologi yang diketengahkan sudah ketinggalan zaman, minim sentuhan sains dan tekhnologi. Begitu juga sebaliknya, para ahli sains dan tekhnologi (saintis) larut dalam temuan-temuan mereka namun kering dari nilai-nilai spritual. Akibatnya temuan-temuan tersebut menjadi bebas nilai sehingga alih-alih membawa kemaslahatan, sebaliknya justru melahirkan kerusakan di atas bumi.