Agama Katolik

Embed Size (px)

Citation preview

  • 5/26/2018 Agama Katolik

    1/26

    1

    Bagian I

    Hakikat, Panggilan dan Martabat

    A. Hakikat Hidup Manusia

    1. Manusia Dicipta Sebagai Citra Allah

    Saat sang bayi dilahirkan, saat itulah kepadanya disampaikan panggilan agung,yakni panggilan untuk menjadi manusia. Sejak bayi, seseorang sudah dipanggil,

    diundang, dan diajak untuk memenuhi seruan menjadi manusia seutuhnya seturut

    martabat asali sebagai citra Allah.

    Dapat diibaratkan bagai seorang pelukis yang siap menggoreskan pena di atas

    kanvas putih dalam waktu-waktu kehidupannya. Anugerah panggilan itu bukan

    berarti pasif, artinya manusia hanya penikmat saja tanpa melakukan apa-apa.Manusia dengan kebebasannya tetap harus aktif untuk memanfaatkan dan

    menumbuhkembangkan anugerah itu sebaik mungkin. Jadi anugerah itu bagi manusia

    membawa konsekuensi suatu tugas dan tanggungjawab atas hidup.

    Dalam Kitab Suci, tidak hanya dikatakan bahwa manusia diciptakan sebagai

    citra Allah, tetapi juga ditegaskan mengenai panggilannyasebagai citra Allah. Setelahselesai mencipta manusia, Allah memberkati manusia dan memanggilnya untuk

    beranakcucu dan bertambah banyak; memenuhi bumi dan menaklukkannya,

    menguasai ciptaan Allah lainnya (lih. Kej 1: 26-30. 2: 15-16).

    Siapa yang menumpahkan darah manusia , darahnya akan tertumpah oleh manusia,

    sebab Allah membuat manusia itu menurut gambar-Nya sendiri (lih. Kej. 9:6).Manusia itu sangat berbeda dengan ciptaan lainnya (batu, tumbuhan dan

    binatang).

    Manusia bukan hanya puncak karya keselamatan Allah dan diciptakanmenurut gambar dan rupa Allah, tetapi manusia itu dijunjung lebih tinggi

    dengan inkarnasidan penebusanKristus.

    Manusia bukan hanya puncak karya keselamatan Allah dan diciptakan

    menurut gambar dan rupa Allah, tetapi manusia itu dijunjung lebih tinggi

    dengan inkarnasidan penebusanKristus.

    Manusia diciptakan sebagai citra Allah, manusia memiliki martabat sebagai

    pribadi: ia bukan hanya sesuatu, melainkan seseorang.

    Manusia mengenal dirinya sendiri, menjadi tuan atas dirinya sendiri,

    mengabdikan diri dalam kebebasan, dan hidup dalam kebersamaan dengan

    orang lain, dan dipanggil membangun relasi dengan Allah, Pencipta-Nya.

    Dalam dunia modern sekarang ini, manusia menghadapi ancaman-ancamanberat yang tak terbilang jumlahnya.

    Manusia merasa terlindas oleh perasaan tak berdaya. Mereka merasa seolah-olah kebaikan tak pernah dapat memadai kekuatannya untuk mengalahkan

    kejahatan.

    Dalam perjalanan perwujudan sebagai citra Allah, manusia kerap dihadapkan

    dengan berbagai macam pertanyaan ada pertanyaan bersifat dangkal,

    namun ada pula yang sungguh mendalam.Apa pertanyaan yang bersifat dangkal? Apa pertanyaan yang bersifat

    mendalam?

  • 5/26/2018 Agama Katolik

    2/26

    2

    2. Manusia Dipanggil & Diutus Allah

    Ada berbagai macam tantangan, rintangan, dan pertanyaan-pertanyaan hidup

    yang ada.Apa tantangan, rintangan dan pertanyaan hidupmu?

    3. Martabat Hidup Manusia

    Manusia dari mulai keberadaannya di dunia terus dipanggil untuk semakin

    menuju kepada martabat sebagai citra Allah.

    Martabat inilah yang sering disebut sebagai kesempurnaan. Kesempurnaanmanusia sebagai citra Allah disadari dan dipahami bukan dalam arti

    manusia harus sama dengan Allah; melainkan justru dalam membuka diri dan

    menyambut panggilan dunia, terutama sesamanya manusia. Dalam

    keterbukaan terhadap dunia, terutama sesamanya, manusia semakin

    mewujudnyatakan panggilannya sebagai citra Allah.

    Martabat Manusia menurut Ajaran GerejaGaudium et Spes artikel 12, 15, 16, 17, 24 Sebagai citra-Nya, manusia sangat

    dikasihi Allah (G.S Art. 12). Manusia "yang di dunia merupakan makhluk yang

    dikehendaki Allah demi diri-Nya sendiri" (G.S Art. 24). Ia dipanggil untuk mengambil

    bagian dalam kehidupan Allah sendiri. Karena semua manusia adalah citra Allah,

    berasal dari Allah yang sama, dan sama-sama dikasihi Allah, maka semua manusia

    mempunyai ikatan kesatuan. Mereka harus saling mengasihi, menghormati, tidaksaling menghina dan merendahkan, serta hidup sebagai saudara satu terhadap yang

    lain.

    Evangelium Vitae (Injil Kehidupanatau dalambahasa Inggris disebut "The Gospel of

    Life" adalah judul dari ensiklik yang ditulis oleh Paus Yohannes Paulus II yangmerupakan sikap Gereja Katolik terhadap nilai-nilai kehidupan manusia yang tidak

    dapat diganggu gugat. Ensiklik tersebut disebar luaskan pada tanggal25 Maret1995).

    Artikel 1: Injil tentang hidup menjadi inti ajaran Yesus.

    Artikel 2: manusia diberi martabat yang sangat berdasarkan ikatan mesra dengan

    Sang Pencipta; dalam diri manusia terpancarlah gambar Allah sendiri.asal usul dan

    tujuan hidup, yakni persatuan dengan Allah dalam pengetahuan dan kasih dengan-

    Nya (art. 38)

    Dalam keadaan apapun, hidup manusia tetap bernilai. Keadaan jasmani dan rohanibukan ukuran bernilai tidaknya hidup manusia. Kerusakan jasmani seseorang

    bukanlah dasar bagi seseorang untuk menilai bahwa hidupnya tak bermakna.

    Demikian juga kecantikan dan ketampanan fisik seseorang bukan dasar untuk menilai

    bahwa hidupnya bermakna. Demikian pula suka duka hidup bukan ukuran dasar dari

    makna hidup manusia. Nilai tinggi hidup manusia terletak pertama-tama pada

    relasinya dengan Allah sendiri; Citra Allah, Anugerah Allah, Milik Allah, Kudus sepertiAllah. Selain itu, hidup fana manusia juga memiliki nilai yang tinggi karena hidup fana

    http://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_Inggrishttp://id.wikipedia.org/wiki/Ensiklikhttp://id.wikipedia.org/wiki/Paus_Yohannes_Paulus_IIhttp://id.wikipedia.org/wiki/Gereja_Katolikhttp://id.wikipedia.org/wiki/25_Marethttp://id.wikipedia.org/wiki/1995http://id.wikipedia.org/wiki/1995http://id.wikipedia.org/wiki/25_Marethttp://id.wikipedia.org/wiki/25_Marethttp://id.wikipedia.org/wiki/Gereja_Katolikhttp://id.wikipedia.org/wiki/Gereja_Katolikhttp://id.wikipedia.org/wiki/Gereja_Katolikhttp://id.wikipedia.org/wiki/Paus_Yohannes_Paulus_IIhttp://id.wikipedia.org/wiki/Paus_Yohannes_Paulus_IIhttp://id.wikipedia.org/wiki/Paus_Yohannes_Paulus_IIhttp://id.wikipedia.org/wiki/Paus_Yohannes_Paulus_IIhttp://id.wikipedia.org/wiki/Paus_Yohannes_Paulus_IIhttp://id.wikipedia.org/wiki/Paus_Yohannes_Paulus_IIhttp://id.wikipedia.org/wiki/Ensiklikhttp://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_Inggrishttp://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_Inggrishttp://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_Inggris
  • 5/26/2018 Agama Katolik

    3/26

    3

    manusia mengandung benih keseluruhan dan kepenuhan yang akan terpenuhi dalam

    hidup ilahi abadi (EV 31).

    Manusia memiliki kemampuan spiritual yang khas kemampuan untuk memilih yangbaik dan yang jahat dan kehendak bebas. (Art 34)

    Hidup manusia itu selalu sesuatu yang baik! Mengapa? Karena hidup ituberbeda jauh dengan hidup makhluk hidup lainnya, kendati ia dibentuk dari

    debu tanah. (Kej. 1: 26-27)

    Hidup manusia menampilkan Allah di dunia, menandakan kehadiran-Nya dan

    mencerminkan kemuliaan-Nya. Manusia dikaruniai martabat yang amat luhur(EV 34).

    Dignitatis Humanae (Keluhuran Hidup Manusia, Paus Yohanes Paulus II)

    Artikel 2: Martabat sebagai seorang pribadi yakni diberi akal budi dan kehendak

    bebas dan oleh karena itu mendapatkan priveligi untuk tanggung jawab pribadi.

    Bagaimana dengan penderitaan?

    Penderitaan kerapkali dinilai sebagai bencana atau bahkan mungkin buah daridosa. Sehingga penderitaan itu sama sekali tak bermakna.

    Penderitaan hanya mensengsarakan manusia dan membuat manusia putus asa.

    Apakah benar demikian?

    Menurut ajaran kristiani, penderitaan secara khusus pada waktu menjelang

    kematian, memiliki tempat yang khusus dalam rencana keselamatan Allah.

    Penderitaan itu adalah tanda seseorang ikut ambil bagian dalam sengsaraKristus dan bersatu dengan kurban penebusan Kristus yang mempersembahkan

    ketaatannya pada kehendak Bapa.

    Beberapa pertanyaan seputar keluhuran martabat manusia

    Apa akar martabat manusia?

    Martabat pribadi manusia berakar pada penciptaannya menurut gambar dan rupa

    Allah. Dilengkapi dengan jiwa yang spiritual dan tak dapat mati, intelek kebahagiaan

    kekal dalam jiwa dan badannya.

    Dalam arti apa kita mengerti bahwa manusia, laki-laki dan perempuan,

    diciptakan menurut gambaran Allah?

    Pribadi manusia diciptakan menurut gambar Allah dalam arti bahwa dia mampumengenal dan mencintai Penciptanya secara bebas. Manusia adalah satu-satunya

    makhluk di dunia yang dikehendaki Allah demi mereka sendiri, dan dipanggil untukmengambil bagian dalam kehidupan ilahi-Nya melalui pengenalan dan cinta kasih.

    Semua manusia, karena diciptakan menurut gambaran Allah, mempunyai martabat

    sebagai seorang pribadi. Seorang pribadi bukanlah sesuatu barang, tetapi seseorang

    yang mampu mengenal dirinya sendiri dan memberikan dirinya dengan bebas dan

    masuk ke dalam persatuan dengan Allah dan pribadi-pribadi lainnya.

  • 5/26/2018 Agama Katolik

    4/26

    4

    Apa tujuan Allah menciptakan laki-laki dan perempuan?

    Allah menciptakan segala sesuatu bagi mereka, tetapi Dia menciptakan mereka untukmengenal, melayani, dan mencintai Allah, untuk mempersembahkan untuk

    mengangkatnya ke dalam hidup bersama Dia di surga. Hanya dalam misteri kodratciptaan itu merupakan prinsip kebijaksanaan dan dasar moralitas. Penjelmaan Sang

    Sabda, misteri pribadi manusia dapat dimengerti secara baru. Semua ciptaan di duniaini sebagai rasa syukur dan terima kasih kepada-Nya dan Laki-laki dan perempuan

    ditakdirkan untuk menghasilkan kembali gambar Putra Allah yang menjadi manusia ,

    Allah yang tidak kelihatan (Kol 1:15).

    Hubungan apa yang ditetapkan Allah antara laki-laki dan perempuan?

    Laki-laki dan perempuan diciptakan Allah dalam martabat yang setara karena mereka

    adalah pribadi-pribadi manusia. Sekaligus mereka diciptakan untuk saling

    melengkapi karena mereka laki-laki dan perempuan. Allah menghendaki agar mereka

    juga dipanggil untuk meneruskan kehidupan manusia dengan menjadi satudagingdalam perkawinan (Kej 2:24). Mereka juga dipanggil untuk menaklukkan dunia

    sebagai pelayan Allah.

    Apa peranan martabat manusia berhadapan dengan suara hati?

    Martabat pribadi manusia menuntut suara hati moral ini lurus dan benar (yang

    berarti sesuai dengan apa yang adil dan baik menurut hukum Allah). Karena

    menyangkut martabat manusia, tak seorang pun dapat dipaksa untuk melakukan

    tindakan yang berlawanan dengan suara hatinya, atau dihalangi untuk bertindaksesuai dengan suara hatinya, khususnya dalam hal-hal religius dan dalam batas-batas

    kebaikan umum.

    Sebagai makhluk bermartabat, manusia mengembangkan diri dan menghayati

    hidupnya berdasarkan pada beberapa unsur yang ada dalam dirinya. Denganberpedoman pada ajaran St. Paulus (1Tes 5:23), ada 3 unsur konstitutif: 1) tubuh, 2)

    jiwa, dan 3) roh.

    - Tubuh. Tubuh menunjuk pada seluruh bidang kehidupan manusia yang fisik-

    material, yang berkaitan dengan jasmani atau badan. Segala sesuatu yang

    menyangkut tubuh adalah makan dan minum, kesehatan dan kenyamanan.

    Tetapi pemenuhan bagi tubuh manusia belum dapat membuat hidup manusia

    menjadi sungguh manusiawi. Menurut St. Paulus, tubuh manusia mengarah

    pada percabulan, kecemaran, hawa nafsu, penyembahan berhala, sihir,perseteruan, perselisihan, iri hati, amarah, kepentingan diri sendiri,

    percideraan, roh pemecah, kedengkian, kemabukan, pesta pora (bdk. Galatia5:19-21). Manusia tidak hanya mempunyai tubuh. Manusia juga punya jiwa.

    - Jiwa. Jiwa menyentuh sisi hati dan akal budi manusia. Melalui hati dan akal

    budi itu, manusia mengusahakan kebebasan, pendidikan, kehidupan bersama,

    kebudayaan, norma-norma hukum, pengetahuan dan teknologi. Usaha

    manusia untuk masuk pada berbagai bidang tersebut tidak tanpa masalah. Ada

    tuntutan dan tantangan yang ada dalam suara hati manusia. Dengankemampuan suara hati, baik untuk mencermati peristiwa yang dialami,

    memilih atau menolak untuk mensikapi, dan menentukan sikapnya, manusia

  • 5/26/2018 Agama Katolik

    5/26

    5

    menyadari bahwa seluruh hidupnya melampaui seluruh ketegangan yang

    dihadapi. Manusia menyadari ada dimensi kehidupan yang lebih unggul atautransenden.

    - Roh. Roh mencakup iman dan kepercayaan. Dengan beriman dan percaya,manusia membuka dirinya pada kuasa Allah yang hadir dan ada dalam dirinya.

    Roh yang ada dalam diri manusia memampukan pula untuk mengatasikesengsaraan, kesedihan, dan keterbatasan dirinya. Dalam Galatia (Gal. 5: 22-

    23), St. Paulus menegaskan bahwa buah roh ialah: kasih, sukacita, damai

    sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan,

    penguasaan diri.

    Hidup manusia meliputi tubuh, jiwa dan roh. Ketiganya membentuk hidup

    manusia secara menyeluruh. Dengan demikian, secara singkat dapat pula

    disebutkan bahwa tubuh menghubungkan manusia dengan dunia, melalui indera

    manusia, kita dapat merasakan panas, dingin, dan sebagainya. Jiwa adalah organ

    yang menghubungkan dan memberi kita kesadaran akan diri sendiri. Roh adalah

    sesuatu yang membuat manusia sadar akan Allah dan yang menghubungkan kitadengan Allah.

  • 5/26/2018 Agama Katolik

    6/26

    6

    BAGIAN 2

    WAHYU DAN IMAN DALAM TRADISI KATOLIK

    I. WahyuA. Wahyu sebagai komunikasi Interpesonal Allah-Manusia

    Bicara mengenai wahyu dan iman dalam tradisi Katolik, maka kata kunci utamayang digunakan adalah komunikasi. Dengan istilah ini, hendak ditunjukkan adanya

    relasi dan tindakan saling menyapa antara minimal dua pihak. Ada yang berinisiatif

    dan ada yang menanggapi. Komunikasi ini menjadi berjalan apabila ada pemahaman

    akan maksud dan isi yang disampaikan. Inilah syarat utama munculnya relasitersebut, bukan pertama-tama masalah bahasa: karena bahasa itu sendiri sangat

    terbatas pada ruang dan waktu tertentu; melainkan pada relasi antara dua pihak yang

    saling memahami tentang hal yang dikomunikasikan.

    Dalam konteks wahyu-iman, terlihat sejumlah unsur dari komunikasi tersebut,

    yaitu adanya dua pihak yang saling berelasi, Allah dengan manusia. Pihak yang

    mengambil inisiatif adalah Allah dan pihak yang menanggapi adalah manusia. Inisiatif

    komunikasi Allah tersebut diwujudkan dalam perlbagai rupa dan melalui pelbagaicara hingga akhirnya Ia mengutus sendiri Yesus Kristus, PuteraNya. Berbeda dengan

    komunikasi antara dua orang manusia pada umumnya, komunikasi antara Allah-

    manusia itu berada dalam tataran yang berbeda: Allah dalam realitas ilahi yang tak

    kasat mata, sedangkan manusia berada dalam tataran duniawi yang indrawi . Maka

    untuk dapat mengenal apa yang dikomunikasikan, manusia menggunakan

    kemampuan-kemampuan rohaninyasehingga dapat mengenal Allah.Melihat relasi antara Allah dengan manusia, kita dapat mengatakan bahwa

    Allah-lah yang menjadi subyek wahyu.Ada gerakan dari pihak Allah: dari keadaannyayang tidak terdeteksi oleh manusia, kini Allah keluar menyatakan diri dan

    kehendakNya menyelamatkan manusia. Allah yang semula diamkini berbicarapada

    manusia. Mengapa Allah berbuat demikian? Mengapa Allah kini menyatakan dirinyapada manusia? Apa tujuan tindakanNya tersebut? Konstitusi Dogmatis Dei Verbumart

    2 mengungkapkan motivasi Allah untuk berkomunikasi dengan manusia adalah

    karena kebaikan dan kebijaksanaanNya. Maka motivasi tersebut digerakkan olehkebebasan dan cinta Allah bagi manusia, bukan karena hal lain. Allah tidak

    memberikan diriNya karena digerakkan oleh manusia yang berdosa, melainkan

    karena kehendak Allah untuk bersekutu dengan manusia dan menyapa mereka

    sebagai sahabatNya (Dei Verbum art.2). Dalam hal inilah menjadi jelas bahwa

    pewahyuan berhubungan erat dengan keselamatan yang direncanakan Allahbagimanusia.

    B. Obyek dan Cara Penyampaian WahyuB.1 Dalam Perjanjian Lama:

    Setelah menganalogikan wahyu sebagai komunikasi di antara dua pihak, kemudian

    kita perlu bertanya: apa yang dikomunikasikan?Apa yang menjadi obyek atau isi

    komunikasi dari Allahpada manusia. Kitab Suci Perjanjian Lama (KSPL) mengungkap

    sejumlah segi mengenai obyek wahyu, yaitu apa yang disampaikan dari diri Allahi:

  • 5/26/2018 Agama Katolik

    7/26

    7

    1.KehendakNya:

    Hal ini diwujudkan dalam hukum taurat, di dalamnya termuat anekaketentuan dan ketetapan dari Allah bagi umat Israel yang menuntun mereka

    untuk mendapat keselamatan, Ia memberitakan firman-Nya kepada Yakub,ketetapan-ketetapan-Nya dan hukum-hukum-Nya kepada Israel.(Mzm 147:19).

    2.Kemahakuasaan dan kemuliaanNya:

    Hal ini diwujudkan dalam penciptaan alam semesta, yang menggambarkan

    akan Allah yang hidup dan terlibat sejak awal mula dunia ada, Langit

    menceritakan kemuliaan Allah, dan cakrawala memberitakan pekerjaan tangan-Nya.(Mzm 19:2).

    3.Pribadi Allah yang adil dan berbelas kasih

    Ini ditunjukkan dalam karya keterlibatannya bagi umat Israel, dalam memilih,

    membimbing, dan melindungi umat-Nya serta dalam pemerintahanNya di dunia.

    Kamu sendiri telah melihat apa yang Kulakukan kepada orang Mesir, dan

    bagaimana Aku telah mendukung kamu di atas sayap rajawali dan membawakamu kepada-Ku. (Kel 19:4).

    Hal-hal inilah yang kurang lebih disampaikan Allah bagi umat-Nya dan berkaitan

    erat dengan kehendak-Nya untuk menyelamatkan umat manusia. Maka pewahyuan

    tidak dapat dilepaskan dari rangkaian tindakan Allah: untuk menyapa manusia,

    menerima mereka sebagai umat kesayanganNya, dan akhirnya membawa merekadalam keselamatan.

    Isi pewahyuan ini kemudian berkaitan erat dengan tindakan proses bagaimanaWahyu itu sampai dari Allah pada manusia. Ada pengantara yang menyampaikan niat

    dan kehendak Allah bagi hidup manusia. Mengapa perlu ada perantara? Mengapa

    Allah tidak langsung menjumpai manusia dan menyampaikan isi kehendakNya buatmereka? Rupanya yang mendasari perlunya terdapat pemisahan antara Allah dan

    manusia adalah bahwa Allah itu kudus, sedangkan manusia tidak. Dua hal ini tidak

    dapat bertemu dalam tataran yang sama dan siapa pun yang berhadapan dengan

    Allah akan mati (Hak 13:22).

    Dalam sejarah umat Israel, terungkap sejumlah pihak yang memperantarai

    relasi antara Allah dengan manusia, misalnya para imam yang dalam tindakan

    kultisnya menghubungkan tataran ilahi dengan manusiawi. Merekalah yang

    menyampaikan ucapan syukur manusia pada Allah dan menjaga batas antara Allahyang kudus dan manusia. Namun dalam dunia Perjanjian Lama, pihak perantara

    wahyu Allah terutama dihadirkan dalam diri para nabi. Merekalah yangmenyampaikan sejumlah sabda Tuhan bagi manusia, memberikan teguranbagi umat

    bila mereka dalam keadaan berdosa dan memberikan pengharapan dalam keadaan

    tertindas.

    B.2 Dalam Perjanjian Baru: Yesus Kristus Puncak Wahyu

    Sementara itu, obyek wahyu dalam Kitab Suci Perjanjian Baru adalah sangatkhas, yaitu bahwa isi komunikasi Allah itu hadir dalam pribadi Yesus Kristus, sang

    Anak Allah. Dialah yang menjadi puncak dari seluruh sejarah pewahyuan, dari mulai

  • 5/26/2018 Agama Katolik

    8/26

    8

    kisah janji pada Abraham, dari Musa ke jaman para nabi, sesudah pembuangan,

    melalui sejarah umat Israel sampai pada jaman kehadiran Yesus di dunia. Dei Verbumart 4 mengungkapkan bahwa dalam diri Kristuslah komunikasi Allah kepada manusia

    menjadi nyata sepenuhnya.Teks kunci dalam Kitab Suci untuk melihat keistimewaan Yesus sebagai

    kepenuhan Wahyu adalah Ibr 1:1-12 yang berbunyi:Setelah pada zaman dahulu Allah berulang kali dan dalam pelbagai cara

    berbicara kepada nenek moyang kita dengan perantaraan nabi-nabi, maka pada

    zaman akhir ini Ia telah berbicara kepada kita dengan perantaraan Anak-Nya

    (Ibr 1:1-2)

    Teks ini mengungkap dengan sangat jelas bagaimana ada aspek kontinuitas

    (keberlanjutan) dari peristiwa Yesus Kristus dengan sejarah pewahyuan yang

    sebelumnya. Namun pewahyuan itu menjadi definitif, penuh, lengkap, tak

    ditambahkan lagi; dalam diri Yesus Kristus. Istilah puncak hendak menyatakanbahwa Yesuslah pewahyuan definitif dari diri Allah , karena barangsiapa telah

    melihat Yesus, telah melihat Bapa (Yoh 14:9). Ciri lain yang hendak ditampilkanadalah bahwa kehadiran Yesus punya arti yang mendasar untuk menentukan

    hubungan manusia dengan Allah. Sebelum peristiwa Yesus Kristus, perjanjian Allah-

    manusia kerap kali gagal langgeng karena ketidaksetiaan pihak manusia yang tidak

    taat pada Allah. Dan kini Yesus hadir dari Allah menjadi manusia, dan dengan

    demikian berada di pihak manusia. Maka dari itu, perjanjian tidak dapat dibatalkan

    lagi karena Yesus menjadi penjamin relasi perjanjian Allah-manusia. Darikeistimewaan Yesus Kristus ini hendak diungkapkan bahwa Ia adalah pembawa

    sekaligus isiwahyu tersebut.Dari uraian di atas hendak diungkapkan hakekat wahyu yaitu Allah yang

    berkomunikasi dengan manusia. Ia keluar dari keadaannya yang tersembunyi dan

    kemudian menyatakan diriNya kepada manusia. Pernyataan diri Allah itu secarasempurna hadir dalam pribadi Yesus Kristus, Anak Allah.

    C. Sarana Penerusan WahyuKontinuitas wahyu bagi umat dari jaman ke jaman hingga ke diri kita, hanya

    dimungkinkan dengan kehadiran Yesus Kristus dalam Roh Kudus. Dasar penerusan

    Wahyu adalah kehendak Allah sendiri untuk menyelamatkan semua orang (1 Tim

    2:4). Dalam tradisi Katolik, kisah penyataan dan komunikasi diri Allah bagi manusia

    terus menerus hadir sepanjang sejarah melalui Tradisi dan Kitab Suci. Pembentukanwahyu itu sendiri mulai baku dan definitif pada masa selesainya jaman para rasul,

    sehingga para penerus atau pun umat masing-masing jemaat yang dibangun di atasrasul tertentu, kini hanya sekedar menyampaikan dan meneruskan apa yang sudah

    mereka terima dari diri para rasul. Dalam hal inilah kita bicara mengenai sarana

    penerusan wahyu

    Dei Verbum art 8 menuliskan: Maka para Rasul, seraya meneruskan apa yang

    telah mereka terima sendiri, mengingatkan kaum beriman, supaya mereka berpegang

    teguh pada ajaran-ajaran warisan, yang telah mereka terima entah secara lisan entahsecara tertulis (lih. 2Tes 2:15), dan supaya mereka berjuang untuk membela iman yang

    sekali untuk selamanya diteruskan kepada mereka

  • 5/26/2018 Agama Katolik

    9/26

    9

    Kutipan di atas hendak mengungkapkan adanya 2 cara dalam penerusanWahyu(lihat juga Dei Verbum art 7), yaitu Kesaksian Lisan dan Kesaksian Tertulis:

    C.1 Kesaksian Lisan (Tradisi)

    Adalah bentuk pewartaan dan penerusan Wahyu yang tidak tertulis, yaitudalam tradisi para rasul. Tampak dalam pewartaan lisan, teladan hidup,

    dan penetapan-penetapan tertentu dari para rasul. Seluruh kesaksian ini,

    baik yang mereka terima dari hidup Yesus Kristus sendiri maupun yang

    mereka terima atas dorongan Roh Kudus, diteruskan secara turuntemurun dalam jemaat dari jaman ke jaman.

    Tradisidibedakan dalam dua jenis, yaitu

    1)Tradisi Apostolik (Para Rasul): sungguh berasal dari para rasul yang

    menyangkut tema iman akan Yesus Kristus. Sifatnya tetap dan tak

    berubah. Contohnya adalah iman akan Yesus Kristus Putera Allah adalah

    bentuk kesaksian rasuli yang tidak berubah.

    2)Tradisi Gerejani: berasal dari perkembangan Gereja dari jaman kejaman yang ditampilkan dalam refleksi hidup dan aneka praktek hidup.

    Sifatnya bisa berubah dan mencerminkan perkembangan terus menerus

    dalam Gereja. Contohnya: tampil dalam tata tertib ibadatdan pandangan-

    pandangan moral

    Penerusan Wahyu secara lisan ini merupakan pewartaan iman yang hadirsecara manusiawi dalam hidup para rasul dan jemaat perdana. Dalam

    perkembangan waktu, sesuai dengan perkembangan jaman, dayapenerangan Roh Kudus senantiasa membimbing Gereja untuk

    mengartikulasikan iman dalam konteksnya masing-masing, sehingga

    tradisi ini (yaitu tradisi gerejani) senantiasa berubah untuk menjawabpelbagai kegelisahan dan tantangan yang berbeda dari setiap jaman.

    C.2 Kesaksian Tertulis (Kitab Suci)

    Adalah bentuk penerusan wahyu dalam bentuk yang tertulis, yaitu Kitab

    Suci. Bentuk kesaksian ini dihadirkan dalam proses, yaitu ketika para rasul

    dan tokoh-tokoh rasuli (murid para rasul) mendapat inspirasi Roh Kudus

    untuk membukukan amanat keselamatan tentang hal-hal yang pokok bagi

    pengembangan iman jemaat. Mereka menjadi pengarang dalam arti luas,yaitu ketika memberikan pengajaran pada jemaat, untuk kemudian

    sejumlah murid, dalam tuntunan Roh Kudus, mengabadikannya dalambentuk tulisan.

    Walaupun ditulis dengan inspirasi dari Roh Kudus, tidak dapat

    dikesampingkan unsur manusiawi si pengarang, meliputi konteks jaman,

    kemampuan berbahasa, masalah yang dihadapi dalam jemaatnya, dsb;

    sehingga mempengaruhi formula dan pilihan kata-kata yang

    digunakan dalam membahasakan pokok yang sama: imankeselamatan akan Yesus Kristus.

  • 5/26/2018 Agama Katolik

    10/26

    10

    Maka Kitab Suci Perjanjian Baru merupakan refleksi iman jemaat tentang

    karya penyelamatan Allah yang tampil dalan hidup dan karya YesusKristus. Wahyu Allah yang ilahi dihadirkan dalam tulisan dan bahasa khas

    manusia, yang dengan sendirinya amat terbatas.Amanat keselamatan (Wahyu Allah) itu dibukukan dan mendapat bentuk

    tertulis yaitu dalam KSPB (Kitab Suci Perjanjian Baru). Di sinilah perbendaharaanrohani iman akan Yesus Kristus dapat tetap lestari serta menjadi dasar dan tiang iman

    bagi kehidupan jemaat selanjutnya. Dua faktor manusiawi yang mendasari

    kebutuhan penulisan risalah iman ini adalah:

    Kematian para rasuldan murid-murid pertamanya, sehingga tidak ada lagisaksi hiduptentang peristiwa Yesus Kristus

    Perbedaan jarak geografis dalam penyebaran kekristenan, sehingga alat

    komunikasi yang paling dimungkinkan adalah dalam bentuk surat atau

    tulisan.

    Dalam Kitab Suci Perjanjian Baru, tersimpanlah dengan setia apa yang

    disampaikan para rasul dalam pewartaan mereka yang tidak tertulis, yaitu dalam

    iman mereka sendiri dan dalam cara hidup jemaat yang mereka dirikan.Dari dua cara penerusan Wahyu ini, terdapat relasi yang sangat erat. Perbedaan

    keduanya hanya pada cara pengungkapan, antara lisan dengan tulisan. Namun ada

    banyak unsur yang sama. Dei Verbum art 9 menyebutkan bahwa unsur kesamaan

    antara Kitab Suci dan Tradisi terletak pada:1)berasal darisumberyang sama, yaitu pemberian Allah sendiri

    2)memiliki maksudyang sama, yaitu meneruskan Wahyu

    3)memiliki muatanyang sama, yaitu Sabda Allah yang dijamin keutuhannyadalam Roh Kudus

    Antara Kitab Suci dan Tradisi terdapat kesesuaian isi, karena Kitab Suci

    menghadirkan pengungkapan-pengungkapannya daam tradisi, sedangkan tradisi

    pada gilirannya selalu memberi kesaksian yang tak tergantikan mengenai Injiltertulisii.

    Proses penafsiran Kitab Suci pertama-tama dipercayakan pada tradisi jemaat,

    dengan prinsip pemersatu adalah Roh Kudus. Dalam perkembangan waktu, ada

    instrumen (alat) yang menjaga kesatuan jemaat dalam hal menafsirkan kitab suci.Instrumen tersebut adalah magisterium, yang penyelenggaraannya diberikan pada

    hirarki Gereja, dengan Paus sebagai pemimpin tertinggi. Sebagai umat Allah yang

    percaya akan penyelamatan dalam diri Yesus Kristus, kaum beriman kristiani

    dipersatukan oleh Tuhan sendiri. Dan karya penyatuan itu terwujud dalam

    perkumpulan orang beriman di sekitar para rasul dan para pengganti mereka. Inilah

    cikal bakal landasan teologis yang melahirkan hirarki.

    D. Wahyu dalam Konteks Masa Kini EmmanuelMencermati gagasan tentang wahyu yang berkembang dalam sejarah dan

    refleksi iman, kini kita patut bertanya: apa makna dan relevansi wahyu bagi hidup

    kita saat ini? Dalam keadaan konkret kita masing-masing, dalam situasi dan kondisi

    tertentu yang kita hidupi sekarang, apa makna pewahyuan buat kita?

  • 5/26/2018 Agama Katolik

    11/26

    11

    Pemberian diri Allah dan pemakluman kehendakNya mencapai kepenuhan

    dalam diri Yesus Kristus, Anak Allah yang menjadi manusia. Ia berada di pihakmanusia dan terlibat dalam perjuangan hidup sebagai manusia pada jamanNya. Maka

    dalam konteks terkini, makna pewahyuan dapat diuraikan dengan sebuah gagasanEmmanuel, yang artinya Allah beserta kita. Ia tidak lagi hanya memandang anak-anak

    manusia dari surga sana sambil mencatat kebaikan dan keburukan manusia. Ia tidaklagi pasif menunggu manusia bertobat dan mengarahkan diri padaNya. Namun Tuhan

    kini hadir di tengah manusia, menyapa manusia, dan menjanjikan penyertaanNya bagi

    hidup kita selalu: Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada

    akhir zaman."(Mat 28: 20).

    II. ImanA. Iman Sebagai Tanggapan dan Pilihan

    Sebagai pihak yang disapa oleh Allah, maka manusia adalah pihak yang

    menjawab sapaan dari Allah. Jawaban dan tanggapan manusia akan penyataan diri

    Allah, itulah yang disebut iman. Maka iman perlu pertama-tama dilihat sebagai

    sebuah tindakan manusia untuk menyerahkan diri pada Allah yang telah memberikandiriNya untuk manusia. Iman menjadi tindakan peng-Iya-an terhadap Allah dan

    rencanaNya. Iman menjadi sebuah tindakan responsif untuk menjalin relasi dengan

    DiriNya. Ketika Allah berbicara, berkomunikasi, manusia mendengarkan dan memilih

    untuk menjawab sapaan Allah tersebut.

    Iman juga merupakan pilihan bebas manusia untuk menanggapi Allah dan

    menjalin relasi denganNya. Dengan melihat iman sebagai tanggapan, makapengandaiannya adalah ada pewahyuan yang mendahului iman. Sedangkan iman

    sebagai sebuah pilihan, maka mengandaikan ada kebebasan manusiawi terhadappersetujuan tersebut (karena manusia juga dapat menolak untuk beriman). Dengan

    demikian, beriman tidak dapat dipaksakan. Beriman jauh lebih besar dan bermakna

    ketimbang beragama. Orang bisa saja mengaku beragama, tapi justru tidak berimanatau tidak menampakkan iman yang utuh dan seimbang.

    Selain menekankan unsur kebebasan manusia, ada tiga ciri untuk melihat iman

    sebagai sebuah pilihan:

    1. Mutlak: artinya melibatkan keseluruhan diri manusia: akal budi, kehendak,

    hati, tindakan. Dalam hal inilah, iman merupakan suatu penyerahan diri

    manusia.

    2. Menyelamatkan: artinya dengan beriman, orang menjalin relasi dengan

    Allah yang bertujuan untuk menyelamatkan manusia.

    3. Kristiani: artinya, merupakan perwujudan dari sikap mengikuti Kristus.

    Dengan beriman, ia siap meneladan dan menjadi murid-murid Kristus,memanggul salib, menyangkal diri dan mengikuti Dia (Luk 9:23)

    Dalam kajian iman, perlu dibedakan antara fides qua (tindakan percaya) dan

    fides quae (isi iman). Unsur utama dari Iman adalah tindakan percaya dan

    menyerahkan diri dari pihak manusia kepada Allah yang mewahyukan diri . Sedangkan

    tentang hal-hal apa saja yang dihayati, dihayati, dan diterima kebenarannyamenunjuk pada isi iman. Ini meliputi kepercayaan akan Allah yang mahaesa, akan

    kehadiran Yesus Kristus ke dunia, dsb.

  • 5/26/2018 Agama Katolik

    12/26

    12

    B. Bagaimana manusia bisa beriman: Berkat Roh KudusMeskipun iman merupakan tindakan dan pilihan manusia, n namun itu semua

    juga diperoleh berkat karya Roh Kudus. Maka beriman juga merupakan suatu rahmat,

    sebagaimana juga ditekankan dalam Dei Verbum art 5, Supaya orang dapat berimanseperti itu, diperlukan rahmat Allah yang mendahului serta menolong, pun juga

    bantuan batin Roh Kudus. Maka ada daya roh kudus yang berkarya dalam dirimanusia sehingga ia dapat beriman. Pokok yang mau ditekankan adalah bahwa iman

    diperoleh bukan semata-mata karena tindakan dan usaha manusia saja, melainkan

    juga karena karya Allah dalam Roh Kudus. Dalam Kitab Suci, kita mengenal sejumlah

    karya Roh Kudus sebagai berikutiii:

    Jaminan untuk memperoleh keselamatan (Ef 1:14)

    Menjadikan manusia sebagai anak-anak Allah (Rom 8:15)

    Menyempurnakan iman manusia melalui kurnia-kurniaNya (1Kor 12:1-11,

    Rom 12:6-8)

    Inilah peran Roh Kudus supaya manusia dapat beriman menurut Dei Verbum art 5:

    1.Menggerakkan hati manusia dan membalikkannya pada Allah, sehingga

    membuat manusia selalu terbuka terhadap segala bentuk pewahyuan dariAllah

    2.Membuka mata budi manusia bahwa dalam tanda-tanda nyata yang

    dilihatnya, Allah hadir dan berbicara dengan manusia, sehingga manusis

    dapat sungguh mengenal Allah.3.Menimbulkan pada diri semua orang rasa manis dalam menyetujui dan

    mempercayai kebenaran pewahyuan Allah.Bagaimana dengan orang yang memilih untuk tidak beriman? Memilih untuk

    tidak menanggapi pewahyuan Tuhan? Atau tidak mempunyai pengalaman iman?

    Bahkan menolak mempercayai adanya Allah (menjadi atheis)? Terhadap ini semua,

    Gereja menyatakan bahwa secara asali manusia memiliki keterarahan batin pada

    Yang Ilahi (Tuhan) dan martabat manusia terletak pada panggilannya untuk

    memasuki persekutuan dengan Allah, sehingga atheisme itu, dipandang secara

    keseluruhan, bukanlah sesuatu yang asli, melainkan lebih tepat dikatakan timbul

    karena pelbagai sebab, antara lain juga karena reaksi kritis terhadap agama-agama,

    itu pun di berbagai daerah terhadap agama kristiani(Lumen Gentium art.19).

    Maka, secara dasariah, Roh Kudus tetap bekerja dalam diri mereka hanya saja

    mereka tidak dapat merasakannya sebagai sebuah pengalaman iman atau batiniahkarena sejumlah sebab, terutama dari pengaruh modernitas. Salah satu sebab

    utamanya adalah pengagungan akan kebebasan manusia yang radikal bahwa manusia

    menjadi tujuan bagi dirinya sendiri, adalah satu-satunya perancang dan pelaksana

    bagi riwayatnya sendiri. Dan hal itu, menurut mereka tidak dapat diselaraskan

    dengan pengakuan Tuhan sebagai pencipta dan tujuan segala sesuatu (Lumen

    Gentium art.20).

    Walaupun mengecam atheisme, Gereja tetap mengundang mereka untuk

    mempertimbangkan Injil dan ajaran iman dengan hati terbuka sambil senantiasamenggandeng mereka untuk bekerjasama membangun dunia ini dengan baik, karena

    dunia ini adalah rumah bersama untuk seluruh manusia.

  • 5/26/2018 Agama Katolik

    13/26

    13

    Adanya fakta orang tidak beriman atau tidak percaya pada Allah rupanya juga

    menjadi sebuah kesempatan bagi kita sebagai orang beriman untuk memberikesaksian tentang Rahmat Allah yang bekerja dalam diri manusia dan menggerakkan

    mereka untuk mewujudkannya dalam perjuangan kehidupan di dunia. Adanya Allahtidak membuat manusia menjadi tidak bebas, tetapi justru menjadi landasan ilahi

    dalam aktualisasi penggunaan kebebasannya. Dalam inilah, kebebasan manusia selalumengarah pada nilai-nilai universal.

    C. Iman yang utuh : tindakan melengkapi ungkapanSetelah kita menyadari iman sebagai sebuah tanggapan dan pilihan, kini

    kesadaran itu juga harus diwujudkan dalam tindakan nyata. Dalam hal inilah kita

    memiliki iman yang utuh, yaitu ketika pengungkapan iman (lewat kata-kata)

    dibuktikan dengan praksis hidup (lewat tindakan) yang sesuai dengan norma-norma

    moral. Dengan kata lain hendak diungkapkan bahwa perjumpaan Allah-manusia, yaitu

    dalam peristiwa beriman ditampakkan paling nyata dalam keterlibatan aktif manusia

    (dalam tindakannya). Ini sesuai dengan apa yang ditulis oleh Yakobus:

    Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalahmati. Tetapi mungkin ada orang berkata: "Padamu ada iman dan padaku ada

    perbuatan", aku akan menjawab dia: "Tunjukkanlah kepadaku imanmu itu tanpa

    perbuatan, dan aku akan menunjukkan kepadamu imanku dari perbuatan-

    perbuatanku."(Yak 2:17-18)

    Maka dalam kajian tentang iman yang utuh, pertama-tama perlu dibedakanantara ungkapan iman dan perwujudan iman. Keduanya berbeda tetapi saling

    melengkapi.1. Ungkapan iman, tampil secara eksplisit dalam rumusan kalimat pengakuan

    akan Allah yang senantiasa kita ucapkan dalam doa-doa dan liturgi. Salah satu

    pokok ungkapan iman kita adalah Syahadat para rasul (doa Aku Percaya)2. Perwujudan Iman, tampil dalam tindakan moral konkret keseharian yang

    menampakkan dengan lebih nyata adanya relasi antara Allah dengan

    manusia. Maka iman juga melibatkan praksis hidup moral.

    Dalam perwujudan iman, tindakan moral manusia haruslah bersifat sadar dan

    digerakkan oleh suara hati yang berakar pada hati nurani. Dalam hati nurani inilah,

    manusia menemukan keterarahan pada Tuhan, yang telah meletakkan hukum moral

    dalam hati manusia. Tuntutan untuk bertindak sesuai hati nurani ini bersifat mutlak

    dan menggugah hati manusia secara terus menerus. Maka ada unsur personal(pribadi) yang kita hadapi dalam suara hati. Orang yang mengabaikan suara hatinya

    akan diguncang oleh rasa bersalah. Orang bisa saja keliru dalam bertindak, sehinggadalam prakteknya akal budi manusia pun turut bekerja dalam menimbang-nimbang

    apa yang harus dilakukannya dalam keadaan konkret tertentu. Namun dalam

    kemutlakan tuntutan suara hati yang juga personal inilah, orang akhirnya bisa

    menemukan pengalaman batin akan hadirnya Tuhan yang senantiasa hadir dalam

    hati manusia, menuntunnya untuk melakukan yang benariv.

    Memang tindakan moral tidak mengandaikan iman, karena orang yang tidakberiman pun dapat berbuat baik dan hidup menurut norma-norma moral yang ada.

    Namun bagi orang Kristen, tindakan moral menjadi perwujudan iman. Dasarnya

  • 5/26/2018 Agama Katolik

    14/26

    14

    adalah Cinta Allah yang telah lebih dahulu mengasihi manusia tanpa syarat. Karena

    Allah lebih dahulu telah mencintai kita, maka kita pun dapat mencintai sesama kita.Inilah yang dimaksud dengan prinsip moral Indikatif-Imperatif: Allah telah mencintai

    kita terlebih dahulu sehingga kita dapat mencintai dan mengasihi sesama. Dasarbiblisnya ditemukan dalam Injil Yohanes 13:34, Aku memberikan perintah baru

    kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihikamu demikian pula kamu harus saling mengasihi.

    D. Iman: Sebuah Proses Berkelanjutan.Iman bukanlah proses sekali jadi. Ketika orang mengiyakan Allah dan menanggapipemberian diri Allah itu dengan percaya padaNya dan bertindak menurut

    perintahNya, bukan berarti semua selesai. Selalu senatiasa ada pergulatan jatuh

    bangun dalam merefleksikan bahwa Allah berkarya, menyapa, dan merencanakan

    karya keselamatan buat manusia. Proses pun berkaitan dengan perkembangan

    pemahaman akan apa yang disebut dengan iman.Dalam Perjanjian Lama, bangsa Israel memahami iman dalam tingkatan

    berikutv: Iman pertama-tama merupakan sikap mendengarkan sabda Allah (bdk 1Sam 3:10). Setelah mendengarkan, firman tersebut diresapkan dalam hati serta taat

    dan patuhpada apa yang diperintahkan Tuhan. Hal ini nampak terutama dari kisah

    panggilan Abraham yang memberikan kepatuhan budi dan penyerahan diri pada

    Allah (Kej 12:1.4a). Selanjutnya iman juga dimaknai sebagai kesetiaan dalam

    melaksanakan kehendak Allah, yaitu hidup menurut perjanjian yang telah mereka

    tetapkan. Dalam hal inilah, para nabi israel senantiasa mengingatkan umat agar setiapada Allah Yahwe (hos 6:6, Yer 5:1-9, Mik 6:8). Akhirnya iman juga merupakan

    tindakan percaya pada janji Allah, bahwa Allah akan menggenapi apa yang telahdijanjikanNya buat umat manusia (Kej 15:6).

    Dalam Perjanjian Baru, paham iman tersebar dalam aneka tulisan yang kurang

    lebih menyatakan iman sebagai: mendengar dan memahami sabda Allah (Mrk 4:9,Mat 13:19), bertobat sebagai wujud kepercayaan akan sabda Allah (Mat 1:15), sikap

    batin dalam ketaatan dan persekutuan yang total dan mutlak dengan Yesus Kristus

    (Kis 3:16), dan mengenal serta percaya akan misteri Allah dalam Yesus Kristus (1 Kor

    1:17-24). Intinya adalah pengiyaan terhadap apa yang diwartakan Yesus dan yang

    dihadirkan Yesus Kristus, yaitu sabda dan karya keselamatan Allah dalam diriNya.

    Paham iman terus bergulir dan berkembang sejalan dengan perkembangan waktu

    dan tantangan-tantangan jaman yang dihadapi. Tantangan jaman yang dialami oleh

    para Bapa Gereja (abad 3-4) berbeda dengan tantangan yang dihadapi pada abadmodern di eropa (abad 17-18), juga berbeda dengan tantangan yang kita hadapi

    sekarang. Tantangan itu mempengaruhi formula-formula tentang apa itu iman. Adasaatnya, iman diterima sebagai pengenalan akan Allah, yang didahului oleh proses

    percaya dan mencinta pada Allah. Demikianlah salah satu proses pergulatan pada

    jaman Bapa-bapa Gereja. Namun iman juga kemudian dipahami sebagai percaya

    bahwa apa yang diberikan Allah itu adalah benar dan selaras dengan akal budi

    manusia. Hal ini dirumuskan terutama ketika Gereja berhadapan dengan aliran

    rasionalisme (yang menyatakan bahwa tak sesuatu pun dapat dianggap benar, kalautidak sesuai dengan akal budi) dan aliran fideisme (menyingkirkan peran akal budi

    karena tak berguna bagi iman dan hanya mengandalkan iman buta semata-mata)vi.

  • 5/26/2018 Agama Katolik

    15/26

    15

    Maka adalah sebuah tantangan buat kita untuk memformulasikan apa itu iman dan

    bagaimana mewujudkannya di tengah konteks terkini bangsa indonesia:keberanekaan agama dan budaya, kemiskinan struktural, ketidakadilan sosial, dst.

    E. Iman dalam Konteks Masa KiniKetika iman dimaknai sebagai sebuah proses, maka iman itu juga harus dihayatisesuai dengan konteks pergulatan masing-masing orang dalam situasi dan kondisi

    yang berbeda-beda. Walaupun senantiasa berkembang dan mengalami pasang surut,

    iman juga mengandung unsur yang senantiasa melekat di dalamnya. Teolog JL CH

    Abineno meringkaskan unsur-unsur inheren iman sebagai sebuah tindakan percaya,adalah sebagai berikutvii:

    1. Mengatakan Ya kepada Allah dan tidak kepada ilah yang lain

    Tentang ilah yang lain ini, harus dipahami dalam perbedaan konteks jaman dan

    tantangannya. Pada jaman bangsa Israel, ilah ini berwujud pada penyembahan

    berhala dan dewa-dewi kesuburan bangsa Kanaan. Pada masa kini, juga sering

    muncul pengakuan akan kuasa gaib yang membuat manusia menggantungkan

    diri padanya dan tidak percaya pada Allah. Aneka kuasa gaib itu bisa berupajimat, mantra, dan ragam guna-guna.

    Pada masa ini, juga banyak hal dapat digolongkan sebagai ilah modern, yang

    membuat manusia mengorientasikan hidupnya pada ilah-ilah ini bahkan

    membuat manusia melupakan Allah. Ilah-ilah modern ini tampak pada uang,

    jabatan, seks, gengsi, ideologi, dst. Pada dirinya sendiri, hal-hal tersebut tersebut

    bersifat netral, namun kalau manusia sampai mengikatkan dirinya secaramutlak pada hal tersebut bahkan mengurbankan banyak hal demi

    mendapatkannya, hal-hal duniawi tersebut menjelma menjadi ilah-ilah modern.

    2. Membuktikan ketaatan dan kesetiaan kepada Allah dengan dan dalam

    perbuatan nyata.Didasarkan oleh kepercayaan, maka harus ada bukti otentik untuk menyatakan

    kepercayaan tersebut, yaitu dengan tindakan konkret. Iman bukan sesuatu yang

    abstrak, namun tampil dalam realitas. Dalam kitab suci, tampil sejumlah figur

    yang melakukan aksi nyata setelah menyatakan kepercayaanya pada Tuhan:

    Abraham yang meninggalkan negerinya untuk berangkat ke tempat yang telah

    dijanjikan (Kej 12:1-4) Petrus dan Andreas yang meninggalkan pekerjaan

    mereka sebagai nelayan untuk mengikuti Yesus (Mat 4:18-20).

    Demikianlah dalam hal ini, senada dengan penjelasan yang sudah diberikan,iman menjadi nyata dalam perbuatan, karena iman tanpa perbuatan adalah mati

    (Yak 2:20)

    3. Teguh berpegang pada Allah di tengah segala cobaan

    Tindakan percaya pada Allah yang menyelenggarakan kehidupan juga menuntut

    manusia untuk teguh berpegang dan berharap padanya di tengah-tengah

    pencobaan hidup yang dialaminya: dalam aneka penderitaan, kegagalan, dan

    pelbagai macam pertanyaan atas hidup. Iman menjadi sangat nyata justru ketikaorang berada dalam situasi sulit sekali pun, ia tetap percaya akan Allah yang

  • 5/26/2018 Agama Katolik

    16/26

    16

    menggerakkannya untuk berbuat sesuatu dalam mengatasi pelbagai problem

    hidup.Manusia seringkali protes kepada Allah atas setiap ketidakadilan dalam hidup,

    seolah-olah Allah tidak menunjukkan drinya sebagai Yang Berbelas kasih danYang Mau Menolong manusia. Sikap protes ini cukup wajar mengingat dalam

    Kitab Suci pun, kita mengenal kisah tentang Ayub yang mengalami anekapenderitaan walaupun ia tergolong sebagai orang yang saleh. Protes

    menunjukkan sisi manusiawi kita ketika berhadapan dengan aneka penderitaan

    dan ketidakadilan dalam hidup. Namun sikap yang tepat tidak berhenti pada

    protes saja, tapi pada iman bahwa dalam keadaan itu pun Allah tidak diam.Peristiwa salib Yesus Kristus adalah bukti solidaritas Allah untuk penderitaan

    manusia. Allah ikut menderita bersama manusia. Namun sebagaimana salib dan

    penderitaan bukanlah akhir dari segalanya, demikian juga penderitaan yang

    dialami manusia. Kematian Yesus disusul oleh kebangkitanNya dari mati,

    kemenangannya atas maut dan dosa. Maka rangkaian peristiwa salib dan

    akhirnya kebangkitan memberikan ruang harapan bagi manusia untuk

    bertindak mengusahakan pembebasan dari penderitaan yang dialami. Manusiatidak bertindak sendirian, karena Allah pun menyertai dan ikut berjuang

    bersama manusia. Ia terlibat dalam perjuangan hidup manusia mendapatkan

    hasil yang lebih membahagiakan dalam hidup.

    Dalam hal ini, kita harus membedakan antara cobaan dan ujiandengangodaan.

    Cobaan dan ujianselalu berasal dari Allah yang diberikan untuk mematangkan

    dan mendewasakan iman manusia, sebagaimana ia telah lakukan kepada umatIsrael di padang gurun (Ul 8:2). Namun dalam pergumulan ini, juga dapat hadir

    godaan dari pihak iblis yang mengajak manusia untuk menjauhkan diri dariAllah. Dalam setiap peristiwa pahit yang kita hadapi, kita dapat

    merefleksikannya entah sebagai ujian atau godaan, namun arah yang dituju

    keduanya berbeda.

    4. Awal hidup yang baru

    Iman juga merupakan awal hidup yang baru dalam Kristus. Dengan penerimaan

    sakramen baptis, sebagai pondasi iman, hidup manusia diperbarui dalam

    Kristus sebagai yang memimpin (Gal 2:20). Daya Roh Kudus tinggal dalam diri

    dan menggerakkan hati kita untuk mengarahkan hidup sepenuhnya pada Allah.

    Adanya awal mengandaikan adanya akhir dari perjalanan hidup kita, yaitu

    ketika Kritus hadir untuk kedua kalinya, ketika kita dapat berhadapandenganNya muka dengan muka (1Kor 13:12).

    Iman sebagai awal hidup baru juga bermakna sebagai sebuah pertobatan batindan transformasi hidup manusia. Ia meninggalkan hidupnya yang lama, yang

    seringkali berorientasi pada hal-hal duniawi, kini berorientasi pada Allah dan

    nilai-nilai kebenaranNya. Namun selama masih hidup di dunia dan terbatas

    pada kelemahannya sebagai manusia, kita sering jatuh dalam dosa dan

    menjauhkan diri dari Allah. Maka dari itu, iman selalu menggerakkan diri

    manusia untuk senantiasa memperbarui diri, bertobat, dan mentransformasihidupnya ke arah yang lebih baik dari hari ke hari. Ini bukanlah usaha yang

  • 5/26/2018 Agama Katolik

    17/26

    17

    mudah dan juga bukan rutinitas, tetapi selalu mengandalkan karya Allah dalam

    hidup manusia.

    5. Bersikap KritisAkhirnya, iman juga tampil dalam sikap kritis manusia terhadap aneka

    pewartaan dan apa yang ia imani. Manusia perlu menggunakan akal budi dansuara hatinya untuk melihat apakah jenis pewartaan tertentu sungguh-sungguh

    berasal dari Allah atau hanya proyeksi manusia dan kelompok tertentu.

    Demikian pula sikap kritis kita diperlukan dalam melihat aneka bentuk

    pewartaan yang menuntut seseorang untuk berbuat ini dan itu atau mendapatcelaka bila tidak melakukannya. Sebagai contohnya yaitu aneka sms berantai

    ataupun pesan-pesan lain yang seolah-olah ingin mengatakan bahwa kita bisa

    selamat bila melakukan perbuatan A dan meneruskan pesan ini ke sejumlah

    pihak lainnya, dan akan celaka bila tidak melakukannya. Apakah ini iman kita?

    Apakah demikian paham Allah yang kita punya? Apakah keselamatan manusia

    ditentukan berdasarkan sms berantai dan tindakan murahan tersebut?

    Bersikap kritis dan bertanya banyak hal terhadap aneka ajaran untuk kemudianmendiskusikannya dengan pihak-pihak yang dianggap punya kompetensi,

    adalah tanda kedewasaan iman sehingga saya sungguh tahu apa yang saya

    imani. Hal itu pulalah yang dikatakan Petrus dalam kisah kemuridannya, Kamipercaya dan tahu bahwa Engkau adalah Yang Kudus dari Allah (Yoh 6:69).

    Sebaliknya, sangatlah disayangkan sikap kekurang ingin tahuan dari sejumlah

    umat, yang merasa cukup saja dengan berdoa, sehingga dapat timbul bahwapada saatnya ketika iman itu mulai goyah, ia tidak lagi berjuang untuk

    mempertahankannya.Akhirnya harus dikatakan bahwa dalam perjumpaan Allah-manusia, yang

    diistilahkan sebagai peristiwa Wahyu dan Iman, terjadi relasi dan kerjasama dari

    kedua belah pihak. Dari Allah: Ia berinisiatif untuk menyapa manusia, memberikandaya Roh KudusNya sehingga kita bisa mengenal Dia, dan hadir selalu beserta kita

    dalam setiap pergulatan hidup yang kita alami. Sedangkan dari pihak kita sebagai

    manusia, kita bukan tidak bekerja sama sekali bagaikan wayang di tangan para

    dalang. Namun kita pun ikut berpartisipasi, yaitu: menanggapi pemberian Allah itu

    dengan tindakan percaya, mewujudkannya dalam perbuatan, dan senantiasa mau

    berjuang dengan penuh harapan dan keyakinan bahwa memang Allah yang kita imani

    bukanlah Allah yang jauh dan tak terjangkau manusia, melainkan sungguh dekat

    dengan hidup kita. Dialah Yesus Kristus, Anak Allah yang menjadi manusia.

  • 5/26/2018 Agama Katolik

    18/26

    18

    Bagian tiga

    Menghayati Kekristenan Kita

    (Katolisitas kaum muda dan tantanganzamannya)

    Bagaimana perkembangan teknologi informasi dewasa ini?

    Hakekat orang kristiani (Menjadi murid/pengikut Yesus Kristus, Baptis sebagaipertobatan, pembersihan dan peresmian menjadi murid Yesus Kristus.

    Baptis berarti menjadi ahli waris Kerajaan Allah dan sekaligus penyaksi dan

    pewarta Kerajaan Allah).

    Yesus Kristus dan warta Kerajaan Allah

    Siapa Yesus Kristus?

    Bagaimana situasi hidup Yesus?

    Apa yang diwartakan?

    Paguyuban Gereja Katolik yang apostolik (Gereja adalah Umat Allah, Umat Allahmendapat rahmat keselamatan dan penerus/pembagi/pelaksana keselamatan.

    Gereja Paguyuban murid-murid Yesus Kristus (Kis 2:42-47).

    Gereja Katolik sebagai kelanjutan Gereja Para Rasul.

    Gereja sebagai paguyuban mistik

    Gereja bukanlah sekadar kelompok orang yang sudah dibaptis dan menjadi Katolik.

    Namun lebih merupakan paguyuban orang-orang yang memiliki hubungan khususdengan Yesus.

    Gereja sebagai Paguyuban Mistik tampak dari kedekatan antara kehidupan para rasul

    dengan Yesus sendiri. Yesus melibatkan para murid-Nya mengambil bagian dan

    tinggal dalam kehidupan-Nya. Ambil bagian dalam perutusan, kegembiraan dan

    dalam kesengsaraan-Nya. Nilai mistik Gereja terletak pada sisi kedalaman relasi

    dengan Allah. Kehadiran Gereja menjadi tanda kehadiran Allah sendiri di tengahkehidupan masyarakat.

    Membangun Gereja sebagai paguyuban mistik

    Membangun relasi yang lebih akrab dan mendalam dengan Allah.

    Menanggapi segala perkembangan zaman dengan terang Injil dan turut menatasegala kemajuan untuk keselamatan manusia.

    Menghadirkan Kristus yang membawa budaya kasih, budaya kerukunan, budaya

    kesederhanaan dan budaya hidup serta mengusahakan terwujudnya kedamaian

    dan keadilan serta kesejahteraan masyarakat.

    Kaum muda merupakan bagian dari Gereja sebagai paguyuban mistik. Bila demikian,maka kaum muda juga mendapat undangan untuk menjadi tanda kehadiran Allah.

    Pada kenyataannya, dunia zaman ini sudah ditandai pesatnya perkembangan duniadigital. Dunia ini tanpa sadar telah menjadi bagian yang tak terpisahkan lagi dari hidupkaum muda dan menyusupi segala sudut kehidupan hariannya.

  • 5/26/2018 Agama Katolik

    19/26

    19

    Di samping itu, zaman digital amat menggugah kebutuhan dasar manusia akan koneksi danrelasi. Sangat didengungkan kesadaran bahwa manusia tidak bisa mengurung diri menjadi

    sebuah pulau yang terisolasi. Namun, seperti masih akan diuraikan di bawah nanti, relasi-relasi yang ditawarkan di sini cenderung bercorak instan, tanpa proses, dangkal dan tanpa

    disertai komitmen apapun. Orang menikmati ketersambungan dengan sesamanya secaracepat dan sesaat, namun tidak melangkah lebih jauh dari sekedar mencari tanggapan atas

    pernyataan atau statusnya tanpa kesungguhan. Semua ini mengisyaratkan akan suatutawaran relasi yang jauh lebih otentik, yang lebih abadi, disertai suatu komitmen yang

    mengubah dan memperbaharui kehidupan, yang datang dari Allah sendiri.

    Dengan mencoba menghayati sikap-sikap beriman di tengah dunia digital ini, terbuka jugapeluang bagi orang kristiani untuk menyingkap lebih dalam lagi isi iman kepercayaannya

    (fides quae), justru dalam mengamati macam-macam gejala dalam budaya digital ini.Misalnya: digitalisasi ternyata merambah ke hampir seluruh kehidupan kita; kehilangan

    handphone lebih membingungkan daripada kehilangan Kitab Suci. Dari pagi sampai

    malam orang tidak bisa lepas dari aneka keterlibatan gadget digital. Apakah ini semuatidak mengisyaratkan suatu kehadiran yang jauh lebih menyeluruh, yaitu kehadiran Allahdalam hidup kita? Allah adalah dasar dari segala sesuatu yang ada, Dialah Pencipta langit

    dan bumi. Contoh lain: lewat internet kita mendapatkan banyak sekali informasi berupagambar dan cerita. Bahasa internet tidak sama dengan bahasa budaya cetak; bahasa internet

    adalah bahasa stimulasi audio-visual. Tidakkah ini mengingatkan orang akan cara Yesusberkisah mengenai Kerajaan Allah tatkala Dia berkeliling di Palestina 2000 tahun yang

    silam? Banyak hal tentang Allah dan Kerajaan-Nya hanya bisa disampaikan dalam bahasagambaran. Bila sekarang justru bahasa itulah yang lebih dipergunakan dalam komunikasi

    virtual, bukankah itu membuka jalan untuk lebih bercerita mengenai cinta Allah?

    Prinsip merasul dalam zaman digital tidaklah berbeda dengan prinsip kerasulan dalamzaman-zaman sebelumnya: Apa yang sudah kita alami sebagai keselamatan dan makna

    sejati kehidupan, kita bagikan kepada sesama. Menemui macam-macam orang, termasukyang paling jauh dan paling berbeda, menjumpai mereka dalam lubuk dambaan mereka

    yang terdalam akan kebahagiaan, akan makna kehidupan, akan pencerahan hidup, akanpersahabatan dan cinta, akan penerimaan dan pengakuan martabat, akan kekeluargaan dan

    persaudaraan, dan selanjutnya. Dalam titik-titik kehidupan ini nama Yesus Penyelamatdiwartakan, dikisahkan, disharingkan, dipertemukan, dipersaksikan sebagai yang

    memenuhi dambaan-dambaan tersebut. Seperti halnya ini semua telah terjadi selama ini,demikian pula halnya dengan merasul dalam zaman internet dan digital. Hanya saja, dalam

    zaman digital ini dambaan-dambaan tersebut perlu dicari dan dipertemukan dalam macam-

    macam cara orang terhubung satu sama lain di dunia virtual, begitu pula kesaksian akanKabar Gembira disampaikan lewat dan bahasa komunikasi digital dengan segalakarakteristik yang telah disebut di atas: langsung, bahasa gambar, demokratis, dalam

    kompetisi dengan ide-ide lain dunia ini. Kalau sungguh mau memberi kesaksian KabarGembira, kejujuran dan ketulusan amat dibutuhkan, mengingat bahwa di dunia maya hal

    ini mudah sekali dikompromikan.

  • 5/26/2018 Agama Katolik

    20/26

    20

    Sekarang ini di dunia virtual terdapat situs-situs yang mendapat kunjungan dari palingberaneka ragam orang, khususnya situs-situs jejaring sosial seperti Facebook, Twitteratau

    YouTube. Lewat jejaring-jejaring ini, kaum muda Katolik dalam aneka cara yang kreatifmasuk dalam dunia pergaulan virtual dengan berbekalkan integritas kristiani dipadukan

    dengan kreativitas berkomunikasi: lewat status, lewat gambar, lewat pemberitaan, lewatsharing hal-hal yang berguna, lewat blog pribadi dan lain sebagainya.

  • 5/26/2018 Agama Katolik

    21/26

    21

    Bagian 4

    Gereja dalam Dunia Modern

    A. Latar Belakang

    Katolisisme Pra-Vatikan I1. Gereja pada pertengahan abad ke-20 terkepung bahaya.

    2. Gereja defensif.

    3. Buku-buku pengarang Katolik harus mendapatkan imprimatur (izin boleh

    terbit) dan nihil obstat (pernyataan isi buku tidak berlawanan dengan ajaran

    Gereja).

    4. Sejumlah sarjana Katolik dibungkam dan dilarang menulis tentang topiktertentu. Ketakutan terhadap modernisme.

    5. Secara Liturgi, imam hanya berdoa dengan menggunakan bahasa Latin dan

    membelakangi umat.Tidak ada dialog.

    B. Arus Pembaruan:- Gerakan kembali ke sumber (Kitab Suci, Bapa-Bapa Gereja, Liturgi, dan

    Filsafat).

    - Gereja Katolik memasuki era baru ecclesia semper reformanda > KonsiliVatikan II

    1. Dari Rerum Novarum Sampai Dengan Konsili Vatikan II

    a. Membangun kembali tatanan sosial

    Ajaran Sosial Gereja dalam dunia modern berawal pada tahun 1891 ketika PausLeo XIII dalam ensikliknya Rerum Novarum (ensiklik sosial yang pertama

    tentang kondisi para buruh, Paus Leo XIII, 15 Maret 1891). Paus Leo XIII

    menyatakan 3 faktor mendasari kehidupan ekonomi, yaitu para buruh, modal

    dan negara.

    Prinsip-prinsip yang dikemukakan adalah petunjuk-petunjuk untuk

    menciptakan masyarakat yang adil. Dokumen itu menjadi terkenal sebagai

    Magna Charta untuk membangun kembali tatanan ekonomi dan sosial.

    Pada tahun 1931, pada peringatan ke-40 tahun Rerum Novarum, Paus Pius XI

    menulis ensiklik Quadragesimo Anno. Ditengah-tengah depresi ekonomi yang

    memuncak, dalam ensiklik itu Pius XI menanggapi masalah-masalah

    ketidakadilan sosial, dan mengajak untuk mengatur kembali tatanan sosialberdasarkan arah yang telah ditunjukan oleh Paus Leo XIII. Pius XI menegaskan

    kembali hak dan kewajiban Gereja dalam menanggapi masalah-masalah sosial,mengecam kapitalisme dan persaingan bebas dan komunisme yang

    menganjurkan pertentangan klas dan pendewaan sempit pada kepemimpinan

    kaum buruh (kepemimpinan kediktatoran kelas buruh).

    Paus menegaskan perlunya tanggung jawab sosial dari milik pribadi dan hak-

    hak kaum buruh atas kerja, upah yang adil, serta berserikat guna melindungi

    hak-hak mereka. Pius XI juga mengemukakan peranan positif pemerintah dalam

    mengusahakan keadaan perekonomian yang baik bagi semua orang dalam

  • 5/26/2018 Agama Katolik

    22/26

    22

    masyarakat. Usaha ekonomi seharusnya berdasarkan keadilan dan cinta kasih

    sebagai prinsip utama kehidupan sosial.

    Tiga puluh tahun kemudian Paus Yohanes XXIII menulis 2 ensiklik untuk

    menanggapi masalah-masalah pokok pada zamannya, yaitu Mater et Magistra1961) dan Pacem in Terris (1963). Paus Yohanes menyampaikan sejumlah

    prinsip sebagai petunjuk bagi umat kristiani pada umumnya dan para

    pengambil kebijakan, policy makers, dalam menghadapi kesenjangan di antara

    bangsa-bangsa kaya dan miskin, dan ancaman terhadap perdamaian dunia.

    Dalam ensiklik-ensiklik itu Paus Yohanes mengemukakan dimensi global darikeadilan sosial dan memaparkan ajaran sosial Gereja.

    b. Menghadirkan Gereja yang mendunia

    Paus Yohanes XXIII mengadakan Konsili Vatikan II, Oktober 1962.

    Konsili ekumenis yang ke-21 inilah yang pertama kali merefleksikan Gereja yang

    sungguh-sungguh mendunia. Selama 3 tahun para Kardinal dan para Uskup dariberbagai benua dan hampir semua bangsa berkumpul untuk mendiskusikan

    hakikat Gereja dan perutusannya ke dunia serta di dalam dunia.

    Para Bapa Konsili memberi kesaksian dari sumber langsung tentang akibat-

    akibat buruk sengitnya perlombaan senjata, kerusakan lingkungan, dan

    kesenjangan antara kaya dan miskin. Mereka juga menyadari bahwa Gereja

    berdasarkan perutusan yang dipercayakan Kristus kepadanya memiliki

    tanggung jawab yang khas untuk membentuk nilai-nilai dan lembaga-lembagadunia.

    Selama Konsili Vatikan II, para Bapa Konsili mencetuskan dalam Gaudium etSpes (par. 42), bahwa perutusan khas religius Gereja memberinya tugas, terang,

    dan kekuatan, yang dapat membantu pembentukan dan pemantapanmasyarakat manusia menurut hukum ilahi. Gereja dapat dan malah harus

    memulai kegiatan demi semua orang.

    2. Keadaan Gereja Sesudah Konsili Vatikan II

    a. Iman yang mewujudkan keadilan

    Sejak Konsili Vatikan II, pernyataan-pernyataan Paus Paulus VI dan Yohanes

    Paulus II, Sinode Para Uskup dan konverensi-konverensi para uskup regional

    maupun nasional semakin mempertajam peranan Gereja dalam tanggung jawab

    terhadap dunia yang sedang berubah. Kedua Paus dan para uskup itusepenuhnya sadar bahwa mencari kehendak Allah dalam arus sejarah dunia

    bukanlah tugas yang sederhana. Mereka juga menyadari bahwa Gereja tidakmempunyai pemecahan yang langsung dan secara universal sahih untuk

    memecahkan masalah-masalah masyarakat yang kompleks dan semakin

    mendesak.

    - Populorum progressio (ensiklik mengenai kemajuan bangsa-bangsa, oleh

    Paus Paulus VI, 26 Maret 1967).

  • 5/26/2018 Agama Katolik

    23/26

    23

    Paus Paulus VI menanggapi jeritan kemiskinan dan kelaparan dunia, dan

    menunjukan dimensi struktural dari ketidakadilan. Ia menghimbau negara-

    negara kaya maupun miskin agar bekerja sama dalam semangat solidaritas

    untuk membangun tata keadilan dan memperbaharui tata dunia. Untuk

    meneguhkan usaha ini Paus Paulus VI mendirikan Komisi Kepausan untukKeadilan dan Perdamaian.

    - Octogesima Adveniens yang ditulis Paus Paulus VI tahun 1971 untuk

    merayakan 80 tahun dokumen Rerum Novarum mengetengahkan bahwa

    kesulitan menciptakan tatanan baru melekat dalam proses pembangunan

    tatanan itu sendiri, sekaligus Paulus VI menegaskan peranan jemaat-jemaatkristiani dalam mengemban tanggung jawab baru ini.

    Terserahlah kepada jemaat-jemaat Kristiani untuk menganalisis secaraobjektif situasi yang khas dalam negaranya sendiri, menyinarinya dengan

    terang kata-kata Injil yang tak pernah berubah dan menyusun prinsip-prinsip

    untuk refleksi, norma-norma pertimbangan serta pegangan bertindak dari

    ajaran sosial Gereja (par. 4)

    Paus Paulus VI menegaskan bahwa Allah memanggil setiap orang dan jemaat

    kristiani untuk menjadi pendengar dan pelaksana sabda-Nya. Proses itu

    mencakup 3 tahap yang terpisah:

    Tahap 1: evaluasi dan analisis situasi yang mereka hadapi saat ini;

    Tahap 2: doa, penegasan dan refleksi, membawa Injil dan ajaran Gereja untuk

    menyoroti situasi-situasi khusus;Tahap 3: tindakan pastoral konkret yang melawan ketidakadilan dan kerja

    untuk mengubah dan membangun tata masyarakat baru. Dengan demikianberjuang untuk mewujudkan kerajaan Allah menjadi kenyataan.

    b. Perubahan sikap

    Konsili Vatikan II menjadi permulaan periode baru dalam kehidupan Gereja.

    Satu segi fundamental dari periode yang baru ini adalah perubahan sikap

    Gereja terhadap dunia. Philip Land, SJ menyebut 4 ciri:

    - Mengecam sikap apatis di bidang politik.

    Bagaimana mungkin Gereja dapat tetap tenang dan pasif melihat kekejian

    akibat Perang Dunia II? Para Bapa Konsili Vatikan II menyadari bahwa

    Gereja mempunyai tanggung jawab baik terhadap sejarah dunia sekular

    maupun terhadap sejarah religius.- Melibatkan diri dalam kegiatan memanusiawikan kehidupan.

    Tanggung jawab Gereja terhadap dunia, yaitu dunia yang diciptakan Allahdan di mana Yesus pernah hidup. Tambahan pula seperti ditegaskan oleh

    para Bapa Konsili dan dalam ensiklik Paus Yohanes Paulus II, Laborem

    Exercens, 1981, masyarakat ikut serta merealisasikan bahwa manusia

    dapat dengan benar berpandangan bahwa dengan kerja dia

    memperkembangkan karya Allah dan memberi sumbangan bagi

    terwujudnya rencana penyelamatan Allah dalam sejarah.- Melibatkan diri dalam mengusahakan keadilan dunia.

  • 5/26/2018 Agama Katolik

    24/26

    24

    Dalam Iustitia in Mundo (Keadilan dalam Dunia, sinode 6 November 1971)

    para Uskup mendesak agar keadilan diusahakan di berbagai lapisan

    masyarakat, terutama diantara bangsa-bangsa kaya dan kuat, serta

    bangsa-bangsa yang miskin dan lemah.

    - Memilih memihak kaum miskinGereja memahami bahwa Kristus menyamakan diri-Nya dengan kaum

    miskin. Dalam membaca tanda-tanda zaman, orang-orang kristianimelihat wajah Allah terutama dalam wajah-wajah mereka yang menderita

    dan sengsara. Akibatnya kesetiaan kepada Kristus menuntut identifikasi

    dan memihak kaum miskin. Keyakinan ini menjadi prioritas bagi Gerejadalam refleksi teologis dan karya pastoralnya.

    C. Dasar-dasar Keprihatinan Gereja

    a. Rerum Novarum tentang pelbagai perubahan revolusioner yang tidak hanya

    melanda kehidupan politik, tetapi juga melanda praktek ekonomi.

    b. Quadragessimo Anno tentang Gereja yang tidak hanya bertugas untukmembimbing manusia hanya ke arah kebahagiaan yang bersifat fana dan

    sementara, tetapi juga ke arah kebahagiaan yang abadi . (QA 41).

    c. Paus Yohanes XXIII melalui Ensikliknya Mater et Magistra menegaskan

    bahwa hukum cinta merupakan dasar kompetensi Gereja dalam urusan

    permasalahan sosial yang sedang dihadapi oleh umat manusia. Menurutnya,

    cinta kasih merupakan ikhtisar seluruh Ajaran Sosial dan segenap kegiatan

    sosial Gereja yang prihatin atas permasalahan kehidupan manusia sehari-hari.

    Erat terkait dengan dasar keprihatinan Gereja adalah:

    a. Prinsip SolidaritasPrinsip solidaritas sebagai keterlibatan demi kesejahteraan bersama adalah

    pesan pokok ensiklik Sollicitudo Ret Socialis. Dalam ensiklik ini solidaritas

    dirumuskan sebagai tekad untuk tetap dan kontinu berkarya demi

    kesejahteraan bersama, yaitu kesejahteraan bagi semua dan setiap orang karena

    kita bertanggung jawab atas semuanya. Disini terkandung makna saling

    ketergantungan dalam kehidupan dunia modern ini, dalam arti sebagai suatu

    sistem yang ditandai dengan pelbagai hubungan yang diterima sebagai suatu

    kategori moral yang mengandung unsur unsur ekonomi kultur politis dan

    religius . Manakala saling ketergantungan ini dipandang sebagai suatu sikapmoral dan sosial itulah solidaritas. (SRS 38).

    b. Prinsip Subsidiaritas

    Prinsip subsidiaritas menjelaskan bahwa apa saja yang dapat dilaksanakan oleh

    orang perorangan atas prakarsa dan tenaga sendiri sekali-sekali tak boleh

    dirampas dari padanya lalu diserahkan kepada masyarakat. Tidaklah adil jika

    sesuatu yang dapat dikerjakan serta diusahakan oleh kelompok yang lebih kecil

    dan bawahan itu dirampas oleh kelompok yang lebih besar dan lebih tinggiposisinya. Hal ini akan mendatangkan ketidakadilan dan merupakan sumber

  • 5/26/2018 Agama Katolik

    25/26

    25

    kekacauan sosial. Menurut maknanya setiap usaha masyarakat itu bersifat

    subsidier artinya usaha anggota masyarakat itu harus senantiasa ditolong dan

    bukan dimusnahkan atau dirampas. Atas dasar itu otoritas publik haruslah

    menyerahkan pelaksanaan urusan urusan yang terlampau banyak menyita

    perhatiannya kepada aparat bawahan. Dengan demikian negara akan dapatlebih leluasa untuk menjalankan tugas-tugasnya yang hanya boleh dilakukannya

    secara khusus (QA 79-80 MM 54).

    3. Prinsip Keterlibatan Sosial Gerejaa. Setiap pribadi manusia itu adalah dasar, sebab, dan tujuan yang terutama dari

    segala lembaga sosial (MM 219). Dari prinsip yang mendasar ini, yangmempermaklumkan dan mempertahankan martabat pribadi manusia ini,

    Keterlibatan Sosial Gereja dikembangkan sedemikian rupa dalam rangka

    mengatur hubungan yang saling menguntungkan (mutual relationship) di

    antara manusia.

    b. Dalam ensiklikMater et Magistra (MM), Paus Yohanes XXIII secara eksplisit

    menyebut cinta kasih sebagai motivasi Keterlibatan Sosial Gereja (MM 6).

    Pernyataan ini dikuatkan oleh Konsili Vatikan II. Melalui konstitusi pastoral

    Gaudium et Spes, Konsili melihat kaum beriman maupun kaum tak beriman

    hampir sependapat bahwa segala sesuatu di dunia ini harus diarahkan

    kepada manusia sebagai pusat dan puncaknya (GS 12).

    E. Kesejahteraan bersama (Bonum Commune)Dalam Mater et Magistra, kesejahteraan bersama adalah seluruh persyaratan

    yang diperlukan oleh kehidupan sosial yang memungkinkan manusia untukmenyempurnakan dirinya secara sepenuhnya dan seutuhnya. Kesejahteraan

    bersama ini harus sepenuhnya disadari makna dan eksistensinya serta

    ditanggapi secara positif oleh setiap otoritas publik (MM 66).

    Aspek esensi kesejahteraan bersama itu karakteristik etnik yang membedakan

    antara bangsa yang satu dengan bangsa yang lain. Akan tetapi aspek ini

    bukanlah segalanya. Hal ini mengingat bahwa kesejahteraan bersama itu erat

    sekali hubungannya dengan kodrat manusia, yang tidak lain adalah pribadi

    manusia. Kesejahteraan bersama baru akan tereksa dengan sepenuhnya jika

    dengan memperhitungkan pribadi manusia ini sebagai hakikatnya yang esensialdan sebagai tujuan relaisasinya (PT 55).

    F. Panggilan sebagai Umat Kristiani

    1. Tugas Umat Kristiani

    Paus Yohanes XXIII menekankan bahwa orang Katolik hendaknya merasa wajib

    untuk menyempurnakan lembaga-lembaga duniawi serta lingkungan mereka

    masing-masing. Mereka harus berusaha sekuat tenaga untuk mencegah jangan

    sampai lembaga-lembaga itu memperkosa martabat kemanusiaan. Merekamendorong segala hal yang mengantar manusia kepada ketulusan dan

  • 5/26/2018 Agama Katolik

    26/26

    26

    keutamaan dan menyingkirkan rintangan yang menghalangi tercapainya tujuan

    itu (MM 179, PT 146-147). Paus juga menunjukkan penghargaan dan

    dukungannya atas karya umat Katolik di pelbagai negeri (MM 182-183). Hal ini

    sekaligus menjadi bukti vitalitas Gereja dalam reksa kemajuan dan peradaban

    (MM 184).

    2. Keterlibatan Sosial Gereja

    Paus Yohanes XXIII menekankan bahwa Keterlibatan Sosial Gereja itu

    merupakan dimensi integral pemahaman Kristiani tentang kehidupan ( MM

    222). Tidak ada pendidikan Kristiani yang dapat dipandang lengkap selamabelum meliputi segala kewajiban. Pendidikan harus bertujuan untuk menanam

    dan memupuk kesadaran umat akan tugas mereka menjalankan kegiatanmereka di bidang ekonomi dan sosial secara Kristiani (MM 228). Para uskup

    bahkan menyatakan bahwa Keterlibatan Sosial Katolik yang tidak lain adalah

    prinsip-prinsip dasar Injil yang diterapkan secara konkrit merupakan sumber

    utama bagi pendidikan tentang keadilan (IM 56).