Upload
abdul-jabir
View
213
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Beraklak mulia lah agar disenang orang
Citation preview
Menghiasi Diri Dengan Akhlak Mulia
Dalam realitas keseharian kita, kadangkala
kita pernah menjumpai seorang Muslim
yang mungkin dari sisi ritualitas ibadahnya
bagus, namun hal demikian sering tidak
tercermin dalam perilaku atau akhlaknya.
Shalatnya rajin, tetapi sering tak peduli
dengan tetangganya yang miskin. Shaum
sunnahnya rajin, namun wajahnya jarang
menampakkan sikap ramah kepada sesama.
Zikirnya rajin, tetapi tak mau bergaul
dengan masyarakat umum. Demikian
seterusnya. Tentu saja, Muslim demikian
bukanlah Muslim yang ideal.
Muslim yang ideal tentu adalah Muslim yang
memiliki hubungan yang baik secara vertikal
kepada Allah SWT yang terwujud dalam
akidah dan ibadahnya yang lurus dan baik,
sekaligus juga memiliki hubungan yang baik
secara horisontal dengan sesama manusia
yang tercermin dalam akhlaknya yang mulia.
Akhlak mulia (akhlaq al-karimah) adalah
salah satu tanda kesempurnaan keimanan
dan ketakwaan seorang Muslim. Karena itu,
tentu tidak dikatakan sempurna keimanan
dan ketakwaan seorang Muslim jika ia tidak
memiliki akhlak mulia. Bahkan Baginda
Rasulullah SAW menyebut keimanan yang
paling sempurna dari seorang Muslim
ditunjukkan oleh akhlaknya yang mulia,
“Mukmin yang paling sempurna adalah yang
paling baik akhlaknya,” demikian sabda
beliau sebagaimana diriwayatkan oleh Imam
al-Bukhari dan Imam Muslim. Karena itu,
tidak aneh jika Baginda Rasulullah SAW pun
menyebut Muslim yang berakhlak mulia
sebagai manusia terbaik. Beliau bersabda,
“Sesungguhnya yang terbaik di antara kalian
adalah yang paling baik akhlaknya.” (HR al-
Bukhari dan Muslim).
Dalam sejumlah hadits lainnya, Baginda
Rasulullah SAW menyebut sejumlah
keistimewaan akhlak mulia ini. Saat beliau
ditanya tentang apa itu kebajikan (al-birr),
misalnya, beliau lansung menjawab, “Al-Birr
husn al-khulq (Kebajikan itu adalah akhlak
mulia.” (HR Muslim).
Beliau bahkan bersabda, “Tidak ada sesuatu
pun yang lebih berat dalam timbangan
seorang Mukmin pada Hari Kiamat nanti
selain akhlak mulia. Sesungguhnya Allah
membenci orang yang berbuat keji dan
berkata-keta keji.” (HR at-Tirmidzi).
Dalam kesempatan lain Baginda Rasulullah
SAW pernah ditanya tentang apa yang
paling banyak menyebabkan orang masuk
surga. Beliau menjawab, “Takwa kepada
Allah dan akhlak mulia.” (HR at-Tirmidzi).
Akhlak mulia tentu saja bagian dari
ketakwaan itu sendiri. Namun demikian,
akhlak mulia disebut secara khusus dalam
hadits di atas. Ini menunjukkan betapa
istimewanya akhlak mulia. Ibn al-Qayyim
berkata, “Penggabungan takwa dengan
akhlak mulia karena takwa menunjukkan
baiknya hubungan seseorang dengan
Tuhannya, sementara akhlak mulia
menunjukkan baiknya hubungan dirinya
dengan orang lain.” (Muhammad ‘Alan, Dalil
al-Falihin, III/68).
Sebaliknya, saat Baginda Rasulullah SAW
ditanya tentang apa yang paling banyak
menyebabkan orang masuk neraka. Beliau
menjawab, “Mulut dan kemaluan.” (HR at-
Tirmidzi).
Mengapa mulut? Sebab, dari mulut bisa
meluncur kata-kata kekufuran, ghibah
(membicarakan kejelekan orang lain),
namimah (mengadu-domba orang lain),
memfitnah orang lain, membatalkan yang
haq dan membenarkan yang batil, dll.
Keutamaan kedudukan orang yang
berakhlak mulia juga disejajarkan dengan
keutamaan kedudukan orang yang biasa
memperbanyak ibadah shaum dan sering
menunaikan shalat malam. Baginda
Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya
seorang Mukmin-karena kebaikan
akhlaknya-menyamai derajat orang yang
biasa melakukan shaum dan menunaikan
shalat malam.” (HR Abu Dawud).
Bahkan kedudukan orang yang berakhlak
mulia pada Hari Kiamat nanti dekat dengan
kedudukan Baginda Rasulullah saw.,
sebagaimana sabda beliau, “Sesungguhnya
orang yang paling aku cintai dan paling
dekat kedudukannya dengan majelisku pada
Hari Kiamat nanti adalah orang yang paling
baik akhlaknya. Sebaliknya, orang yang aku
benci dan paling jauh dari diriku adalah
orang yang terlalu banyak bicara (yang
tidak bermanfaat, pen.) dan sombong.” HR
at-Tirmidzi).
Lalu apa yang dimaksud dengan akhlak
mulia atau husn al-khulq? Di dalam
tafsirnya, Abdullah ibn al-Mubarak,
sebagaimana diriwayatkan oleh Imam at-
Tirmidzi, menyebut husn al-khulq sebagai:
selalu bermuka manis; biasa melakukan
kebajikan, di antaranya dengan biasa
memberikan nasihat kepada orang lain
dengan kata-kata yang baik, ringan tangan
(mudah membantu orang lain), dll; serta
sanggup menahan diri dari sikap menyakiti
orang lain baik lewat ucapan maupun
tindakan.
Husn al-hulq sesungguhnya juga merupakan
gabungan dari sikap suka memaafkan, biasa
memerintahkan kebajikan dan berpaling
dari orang-orang yang jahil/bodoh,
sebagaimana firman Allah SWT: Berilah
maaf, perintahkanlah kebaikan dan
berpalinglah dari orang-orang yang bodoh
(TQS al-A’raf [7]: 199). (Muhammad ‘Alan,
Dalil al-Falihin, III/72).
Wa ma tawfiqi illa bilLah! [] abi