Upload
vunhan
View
224
Download
4
Embed Size (px)
Citation preview
Seminar Nasional Agribisnis dan Pengembangan Ekonomi Perdesaan 1
Mei, 2014
i
ISBN: 978-602-7998-43-8
PROSIDING
SEMINAR NASIONAL
AGRIBISNIS DAN PENGEMBANGAN
EKONOMI PERDESAAN I
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS TRUNOJOYO
MADURA
2014
Mei, 2014 Seminar Nasional Agribisnis dan Pengembangan Ekonomi Perdesaan 1
ii
AGRIBISNIS DAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERDESAAN I
Penanggung Jawab:
Ketua Program Studi Agribisnis Universitas Trunojoyo Madura
Editor:
Andrie Kisroh Sunyigono
Ellys Fauziyah
Mardiyah Hayati
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA
2014
Seminar Nasional Agribisnis dan Pengembangan Ekonomi Perdesaan 1
Mei, 2014
iii
Katalog dalam Terbitan
Proceeding: Agribisnis dan Pengembangan Ekonomi Perdesaan I
Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura,
UTM Press 2014
viii + 396 hlm.; 17x24 cm
ISBN 978-602-7998-43-8
Editor: : Andrie Kisroh Sunyigono
Ellys Fauziyah
Mardiyah Hayati
Layouter : Taufik R D A Nugroho
Cover design : Didik Purwanto
Penerbit : UTM Press
* Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
Jl. Raya Telang PO Box. 2 Kamal Bangkalan
Telp : 031-3013234
Fax : 031-3011506
Mei, 2014 Seminar Nasional Agribisnis dan Pengembangan Ekonomi Perdesaan 1
iv
KATA PENGANTAR
KETUA PANITIA
Assalamu’alaikum warohmatullohi wabarokatuh
Bismillahirrohmanirrohim
Segala puji kami panjatkan ke hadapan Illahi atas terselenggaranya Seminar
Nasional “Agribisnis dan Pengembangan Ekonomi Perdesaan I” Program Studi
Agribisnis Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura pada tanggal 21 Mei
2014. Seminar ini merupakan seminar yang diselenggarakan secara mandiri oleh
Program Studi Agribisnis untuk pertama kalinya dan direncanakan dilakukan secara
rutin tiap tahun. Tujuan diselenggarakannya seminar ini adalah untuk: 1) Memberikan
rekomendasi kebijakan, langkah dan strategi dalam upaya pengembangan sektor
agribisnis yang terkait erat dengan wilayah perdesaan, 2) Memberikan wadah untuk
berbagi pengalaman dan tukar menukar ide bagi semua stakeholder terkait baik
akademisi, pelaku bisnis dan pemerintah, 3) Menumbuhkan komitmen bersama dalam
pengembangan sektor agribisnis yang bertitik tumpu pada wilayah perdesaan dalam
upaya mencapai visi pembangunan pertanian. Selanjutnya, pada akhir seminar
diharapkan tergalang sinergi untuk meningkatkan mutu dan dayaguna penelitian dan
dapat menjadi masukan bagi berbagai pihak yang berwenang dalam pengambilan
kebijakan.
Makalah kunci disampaikan oleh Prof. Dr. Ir. Nuhfil Hanani, MS selaku Guru
Besar Universitas Brawijaya Malang, dan makalah utama oleh Dr.Ir. Agus Wahyudi,
SE; MM (Badan Pengembangan Wilayah Suramadu/BPWS), Andrie Kisroh Sunyigono,
PhD selaku Pakar Ekonomi Pertanian Universitas Trunojoyo Madura dan. Dr. Sitti Aida
Adha Taridala, SP, M.Si sebagai pemakalah terbaik dari Universitas Halu Uleo.
Disamping itu terdapat makalah penunjang bersumber dari berbagai instansi/lembaga
penelitian seperti BPTP antara lain dari Bogor dan Jawa Timur, Loka Penelitian Sapi
Potong Pasuruan, serta Perguruan Tinggi dari berbagai wilayah seperti Jakarta,
Gorontalo, Bandung, Tegal, Surabaya, Malang dan Madura. Topik-topik yang disajikan
sangat bervariasi, secara garis besar terhimpun ke dalam 4 bidang yakni agribisnis,
sosiologi, nilai tambah dan sosial ekonomi.
Terima kasih kepada semua pihak yang memberikan kontribusi utamanya PT
Pertamina Hulu Energi West Madura Offshore (PHE WMO).
Akhirnya selamat mengkaji makalah-makalah di prosiding ini.
Wassalamu’alaikum warohmatullohi wabarokatu
Bangkalan, Juni 2014.
Ketua Panitia,
Ihsannudin, MP.
Seminar Nasional Agribisnis dan Pengembangan Ekonomi Perdesaan 1
Mei, 2014
v
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR KETUA PANITIA ................................................................... iv
DAFTAR ISI ................................................................................................................. v
AGRIBISNIS
MANAJEMEN AGRIBISNIS DAN PERMASALAHANNYA .................................. 3
P. Julius F. Nagel
TANGGAPAN KONSUMEN TERHADAP ECO-LABEL PADA PRODUK
PERTANIAN ............................................................................................................... 14
Joko Mariyono
PENGARUH BUDAYA ORGANISASI DAN TEKNOLOGI INFORMASI
TERHADAP STRATEGI BERSAING DAN KINERJA PERUSAHAAN ................ 21
Hary Sastrya Wanto, Ruswiati Suryasaputra
PERANAN BAITUL MAAL WATTAMWIL UNTUK PENINGKATAN
SEKTOR PERTANIAN .............................................................................................. 32
Renny Oktafia
PENINGKATAN MUTU BUAH APEL SEPANJANG RANTAI PASOK
DARI PASCAPANEN SAMPAI DISPLAY SUPER MARKET ............................... 41
I Nyoman Sutapa, Jani Rahardjo, I Gede Agus Widyadana, Elbert Widjaja
ANALISIS PENGEMBANGAN DESA WISATA BERBASIS POTENSI
LOKAL KECAMATAN KARANGPLOSO KABUPATEN MALANG ................... 57
Selamet Joko Utomo
RISIKO USAHA PETERNAKAN AYAM PETELUR UTAMA
KECAMATAN GALIS KABUPATEN PAMEKASAN ............................................ 68
Lilis Suryani, Aminah H.M Ariyani
KELAYAKAN EKONOMI USAHA GARAM RAKYAT DENGAN
TEKNOLOGI MADURESSE BERISOLATOR ......................................................... 83
Makhfud Efendy, Ahmad Heryanto
STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI PLINTIR PISANG DI
KECAMATAN ARJASA KEPULAUAN KANGEAN ............................................. 107
Mu’awana, Taufik Rizal Dwi Adi Nugroho
SOSIOLOGI
RELASI AKTOR DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MELALUI
PRODUK TERRA (TERONG RAKYAT) ................................................................. 121
Titis Puspita Dewi, Mohammad Asrofin, Erwin Merawati, Ali Imron
Mei, 2014 Seminar Nasional Agribisnis dan Pengembangan Ekonomi Perdesaan 1
vi
PERLUNYA KECUKUPAN BAHAN PANGAN DALAM PEMENUHAN
KEBUTUHAN MASYARAKAT SECARA NASIONAL ........................................ 133
Isbandi dan S.Rusdiana
RELASI SEGI TIGA SISTEM KREDIT DALAM MASYARAKAT
PERDESAAN STUDI KASUS DI DESA MAJENANG, KECAMATAN
KEDUNGPRING, KABUPATEN LAMONGAN, JAWA TIMUR .......................... 146
Indah Rusianti, Faridatus Sholihah, Arini Nila Sari
DAMPAK SOSIAL DAN EKONOMI PEMBANGUNAN AGROPOLITAN
DI DESA NGRINGINREJO, KECAMATAN KALITIDU, KABUPATEN
BOJONEGORO .......................................................................................................... 159
Alifatul Khoiriyah, Santi Yuli Hartika, Yunny Noevita Sari, dan Ali Imron
PEMANFAATAN PERAN MODAL SOSIAL PADA PEKERJA SEKTOR
INFORMAL PEREMPUAN (Studi Pada Pedagang Kaki Lima Perempuan Di
Kota Malang) .............................................................................................................. 168
Ike Kusdyah Rachmawati
PROGRAM AKSI MEDIA KOMUNITAS PEDESAAN BAGI WARGA
KEPULAUAN TIMUR MADURA SEBAGAI SARANA PENINGKATAN
AKSES, KETERBUKAAN INFORMASI, DAN PEMBERDAYAAN PUBLIK ..... 181
Surokim, Teguh Hidayatul Rachmad
MODEL PENGEMBANGAN KOMPETENSI PENYULUH PERTANIAN DI
PROVINSI GORONTALO ........................................................................................ 194
Mohamad Ikbal Bahua
NILAI TAMBAH
PENERAPAN QUALITY FUNCTION DEPLOYMENT (QFD) UNTUK
PERENCANAAN DAN PENGEMBANGAN PRODUK OLAHAN WORTEL ...... 213
Yurida Ekawati, Surya Wirawan Widiyanto
PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI BERBASIS JAGUNG DI
KABUPATEN BANGKALAN .................................................................................. 224
Weda Setyo Wibowo, Banun Diyah Probowati, Umi Purwandari
STRATEGI PENGUATAN POSISI TAWAR PETANI KENTANG MELALUI
PENGUATAN KELEMBAGAAN ............................................................................ 234
Ana Arifatus Sa’diyah dan Dyanasari
INOVASI TEKNOLOGI SAPI POTONG BERBASIS MANAJEMEN
BUDIDAYA DAN REPRODUKSI MENUJU USAHATANI KOMERSIAL .......... 250
Jauhari Efendy
Seminar Nasional Agribisnis dan Pengembangan Ekonomi Perdesaan 1
Mei, 2014
vii
POTENSI SAMPAH ORGANIK SEBAGAI PELUANG BISNIS PUPUK
ORGANIK DAN PAKAN TERNAK ......................................................................... 258
Jajuk Herawati, Yhogga Pratama Dhinata, Indarwati
UJI KELAYAKAN PENGOLAHAN SERBUK INSTAN BEBERAPA
VARIETAS JAHE DALAM UPAYA MENINGKATKAN NILAI EKONOMI ...... 270
Indarwati, Jajuk Herawati, Tatuk Tojibatus, Koesriwulandari
POTENSI CACING TANAH SEBAGAI PELUANG BISNIS ................................. 280
Yhogga Pratama Dhinata, Jajuk Herawati, Indarwati
PEMBUATAN DAGING TIRUAN MURNI (MEAT ANALOG) SEBAGAI
UPAYA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK .......................................... 290
Sri Hastuti
STRATEGI PERCEPATAN PENGEMBANGAN USAHATANI TEBU DI
MADURA301
Miellyza Kusuma Putri, Mokh Rum
STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI SALAK DI
KABUPATEN BANGKALAN .................................................................................. 312
Iffan Maflahah
SOSIAL EKONOMI
PEMANFAATAN SUMBERDAYA PEKARANGAN MELALUI PROGRAM
KRPL DI PUHJARAK, KEDIRI ................................................................................ 331
Kuntoro Boga Andri dan Putu Bagus Daroini
PERSEPSI PETANI TERHADAP NILAI LAHAN SEBAGAI DASAR
PENETAPAN LAHAN PERTANIAN PADI SAWAH BERKELANJUTAN .......... 343
Mustika Tripatmasari, Firman Farid Muhsoni, Eko Murniyanto
PARTISIPASI ANGGOTA KOPERASI SERBA USAHA (KSU) TUNAS
MAJU DI KECAMATAN SAMIGALUH, KABUPATEN KULONPROGO .......... 351
Eni Istiyanti, Lestari Rahayu, Supriyadi
VEGETABLE CONSUMPTION PATTERN IN EAST JAVA AND BALI ............. 367
Evy Latifah, Hanik A. Dewi, Putu B. Daroini, Kuntoro B. Andri,Joko
Mariyono
ANALISIS DINAMIKA PERDAGANGAN BERAS DAN GANDUM DI
INDONESIA ............................................................................................................... 381
Tutik Setyawati
KERAGAAN HASIL BEBERAPA VARIETAS UNGGUL BARU KEDELAI
DAN TINGKAT KEUNTUNGAN USAHATANI DI LOKASI
PENDAMPINGAN SL-PTT KABUPATEN SAMPANG ......................................... 389
Moh. Saeri, Sri Harwanti dan Suyamto
Seminar Nasional Agribisnis dan Pengembangan Ekonomi Perdesaan 1
Mei, 2014
3
MANAJEMEN AGRIBISNIS DAN PERMASALAHANNYA
P. Julius F. Nagel
Fakultas Bisnis Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya
Email: [email protected]
ABSTRAK
Agribisnis dapat dipandang sebagai suatu sistem pertanian yang memiliki beberapa
komponen subsistem yaitu, subsistem usaha tani yang memproduksi bahan baku,
subsistem pengolahan hasil pertanian, dan subsistem pemasaran hasil pertanian.
Terdapat beberapa permasalahan yang seringkali ditemui dalam manajemen agribisnis
diantaranya: terdapat pengalihan fungsi lahan, produktivitas mengalami penurunan,
kegiatan impor produk pertanian yang semakin meningkat, ketidakberdayaan
pemerintah untuk membendung kegiatan impor, dan lain-lain. Ini tercermin dalam
berbagai persoalan yang ada pada sektor pertanian seperti: masalah perebutan bahan
baku untuk kebutuhan pangan dan energi, jutaan hektar tanah telah beralih fungsi, dan
lain-lain. Solusi dari permasalahan tersebut di atas harus dilakukan secara terintegrasi
dan bersinergi antara pelaku-pelaku agribisnis, masyarakat sebagai konsumen dan
pemerintah.
Kata Kunci: Agribisnis, Permasalahan, Solusi.
AGRIBUSINESS MANAGEMENT AND ISSUES
ABSTRACT
Agribusiness can be seen as agriculture system that has several components of
subsystem, namely agriculture system that produce raw materials, subsystem of yield
processing and susbsystem of farming marketing. There are several problems found in
agribusiness management such as: land function displacement, declining productivity,
increase of agricultural product import, incapability of government in preventing
import, etc. These are reflected in various problems existing in agriculture sector such
as raw material competition for food and energy needs, million of land were shifted the
function, etc. Solution of those problems should be in integrated and synergy among
agribusiness actors, community as consumers and government.
Keywords: Agribusiness, Problems, Solution
PENDAHULUAN
Agribisnis berasal dari kata Agribusiness, dimana Agri (Agriculture) artinya
pertanian dan Business artinya usaha atau kegiatan yang mencari profit
(keuntungan). Jadi secara sederhana Agribisnis (agribusiness) didefinisikan sebagai
usaha atau kegiatan pertanian dan terkait dengan pertanian yang berorientasi profit
(Sidik, 1997). Sjarkowi dan Sufri (2004) agribisnis adalah setiap usaha yang berkaitan
dengan kegiatan produksi pertanian, yang meliputi pengusahaan input pertanian dan
atau pengusahaan produksi itu sendiri atau pun juga pengusahaan pengelolaan hasil
pertanian. Sedangkan menurut menurut Cramer dan Jensen, agribisnis adalah suatu
kegiatan yang sangat kompleks, meliputi: industri pertanian, industri pemasaran hasil
Mei, 2014 Seminar Nasional Agribisnis dan Pengembangan Ekonomi Perdesaan 1
4
pertanian dan hasil olahan produk pertanian, industri manufaktur dan distribusi bagi
bahan pangan dan serat-seratan kepada pengguna/konsumen. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa agribisnis, dengan perkataan lain, adalah
cara pandang ekonomi bagi usaha penyediaan pangan. Sebagai subjek akademik,
agribisnis mempelajari strategi memperoleh keuntungan dengan mengelola
aspek budidaya, penyediaan bahan baku, pascapanen, proses pengolahan, hingga
tahap pemasaran.
Agribisnis juga dapat diartikan sebagai bisnis berbasis usaha pertanian atau
bidang lain yang mendukungnya, baik di sektor hulu maupun di hilir. Penyebutan
"hulu" dan "hilir" mengacu pada pandangan pokok bahwa agribisnis bekerja pada rantai
sektor pangan (food supply chain). Dalam konsep pengertian yang lain Agribisnis
mempelajari strategi memperoleh keuntungan dengan mengelola aspek budidaya,
pascapanen, proses pengolahan, hingga tahap pemasaran.
Kontek agribisnis tidak terlepas dari pertanian yang dalam arti luas adalah proses
menghasilkan bahan pangan, ternak, serta produk-produk agroindustri dengan cara
memanfaatkan sumber daya tumbuhan dan hewan. Pemanfaatan sumber daya ini
terutama berarti budi daya (cultivation, atau untuk ternak: raising). Pertanian meliputi:
1. perkebunan yang merupakan usaha tani di lahan kering yang ditanami dengan
tanaman industri yang laku di pasar, seperti: karet, kelapa sawit, tebu, cengkeh, dan
lain-lain.
2. Peternakan yang merupakan usahatani yang dilakukan dengan membudidayakan
ternak. Usaha ternak dibedakan atas:
Peternakan unggas (ayam dan itik)
Peternakan kecil (kambing,domba,kelinci,babi dan lain-lain)
Ternak besar (kerbau,sapi dan kuda)
3. Perikanan adalah semua kegiatan yang terorganisir berhubungan dengan pengelolaan
dan pemanfaatan sumberdaya ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi,
produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran, yang dilaksanakan dalam suatu
sistem bisnis perikanan.
Perikanan tangkap dapat dibedakan menjadi perikanan perairan (sungai dan
danau) dan perikanan air laut.
Perikanan budidaya, dapat dibedakan dalam perikanan kolam, perikanan rawa,
perikanan empang dan perikanan tambak.
4. Kehutanan, adalah kegiatan pertanian yang dilakukan untuk mempoduksi atau
memamfaatkan hasil hutan,baik yang timbuh atau hidup secara alami maupun yang
telah dibudidayakan
Adapun kekhususan manajemen agribisnis adalah:
1. Keanekaragaman jenis bisnis yang sangat besar pada sector agribisnis yaitu dari
para produsen dasar sampai para pengirim, perantara, pedagang borongan,
pemproses, pengepak, pembuat barang, usaha pergudangan, pengangkutan, lembaga
keuangan, pengecer, kongsi bahan pangan, restoran sampai daftar ini tidak ada
akhirnya.
Seminar Nasional Agribisnis dan Pengembangan Ekonomi Perdesaan 1
Mei, 2014
5
2. Besarnya jumlah agribisnis, secara kasar berjuta-juta bisnis yang berbeda telah
lazim menangani rute dari produsen sampai ke pemasar encer.
3. Cara pembentukan agribisnis dasar di sekeliling pengusaha tani. Para pengusaha tani
ini menghasilkan beratus-ratus macam bahan pangan dan sandang (serat).
4. Keanekaragaman yang tidak menentu dalam hal ukuran agribisnis, dari perusahaan
raksasa sampai pada organisasi yang di kelola oleh satu orang.
5. Agribisnis yang berukuran kecil dan harus bersaing di pasar yang relative bebas
dengan penjual yang berjumlah banyak dan pembeli yang lebih sedikit.
6. Falsafah hidup tradisional yang dianut oleh para pekerja agribisnis cendrung
membuat agribisnis lebih kolot disbanding bisnis lainnya.
7. Kenyataan badan usaha agribisnis cendrung berorientasi pada masyarakat.
8. Kenyataan bahwa agribisnis cendrung berorientasi pada masyarakat, banyak di
antaranya terdapat dikota kecil dan pedesaan, dimana hubungan antar perorangan
penting dan ikatan bersifat jangka panjang.
9. Kenyataan bahwa agribisnis bahwa yang sudah menjadi industri raksasa sekali pun
sangat bersifat musiman.
10. Agribisnis bertalian dengan gejala alam.
11. Dampak dari program dan kebijakan pemerintah mengena langsung pada agribisnis.
Misalnya harga gabah sangat dipengaruhi oleh peraturan pemerintah.
PERAN AGRIBISNIS DALAM PEMBANGUNAN
Agribisnis sangat mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap
pembangunan.Sebagaimana yang kita ketahui agribisnis bergerak pada sektor pertanian.
Dalam perekonomian Indonesia, agribisnis mempunyai peranan yang sangat penting
sehingga mempunyai nilai strategis. Hal ini disebabkan:
1. Karena mayoritas rumah tangga penduduk Indonesia yang mengusahakan agribisnis
dan mayoritas angkatan kerja bekerja di bidang agribisnis,
2. Agribisnis menyubang pendapatan nasional terbesar,
3. Kandungan impor dalam usaha agribisnis rendah,
4. Agribisnis sebagai salah satu sumber devisa, karena sebagian besar devisa dari non
migas berasal dari agribisnis,
5. Kegiatan agribisnis lebih bersifat ramah terhadap lingkungan,
6. Agribisnis off farm merupakan indunstri yang lebih mudah diakses oleh petani
dalam rangka trasformasi structural,
7. Agribisnis merupakan kegiatan usaha penghasil makanan pokok dan kebutuhan
lainnya.
8. Agribisnis bersifat labor intensive
9. Mempunyai efek multiplier yang tinggi. Disamping itu, agribisnis merupakan
tumpuan utama dalam pemulihan ekonomi dari krisis ekonomi.
http://bangpren.blogspot.com/2012/03/agribisnis-dan-manajemen-agribisnis.html
BERBAGAI PERMASALAHAN DI BIDANG AGRIBISNIS
1. Kedaulatan pangan sangat vital bagi sebuah negara. Untuk itu, lembaga ini ikut
memantau daerah sentra pangan.
Mei, 2014 Seminar Nasional Agribisnis dan Pengembangan Ekonomi Perdesaan 1
6
Badan Pemeriksa Keuangan menilai, kedaulatan pangan sangat vital bagi
sebuah negara. Untuk itu, lembaga ini ikut memantau daerah sentra pangan. Ketua
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Hadi Poernomo dalam sebuah diskusi di Jakarta,
Sabtu (8/2), mengungkapkan,Indonesia berpotensi runtuh kalau tidak bisa memenuhi
kebutuhan pangannya. Penyediaan pangan tidak bisa hanya mengandalkan negara
lain karena tiap negara akan mendahulukan kepentingan negaranya. ”Produksi
pangan harus bisa dilakukan secara mandiri agar Indonesia bisa berdaulat atas
pangan. Sistem usaha tani/produksi harus disesuaikan dengan sumber daya yang
ada,” katanya. (Kompas, Senin, 10 Februari 2014)
2. Bagaimana masa depan industri gula?
Apakah gula masih merupakan komoditas strategis dalam ekonomi pangan
Indonesia untuk periode 5-10 tahun mendatang? Pertanyaan tersebut muncul secara
spontan setelah menyiasati kenyataan faktual minimnya tingkat
kesiapan industri gula nasional saat merespons datangnya Masyarakat Ekonomi
ASEAN, yang berlaku efektif 31 Desember 2015. Desakan Thailand agar Indonesia
meliberalisasikan pasar gula makin mengemuka sehingga memerlukan pemikiran
komprehensif ihwal langkah konkret yang mesti dilakukan meskipun bisa saja
perlindungan untuk petani melalui pemberlakuan tarif bea masuk maksimal 5 persen
masih dimungkinkan. Ketidakberdayaan industri gula diperburuk oleh makin
ketatnya penggunaan lahan sawah berpengairan teknis di Jawa. Selain konversi dan
tingginya kompetisi dengan komoditas agribisnis lain, nilai sewa makin mahal, dan
kelangkaan tenaga kerja menjadi hambatan struktural peningkatan daya saing. Inilah
yang mendasari pemikiran apakah industri gula di Jawa masih diharapkan tetap
beroperasi seluruhnya atau hanya sebagian dengan tahapan pengalihannya ke luar
Jawa secara terprogram. (Kompas, 17 Februari 2014)
3. Lahan pertanian yang diusulkan berkurang
Kalangan Dewan Perwakilan Rakyat DaerahKalimantan Selatan
mempertanyakan luas lahan yang diusulkan Pemerintah Provinsi Kalsel untuk
lahan pertanian tanaman pangan berkelanjutan guna menjaga ketahanan pangan.
Pasalnya, lahan yang diusulkansekitar 360.000 hektar, padahal luas lahan pertanian
di Kalsel sekitar 450.000 hektar. Hasmy Fadillah Akbar dari Komisi III DPRD
Kalsel, di Banjarmasin, Rabu (19/2), mengatakan, pengurangan luas lahan pertanian
tersebut diketahui dalam pembahasan Rancangan Peraturan Daerah Perlindungan
Lahan Pertanian Tanaman Pangan Berkelanjutan. Pengurangan lahan pertanian
tersebut dikhawatirkan akan membuat Kalsel terancam kesulitan menyediakan beras
setelah tahun 2025 Hasmy, yang juga Ketua Panitia Khusus Raperda Perlindungan
Lahan Pertanian Tanaman Pangan Berkelanjutan, mengatakan, anggota pansus
belum menyetujui luas lahan yang diusulkan pemerintahkarena jauh dari kondisi
lahan yang sebenarnya. ”Pembahasan raperda ini sudah dua bulan lebih.Sebenarnya
sudah hampir selesai, tetapi terganjal pada satu pasal terkait luas lahan,” ujarnya.
Anggota pansus, lanjut Hasmy, meminta supaya pemerintah kabupaten/kota
menyediakan lahan sesuaidengan kondisi yang ada. Hal ini diperlukan untuk
Seminar Nasional Agribisnis dan Pengembangan Ekonomi Perdesaan 1
Mei, 2014
7
membuat kebijakan bagi para petani. Sebab, petaniyang menggarap lahan akan
mendapat insentif dari pemerintah. Pelaksana Harian Kepala Dinas Pertanian
Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Kalsel Fathurrahman mengatakan, luas
lahan pertanian padi di Kalsel sebenarnya 500.000 hektar. Sejak 2005, lahan
pertanian berkurang sekitar 56.000 hektar. ”Jika lahan pertanian terus berkurang,
Kalsel terancam tidak lagi surplus beras dalam 10 tahun ke depan,” katanya.
(BANJARMASIN, KOMPAS 20 Februari 2014)
4. Petani terancam menggangur
Menindaklanjuti pengaduan petani Tabukan, Barito Kuala, Kalimantan Selatan,
Senin (17/2), Ombudsman RI Perwakilan Kalsel melayangkan surat kepada Bupati
Barito Kuala Hasanuddin Murad. Ombudsman berharap petani jangan dikorbankan
demi alih fungsi lahan. Kepala Ombudsman RI Perwakilan Kalsel Noorhalis Majid
Noorhalis mengatakan, kebijakan kepala daerah yang akan mengalihkan lahan pertanian
patut dipertanyakan jika menimbulkan kegelisahan petani dan masyarakat. ’’Bupati harus
menjelaskan kebijakannya soal alih fungsi lahan itu, terutama terkait perizinan untuk lahan
perkebunan kelapa sawit,” ujarnya. Menurut Noorhalis, dalam setiap kebijakan alih fungsi
lahan, kepentingan petani sering diabaikan pemerintah. ’’Jika kepala iaerah tidak
menghiraukan petani soal lahan, selain menganggur, juga bisa berpotensi konflik
horizontal antara petani dan calo tanah yang berpihak kepada perusahaan’ lanjutnya.
(Kompas 18 Februari 2014, hal 23).
5. Pangan dan energi jadi masalah
Krisis pangan dan energi sudah di depan matahari ini indikasinya sudah sangat
nyata. Permintaan kian meroket karena pertambahan penduduk. Sementara kapasitas
pasokan domestik cenderung stagnan, bahkan merosot. Faktanya, program pangan
dan energi selama 25 tahun terakhir terbengkalai. Proyeksi kependudukan yang
dikeluarkan pemerintah baru-baru ini menyebutkan bahwa populasi penduduk
Indonesia akan mencapai 305,65 juta jiwa pada tahun 2035 atau meningkat 28 persen
dibandingkan tahun ini. Implikasinya antara lain permintaan pangan dan energi akan
meroket. Hari ini saja, Indonesia harus impor untuk memenuhi kebutuhan dalam
negeri. Energi dan pangan layak dikedepankan karena fungsinya strategis.
Implikasinya luas, tidak saja di bidang ekonomi, tetapi juga sosial, politik, bahkan
menyangkut isu stabilitas dan keamanan nasional. Guru Besar Fakultas Pertanian
Institut Pertanian Bogor, Dwi Andreas Santosa, di Bogor, Selasa (4/3), menyatakan,
saat ini Indonesia sudah mengarah pada krisis pangan. Indikatornya, impor pangan
membengkak. ”Kalau apa adanya, tidak perlu sampai tahun 2035, dalam beberapa
tahun mendatang saja kita sudah akan masuk krisis pangan,” kata Andreas yang juga
Ketua Umum Asosiasi Bank Benih Tani Indonesia (AB2TI). Variabel paling penting
dalam sektor pangan setelah petani adalah lahan dan infrastruktur. Kedua hal
tersebut, menurut Andreas, tidak pernah menjadi perhatian pemerintah selama 25
tahun terakhir. Fakta selama periode itu menunjukkan, penambahan lahan untuk
pangan hanya 2,96 persen. Hal ini tak sebanding dengan peningkatan populasi
penduduknya pada periode yang sama. Disamping itu, harga pangan dunia bakal
Mei, 2014 Seminar Nasional Agribisnis dan Pengembangan Ekonomi Perdesaan 1
8
terus melonjak. Selama sepuluh tahun terakhir saja, kenaikannya sudah mencapai
200-300 persen. Artinya, ketergantungan impor pangan akan menjadi beban ekonomi
yang berat untuk Indonesia. Isu liberalisasi paling dekat berkaitan dengan komunitas
ekonomi ASEAN yang akan dimulai pada akhir tahun 2015. (Kompas, Rabu, 05
Maret 2014)
6. Harus ada pengendalian alih fungsi lahan
Lima tahun terakhir, 15.000-17.000 hektar sawah di Kabupaten
Karawang, Jawa Barat beralih fungsi menjadi kawasanpermukiman dan industri.
Kelompok tani di Karawang berharap Rancangan Peraturan Daerah tentang Lahan
PertanianPangan Berkelanjutan segera disahkan untuk menahan laju alih fungsi
lahan. ”Ada tren, sekarang di sejumlah daerah pertanian di Karawang, petani menjual
sawahnya dengan harga mahal, sampai naik 120 persen dari harga awal, kepada
pendatang dari pinggiran kota. Ironisnya, petani yang awalnya pemilik lahan itu lalu
menjadi buruh tani di bekas lahan yang dimilikinya,” kata Ketua Kelompok Tani
Nelayan Andalan Karawang Bidang Pertanian Tanaman Pangan Ijam Sujana (55),
Selasa(4/3), di Karawang. (Karawang, Kompas 6 Maret 2014).
7. Pemerintah lunak dalam hadapi importir nakal
Impor beras khusus dan beras premium merupakan kegiatan bisnis antarswasta.
Tidak seharusnya mekanisme pengecekan fisik beras oleh surveyor membebani ke-
uangan negara melalui APBN.
Pakai- perdagangan intemasional dari Institut Pertanian Bogor, Rina Oktaviani,
Rabu (12/3), di Bogor, Jawa Barat, mengatakan, yang dilakukan pemerintah cukup
menetapkan persyaratan beras impor khusus secara ketat. Kalau pihak importir tidak
mampu memenuhi standar kualitas beras yang diimpor sesuai ketentuan, pemerintah
tinggal memberikan sanksi.
Pemerintah tidak harus terlalu lunak kepada importir, apalagi para importir
nakal. Kalau sampai beras yang diimpor tak sesuai dengan ketentuan setelah tiba di
Indonesia, tinggal memberikan sanksi kepada importir. Hal itu seperti mencabut izin
impor atau dengan meminta mereka melakukan reekspor. Pihak eksportir juga bisa
dikenai sanksi. (Kompas, 13 Maret 2014)
8. Impor pangan melambung
Volume impor pangan dalam sepuluh tahun melambung. Bahkan, trennya
bakal kian meroket manakala Masyarakat Ekonomi ASEAN mulai berlaku 2015.
Tanpa terobosan, tak hanya momentum pertumbuhan ekonomi yang gembos, tetapi
kultur pertanian juga bakal tergusur. "Potensi kita, yakni pangan, justru mengalami
tekanan karena kita mengalami dua hal secara simultan. Pertama, konsumsi domestik
meningkat dengan adanya pertumbuhan kelas menengah dan meningkatnya daya beli
masyarakat Kedua, tidak ada tambahan kapasitas produksi,” kata pengajar
Universitas Atma Jaya Jakarta, Agustinus Prasetyantoko, di Jakarta, Senin (17/3).
Berdasarkan data Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, impor tujuh
komoditas pangan utama meningkat pesat dalam sepuluh tahun terakhir.
Seminar Nasional Agribisnis dan Pengembangan Ekonomi Perdesaan 1
Mei, 2014
9
Peningkatannya rata-rata 58 persen. Komoditasnya meliputi beras, cabai, daging
sapi, gula, jagung, kedelai, dan bawang merah. Impor pangan, menurut
Prasetyantoko, merupakan simbol paling jelas bahwa ekonomi nasional didorong
permintaan tanpa dibarengi peningkatan kapasitas produksi nasional. Implikasinya,
keseimbangan eksternal terganggu.
Defisit transaksi berjalan yang berangsur-angsur mengecil hari ini, kata
Prasetyantoko, bisa melebar kembali jika impor pangan terus menggelembung.
Pasalnya, ASEAN akan menjadi pasar tunggal pada akhir 2015. Artinya, akan terjadi
aras bebas atas barang, jasa, investasi, modal, dan tenaga kerja terampil di antara
negara ASEAN. Akibatnya, Prasetyantoko melanjutkan, periode stabilisasi bisa
bertambah panjang dari yang diharapkan. Defisit transaksi berjalan akhir tahun 2013
adalah 3,3 persen produk domestik bruto (PDB) setelah mencapai 4,4 persen PDB
per triwulan II-2013. Pemerintah melakukan stabilisasi pada 2013-2014 dengan
harapan defisit menjadi 2,5 persen pada akhir 2014 sehingga pertumbuhan ekonomi
bisa digenjot kembali di atas 6 persen mulai 2015. Selagi defisit transaksi berjalan di
atas 3 persen, pertumbuhan ekonomi rawan digenjot naik karena justru melebarkan
defisit itu sendiri.
Guru Besar Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB) Dwi Andreas
Santosa menyatakan, kebiasaan impor pangan disebabkan kombinasi dua faktor
sekaligus. Pertama, impor menjadi cara paling gampang untuk mengendalikan
stabilitas harga di tingkat konsumen. Pasalnya, pemerintah gagal meningkatkan
kapasitas produksi sektor pertanian. Kedua, kentalnya kepentingan pemburu rente
mengingat impor pangan menjanjikan margin yang sangat besar. Kedelai, misalnya,
diimpor dengan harga Rp 5.600 per kilogram (kg). Sementara harga di dalam negeri
berkisar Rp 8.000-Rp 9.000 per kg. Belajar dari kasus impor daging sapi, sistem
rente itu melibatkan partai politik, pejabat pemerintah, dan pengusaha. ’’Impor apa
pun akan mematikan petani. Ini sangat membahayakan kedaulatan pangan kita, bisa
menghancurkan sektor pertanian kita. Kita bahkan sebenarnya sudah masuk dalam
jebakan impor pangan. Ketika sudah masuk jebakan, perlu skenario dan perubahan
besar di pertanian untuk keluar dari jebakan itu,” kata Andreas. Hal serupa
disampaikan Guru Besar Fakultas Pertanian Universitas Lampung, Bustanul Arifin.
Menurut dia, faktor utama menggelembungnya impor pangan adalah laju
peningkatan produksi amat lamban sehingga tak mampu memenuhi laju permintaan,
sementara rente impor amat besar. (Kompas, Selasa, 18 Maret 2014)
9. 3000 Hektar lahan kekeringan
Sekitar 3.000 hektar lahan pertanian di Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera
Selatan, Rabu (5/3), mengalami kekeringan sehingga tak bisa ditanami. Kondisi itu
diduga akibat keberadaan perkebunan kelapa sawit yang menyerap kandungan air
tanah di wilayah itu.Perusahaan perkebunan kelapa sawit juga membangun parit
berukuran besar sehingga air hujan tak bisa mengalir ke lahan pertanian. "Penanaman
kelapa sawit yang gencar membuat lahan pertanian menjadi gersang,” kata Sekretaris
Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Musi Banyuasin Ahmad Juahir, Rabu.
Mei, 2014 Seminar Nasional Agribisnis dan Pengembangan Ekonomi Perdesaan 1
10
Juahir menambahkan, lahan pertanian yang mengalami kekeringan itu berada di
Kecamatan Lawang Wetan dan Babat Toman. Sejak beberapa tahun lalu, perusahaan
kelapa sawit giat berekspansi di dua wilayah itu. Akibatnya, mulai tahun 2011, areal
pertanian tadah hujan di daerah itu mengalami kekeringan sehingga tak bisa ditanami
lagi. Menurut Juahir, kekeringan di lahan itu terjadi karena air tanah diserap oleh
tanaman kelapa sawit. "Kelapa sawit itu menyerap air. Air tanah di wilayah itu ter-
serap semua,” kata dia. Juahir menjelaskan, kondisi itu dikhawatirkan mengganggu
produksi pangan di Musi Banyuasin. Saat ini, kabupaten itu memiliki 60.000 hektar
lahan pertanian dengan produksi sekitar 4,1 ton per hektar. "Di beberapa sentra
pertanian Musi Banyuasin, misalnya di Kecamatan Lalang, alih fungsi sawah
menjadi perkebunan kelapa sawit justru marak,” ujar dia. (Kompas 6 Maret 2014)
10. Sepuluh Tahun gagal membangun pertanian
Dalam sepuluh tahun terakhir, Indonesia gagal mengambil kesempatan
membangun sektor pertanian. Hal ini setidaknya apabila! dilihat dari target -target
produksi. Daya saing komoditas pertanian Indonesia terus melemah. Impor
komoditas pertanian juga terjadi sampai pada hal yang tidak perlu. Meski demikian,
Ketua Harian Dewan Hortikultura Nasional Benny A Kusbini, Rabu (19/4), di
Jakarta, mengatakan, ada sedikit pertumbuhan untuk subsektor hortikultura. Namun,
laju pertumbuhannya masih kalah jauh dibandingkan laju kebutuhan. Mantan Ketua
Umum Dewan Koperasi Indonesia, yang sekarang menjadi Ketua Umum Ya- yasan
Coop Indonesia, Adi Sasono menyatakan hal itu pada Selasa dalam konferensi pers
terkait pameran pertanian ke-8 atau The 8th
Agrinex Expo. Menurut rencana, Agrinex
Expo 8 diselenggarakan di JCC pada 28-30 Maret 2014. Pameran menampilkan 200
gerai, baik dari swasta, UKM, rekanan BUMN, maupun pemerintah.
Adi Sasono mengatakan, sepuluh tahun terakhir, situasi pertanian di Indonesia
tidak menggembirakan. Neraca pangan terus mengalami defisit. "Komponen pangan
yang diimpor lama-lama tidak masuk akal, seperti garam, cabai, dan bawang merah,
yang sebenarnya kita bisa produksi," katanya.
Target swasembada dan swasembada berkelanjutan untuk lima komoditas
utama, seperti beras, jagung, kedelai, gula, dan daging sapi, tidak tercapai. "Beras
sebenarnya kita masih impor 1,5 juta ton," katanya.
Jagung Indonesia masih impor 3,5 juta ton tiap tahun. Produksi jagung juga
terus menurun. Impor kedelai lebih dari 2 juta ton tahun. Produksi kedelai nasional
juga tidak berkembang. Gula untuk bahan baku gula rafinasi juga masih impor. Bah-
kan, kebutuhan impornya lebih tinggi daripada gula konsumsi produksi petani dalam
negeri. Belum lagi daging sapi impornya malah dibebaskan. Tak ada pembatasan.
"Kalau dilihat dari target, kita tidak berhasil," katanya.
Ketua Komite Tetap Akses Pasar dan Jaringan Usaha Kamar Dagang dan
Industri (Kadin) Indonesia sekaligus Ketua Panitia Penyelenggara The 8th
Agrinex
Expo Rifda Ammarina mengatakan, sampai kiamat sekalipun, petani dengan"skala
kepemilikan lahan kurang dari 0,3 hektar per rumah tangga petani tidak akan
sejahtera (MAS). (Kompas 20 Maret 2014)
Seminar Nasional Agribisnis dan Pengembangan Ekonomi Perdesaan 1
Mei, 2014
11
PENUTUP
Tentang kedaulatan pangan vital, Direktur Jenderal Tanaman Pangan
Kementerian Pertanian Udhoro Kasih Anggoro dalam diskusi itu mengungkapkan,
upaya meningkatkan produksi melalui perluasan lahan pertanian, baik di Jawa maupun
luar Jawa, belum berjalan optimal. Data Kementerian Pertanian menunjukkan, laju alih
fungsi lahan pertanian per tahun 100.000 hektar, tetapi cetak sawah baru per tahun
kurang dari 50.000 hektar. (Kompas, Senin, 10 Februari 2014)
Tentang masa depan industri gula, Semua pihak hendaknya melihat persoalan
gula secara realistis dan tidak terjebak dalam kepentingan sesaat. Alam Indonesia
menyediakan keunggulan kompetitif bagi pengembangan industri gula berdaya saing
kuat. (Kompas, 17 Februari 2014).
Tentang petani terancam mengganggur, Noorhalis meminta kepala daerah
memperhatikan soal alih fungsi lahan ini agar jangan mengorbankan petani. “Jika tidak,
kami bisa merekomendasikan agar perizinan lahan untuk perkebunan kelapa sawit
ditinjau kembali,” ujarnya. Noorhalis menyatakan, perwakilan petani Tabukan datang
mengadu ke Ombudsman karena terancam kehilangan lahan dan pekerjaan jika
dilakukan alih fungsi lahan pertanian menjadi perkebunan sawit. “Lahan pertanian
produktif seluas 2.393 hektar di Kecamatan Tabukan, Kabupaten Barito Kuala,
terancam dialihfungsikan jadi lahan perkebunan sawit. Petani bersikukuh mempertahan-
kan sawah karena dari sawah itu mereka hidup,” katanya. (Kompas 18 Februari 2014,
hal 23)
Tentang edukasi petani agar tidak menjual sawah, Peningkatan produktivitas
ditempuh melalui peningkatan teknologi di bidang perbenihan. Hal ini sejalan dengan
semangat Jabar untuk menjadi sentra benih. Terkait kedaulatan petani dirancang dengan
menyiapkan peraturan daerah tentang perlindungan petani sebagai tindak lanjut
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2013.Menurut Heryawan, petani lebih membutuhkan
pendampingan intensif para penyuluh daripada bantuan subsidi pupuk dan sarana
produksi atau semacamnya. "Tanpa para penyuluh pertanian, posisi Jawa Barat sebagai
penyangga utama ketahanan pangan nasional sulit dipertahankan,” kata Heryawan.
(Kompas 26 Februari 2014)
Kiat Imbangi Alih Fungsi Lahan, Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan
meningkatkan intensifikasi masa tanam dan cetak sawah guna mengimbangilaju alih
fungsi lahan sawah yang hingga kini belum bisa dihentikan. Selama 2013, luasan panen
di Sumatera Selatanmencapai 800.036 hektar atau meningkat dari tahun 2012 sekitar
769.725 hektar. Kepala Bidang Produksi Tanaman Pangan Dinas Pertanian, Tanaman
Pangan, dan Hortikultura ProvinsiSumsel Infantria mengatakan, intensifikasi masa
tanam menambah jumlah penanaman padi pada luasan yang tetap. ”Dari sawah yang
hanya bisa ditanami sekali setahun, ditingkatkan menjadi 2-3 kali setahun. Salah
satunya dilakukan di Kabupaten Banyuasin,” katanya, di Palembang, Minggu (9/3).
Produksi padi provinsi ini pada 2013 mencapai 3,59 juta ton atau surplus sekitar 1,2 juta
ton darikebutuhan beras masyarakat Sumsel. Jumlah ini meningkat dari tahun 2012
sekitar 3,4 juta ton dan 2011sebanyak 3,3 juta ton. Tahun 2014 ini, Pemprov Sumsel
Mei, 2014 Seminar Nasional Agribisnis dan Pengembangan Ekonomi Perdesaan 1
12
menargetkan intensifikasi penanaman pada 5.300hektar sawah. Adapun cetak sawah
baru ditargetkan seluas 2.350 hektar. Program intensifikasi sawahmasih sangat potensial
dikembangkan di Sumsel karena sekitar 400.000 hektar sawah di Sumsel baruditanami
sekali setahun. Sawah ini merupakan sawah lebak dan sawah tadah hujan. Sekitar
200.000hektar lahan lainnya dibiarkan tanpa ditanami. ”Intensifikasi masa tanam dan
cetak sawah masih efektif guna mengimbangi laju alih fungsi sawah. Namun, jika laju
alih fungsi sawah terus meningkat, dikhawatirkan alif fungsi akan semakin sulit
diimbangi,” ujar Infantria. Sementara itu, Pemerintah Kabupaten Tasikmalaya, Jawa
Barat, juga fokus menambah luas lahan sawahdi wilayah selatan. Namun, dibutuhkan
perbaikan sarana irigasi. (Palembang, Kompas 10 Maret 2014)
Tentang pemerintah lunak hadapi importir nakal, Pemerintah tidak harus
terlalu lunak kepada importir, apalagi para importir nakal. Kalau sam- pai beras yang
diimpor tak sesuai dengan ketentuan setelah tiba di Indonesia, tinggal memberikan
sanksi kepada importir. Hal itu seperti mencabut izin impor atau dengan meminta
mereka melakukan reekspor. Pihak eksportir juga bisa dikenai sanksi. Pendapat sama
diungkapkan pengamat perberasan sekaligus peneliti senior Pusat Sosial Ekonomi dan
Kebijakan Pertanian Kementerian Pertanian Husein Sawit, Menurut Husein, pemerintah
tidak perlu terlalu lunak kepada importir nakal. Tidak lazim dalam sistem perdagangan
dunia, di mana ada kegiatan perdagangan antarswasta, pemerintah justru harus
kehilangan uang untuk melakukan pengawasan fisik. Sebaiknya uang rakyat dalam
APBN dimanfaatkan untuk kegiatan yang lebih produktif, misalnya dengan
meningkatkan produksi pangan dalam negeri. Tidak memberikan insentif pada para
importir. "Kalau tidak sesuai spesifikasi tinggal menolak dan dikenai denda. Bisa
dengan menaikkan bea masuk berkali lipat,” ujarnya. (Kompas, 13 Maret 2014)
Tentang Impor Pangan Melambung, ’’Pemerintah tidak boleh hanya lari-lari
dan lompat-lompat mencari alasan. Benar bahwa pengelolaan permintaan pangan wajib
diperbaiki. Tetapi, jika re spons pasokannya kedodoran, pengelolaan permintaan pun
bisa gagal,” kata Bustanul. (LAS). (Kompas, 18 Maret 2014)
Tentang 3000 hektar lahan kekeringan, Produksi padi Kalimantan Selatan
tahun 2014 ditargerkan mencapai 2,2 Juta ton untuk itu, pemerintah pusat melalui
Direktorat Jendral Prasarana dan Sarana pertanian bersama pemerintah provinsi
mengupayakan sawah baru seluas 1.250 hektar (Kompas, 6 Maret 2014)
DAFTAR PUSTAKA
http://bangpren.blogspot.com/2012/03/agribisnis-dan-manajemen-agribisnis.html
(diakses 1 Mei 2014 pukul 20.50)
http://fitriah-maharani.blogspot.com/2012/02/definisi-agribisnis.html (diakses 2 Mei
2014 pukul 22.00)
(Kompas, 10 Februari 2014)
(Kompas, 17 Februari 2014)
(Kompas, 20 Februari 2014)
Seminar Nasional Agribisnis dan Pengembangan Ekonomi Perdesaan 1
Mei, 2014
13
(Kompas, 18 Februari 2014, hal 23)
(Kompas, 26 Februari 2014)
(Kompas, 5 Maret 2014)
(Kompas, 6 Maret 2014)
(Kompas, 10 Maret 2014)
(Kompas, 13 Maret 2014)
(Kompas, 18 Maret 2014)
(Kompas, 20 Maret 2014)