18
AgroEkosistem Desa PEMAYUNGAN Iwan Kurniawan Frankfurt Zoological Society – FZS JAMBI September 2012

AgroEkosistem Desa PEMAYUNGAN

Embed Size (px)

Citation preview

1

AgroEkosistem

Desa PEMAYUNGAN

Iwan Kurniawan

Frankfurt Zoological Society – FZS JAMBI

September 2012

2

Daftar Isi

Pendahuluan 3 Latar Belakang 3 Tujuan 4 Metodologi 4 AgroEkosistem Desa Pemayungan 6 Keadaan Umum 6 Pola Keruangan Desa 10 Pola Usaha Tani 11 Kebun 11 Ternak 13 Pola Keputusan Rumah Tangga 13 Kelembagaan 14 Pemerintahan Desa 14 Lembaga Adat 15 Lembaga SARA 15 Kelompok Pemuda 15 PT WKS 16 PT LAJ 16 WARSI 16 WALHI 16 Suku Anak Dalam 16 Keadaan Umum Hutan Sekitar Desa 17 Kesimpulan 18 Rekomendasi 18 Penutup 18 Kepustakaan 18

3

Pendahuluan

Latar Belakang

Penetapan dan pengelolaan kawasan konservasi merupakan salah satu cara terpenting untuk dapat menjamin agar sumberdaya alam dapat dilestarikan sehingga dapat lebih memenuhi kebutuhan umat manusia sekarang dan masa mendatang (Mackinnon, dkk., 1990).

Pelestarian kerapkali dianggap sebagai suatu perlindungan yang menutup kemungkinan pemanfaatan sumberdaya. Padahal apabila kawasan yang dilindungi dirancang dan dikelola secara tepat, diakui dapat memberi keuntungan yang lestari bagi masyarakat. Pelestarian memegang peranan penting dalam pembangunan sosial dan ekonomi di lingkungan pedesaan, turut menyumbangkan peningkatan kualitas hidup penghuninya (Wind, dkk., 1992).

Interaksi antara masyarakat sekitar dengan kawasan konservasi umumnya berupa gangguan, baik gangguan masyarakat sekitar hutan terhadap kawasan konservasi atau sebaliknya. Gangguan kawasan pemukiman terhadap kawasan konservasi dapat berupa invasi tumbuhan eksotik, penebangan hutan, perburuan, pengambilan hasil hutan, dan lain-lain. Sebaliknya gangguan yang terjadi dari kawasan konservasi terhadap kawasan budidaya dan pemukiman umumnya berupa gangguan binatang liar, banjir, tanah longsor, dan lain sebagainya.

Daerah penyangga adalah suatu wilayah yang berada di antara kawasan konservasi dengan wilayah budidaya atau wilayah pemukiman, yang dikembangkan sedemikian rupa sehingga mampu melindungi kawasan konservasi dan sumberdaya yang ada di dalamnya terhadap gangguan dari kawasan di luarnya, serta untuk melindungi kawasan budidaya atau pemukiman terhadap gangguan yang mungkin terjadi dari kawasan konservasi. Taman Nasional Bukit Tiga Puluh memiliki peran dan fungsi yang besar dalam pelestarian keanekaragaman hayati (biodiversity) dan perlindungan tata air (hidro-orologi). Saat ini TNBBS masih menyimpan beberapa satwa kunci (orangutan, gajah, dan harimau) yang terancam keberadaannya. Bentuk ancaman yang terlihat adalah menyempitnya luasan habitat akibat pengusahaan lahan (kebun dan ladang) oleh masyarakat sekitar.

TNBT melaporkan bahwa kawasan ini memerlukan pengamanan yang intensif karena selalu mendapat tekanan dari masyarakat disekitarnya. Bentuk tekanan meliputi penyerobotan lahan, pemukiman liar, dan pengambilan hasil hutan. Faktor penyebab antara lain; (1) sempitnya lahan pertanian, (2) sempitnya lapangan pekerjaan, (3) rendahnya pendapatan masyarakat, (4) rendahnya tingkat kesadaran terhadap kelestarian lingkungan, dan (5) rendahnya tingkat pendidikan. Kerusakan ini juga disebabkan antara lain tata batas yang belum dipahami oleh masyarakat sehingga menimbulkan kerawanan. Faktor politis yang turut memicu rusaknya kawasan hutan adalah

4

reformasi total yang disuarakan sejak tahun 1998 yang akhirnya menyulut keberanian masyarakat untuk mengklaim tanah kawasan sebagai lahan yang bisa dikelola oleh masyarakat, keberanian masyarakat ini juga didasari dikeluarkannya surat keputusan menteri kehutanan tentang pengelolaan hutan kemasyarakatan.

Otonomi daerah yang mulai diberlakukan awal Januari 2001 mensyaratkan pengelolaan sumberdaya alam dilakukan semaksimal mungkin (eksploitasi) untuk memperoleh pemasukan bagi daerah dalam membiayai operasional rutinnya. Pada wilayah hutan produksi di sekitar TNBT sudah di bagi habis peruntukkannya kepada sektor swasta untuk dialihfungsikan dengan kegiatan perkebunan sawit, pulp and paper, dan penambangan batu bara. Pengelolaan PAD yang dipaksakan terhadap hasil sumberdaya alam, dikhawatirkan akan mengakibatkan terjadinya kerusakan yang permanen terhadap lingkungan baik fisik maupun biodiversity-nya.

Tujuan

Studi ini bertujuan untuk :

Memahami pola interaksi masyarakat terhadap sumberdaya alamnya. Mengidentifikasi masalah-masalah yang dihadapi masyarakat dan peluang pengembangannya. Merumuskan usulan pengembangan lebih lanjut melalui pendekatan partisipasi. Mengembangkan usulan pembangunan dalam konteks pengembangan masyarakat dan

konservasi sumberdaya alam.

Metodologi

Studi ini diharapkan dapat memberikan informasi yang mendalam mengenai bentuk-bentuk pengelolaan sumberdaya alam oleh masyarakat. Keputusan untuk menentukan pilihan bentuk pengelolaan sumberdaya alam tersebut lebih didasarkan pada pengetahuan masyarakat setempat, permasalahan dan potensi yang ada. Untuk mendapatkan informasi tersebut, digunakan beberapa pendekatan antara lain :

Pendekatan Ekosistem Daerah Penyangga Tujuan utama pengembangan daerah perbatasan kawasan konservasi dititikberatkan pada pelestarian keutuhan kawasan konservasi. Sedangkan tujuan lain adalah upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat dan pemanfaatan kawasan konservasi untuk kepentingan wisata alam, penelitian dan ilmu pengetahuan. Pengembangan daerah kawasan konservasi selalu bertitik tolak pada kelengkapan ekosistem , terutama dalam hal kelengkapan jenis dan struktur hutan. Untuk mencapai tujuan tersebut dialkukan upaya untuk mengurangi tekanan dari luar, mengurangi proses gangguan atau bahkan menghapusnya, serta mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap kawasan hutan yang pada akhirnya mengakibatkan kerusakan ekosistem hutan.

Penilaian sifat ekosistem daerah perbatasan kawasan konservasi dibagi menjadi 3(tiga) kelompok yang didasarkan pada (1) kawasan konservasi; sifat keutuhan alam atau keaslian yang berdasarkan pada tolok ukur kelengkapan dan ketiadaan gangguan (Wind, 1992), (2) daerah penyangga;

5

penyangga perluasan dan penyangga sosial (MacKinnon, 1990), dan (3) daerah budidaya; meliputi produktivitas, stabilitas, sustainabilitas, dan ekuitabiitas (Conway, 1985).

Pemahaman Pedesaan Dalam Waktu Singkat Secara ringkas didefinisikan sebagai kegiatan yang dirancang dan dilakukan untuk mendapatkan informasi dan hipotesis baru tentang wilayah atau pedesaan secara cepat dan dilaksanakan secara sistematik interdisipliner (Chambers, 1984). Pemahaman pedesaan dalam waktu singkat pada prinsipnya adalah proses belajar tentang suatu daerah yang dilakukan secara intensif dan sinambung. Dilaksanakan dengan memanfaatkan beberapa metode, alat dan teknik terpilih untuk meningkatkan pemahaman kondisi daerah, dengan maksud untuk mendapatkan informasi yang lebih akurat dengan penggunaan waktu dan dana yang lebih hemat.

Analisa Pola Analisa pola dilakukan untuk menggambarkan keterkaitan antar unsur dalam ekosistem yang dipelajari untuk menganalisis lebih lanjut. Empat analisis pola yang dipergunakan dalam analisis ini adalah pola ruang, waktu, aliran dan keputusan. Pada analisis pola ruang dipakai diagram peta atau transektor, pola waktu digunakan untuk diagram kalender musim, kecenderungan waktu dan profil sejarah, pola aliran digunakan diagram alir, seperti aliran umpan balik (dampak) input dan output, pola keputusan digunakan diagram balok, table ranking dan pohon keputusan rumahtangga petani, serta diagram venn untuk melihat hubungan keterkaitan (terutama) keputusan) berbagai lembaga yang ada di suatu hierarki.

Semua analisis tersebut digunakan untuk menjawab seperangkat persoalan, yaitu pola ruang dengan pertanyaan apa, di mana, pola waktu dengan pertanyaan kapan, pola aliran dengan pertanyaan bagaimana, dan pola keputusan dengan pertanyaan mengapa dan siapa.

6

AgroEkosistem Pemayungan

Keadaan Umum

Desa Pemayungan merupakan salah satu desa dari kecamatan Sumay Kabupaten Tebo. Sebelah Utara berbatasan dengan Propinsi Riau, Selatan berbatasan dengan desa Semambu, sebelah Barat berbatasan dengan desa Balai Rajo kecamatan Tujuh Kota Kota Ilir, Tebo dan sebelah Timur berbatasan dengan Taman Nasional Bukit 30. Jarak dengan ibu kota kecamatan di Teluk Singkawang sekitar 55 km yang dapat di tempuh dengan kendaraan roda dua selama + 2 jam dan jarak dengan ibu kota kabupaten Muara Tebo sekitar 75 km yang dapat di tempuh dengan kendaraan roda sekitar 5 jam dengan kondisi jalan tanah berbatu. Topografi perbukitan dengan ketinggian antara 100 – 500 mdpl.

Menurut data yang tersedia tahun 2011, jumlah penduduk Pemayungan 1182 jiwa dengan 223 KK, jumlah laki-laki 687 jiwa dan perempuan 495 jiwa. Jumlah penduduk asli yang tercatat 125 KK dan pendatang (Jawa, Medan, Riau) sebanyak 85 KK yang tersebar di dua dusun Muara Bulan dan Bukit Bulan dan empat satuan rukun tetangga (RT). Bahasa yang digunakan sehari-hari adalah bahasa Melayu Jambi.

Mayoritas penduduk beragama Islam dan sebagian kecil khususnya dari Medan beragama Kristen. Fasilitas ibadah yang tersedia adalah masjid Al Furqon satu-satunya masjid besar yang aktif yang dibangun pada tahun 2000 oleh masyarakat dengan di bantu oleh PT Barito (HTI). Sumber air minum sebagian besar warga berasal dari sungai Sumay, termasuk kegiatan MCK dilakukan di sungai Sumay. Fasilitas lain yang sudah tersedia adalah Pos Yandu, Kantor Pemerintahan Desa, Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidayah. Jenis kendaraan yang biasa digunakan adalah kendaraan roda dua motor. Beberapa warga sudah memiliki kendaraan roda empat yang digunakan untuk angkutan barang dan hasil kebun. Akses jalan di desa tanah dan sudah di beri beton/semen. Untuk kegiatan ekonomi, warga biasanya berbelanja di pasar Rimbo Bujang dengan waktu tempuh sekitar dua jam. Pasar desa baru di buka pada tahun 2012 setiap hari Minggu. Sejak Maret 2012, masyarakat sudah bisa menikmati penerangan listrik PLTD yang di bangun oleh swasta.

Sarana kesehatan yang tersedia adalah Pos Yandu, untuk pengobatan biasanya dilakukan masyarakat di Puskesmas desa SP 7 dengan jarak + 20 km. Demikian pula dengan pendidikan, mulai dari PAUD sampai SMP sudah tersedia di sini. Untuk mendapatkan ijazah SMU sebagian masyarakat ikut dalam program paket C yang diselenggarakan setiap tahunnya.

7

Gambar 1-4. Permukiman penduduk, kantor Desa dan Posyandu, Pasar tradisional desa dan bangunan Sekolah Madrasah.

Kegiatan ekonomi masyarakat bertumpu pada hasil kebun khususnya karet. Tanaman karet merupakan komoditas unggulan yang sudah di tanam sejak puluhan tahun yang lalu. Getah karet di jual di desa kepada beberapa pedagang hasil bumi yang ada di desa. Selain karet komoditas lainnya adalah jernang dan buah-buahan (durian dan duku). Untuk beras, masyarakat biasanya menanam padi ladang pada wilayah bukaan baru di hutan sekitar desa.

Secara administrasi desa Pemayungan dikelilingi oleh hutan produksi. Pada wilayah ini pemerintah daerah telah mengeluarkan izin konsesi perkebunan kepada PT Wira Karya Sakti (WKS) dan PT Lestari Alam Jaya (LAJ). Keberadaan perusahaan perkebunan ini berdampak pada semakin mudahnya akses jalan dari desa menuju ke desa lain. Dampak lainnya adalah sampai saat ini masih terjadi konflik yang berkepanjangan antara ke dua perusahaan tersebut dengan masyarakat desa khususnya mengenai wilayah adat desa. Pada wilayah ini juga terdapat beberapa kelompok kelompok suku anak dalam (SAD). Keberadaan SAD juga sangat berpotensi konflik baik dengan masyarakat adat maupun perusahaan karena wilayah kelola mereka termasuk dalam wilayah adat dan konsesi PT LAJ.

Informasi yang diperoleh dari tokoh adat, awalnya luas wilayah Pemayungan adalah + 3.800 ha. Pada tahun 1980an oleh PT Barito pemegang izin HPH, melalui Dinas Kehutanan Tebo wilayah ini kemudian di enclave menjadi 2.380 ha. Penetapan luas wilayah ini juga merupakan sumber konflik bagi desa karena keputusannya tidak melibatkan masyarakat setempat.

8

Menurut sejarahnya, Pemayungan merupakan sebuah wilayah permukiman masyarakat yang berasal dari Sumay sejak sebelum kemerdekaan RI (sekitar tahun 1920-an). Kelompok permukiman berada di sepanjang batang sungai Sumay. Pemayungan merupakan desa yang paling jauh lokasinya dari pusat pemerintahan kecamatan, merupakan desa kantong dari kecamatan Sumay. Mulai tahun 1970an, desa ini didatangi beberapa orang pendatang dari Padang dan Riau dan bermukim di wilayah ini. Pada tahun ini desa Pemayungan dipimpin oleh seorang kepala desa yang di sebut Pati.

Diagram alur sejarah Pemayungan

< 1930an sudah ada permukiman penduduk di sepanjang sungai Sumay. 1955 banjir besar dari sungai Sumay 1970-an mulai ada pendatang dari Padang, Sumatera Barat. 1980-an mulai dimukimi oleh suku anak dalam pimpinan Tampung di

sekitar sungai Bulan. 1983 pembangunan jalan oleh PT Barito/IFA 2000 – sekarang Warsi sudah beraktivitas di desa Pemayungan. 2004 pembangunan jembatan Sumay, akses masuk desa oleh PPK 2007 – 2008 pembangunan jalan beton di desa oleh PNPM 2008 pembangunan jalan koridor menuju desa Lubuk Mandarsah oleh

PT WKS 2008 suku anak dalam (SAD) pimpinan Bujang Kabut mulai menetap

dan mendiami wilayah desa sepanjang jalan koridor WKS. 2008 mulai ada perkebunan sawit oleh masyarakat. 2009 proyek pengerasan jalan menuju desa oleh pemerintah daerah. 2009 Walhi mulai melakukan aktivitas di wilayah ini. 2009 pembuatan peraturan desa yang difasilitasi oleh Warsi dan Walhi. 2010 konflik lahan desa antara masyarakat adat dengan PT LAJ. 2010 pembukaan lahan di konsesi PT LAJ oleh masyarakat pendatang

yang dikoordinir oleh Bujang Kabut. 2011 pembangunan gedung Madrasah Ibtidayah (SD) oleh PNPM Maret 2012 pembangunan PLTD oleh swasta. 2012 berdiri Koperasi Sepakat Jaya oleh PT Bajabang Indonesia untuk

kegiatan penanaman karet.

9

Gambar transek series desa Pemayungan

Permukiman Hutan Lindung Hutan

Produksi/ Adat

1970 - 1990

Taman Nasional Permukiman

Hutan Produksi/ Kebun/Permukiman

Hutan Produksi/ Adat

2005 - sekarang

Hutan Produksi/ Kebun/Permukiman

Hutan Produksi/ Kebun/Permukiman Permukiman

Taman Nasional

Permukiman Hutan Lindung

Hutan/Kebun

1920 - 1960

10

Pola Keruangan Desa

Dengan luas + 2.380 ha., pemanfaatan lahan desa dialokasikan untuk permukiman, perkebunan dan hutan adat. Lokasi permukiman berada di sepanjang aliran sungai Sumay dan sungai Bulan. Beberapa kelompok kecil permukiman tersebar di lokasi kebun masyarakat khususnya sepanjang jalan menuju desa yang dimukimi oleh penduduk pendatang yang berasal dari Jawa,Bengkulu, Lampung dan Medan. Luas wilayah permukiman ini sekitar 20% dari luas lahan desa, pada wilayah ini termasuk juga sarana dan prasarana desa. Sebagian besar wilayah desa diperuntukkan sebagai kebun aktif oleh masyarakat. Hutan adat berada di wilayah administrasi desa yaitu mencakup lokasi konsesi oleh PT LAJ, WKS dan eks PT Barito sekitar 1000 ha.

Wilayah penghidupan suku anak dalam berada di lokasi konsesi PT LAJ. PT LAJ telah memberikan ruang untuk wilayah penghidupan kepada semua kelompok suku anak dalam yang ada dalam wilayah konsesi seluas 700 ha per kelompok. Paling tidak ada 4 kelompok suku anak dalam yang tersebar di desa Pemayungan.

Gambar sketsa desa Pemayungan

11

Gambar Transek Umum Desa Pemayungan

Tata Guna Lahan

Kebun Karet, Sawit

Permukiman Kebun Karet Hutan Produksi/Hutan

Adat

Taman Nasional Bukit

30 Ketinggian 100 -300 mdpl 100 – 300 mdpl 100 – 300 mdpl 200 – 500 mdpl 200 -500 mdpl Tanaman Pokok

Sawit, karet Durian, Duku, Pinang.

Karet, buah-buahan, kayu.

Meranti, karet, sawit, jernang, jelutung.

Kemiringan 0 – 5 0 – 5 0 – 30 0 – 30 --- Jarak dari TNBT

8 -15 km 7 - 8 km 5 km 1 km ---

Jenis Tanah --- Pemilikan tanah

Masyarakat Masyarakat Masyarakat Masyarakat, Pemerintah

Pemerintah

Permasalahan --- - Sanitasi - Fasilitas

Umum

- Pengelolaan kebun karet masih tradisional

- Penegakan hukum,

- Wilayah kelola antara swasta, masyarakat adat, SAD

- Tata batas yang belum dipahami oleh masyarakat.

Suplly alternatif: - Rumput - Kayu bakar

- sedang - baik

- Sedang - Sedang

- Baik - Baik

- Baik - Baik

Pola Usaha Tani

Kebun

Tidak ada lahan untuk persawahan di desa ini. Untuk pemenuhan kebutuhan beras, biasanya masyarakat menanam padi ladang di lokasi kebun bukaan baru. Musim tanam untuk padi biasanya dilakukan pada bulan Agustus – September setiap tahunnya dan akan di panen setelah 6 bulan kemudian. Dalam satu hektar di tanam bibit padi palinng tidak 30 gantang, 1 gantang sama dengan 3 kg. Tidak ada hasil yang pasti dalam perolehan berasnya. Dalam satu hektar biasanya diperoleh hasil mulai dari 50 gantang atau 150 kg gabah kering bergantung pada musim dan hama. Biasanya masyarakat menanam padi mulai dari 1 – 2 ha tergantung kemampuan dan ketersediaan lahan. Beras digunakan untuk konsumsi sendiri tidak di jual dan di simpan di lumbung padi untuk persediaan selama satu tahun atau musim tanam berikutnya. Pada lahan bekas tanaman padi biasanya akan ditanami karet setahun setelah panen. Untuk bekas lahan padi yang tidak di olah,

12

akan dibiarkan begitu saja sehingga menjadi hutan kembali dan akan digunakan untuk lahan padi setelah enam tahun. Warga yang dapat mengusahakan tanaman padi tersebut adalah yang masih satu keluarga dengan pemiliki lahan.

Sebagian besar masyarakat desa memiliki lahan kebun yang diperoleh dengan pola ladang berpindah. Pada setiap bukaan hutan baru untuk kebun biasanya dilakukan ritual adat untuk memastikan cocok atau tidaknya lahan tersebut dijadikan lahan padi. Jika menurut dukun kampung lahan tersebut cocok untuk padi kemudian si pemiliki biasanya mengajak warga lainnya untuk gotong royong menanam padi. Upacara adat untuk kegiatan tanam padi ini sudah ditinggalkan sejak 10 tahun yang lalu. Saat ini gotong royong masih dilakukan dalam proses pembersihan lahan sampai penanaman, untuk panen dilakukan sendiri oleh pemiliki dan keluarganya.

Kalender musim desa Pemayungan

Duku Durian

Karet Padi Bulan Ke 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1

Sumber ekonomi dari lahan kebun masyarakat adalah tanaman karet. Karet merupakan komoditas utama yang diusahakan sejak puluhan tahun yang lalu. Kepemilikan kebun karet oleh masyarakat adat mulai dari 10 ha. Semakin tua usia kepala keluarga biasanya semakin luas lahan kebunnya karena pola ladang berpindah. Lahan untuk padi setelah satu tahun biasanya langsung ditanami karet dan buah-buahan, dan ini tergantung juga dengan kemampuan keuangan masyarakat. Tidak sedikit masyarakat yang membuka hutan hutan untuk tanaman padi kemudian ditinggalkan dan fokus pada kebun karet yang sudah ada.

Getah karet dengan bibit “entres” PB 260 bisa di panen setiap minggu dengan hasil sekitar 2 pikul atau 200 kg dalam satu hektarnya dan dalam seminggu bisa diperoleh 600 – 800 kg. Sedangkan karet dengan bibit alam dalam sebulan paling tidak menghasilkan 3 pikul atau 300 kg. Warga yang memiliki lahan lebih dari dua hektar biasanya melakukan pola bagi hasil dengan warga pendatang maupun warga asli untuk memanen getah karet dengan pola bagi hasil 1 : 3, satu bagian untuk pemiliki dan 2 bagian untuk orang yang merawat dan memanen getah. Getah karet kemudian di jual ke pedagang lokal yang ada di desa.

Hasil kebun lainnya adalah buah-buahan durian dan duku. Durian dan duku di panen setahun sekali antara bulan Januari sampai bulan Maret. Hasil kebun ini lebih banyak dikonsumsi sendiri dan di jual jika ada yang berminat. Tanaman sawit yang ada saat ini diperkirakan sekitar 20 ha., yang ditanam sejak 5 tahun yang lalu. Saat ini sudah ada tanaman sawit yang sudah mulai menghasilkan.

Untuk wilayah permukiman, dijumpai beberapa tanaman buah antara lain; kelapa, jambu air, mangga, dan pinang.

13

Ternak

Hampir setiap rumah memiliki ternak ayam. Ayam dipelihara untuk di ambil daging dan telurnya. Pada masa-masa tertentu khususnya hari besar Islam banyak warga yang menjual ayamnya kepada masyarakat di kampung. Binatang peliharaan lainnya adalah kambing dan sapi. Kambing dan Sapi dipelihara untuk di ambil dagingnya dan di jual. Sedikit sekali warga yang memiliki kandang untuk kambing dan sapi.

Pola Keputusan Rumah Tangga

Laki-laki sebagai kepala keluarga merupakan pemegang hak penuh dalam pengambilan keputusan rumah tangga khususnya dalam pengelolaan lahan kebun. Kaum perempuan dan anak-anak biasanya dilibatkan dalam penanaman dan pemanenan. Pemilihan lokasi, perawatan kebun dan penjualan hasil kebun menjadi tanggungjawab laki-laki.

Pemenuhan kebutuhan ekonomi rumah tangga menjadi tanggung jawab laki-laki. Pada musim-musim tertentu di mana hasil karet kurang memuaskan akibat pengaruh cuaca, beberapa warga masih mengandalkan mencari jernang, getah jelutung dan juga damar batu. Tidak semua warga melakukan hal ini. Keberadaan jernang, jelutung dan damar batu saat ini sulit ditemukan. Hal ini disebabkan karena semakin menyempitnya wilayah hutan dan juga perebutan wilayah pencarian oleh suku anak dalam.

Warga yang memiliki lahan sedikit biasanya menjadi “penderes” untuk warga lainnya dengan sistem bagi hasil. Sumber ekonomi rumah tangga lainnya adalah usaha perdagangan baik warung kecil maupun penampung getah karet dan hasil bumi lainnya.

Gambar skema keputusan rumah tangga petani

(+)

(-)

Rumah Tangga

Modal

Uang - warung - jual beli hasil

bumi - ternak

Lahan - Karet - Sawit - Padi Ladang

Uang - Buruh/tukang - Manol - Cari jernang

Lahan - bagi hasil - Penderes getah

14

Kelembagaan

Lembaga formal yang ada di desa adalah lembaga pemerintahan desa termasuk Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Perangkat desa lainnya sebagai pendukung desa adalah lembaga adat dan lembaga SARA (agama). Kelompok pemuda yang ada tidak aktif dalam hal kegiatan apapun. Tidak ada kelompok tani di desa. Empat kelompok suku anak dalam mendiami wilayah ini yaitu kelompok yang di pimpin oleh Bujang Kabut, Tampung, I’at dan Buyung.

Lembaga eksternal yang memiliki pengaruh terhadap perkembangan desa adalah pemerintah kecamatan dan kabupaten, lembaga swadaya masyarakat (LSM) Warsi dan Walhi, perusahaan swasta PT WKS, Wana Mukti Wisesa (karet) dan PT LAJ. Mulai tahun 2012 ini ada beberapa perusahaan swasta yang memiliki aktivitas di sini antara lain PT Bajabang Indonesia untuk perkebunan karet. Kelompok-kelompok tersebut memiliki perannya masing-masing.

Lembaga Pemerintahan Desa

Struktur pemerintahan desa periode 2009 – 2014 terdiri dari :

Kepala Desa : Syaharuddin Ketua RT 01 : Ruslan Sekretaris Desa : Hadinata Ketua RT 02 : Ruspani Kaur Umum : M. Nasir Ketua RT 03 : Hasyim Kaur Pemerintahan : Bahren Ketua RT 04 : Tarmizi Kaur Pembangunan : Abdul Murrad Ketua BPD : Islahamdan Kaur Keuangan : Sudirman Wakil Ketua BPD : A. Yani Kadus Muara Bulan : Akhiruddin Sekretaris BPD : Syari’i Kadus Sungai Bulan : Syargawi Anggota BPD 6 orang : Azmi, Ridwan,

Ramli Darmawan, Busliyadi Dan M. Yasir

Ketua Lembaga Adat : Army Ketua Lembaga Agama (SARA)

: Hi. Harun

Kehidupan sosial dan perekonomian masyarakat sangat dipengaruhi oleh lembaga desa melalui berbagai keputusan dan program pembangunan. Kebijakan program pembangunan biasanya diusulkan oleh desa melalui Alokasi Dana Desa (ADD) setiap tahunnya. Program yang diusulkan di buat oleh perangkat desa. Selain itu melalui program PNPM mandiri dari pemerintah, desa ini sudah beberapa kali memperoleh proyek pembangunan antara lain pembangunan jembatan sungai Sumay, pembangunan semenisasi jalan desa, pembangunan gedung sekolah Madrasah Ibtidayah termasuk juga honor pengajarnya. Program bantuan lainnya dari pemerintah kabupaten adalah pengerasan jalan desa. Sampai saat ini belum ada program bantuan yang dikucurkan oleh perusahaan swasta yang ada di sekitar desa.

15

Melalui kegiatan bersama Warsi dan Walhi, lembaga desa sudah pernah membuat peraturan desa tentang pengelolaan sumberdaya alam. Peraturan desa ini sudah dimusyawarahkan dengan semua masyarakat dan tinggal menunggu pengesahan dari BPD. Diagram Venn

Lembaga Adat

Lembaga adat memiliki peran yang cukup penting dalam tatanan kehidupan masyarakat mulai dari kelahiran seorang anak sampai meninggal termasuk perkawinan dan juga dalam pengelolaan lahan kebun dan hutan. Sejak 10 tahun yang lalu, kegiatan adat untuk kebun dan hutan sudah tidak dilakukan lagi karena tidak ada lagi “dukun” yang memfasilitasi kegiatan ini. Untuk kelahiran anak masih dilakukan proses adat termasuk pernikahan.

Lembaga SARA (Keagamaan)

Seperti halnya lembaga adat, lembaga SARA juga memiliki peran yang penting. Lembaga SARA berkewajiban membina mental masyarakat melalui kegiatan keagamaan seperti mengkaji Al Quran. Untuk kegiatan hari besar Islam juga diselenggarakan melalui keputusan lembaga SARA. Peran lainnya adalah bersama-sama lembaga adat dalam kegiatan perkawinan.

Kelompok Pemuda

Kelompok pemuda di desa tergabung dalam Ikatan Pemuda Payung Mas (IPPM). Kelompok pemuda aktif dalam kegiatan di desa khususnya bidang olah raga dan acara adat.

WALHI WARSI

Pemerintah Kabupaten/ Kecamatan

LAJ - WKS

Lembaga SARA/ Agama

Masyarakat Adat/ Desa

Lembaga Adat

Pemerintahan Desa

Suku Anak Dalam (SAD)

16

PT WKS

Aktivitas PT WKS di wilayah ini adalah membangun jalan koridor dengan lebar + 8 m sepanjang + 25 km. yang menghubungakan beberapa lokasi perkebunan mereka. Jalan ini mulai dibangun sejak tahun 2008 dan mulai dipergunakan untuk umum sejak 2010 lalu. Ada beberapa pos penjagaan (portal) di sepanjang jalan ini. Setiap pengguna kendaraan khususnya roda empat wajib lapor di setiap pos penjagaan.

PT LAJ

Secara resmi PT LAJ bergiat di desa Pemayungan sejak tahun 2010 lalu. PT LAJ adalah pemilik konsesi lahan seluas 61.000 ha di hutan produksi di Kabupaten Tebo di kecamatan Sumay (desa Pemayungan dan Semambu) dan Kuto Tujuh Ilir (desa Balai Rajo, SP7 dan SP 6). Lahan konsesi yang masuk wilayah desa Pemayungan + 1.000 ha. PT LAJ mengusahakan sawit, karet dan akasia.

WARSI

Kelompok Konservasi Indonesia (KKI) Warung Informasi (Warsi) sebuah LSM di Jambi sudah melakukan aktivitasnya di desa ini sejak 10 tahun yang lalu. Ketertarikan Warsi awalnya adalah keberadaan suku anak dalam di desa ini. Mereka membantu memfasilitasi SAD dalam perolehan pelayanan kesehatan dan pendidikan termasuk juga wilayah penghidupan SAD. Kegiatan kemudian berkembang kepada aktivitas di desa khususnya membantu dalam pengelolaan sumberdaya alam di desa.

WALHI Jambi

Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jambi memulai aktivitas di desa ini sejak tahun 2009. Bersama-sama Warsi mereka membantu memfasilitasi penyelesaian konflik tanah antara masyarakat dan PT LAJ. Walhi juga terlibat dalam proses pembuatan peraturan desa tentang pengelolaan sumberdaya alam bersama Warsi. Rencananya Walhi akan mendampingi masyarakat dalam membuat peta desa mulai September 2012 ini.

Suku Anak Dalam (SAD)

Ada empat kelompok suku anak dalam (SAD) yang mendiami wilayah desa Pemayungan yaitu kelompok Tampung, I’at dan Buyung yang bermukim sejak puluhan tahun yang lalu di sekitar sungai Pelikayan dan sungai Carut dan kelompok Bujang Kabut yang bermukim sejak 5 tahun yang lalu di sepanjang koridor jalan PT WKS dan konsesi PT LAJ.

Keberadaan kelompok SAD khususnya kelompok Bujang Kabut di Pemayungan telah menimbulkan persoalan yang serius mengenai wilayah penghidupan SAD dengan PT LAJ dan juga masyarakat adat Pemayungan.

17

Keadaan umum hutan di sekitar desa

Jarak permukiman di pusat desa dengan taman nasional Bukit Tiga Puluh sekitar 8 km. Lokasi hutan dan kebun di sekitar desa merupakan hutan adat miliki warga Pemayungan sampai batas bukit tiga puluh. Wilayah hutan yang dekat permukiman saat ini sudah menjadi kebun karet dan sebagian kecil belukar dengan ketebalan sampai 4 km dari permukiman. Aktivitas kebun penduduk dilakukan di wilayah ini. Di beberapa tempat banyak ditemukan tumpukan kayu olahan khususnya di sepanjang jalan menuju kebun penduduk.

Jenis tanaman yang masih dijumpai diwilayah ini selain karet adalah kayu jenis ‘kolim’ dan ‘merwan’ (sejenis meranti). Ke dua jenis kayu ini memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi. Observasi yang telah dilakukan di wilayah ini menemukan beberapa tumpukan kayu hasil tebangan masyarakat. Selain jenis kayu-kayuan, buah durian dan duku sering di jumpai di wilayah ini. Kegiatan tanam padi ladang juga dilakukan di wilayah ini dengan membuka hutan kemudian di tanami padi dan karet.

Pada wilayah hutan ini, satwa yang masih sering dijumpai adalah rusa, kijang, orangutan, harimau, babi, tapir dan beberapa jenis burung. Sejak tiga tahun lalu, gajah tidak terlihat lagi di lokasi ini. Masyarakat masih sering berburu rusa dan dan kijang dengan jerat.

Wilayah yang dianggap hutan adat lainnya adalah areal konsesi PT LAJ yang saat ini masih menjadi sumber konflik antara PT LAJ dan warga Pemayungan. Pada wilayah ini sudah di buka dan diusahakan oleh kelompok SAD Bujang Kabut.

Menurut Informasi dari Dinas Kehutanan Tebo, pemerintah memiliki lokasi cadangan areal hutan tanaman produksi (HTR) di hutan produksi di wilayah kecamatan Tujuh Kota Ilir dan Sumay seluas + 4.000 ha., dengan lokasi Balai Rejo dan Semambu, Sekalo dan Suo-Suo. Belum diperoleh informasi yang pasti mengenai keberadaan lokasi cadangan areal HTR ini.

18

Kesimpulan

Sumber ekonomi masyarakat berasal dari hasil kebun dengan komoditas dominan tanaman karet. Tidak memiliki lahan persawahan, padi diperoleh dengan sistem ladang berpindah. Tata cara adat dalam pengelolaan hutan dan kebun sudah ditinggal sejak 10 tahun yang lalu. Tenurial merupakan konflik yang sangat kompleks karena melibatkan banyak pihak yang

berkepentingan. Keberadaan suku anak dalam (SAD) khususnya kelompok pimpinan Bujang Kabut sangat

berpengaruh terhadap hak atas lahan hutan adat. Keberadaan perusahaan swasta seperti LAJ dan WKS belum memberikan kontribusi yang baik di

sektor perekonomian masyarakat. Rekomendasi

Perlu dilakukan upaya penyelesaian konflik tenurial di desa meskipun upaya ini membutuhkan waktu yang cukup lama dalam penyelesaiannya dan melibatkan banyak pihak.

Perlu dicarikan sumber ekonomi baru bagi masyarakat desa. Perlu di cari areal untuk persawahan. Masyarakat desa membutuhkan bibit dan pelatihan untuk komoditas karet. Pembuatan peta desa yang difasilitasi oleh LSM Walhi

Penutup

Agroekosistem desa Pemayungan merupakan informasi dasar dari desa yang terus berubah setiap saat. Tidak semua informasi tersedia dalam studi ini, untuk itu beberapa informasi lainnya di tulis dalam bentuk laporan yang terpisah.

Kiranya AgroEkosistem desa Pemayungan bermanfaat bagi semua orang yang membacanya. Masukan dan kritik yang konstruktif dan membangun dalam pelaksana studi yang akan datang atau perbaikan dari penulisan ini sangat diharapkan sekali.

Kepustakaan

MacKinon, Katty, 1990., Wind, 1992., Conway, 1985., dan Chamber 1985., di ambil dari Scholl of Environment Conservation Management (SECM), Pusdiklat Departemen Kehutanan dan Yayasan WWF Indonesia, 1990. Modul Pelatihan Rural Rapid Appraisal (RRA).