Upload
others
View
16
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
AHL AL-SUNNAH WA AL-JAMĀAH PERSPEKTIF SAID AQIL SIROJ
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin Program Studi Aqidah dan Filsafat Islam, Sebagai
Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S. Ag.)
Oleh:
Nama: Aprido
NIM: 11140331000039
PROGRAM STUDI AQIDAH DAN FILSAFAT ISLAM
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1441 H / 2019M
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING
AHL AL-SUNNAH WA AL-JAMĀAH PERSPEKTIF SAID AQIL SIROJ
Skripsi
Diajukan ke Fakultas Ushuluddin Untuk Memenuhi
Persyaratan Gelar Sarjana Agama (S. Ag)
Oleh:
Aprido
NIM: 11140331000039
PROGRAM STUDI AQIDAH DAN FILSAFAT ISLAM
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULAH
JAKARTA 1441/2019 M
LEMBAR PERNYATAAN
Yang bertandatangan di bawah ini:
Nama : Aprido
Tempat, TanggalLahir : Sungairambai, 01 April 1995
NIM : 11140331000039
Program Studi/ Univ. : Aqidah dan Filsafat Islam UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
JudulSkripsi : Ahl Al-Sunnah Wa Al-Jamāah Perspektif Said Aqil Siroj
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu
persyaratan memperoleh gelar Strata 1 (S1) di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi
yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 28 November 2019
v
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN
Arab
ا
ب
ت
ث
ج
ح
خ
د
ذ
ر
ز
س
ش
ص
ض
Indonesia
a
b
t
ts
j
ḥ
kh
d
dz
r
z
s
sy
sh
dl
Inggris
a
b
t
th
j
ḥ
kh
d
dh
r
z
s
sh
ṣ
ḍ
Arab
ط
ظ
ع
غ
ف
ق
ك
ل
م
ن
و
ه
ء
ي
ة
Indonesia
th
zh
‘
gh
f
q
k
l
m
n
w
h
y
h
Inggris
ṭ
ẓ
‘
gh
f
q
k
l
m
n
w
h
y
h
Vokal Pendek
Arab Latin
A أ
I إ
U ا
vi
Vokal Panjang
Arab Indonesia
Ā آ
Ī إِىْ
Ū اوْ
Diftong
Arab Indonesia
Au أو
Ai أي
Kata Sandangal- (ال)
Arab Indonesia
-al ال
-wa al وال
vii
ABSTRAK
Ahl Al-Sunnah Wa Al-Jamāah Perspektif Said Aqil Siroj adalah orang yang
memeliki metode berpikir relegius yang mencakup semua aspek kehidupan
berdasarkan fondasi moderasi, menjaga keseimbangan dan toleransi. Ahl Al-Sunnah
Wa Al-Jamāah adalah sekolah yang akan menjadi Manhaj al-Fikr, karena itu hanya
menemukan jalan tengah di antara berbagai aliran. Ahl Al-Sunnah Wa Al-Jamāah
tidak ada Batasan dan ketentuan yang harus sama dengan Imam Abu Hasan al-As’ary
atau al-Maturidi tetapi pilar-pilar Ahl Al-Sunnah Wa Al-Jamāah memahami ini harus
ada perbedaan dan pendapat dalam menafsirkan sumber agama agar tidak menjadi
jurang selama masih memegang Rukn (Ahl Al-Sunnah Wa Al-Jamāah) yaitu keilahian
(uluhiyah), Rasul (nubuwah) dan akhirnya (al-Ma’d). Paham Ahl Al-Sunnah Wa Al-
Jamāah mengikuti salah satu mazhab empat: Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali.
Said Aqil Siroj memberikan kritik dan mendekonstruksi pemaknaan Ahl al-
Sunnah Wa al-Jamaãh yang dianggap terlalu baku dan belum terbukti. Apalagi
terminologi Ahl al-Sunnah Wa al-Jamaãh sebagai suatu madzhab muncul belakangan,
jauh setelah Nabi Muhammad wafat. Sedangkan orang-orang yang mengikuti sunnah,
pada zaman Imam empat Madzhab menamai dirinya sebagai Ahlul Hadīs (Bukan
salafiyyin)
Walaupun banyak orang yang mengklaim dirinya bermadzhab Ahl al-Sunnah Wa
al-Jamaãh, dalam artian, karena orang tersebut mengikuti Imam yang empat, namun
jika kita meneliti sejarah, apakah Imam yang empat dalam kitabnya
memproklamasikan diri sebagai Ahl al-Sunnah Wa al-Jamaãh. Inilah yang menjadi
kritik dasar Said Aqil Siroj dalam skripsi ini. Dengan demikan perlulah menelaah
definisi dan melakukan reinterpretasi kembali terhadap konsep Ahl al-Sunnah Wa al-
Jamaãh.
viii
KATA PENGANTAR
“Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang.”
Segala Puji serta rasa syukur yang sangat mendalam penulis panjatkan kepada
Allah SWT. Tuhan Yang Maha Menguasai segala sesuatu, di bumi maupun di langit.
Yang Maha Memudahkan segala urusan hamba-Nya. Karena atas kuasa-Nyalah
penulis akhirnya dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muḥammad
SAW. Yang telah memberikan tauladan bagi umat manusia dengan perilaku al-
Qur‟an-Nya. dan atasizin-Nya pula ia memiliki keistimewaan untuk dapat
memberikan syafaat kepada umatnya.
Pada dasarnya, penulisan skripsi ini merupakan suatu responitas perdebatan
yang terjadi pada bidang aqidah. Aspek yang pertama kali dipersoalkan adalah
tentang lahirany Ahl Al-Sunnah Wa Al-Jamāah. Hal ini berkaitan dengan upaya
manusia dalam memahami keaqidahan. Oleh karena itu, penulis menulis skripsi yang
berjudul “Ahl Al-Sunnah Wa Al-Jamāah Perspektif Said Aqil Siroj”. Semoga
skripsi ini dapat dijadikan sebagai bahan pembelajaran dalam memahami kedudukan
Ahl Al-Sunnah Wa Al-Jamāah.
Penulisan skripsi ini tentu melibatkan berbagai pihak yang turut membantu dari
awal proses penulisan hingga terselesaikannya skripsi ini. Oleh karena itu, penulis
juga ingin menyampaikan terimakasih kepada:
1. Dr. Arrazy Hasyim, M.A sebagai Dosen Pembimbing Skripsi terbaik bagi
penulis. Terimakasih telah meluangkan banyak waktunya untuk
ix
membimbing, menasehati, sekaligus memberikan gagasan-gagasannya
kepada penulis. Sehingga penulisan skripsi ini bisa terselesaikan dengan
baik.
2. Prof. Dr. Hj. Amany Burhanuddin Umar Lubis, Lc., M.A. Selaku Rektor
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Dr. Yusuf Rahman, MA. Selaku Dekan Fakultas Ushuluddin Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Dra. Tien Rohmatin, MA. Selaku Ketua Jurusan Aqidah dan Filsafat Islam
beserta jajarannya. Mereka sangat setia mengarahkan penulis dalam
mengurus segala keperluan untuk menyelesaikan penulisan skripsi ini.
5. Dra. Banun Binaningrum, M.Pd. Selaku Sekretaris Jurusan Aqidah dan
Filsafat Islam Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
6. Dr. Edwin Syarif, M. Ag. Selaku pembimbing Akademik yang telah
memberikan banyak wawasan dan nasehat, dalam menentukan konsep yang
akan dibahasn dalam skripsi ini.
7. Seluruh Dosen dan Guru Besar Fakultas Ushuluddin yang telah
memberikan begitu banyak pengetahuan sekaligus bimbingannya.
8. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada para pimpinan dan segenap
civitas akademik Fakultas Ushuluddin, segenap Staf Perpustakaan Fakultas
Ushuluddin dan Perpustakaan Utama Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta yang turut membantu penulis dalam menemukan
buku-buku referensi untuk menyelesaikan penulisan skripsi ini.
x
9. Terimakasih sebesar-besarnya kepada keluarga penulis, khususnya kedua
orang tua penulis yang telah membesarkan dan mendidik penulis dengan
kasih sayang, perjuangan, dan pengorbanan yang begitu luar biasa.
Teruntuk Ayahanda tercinta, Baidawi yang telah menanamkan semangat
berjuang, yang selalu mendampingi penulis sampai akhir penulisan skripsi
ini. Teruntuk Ibunda tercinta Sarinah, yang selalu memberikan doa
terbaiknya di setiap langkah penulis. Semoga Allah SWT senantiasa
memberikan umur panjang dan kesehatan.
10. Kepada kakak-kakak penulis, Sides, Jon Hendri, Romantis, Rudini,
Bharuddin yang selalu memberikan semangat, nasehat yang sangat berarti
bagi penulis. Serta kepada adik penulis, Putri Hariyanti. Terimakasih untuk
doa, semangat, dan dukungannya kepada penulis selama proses
penyelesaian skripsi ini.
11. Teman-teman terbaik penulis di Aqidah dan Filsafat Islam Angkatan 2014.
12. Kepada temen-temen Andri Tio Pradipta, Bowo, Inyong, Ais, Gingko, M.
Fadli, M. Husen, Heri, Husna, Dadan, Bahal, Pa’ce, Boim, Mirza, Buaya,
Abdillah, Syifa, Benjol, Sayuti, Sholihin, Muhda. Terima kasih karena
telah memberikan support.
13. Terimaksih kepada temen-temen di organisasi Jaringana Indonesia Muda,
Lembaga Kajian Strategi Pembangunan Pemerintah, Kesatuan Angkatan
Muda Sriwijaya, Ikatan Keluarga Mahasiswa Jakarta, KOMFUSPERTUM,
PB BMKJ, yang telah memberikan semangat dan gairah baru untuk
melanjutkan perjuangan.
xi
Akhir kata, penulis berharap semoga Allah SWT. Selalu membimbing
langkah kita menuju jalan yang benar dan diridhai-Nya. Āmīnyā Rabb al-
„ālamīn.
Jakarta, 28 November 2019
Aprido
xii
DAFTAR ISI
LEMBAR JUDUL ........................................................................................... i
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................. ii
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................. iii
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ........................................ iv
LEMBAR PEDOMAN TRANSLITERASI .................................................... v
LEMBAR ABSTRAK .................................................................................... vii
LEMBAR KATA PENGANTAR ................................................................... viii
DAFTAR ISI ................................................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1
A. Latar Belakang .............................................................................. 1
B. Batasan dan Rumusan Masalah ...................................................... 6
C. Tujuan Penelitian .......................................................................... 6
D. Manfaat Penelitian ......................................................................... 7
E. Tinjauan Pustaka ............................................................................ 7
F. Metode Penelitian........................................................................... 8
G. Sistematika Penulisan ................................................................... 10
BAB II SEJARAH PERKEMBANGAN TEOLOGI ISLAM .................... 11
A. Pengertian Teologi Islam ............................................................... 11
B. Perkembangan Aliran-Aliran Teologi Islam .................................. 13
C. Teologi Ahl al-Sunnah Wa al-Jamaah ........................................... 24
BAB III BIOGRAFI SAID AQIL SIROJ .................................................... 28
A. Biografi Said Aqil Siroj ................................................................. 28
B. Riwayat Pendidikan ....................................................................... 31
C. Karya-Karya ................................................................................... 41
xiii
BAB IV ISU-ISU TEOLOGI ISLAM SAID AQIL SIROJ ........................ 44
A. Teologi Ahlu al-Sunnah wal al-Jamaah Menurut Said Aqil Siroj.. 44
B. Perselisihan NU Menurut Saiq Aqil Siroj ...................................... 45
C. Ahl Al-Sunnah Wa Al-Jamāah Perspektif Said Aqil Siroj ............. 48
BAB V PENUTUP .......................................................................................... 67
A. Kesimpulan………………………………………………………. 67
B. Kritik dan Saran ............................................................................. 68
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………. 69
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Teologi merupakan nama lain dari ilmu tauhid, kata teologi merupakan
perpaduan dari Theos yang berarti Tuhan dan logos yang berarti ilmu, secara
terminologi, teologi merupakan ilmu untuk mengetahui tentang Tuhan dan ajaran-
ajarannya. Berbeda dari ilmu fiqh yang kajiannya adalah ilmu hukum dan praktik
agama, ilmu teologi adalah ilmu yang membahas tentang rukun iman dan rukun
Islam. ilmu teologi juga disebut sebagai ilmu uṣuluddīn, ilmu tauhid, ilmu aqidah,
dan ilmu kalam. Pada intinya ilmu tersebut adalah sebuah ilmu yang membahas
pokok-pokok agama, ajaran dan doktrin inti dari agama Islam sebab didalam ilmu
teologi inilah masalah-masalah yang berkaitan dengan prinsip agama dan filsafat
keimanan dikaji secara mendalam1.
Dari segi sejarahnya, perkembangan teologi Islam hadir karena adanya 2
faktor, yaitu: 1. Faktor internal, 2. Faktor eksternal. Faktor internal adalah
disebabkan dari dalam umat Islam itu sendiri, baik karena politik atau karena
kebutuhan mendesak dari umat Islam sendiri untuk menjawab persoalan-persoalan
akidah yang kompleks. Dari faktor eksternalnya lebih kepada sikap defensif umat
Islam dalam membentengi akidah Islam dari serangan para musuh Islam. Dari
segi politik, Ilmu kalam lahir saat situasi politik umat Islam sedang memanas.
Dimana saat itu muncul firqah-firqah politik yang saling memperebutkan
kekuasaan. Seperti Syi’ah, golongan Mu’awiyah, golongan Khawarîj dan
1 Ahmad Hanafi, Teologi Islam : Ilmu Kalam, (Jakarta: Bulan Bintang, 2010), h. 4
2
golongan tengah yang dipelopori oleh Ibn Umar. Kesemua golongan ini, mereka
saling mengklaim diri mereka paling benar dan merasa lebih berhak sebagai
penerus risalah kenabian (Islam) dan menganggap lawan-lawan mereka sebagai
orang menyimpang dan yang paling ekstrim menuduh orang diluar kelompoknya
sebagai orang kafir.
Selain politik, teologi juga muncul pada saat Islam mengalami masa-masa
kritis dalam menghadapi tantangan zaman yang berubah dan masyarakat Islam
yang semakin berkembang pesat. Ketika Islam telah berhasil melebarkan
sayapnya keseluruh jazirah Arab bahkan sampai ke tanah Persia, dan agama Islam
mulai dipeluk oleh orang Arab maupun non Arab, maka mulai munculah
persoalan baik mengenai soal-soal akidah maupun fiqh yang kompleks dan rumit
disebabkan perkembangan peradaban dan masyarakat Islam. Untuk menjawab
kebutuhan pada persoalan-persoalan akidah Islam dan menjaga agar akidah Islam
tetap murni dan tak tercampur aduk dengan kepercayaan agama lain yang dibawa
oleh orang-orang non Arab, maka para ulama mulai menyusun dan membakukan
secara sistematis mengenai Aqidah Islam2.
Kemudian, persoalan mengenai penafsiran dogma dan teks kitab suci al-
Qur’an ini telah melahirkan sekte-sekte atau firqah Aqidah yang banyak, seperti
Khawarîj, Murji’ah, Mu’tazilah, Asy’āriyah, Matūridiah, Kullabiyah, Syi’ah.
Tokoh tokoh seperti Abū Hāsan Al-Asy’āri, Huzail bin Allaf, Syaikh Mufid,
Syarif Murtadha adalah segelintir tokoh yang berperan besar dalam
mengembangkan dalam disiplin ilmu ini.
2Abdul Aziz Dahlan, Sejarah Perkembangan Pemikiran Dalam Islam: Bagian 1 pemikiran
teologis, (Jakarta: Beunebi Cipta, 1987) h. 20
3
Bukan hanya sebagai sebuah ilmu dan ajaran agama, Teologi atau aqidah
adalah sebuah world view bagi umat Muslim, sebab dalam rumusan teologi ini,
segala macam prinsip hidup dan pandangan seorang muslim telah diatur secara
komperhensip. Salah satu paham teologi yang berkembang pesat di dunia dan juga
di Indonesia khususnya adalah Ahl Al-Sunnah Wa Al-Jamāah.
Ahl Al-Sunnah Wa Al-Jamāah atau biasa yang disebut sebagai (aswaja) adalah
suatu firqah atau aliran dalam Islam yang berlandaskan pada al-Qur’an dan al- al-
Hadis secara murni dan menjalankannya secara konsekuen. Karena konsekuen
dalam menjalankan al-Qur’an dan Ahl Al-Sunnah Wa Al-Jamāah dianggap
sebagai teologi Islam yang murni dan pemikiran keagamaan yang benar, sebab
para penganut faham Ahl Al-Sunnah Wa Al-Jamāah menganggap bahwa
ajarannya berdiri untuk mewariskan sunnah Rasulallah dan juga menjaga tradisi
generasi salaf di masa lalu.
Dalam teologi Ahl Al-Sunnah Wa Al-Jamāah, karakteristik yang menjadi khas
bagi Ahl Al-Sunnah Wa Al-Jamāah adalah penalaran rasional dalam bidang aqidah
dan keterpautan pada teks agama. sehingga Ahl Al-Sunnah Wa Al-Jamāah,
meyakini bahwa antara teks keagamaan dan juga akal manusia tidak bertentangan,
bahkan saling menguatkan.3
Yang membedakan antara Ahl Al-Sunnah Wa Al-Jamāah dan Mu’tazilah
adalah dalam metodologi kalam. Jika dalam hal teologi Mu’tazilah lebih condong
pada penggunaan akal, Ahl Al-Sunnah Wa Al-Jamāah walau mengakui otoritas
akal tetapi tidak menafikan bahwa Wahyu adalah sarana tertinggi dalam ajaran
3 Said Aqil Siroj, Ahlussunnah wal Jamaah: Sebuah Kritik Historis, (Jakarta: Pustaka
Cendekia Muda, tanpa tahun) h. 83.
4
Islam. Ahl Al-Sunnah Wa Al-Jamāah juga tetap menjunjung tradisi Nabi (sunnah)
yang merupakan salah satu unsur penting dalam ajaran Islam.
Keyakinan terhadap keunggulan nash dan sunnah nabi inilah yang membuat
Ahl Al-Sunnah Wa Al-Jamāah dianggap sebagai aliran yang secara resmi menjadi
pewaris tradisi Muhammad.4
Said Aqil Siroj, beliau adalah kyai besar sekaligus sebagai ketua umum
Nahdlatul Ulama. Beliau adalah salah satu orang yangmencoba memberikan hal
baru dan mendekonstruksi pemaknaan Ahl Al-Sunnah Wa Al-Jamāah yang
dianggap terlalu baku dan belum terbukti. Apalagi terminologi Ahl Al-Sunnah Wa
Al-Jamāah sebagai suatu madzhab muncul belakangan, jauh setelah Nabi
Muhammad wafat. Sedangkan orang-orang yang mengikuti sunnah, pada zaman
Imam empat Madzhab menamai dirinya sebagai Ahlul Hadis.
Walaupun banyak orang yang mengklaim dirinya bermadzhab Ahl Al-Sunnah
Wa Al-Jamāah, dalam artian, karena orang tersebut mengikuti Imam yang empat,
namun jika kita meneliti sejarah, apakah Imam yang empat dalam kitabnya
memproklamasikan diri sebagai Ahl Al-Sunnah Wa Al-Jamāah?
Jikalau Ahl Al-Sunnah Wa Al-Jamāah adalah orang yang mengikuti Nabi dan
al-Qur’an, semua umat Islam mengikuti sunnah Nabi dan al-Qur’an. Jikalau apa
yang dinamakan Ahl Al-Sunnah Wa Al-Jamāah adalah yang mengakui rukun Iman
yang enam dan rukun Islam yang lima, berarti semua madzhab Islam, termasuk
Ismailiyyah, juga mengakui rukun Iman dan rukun Islam secara literal sbagai
mana Ahl Al-Sunnah Wa Al-Jamāah (walau memiliki interpretasi yang berbeda)
4 Siroj, Ahlussunnah wal Jamaah. h. 85.
5
Karena itulah menelaah definisi dan melakukan reinterpretasi kembali
terhadap konsep Ahl Al-Sunnah Wa Al-Jamāah sangat penting menurut Said Aqil
Siroj. sebab semua pernyataan mengenai Ahl Al-Sunnah Wa Al-Jamāah
sebagaimana diurai diatas masih sebatas klaim semata5.
Yang menjadi persoalan adalah apakah Ahl Al-Sunnah Wa Al-Jamāah hadir
sebagai suatu firqah atau madzhab yang baru? Jikalau dijawab pada masa Nabi
Muhammad, apakah itu berarti nabi Muhammad telah mendirikan sebuah sekte
dalam agama? padahal dalam sebuah Hadīs Rasulallah mengatakan bahwa
kerusakan umat disebabkan banyaknya sekte-sekte (millah), maka dapat
diketahui, bahwa mustahil Rasulallah sendiri yang mendirikan sekte.
Sedangkan tujuan beliau diutus oleh Allah adalah untuk menegakkan agama
Allah (Islam) bukan untuk menciptakan sekte di dalam agama. kondifikasi
madzhab yang bernama Ahl Al-Sunnah Wa Al-Jamāah itu sendiri belum terdengar
pada masa khulafa ar-rasyidin perpecahan perpecahan kubu Ali dan Muawiyah.
Hal ini justru malah menunjukan bahwa Ahl Al-Sunnah Wa Al-Jamāah pada masa
itu bukanlah suatu firqah atau madzhab Aqidah seperti sekte Islam yang telah
memecah-mecah jamaah seperti Syi’ah, Khawarîj dan sebagainya, tetapi Ahl Al-
Sunnah Wa Al-Jamāah sebagai thariqah atau jalan yang merupakan cara dan
tradisi keagamaan yang dijaga oleh para salaf dan ulama Islam.
Skripsi ini membahas tentang pandangan . Yang menjadi persoalan dalam
pembahasan kali ini adalah mengenai pandangan Said Aqil Siroj mengenai teologi
Islam, pemikiran tasawuf, dan perkembangan Ahl Al-Sunnah Wa Al-Jamāah bagi
Said Aqil Siroj, pembentukan firqah teologi Ahl Al-Sunnah Wa Al-Jamāah yang
5 Siroj, Ahlussunnah wal Jamaah. h. 87.
6
digawangi oleh Abu Hasan Al-Asy’āri, Mansur Al-Matūridi dan juga Ibn
Taimiyah yang mengkondifikasikan firqah Salafi menunjukan bahwa kondifikasi
Ahl Al-Sunnah Wa Al-Jamāah sebagai madzhab Aqidah dan teologi justru
belakangan, bukan pada masa awal Islam. maka Skripsi ini kami Beri judul: AHL
AL-SUNNAH WA AL-JAMĀAH PERSPEKTIF SAID AQIL SIROJ
B. Batasan dan Rumusan Masalah
Dalam skripsi ini, penulis membatasi pada pembahasan mengenai Ahl Al-
Sunnah Wa Al-Jamāah Perspekktif Said Aqil Siroj. Oleh karena itu, pandangan-
pandangan mengenai objek studi lain tidak dibahas dalam skripsi ini karena
kurang relevan dengan penelitian yang akan dilakukan.
Pembahasan yang akan diangkat yang berkaitan tentang Ahl Al-Sunnah Wa
Al-Jamāah Perspekktif Said Aqil Siroj. Agar pembahasan tidak melebar, maka
perlu dirumuskan sebagai berikut: bagaimana pandangan Said Aqil Siroj tentang
Ahl Al-Sunnah Wa Al-Jamāah Perspektif Said Aqil Siroj ?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian skripsi ini adalah:
1. Tujuan ilmiah, yaitu untuk mengetahui dan mendalami materi Ahl Al-
Sunnah Wa Al-Jamāah Perspektif Said Aqil Siroj.
2. Tujuan akademik, yaitu untuk memenuhi tugas akademik yang merupakan
syarat dan kewajiban bagi setiap mahasiswa dalam rangka menyelesaikan
studi tingkat Sarjana program Strata Satu (S1) di Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta, Fakultas Ushuluddin, jurusan Aqidah dan
Filsafat Islam dengan gelar Sarjana Agama (S.Ag)
7
D. Manfaat Penelitian
Dari penelitian skripsi ini dapat diambil manfaat sebagai berikut:
1. Untuk masyarakat
a. Mengetahui dan memahami secara mendalam mengenai
implementasi Ahl Al-Sunnah Wa Al-Jamāah dan
implementasinya dalam perkembangan pemikiran keislaman
di negara kita Indonesia.
2. Untuk akademisi
a. Sebagai tambahan untuk sumber bacaan tentang Ahl Al-
Sunnah Wa Al-Jamāah
b. Sebagai sumber rujukan mengenai kajian Ahl Al-Sunnah Wa
Al-Jamāah.
E. Tinjauan Pustaka
Berdasarkan hasil penelusuran, penulis menemukan beberapa tulisan yang
berkaitan dengan Said Aqil Siroj, antara lain:
Pertama, Pemikiran dan Aktivitas Dakwah prof. Aqil Siroj (skripsi, 2013)
ditulis oleh Luluatu Nasyiroh mahasiswa jurusan Komunikasi dan Penyiaran
Islam fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Skripsi ini membahas tentang konsep, aktivitas, dan unsur-unsur dakwah di
Indonesia dalam pandangan Said Aqil Siroj6
Kedua, Tasawuf dalam Pandangan Said Aqil Siroj (skripsi, 2015) ditulis
oleh Fajar Maulana mahasiswa Jurusan Filsafat Agama Fakultas Ushuluddin UIN
6 Luluatu Nasyiroh, “Pemikiran dan Aktivitas Dakwah Prof Said Aqil Siroj,” (Skripsi
Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN syarif Hidayutllah Jakarta, 2013).
8
Sunan Kalijaga Yogyakarta. Skripsi ini membahas tentang Tasawuf sebagai
disiplin keilmuan dalam Islam dan praktik Spritual.7
Ketiga, Samā dalam Tradisi Tasawuf,(Jurnal 2013) ditulis langsung oleh
Said Aqil Siroj dalam jurnal ISLAMICA Volume 7. No. 2, bulan Maret 2013.
Isinya tentang sekilas pemikiran Tasawuf yang meupakan salah satu pemikiran
Said Aqil Siroj dalam ilmu tasawuf.8
Keempat, Reaktualisasi Dakwah Wali Songo: Gerak Dakwah KH Said Aqil
Siroj dalam Menebar Islam Raḥmatal lil Ālamin (Jurnal 2018) ditulis oleh Lufaefi
yang dimuat di Jurnal AQLAM IAIN Manado yang berpusat pada pemikiran
dakwah Islam menurut Said Aqil Siroj, yang merupakan aplikasi dari Islam Ahl
al-Sunnah Wa al-Jamaãh yang damai dan toleran di bumi Nusantara.9
Adapun perbedaan kajian yang akan penulis tulis dengan hasil penelitian di
atas adalah pembahasan mengenai Ahl Al-Sunnah Wa Al-Jamāah Prespektif Said
Aqil Siroj. Dengan demikian, penelitian yang akan dilakukan oleh penulis
merupakan penelitian pertama yang membahas tentang pendapat Saiq Aqil Siroj
mengenai Ahl Al-Sunnah Wa Al-Jamāah.
F. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Pengkajian/penelitian ini dapat dikategorikan ke dalam penelitian library
research (studi kepustakaan), karena obyek penelitian ini adalah literatur, yaitu
7 Fajar Muhammad. “Tasawuf Dalam Pandangan Said Aqil Siroj,” (Skripsi Fakultas
Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. 8 Said Aqil Siroj, “Sama’ Dalam Tradisi Tasawuf,” ISLAMICA, Volume 7. Nomor 2,
(Jakarta: Maret, 2013). 9 Lufaefi, “Reaktualisasi Dakwah Wali Songo: Gerak Dakwah KH Said Aqil SirojDalam
Menebar Islam Rahmatal lil Alamin,” AQLAM IAIN, (Manado: 2018).
9
mengusahakan sintesis atas buku dari karya Said Aqil Siroj sendiri, yaitu Ahl Al-
Sunnah Wa Al-Jamāah: Sebuah Kritik Historis. Penelitian ini bersifat analisis-
deskriptif-kritis yaitu dengan mengumpulkan data yang telah ada.
2. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini dibagi ke dalam dua bagian: data primer
dan data sekunder. Sumber data primernya berupa pemikiran Said Aqil Siroj, baik
yang dibukukan maupun tidak, seperti buku Ahl Al-Sunnah Wa Al-Jamāah:
Sebuah Kritik Historis. Sedangkan, sumber data sekundernya, yaitu semua buku
yang dianggap berkenaan dengan penelitian ini, baik itu secara langsung atau
tidak, terutama yang menyangkut tentang Ahl Al-Sunnah Wa Al-Jamāah
Prespektif Said Aqil Siroj.
3. Teknik Pengumpulan dan Pengolahan Data
Kemudian data yang diperoleh akan diolah dengan langkah-langkah sebagai
berikut:
a. Pengolahan data dengan cara editing, yaitu data-data yang telah dihimpun
diperiksa kembali secara cermat dari segi kelengkapan, keterbatasan,
kejelasan makna, dan pengertian, kesesuaian satu sama lain, relevansi, dan
keseragaman data.
b. Pengorganisasian data, yaitu pengaturan dan penyusunan data sedemikian
rupa, sehingga menghasilkan bahan-bahan untuk dideskripsikan.
c. Pengalisaan data yang telah terorganisir dengan merumuskan beberapa
pokok persoalan mengenai Ahl Al-Sunnah Wa Al-Jamāah. Kemudian, hasil
analisis ini diharapkan mampu menjawab beberapa pokok permasalahan
dalam penelitian ini.
10
4. Teknik Analisis Data
Setelah semuanya selesai, kemudian penulis menyajikan penelitian ini
dalam bentuk laporan atas hasil yang telah diperoleh dari penelitian tersebut.
Tentunya, dengan cara diskriptif-analisis, yaitu penulis berupaya memaparkan
secara jelas tentang hasil dari penelitian terhadap buku Ahl Al-Sunnah Wa Al-
Jamāah: Sebuah Kritik Historis.
G. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah bahasan tentang penulisan yang sistematis, maka
penulis menyusun ke dalam lima bab yang masing-masing terdiri dari sub-sub
bab, yaitu:
Bab I adalah pendahuluan. Bab ini berisi latar belakang masalah yang
menjadi alasan pelaksanaan penelitian ini, batasan dan rumusan masalah, tujuan
dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian, dan sistematika
penulisan. Hal ini penting dibahas untuk memperjelas apa masalah yang diangkat,
di mana batas masalahnya, dan bagaimana rumusannya.
Bab II berisi gambaran umum mengenai pengertian teologi Islam,
perkembangan aliran-aliran teologi dalam Islam dan Teologi Ahl Al-Sunnah Wa
Al-Jamāah.
Bab III berisi tentang biografi KH. Said Aqil Siroj, baik riwayat singkatnya,
lingkungan hidupnya, masa kecilnya, pendidikan, dan karya-karyanya.
Bab IV berisi uraian pendapat Said Aqil Siroj tentang teologi Ahl Al-Sunnah
Wa Al-Jamāah mengenai Tauhid Sifatullah, Asy’ary, dan Mu’tazilah, selain itu
bagaimana pandangan Said Aqil Siroj tentang perselisihan Nahdatul Ulama,
Mu’tazilah, Wahabi dan Ahl Al-Sunnah Wa Al-Jamāah Prespektif Said Aqil Siroj.
11
Bab V adalah penutup. Bab ini terdiri dari kesimpulan dan saran-saran.
Kesimpulan ini merupakan jawaban dari rumusan masalah. Sedangkan, saran-
saran berisi beberapa rekomendasi lanjutan tentang penelitian yang sudah
dilakukan serta memberikan kemungkinan lain untuk penelitian selanjutnya yang
berkaitan dengan Ahl Al-Sunnah Wa Al-Jamāah.
11
BAB II
SEJARAH PERKEMBANGAN TEOLOGI ISLAM
A. Pengertian Teologi Islam
Istilah teologi (theology) terdiri dari kata theos yang artinya Tuhan, dan logos
yang artinya ilmu (science, study, atau discourse).1 Fergilius Ferm, seorang ahli
ilmu agama mengatakan bahwa “The which concern God (or the Devintil Reality)
and Gods relation to the word” yang artinya Teologi adalah pemikiran sistematis
yang berhubungan dengan alam semesta. Kata teologi terdiri atas dua kata yaitu
Theos (Tuhan) dan Logos (ilmu).2 Oleh karena itu, kata teologi berarti ilmu Tuhan
atau ilmu tentang ketuhanan, yaitu ilmu yang membicarakan Zat Tuhan dari
segala seginya dan hubungannya dengan alam. Istilah teologi Islam sudah dikenal
sejak lama oleh para penulis Barat, seperti Tritton yang telah menulis karya yang
berjudul “Moslem Theology”3
Istilah Teologi Islam merupakan nama lain dari ilmu kalam yang diambil dari
bahasa Inggris, yaitu Theology. Teologi bisa tidak bercorak agama, tetapi
merupakan bagian dari filsafat atau philosophical theology, atau filsafat
ketuhanan. Teologi juga bisa bercorak agama sebagai suatu intellectual expression
of religion, atau keterangan tentang kata-kata agama yang bersifat pikiran.
Sebagaimana yang dikutip Willuam L. Reeae dari kata-kata William Ockham
yang mengatakan “theology to be a discipline resting on revealed truth and
independent of both philosophy and science” (Teologi merupakan disiplin ilmu
yang berbicara tentang kebenaran wahyu serta independensi filsafat dan ilmu
1Ahmad Hanafi, Teologi Islam: Ilmu Kalam, (Jakarta: Bulan Bintang, 2015), h. 5
2Ahmad Hanafi, Pengantar Teologi Islam, (Jakarta: Pusaka al-Husna, 1995), h. 58.
3Ghazali Munir, Tuhan, Manusia, dan Alam, (Semarang: Rasail, 2008),h. 22.
12
pengetahuan). Gove juga menyatakan bahwa teologi adalah penjelasan tentang
keimanan, perbuatan, dan pengalaman agama secara rasional.4
Teologi adalah ilmu yang membahas ajaran-ajaran dari suatu agama. Dalam
istilah Arab, ajaran-ajaran dasar tersebut disebut Uṣuluddīn. Oleh karena itu, buku
yang membahas soal-soal teologi dalam Islam diberi nama kitab al-Uṣūl al-Dīn.
Ajaran-ajaran tersebut disebut juga dengan akidah atau keyakinan. Mempelajari
teologi akan membuat seseorang lebih yakin dan memiliki landasan yang kuat
dalam menganut agamanya, sehingga seseorang tersebut tidak mudah terombang
ambing dalam beragama. Oleh karena itu, seseorang dalam beragama harus
didasari dengan akidah yang benar, yaitu dengan berpegang teguh kepada kitab
suci al-Qur‟ān dan Ḥadīs.
Teologi juga disebut ilmu Tauhid. Menurut Mulyono kata Tauhid berarti satu
atau esa, berasal dari kata waḥḥada yuwaḥḥidu tauhidan yang berarti mengesakan
atau menunggalkan. Ibnu Khaldȗn berpendapat bahwa kata Tauhid mengandung
arti keesaan Tuhan. Oleh karena itu, kata Tauhid mengandung makna keyakinan
atau meng-i‟tiqad-kan bahwa “Allah adalah satu.”5
Teologi adalah ilmu yang lebih mengutamakan pemahaman terhadap masalah-
masalah ketuhanan dalam pendekatannya yang rasional dari Tauhid yang bersama
syariat membentuk orientasi keagamaan yang lebih bersifat eksoteris.6 Terdapat
beberapa pendapat mengenai pengertian Teologi Islam. Aḥmad Fuad al-Aḥwani
berpendapat bahwa Teologi Islam adalah ilmu yang memperkuat akidah-akidah
agama Islam dengan menggunakan berbagai argumen rasional. Adapun
4Anwar Rosihon, Ilmu Kalam, (Bandung: Pusaka Setia, 2007), h. 14.
5Mulyono, Studi Ilmu Tauhid, (UIN MALIK PRESS, 2010), h. 14.
6Tsuroyo Kisawati, Peletak Dasar Teologi Rasional dalam Islam, (Jakarta: Erlangga), h.
34.
13
Muḥammad bin Alī al-Taẉanī berpendapat bahwa teologi Islam adalah ilmu yang
mampu menanamkan keyakinan beragama (Islam) terhadap orang lain dan
mampu menghilangkan keraguan dengan menggunakan argumentasi. Dari
beberapa pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa teologi adalah ilmu yang
menggunakan logika-logika di samping argumentasi-argumentasi naqliyah
berfungsi untuk mempertahankan keyakinan ajaran agama, yang sangat tampak
nilai-nilai ketuhanannya.
B. Perkembangan Aliran-Aliran Teologi Islam
Teologi Islam sudah ada pada masa sahabat yang disebabkan karena adanya
perbedaan pemahaman di antara mereka dan perbedaan nash yang sampai kepada
mereka. Selain itu, hal tersebut juga disebabkan karena perbedaan pandangan
mengenai dasar penetapan hukum dan berlainan tempat. Hal ini karena ketika
agama Islam telah tersebar ke berbagai penjuru dunia, banyak sahabat Nabi yang
telah pindah tempat dan berpencar ke berbagai negara. Hal tersebut membuat
kesempatan untuk bertukar pikiran atau bermusyawarah memecahkan suatu
masalah sukar dilaksanakan. Dapat dikatakan bahwa faktor yang menyebabkan
perbedaan pendapat di kalangan para sahabat di antaranya adalah perbedaan para
sahabat dalam memahami nash-nash al-Qur‟ān, perbedaan para sahabat yang
disebabkan karena perbedaan riwayat, dan perbedaan para sahabat di sebabkan
karena ra‟y.7
Antara teologi, filsafat, dan tasawuf sama-sama berusaha mencari kebenaran,
namun menggunakan metode yang berbeda. Tasawuf memperoleh kebenaran
sejati melalui mata hati, filsafat menghasilkan kebenaran spekulatif tentang semua
7Anwar Rosihon, Ilmu Kalam, h. 16.
14
yang ada, adapun ilmu kalam atau teologi ingin mengetahui kebenaran ajaran
agama melalui penalaran rasio lalu durujukkan kepada nash. Ketiganya
mendalami pencarian segala yang bersifat ghaib atau rahasia yang dianggap
sebagai kebenaran terjauh dimana tidak semua orang dapat menjangkaunya.8
Beberapa keterkaitan antara ilmu teologi Islam, filsafat, dan tasawuf dalam
objek kajian di antaranya adalah: objek kajian ilmu kalam adalah ketuhanan dan
segala sesuatu yang berkaitan dengan-Nya. Objek kajian filsafat adalah masalah
ketuhanan di samping masalah alam, manusia, dan segala sesuatu yang ada.
Sedangkan objek kajian tasawuf adalah Tuhan, yakni upaya-upaya pendekatan
terhadap-Nya. Dilihat dari objeknya, ketiga ilmu tersebut membahas tentang
ketuhanan. Baik ilmu kalam, filsafat, maupun tasawuf berurusan dengan hal yang
sama, yaitu kebenaran.
Adapun perbedaan antara ketiga ilmu tersebut terletak pada aspek
metodologinya. Ilmu kalam sebagai ilmu yang menggunakan logika (aqliyah
landasan pemahaman yang cenderung menggunakan metode berpikir filosofis)
dan argumentasi naqliyah yang berfungsi untuk mempertahankan keyakinan
ajaran agama. Pada dasarnya ilmu kalam menggunakan metode dialektika atau
dialog keagamaan. Filsafat adalah sebuah ilmu yang digunakan untuk
memperoleh kebenaran rasional. Filsafat menghampiri kebenaran dengan cara
menuangkan akal budi secara radikal (mengakar) dan integral (menyeluruh) serta
universal (mendalam) dan terikat logika. Adapun ilmu tasawuf adalah ilmu yang
lebih menekankan rasa daripada rasio. Ilmu tasawuf bersifat sangat subjektif,
yakni sangat berkaitan dengan pengalaman seseorang. Metode ilmu tasawuf
8Harun Nasution, Teologi Islam: Aliran-aliran, Sejarah, Analisa,dan Perbandingan,
(Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia,1986) h. 11-12
15
adalah intuisi, atau ilham atau inspirasi yang datang dari Tuhan. Kebenaran yang
dihasilkan ilmu tasawuf dikenal dengan istilah kebenaran ḥuḍurī, yaitu suatu
kebenaran yang objeknya datang dari subjek sendiri.
Maka disini penulis akan menguraikan mengenai aliran-aliran kalam dalam
Islam, yaitu: aliran Khawarîj, Murji‟āh, Qãdariah, Jabariãh , Mu‟tazilah Al-
Asy‟ārī, dan Maturidiah.
1. Aliran Khawarîj
Nama Khawarîj berasal dari kata kharaja yang berarti keluar. Nama itu
diberikan kepada mereka, karena mereka keluar dari barisan Alī Ibn Ṭalīb, dan
mereka terdiri atas pengikut-pengikut Alī Ibn Ṭalīb yang meninggalkan
barisannya, karena tidak sependapat dengan sikap Alī Ibn Ṭalīb dalam menerima
arbitrase sebagai jalan untuk mneyelesaikan persengketaan tentang khalifah
dengan Mu‟āwiyah Ibn Abī Sufyān. Tetapi ada juga pendapat yang menjelaskan
bahwa pemberian sebuah nama itu di dasarkan pada ayat 100 dari surat Al-Nisa;
yang dalamnya disebutkan: “keluar dari rumah lari kepada Allah dan Rasulnya”.
Dengan demikian kaum Khawarîj melihat diri mereka seperti orang yang
meninggalkan rumah dari mereka sebagai orang yang meninggalkan rumah dari
kampung halamannya untuk mengabdi diri kepada Allah dan Rasul-Nya.9
Nama lain yang diberikan kepada mereka ialah Haruriah. Dari kata Harura,
selanjutnya mereka menyebut diri mereka Syurah, yang berasal dari kata yasyri
(menjual), sebagaimana disebutkan dalam ayat 207 dari surat Al-Baqarah: “ada
manusia yang menjual dirinya untuk mendapat keridhaan Allah”. Maksudnya,
mereka adalah orang yang bersedia mengorbankan dirinya untuk Allah. Satu desa
9Harun Nasution, Teologi Islam, (Jakarta: UI-Press, 2011), h. 13
16
yang terletak di Kufah, di Irak. Di tempat inilah mereka, yang pada waktu itu
berjumlah dua belas ribu orang, berkumpul setelah memisahkan diri dari Alī Ibn
Ṭalīb. Disini mereka memilih „Abdullah Ibn Abī Wahb al-Raṣidī menjadi imam
mereka sebagai ganti dari Alī Ibn Ṭalīb. Dalam peperangan dengan kekuatan Alī
Ibn Ṭalīb mereka mengalami kekalahan besar, tetapi akhirnya seorang kelompok
dari Khawarîj yang bernama „Abd Al-Raḥman Ibn Muljam dapat membunuh
langsung Alī Ibn Ṭalīb.10
Pemegang-pemegang kekuasaan yang ada pada saat itu mereka anggap telah
menyalahi dari Islam dan oleh sebab itu harus di tentang dan dijatuhkan atau di
bunuh. Sebenarnya Khawarîj telah mengalami kekalahan, namun kaum Khawarîj
masih menyusun barisan kembali dan meneruskan perlawanan kepada kekuatan
Islam resmi baik di zaman Dinasti Bani Umayyah maupun di zaman Dinasti
Abbasiyah.11
Mereka lebih bersifat demokratis, sebab menurut pendapat mereka sendiri
terkait Khalifah atau Imam harus dipilih secara bebas oleh semua umat Islam.
Dalam dunia ketatanegaraan mereka memang agak mempunyai paham yang
berbeda dengan paham yang ada pada saat itu. Mereka berpendapat bahwa yang
berhak menjadi Khalifah bukanlah anggota dari suku Quraisy saja, bahkan juga
bukan hanya orang Arab, akan tetapi siapa saja yang sanggup bersikap adil dan
menjalankan sya‟riat Islam. Namun kalau ia menyeleweng dari ajaran-ajaran
Islam, ia wajib di jatuhkan atau di bunuh. Bahwa kedua Khalifah ini di angkat dan
bahwa keduanya tidak menyeleweng dari ajaran Islam, mereka akui, tetapi
„Utsman Ibn „Affān mereka anggap telah menyeleweng dari ajaran Islam mulai
10
Harun Nasution, Teologi Islam, h. 13. 11
Harun Nasution, Teologi Islam, h. 13.
17
dari tahun ke tujuh dari masa Khalifahnya, dan Alī Ibn Ṭalīb juga mereka anggap
menyeleweng sesudah peristiwa arbitrase tersebut. Dalam hubungan ini, Khalifah
atau pemerintahan Abȗ Bakar dan „Umar îbn Al-Khaṭṭab secara keseluruhan dapat
mereka terima.12
2. Aliran Murji’ãh
Aliran Murji‟ah adalah gologan dalam Islam yang muncul dari golongan yang
tak sepaham dengan Khawarîj. Ini tercermin dari ajarannya yang bertolak
belakang dengan Khawarîj. Pengertian Murji‟ah berasal dari kata Arja‟a yang
artinya menunda atau menangguhkan keputusan atas perbuatan seseorang sampain
di pengadilan Allah SWT kelak. Jadi, mereka tak mengkafirkan seorang muslim
yang berdosa besar, sebab yang berhak untuk menjatuhkan hukuman dosa besar
hanyalah Allah SWT. Aliran ini muncul sama-sama di faktorin akibat menentang
kekuasaan Bani Umayyah, tetapi dengan motif yang berbeda. Kalau Khawarîj
menentang dengan motif mereka menyeleweng dari ajaran Islam, sedangkan
murji‟ah telah dianggap merampas kekuasaan dari „Alī Ibn Ṭalīb dan
keturunannya.
Aliran Murji‟āh pada mulanya ditimbulkan oleh persoalan politik, jelasnya
persoalan Khilafah yang membuat perpecahan di kalangan umat Islam, setelah
„Usman Ibn „Affān mati terbunuh. Seperti telah dilihat, kaum Khawarîj, pada
dasasarnya adalah penyokong Alī Ibn Ṭalīb bertambah keras dan kuat
membelahnyadan akhirnya mereka merupakan satu golongan lain dalam Islam
yang dikenal dengan nam Syi‟ah. Kefanatikan golongan ini kepada Alī Ibn Ṭalīb
bertambah keras setelah ia mati terbunuh juga. Aliran Khawarîj dan Syi‟ah
12
Harun Nasution, Teologi Islam, h. 14.
18
sesungguhnya merupakan golongan yang bermusuhan sama-sama menantang
kekuasaan Bani Umayyah, tetapi dengan motif yang berbeda. Kalau Khawarîj
menantang dinasti ini disebabkan karena merka melanggar dari ajaaran-ajaran
Islam, sedangkan Syi‟ah menentang, sebab meneurut Syi‟ah sendiri melihat
mereka merampas kekuasaan dari Alī Ibn Ṭalīb dan keturunannya.13
Dengan demikian aliran Murji‟ãh pada mulanya juga disebabkan oleh
persoalan politik, lebih jelasnya persoalan Khilafah. Menurut Harun Nasution ,
kaum ini juga sebenarnya sama dengan aliran Khawarîj, intinya sama-sama
menentang kekuasaan Bani Umayyah.
Pada mulanya kaum Murji‟āh tidak mau ikut campur dalam pertentangan-
pertentangan yang terjadi saat itu dan mengambil sikap menyerahkan menentukan
hukum kafir atau tidak kafirnya orang-orang yang bertentangan itu kepada
Tuhan.14
Kalau aliran Khawarîj menjtuhkan hukum kafir bagi orang yang berbuat
dosa besar, sedangkan kalau Murji‟ãh menjatuhkan hukum Mukmin bagi oranng
yang serupa itu. Adapun tentang dosa besar yang mereka buat, itu ditunda
penyelesainnya ke hari perhitunga Tuhan. Dari ruang politik mereka segera
pindah juga ke ruang teologi. Masalah dosa besar yang ditimbulkan aliran
Khawarîj, mau tidak mau menjadi bahan perhatian dan pembahasan juga bagi
mereka. Argumentasi yang mereka ajukan dalam hal ini ialah bahwa orangIslam
yang berdosa besar tetap mengakui, bahwa tida Tuhan selain Allah dan bahwa
Nabi Muhammad adalah Rasul-Nya. Dengan kata lain orang serupa itu tetap
mengucapkan kata syahadat yang menjadi dasar utama dari iman. Oleh karena itu
13
Harun Nasution, Teologi Islam, h. 24. 14
Harun Nasution, Teologi Islam, h. 24.
19
orang yang berdosa besar menurut pendapat golongan ini tetap Mukmin dan
bukan Kafir.15
3. Aliran Qãdariah dan Jabariãh
Aliran Qãdariah dan Murji‟āh dilihat dari sejarah kelahirannya dan
pemikirannya merupakan golongan ketiga setelah Murji‟āh. Nama Qãdariah
berasal dari pengertian bahwa manusia mempnyai Qudrah atau kekuatan
melakukan kehendaknya, dan bukan berasal dari pengertian bahwa manusia
terpaksa tunduk pada qadar, sebab Qãdariah berpandangan bahwa manusia
mempunyai kemerdekaan dan kebebasan dalam memutuskan perjalanan
hidupnya. Menurut golongan Qãdariah manusia mempunyai kebebasan dan
kekuatan sendiri untuk mewujudkan perbuatan-perbuatannya.16
Nama Jabariãh berasal dari kata jabara yang mengandung arti memaksa.
Memang dalam paham ini terdappat aliran bahwa manusia mengerjakan
perbuatannya dalam keadaan terpaksa dalam istilah inggris disebut Fatalism.
Perbuatan-perbuatan manusia sudah ditentukan dari semula oleh qadha dan
qadhar Tuhan. Jabariãh berpandangan sebaliknya aliran Qãdariah yaitu
bahwa manusia tidak mempunyai kekuatan dalam menentukan kehendak dan
perbutannya. Manusia dalam golongan ini terikat pada kehendak mutlak
Tuhan.17
Selanjutnya terkait pemikiran dari aliran ini, yang terkenal didalamnya
ialah bahwa Fatalisme kepasrahan total yang mengagap manusia tidak dapat
melakukan apa-apa, tidak memiliki daya dan dipaksa berbuat oleh Allah.
Sedangkan kalau dilihat dari historinya penulis juga mengambil kesimpulan
15
Harun Nasution, Teologi Islam, h. 25. 16
Harun Nasution, Teologi Islam, h. 33. 17
Harun Nasution, Teologi Islam, h. 33.
20
bahwa golongan ini adalah suatu aliran yang percaya bahwa segala perbuatan
manusia tidak tidak di intervensi oleh Tuhan. Jadi setiap orang adalah
penciptanya18
4. Aliran Mu’tazilah
Golongan Mu‟tazilah yang gampang kita kenal dengan penganut rasionalis
Islam, dan nantinya lahir golonga Asya‟āri yang mana golongan ini, yang akan
menjadi lawan pemikiran-pemikiran teologi Mu‟tazilah tersebut.19
Wāṣil selalu ikut pelajaran yang diajarkan Ḥasan Al-Baṣrī di Masjid Basrah.
Pada suatu hari datang orang bertanya mengenai pendapatnya tentang orang yang
berdosa besar. Sebagaimana diketahui aliran Khawarîj berpendapat mereka kafir
sedangkan kaum Murji‟āh berpendapat merak Mukmin. Disaat Ḥasan Al-Baṣrī
masih berpikir, lalu wasil berpendapat sendiri dengan mengatakan: “bahwa orang
yang berdosa besar bukanlah Mukmin dan bukanlah kafir.” Tetapi mengambil
posisi diantara keduanya: Tidak mukmin dan tidak kafir. Kemudian ia berdiri dan
menjauhkan diri dari Ḥasan Al-Baṣrī pergi ke tempat lain di Masjid; disana ia
mengulangi pendapatnya kembali. Atas kejadian itu Ḥasan Al-Baṣrī
menyebutkan: “Wāṣil menjauhkan diri dari kita (i‟tazala „anna).” Dengan
demikian ia serta temennya, kata Al-Syaḥrastānī, disebut kaum Mu‟tazilah.
Berbagai analisa yang diberikan tentang pemberia nama Mu‟tazilah kepada
mereka. Uraian yang biasa disebut buku-buku Ilm Al-Kalam berpusat pada
peristiwa yang terjadi antara Wasîl Ibn „Atā‟ serta temannya “Amr Ibn „Ubaid dan
Ḥasan Al-Baṣrī di Basrah.20
18
Harun Nasution, Teologi Islam, h. 33. 19
Harun Nasution, Teologi Islam, h. 40. 20
Harun Nasution, Teologi Islam, h. 40.
21
Menurut pandangan Harun Nasution bahwa aliran Mu‟tazilah ialah paham
yang lebih mengedepankan akal daripada Wahyu, yang bersifat rasional. Pendiri
Mu‟tazilah ialah Wasil Ibn „Ata‟
Lima ajaran dasar yang terkenal dalam kaum Mu‟tazilah yaitu: At;Tawhīd, Al-
Wa‟du wa Al-wa‟īd, Al-Manzila baīn Al-Manzilatain, dan Al-Amr bī Al-Ma‟rȗf
serta Al-Nahy‟ān Al-Munkar.21
Adapun dasar ajaran pertama bertujuan menjunjung tingggi kemurnian paham
kemahaesaan Tuhan, maka merak menyatakan Tuhan tidak mempunyai sifat, dan
hanya mempunyai esensi. Sedangkan yang dimaksud dengan Al-Wa‟ād wa Al-
Waīd adalah bahwa Tuhan akan menepati janji baik dan ancamannya. Kalau itu
tidak ditepati, Tuhan bisa dikatakan bisa bersifat tidak adil. Sedangkan dengan
yang dimaksud dengan Al-Manzila baîn Al-Manzilataîn, dan ini hubungannya erat
dengan faham adilnya Tuhan. Al-Al-Amr bī Al-Ma‟rȗf wa Al-Nahy‟ān Al-Munkār
mengandung arti keajaiban menyuruh melakukan kebaikan dan melarang
melakukan kejahatan. Dan ketika abad kesembilan kaum Mu‟tazilah memperoleh
tantangan keras dari umat Islam lainnya, sebab mereka memaksakan faham-faham
mereka dengan memakai cara kekerasan pada umat Islam yang ada saat itu.22
5. Al-Asy’āriyyah
Al-Asy‟āriyyah paham yang timbul sebagai reaksi terhadap paham-paham
golongan Mu‟tazilah, yang sebenarnya pendiri dari Al-Asy‟āriyyah ialah Al-
Asy‟āri yang sebelumnya merupakan salah satu tokoh dari kaum Mu‟tazilah juga.
Pada suatu malam Al-Asy‟āri bermimpi ketemu Nabi Muḥammad SAW,
menagtakan padanya bahwa Mazhab ahli Ḥadīslah yang benar, dan perlu
21
Harun Nasution, Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya, (Jakarta: UI-Press, 1984), h.
39. 22
Harun Nasution, Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya, h. 39.
22
diketahui kalau Madzhab Mu‟tazilah itu sebenarnya salah. Tetapi oleh karena
yang begitu jelas menurutnya, Al-Asy‟āri, sebenarnya sudah puluhan tahun
menganut paham Mu‟tazilah, maka akhirnya meninggalkan ajaran golongan
Mu‟tazilah. Karena beliau berdebat dengan gurunya Al-Jubba‟i dan dalam
perdebatan itu gurunya tak dapat menjawab tantangan muridnya.23
Lalu Al-Asy‟āri mengasingkan diri dari rumahnya selam lima belas hari untuk
merenungkan ajaran-ajaran Mu‟tazilah tersebut. Setelah itu ia keluar dari rumah,
pergi ke Masjid, lalu naik ke mimbar dan mengatakan: kepada semua jamaah
yang hadir pada waktu itu, bahwa beliau selama mengasingkan diri beliau berfikir
tentang dalil-dalil yang diberikan masing-masing golongan dan menurutnya
semuanya sama-sama kuat, namun beliau lantas mengambil jalan tengahnya, ia
bermunajat kepada Allah, dan atas petunjuk Allah ia meninggalkan ajaran-ajaran
lamanya dan menganut ajaran-ajaran baru (Al-Asy‟āriyyah).24
Ajaran Al-Asy‟āriah muncul atas keberania Abȗ Ḥasan Al-Asy‟āri yang
menentang paham Mu‟tazilah. Menurut Ibn Asakir, yang melatar belakangi Al-
Asy‟ārī meninggalkan paham Mu‟tazilah karena adanya keraguan ketika dia
mempertanyakan hal-hal tentang Mukmin dewasa, anak-anak, kaum kafir kepada
al-Jubba‟i. Ajaran-ajaran Al-Asy‟ārī dianataranya:25
a. Tuhan dan Sifat-Sifat-Nya
b. Qadimnya al-Qur‟ān
c. Melihat Allah
d. Kebebasan dalam berkehendak
e. Akal dan Wahyu
23
Harun Nasution, Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya, h. 66. 24
Harun Nasution, Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya, h. 66. 25
Harun Nasution, Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya, h. 67.
23
f. Keadilann
g. Kedudukan orang yang berdosa
6. Aliran Maturidiyyah
Aliran Maturidiyyah merupakan aliran terakhir dari semua aliran-aliran kalam,
kaum ini ialah salah satu paham yang menganut ideologi Ahli Sunnah.
Ia adalah pengikut Abu Ḥanīfah dan paham-paham teologinya banyak
persamaannya dengan paham-paham yang dimajukan Abu Manṣȗr. Sistem
emikiran yang dimunculkan oleh Abu Hanifah termasuk dalam golongan teologi
Ahlu Sunnah Wa Jama‟ah yang dikenal dengan nama al-Māturīdī . Abu Manṣȗr
Muḥammad Ibn Muḥammad Ibn Muḥammad al-Māturīdī dilahirkan di kota
Samarkand pada pertengahan kedua dari abad kesembilan Masehi dan meninggal
di tahun 994 M. Tak banyak mengetahui mengenai riwayat hidupnya.26
Al-Māturīdī banyak juga memakai akal dalam sistem teologiny. Karena
mereka pengikut Abȗ Ḥanīfah, yang banyak memakai akal dalam kacamata
keagamaannya. Ajaran-ajaran Māturidiyyah ada enam yaitu:
1. Tentang Sifat Tuhan
2. Perbuatan Manusia
3. Al-Ṣalaḥ wa Al-Aṣlaḥ
4. Kedudukan Orang yang Berdosa Besar
5. Keadilan Tuhan
6. Anthropomorphisme27
Menerut Harun Nasution bahwa ajaran Maturidiah banyak memakai akal
dalam sistem teologinya.
26
Harun Nasution, Akal dan Wahyu Dalam Islam,Jakarta: UI Press, 2011. h. 76. 27
Harun Nasution, Teologi Islam, h. 78
24
C. Teologi Ahl al-Sunnah Wa al-Jamaãh
Secara etimologi, istilah Ahl al-Sunnah Wa al-Jamaãh berarti golongan yang
senantiasa mengikuti jejak hidup Rasulullah SAW. dan jalan hidup para
sahabatnya. Atau golongan yang berpegang teguh pada sunnah Rasul dan sunnah
para sahabat, khususnya sahabat empat yaitu Abȗ Bakar as-Siddīq, Umar bin
Khattāb, Utsman bin Affān, Alī bin Abī Ṭālib. Ahl al-Sunnah Wa al-Jamaãh
adalah mereka yang mengikuti sunnah Nabi Muhammad dan sunnah sahabat-
sahabatnya. Kata ahl al-sunnah mempunyai dua makna. Pertama, mengikuti
sunnah-sunnah dan atsar-atsar yang datangnya dari Rasulullah SAW. dan para
sahabat, menekuninya, memisahkan yang shahih dari yang cacat dan
melaksanakan apa yang diwajibkan dari perkataan dan perbuatan dalam masalah
akidah dan ahkam. Makna yang kedua lebih khusus dari makna yang pertama,
yaitu yang dijelaskan oleh sebagian ulama dimana mereka menamakan kitab
mereka dengan nama as-Sunnah. Kedua makna itu menunjukkan bahwa
madzahab Ahl al-Sunnah merupakan kelanjutan dari apa yang pernah dilakukan
Rasulullah dan para sahabat. Adapun penamaan Ahl al-Sunnah Wa al-Jamaãh
muncul setelah terjadinya fitnah ketika awal munculnya aliran-aliran.28
Prinsip ajaran Ahl al-Sunnah Wa al-Jamaãh di antaranya adalah tawassuth,
tawazun, i‟tidal dan iqtishad. Tawassuth artinya adalah menyelaraskan antara dua
sumber nash dan penalaran. Ahl al-Sunnah Wa al-Jamaãh berlandaskan pada
nash, baik al-Qur‟ān maupun Sunnah dengan pendekatan yang dapat memuaskan
tuntutan penalaran dan tanpa penjabaran yang terlalu jauh terhadap makna yang
tersurat dari bunyi teks. Kemudian Tawazun mengandung arti selalu
28
Siradjuddin Abbas, I‟tiqad Ahlussunnah Wal-Jama‟ah, (Jakarta: Pustaka Tarbiyah,
2008), h. 59.
25
mempertimbangkan kebenaran sebuah sumber. Begitu pun dalam melakukan
penalaran, harus tetap mengacu pada syarat-syarat tertentu sehingga bisa terhindar
dari kesalahan penalaran.29
Adapun i‟tidal mempunyai arti tegak, lepas dari
penyimpangan ke kanan dan ke kiri, dan tidak condong pada kehendak hati.
Selanjutnya, iqtishad mempunyai arti sederhana, tidak berlebihan dan mudah
dipahami.30
Konsep ajaran Ahl al-Sunnah Wa al-Jamaãh:
1. Dalam bidang Akidah
a. Keseimbangan (Tawazzun) antara penggunaan dalil aqli dengan dalil
naqli (nash al-Qur‟ān dan ḥadīs Nabi) serta berusaha sekuat tenaga
menjaga kemurnian aqidah islam dari segala campuran aqidah dari luar
Islam. Misalnya: dalam memahami ayat yadullahu. Secara harfiyah
ayat tersebut mengandung makna bahwa Allah mempunyai tangan.
Sedangkan menurut dalil aqli hal terseebut sangat tidak mungkin
(mustahil). Maka dalam hal ini faham Ahl al-Sunnah Wa al-Jamaãh
berpendapat bahwa kata yadullah tidak diartikan secara harfiyah, tetapi
harus ditakwil dengan arti kekuasaan.
b. Dalam memahami konsep takdir, Ahl al-Sunnah Wa al-Jamaãh
mengambil jalan tengan (tawassuth) dengan tetap percaya bahwa
segala sesuatu yang terjadi adalah atas ketentuan dan takdir Allah,
akan tetapi manusia tetap berkewajiban untuk selalu berikhtiyar.31
2. Dalam bidang Syari‟ah
29
Tim Penulis PCLP, Maarif NU Lamongan, Pendidikan ASWAJA & Ke-NU-an,
(Lamongan: Lembaga Pendidikan Maarif NU cabang Lamongan, 2011), h. 23. 30
Tim Penulis PCLP, Maarif NU Lamongan, Pendidikan ASWAJA & Ke-NU-an, h. 24. 31
Tim Penulis PCLP, Maarif NU Lamongan, Pendidikan ASWAJA & Ke-NU-an, h. 11.
26
a. Selalu berpegang teguh pada al-Qur‟ān dan al-Sunnah dengan
menggunakan metode pemahaman yang dapat
dipertanggungjawabkan. Artinya dalam menetapkan hukum
syariah dan pengamalan ajaran-ajaran agama, faham Ahl al-Sunnah
Wa al-Jamaãh menjadikan al-Qur‟ān dan as-Sunnah sebagai
sumber utama. Namun menyadari bahwa untuk memahami kedua
sumber utama tersebut secara langsung tidaklah mudah, sehingga
mereka menyandarkan diri pada hasil ijtihad dan bimbingan para
ulama.
b. Apabila dalam ajaran agama sudah ada dalil nash sharih (jelas) dan
qathi‟ (pasti), faham Ahl al-Sunnah Wa al-Jamaãh menjalankannya
dengan sungguh-sungguh dan tanpa ragu-ragu.
c. Mentolelir perbedaan pendapat tentang maslah-maslah furu‟iyah
dan mu‟amalah ijtima‟iyah selama masih tidak bertentangan
dengan prinsip agama.
3. Dalam bidang Akhlak/Tasawuf
a. Bagi penganut faham Ahl al-Sunnah Wa al-Jamaãh, tasawuf adalah
inti sari pengalaman dan penghayatan ajaran-ajaran islam dalam
rangka mencapai hakikat kebenaran (haqiqatul haqaiq). Tasawuf
merupakan aspek ajaran Islam yang tidak terpisahkan dengan aspek
akidah dan syari„ah. Bahkan dalam bertasawuf seseorang harus
mendahulukan syari„ah, karena seseorang tidak akan dapat
mencapai hakikat kebenaran tanpa melalui syari„ah.
27
b. Tasawuf sebenarnya memberikan motivasi untuk selalu dinamis
dalam mencari kebahagian dunia dan akhirat. Kehidupan tasawuf
merupakan suatu perubahan jiwa (al-tsaurah al-ruhaniyah),
sehingga jika seseorang benar-benar berjalan pada rel tasawuf yang
lurus, maka profesi dan karir duniawiyahnya tidak akan terhambat.
c. Inti ajaran tasawuf adalah penyucian hati dan pembentukan sikap
mental yang sebaik-baiknya dalam menghambakan diri kepada
Allah SWT, dengan selalu sadar bahwa diri ini selalu berada di
bawah pengawasan-Nya. Untuk itu, sah satu cara yang ditempuh
adalah melalui thariqah yang benar (mu‟tabarah) dibawah
bimbingan dan petunjuk ulama (mursyid) yang dapat
dipertanggung jawabkan.
28
BAB III
BIOGRAFI KH. SAID AQIL SIROJ
A. Biografi Said Aqil Siroj
Said Aqil Siroj adalah seorang tokoh ulama yang disegani di Indonesia.
Kecerdasan dan juga wibawanya membuat masyarakat tertarik untuk menjadi
murid dan mendengar petuahnya. Said Aqil Siroj sering dipanggil sebagai Kyai
Said atau Abuya oleh para murid-muridnya. Ia lahir di Pondok Pesantren
Kempek, Cirebon, Jawa Barat, Indonesia, 3 Juli 19531. Kedudukannya yang
sekarang adalah sebagai Ketua Umum (Tanfidziyah) Pengurus Besar Nahdlatul
'Ulama periode 2010-2020 dan salah satu anggota dewan pengarah Badan
Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP)
Tidak Sedikit orang memuji keilmuan Said Aqil Siroj dan menjulukinya
sebagai ulama sekaligus akademisi. Pengetahuannya terhadap kitab-kitab primer
keilmuan Islam dan juga ketajamannya dalam membaca situasi masyarakat,
membuat Said Aqil Siroj menjadi tempat untuk konsultasi dari para tokoh politik
dan cendekiawan. Ketika bangsa Indonesia baru saja menyelesaikan perang
kemerdekaan 1949 dan mulai memasuki masa yang damai, senyum bahagia
terlihat dikeluarga Said Aqil Siroj. Tepat pada hari Jumat 3 Juli 1953, Pengasuh
Pesantren Kempek itu dianugerahi seorang bayi laki-laki, yang kemudian diberi
nama Said. Ia adalah putra kedua dari 5 bersaudara: Ja'far Shodiq Aqil Siroj,
Musthofa Aqil Siroj, Aḥsin Syifa Aqil Siroj dan Ni‟amillah Aqil Siroj. Hasil
1Said Aqil Siroj, Marifatullah: Pandangan Agama-Agama, Tradisi dan Filsafat, (Jakarta:
ELSAS, 2003), h. 94
29
pernikahan dari KH Aqil Siroj dengan Hj. Afifah Harun. Secara silsilah, Kyai
Said Aqil Siroj masih keturunan Sunan Gunung Jati.2
Berikut Silsilah Said Aqil Siroj yang dimuat dari situs resmi Nahdlatul
Ulama3
2Mohammad Dawam Sukardi, NU Sejak Lahir (Dari Pesantren Untuk Bangsa: Kado
Buat Kyai Said, (Jakarta: SAS Centre, 2010), h 32 3 http://laduni.id/post/read/1025/riwayat-hidup-kh-said-aqil-siradj.html diakses 26/11/18
Muḥammad Rasulullah SAW
SAW
Alī Fāṭimah Az-Zahra
Muḥammad An-Naqib
Ali ‘Uraiḍi bin Ja’far Ṣadiq
Huseīn bin Alī
M. Al Baqir Alī Zainal Abidin
Isa Ar-Rῡmī
Aḥmad Al-Muhajir
M. Ṣohibus Saumi’ah
Alawi Awwal bin Ubaidillah
Alawi Atsani
M. Ṣohib Mirbat Ali Kholi’ Qosam
30
Alawi Ammil Faqih
Abdul Malik Al-Muhajir
Abdullah Khan
Maulana Syarif Hidayatullah
Abdullah
Jamaludin Akbar Khan
Alī Nῡrul Alām
Sultan Maulana Hasanuddin
Sultan Maulana Yusuf
Sultan maulana Mansur
Tubagus Ibrahim
Abdul Mufakir
KH. Mutasim
KH. Alī
KH. Nuruddin
KH. Said Gedongan
KH. Siradj
31
Sejak kecil Said Aqil Siroj tumbuh dalam tradisi Islam klasik yang ia dapat
dari Pesanten yang diasuh oleh ayahnya, yaitu Pondok Pesantren Tarbiyatul
Mubtadi‟ien yang berjuluk “Pesantren Kempek”. Ia digembleng dengan ilmu-ilmu
agama dibawah asuhan ayahnya, yaitu Kyai Aqil Siroj. Disiplin yang tinggi
terhadapnya, membuat Said kecil mempelajari ilmu-ilmu dasar keislaman. Kyai
Aqil ( Ayah Said ) juga merupakan putra Kyai Siroj, beliau masih keturunan Kyai
Muhammad Said Gedongan. Sedangkan Kyai Said Gedongan, diyakini sebagai
salah satu ulama besar di daerahnya dan turut berjuang melawan penjajah
Kolonial.4
Said Aqil Siroj menggambarkan masa kecilnya jauh dari kegemerlapan dan
kemewahan, walaupun ayahnya seorang ulama terpandang di kampungnya. Beliau
pernah bercerita tentang ingatannya tentang sang ayah yang bersahaja dan
sederhana: “Ayah saya hanya memiliki sepeda ontel, beli rokokpun kadang tak
mampu. Dulu setelah ayah memanen kacang hijau, pergilah ia ke pasar Cirebon.
Zaman dulu yang namanya mobil transportasi itu sangat jarang dan hanya ada
pada jam-jam tertentu,” kata beliau.5
B. Pendidikan
Rekam jejak pendidikan dan studinya diawali dari mengaji secar tradisional
di Pesantren ayahnya. Sembari mengaji dibawah bimbingan ayahnya, Kyai Said
Aqil Siroj sambil Sekolah Rakyat (SD). Setelah itu Said Aqil kecil meneruskan
4Ahmad Musthofa Haroen, Meneguhkan Islam Nusantara; Biografi Pemikiran dan
Kiprah Kebangsaan Prof. Dr.KH Said Aqil Siradj MA (Surabaya: Khalista, 2015). H. 25 5Ahmad Musthofa Haroen, Meneguhkan Islam Nusantara, h. 25
KH. Agil
KH. Said Aqil Siroj
32
studi ke Pesantren Lirboyo di Kediri, Jawa Timur. Di Lirboyo Said Aqil Siraj
digembleng oleh KH Marzuki Dahlan, Kyai Muzajjad Nganjuk dan terutama oleh
KH Mahrus Ali.
Kyai Mahrus Ali adalah tokoh besar dalam silsilah Ulama Nusantara. Beliau
terkenal dikalangan para ulama dan tokoh sebagai wali yang memiliki karomah
dan keberkahan. Di masa mudanya, ia adalah seorang pejuang kemerdekaan yang
tergabung dalam Barisan Laskar Sabilillah, Berkat asuhan tangan Kyai Ali
Mahrus, pesantren Lirboyo menjadi Pesantren besar yang didatangi oleh para
santri dari berbagai penjuru daerah. dan guru dari para ulama besar di Indonesia,
salah satunya adalah Abdurrahman Wahid alias Gus Dur dan Musṭafa Biṣri alias
yang pernah berguru dengan beliau. Kyai Mahrus Ali masih memiliki hubungan
kekeluargaan dengan keluarga Said Aqil Siroj, sehingga ayah Said Aqil Siroj
menitipkan anaknya kepada Kyai Mahrus Ali agar bisa belajar ilmu-ilmu agama
secara lebih mendalam. Pada akhirnya Said Aqil berhasil menyelesaikan studinya
hingga tingkat Madrasah Aliyah (SMU).6
Said Aqil Siroj melepas masa lajangnya dengan menikahi Nur Hayati Abdur
Qodir, seorang gadis yang merupakan tetangga desanya. Dia mengenal Nur
Hayati di Cirebon dan kemudian keduanya memutuskan untuk menikah pada
tanggal 13 Juli 1977. Dari pasangan ini, Said Aqil Siroj dan Nurhayati akan
mendapat anugrah anak yaitu: Muḥammad Said Aqil, Aqil Said Aqil, Nisrin Said
Aaqil, Rihab Said Aqil. Keempat anaknya dilahirkan ketika Said Aqil Siroj
6Syamsul Munir, Karomah Para Kyai, (Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2008) h. 112
33
melanjutkan studi ke Universitas Umm al-Qura, Makkah, ia berada di Saudi
Arabia hingga tahun 1994.7
Setelah lulus Aliyah Said Aqil Siroj mendaftar ke Universitas Tribakti
Lirboyo. Namun karena beberapa alasan, ia kemudian pindah ke IAIN Sunan
Kalijaga. Di IAIN, ia juga kembali menyantri di tempat KH Ali Maksumi di
Pondok Pesantren Al-Munawwir, Krapyak Jogjakarta. Di kota pelajar ini, Said
Aqil Siroj bertemu dengan Masdar F. Mas'udi dan beberapa aktivis lainnya. Tidak
lama kemudian Said Aqil Siroj merasa bosan dengan metode belajar di
Yogyakarta. Baginya IAIN serupa dengan metode belajar di Lirboyo dulu
sehingga beliau berusaha mencari ilmu ke luar negeri. Rasa hausnya pada ilmu
agama mendorong ia untuk pergi ke Universitas ternama dan ia memilih untuk
belajar di Saudi Arabia. Perihal tentang pilihannya untuk belajar Arab saudi dan
bukan ke Universitas Islam lainnya, Said Aqil Siroj berpendapat bahwa banyak
guru-guru dari Al-Azhar dan belahan dunia Islam lainnya yang berpikiran modern
juga mengajar di Arab Saudi. Bahkan guru-guru di Al-Azhar banyak yang
direkrut oleh pemerintah Arab Saudi pada saat itu untuk mengajar di Universitas-
Universitas di sana, seperti Universitas King Abdul Aziz dan juga Universitas
Umm Al Quro Makkah. Maka pada 1980 ia pun berangkat ke Makkah dengan di
temani sang isteri Nur Hayati.8
Di Arab Saudi, ia mengambil gelar S1 di Universitas King Abdul Aziz di
fakultas Dakwah dan Ushuluddin. Kemudian setelah lulus S1 pada tahun 1982,
dan dilanjutkan mengambil S2 dan S3 di Universitas Umm Al Quro Makkah.
7https://www.nupringsewu.or.id/2017/07/03/mengenal-lebih-dekat-kh-said-aqil-siroj/
diakses 27/11/2018 8Ahmad Musthofa Haroen, Meneguhkan Islam Nusantara; Biografi Pemikiran dan
Kiprah Kebangsaan Prof. Dr.KH Said Aqil Siradj MA, h. 98
34
Diantara saudara-saudaranya, Said Aqil Siroj yang paling lama menetap di Timur
Tengah, yaitu selama 14 tahun. Di Makkah, setelah putra-putranya lahir, barulah
kehidupan bagi Said Aqil Siroj mulai terasa. Sebagai mahasiswa yang mendapat
beasiswa, ia tetap harus mencari cari sambilan sekedar ongkos untuk menopang
kehidupan sehari-hari dan “mengepulkan dapur” di rumah. Said Aqil Siroj
melanjutkan studi dengan dana dari Pemerintah Saudi, meski ia mendapat
beasiswa dan uang saku yang besar, namun sebagai seorang yang sudah
berkeluarga dan memiliki anak, ia merasakan dana beasiswa tidak mencukupi
kebutuhannya.9
Di Arab Saudi karena biaya hidup semakin menekan, Said Aqil Siroj dan
keluarganya terpaksa berpindah-pindah untuk menempati kontrakan yang harga
sewanya murah. Beliau mencari rumah sewa yang murah sebab tanggungan anak
yang bertambah sedangkan upah beliau dari bekerja sambilan tidak terlalu besar.
Muhammad Said mengungkapkan pengalaman keluarga Said Aqil Siroj saat-saat
mereka berada di tanah Hijaz “Pada waktu itu, bapak kuliah dan sambil bekerja.
Kami mencari rumah yang murah untuk menghemat pengeluaran dan
mencukupkan beasiswa yang diterima Bapak,” tutur Muhammad Said. Said Aqil
Siroj sempat bekerja sampingan pula di sebuah toko karpet milik seorang
saudagar asli Saudi di sekitar tempat tinggalnya. Di toko ini Said Aqil Siroj
bekerja membanting tulang memikul karpet untuk dikirim kepada pembeli yang
memesan, bagi Said Aqil Siroj, apa yang dilakukannya adalah bagian dari ikhtiar
dalam mencari ilmu10
9http://www.nu.or.id/post/read/74726/mengenal-lebih-dekat-kh-said-aqil-siroj diakses
27/11/2018 10
Said Aqil Siroj, Mengenali Lebih Dekat Said Aqil Siradj
http://www.nu.or.id/post/read/74726/mengenal-lebih-dekat-kh-said-aqil-siroj diakses 27/11/2018
35
Namun segala rintangan dan hambatan beliau dapat menyelesaikan studinya
dengan baik Dengan kesabarannya, Said Aqil Siroj berhasil menyelesaikan studi
S1 jurusan Ushuluddin pada tahun 1982, kemudian disambung S2 konsentrasi
perbandingan agama pada tahun 1987, dan kemudian mengambil S3 konsentrasi
tasawuf filsafat pada 1994. "Saya bisa sukses menyelesaikan studi di Umm al-
Qura berkat isteri saya, rasanya tenang."
Said Aqil Siroj berhasil menyelesaikan studinya dengan melahirkan karya
berupa tesis yang berjudul Rasa‘il al-Rusȗl fī al-Aḥdi al-Jadid wa Atsaruhā fī al-
Masiḥiyah (Pengaruh Surat-Surat para Rasul dalam Bibel terhadap Perkembangan
Agama Kristen) dan juga berhasil menggondol gelar Doktor dengan disertasi
berjudul, " Allah wa Shillatuhu bīl-Kaun fī al-Tashawwuf al-Falsafī," (Hubungan
antara Allah dan Alam: Perspektif Tasawuf). Said Aqil Siroj berhasil
mempertahankan disertasinya dengan nilai cumlaude. 11
Kecerdasan Said Aqil Siroj dan juga kesungguhannya dalam mencari ilmu
membuat ia ditakdirkan untuk dekat dengan tokoh Ulama NU yang paling
nyentrik, yaitu KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Kedekatan Said Aqil Siroj
dengan Gus Dur digambarkan oleh Muhammad Said “Gus Dur sering berkunjung
ke kediaman kami. Meski pada waktu itu rumah kami sangat sempit, akan tetapi
Gus Dur menyempatkan untuk menginap di rumah kami. Ketika datang, Gus Dur
berdiskusi sampai malam hingga pagi dengan Bapak,” Seolah Gus Dur
mempunyai firasat bahwa kelak Said Aqil Siroj menjadi orang besar, Gus Dur
kerap kali mengajak Said Aqil Siroj untuk sowan ke beberapa ulama di Arab
11
KH. Said Aqil Siroj, Dialog Tasawuf Kiai Said: Akidah, Tasawuf dan Relasi Antar
umat Beragama, (Surabaya: Katalista, 2012) h. 136
36
Saudi, salah satunya adalah ia diajak Gus Dur untuk bertamu kepada ulama besar
di Arab, yaitu Sayyid Muhammad Alawi Al-Maliki.12
Pada Tahun 1994 setelah puas menuntut ilmu di Arab Saudi dan mendapat
gelar Doktor, ia kembali ke Indonesia. Gus Dur mengajaknya untuk aktif di
Organisasi NU dengan memasukkannya sebagai Wakil Katib „Aam PBNU dari
Muktamar ke-29 di Cipasung. sebuah jabatan yang terbilang cukup tinggi bagi
aktivis pendatang baru. Saat itu Gus Dur `mempromosikan' Said Aqil Siroj
dengan kata-kata kekaguman, "Dia doktor muda NU yang berfungsi sebagai
kamus berjalan dengan disertasi lebih dari 1000 referensi." puji Gus Dur. Salah
satu gagasan yang membuat nama Said Aqil Siroj meroket adalah ketika ia
menggagas sebuah wacana mengenai perlunya umat Islam Indonesia melakukan
rekonstruksi dan reinterpretasi terhadap teologi Ahlussunnah wal Jamaah. Bagi
Said Aqil Siroj, pengertian Ahlussunnah wal Jamaah sudah dianggap final, yaitu
mencakup 2 firqah Aqidah yaitu Asy‟ariyyah dan Maturidiyyah, dan juga
mencakup empat madhzab fiqh: Hanafi, Maliki, Syafi‟i, dan Hambali. Padahal
pada faktanya di zaman Rasulullah belum ada riwayat penggunaan dan definisi
nama Ahlussunnah wal Jamaah dan siapa yang boleh disebut sebagai
Ahlussunnah.13
Wacana untuk merekonstruksi ulang definisi dan pemahaman mengenai
Ahlussunah wal Jamaah dipandang sangat perlu dan urgen. Dan Said Aqil Siroj
membawa karya tulisnya, tentang rekonstruksi Aqidah Ahlussunnah wal Jamaah
secara sederhana, lugas, dan dapat dipahami oleh golongan awam, kritik yang
dilakukan Said Aqil Siroj melakukan pendekatan historis, yaitu melacak akar
12
KH. Said Aqil Siroj, Dialog Tasawuf Kiai Said, h, 136. 13
KH. Said Aqil Siroj, Dialog Tasawuf Kiai Said: Akidah, h.136
37
terminologi Ahlussunnah melalui analisa sejarah. Hal ini membuat kalangan santri
menjadi terinspirasi untuk mengkaji Islam bukan melalui berbagai metode, bukan
hanya mendefinisikan Islam dari segi fiqh dan Aqidah14
Selain melakukan kritik dan dekontruksi terhadap definisi Ahlussunnah wal
Jamaah, Said Aqil Siroj kembali memberikan pandangan yang kontroversial,
yaitu tentang pentingnya Ukhuwah Insaniyah. Dalam tradisi NU, jenis ukhuwah
ada 4 macam, Ukhuwah dinniyyah, ukhuwah wathaniyyah, ukhuwah insaniyah,
dan ukhuwah bashariyyah. Ukhuwah insaniyah adalah menjalin persaudaraan atau
hubungan dengan sesama manusia. Ia kemudian mempraktikan ukhuwah
insaniyah, tanpa ragu dan perduli cibiran orang, Said Aqil Siroj menghadiri
undangan Gereja Katolik Aloysius Gonzaga Surabaya dan memberi khutbah
ketika umat Kristiani melakukan acara misa Natal. Kenekatan Said Aqil Siroj
dalam mempraktikan pandangan hidupnya, segera menuai pro dan kontra, bahkan
cibiran dari golongan ulama konservatif, atau dari umat awam. Ada isu bahwa
Said Aqil Siroj sebagai tokoh NU yang tersusupi oleh paham Dajjal, ada yang
berkata ia telah mencampur-adukkan ajaran agama-agama, ada tuduhan bahwa
beiau adalah kaki tangan Zionis Yahudi, dan berbagai fitnah yang menimpa
dirinya.15
Terlepas dari kontroversi yang ada, Said Aqil Siroj telah memberikan
konstribusi yang cukup besar bagi dunia keilmuan di Indonesia, khususnya di
kalangan Islam pesantren. Booming Said Aqil Siroj di pertengahan tahun 1990-an
berhasil memaksa komunitas pesantren untuk belajar sejarah Islam. Padahal
selama berabad-abad, pesantren di Indonesia didominasi oleh kajian fiqh dan
14
Said Aqil Siroj, Ahlussunnah Wal Jamaah: Sebuah Kritik Historis,(Surabaya: Pustaka
Cendekiamuda, 2008) h. 9 15
Said Aqil Siroj, Ahlussunnah Wal Jamaah: Sebuah Kritik Historis, h. 9
38
grammar Arab. Penguasaannya atas ajaran semua agama-agama dunia di samping
keilmuannya di bidang tasawuf menjadikannya sebagai tokoh lintas agama. Said
Aqil Siroj tak pernah gentar dalam mengembangkan ide-idenya ketengah-tengah
masyarakat. Baginya menyebarkan Islam dengan cara yang moderat dan
bermartabat adalah hal yang harus dilakukan oleh setiap da‟i dan ulama Islam.16
Ide-ide keislaman yang moderat membuat Republika, salah satu koran
berskala nasional, memberinya kehormatan sebagai Tokoh Perubahan Tahun 2012
karena kontribusinya dan komitmennya dalam mengawal persaudaraan di
Indonesia dan berperan aktif dalam menjaga perdamaian dunia,. Capaian ini
pernah dikomentari Dr. Hidayat Nur Wahid, "Said Aqil Siroj termasuk mahasiswa
kutu buku. Semasa di Makkah, ia lebih sering ditemukan di tempat-tempat ilmiah
dan sulit menemukannya di forum-forum gerakan/organisasi." Gus Dur (KH
Abdurrahman Wahid) pun apabila berkunjung ke Saudi Arabia, lebih suka tinggal
di kediaman Said Aqil Siroj daripada berada di hotel.17
Pada tahun 2010, Said Aqil Siroj menduduki posisi sebagai Ketua dalam
Pengurus besar Nahdlatul Ulama (NU). Walaupun ia telah menjadi pemegang
„tampuk kuasa‟ di NU, beliau tetap mengemukakan ide-ide yang segar dan juga
mendorong untuk berpikir. Pemikiran Kyai Said Aqil Siroj yang pernah kritis
terhadap madzhabnya (Ahlussunnah) dan terlalu memuji Mutazilah dan
merangkul Syiah, membuat Said Aqil Siroj diundang dan dikritik secara keras
oleh komunitas kyai Pesantren.bahkan, Said Aqil Siroj pernah didebat oleh
puluhan kyai Muda Jawa Timur dalam sebuah forum (halaqah). Dalam menjaga
kebebasan beragama dan menghindarkan umat Islam dari kesesatan. Kyai Said
16
Said Aqil Siroj, Ahlussunnah Wal Jamaah: Sebuah Kritik Historis, h. 9 17
Said Aqil Siroj, Ahlussunnah Wal Jamaah: Sebuah Kritik Historis, h. 9.
39
Aqil Siroj lebih menggunakan pendekatan yang persuasif daripada menggunakan
metode kekerasan yang sama sekali tidak efektif, karena membuat pengikutnya
berkembang dan masyarakat bersimpati pada mereka. Ketika komunitas
Ahmadiyah mendapat perlakuan yang buruk, namun Said Aqil Siraj dengan tegas
menolak untuk berlaku kasar dan penganiyayaan dalam bentuk apapun adalah
salah dan tercela.18
Beliau juga banyak berdialog dengan pemimpin Gafatar yaitu Ahmad
Mushadeq, orang yang mengaku nabi, lewat perdebatan panjang akhirnya Said
Aqil Siroj dapat membuat Ahmad Musadek bertaubat tanpa melakukan tindakan
intimidasi sebagaimana ormas Islam lainnya seperti FPI terhadap Gafatar. Setelah
Mushadeq bermudzakarah dengan Said, ia berkata: “Alhamdulillah, doa saya
diterima untuk bertemu ulama, tempat saya bermudzakarah (diskusi). Sekarang
saya sadar kalau langkah saya selama ini salah,”19
begitulah tindakan Said Aqil
Siroj sebagai seorang ulama dari tradisi NU. Selalu memberikan teladan dan jalan
yang hanif dalam berdakwah. 20
Sebagai ikon tokoh Islam Moderat, Said Aqil Siroj mengembangkan sikap
dan pikiran yang moderat, toleran dan damai. Maraknya para da‟i yang
menyebarkan Islam dengan suara keras dan penuh kebencian telah membuat
wajah Islam sebagai agama yang keras dan tidak toleran. Ini yang membuat Said
Aqil Siroj sebagai ketua umum PBNU, tergerak hatinya untuk membuat NU
sebagai organisasi yang menyebarkan perdamaian. Karena aktivitasnya yang
konsisten membela perdamaian inilah yang membuat Said Aqil Siroj dikenal oleh
18
Said Aqil Siroj, Ahlussunnah Wal Jamaah: Sebuah Kritik Historis, h. 9. 19
Soeleiman Fadeli, Antologi NU: Sejarah, Istilah, Amaliah dan Uswah (Surabaya:
Khalista: 2014) h. 47 20
Said Aqil Siroj, Ahlussunnah Wal Jamaah: Sebuah Kritik Historis, h. 9.
40
hampir semua kalangan dan aliran keagamaan di Indonesia. bagi Said Aqil Siroj,
kita tidak boleh bosan untuk terus menyerukan dan menyebarkan ide-ide toleransi
beragama kepada setiap manusia. Pada dasarnya secara historis mausia adalah
satu kesatuan. 21
Hingga hari ini, Said Aqil Siroj tercatat sebagai pendiri, penasihat dan juga
anggota dari beberapa LSM dan organisasi kemasyarakatan yang membutuhkan
pikiran dan juga nasihatnya: seperti di KOMNAS HAM Penasehat Angkatan
Muda Kristen republic Indonesia, Pendiri Gerakan Keadilan dan Persatuan
Bangsa (GKPB), Tim Gabungan Pencari Fakta Peristiwa 12 Mei, Pendiri Gerakan
Anti Diskriminasi (GANDI), Dewan Penasehat ICRP, Anggota MPR RI F-UG
(dari NU), Panitia Pembangunan Gereja Jagakarsa Jakarta Selatan, dan lain-lain.
Kualitas keilmuan dan juga intelektual Said Aqil Siroj telah diakui oleh beberapa
tokoh di Indonesia. Walau aktifitas keilmuannya sangat padat (dalam seminggu,
waktunya dihabiskan sebanyak 3 hari untuk berdakwah dan menghadiri seminar
di dalam dan luar kota di seluruh Indonesia) beliau tidak pernah lupa untuk
membaca, bahkan dengan membaca ingatan Said Aqil Siroj seolah disegarkan
sehingga ilmu sangat terpatri dalam pikirannya. Berbagai forum ilmiah didatangi,
mulai dari forum pengajian di desa terpencil hingga seminar di berbagai
perguruan tinggi baik nasional atau skala internasional. Ketika banyak ustadz dan
ulama terlena akan popularitas mereka sehingga mereka lupa untuk belajar, Said
Aqil Siroj justru menjadikan membaca dan belajar sebagai aktivitas yang menjadi
kebutuhannya. 22
21
Said Aqil Siroj, Tasawuf sebagai kritik sosial : Mengedepankan Islam sebagai
Inspirasi, bukan Aspirasi (Bandung: Mizan, 2006) h, 302 22
Said Aqil Siroj, Tasawuf sebagai kritik sosial, h. 302.
41
Banyak ustadz atau ulama yang kerap nyeleneh dalam artian ucapannya
membuat keributan dikarenakan mereka terlalu sibuk mengajar daripada belajar,
sebagai seorang Kyai, Said Aqil Siroj selalu mengingatkan kepada rakyat dan para
santrinya tentang betapa pentingnya ilmu pengetahuan. Peradaban yang besar bagi
Said Aqil Siroj, selalu erat kaitannya dengan pembangunan di bidang ilmu
pengetahuan. Sehingga dalam setiap ceramahnya selalu memotivasi murid dan
jemaahnya untuk ingat belajar dan juga memberi nasihat tentang keutamaan ilmu.
23
Walau memiliki jadwal dan kegiatan dakwah yang padat, baik di pelosok atau
di NU, Said Aqil Siroj masih meluangkan waktunya untuk mendidik para
mahasiswa. Kini Said Aqil Siroj tercatat sebagai Direktur Pascasarjana UNISMA
Malang, dosen pascasarjana Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, dan
dosen terbang di beberapa Perguruan Tinggi di Jawa Tengah dan Jawa Barat.24
C. Karya-karya
Beberapa Karya Ilmiah telah ditulis oleh Said Aqil Siroj baik dalam bentuk
buku atau makalah ilmiah. beberapa bukunya yang cukup menjadi rujukan
Mahasiswa adalah Rasa’il al-Rusȗl fī al-‘Aḥdi al-jadid wa Atsarahu fī al-
Masiḥiyah (Pengaruh Surat-Surat Para Rasul dalam Bible Terhadap
Perkembangan Agama Kristen), thesis dengan nilai memuaskan, pada tahun 1987
M. Allah wa shillatuhu bī al-Kaun fī al-Tasawwuf al-Falsafī (Hubungan Antara
Allah dan Alam Perspektif Tasawwuf Falsafi), disertasi dengan nilai Cum Laude
di promotori Mahmud Khofaji 1994 M. Islam Kebangsaan: Fiqih Demokratik
Kaum Santri pada tahun 1999 M. Kyai Menggugat: Mengadili Pemikiran Kang
23
Said Aqil Siroj, Tasawuf sebagai kritik sosial, h. 302. 24
Said Aqil Siroj, Tasawuf sebagai kritik sosial, h. 302.
42
Said pada tahun 1999 M. Ma’rifatullah: Pandangan Agma-Agama, Tradisi dan
Filsafat pada tahun 2003 M. Tasawuf Sebagai Kritik Sosial, mengendepankan
Islam sebagai Insprasi bukan Aspirasi pada tahun 2006 M, Ahlussunnah wal
Jamaah: Sebuah Kritik Historis sering menjadi bahan bacaan untuk mahasiswa. 25
Said Aqil Siroj sering mengisi rubrik opini beberapa media cetak nasional.
Dia juga `mengakrabi' beberapa jurnalis dan media, dengan tujuan agar pikirannya
dapat diekspos oleh khalayak dan menjadi konsumsi umum, khususnya generasi
muda yang saat ini sedang haus-hausnya mempelajari agama. Said Aqil Siroj juga
mengakomodir anak-anak muda untuk diajak bersama-sama mempelajari ajaran
luhur`tasawuf dan kebijaksanaan para sufi. Dengan tasawuf, bagi Said Aqil Siroj
akan membuka mata anak muda (dan masyarakat) tentang citra Islam yang damai
dan sejuk. Ia juga membuat Jurnal khas tasawuf, di samping juga pelatihan
tasawuf untuk remaja. Strategi `akrab dengan media‟ memang cukup efektif untuk
pribumisasi gagasan. Meski demikian akan semakin lengkap ketika hal itu diikuti
dengan penjabaran gagasan lewat sebuah tulisan yang utuh. Bagaimanapun juga,
buku adalah sarana ekspresi yang sangat efektif dan menjanjikan kepuasan
tersendiri. Hal ini juga disadari Said Aqil Siroj. Waktu senggangnya sering ia
gunakan untuk mereview `kegelisahan pikirnya' dengan menuangkan ke dalam
bentuk tulisan.26
Hingga detik ini beliau masih menjabat sebagai Ketua Umum Pengurus Besar
Nahdlatul Ulama (NU). Tugasnya yang berat dalam berdakwah dan membawa
nama besar dari organisasi massa Islam terbesar di Indonesia tak membuatnya
menyerah. Beliau hingga saat ini masih aktif membuat terobosan berupa ide-ide
25
Said Aqil Siroj, Tasawuf sebagai kritik sosial, h. 302. 26
Said Aqil Siroj, Tasawuf sebagai kritik sosial, h. 302.
43
keislaman, tentang toleransi, dan juga kebebasan. Walaupun saat ini banyak
golongan Islam radikal dan teroris yang merongrong agama Islam dan berusaha
merusak NU, Said Aqil Siroj percaya bahwa membumikan Islam yang damai di
Nusantara (melalui dakwah dan edukasi) adalah jihad akbar yang di emban oleh
dirinya dan NU. Beliau yakin bahwa semua akan berjalan dengan kehendak Allah.
Said Aqil Siroj juga yakin bahwa segala rongrongan dan fitnah yang menimpa
umat Islam dengan hadirnya golongan radikal akan dibalas oleh Allah.27
Salah satu upaya umat Islam Indonesia dalam menangkal aksi radikalisme
dan terorisme adalah dengan cara melahirkan suatu wacana “Islam Nusantara”.
Islam Nusantara bukanlah suatu madzhab atau agama. Islam Nusantara berarti
“madzhab etika dan epistemologi” dimana cara berpikir dan akhlak Islam yang
dibumikan di Indonesia, harus mengikuti para pendahulunya yang mempraktikan
keislaman yang damai dan hanif. Karena itulah gagasan Islam Nusantara hingga
saat ini populer dan terus menjadi bahan kajian.
27
Soeleiman Fadeli, Antologi NU: Sejarah, Istilah, Amaliah dan Uswah, h. 47.
44
BAB IV
ISU-ISU TEOLOGI ISLAM SAID AQIL SIROJ
A. Teologi Ahl Al-Sunnah Wa Al-Jamāah menurut Said Aqil Siroj
Aswaja adalah postulat dari ungkapan Rasulullah SAW, “Ma‟ ana „alaihi wa
ashabi”. Berarti golongan Ahl Al-Sunnah Wa Al-Jamāah adalah golongan yang
mengikuti ajaran Islam sebagaimana diajarkan dan diamalkan Rasulullah beserta
sahabatnya.1 Ahl Al-Sunnah Wa Al-Jamāah atau lebih sering disingkat
Ahlussunnah atau Sunni adalah mereka yang senantiasa tegak di atas Islam
berdasarkan al-Qur‟an dan al-Hadis yang sahih dengan pemahaman para sahabat,
tabi‟in dan tabi‟it tabi‟in. pemikiran keagamaan yang menjadikan hadis sebagai
rujukan utamanya setelah al-Qur‟an. Nama Ahlu al-Hadis diberikan sebagai ganti
Ahl Al-Sunnah Wa Al-Jamāah yang pada saat itu masih dalam proses
pembentukan dan merupakan penunjuk jalan lurus dari paham Khawarîj dan
Mu‟tazilah yang tidak mau menerima hadīs (al-sunnah) sebagai sumber pokok
ajaran agama Islam setelah al-Qur‟an.
Dalam terminologinya, Ahl Al-Sunnah Wa Al-Jamāah (aswaja) dalam
referensi lama belum dijumpai secara baku. Bahkan pada masa Al-Asy‟āri,
banyak yang mengklaim sebagai pendiri madzhab aswaja. Penegenalan istilah
tersebut sebagai suatu aliran baru dalam Islam yang muncul pada ashab Al-
Asy‟āri atau Asy‟āriyyah (sunni).2 Al-Asy‟āri dan Abu Manṣȗr Al-Māturīdī
adalah dua sosok yang memiliki tempat tersendiri dikalangan kaum Sunni karena
1 Said Aqil Siraj, Ahlusunnah wal Jamaa‟ah: Sebuah Kritik Historis, (Jakarta: Pustaka
Cendekia Muda, 2008), cet. I, h. 7 2Said Aqil Siraj, Ahlusunnah wal Jamaa‟ah: sebuah kritik historis, h. 87
45
melalui dua ulama kharismatik itulah Ahl Al-Sunnah Wa Al-Jamāah lahir sebagai
faham ideologi keagamaan. Paham ini lahir sebagai reaksi terhadap
perkembangan pemikiran kelompok Mu‟tazilah yang begitu liar.
Paham Ahl Al-Sunnah Wa Al-Jamāah yang diajarkan Al-Asy‟āri dan Abu
Manṣȗr Al-Māturīdī pada dasarnya merupakan koreksi terhadap berkembangnya
berbagai doktrin ketuhanan dan keimanan yang dipandang menyimpang dari
ajaran nabi dan para sahabatnya. Kaitannya dengan pandangan Jabariãh yang
fatalistik tentang nasib serta pandangan Qãdariah yang gerahan tentang
kemampuan manusia untuk menentukan perbuatannya, seperti dalam tatapan
ideologis kaum Syi‟ah dan Mu‟tazilah, kaum Ahl Al-Sunnah Wa Al-Jamāah
membuat garis batas yang jelas terhadap kedua kelompok tersebut. Secara
epistemologi Ahl Al-Sunnah Wa Al-Jamāah bisa diartikan sebagai “para penganut
tradisi nabi Muhammad dan Ijmā‟ ulama”.3
B. Perselisihan NU menurut Said Aqil Siroj
Perselisihan atau konflik yang terjadi dalam masyarakat, maupun ormas
seringkali dianggap sebagai masalah yang negatif (disfungsional), yang dapat
merusak perdamaian antar sesama. Perbedaan adanya tafsir suatu ajaran atau
aturan merupkan hal yang lumrah. Terjadi banyak organisasi bahkan di dalam
Negara. Akan tetapi, jika perbedaan tersebut terlalu bertentangan dan jauh
berbeda maka organisasi itu akan mengalami guncangan, bahkan perpecahan. Di
dalam jam‟iyyah NU menjelang tahun ke 1990, terdapat perubahan mendasar
dalam sekelompok anak muda yang menafsiri ajaran Aswaja yang merupakan
3Sahilun A. Nasir, Pemikiran Kalam: Teologi Islam, (Jakarta: Rajawali Pers, 2012), h.
187.
46
ajaran dasar bagi NU. Adanya konsekuensi dari perbedaan dari banyaknya anak
muda NU yang telah tamat dari berbagai pesantren kemudian melanjutkn ke
jenjang pendidikan perguruan tinggi dalam disiplin ilmu.4
Di dalam perselisihan NU terdapat beberapa pendapat baik dari kalangan
Wahabi maupun kelompok Mu‟tazilah.
1. Wahabi
Menurut Said Aqil Siroj dalam buku Ahmad Musthopa Harun, Wahabi
muncul sudah lama. Pada tahun 80-an gerakan ini mulai popular setelah Arab
Saudi membuka LIPIA (lembaga ilmu pengetahuan Islam dan Arab) di Jakarta.5
Muhammad Ibn Abdul Wahab, merupakan pendiri gerakan Wahabi. Ia juga
mengaku bermadzhab Hanbali (Hanbali versi Ibn Taimiyyah). Ibn Taimiyyah
adalah pengikut Hanbali yang ekstrim. Ahmad Ibn Hanbal yaitu imam Ahl Al-
Sunnah Wa Al-Jamāah yang empat yang selalu mendahulukan nash dan teks
(hadis ahad) daripada akal. Begitu juga sebaliknya, Abu Hanifah lebih banyak
menggunakan akal daripada teks. Muridnya Ahmad Ibn Hanbal justru lebih
ekstrim, kemudian lahirlah Ibn Taimiyah yang kemudian memiliki pengikut yaitu
Muhammad Ibn Abdul Wahab.6
Menurut Said Aqil Siroj dalam buku Ahmad Musthofa Harun, Wahabi
bukanlah dari Makkah, melainkan dari Najd, Riyadh. Orang Makkah asli,
Madinah asli, Jeddah asli tidak ada yang Wahabi, hanya saja tidak berani secara
terang-terangan. Ia juga menyatakan bahwa gerakan Wahabi itu tidak kuat. Akan
4Ahmad Musthofa Harun, Meneguhkan Islam Nusantara (Pt. Khairu Jalisin Kitabun
Khalista) H. 127 5Ahmad Musthofa Harun, Meneguhkan Islam Nusantara, h. 128
6Ahmad Musthofa Harun, Meneguhkan Islam Nusantara, h. 129
47
tetapi karena dananya yang luar biasa. Pengikut Wahabi bukan semata-mata ingin
menjadi bagian darinya, melainkan karena ingin mendapatkan uang.7
Dewasa ini banyak organisasi masyarakat dengan berwajah menyeramkan.
Mereka melakukan aksi demonstran dengan mengerikan, hal tersebut merupakan
ancaman bagi kokohnya negara Indonesia saat ini. Said Aqil Siroj yang
merupakan ketua umum PBNU menyatakan bahwa, NU menolak tegas ide
“Ormas dan gerakan Islam yang mudah mengkafirkan kelompok Islam lain,
seperti ziarah kubur, tahlilan, haul, istighasah itu dianggap musyrik dan bid‟ah. Ia
menyatakan bahwa, tidak hanya Wahabi, namun MTMA (majlis tafsir al-Qur‟ān)
dan ormas lainnya. Menurutnya kelompok demikian tidak sesuai dengan nilai-
nilai yang terkandung dalam Aswaja.
Bagi NU, Wahabi hanya sampai pada taraf Aswaja saja, namun bukan
jama‟ah wal jamaah (pengikut sahabat dan ulama penerusnya). Pernyataan lainnya
juga, bahwa Wahabi dan sejenis kelompok lainnya yang mudah mengkafirkan
orang, hal tersebut bukanlah bagian dari penerus ajaran Nabi. Kelompok wahabi
dan lainnya yang sering mengkafirkan ulam-ulama besar seperti, Imam al-
Ghazali, Abū al-Hasan Al-Asy‟āri , Sayikh Abd. Qadīr Jailāni, dan sebagainya.8
Tercatat dalam sejarah, bahwa pembentukan NU adalah perlawanan untuk
Wahabi. Pada tahun 1920, terdapat dialog yang mengalisa kondisi perjuangan
bangsa dan dinamika keislaman di Nusantara NU. Pembentukan NU merupakan
upaya kaum Wahabi untuk membongkar makan Nabi. Pada awal abad 20, ulama
memberi tugas terhadap beberapa utusan untuk menemui Raja Saudi Arabia. Oleh
7Ahmad Musthofa Harun, Meneguhkan Islam Nusantara, h. 131
8Ahmad Musthofa Harun, Meneguhkan Islam Nusantara, h. 127
48
sebab itu, sudah jelas bahwa, berdirinya NU karena sikap Wahabi yang pada
waktu itu ingin membongkar makam Nabi. pada akhirnya terbentuklah sebuah
komite hijaz oleh KH. Hasyim,9 namun yang berangkat ketika itu adalah Kiai
Wahab. Ketua PBNU yang pertama yaitu Hasan Dipo, lalu KH. Zainul Arifin10
membawa suratnya membawa suratnya KH. Hasyim untuk bertemu dengan Raja
Abdul Azis11 untuk mengharap dan memohon agar tidak membogkar makam nabi
Muhammad. Kemudian karena hal tersebut, lahirlah atau berdirilah NU. Karena
NU lahir atas dorongan dari gerakan Wahabi.
Menurut Gus Dur, terkait ideologi Wahabi yang masuk ke Indonesia. Ia
telah mengaburkan antara batas islamisasi dengan arabisasi. Ia menjelaskan
bahwa, arabisasi telah berkembang menjadi islamisasi dengan segala konsekuensi
yang ada. Hal tersebut membuat banyak dari aspek kehidupan kaum muslimin
yang dinyatakan dalam simbolisme Arab. Sehingga secara tidak terasa arabisasi
disamakan dengan islamisasi.12 Said Aqil Siroj berusaha agar kebudayaan NU
tidak terkikis untuk melawan ideologi Wahabi.
C. Ahl Al-Sunnah Wa Al-Jamāah Perspektif Said Aqil Siroj
Ahl Al-Sunnah Wa Al-Jamāah Prespektif Said Aqil Siroj adalah orang yang
memeliki metode berpikir relegius yang mencakup semua aspek kehidupan
berdasarkan fondasi moderasi, menjaga keseimbangan dan toleransi. Ahl Al-
9KH. Hasyim adalah salah seorang pahlawan Indonesia yang merupakan pendiri Nahdatul
Ulama, organisasi massa Islam terbesar di Indonesi. Dikalangan Nahdliyin dan ulama pesantren ia
dijuluki dengan sebutan Hadratus Syeikh yang berarti maha guru. 10
KH. Zainul Arifin adalah seorang wakil perdana menteri Indonesia, ketua DPR-GR, dan
politisi Nahdatul Ulama. 11
Raja Abdul Aziz adalah Raja Arab Saudi yang pertama. Dia juga dikenal dengan
berbagai nama, diantaranya Ibnu Saud. Ia ia berasal dari Keluarga Kerajaan Saudi yang
memerintah sebagian dari Jazirah Arab. 12
Ahmad Musthofa Harun, Meneguhkan Islam Nusantara, h. 130
49
Sunnah Wa Al-Jamāah adalah sekolah yang akan menjadi Manhaj al-Fikr, karena
itu hanya menemukan jalan tengah di antara berbagai aliran. Ahl Al-Sunnah Wa
Al-Jamāah tidak ada Batasan dan ketentuan yang harus sama dengan Imam Abu
Hasan al-As‟ary atau al-Maturidi tetapi pilar-pilar Ahl Al-Sunnah Wa Al-Jamāah
memahami ini harus ada perbedaan dan pendapat dalam menafsirkan sumber
agama agar tidak menjadi jurang selama masih memegang Rukn (Ahl Al-Sunnah
Wa Al-Jamāah) yaitu keilahian (uluhiyah), Rasul (nubuwah) dan akhirnya (al-
Ma‟d). Paham Ahl Al-Sunnah Wa Al-Jamāah mengikuti salah satu mazhab empat:
Hanafi, Maliki, Syafi‟i dan Hambali. Pernyataan ini dijabarkan lebih rinci lagi
dengan tambahan aspek tasawuf sebagai berikut: Pertama, dalam bidang akidah,
mengikuti paham Ahl Al-Sunnah Wa Al-Jamāah yang dipelopori oleh Imam Abu
Hasan Al-Asy‟āri dan Imam Abu Manṣȗr al-Matūridi; Kedua, dalam bidang
fiqih, mengikuti jalan pendekatan (al-madhhab) salah satu dari mazhab Abu
Hanifah alNu‟man, Imam Malik Ibn Anas, Imam Muhammad Ibn Idris al-Syafii,
dan Ahmad Ibn Hāmbal. Ketiga, dalam bidang tasawuf mengikuti antara lain
Imam al-Junaid al-Baghdadi, Imam al-Ghazali serta imam-imam yang lain.13 pada
doktrin ahlusunnah yang diklasifikasikan dalam buku yang ditulis oleh Said Aqil
Siroj di antaranya:
1. Bidang Akidah
Diskursus akidah dalam paham Ahl Al-Sunnah Wa Al-Jamāah sudah
berlangsung sejak lama bahkan jauh sebelum Abu Hasan Al-Asy‟āri (w.
324 H.) maupun Abu Manṣȗr al-Matūridi (w.332 H.), sehingga tidak
13
Muhammad Endy Fadlullah, Ahlusunnah Wa al-Jama‟ah Perspektif Said Aqil Siradj,
Nidhomul Haq, Vol. 3, No. 1, Maret 2018, h. 11
50
terlalu salah seandainya pemikiran akidah Ahl Al-Sunnah Wa Al-Jamāah
tidak persis sebagaimana pendapat-pendapat Al-Asy‟āri dan al-Matūridi.
Abdul Qahir al-Baghdādi al-Isfirany secara tegas menjelaskan bahwa
semua umat Islam yang menyepakati (Ijmak) terhadap kebaruan (huduts)
alam, mentauhidkan pencipta alam, mempercayai kenabian Muhammad
SAW beserta risalah yang diembannya, meyakini al-Qur‟an sebagai
sumber hukum (Manba‟ al-Ahkam al-Syariah) serta Ka‟bah sebagai kiblat
shalatnya, mereka semua tergolong Ahl Al-Sunnah Wa Al-Jamāah.14
Cakupan Ahl Al-Sunnah Wa Al-Jamāah sangat luas dan tidak bisa
dibatasi hanya pendapat Al-Asy‟āri karena sebelumnya telah banyak
pemikiran yang masuk dalam cakupan Ahl Al-Sunnah Wa Al-Jamāah
misalnya, pemikiran yang dikembangkan oleh Harits Ibnu Asad al-
Muhasisbi (w. 241 H.), Ibnu Kullab (w. 204 H.), Imam Syafii (w. 204 H.),
Imam Malik Ibnu Anas (w.191 H.) Imam Abu Hanīfah (w. 150 H.) para
tabiit tabiin, para tabiin, para sahabat bahkan sejak zaman Rasulullah
SAW.
Oleh sebab itu dalam Ahl Al-Sunnah Wa Al-Jamāah tidak ada batasan
dan ketentuan harus persis seperti Imam Abu Hasan al-Asy‟āri ataupun al-
Matūridi namun pilar-pilar paham Ahl Al-Sunnah Wa Al-Jamāah ini yang
harus dipertahankan dengan demikian perbedaan pendapat dan pandangan
dalam menginterpretasikan sumber agama tidak menjadi jurang pemisah
selama masih memegang pilar-pilar (rukun) Ahl Al-Sunnah Wa Al-
14
Said Aqil Siradj, Ahlusunnah Wa al-Jama‟ah: Sebuah Kritik Historis (Jakarta: Pustaka
Cendekia muda, 2008), h. 45-46. Dan lihat Abdul Qahir, Ibnu Muhammad al-Baghdadi al-Isfirany
al-Tamimi, al-Farqu Baina Alfiraq (Beirut: Dar al-Marifat, Tt), h. 13
51
Jamāah. Pilar pertama adalah ketuhanan (uluhiyah) mengupas tentang
eksistensi Allah SWT di alam semesta. Selama orang masih memilikijiwa
tauhid yang murni kepada Allah dengan membuang semua bentuk
kemusyrikan dan berpegang teguh kepada nash al-Qur‟an dan al-Sunnah,
maka orang tersebut masih tergolong Ahl Al-Sunnah Wa Al-Jamāah. Sikap
ini berangkat dari prinsip dasar bahwa Ahl Al-Sunnah Wa Al-Jamāah
selalu mencari jalan tengah (tawasuth), moderat dan tawazun.
Pilar kedua adalah kenabian (Nubuwah) menjelaskan bahwa Allah
SWT telah menurunkan wahyu kepada para Nabi dan Rasul sebagai
utusan. Wahyu tersebut merupakan acuan jalan hidup umat manusia yang
dapat menyelamatkan kehidupan mereka di dunia maupun di akhirat,
menuju kabahagiaan lahir dan batin yang hakiki dan abadi. Pilar ketiga
adalah al-Ma‟d yaitu keyakinan bahwa Allah akan membangkitkan
manusia dari kubur, lalu memasuki hari kiamat. Pada hari itu, semua
manusia akan menerima pembalasan atas semua amal perbuatannya (Yaum
al-Jaza). Mereka yang perhitungan (Hisab) amalnya baik akan masuk
surga sedangkan yang buruk akan masuk neraka.15
Hemat penulis, tiga doktrin inilah yang menjadi barometer dalam
menentukan seseoran, golongan atau partai dikategorikan sebagai Ahl Al-
Sunnah Wa Al-Jamāah, maka apabila dari salah satu dari tiga pilar dalam
berakidah tidak memadai maka tidak bisa dikategorikan sebagai Ahl Al-
Sunnah Wa Al-Jamāah.
15
Said Aqil Siradj, Ahlusunnah Wa al-Jama‟ah: Sebuah Kritik Historis (Jakarta: Pustaka
Cendekia Muda, 2008), h. 52
52
2. Bidang Sosial Politik
Dalam suatu komunitas khususnya umat Islam maka berdirinya suatu
negara merupakan keharusan.16 Menurut Said Aqil Siroj terbentuknya
negara untuk mengayomi kehidupan umat, melayani mereka serta menjaga
kemaslahatan bersama (maslahah musyarakah). Sebab keharusan ini
menurut Ahl Al-Sunnah Wa Al-Jamāah hanyalah sebatas kewajiban
fakultatif (fardu kifayah) maka apabila dilakukan sebagian orang untuk
terbentuknya negara maka gugurlah kewajiban itu.17 Oleh karena itu,
konsep berdirinya negara dalam Ahl Al-Sunnah Wa Al-Jamāah tidaklah
termasuk salah satu pilar (rukun) keimanan sebagaimana yang diyakini
oleh kelompok syi‟ah. Hal ini juga berbeda dengan kelompok Khawarîj
yang membolehkan komunitas khususnya umat Islam tanpa adanya
seorang Imam apabila umat Islam itu sudah bisa mengatur dirinya sendiri.
Ahl Al-Sunnah Wa Al-Jamāah tidak memiliki prinsip yang baku
tentang dalam ideologi pembentuk negara. Negara diberikan kebebasan
menentukan bentuk monarki, tirani, aristokrasi, oligarki, demokrasi,
mobokrasi, federasi, kesatuan, konfederasi, presidensil, dan parlementer
ataupun bentuk lainnya. Ahl Al-Sunnah Wa Al-Jamāah hanya memberikan
kriteria (syarat-syarat) yang harus dipenuhi oleh suatu negara. Persyaratan
yang harus dipenuhi oleh suatu negara tersebut adalah:
a. Prinsip musyawarah (syura)
16
Al-Mawardi (1978), al-Ahkām al-Sultaniyyah wa al-Wilāyat al-Diniyyah (Bairut: Dar
al-Kutub al-Ilmiyyah), h. 5 17
Said Aqil Siradj, Ahlusunnah Wa al-Jama‟ah: Sebuah Kritik Historis (Jakarta: Pustaka
Cendekia Muda, 2008), h. 53
53
Prinsip ini didasari dengan adanya firman Allah QS. al-Syura [42]
36-39
Artinya: “Maka sesuatu yang diberikan kepadamu, itu adalah
kenikmatan hidup di dunia; dan yang ada pada sisi Allah lebih baik dan
lebih kekal bagi orang-orang yang beriman, dan hanya kepada Tuhan
mereka, mereka bertawakkal. Dan (bagi) orang-orang yang menjauhi
dosa-dosa besar dan perbuatan-perbuatan keji, dan apabila mereka
marah mereka memberi maaf, Dan (bagi) orang-orang yang menerima
(mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan
mereka (diputuskan) dengan musyawarat antara mereka; dan mereka
menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka.
54
Dan (bagi) orang-orang yang apabila mereka diperlakukan dengan
zalim mereka membela diri”.
Ayat ini memberikan pesan, syura (musyawarah) merupakan
ajaran yang memiliki egaliter yang sama dengan iman kepada Allah
(iman bi Allah), tawakal, menghindari dosa-dosa besar, memberikan
maaf setelah marah, memenuhi titah ilahi, mendirikan shalat,
memberikan sadaqah, dan lain sebagainya. Seakan-akan musyawarah
merupakan suatu bagian integral dan hakikat Iman dan Islam18
b. Prinsip keadilan (adl)
Menegakkan keadilan merupakan suatu keharusan dalam Islam
terutama bagi para penguasa dan para pemimpin pemerintahan
terhadap rakyat dan umat yang dipimpin. Dan ini didasarkan pada QS.
al-Nisā‟[4] 58
Artinya “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan
amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu)
apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu
18
Said Aqil Siradj, Ahlusunnah Wa al-Jama‟ah: Sebuah Kritik Historis (Jakarta: Pustaka
Cendekia muda, 2008), h. 55
55
menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran
yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha
Mendengar lagi Maha Melihat”
Dalam ayat lain juga al-Qur‟ān menjelaskan bagaimana cara untuk
bisa mewujudkan keadilan yaitu dalam QS al-Nahl[16] 90
Artinya “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan
berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah
melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia
memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil
pelajaran”.
Ayat ini merupakan salah satu tindakan adil adalah meninggalkan
kezaliman dan menunaikan kebenaran. Sedangkan kata al-ihsān
(kebajikan) merupakan tindakan yang nāfilah (sunah) sebagian
kelompok berpendapat, ihsān penyempurna dari tindakan adil.19 Sepeti
keadilan dalam kepercayaan sebagaimana dijelaskan dalam QS.
Luqman [31] 13
19
al-Qurṭubī Abū „Abdillah (w. 671 H), Jāmi‟ li Aḥkām al-Qur‟ān Tafsīr al-Qurṭubī,
(Kairo: Maktabah al-Ṣafa, 2005), juz 12, h. 415
56
Artinya “Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di
waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah
kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan
(Allah)”.
c. Prinsip kebebasan ( al-Hurriyyah)
Kebebasan dimaksudkan sebagai suatu jaminan bagi rakyat agar
dapat melaksanakan hak-ha mereka (Huqūq al-„Ibād). Hak-hak
tersebut dalam syariat dikemas dalam al-Ushul al-Khams (lima prinsip
pokok) yang menjadi kebutuhan primer bagi setiap insan. Kelima
prinsip tersebut adalah: a) hifdzu al-nafs (menjaga kehidupan) b)
hifdzu al-din (menjaga agama) c) hifdzu al-mal (menjaga harta benda)
d) hifdu al-nasl (menjaga keturunan) e) hifdzu al-irdh (menjaga
kehormatan).Lima prinsip ini juga terbentuk dengan istilah yaitu
Maqāsid al-Syarī‟ah20, hak asasi manusia (HAM) memberikan format
perlindungan, pengamanan, dan antisipasi terhadap berbagai hak asasi
yang bersifat primer (darūriyyāt) yang dimiliki oleh setiap insan.
20
Maqāṣid al-Syarī‟ah menurut pandanganWahbah Al Zuhaili, Maqāsid al-Syarī‟ah
berarti nilai-nilai dan sasaran syara‟ yang tersirat dalam segenap atau bagian terbesar dari hukum-
hukumnya. Nilai-nilai dan sasaran itu dipandang sebagai tujuan dan rahasia syarī‟ah, yang
ditetapkan oleh al-Syārī‟ dalam setiap ketentuan hukum. Lihat: Wahbah Zuhaili, Uṣūl Fiqh Islāmī,
(Damaskus: Dār al Fikr, 1986), h. 225
57
Perlindungan tersebut hadir dalam bentuk antisipasi terhadap berbagai
hal yang akan mengancam eksistensi jiwa, eksistensi kehormatan dan
keturunan, eksistensi harta benda material, eksistensi akal pikiran,
serta eksistensi agama. Perlindungan tersebut hadir dalam bentuk
antisipasi terhadap berbagai hal yang akan mengancam eksistensi
jiwa (hidzf al-nafs), eksistensi kehormatan dan keturunan (hifdz al-
„asl), eksistensi harta benda material (hifdz al-māl), eksistensi akal
pikiran (hifdz al-„aql), serta eksistensi agama (hifdz al-dīn).21
d. Egaliter derajat(Prinsip al-Musawah)
Semua warga negara haruslah mendapatkan perlakuan yang sama.
Semua warga negara memiliki kewajiban dan hak yang sama pula.
Sistem kasta atau pemihakan terhadap golongan, ras, jenis kelamin
atau pemeluk agama tertentu tidaklah dibenarkan. Menurut Saiq Aqil
Siroj, dari beberapa syarat tersebut tidaklah terlalu berlebihan jika
dikatakan bahwa sebenaranya sistem pemerintahan yang mendekati
kriteria di atas adalah sistem pemerintahan demokrasi. Demokrasi
adalah sistem pemerintahan yang bertumpu kepada kedaulatan rakyat.
Jadi kekuasaan negara sepenuhnya berada di tangan rakyat ( civil
society) sebagai amanah Allah.22
3. Bidang Istinbath al-Hukm (penggalian hukum)
21
Wahbah al-Zuhailī, al-Fiqh al-Islam Wa Adillatuhu, Juz I, (Siria: Dār al-Fikr,1984),
hlm. 18-19. 22
Said Aqil Siradj, Ahlusunnah Wa al-Jama‟ah: Sebuah Kritik Historis (Jakarta: Pustaka
Cendekia Muda, 2008), h. 57
58
Dalam deretan sekte-sekte Islam (al-Madzahib al-Islamiyah)
terutama dalam lingkup fiqih (Syariah) tidak ditemukan kontroversi
yang disebakan oleh polemik mutakallimin. Tetapi yang terjadi justru
sebaliknya. Para mutakallimin, baik dari Mu‟tazilah, Asy‟āriyah,
Maturudiyah maupun Salafiyin tersebar dalam berbagai madzhab fiqih.
Hanya Syi‟ah sebagi suatu madzab dalam telogis yang sekaligus
memiliki madzhab fiqih tersendiri yang berasal dari para Imam mereka
bahkan secara tegas Syi‟ah mengikuti Imam Jafar al-Shadiq dalam
bidang fiqih.23
Perlu ada kajian ulang terhadap pendapat yang menyatakan bahwa
pengikut madzhab Syafi‟iyyah pasti Ahl Al-Sunnah Wa Al-Jamāah.
Sejarah mencatat bahwa imam Syafi‟i hidup sebelum munculnya
pertentangan antara Mu‟tazilah dengan Al-Asy‟āriyyah. Pemahaman
tersebut lebih pelik lagi jika Ahl Al-Sunnah Wa Al-Jamāah dianggap
sebagai suatu madzhab karena bagaimana mungkin dalam madzhab
Ahl Al-Sunnah Wa Al-Jamāah masih terbagi dalam madzhab-madzhab
yang syarat dengan perbedaan. Bahkan dalam konteks tertentu di
kalangan NU terkadang masih ada yang berpandangan miring terhadap
ulama madzhab dari kalangan madzhab empat.24
Oleh karena itu, Pemahaman Ahl Al-Sunnah Wa Al-Jamāah
sebagai metode fikir (Manhaj al-Fikr) bukan mazhab harus menjadi
titik awal kerangka berfikir dalam menggali hukum. Metode tersebut
23
Said Aqil Siradj, Ahlusunnah Wa al-Jama‟ah: Sebuah Kritik Historis (Jakarta: Pustaka
Cendekia Muda, 2008), h. 59 24
Said Aqil Siradj, Ahlusunnah Wa al-Jama‟ah: Sebuah Kritik Historis(Jakarta: Pustaka
Cendekia Muda, 2008), h. 560
59
bersifat tawasuth, tawazaun, tasamuh dan selalu mencari jalan tengah
(moderat) yang diterima oleh sebagian besar golongan (Sawad al-
A‟dzam). Jika berpegang pada paradigma ini, maka keberagaman
mazhab dalam fiqih akan mudah terwadai.
Sebenarnya, tidaklah ditemukan pendapat (qaul) ulama yang secra
tegas menutup otoritas ijtihad. Pintu ijtihad tertutup dengan sendirinya
setelah muncul persyaratan bagi seorang mujtahid yaitu harus memiliki
kapabilitas keilmuan yang sempurna. Perkembangan selanjutnya
pemikiran kajian hukum Islam dikembangkan para ulama madzhab hal
ini bukan berarti semangat kajian generasi ini mundur namun mereka
tetap reflektif, krits, analitis, argumentatif dan sistematis. Implementasi
pemikiran mereka terefleksikan pada karyanya yaitu kitab-kitab
dengan sistem syarah (penjelasan), khasiyah (catatan kaki). Kemudian
muncul pula tahqiq (penelitian), dan ta‟liq (komentar).
Adapun sumber-sumber hukum dalam kalangan sunni tersendiri di
antaranya: al-Qur‟an, al-Sunnah, Ijma‟, dan Qiyas.
4. Bidang tasawwuf25
Pada dasarnya tasawuf bertumpu pada dua pokok yaitu:
pertama,Tajribah ( eksperimen) secara langsung agar tercapai hubungan
langsung antara hamba dengan Allah. Kedua, Ittihād (menyatu) antara sufi
(pelaku) dengan Allah. Tasawuf dibagi menjadi dua yaitu tasawuf sunni
(amali) dan tasawuf falsafi. Tasawuf sunni adalah tasawuf yang memilki
25
Menurut Abū Yazīd al-Bustāmī, tasawwuf adalah sofat Allah yang melekat pada hamba
yaitu menguat kelemah-lembutan dan terpusatnya kebeningan dalam arti kata membuang habis
hawa nafsu sembari memusatkan totalitas pandang hanya kepada Allah. Lihat al-Sahlajī, al-Nūr
min Kalimat Abī Taifur; dalam Abd. Rahman Badawi, Sahabat Suffiyah (Bairut: Dar al-Qalam),h.
110
60
karakter dinamis karena selalu mendahulukan syari‟at. Seseorang tidak
akan mecapai hakikat bila tidak melalui syari‟at sedangkan proses
pencapaian hakikat harus melalui maqomat (terminal-terminal).
Tasawuf atau sufisme tidak bisa dipisahkan dari dalam Islam,
sebagaimana halnya nurani dan kesadaran tertinggi juga tidak dapat
dipisahkan dari Islam. Islam bukanlah sebuah fenomena sejarah yang di
mulai sejak tahun 1400 yang lalu. Tetapi, Islam merupakan suatu
kesadaran abadi yang bermakna penyerahan diri dan ketertundukan (al-
iqiyad) seperti halnya kata “Islam” itu sendiri ketundukan dan kepasrahan.
Tasawuf adalah intisari ajaran Islam yang membawa kesadaran manusia
seperti itu.
Kemunculan tasawuf bermula dari abad pertama Hijriah, sebagai
bentuk perlawanan terhadap pernyimpangan dari ajaran Islam yang sudah
di luar batas syariat. Para penguasa saat itu sering menggunakan Islam
sebagai alat legitimasi ambisi pribadi. Mereka tak segan-segan menampik
sisi –sisi ajaran Islam yang tidak sesuai dengan kehendak ataupun pola
hidup mereka. Sejak masa itu, sejarah mencatat munculnya pembaruan
dikalangan umat Islam yang ikhlas dan tulus. Kebangkitan ini kemudia
meluas ke seluruh dunia Muslim.26
Setelah mengetahui rincian dalam prinsip Ahlu Sunnah yang
dijelaskan oleh Said Aqil Siroj, maka langkah selanjutnya melakukan
analisis pola pikir tentang argumetasi mengenai Ahlu Sunnah wa al-
Jama‟ah perspektif Said Aqil Siroj. Said Aqil Siroj memberikan batasan-
26
Said Aqil Siroj, Tasawuf Sebagai Kritik Sosia: Mengedepankan Islam Sebagai Inspirasi, Bukan Aspirasi, (Bandung: Mizan, 2006), h. 35-36
61
batasan dalam segmentasi aliran-aliran atau seseorang masuk dalam
kategori Ahl al-Sunnah Wa al-Jamaãh atau tidak. Konsep yang ditawarkan
oleh Said Aqil Siroj bahwa Ahl al-Sunnah Wa al-Jamaãh bukanlah
madzhab tapi sebuah Manhaj al-Fikr (metode berpikir) tentu
menimbulkan kontradiktif di internal NU maupun di luar NU. Karena
konsep ini menggugat konsep al-Sunnah wa al-Jamaah yang telah
disakralkan oleh mayoritas warga NU. Hasyim Asy‟ari selaku pendiri
menegaskan bahwa dalam aspek keyakinan (akidah) Ahl Al-Sunnah Wa
Al-Jamāah mengikuti paham yang dikembangakan oleh Al-Asy‟āri dan
al-Maturidi. Konsepsi Ahl Al-Sunnah Wa Al-Jamāah Hasyim Asy‟āri
mengatakan jika keluar dari pemahaman Al-Asy‟āri dan al-Matūridi maka
sudah keluar dari Ahl Al-Sunnah Wa Al-Jamāah. Hal ini ditegaskan oleh
Murtadho al-Zabidi27
di dalam kitabnya Ithāf Sa‟adah al-Muttaqīn bahwa
sejak zaman dulu kelompok yang disebut Ahl Al-Sunnah Wa Al-Jamāah
adalah pengikut Al-Asy‟āri dan al-Matūridi.
konsep ini memiliki sisi negatif yang membuka ruang bagi aliran lain
untuk mengkaim dirinya sebagai Ahl Al-Sunnah Wa Al-Jamāah. Batasan
bahwa Ahl Al-Sunnah Wa Al-Jamāah disematkan kepada aliran dalam
koridor masih meyakini bahwa ketuhanan, kenabian dan hari akhir
menimbulkan polemik baru. Pertama, Syi‟ah Imamiyah sebagai sebuah
aliran memiliki kesamaan dalam hal ini. Lima dasar (Ushul Khamsah)
Syi‟ah Imamiyah atau biasa disebut rukun iman Syi‟ah berisi: ketuhanan
(tauhid), kenabian (nubuwat), kepemimpinan (imamah), keadilan (al-adlu)
27
Murtadho al-Zabidi adalah seorang ulama yang bermazhab Hanafi, ia dikenal sebagai seorang ahli hadis (muhaddits) pada zamannya. Karya Murtadho al-Zabid yang cukup terkenal yaitu Ithaf As Sadah Al-Muttaqin, yaitu sarah kitab Ihya’ Ulumuddin karya Imam Ghazali.
62
dan hari akhir (al-ma‟d). Dengan demikian Said Aqil berpendapat bahwa
Syi‟ah Imamiyah masih dalam kategori Ahl Al-Sunnah Wa Al-Jamāah.
Tentu ini menimbulkan polemik baru di kalangan nahdliyin atau di luar
mereka. Sebab, Ahl Al-Sunnah Wa Al-Jamāah dengan Syi‟ah selama ini
dipahami sebagai dua kutub yang berbeda. Satu sama lain tidak pernah
menyatakan bisa disematkan istilah Ahl Al-Sunnah Wa Al-Jamāah.
Bahkan selama ini dikonotasikan bahwa definisi negatif Syi‟ah adalah
Ahlus al-Sunnah dan sebaliknya definisi negatifnya Ahlu al-Sunnah adalah
Syi‟ah.28
Kedua, Mu‟tazilah sebagai aliran yang sempat menjadi sorotan dalam
sejarah Islam berkat pencapaiannya dalam pembangunan peradaban Islam
dibidang ilmu pengetahuan juga dikategorikan sebagai Ahl Al-Sunnah Wa
Al-Jamāah. Kontribusi yang besar di bidang ilmu pengetahuan inilah
mungkin yang menjadikan Said Aqil memasukkan Mu‟tazilah sebagai
golongan Ahl Al-Sunnah Wa Al-Jamāah. Sejarah mencatat berkat
kebebasan berfikir dan keterbukaan terhadap ilmu pengetahuan inilah
umat Islam berada di puncak tertinggi peradaban Islam (golden age) di
masa lalu. Namun secara akidah Mu‟tazilah dianggap masih masuk dalam
bingkai Ahl Al-Sunnah Wa Al-Jamāah karena memiliki dasar yang sama di
lima dasar (Ushul Khamsah): ketuhanan (tauhid), kenabian (nubuwat),
tempat di antara dua tempat (manzilatun baina manzilataini), keadilan (al-
Adlu) dan hari akhir (al-ma‟d) sama halnya Syi‟ah. Menelisik lebih jauh,
Pemahaman ahlus sunnah yang luas ini sedikit banyak mengadopsi konsep
28
Muhammad Endy Fadlullah, Ahlu Sunnah wa al-Jama‟ah perspektif Said Aqil Siradj,
Nidzomul Haq, Vol. 3, No. 1, Maret 2018, h. 41
63
Ahl Al-Sunnah Wa Al-Jamāah Abdul Qahir al-Baghdadi al-Isfirany yang
secara tegas menjelaskan bahwa semua umat Islam yang menyepakati
(Ijmak) terhadap kebaruan (Huduts) alam, mentauhidkan pencipta alam,
mempercayai kenabian Muhammad SAW beserta risalah yang
diembannya, meyakini al-Qur‟an sebagai sumber hukum (Manba‟ al-
Ahkam al-Syariah) serta Ka‟bah sebagai kiblat shalatnya, mereka semua
tergolong Ahl Al-Sunnah Wa Al-Jamāah.29
Ketiga, dari segi metodologi konsep ini tidak konsisten dan cenderung
dipaksakan. Terhadap dua aliran tadi (Mutazilah dan Syi‟ah Imamiyah) ia
tegas memasukkan keduanya dalam manhaj Ahl Al-Sunnah Wa Al-Jamāah
namun menolak secara tegas salafi bagian dari Ahl Al-Sunnah Wa Al-
Jamāah. Said aqil Siroj secara tegas menolak paham Salafi-Wahabi yang
menurutnya tidak sesuai dengan nilai-nilai Ahl Al-Sunnah Wa Al-Jamāah
yang mengedepankan sikap moderat dan selalu berada di tengah. Salafi
lebih tepat dikategorikan sebagai neo Khawarîj yang paham dan
perilakunya sangat keras serta jauh dari ajaran Islam yang dibawa oleh
Nabi Muhammad SAW. Jika perilaku keras Salafi terhadap kelompok lain
seperti melempar tuduhan sesat, bid‟ah dan khurafat dikategorikan bukan
Ahl Al-Sunnah Wa Al-Jamāah bagaimana jika dibandingkan dengan
Mu‟tazilah yang memaksakan kehendaknya menjadi madzhab wajib
negara? Bukankah Mu‟tazilah juga melakukan tindak kekerasan dan
intimidasi kepada umat Islam dalam tragedi mihnah Al Quran? Imam
Ahmad Ibnu Hambal salah seorang Imam madzhab fiqih menjadi saksi
29
Muhammad Endy Fadlullah, Ahlu Sunnah wa al-Jama‟ah perspektif Said Aqil Siradj,
Nidzomul Haq, Vol. 3, No. 1, Maret 2018, h. 41
64
kekejaman khalifah al-Watsiq, al-Mutashim dan al-Watsiq yang berpaham
Mu‟tazilah. Karena jika mengacu pada aspek teologis aliran Salafi masih
bisa dikategorikan Ahl Al-Sunnah Wa Al-Jamāah yang berlandaskan pada
tiga pilar yakni ilahiyat, nubuwat dan ma‟d.30
Keempat, istilah Ahl Al-Sunnah Wa Al-Jamāah sebenarnya sudah
dimunculkan sejak masa akhir sahabat (Sigharu al-Sahabah) ini anti tesis
dari konsep Said Aqil Siroj yang menjelaskan istilah ini tidak muncul
sampai akhir masa daulah Bani Umayyah. Sahabat Ibnu Abbas ketika
melakukan tafsiran terhadap QS. Alī„Imran [3]106 menjelaskan bahwa
orang-orang yang wajahnya esok di hari kiamat putih bersih merekalah
golongan Ahl Al-Sunnah Wa Al-Jamāah dan orang-orang yang berilmu.
Sedangkan orang-orang yang wajahnya hitam merekalah golongan ahlu
bid‟ah wa al-Dhalalah. Hal ini menagaskan bahwa walaupun sebagai
sebuah mahzab dan manhaj Ahl Al-Sunnah Wa Al-Jamāah belum
terumuskan secara definitif namun sebagai sebuah nama dan istilah term
ini sudah muncul di generasi akhir sahabat sebelum munculnya generasi
tabiin dan tabiit tabiin seperti Hasan Basri dan lain sebagainya.31
Langkah dan upaya Said Aqil Siroj dalam merekonstruksi konsep Ahl
Al-Sunnah Wa Al-Jamāah perlu diacungi jempol mengingat semangat dari
upaya ini adalah dalam rangka merumuskan kembali Ahl Al-Sunnah Wa
Al-Jamāah yang kontekstual, mampu mengakomodir seluruh sekte, aliran
dan organisasi dalam bingkai Ahl Al-Sunnah Wa Al-Jamāah yang
30
Muhammad Endy Fadlullah, Ahlu Sunnah wa al-Jama‟ah perspektif Said Aqil Siradj,
Nidzomul Haq, Vol. 3, No. 1, Maret 2018, h. 41 31
Muhammad Endy Fadlullah, Ahlu Sunnah wa al-Jama‟ah perspektif Said Aqil Siradj,
Nidzomul Haq, Vol. 3, No. 1, Maret 2018, h. 42
65
berlandasakan pada pilar-pilar (rukun) Ahl Al-Sunnah Wa Al-Jamāah yaitu
ketuhanan (Uluhiyah), Kenabian (Nubuwah) dan hari akhir (Al Ma‟d).
menjaga keseimbangan dan toleransi. Ahl Al-Sunnah Wa Al-Jamāah
bukanlah sebuah mazhab akan tetapi sebuah Manhaj al-Fikr, sebab ia
hanya sebuah upaya mencari jalan tengah antara berbagai aliran yang ada.
Ahl Al-Sunnah Wa Al-Jamāah tidak ada batasan dan ketentuan harus
persis seperti Imam Abu Hasan Al-Asy‟āri ataupun al-Maturidi namun
pilar-pilar paham Ahl Al-Sunnah Wa Al-Jamāah ini yang harus
dipertahankan dengan demikian perbedaan pendapat dan pandangan dalam
menginterpretasikan sumber agama tidak menjadi jurang pemisah selama
masih memegang pilar-pilar (Rukun) Ahl Al-Sunnah Wa Al-Jamāah yaitu
ketuhanan (Uluhiyah), Kenabian (Nubuwah) dan hari akhir (Al Ma‟d).32
32
Muhammad Endy Fadlullah, Ahlu Sunnah wa al-Jama‟ah perspektif Said Aqil Siradj,
Nidzomul Haq, Vol. 3, No. 1, Maret 2018, h. 42
67
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh penulis, analisis yang
dilakukan pada bab-bab sebelumnya maka dapat di ambil kesimpulan
beberapa hal sebagai berikut:
1. Ahl Al-Sunnah Wa Al-Jamāah bukanlah sebuah mazhab akan tetapi
sebuah Manhaj al-Fikr, sebab ia hanya sebuah upaya mencari jalan
tengah antara berbagai aliran yang ada.
2. Pada doktrin Ahl Al-Sunnah Wa Al-Jamāah yang diklasifikasikan
dalam buku yang ditulis oleh Said Aqil Siroj di antaranya:
a. Bidang Aqidah
b. Bidang Sosial Politik
c. Bidang Istinbath al-Hukm (penggalian hukum)
d. Bidang Tasawuf
3. walaupun sebagai sebuah mahzab dan manhaj Ahl Al-Sunnah Wa
Al-Jamāah belum terumuskan secara definitif namun sebagai
sebuah nama dan istilah term ini sudah muncul di generasi akhir
sahabat sebelum munculnya generasi tabiin dan tabiit tabiin.
Terobosan yang diberikan Said Aqil Siroj dalam merekonstruksi
konsep Ahl Al-Sunnah Wa Al-Jamāah perlu diacungi jempol
mengingat semangat dari upaya ini adalah dalam rangka merumuskan
kembali Ahl Al-Sunnah Wa Al-Jamāah yang kontekstual, mampu
68
mengakomodir seluruh sekte, aliran dan organisasi dalam bingkai Ahl
Al-Sunnah Wa Al-Jamāah yang berlandasakan pada pilar-pilar (rukun)
Ahl Al-Sunnah Wa Al-Jamāah yaitu ketuhanan (Uluhiyah), Kenabian
(Nubuwah) dan hari akhir (Al Ma’d).
B. Saran-Saran
Penulis berharap kedepan nya lebih banyak lagi yang tertarik untuk
mengkaji pemikiran Said Aqil Siroj secara mendalam. Selain itu,
selanjutnya diharapkan mampu mencari sumber primer lebih banyak
lagi, mengingat sumber primer yang ada di tangan penulis tidak
lengkap. Penulis berharap agar kajian tentang Sunni terus di
kembangkan. Sebagaimana kajian tentang aliran-aliran yang ada terus
bisa menjadi patokan karena menyangkut kepribadian dan taat kita
kepada yang maha kuasa.
69
DAFTAR PUSTAKA
Abbas, Siradjuddun. I’tiqad Ahlussunnah Wal Jamaah. Jakarta: Pustaka Tarbiyah.
2008.
Dahlan, Abdul Aziz. Sejarah Perkembangan Pemikiran Dalam Islam: Bagian I
Pemikiran Teologis. Jakarta: Beunebi Cipta, 1987.
Fadlullah, Muhammad Endy. Ahlussunnah Wa al-Jama’ah Perspekif Said Aqil
Siradj. Jakarta: Nidhomul Haq. 2018.
Hanafi, Ahmad. Teologi Islam: Ilmu Kalam. Jakarta: Bulan Bintang. 2010.
Harun, Ahmad Musthopa. Meneguhkan Islam Nusantara. Pt. Khairu Jalisin
Kitabun Khalista 2015.
Harun, Ahmad Musthopa. Meneguhkan Islam Nusantara: Biografi Pemikiran dan
Kiprah Kebangsaan Prof. Dr. KH Said Aqil Siradj MA. Surabaya:
Khalista, 2015.
Kisawati, Tsuroyo. Peletak Dasar Teologi Rasional Dalam Islam. Jakarta:
Erlangga 2009.
Al-Mawardi. al-Ahkam al-Sultaniyyah wa al-Wilayat al-Diniyyah. Bairut: Dar al-
Kutub al-Ilmiyyah. 1978.
Munir, Ghazali. Tuhan, Manusia, dan Alam. Semarang: Rasail. 2008.
Mulyono, Studi Ilmu Tauhid. UIN MALIK PRESS. 2010.
70
Munir, Syamsul. Karomah Para Kyai. Yogyakarta: Pustaka Pesanteren. 2008.
Nasution, Harun. Teologi Islam: Aliran-Aliran, Sejarah, Analisa, dan
Perbandingan. Jakarta: Penerbit Universitas. 1986.
Nasution, Harun. Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya. Jakarta: UI-Press.
1984.
Nasution, Harun. Akal dan Wahyu Dalam Islam. Jakarta: UI-Press. 2011.
al-Qurtubi, Abū Abdillah. Jami’ li Ahkam al-Qur’an Tafsir al-Qurtubi. Kairo:
Maktabah al-Safa. 2005.
Rosihon, Anwar. Ilmu Kalam. Bandung: Pusaka Setia. 2007.
Siroj, Said Aqil. Ahlussunnah wal Jamaah: Sebuah Kritik Historis. Jakarta:
Pustaka Cendikia Muda. 2008.
Siroj, Said Aqil. Marifatullah: Pandangan Agama-Agama, Tradisi dan Filsafat.
Jakarta: ELSAS. 2003.
Siroj, Said Aqil. Dialog Tasawuf Kyai Said: Aqidah, Tasawuf dan Relasi Antar
Umat Beragama. Surabaya: Katalista. 2012.
Siroj, Said Aqil. Tasawuf Sebagai Kritik Sosial: Mengedepankan Islam Sebagai
Inspirasi, Bukan Aspirasi. Bandung: Mizan. 2006.
Sahilun, A. Nasir. Pemikiran Kalam: Teologi Islam. Jakarta: Rajawali Pers, 2012.
Sukardi, Muhammad Dawan. NU Sejak Lahir. Dari Pesantren Untuk Bangsa:
Kado Buat Kyai Said. Jakarta: SAS Centre. 2010.
71
Soeleiman, Fadeli. Antologi NU: Sejarah, Istilah, Amaliah dan Uswah. Surabaya:
Khalista: 2014.
Tim Penulis PCLP. Maarif NU Lamongan.Pendidikan ASWAJA & ke-NU-an.
Lamongan: Lembaga Pendidikan Maarif NU Cabang Lamongan. 2011.
Hhtp://laduni.id/post/read/1025/riwayat-hidup-kh-said-aqil-siradj-html/diakses
26/11/18
https://www.nupringsewu.or.id/2017/07/03/menegenal-lebih-dekat-kh-said-aqil-
siroj/diakses27/11/2018
http://www.nu.or.id./post/read/74726/mengenal-lebih-dekat-kh-said-aqil-
siroj/diakses 27/11/2018