11
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Arus urbanisasi dari desa ke kota menyebabkan terjadinya kesenjangan yang terjadi di wilayah pedesaan. Permasalahan ini terjadi karena peningkatan tenaga kerja di pedesaan ternyata tidak dapat diimbangi oleh peningkatan ketersediaan lahan pertanian di wilayah pedesaan. Menurut UU No. 26 tahun 2007 tentang penataan ruang mendefinisikan Kawasan pedesaaan sebagai ” Kawasan perdesaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama pertanian, termasuk pengelolaan sumberdaya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi”. Kawasan perdesaan merupakan kawasan yang secara komparatif pada dasarnya memiliki keunggulan sumberdaya alam dan kearifan lokal (endogeneous knowledge) khususnya pertanian dan keanekaragaman hayati. Namun dengan keunggulan komparatif (comparative advantage) yang dimiiki oleh kawasan perdesaan tidak serta merta mampu menempatkan kawasan ini tumbuh sejajar dengan perkotaan. Beberapa hal yang menyebabkan sulitnya perdesaan menyejajarkan posisinya dengan perkotaan antara lain akibat kualitas sumberdaya manusia dan ketersediaan infrastruktur. Kualitas suberdaya manusia di perdesaan mengalami perkembangan yang sangat lamban. Hal ini mengakibatkan terjadinya

Agropolitan10.pdf

Embed Size (px)

Citation preview

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Arus urbanisasi dari desa ke kota menyebabkan terjadinya

    kesenjangan yang terjadi di wilayah pedesaan. Permasalahan ini terjadi

    karena peningkatan tenaga kerja di pedesaan ternyata tidak dapat diimbangi

    oleh peningkatan ketersediaan lahan pertanian di wilayah pedesaan.

    Menurut UU No. 26 tahun 2007 tentang penataan ruang mendefinisikan

    Kawasan pedesaaan sebagai Kawasan perdesaan adalah wilayah yang

    mempunyai kegiatan utama pertanian, termasuk pengelolaan sumberdaya

    alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman

    perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan pelayanan sosial dan kegiatan

    ekonomi.

    Kawasan perdesaan merupakan kawasan yang secara komparatif pada

    dasarnya memiliki keunggulan sumberdaya alam dan kearifan lokal

    (endogeneous knowledge) khususnya pertanian dan keanekaragaman hayati.

    Namun dengan keunggulan komparatif (comparative advantage) yang

    dimiiki oleh kawasan perdesaan tidak serta merta mampu menempatkan

    kawasan ini tumbuh sejajar dengan perkotaan. Beberapa hal yang

    menyebabkan sulitnya perdesaan menyejajarkan posisinya dengan

    perkotaan antara lain akibat kualitas sumberdaya manusia dan ketersediaan

    infrastruktur. Kualitas suberdaya manusia di perdesaan mengalami

    perkembangan yang sangat lamban. Hal ini mengakibatkan terjadinya

  • 2

    kecenderungan adannya arus urbanisasi masyarakat perdesaan yang tidak

    hanya dilakukan oleh sumberdaya yang berkualitas rendah, tetapi juga SDM

    berkualitas cukup tinggi dari perdesaan menuju perkotaan (Rustiadi, 2007 :

    32-33-34). Terjadinya arus urbanisasi masyarakat desa ke kota diakibatkan

    karena kurang pemerataannya pembangunan yang dilakukan oleh

    pemerintah.

    Bertumpunya kawasan-kawasan industri di kota-kota besar

    menyebabkan arus urbanisasi masyarakat desa tidak terbendung. Tingginya

    arus urbanisasi masyarakat ke desa menuju kota-kota besar sudah terjadi di

    Kabupaten Purworejo, banyak masyarakat perdesaan migrasi keluar daerah

    untuk mencari pekerjaan. Realita ini terjadi jika melihat daerah-dearah

    perdesaan sudah jarang anak usia produktif tinggal di desa. Pembangunan

    perdesaan sebagai produsen hasil pertanian masih kurang optimal

    dibandingkan pembangunan perkotaan sebagai pusat kegiatan dan

    pertumbuhan ekonomi, telah mendorong aliran sumber daya dari

    wilayah perdesaan ke wilayah perkotaan secara tidak seimbang.

    kesenjangan sosial dan kehidupan masyarakat desa dan kota yang semakin

    melebar

    Lahirnya undang- undang otonomi daerah merupakan kembalinya

    kedaulatan di tangan rakyat atau lebih dikenal dengan demokrasi. Otonomi

    daerah memiliki tujuan untuk meningkatkan keterlibatan serta partisipasi

    masyarakat dalam proses pembuatan keputusan maupun implementasinya

    dan membangun kesalingpercayaan antara masyarakat di satu pihak dan

  • 3

    antara masyarakat dengan pemerintah dipihak lain (Rozaki, 2004 : 3-4).

    Lahirnya otonomi ini, daerah kemudian bergeliat menyambut konsep

    Agropolitan yang lebih komprehensif dalam pengembangan wilayah. UU

    No. 22 Tahun 1999 membuat pola interaksi di masyarakat semakin dinamis.

    UU ini menegaskan bahwa beralihnya kekuasaan dari sentralistik menuju

    desentralisasi. Transformasi wewengan dari pusat ke daerah (desentralisasi)

    dan demokratisasi sebagai bagian dari perubahan politik di Indonesia dan

    negara Asia lainnya berdampak terhadap perencanaan pembangunan

    perdesaan yaitu bagaimana mengikutsertakan pembangunan kapasitas lokal

    (local capasity building) dan partisipasi masyarakat dalam suatu program

    yang menumbuhkan manfaat mutual bagi masyarakat perdesaan dan

    perkotaan (Rustiadi, 2007 : 92)

    Pembangunan lokal berkelanjutan yang dilakukan di kawasan

    pedesaan dimunculkan oleh Friedman dan Douglas (1975) yang

    menawarkan konsep Agropolitan sebagai kritik dari tricle down effect, yang

    menegaskan pembangunan di pusat-pusat perkotaan agar hasilnya bisa

    menetes ke pedesaan (Buletin Cipta Karya, 2007:1). Pengembangan

    Agropolitan merupakan suatu pendekatan pembangunan kawasan-

    Kawasanmelalui prinsip pengembangan wilayah (melibatkan penataan

    ruang, kelembagaan, infrastruktur, dan permodaalan) keterpaduan dan

    pemberdayaan masyarakat (kemitraan dan partisipasi masyarakat).

    Pengembangan pusat pertumbuhan yang bertumpu pada penguatan ekonomi

  • 4

    lokal secara kongkrit diwujudkan dengan pengembangan kelompok

    masyarakat (klaster) pada sebuah Kawasan Agropolitan

    Konsep Agropolitan menjadi peluang untuk mengembangkan sektor

    agribisnis dan potensi unggulan Kabupaten Purworejo. Pemerintah

    Kabupaten membentuk Kawasan Agropolitan Bagelen melalui melalui

    Keputusan Bupati Purworejo Nomor : 188.4 / 13 / 2007 tentang penetapan

    lokasi Kawasan Agropolitan Bagelen Kabupaten Purworejo. Agrobisnis

    adalah bisnis yang berbasis pertanian yang dilaksanakan secara terpadu

    mulai dari hulu sampai hilir sesuai dengan sistem-sistem input produksi dan

    keluaran input (Pasaribu, 2012:19). Sektor agribisnis merupakan lapangan

    kerja yang berperan besar dalam penurunan tingkat penganguran (Downey

    dan Erickson, 1987: 5)

    Pada tanggal 1 Oktober 2010 diresmikan Sub Terminal Agrobisnis

    (STA) di Kecamatan Purwodadi oleh pemerintah. Dalam keputusan Bupati

    ini menimbang bahwa beberapa wilayah diprioritaskan untuk dikembangkan

    menjadi menjadi Kawasan Agropolitan yang meliputi satuan wilayah

    pengembang I meliputi Kecamatan Kaligesing dan satuan wilayah

    pengembang III yaitu Kecamatan Purwodadi, Bagelen dan Ngombol.

    Kawasan Agropolitan Bagelen mencakup delineasi seluas kurang lebih

    20.231 (dua puluh ribu dua ratus tiga puluh satu) hektar. Kawasan

    Agropolitan Bagelen terbagi menjadi empat wilayah Agropolitan (klaster)

    yang dibagi menurut Kecamatan, antara Kecamatan Bagelan dengan klaster

  • 5

    durian, Purwodadi gula kelapa dan ikan laut, Kecamatan. Ngombol klaster

    padi organik, dan Kaligesing klaster Kambing Peranakan Etawa (PE).

    Potensi unggulan yang terdapat di Agropolitan Bagelen antara lain

    produk padi yang berupa gabah dari kota tani Purwodadi - Ngombol,

    produksi sayuran cabe lokal yang terdapat di Purwodadi - Bagelen, buah-

    buahan seperti durian, manggis, pisang, rambutan dan mangga di Bagelen,

    Kambing etawa (PE) yang berkembang pesat di Kawasankota tani

    Somongari, potensi ikan laut di Purwodadi Ngombol dan Kelapa sebagai

    produk perkebunan yang tumbuh tersebar di Kawasan Agropolitan. Produk

    dari tanaman kelapa merupakan potensi yang sangat besar di Kabupaten

    Purworejo.

    Kabupaten Purworejo merupakan daerah selatan jawa yang mempunyai

    potensi kelapa sangat besar. Luas Perkebunan Kelapa di Kabupaten

    Purworejo +893,510 ha dengan produksi rata-rata 12.117.319 ton per tahun.

    Gula kelapa merupakan produk unggulan di Kabupaten Purworejo yang

    harus dipertahankan. Kelapa merupakan komoditi yang memiliki pasar yang

    bagus. Kelapa mempunyai nilai ekonomi yang yang besar. Hasil olahan

    kelapa sangat bervariasi, seperti kopra, minyak kelapa, gula jawa,vco dan

    legen. Di Kabupaten Purworejo memiliki potensi olahan kelapa berupa gula

    merah. Pemasaran produk gula jawa selama ini sudah berlangsung secara

    lokal dan laur Kawasan Agropolitan.

    Arah aliran produk Kawasan Agropolitan Bagelen mengarah ke dalam

    kawasan dan ke luar kawasan. Aliran produk Agropolitan Bagelen ke dalam

  • 6

    Kawasanmelalui pasar pengumpul kemdian menuju ke pasar pengumpul

    kemudian menuju pasar utama di STA Krendetan tetapi dalam realita

    berjalannya STA Krendetan terkesan mangkrak dan belum bisa merebut

    pasar secara optimal. Optimalisasi pemasaran harus dilakukan untuk

    mengubah stigma buruk masyarakat akan keberadaan STA Krendetan.

    Kawasan Agropolitan Bagelan yang berpusat di Desa Krendetan,

    Kecamatan Purwodadi telah dibangun Sub Terminal Agrobisnis (STA).

    Bangunan terdiri dari dua selter, enam kios dan gedung kantor dengan

    menempati lahan seluas 1.500 meter persegi. Tipologi Kawasan Agropolitan

    berdasarkan analisis ekoregion (sistem pakar ) sesuai untuk pertanaman

    tanaman pangan, buah-buahan, perikanan dan ternak ruminansia. Berikut

    merupakan tabel tipologi Kawasan Agropolitan berdasarkan sub pertanian

    utama dan persyaratan agroklimatnya

    Tabel 1.1 Tipologi Kawasan Agropolitan Bagelen (KAB)

    Sub Sektor Pertanian Utama

    Tipologi Kawasan Agropolitan Bagelen

    Agroklimat

    Tanaman pangan, buah-buahan, perikanan dan ternak ruminansia

    Dataran pesisir, dataran rendah sampai dataran sedang (kurang lebih 10-300 mdpl) dengan topografi datar hingga berbukit; tersedia sumber air yang memadai; namun perlu pengolahan sumber air bawah tanah dan perlu pengelolaan sumber air permukaan.

    Jenis tanah aluvial, regosol, latosol dan asosiasi glei humus dengan tekstur relatif gembur sampai agak lekat dan tingkat keasaman tanah netral; iklim termasuk dalam golongan agak basah (kategori C menurut klasifikasi Scmidt dan Ferguson yaitu 3 bulan kering dan 9 bulan basah

    Sumber : Riset dan penyusunan pengembangan Kawasan Agropolitan Kabupaten Purworejo Tahun 2006, Bapeda Kab Purworejo

  • 7

    Tipologi klaster Agropolitan Bagelen yang terdiri dari empat

    Kecamatan memiliki karakteristik ruang wilayah yang bervariasi.

    Karakteristik keruangan ini meliputi perbukitan, dataran perkotaan (yang

    terlewati jalur utama Yogyakarta - Jakarta ) dan pesisir. Karakteristik ruang

    wilayah perbukitan meliputi klaster yang berada di Kecamatan Kaligesing

    dan Bagelen, dataran perkotaan meliputi klaster yang terdapat

    Kawasanpurwodadi dan pesisir yang terdapat di klaster Kecamatan

    Ngombol.

    Keberadaan klaster di dalam Kawasan Agropolitan Bagelen sebagi

    suatu tempat dimana akan melakukan segala kegiatannya. Dalam suatu

    Kawasanpasti ada yang disebut interaksi, seperti interaksi manusia dengan

    alam sekitar, interaksi antar wilayah industri, dan interaksi antar klaster.

    Pergerakan ini terjadi sebagai salah satu bentuk aktivitas manusia. Interaksi

    antara wilayah industri dengan wilayah lain merupakan suatu kebutuhan

    untuk mendukung tetap berjalannya program Agropolitan Bagelen, dimana

    sektor-sektor yang berpengaruh dalam kegiatan industri ini bergantung

    kepada tiga sektor yaitu bahan baku, tenaga kerja dan pemasaran.

    Interaksi merupakan suatu proses sosial, proses ekonomi, proses

    budaya maupun proses politik yang terjadi karena berbagai faktor dan unsur

    yang ada dalam satu Kawasan(hubungan timbal balik antar klaster). Suatu

    Kawasan tidak akan tumbuh sendiri tetapi juga tumbuh untuk klaster-

    klaster. Interaksi yang terjadi dalam suatu Kawasanmerupakan salah satu

    bentuk konektivitas yang terjadi. Konektivitas dalam satu Kawasanterjadi

  • 8

    melalui konektivitas fisik dan sosial. Konektivitas fisik terkait dengan

    interaksi spasial, jaringan tranportasi dan ketergantungan ekologis antar

    klaster. Konektivitas sosial dapat terjadi melalui interksi sosial, komunikasi

    dan jaringan antar klaster.

    Konektifitas fisik dan sosial dengan klaster lain masih sangat

    dibutuhkan untuk kelangsungan proses Agropolitan, karena untuk

    memenuhi sebagian kebutuhan bahan baku, tenaga kerja ahli dan sistem

    pemasaran masih bergantung dengan wilayah lain diluar wilayah industri itu

    sendiri. Dalam kacamata lebih luas bahwa konektivitas dibutuhkan untuk

    percepatan dan perluasan pembangunan pembangunan indonesia sangat

    tergantung pada kuatnya drajad konektivitas ekonomi nasional (intra dan

    inter wilayah) maupun konektivitas ekonomi Internasional Indonesia dengan

    pasar Internasional, konsep ini tercantum dalam dokumen MP3EI.

    Konektivitas merupakan integrasi dari sistem tranportasi, pengembangan

    wilayah, teknologi informasi dan komunikasi. Integrasi dari konsep ini

    untuk mewujudkan konektevitas yang efektif, efisien dan terpadu. Dengan

    melihat konsep ini bahwa konektivitas intra dan inter wilayah dalam

    Kawasan Agropolitan sangat dibutuhakan dalam percepatan pengembangan

    kawasan.

    Konsep Freidman tentang Agropolitan dan diaplikasikan melalui

    proyek Agropolitan oleh pemerintah untuk pembangunan pedesaaan, tapi

    banyak proyek Agropolitan dibeberapa daerah mengalami kegagalan dan

    perlu evaluasi seperti di daerah Musi rawas, Bangka bahkan Agropolitan

  • 9

    Purworejo. Kegagalan proyek Agropolitan oleh pemerintah disebabkan

    karena pemerintah kurang memahami kondisi fisik dan realita sosial yang

    terjadi di masyarakat. Pemerintah cenderung menyelesaikan infrastruktur

    stasiun terlebih dahulu daripada konektifitas fisik-sosial dan pembentukan

    masyarakat dalam Kawasan Agropolitan.

    Berdasarkan permasalahan diatas menarik untuk diangkat dalam

    penelitian tentang Model Konektivitas Produsen Intra dan Inter Klaster

    Produksi di Kawasan Agropolitan Bagelen, Kabupaten Purworejo.

    Model Konektifitas merupakan sebuah gambaran keterhubungan antara

    produsen dalam satu lingkup klaster dan hubungan produsen dengan klaster

    yang lain di dalam Kawasan Agropolitan. Penelitian model konektifitas ini

    berfokus pada fisik wilayah dan sosial masyarakat yang terdapat dalam

    Kawasan Agropolitan. Model konektifitas yang terdapat di sebuah Kawasan

    Agropolitan merupakan hal utama yang harus dilihat karena terkait

    hubungan produsen dalam dan antar klaster di Kawasan Agropolitan.

    1.2 Rumusan Masalah

    Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan pertanyaan

    penelitian sebagai berikut :

    1. Bagaimana karakteristik produsen yang ditinjau dari aspek fisik wilayah,

    sosial masyarakat dan konektivitas yang terjadi dalam (intra) dan antar

    (inter) klaster produksi di Kawasan Agropolitan Bagelen, Kabupaten

    Purworejo?

  • 10

    2. Seperti apa model konseptual konektifitas intra dan inter klaster yang

    terjadi di dalam Kawasan Agropolitan Bagelen?

    1.3 Tujuan Penelitian

    1. Menggambarkan model konseptual konektifitas intra dan inter klaster

    yang terjadi di dalam Kawasan Agropolitan Bagelen.

    2. Memperbaiki sistem Kawasan Agropolitan Bagelen dan Kawasan

    Agropolitan di daerah lain yang belum berjalan.

    1.4 Batasan dan Ruang Lingkup

    1. Ruang lingkup wilayah studi adalah klaster-klaster produksi yang

    termasuk dalam Kawasan Agropolitan Begelen yang terdiri dari sentra-

    sentra produksi unggulan. Cakupan sentra produksi ini terdiri dari

    desa/dusun yang memiliki keunggulan dalam produksi (seperti kambing

    ettawa, gula kelapa dan pertanian)

    2. Ruang lingkup materi adalah untuk mengetahui konektivitas intra dan

    inter klaster produksi dalam Kawasan Agropolitan yang ditinjau dari

    aspek fisik wilayah dan sosial kemasyarakatan. Output dari penelitian ini

    akan menggambarkan model konseptual konektivitas yang terjadi dalam

    Kawasan Agropolitan Bagelen.

    1.5 Manfaat Penelitian

    Konsep Agropolitan merupakan salah satu pendekatan dalam

    pengembangan wilayah yang membutuhkan dukungan dan pengembangan

    dari masyarakat. Konektivitas merupakan landasan yang harus dibangun

  • 11

    dalam pengembangan Kawasan Agropolitan Bagelen. Oleh karenannya

    penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat :

    1. Sebagai masukan konsep pengembangan wilayah perdesaan secara

    menyeluruh, khususnya pada Kawasanpedesaan di Indonesia yang

    mempunyai karakteristik beragam.

    2. Sebagai dasar memperbaiki model konektivitas fisik-sosial antar klaster

    produksi di Kawasan Agropolitan Bagelen

    3. Sebagai masukan dan pengembangan Kawasan Agropolitan lainya.

    1.6 Keaslian Penelitian

    Penelitian yang sejenis dengan kajian tentang Agropolitan yang sudah

    dilakukan adalah Kajian Konsep Agropolitan di Kota Batu Kabupaten

    Malang (Wara Indira Rukmi ; MPKD, 2000). Penelitian ini bertujuan

    melihat konsep Agropolitan realistis empiris di kota batu. Selain itu juga

    terdapat penelitian Pengembangan Kawasan Agropolitan Kalibawang

    Kabupaten Kulon Progo (Adrial Markus Koynya ; MPKD, 2005). Penelitian

    ini mendeskripsikan tentang intervensi pemerintah dalam penyediaan sarana

    dan prasarana terhadap perkembangan sektor pertanian di Kawasan

    Agropolitan.