13
67. Peraturan Pelaksanaan Tentang Pendaftaran Tanah. Peraturan-peraturan pelaksanaan PP No. 10 Tahun 1961 yang penting antara lain : a. Peraturan Menteri Agraria No. 10 Tahun 1961 tentang “Penunjukan Pejabat yang dimaksudkan dalam Pasal 19 Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah serta Hak dan Kewajibannya” (TLN No. 2344); b. Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri No. SK 19/DDA/1971 tanggal 3 April 1971 tentang “Pembentukan Panitia Ujian PPAT”. c. Peraturan Menteri Agraria No. 11 Tahun 1961 tentang “Bentuk Akta” (TN No. 2384). d. Peraturan Menteri Agraria No. 14 Tahun 1961 tentang “Permintaan dan Pemberian Izin Pemindahan Hak atas Tanah” (TLN No. 2346). e. Peraturan Direktur Jenderal Agraria N. 4 Thun 1968 tentang “Penyelenggaraan dan Pendaftaran Hipotik Izin Pemindahan Hak atas Tanah”. f. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. SK 59/DDA/1970 tentang “Penyederhanaan Peraturan Perizinan Pemindahan Hak atas tanah”. g. Peraturan Menteri Agraria No. 15 Tahun 1961 tentang “Pembebanan dan Pendaftaran Hipotik serta Credietverband”. (TLN No. 2347). h. Surat Keputusan Direktur Jenderal Agraria No. SK 67/DDA/68 (tanggal 12 Juni 1968), tentang “Bentuk Buku Tanah an Sertifikat Hipotik dan Credietverband”. i. Peraturan Menteri Agraria No. 1 Tahun 1966 tentang “Pendaftaran Hak Pakai dan Hak Pengelolaan”. j. Peraturan Menteri Pertanian dan Agraria No. 2 Tahun 1962 tentang “Penegasan Konversi dan Pendaftaran Bekas Hak-hak Indonesia atas Tanah”. (TLN No. 2508).

AGRARIA (SATYO WIBISONO 41-60)

Embed Size (px)

DESCRIPTION

tentang agraria

Citation preview

Page 1: AGRARIA (SATYO WIBISONO 41-60)

67. Peraturan Pelaksanaan Tentang Pendaftaran Tanah.

Peraturan-peraturan pelaksanaan PP No. 10 Tahun 1961 yang penting antara lain :

a. Peraturan Menteri Agraria No. 10 Tahun 1961 tentang “Penunjukan Pejabat yang

dimaksudkan dalam Pasal 19 Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1961 tentang

Pendaftaran Tanah serta Hak dan Kewajibannya” (TLN No. 2344);

b. Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri No. SK 19/DDA/1971 tanggal 3 April 1971

tentang “Pembentukan Panitia Ujian PPAT”.

c. Peraturan Menteri Agraria No. 11 Tahun 1961 tentang “Bentuk Akta” (TN No. 2384).

d. Peraturan Menteri Agraria No. 14 Tahun 1961 tentang “Permintaan dan Pemberian Izin

Pemindahan Hak atas Tanah” (TLN No. 2346).

e. Peraturan Direktur Jenderal Agraria N. 4 Thun 1968 tentang “Penyelenggaraan dan

Pendaftaran Hipotik Izin Pemindahan Hak atas Tanah”.

f. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. SK 59/DDA/1970 tentang “Penyederhanaan

Peraturan Perizinan Pemindahan Hak atas tanah”.

g. Peraturan Menteri Agraria No. 15 Tahun 1961 tentang “Pembebanan dan Pendaftaran

Hipotik serta Credietverband”. (TLN No. 2347).

h. Surat Keputusan Direktur Jenderal Agraria No. SK 67/DDA/68 (tanggal 12 Juni 1968),

tentang “Bentuk Buku Tanah an Sertifikat Hipotik dan Credietverband”.

i. Peraturan Menteri Agraria No. 1 Tahun 1966 tentang “Pendaftaran Hak Pakai dan Hak

Pengelolaan”.

j. Peraturan Menteri Pertanian dan Agraria No. 2 Tahun 1962 tentang “Penegasan Konversi

dan Pendaftaran Bekas Hak-hak Indonesia atas Tanah”. (TLN No. 2508).

k. Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri No. SK 26/DDA/1970 tentang Penegasan

Konversi dan Pendaftaran Bekas Hak-hak Indonesia atas Tanah.

l. Peraturan Menteri Pertanian dan Agraria No. 6 Tahun 1964 tentang “Pendaftaran hak-hak

di daerah-daerah di mana pendaftaran tanah belum diselenggarakan menurut Peraturan

Pemerintah No. 10 Tahun 1961”.

m. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 14 Tahun 1975 tentang ”Pendaftaran hak atas tanah

kepunyaan bersam dan pemilikan bagian-bagian bangunan yang ada diatasnya serta

penerbitan sertifikatnya”.

n. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 16 Tahun 1975 tentang penggantian pendaftaran

tanah dan pemberian sertifikat dalam rangka pengukuran desa demi desa menuju desa

lengkap sesuai dengn Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1961.

o. Keputusan Memteri Dalam Negeri No. SK. 107/DJA/1975 tentang Pembentukan Seksi

Pendaftaran Tanah pada Kantor Sub Direktorat Agraria Kabupaten dan Kotamadya yang

belum ada Seksi Pendaftaran Tanahnya.

Page 2: AGRARIA (SATYO WIBISONO 41-60)

p. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 14 Tahun 1977 (tanggal 29 Oktober 1977) tentang

“Penyelenggaraan Tata Usaha Pendaftaran Tanah Mengenai hak atas Tanah yang

dipunyai bersama dan pemilikan bagian-bagian bangunan yang ada di atasnya.

q. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 6 Tahun 1977 tanggal 26 November 1977 tentang

“Tata Pendaftaran Tanah mengenai Perwakafan Tanah Milik”.

r. Bab III Tata cara mewakafkan dan Pendaftaran dari PP No. 28 Tahun 1977, LN 1977 No.

38, tentang “Perwakafan Tanah Milik”.

s. Biaya Pendaftaran tanah, Peraturan Menteri dalam Negeri No. 2 Tahun 1978, Peraturan

Mendagri No. 12 Tahun 1978.

t. Keppres No. 26 Tahun 1988 tentang Badan Pertahanan Nasional/BPN yang

menggantikan peranan Menteri Dalam Negeri dan Dirjen Agraria dalam hal-hal

berkenaan dengan tanah.

68. Pendaftaran sebagai bukti Hak yang Kuat

Tentang ini diberitahukan dalam Memori Penjelasan, bahwa pendaftaran yang diadakan

ini akan bersifat “rechtskadaster”, yakni dalam arti suatu pendaftaran yang bertujuan menjamin

kepastan hukum.

69. Pelaksanaan Pendaftaran Diatur secara Berangsur-angsur

Pemerintah cukup realistis untuk meyakinkan bahwa tentunya pendaftaran ini tidak dapat

diadakan sekaligus dengan serentak di seluruh wilayah Republik Indonesia. Keberatan-keberatan

praktis yang tidak memungkinkan pelaksanaannya dalam jangka waktu telah menghalang-

halangi untuk melaksanakan sesuatu ini untuk tanah-tanah adat. Karena itu tidaklah dapat

terwujud cita-cita tentang kepastian hukum dengan mengadakan wajib pendaftaran untuk tanah-

tanah adat yang meliputi areal yang sangat luas ini. Jika dibandingkan kuantitas tanah-tanah di

bawah hukum Barat (tanah yang terdaftar) dan tanah-tanah di bawah hukum adat (tanah-tanah

yang tidak terdaftar), maka pernah diibaratkan tanah-tanah Barat ini sebagai “pulau-pulau di

tengah-tengah lautan tanah-tanah dengan hak-hak adat”.

70. Pendaftaran di Kota-ota Didahulukan

Dalam UUPA penguasa telah memberikan suatu “way out” dari kesulitan ini. Pendaftaran

ini tidak akan dilakukan serentak untuk seluruh wilayah Indonesia. Hal ini adalah praktis tidak

mungkin.

Oleh karena itu pemerintah mengemukakan bahwa pendaftaran tanah-tanah ini akan

dilakukan secara berangsur-angsur. Secara tegas dinyatakan daam Memori Penjelasan bahwa

yang akan didahulukan ialah pendaftaran di kota-kota. Baru kemudian secara lambat laun akan

meningkat pendaftaran pada suatu sitem kadaster yang meliputi seluruh wilayah negara.

Pendaftaran tanah diselenggarakan dengan mengingat keadaan negara dan masyarakat,

keperluan lalu lintas sosial ekonomi serta kemungkinan penyelenggaraannya, menurut

pertimbangan Menteri Agraria (Pasal 19 ayat 3 UUPA).

Page 3: AGRARIA (SATYO WIBISONO 41-60)

71. Pendaftaran Tanah Membawa Kepastian Hukum dan Kepastian Hak atas Tanah

Pemerintah telah mengkedepankan bahwa hukum agraria yang baru ini akan disesuaikan

dengan prinsipi-prinsip yang dikenal dalam stelsel-stelsel hukum agraria di negara-negara

modern. Dengan adanya pendaftaran tanah ini barulah dapat dijamin tentang hak-hak seseorang

di atas tanah. Pihak ketiga pun secara mudah dapat melihat hak-hak apa atau beban apa yang

terletak di atas sbidan tanah. Dengan demikian terpenuhi syarat tentang pengumuman

(“openbaarheid”), yang merupakan salah satu syarat yang melekat kepada hak-hak yang bersifat

kebendaan.

72. Contoh Kesulitan-kesulitan dalam Praktek: Lembaga “Erfpacht” yang

“eeuwigdurend”

Bahwa pendaftaran tanah ini akan mengalami bebagai kesulitan dalam pelaksanaannya,

dapat kita bayangkan bilamana kita mengingat kepada praktek yang sudah-sudah. Oleh

pemerintah india Belanda sebelum perang pernah diadakan juga peraturan khusus yang

mengharuskan diadakannya pendaftaran hak-hak tanah yang berada di dalam suasana hukum

adat. Yang kita maksudkannialah pengalaman berkenaan dengan usaha pembukuan

“eeuwigdurend erfpacht”.

78. Dasar-dasar Hukum Agraria Nasional lainnya

Setelah dikemukakan dasar kesatuan hukum dan kepastian hukum, maka di bawah ini akan

dilanjutkan tinjauan kita tentang dasar-dasar hukum agraria.

79. Dasar Kenasionalan

Dalam hubungan ini perlu kita pertama-tama meminta perhatian untuk dasar

Kenasionalan. Dari berbagai bagian tampak dengan jelas sifat nasional dan UUPA.

Disinggung bahwa hukum agraria yang lama tersusun berdasarkan tujuan dan sendi-sendi

dan pemerintahan jajahan. Oleh karena it sistem hukum agraria yang diwarisi adalah

bertentangan dengan kepentingan rakyat dan negara yang kini berada dalam proses pelaksanaan

pembangunan nasional. Oleh karen hukum agraria ini tidak sesuai lagi dengan kepentingan

nasional maka perlu diadakan suatu hukum agraria nasional.

80. Hukum Agraria yang Memenuhi kebutuhan Hukum Negara Modern

Hukum Agraria nasional ini harus sesuai dengan kepentingan rakyat Indonesia dan

memenuhi juga keperluannya menurut permintaan zaman dalam segala soal agraria. Jadi hukum

agraria ini harus disesuaikan dengan kebutuhan-kebutuhan negara Indonesia sebagai suatu

negara modern dalam hubungan lalu lintas internasional dengan negara-negara lain.

81. Pancasila harus Diwujudkan

Didasarkan perlu pula untuk mengkedepankan bahwa hukum agraria nasional itu harus

mewujudkan sendi filsafat negara Pancasila. Hukum agraria nasional ini haru mewujudkan

penjelmaan sila-sila: Ketuhanan Yang Maha Esa, Perikemanusiaan, Kebangsaan, Kerakyatan dan

Keadilan Sosial.

Page 4: AGRARIA (SATYO WIBISONO 41-60)

82. Asas Ketuhanan

Asas Ketuhanan dapat terbayang dari berbagai bagian. Selain daripada dalam konsiderans

kita saksikan diberikan tempat pula, misalnya dalam pasal 1 ayat 2. Dalam Pasal 5 UUPA, kita

saksikan adanya ketentuan bahwa hukum adat yang dinyatakan berlaku untuk hukum agraria

nasional yang baru ini, harus “mengindahkan unsur-unsur yang bersandar pada hukum agama”.

83. Kesatuan Tanah Air

Dalam kenasionalan UUPA dapat kita saksikan dari berbagai bagian tertentu. Dalam

pasal 1 ini dinyatakan bahwa “seluruh wilayah Indonesia adalah kesatuan tanah air dari seluruh

rakyat Indonesia yang bersatu sebagai bangsa Indonesia” (ayat 1).

Secara resmi dijelaskan bahwa apa yang ditentukan dalam ayat 1 dan 2 dari pasal pertama

ini mengemukakan, bahwa bumi, air dan ruang angkasa di wilayah Indonesia juga menjadi hak

bangsa Indonesia sebagai keseluruhannya. Oleh karena itu adalah selayaknya bahwa hak-hak di

atas bumi, air dan ruang angkasa termasuk kekayaan alamnya adalah juga merupakan milik

bangsa Indonesia sebagai keseluruhan.

84. Semacam Hak Ulayat

Berhubung dengan itu dapatlah diartikan pula hubungan bangsa Indonesia dengan Bumi,

air dan ruang angkasa sebagai merupakan semacam hubungan hak ulayat (beschikkingsrecht)

yang diangkat kepada tingkatan paling atas yaitu pada tingkatan yang mngenai seluruh wilayah

negara.

85. Hubungan yang abadi

Dalam ayat 3 dari Pasal 1 ditegaskan lebih jauh bahwa hubungan antara bangsa Indonesia

dan bumi, air serta ruang angkasa yang termaksud tadi adalah Suatu hubungan yang abadi.

Hubungan yang abadi ini menunjukkan bahwa selama rakyat Indonesia yang bersatu sebagai

bangsa Indonesia masih ada dan selama bumi, air serta ruang angkasa Indonesia itu masih ada

pula, maka hubungan ini tidak dapat diputuskan.

86. Apakah Masih Ada Tempat bagi Hak-hak Perseorangan

Hak milik perseorangan masih tetap diakui dalam UUPA. Tatkala Menteri Agraria Mr.

Sadjarwo memberi ceramah tentang Undang-undang Pokok agraria menjelaskan bahwa UUPA

masih diakui hak milik perseorangan. Maka tidaklah beralasan untuk mengemukakan bahwa

UUPA ini didasarkan sama sekali atas dasar-dasar komunistis.

87. Hak Ulayat Bukan Hak Milik

Hubungan hak ulayat yang dikenal dalam hukum adat ini tidaklah merupakan hubungan

hak milik. Menurut hukum adat ini dalam rangka hak ulayat dikenal adanya hak milik

perseorangan. Hanya hak milik ini seolah-olah “dikekang” oleh hak ulayat.

Page 5: AGRARIA (SATYO WIBISONO 41-60)

88. hak-hak perseorangan atas Tanah

Disamping hak milik, masih dapat dipunyai lain-lain hak yang tidak sekuat dan sepenuh

seperti hak mili. Hak-hak yang sifatnya kurang “penuh” ini adalah hak guna usaha, hak guna

bangunan, hak pakai, hak sewa dan lain-lain hak yang mungkin diadakan dengan undang-undang

lain (pasal 4 jo. 16).

89. Hubungan antara Hak Negara dan Hak-hal Perseorangan

Sesuai dengan cara pembahasan dalam Memori Penjelasan. Bagaimanakah hubungan

antara hak bangsa (dan negara) dengan hak-hak perseorangan ini. Kita akan tinjau lebih lanjut

hubungan antara negara dan hak-hak di atas tanah.

90. Asas Domein Negara

Dalam sistem hukum agraria Hindia belanda “asas domein” (Domein beginsel,

domeinleer) dijadikan pegangan resmi oleh penguasa. Menurut “asas domein” ini, maka semua

tanah yang oleh pihak lain tidak dibuktikan hak eigendom adalah domein (milik) negara. Seperti

yang telah dikemukakan pada waktu dibicarakan tentang peraturan-peraturan lama yang

dihapuskan dengan berlakunya UUPA, maka tentang teori domein ini pendapat para sarjana

hukum di Indonesia tidak merupakan suatu kebulatan.

91. Teori Domein Dilepaskan dalam UUPA

Yang dimaksud dengan “asas domein” ini ialah semua tanah yang pihak lainnya tidak

dapat membuktikan, bahwa tanah itu tanah eigendom(nya) adalah domein negara. Sekarang asas

domein ini tidak dikenal lagi dalam UUPA.

Dikemukakan, bahwa asas domein ini adalah bertentangan dengan kesadaran hukum

rakyat Indonesia. Asas ini pun dipandang tidak sesuai dengan asas negara yang merdeka dan

modern.

92. Alasan-alasan Pencabutan Asas Ini

Domeinverklaring dicabut karena tidak sesuai dengan kesadaran hukum rakyat indonesia

dan asas dari negara yang merdeka dan modern. Asas domein ini juga tidak perlu dan tidak pada

tempatnya.

93. Negara sebagai Badan penguasa

Adalah lebih tepat jika negara ini kita pandang sebagai organisasi kekuasaan dari seluruh

rakyat (bangsa). Berdasrkan kualitasnya itu. Negara bertindak selaku Badan Penguaa. Pikiran

yang serupa dapat kita saksikan dari susunan kata-kata dalam pasal 33 ayat 3 daripada UUD

tersebut.

94. Apa Artinya Istilah “Dikuasai”?

Istilah “dikuasai” dalam ayat ini bukan berarti “dimiliki. Istilah “dikuasai” ini berarti

bahwa negara sebagai organisasi kekuasaan bangsa Indonesia, diberikan wewenang untuk

mengatur sesuatu yang berkenaan dengan tanah.

Page 6: AGRARIA (SATYO WIBISONO 41-60)

Apa yang termasuk dalam kekuasaan ini?

Dalam UUPA ditegaskan bahwa hak menguasai dari negara ini memberi wewenang untuk

melakukan berbagai persediaan berkenaan dengan tanah.

95. Hubungan antara Orang dan Tanah

Pemerintah dapat menetapkan hak-hak atas tanah yang dapat dipunyai oleh seseorang.

Dalam rangka ini pun harus kita lihat berbagai ketentuan tentang hak-hak perseorangan atas

tanah yang ditetapkan dalam UUPA. Misalnya Bab II dari UUPA yang mengatur “hak-hak atas

tanah, air, dan ruang angkasa serta pendaftaran” ini dapat diambil sebagai contoh dari apa yang

merupakan wewenang negara berdasarkan ayat 2 sub b dari Pasal 2 UUPA ini.

96. Perbuatan-perbuatan Huku mengenai Tanah

Penguasa juga diberi wewenang untuk menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum

antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa

(Pasal 2 ayat 2 sub c).

97. Syarat-syarat untuk Dapat Mempunyai Hak-hak atas Tanah

Salah satu syaratnya adalah syarat kewargenagaraan RI yang tunggal (untuk hak mili

dalam Pasal 9, 21; hak guna usaha dalam Pasal 30; hak guna bangunan Pasal 36). Berkenaan

dengan pasal-pasal ini ditentukan bahwa hanya warga negara RI yang tunggal saja yang dapat

memperoleh hak-hak baru atas tanah ini dengan jalan peralihan hak karena jual beli, penukaran,

penghibahan, pemberian dengan wasiat (Pasal 26 untuk hak milik). Juga ditentukan tentang apa

yang harus dilakukan oleh seorang pemegang hak guna usaha bilamana ia tidak memenuhi

syarat-syaratnya lagi (Pasal 30).

98. Hak-hak Tagungan atas Tanah

Dalam hubungan ini kita minta perhatia pula untuk ketentuan-ketentuan dalam UUPA

yang menunjuk kepada peraturan-peraturan yang akan diadakan berkenaan dengan hak-hak

tagungan atas tanah. Pasal 25 menentukan bahwa hak milik dapat dijadikan jaminan hutang

dengan dibebani hak tagungan. Dalam Pasal 51 ditentukan lebih jauh bahwa segala sesuatu ini

akan diatur tersendiri dengan undang-undang pelaksanaan.

99. Prinsip-prinsip Landreform

Juga dalam rangka hak penguasa untuk mengatur satu dan lain hal berhubung dengan tanah dapat

kita sebut ketentuan bahwa menurut UUPA si pemilik tanah untuk pertanian pada asasnya

diwajibkan untuk mengusahakannya sendiri secara aktif. Lebih jauh dapat disebut di sini adanya

ketentuan-ketentuan bahwan hubungan hukum antara orang dan tanah ini jangan sampai

merupakan penguasaan atas kehidupan dan pekerjaan orang lain yamg melampaui batas. Disini

juga dapat dimasukkan ktentuan tentang usaha bersama di bidang agrara yang harusya

didasarkan atas kepentingan bersama dalam bentuk koperasi atau bentuk-bentuk gotong royong

lainnya.

Page 7: AGRARIA (SATYO WIBISONO 41-60)

100. Untuk mencapai Sebesar-besarnya Kemakmuran Rakyat

Wewenang yang diberikan kepada penguasa di bidang agraria ini harus dikerahkan

supaya tercapai satu tujuan, yakni untuk mencapai sebesar-besarnya kemakmuran rakyat dalam

rangka masyarakat yang adil dan makmur.

101. Segi-segi Idealistis Dalam UUPA

Satu dan lain sesuai dengan lain-lain bagian dari UUPA yang tidak mengabaikan segi-

segi idealistis ini (misalnya konsiderans dan Pasal 1 yang mengedepankan bahwa bumi, air dan

ruang angkasa Indonesia yang kaya raya itu adalah “sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa”,

dan sebagainya).

102. Negara RI, Negara hukum

Juga telah dikemukakan lagi dalam peraturan hukum positif bahwa Negara Republik

Indonesia merupakan suatu “Negara Hukum” (rectsstaat).

103. Luasnya Kekuasaan Negara

Kekuasaan negara yang dimaksudkan dalam Pasal 2 ini mengenai semua bumi, air, dan

ruang angkasa. Jadi kekuasaan ini mengenai baik tanah-tanah yang sudah dihaki oleh seseorang

maupun yang tidak. Juga tanah-tanah yang sudah dipegang oleh orang-orang lain dengan suatu

hak tertentu termasuk dalam wewenang kekuasaan negara.

104. Tanah yang Sudah Dipunyai Orang

Akan tetapi berkenaan dengan kekuasaan negara atas tanah-tanah yang sudah dipunyai

oleh orang lain ini hubungannya adalah berlainan dengan tanah-tanah belukar. Kekuasaan negara

mengenai tanah yang sudah dipunyai orang dengan sesuatu hak dibatasi oleh isi hak itu.

Isi daripada hak-hak perseorangan di atas tanah ini seta pembatasan-pembatasannya dapat

diketemukan dalam pasal-pasal berikutnya serta pasal-pasal dalam Bab II UUPA.

105. Tanah yang Belum Dipunyai Seseorang

Atas tanah yang tidak dipunyai oleh seseorang kekuasaan negara adalah lebih luas dan

lebih penuh. Tanah-tanah ini dapat diberikan oleh negara kepada seseorang aatau badan hukum

dengan suatu hak tertentu. Hak-hak ini akan disesuaikan dengan peruntukan dan keperluannya.

106. Delegasi kekuasaan

Pemberian kepada Badan Penguasa ini ialah untuk dipergunakan bagi pelaksanaan

tugasnya masing-masing. Hal ini dinyatakan dalam ayat 4 dari Pasal 2 yang berbunyi :”Hak

menguasai dari negara tersebut di atas pelaksanaannya dapat dikuasakan kepada daerah-daerah

Swatantra dan masyarakat-masyarakat hukum adat, sekedar diperlukan dan tidak bertentangan

dengan kepentingan nasional”. Peraturan Pemerintah akan memberikan ketentuan khusus

mengenai hal ini.

107. Pembatasan oleh Hak Ulayat

Dalam pada itu perlu kita perhatikan pula bahwa kekuasaan negara atas tanah-tanah

belukar yang belum dipunyai oleh seseorang ini sedikit banyak dibatasi pula oleh hak ulayat dari

Page 8: AGRARIA (SATYO WIBISONO 41-60)

kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat. Bilamana menurut kenyataan masih terdapat hak-hak

ulayat sedemikian ini, maka kekuasaan negara atas tanah-tanah tersebut tidak bebas seluruhnya

108. Kewarganegaraan dan hak-hak atas Tanah

Berkenaan dengan asas kenasionalan yang dijadikan dasar oleh UUPA ini perlu kita

tunjuk pula kepada ketentuan-ketentuan tentang syarat-syarat yang diperluakan untuk dapat

mempunyai hak-hak baru atas tanah yang bersifat kebendaan.

109. Hanya WNI Dapat mempunyai Hak-hak Kebendaan atas Tanah

Hanya warga negara Indonesia yang boleh mempunyai hak milik atas tanah (pasal 21

ayat 1 UUPA jo. Pasal 9). Oleh karena itu hak milik ini merupakan hak yang terpenuh dan

terkuat bagi warga negara saja. Oarang-oaramg asing tidak diperbolehkan untuk mmpunyai hak

milik ini.

110. Ketentuan ini Sesuai dengan Hukum Internasional

Ketentuana semacam ini juga dikenal dalam hukum pertanahan dari berbagai negara.

Dalam hal ini Indonesia tidak merupakan pengecualian. Hukum internasional yang berlau

sekarang ini tidak mengenal asa bahwa orang asing harus sewajarnya diperbolehkan untuk

memperoleh tanah (benda-benda tetap).

111. Larangan Pemindahan Hak kepada Orang Asing

Oleh karena orang asing tidak diperbolehkan untuk mempunyai hak milik atas tanah,

maka pemindahan hak milik jepada orang asing dilarang. Dalam pasal 26 ayat 2 ditentukan

bahwa tidaklah boleh dipindahkan hak milik kepada seorang asing dengan jalan jual beli.

112. Peraturan-peraturan Lama sebagai Contoh

Perumusan yang serupa ini pernah kita ketemukan pula dalam rangka perundang-

undangan agraria yang lama. Dalam Larangan Pengasingan Tanah S. 1875-179 telah dinyatakan

pula bahwaorang dari bukan golongan rakyat Inonesia tidak mungkin memperoleh tanah

Indonesia (tanah-tanah di bawah hukum adat) dengan jalan pengasingan.

113. Perumusan UUPA Lebih Jelas

Perumusan dari UUPA ini juga lebih terang dan lebih baik susunannya dari pada

perumusan yang digunakan dalam Larangan Pengasingan Tanah. Dalam UUPA ini diperinci

apakah yang diartikan denga peraturan-peraturan yang termasuk dalam pengrtian ini : Perbuatan

jual-beli, Penukaran, Penghibahan, Pemeberian dengan wasiat. Dengan maksud supaya dialihkan

hak milik kepada orang lain.