Upload
dinhdang
View
233
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Seminar Nasional Agribisnis dan Pengembangan Ekonomi Perdesaan 1
Mei, 2014
i
ISBN: 978-602-7998-43-8
PROSIDING
SEMINAR NASIONAL
AGRIBISNIS DAN PENGEMBANGAN
EKONOMI PERDESAAN I
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS TRUNOJOYO
MADURA
2014
Mei, 2014 Seminar Nasional Agribisnis dan Pengembangan Ekonomi Perdesaan 1
ii
AGRIBISNIS DAN PENGEMBANGAN EKONOMI PERDESAAN I
Penanggung Jawab:
Ketua Program Studi Agribisnis Universitas Trunojoyo Madura
Editor:
Andrie Kisroh Sunyigono
Ellys Fauziyah
Mardiyah Hayati
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA
2014
Seminar Nasional Agribisnis dan Pengembangan Ekonomi Perdesaan 1
Mei, 2014
iii
Katalog dalam Terbitan
Proceeding: Agribisnis dan Pengembangan Ekonomi Perdesaan I
Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura,
UTM Press 2014
viii + 396 hlm.; 17x24 cm
ISBN 978-602-7998-43-8
Editor: : Andrie Kisroh Sunyigono
Ellys Fauziyah
Mardiyah Hayati
Layouter : Taufik R D A Nugroho
Cover design : Didik Purwanto
Penerbit : UTM Press
* Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
Jl. Raya Telang PO Box. 2 Kamal Bangkalan
Telp : 031-3013234
Fax : 031-3011506
Mei, 2014 Seminar Nasional Agribisnis dan Pengembangan Ekonomi Perdesaan 1
iv
KATA PENGANTAR
KETUA PANITIA
Assalamu’alaikum warohmatullohi wabarokatuh
Bismillahirrohmanirrohim
Segala puji kami panjatkan ke hadapan Illahi atas terselenggaranya Seminar
Nasional “Agribisnis dan Pengembangan Ekonomi Perdesaan I” Program Studi
Agribisnis Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura pada tanggal 21 Mei
2014. Seminar ini merupakan seminar yang diselenggarakan secara mandiri oleh
Program Studi Agribisnis untuk pertama kalinya dan direncanakan dilakukan secara
rutin tiap tahun. Tujuan diselenggarakannya seminar ini adalah untuk: 1) Memberikan
rekomendasi kebijakan, langkah dan strategi dalam upaya pengembangan sektor
agribisnis yang terkait erat dengan wilayah perdesaan, 2) Memberikan wadah untuk
berbagi pengalaman dan tukar menukar ide bagi semua stakeholder terkait baik
akademisi, pelaku bisnis dan pemerintah, 3) Menumbuhkan komitmen bersama dalam
pengembangan sektor agribisnis yang bertitik tumpu pada wilayah perdesaan dalam
upaya mencapai visi pembangunan pertanian. Selanjutnya, pada akhir seminar
diharapkan tergalang sinergi untuk meningkatkan mutu dan dayaguna penelitian dan
dapat menjadi masukan bagi berbagai pihak yang berwenang dalam pengambilan
kebijakan.
Makalah kunci disampaikan oleh Prof. Dr. Ir. Nuhfil Hanani, MS selaku Guru
Besar Universitas Brawijaya Malang, dan makalah utama oleh Dr.Ir. Agus Wahyudi,
SE; MM (Badan Pengembangan Wilayah Suramadu/BPWS), Andrie Kisroh Sunyigono,
PhD selaku Pakar Ekonomi Pertanian Universitas Trunojoyo Madura dan. Dr. Sitti Aida
Adha Taridala, SP, M.Si sebagai pemakalah terbaik dari Universitas Halu Uleo.
Disamping itu terdapat makalah penunjang bersumber dari berbagai instansi/lembaga
penelitian seperti BPTP antara lain dari Bogor dan Jawa Timur, Loka Penelitian Sapi
Potong Pasuruan, serta Perguruan Tinggi dari berbagai wilayah seperti Jakarta,
Gorontalo, Bandung, Tegal, Surabaya, Malang dan Madura. Topik-topik yang disajikan
sangat bervariasi, secara garis besar terhimpun ke dalam 4 bidang yakni agribisnis,
sosiologi, nilai tambah dan sosial ekonomi.
Terima kasih kepada semua pihak yang memberikan kontribusi utamanya PT
Pertamina Hulu Energi West Madura Offshore (PHE WMO).
Akhirnya selamat mengkaji makalah-makalah di prosiding ini.
Wassalamu’alaikum warohmatullohi wabarokatu
Bangkalan, Juni 2014.
Ketua Panitia,
Ihsannudin, MP.
Seminar Nasional Agribisnis dan Pengembangan Ekonomi Perdesaan 1
Mei, 2014
v
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR KETUA PANITIA ................................................................... iv
DAFTAR ISI ................................................................................................................. v
AGRIBISNIS
MANAJEMEN AGRIBISNIS DAN PERMASALAHANNYA .................................. 3
P. Julius F. Nagel
TANGGAPAN KONSUMEN TERHADAP ECO-LABEL PADA PRODUK
PERTANIAN ............................................................................................................... 14
Joko Mariyono
PENGARUH BUDAYA ORGANISASI DAN TEKNOLOGI INFORMASI
TERHADAP STRATEGI BERSAING DAN KINERJA PERUSAHAAN ................ 21
Hary Sastrya Wanto, Ruswiati Suryasaputra
PERANAN BAITUL MAAL WATTAMWIL UNTUK PENINGKATAN
SEKTOR PERTANIAN .............................................................................................. 32
Renny Oktafia
PENINGKATAN MUTU BUAH APEL SEPANJANG RANTAI PASOK
DARI PASCAPANEN SAMPAI DISPLAY SUPER MARKET ............................... 41
I Nyoman Sutapa, Jani Rahardjo, I Gede Agus Widyadana, Elbert Widjaja
ANALISIS PENGEMBANGAN DESA WISATA BERBASIS POTENSI
LOKAL KECAMATAN KARANGPLOSO KABUPATEN MALANG ................... 57
Selamet Joko Utomo
RISIKO USAHA PETERNAKAN AYAM PETELUR UTAMA
KECAMATAN GALIS KABUPATEN PAMEKASAN ............................................ 68
Lilis Suryani, Aminah H.M Ariyani
KELAYAKAN EKONOMI USAHA GARAM RAKYAT DENGAN
TEKNOLOGI MADURESSE BERISOLATOR ......................................................... 83
Makhfud Efendy, Ahmad Heryanto
STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI PLINTIR PISANG DI
KECAMATAN ARJASA KEPULAUAN KANGEAN ............................................. 107
Mu’awana, Taufik Rizal Dwi Adi Nugroho
SOSIOLOGI
RELASI AKTOR DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MELALUI
PRODUK TERRA (TERONG RAKYAT) ................................................................. 121
Titis Puspita Dewi, Mohammad Asrofin, Erwin Merawati, Ali Imron
Mei, 2014 Seminar Nasional Agribisnis dan Pengembangan Ekonomi Perdesaan 1
vi
PERLUNYA KECUKUPAN BAHAN PANGAN DALAM PEMENUHAN
KEBUTUHAN MASYARAKAT SECARA NASIONAL ........................................ 133
Isbandi dan S.Rusdiana
RELASI SEGI TIGA SISTEM KREDIT DALAM MASYARAKAT
PERDESAAN STUDI KASUS DI DESA MAJENANG, KECAMATAN
KEDUNGPRING, KABUPATEN LAMONGAN, JAWA TIMUR .......................... 146
Indah Rusianti, Faridatus Sholihah, Arini Nila Sari
DAMPAK SOSIAL DAN EKONOMI PEMBANGUNAN AGROPOLITAN
DI DESA NGRINGINREJO, KECAMATAN KALITIDU, KABUPATEN
BOJONEGORO .......................................................................................................... 159
Alifatul Khoiriyah, Santi Yuli Hartika, Yunny Noevita Sari, dan Ali Imron
PEMANFAATAN PERAN MODAL SOSIAL PADA PEKERJA SEKTOR
INFORMAL PEREMPUAN (Studi Pada Pedagang Kaki Lima Perempuan Di
Kota Malang) .............................................................................................................. 168
Ike Kusdyah Rachmawati
PROGRAM AKSI MEDIA KOMUNITAS PEDESAAN BAGI WARGA
KEPULAUAN TIMUR MADURA SEBAGAI SARANA PENINGKATAN
AKSES, KETERBUKAAN INFORMASI, DAN PEMBERDAYAAN PUBLIK ..... 181
Surokim, Teguh Hidayatul Rachmad
MODEL PENGEMBANGAN KOMPETENSI PENYULUH PERTANIAN DI
PROVINSI GORONTALO ........................................................................................ 194
Mohamad Ikbal Bahua
NILAI TAMBAH
PENERAPAN QUALITY FUNCTION DEPLOYMENT (QFD) UNTUK
PERENCANAAN DAN PENGEMBANGAN PRODUK OLAHAN WORTEL ...... 213
Yurida Ekawati, Surya Wirawan Widiyanto
PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI BERBASIS JAGUNG DI
KABUPATEN BANGKALAN .................................................................................. 224
Weda Setyo Wibowo, Banun Diyah Probowati, Umi Purwandari
STRATEGI PENGUATAN POSISI TAWAR PETANI KENTANG MELALUI
PENGUATAN KELEMBAGAAN ............................................................................ 234
Ana Arifatus Sa’diyah dan Dyanasari
INOVASI TEKNOLOGI SAPI POTONG BERBASIS MANAJEMEN
BUDIDAYA DAN REPRODUKSI MENUJU USAHATANI KOMERSIAL .......... 250
Jauhari Efendy
Seminar Nasional Agribisnis dan Pengembangan Ekonomi Perdesaan 1
Mei, 2014
vii
POTENSI SAMPAH ORGANIK SEBAGAI PELUANG BISNIS PUPUK
ORGANIK DAN PAKAN TERNAK ......................................................................... 258
Jajuk Herawati, Yhogga Pratama Dhinata, Indarwati
UJI KELAYAKAN PENGOLAHAN SERBUK INSTAN BEBERAPA
VARIETAS JAHE DALAM UPAYA MENINGKATKAN NILAI EKONOMI ...... 270
Indarwati, Jajuk Herawati, Tatuk Tojibatus, Koesriwulandari
POTENSI CACING TANAH SEBAGAI PELUANG BISNIS ................................. 280
Yhogga Pratama Dhinata, Jajuk Herawati, Indarwati
PEMBUATAN DAGING TIRUAN MURNI (MEAT ANALOG) SEBAGAI
UPAYA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK .......................................... 290
Sri Hastuti
STRATEGI PERCEPATAN PENGEMBANGAN USAHATANI TEBU DI
MADURA301
Miellyza Kusuma Putri, Mokh Rum
STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI SALAK DI
KABUPATEN BANGKALAN .................................................................................. 312
Iffan Maflahah
SOSIAL EKONOMI
PEMANFAATAN SUMBERDAYA PEKARANGAN MELALUI PROGRAM
KRPL DI PUHJARAK, KEDIRI ................................................................................ 331
Kuntoro Boga Andri dan Putu Bagus Daroini
PERSEPSI PETANI TERHADAP NILAI LAHAN SEBAGAI DASAR
PENETAPAN LAHAN PERTANIAN PADI SAWAH BERKELANJUTAN .......... 343
Mustika Tripatmasari, Firman Farid Muhsoni, Eko Murniyanto
PARTISIPASI ANGGOTA KOPERASI SERBA USAHA (KSU) TUNAS
MAJU DI KECAMATAN SAMIGALUH, KABUPATEN KULONPROGO .......... 351
Eni Istiyanti, Lestari Rahayu, Supriyadi
VEGETABLE CONSUMPTION PATTERN IN EAST JAVA AND BALI ............. 367
Evy Latifah, Hanik A. Dewi, Putu B. Daroini, Kuntoro B. Andri,Joko
Mariyono
ANALISIS DINAMIKA PERDAGANGAN BERAS DAN GANDUM DI
INDONESIA ............................................................................................................... 381
Tutik Setyawati
KERAGAAN HASIL BEBERAPA VARIETAS UNGGUL BARU KEDELAI
DAN TINGKAT KEUNTUNGAN USAHATANI DI LOKASI
PENDAMPINGAN SL-PTT KABUPATEN SAMPANG ......................................... 389
Moh. Saeri, Sri Harwanti dan Suyamto
Mei, 2014 Seminar Nasional Agribisnis dan Pengembangan Ekonomi Perdesaan 1
280
POTENSI CACING TANAH SEBAGAI PELUANG BISNIS
Yhogga Pratama Dhinata1*; Jajuk Herawati
2*; dan Indarwati
3*
Fakultas Kedokteran Hewan – Universitas Airlangga Surabaya1*
Email:[email protected]
Fakultas Pertanian - Universitas Wijaya Kusuma Surabaya23
*
Email: [email protected]
ABSTRAK
Permintaan pasar akan kebutuhan cacing semakin meningkat, namun tidak dapat
terpenuhi oleh para pembudidaya. Sedang pada saat yang sama para peternak ikan
membutuhkan kontinuitas pasokan cacing. Hal ini merupakan salah satu peluang yang
sangat mungkin untuk dilakukan. Cacing tidak perlu dibayangkan sebagai hal yang
menjijikkan, karena bisnis cacing justru sangat menggiurkan. Dengan semakin
menjamurnya permintaan terhadap, terutama lele dumbo, serta semakin tingginya
pecinta ikan hias, maka usaha budidaya cacing menjadi aktivitas yang semakin
menjanjikan. Cacing di Indonesia untuk saat ini bermanfaat sebagai pakan ternak atau
ikan. Selain itu cacing juga dapat digunakan untuk mempercepat proses pengomposan,
dikenal dengan istilah vermicomposting yang lebih efektif dibandingkan dengan metode
pengomposan yang hanya mengandalkan bakteri pengurai yang ada di dalam bahan
kompos. Cacing yang banyak dibudidayakan di Indonesia adalah cacing tanah.
Kata Kunci: Cacing, Pembibitan, Pemasaran, Bisnis
THE WORMS AS POTENTIAL BUSINESS OPPORTUNITIES
ABSTRACT
Market demand for ever-increasing needs of worms, but can not be met by the farmers.
Being at the same time fish farmers need continuity of supply of worms. This is one
opportunity that is very possible to do. Worms do not need to be imagined as being
disgusting, because it is very lucrative business worms. With the proliferation of
demand for, especially African catfish, as well as the higher ornamental fish lovers, the
cultivation of worms becoming an increasingly promising activity. Worms in Indonesia
for now useful as animal feed or fish. Moreover worms can also be used to speed up the
composting process, known as vermicomposting is more effective than the method of
composting. The results of the vermicomposting process in the form of casting products.
The results of the vermicomposting process in the form of casting products.
Keywords: Worms, Processing, Marketing and Business
PENDAHULUAN
Kebutuhan kompos dari tahun ke tahun meningkat, hal ini berdampak pada
besarnya permintaan akan kompos yang didorong oleh kondisi lahan yang semakin hari
semakin rusak. Kompos dijadikan sebagai salah satu sarana untuk memper-baiki
kualitas fisik, kimia dan biologi tanah. Tanah yang terlalu keras diharapkan dapat
menjadi gembur lagi karena pengaruh kompos. Tingginya permintaan akan kompos
juga dipengaruhi oleh tingginya harga pupuk kimia. Sudah menjadi rahasia umum
bahwa setiap musim tanam tiba, pupuk kimia sering hilang dari pasaran, sehingga
banyak petani yang beralih ke kompos (Soeryoko, 2011).
Seminar Nasional Agribisnis dan Pengembangan Ekonomi Perdesaan 1
Mei, 2014
281
Sesungguhnya bahan pembuatan kompos sangat berlimpah, bahkan merupakan
gulma dan sampah yang perlu diubah fungsinya. Bagi masyarakat perkotaan sampah
organik dapat dijadikan bahan kompos yang bernilai tinggi, sedangkan bagi masyarakat
pedesaan, sumber kompos dapat diperoleh dari per-tanian dan peternakan.
Permasalahan kelangkaan pupuk kimia setiap musim tanam tiba dan menurunnya
tingkat kesuburan tanah, menyebabkan banyak petani yang beralih ke penggunaan
kompos, salah satunya adalah kascing/vermikompos/kompos cacing tanah, yaitu suatu
metode pengomposan dengan menggunakan cacing tanah sebagai organism makro.
Cacing tanah dapat digunakan untuk mempercepat proses pengomposan, di mana
hasilnya lebih efektif dibandingkan dengan pengomposan yang hanya menggunakan
bakteri, karena adanya kerja sama antara cacing tanah dengan mikroorganisme
(Indriani, 2009).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Cacing
Cacing yang umum dikembangkan di Indonesia adalah cacing tanah, dan yang
paling banyak dibudidayakan saat ini adalah cacing tanh lumbricus. Di Indonesia cacing
selain bermanfaat sebagai pakan ternak atau ikan, juga untuk mempercepat proses
dekomposisi sampah organic. Cacing tanah termasuk organism saprofit, bukan parasit
dan tidak membutuhkan inang. Cacing tanah dikelompokkan berdasarkan warnanya,
yaitu kelompok merah dan abu-abu. Kelompok merah antara lain: Lumbricus rubellus,
Lumbricus terestris, Eisenia foetida, Dendroboena, Perethima dan Perionix, sedangkan
kelompok abu-abu adalah jenis Allobopora dan Octolasium. Jenis cacing tanah yang
umum dikembangkan di Indonesia adalah Lumbricus rubellus.
Cacing tanah adalah hewan yang hidup di tanah yang gembur dan lembab serta
tidak terkena matahari langsung, hal ini penting untuk mempertahankan cadangan air di
dalam tubuhnya. Cacing tanah adalah salah satu jenis cacing yang termasuk dalam
kelompok cacing epigeic, cacing yang hidupnya di bawah permukaan tanah yang
banyak mengandung bahan organik. Cacing tanah tergo-long hewan nocturnal dan
fototaksis negatif. Nokturnal artinya aktivitas hidupnya lebih banyak malam hari,
karena pada siang hari beristirahat. Sedangkann fototaksis negatif artinya cacing tanah
selalu menghindar kalau ada cahaya dan lebih memilih bersembunyi di dalam tanah.
Tubuh cacing tanah tersusun atas segmen-segmen yang berbentuk cincin, di mana
setiap segmennya terdapat rambut yang keras, menyukai bahan organic yang berasal
dari kotoran ternak dan sisa-sisa tumbuhan. Lama siklus hidup cacing tanah sangat
tergantung pada kesesuaian kondisi lingkungan, cadangan makanan, dan jenis cacing
tanah. Bagian atas merah kecoklatan/merah ungu, permukaan bawah berwarna pucat,
panjang 60-150 mm, diameter 4-6 mm, berbiak dengan cara reproduksi seksual,
menempati tanah lapisan atas, kawin dan bertelur di dalam tanah dengan membuat liang
di dalam tanah bermineral, dan pada kualitas yang baik, cacing tanah dapat hidup
selama 5-15 tahun (Kumolo, 2011).
Mei, 2014 Seminar Nasional Agribisnis dan Pengembangan Ekonomi Perdesaan 1
282
Manfaat Cacing Tanah
Di Indonesia manfaat cacing tanah masih terbatas, yaitu sebagai pakan ternak dan
ikan juga dimanfaatkan untuk mempercepat proses dekomposisi sampah. Sedang di
beberapa Negara lain, cacing tanah juga bermanfaat sebagai obat, bahan kosmetik,
pengurai sampah dan makanan manusia.
Menyuburkan Tanaman
Kotoran cacing tanah kaya akan unsure hara. Lahan pertanian yang mengandung
cacing tanah pada umumnya lebih subur, karena tanah yang sudah bercampur dengan
kotoran cacing sudah siap untuk diserap akar tanaman. Dalam bidang pertanian, cacing
bisa menghancurkan bahan organic sehingga dapat mem-perbaiki aerasi dan struktur
tanah. Cacing tanah yang ada di dalam tanah, men-campurkan bahan organik campur
juga antara bahan lapisan atas dengan lapisan bawah. Aktivitas ini menyebabkan bahan
organik akan tercampur lebih merata. Hasilnya lahan menjadi subur dan penyerapan
nutrisi oleh tanaman pun menjadi lebih baik.
Bahan Pakan Ternak
Cacing dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak, seperti unggas, udang dan
kodok, karena kandungan protein dan mineral yang lebih tinggi tinggi dibandingkan
tepung ikan. Selain itu kandungan asam aminonya juga paling lengkap, tidak berlemak,
mudah dicerna dan tidak bertulang, sehingga seluruh bagiannya dapat dimanfaatkan.
Kumolo (2011), berpendapat bahwa pengolahan cacing sebagai bahan pakan ternak
akan menguntungkan selama proses tersebut mempunyai keunggulan dan nilai tambah,
seperti menambah palatabilitas ransum, membunuh mikroorganisme/pathogen dan
mengurangi bau.
Cacing tanah yang dikeringkan secara alami dengan menggunakan sinar matahari
memang relatif murah, namun menimbulkan dampak negatif dengan banyaknya
nitrogen yang hilang. Sedangkan apabila dilakukan pengeringan dengan menggunakan
oven, maka akan mengurangi kehilangan nitrogennya, apalagi apa-bila cacing tanah
diberikan dalam bentuk segar.
Bahan Pakan Ikan
Cacing tanah juga memiliki potensi untuk digunakan sebagai ransum makanan
ikan mentah, di mana pertumbuhan ikan sangat ditentukan oleh kandungan protein yang
ada pada cacing tanah yang lebih tinggi dibandingkan ikan maupun daging, serta karena
komposisi asam amino esensial yang lengkap. Penggunaan cacing tanah sebagai pakan
ikan akan memacu pertumbuhan dan menghasilkan ikan yang sehat serta tahan terhadap
serangan penyakit.
Bahan Baku Obat-Obatan
Cacing tanah mengandung kadar protein sebanyak 76%, sedang daging mamalia
65% dan daging ikan 50%. Selain itu cacing tanah juga bias digunakan untuk mengobati
penyakit dan menjaga kesehatan. Kumolo (2011), berpendapat bahwa ekstraksi protein
cacing tanah mempunyai daya antibakteri, yang mampu menghambat pertumbuhan
bakteri Escherichia coli, Staphylococcus aureus, dan Salmonella thypus, sehingga bisa
digunakan sebagai media pengobatan.
Seminar Nasional Agribisnis dan Pengembangan Ekonomi Perdesaan 1
Mei, 2014
283
Dalam dunia pengobatan tradisional Cina, cacing tanah digunakan dalam ramuan
untuk menyembuhkan berbagai penyakit, antara lain meredakan deman, tekanan darah
tinggi, bronchitis, reumatik sendi, sakit gigi dan tifus. Sedang di Korea, cacing tanah
banyak dijual sebagai obat tradisional setelah kotorannya dibersihkan melalui
pengolahan dengan teknis khusus.
Bahan Baku Kosmetik
Cacing tanah dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku kosmetik, di mana di
negara-negara industri maju minyak hasil ekstraksi cacing tanah dapat digunakan
sebagai bahan pelembab kulit, lipstick, wajah dan juga anti infeksi. Sedangkan sebagai
produk herbal, banyak merek tonikum yang menggunakan ekstrak cacing tanah sebagai
campuran bahan aktif.
Bahan Makanan Manusia
Cacing tanah yang kaya akan protein, sebenarnya mempunyai potensi untuk
digolongkan sebagai bahan makanan manusia, seperti halnya daging sapi atau ayam. Di
Negara lain pada umumnya penggunaan cacing tanah sebagai bahan makanan dicampur
dengan makanan lain. Di Filipina cacing tanah digunakan sebagai bahan campuran
membuat perkedel dan disukai sebagai santapan yang lezat.
Cacing dan manfaatnya
Cacing tanah adalah murni organisme penghancur sampah, penggunaannya
diharapkan dapat membantu proses penanganan sampah organik, karena bila tidak
tertangani dengan baik akan menimbulkan suatu permasalahan yang serius. Prihandarini
(2004), berpendapat bahwa sampah adalah masalah yang dihadapi hamper di setiap
kota. Guntoro (2012), mengatakan bahwa tumbuhnya kawasan perkotaan sebagai
konsekuensi dari perkembangan sector industry dan perdagang-an tentu mengundang
urbanisasi yang pada gilirannya berdampak pada peningkatan produksi sampah, apalagi
areal pembuangan sampah di kota sangatlah terbatas.
Sedang Hastuti dkk (2011), berpendapat bahwa pengelolaan sampah secara
terpadu perlu dilakukan, mengingat semakin meningkatnya penurunan kualitas akibat
interaksi ekonomi.
Mardiana (2011), berpendapat bahwa peningkatan penduduk dan pertumbuhan
ekonomi meningkatkan kuantitas sampah. Timbunan sampah yang tidak terkendali yang
terjadi sebagai konsekuensi logis dari aktivitas manusia. Sejalan dengan perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi, sampah dapat diolah sehingga menjadi barang yang
bermanfaat dan menguntungkan secara bisnis, yaitu dengan memanfaatkan organism
cacing tanah
Menurut Djuarnani dkk (2008), cacing dapat digunakan untuk mempercepat
proses pengomposan, dengan metode yang dikenal dengan istilah vermicomposting,
yang lebih efektif dibandingkan dengan pengomposan yang mengandalkan bakteri
pengurai yang ada pada bahan kompos. Pada pengomposan ini, bakteri pengurai tetap
berperan dalam proses penguraian bahan, baru kemudian proses penguraiannya
dilanjutkan dengan cacing.
Mei, 2014 Seminar Nasional Agribisnis dan Pengembangan Ekonomi Perdesaan 1
284
Indriani (2009), mengatakan bahwa proses pengomposan juga dapat melibatkan
organism makro seperti cacing tanah. Kerja sama antara cacing tanah dan mikro
organism memberi dampak proses penguraian berjalan dengan baik. Walaupun sebagian
besar proses penguraian dilakukan oleh mikro organisme, tetapi kehadiran cacing di sini
dapat membantu proses tersebut, karena bahan yang akan diurai oleh mikro organisme
sudah terurai terlebih dahulu oleh cacing, sehingga mikro organisme lebih cepat dan
efektif.
Prahesti dan Ni made (2011), berpendapat, bahwa kompos yang sudah jadi dan
matang, akan berbau seperti tanah dan harum, meskipun kompos berasal dari sampah.
Prihatiningrum (2005), menyimpulkan bahwa vermin kompos dapat meng-hasilkan
kompos berkualitas tinggi (kascing) serta mampu memberikan dampak positif dari
aspek kesehatan, lingkungan dan aspek ekonomis.
Jenis cacing yang biasa digunakan untuk pengomposan adalah Lumbricus
rubellus, yang dapat hidup pada populasi yang padat. Jenis ini sering ditemukan di
bawah timbunan dedaunan atau timbunan kotoran ternak, tidak hidup jauh di dalam
tanah seperti jenis cacing lainnya, tetapi lebih sering hidup di lapisan yang mendekati
permukaan tanah.
Kascing merupakan kotoran cacing yang dapat bermanfaat sebagai pupuk,
mengandung partikel-partikel kecil dari bahan organik yang dimakan cacing dan
kemudian dikeluarkan lagi. Kandungan kascing tergantung pada bahan organik dan
jenis cacing, namun pada umumnya mengandung unsur hara yang dibutuhkan tanaman,
seperti nitrogen, fosfor, mineral maupun vitamin, apalagi dengan C/N nya kurang dari
20, sehingga dapat digunakan sebagai pupuk organik (Indriani, 2009). Sedang Kumolo
(2011), berpendappat bahwa kascing baik digunakan sebagai pupuk organik untuk
tanaman karenan kandungan unsur N, P dan Ca.
Penggunaan cacing dalam pengomposan dapat memberikan keuntungan, yaitu
tidak menimbulkan bau busuk seperti pengomposan pada umumnya karena berlangsung
secara aerobic, waktu pengomposan relative lebih cepat, dan kascing yang dihasilkan
dapat dijadikan pupuk organic dengan kandungan unsure hara makro yang dibutuhkan
tanaman (Djuarnani dkk, 2008).
Pembuatan kascing (pengomposan dengan cacing tanah)
Kompos adalah pupuk organik yang cocok digunakan untuk setiap jenis tanaman,
bisa dilakukan di halaman rumah dengan lahan terbatas atau apabilla skala lebih kecil
bisa dilakukan dalam gentong plastik sehingga mencegah penyebaran bau yang tidak
sedap. Pengomposan selain menjadi solusi perma-salahan sampah, juga merupakan
salah satu alternatif bisnis yang menguntungkan. Selain itu Tombe dkk (2010),
berpendapat saat ini merupakan era pertanian organik sehingga permintaan terhadap
kompos memiliki kecenderungan meningkat.
Proses pembuatan kompos cacing tanah (kascing), merupakan kerja sama antara
cacing dengan mikro organisme. Walaupun sebagian besar proses peng-uraian ini
dilakukan oleh mikro organisme, tetapi kehadiran cacing tanah dapat membantu proses
Seminar Nasional Agribisnis dan Pengembangan Ekonomi Perdesaan 1
Mei, 2014
285
tersebut. Pada pengomposan ini bakteri pengurai tetap berperan dalam proses
penguraian bahan, selanjutnya baru dilakukan oleh cacing (Djuarnani dkk, 2008).
Ada beberapa tahapan pembuatan kascing:
a. Pemilihan dan Persiapan Bahan
- Menyiapkan semua bahan dan alat: bahan organik, cacing Lumbricus rubellus,
wadah kompos, saringan/ayakan, thermometer, pencacah sampah dll
Gambar 1. Bahan Pembuatan Kascing
- Bahan yang digunakan berserat tinggi (bukan yang mengandung minyak atsiri
seperti daun dan kulit jeruk, karena cacing tidak suka juga tidak mengandung lignin
karena sulit diuraikan), seperti sisa sayuran, jerami, batang pisang, sabut kelapa,
kotoram ternak, atau bahan organik lain, di mana bahan-bahan tersebut tidak dapat
langsung diberikan pada cacing, jadi harus dikomposkan dulu/difermentasi, dengn
dibiarkan atau dianging-anginkan selama 1-2 minggu dalam wadah sambil
dilakukan pembalikan dan penyiraman selama proses tersebut, agar dicapai
temperatur yang homogen dan tidak panas
- Wadah yang digunakan untuk bahan kompos bisa berupa wadah/bak/kantong plastik
(ukuran 40 x 30 x 15 cm3) atau bedengan kayu (ukuran 60 x 45 x 15 cm
3), atau
sekedar lubang di dalam tanah (ukuran 8 x 3 x 0,2 m3) atau drum berdiameter 100
cm, tinggi 45 cm. Jangan menggunakan wadah dari logam/alumunium karena dapat
membahayakan cacing. (wadah penampung yang berukuran 1 x 1 x 0,3 m3 dapat
menampung 1.000 – 5.000 ekor cacing dan 30 – 40 kg media dan bahan makanan)
(Djuarnani dkk, 2008).
Mei, 2014 Seminar Nasional Agribisnis dan Pengembangan Ekonomi Perdesaan 1
286
Gambar 2. Alat Pembuatan Kascing
b. Proses Pengomposan
- Setelah bahan kompos dimasukkan dalam wadah, kemudian diberi cacing,
dipelihara selama 6 minggu. Selain bahan organik untuk pengomposan sebagai
media, maka juga diperlukan pakan tambahan untuk menghindari pakan yang asam
karena sangat berbahaya bagi cacing, bisa berupa sayuran yang digiling atau kotoran
ternak yang telah diencerkan setiap hari seberat cacing yang dipelihara.
- Jumlah cacing yang diperlukan belum ada patokan, Indriani (2009), berpendapat
bahwa setiap meter persegi dengan ketebalan media 5 – 10 cm, dibutuhkn sekitar
2.000 ekor cacing atau luas 0,1 m2 dibutuhkan 100 gram cacing tanah.
- Kelembaban harus dijaga 40–50 %, pH 6,3-7,5 dan suhu 20-30oC, biarkan cacing
mencerna sampah dengan aktif sampai mengeluarkan kotoran berbentuk butiran-
butiran kecil.
- Proses pengomposan ini diakhiri setelah bahan menjadi remah dan terdapat butir-
butir kecil lonjong yang sebenarnya merupakan kotoran cacing.
- Setelah kascing jadi kemudian diayak untuk memisahkan bahan-bahan yang tidak
terurai dan kadang kala masih ada cacing di dalam sisa penyaringan yang tidak ikut
terurai, oleh karena itu maka cacing perlu dipisahkan dari kascing secara manual
dengan tangan, baru setelah itu kascing dikering anginkan sebelum dikemas.
- Kascing dari proses pengomposan mengandung komponen biologis (bakteri
actinomycetes, jamur dan ZPT giberelin, sitokinin dan auksin) dan khemis.
Sedangkan komponen kimianya adalah pH 6,5 – 7,4, nitrogen 1,1 – 4 %, fofsfor 0,3
– 3,5 %, kalium 0,2 – 2,1 %, belerang 0,24 – 0,63 % magnesium 0,3 – 0,6 % % dan
besi 0,4 – 1,6 % (Indriani, 2009).
Seminar Nasional Agribisnis dan Pengembangan Ekonomi Perdesaan 1
Mei, 2014
287
c. Panen Kascing
Pemanenan dapat dilakukan dengan beberapa tahap:
- Pemanenan dilakukan setelah seluruh bahan organik habis dimakan cacing dan
tampak butiran kotoran cacing pada bahan. Cacing tanah membutuhkan waktu tujuh
minggu untuk menjadi dewasa, dan pada minggu ke delaapan akan mengeluarkan
telur/kokon, di manaaaaa satu ekor cacing dewasa dapat mengeluarkan dua kokon
per minggu dan setiap kokon dapat menetaskan 2-3 ekor cacing setelah masa
inkubasi 5-10 hari dan populasi cacing akan berlipat ganda dalam waktu 1 bulan.
- Pemanenan kascing dapat dilakukan secara manual dengan menum-pahkan isi
wadah kompos ke tanah yang diberi alas dn membentuk seperti gundukan
menyerupai gunung dan biarkan beberapa saat. Dengan cara ini maka cacing akan
pindah ke dasar gundukan untuk menghindari sinar matahari.
- Vermikompos dapat diambil mulai dari puncak gundukan dan cacing dapat
dipindahkan ke media baru yang sudah disiapkan sebelumnya atau dijual sebagai
pakan ternak atau ikan.
- Setelah dipanen, produk yang dihasilkan dikeringkan, baru kemudian diayak untuk
memisahkan/menjaring bahan yang terlalu besar yang belum terurai, serta
mengambil cacing dan telurnya.
Gambar 4. Contoh Produk Kascing
- Kascing/vermikompos yang sudah disaring merupakan pupuk yang kaya akan
unsur hara makro dan bakteri pengikat nitrogen (kumolo, 2011).
- Lokasi pengomposan dengan bantuan cacing harus aman dari hewan pemangsa,
karena cacing merupakan hewan yang banyak disukai hewan lain, seperti
unggas, tikus, burung, katak atau semut (Djuarnani dkk, 2008).
Pemasaran Dan Peluang Bisnis Cacing Tanah
Akhir-akhir ini penggunaan pupuk organik/kompos yang berasal dari limbah
organik semakin meningkat, yang disebabkan semakin tingginya kesadaran masyarakat
akan pentingnya kesehatan dengan adanya Slogan “Back to Nature”. Hal ini sejalan
dengan semakin tingginya permintaan akan produk organik yang dianggap lebih sehat
dan ramah lingkungan. Widawati dan Maman (2009), berpendapat bahwa pemanfaatan
Mei, 2014 Seminar Nasional Agribisnis dan Pengembangan Ekonomi Perdesaan 1
288
pupuk hayati secara ekologis menguntungkan dalam pencemaran tanah, air maupun
udara akibat emisi nitrogen oksida karena penggunaan pupuk kimia yang tidak tepat
takaran.
Selain itu meskipun tidak secara total, penggunaan kompos juga mampu
mengurangi biaya produksi, mengingat harga pupuk an-organik yang terus meningkat.
Kebutuhan pupuk mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, namun ketersediaan
pupuk buatan pabrik sering kali hilang di pasaran, justru pada saat musim tanam tiba
dan kalaupun ada harganya melambung. Akhirnya petani mulai melirik kompos sebagai
alternatif pengganti pupuk buatan pabrik.
Cacing tanah dapat digunakan untuk mempercepat proses pengomposan tersebut
dengan hasil yang lebih efektif dibandingkan dengan metode pengomposan yang hanya
menggunakan bakteri pengurai yang ada pada bahan kompos tersebut (Guntoro, 2013).
Cacing tanah merupakan komoditas ekspor yang sekarang mendapat respon luas
dari para petani dan pengusaha. Hal ini disebabkan karena besarnya per-mintaan pasar
internasional dan tingginya kebutuhan dalam negeri sebagai pakan ternak maupun ikan
serta masih kurangnya produksi cacing tanah.
Untuk keperluan pasar ekspor, cacing tanah bukan hanya dijadikan sebagai bahan
pakan ternak, tetapi juga sebagai bahan baku lain. Di Cina dimanfaatkan sebagai obat
tradisional, di Perancis dan Italia dimanfaatkan sebagai bahan kosmetik untuk
menghaluskan dan melembutkan kulit, sementara di Jepang dan beberapa Negara Eropa
dijadikan sebagai bahan tambahan dalam pembuatan makanan dan minuman. Di
Indonesia sendiri cacing tanah mulai dimanfaatkan sebagai bahan baku obat.
Proses terakhir dari produksi suatu kascing adalah pengemasan, yang merupakan
salah satu syarat yang menentukan pemasaran kompos. Kemasan yang tampak menarik
menyebabkan penjualan meningkat, juga bertujuan agar kascing dapat diterima oleh
konsumen dalam kondisi utuh dan tidak berkurang kualitasnya. Kascing dapat dikemas
dengan karung plastik dengan ukuran 10 kg, 25 kg maupun 50 kg atau sesuai dengan
permintaan konsumen.
Konsumen kascing sangat beragam, ada beberapa tempat yang banyak
membutuhkan pasokan kascing sebagai kompos untuk menjadi bahan pertimbangan di
antaranya adalah lahan pertanian tanaman obat, di mana di dalam pengelolaannya tidak
dianjurkan untuk menggunakan pupuk atau obat kimia. Selain itu juga took tanaman
obat, kebun cabai, kebun tembakau, kebun sayur maupun lahan pertanian organik.
PENUTUP
Dari hasil penulisan ini yang merupakan rangkaian dari hasil pemikiran, studi
literatur dan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan: bahwa kebutuhan akan cacing
untuk pakan ternak dan ikan semakin meningkat.
Selain itu cacing juga dapat digunakan untuk mempercepat proses pengomposan,
dikenal dengan istilah vermicomposting yang lebih efektif dibandingkan dengan metode
pengomposan yang hanya mengandalkan bakteri pengurai yang ada di dalam bahan
kompos. Cacing yang banyak dibudidayakan di Indonesia adalah cacing tanah.
Seminar Nasional Agribisnis dan Pengembangan Ekonomi Perdesaan 1
Mei, 2014
289
UCAPAN TERIMA KASIH
Terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulisan hasil pemikiran
ini yang merupakan hasil telaah dari rangkain studi literatur dan hasil penelitian. Juga
disampaikan terima kasih kepada Universitas Trunojoyo Bangkalan, khususnya
program studi Agribisnis atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk
menyampaikan pada Seminar Nasional mauppun termuatnya tulisan ini pada
jurnal/prosiding.
DAFTAR PUSTAKA
Djuarnani, N., Kristian dan Budi, S.S. 2008. Cara Cepat Membuat Kompos. PT.
AgroMedia Pustaka. Jakarta.
Guntoro, S. 2012. Membuat Pakan Ternak dan Kompos dari Limbah Organik. PT.
AgroMedia Pustaka
Hastuti, E., dan Nurhasanah, S. 2011. Kajian Penentuan Kriteria Lokasi TPA Sampah
Regional di Kota Metropolitan. Jurnal Ilmiah Lingkungan Tropis. ISSN
No.1978-2713. Volume 5 No 1. Maret 2011. Institut Teknologi Sepuluh
Nopember Surabaya: 65-72.
Indriani, Y.H. (2009). Membuat Kompos Secara Kilat. Penebar Swadaya. Jakarta.
Kumolo, D.C. 2011. Kaya Raya dari Budidaya Cacing Tanah dan Cacing Sutra. Arta
Pustaka.
Mardiana, S., E. Harso, K. Dan Ferdinan S. 2010. Kajian Peluang Bisnis Rumah Tangga
dalam Pengelolaan Sampah Perkotaan Melalui Keterlibatan Masyarakat dan
Swasta di Medan. Jurnal Ilmiah Lingkungan Tropis. ISSN No.1978-2713.
Volume 4 No 2. September 2010Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Surabaya: 115-127.
Prahesti, R.Y.R., dan Ni made. U.D. 2011. Pengaruh Penambahan Nasi Basi dan Gula
Merah Terhadap Kualitas Kompos dengan Proses An-aerobik. Jurnal Ilmiah
Penelitian Masalah Lingkungan di Indonesia. ISSN No.2088-4818. Ikatan Ahli
Teknik Penyehatan Lingkungan Indonesia: 497-508.
Prihandarini, R. 2004. Manajemen Sampah (Daur Ulang Sampah Menjadi Pupuk
Organik. Perpod. Jakarta.
Prihatiningrum, A.E. 2005. Vermi-Kompos sebagai Salah Satu Alternatif Pengolahan
Sampah. Jurusan Budidaya Pertanian. Jurnal Ilmiah Agro Kusuma. Fakultas
Pertanian Universitas Wijaya Kusuma Surabaya. ISSN 1412-036 Vol. 4, No.
2: 99-107.
Tombe, M. dan Hendra, S. 2010. Kompos Biopestisida. Penerbit Kanisius.
Widawati, S. dan Maman, R. 2009. Pengaruh Inokulasi Bakteri Terhadap Pertumbuhan
Awal Jarak Pagar (Jatropha curcas L.). Jurnal Biologi Indonesia. Bogor. ISSN
0854-4425. Akreditasi: No 816/D/08/2009. Vol. 6, No. 1, Desember 2009. 107-
117.