100
Chapter 23 PENATALAKSANAAN JALAN NAPAS Tugas terpenting dari ahli anestesiologi adalah manajemen jalan napas pasien. Meskipun banyak disiplin kedokteran yang menangani masalah jalan napas berdasarkan masalah kegawatdaruratan, namun hanya beberapa yang bertanggung jawab atas rutinitas, pertimbangan, pilihan dari keadaan intrinsik pasien terhadap kontrol pernapasan. Data morbiditas dan mortilitas yang telah dipublikasikan menunjukkan dimana kesulitan dalam menangani jalan napas dan kesalahan dalam tatalaksananya justru akan memberikan hasil akhir yang buruk bagi pasien tersebut. Keenan dan Boyan melaporkan bahwa kelalaian dalam memberikan ventilasi yang adekuat menyebabkan 12 dari 27 pasien yang sedang dioperasi mengalami mati jantung (cardiac arrest). Salah satu penyebab utama dari hasil akhir tatalaksana pasien yang buruk yang didata oleh American Society of Anesthesiologist (ASA) berdasarkan studi tertutup terhadap episode pernapasan yang buruk, terhitung sebanyak 34% dari 1541 pasien dalam studi tersebut. Tiga kesalahan mekanis, yang terhitung terjadi sebanyak 75% pada saat tatalaksanan jalan napas yaitu : ventilasi yang tidak adekuat (38%), intubasi esofagus (18%), dan kesulitan

airway management.doc

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: airway management.doc

Chapter 23

PENATALAKSANAAN JALAN

NAPAS

Tugas terpenting dari ahli anestesiologi adalah manajemen jalan napas

pasien. Meskipun banyak disiplin kedokteran yang menangani masalah jalan

napas berdasarkan masalah kegawatdaruratan, namun hanya beberapa yang

bertanggung jawab atas rutinitas, pertimbangan, pilihan dari keadaan intrinsik

pasien terhadap kontrol pernapasan. Data morbiditas dan mortilitas yang telah

dipublikasikan menunjukkan dimana kesulitan dalam menangani jalan napas dan

kesalahan dalam tatalaksananya justru akan memberikan hasil akhir yang buruk

bagi pasien tersebut. Keenan dan Boyan melaporkan bahwa kelalaian dalam

memberikan ventilasi yang adekuat menyebabkan 12 dari 27 pasien yang sedang

dioperasi mengalami mati jantung (cardiac arrest). Salah satu penyebab utama

dari hasil akhir tatalaksana pasien yang buruk yang didata oleh American Society

of Anesthesiologist (ASA) berdasarkan studi tertutup terhadap episode pernapasan

yang buruk, terhitung sebanyak 34% dari 1541 pasien dalam studi tersebut. Tiga

kesalahan mekanis, yang terhitung terjadi sebanyak 75% pada saat tatalaksanan

jalan napas yaitu : ventilasi yang tidak adekuat (38%), intubasi esofagus (18%),

dan kesulitan intubasi trakhea (17%). Sebanyak 85% pasien yang didapatkan dari

studi kasus, mengalami kematian dan kerusakan otak. Sebanyak 300 pasien (dari

15411 pasien di atas), mengalami masalah sehubungan dengan tatalaksana jalan

napas yang minimal. Menurut Cheney et al menyatakan beberapa hal yang

menjadi komplikasi dari tatalaksana jalan napas yang salah yaitu : trauma jalan

napas, pneumothoraks, obstruksi jalan napas, aspirasi dan spasme bronkus.

Berdasarkan data-data tersebut, telah jelas bahwa tatalaksana jalan napas yang

baik sangat penting bagi keberhasilan proses operasi dan beberapa langkah berikut

adalah penting agar hasil akhir menjadi baik, yaitu : (1) anamnesa dan

pemeriksaan fisik, terutama yang berhubungan dengan penyulit dalam sistem

Page 2: airway management.doc

pernapasan, (2) penggunaan ventilasi supraglotik ( seperti face mask, Laryngeal

Mask Airway/LMA), (3) tehnik intubasi dan ekstubasi yang benar, (4) rencana

alternatif bila keadaan gawat darurat terjadi.

ANATOMI JALAN NAPAS

Kata “jalan napas” (atau airway, dalam bahasa Inggris), mengarah kepada

saluran pernapasan atas, yang terdiri dari rongga hidung dan rongga mulut,

faring, laring, trakhea dan brokus. Jalan napas pada manusia merupakan suatu

saluran udara yang sangat penting dan saling berhubungan. Karena jalan

oroesofageal dan nasotraheal bersilangan, terjadilah suatu evolusi atau perubahan

secara anatomis dan fungsional untuk melindungi jalan napas sublaringeal agar

tidak terjadi aspirasi makanan yang melewati faring. Secara anatomis,

pertumbuhan dan perkembangan saluran pernapasan atas sangat kompleks selama

masa neonatal dan anak-nak, dan berjalan sesuai dengan ukuran dan bentuk, dan

hal ini disesuaikan lagi dengan ukuran tulang servikal. Hal ini serupa dengan

sistem lainnya dalam tubuh, pertumbuhan dan perkembangan saluran napas atas

dipengaruhi oleh genetik, nutrisi dan hormonal. Tabel berikut ini menunjukan

perbedaan anatomis laryng antara orang dewasa dengan bayi.

Tabel 23.1 PERBEDAAN ANATOMIS ANTARA ANAK DAN

ORANG DEWASA

Secara proporsional, ukuran pada anak lebih kecil

Bagian tersempit: kartilago krikoid pada anak; plika vokalis pada

orang dewasa

Daerah vertikal : C3, C4, C5 pada anak; C4, C5, C6 pada orang

dewasa

Epiglottis : pada anak lebih panjang, lebar dan kaku

Pada anak, plika ariepiglotika lebih dekat ke daerah midline

Pita suara: pada anak, sudut anterior bersinggungan secara tegak

lurus dengan laring

Pada anak kartilago laryng dapat dibengkokkan

Mukosa pada anak cenderung mudah rusak karena tindakan

manipulatif

Page 3: airway management.doc

Tulang di daerah laring terdiri dari sembilan kartilago (terdapat tiga

pasang ditambah tiga lainnya),yang secara bersama-sama tulang rawan ini

membentuk “rumah” bagi plika vokalis, yang terbentang dari anterior sampai

poterior (kartilago thiroid sampai kartilago arytenoid). Kartilago thyroid yang

berbentuk seperti tameng, bertindak sebagai pelindung di bagian anterior bagi pita

suara. Otot-otot laring terdiri dari dua grup otot yaitu otot ekstrinsik yang

bertugas menggerakkan laring, dan otot intrinsik yang tugasnya berhubungan

dengan otot-otot pada kartilago laring. Laring dipersarafi secara bilateral oleh dua

cabang saraf dari nervus vagus: nervur laringeus superior dan nervus laringeus

rekuren. Oleh karena nervus laringeus rekuren mempersarafi otot intrinsik laring

(kecuali kartilago krikothiroid), adanya trauma pada saraf ini dapat menyebabkan

kerusakan pita suara. Sebagai akibat dari trauma saraf unilateral, fungsi jalan

napas masih baik, tetapi kemampuan laring mencegah terjadinya aspirasi menjadi

menurun.

Membran krikothiroid memberikan perlindungan di ruang krikotiroid.

Membran ini, berukuran 9mm x 3mm, terdiri dari jaringan kekuningan yang

elastis yang terletak tepat di bawah jaringan subkutan kulit dan di daerah wajah.

Membran ini terletak di daerah anterior leher, yang berbatasan dengan kartilago

thyroid di superior dan kartilago krikoid di inferior. Membran ini dapat dirasakan

1-1,5 jari di bawah tonjolan laringeal (thyroid notch, atau Adam’s apple). Dua

pertiga atas dari membran ini dilalui oleh anastomosis dari arteri krikothiroid

superior kiri dan kanan yang berjalan secara horisontal. Di tengah membran

terdapat suatu tonjolah yang disebut conus elasticus, dan dua tonjolan besar

lainnya yang terletak di daerah lateral, yang lebih tipis dan melekat di mukosa

laring. Akibat adanya variasi anatomis terhadap jalannya pembuluh vena dan

arteri serta letaknya yang berdekatan dengan plika vokalis ( yaitu 0,9cm di atas

ligamen teratas), maka disarankan bahwa segala bentuk insisi dan pungsi terhadap

membran ini, dapat dilakukan pada sepertiga bawah dan diarahkan ke posterior.

Pada bagian dasar dari laring, terdapat karilago krikoid yang berbentuk

cincin, dan kartilago ini “menggantung” dari bagian bawah membran krikotiroid.

Kartilago krikoid berukuran 1cm di anterior dan 2cm di daerah posterior. Trakhea

dihubungkan dengan kartilago krikoid oleh ligamen krikotrakheal. Trakhea

Page 4: airway management.doc

memiliki panjang ~15cm pada orang dewasa dan terdiri dari 17-18 buah kartilago

yang berbentuk “C” dan di daerah posterior terdapat membran yang berbatasan

dengan esofagus.

Cincin trakhea yang pertama , sejajar dengan tulang servikal keenam (C6).

Tulang-tulang rawan trakhea saling dihubungkan dengan jaringan fiborelastik,

yang memudah peregangan dari trakhea baik panjang dan diameternya pada saat

proses inhalasi/ekspirasi dan pada saat fleksi/ekstensi leher. Trakhea berakhir di

karina, yaitu pada vertebra thorakalis kelima (Th5), dan bercabang menjadi dua

cabang bronki. Bronkus kanan memiliki diameter yang lebih besar bila

dibandingkan dengan yang kiri dan membentuk sudut yang lebih besar dengan

trakhea. Karena bronkus ini merupakan cabang langsung dari trakhea, maka

bahan-bahan yang teraspirasi, atau bahkan tube, cenderung lebih mudah masuk ke

bronkus kanan. Cincin tulang rawan akan melindungi bronki sampai tujuh

percabangan terakhir.

ANAMNESIS DAN PEMERIKSAAN FISIK

Evaluasi preoperatif harus mencakup anamnesa atau riwayat terutama

yang berhubungan dengan jalan napas atau gejala-gejala yang berhubungan

dengan saluran pernapasan atas. Bila mungkin, perlu dilakukan dokumentasi

terhadap masalah-masalah yang berhubungan dengan saluran pernapasan atas.

Tanda dan gejala yang berhubungan dengan jalan napas harus dijelaskan misalnya

snoring atau mengorok ( misalnya pada sleep apnea yang obstruktif), gigi

terkikis, perubahan suara, disfagi, stridor, nyeri servikal atau pergerakan leher

yang terbatas, neuropathi ekstremitas atas, nyeri atau disfungsi sendi

temporomandibular dan nyeri tenggorokan atau rahang yang berlangsung lama

setelah pembiusan. Banyak kelainan kongenital dan gejala yang didapat ,

berhubungan dengan penyulit tatalaksana jalan napas.(Lihat tabel 23.2)

Suatu keadaan yang patologis dapat ditemukan pada saat dimulai

dilakukannya tindakan anestesi, misalnya pada saat induksi atau ketika

laringoskop dipasang, misalnya pada pasien dengan kesulitan dilakukan mask

ventilation, laringoskopi maupun LMA dikarenakan adanya suatu massa di leher

yang baru ditemukan pada saat itu.

Page 5: airway management.doc

Secara umum, intubasi sulit dilakukan akibat kondisi berikut ini : (1)

timbulnya masalah atau kondisi yang tidak memungkinkan untuk intubasi (misal

perut penuh, open globe), (2) anatomi saluran napas yang abnormal, (3) keadaan

gawat darurat, (4) trauma langsung pada laryng dan atau trakhea. Pemeriksaan

fisik harus lebih terfokus pada keadaan gigi geligi, adanya janggut, ukuran mulut,

kemampuan peregangan jaringan lunak di daerah submandibula, ekstensi

atlantooksipital, identifikasi membran krikothiroid dan adanya kelainan patologis

di faring. Meskipun penemuan anatomi yang abnormal kemungkinan tidak

sepenuhnya menyebabkan kesulitan dalam bernapas, tetapi kita tetap perlu

berhati-hati. Beberapa peneliti telah menemukan bentuk anatomis yang tidak

menguntungkan apabila dilakukan tindakan laringoskop direk; sendi yang tidak

proporsional, adanya distorsi, terbatasnya gerak sendi, dan tergigit. Dalam usaha-

usaha pertama untuk menjelaskan keadaan anatomi yang berhubungan dengan

intubasi yang sulit, Cass et al menekankan pada keadaan leher pendek dengan

jumlah gigi lengkap, letak mandibula yang lebih ke posterior dengan sudut

mandibula yang lebar, gigi insisifus di maksila yang menonjol, gerakan terbatas

dari sendi temporomandibula, palatum yang tinggi dan bersudut, dan

meningkatnya jarak alveolar-mental. Studi radiografik pertama, menunjukkan

kedalaman di daerah posterior mandibula (suatu jarak antara alveolar yang

bertulang yang terletak di belakang gigi molar ketiga dan batas bawah mandibula)

adalah faktor penting yang menentukan sulit tidaknya laringoskopi. Lalu, terdapat

jarak thiro-mental, suatu jarak yang berawal dari ujung mentum sampai dengan

tonjolan thiroid, yang dikatakan sebagai suatu pengukuran yang sangat penting

dan perlu dievaluasi. Bila hasil pengukuran kurang dari 6 cm, maka kesulitan

dalam tindakan laringoskopi sudah pasti timbul. Konsep ini diperluas oleh Savva,

seorang yang mengukur jarak sternomental dengan kepala dalam keadaan ekstensi

maksimal. Pada perhitungan ini ditambahkan keadaan sendi atlanto-oksipital ke

dalam penilaian. Bila hasil pengukuran kurang dari 12 cm akan memberikan hasil

yang positif. Bila perhatian kita fokuskan pada keadaan rongga mulut,

Mallampati menyarankan bila basis lidah memiliki ukuran besar dan tidak

proporsional, maka kemungkinan besar sulit dilakukan laringoskopi dan intubasi;

penyulit timbul selain karena keadaan anatomis teteapi juga karena sudut antara

Page 6: airway management.doc

basis lidah dan laring yang sempit. Keadaan anatomis ini juga menyebabkan

glotis sukar dilihat. Kebalikannya, secara logika, tentu saja lidah yang

proporsional tidak akan menghalangi jalan atau saluran menuju laryng, sudut

tidak sempit atau terbatasnya gerakan persendian. Lidah yang sangat besar tidak

hanya menghalangi laryng, tetapi juga menutupi ruangan faringeal dan struktur

lainnya, termasuk palatum, uvula dan pilar fausial. Untuk melihat tanda klinis ini,

pasien diminta duduk dengan kepala dalam posisi netral, membuka mulut selebar-

lebarnya dan menjulurkan lidahnya semaksimal mungkin. Klasifikasi Mallampati

berdasarkan pada seberapa jauh basis lidah mampu menutupi struktur daerah

faring. Samson dan Young memodifikasi klasifikasi Mallampati dengan

menambah kelas keempat, yang menggambarkan suatu keadaan yang ekstrim dari

Mallampati kelas III, di mana palatum mole tertutup seluruhnya oleh lidah(tabel

23.3). Dalam “kelas IV” ini, hanya palatum durum saja yang masih tampak.

Hubungan yang signifikan ditemukan antara kelas dan derajat jalan napas dari

sulit tidaknya penampakan glotis melalui laringoskopi direk. Penilaian yang

praktis dari metode ini dilihat dari mudahnya aplikasi. Sayangnya, indeks ini,

sama dengan sebagian lainnya, tidak terbukti cukup sensitif maupun spesifik

dalam menentukan sulit tidaknya mengintubasi pasien. Dalam percobaan dari 675

pasien, indeks ini ditemukan hanya 5 dari 12 kesulitan tatalaksana jalan napas dan

memberikan hasil 139 positif salah.

Perlu dicatat bahwa pemeriksaan tradisonal dari jalan napas, termasuk

klasifikasi Mallampati/Samson dan Young, jarak thiromental dan jarak

sternomental lebih menunjukkan ke arah kemampuan klinisi untuk melakukan

laringoskopi direk, tetapi hanya sebagian kecil yang mampu menggunakan

peralatan ventilator supraglotis ( contohnya LMA, Cuffed Orophrayngeal

Airway[COPA], Tracheal Esophageal Combitube) atau alat penunjuk visual

indirek (contohnya bronkoskopi fiberoptik, Bullard laryngoscope).

MANAJEMEN KLINIS DARI JALAN NAPAS

Preoksigenasi

Preoksigenasi (disebut juga “denitrogenasi”) harus dipraktekkan bila

waktu memungkinkan. Prosedur ini menyebabkan pergantian volume nitrogen di

Page 7: airway management.doc

paru (meningkat sampai 69% dari kapasitas residu fungsional [FRC]) dengan

oksigen untuk menyediakan suatu tempat untuk proses difusi dalam pembuluh

darah kapiler alveolus setelah terjadinya apneu. Preoksigenasi dengan 100% O2

dan ventilasi spontan dengan face mask selama 5 menit dapat memeberikan

persediaan O2 untuk 10 menit setelah terjadi apneu (pada pasien tanpa penyakit

kardiovaskuler dan konsumsi oksigen normal). Pada satu penelitian pasien yang

sehat dan tanpa obesitas, dimana mereka diminta untuk menghirup O2 100%

preoperatif, ternyata konsentrasi saturasi O2 dari pasien-pasien tersebut dapat

dipertahankan lebih dari 90 % selama 6 ± 0,5 menit, sedangkan pada pasien

dengan obesitas mengalami desaturasi oksihemoglobin hingga kurang dari 90 %

dalam 2,7 ± 0,25 menit. Udara pernapasan pasien (21% O2) akan mengalami

desaturasi oksihemoglobin hingga kurang dari 90% setelah kurang 2 menit dalam

kondisi yang ideal. Pasien dengan gagal napas, atau menderita suatu keadaan

yang mempengaruhi metabolisme atau volume paru, biasanya akan mengalami

desaturasi lebih cepat, disebabkan karena meningkatnya ekstraksi O2, FRC yang

menurun atau hubungan transpulmoner. Penyebab yang sering terjadi karena

tidak tercapainya maximum alveolar FI02 selama preoksigenasi adalah karena

sungkup yang kurang menutup, yang menyebabkan udara ruangan masuk.

Adapun metode preoksigenasi lainnya, dengan waktu yang lebih singkat,

dijelaskan berikut ini. Metode ini menggunakan 4 seri kapasitas vital pernapasan

dari 100% O2 selama lebih dari periode 30 detik, PaO2 yang tinggi (339 torr)

dapat dicapai, tetapi waktu terjadinya desaturasi menjadi lebih pendek bila

dibanding dengan teknik bernapas dengan O2 100% selama 5 menit. Suatu teknik

kapasitas vital yang telah dimodifikasi, dimana pasien diminta untuk mengambil 8

kali napas panjang dengan selang 60 detik, menunjukkan adanya terjadinya

desaturasi menjadi lebih lama. Saya memilih teknik yang menggunakan sungkup

wajah yang ketat selama 3 menit atau lebih dari volume pernapasan tidal/tidal

volume breathing; sungkup dipasang segera setelah pasien dibuat merasa nyaman

di meja operasi dan tetap dipasang selama insersi kateter intravena dan

pemasangan monitor. Insuflasi oksigen ke dalam faring adalah teknik yang

dinyatakan dapat memperpanjang waktu untuk mempertahankan saturasi

oksihemoglobin >90% seorang pasien yang apneu. Dalam teknik ini oksigen

Page 8: airway management.doc

dimasukkan selama 31· min-1 melalui kateter yang dimasukkan melalui hidung.

Teknik ini bergantung pada fenomena oksigenasi pada pasien apneu, suatu proses

dimana gas masuk ke dalam ruang selama terjadinya apneu, selama jalan napas

bebas. Proses ini menyediakan oksigen yang cukup untuk mempertahankan

saturasi hemoglobin untuk periode lama. Hal ini berdasarkan keadaan

menurunnya tekanan intrathorakal, setara dengan tekanan atmosfir, memproduksi

kurang lebih 210 cm3 oksigen yang berdifusi ke dalam pembuluh darah alveolus

setiap menit sementara sedikitnya 12 cm3 karbondioksida berdifusi ke dalam

ruang alveolus (karbondioksida yang tersisa akan mengalami proses buffer dalam

darah dan jaringan). Karbondioksida alveolus tidak berpindah atau hilang dalam

keadaan ini, sehingga teknik ini memiliki waktu yang terbatas.

Dukungan Terhadap Jalan Napas Pada Induksi Anestesi

Adanya induksi anestesia dan terjadinya apneu, maka proses ventilasi dan

oksigenasi dibantu oleh ahli anestesi. Metode tradisional yang digunakan yaitu

pemakaian sungkup wajah dan trakheal tube. Baru-baru ini, terdapat alat bantu

pernapasan supralaringeal baru yang telah diperkenalkan secara global. Salah

satunya yaitu Laryngeal Mask Airway (LMA) telah dapat diterima di antara para

ahli anestesi di Amerika Serikat, dimana penggunaannya mencapai 35% dari

semua kasus anestesia umum. Alat ini dan beberapa alat yang serupa akan

dibahas secara ektensif, karena munculnya alat-alat tersebut menyebabkan adanya

perubaha dalam tatalaksana jalan napas.

Sungkup Anestesi

Sungkup anestesi adalah salah satu alat yang paling sering digunakan

untuk mengalirkan gas anestesi dan oksigen, serta sebagai alat ventilasi pasien

dalam keadaan apnea.

Untuk menguasai penggunaan sungkup wajah yang benar adalah suatu

tantangan dan meskipun banyak terdapat kemajuan dalam hal penatalaksanaan

jalan napas, tetap saja sungkup wajah lebih terpilih karena memiliki fungsi utama

sebagai alat untuk mengalirkan gas anestesi dan sebagai alat resusistasi. Ketika

induksi dimulai, status kesadaran pasien yang mulanya sadar, dengan jalan napas

Page 9: airway management.doc

jalan kompeten dan terlindungi, menjadi tidak sadar dimana jalan napas menjadi

tidak terlindungi dan berpotensi timbul obstruksi. Pada saat induksi terjadi

depresi pusat pernapasan akibat pengaruh obat anestesi yang disertai dengan

relaksasi otot-otot saluran pernapasan atas sehingga kemungkinan dapat timbul

hiperkapnea dan hipoksia. Oleh karena itu, ventilasi dengan bantuan sungkup

wajah sangat berperan penting dalam penatalaksanaan jalan napas.

Posisi pasien yang benar merupakan kunci sukses penggunaan sungkup

wajah yang tepat. Posisi pasien dalam keadaan supine, dimana kepala dan leher

diposisikan dalam keadaan menghirup (sniffing position). Dengan posisi ini,

ventilasi berlangsung baik karena basis lidah terdorong ke arah anterior dan

terbentuk suatu jalur mulai dari rongga mulut, faring dan trakhea sehingga

memudahkan laringoskopi.

Sungkup diletakkan pada wajah pasien, meliputi mulut dan hidung,

dengan menggunakan tangan kiri. Tali pengikat yang elastis digunakan agar

sungkup tidak bergeser; dapat digunakan pada pasien yang sadar, maupun yang

tidak sadar karena pembiusan dengan pernapasan spontan dan tidak terdapat

obstruksi. Tali pengikat ini sangat membantu bagi seorang klinisi yang memiliki

jari-jari yang pendek. Tetapi, perlu diingat bahwa pemakaian tali pengikat yang

terlalu lama dan ketat dapat meyebabkan neuropraksia sensoris dan motoris.

Setelah dilakukan induksi, sungkup dipegang dengan erat, yaitu dengan

cara meletakkan ibu jari dan telunjuk pada sungkup, sedangkan tiga jari lainnya

memegang rahang bawah pasien. Mandibula diusahakan ditarik ke atas. Pada

saat memegang sungkup, connector atau sambungan sungkup terletak di antara

ibu jari dan telunjuk ahli anestesi lebih ke arah kanan, sehingga sungkup di bagian

kanan tertutup, sementara telapak tangan kiri menahan bagian kiri sungkup. Saat

menahan rahang bawah, jari tengah berada tepat di bawah mentum, dan jari

lainnya berada di bawah sudut temporomandibula, sepanjang temporomandibular

ridge. Manuver ini dikenal sebagai jaw thrust, yang berfungsi untuk mendorong

jaringan lunak ke arah anterior sehingga daerah faring bebas obstruksi dan

ventilasi terjadi dengan lancar. Pada pasien dengan kegemukan, memiliki

kelainan gigi, berjanggut, diperlukan dua tangan atau tali pengikat agar sungkup

Page 10: airway management.doc

benar-benar tertutup. Karena diperlukan dua tangan, maka dibutuhkan operator

kedua untuk melaksanakan proses ventilasi.

Tabel 23-2. Sindrom yang berperan sebagai penyulit dalam tatalaksana jalan napas

Keadaan Patologis Keadaan Klinis yang Mempengaruhi Jalan Napas

Kongenital

Sindroma Pierre Robin

Sindroma Treacher Collins

(dysostosis mandibulofacial)

Sindroma Goldenhar’s (okulo-

aurikula-vertebral)

Sindroma Down

Sindrom Klippel-Feil

Sindrom Alpert

Sindrom Beckwith (infantile

gigantisme)

Cherubism

Cretinismus

Sindrom Cri du Chat

Sindrom Meckel

Von Recklinghausen disease

Sindrom Hurler

Sindrom Hunter

Sindrom Pompe

DIDAPAT

Infeksi

Micrognasia, makroglossia, glossoptosis, cleft soft palate

Defek telinga dan mata, hipoplasi malar dan mandibula,

mikrostomia, atresia choane

Defek telinga dan matal; hipoplasia malar dan mandibula;

oksipitalisasi tulang atlas

Jembatan hidung tidak terbentuk dengan baik;

makroglosia;mikrosefalus;kelainan tulang servikal

Penyatuan tulang servikal, terbatasnya gerakan leher

Hipoplasia maksila; cleft soft palate; kelainan tulang rawan di

tracheobronchial

Makroglossia

Lesi menyerupi tumor di mandibula dan maksila di rongga

mulut

Hilangnya jaringan thiroid; makroglossia; goiter; penekanan

pada trakhea, deviasi laryng atau trakhea

Abnormalitas kromosom 5P; mikrosepal; mikrognathia;

laryngomalacia, stridor

Mikorsepalus, mikrognasia, celah pada epiglotis

Meningkatnya kejadian pheochromocytoma; tumor dapat

muncul di laryng dan

Kaku sendi, obstruksi saluran napas atas akibat infiltrasi

jaringan limfoid; abnormalitas kartilago trakeobronkial; ISPA

berulang

Sama dengan sindrom Hurler, tetapi lebih berat; pneumonia

Deposit otot, makroglossia

Page 11: airway management.doc

Supraglotis

Croup

Abses (intraoral, retrofaringeal)

Papilomatosis

Ludwig’s Angina

Arthritis

Rheumatoid arthritis

Spondilitis ankilosis

Tumor Jinak

Kistik higroma,lipoma,

adenoma, goiter

Tumor Ganas

Karsinoma lidah, laryng, thiroid

Trauma

Trauma kepala, wajah, tulang

servikal

Lain-lain

Obesitas

Akromegali

Combustio

Edema laryng

Edema laryng

Distorsi dan stenosis jalan napas dan trismus

Infeksi virus kronis yang membentuk papiloma yang

obstruktif, terutam di suprlagotis. Perlu pembedahan. Dapat

berpindah ke subglotis setelah trakeostomi.

Distorsi dan stenosis jalan napas dan trismus

Ankilosis sendi temporomandibula, artritis krikoarytenoid,

deviasi laryng, terbatasnya gerakan leher

Ankilosis tulang servikal, jarang terjadi di daerah

temporomandibula, terbatasnya gerakan leher.

Stenosis atau distorsi jalan napas

Stenosis atau distorsi jalan napas; laryng terfiksasi oleh

jaringan fibrosis akibat radiasi

Rhinorrhea, edema saluran napas, perdarahan, fraktur maksila

dan mandibula, kerusakan laryng, dislokasi vertebra servikal

Leher pendek dan tebal, lidah yang besar

Makroglossia, prognatismus

Edema saluran napas

Perlu diingat, bahwa pasien dengan compliance paru yang normal,

memerlukan tekanan kurang dari 20-25 cm H2O untuk mengembangkan paru.

Bila tekanannya lebih, klinisi tersebut harus melakukan evaluasi ulang jalan

napas, lalu mengusahakan agar sungkup pas pada wajah pasien, mencari bantuan

operator kedua dan atau mempertimbangkan untuk menggunakan alat lainnya

yang dapat memberikan udara yang mengalir ke saluran pernapasan atas, dengan

jalur yang terbuka. Penggunaan pipa orofaring atau nasofaring dapat menciptakan

Page 12: airway management.doc

suatu saluran buatan di antara langit-langit mulut, lidah dan dinding posterior

faring.

Pipa orofaring (oral airways), yang memiliki berbagai jenis ukuran, dapat

merangsang pasien yang kurang sadar dan menimbulkan batuk, muntah dan atau

spasme laring. Pasien harus berada dalam keadaan teranestesi, bila pipa orofaring

akan dimasukkan. Hal serupa berlaku juga untuk pemasangan LMA atau COPA.

Pipa nasofaring (nasal airways) kurang merangsang pasien, tetapi dapat

menyebabkan trauma pada rongga hidung dan perdarahan sehingga pemakaiannya

memerlukan perhatian khusus, terutama pada pasien dengan kelainan

koagulopathi atau deformitas nasal. Peralatan ini merupakan kontraindikasi bagi

pasien dengan fraktur basal tengkorak.

Timbulnya obstruksi pada ventilasi dengan sungkup, dapat disebabkan

adanya spasme laring, karena adanya penutupan intrinsik dari plika vokalis.

Spasme laring timbul akibat masuknya benda asing (contohnya oral atau nasal

airway), saliva, darah atau muntah karena glotis tersentuh, atau mungkin juga

karena anestesia yang ringan. Hipoksia dapat terjadi, bila ventilator secara

spontan terus menerus memompa udara ke arah pita suara yang tertutup. Untuk

menghilangkan spasme laring, maka segala bentuk perangsangan atau tindakan

yang dapat merangsang laring harus dihilangkan. Aliran udara tekanan positif

tetap diberikan secara kontinyu, memperdalam status anestesi dan menggunakan

obat relaksasi otot kerja cepat.

Apabila tidak ditemukannya hal-hal yang menjadi kontraindikasi

(misalnya perut penuh, risiko terjadinya aspirasi), ventilasi dengan sungkup dapat

digunakan selama manintenance. Atau dapat juga, sungkup ini hanya digunakan

untuk mengalirkan gas anestesi saja sampai status anestesi yang diinginkan

tercapai, dan digunakan alat lain untuk mendukung jalan napas (misal: trakheal

tube). Keputusan ini dibuat berdasarkan pertimbangan adakah penyakit yang

menjadi penyulit atau keperluan pembedahan.

Laryngeal Mask Airway (LMA)

LMA pertama kali diperkenalkan ke dalam praktek klinik pada tahun

1980an dan disetujui sebagai alat pengganti sungkup wajah selama anestesia

Page 13: airway management.doc

elektif oleh badan Food and Drug Administration dari Amerika Serikat pada tahun

1991. LMA juga direkomendasikan sebagai pengganti tracheal tube, pada kasus-

kasus dimana intubasi trakhea tidak diperlukan. Walaupun penggunaanya masih

terbatas, peran LMA berkembang sepanjang waktu dan saat ini dilaporkan

terdapat 23 % proses anestesi telah menggunakan LMA.

Desain LMA

LMA terdiri dari sebuah sungkup kecil, yang dibuat agar dapat masuk ke

hipofaring, dengan lubang di bagian permukaan anterior yang berhadapan dengan

jalan masuk dari laring. Bagian pinggir dari sungkup terdiri dari cuff silikon yang

dapat ditiup dan cuff ini akan mengisi ruang hipofaring, membentuk suatu segel

yang memungkinkan masuknya tekanan positif ventilasi hingga mencapai 20 cm

H2O. Segel yang adekuat ini tergantung dari penempatan yang tepat dan ukuran

yang sesuai. Segel ini tidak tergantung pada tekanan udara dalam cuff. Pada

bagian posterior dari sungkup ini terdapat barel ( airway tube) yang memanjang

mulai dari bagian sentral sungkup hingga mulut dan dapat disambungkan dengan

ambu bag atau sirkuit anestesi.

Berbagai macam ukuran tersedia, mulai dari LMA untuk pasien neonatal

hingga dewasa. Pemilihan ukuran LMA sangat penting, agar tatalaksana jalan

napas berlangsung dengan baik dan juga segala bentuk komplikasi pada saat

pemakaian dapat dicegah.

Para produsen LMA merekomendasi bahwa sebaiknya para klinisi

memilih ukuran yang paling besar yang dapat masuk ke dalam rongga mulut,

kemudian meniupkan cuff dengan tekanan minimum, sehingga tekanan ventilasi

dapat mencapai 20 cm H2O tanpa adanya kebocoran. Tekanan di dalam cuff tidak

boleh melebihi 60 cm H2O (dan harus selalu dimonitor secara periodik bila N2O

digunakan untuk anestesi). Bila segel yang adekuat tidak dapat dicapai hingga

tekanan 60 cm H2O, ada kemungkinan terjadi malposisi LMA atau ukurannya

tidak sesuai. Anestesia yang ringan juga dapat menyebabkan segel menjadi

kurang sempurna atau mengakibatkan timbulnya spasme laring parsial atau

komplit.

Page 14: airway management.doc

Tabel 23.3. Klasifikasi Mallampati/Samsoon-Young berdasarkan penampakan dari

orofaring

Kelas I

Kelas II

Kelas III

Kelas IV

Tampak uvula, pilar fausial dan palatum mole

Pilar fausial dan palatum mole terlihat

Palatum durum dan palatum mole masih terlihat

Palatum durum sulit terlihat

Insersi LMA

Insersi LMA, seperti digambarkan oleh penemunya Dr. Archie J.L. Brain,

telah mengalami banyak modifikasi oleh beberapa penulis. Dalam tulisan ini akan

dibahas berbagai variasialternatif tersebut. Pemikiran awal Dr. Brain tentang

tentang alat ini adalah sebuah prose alami dan rutin kita alami yaitu menggantikan

“benda asing” di hipofaring – makanan. Dr. Brain berniat meniru penempatan

makanan di hipofaring sehingga memungkinkan untuk menempatkan sebuah alat

yang kemudian berfungsi sebagai jalan nafas.

Untuk mengerti teknik insersi, kita harus mengetahui terlebih dahulu

proses deglutinasi : lubrikasi oleh saliva, pembentukan bolus makanan oleh lidah,

dimulainya refleks menelan akibat stimulasi makanan, peningkatan tekanan lidah

menghimpit bolus makanan terhadap palatum; mengarahkan bolus kearah dinding

faring posterior, masuk ke dalam hipofaring mengikuti bentuk palatum dan

dinding faring; ekstensi kepala dan fleksi leher membuka ruangan di belakang

laring sehingga memungkinkan perjalanan bolus kedalam hipofaring sampai

akhirnya mencapai spingter esophagus bagian atas kemudian memasuki

esophagus. Fungsi tersebut memungkinkan makanan mencapai esophagus dengan

sendirinya, menghindari struktur faring anterior dan respon refleks yang berarti

melindungi jalan nafas.

Metode insersi prototype melingkupi rotasi sampai 180º dan diawali

dengan penggunaan introducer untuk menghindari epiglottis terlipat ke bawah.

Teknik yang dewasa ini dianjurkan, diilustrasikan pada gambar 23-10 terbukti

kurang traumatik dan mempunyai tingkat kesuksesan 98%. Pada teknik ini,

sungkup dilubrikasi dengan lubrikan non silikon yang tidak mengandung anestesi

lokal (diumpamakan sebagai saliva), kemudian dikempiskan sampai membentuk

baji datar dan tipis (seperti makanan yang telah dikunyah). Tanganoperator yang

Page 15: airway management.doc

tidak dominan ditempatkan dibawah oksiput untuk mememfleksikan leher ke dada

dan mengektensikan kepala terhadap sendi atlanto-occipital (membuat ruang di

belakang laring: tindakan ini bertujuan untuk membuka mulut). Jari telunjuk

tangan yang dominan ditempatkan di celah antara sungkup dan barrel. Hard

Palatum diperlihatkan dan permukaan superior sungkup ditempatkan di daerah

tersebut. Dengan menggunakan jari telunjuk diberikan gaya keatas kearah kepala

pasien. Hal ini akan mnyebabkan sungkup menempel pada palatum dan mengikuti

bentuk palatum selama menyusuri faring dan hipofaring. Jari telunjuk tetap

memberi tekanan di celah tersebut sampai dirasakan adanya tahanan dari spingter

esofagus superior. Kesalahan yang biasa dilakukan adalah memberikan tekanan

kearah vektor posterior. Hal ini cederung menyebabkan ujung LMA melekat pada

dinding faring posterior sehingga terlipat yang berakibat kesalahan letak dan

trauma.

Pada saat insersi selesai, untuk mengeluarkan tangan yang digunakan

untuk insersi dilakukan dengan menstabilkan barrel LMA mengunakan tangan

yang tidak dominan. Sebelum dihubungkan dengan sirkuit anestesi, LMA

dikembangkan dengan sejumlah gas untuk mementuk tutup yang efektif.

Meskipun sulit menentukan jumlah gas yang diperlukan, operator harus

memeriksa balon pilot ketika dikembangkan pada tekanan maksimal yang

dianjurkan yaitu 60 cm H2O. Sejalan dengan itu, harus ada yang memperhatikan

kenaikan karitilago krikoid dan tiroid serta pengangkatan barrel keluar sekitar 1

cm saat sungkup mengangkat spingter atas esofagus. Sungkup difiksasikan pada

posisinya dengan membawa barrel ke dagu dan diplester tepat di garis tengah

sambil memberikan sedikit tekanan terhadap palatum. Jika posisi midline tidak

memungkinkan karena proses operasinya atau posisi pasien, penggunaan LMA

yang fleksibel perlu dipertimbangkan. Pengunaan bite block direkomendasikan

untuk menghindari barrel LMA tergigit atau oklusi.

LMA dan refluks gastroesofagus

Meskipun ujung sungkup LMA berada di pintu masuk esofagus, namun

tidak menutupnya secara sempurna. Persepsi klinik yang dominan adalah LMA

tidak melindungi trakea dari regurgitasi isi gaster. Sejak Desember 1999, hanya

Page 16: airway management.doc

20 kasus curiga aspirasi pulmonal yang telah dilaporkan (dengan perkiraan

penggunaan LMA sekitar 100.000 di seluruh dunia). Hanya 12 yang dibuktikan

sebagai asprasi dan tidak ada yang menyebabkan kematian, meskipun 5 pasien

membutuhkan ventilasi tekanan positif. Terdapat beberapa faktor predisposisi

diantaranya obesitas, demensia, operasi emergensi,operasi abdomen atas, posisi

tredelenburg, insuflasi intraperitoneal dan jalan nafas yang sulit. Jika digunakan

pada pasien dengan resiko rendah untuk regurgitasi, tingkat aspirasi pada

pemasangan LMA sama saja dengan semua anestesi umum non-LMA (~2 dari

10.000 kasus), meskipun insidensi refluks gastroesofagus dapat meningkat jika

dibandingkan dengan penggunaan face mask.

Beberapa bukti menunjukkan kemungkinan terjadi refluks gastroesofagus

selama penggunaan LMA dengan pasien pada posisi Tredelenburg atau litotomi.

Jika diketahu terdapat isi lambung pada tabung LMA, tindakan yang sama pada

penggunaan ETT harus dilaksanakan : Posisi Tredelenberg, oksigen 100%,

biarkan LMA pada tempatnya dan gunakan suction yang fleksibel ke dalam

tabung, perdalam anestesi jika dibutuhkan.

Ketika dilakukan penelitian pada pasien yang diperkirakan lambungnya

penuh, kejadian aspirasi akibat penggunaan LMA pada operasi emergensi atau

elektif tercatat sangat rendah. Laporan tersebut termasuk pasien dengan obesitas,

sering mengalami refluks gastroesofagus dan operasi sesar atau pengamanan jalan

nafas saat melahirkan dan pasien yang datang ke emergensi.

Selama resusitasi kardiopulmonal, insidensi regurgitasi gastroesofageal 4

kali lebih besar dengan bagvalve mask dibandingkan LMA.

Penggunaan LMA yang tidak biasa

Sejak pertama kali diperkenalkan, banyak data klinis menunjukkan LMA

dapat digunakan secara aman di ruang operasi dalam situasi klinis yang bervariasi.

Sejumlah situasi klinis yang biasanya ditangani dengan intubasi trakea dan

ventilasi mekanik dilakukan menggunakan LMA. Tabel 23-4 menunjukkan angka

situasi klinis tersebut, menjelaskan keuntungan dan peringatan penggunaan LMA

serta menyediakan referensi yang memadai. Beberapa kasus akan didiskusikan

selanjutnya.

Page 17: airway management.doc

LMA dan Ventilasi Tekanan Positif

Meskipun pada awalnya diperkenalkan bagi pasien dengan pernafasan

spontan, LMA telah terbukti bermanfaat untuk kasus dengan ventilasi tekanan

positif. Berlawanan dengan pendapat awal, ventilasi tekanan positif dapat

digunakan dengan aman bersama LMA. Tidak ada perbedaan dalam

pengembangan gaster dengan tekanan positif (<17 cm H2O) jika dibandingkan

antara LMA dan ETT. Ketika menggunakan LMA, kita harus membatasi volume

tidal sampai 8 ml.kg-1 dan tekanan jalan nafas sampai 20 cm H2O karena ini

adalah tekanan penutup alat tersebut dalam keadaan normal. Operator juga harus

mendengarkan di daerah tenggorokan untuk mendeteksi kebocoran, atau di perut

untuk mendeteksi insuflasi gaster. LMA dapat digunakan dalam posisi supine,

prone, lateral, oblik, Tredelenberg dan litotomi.

Durasi penggunaan LMA

Jangka waktu penggunaan LMA juga menjadi hal yang kontroversial.

Meskipun pembuatnya menyarankan penggunaan maksimal 2-3 jam, laporan

penggunaan lebih dari 24 jam dapat ditemukan.

Fleksibel LMA

Kehadiran fleksibel LMA telah meluaskan penggunaan LMA untuk

berbagai kasus dimana jalan nafas harus berbagi dengan tim operasi (misalnya

operasi THT). Fleksibel LMA berbeda dari pendahulunya dalam penampilan

dinding yang tipis, diameter yang kecil, tabung yang berkawat, sehingga dapat

diposisi diluar midline tanpa berakibat pada posisi hipofaring sungkup. Alat ini

didesain untuk digunakan pada sumbatan tonsilar saat dilakukan operasi mulut

dan faring. Fleksibel LMA juga terbukti bermanfaat saat tutup yang tebal

diletakkan di atas kepala dan jalan nafas, ketika ada gerakan posisi kepala selama

operasi atau ketika tabung LMA tidak dapat diamankan dimidline. Pengunaan

sungkup ini pada operasi di atas hipofaring terbukti memiliki beberapa kelebihan

dibanding intubasi trakea.

Page 18: airway management.doc

Jika ditempatkan dengan benar, sungkup LMA menghalangi jalan nafas

dari darah, sekresi dan debris diatasnya, jika dibandingkan dengan intubasi trakea

yang tidak melindungi trakea dari cairan yang masuk ke dalam faring.

LMA dan Bronkospasme

Sebagai jalan nafas supraglotik, LMA sangat cocok untuk pasien dengan

riwayat asma. Menggunakan LMA, operator dapat mengontrol jalan nafas, tanpa

harus memasukkan benda asing ke dalam trakea. Karena itu hal ini merupakan

alat yang ideal bagi penderita asma yang tidak beresiko refluks maupun aspirasi.

Karena anastesi inhalasi halogenasi merupakan bronkodilator yang potensial,

maka saat dihentikan pasien yang mempunyai risiko mengalami bronkospasme

biasanya menjadi wheezing. Pada pasien yang dipasang LMA, tidak ada benda

asing dalam bronkus yang sensitif, dan pasien dapat sadar sepenuhnya saat

pelepasan alat ini. Pada keadaan bronkospasme yang tidak terkontrol selama

operasi intubasi dapat dilakukan melalui LMA atau setelah LMA dilepas.

Pelepasan LMA

Waktu untuk melepaskan LMA saat akhir operasi juga penting. LMA

harus dilepas jika pasien teranastesi dalam atau setelah refleks protektive kembali

dan pasien dapat membuka mulut dengan perintah. Pengangkatan selama tahap

eksitasi dapat disertai dengan batuk dan atau laringospasme. Banyak klinisi

mengangkat LMA dalam keadaan mengembang karena hal itu sekaligus berfungsi

sebagai sendok untuk sekresi di atas sungkup, untuk dibawa keluar dari jalan

nafas. Hal ini sangat bermanfaat pada operasi THT.

Kontraiindikasi Penggunaan LMA

Kontraindikasi primer penggunaan elektif LMA adalah resiko aspirasi isi

lambung ( misalnya : perut penuh, hiatus hernia dengan refluks gastroesofagus

yang signifikan, obesitas,obstruksi intestinal, pengosongan lambung tertunda,

riwayat yang buruk). Kontraindikasi lain termasuk compliance paru yang buruk

atau resistensi jalan nafas yang tinggi, obstruksi glottis atau supraglottis, dan

terbatasnya pembukaan mulut (<1,5mm).

Page 19: airway management.doc

Komplikasi Penggunaan LMA

Selain refluks gastroesofageal refluks dan aspirasi, komplikasi yang

dilaporkan ermasuk laringospasme, batuk, gagging, muntah, bronkospasme, dan

kejadian lain yang karakteristik untuk manipulasi jalan nafas. Insidensi untuk

nyeri tenggorokan sekitar 10%, dibandingkan intubasi trakea yang 30%, tetapi

dilaporkan antara 0-70%. Juga dilaporkan adanya suara serak (4-47%) dan

disfagia (4-24%). LMA dapat menyebabkan perubahan sementara fungsi pita

suara. Hal ini kemungkinan berhubungan dengan overinflasi selama prosedur

yang diperpanjang.

Terdapat beberapa laporan cedera saraf berhubungan dengan penggunaan

LMA. Pada April 1999, 11 kasus kelumpuhan saraf telah dilaporkan: N.

Rekuren(7), hipoglosal (2) dan lingual (2). Seluruh kasus kecuali satu sembuh

spontan. Pada semua kasus tersebut digunakan LMA ukuran 3 dan 4 dan NO

adalah salah satu zat inhalasi (yang dapat meningkatkan tekanan cuff 9-38%).

Tekanan cuff tidak dimonitor pada semua kasus. Diperkirakan bahwa kerusakan

N. Lingualis terjadi ketika serabut saraf terperangkap diantara mandibula dan

tabung LMA yang terletak lateral dari lidah. N. Hipoglosus berjalan rostral dan

lateral dari dari os.hyoid, dan mungkin tertekan ke arah tulang. N. Rekuren

kemungkinan tertekan antara cuff LMA dan kartilago krikoid atau tiroid. Tekanan

cuff yang tidak termonitor akibat peningkatan tekanan oleh difusi N2O, anestesia

ringan dengan konstriksi otot-otot faring, edema jaringan dan pembengkakan vena

karena posisi kepala di bawah dan gel lubrikan yang mengandung lidokain

seringkali disalahkan untuk cedera saraf. Untuk mencegah cedera tersebut cuff

LMA seharusnya dikembangkan tidak lebih dari 60 cm H2O dan harus dimonitor

jika N2O digunakan. Penggunaan LMA yang lebih besar dengan tekanan yang

lebih kecil juga telah dianjurkan.

Satu kematian dihubungkan dengan penggunaan LMA. Seorang wanita tua

mengalami robek di esofagus setelah penggunaan LMA intubasi (LMA-Fastrach),

maninggal 9 minggu kemudian karena shock sepsis setelah serangkaian

komplikasi. Yang menarik, komplikasi sebenarnya adalah robekan kecil pada

esofagus akibat intubasi esofagus yang kurang hati-hati. Karena itu komplikasi

Page 20: airway management.doc

ini lebih merupakan kesalahan pemasangan bukan karena sifat LMA-Fastrach

sendiri. Tidak ada kematian lain akibat komplikasi pemasangan LMA dilaporkan

dalam literatur. Diperkirakan, 600 kematian terjadi setiap tahun di negara

berkembang karena komplikasi dari intubasi trakea yang sulit.

LMA-Proseal

Meskipun LMA original dan fleksibel LMA telah sukses digunakan untuk

ventilasi tekanan positif, keduanya tidak sesuai untuk hal ini karena dua alasan :

pertama, jika kedudukan tidak stabil di hipofaring, dapat terjadi inflasi gaster,

kedua, tekanan penutup terbatas sekitar 20 cm H2O. Pada tahun 1994 sebuah

prototipe LMA yang termasuk gastric drain didesain. Diyakini desain semacam

ini akan menurunkan risiko pengembangan gaster dan risiko aspirasi isi refluks

gaster. Selanjutnya diketahui bahwa desain tersebut yang juga terdiri dari cuff

kedua, dapat menerima ventilasi tekanan positif sampai 40 cm H2O.

Prototipesungkup jenis ini, dinamakan LMA-Proseal telah digunakan pada pasien

dan saat ini sedang menjalani penelitian multisenter (komunikasi personal dengan

Archie Brain).

Keuntungan lain dari desain ini adalah gastric drain dapat menjadi alat

bantu dalam menentukan posisi masker yang tepat, karena malposisi (misalnya

nasofaring, intratrakeal) sering disertai dengan kebocoran udara dari lumen. Hal

ini dapat terlihat dengan mengisi beberapa cm bagian proksimal lumen dengan

lubrikan yang larut dalam air dan memeriksa adanya gelembung atau pergerakan

meniskus.

Desain LMA-Proseal juga mendayagunakan fleksibel LMA, membuatnya

lebih aman dari displacement dengan pergerakan kepala. Kedua, gastric drain

selalu terbuat dari silikon yang lembut, menempel di lateral tuba jalan nafas.

Gastric tube yang kecil dapat dimasukkan ke dalam lambung lewat lumen ini.

Sebuah block bite silicon berada diantara kedua tuba. Karena tambahan

komponen setinggi level gigi geligi, maka LMA-Proseal kemungkinan akan lebih

sulit dimasukkan ke dalam jalan nafas. Untuk alasan ini, disertakan alat insersi

Page 21: airway management.doc

dari stainless steel. Setelah pemasangan, alat insersi dilepas. Diharapkan desain

baru ini akan menambah kemampuan dan kenyamanan operator dalam

menggunakan LMA dengan aman pada ventilasi tekanan positif untuk pasien

berisiko aspirasi isi lambung.

LMA dan jalan nafas yang sulit

Selain fungsinya sebagai alat anestesi jalan nafas yang rutin, LMA

mempunyai sejarah sebagai tuba yang berjasa dalam perawatn pasien dengan jalan

nafas yang sulit. Hal ini nanti akan dibahas lebih lanjut pada bab ini.

The Cuffed Oropharyngeal Airway

Alat jalan nafas supraglotis lain yang tersedia saat ini adalah The Cuffed

Oropharyngeal Airway atau COPA (Mallinckrodt Medical, Athlone Irlandia).

Alat ini (gambar 23-14) menyerupai Guedel dengan cuff yang dapat

dikembangkan pada setengah bagian distalnya dan sebuah adapter sirkuit 15 mm

pada ujung proksimal. Cuff yang dikembangkan akan mengisi faring dan

menggerakkan epiglotis serta basis lidah ke arah anterior sehingga didapatkan

jalan nafas tanpa halangan. Sisi pinggir dari adapter sirkuit mempunya dua ujung

untuk dihubungkan dengan tali yang menstabilkan kepala. COPA didesain untuk

maintenan jalan nafas selama anestesi dengan pernafasan spontan dan dalam

banyak hal sebanding dengan LMA. Alat ini juga digunakan untuk pasien yang

sulit diintubasi.

Intubasi Trakea

Laringoskopi rutin

Persiapan laringoskopi dan usaha terbaik

Meskipun laringoskopi dilakukan pada pasien sadar ataupun tidak, usaha yang

berulang sering menyebabkan edema dan perdarahan struktur jalan nafas atas

bagian anterior (lidah, valekula, epglotis, struktur laring), mempersulit visualisasi

Page 22: airway management.doc

dan meningkatnya obstruksi jalan nafas. Karena itu penting untuk memastikan

bahwa usaha pertama adalah usaha yang terbaik.

Pertama, ketika kita menghadapi pasien kritis, orang yang melakukan

larigoskopi haruslah yang paling ahli. Dalam kasus yang tidak gawat, peranan ini

dapat dilakukan oleh yang seang berlatih. Kedua, keberadaan alat untuk

melakukan laringoskopi dan intubasi harus dipastikan, begitu juga dengan alat

yang dibutuhkan untuk menjaga kemungkinan kegagalan intubasi. Jika tersedia

dalam berbagai ukuran, sediakan satu ukuran yang diperkirakan tepat, satu ukuran

diatasnya dan satu ukuran dibawahnya. (Tabel 23-6)

Alat lain yang melengkapi daftar peralatan namun belum tentu tersedia

disemua tempat termasuk monitoring end-tidal CO2 (contoh kapnografi atau

kolorimetri), pulse oxymetri, LMA, kateter ventilasi jel transtrakeal, dan sumber

oksigen tekanan tinggi.

Ketinggian pasien haruslah setinggi kartilago xiphoideus operator, dengan

tempat tidur yang dikunci sehingga tidak bergerak. Tidak ada yang menghalangi

akses operator ke kepala pasien.

Laringoskopi direk. Laringoskopi yang sukses termasuk distorsi anatomi

permukaan jalan nafas supralaringeal untuk menghasilkan visualisasi yang jelas

antara mata operator dan laring; hal ini membutuhkan lurusnya aksis mulut, faring

ddan laring. Sejumlah kriteria harus dipenuhi, antara lain:

Pembukaan mulut harus adekuat

Lidah harus kecil dan mudah dilipat

Mandibular space harus dapat menampung lidah saat dipindahkan oleh

laringoskop

Dengan kepala berada diposisi netral yaitu basis oksiput sejajar dengan

vertebra thorakal bagian bawah, wajah akan menghadap ke atas, tidak ada

overlaping dari ketiga axis sehingga visualisasi kurang baik. Untuk mengatasi hal

ini, optimal “sniff” atau posisi Magill harus dilakukan. Posisi ini , leher sedikit

fleksi terhadap thoraks (35%) dan kepala ekstensi terhadap leher pada sendi

atlantooccipital, menghasilkan alignment terbaik dari mulut, faring dan laring.

(gbr 23-15B). Posisi snif dapat disimulasikan dengan membayangkan posisi leher

dan kepala pada pelari jarak jauh. Posisi seperti ini membuka jalan nafas secara

Page 23: airway management.doc

maksimal, memindahkan epiglotis dari garis visual dan mengurangi resistensi

jalan nafas secara maksimal. Posisi Magill dapat dicapai dengan menempatkan

bantal kecil (10 cm) di bawah kepala, sementara bahu tetap datar (gb 23-15B).

Kegagalan mempertahankan posisi ini selama laringoskopi adalah penyebab

tersering visualisasi yang buruk.

Bantal pada posisi snif yang nyaman untuk pasien sadar, tetapi mudah

dibentuk kembali setelah induksi anestesi yang ideal untuk posisi sniff telah

dikembangkan oleh Dr. Kaiduan Pi (gb. 23-16).

Overekstensi kepala pada leher dan/atau pergerakan mandibula ke anterior

setelah masuknya muscle relaxan dapat menggerakan kartilago tiroid dan laring

ke anterior sehingga menghalangi pandangan ke arah laring.

Pasien dengan obesitas mungkin membutuhkan pengaturan posisi lebih

lanjut untuk menghindarkan massa di dada menghalangi laringoskop saat masuk

ke dalam mulut. Hal ini bisa dilakukan dengan menempatkan bantal di bawah

skapula, bahu dan tengkuk. Mengangkat leher dan kepala diatas thoraks, agar ada

pengaruh gravitasi.

Jika pada saat laringoskopi tidak didapatkan pandangan yang baik,

manuver BURP (backward-upward-rightward pressure) mungkin dapat

memperbaikinya. Pada manuver ini, operator kedua mendorong laring ke

belakang melawan vertebra servikal sesuperior mungkin sedikit ke kanan dengan

bantuan tekanan dari luar melalui kartilago krikoid. Manuver BURP telah

terbukti dapat memperbaiki lapang pandang, mengurangi tingkat kesulitan

intubasi pada 1993 pasien dari 4,8% menjadi 1,8%. Jika operator bertangan kidal

dan menggunakan laringoskop untuk orang kidal, laring sebaiknya dipindahkan ke

kiri.

Jika alignment telah terpenuhi, mulut dibuka dengan satu atau dua teknik

(gb 23-18). Yang pertama membuat hiperekstensi pada sendi atlantooccipital

kepala dengan menggunakan tangan yang dominan di bawah oksiput. Manuver

ini akan membuka mulut dan dapat diperkuat dengan menekan dagu ke arah

kaudal oleh jari kelingking tangan yang tidak dominan (gb 23-18a). Teknik

kedua,lebih efektif tetapi membutuhkan kontak antara tangan dengan gigi

penderita. Ibu jari menekan gigi molar dimandibula kearah kaudal sedangkan jari

Page 24: airway management.doc

telunjuk menekan gigi molar pada maksila ke arah yang berlawanan. Tujuan

utama kedua teknik diatas adalah untuk rotasi dan translasi sendi

temporomandibular untuk mendapatkan gap antarincisivus yang paling jauh.

Pasien, baik sadar atau tidak sekarang siap untuk laringoskopi.

Penggunaan blade laringoskop. Penggunaan blade laringoskop yang tepat

sangat vital pada teknik penatalaksanaan jalan nafas. Ada dua jenis blade yang

sering dipakai dan masing-masing memiliki teknik tersendiri (gb 23-19). The

curved (macintosh) blade digunakan untuk menarik epiglotis keluar garis

penglihatan dengan menegangkan ligamen glossoepiglotik, dan straight blade

(Miller) menekan epiglotis ke basis lidah. Kedua blade mempunyai bagian disisi

kiri yang berguna untuk menyapu lidah ke bagian kiri mulut.

Pada umumnya pada bagian sisi tersebut juga terdapat sumber cahaya.

Ukuran blade haruslah cukup panjang untuk mencapai tujuannya. Karena

itu,ukuran blade harus dipilih secara tepat dan kalau perlu ditukar jika gagal.

Blade Macintosh, lebih baik digunakan jika hanya ada sedikit ruang untuk

melewatkan ETT, sedangkan blade Miller lebih baik digunakan pada pasien yang

mempunyai mandibular space, gigi taring dan epiglotis yang besar.

Dengan tangan kiri memegang laringoskop, blade dimasukkan kebagian

kanan mulut dengan hati-hati agar bibir tidak terjepit. Dengan menggunakan

bagian sisinya bibir dipinggirkan ke arah kiri. Ketika mencpai basis lidah, lengan

dan bahu mengangkat ke arah anterior dan kaudal.

Penting untuk diingat, operator harus berusaha untuk menghindair

memutar pergelangan tangan dan handel laringoskop kearah kepala, membawa

blade berlawanan arah gigi taring atas.

Pada anak-anak, karena ukuran oksiput yang relatif lebih besar maka

elevasi kepala seperti yang dilakukan pada orang dewasa tidak dibutuhkan. Pada

kondisi tertentu justru kitaperlu menaikkan dada. Leher yang relaif pendek

membuat tanda posisi anterior laring. Seringkali untuk dapat melihat inlet laring

dibutuhkan tekanan posterior krikoid. Straight blade lebih membantu untuk

memindahkan epiglotis yang kaku, berbentuk omega dan tinggi letaknya. Karena

kartilago krikoid merupakan daerah paling sempit sampai usia 6-8 tahun, operator

harus sensitif terhadap tahanan dan selanjutnya ETT yang telah mudah melewati

Page 25: airway management.doc

pita suara. Hiperekstensi pada sendi atlantoocccipital dapat menyebabkan

sumbatan jalan nafas karena elastisitas relatif trakea. Pada anak-anak terdapat

risiko yang lebih tinggi saat intubasi atau ekstubasi endotrakea dangan pergerakan

kepala karena ukuran trakea yang pendek.

Dengan laringoskopi, lapang pandang laring dapat komplit, parsial atau

tidak terlihat sama sekali. Sistem penilaian lapang pandang laring yang telah

diterima secara umum dikembangkan oleh Cormack dan Lehane, yang

menjelaskan 4 tingkatan lapang pandang laring. Tingkat I termasuk visualisasi

seluruh permukaan glotis. Tingkat II visualisasi bagian posterior glotis. Tingkat

III visualisasi ujung epiglotis. Tingkat IV hanya memperlihatkan soft palatum.

(Gb. 23-22) Sistem ini telah terbukti berguna tidak hanya sebagai alat untuk

mencatat lapang pandang laring pada seorang pasien, tetapi juga sebagai perediksi

jalan nafas preoperatif.

Setelah laring dapat terlihat, trakeal tube dimasukkan dengan tangan

kanan, hati-hati agar tidak merusak lapang pandang terhadap pita suara. Trakeal

tube harus dimasukkan minimal 2 cm di bawah pita suara agar terletak di mid

trakea. Ini kira-kira ukuran 21-23 cm pada skala. Pilihan ukuran tracheal tube

untuk dewasa apat digeneralisir, untuk wanita ukuran 7-8 cm id

Tabel 23-3 Ukuran LMA dan volume pengembangan

Ukuran

LMA

Berat pasien Pengembangan

Ukuran

(%)

Volume

Pengembangan

Maksimum

(ml)

Tes Volume

Pengembangan

(ml)

1 Neonatus/bayi

sd 5 kg

- 4 6

1,5 5-10 kg 21 7 10

2 10-20 kg 21 10 15

2,5 20-30 kg 18 14 21

3 >30 kg 15.7 20 30

4 Dewasa kecil 14.4 30 45

5 Dewasa normal 13.8 40 60

Page 26: airway management.doc

6 Dewasa besar 8.1

Tabel 23-4 Penggunaan LMA yang tidak biasa

Situasi klinik keuntungan Pencegahan Sitasi

Telinga dan hidung Saturasi O2

Perlindungan jalan

nafas

Pergerakan kepala

Pengeluaran/

aspirasi darah/pus

A1-A9

Gigi Seperti di atas

Menurunkan disritmia

Mengurangi

perdarahan

Mengurangi epistaksis

Peningkatan

kewaspadaan saat

ekstraksi

A10-A18

Laring Biopsi pita suara A19

Mulut, mandibula,

lidah

Kasus penyelamatan

setelah kegagalan

facemask atau

laringoskopi

A20-A30

Adenotonsilektomi Mengurangi kotoran

trakea

Penyembuhan lebih

baik

Berkurangnya stridor

postoperatif dan

laringospasm

Berkurangnya

bronkospasm

Sebaiknya

menggunakan

fleksibel LMA

Mungkin sulit

untuk memasukkan

LMA

A21, A31-

A44

Bedah laser Sungkup dapat

robek

A45-A55

Pembedahan besar Telah digunakan untuk Laringospasme A56-A58

Page 27: airway management.doc

leher dan kepala jalan nafas yang sulit mungkin muncul

LMA mungkin

berpindah tempat

Masker berlubang

Endarterektomy

karotis

Mengurangi stimulasi

kardiovaskular

Smooth Emergence

Distorsi anatomi

pembedahan

A43, A59

Trakeostomi Jalan nafas sulit

Perhatikan prosedur

perkutaneus (LMA

telah digunakan

sebagai masker

trakeostomi)

A60-A65

Operasi mikrolaring Glotis tidak tersumbat A66-A68

Operasi

trakea/karina

Glotis tidak tersumbat

Laser aman digunakan

di bawah LMA

A47, A69-

A73

Tiroid/paratiroid Observasi dinamik

selama stimulasi saraf

Laringospasm

LMA mungkin

berpindah tempat

Jika melemahkan

kartilago, tidak ada

suport trakea

A56, A69-

A79

Operasi mata Memperbaiki tekanan

intraokuler

Bebas bahaya batuk

(LMA telah digunakan

sebagai irigator mata)

Valsava dapat

terjadi

A44, A69,

A80-A104

Laparoskopi

ginekologis

Kemungkinan

peningkatan

regurgitasi dalam

posisi tredelenberg

A105-A113

Page 28: airway management.doc

Bronkoskopi Akses yang mudah ke

glotis

Oksigenasi/ventilasi

kontinyu

Lapang pandang

glotis/ trakea bag. Atas

Ruang yang luas untuk

ekstraksi benda asing

A114-A140

Endoskopi A141

Neurosurgery Smooth emergence

Smooth “wake up” test

A142-A146

Resusitasi

kardiopulmonal

Sebagai jalan nafas

pertama

Penyebaran obat

A147-A148

Operasi perut

bawah

Harus dipastikan

edalaman anestesti

yang adekuat

A149-A151

Operasi perut atas Secara umum

merupakan

kontraindikasi,

meskipun telah

digunakan secara

aman

A149,

A152-A154

Operasi

Kardiothorak

Mengurangi respon

kardiovaskular

Dianggap tidak

berguna karena

tekanan tinggi jalan

nafas sering

dibutuhkan

A155-A157

Tabel 23-5 Keuntungan LMA pada operasi supraglotis

Meningkatkan perlindungan jalan nafas dari darah dan debris

Mengurangi respon kardiovaskuler

Page 29: airway management.doc

Mengurangi batuk

Mengurangi laringospasme setelah pengangkatan alat

Meningkatkan saturasi setelah pengangkatan alat

Kemampuan untuk mengalirkan oksigen sampai refleks jalan nafas kembali

Tabel 23-6 Perlengkapan untuk Laringoskopi

Oxygen source dan self inflating ventilation bag (e.g ambu bag)

Face mask+

Oropharyngeal and nasopharyngeal airways+

Tracheal tubes+

Tracheal tue stylet

Syringe for tracheal tube cuff inflation

Suction apparatus

Laryngoscope handle (2), tested for working order andbattery freshness

Laryngoscope blades: Common blades include the curved (Macintosh) and

straight (Miller)+

Pillow, towel, blanket, or foam for head positioning

Stethoscope

+Presumed size as well as one larger and one smaller should be immediately

available.

Tabel 23.12. Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam melakukan

tindakan anestesi regional (Regional Anesthesia/RA) pada pasien dengan masalah

jalan nafas

Dipertimbangkan dilakukan RA Tidak dipertimbangkan dilakukan RA

Pembedahan superfisial

Diperlukan sedasi minimal

Anestesi dengan infiltrasi lokal

Akses ke jalan nafas baik

Pembedahan dapat dihentikan setiap

saat

Pembedahan melibatkan rongga tubuh

Diperlukan sedasi yang signifikan

Diperlukan anestesi lokal neuroaxial

yang luas, atau risiko injeksi

intravaskular

/absorpsi besar

Page 30: airway management.doc

Awake airway management (Manajemen airway pada pasien yang sadar)

Awake airway management tetap merupakan ASA’s Difficult Airway

Algorithm. Jika, setelah pemeriksaan airway dan mendapatkan riwayat anestesi

atau keadaan emergensi lain, kemampuan mengontrol ventilasi dan oksigenasi,

serta tanpa resiko aspirasi isi lambung diragukan, maka diindikasikan awake

manajemen. Manajemen airway tidak sinonim dengan intubasi : mask anestesi,

LMA, COPA, tracheal esophageal Combitube, dan peralatan lain merupakan

alternatif selain intubasi, tergantung pada situasi klinis. Awake intubation

memberikan banyak keuntungan pada keadaan teranestesi, termasuk pemeliharaan

ventilasi spontan dalam keadaan dimana airway tidak dapat diamankan dengan

baik, peningkatan ukuran dan patensi dari faring, letak basis lidah yang terlalu ke

depan, laring lebih ke posterior, dan patensi dari retropharyngeal space.132,133 Efek

sedatif dan anestesi umum pada patensi airway bisa merupakan sekunder dari efek

langsung motoneuron dan pada reticular activating system. Pasien dengan sleep

apnea dapat lebih mudah mengalami obstruksi dengan sedasi minimal. Awake

state memberikan pemeliharaan terhadap tonus spingter esofagus atas dan bawah,

yang akan mengurangi risiko refluks. Pada saat terjadi refluks, pasien dapat

menutup glotis dan atau mengeluarkan bahan aspirasi dengan batuk sebgai hasil

bahwa refleks ini tidak tertekan oleh anestesi lokal.135 Terakhir, pasien dengan

risiko terjadi sekuele defisit neurologis (pasien dengan patologi vertebra servikan

yang tidak stabil) bisa menjalani monitoring sensori-motor setelah intubasi

trakeal. Dalam situasi emergensi, harus hati-hati(stimulkasi kardiovaskuler pada

pasien dengan iskemia kardiak atau risiko iskhemia, bronkhospasme, peningkatan

yekanan intraokuler, openingkatan tekan intrakranial)136 tetapi tidak ada

kontraindikasi absolut pada awake intubation. Kontraindikasi pada awake

intubation elektif termasuk pasien menolak atau tidak kooperatif (naak-anak,

retardasi mental berat, demensia, intoksikasi) atau alergi pada anestesi lokal.

Jika klinisi telah memutuskan untuk melakukan tindakan awake airway

management, pasien harus disiapkan secara fisik dan psikologis. Hampir semua

pasien dewasa akan menerima penjelasan tentang perlunya pemeriksaan airway

dalam keadaan sadar dan akan lebih kooperatif setelah mereka menyadari akan

Page 31: airway management.doc

pentingnya dan rasionalitas untuk setioap tindakan yang tidak nyaman itu.

Prosedur secara keseluruhan tidak perlu dijelaskan dalam sekali waktu. Klinisi

dapat menjelaskan bahwa pasien akan diamati jalan nafasnya dalam rangka untuk

merencanakan tindakan. Dfalam hal ini dapat termasuk tindakan endoskopi.

Setelah airway disiapkan dan diamati, pasien akan menyadari bahwa mereka harus

mengalami ketidaknyamanan lebih lanjut selama intubasi, yang dapat

didiskusikan lebih lanjut.

Premedikasi dapat digunakan untuk mengurangi kecemasan. Jika sedatif

digunakan, klinisi harus berpikir bahwa obstruksi atau apneu pada pasien dengan

airway bermasalah dapat mematikan dan pasien dengan sedasi tidak mampu untuk

menjaga airway-nya dari regurgitasi isi lambung, atau bersikap kooperatif selama

tindakan. Dosis kecil benzodiazepin (diazepam, midazolam, lorazepam) umum

digunakan untuk mengurangi kecemasan tanpa depresi pernafasan yang

signifikan. Obat-obatan ini dapat digunakan secara oral atau intravena dan dapat

direverse dengan antagonisnya (flumazenil). Opioid receptor antagonist (fentanil,

remifentanil, alfentanil) juga dapat digunakan dengan dosis rendah, dosis titrasi

untuk efek sedasi dan antitusifnya, walaupun perlu hati-hati dalam

penggunaannya. Antagonis spesifik (nalokson) harus siap tersedia. Ketamin dan

droperidol juga telah populer digunakan oleh para klinisi.

Pemberian antisialagogues penting untuk keberhasilan awake intubation.

Seperti yang akan didiskusikan di bawah ini, pembersihan sekret airway penting

untuk penggunaan instrumen visual indirek (fiberoptic bronchoscope, rigid

fiberoptic laryngoscope) karena sedikit saja cairan akan menghalangi lensa

objektifnya. Biasanya digunakan atropin (0,5-1 mg im atau iv) dan glikopirolat

(0,2-0,4 mg im atau iv) memiliki efek signifikan : dengan mengurangi produksi

saliva, meningkatkan efektivitas anestesi lokal yang digunakan dengan cara

menghilangkan barier kontak dengan mukosa dan mengurangi dilusi obat

anestesinya. Vasokonstriksi nasal diperlukan jika dilakukan instrumentasi melalui

nasal. Jika pasien memiliki risikao untuk terjadi regurgitasi dan aspirasi, maka

diperlukan tindakan profilaksis. Sering kali, penting juga untuk memberikan

tambahan oksigen pada pasien melalui nasal kanul (yang dapat ditempatkan pada

nasal atau mulut).

Page 32: airway management.doc

Anestesi lokal adalah landasan untuk teknik awake airway control.

Airway, mulai dari basis lidah sampai bronkus memiliki jaringan yang sensitif.

Anestesi lokal dan anestesi blok telah dikembangkan untuk menumpulkan refleks

protektif jalan nafas dan juga untuk menghasilkan analgesia. Seperti yang telah

diketahui oleh para ahli anestesi, anestesi lokal adalah efektif, namun juga

berbahaya. Para klinisi harus mengerti tentang mekanisme kerja, metabolisme,

toksisitas, dan dosis kumulatif yang aman dari obat yang dipilih. Karena obat

yang digunakan akan banyak diaplikasikan dalam tracheal-bronchial tree dan

akan masuk ke alveoli, maka akan terjadi absorpsi ke dalam intravaskuler yang

cepat.

Walaupun tersedia banyak obat anestesi lokal, namun akan dibahas yang

paling sering digunakan.

Di antara ahli otalaringologi, kokain terkenal sebagai agen topikal. Tidak

hanya efektivitasnya yang tinggi sebagai anestesi lokal, tetapi selain sebagai

anestesi lokal, kokain juga adalah vasokonstriktor yang poten. Biasanya tersedia

dalam larutan 4 %. Dosis total yang diaplikasikan pada mukosa tidak boleh lebih

dari 200 mg pada dewasa. Kokain tidak boleh digunakan pada pasien yang

hipersensitif terhadap kokain, hipertensi, penyakit jantung iskemik, pre-eklamsi,

atau yang menggunakan monoamin oksidase inhibitor.137 Karena kokain

dimetabolisme oleh pseudokolinesterase, maka dikontraindikasikan untuk pasien

yang menderita defisiensi enzim ini.

Lidokain, anestesi lokal golongan amida, terdeia dalam banyak sediaan

dan dosis (Tabel 23-13). Pada pemberian topikal, memiliki puncak onset dalam 15

menit. Kadar toksis dalam plasma bukan tidak mungkin terjadi, namun tidak

umum terjadi pada pemberian untuk airway management.

Tabel 23.13. Bentuk sedian lidokain

Sedian Dosis

Injeksi/larutan topikal

Larutan lengket

Salep

1 %, 2 %, 4 %

1 %, 2 %

1 %, 5 %

Page 33: airway management.doc

Aerosol 10 %

Tetrakain adalah anestesi lokal golongan amida dengan lama kerja yang

lebih panjang daripada kokain dan lidokain. Tersedia dalam bentuk larutan 0,5 %,

1% dan 2 %.

Diabsorpsi cepat dari saluran nafas dan pencernaan dan toksisitas setelah

pemberian secara nebulisasi pernah dilaporkan dengan dosis serendah 40 mg,

walaupun dosis aman pada dewasa adalah 100 mg.

Benzokain terkenal di antara beberapa klinisi karena onsetnya yang sangat

cepat (< 1 menit) dan durasinya yang singkat ( 10 menit). Tersedia dalam

bentuk larutan 10 %, 15 % dan 20 %. Pernah dikombinasikan dengan tetrakain

(Hurricaine, Beutlich Pharmaceuticals) untuk memperpanjang masa kerja.

Pemberian 0,5detik aerosol Hurircaine mengantarkan 30 mg benzocain, dosis

toksisnya 100 mg. Sedian lain yang umum adalah spray Cetacaine, merupakan

kombinasi antara benzocaine dan Tetracaine, butylaminobenzoate, benzalkonium

klorida, dan cetyyldimethylethyl ammonium bromide. Benzocaine mungkin

menghasilkan methemoglobinemia , yang bisa diatasi dengan pemberian

methylene blue.

Ada tiga area anatomis dimana klinisi memberikan anestesi lokal : kavum

nasi/nasofaring, faring/basis lidah, dan laring/trakea. Kavum nasi dipersarafi oleh

nervus palatina mayor dan minor (inervasi dari konkha dan septum nasi) dan

nervus ethmoidalis anterir (inervasi nares dan sepertiga anterior septum nasi).

Kedua nervus palatina keluar dari ganglion sphenopalatina, berada di posterior

dari konkha media. Dua teknik untuk blok saraf telah dijelaskan. Ganglion dapat

dicapai melalui nasal appproach noninvasive : dengan aplikator dari kapas (cotto-

tipped applicator) yang telah direndam pada obat anestesi lokal, aplikasikan

sepanjang batas atas dari konkha media sampai dinding nasofaring posterior.

Dibiarkan selama 5-10 menit. Pada oral approach, jarum dimasukkan melalui

foramen palatina mayor, yang dapat dipalpasi di sebelah posterior bagian lateral

palatum durum, 1 cm medial dari gigi molar satu dan dua rahang atas. Larutan

anetesi (1-2%) dinjeksikan dengan jarum spinal dengan arah superior/posteror

dengan kedalaman 2-3 cm. Hati-hati jangan sampai masuk ke dlam arteri

Page 34: airway management.doc

sphenopalatina. Nervus ethmoidalis anterior dapat diblok dengan cara aplikasi

cotton-tipped yang direndam dalam anestesi lokal sepanjang permukaan dorsal

dari hidung sampai tercapai bagian anterior lempeng kribriformis. Aplikator

didiamkan di tempatnya selama 5-10 menit.

Orofaring dipersarafi oleh cabang nervus vagus, fasialis dan

glossafaringeal. Nervus glossofaringeal (GPN) berjalan ke anterior sepanjang

permukaan lateral faring, tiga cabangnya memberikan persarafan sensoris untuk

1/3 posterior lidah, valekula, permukaan posterior epiglotis (cabang lingual),

dinding faring (cabang faring), dan tonsil (cabang tonsil). Banyak variasi teknik

yang dapat digunakan untuk menganestesi bagian dari airway ini. Teknik yang

paling sederhana menggunakan anestesi lokal larutan aerosol atau “swish and

swallow” volunter. Sepanjang klinisi merencanakan untuk menganestesi struktur

yang sesuai, telah memberikan cukup waktu untuk bekerja, dan tetap pemberian

kontinyu sampai dosis total dari anestesi lokal diperlukan, sebagian besar pasien

akan teranestesi secara adekuat dengan cara ini.

Beberapa pasien mungkin memerlukan blok GPN, khususnya ketika

teknik topikal tidak adekuat untuk menekan refleks muntah. Cabang dari saraf ini

sebagian besar mudah untuk dicapai ketika menyilang lipatan palatoglosus.

Lipatan ini terlihat sebagai tepian jaringan lunak dari aspek posterior palatum ke

basis lidah, bilateral (Gambar 23-27).

Gambar 23-27

Gambar 23-27. Arkus palatoglosus (panah) adalah lipatan jaringan lunak yang

merupakan kelanjutan dari tepi posterior dari palatum molle ke basis lidah.. Kapas

(swab) yang telah direndam dalam anestesi lokal ditempatkan dalam parit

sepanjang basis lidah dan dibiarkan selama 5-10 menit.

Teknik noninvasif menggunakan aplikator cotton-tipped yang telah

direndam dalam larutan anestesi diposisikan pada bagian paling bawah dari

lipatan, dibiarkan selama 5-10 menit. Ketika teknik noninvasif kurang adekuat,

anestesi lokal dapat diinjeksikan. Berdiri di sisi kontralateral dari sisi yang akan

Page 35: airway management.doc

diblok, operator menggeserkan lidah ke sisi yang berlawanan dan jarum spinal

25G diinsersikan ke dalam membran dekat dasar mulut. Dilakukan tes aspirasi

dulu. Jika udara teraspirasi, jarum telah melewati membran. Jika darah teraspirasi,

jarum diarahkan kembali lebih medial. Cabang lingual lebih terblok dengan cara

ini, tetapi penjejakan retrograd dari ijeksi juga pernah dilakukan.135. Walaupun

menyediakan blok yang terpercaya, teknik ini dilaporkan menimbulkan rasa nyeri

dan mungkin menghasilkan hematom yang mengganggu.139 Approach posterior

ke GPN pernah disebutkan dalam literatur otolaringologi (untuk tonsilektomi).

Mungkin akan sulit untuk melihat tempat insersi dari jarum, yang terletak di

belakang arkus palatofaringeal dimana nervus berada berdekatan dengan arteri

karotis. Karena risiko masuk ke dalam arteri dan perdarahan, teknik ini tidak akan

dibahas di sini; tetapi, pembaca disarankan membacanya di dalam referensi yang

lebih sesuai.140

Cabang interna dari nervus laringeal msuperior(SLN) yang merupakan

cabang dari nervus vagus, memberikan persarafan sensoris dari basis lidah,

epiglotis, lipatan ariepiglotika, dan aritenoid. Cabang yang berasal dari SLN,

berada lateral dari kornu tulang hioid. Kemudian menembus membran tirohiod

dan berjalan di bawah mukosa resesus piriformis. Bagian sisa dari SLN, cabang

eksterna, memberikan inervasi motorik untuk otot krikotirid. Beberapa blok

terhadap nervus ini telah diuraikan. Dalam banyak contoh, aplikasi anestesi

topikal dalam rongga mulut akan menyediakan analgesia yang adekuat. Blok

eksternal dilakukan pada pasien dalam posisi terlentang dengan kepala ekstensi

dan klinisi berdiri ipsilateral dengan nervus yang akan diblok. Di bawah sudut

mandibula, klinisi mengidentifikasi kornu superior dari tulang hioid (gambar 23-

28). Menggunakan satu tangan, kornu ditekan secara langsung ke arah medial,

memindahkan kornu hioid ipsilateral menjauhi klinisi. Kehati-hatian diperlukan

untuk menentukan lokasi arteri karotis dan kemudian menggesernya jika

diperlukan. Jarum diinsersikan secara langsung di atas kornu hioid, dan kemudian

menggerakkan kartilago ke arah anterior-kaudal sampai jarum dapat melewati

ligamen sedalam 1-2 cm (gambar 23-29A). Sebelum menginjeksikan anestesi

lokal, dilakukan tes aspirasi untuk memastikan sudah masuk ke dalam faring atau

struktur vaskuler. Anestesi lokal dengan epinefrin (1,5-2 ml) diinjeksikan ke

Page 36: airway management.doc

dalam ruangan antara membran tirohioid dan mukosa faring. SLN juga dapat

diblok dengan cara teknik blok noninvasive. Pasien diminta untuk membuka

mulut lebar, dan dan lidah dipegang menggunakan spatula lidah atau kawat.

Forsep sudut kanan (Forsep Jackson-Krause) dengan kapas yang telah direndam

dalam obat anestesi lokal ditempatkan di lateral lidah dan ke dalam sinus

piriformis bilateral. Dibiarkan selama 5 menit.

Gambar 23-28

Gambar 23-28. Ketika akan dilakukan blok SLN, kornu superior hioid

kontralateral ditekan untuk membantu mengidentifikasi anatomisnya. Jarum

diinsersikan setinggi membran tirohioid sediki di bawah kornu kartilago tiroid

mayor.

Persarafan sensoris dari pita suara dan trakea berasal dari nervus laringeus

rekuren. Penyuntikan anestesi lokal transtrakeal mudah untuk dilakukan untuk

menghasilkan analgesia yang adekuat dan tekniknya dibicarakan secara detil di

bawah ini (Lihat intubasi retrograd) (gambar 23-29B). Disuntikan 4 ml Lidokain

2% atau 4%.

Teknik yang efektif dan noninvasif untuk analgesia topikal dengan

menggunakan bronkhoskopi fiberoptik. Kerugian teknik ini, cairan yang berada di

dalam saluran ini akan mengkaburkan lensa. Hal ini dapat diatasi dengan

menggunakan kateter epidural, diinsersikan melalui saluran, seperti diuraikan oleh

Ovassapian.141 Bukan hanya mencegah pengkaburan pandangan, tetapi juga

memungkinkan tujuan tempat spesifik dari gelombang anestesi.

Kesulitan Klinis Dalam Skenario Airway

Pendekatan klinisi terhadap pasien dengan airway yang bermasalah

memiliki teknik dan instrumen yang mahaluas untuk dapat digunakan untuk

mengamankan dan menjaga oksigenasi dan ventilasi. Meskipun ini dapat

membingungkan, pengarang textbook tidak bisa mendikte pendekatan spesifik di

setiap situasi;142 terlebih lagi, presentasi dari pasien yang bervariasi membuat

rekomendasi spesifik sulit untuk dilakukan. Maka dalam rangka mendiskusikan

manajemen, bagian berikut menampilkan beberapa singkatan skenario klinis dan

Page 37: airway management.doc

pendekatan pengarang sendiri. Alternatif utama dari teknik manajemen airway,

akan didiskusikan. Semua kasus klinis yang didiskusikan di bawah ini telah

dilakukan oleh pengarang dan beberapa kolega. Teknik lain yang mungkin

diterapkan didalam setiap situasi juga akan didiskusikan, bersama dengan pohon

keputusan pengarang sendirimemperhatikan aplikasinya sendiri. Dalam kasus-

kasus ini, seperti dalam praktik sesungguhnya, teknik pertama yang digunakan

bisa jadi bukan yang tyerbaik. Prinsip fleksibilitas (dan ketajaman mata

diperlukan untuk mengubah arah dalam waktu yang cepat) akan ditekankan secara

berulang.

Kasus 1 : Flexible Fiberoptic-Aided Intubation

Seorang laki-laki berusia 50 tahun,dengan herniasi diskus vertebralis servikal

simtomatis,akan dilakukan reseksi diskus dan fiksasi. Terdapat riwayat

penggunaan tembakau, konsumsi alkohol, dan refluks gastro-esofageal. Dalam

persiapan preoperatif diberikan 0,4 mg glikopirolat. Limabelas menit kemudian,

ketika keadaan pasien dengan sekresi yang minimal, anestesia topikal diberikan

pada airway. Pasien menerima 4mg midazolam intravena. Intubasi airway

oraldilakukan tanpa menghilangkan refleks muntah dan flexible fiberoptic

bronchoscope diguanakn juga pada airway. Visualisasi ligamentum vokalis, dan

lidokain 4 % sebanyak 4 ml disuntikan melalui fiberscope working chanel. Ujung

distal fiberscope dimasukkan ke dlam laring, dan 7,0-id tuba endotrakheal, yang

telah ke dalam badan insersi fiberscope, dimasukkan ke dalm trakhea. Fiberscope

dipindahkan sementara struktur karina, trakhea dan terakhir tuba trakheal diamati.

Sirkuit anestesi dilekatkan ke tuba trakheal dan pengeluaran karbondioksida tetap

diamati oleh Kapnografi. Dilakukan pemeriksaan status neurologis motorik dan

sensoris singkat oleh ahli bedahnya dan dilakukan induksi anestesi umum.

Penggunaan bronkhoskopi fiberoptik dalam manajemen airway.

Bronkhoskopi fiberoptik (Fiberoptic bronchoscope/FOB) adalah instrumen

yang terdapat dimana-mana dalam bidang anestesi, terdapat pada 99% anggota

ASA aktif yang disurvey.142 Teknik fiberoptic-aided intubation pertama kali

dilakukan dengan menggunkan choledochoscope pada pasien dengan still’s

Page 38: airway management.doc

disease.143 Pada akhir 1980, penggunaan FOB fleksibel memberikan kemajuan

dalam manajemen pasien dengan kesulitan jalan nafas.144 Sekarang telah

diterima secara umum untuk keadaan klinis yang bervariasi, FOB merupakan alat

yang penting bagi ahli anestesi yang harus mengelola pasien sadar ataupun tidak,

yang sulit untuk diintubasi. 145 FOB telah terbukti sebagai alat yang paling

bermanfaat dalam setiap keadaan.

Tidak ada indikasi yang paling benar/tetap untuk teknik FOB-aided

intubation, seperti yang ada pada laringoskopi direk (misal pada rangkaian induksi

cepat pasien dengan lambung penuh). Akan tetapi, banyak situasi klinis dimana

FOB sebagai bantuan tidak langsung dalam mengamankan jalan nafas, terutama

jika klinisi telah melakukan usaha terbaik dengan kemampuannya menggunakan

intubasi yang rutin.141 Termasuk didalamnya adalah untuk mengantisipasi

intubasi yang sulit yang didapat dari riwayat atau pemeriksaan fisik, intubasi yang

sulit yang tidak diantisipasi (dimana teknik yang lain gagal), obstruksi airway atas

dan bawah, penyakit vertebra servikal yang stabil/tidak, efek massa pada saluran

nafas atas atau bawah, risiko pada gigi atau kerusakan dan awake intubation.141

Tidak seperti perlatan yang lainnya yang digunakan untuk mengintubasi trakea,

FOB juga dapat memberikan visualisasi struktur di bawah pita suara. Sebagai

contoh, dapat mengidentifikasi penempatan dari tracheal tube atau membantu

penempatan Double lumen tracheal tube. Mungkin juga membantu diagnosis

dalam trakhea atau bronkhus, atau dalam toilet pulmonal (gambar 25-30).

Gambar 25-30.

Gambar 25-30. FOB mungkin akan berguna untuk diagnosis dan terapi struktur di

bawah pita suara termasuk segmen brokhus dan tolit (lihat gambar 23-3). (A)Web

laringeal. (B) tumor bronkhus.

Kontraindikasi FOB-aided intubation adalah relatif, dan berhubungan

dengan keterbatasan alat (Tabel 23-14).

Tabel 23-14. Kontraindikasi FOB

Hipoksia

Page 39: airway management.doc

Sekresi jalan nafas yang banyak yang tidak dapat diatasi dengan suction atau

antisialagogues

Perdarahan dari saluran nafas atas atau bawah yang tidapat diatasi dengan suction

Alergi terhadap anestesi lokal

Tidak kooperatif

Karena elemen optiknya kecil (lensa objektifnya berdiameter 2 mm atau

kurang), sekret jalan nafas sedikit saja , darah atau debris juga dapat

mengkaburkan pandangan. Maka perlu untu dibersihkan terlebih dahulu dengan

pemberian antisialagogues im/iv (misal glycopyrrolate 0,2-0,4 mg, atropin ,5-1

mg) akan berefek mengeringkan dalam waktu 15 menit, tetapi hati-hati pada

pasien yang intoleran terhadap peningkatan denyut jantung. Vasokonstriksi

mukosa hidung diperlukan untuk mengurangi perdarahan jika melalui hidung

dengan menggunakan oxymetazoline, phenylephrine, atau kokain topikal. Jika

awake intubation direncanakan dengan menggunakan FOB, agar berhasi maka

pasien harus dapat kooperatif, tidak ada sekret, dengan sedikit pergerakan dari

kepala, leher, lidah dan laring. Akhirnya, karena FOB-aided intubation dari

trakhea memerlukan banyak waktu, terutama bagi klinisi yang belum cakap

dengan peralatannya, maka kontraindikasi penggunaannya untuk pasien hipoksia

atau impindeng hipoksia dan perlu dipertimbangkan untuk digunakan metode lain

yang lebih cepat (LMA atau pembedahan airway).

Elemen bronkhoskopi fiberoptik. FOB adalah alat yang rapuh, dengan

bagian optik dan nonoptik. Elemen penting mengandung anyaman serat kaca.

Setiap serat berdiameter 8-12 m, dan dilapisi oleh lapisan kaca sekunder.

Cladding berguna untuk menjaga bayangan disetiap serat sebagai cahaya yang

direleksikan dengan rate 10000 kali per meter ketika bergerak dari lensa objektif

ke lensa okuler pada pegangan operator.

Persiapan bronkhoskopi fiberoptik.. Ketika mendekati FOB-aided

intubation, harus dipastikan bahwa peralatan bekerja dengan baik. Satu urutan

ispeksi dilakukan seperti pada tabel 23-15.

Penggunaan bronkhoskopi fiberoptik. FOB dipegang dengan tangan non

dominan, ibu jari pada tuas pengontrol. Lengan yang dominan berfungsi untuk

Page 40: airway management.doc

menahan dan memegang insertion cord. Banyak operator menukar posisi tangan

tadi, tetapi ibu jari dari tangan nondominan harus mahir untuk mengontrol

gerakan kasar dari level kontrolnya. Semua ahli endoskopi berpengalaman

mengetahui bahwa kontrol yang halus dibutuhkan untuk memegang badan dari

endoskopi.

Insertion shaft dilicinkan dengan pelicin larut air, dan dimasukkan melalui

lumen ETT. ETT yang sesuai harus dipilih, tetapi semakin besar rasio antara

diameter interna ETT dan diameter eksterna insertion shaft, maka semakin besar

resiko tertahan di dalam saluran nafas seperti yang pernah terjadi pada 20-30 %

tindakan (Gambar 23-32).141 Kejadiantersebut terjadi apabila ada klep antara dua

alat ini karena perbedaan ukuran. Mungkin juga melibatkan epiglotis, kartilago

kornikulata/aritenoid, plika ariepiglotika, atau pita suara.147 Metode lain telah

diuraikan untuk mengtasi kejadian tersebut, termasuk penggunaan ETT yang

kecil, rotasi dari dataran ETT 90 derajat searah jarum jam dan atau berlawanan

arah jarum jam, penggunaan soft-tipped ETT, meminta pasien bernafas dalam

selama memasukan ETT, dan doble setup ETT, yang menggunakan ETT kecil

(5.0 id) didalam ETT yang adekuat secara klinis (misal 7.5 id) untuk mengatasi

klep akibat perbedaan ukuran.

Klinisi memilih rute intubasi, baik oral atau nasal, terganrung dari

kebutuhan klinisi, kebutuhan dokter bedah, pengalaman operator, dan teknik

intubasi lain yang tersedia jika FOB-aided intubation gagal. Faaktor terakhir ini

penting karena jika usaha intubasi nasal gagal. Mungkin akan ada perdarahan

yang signifikan yang mengaburkan visualisasi teknik indirek lain. Rute nasal

dipertimbangkan lebih mudah oleh beberapa klinisi. Perbedaan antara rute nasal

dan oral akan didiskusikan dalam tabel 23-16.

Variasi intubating oral airways (IOA) secara komersial tersedia. Fungsi

utamanya adalah untuk jalur visual yang jelas dari mulut ke faring, membuat

broinkhoskop tetap di tengah, mencegah pasien menggigit, dan menyediakan

airway yang bebas untuk ventilasi spontan atau dengan mask. Karakteristik

umumdari semua IOA adalah saluran sepanjang jalan nafas harus cukup untuk

membiarkan pasase dari ETT. Ovassapian airway (Gambar 23-33) menyediakan

dua set semisrkuler, incomplete flexible flanges yang menstabilakn ETT ( sampai

Page 41: airway management.doc

9.0 id) di garis tengah tapi memungkinkanpemindahannya dari jalan nafas setelah

intubasiselesai sehingga IOA bisa dipindahkan dari mulut. Permukaan lidah yang

datar dari jalan nafas memberikan stabilitas lateral dan rotasi yang baik.Patil-

Syracuse endoscopic airway dan Luomanen aral airway (gambar 23-33)

menyediakan dua set semisirkuler juga didesain untuk FOB-aided intubation.

Masing-masing memiliki lekukan sentral, terbuka di lidah (Patil syracuse) atau

palatal (Luomanen), yang memudahkan pemindahan ETT. Permukaan lingual

yang datar memberikan stabilitas yang baik. Meskipun model IOA ini

menyediakan akses ke faring, lebih besar dibandingkan dengan jalan nafas yang

lain dan sering tidak nyaman bagi pasien. Williams airway (Gambar 23-33) dan

Berman airway untuk intubasi oral buta. Sering sulit untu memanipulasi ujung

dari fiberscope ketika di dalam pentempitan jalan nafas ini. Jalan nafas ini

memiliki ukuran kecil dan ditoleransi lebih baik oleh pasien yang sadar, tetapi

kurang stabil dalam lidah. Karena lumen interna berebntuk bulat sempurna, pada

Williams airway, ETT harus disingkirkan apabila akan dipindahkan setelah

intubasi. Hal ini akan sulit apabila apabila ETT memiliki circuit adapter. Berman

airway menghiolangkan masalah ini dengan cara terbagi sepanjang satu sisi.

Plastik disisi berlawanan tipis dan dapat ditempa. Apabila iterincisor adekuat,

airway dapat terbuka secara lateral untuk memudahkan pemindahannya dari ETT.

Page 42: airway management.doc

Setelah berhasil diarahkan menuju supragloyis, ahli endokopi

mevisualisasi pita suara. Jika penutupan glotis, muntah, atau batuk terjadi karena

struktur laring terstimulasi FOB,operator dapat menggunakan anestesi lokal,

menambah sedasi, atau mengangkat endoskop dan memperbaiki tahap persiapan.

Klinisi juga mungkin akan memutuskan terus memasukan FOB. Tindakan harus

diambil tergantung dari setiap situasi klinis; pada skenario elektif, masih ada

waktu untuk menambah analgesia pada airway, tetapi pada pasien dengan gagal

nafas mengancam, maka ketidaknyamanan pasien dapat ditoleransi. Sekali masuk

ke dalam laring, opertor memilih struktur seperti karina, untuk membuat

landmark ketika ETT dimasukkan Sederhana karena FOB telah masuk ke dalam

trakea, tidak ada jaminan intubasi akan berhasil. Seperti disebutkan di atas, 20-

30% dari ETT disertai dengan kaitan. Maka dari itu, seorang pasien dengan

kondisi jalan nafas yang kritis, tidak boleh diinduksi anestesi umum, dengan

asumsi bahwa ETT akan mudah untuk lewat.

Sekali ETT memasuki trachea, klinisi dapat memilih untuk melihat ETT

dan tanda anatomi (misalnya carina tracheal) untuk memastikan tempat ETT yang

tepat sebelum FOB ditarik.

Terdapat sejumlah variasi dan alat tambahan pada intubasi dengan bantuan

FOB. Pembaca dianjurkan untuk merujuk ke literatur primer pada tabel 23-17.

Walaupun intubasi dengan bantuan FOB merupakan tehnik yang memiliki banyak

manfaat dan bersifat vital, namun terdapat beberapa kekurangan, dimana sebagian

besar telah didiskusikan sebelumnya. Pada tabel 23-18 terdapat sebab-sebab

utama terjadinya kegagalan pada intubasi dengan bantuan FOB.

Alat-alat Intubasi Fiberoptic yang Rigid. Alat-alat fiberoptic dapat

menghasilkan tampilan tidak langsung dari larynx dan bertindak sebagai pemandu

ETT untuk intubasi. Lebih dari 1/3 dari seluruh anestesi dilakukan melalui akses

dengan alat-alat ini. Alat-alat ini juga dapat digunakan pada pembukaan mulut

yang terbatas (0,4 cm pada kasus Bullard). Alat ini terdiri dari blade seperti

laringoskop yang terbuat dari stainless-steel yang kaku yang meliputi kabel

fiberoptik dengan komponen mata pada bagian proksimal dan lensa objektif pada

bagian distal. Blade ini memiliki bentuk kurva anatomis untuk menyesuaikan

dengan posisi netral dari rongga mulut manusia: jalur antara pharynx dan

Page 43: airway management.doc

hypopharynx. Penyesuaian susunan dari rongga mulut, pharyngeal dan tracheal

tidak diperlukan. Pencahayaan disediakan oleh kabel fiberoptik yang kedua yang

mentransmisikan cahaya dari baterai atau sumber cahaya berdiri yang bebas.

Bullard-scope, yang memiliki ukuran dewasa serta anak-anak, telah diteliti

sebagai yang terbaik. Alat ini memiliki kabel fiberoptik yang terfixir pada bagian

posterior dari blade. Lensa komponen mata memiliki diopsi yang dapat

disesuaikan. Juga terdapat sebuah saluran yang berada pada sisi panjang blade.

Sekali laring divisualisasikan, ETT dimasukkan dengan stylet yang menempel,

walaupun teknik lain sudah dijelaskan. Akhir-akhir ini, keuntungan dari Bullard-

scope di atas blade laryngoscope tradisional dalam manajemen pasien dengan

kerusakan tulang belakang dan pasien obese telah diteliti.

Upsher Scope (Mercury Medical, Clear Water, FL) tersedia dalam ukuran

dewasa. Alat ini tidak menggunakan stylet namun ETT dipegang dan dimasukkan

melalui lumen berbentuk C pada pisau. Pada alat ini tidak terdapat saluran kerja.

Komponen matanya dapat difokuskan.

WU-scope (Pentax) adalah alat lain dimana endoskopi fiberoptik yang

fleksibel dimasukkan melalui saluran di antara 3 bagian pegangan stainless steel

dan blade. Saluran kedua yang lebih besar menerima ETT. Saluran kerja terdapat

sepanjang lumen endoskopi. Diproduksi dua ukuran dewasa. Pada saat larynx

divisualisasikan dan ETT dimasukkan ke dalam trachea, kedua bagian stainless-

steel dari blade laryngoskopi dikeluarkan dari mulut. Tidak seperti dua alat

sebelumnya, WU-scope dapat juga digunakan untuk intubasi nasal dengan

memasukkan bagian anterior dari blade saja dan pegangannya. ETT yang

sebelumnya ditempatkan pada pharynx melalui nares dapat ditempatkan pada

bagian anterior dari blade.

Kasus 2 : Intubasi Kawat Retrograde

Seorang wanita tua berusia 65 tahun dengan riwayat merokok sebanyak 60

pak/tahun dan rheumatoid arthritis lanjut, datang ke bagian Emergensi dengan

distress pernafasan. Saturasi oksigennya dengan masker oksigen non-breather

adalah 85%. Ia memiliki pembukaan oral yang terbatas (~ 2,5 cm) dan jarak

thyromental 6 cm. Meskipun membran cricothyroid dapat dipalpasi, namun

Page 44: airway management.doc

aksesnya terbatas dan juga ke cincin trachea yang disebabkan kifosis servikal

yang signifikan. Sputumnya terlihat mengandung darah dan sekresi bronchial

yang purulen. Intubasi buta melalui nasal secara sadar telah diusahakan sebanyak

2 kali oleh dokter emergensi, namun gagal dan menghasilkan epistaksis.

Kemudian intubasi retrograde dari jalan nafas dilakukan pada pasien pada posisi

duduk dengan penempatan perkutan dari kateter no.18 melalui cricothyroid

menggunakan larutan saline dengan 10 ml syringe untuk mendeteksi udara yang

berhubungan dengan jalan masuk tracheal. (setelah anestesi lokal inisial infiltrasi

pada kulit diatas membrane). Jarumnya diposisikan diatas membran mid-

cricothyroid dengan sudur 45o dari dada. Setelah dilakukan aspirasi udara bebas,

lapisan Teflon dari kateter dimasukkan kedalam trachea. Kawat pembimbing

radiology dengan diameter 0,035 inchi dan panjang 110 inchi dimasukkan melalui

kateter sampai ujung proksimalnya muncul dari mulut. ETT 7,0 ditempatkan

pada kawat dan dibimbing ke dalam trachea. Kawatnya di keluarkan dengan

mendorongnya ke lubang kecil perkutan dan menariknya dari ujung proksimal

saluran trachea. Auskultasi suara nafas pada lapang paru sejalan dengan adanya

tekanan positif dari ventilasi bantuan. Saat saturasi oksigennya membaik, pasien

diberi sedasi dangan midazolam intravena.

Penggunaan Intubasi Kawat Retrograde dalam Manajemen Jalan Nafas.

Intubasi Kawat Retrograde (Retrograde Wire Intubation / RWI) meliputi

penarikan antegrade atau membimbing ETT kedalam trachea menggunakan kawat

atau kateter yang sudah dimasukkan ke trachea melewati lubang kecil perkutan

melalui membran cricothyroid atau membran cricotracheal dan secara buta

dimasukkan retrograde ke dalam

Larynx, hypopharynx, pharynx dan keluar dari mulut atau hidung. Intubasi

retrograde pertama kali dilakukan pada 1960 oleh Butler dan Cirillo, dengan

penempatan kateter uretra berwarna merah melalui trakeostomi sebelumnya, naik

melalui laring dan keluar melalui mulut. Teknik perkutaneus yang digunakan saat

ini ditemukan oleh Walters tahun 1963, menggunakan kateter epidural. Tahun

1993 teknik ini termasuk dalam algoritme penyulit jalan napas ASA.

Page 45: airway management.doc

Tabel 23-18. Penyebab kegagalan selama intubasi dengan bantuan Fiberoptik

Kurangnya pengalaman: tidak latihan intubasi rutin

Gagal memberikan anestesi yang cukup: sekresi tidak kering, teknik yang terburu-buru

Gagal membersihkan jalan napas dengan baik: dosis yang kurang atau teknik yang

terburu-buru

Rongga hidung berdarah: vasokontriksi yang tidak adekuat, teknik yang terburu-buru,

memasukkan ETT dengan paksa

Kerusakan pada dasar lidah atau epiglotis: terbatasnya pilihan intubasi jalan napas,

kebutuhan akan chin lift/jaw thrust

Sedasi yang tidak adekuat pada pasien yang sadar

Tersangkut: ETT terlalu besar

Pengaburan FOB: penghisapan atau oksigen tidak berkerja pada saluran, bronkoskopi

yang dingin.

Peralatan dasar yang digunakan pada teknik intubasi retrograd tercantum

pada tabel 23-19.

Intubasi retrograd telah digambarkan pada berbagai kondisi klinis sebagai

teknik intubasi primer (pilihan atau mendesak) dan setelah kegagalan pada

laringoskopi langsung, intubasi fiberoptik, intubasi LMA. Indikasi yang utama

adalah ketidakmampuan untuk memvisualisasikan lipatan vokal karena adanya

darah, sekresi, atau variasi anatomi, tulang servikal yang tidak stabil, keganasan

pada saluran napas atas, dan fraktur mandibula. Kontraindikasi termasuk

berkurangnya akses ke membran krikotiroid atau ligamen krikotrakheal (oleh

karena deformitas leher yang berat, obesitas, massa), penyakit laringotrakheal

(stenosis, keganasan, infeksi), koagulopati, dan penyakit infeksi kulit.

Hubungan dengan anatomi yang harus dipertimbangkan pada RWI telah

didiskusikan di bab lain. Khususnya, prosedur ini membutuhkan waktu 5 menit.

Oleh karena banyak klinisi yang tidak biasa dengan teknik ini, dapat memakan

waktu beberapa menit lebih lama bagi yang tidak berpengalaman; maka dari itu,

RWI kontraindikasi relatif pada pasien hipoksik. RWI telah digunakan pada

kondisi emergensi, pada dewasa dan bayi, pada ruang operasi, ED, dan

Page 46: airway management.doc

lingkungan prerumah sakit. Komplikasi RWI yang telah dilaporkan terlihat pada

tabel 23-20.

Pasa pasien tertentu (kasus 1), RWI dipilih pada keadaan dimana pasien

tidak apneu, dapat mensuport ventilasi dan oksigenasi sendiri, kedua kasus

berbeda dalam hal bahaya kegagalan pernapasan (kasus 2) berlawanan dengan

intubasi dengan bantuan FOB yang dilakukan pada keadaan yang stabil (kasus 1).

Pada banyak keadaan, dimana intubasi merupakan tindakan awal untuk

menyelamatkan jalan napas, hanya terdapat sedikit waktu untuk persiapan pasien

(contoh: persiapan antisialagogues, anestesi topikal dan atau sedasi). RWI tidak

membutuhkan lapangan visual yang jelas atau kerjasama pasien dan dapat

dilakukan dengan analgesik yang sedikit pada jalan napas.

Tabel 23-19. Peralatan intubasi kawat retrograd

Angiokateter 18G atau lebih besar

Luer-lock syringe, 3 ml atau lebih

Petunjuk kawat:

- Tipe J

- Panjang: min. 2,5 kali ETT standar (110-120 cm)

- Diameter: dapat dilalui angiokateter yang dipilih

Lain-lain: mata skalpel, hook nerve, forceps Magill, sutura silk 30”, kateter

epidural.

Gambaran kawat intubasi retrograd (Gambar. 23-35). RWI biasanya

dilakukan pada posisi supinasi, walaupun posisi duduk juga sering digunakan

pada pasien dengan gangguan jalan napas. Ekstensi kepala atau leher

mangakibatkan posisi kartilago krikoid dan trakhea terletak lebih anterior dan

m.Sternokleidomastoideius lebih lateral, walaupun pada kasus 2, ini tidak selalu

terjadi. Kulit harus dipersiapkan. Jika pasien sadar, anestesi lokal dilakukan diatas

lokasi punksi. Anestesi lokal harus diberikan untuk menghindari

ketidaknyamanan dan reflek napas. Secara umum, anestesi topikal pada trakhea,

laring, faring, dan saluran hidung disukai. Anestesi translaringeal merupakan

Page 47: airway management.doc

teknik yang biasanya dilakukan sejak dibutuhkannya perkutaneus trakhea selama

RWI. Di atas dan di bawah lipatan vokal dianestesi.

Seperti ditulis sebelumnya, membran krikoid (CTM) dan ligamen

krikotrakheal (CTL) adalah tempat yang potensial untuk punksi translaringeal.

Walaupun CTM punya keuntungan karena langsung anterior pada permukaan

posterior yang luas dari kartilago krikoid, dengan demikian melindunggi esofagus

dari jarum punksi, jarum diletakkan didekat proksimal (0,9-1,5 cm) dari lipatan

vokal dan bisa terjadi sedikit kesalahan tempat sewaktu intubasi.

Tabel 23-20. Komplikasi yang berhubungan dengan intubasi retrograd

Perdarahan (11)

Empisema subkutaneus (4)

Pneumomediastinum (1)

Sesak napas (1)

Kateter ke caudal (2)

Trauma saraf trigeminus (1)

Pneumothorak (1)

Walaupun dulunya dilakukan dengan jarum Tuohy dan kateter epidural,

peningkatan diameter yang lebih kecil, kawat kaku dengan atraumatik J telah

membuat modifikasi guidewire terkenal. Guidewire umumnya berdiameter 0,032-

0,038 inchi, dan dapat melewati kateter 18G intravena. Umumnya panjangnya 110

dan 120 cm. Persyaratan untuk panjang hanya kawat 2 kali lebih panjang dari

trakheal tube yang digunakan, jadi tidak masalah dimanapun kawat berada, kedua

ujungnya sealau terhubung ke operator.

Jarum atau kateter masuk ke trakhea 90º terhadap potongan sagital dan

korona bila memungkinkan (tidak seperti kasus 2). Pada orientasi ini, bila terlalu

jauh jarum akan memasuki aspek posterior kartilago krikoid, dan tidak

mempunksi esofagus. Sebagai tambahan, sudut ini akan membantu menghindari

trauma pada daerah didekat lipatan vokal.

Setelah dilakukan punksi perkutaneus dan trakhea diidentifikasikan

dengan aspirasi bebas udara, kateter dengan sedikit sudut keararah kepala dan

Page 48: airway management.doc

kawat dimasukkan (J-tip) ke trakhea sampai tepinya dari mulut atau hidung.

Kawat dikeluarkan dari mulut dengan bantuan sekaan jari, forcep Margill, atau

nerve hook. Obstruksi kawat harus di reevaluasi dengan tepat, baik dari sudut

kateter dan posisi kepala atau leher (contoh, kateter posterior dan atau kaudal,

leher fleksi). Jika sakit diatas laring, ini karena kawat masuk ke rongga hidung

yang tidak adekuat persiapannya. Pilihan antara lain memasukkan kawat dengan

pelan dan meminta pasien untuk membuka mulut dan menjulurkan lidah

maksimal, memasukkan sampai orifaring, mempersiapkan saluran napas dengan

sabar. Setelah kawat terpasang, trakheal tube dapat dilaksanakan dengan

menggunakan kawat sesuai dengan pilihan operator atau pengalaman. Tabel 23-21

menyajikan teknik, beserta keuntungan dan kerugiannya. Detail dari teknik ini

telah dijelaskan pada bab lain.

Pada kasus yang dilaporkan, teknik lain telah dipertimbangkan. Walaupun

peralatan viaual indirek (bronkoskopi fiberoptik fleksibel, laringoskopi fiberoptik

kaku) dapat mambantu dalam kasus ini, ada tiga hal yang berbahaya terhadap

penggunaannya: (1) trauma jaringan pada tempat intubasi rongga hidung yang

berulang yang menimbulkan perdarahan jalan napas, (2) pasien tidak dapat

berkerjasama karena sesak napas, (3) karena kegagalan pernapasan, hanya ada

sedikit waktu untuk analgesik jalan napas yang adekuat. Pasien yang batuk, sadar

membuat teknik fiberoptik hampir tidak mungkin. Mengedan dan batuk selama

intubasi fiberoptik menimbulkan robekan Mallory-Weiss pada esofagus, dan

mengakibatkan perdarahan yang bermakna.

Intubasi blind nasal adalah teknik pertama yang diterapkan pada pasien ini.

Teknik ini membutuhkan analgesik bermakna pada saluran hidung pasien yang

sadar. Dengan kepala pada posisi Magill, ETT dimasukkan ke lubang hidung,

saluran hidung (menjaga agar ETT tetap berada sepanjang septum hidung), masuk

ke faring. Bunyi napas diauskultasi dari ETT, dan posisi diatur menjaganya tetap

maksimal. Kepala dan laring pasien dapat dimanipulasi secara eksternal sesuai

kebutuhan.

Page 49: airway management.doc

Tabel 23-21. Keunggulan Teknik ETT dari Kawat Retrograd

Teknik Keuntungan Kerugian

Kawat masuk

keseluruh lumen ETT

Kawat diletakkan pada

lumen ETT melalui

Murphy eye

Kawat masuk melalui

ujung distal ETT dan

keluar melalui

Murphy eye

ETT pengganti Stylet

diletakkan diatas

kawat, diutamakan

untuk penggantian

ETT

Bronkoskopi

fiberoptik diletakkan

diatas kawat,

diutamakan untuk

penggantian ETT

Silk sutura

ETT kecil

Teknik standar

Batas kesalahan

meningkat

Railroading berkurang

Railroading berkurang

Railroading berkurang

Stylet dapat digunakan

untuk meningkatkan

batas kesalahan secara

cepat ketika pelepasan

kawat

Railroading berkurang

Stylet dapat digunakan

untuk meningkatkan

batas kesalahan secara

cepat ketika pelepasan

kawat

Visualisasi

Railroading tidak ada

Margin of error

berkurang

Railroading berkurang

Batas kesalahan, jarak

yang sama dari lipatan

vokal ke tempat punksi,

railroading

Stylet tidak dapat

digunakan

Batas kesalahan, jarak

yang sama dari lipatan

vokal ke tempat punksi

Mahal

Mahal

Susah untuk

menempatkan silk

suture

Secara klinis bisa tidak

adekuat

Page 50: airway management.doc

Batas kesalahan: jarak dibawah lipatan vokal dimana endotrakheal tube berada

pada saat yang sama dengan pemindahan kawat petunjuk. Bila jarak tidak

adekuat, ada risiko ekstubasi segera.

Railroading: perbedaan ukuran kawat petunjuk dan endotrakheal tube.

Kasus 3: Kombitube Esofageal Trakheal

Pria berusia 55 tahun dengan riwayat sirisis dan varices esofagus memerlukan

kontrol jalan napas karena perdarahan gastrointestinal atas yang akut dan rekuren.

Terpisah dari adanya darah segar pada jalan napas, pemeriksaan fisik pada jalan

napas eksternal dilakukan secara konstan dengan laringoskopi rutin. Lebih jauh

lagi, dulunya dia telah diintubasi beberapa kali. Setelah bebrapa kali induksi,

laring tidak dapat terlihat pada tiga laringoskopi karena darah segar dari esofagus.

Dari ketiganya, ETT tidak erlihat, dan tidak adnya bunyi napas diatas thorak

bersamaan dengan adanya banyak darah pada ETT mengacu kepada diagnosis

intubasi esofagus. Kombitube esofageal trakheal ukuran besar untuk dewasa

(Kendall, Mansfield, NY) dibutuhkan, dimasukkan ke jalan napas, faring dan

distal jadi inflasi. Ventilasi pada lumen faring yang perforasi menghasilkan suara

napas bilateral pada auskultasi, dan saturasi oksigen meningkat mencapai >90%.

Darah yang banyak di hisap dari lumen esofagus. Pasien dilakukan angiografi

dimana terjadi embilisasi varises esofagus. Kombitube esofageal trakheal

dipindahkan dan pasien diintubasi dengan laringoskopi langsung.

Riwayat Kombitube Trakheal esofageal. Kombitube Trakheal esofageal

dikembangkan dari konsep “Esophageal Operator Airway” (ESO), yang

dikenalkan tahun 1968. ESO terdiri dari trakheal-like tube, panjang 34 cm,. Ini

dimasukkan ke esofagus, jadi terletak pada kaudal dan posterior carina trakhea. 16

lubang yang berhubungan dengan lumen sentral diposisikan sehingga berada di

hipoparing ketika dimasukkan pada kedalaman yang tepat. Masker wajah pada

ujung proksimal digunakan untuk “mencuri” jalan napas. Ventilasi dicapai dengan

pemberian tekanan positif pada apertura proksimal yang terbuka. Sayangnya,

masalah/ komplikasi yang bermakna timbul setelah ESO digunakan dalam praktek

sehari-hari (Tabel 23-22).

Page 51: airway management.doc

Tabel 23-22. Masalah yang berhubungan dengan obturator esofagus

Kesulitan dalam menjaga agar face mask tetap erat, terutama selama transportasi

prerumah sakit. Sering, kedua tangan dibutuhkan untuk menjaga agar tetap erat,

terutama pada yang berjenggot.

Intubasi trakhea yang tidak diketahui mengakibatkan obstruksi jalan napas

komplit

Ruptur esofagus atau gaster, mungkin karena panjang

Efek samping ESO dilaporkan oleh Dr. Michael Frass, critical care

physician di Vienna, Austria tahun 1986. Face mask ESO digantikan oleh ballon

orofaringeal, membersihkan jalan napas atas dan menahan peralatan pada

palatum. Dengan ESO, perforasi pada level hipofaringeal mengakibatkan

masuknya udara didekat laring, sementara di distal (esofagus) tetap tertutup.

Modifikasi ESO ini tidak menyelesaikan masalah obstruksi jalan napas yang

komplit jika peralatan secara tidak sengaja masuk ke trakhea. Untuk

menyelesaikan masalah ini modifikasi terakhir oleh Dr. Frass mencakup lumen

kedua, menetap dari proksimal hingga ujung distal, tanpa perforasi. Desain ini

dinamakan kombitube trakheal esofageal, berfungsi bila dimasukkan ke esofagus

(ventilasi tercapai melalui lumen esofagus, via perforasi hipofaringeal) atau

didalam trakhea (ventilasi tercapai melalui lumen trakhea, via apertura distal).

Pada kasus lain, ballon bagian proksimal melingkupi saluran oral dan nasal, dan

trakheal tube bagian distal memisahkan sistem respiratory dari sistem

gastrointestinal. Alat tersedia dalam 2 ukuran: 41Fr untuk dewasa (tinggi > 5,5

kaki) dan 37Fr untuk dewasa dengan tinggi 4-6 kaki. (gambar 23-36).

Penggunaan kombitube esofageal trakheal. kombitube esofageal trakheal

dimasukkan. Operator mengangkat rahang bawah dan lidah ke anterior dengan

satu tangan, kombitube esofageal trakheal dimasukkan dengan arah kebawah,

dengan gerakan ke kauda sampai indikator kedalaman proksimal (2 cincin hitam

tercetak pada double lumen tube) setinggi gigi. Ballon orofaringeal dipompa

dengan 100 ml udara melalui pilot ballon plastik biru (85 ml pada ukuran dewasa

yang kecil) sementara di distal dipompa dengan 5-15 ml (via pilot ballon putih).

Ambu bag atau sirkuit anestesia diletkkan di ujung proksimal lumen esofagus

Page 52: airway management.doc

(disusun dari blue polyvinyl chloride), dan ventilasi dikonfirmasi dengan

auskultasi atau cara lainnya. Karena 90% kombitube esofageal trakheal

menghasilkan posisi esofagus, ventilasi terjadi via perforasi lumen hipofaringeal.

Jika tidak ada suara napas dengan auskultasi atau terjadi inflasi gaster, kombitube

esofageal trakheal harus diposisikan di trakhea. Tanpa reposisi, ventilasi akan

berubah ke ujung distal lumen (clear polyvinyl chloride). Jika tidak ada manuver

yang meningkatkan ventilasi, alat berada di esofagus, tapi sudah berada lebih

dalam, dengan cuff orofaringeal mengobstruksi jalan napas. Pada kasus ini, cuff

harus di rendahkan, alat dibenamkan 2 cm dan ventilasi diulang.

Keuntungan kombitube esofageal trakheal antara lain mengontrol jalan

napas dengan cepat, proteksi trhadap regurgitasi, mudah digunakan oleh operator

yang tidak berpengalaman, tidak ada persyaratan untuk memvisualisasi laring,

memlihara leher pada posisi netral. Hal ini berguna untuk pasien dengan

perdarahan gastrointentinal atas yang massive atau muntah, cedera tulang cervical

atau deformitas (adanya cervical collar yang kaku dapat membuat insersi jadi

susah atau tidak bisa), sebagai peralatan penyelamat pada kegagalan induksi yang

cepat atau intubasi yang tidak dapat di antisipasi. Ini juga berguna pada orang

yang obesitas, pada bronkhospasme akut, selama resusitasi kardiopulmonal, dan

untuk ventilasi yang diperpanjang setelah pembebasan jalan napas. Beberapanya

telah didemonstasikan dan bernilai pada management jalan napas prerumah sakit.

Teknik untuk mengganti kombitube esofageal trakheal menjadi

endotrakheal tube telah dijelaskan.

Kontraindikasi kombitube esofageal trakheal antara lain obstruksi

esofagus atau abnormalitas lainnya, tertelannya agent caustic, benda asing pada

sal.napas atasatau massa, obstruksi jalan napas bawah, tinggi kurang dari 4 kaki,

reflek sumbatan. Karena kombitube esofageal trakheal terdiri dari latex, alat ini

seharusnya tidak digunakan pada orang yang alergi latex.

Komplikasi yang berhubungan dengan kombitube esofageal trakheal yaitu

laserasi ke sinus piriformis dan dinding esofagus yang menimbulkan emfisema

subkutaneus, pneumomediastinum, pneumoperitoneum, dan ruptur esofageal.

Page 53: airway management.doc

Kasus 4: Gagalnya rapid-sequence induksi dan LMA

Seorang pria berusia 39 tahun datang untuk uvulofaringopalatoplasti. Dia tidak

mempunyai riwayat operasi sebelumnya. Maksimal insisor gapnya 5 cm, jarak

thyromental 7 cm, gambaran orofaringealnya Samsoon-Young kelas 2. Tidak ada

keterbatasan pada fkelsi dan ekstensi leher dan kepala. Selama studi sleep apneu,

dia memiliki 15 apneu/jam.. Pasien memiliki riwayat refluk gastrointestinal yang

bermakna, dan rapid-sequence induksi direncanakan. Setelah pemberian pentotal,

succinilcholine, dan tekanan krikoid (manuver Sellick), laringoskopi direk dengan

3 laringoskopi blade Macintosh memperlihatkan epiglotis yang besar menutupi

gambaran lipatan vokal (Cormark-Lehane grade 3). Hiperplasia signifikan pada

dasar lidah, yang mencegah perpindahan komplit. Macintosh 4 dan Miller 3 blade

digunakan dan tidak meningkatkan gambaran. Saturasi oksigen, yang awal

induksi adalah 100%, sekarang tinggal 92%, dan face-mask ventilasi di inisiasi

dengan manuver Sellick. Obstruksi komplit terhadap ventilasi ditemukan,

walaupun chin dan/ jaw lift, ventilasi 2 orang, dan pengurangan derajat tekanan

krikoid. Saturasi oksigen turun menjadi 85% dan ukuran 5 LMA di masukkan

dengan cara yang telah dijelaskan sebelumnya. Dengan segera, jalan napas yang

bersih tercapai, dan tekanan Sellick tetap. Dosis pentotal kedua diberikan, dan

pasien diintubasi dengan 7-id ETT via LMA. LMA kemudian dikeluarkan dengan

menggunakan Cook airway exchange catheter (Cook Critical Care, Bloomington,

IN) seperti stylet, dan kasus operasi berhasil.

LMA pada kegagalan jalan napas. Salah satu keuntungan LMA yang pasti

adalah penggunaannya pada kegagalan jalan napas. Telah banyak kasus yang

dilaporkan tentang kegagalan ventilasi dengan mask dan intubasi yang ditolong

dengan LMA. Permet et al memperkirakan bahwa 1:800,000 pasien tidak dapat

dilakukan LMA, 80 kali peningkatan pada margin of safety dibandingkan

1:10,000 pasien yang tidak dapat di ventilasi dengan mask atau intubasi dengan

cara tradisional. Kepustakaan menjelaskan penggunaan LMA pada management

kesulitan jalan napas pada pasien sadar dan tidak sadar, pada situasi yang

terantisipasi atau tidak, pada cedera tulang cervikal, dan pada sindrom dismorfik

pediatrik. Karakteristik LMA yang merupakan keunggulannya adalah dapat

ditoleransi dengan baik oleh pasien, merangsang peregangan alami jaringan

Page 54: airway management.doc

hipoparingeal oleh makanan, insersinya mengikuti jalur intrinsik, tidak

memerlukan adanya distorsi jaringan (seperti dengan laringoskopi), yang mungkin

tidak pada semua pasien dapat dilakukan. Akhirnya, ini adalah teknik yang tidak

dihambat oleh darah, sekresi, debris dan edema. Karena mudahnya insersi LMA

yang tidak tergantung pada anatomi yang dapat dilakukan pada pemeriksaan fisik

rutin, pemeriksaan jalan napas tertentu tidak dilakukan. Kerugian utama dari

LMA pada resusitasi adalah kurangnya proteksi mekanik terhadap regurgitasi dan

aspirasi. Rata-rata regurgitasi lebih rendah selama CPR (3,5%) daripada dengan

bag-valve mask ventilasi (12,4%). Bahkan regurgitasi, aspirasi pulmo adalah

kejadian yang jarang pada LMA. Sayangnya, penggunaan manuver Sellick dapat

mencegah lokasi yang tepat untuk LMA pada kasus minoritas. Ini memrlukan

pemindahan tekanan krikoid sampai LMA telah berada pada posisi yang tepat.

Tekanan krikoid efektif dengan LMA insitu. Bila telah tersedia, Fastrack-LMA

juga merupakan alat ideal pada skenario ini.

Kasus 5: Deviasi dari algoritme penyulit jalan napas

13 jam setelah berada di ICU, seorang wanita berusia 76 tahun yang menderita

trauma pada wajah, kepala, dan leher pada kecelakaan motor diketahui terdapat

penurunan kesadaran dan pernapasan. Dari pemeriksaan, terdapat interincisor gap

dan jarak thyromental yang tidak adekuat. Gambaran orofaringeal dan gerakan

kepala serta leher tidak dapat dievaluasi. Karena jalan napas tidak bisa dievaluasi

sepenuhnya untuk membantu mempermudah intubasi, prosedur sadar dipilih. Alat

intubasi fiberoptik tidak bermanfaat karena adanya darah yang segar dan beku

pada mulut sebagai akibat dari epistaksis yang berkelanjutan. Teknik lainnya yang

membutuhkan persiapan pasien tidak dipertimbangkan karena peningkatan

kegagalan pernapasan pada pasien. Sebagai tambahan, adanya darah segar di

rongga oral dan faringeal akan mnghambat pengeringan dan analgesi yang

adekuat.Blind nasal intubasi merupakan kontraindikasi didasarkan atas trauma

wajah dan risiko kerusakan cribiformis. Tidak hanya peralatan untuk intubasi

retrograde, tracheal esofageal combitube telah tersedia. Lighted stylet intubation

guide tersedia, namun tidak tersedianya klinisi yang berpengalaman dengan teknik

ini. Walaupun perubahan status mental dipercayai mempengaruhi proses

Page 55: airway management.doc

intrakranial (contoh, hipertensi intrakranial), risiko hilangnya pernapasan komplit

dinilai sebagai bahaya primer. Laringoskopi direk dilakukan dengan in-line

stabilisasi leher. Setelah membersihkan darah segar dari faring dengan kateter

Yankauer suction, dilakukan Cormarck-Lehane grade 3 untuk melihat gambaran

laringeal, tapi karena resistensi pasien (gigitan pada laringoskopi dan pergerakan),

intubasi trakheal tidak tercapai. Keputusan diambil agar berhasil dengan rapid-

sequence induksi dan intubasi, dengan persiapan untuk trakheostomi emergensi.

Setelah persiapan operasi leher dan preoksigenasi, diberikan succynylcholine dan

etomidate intravena, kemudian dilakukan laringoskopi direk, laring dengan mudah

dapat dilihat dan trakhea diintubasi.

Relaksan otot dan laringoskopi direk. Pada kasus diatas, penggunaan

relaksan otot, secara bermakna meningkatkan kemampuan untuk melihat laring.

Pada penelitian terdahulu, penggunaan relaksan otot selama laringoskopi direk

meningkatkan keberhasilan intubasi dan dihubungkan dengan berkurangnya

insidensi trauma jalan napas, intubasi, intubasi esofageal, aspirasi, bahkan

kematian. Kondisi intubasi dengan atau tanpa relaksan otot telah diteliti dengan

sedikit kontrol trial karena kondisi intubasi maksimum tercapai dengan relaksan

otot telah menghalangi inklusi kelompok kontrol. Kerja relaksan otot yang

meningkatkan gambaran laringoskopik antara lain relaksasi dan pembukaan sendi

temporomandibular secara komplit, pergerakan epiglotis ke anterior, pelebaran

vestibulum laringeal dan sinus laringeal. Sebagai tambahan, adanya perangsangan

laringoskopi pada otot faringeal yang menyebabkan lumen jalan napas atas

mengecil dapat dihindari dengan penggunaan relaksan.

Meninggalkan algoritme. Situasi yang digambarkan seperti kasus 5 tidak

biasa dimana rapid-sequence induksi dilakukan karena situasi klinis menyimpang

dari algoritme penyulit jalan napas ASA. Pada kasus ini, pemberian relaksan otot,

yang merupakan kontraindikasi pada pasien yang sulit untuk diintubasi, dapat

memvisualisasi laring secara penuh. Mengetahui bahwa gagal untu mengintubasi

pada kasus ini dapat menimbulkan hilangnya pernapasan, klinisi menyiapkan

krikotiroidotomi. Walaupun algoritme penyulit jalan napas ASA adalah alt yang

berharga pada proses kesulitan jalan napas, klinisi harus selalu siap pada kasus

yang tidak sesuai dengan algoritme. Seperti yang telat disebutkan sebelumnya,

Page 56: airway management.doc

adaptasi dengan cepat pada situasi klinis penting untuk suksesnya management

jalan napas. Pada kasus ini juga tersedia lighted stylet yang dapat digunakan pada

skenario yang sama. Walaupun alat ini berguna untuk kasus tertentu, tidak ada

klinisi yang terbiasa dengan cara kerjanya. Situasi kritis bukan merupakan

kesempatan untuk mencoba teknologi yang tidak biasa.

Peralatan Lainnya

Peningkatan jumlah management peralatan jalan napas telah tersedia

secara komersial. Walaupun cakupan ensklopedia alat yang dijelaskan pada bab

ini masih kurang, namun dapat dilihat ringkasannya dibawah ini.

Lighted Stylets

Alat ini bertumpu pada transilluminasi jalan napas. Sumber cahaya di

masukkan ke trakhea yang akan menghasilkan nyala dengan batas tegas pada

jaringan diatas laring dan trakhea. Cahaya yang sama diletakkan di esofagus tidak

akan menghasilkan nyala atau menghasilkan nyala difus.Sejumlah peralatan telah

tersedia, termasuk disposable, sebagian disposable, fully reusable. Walaupun

banyak kasus intubasi yang dilaporkan berhasil dengan alat ini, beberapa masalah

ditemui: secara umum, cahaya untuk operasi harus redup agar batas nyala terlihat

jelas, stylet tip harus sukses terletak di trakhea, tapi tidak di arah anterior, dapat

memberikan false-negative, kadang susah memindahkan stylet semi kaku dari

ETT setelah intubasi.

Airway Bougie

Merupakan seri dari stylet padat atau hampa, semimalleable yang dapat

dimanipulasi ke trakhea. ETT kemudian dimasukkan diatas bougie dan diteruskan

ke trakhea. Bougie ini murah dan dapat dengan mudah dipindahkan. Penemunya

Eschmann (Eschmann Health Care, Kent, England) tahun 1949. Panjangnya 60

cm, 15Fr-gauge, dan sudut 40 derajat 3,5 cm dari ujung distalnya (gambar 23-37).

Dibentuk dari basa polyester, dapat ditempa. Ini dapat sangat membantu ketika

laring tidak dapat dilihat dengan laringoskopi. Aalat ini (juga dikenal dengan gum

elastic bougie) dapat dimanipulasi dibawah epiglotis, segmen sudutnya langsung

Page 57: airway management.doc

keanterior laring. Sekali telah mamasuki laring dan trakhea, rasa tertahan timbul

ketika melewati struktur kartilago.

Prosedur Transtrakheal Invasive Minimal

Ketika akses jalan napas dari mulut atau hidung gagal atau tidak tersedia

(contoh, trauma maksilofacial, faringeal, laringeal, patologis atau deformitas),

akses emergensi via ekstrathoracic trakhea adalah rute yang mungkin terhadap

jalan napas. Klinisi harus terbiasa dengan teknik alternative oksigenasi dan

ventilasi ini. Keputusan untuk berhasil dengan prosedur insasive adalah sulit, dan

banyak klinisi akan bimbang terhadap risiko kematiannya pada pasien. Dilakukan

pada situasi tertentu, seperti aspirasi transtrakheal untuk analgesik jalan napas atau

intubasi retrograde elektif. Walaupun trakheostomi dan krikotiroidotomi dibawah

cakupan bab ini, teknik perkutaneus dapat dipertimbangkan.

Krikotiroidotomi, krikotirotomi, koniotomi, dan minitrakheostomi adalah

sama untuk membentuk saluran napas melalui membran krikotiroid. Anatomi dari

struktur ini dan sekitarnya telah didiskusikan pada awal bab. Walaupun

krikotirotomi adalah prosedur pilihan pada situasi emergensi, ini juga dapat

diterapkan pada situasi tertentu ketika adanya akses terbatas ke trakhea (contoh,

kyphoscoliosis cervical yang berat). Krikotirotomi kontraindikasi pada neonatus

dan anak dibawah 6 tahun, dan pada pasien dengan fraktur laringeal.

Percutaneus Transtracheal Jet Ventilation (TTJV)

Percutaneus Transtracheal Jet Ventilation (TTJV), adalah bentuk dari

krikotiroidotomi, paling dikenal pada anestesiologist. Algoritme penyulit jalan

napas ASA mencantumkan Percutaneus Transtracheal Jet Ventilation sebagai

pilihan bila tidak dapat dilakukan mask-intubasi, intubasi. TTJV mudah dan relatif

aman dengan arti mempertahankan kehidupan pasien pada situasi kritis. Kateter

intravena 12,14 atau 16 dengan syringe 5 ml atau lebih, kosong atau terisi

sebagian (anestesi saline atau lokal), harus digunakan untuk memasuki jalan

napas. Pasien dalam posisi supinasi, dengan kepala pada midline atau ekstensi

terhadap leher dan thorak (jika tidak kontraindikasi oleh situasi klinis). Setelah

persiapan aseptik, anestesi lokal disuntikkan diatas membran krikotiroid (jika

Page 58: airway management.doc

pasien sadar dan waktu memungkinkan). Tangan kanan klinisi berada pada sisi

kanan pasien, menghadap kearah kepala. Klinisi dapat menggunakan tangan non

dominan untuk menstabilkan laring. Jarum kateter dimasukkan pada sudut tepat di

kauda ketiga membran. Sejak saat punksi kulit aspirasi syringe harus konstan.

Aspirasi yang bebas dari udara menunjukkan telah memasuki trakhea. Jarum

kateter harus dilepaskan, dan hanya kateter yang memasuki jalan napas.

Walaupun teknik ini telah dijelaskan dengan angiokateter, peralatan yang terbuat

dari material kink-resistant dan dengan asesori port telah ada (gambar 23-38).

Sekali kateter berhasil terletak di jalan napas, sumber oksigen tertahan.

Klinisi mempunyai beberapa pilihan pada kasus ini. Bila sistem bertekanan tinggi

tersedia sebagai contoh sumber oksigen meteran dan dapat diatur dengan katup

pengontrol (gambar 23-39) dan penghubung Luer-lock 25-30 psi oksigen dapat

disalurkan langsung lewat kateter, dengan laju 1-1,5 detik dengan rata-rata 12

insuflasi/menit. Jika kateter 16 telah diletakkan, sistem ini akan mengantarkan

volume tidal 400-700 ml. Penutupan mulut atau hidung secara manual mungkin

diperlukan selama fase insuflasi (tapi tidak pada ekshalasi) jika terdapat

kebocoran udara yang bermakna pada jalan napas. Jika sistem seperti ini tidak

ada, gas dari mesin anestesi (15 mm diameter bag.dalam female adapter) dapat

digunakan untuk menyediakan tekanan tinggi. (gambar 23-40).

Sistem tekanan rendah tidak dapat menyediakan cukup aliran untuk

mengembangkan dada secara adekuat untuk ventilasi. Hubungan yang mudah ke

kateter trakhea dapat dicapai dengan menempatkan cuff ETT ke 50-10 ml syringe,

menggunakan ujung distal syiringe untuk menahan kateter, sementara adapter 15

mm ETT disesuaikan pada sirkuit anestesi atau ambu bag (gambar 23-41).

Sistem krikotiroidotomi perkutaneus telah dikembangkan. Peralatan ini

menyediakan akses yang luas yang adekuat untuk oksigenasi dan ventilasi dengan

sistem tekanan rendah. Melker emergency cricothyroidotomy catheter set (Cook

Critical Care, Bloomington, IN) menggunakan Seldinger- teknik catheter-over-a-

wire yang familiar bagi praktisi anestesia (gambar 23-42). Alat ada dalam

berbagai ukuran canula (diameter internal 3,5-, 4-, dan 6-mm). Persiapan dan

posisi pasien sama dengan penggunaan jarum pada krikotiroidotomi. Insisi

vertikal 1-1,5 cm pada kulit dibuat pada sepertiga bawah membran krikotiroid. 45

Page 59: airway management.doc

derajat kauda, punksi jaringan subkutaneus dan membran krikotiroid perkutaneus

dilakukan dengan kateter 18 dan syringe. Setelah udara diaspirasi, kateter

dimasukkan ke trakhea. Guidewire yang telah disiapkan dimasukkan melalui

kateter ke trakhea. Kateter dikeluarkan dan kanula trakhea melekat pada tepi

dilator. Dilator dimasukkan ke membran menggunakan tekanan. Tahanan yang

bermakna mengindikasikan bahwa insisi kulit harus diperluas. Ketika dilator

kanula telah masuk seluruhnya, dilator dan kawat dikeluarkan. 15 mm adapter

sirkuit ujung kanula sekarang melekat pada ambu bag atau sirkuit anestesia.

Sistem perkutaneus lainnya adalah Nu-Trake (Weiss Emergency Airway

System; International Medical Devices) dan QuickTrach transtracheal catheter

(VBM Medizintechnik GMBH). Teknik punksi non-needle didiskusikan dibab

lain.

KESIMPULAN

Selain monitoring, management jalan napas rutin merupakan tugas utama

terpenting bagi anestesiologist bahkan selama pemberian anestesi regional,

pernapasan harus dimonitor dan disupport. Sayangnya, tugas rutin sering

diabaikan. Namun konsekuensi hilangnya pernapasan sangat luas sehingga klinisi

tidak dapat menopang dengan pendekatan.

Meskipun pendekatan penyulit jalan napas ASA telah menyumbangkan

kepada masyarakat medis sesuatu alat yang bernilai dalam pendekatan terhadap

pasien dengan penyulit jalan napas, algoritme ini harus dipandang hanya sebagai

titik awal. Penilaian, pengalaman, situasi klinis, dan sarana yang tersedia

keseluruhan mempengaruhi ketepatan dalam pemilihan jalur, atau pengembangan

dari algoritme tersebut. Klinisi tidak diharapkan ahli dalam segala peralatan dan

teknik yang tersedia saat ini. Meskipun demikian, rentang yang luas dari

pendekatan harus dikuasai, sehingga kegagalan yang sebelumnya dapat menjadi

kesuksesan. Demikian pula halnya, komunitas pengembang medis dan klinisi

pengamat menyediakan untuk konsep produk-produk manajemen jalan napas,

telah mensuplai berbagai macam alat-alat. Banyak yang mempersiapkan konsep

dan masing-masingnya telah memiliki pendukung dan penyulit. Tidak satupun

alat yang dianggap lebih superior dibanding alat lain. Klinisi dan sumber dayanya

Page 60: airway management.doc

(peralatan dan personil) serta penilaian yang menentukan keefektifan dari teknik

manapun.

perubahan denyut jantung perubahan MAP konsentrasi minimum alveolar

perubahan indeks jantung perubahan tekanan atrium kanan atau vena sentral

perubahan tahanan vaskuler sistemik konsentrasi minimum alveolar

perubahan kecepatan pemendekan serat sirkumferen

konsentrasi minimum alveolar indeks kontraksi miokardium

konsentrasi minimum alveolar

dosis epinefrin pada disritmia jantung pada anestesi ~ 1 MAC

penurunan tekanan jantung (sodium nitroprusida)

penurunan tekanan jantung (fenilefrin) konsentrasi minimum alveolar

penurunan tekanan simpatis frekwensi letusan/mmHg

konsentrasi minimum alveolar

aktivitas otot yang dipersarafi nervus simpatis menit setelah induksi propofol

menit menit

Page 61: airway management.doc
Page 62: airway management.doc