Upload
sarlavinda
View
1.325
Download
22
Embed Size (px)
Citation preview
Akar Gada Pada KubisM. K. Teknologi Perlindungan Tanaman 1
Mangasa P. L. 150510100188Yoseph A. Ginting 150510100189P. Dameria S. 150510100204Mochamad Fadel 150510100223Suci Arlavinda 150510100226
FAKULTAS PERTANIANUNIVERSITAS PADJADJARAN 2011
KATA PENGANTAR
2011
Dengan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah SWT. dan hanya karena
rahmat-Nya maka pembuatan tugas ini dapat diselesaikan dengan baik. Dan tidak lupa kami
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam pembuatan
tugas ini sehingga memudahkan kami untuk mengerjakan tugas ini.
Dalam tugas ini kami membahas tentang akar gada pada kubis. Tugas ini kami buat
untuk memenuhi tugas mata kuliah Teknik Perlindungan Tanaman 1. Selain itu juga kami
membuat tugas ini untuk menambah wawasan tentang akar gada pada kubis untuk diri kami
maupun untuk semua orang yang membacanya. Didalam tugas ini tercantum penjelasan
mengenai tanaman inang, karakteristik patogen, deskripsi gejala, dan faktor lingkungan yang
mendukung terjadinya patogenesis.
Kami sadar bahwa tugas ini masih memiliki banyak kekurangan, seperti kata
peribahasa: tak ada gading yang tak retak. Oleh karena itu, tidak lupa kritik dan saran yang
bersifat membangun sangat kami harapkan demi keberhasilan proses pembelajaran dan
peningkatan mutu tugas ini. Mudah-mudahan tugas ini bermanfaat.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................................... 1
1 Kelompok 1
2011
DAFTAR ISI....................................................................................................................... 2
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................... 31.1. Latar Belakang.................................................................................................. 31.2. Tujuan............................................................................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN..................................................................................................... 42.1. Tanaman inang.................................................................................................. 42.2. Karakteristik Patogen........................................................................................ 52.3. Nama Penyakit (Deskripsi Gejala)................................................................... 62.4. Faktor Lingkungan yang Mendukung Terjadinya Patogenesis........................ 9
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................... 10
BAB 1PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
2 Kelompok 1
2011
Kebutuhan masyarakat terhadap bahan pangan bergizi akan terus meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk. Kebutuhan pangan ini dapat terpenuhi dari bermacam-macam hasil pertanian. Salah satunya adalah dari kubis. Kubis merupakan sumber vitamin dan mineral yang sangat dibutuhkan oleh tubuh manusia. Kubis segar mengandung banyak vitamin (A, beberapa B, C, dan E). Kandungan vitamin C cukup tinggi untuk mencegah sariawan. Mineral yang banyak dikandung kubis adalah kalium, kalsium, fosfor, natrium, dan besi. Kubis segar juga mengandung sejumlah senyawa yang merangsang pembentukan glutation, zat yang diperlukan untuk menonaktifkan zat beracun dalam tubuh manusia (Permadi et al., 1993).
Kandungan sulforafon dan histidin dalam kubis dapat menghambat pertumbuhan tumor, detoksitasi senyawa kimia berbahaya (seperti nikel dan tembaga) yang berlebihan didalam tubuh serta mampu meningkatkan daya tahan tubuh untuk melawan kanker. Kandungan asam amino dalam sulfurnya dapat berkhasiat menurunkan kadar kolesterol yang tinggi, penenang syaraf dan membangkitkan semangat (Dalimartha, 2000).
Tanaman kubis merupakan sayuran yang potensial untuk dikembangkan. Kebutuhan akan produk tanaman ini semakin meningkat, baik untuk tujuan dalam negeri maupun ekspor. Cahyono (2008), menyatakan bahwa kubis juga merupakan komoditas ekspor yang dapat menjadi sumber devisa bagi negara. Dalam memenuhi kebutuhan tersebut, maka upaya pengembangan kubis melalui peningkatan produktivitasnya harus terus ditingkatkan. Banyak cara yang dapat dilakukan sebagai upaya peningkatan produksi kubis, diantaranya: penggunaan benih bermutu, teknik budidaya yang baik dan benar, pemberian nutrisi yang cukup melalui pemupukan, serta pengendalian hama dan penyakit.
Menurut Sulistyawati (2002), peningkatan produksi yang maksimum dilakukan dengan berbagai teknik pengaturan potensi produksi. Peningkatan potensi produksi harus diimbangi dengan pengelolaan terhadap faktor yang dapat menguranginya. Salah satunya adalah dengan pengendalian serangan hama dan penyakit.
Penyakit kubis banyak jenisnya. Salah satu yang cukup serius adalah penyakit akar gada (clubroot) yang disebabkan oleh Plasmodiphora brassicae Wor. yang menyebabkan bengkak pada akar. Serangan patogen akar gada dapat mengancam pendapatan petani. Pengendalian hama dan penyakit tanaman sayuran dataran tinggi selama ini lebih banyak menggunakan pestisida, baik insektisida maupun fungisida. Ini sangat mempengaruhi kondisi organisme di sekitar tanaman serta hasil panen kubis (Anonim, 2009).
1.2 Tujuan Menjelaskan panyakit akar gada yang menyerang tanaman kubis Menjelaskan karakteristik patogen Mendeskripsikan gejala penyakit akar gada Menjelaskan faktor lingkungan yang mendukung terjadinya patogenesis
BAB 2PEMBAHASAN
2.1 Tanaman inang
3 Kelompok 1
2011
Gambar 1. Tanaman kubis
Kubis adalah tanaman inang utama penyakit akar gada. Nama kubis diduga berasal
dari bahasa Inggris yaitu cabbage. Di Indonesia, kubis sering juga disebut sebagai kol. Kubis
sebagai sayuran mempunyai peran penting untuk kesehatan. Kubis banyak mengandung
vitamin dan mineral yang sangat dibutuhkan oleh manusia. Sebagai sayuran, kubis dapat
membantu pencernaan, menetralkan zat-zat asam dan memperlancar buang air besar.
Tanaman kubis merupakan tanaman semusim yang di Indonesia banyak ditanam di
daerah pegunungan, dengan ketinggian ±800 m di atas permukaan laut (dpl) dan mempunyai
penyebaran hujan yang cukup setiap tahunnya. Sebagian kubis tumbuh baik pada ketinggian
100-200 m dpl, tetapi jumlah varietasnya tidak banyak dan tidak dapat menghasilkan biji.
Pada daerah yang ketinggiannya di bawah 100 m, tanaman kubis tumbuh kurang baik.
(Permadi dan Sastrosiswojo, 1993).
Pada umumnya kubis ditanam dengan pola tanam secara monokultur atau
tumpangsari. Waktu tanam kubis yang paling baik adalah pada awal musim hujan atau awal
musim kemarau. Meskipun demikian, kubis dapat ditanam sepanjang musim atau tahun
asalkan kebutuhan airnya terpenuhi. Cara budidaya tanaman kubis adalah pengolahan tanah
atau pembersihan gulma, penyulaman, pemupukan, pemanenan, dan pergiliran tanaman
(Rukmana, 1994).
Secara umum, semua jenis kubis dapat tumbuh dan berkembang pada berbagai jenis
tanah. namun demikian, kubis akan tumbuh optimum bila ditanam pada tanah yang kaya akan
bahan organik. Kecuali itu, dalam hidupnya kubis memerlukan air yang cukup, tetapi tidak
boleh berlebihan. Artinya tanaman kubis akan mati bila kekurangan atau kelebihan air.
2.2 Karakteristik Patogen
4 Kelompok 1
2011
Gambar 2. Plasmodiophora brassicae pada mikroskop
a. Nama Patogen
Nama Latin : Plasmodiophora brassicae
Nama Umum : Akar gada kubis
b. Sifat Patogen : Parasit obligat
c. Klasifikasi
Kingdom : Protozoa
Filum : Plasmodiophoramyxomicota
Kelas : Plasmodiophoramyxomicetes
Ordo : Plasmodiophorales
Family : Plasmodiophoraceae
Genus : Plasmodiophora
Spesies : Plasmodiophora brassicae
d. Tanaman Inang Lain : Tanaman kubis – kubisan (Cruciferae, Brassicaceae),
Agrotis alba – stolonifer, Lolium perenne, Dactilis
glomerata dan Tripolium pretense.
2.3 Nama Penyakit (Deskripsi Gejala)
5 Kelompok 1
2011
Gambar 3. Gejala serangan akar gada pada kubis
a. Fungsi fisiologis yang terganggu
Terganggunya fungsi fisiologis oleh patogen penyakit ini menyebabkan
pembengkakan pada akar dan kadang-kadang pada pangkal batang yang merupakan ciri khas
dari penyakit tersebut. Pembengkakan pada jaringan akar dapat mengganggu fungsi akar
seperti translokasi zat hara dan air dari tanah ke daun. Keadaan ini menyebabkan daun-daun
tanaman layu jika hari panas dan kering, kemudian pulih kembali pada malam hari, serta
kelihatan normal dan segar pada pagi hari. Jika penyakit berkembang terus, daun-daun
menjadi kuning, tanaman kerdil, dan mungkin mati atau hidup merana.
b. Mekanisme infeksi
6 Kelompok 1
2011
Gambar 4. Siklus hidup Plasmodiophora brassicae
Tipe 1
Plasmodium yang berkembang dari zoospora sekunder memenetrasi jaringan akar
muda secara langsung. Hal ini dapat mempertebal akar dan batang luka yang terletak di
bawah tanah. Setelah itu, plasmodium menyebar ke sel kotikal hingga ke kambium. Setelah
seluruh kambium terserang, plasmodium kemudian menyebar ke korteks kemudian ke xilem.
Patogen ini kemudian berkelompok membentuk gelendong yang meluas dan berangsur-
angsur menyebar. Jumlah sel kemudian bertambah banyak dan membesar. Infeksi ini dapat
menyebabkan sel 5-12 kali lebih besar dari sel yang tidak terinfeksi. Sel yang berkembang
abnormal ini dapat menjadi stimulus bagi patogen untuk menyebar lebih cepat dan bahkan
dapat menyebabkan sel yang awalnya tidak terifeksi menjadi terifeksi. Sel yang tumbuh
abnormal ini dapat digunakan oleh plasmodium sebagai sumber makanannya.
7 Kelompok 1
2011
Gambar 5. Mekanisme infeksi
Tipe 2
Plasmodiophora Brassicae dianggap sebagai pseudofungi atau organisme yang
menyerupai fungi. Siklus penyakit dimulai dengan perkecambahan satu zoospora primer dari
satu spora rehat haploid di dalam tanah. Zoospora primer ini mempenetrasi rambut akar dan
selanjutnya masuk ke dalam sel inang. Setelah penetrasi rambut akar atau sel epidermis inang
oleh zoospora primer, protoplas yang berinti satu terbawa masuk ke dalam sel inang,
kemudian terjadi pembelahan miosis dan pembentukan plasmodium primer oleh protoplas.
Setelah mencapai ukuran tertentu, bergantung pada ukuran sel epidermis inang, plasmodium
primer membelah menjadi beberapa bagian yang kemudian berkembang menjadi
zoosporangia.
Setiap zoosporangium mengandung 4 atau 8 zoospora sekunder yang dapat terlepas
melalui lubang atau pori-pori pada dinding sel inang. Zoospora sekunder dapat menginfeksi
kembali rambut akar, yang menyebabkan perkembangan aseksual patogen menjadi cepat.
Setelah miosis, terbentuk inti diploid baru, yang kemudian berkembang menjadi spora rehat
haploid dan terlepas masuk ke dalam tanah ketika akar yang sakit rusak.
c. Tipe gejala
Tipe hiperplastik, yaitu tipe gejala yang disebabkan karena adanya pertumbuhan sel
atau bagian sel yang melebihi (overdevelopment) dari pada pertumbuhan yang biasa.
d. Tanda
Pada tanaman yang terserang akar gada terlihat tanda benjolan-benjolan tidak
beraturan yang bersatu pada bagian akar.
8 Kelompok 1
2011
2.4 Faktor Lingkungan yang Mendukung Terjadinya Patogenesis
Inokulasi : Inang alternatif, suhu, kelembaban
Penetrasi : Besar lubang alami, besar luka pada tanaman
Infeksi : Suhu udara dan kelembaban
Penyebaran : Air (hujan), tanah
P. Brassicae dibantu oleh suhu udara antara 25 dan 30°C, tanah yang lembab atau
basah, kadar bahan organik tinggi dan pH yang lebih rendah dari pada 7. P. brassicae akan
sangat didukung dan parah pada pH sekitar 5,7-6,2 dan akan berhenti secara total pada pH
7,8. Infeksi patogen tersebut pada tanaman inangnya ditemukan pada kisaran suhu 9-30°C.
Perkecambahan spora terjadi pada pH 5,50–7,50 dan tidak berkecambah pada pH 8.
Kisaran suhu bagi perkembangan patogen adalah 17,80–25°C dengan suhu minimum
12,20°C dan maksimum 27,20°C. Tingkat infeksi juga ditentukan oleh jumlah spora rehat
patogen. Suspensi yang mengandung paling sedikit 106–108 sel spora setiap ml sangat efektif
untuk melakukan infeksi. Menurut Djatnika (1989), 104 sel spora masih mampu menginfeksi
tanaman.
9 Kelompok 1
2011
DAFTAR PUSTAKA
Cahyono, B. 1995. Cara Meningkatkan Budidaya Kubis. Yayasan Pustaka Nusatama.
Yogyakarta.
Dalimartha, S. 2000. Atlas tumbuhan obat Indonesia. Trubus Agriwidya. Jakarta.
Djatnika, I. 1993. Penyakit-penyakit tanaman kubis dan cara pengendalian. Dalam: Permadi, A.
H. & Sastrosiswojo (Penyunting). Kubis. Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian, Balai Penelitian Tanaman Hortikultura. Lembang.
http://3.bp.blogspot.com/_P4URY8hrIcU/SWzazdZv2sI/AAAAAAAAAhc/cRb7xYdE6L0/
s400/kubis.jpg
http://anekaplanta.wordpress.com/2010/01/20/kiat-menumpas-serangan-akar-gada/
http://bangkittani.com/litbang/terbukti-efektif-serangan-akar-gada-dikendalikan-dengan-bio-
extrim/
http://eprints.uns.ac.id/300/1/158632408201001031.pdf
http://fudinvoo.blogspot.com/2010_11_01_archive.html
http://hamdayanty08.student.ipb.ac.id/2010/06/20/penyakit-penyakit-penting-pada-tanaman-
kubis/
http://id.answers.yahoo.com/question/index?qid=20080715042900AAtSHzi
http://jabar.litbang.deptan.go.id/ind/index.php?
option=com_content&view=article&id=55:akarganda&catid=15:berita
http://pertanian.uns.ac.id/~agronomi/agrosains/peng_inokulasi_cndawn_sriwidadi.pdf
http://pustaka.litbang.deptan.go.id/publikasi/p3251063.pdf
http://www.geocities.ws/bpurnomo51/das_files/das3.pdf
http://www.gov.mb.ca/agriculture/crops/diseases/images/fac63s00a_sm.jpg
http://www.ohio.edu/people/braselto/plasmos/images/pbmi.jpg
http://www.unioviedo.es/bos/Asignaturas/Botanica/Imagenes/Plasmodiophora%20brassicae
%20%28Plasmodiophoromycota%29.JPG
http://www.tanindo.com/.htm
Permadi, AH. 1993. Budidaya kubis. Dalam: Permadi, A. H. & Sastrosiswojo (Penyunting).
Kubis. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Balai Penelitian Tanaman
Hortikultura. Lembang.
Rukmana, R. 1994. Bertanam Petsai dan Sawi. Kanisius. Yogyakarta.
Sulistyawati, H. PR. 2002. Penanaman caisin dan kenikir sayur serta infestasi Trichoderma
untuk mengeliminasi propagul cendawan akar gada pada tanah. Fakultas Pertanian
UNS. Surakarta. (Skripsi).
10 Kelompok 1