Upload
others
View
16
Download
3
Embed Size (px)
Citation preview
AKIBAT HUKUM KEPAILITAN PT UNITED COAL INDONESIA
TERHADAP KARYAWAN
(Analisis Putusan Mahkamah Agung Nomor 186 K/Pdt.Sus-Pailit.2015 juncto
Nomor 557 K/Pdt.Sus-Pailit/2018)
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)
Oleh :
TITIA ULVA SAPITRI
NIM : 11150480000066
P R O G R A M S T U D I I L M U H U K U M
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
J A K A R T A
1440 H / 2019 M
v
ABSTRAK
Titia Ulva Sapitri, NIM 11150480000066, “AKIBAT HUKUM KEPAILITAN
PT UNITED COAL INDONESIA TERHADAP KARYAWAN (Analisis
Putusan Mahkamah Agung Nomor 186 K/Pdt.Sus-Pailit.2015 juncto Nomor
557 K/Pdt.Sus-Pailit/2018)”. Peminatan Hukum Bisnis, Program Studi Ilmu
Hukum, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta, 1440 H/2019 M.
Pailit merupakan suatu keadaan di mana debitor tidak mampu untuk
melakukan pembayaran-pembayaran terhadap utang-utang dari para kreditornya.
Keadaan tidak mampu membayar disebabkan karena kesulitan kondisi keuangan
(Financial distress) dari usaha debitor yang telah mengalami kemunduran. Tidak
sedikit ketika suatu perusahaan yang dinyatakan pailit berdampak besar pada
kerugian yang dialami oleh para kreditor- kreditornya, terutama pada karyawan
terhadap perusahaan yang dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga. Tujuan
penelitian ini untuk mengetahui pertimbangan hukum Pengadilan Niaga terhadap
Karyawan dan implikasi putusan kasasi Mahkamah Agung terhadap karyawan
ketika perusahaan dinyatakan pailit.
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian yuridis normatif dan library
research (studi kepustakaan) dalam arti mengkaji kasus yang terjadi dengan suatu
penelitian. Metode analisis yang digunakan adalah yuridis normatif dengan
menggunakan bahan hukum primer yang terdiri dari Undang-Undang Nomor 37
Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
serta mengkaji Putusan Mahkamah Agung Nomor 186 K/Pdt.Sus-Pailit.2015 juncto
Nomor 557 K/Pdt.Sus-Pailit/2018 dilengkapi dengan bahan hukum sekunder yang
terdiri buku-buku, kamus hukum, jurnal hukum dan hasil penelitian lainnya yang
berkaitan dengan judul skripsi ini.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa akibat kepailitan terhadap karyawan
dapat mengakibatkan pemutusan hubungan kerja sehingga kehilangan status
sebagai pekerja. Posisi kedudukan karyawan pada perusahaan pailit, karyawan
diberikan hak istimewa sebagai kreditor preferen yang mana pemenuhan haknya
merupakan prioritas pertama, sehingga perusahaan harus membayar tagihan gaji
karyawan, sesuai dengan hukum kepailitan di Indonesia Undang-Undang Nomor
37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.
Kata Kunci : Kepailitan, Karyawan, Kurator, Debitor, Kreditor, Preferen,
Konkuren, Separatis, Pengadilan Niaga, Mahkamah Agung.
Pembimbing Skripsi : Dr. Muhammad Ali Hanafiah Selian, S.H., M.H.
Daftar Pustaka : 1986 s.d. 2019
vi
KATA PENGANTAR
يم ب ح الر حمن الر هللا ســــــــــــــــــم
Assalamuallaikum, Wr.Wb.
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan nikmat dan karunia
yang tidak terhingga. Solawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada
Baginda Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga, sahabat, dan para pengikutnya
yang serta hingga akhir zaman. Dengan mengucapkan Alhamdulillahi Robbil
‘alamin peneliti dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Akibat Hukum
Kepailitan PT United Coal Indonesia Terhadap Karyawan (Analisis Putusan
Mahkamah Agung Nomor 186 K/Pdt.Sus-Pailit.2015 juncto Nomor 557
K/Pdt.Sus-Pailit/2018)” tepat pada waktunya.
Dalam penyelesaian Skripsi ini, tidak terlepas dari pengetahuan keilmuan
yang peneliti dapatkan dari beberapa sumber, selain itu tidak lupa pula terima kasih
atas bimbingan, bantuan, nasehat, dan dukungannnya, yang terhormat:
1. Dr. Ahmad Tholabie Kharlie, S.H., M.H., M.A. Dekan Fakultas Syariah dan
Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. Muhammad Ali Hanafiah Selian, S.H., M.H. Ketua Program Studi Ilmu
Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Drs. Abu Tamrin, S.H., M.Hum. Sekretaris Program Studi Ilmu Hukum
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Dr. Muhammad Ali Hanafiah Selian, S.H., M.H. Pembimbing Skripsi yang
telah bersedia memberikan arahan, bimbingan, kritik, saran dan kesabaran
dalam membimbing peneliti sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.
5. Pengadilan Niaga Jakarta Pusat Direktori Putusan Pengadilan Niaga dan
Mahkamah Agung yang memuat koleksi salinan putusan.
6. Pimpinan Pusat Perpustakaan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta dan Pimpinan Pusat Perpustakaan Universitas Indonesia yang telah
menyediakan bahan-bahan pustaka untuk kelancaran penulisan skripsi.
7. Pihak-pihak lainnya yang telah memberikan kontribusi terutama kedua orang
tua peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini.
vii
Demikian ucapan terimakasih ini, peneliti menyadari bahwa skripsi ini
masih jauh dari kata sempurna namun semoga Allah memberikan balasan yang
setara kepada para pihak yang telah berbaik hati terlibat dalam penyusunan skripsi
ini dan skripsi ini memberikan manfaat bagi kalangan akademis, masyarakat, dan
pembaca kalangan umumnya. Aamiin
Wassalamualaikum Wr.Wb.
Jakarta, September 2019
Peneliti,
Titia Ulva Sapitri
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ..................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI ................................. iii
LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................. iv
ABSTRAK .............................................................................................................. v
KATA PENGANTAR .......................................................................................... vi
DAFTAR ISI ....................................................................................................... viii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .................................................................... 1
B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah ........................... 4
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .......................................................... 5
D. Metode Penelitian .............................................................................. 6
E. Sistematika Penulisan ...................................................................... 10
BAB II TINJAUAN UMUM KEPAILITAN PERSEROAN TERBATAS
A. Kerangka Konseptual ...................................................................... 13
B. Sejarah Singkat Hukum Kepailitan di Indonesia ............................. 18
C. Asas-Asas Hukum Kepailitan di Indonesia ..................................... 21
D. Pihak-Pihak yang dapat mengajukan Permohonan Kepailitan ........ 24
E. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai Pemohon Pailit .................. 25
F. Tanggung Jawab Pribadi Direksi dan Komisaris atas terjadinya pailit
Perseroan Terbatas ........................................................................... 27
G. Pengenalan PT United Coal Indonesia ............................................ 29
H. Kerangka Teori ................................................................................ 30
I. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu ............................................... 33
ix
BAB III DAMPAK PUTUSAN PAILIT TERHADAP PERSEROAN
TERBATAS
A. Kronologis Singkat Perkara Nomor 186 K/Pdt.Sus-Pailit/2015 juncto
Nomor 557 K/Pdt.Sus-Pailit/2018 ...................................................... 36
B. Pertimbangan Hakim atas Putusan Pengadilan Niaga dan
Pertimbangan Mahkamah Agung ....................................................... 38
C. Putusan Pengadilan Niaga dan Putusan Mahkamah Agung ............. 49
D. Analisa Putusan Pailit Nomor 186 K/Pdt.Sus-Pailit/2015 juncto
Nomor 557 K/Pdt.Sus-Pailit/2018 ..................................................... 52
E. Implikasi Putusan Pailit Terhadap Karyawan .................................... 57
BAB IV KEWAJIBAN HUKUM PT UNITED COAL INDONESIA
BERDASARKAN PUTUSAN PAILIT
A. Pemenuhan Hak Karyawan PT United Coal Indonesia Akibat
Putusan Pailit ............................................................................... 63
B. Tinjauan Peraturan Perundang-Undangan Nomor 37 Tahun 2004
Tentang kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
terhadap PT United Coal Indonesia Nomor 186 K/Pdt.Sus-
Pailit/2015 juncto Nomor 557 K/Pdt.Sus-Pailit/2018 ................. 71
C. Pertimbangan hukum Pengadilan Niaga terhadap karyawan PT
United Coal Indonesia akibat putusan pailit, berdasarkan hukum
kepailitan di Indonesia .................................................................. 75
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................... 83
B. Rekomendasi ................................................................................ 84
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 86
LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pada saat ini hampir tidak ada negara yang tidak mengenal hukum
kepailitan dalam hukumnya. Keadaan pailit atau bangkrut merupakan
peristiwa yang dapat terjadi pada siapa saja, baik itu dari orang perorangan
maupun badan hukum (legal entity). Kepailitan tidak mengenal siapapun
pihaknya, dalam kehidupan yang sesungguhnya kita dapati bahwa seorang
milioner maupun perusahaan multinasional juga dapat mengalami
kepailitan.
Di Indonesia, secara formal, hukum kepailitan sudah ada sejak tahun
1905 dengan diberlakuannya Staatsblad 1905 Nomor 217 juncto Staatsblad
1906 Nomor 348. Staatsblad 1905 Nomor 217 dan Staatsblad 1906 Nomor
348 kemudian diubah dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1998, yang kemudian diterima oleh Dewan
Perwakilan Rakyat sehingga menjadi Undang-Undang Nomor 4 Tahun
1998. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1998 tersebut adalah tentang Perubahan atas Undang-Undang (peraturan)
tentang kepailitan, yang kemudian disempurnakan dengan Undang-Undang
Nomor 37 Tahun 2004.1 Undang- undang Kepailitan, juga dimaksudkan
untuk mewujudkan keadilan dan pembagian menurut tagihan masing-
masing diantara para kreditor. Di dalam hukum, setidaknya terdapat dua
pihak yang terikat oleh hubungan hukum itu, yaitu Kreditor (creditor) dan
debitor (debitor). 2
Menurut hukum kepailitan yang berlaku di negara Indonesia,
kepailitan mengakibatkan Debitor yang dinyatakan pailit kehilangan segala
1 Munir Fuady, Hukum Pailit dalam Teori & Praktek, (Bandung: PT.Citra Aditya Bakti,
2017), h. 3
2 Zainal Asikin, Hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang di
Indonesia, (Bandung: Pustaka Reka Cipta, 2013), h. 20
2
hak perdata untuk menguasai dan mengurus harta kekayaan yang telah
dimasukkan ke dalam harta pailit. “Pembekuan” hak Perdata ini
diberlakukan oleh Pasal 24 Ayat (1) Undang-Undang Kepailitan dan
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang terhitung sejak saat keputusan
pernyataan pailit diucapkan. Mengenai pihak yang mengajukan
permohonan PKPU diatur dalam Pasal 222 sampai pasal 294 Undang-
Undang Kepailitan, antara lain Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
dapat diajukan oleh debitor maupun oleh kreditor.3 Selain pihak-pihak
tersebut, kekhususan pada beberapa macam badan usaha tersebut menjadi
ambigu ketika disahkannya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011
Tentang Otoritas Jasa Keuangan, sesuai dengan tujuan berdirinya, yaitu
untuk mengatur, mengawasi dan melindungi seluruh lembaga keuangan di
Indonesia. Dengan disahkannya Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan
ini secara langsung memberikan otoritas kepada Otoritas Jasa Keuangan
untuk mengawasi seluruh lembaga keuangan di Indonesia baik itu
diperbankan, asuransi, maupun perusahaan efek. Dengan diamanahkannya
pengawasan lembaga keuangan kepada Otoritas Jasa Keuangan maka sudah
selayaknya dalam pengajuan permohonan pailit pada lembaga keuangan
hanya dapat diajukan oleh Otoritas Jasa Keuangan. Namun pada
kenyataannya Otoritas Jasa Keuangan hanya berwenang mengajukan
permohonan pailit kepada perusahaan efek, lembaga kliring dan lembaga
penjamin yang dapat diajukan permohonan pailit, untuk lembaga perbankan
dan asuransi tetap pada Bank Indonesia dan Menteri Keuangan.4
Pailit merupakan suatu keadaan di mana debitor tidak mampu untuk
melakukan pembayaran-pembayaran terhadap utang-utang dari para
kreditornya. Keadaan tidak mampu membayar lazimnya disebabkan karena
kesulitan kondisi keuangan (Financial distress) dari usaha debitor yang
telah mengalami kemunduran. Sedangkan kepailitan merupakan putusan
3 Jono, Hukum Kepailitan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013), h. 169
4 Susanti Adi Nugroho, Hukum Kepailitan di Indonesia Dalam Teori dan Praktik Serta
Penerapan Hukumnya, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2018), h.194-195
3
pengadilan yang mengakibatkan sita umum atas seluruh kekayaan debitor
pailit, baik yang telah ada maupun yang akan ada dikemudian hari.
Ketidakmampuan tersebut harus disertai dengan suatu tindakan nyata untuk
mengajukan, baik yang dilakukan secara sukarela oleh debitor sendiri,
maupun atas permintaan pihak ketiga (di luar Debitor), suatu permohonan
pernyataan ke Pengadilan.5
Kepailitan merupakan suatu jalan keluar yang bersifat komersial
untuk keluar dari persoalan utang piutang yang menghimpit seorang debitor,
dimana debitor utang piutang yang menghimpit seorang debitor, dimana
debitor tersebut sudah tidak mempunyai kemampuan lagi untuk membayar
utang- utangnya tersebut kepada para kreditornya.6 Permohonan pernyataan
pailit dapat dikabulkan jika persyaratan kepailitan telah terpenuhi: 1.
debitor tersebut mempunyai dua atau lebih kreditor; dan 2. debitor
tersebut tidak membayar sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan
dapat di tagih.7
Di Indonesia ketentuan Pasal 39 Undang-Undang Kepailitan dan
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang mengatur mengenai akibat
kepailitan terhadap perjanjian kerja. Dari ketentuan tersebut diketahui
bahwa pekerja yang bekerja pada Debitor dapat memutuskan hubungan
kerja. Namun di pihak lain, Kurator dapat memberhentikannya dengan
mengindahkan jangka waktu menurut persetujuan atau menurut ketentuan
perundang-undangan yang berlaku.8 Dalam hal ini buruh atau karyawan
ingin sekali memperjuangkan haknya atas upah dan pesangon yang sering
kali sulit untuk didapat karena keberadaan kreditor separatis (kreditor yang
memiliki hak jaminan hutang kebendaan), sebagai pihak yang menjadi
5 Ahmad Yani & Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis Kepailitan, (Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada,2002), h. 11
6 Hadi Shubhan, Hukum Kepailitan, (Jakarta: Kencana, 2008), h. 2
7 Gunawan Widjaja, Tanggung Jawab Direksi atas Kepailitan Perseroan, (Jakarta: PT
RajaGrafindo persada, 2004), h. 85
8 Man S.Sastrawidjaja, Hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran
Utang, (Bandung: P.T. Alumni, 2010), h. 118
4
prioritas dalam pembagian harta ketika terjadi pailit. Dan tidak sedikit
ketika suatu perusahaan yang dinyatakan pailit berdampak besar pada
kerugian yang dialami oleh karyawan terhadap perusahaan yang dinyatakan
pailit oleh Pengadilan. Maka dari itu sangat diperlukannya perlindungan
hukum terhadap pekerja atau karyawan pada kasus kepailitan tersebut,
untuk memperluas dan meningkatkan kualitas hukum di Indonesia.
Berdasarkan latar belakang di atas ada persoalan yang menarik,
karena terdapat beberapa pusaran masalah, sehingga penulis tertarik untuk
melakukan penelitian hukum dengan judul: “AKIBAT HUKUM
KEPAILITAN PT UNITED COAL INDONESIA TERHADAP
KARYAWAN (Analisis Putusan Mahkamah Agung Nomor 186
K/Pdt.Sus-Pailit/2015 juncto Nomor 557 K/Pdt.Sus-Pailit/2018).”
B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah
1. Identifikasi Masalah
Sesuai dengan latar belakang yang telah disampaikan diatas, maka
dapat diidentifikasi beberapa permasalahan yang berkaitan dengan
Perlindungan hukum terhadap karyawan Perseroan Terbatas akibat
putusan pailit Pengadilan Niaga, yaitu sebagai berikut:
a. Pihak yang dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit.
b. Pertimbangan Pengadilan Niaga dan Mahkamah Agung terhadap
putusan kepailitan PT United Coal Indonesia.
c. Akibat dari putusan kepailitan terhadap debitor, dan kreditor yang
bersangkutan.
d. Tanggung jawab pribadi Direksi dan komisaris atas terjadinya pailit
Perseroan Terbatas.
e. Pemenuhan hak karyawan PT United Coal Indonesia akibat putusan
pailit, berdasarkan hukum kepailitan di Indonesia.
2. Pembatasan Masalah
Untuk lebih memudahkan peneliti dalam melakukan penelitian ini,
maka perlu adanya pembatasan masalah agar dalam praktek penelitian
5
dan penyusunan secara ilmiah dapat dipahami dengan mudah. Oleh
karena itu, peneliti membatasi permasalahan yang akan diteliti secara
khusus membahas tentang akibat hukum kepailitan di Indonesia
terhadap karyawan yang dalam hal ini badan usaha tersebut berbentuk
Perseroan Terbatas, dan dibatasi hanya pada PT United Coal Indonesia.
3. Perumusan Masalah
Masalah utama yang jadi fokus pembahasan dalam penelitian ini
yaitu terkait dengan akibat kepailitan Perseroan Terbatas terhadap
karyawan, dan tidak sedikit ketika suatu perusahaan yang dinyatakan
pailit berdampak besar pada kerugian yang dialami oleh karyawan
terhadap perusahaan yang dinyatakan pailit oleh pengadilan niaga.
Untuk mempertegas arah pembahasan dari masalah utama yang telah
diuraikan diatas, maka dibuat rincian masalah utama dalam bentuk
pertanyaan penelitian sebagai berikut:
a. Bagaimana pertimbangan hukum Pengadilan Niaga terhadap
karyawan PT United Coal Indonesia akibat putusan pailit,
berdasarkan hukum kepailitan di Indonesia?
b. Bagaimana implikasi putusan kasasi Mahkamah Agung terhadap
Karyawan ketika perusahaan dinyatakan pailit?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Secara umum tujuan penulisan berdasarkan permasalahan-
permasalahan sudah ditulis pada rumusan masalah diatas. Sedangkan
secara khusus tujuan penulisan ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
a. Untuk mengetahui pertimbangan hukum Pengadilan Niaga
terhadap karyawan PT United Coal Indonesia akibat putusan pailit,
berdasarkan hukum kepailitan di Indonesia.
b. Untuk mengetahui implikasi putusan kasasi Mahkamah Agung
terhadap Karyawan ketika perusahaan dinyatakan pailit.
6
2. Manfaat Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan harapan dapat memberikan manfaat
berupa kontribusi yang bersifat teoritis maupun yang bersifat praktis,
yaitu sebagai berikut:
a. Manfaat Teoritis
Secara teoritis penulisan ini adalah sebagai bahan kajian dan
acuan bagi pengembangan wawasan ilmu hukum pada hukum bisnis
khususnya hukum kepailitan. Dengan dilakukan penelitian ini
diharapkan dapat memberikan pemikiran-pemikiran baru bagi
kalangan akademis dalam mengembangkan bidang ilmu hukum,
khususnya pada hukum kepailitan.
b. Manfaat Praktis
Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi
kalangan praktisi baik para pelaku ekonomi maupun para pembuat
Undang-undang (law maker). Penelitian ini diharapkan dapat
memberikan masukan bagi para pembuat kebijakan dan Undang-
undang dalam menyusun suatu pedoman atau ketentuan yang
memberikan kepastian dan dasar untuk bertindak bagi para pelaku
ekonomi (pengusaha). Penelitian ini juga diharapkan menjadi
masukan bagi para praktisi dan penegak hukum khususnya dalam
bidang kepailitan, selain itu juga dapat memperkaya model-model
penyelesaian kasus kepailitan di Indonesia.
D. Metode Penelitian
Dalam penulisan skripsi ini dibutuhkan data yang akurat, yang berasal
dari studi dokumentasi untuk meyelesaikan persoalan-persoalan yang ada
pada skripsi ini. Oleh karena itu metode penelitian yang digunakan penulis
dalam penelitian ini adalah:
1. Jenis dan Sifat Penelitian
Jenis penelitian ini yaitu penelitian kualitatif yang merupakan
7
penelitian tentang riset yang bersifat deskriptif dan cenderung
menggunakan analisis.9 Menggunakan bahan hukum sebagai rujukan.
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian
yuridis normatif. Pendekatan yuridis normatif dilakukan dengan cara
menelaah dan menginterpretasikan hal-hal yang bersifat teoritis yang
menyangkut asas, konsepsi, doktrin, dan norma hukum yang berkaitan
dengan akibat dari kepailitan Perseroan Terbatas terhadap karyawan
yang bekerja di perusahaan tersebut.
Pendekatan yuridis disini menekankan dari segi perundang-
undangan dan peraturan-peraturan serta norma-norma hukum yang
relevan dengan permasalahan ini, yang bersumber pada yang
dilakukan dengan melihat kenyataan yang ada dalam praktek yang
menyangkut prosedur dalam pelaksana pailit atas Badan Usaha Milik
Swasta yaitu berbentuk Perseroan Terbatas.
Pendekatan yuridis normatif mengacu pada peraturan perundang-
undangan dan keputusan pengadilan,10 penelitian hukum normatif
mencakup asas-asas hukum, penelitian terhadap sistematika hukum
dan sinkronisasi hukum serta penelitian terhadap sejarah dan
perbandingan hukum,11 yang mengatur tentang akibat kepailitan atas
badan hukum berbentuk Perseroan Terbatas terhadap karyawan yang
bekerja di Perusahaan tersebut.
2. Spesifikasi Masalah
Spesifikasi yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah
deskripstif analisis, yaitu menggambarkan peraturan perundang-
undangan yang berlaku yang dikaitkan dengan teori-teori hukum dan
9 https://id.wikipedia.org/wiki/Penelitian_kualitatif, Diakses pada 14 Oktober 2018.
10 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana, 2011, cet.Ke-3), h. 142
11 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Universitas Indonesia (UI-
Press), 2014), h. 51
8
praktek pelaksanaan hukum positif yang menyangkut permasalahan di
atas.
Data yang diperoleh dari penelitian, diusahakan memberikan
gambaran atau mengungkapkan berbagai faktor yang dipandang erat
hubungannya dengan gejala-gejala yang diteliti, kemudian akan
dianalisa mengenai penerapan atau pelaksanaan peraturan perundang-
undangan serta ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan kepailitan
terhadap PT United Coal Indonesia yang berdampak kepada hak-hak
karyawan.
3. Sumber Data dan Bahan Hukum
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder.
Data sekunder dalam penelitian hukum merupakan data yang diperoleh
dari hasil penelaahan pustaka atau bahan pustaka yang berkaitan
dengan permasalahan atau materi penelitian yang disebut dengan
bahan hukum.12
a. Bahan Hukum Primer
Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat
autoritatif yang artinya memiliki otoritas. Bahan-bahan hukum primer
meliputi perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau risalah
dalam pembuatan perundang-undangan atau putusan-putusan
hukum.13 Bahan hukum primer merupakan bahan hukum utama.
Bahan hukum primer yang digunakan dalam tulisan ini antara lain
Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Kitab Undang-Undang Hukum
Dagang, Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan
dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Undang-Undang
Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, Undang-Undang
Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, Putusan-Putusan
12 Mukti Fajar Nur Dewata dan Yulianto Ahmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif
dan Empiris, (Jakarta: Pustaka Pelajar, 2010), h. 156
13 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, … h. 141
9
Kepailitan dari Pengadilan Niaga, Mahkamah Agung pada tingkat
Kasasi, dan peraturan perundang-undangan lain yang terkait.
b. Bahan Hukum Sekunder
Bahan hukum sekunder merupakan bahan hukum yang dapat
memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer, yang berupa
rancangan peraturan perundang-undangan, hasil penelitian, buku,
buku teks, jurnal, media cetak, dan media elektronik.14
c. Bahan Hukum Tersier
Bahan hukum tersier berupa kamus baik kamus bahasa maupun
kamus hukum, dan ilmu hukum yang terkait.15
d. Bahan Non Hukum
Bahan Non Hukum yaitu berupa literatur yang berasal dari non
hukum yang pempunyai relevansi dengan topik penelitian berupa
kamus besar bahasa Indonesia, kamus hukum, majalah, koran, internet,
dan lainnya.16
4. Teknik Pengumpulan Data dan Analisis Data
Pengumpulan data dalam penulisan penelitian hukum normatif
dilakukan dengan studi pustaka terhadap bahan-bahan hukum maupun
non hukum yang berkaitan dengan topik penelitian. Dilakukan dengan
membaca, melihat, mendengarkan maupun penelusuran lebih lanjut
sehingga mampu memberikan penjelasan terhadap masalah yang
terdapat dalam penelitian ini yang nantinya dapat menyimpulkan
uraian dari bahan-bahan hukum tersebut.17
14 Mukti Fajar Nur Dewata dan Yulianto Ahmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif
dan Empiris, h. 157-158
15 Hartini Rahayu, Penyelesaian Sengketa Kepailitan di Indonesia Dualisme Kewenangan
Pengadilan Niaga & Lembaga Arbitrase, (Jakarta: Kencana, 2009), h.,27
16 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum,… h. 143
17 Mukti Fajar Nur Dewata dan Yulianto Ahmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif
dan Empiris, h. 160
10
5. Teknik Pengolahan Data dan Analisis Data
Teknik pengolahan data yang digunakan penulis adalah dengan
mengelola data sedemikian rupa sehingga data dan bahan hukum
tersebut tersusun secara runtut, sistematis sehingga akan memudahkan
penulis dalam melakukan analisis.
Pertama, data tersebut diklasifikasikan sesuai pembahasan yang
menjadi fokus penelitian. Kedua, diuraikan dan dijelaskan fokus
penelitian tersebut berdasarkan teori-teori yang sesuai dengan fokus
penelitian. Ketiga, penjelasan tersebut dievaluasi atau dinilai
berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku.
6. Teknik Penulisan
Teknik penulisan dan pedoman yang digunakan penulis dalam
skripsi ini berdasarkan kaidah-kaidah dan teknik penulisan yang
terdapat dalam “Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah Dan
Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta tahun
2017”.
E. Sistematika Penelitian
Untuk menjelaskan isi skripsi secara menyeluruh ke dalam
penulisan yang sistematis dan terstruktur maka pada skripsi ini penulis
susun dengan sistematika penulisan yang terdiri dari lima bab yaitu sebagai
berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Dalam bab ini dijelaskan latar belakang masalah,
Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan masalah, tujuan
penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, dan
sistematika penulisan.
11
BAB II TINJAUAN UMUM KEPAILITAN PERSEROAN
TERBATAS
Dalam bab ini akan membahas kajian pustaka yang berisi
teori-teori yang digunakan untuk menganalisis dan
menginterprestasikan data penelitian. Kajian Pustaka ini
diawali dengan pemaparan kerangka konsep yang kemudian
diikuti dengan pemaparan dari kerangka teori. Kajian
Pustaka yang baik akan membantu peneliti dalam
merumuskan hipotesis dari penelitian tersebut. Selain itu,
juga terdapat review (tinjauan ulang) hasil studi terdahulu
pada sub bab kedua dari Bab II, di mana peneliti menelusuri
dan mendeskripsikan hasil penelusurannya terhadap
penelitian terdahulu yang serumpun. Dalam bab II ini juga
di uraikan mengenai asas-asas hukum kepailitan di Indonesia
terhadap Perseroan Terbatas.
BAB III DAMPAK PUTUSAN PAILIT TERHADAP
PERSEROAN TERBATAS
Dalam bab ini akan menguraikan bagaimana penelitian
dilakukan, yang mengemukakan tentang metode
pendekatan, teknik pengumpulan data, pengambilan sampel,
dan analisis data. Mengenai kronologis singkat perkara PT
United Coal Indonesia akibat putusan pailit, berdasarkan
hukum kepailitan di Indonesia. Dan juga mengenai
Pertimbangan Pengadilan Niaga dan Mahkamah Agung,
Putusan Hakim atas Putusan Pengadilan Niaga dan
Mahkamah Agung, hingga implikasi putusan pailit terhadap
karyawan.
BAB IV KEWAJIBAN HUKUM PT UNITED COAL INDONESIA
Dalam bab ini akan dijelaskan apa yang menjadi pokok dari
semua bab sesuai dengan judul skripsi ini antara lain
mengenai posisi kasus, mengenai pemenuhan hak karyawan
12
PT United Coal Indonesia, berdasarkan hukum kepailitan di
Indonesia. Lalu mengenai tinjauan peraturan perundang-
undangan Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang terhadap PT
United Coal Indonesia. Dan selanjutnya pertimbangan
hukum Pengadilan Niaga terhadap karyawan PT United Coal
Indonesia akibat putusan pailit.
BAB V PENUTUP
Bab ini berisikan kesimpulan dan rekomendasi atas temuan
yang diperoleh peneliti dari permasalahan yang diangkat
pada penelitian ini.
13
BAB II
TINJAUAN UMUM KEPAILITAN PERSEROAN TERBATAS
Untuk dapat memahami sekelumit permasalahan yang dihadirkan oleh
peneliti pada bab lanjutan skripsi ini, maka landasan awal berupa pemahaman
teoritik akan sangat dibutuhkan oleh pembaca. Pada Bab 2 (dua) ini, peneliti akan
memaparkan beberapa point penting terkait dengan pemahaman dasar mengenai
Perseroan Terbatas dan hukum kepailitan yang terbagi menjadi dua jenis kajian
pustaka, yaitu kajian teoretis dan review (tinjauan ulang) hasil studi terdahulu.
Pada subbab pertama memaparkan mengenai kerangka konseptual, Sejarah
singkat dan asas-asas mengenai hukum kepailitan di Indonesia. Kemudian pada
bagian selanjutnya menjelaskan mengenai pihak-pihak yang dapat mengajukan
Permohonan Kepailitan. Pada bagian selanjutnya membahas mengenai tanggung
jawab pribadi direksi dan komisaris atas terjadinya pailit perseroan Terbatas, dan
juga disinggung mengenai pengenalan PT United Coal Indonesia yang akan
dibahas oleh peneliti pada skripsi ini. Dan selanjutnya dibahas mengenai kerangka
teori yang berkaitan dengan penulisan. Selanjutnya pada subbab terakhir, peneliti
mencoba menghadirkan beberapa review (tinjauan ulang) studi terdahulu agar
penulis lebih fokus pada deskripsi persamaan dan perbedaan studi-studi tersebut
dengan studi yang penulis lakukan, guna menyajikan dan mengkritisi hasil studi
tersebut untuk dijadikan dasar pembenaran teoretis bagi penulis guna
merumuskan hipotesis.
A. Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual akan menjelaskan beberapa konsep terkait istilah-
istilah yang sering digunakan di dalam penelitian ini. Agar tidak terjadi kekaburan
dan kerancuan dalam memahami terhadap istilah-istilah kunci penulisan skripsi
ini yaitu sebagai berikut:
1. Perseroan Terbatas
Menurut Undang-Undang Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut
Perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal,
didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal
14
dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang
ditetapkan dalam Undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya.
Perseroan Terbatas merupakan suatu badan hukum (berbeda dengan
persekutuan perdata, pesekutuan firma, dan persekutuan komanditer) Status
Persekutuan Terbatas sebagai badan hukum dinyatakan secara tegas dalam
pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007. Oleh karena itu,
Perseroan Terbatas diakui sebagai subjek hukum (rechtpersoon) seperti
halnya manusia (Person).1 Pengertian dari Badan hukum adalah suatu badan
yang ada karena hukum dan memang diperlukan keberadaannya sehingga
disebut legal entity. Maka, Perseroan Terbatas disebut juga artificial person
atau manusia buatan, atau Person in law atau legal person/rechtpersoon.
Pengertian badan hukum menurut Chaidir Ali (1999:19) adalah:
“Badan hukum pada pokoknya adalah suatu badan atau perkumpulan yang
dapat memiliki hak-hak dan melakukan perbuatan seperti seorang manusia,
serta memiliki kekayaan sendiri, dapat menggugat atau digugat di depan
hakim.”
2. Ketenagakerjaan
Menurut Undang-Undang Ketenagakerjaan adalah segala hal yang
berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama, dan sesudah
masa kerja. Definisi Ketenagakerjaan tersebut dapat ditemukan dalam Pasal 1
angka 1 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.
3. Tenaga kerja
Menurut Undang-Undang Ketenagakerjaan adalah setiap orang
yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa
baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. Definisi
Tenaga kerja tersebut dapat ditemukan dalam Pasal 1 angka 2 Undang-Undang
Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.
1 Zaeni Asyhadie dan Budi Sutrisno, Hukum Perusahaan &Kepailitan, (Jakarta: Erlangga,
2012), h.70
15
Dalam buku karya Sendjun H. Manulang, dalam bukunya menyebutkan
bahwa, menurut Dr. Payaman Simanjuntak dalam bukunya “Pengantar
Ekonomi Sumber Daya Manusia”, Tenaga Kerja (manpower) adalah
penduduk yang sudah atau sedang bekerja, yang sedang mencari pekerjaan,
dan yang melaksanakan kegiatan lain seperti bersekolah dan mengurus rumah
tangga.2
4. Pekerja/buruh
Menurut Undang-Undang Ketenagakerjaan adalah setiap orang yang
bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain. Definisi
Pekerja atau buruh tersebut dapat ditemukan dalam Pasal 1 angka 4 Undang-
Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. Buruh adalah
barang siapa bekerja pada majikan dengan menerima upah.3
5. Kepailitan
Menurut Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang adalah sita umum atas semua kekayaan Debitor Pailit yang
pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan
Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam Undang-undang ini. Definisi
kepailitan sebagai suatu sita umum dapat ditemukan dalam Pasal 1 angka 1
Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang.
Di dalam buku hukum kepailitan milik Hadi Shubhan menyebutkan secara
tegas dan membedakan pengertian dari istilah pailit dan kepailitan. Pailit
adalah suatu keadaan di mana debitor tidak mampu untuk melakukan
pembayaran-pembayaran terhadap utang-utang dari kreditornya. Sedangkan
pengertian kepailitan merupakan putusan pengadilan yang mengakibatkan
2 Sendjun H. Manulang, Pokok-Pokok Hukum Ketenagakerjaan Di Indonesia, (Jakarta: PT
Rineka Cipta, 1995), h.3
3 Zainal Asikin, Dasar-Dasar Hukum Perburuhan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2004), h. 41
16
sita umum atas seluruh kekayaan debitor pailit, baik yang ada maupun yang
akan ada di kemudian hari.4
6. Kreditor
Menurut Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang, Kreditor adalah orang yang mempunyai piutang karena
perjanjian atau Undang-undang yang dapat ditagih di muka pengadilan.
Definisi Kreditor sebagai orang yang mempunyai piutang ini dapat ditemukan
dalam Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang
Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.
7. Debitor
Menurut Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang, Debitor adalah orang yang mempunyai utang karena
perjanjian atau Undang-undang yang pelunasannya di tagih di muka
pengadilan. Definisi Debitor sebagai orang yang mempunyai utang dapat
ditemukan dalam Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004
Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.
8. Debitor Pailit
Menurut Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang, Debitor pailit adalah debitor yang sudah dinyatakan pailit
dengan putusan Pengadilan. Definisi Debitor Pailit sebagai debitor yang sudah
dinyatakan pailit tersebut dapat ditemukan dalam Pasal 1 angka 4 Undang-
Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang.
9. Kurator
Menurut Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang, Kurator adalah Balai harta peninggalan atau orang
perorangan yang diangkat oleh Pengadilan untuk mengurus dan membereskan
harta Debitor Pailit dibawah pengawasan Hakim Pengawas sesuai dengan
Undang-undang ini. Definisi Kurator sebagai balai harta peninggalan ini dapat
4 Elysa Ras Ginting, Hukum Kepailitan Teori Kepailitan, … h.106
17
ditemukan dalam Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004
Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.
10. Utang
Menurut Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang adalah kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan
dalam jumlah uang baik dalam mata uang Indonesia maupun mata uang asing,
baik secara langsung maupun yang akan timbul dikemudian hari atau
kontinjen, yang timbul karena perjanjian atau Undang-undang dan yang wajib
dipenuhi oleh Debitor dan bila tidak dipenuhi memberi hak kepada Kreditor
untuk mendapat pemenuhannya dari harta kekayaan Debitor. Definisi utang
sebagai mana seperti hal tersebut dapat ditemukan dalam Pasal 1 angka 6
Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang.
11. Pengadilan
Menurut Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang, Pengadilan adalah Pengadilan Niaga dalam lingkungan
peradilan umum. Definisi pengadilan tersebut dapat ditemukan dalam Pasal 1
angka 7 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.
12. Hakim Pengawas
Menurut Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang, Hakim Pengawas adalah hakim yang ditunjuk oleh
Pengadilan dalam putusan pailit atau putusan penundaan kewajiban
pembayaran utang. Definisi hakim pengawas sebagai hakim yang ditunjuk
oleh pengadilan sebagaimana seperti hal diatas dapat ditemukan dalam Pasal
1 angka 8 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.
13. Mahkamah Agung
Menurut Undang-Undang Dasar 1945, Mahkamah Agung adalah menjaga
agar kekuasaan kehakiman tetap mandiri (an independent judiciary).
Mahkamah Agung berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji
18
peraturan perundang-undangan dibawah Undang-undang terhadap Undang-
undang, dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh Undang-
undang. Ketentuan mengenai Mahkamah Agung diatur dalam Bab IX
Undang-Undang Dasar 1945 Tentang Kekuasaan Kehakiman. Ketentuan
tersebut diatur dalam Pasal 24 A yang terdiri atas 5 (lima) ayat. Mahkamah
Agung adalah puncak dari kekuasaan kehakiman dalam lingkungan peradilan
umum, peradilan agama, peradilan tata usaha negara, dan peradilan militer.5
Keberadaan Mahkamah Agung bukan lagi satu-satunya penyelenggaraan
Kekuasaan Kehakiman, pada Pasal 1 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985,
sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 (Undang-
Undang Mahkamah Agung), yang berbunyi:6
“Mahkamah Agung adalah salah satu pelaku kekuasaan Kehakiman
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945”
B. Sejarah Singkat Hukum Kepailitan di Indonesia
Sejarah berlakunya hukum kepailitan Belanda di Hindia Belanda atau
Indonesia adalah tidak terlepas dari peristiwa kepailitan yang menimpa
perusahaan monopoli dagang terbesar di Belanda bernama Vereenigde
Oosindische Compagnie atau VOC pada tahun 1800. VOV berkuasa penuh di
Hindia Belanda sejak tahun 1798, dan selama periode kekuasaannya tersebut,
VOC telah menjadikan Indonesia sebagai daerah sumber pendapatan utama VOC
selama lebih 2 (dua) abad.7
Lalu ketika VOC dinyatakan bangkrut, wilayah Hindia Belanda atau
Indonesia dijadikan sebagai kompensasi pembayaran utang VOC kepada kerajaan
5 Jimly Asshiddiqie, Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi,
(Jakarta: Konstitusi Press, 2006), h.159
6 Yahya Harahap, Kekuasaan Mahkamah Agung Pemeriksaan Kasasi dan Peninjauan
Kembali Perkara Perdata, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), h.14
7 Elyta Ras Ginting, Hukum Kepailitan Teori Kepailitan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2018),
h.29-38
19
Belanda dengan nilai sebesar 140 miliar gulden. Utang tersebut tidak dapat lagi
dibayar oleh VOC, karena ternyata VOC memang telah bangkrut secara de facto.
Namun VOC menyembunyikan keadaan bangkrut tersebut dan tetap melaporkan
perolehan laba yang tinggi ke Kekerajaan Belanda. Hingga pada tahun 1780,
ketika Inggris menyerang dan memblokade masuknya kapal-kapal VOC yang
membawa hasil rempah-rempah dari Hindia Belanda ke Belanda, VOC tidak lagi
menutupi status kebangkrutannya. Akhirnya pada tahun 1798 VOC yang telah
bangkrut secara de facto menyerahkan Hindia Belanda kepada Kerajaan Belanda
sebagai kompensasi pembayaran utangnya. Penyerahan itu menjadi awal mula
Indonesia menjadi salah satu koloni Kerajaan Belanda. Sejarah tata hukum
Indonesia berada di bawah jajahan Kerajaan Belanda, karena meskipun VOC
berkuasa di Indonesia selama kurang lebih 2 (dua) abad lamanya, namun VOC
tidak membentuk tata hukum yang berlaku diseluruh wilayah di negara Indonesia.
Perkembangan sejarah hukum kepailitan di Indonesia cukup panjang, yang
terbagi menjadi 4 (empat) fase sebagai berikut:
a. Zaman Pendudukan Belanda
b. Zaman Pendudukan Jepang
c. Zaman Republik Indonesia
d. Zaman Krisis Moneter
Peraturan kepailitan di Indonesia mengalami perkembangan dari mulai ketika
Pemerintahan Penjajahan Belanda sampai dengan Pemerintahan Republik
Indonesia. Pada Tahun 1838 pembuat Undang-undang di Negeri Belanda
menyusun Wetboek van Koophandel (WvK) yang terdiri dari 3 buku yaitu:
a. Buku I Tentang Van Den Koophandel in Het Algemeen yang terdiri dari bab
10 bab.
b. Buku II Tentang Van Den Regten En Verpligtingen uit Scheepvaart
Voortsruitende yang terdiri dari 13 bab, yang kemudian bab ke-7
dihapuskan.
c. Buku III yang berjudul Van de Voorzieningen in geval van onvermogen van
Kooplieden, den, yang diatur dari Pasal 749 sampai dengan Pasal 910
(WvK).
20
Peraturan Kepailitan dalam Buku III WvK tersebut hanya berlaku untuk para
pedagang. Di samping itu, terdapat pula buku III Titel 8 Wetboek Van
Burgerlijke Rechttsvordering (BRV) yang mengatur kepailitan bukan
pedagang.8
Dewasa ini hampir tidak ada negara yang tidak mengenal kepailitan dalam
hukumnya. Di Indonesia, secara formal, hukum kepailitan sudah ada, bahkan
sudah ada Undang-Undang khusus sejak tahun 1905 dengan diberlakukannya
S.1905-217 juncto S.1906-348. Malahan, dalam pergaulan sehari-hari, kata-kata
“bangkrut” sudah lama dikenal.9
S.1905-217 dan S.1906-348 tersebut kemudian diubah dengan Perpu Nomor
1 Tahun 1998, yang kemudian diterima oleh Dewan Perwakilan Rakyat sehingga
menjadi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998. Perpu Nomor 1 Tahun 1998
tersebut adalah tentang Perubahan atas Undang-Undang (Peraturan) tentang
Kepailitan, yang kemudian disempurnakan dengan Undang-Undang Nomor 37
Tahun 2004.
Jika kita menelusuri sejarah hukum tentang pailit ini, hukum tentang
kepailitan itu sendiri sudah ada sejak zaman Romawi. Jika kita menelusuri lebih
lanjut, sebenarnya kata bangkrut, dalam bahasa Inggris disebut dengan bankrupt
berasal dari Undang-undang di Itali yang disebut dengan banca rupta.
Sementara itu, pada Abad pertengahan di Eropa ada Praktek kebangkrutan
dengan melakukan penghancuran di Eropa ada praktek kebangkrutan dengan
melakukan penghancuran bangku-bangku dari para bankir atau pedagang yang
melarikan diri sediam-diam dengan membawa harta para kreditor. Atau seperti
keadaan di Venesia (Italia) waktu itu, di mana para pembeli pinjaman (bankir)
saat itu yang banco (bangku) mereka yang tidak mempu lagi membayar utang
atau gagal dalam usahanya, bangku tersebut benar-benar telah patah atau hancur.
8 Man S. Sastrawidjaja, Hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pebayaran Utang,
… h.5
9 Munir Fuady, Hukum Pailit dalam Teori & Praktek, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti),
h.3
21
Dari masa ke masa sebagai bagian dari sejarah kepailitan di Indonesia, maka
Undang-Undang Kepailitan Indonesia mengalami perubahan dan penggantian.
Perubahan dan penggantian tersebut dilakukan untuk menyesuaikan dengan
kebutuhan yang timbul selama ruas waktu tertentu demi tercapainya tujuan
dibuatnya Undang-undang tersebut. Perubahannya antara lain yaitu menyangkut
kepentingan dari pihak-pihak yang diatur dan pihak-pihak yang terlibat dalam
operasionalisasi Undang-undang itu, terjaminnya kepastian, keadilan, dan
ketertiban. Dengan mengetahui dan mempelajari sejarah perkembangan
Undang-undang kepailitan yang telah ada hingga sekarang, maka apabila kita
membuat perubahan atau membuat Undang-Undang kepailitan yang baru, kita
dapat lebih menempatkannya sebagai perangkat hukum yang dapat memenuhi
kebutuhan pembangunan yang berakar daripada nilai-nilai yang dijunjung dalam
pandangan hidup kita sebagai bangsa Indonesia yang baik. Dengan demikian,
Undang-Undang Kepailitan tersebut nantinya akan benar-benar memiliki
kepribadian Indonesia yang mampu memenuhi kebutuhan bangsa, sesuai dengan
yang dibutuhkan oleh Negara Republik Indonesia.10
C. Asas-Asas Hukum Kepailitan di Indonesia
Asas hukum kepailitan di Indonesia merupakan bagian yang tidak dapat
dipisahkan dari asas-asas Hukum Perdata, karena hukum kepailitan sebagai
subsistem dari hukum perdata nasional merupakan bagian yang utuh dari
hukum perdata dan hukum acara perdata nasional. Asas hukum kepailitan yang
diatur dalam hukum perdata merupakan asas umum hukum kepailitan
Indonesia, sedangkan asas khususnya adalah sebagaimana diatur dalam
Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004.11
1. Asas Umum
Asas umum hukum kepailitan di Indonesia, semula diatur dalam Pasal
10 Sutan Remy Sjahdeini, Hukum Kepailitan Memahami Undang-Undang No.37 Tahun
2004 Tentang Kepailitan, (Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 2009), h.17-18
11 Susanti Adi Nugroho, Hukum Kepailitan di Indonesia Dalam Teori dan Praktik Serta
Penerapan Hukumnya, (Jakarta: Prenadamedia Grup, 2018), h.37
22
1131 KUH Perdata yang disebut dengan prinsip kesamaan kedudukan
kreditor (Paritas Creditorium) dan Pasal 1132 KUH Perdata yang disebut
dengan prinsip pari passu proparate perte, yaitu semua kreditor mempunyai
hak yang sama atas harta debitor, kecuali ada alasan-alasan yang sah untuk
didahulukan. Prinsip paritas creditorium diatur dalam Pasal 1131 KUH
Perdata karena memberikan jaminan, disebut “jaminan umum”. Adapun
yang diatur dalam Pasal 1132 KUH Perdata adalah bahwa semua kreditor,
mempunyai hak yang sama atas aset debitor, kecuali ada alasan- alasan yang
sah untuk lebih diutamakan atau didahulukan.12
2. Asas Khusus
Selain asas umum, Indonesia juga mempunyai asas khusus,
sebagaimana diuraikan dalam penjelasan umum Undang-Undang Nomor 37
Tahun 2004. Asas-asas tersebut, antara lain yaitu:13
a. Asas Keseimbangan
Undang-undang ini mengatur beberapa ketentuan yang merupakan
perwujudan dari asas keseimbangan, yaitu satu pihak, terdapat
ketentuan yang dapat mencegah terjadinya penyalahgunaan pranata dan
lembaga kepailitan oleh debitor yang tidak jujur, di lain pihak, terdapat
ketentuan yang dapat mencegah terjadinya penyalahgunaan pranata dan
lembaga kepailitan oleh kreditor yang tidak beritikad baik.
b. Asas Kelangsungan Usaha
Dalam Undang-undang ini, terdapat ketentuan yang memungkinkan
perusahaan debitor yang prospektif tetap dilangsungkan. Oleh karena itu
permohonan pernyataan pailit seharusnya hanya dapat diajukan
terhadap debitor yang insolven, yaitu yang tidak membayar utang-
utangnya kepada kreditor mayoritas.
c. Asas Keadilan
12 Susanti Adi Nugroho, Hukum Kepailitan di Indonesia Dalam Teori dan Praktik Serta
Penerapan Hukumnya, … h.38
13 Susanti Adi Nugroho, Hukum Kepailitan di Indonesia Dalam Teori dan Praktik Serta
Penerapan Hukumnya, … h.40-41
23
Dalam kepailitan asas keadilan mengandung pengertian, bahwa
ketentuan mengenai kepailitan dapat memenuhi rasa keadilan bagi para
pihak yang berkepentingan. Asas keadilan ini untuk mencegah
terjadinya kesewenang-wenangan pihak penagih yang mengusahakan
pembayaran atas tagihan masing-masing terhadap debitor, dengan tidak
memedulikan kreditor lainnya.
d. Asas Intergrasi dalam Undang-undang
Asas Integrasi dalam Undang-undang ini mengandung pengertian
bahwa sistem hukum formil dan hukum materielnya merupakan satu
kesatuan yang utuh dari sistem hukum perdata dan hukum acara perdata
nasional.
Menurut Sutan Remy Sjahdeini, suatu Undang-Undang kepailitan memuat
asas-asas sebagai berikut:14
1) Asas Undang-Undang Kepailitan pada umumnya
Undang-Undang Kepailitan yang berlaku di Indonesia memuat asas-
asas baik dinyatakan secara tegas maupun secara tersirat, antara lain sebagai
berikut:
a) Asas mendorong Investasi dan Bisnis
b) Asas memberikan manfaat dan perlindungan yang seimbang bagi
kreditor dan debitor
c) Asas putusan pernyataan pailit tidak dapat dijatuhkan terhadap debitor
yang masih solven
d) Asas persetujuan putusan pailit harus disetujui oleh para kreditor
mayoritas
e) Asas keadaan diam (Standstill atau Stay) yang berlaku secara otomatis
yaitu yang berlaku demi hukum
f) Asas mengakui hak separatis kreditor pemegang hak jaminan
g) Asas proses putusan pernyataan pailit tidak berkepanjangan
14 Sutan Remy Sjahdeini, Hukum Kepailitan Memahami Undang-Undang No.37 Tahun
2004 Tentang Kepailitan, (Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 2009), h.32-51
24
h) Asas proses putusan pernyataan pailit terbuka untuk umum
i) Asas pengurus perusahaan debitor yang mengakibatkan perusahaan
pailit harus bertanggung jawab pribadi
j) Asas memberikan kesempatan restrukturisasi utang sebelum diambil
putusan pernyataan pailit kepada debitor yang masih memiliki usaha
yang prospektif
k) Asas perbuatan-perbuatan yang merugikan harta pailit adalah tindak
pidana
2) Asas- asas Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan
Undang- Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran
Utang dalam penjelasan umumnya mengemukakan bahwa Undang-
undang tersebut didasarkan pada beberapa asas, asas-asas tersebut antara
lain yaitu Asas Keseimbangan, Asas Kelangsungan Usaha, Asas Keadilan
dan Asas Integrasi.
D. Pihak-Pihak yang dapat mengajukan Permohonan Kepailitan
Pihak yang dapat dinyatakan terlibat dalam pailit salah satunya adalah
pemohon pailit, yakni pihak yang mengambil inisiatif untuk mengajukan
pemohonan pailit ke Pengadilan, yang dalam perkara disebut dengan pihak
penggugat.15
Berdasarkan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang
Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang pihak yang dapat
menjadi pemohon dalam suatu perkara pailit adalah sebagai berikut:
1. Pihak debitor itu sendiri.
2. Salah satu atau lebih dari pihak kreditor.
3. Pihak kejaksaan jika menyangkut dengan kepentingan umum.
Maksud dari kepentingan umum disini adalah kepentingan bangsa, dan
negara dan/atau kepentingan masyarakat luas, misalnya:16
15 Munir Fuady, Hukum Pailit dalam Teori dan Prektek, ... h.35
16 Man S Sastrawidjaja, Hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran
Utang, ... h.92
25
a. Debitor melarikan diri
b. Debitor menggelapkan bagian dari harta kekayaan
c. Debitor mempunyai utang kepada Badan Usaha Milik Negara atau
badan usaha lain yang menghimpun dana dari masyarakat.
d. Debitor mempunyai utang yang berasal dari penghimpun dana dari
masyarakat luas;
e. Debitor tidak beritikad baik, atau tidak kooperatif dalam menyelesaikan
masalah utang piutang yang telah jatuh waktu; atau
f. Dalam hal lainnya menurut kejaksaan merupakan kepentingan umum.
4. Pihak Badan Pengawas Pasar Modal jika debitornya adalah suatu
perusahaan efek, bursa efek, lembaga kliring, dan penjaminan, serta
lembaga penyimpanan dan penyelesaian.
5. Menteri Keuangan jika debitor perusahaan asuransi, reasuransi, dana
pensiun, atau BUMN yang bergerak di bidang kepentingan publik.
6. Likuidator perusahaan terbatas dalam hal likuidator tersebut
memperkirakan bahwa utang perseroan lebih besar dari kekayaan
perseroan, yang dalam hal ini kepailitan wajib diajukan oleh likuidator
tersebut, kecuali jika perundang-undangan menentukan lain atau semua
kreditor menyetujui penyelesaian di luar kepailitan.
E. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Sebagai Pemohon Pailit
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) adalah lembaga negara yang dibentuk
berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 yang berfungsi untuk
menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi
terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan. 17
Berdasarkan Pasal 2 Ayat (1) Undang- Undang Nomor 37 Tahun 2004
Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang mengatur
bahwa dalam proses permohonan pernyataan pailit dapat dilakukan dengan
syarat utama debitor memiliki dua atau lebih kreditor dan tidak membayar
17 Susanti Adi Nugroho, Hukum Kepailitan di Indoensia Dalam Teori dan Praktik Serta
Penerapan Hukumnya, ... h.194
26
sedikitnys satu utang yang telah jatuh tempo, persyaratan tersebut dapat
dilakukan untuk memohon pernyataan pailit. Namun khusus untuk perbankan,
perusahaan asuransi, perusahaan reasuransi, dana pensiun, perusahaan efek, dan
BUMN yang bergerak di bidang kepentingan publik permohonan penyataan
pailitnya harus diajukan oleh institusi-institusi terkait. Untuk bank dapat
diajukan pailit oleh Bank Indonesia, Untuk perusahaan asuransi, dana pensiun
dapat diajukan oleh Kementerian Keuangan, dan Untuk perusahaan efek, bursa
efek dapat diajukan oleh Badan Pengawas Pasar Modal.
Tujuan dari berdirinya Otoritas Jasa Keuangan adalah untuk mengatur,
mengawasi, dan melindungi seluruh lembaga keuangan di Indonesia, baik itu
perbankan, asuransi, maupun perusahaan efek. Dengan diamanatkannya
pengawasan lembaga keuangan kepasa Otoritas Jasa Keuangan maka sudah
selayaknya dalam pengajuan permohonan pailit pada lembaga keuangan yang
telah disebutkan sebelumnya hanya dapat diajukan oleh Otoritas Jasa
Keuangan. Namun berbeda dengan kenyataannya, yang mana Otoritas Jasa
Keuangan hanya berwenang mengajukan permohonan pailit kepada perusahaan
efek, lembaga kliring dan lembaga penjamin yang dapat diajukan permohonan
pailit, untuk lembaga perbankan dan asuransi tetap pada Bank Indonesia dan
Menteri Keuangan.
Beda halnya meskipun Pasal 2 Ayat (5) Undang-Undang Nomor 37 Tahun
2004 menyebutkan bahwa kewenangan untuk mengajukan permohonan
pernyataan pailit bagi perusahaan asuransi atau perusahaan reasuransi
sepenuhnya ada pada Menteri Keuangan, tetapi ketentuan tersebut kontradiksi
dengan Pasal 50 Ayat (1) Undang- Undang Nomor 40 Tahun 2014 Tentang
Perasuransian yang menyatakan bahwa permohonan penyataan pailit terhadap
perusahaan asuransi, perusahaan asuransi syariah, perusahaan reasuransi
syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah berdasarkan
Undang-undang ini hanya dapat diajukan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).18
18 Susanti Adi Nugroho, Hukum Kepailitan di Indoensia Dalam Teori dan Praktik Serta
Penerapan Hukumnya, ... h.195
27
F. Tanggung Jawab Pribadi Direksi dan Komisaris atas terjadinya pailit
Perseroan Terbatas
Tidak semua usaha yang dijalankan oleh setiap perusahaan (Perseroan
Terbatas) berjalan sesuai dengan target yang diinginkan, adakalanya usaha yang
sudah dirilis sejak lama mengalami kendala dalam pengoperasiannya dan tidak
sedikit juga yang mengalami kebangkrutan karena tidak bisa membiayai
operasional perusahaannya sehingga tidak sedikit perusahaanya dinyatakan
pailit oleh Pengadilan Niaga. Dalam hal perusahaan pailit, tentu ada tanggung
jawab yang dipikul oleh pelaku usaha seperti direksi yang diberikan
kepercayaan oleh seluruh pemegang saham melakui mekanisme Rapat Umum
Pemegang Saham (RUPS) untuk menjadi organ perseroan yang akan bekerja
untuk kepentingan perseroan, serta kepentingan seluruh pemegang saham yang
mengangkat dan mempercayakan sebagai satu-satunya organ yang mengurus
dan mengelola perseroan.19
Jika terjadi kepailitan dalam perseroan, akan membawa akibat bahwa
direksi tidak berhak dan berwenang lagi untuk mengurus harta kekayaan
perseroan tersebut.
1. Tanggung Jawab Direksi sebagai Organ Perseroan
Tugas pokok direksi adalah untuk mengurus dan mewakili perseroan
dalam melakukan kegiatannya dan memiliki tanggung jawab internal dan
eksternal. Keterkaitan antara perseroan dengan direksi dilandasi pada
prinsip fiduciary duty dan to exercise care and deligence, yaitu direksi
wajib melakukan pengurusan dengan itikad baik dan penuh dengan
tanggung jawab.20
Dalam menjalankan tugasnya mengurus perseroan, direksi tidak boleh
menerima manfaat terhadap dirinya sendiri, berarti kepentingan terhadap
19 Susanti Adi Nugroho, Hukum Kepailitan di Indoensia Dalam Teori dan Praktik Serta
Penerapan Hukumnya, ... h.359
20 Elyta Ras Ginting, Hukum Kepailitan Teori Kepailitan, ... h.240
28
perseroan harus didahulukan. Dengan adanya perusahaan yang di pailitkan,
maka tentu ada akibat hukum dan tanggung jawab dari para pemegang
saham maupun direksi dalam terjadinya pailit tersebut. Perbuatan hukum
direksi yang merupakan tindakan ultra vires adalah tanggung jawab pribadi
dari direksi perseroan tersebut. Namun tindakan ultra vires ini harus
dibedakan dalam dua kategori, yaitu:
a) Tindakan yang dilakukan di luar kewenangan direksi untuk melakukan,
tapi masih dalam cakupan maksud dan tujuan perseroan, serta
b) Tindakan yang dilakukan di luar kewenangan direksi untuk
melakukannya yang berada di luar maksud dan tujuan perseroan.
Pada Pasal 104 Ayat (4) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007
Tentang Perseroan Terbatas, dapat diketahui bahwa Undang-Undang
Perseroan Terbatas membuat beberapa pengecualian terhadap tanggung
jawab anggota Direksi dalam hal perseroan dinyatakan Pailit, yaitu sebagai
berikut:21
a) Anggota Direksi hanya akan bertanggung jawab secara pribadi jika
perseroan dinyatakan pailit sesuai dengan prosedur yang berlaku.
b) Terbukti ada unsur kesalahan atau kelalaian yang telah dilakukan
direksi dalam mengurus dan mewakili perseroan.
c) Tanggung jawab anggota direksi bersifat residual yang artinya hanya
akan bertanggung jawab bila kekayaan perseroan tidak cukup untuk
menutupi kerugian akibat kepailitan tersebut;
d) Tanggung jawab direksi tersebut juga bersifat tanggung jawab renteng,
yang artinya walaupun kesalahan atau kelalaian itu dilakukan seorang
anggota direksi, tetapi yang lain juga dipresumsi untuk ikut
bertanggung jawab dalam hal tersebut.
Namun berdasarkan pada Pasal 104 Ayat (4) Undang-Undang
Perseroan Terbatas menyatakan bahwa anggota direksi yang dapat
21 Susanti Adi Nugroho, Hukum Kepailitan di Indoensia Dalam Teori dan Praktik Serta
Penerapan Hukumnya, ... h. 362
29
membuktikan bahwa kepailitan bukan karena kesalahan atau kelalaiannya
tidak bertanggung jawab secara tanggung renteng atas kerugiannya
tersebut.
2. Tanggung Jawab Komisaris dalam Kepailitan Perseroan
Selain Direksi dalam Perseroan juga terdapat Komisaris, yang juga
tidak bisa dimintai pertanggung jawaban pribadi dalam hal perseroan yang
tidak mampu membayar kewajiban utangnya dikarenakan kinerja
keuangan perseroan yang buruk sebagai akibat dari lingkungan bisnis yang
ada. Menurut Pasal 114 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007
Tentang Perseroan Terbatas menyatakan bahwa dewan komisaris wajib
dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab menjalankan tugas untuk
kepentingan dan usaha perseroan, secara normatif yang mana disini sangat
bertitik tolak dengan ketentuan tersebut.
Fungsi utama komisaris adalah melakukan pengawasan. Yang mana
maksud dari melakukan pengawasan disini adalah suatu tindakan
mengusahakan agar suatu kegiatan dilaksanakan sesuai dengan yang telah
digariskan atau menilai apakah yang telah dilaksanakan sesuai dengan yang
direncanakan. Dengan cara melakukan pemantauan tepat waktu yang dapat
mengetahui penyimpangan sehingga kerugian dapat dicegah atau
setidaknya dapat diminimalisir.22
Didalam Undang-Undang Perseroan Terbatas mengenai komisaris
tidak disebutkan secara spesifik tanggung jawabnya jika terjadi kepailitan
dalam perusahaan.
G. Pengenalan PT United Coal Indonesia
PT United Coal Indonesia yang beralamat di Sudirman Plaza Marein 11 th
Floor, Jalan Jenderal Sudirman Kav.76-78. Jakarta. PT United Coal Indonesia
ini bergerak sebagai perusahaan pertambangan batu bara di Samarinda. Bahwa
22 Susanti Adi Nugroho, Hukum Kepailitan di Indoensia Dalam Teori dan Praktik Serta
Penerapan Hukumnya, ... h.364
30
termohon telah dinyatakan berstatus dalam PKPU sementara selama 45 (empat
puluh lima) hari berdasarkan Putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri
Jakarta Pusat No. 55/Pdt.Sus-PKPU/2014/PN.Niaga.Jkt.Pst.Jo.Nomor: 32/
Pdt.Sus.Pailit/2014/PN. Niaga.Jkt.Pst, tanggal 15 Oktober 2014. Dan pada
tanggal 14 Januari 2015 dinyatakan Batal Putusan Perdamaian (Homologasi)
dikarenakan PT United Coal Indonesia telah lalai dan melanggar Perjanjian
Perdamaian pada tanggal 8 Januari 2015.
Permohonan kepailitan tersebut diajukan karena adanya hak-hak kreditor
lain yang diajukan, yaitu untuk membantu karyawan PT United Coal Indonesia
cabang site Palaran yang upahnya tidak dibayar selama 3 bulan berturut-turut
sejak bulan Juni, Juli, dan Agustus oleh PT United Coal Indonesia dan utang
tersebut sudah jatuh tempo. Dalam kepailitan, PT United Coal Indonesia
mempunyai tagihan kepada 89 kreditor. Tagihan tersebut terdiri dari kreditor
preferen (prioritas), kreditor separatis, dan kreditor konkuren.
Dengan nomer perkara di Pengadilan Niaga yaitu
55/Pdt.Sus.PKPU/2014/PN.Niaga.Jkt.Pst.Jo.32/Pdt.Sus.Pailit/2014/PN.Niaga.Jkt
.Pst., dengan nomer pembatalan perdamaian 11/Pdt.Sus/Pembatalan
Perdamaian/2015/PN/Niaga/Jkt/Pst, dan pada tingkat kasasi, dengan Nomor
Perkara yaitu 186 K/Pdt.Sus-Pailit/2015 dan 557 K/Pdt.Sus-Pailit/2018.
H. Kerangka Teori
Pada penulisan dalam penelitian ini, penulis menggunakan teori Keadilan.
Yang mana pengertian keadilan berasal dari kata adil, yang menurut Kamus
Bahasa Indonesia adil adalah tidak sewenang-wenang, tidak memihak, tidak berat
sebelah. Adil mengandung arti bahwa suatu keputusan dan tindakan didasarkan
atas norma-norma yang objektif, jadi tidak hanya subjektif apalagi sewenang-
wenang terhadap golongan orang tertentu. Di Negara Republik Indonesia keadilan
digambarkan dalam Pancasila sebagai dasar negara, yaitu keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia.23
23 Muhamad Sadi, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Kencana, 2015), h.196-197
31
Dari semua hal tersebut, sebenarnya sejarah juga sudah mencatat bahwa
banyak filosof Yunani klasik lainnya di masa dulu yang telah mencoba untuk
memberikan arti terhadap teori keadilan sendiri, antara lain sebagai berikut.
1. Parmenides dari Elea (sekitar 475 sebelum Masehi).
2. Damon dari Athena (sekitar 460 sebelum Masehi).
3. Democritus dari Abdera (sekitar 420 sebelum Masehi).24
Dari beberapa filosof diatas, kemudian datang filosof Plato (427-347
sebelum Masehi), yang mengaitkan keadilan dengan prinsip-prinsip etika dari
sikap tindak manusia. Menurut Plato, keadilan merupakan nilai kebajikan untuk
semua yang diukur dari apa yang seharusnya dilakukan secara moral, bukan hanya
diukur dari tindakan dan motif manusia saja. Lalu apa itu arti dari keadilan bagi
Plato, Plato mengusahakan sebuah konsep mengagumkan mengenai tentang
Keadilan, yang hingga kini masih sangat mempengaruhi tokoh-tokoh besar
hukum di dunia dalam mengartikan makna dari Keadilan itu sendiri antara lain
adalah Profesor Scholten dari Belanda. Dan Plato juga mengkualifikasikan
keadilan dalam 3 (tiga) hal yaitu:25
1. Suatu karakteristik atau “sifat” yang terberi secara alami dalam diri tiap
individu manusia;
2. Dalam keadaan ini, keadilan memungkinkan orang mengerjakan
pengkoordinasian (menata) serta memberi batasan (mengendalikan) pada
tingkat “emosi” mereka dalam usaha menyesuaikan diri dengan lingkungan
tempat ia bergaul; dengan demikian,
3. Keadilan merupakan hal yang memungkinkan masyarakat manusia
menjalankan kodrat kemanusiaannya dalam cara-cara yang utuh dan
semestinya.
Setelah itu, datang filosof Aristoteles (384-322 sebelum Masehi), Teori
mengenai keadilan menurut Aristoteles adalah perlakuan yang sama bagi mereka
24 Munir Fuady, Dinamika Teori Hukum, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), h.83
25 Herman Bakir, Filsafat Hukum Desain dan Arsitektur Kesejateraan, (Bandung: PT
Refika Aditama, 2007), h.177
32
yang sederajat di depan hukum, tetap menjadi urusan tatanan politik untuk
menentukan siapa yang harus diperlakukan sama atau sebaliknya.26
Dari teori keadilan melahirkan teori kemanfaatan, Teori hukum tentang
kemanfaatan yang berasal dari Jeremy Bentham yang menerapkan salah satu
prinsip dari aliran utilitarianisme ke dalam lingkungan hukum, yaitu: manusia
akan bertindak untuk mendapatkan kebahagiaan yang sebesar-besarnya dan
mengurangi penderitaan. Bentham selanjutnya berpendapat bahwa pembentuk
Undang-undang hendaknya dapat melahirkan Undang-undang yang dapat
mencerminkan keadilan bagi semua individu. Dengan berpegang pada prinsip
tersebut di atas, perundangan itu hendaknya dapat memberikan kebahagiaan yang
terbesar bagi sebagian besar masyarakat (the greates happiness for the greatest
number).27 Jadi yang diutamakan dalam teori Jeremy Bentham adalah
mewujudkan kebahagiaan yang sebesar-besarnya.
Menurut Thomas H. Jackson dan Robert E. Scott dalam teori
“creditor’s”bargain yang menyatakan bahwa tujuan utama dari kepailitan untuk
memaksimalkan kesejahteraan kelompok secara bersama-sama. Dimana teori ini
kemudian dikenal dengan teori creditor wealth maximization yang merupakan
teori yang paling menonjol dan paling banyak di anut dalam hukum kepailitan,
sehingga teori yang dikemukakan oleh Thomas H. Jackson dan Robert E. Scott
mengenai teori “creditor’bargain” sangat berkenaan dengan penulisan skripsi ini.
Jackson merumuskan hukum kepailitan dari perspektif ekonomi sebagai “An
Acillary, Pararel System Of Debt – Collection Law”, sedangkan keadaan pailit
adalah suatu cara melaksanakan suatu putusan tentang apa yang akan dilakukan
terhadap harta debitor.28
26 Lawrence. M. Friedman, American Law an Introduction, Terjemahan Wisma Bhakti,
(Jakarta: PT. Tata Nusa, 2001), h. 4
27 Lili Rasjidi, Ira Tania Rasjidi, Pengantar Filsafat Hukum, (Bandung: Mandar Maju,
2010), h. 61
28 Thomas H. Jackson, The Logic And Limits Of Bankruptcy Law, (United States: Harvard
University, 1986). h. 3-4
33
Arti sebuah keadilan dalam hukum formal dan hukum materiil merupakan
suatu keadaan keseimbangan dan keselarasan yang membawa ketentraman
didalam hati orang yang apabila diganggu akan mengakibatkan kegoncangan.
Orang-orang tidak akan bertahan lama menghadapi sebuah tatanan yang mereka
rasa sama sekali tidak sesuai dan tidak masuk akal. Pemerintah yang
mempertahankan aturan semacam itu akan terjerat dalam kesulitan-kesulitan
serius dalam pelaksanaanya. Yang artinya, sebuah tatanan yang tidak berakar pada
keadilan sama artinya dengan bersandar pada landasan yang tidak aman dan
berbahaya.29
Dari semua definisi-definisi diatas memiliki keberagaman pemahaman
mengenai makna dari keadilan yang sesungguhnya, ada yang memandang
keadilan dari segi politik, ada yang memandang keadilan dari segi hak-hak para
pihak yang menegakkan keadilan dari setiap orang, ada yang memandang makna
keadilan dari sifat-sifatnya, dan ada pula yang memandang keadilan dari perilaku
kesewenang-wenangannya. Karena sesungguhnya makna keadilan yang
sempurna itu tidaklah ada, yang ada hanyalah mendekati dari makna tersebut,
hanya sekadar pencapaian keadilan menurut kadar tertentu saja.
Hal-hal yang telah diuraikan di atas maka dapat menjawab permasalahan
yang diajukan penulis untuk dipergunakan sebagai pendekatan dengan kerangka
teori. Kerangka berfikir menjadi konsep keadilan dan perlindungan yang
seimbang terhadap kepentingan karyawan perusahaan (Perseroan Terbatas),
kreditor dan debitor dalam hukum kepailitan yang terdapat di Indonesia.
I. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu
Dalam menjaga keaslian judul peneliti ajukan dalam proposal skripsi ini
perlu kiranya penulis lampirkan juga beberapa rujukan yang menjadi bahan
pertimbangan. Antara lain:
1. Skripsi yang berjudul: “Hak Pekerja Pada Perusahaan Yang Pailit”. Karya
Ulva Febriana Rivai ( B 111 07 321 ), Fakultas Hukum Universitas
29 Muhamad Erwin, Filsafat Hukum Refleksi Kritis terhadap Hukum, (Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada,2012), h.238
34
Hasanuddin Makassar, 2014. Skripsi ini membahas tentang hak–hak pekerja
pada perusahaan pailit berdasarkan perundang–undangan yang berlaku di
Indonesia dan upaya hukum yang mengatur para pekerja pada perusahaan
yang terkena pailit jika harta pailit tidak mencukupi. Persamaannya yaitu
sama-sama membahas tentang kepailitan di Indonesia dan membahas
mengenai pemenuhan hak-hak karyawan jika perusahaan dinyatakan pailit,
sedangkan perbedaannya yaitu pada skripsi ini membahas tentang upaya
hukum yang mengatur para pekerja pada perusahaan yang terkena pailit jika
harta pailit tidak mencukupi. Sedangkan pada penulisan ini membahas
mengenai pertimbangan hukum Pengadilan Niaga terhadap karyawan PT
United Coal Indonesia akibat putusan pailit (Nomor 11/Pdt.Sus/Pembatalan
Perdamaian/2015/PN.Niaga.JKT.PST. Juncto Nomor 55/Pdt.Sus/PKPU/2014
/PN.Niaga.JKT.PST. Juncto Nomor 32/Pdt.Sus.Pailit/2014/PN.Niaga.JKT.
PST ), berdasarkan hukum kepailitan di Indonesia dan implikasi putusan
kasasi Mahkamah Agung terhadap Karyawan ketika perusahaan dinyatakan
pailit (Nomor 186 K/Pdt.Sus-Pailit/2015 Juncto 557 K/Pdt.Sus-Pailit/2018).
2. Jurnal yang berjudul: “Problematika Posisi Buruh Pada Perusahaan Pailit”.
Karya Tri Budiyono, Salatiga, Fakultas, Hukum Universitas Kristen Satya
Wacana, Nomor 3, Juli 2013. Jurnal ini membahas mengenai posisi buruh
pada perusahaan yang dinyatakan pailit. Persamaannya yaitu sama-sama
membahas mengenai ketenagakerjaan pada Perseroan Terbatas terhadap
perusahaan pailit. Perbedaannya yaitu pada jurnal ini dibahas mengenai
perlindungan hukum atas pembayaran hak-haknya ditengah tarik-menarik
kepentingan para kreditor, khususnya pada kreditor separatis. Sedangkan pada
penulisan ini membahas mengenai pertimbangan hukum Pengadilan Niaga
terhadap karyawan PT United Coal Indonesia akibat putusan pailit,
berdasarkan hukum kepailitan di Indonesia dan implikasi putusan kasasi
Mahkamah Agung terhadap Karyawan ketika perusahaan dinyatakan pailit.
3. Jurnal yang berjudul: “Tanggung Jawab Kurator dalam Penjualan Harta Pailit
di Bawah Harga Pasar”. Karya Moch Zulkarnain Al Mufti, Yogyakarta,
Mahasiswa Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia,
35
Volume 1, Nomor 1, Januari 2016. Jurnal ini membahas tentang Tanggung
Jawab Kurator dalam Penjualan Harta Pailit di Bawah Harga Pasar.
Persamaannya adalah sama-sama membahas tentang harta debitor pailit,
sedangkan perbedaannya yaitu pada jurnal ini membahas tentang tanggung
jawab kurator dalam penjualan harta pailit di bawah harga pasar, yang mana
pada jurnal ini lebih membahas kepada kurator dalam menjalankan tugasnya,
sedangkan pada penulisan ini penulis membahas mengenai pertimbangan
hukum Pengadilan Niaga terhadap karyawan PT United Coal Indonesia akibat
putusan pailit, berdasarkan hukum kepailitan di Indonesia dan implikasi
putusan kasasi Mahkamah Agung terhadap Karyawan ketika perusahaan
dinyatakan pailit.
36
BAB III
DAMPAK PUTUSAN PAILIT TERHADAP PERSEROAN TERBATAS
Pembahasan pada bab ini berfokus pada dampak putusan pailit terhadap
Perseroan Terbatas di Indonesia oleh Pengadilan Niaga. Karena sering kali
permasalahan muncul jika terjadi kepailitan pada perusahaan di mana karyawan
bekerja, dan sering kali pekerja / buruh kesulitan mengakses informasi dan hak-
hak mereka. Pada bab ini dibagi ke dalam beberapa subbab pembahasan.
Pembahasan pada subbab pertama dibuka dengan kronologis singkat mengenai
kepailitan PT United Coal Indonesia. Subbab kedua membahas terkait dengan
Pertimbangan hakim atas putusan Pengadilan Niaga dan Mahkamah Agung.
Kemudian subbab ketiga membahas mengenai Putusan Pengadilan Niaga dan
Mahkamah Agung. Dilanjutkan dengan subbab keempat yang membahas
terkait dengan Analisa Putusan Pailit Nomor 186 K/Pdt.Sus-Pailit/2015 juncto
Nomor 557 K/Pdt.Sus-Pailit/2018. Dan kemudian pada subbab terakhir dibahas
mengenai Implikasi Putusan Pailit Terhadap Karyawan.
A. Kronologis Singkat Perkara Nomor 186 K/Pdt.Sus-Pailit/2015 juncto Nomor
557 K/Pdt.Sus-Pailit/2018
Pada penelitian ini membahas mengenai kepailitan pada PT United Coal
Indonesia yang digugat dua perusahaan terkait utang. Sidang gugatan
permohonan kepailitan kepada termohon berlangsung di Pengadilan Niaga
Jakarta Pusat, Jalan Gajah Mada, Gambir pada Senin, 13 Oktober 2014. Dalam
sidang perdana tersebut, PT GMT Indonesia dan PT Palaran Indah Lestari
mengajukan permohonan kepailitan kepada PT United Coal Indonesia yang
bergerak sebagai perusahaan pertambangan batubara di Samarinda. Sidang
dibuka Majelis Hakim Pengadilan Niaga yang diketuai oleh Titik Tejaningsih.
Permohonan kepailitan yang diajukan kepada PT United Coal Indonesia
terregister dengan nomor perkara No. 32/Pdt. Sus/ Pailit/2014/PN. Niaga. Jkt.
merupakan sebuah bentuk upaya proses hukum akibat tidak dibayarnya utang
para kreditor PT United Coal Indonesia dan utang tersebut telah jatuh tempo
serta dapat ditagih. Permohonan kepailitan tersebut diajukan karena adanya
37
hak-hak kreditor lain yang diajukan, yaitu untuk membantu 5 karyawan PT
United Coal Indonesia cabang Site Palaran yang upahnya tidak dibayar selama
3 bulan berturut-turut sejak bulan Juni, Juli dan Agustus oleh PT United Coal
Indonesia dan utang tersebut sudah jatuh tempo.1
Dasar pengajuan permohonan perkara kepailitan karena PT United Coal
Indonesia mengalami kegagalan dalam melunasi pembayaran tagihan yang
timbul atas pembelian alat-alat kebutuhan operasional PT United Coal
Indonesia yang dilakukan berdasarkan pemesanan (Purchase Order) yang jatuh
tempo pembayaran dengan jumlah nilai total tagihan yang sampai saat ini
mencapai Rp 116.137.500 dan Rp 103.817.700. Jumlah total tagihan sebesar
Rp 219.955.200. Sedangkan utang kreditor yang lain yang diajukan, berasal dari
5 karyawan PT United Coal Indonesia yang upahnya tidak dibayar selama 3
bulan berturut-turut. Upah sudah jatuh tempo dengan total nilai sebesar Rp
103.728.000. Tak hanya itu, selain 5 karyawan PT United Coal Indonesia yang
upahnya belum dibayar oleh PT United Coal Indonesia, ternyata masih ada
sekitar 91 karyawan PT United Coal Indonesia cabang Site Palaran yang hak-
hak berupa tunggakan upah 3 bulan gaji tidak dibayar oleh PT United Coal
Indonesia dengan nilai total keseluruhan hampir mencapai Rp 1.000.000.000.
Namun dari hasil persidangan permohonan kepailitan yang diajukan tim kuasa
hukum PT GMT Indonesia dan PT Palaran Indah Lestari kepada Majelis
Hakim, ternyata ditangguhkan menjadi PKPU (penundaan kewajiban
pembayaran utang), dan kini PT United Coal Indonesia sudah resmi dinyatakan
pailit dengan pembatalan perdamaian oleh Pengadilan Niaga Jakarta pada
Tahun 2015, karena telah lalai dalam menjalankan perjanjian pembayaran
utang.
Setelah dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga, untuk selanjutnya
pengurusan dan pemberesan harta pailit debitor dilakukan oleh Kurator selaku
pihak yang ditunjuk oleh pengadilan untuk mengurus dan membereskan harta
1 Diakses pada 15 November 2018,
https://www.liputan6.com/bisnis/read/2118397/united-coal-indonesia-digugat-pailit.
38
debitor pailit. Dalam hal ini debitor mempunyai 1 kreditor separatis yaitu PT
Bank Mandiri, 2 kreditor preferen yaitu karyawan dan kantor pelayanan pajak,
dan terdapat 160 kreditor konkuren. Dalam pembagian utang harta debitor pailit
yang dilakukan oleh kurator CV Exiss Jaya dan CV Satria Dua Perdana selaku
kreditor konkuren merasa keberatan atas pembagian utang harta debitor. Tidak
hanya itu untuk selanjutnya Kementerian Keuangan Republik Indonesia,
Direktorat Jenderal Pajak, Kantor Wilayah DJP Wajib Pajak Besar, Kantor
Pelayanan Pajak Wajib Pajak Besar Satu juga merasa keberatan atas pembagian
utang yang dilakukan oleh kurator.
B. Pertimbangan Hakim atas Putusan Pengadilan Niaga dan Putusan
Mahkamah Agung
1. Pertimbangan Hakim atas Putusan Pengadilan Niaga
Pengadilan Niaga adalah (commercial court) adalah institusi pelaksana
Kekuasaan Kehakiman yang berada dibawah Mahkamah Agung.2 Dalam
rangka melaksanakan tugas dan wewenangnya, pengadilan niaga yang
didirikan untuk menyelesaikan masalah utang piutang mempunyai asas khusus
yang berbeda dengan asas peradilan yang lain yaitu asas khusus pengadilan
niaga sebagaimana dimuat dalam konsideran huruf e dan huruf f Undang-
Undang Nomor 4 Tahun 1998 dan penjelasan umum alinea enam Undang-
Undang Nomor 37 Tahun 2004, yakni asas “adil, cepat, terbuka dan efektif”.
Sedangkan Hakim Niaga adalah pejabat Kekuasaan Kehakiman yang ditunjuk
oleh ketua pengadilan niaga untuk memeriksa dan memutus perkara kepailitan
dan perkara PKPU serta perkara lain dibidang perniagaan.3 Pada kasus ini
Majelis Hakim Pengadilan Niaga telah menimbang bahwa maksud dan tujuan
dari permohonan pemohon adalah sebagaimana yang telah disebutkan di dalam
putusan Nomor 11/Pdt.Sus/Pembatalan Perdamaian/2015/PN.Niaga.JKT.PST.
Jo.Nomor:55/Pdt.Sus/PKPU/2014/PN.Niaga.JKT.PST.Jo.Nomor:32/Pdt.Sus.
Pailit/2014/PN.Niaga.JKT.PST.
2 Syamsudin M Sinaga, Hukum Kepailitan Indonesia, (Jakarta: PT.Tatanusa, 2012), h.325
3 Syamsudin M Sinaga, Hukum Kepailitan Indonesia, … h.336
39
Menyatakan bahwa walaupun kedua belah pihak masing-masing telah
mengajukan bukti surat namun demikian Majelis Hakim hanya akan
mempertimbangkan bukti surat yang dipandang ada relevansinya dengan
perkara ini.;
Bahwa Pemohon 1 ( PT GMT Indonesia ) berdasarkan bukti P-10.a, P-10.b,
P-11.a, berupa AKTA NOTARIS Nomor 26 Tanggal 10 Agustus 2001 AKTA
PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS PT GMT INDONESIA Pasal 11 jo
Akta Notaris Nomor 6 Tanggal 19 September 2013 Tentang BERITA ACARA
PT GMT INDONESIA Tanggal 19 September 2013 maka Permohon I berhak
untuk mewakili perseroan didalam maupun diluar Pengadilan;
Permohon II (PT PALARAN INDAH LESTARI) berdasarkan bukti P-
12.a, P-12.b, P-13.b, berupa AKTA PERSEROAN TERBATAS PALARAN
INDAH LESTARI Nomor 141 Tanggal 25 Maret 2008 Pasal 12 juncto Pasal
20 maka Pemohon II berhak untuk mewakili Perseroan didalam dan diluar
Pengadilan.;
TERMOHON PT UNITED COAL INDONESIA berdasarkan bukti
bertanda T-1. T-2, T-3, Akta Notaris PENDIRIAN PERSEROAN
TERBATAS PT UNITED COAL INDONESIA Nomor 44 Pasal 11 juncto
PERNYATAAN KEPUTUSAN PEMEGANG SAHAM Nomor 28 Tanggal
10 Desember 2013, maka Termohon berhak untuk mewakili perseroan didalam
dan diluar Pengadilan;
Bahwa yang menjadi dalil permohonan para Pemohon pada pokoknya
adalah mohon agar Pengadilan Niaga Jakarta Pusat menyatakan batal Putusan
Perdamaian (Homologasi) Nomor 55/Pdt.Sus-PKPU/2014/PN.Niaga.Jkt.Pst
Jo Nomor 32/Pdt.Sus.Pailit/2014/PN.Niaga.Jkt.Pst Tanggal 14 Januari 2015
dikarenakan TERMOHON telah lalai dan melanggar Perjanjian Perdamaian
Tanggal 8 Januari 2015.;
Bahwa atas dalil para Pemohon tersebut Termohon menanggapi pada
pokoknya, yaitu :
a. Berdasarkan proposal perdamaian, Termohon telah melaksanakan isi
proposal kesepakatan Perdamaian kepada Para Pemohon dan Pemohon
40
lainnya, sesuai jadwal yang telah disepakati bersama sampai dengan bulan
Juli 2015, sebagaimana (Bukti T-5);
b. Bahwa karena kondisi Termohon yang kurang menguntungkan, karena
Termohon sudah tidak berproduksi lagi ditambah kondisi ekonomi global
yang kurang menguntungkan, maka Termohon yang pada awalnya
mengajukan proposal pembayaran dan pada awalnya Termohon juga dapat
melakukan realisasi pembayaran kepada Para Kreditornya, ternyata pada
bulan Agustus Termohon belum dapat melaksanakan isi proposal
perjanjiannya, walaupun demikian Termohon masih berkeinginan untuk
menyelesaikan hutang-hutangnya baik kepada Kreditor Konkuren maupun
Kreditor Separatis.
Selanjutnya Majelis akan mempertimbangkan dalil para Pemohon tersebut
dihubungkan dengan dalil jawaban Termohon serta bukti-bukti yang diajukan
kedua belah pihak.
Berdasarkan bukti bertanda P-1, P2, P3, P4.1, P4.2, P4.3, P4.4, P5, T-4, T-
5, T-6a, T-6b, T-6c, T-6d yang tidak dibantah oleh Termohon bahwa benar
Termohon dalam keadaan PKPU, sedangkan berdasarkan bukti P-5 halaman
17 dan bukti P-6 Nomor urut 1 dan 11 yang tidak dibantah oleh Termohon
kedudukan Termohon adalah sebagai kreditor konkuren;
Didalam jawabannya, Termohon telah mengakui pada pokoknya pada
awalnya Termohon dapat melakukan realisasi pembayaran akan tetapi karena
usaha Termohon sudah tidak berproduksi lagi mulai Agustus 2015 Termohon
tidak dapat melaksanakan proposal perjanjiannya kepada para kreditor-
kreditornya baik kreditor konkuren maupun separatis;
Berdasarkan bukti P-5 diketahui bahwa berdasarkan Putusan Pengesahan
Perdamaian (Homologasi) Nomor 55/Pdt.Sus-PKPU/2014/PN.Niaga.Jkt.Pst
Jo Nomor 32/Pdt.Sus.Pailit/2014/PN.Niaga.Jkt.
Pst Tanggal 14 Januari 2015 Perjanjian Perdamaian antara TERMOHON dan
PARA KREDITOR yang telah disahkan oleh Pengadilan Niaga pada
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, diketahui bahwa skema penyelesaian utang
restrukturisasi pembayaran kepada PEMOHON I yang tertuang dalam
41
perjanjian Perdamaian tanggal 8 Januari 2015 dan Putusan Pengesahan
Perdamaian (Homologasi) Tanggal 14 Januari 2015, perinciannya
sebagaimana dimaksud dalam skema pelunasan kepada kreditor konkuren
lainnya dengan nilai utang lebih dari 200 juta dan kurang 500 juta, karena utang
TERMOHON kepada PEMOHON I adalah USD 26.772,46 (Dua Puluh Enam
Ribu Tujuh Ratus Tujuh Puluh Dua koma Empat Puluh Enam Sen Dollar
Amerika Serikat) yang pada waktu pencocokan utang setara dengan Rp.
327.400.413,34.; Sedangkan skema penyelesaian utang restrukturisasi
pembayaran kepada PEMOHON II yang tertuang dalam Perjanjian
Perdamaian tanggal 8 Januari 2015 dan Putusan Pengesahan Perdamaian
(Homologasi) Tanggal 14 Januari 2015, perinciannya sebagaimana dimaksud
dalam skema pelunasan kepada kreditor konkuren lainnya dengan nilai utang
lebih dari 500 juta, karena utang TERMOHON kepada PEMOHON II adalah
Sebesar USD 1.106.197,04 (Satu Juta Seratus Enam Ribu Seratus Sembilan
Puluh Tujuh koma Nol Empat Sen Dollar Amerika Serikat), yang pada waktu
pencocokan utang setara dengan Rp.13.527.683.602,16.;
Lalu berdasarkan bukti P-5 pula tidak dibantah oleh Termohon dalam
Putusan Pengesahan Perdamaian (Homologasi) tanggal 14 Januari 2015 PARA
PEMOHON sebagai Kreditor Konkuren lainnya telah diatur skema
pelunasannya sebagai berikut:
“Jadwal pelunasan terhadap kreditor konkuren lainnya, dikelompokkan
menjadi beberapa ketegori yang besaran nilai pembayaran setiap bulannya
akan mengikuti prosentasi terhadap nilai sisa utang yang ada (yang
dimaksud sisa utang adalah jumlah utang di kurangi pembayaran awal
setelah homologasi sebesar Rp. 20.000.000,- untuk masing-masing
vendor) sebagai berikut :
Nilai utang lebih dari 200 jt dan kurang dari 500 jt, setelah homologasi akan
dibayar 20jt dan sisanya akan diangsur sebanyak 12 kali dengan prosentasi
sesuai dengan tabel tersebut di bawah ini, di mulai bulan Juli 2015.
42
Nilai utang lebih dari 500 juta, setelah homologasi akan dibayar 20 juta,
dan sisanya akan diangsur sebanyak 16 kali dengan presentasi sesuai
dengan tabel tersebut di bawah, dimulai bulan Juli 2015
Bahwa dari jadwal skema jadwal pembayaran tersebut diatas yang diakui
pula oleh Termohon bahwa TERMOHON hanya melaksanakan pembayaran
kepada PARA TERMOHON untuk jadwal pelunasan yang jatuh waktu pada
Januari 2015 dan Juli 2015 namun sejak bulan Agustus 2015 Termohon tidak
melakukan pembayaran kepada PEMOHON I yang jumlahnya sebesar USD
2.007,9 per bulan, serta kepada PEMOHON II sebesar USD 55.309,8 per bulan
sampai dengan diajukannya permohonan ini.;
Bahwa berdasarkan uraian tersebut diatas diketahui bahwa sejak bulan
Agustus 2015 sampai dengan diajukannya permohonan ini, TERMOHON,
sebagaimana Putusan Pengesahan Perdamaian (Homologasi) Nomor
55/Pdt.Sus-PKPU/2014/PN.Niaga.Jkt.Pst Jo Nomor 32/Pdt.Sus.Pailit/2014/
PN.Niaga.Jkt.Pst tanggal 14 Januari 2015;
Tabel 3.1: Presentase angsuran pembayaran
Tabel 3.2: Skema Jadwal Pembayaran yang diakui
43
Berdasarkan bukti P5, P6, yang bersesuaian dengan bukti T-7 seharusnya
Termohon melakukan pembayaran utangnya kepada Pemohon I, setiap bulan
yaitu bulan Agustus 2015, September 2015, November 2015, hingga Juni 2016
dan kepada Pemohon II yaitu bulan Agustus 2015, September 2015, Oktober
2015, Nopember 2015 dan seterusnya sampai dengan bulan Oktober 2016;
Menurut Pasal 170 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang
Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang menyebutkan;
1) Kreditor dapat menuntut pembatalan suatu perdamaian yang telah disahkan
apabila Debitor memenuhi isi perdamaian tersebut;
2) Debitor wajib membuktikan bahwa perdamaian telah terpenuhi;
3) Pengadilan berwenang memberikan kelonggaran kapada Debitor untuk
memenuhi kewajibannya paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah putusan
pemberian kelonggaran tersebut diucapkan;
Dalam Pasal 171 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang
Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang menyebutkan
bahwa:
“Tuntutan pembatalan perdamaian wajib diajukan dan ditetapkan dengan
cara yang sama, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, Pasal 8, pasal 9,
Pasal 11, Pasal 12 dan Pasal 13 untuk permohonan pernyataan pailit”
Di dalam Pasal 291 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang
Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang menyebutkan:
1) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 170 dan Pasal 171 berlaku
mutatis mutandis terhadap pembatalan perdamaian.
2) Dalam putusan Pengadilan yang membatalkan Perdamaian, Debitor juga
harus dinyatakan Pailit;
Menurut Pasal 170 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004
Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang dalam hal
permohonan Pembatalan Perdamaian Debitor wajib membuktikan bahwa
Debitor tidak lalai memenuhi Perjanjian atau Perdamaian telah dipenuhi.
Termohon dalam jawabannya telah mengakui tidak membayar kewajiban
angsuran utangnya sejak Agustus 2015 dan hanya melakukan pembayaran 2
44
(dua) kali sebagaimana dalam bukti T-7 yang bersesuaian dengan bukti
bertanda T-8a sampai dengan T-8.n maka pengakuan dipersidangan adalah alat
bukti yang sempurna, dan kebenarannya tidak terbantahkan lagi;
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, terbukti
Termohon sebagai Debitor (dalam PKPU), sedangkan Para Pemohon sebagai
Kreditor, dimana Termohon sebagai Debitor (dalam PKPU) terbukti telah tidak
membayar utangnya (melaksanakan Pembayaran) sebagaimana Putusan
Pengesahan Perdamaian (Homologasi) Nomor 55/Pdt.Sus-
PKPU/2014/PN.Niaga.Jkt.Pst Jo Nomor 32/Pdt.Sus.Pailit/2014/PN.Niaga.Jkt.
Pst tanggal 14 Januari 2015; kepada para Pemohon sebagai Kreditor dan juga
kreditor lainnya;
Dikarenakan Termohon tidak melaksanakan Putusan Pengesahan
Perdamaian (Homologasi) Nomor 55/Pdt.Sus-PKPU/2014/PN.Niaga.Jkt.Pst
Jo Nomor 32/Pdt.Sus.Pailit/2014/PN.Niaga.Jkt.Pst tanggal 14 Januari 2015;
kepada para Pemohon sebagai Kreditor dan juga kreditor lainnya, maka sesuai
dengan Pasal 291 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan
dan PKPU, maka angka 2 dan 3 petitum permohonan Pemohon haruslah
dikabulkan;
Dikarenakan petitum angka 2 (dua) dikabulkan, sedangkan petitum angka
2 (dua) permohonan Pemohon yang mendasari petitum angka 4 (empat)
permohonan Para Pemohon, dan sesuai dengan Pasal 291 Undang-Undang
Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang, maka petitum angka 4 (empat) permohonan Pemohon
haruslah dikabulkan;
Oleh karena itu Termohon dinyatakan pailit dengan segala akibat
hukumnya, maka harus ditunjuk Hakim Pengawas dari Hakim Niaga Jakarta
Pusat sebagai Hakim Pengawas dalam Proses kepailitan ini sebagaimana
tersebut di dalam amar Putusan ini.;
Bahwa selain itu perlu menunjuk Kurator untuk diangkat sebagai Kurator
dalam kepailitan ini;
45
Di dalam permohonannya Pemohon telah mengajukan 3 (tiga) nama
Kurator yaitu sebagai berikut:
Rio Ferry Sihombing, S.H., yang terdaftar sebagai Kurator dan
Pengurus di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik
Indonesia dengan Surat Bukti Pendaftaran Kurator dan Pengurus
Nomor : AHU.AH.04.03-05, yang beralamat kantor di RFSA Law
Firm, Ambassade Residence, Unit 6-A, Jl. Denpasar Raya, Kav. 5-7,
Kuningan, Jakarta Selatan, 12940 (Bukti P-7);
Vychung Chongson, S.H., yang terdaftar sebagai Kurator dan
Pengurus di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik
Indonesia dengan Surat Bukti Pendaftaran Kurator dan Pengurus
Nomor: AHU.AH.04.03-104, yang beralamat kantor di CHONGSON
& PARTNERS Law Firm, Arthaloka Building 15th Floor, Suite 1510,
Jl. Jend. Sudirman Kav.2, Jakarta 10220 (Bukti P-8);
Yuniar Kurniasih, S.H., yang terdaftar sebagai Kurator dan Pengurus
di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia
dengan Surat Bukti Pendaftaran Kurator dan Pengurus Nomor:
AHU.AH.04.03-99, yang beralamat kantor di CHONGSON &
PARTNERS Law Firm, Arthaloka Building 15th Floor, Suite 1510, Jl
Jend. Sudirman Kav.2, Jakarta 10220 (Bukti P-9);
Sebagai Tim Kurator dalam kepailitan ini.
Selain daripada itu Termohon dalam jawabannya juga memohon apabila
terjadi Pailit dalam perkara ini agar ditunjuk Kurator Sdr. Dr.Andrey
Sitanggang, SH., MH., SE., Pengurus dan Kurator yang terdaftar di
Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia dibawah Nomor
AHU.AH.04.03.87, yang berkedudukan di Jalan Pramuka Raya Nomor 53,
Jakarta Pusat 10441. sebagai pengurus dalam perkara Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang atas PT United Coal Indonesia. Dengan alasan pemilihan
Kurator tersebut karena dari sejak awal diajukannya permohonan Penundaan
Kewajiban pembayaran Utang, Kurator yang bersangkutanlah yang melakukan
pengurusan.
46
Setelah Majelis mempelajari Permohonan Para Pemohon dan Termohon,
Majelis Hakim berpendapat untuk mengakomodir kepentingan Kreditor dan
Debitor dalam Proses Kepailitan ini Majelis Hakim akan menunjuk Kurator
yang urutan dan namanya tersebut di dalam amar putusan ini yang menurut
pengamatan Majelis Hakim tidak mempunyai benturan kepentingan dengan
Kreditor maupun Debitor serta tidak sedang menangani lebih dari 3 perkara
Kepailitan dan Penundangan Kewajiban Pembayaran Utang;
Mengenai biaya kepailitan dan jasa kurator akan ditentukan sampai
dengan kepailitan berakhir;
Dikarenakan terbukti Termohon ada pada pihak yang kalah maka kepada
Termohon dihukum untuk membayar biaya perkara;
2. Pertimbangan Hakim atas Putusan Mahkamah Agung
Pertimbangan hakim merupakan salah satu aspek terpenting dalam
menentukan terwujudnya nilai dari suatu putusan hakim yang mengandung
keadilan (ex aequo et bono) dan mengandung kepastian hukum, dan disamping
itu juga mengandung manfaat bagi para pihak yang bersangkutan sehingga
pertimbangan hakim ini harus disikapi dengan teliti, baik, dan cermat.4
a. Nomor 186 K/Pdt.Sus-Pailit/2015
Pada kasus ini Majelis Hakim Mahkamah Agung setelah meneliti secara
seksama memori kasasi tanggal 20 Januari 2015 dan 21 Januari 2015 serta
kontra memori kasasi tanggal 2 Februari 2015, dihubungkan dengan
pertimbangan Judex Facti dalam hal ini Pengadilan Niaga pada Pengadilan
Negeri Jakarta Pusat tidak salah menerapkan hukum dengan pertimbangan
sebagai berikut:
Bahwa tidak ditemukan alasan-alasan untuk menolak adanya pengesahan
perdamaian berdasarkan Pasal 285 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 37 Tahun
2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan kewajiban Pembayaran Utang dan
voting telah dilakukan sesuai dengan ketentuan Pasal 281 Nomor 37 Tahun
4 Mukti Arto, Praktek Perdata Pada Pengadilan Agama, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2004), h.140
47
2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
(PKPU);
Berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, ternyata Putusan Pengadilan
Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 55/Pdt.Sus-
PKPU/2014/PN.Niaga.Jkt.Pst. Jo Nomor 32/Pdt.Sus.Pailit/2014/PN.Niaga.Jkt
.Pst. tanggal 14 Januari 2015 dalam perkara ini tidak bertentangan dengan
hukum dan/atau Undang-undang, sehingga permohonan kasasi yang diajukan
oleh Para Pemohon Kasasi: CV. Exiss Jaya dan CV Satria Dua Perdana
tersebut harus ditolak;
Bahwa oleh karena permohonan kasasi dari Para Pemohon Kasasi ditolak,
Para Pemohon Kasasi harus dihukum untuk membayar biaya perkara dalam
tingkat kasasi ini;
Memperhatikan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang
Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Undang-Undang
Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang
Nomor 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, serta peraturan perundang-undangan
lain yang bersangkutan.
b. Nomor 557 K/Pdt.Sus-Pailit/2018
Pada kasus ini Majelis Hakim Mahkamah Agung setelah meneliti secara
seksama memori kasasi tanggal 13 Februari 2018 dan kontra memori kasasi
tanggal 21 Februari 2018, dihubungkan dengan pertimbangan Judex Facti
dalam hal ini Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tidak
salah menerapkan hukum dengan pertimbangan sebagai berikut:
1) Pemohon Keberatan selaku Kreditor Preferen yang memiliki tagihan yang
diakui sebesar Rp43.334.542.465,00 (empat puluh tiga milyar tiga ratus
tiga puluh empat juta lima ratus empat puluh dua ribu empat ratus enam
puluh lima rupiah), dengan jumlah harta pailit yang akan dibagi kepada
para Kreditor hanya sejumlah Rp30.987.247.383,00 (tiga puluh milyar
sembilan ratus delapan puluh tujuh juta dua ratus empat puluh tujuh ribu
48
tiga ratus delapan puluh tiga rupiah), yang mana jumlah ini tidak akan
memenuhi seandainya dibayarkan seluruhnya kepada Pemohon
Keberatan, padahal terhadap pula Kreditor Separatis yang memiliki
tagihan yang diakui sejumlah Rp280.637.628.291,27 (dua ratus delapan
puluh milyar enam ratus tiga puluh tujuh juta dua puluh delapan ribu dua
ratus sembilan puluh satu rupiah dua puluh tujuh sen);
2) Pembagian yang dilakukan oleh Kurator dengan persetujuan Hakim
Pengawas yaitu terhadap Pemohon Keberatan KPP Wajib Pajak Besar
Satu memperoleh Rp2.549.161.883,00 (dua milyar lima ratus empat
puluh sembilan juta seratus enam puluh satu ribu delapan ratus delapan
puluh tiga rupiah) atau sebesar 5,88% dari tagihan yang diakui dan
Kreditor Separatis PT Bank Mandiri (Persero), Tbk., menerima
Rp14.000.000.000,00 (empat belas milyar rupiah) atau sebesar 4,99%
dari tagihan yang diakui adalah tepat dan benar, karena sesuai dengan
asas keadilan yang dijadikan dasar dalam Undang-Undang Nomor 37
Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran
Utang;
3) Demikian pula tagihan Kreditor Konkuren PT Palaran Indah Lestari
telah sesuai dengan ketentuan Pasal 189 Ayat (3) Undang Undang
Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang;
Berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, ternyata Putusan Pengadilan
Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 11/Pdt.Sus/Pembatalan
Perdamaian/2015/PN.Niaga.Jkt.Pst., juncto Nomor 55/Pdt.Sus/PKPU/2014
/PN.Niaga.Jkt.Pst., juncto Nomor 32/Pdt.Sus.Pailit/2014/PN.Niaga.Jkt.Pst.,
tanggal 6 Februari 2018 dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum
dan/atau Undang-undang, sehingga permohonan kasasi yang diajukan oleh
Pemohon Kasasi KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK
INDONESIA, DIREKTORAT JENDERAL PAJAK, KANTOR
WILAYAH DJP WAJIB PAJAK BESAR, KANTOR PELAYANAN
PAJAK WAJIB PAJAK BES AR SATU tersebut, harus ditolak;
49
Oleh karena permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi ditolak, maka
Pemohon Kasasi harus dihukum untuk membayar biaya perkara dalam
tingkat kasasi ini;
Memperhatikan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang
Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Undang-Undang
Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang
Nomor 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan Perubahan
Kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, serta peraturan
perundang-undangan lain yang bersangkutan.
C. Putusan Pengadilan Niaga dan Putusan Mahkamah Agung
1. Putusan Pengadilan Niaga
Dalam hal ini terdapat beberapa putusan pengadilan, yaitu sebagai
berikut:
a. Menerima dan Mengabulkan permohonan PARA PEMOHON;
b. TERMOHON telah lalai dan melanggar Perjanjian Perdamaian tanggal
8 Januari 2015;
c. Menyatakan Batal Putusan Perdamaian (Homologasi) Nomor
55/Pdt.Sus-PKPU/2014/PN.Niaga.Jkt.Pst juncto Nomor
32/Pdt.Sus.Pailit/2014/PN.Niaga.Jkt.Pst tanggal 14 Januari 2015;
d. TERMOHON PT UNITED COAL INDONESIA pailit dengan segala
akibat hukumnya;
e. Menetapkan KISWORO, SH.MH., Hakim Pengawas pada Pengadilan
Niaga Pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat untuk mengawasi
pengurusan dan pemberesan harta TERMOHON PT UNITED COAL
INDONESIA.;
f. Menunjuk dan mengangkat:
1) DR. Andrey Sitanggang, SH,MH,SE Pengurus dan Kurator yang
terdaftar di Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia dibawah
Nomor AHU.AH.04.03.87. yang berkedudukan di jalan Pramuka
Raya Nomor 53, Jakarta Pusat 10441;
50
2) Rio Ferry Sihombing, S.H., yang terdaftar sebagai Kurator dan
Pengurus di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik
Indonesia dengan Surat Bukti Pendaftaran Kurator dan Pengurus
Nomor: AHU.AH.04.03-05, yang beralamat kantor di RFSA Law
Firm, Ambassade Residence, Unit 6-A, Jl.Denpasar Raya, Kav. 5-7,
Kuningan, Jakarta Selatan, 12940;
3) Vychung Chongson, S.H., yang terdaftar sebagai Kurator dan
Pengurus di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik
Indonesia dengan Surat Pendaftaran Kurator dan Pengurus Nomor:
AHU.AH.04.03-1041; dan berkantor di CHONGSON &
PARTNERS Law Firm, Arthaloka Building 15th Floor, Suite 1510,
Jl.Jend Sudirman Kav.2, Jakarta 10220;
Sebagai Tim Kurator dalam kepailitan ini.
g. Menyatakan bahwa biaya kepailitan dan jasa (fee) Kurator akan
ditetapkan setelah Kurator selesai melaksanakan tugasnya;
h. Menghukum Termohon untuk membayar biaya perkara yang hingga
kini ditaksir sebesar Rp.416.00.- (empat ratus enam belas ribu rupiah).;
Yang mana putusan tersebut berdasarkan musyawarah pada hari : Jumat,
tanggal: 20 November 2015 oleh para Hakim Pengadilan Niaga yaitu Titik
Tejaningsih, SH.MH., sebagai Ketua Majelis. Suko Triyono, SH,MH., dan
Eko Sugianto, SH,MH., masing-masing sebagai Hakim Anggota, Putusan
tersebut diucapkan dalam sidang yang terbuka untuk umum pada hari:
Selasa, tanggal 24 November 2015, oleh Ketua Majelis Hakim dengan
didampingi Suko Triyono, SH,MH dan Tito Suhud, SH,MH sebagai Hakim-
Hakim anggota serta dibantu oleh Eko Budiarno, SH., Panitera Pengganti
Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
2. Putusan Mahkamah Agung
Di dalam Undang-undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang memberi hak atau kesempatan bagi kreditor lain
(bukan pemohon pailit) untuk mengajukan upaya hukum kasasi yang
bertujuan untuk mencegah adanya kolusi atau mufakat jahat antara
51
Kreditor dan Debitor. Putusan kasasi harus diucapkan dalam jangka waktu
paling lambat 60 (enam puluh) hari terhitung setelah tanggal permohonan
kasasi diterima Mahkamah Agung. Salinan putusan kasasi dikirim oleh
Panitera Mahkamah Agung ke Pengadilan Niaga dalam jangka waktu
paling lambat 3 (tiga) hari setelah tanggal putusan kasasi diucapkan.5
Pada kenyataannya, tidak ada putusan Mahkamah Agung yang
menyatakan bahwa Hakim tidak sah. Kata pembatalan telah tepat, tetapi
yang dibatalkan bukan putusan Hakim tetapi putusan Pengadilan
(Pengadilan Negeri/Tinggi). Yang mungkin dibatalkan bukan putusan
saja, tetapi dapat juga terhadap penetapannya.6
Berdasarkan Pasal 196 Ayat (1) Undang-Undang Kepailitan dan
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang menyatakan bahwa kurator atau
setiap Kreditor dapat mengajukan permohonan kasasi atas putusan majelis
hakim prosedur renvoi mengenai perlawanan atas Daftar Pembagian yang
diajukan oleh kreditor yang keberatan atas isi Daftar Pembagian harta
debitor pailit. Sebagaimana sama halnya dengan beberapa pihak dari
kreditor PT United Coal Indonesia mengajukan kasasi ke Mahkamah
Agung dengan putusan Nomor 186 K/Pdt.Sus-Pailit/2015 dan Putusan
Nomor 557 K/Pdt.Sus-Pailit/2018.
a. Putusan Nomor 186 K/Pdt.Sus-Pailit/2015
1) Menolak permohonan kasasi dari Para Pemohon Kasasi: 1. CV
EXISS JAYA, dan 2. CV. SATRIA DUA PERDANA, tersebut;
2) Menghukum Para Pemohon Kasasi untuk membayar biaya perkara
dalam tingkat kasasi yang ditetapkan sebesar Rp5.000.000,00 (lima
juta rupiah);
Putusan tersebut berdasarkan rapat musyawarah Majelis Hakim
pada hari Selasa, tanggal 12 Mei 2015 oleh Syamsul Ma’arif, S.H.,
LL.M., Ph.D., Hakim Agung yang ditetapkan oleh Ketua Mahkamah
5 Elyta Ras Ginting, Hukum Kepailitan dan Teori Kepailitan, ... h.342
6 Leden Marpaung, Perumusan Memori Kasasi dan Peninjauan Kembali perkara
Pidana, (Jakarta: Sinar Grarika 2004), h.3
52
Agung sebagai Ketua Majelis, Dr.H.Abdurrahman, S.H., M.H., dan I
Gusti Agung Sumanatha, S.H., M.H., Hakim-Hakim Agung, masing-
masing sebagai Anggota, putusan tersebut diucapkan dalam sidang
terbuka untuk umum pada hari itu juga oleh ketua dengan dihadiri oleh
Anggota-Anggota tersebut dan oleh Rita Elsy, S.H., M.H., Panitera
Pengganti tanpa dihadiri oleh para pihak.
b. Putusan Nomor 557 K/Pdt.Sus-Pailit/2018
1) Menolak permohonan Kasasi dari pemohon Kasasi
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK, KANTOR WILAYAH
DJP WAJIB PAJAK BESAR, KANTOR PELAYANAN
PAJAK WAJIB PAJAK BESAR SATU, tersebut;
2) Menghukum Pemohon Kasasi untuk membayar biaya perkara
dalam tingkat kasasi yang ditetapkan sebesar Rp5.000.000,00 (Lima
Juta Rupiah);
Putusan tersebut berdasarkan rapat musyawarah Majelis Hakim
pada hari Selasa, tanggal 10 Juli 2018 oleh Dr. Yakup Ginting, S.H.,
C.N., M.Kn., Hakim Agung yang ditetapkan oleh Ketua Mahkamah
Agung sebagai Ketua Majelis, Dr.H.Zahrul Rabain, S.H.,M.H., dan
Sudrajat Dimyati, S.H.,M.H., Hakim-hakim Agung sebagai Hakim
Anggota dan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada hari itu
juga oleh Ketua Majelis dengan dihadiri Para Hakim Anggota tersebut
dan oleh Susi Saptati, S.H., M.H., Panitera Pengganti dan tidak dihadiri
oleh para pihak.
D. Analisa Putusan Pailit Nomor 186 K/Pdt.Sus-Pailit/2015 juncto Nomor 557
K/Pdt.Sus-Pailit/2018
Berdasarkan dari serangkaian pemahaman sebagaimana peneliti telah uraikan
diatas, maka peneliti dapat menjabarkan hal-hal substansial dalam menganalisis
penelitian ini, yaitu Analisis Pertimbangan Hukum Putusan Mahkamah Agung
Nomor 186 K/Pdt.Sus-Pailit/2015 juncto Nomor 557 K/Pdt.Sus-Pailit/2018
53
a. Pertimbangan Hukum Mahkamah Agung pada perkara Nomor 186 K/Pdt.Sus-
Pailit/2015 adalah sebagai berikut:
Bahwa pertimbangan hukum tersebut telah tepat dan benar, yaitu dengan
menolak permohonan kasasi para pemohon yaitu 1. CV.EXISS JAYA dan 2.
CV. SATRIA DUA PERDANA, yang mana telah sesuai dengan fakta
persidangan yang telah dipertimbangkan secara cukup oleh Judex Facti yang
menunjukkan bahwa perbuatan Tergugat I (Pemohon Kasasi) merasa
keberatan karena sebelum dilaksanakannya homologasi baik kepada Majelis
Hakim Pemeriksa Perkara maupun hakim Pengawas. Bahwa dalam hal
rencana perdamaian (homologasi) PT United Coal Indonesia (dalam
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang) tersebut tidak secara jelas
menyebutkan berapa banyak kepemilikan saham-saham PT United Coal
Indonesia pada PT Karya Putra Borneo, karena dengan adanya kejelasan
komposisi saham yang dimiliki PT United Coal Indonesia ini akan berkaitan
dengan nilai jual dan hak pemegang saham lainnya pada PT Karya Putra
Borneo dalam kaitannya dengan rencana penjualan aset berupa saham-saham
milik PT United Coal Indonesia.
Pertimbangan Hukum demikian yang dibuat oleh Mahkamah Agung
memungkinkan adanya perdebatan yang muncul, hal ini didasari bahwa
sebenarnya inti poin-poin keberatan pemohon Kasasi (kreditor pailit) tidak
terjawab secara mendetail dan substansial. Karena sikap dari termohon kasasi
baik terhadap Pengurus, dan Hakim Pengawas yang sejak awal tidak pernah
transparan dan terbuka menjelaskan mengenai keberadaan aset Termohon
Kasasi berupa anak perusahaan PT Karya Putra Borneo.
Namun menurut peneliti hal ini tidak terlepas dari status Mahkamah
Agung sebagai Judex Jurist yang hanya menilai tepat atau tidaknya Judex
Jurist dalam menerapkan hukum. Hal ini menjadi logis dan tepat bila kita teliti
Pemohon Kasasi (Kreditor pailit) menggaungkan poin-poin keberatan
mengenai bukti yang ada. Adapun dalil-dalil keberatan yang diajukan oleh
Pemohon Kasasi I dalam memori kasasinya adalah sebagai berikut:
54
1) Bahwa Judex Facti telah salah menerapkan atau melanggar hukum yang
berlaku dengan mengabaikan keberatan dan penolakan yang diajukan
Pemohon Kasasi sebelum homologasi.
2) Pelaksanaan Perdamaian tidak menjamin terpenuhinya hak-hak Kreditor.
3) Perdamaian dicapai karena penipuan, atau persekongkolan dengan satu
atau lebih kreditor dengan upaya tidak jujur antara Kreditor dengan
Debitor PT United Coal Indonesia.
Adapun dalil-dalil keberatan yang diajukan oleh Pemohon Kasasi II
dalam memori kasasinya adalah sebagai berikut:
1) Perdamaian dicapai karena penipuan, atau persekongkolan dengan satu
atau lebih Kreditor, dengan upaya tidak jujur antara Kreditor dengan
Debitor PT United Coal Indonesia.
2) Pelaksanaan Perdamaian tidak menjamin terpenuhinya hak-hak Kreditor
karena ada manipulasi Fakta.
3) Judex Facti telah salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku
dengan tidak melakukan pemeriksaan secara patut terhadap kebenaran
gadai saham milik PT United Coal Indonesia pada PT Karya Putra
Borneo sebelum Homologasi.
b. Pertimbangan Hukum Mahkamah Agung pada perkara Nomor 557 K/Pdt.Sus-
Pailit/2018 adalah sebagai berikut:
Bahwa pertimbangan hukum tersebut tepat dan benar, yaitu dengan
menolak permohonan kasasi para pemohon yaitu:
Pemohon (Menteri Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal
Pajak, Kantor Wilayah DJP Wajib Pajak Besar, Kantor Pelayanan Pajak Wajib
Pajak Besar) Satu selaku sebagai Kreditor Preferen yang memiliki tagihan
yang diakui sebesar Rp43.334.542.465,00, dengan jumlah harta pailit yang
akan dibagi kepada kreditor hanya sejumlah Rp30.987.247.383,00, yang mana
jumlah ini tidak akan memenuhi seandainya dibayarkan seluruhnya kepada
Pemohon Keberatan, padahal terdapat pula kreditor Separatis dan kreditor
konkuren lainnya.
55
Berdasarkan poin-poin ini argumentasi para Pemohon kasasi jika
dihubungkan dengan pertimbangan hukum Mahkamah Agung yang
memperkuat Judex Facti, maka menurut Peneliti Mahkamah Agung telah
tepat, Karena pada prinsipnya Mahkamah Agung hanya perlu melihat dan
fokus pada Pasal 285 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004
Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang dan voting
yang telah dilakukan sesuai dengan ketentuan Pasal 281 Nomor 37 Tahun
2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
sebagai landasan yuridis unsur-unsur yang harus dipenuhi dalam pembuktian
actio paulina. Sehingga putusan Mahkamah Agung tersebut setidaknya telah
memuat alasan dan dasar hukum yang menjadi acuan terbentuknya putusan
tersebut, sebagaimana telah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 48 Tahun
2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang 14 Tahun 1985
Tentang Mahkamah Agung sebagimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 2004 dan Perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor
3 Tahun 2009.
Dalam prakteknya dalam hukum kepailitan di seluruh dunia menganut
teori kombinasi antara creditors bargain theory, procedure theory dengan
contractarian approach atau teori multiple values. Contractarian theory dan
Creditors bargain theory sependapat untuk memfungsikan hukum kepailitan
sebagai a compulsory bankruptcy procedure dengan satu tujuan yaitu untuk
memaksimalkan pembayaran kepada kreditor. Perbedaannya adalah bahwa
contractarian theory memfokuskan cara memaksimalkan nilai harta pailit
dengan meneruskan usaha debitor pailit dan kalaupun harus dilikuidasi
sebaiknya perusahaan dijual dalam kondisi going concern dalam satu paket
daripada dijual satu persatu (piece in piece). Sedangkan creditors’ bargain
theory tidak menjadikan kelangsungan usaha debitor pailit sebagai satu-
satunya cara terbaik (the ‘best use’) untuk memaksimalkan perolehan nilai
harta pailit.7
7 Elyta Ras Ginting, Hukum Kepailitan Teori Kepailitan h.85-86
56
Berbeda halnya dengan Undang-undang Kepailitan dan Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang Indonesia secara fundamental menganut teori
universalitas kepailitan yang diadopsi dari Pasal 1131 dan 1132 KUH Perdata
yang menganut tentang pembayaran secara pari passu dan pro rata parte.
Prinsip collective executive terkandung dalam Pasal 21, Pasal 59, Pasal 178,
dan 187 Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran
Utang yang mengatur seluruh harta debitor berada dibawah sita umum sejak
debitor dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga. Collective execution atau sita
umum harta debitor pailit tidak dikecualikan dari harta debitor yang berstatus
sebagai jaminan utang, meskipun Pasal 55 Undang-Undang Nomor 37 Tahun
2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
menyatakan dengan tegas bahwa para kreditor pemegang hak jaminan atas
kebendaan (gadai, hak tanggungan, jaminan fidusia, hipotek, dan hak agunan
lainnya) dapat mengeksekusi haknya seolah-olah tidak terjadi kepailitan.8 Hal
ini sama halnya dengan perkara Nomor 186 K/Pdt.Sus-Pailit/2015 juncto
Nomor 557 K/Pdt.Sus-Pailit/2018, dalam kasus ini yang menjadi satu-
satunya kreditor separatis adalah PT Bank Mandiri sebagai kreditor yang
memegang jaminan gadai saham PT United Coal Indonesia pada PT Karya
Putra Borneo (sebagai anak perusahaan).
Teori creditor’s bargaining sangat kental berpengaruh dalam Undang-
undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Indonesia
terutama berkaitan dengan kepentingan para kreditor konkuren. Yang mana
dalam kasus perkara Pailit pada PT United Coal Indonesia ini terdapat 88
kreditor konkuren, 68 kreditor yang hadir dalam pemungutan suara (voting),
dan terdapat 63 kreditor konkuren yang setuju dengan proposal perdamaian,
dan sebanyak 5 kreditor konkuren yang tidak setuju dengan proposal
perdamaian. Hal tersebut dibahas dalam rapat proposal perdamaian final pada
tanggal 8 Januari 2015.
8 Elyta Ras Ginting, Hukum Kepailitan Teori Kepailitan, ... h.98
57
E. Implikasi Putusan Pailit Terhadap Karyawan
Sebenarnya tujuan diadakannya suatu proses di muka pengadilan adalah
untuk memperoleh putusan hakim.9 Putusan hakim atau biasanya disebut
dengan istilah putusan pengadilan merupakan sesuatu yang sangat diinginkan
atau dinanti-nantikan oleh pihak-pihak yang berperkara guna menyelesaikan
sengketa diantara para pihak dengan sebaik-baiknya. Sebab dengan putusan
hakim tersebut pihak-pihak yang bersengketa mengharapkan adanya keadilan
dalam perkara yang mereka hadapi.10
Ditinjau dari sifat Putusan tersebut, maka putusan hakim ini dapat
dibedakan menjadi 3 (tiga) macam, yaitu:
1. Putusan Declaratoir (Pernyataan)
Yang dimaksud dengan Putusan Declaratoir adalah putusan yang
dijatuhkan oleh hakim dengan amar yang menyatakan atau menegaskan
tentang suatu keadaan atau kedudukan hukum semata-mata.11 Putusan yang
bersifat deklaratif adalah pernyataan hakim yang tertuang dalam putusan
yang dijatuhkannya. Pernyataan tersebut merupakan penjelasan atau
penetapan tentang suatu hak maupun status. Dan pernyataan tersebut
dicantumkan dalam amar putusan, dengan adanya pernyataan tersebut
putusan telah menentukan dengan pasti siapa yang berhak atau siapa yang
mempunyai kedudukan atas permasalahan yang disengketakan.12 Misalnya
perjanjian antara penggugat dan tergugat dinyatakan sah menurut hukum,
dan dinyatakan tergugat berhutang kepada penggugat dalam jumlah
tertentu.13
9 M. Nur Rasaid, Hukum Acara Perdata, (Jakarta: Sinar Grafika Offset, 2003), h.48 10 Moh. Taufik Makarao, Pokok-Pokok Hukum Acara Perdata, (Jakarta: PT.Rineka Cipta,
2004), h.124
11 Sarwono, Hukum Aara Perdata Teori dan Praktik, (Jakarta: Sinar Grafika, 2016),
h.212
12 Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata, (Jakarta: Sinar Grafika, 2012), h.876
13 Riduan Syahrani, Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Umum, (Jakarta:
Pustaka Kartini, 1988), h.88
58
2. Putusan Constitutief (Pengaturan)
Yang dimaksud dengan constitutief atau konstitutif adalah putusan
yang memastikan suatu keadaan hukum, baik yang bersifat meniadakan
suatu keadaan hukum maupun yang menimbulkan keadaan hukum baru.14
Misalnya putusan perceraian, yang mana merupakan putusan yang
meniadakan keadaan hukum yakni tidak ada lagi ikatan hukum antara
suami dan istri.
3. Putusan Condemnatoir (Menghukum)
Pengertian dari Putusan Condemnatoir (menghukum) pihak yang
dikalahkan dalam persidangan untuk memenuhi prestasi. Pada umumnya
putusan ini terjadi disebabkan oleh karena dalam hubungan perikatan
antara penggugat dan tergugat yang bersumber pada perjanjian atas
Undang-undang telah terjadi wanprestasi dan perkaranya diselesaikan
dipengadilan.15
Di dalam putusan condemnatoir ini mempunyai kekuatan mengikat
terhadap salah satu pihak yang dikalahkan dalam persidangan untuk
memenuhi prestasinya sesuai dengan perjanjian yang sebelumnya telah
mereka sepakati bersama ditambah dengan bunga dan biaya-biaya
persidangan dan eksekusi, yang mana pelaksanaan eksekusi terhadap
barang-barang yang menjadi jaminan atas perikatan dapat dilaksanakan
dengan cara paksa oleh panitera pengadilan yang dibantu oleh aparat
territorial (aparat pemerintah) setempat. Eksekusi berasal dari kata
executie, artinya melaksanakan putusan hakim.
Jika dikaitkan dalam sebuah putusan Pengadilan Niaga tentang kepailitan,
sejak debitor dinyatakan pailit, upah karyawan dianggap utang harta pailit,
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan
Kewajiban pembayaran Utang.16 Dan jika dikaitkan dengan salah satu sifat
14 Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata , ... h.877
15 Sarwono, Hukum Acara Perdata, ... h.213
16 Susanti Adi Nugroho, Hukum Kepailitan Di Indonesia Dalam Teori dan Praktik Serta
Penerapan Hukumnya, ... h.348
59
putusan tersebut maka putusan hakim ini termasuk dalam putusan
condemnatoir, yang mana putusan tersebut dapat dieksekusi (dapat
dilaksanakan).
Di dalam Pasal 27 Ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan:
"tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak
bagi kemanusiaan”. Sedang Pasal 280 Ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945
menyatakan: "Setiap orang berhak atas pekerjaan serta mendapat imbalan dan
pengakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja." Hubungan kerja adalah
hubungan antara pengusaha yang terjadi setelah adanya perjanjian kerja, yakni
suatu perjanjian di mana pekerja menyatakan kesanggupan untuk bekerja pada
pihak perusahaan dengan menerima upah dan pengusaha menyatakan
kesanggupannya untuk mempekerjakan pekerja dengan membayar upah.17
Sedang, Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dan dengan menerima
upah atau imbalan dalam bentuk apapun. Pengertian tersebut terdapat dalam
Pasal 1 Angka 4 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang
Ketenagakerjaan.
Hubungan atau kaitannya antara para pekerja dan perusahaan sejatinya
sangat erat, hal tersebut tercipta karena adanya perjanjian kerja antara kedua
belah pihak. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan
memberikan pengertian mengenai Perjanjian Kerja. Perjanjian kerja adalah
suatu perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja
yang memuat syarat-syarat kerja tertentu, hak, dan kewajiban para pihak yang
bersangkutan.
Hubungan tersebut dapat tercipta karena adanya sifat yang saling
membutuhkan. Perusahaan ada hanya apabila buruh ada, demikian juga
sebaliknya, buruh ada karena adanya pemberi kerja. Kepentingan perusahaan
adalah untuk mendapatkan keuntungan yang maksimal. Sedangkan,
kepentingan buruh adalah upah yang maksimal. Secara konstitusional, posisi
17 Lalu Husni, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, (Jakarta: Rajawali Pers,
2012), h. 123
60
buruh sejatinya telah mendapat perlindungan yang memadai. 18 Namun
seringkali tenaga kerja menjadi salah satu pihak yang merasa paling lemah
ketika dihadapkan kepada pemberi kerja yang merupakan pihak yang memiliki
kekuatan. Sebagai pihak yang dianggap lemah dalam hal ini, tidak jarang jika
para tenaga kerja seringkali mengalami ketidakadilan apabila berhadapan
dengan kepentingan perusahaan.
Dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan
juga telah dijelaskan mengenai hak-hak dasar buruh sesuai dengan amanat
konstitusi, yang telah menetapkan kebijakan pengupahan yang melindungi
kepentingan buruh dari permasalahan ketika perusahaan dinyatakan pailit.
Namun disisi lain dari permasalahan ini seringkali buruh/pekerja cenderung
tidak mendapatkan perlindungan yang cukup atas pembayaran hak-haknya
tersebut. Dari kondisi permasalahan ini, seringkali dapat berdampak buruk
dengan meningkatnya pengangguran yang cukup tinggi di Indonesia akibat
dari kepailitan tersebut. Pada Pasal 39 Ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor
37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran
Utang yang menyatakan bahwa :
1. Pekerja yang bekerja pada Debitor pailit dapat memutuskan hubungan kerja,
dan sebaliknya kurator dapat memberhentikannya dengan mengindahkan
jangka waktu menurut persetujuan atau ketentuan perundang-undangan
yang berlaku, dengan pengertian bahwa hubungan kerja tersebut dapat
diputuskan dengan pemberitahuan paling singkat 45 (empat puluh lima) hari
sebelumnya.
2. Sejak tanggal putusan penyataan pailit diucapkan oleh hakim Pengadilan
Niaga, upah yang terutang sebelum maupun sesudah putusan pernyataan
pailit diucapkan merupakan utang harta pailit.
Akibat Kepailitan Terhadap Perjanjian Kerja terdapat dalam ketentuan
Pasal 39 Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran
18 Tri Budiyono, Problematika Posisi Buruh Pada Perusahaan Pailit, Salatiga, Fakultas
Hukum Universitas Kristen Satya Wacana, Jilid 42, Nomor 3, (Juli, 2013), h. 418
61
Utang yang telah disebutkan sebelumnya bahwa ketentuan tersebut mengatur
mengenai akibat kepailitan terhadap perjanjian kerja. Dari ketentuan tersebut
pekerja yang bekerja pada Debitor pailit dapat memutuskan hubungan kerja,
dan sebaliknya juga Kurator dapat memberhentikan dengan mengindahkan
jangka waktu menurut persetujuan atau menurut ketentuan perundang-
undangan yang berlaku. Perlu diperhatikan bahwa hubungan kerja tersebut
dapat diputuskan dengan pemberitahuan paling singkat 45 (empat puluh lima)
hari sebelumnya. Dan sejak tanggal putusan pernyataan pailit diucapkan, upah
yang sebelumnya maupun sesudah putusan pernyataan pailit diucapkan
merupakan utang harta pailit.19
Akibat dari Pemutusan Hubungan Kerja jika ditinjau dari pihak buruh.
Dilihat dari sudut pandang tenaga kerja/buruh, dari pemutusan hubungan kerja
dapat mengakibatkan kehilangan nafkah dan kehilangan status bagi para
karyawan. Sehingga dari hal tersebut berdampak buruk terhadap karyawan
salah satunya akan kesulitan dalam membiayai kehidupan rumah tangga nya
terutama bagi kepala rumah tangga yang menjadi pekerja tunggal dalam
menghidupi istrinya dan membiayai sekolah anak-anaknya.
Dari hal yang telah diuraikan diatas, maka Akibat Hukum Kepailitan PT
United Coal Indonesia terhadap karyawannya yaitu, PT United Coal Indonesia
harus membayar utang yang mencapai Rp 22.300.000.000,- miliar dengan
tagihan gaji karyawan sebesar Rp.12.288.085.500,- (dua belas miliar dua ratus
delapan puluh delapan juta delapan puluh lima ribu lima ratus rupiah). Yang
mana mereka belum menerima upahnya selama 3 bulan berturut-turut sejak
bulan juni, juli dan Agustus oleh PT United Coal Indonesia dan telah jatuh
tempo. Dari pembahasan ini, dapat ditarik kesimpulan bahwa akibat hukum
kepailitan PT United Coal Indonesia terhadap karyawannya yaitu PT United
Coal Indonesia harus membayar utang yang mencapai Rp.22.300.000.000,-
miliar (dua puluh dua miliar tiga ratus juta rupiah).
19 Man S. Sastrawidjaja, Hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran
Utang, ... h.117-118
62
Hal tersebut termasuk dalam salah satu dari sifat putusan, yaitu putusan
condemnatoir (menghukum) yang mana putusan tersebut mengandung unsur
penghukuman, sehingga dapat digunakan sebagai pemaksa bagi pihak yang
kalah ( PT United Coal Indonesia selaku debitor ) untuk melaksanakan putusan
tersebut dengan pengurusannya diwakili oleh Kurator sebagai pihak yang
diangkat oleh Pengadilan untuk mengurus dan membereskan harta Debitor
pailit dibawah pengawasan hakim pengawas sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
63
BAB IV
KEWAJIBAN HUKUM PT UNITED COAL INDONESIA BERDASARKAN
PUTUSAN PAILIT
Pada bab keempat ini terdiri dari beberapa subbab pembahasan yang
merupakan hasil analisis dan interpretasi penulis terhadap penelitian ini. Subbab
pertama memaparkan tentang Pemenuhan Hak Karyawan PT United Coal
Indonesia Akibat Putusan Pailit. Kemudian pada subbab kedua penulis
mencoba mengupas mengenai Tinjauan Peraturan Perundang-Undangan
Nomor 37 Tahun 2004 Tentang kepailitan dan Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang terhadap PT United Coal Indonesia Nomor 186 K/Pdt.Sus-
Pailit/2015 juncto Nomor 557 K/Pdt.Sus-Pailit/2018. Dan sedangkan pada
subbab ketiga berisi interpretasi penulis terhadap Pertimbangan hukum
Pengadilan Niaga terhadap karyawan PT United Coal Indonesia akibat putusan
pailit, berdasarkan hukum kepailitan di Indonesia.
A. Pemenuhan Hak Karyawan PT United Coal Indonesia Akibat Putusan
Pailit
Membahas mengenai hak pekerja/buruh dalam sebuah perusahaan sama hal
nya dengan dengan membahas mengenai hak asasi, atau bukan asasi. Hak asasi
manusia (HAM) merupakan hak-hak yang dimiliki manusia sejak ia lahir yang
berlaku seumur hidup dan tidak dapat diganggu gugat siapapun. Sama halnya
dengan hak asasi adalah hak yang melekat pada diri pekerja/buruh itu sendiri
yang dibawa sejak lahir dan jika hal tersebut terlepas/terpisah dari diri pekerja
itu akan menjadi turun derajat dan harkatnya sebagai manusia. Sedangkan hak
yang bukan asasi berupa hak pekerja atau buruh yang telah diatur dalam
peraturan perundang-undangan yang sifatnya non asasi, hak asasi sebagai
konsep moral dalam bermasyarakat dan bernegara bukanlah suatu konsep moral
dalam bermasyarakat dan bernegara bukanlah suatu konsep yang lahir seketika
dan bersifat menyeluruh.1
1 Adian Sutedi, Hukum Perburuhan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), h.14-17
64
Perlu dibedakan pengertian antara hak-hak asasi dengan hak-hak dasar,
perbedaan antara keduanya istilah tersebut adalah bahwa hak-hak asasi
menunjuk pada hak-hak memperoleh pengakuan secara internasional,
sedangkan hak dasar diakui melalui hukum nasional. Konotasi antara kedua hal
tersebut yaitu hak-hak manusia terkait erat dengan asas-asas ide dan politis,
sedangkan hak dasar merupakan bagian dari hukum dasar.2
Menurut Pasal 1 angka (14) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003
Tentang Ketenagakerjaan, perjanjian kerja adalah perjanjian antara
pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat
kerja, hak, dan kewajiban para pihak.
Hal yang timbul dari perjanjian kerja, dalam hak ini hak pekerja, salah
satunya yaitu upah pekerja merupakan salah satu kewajiban Perseroan di dalam
perjanjian kerja. Dan apabila Perseroan tidak mampu melaksanakan
kewajibannya, yang dalam hal ini membayar upah, maka hal tersebut dapat
mengakibatkan adanya utang terhadap karyawan. Keadaan yang demikian akan
menimbulkan kerugian bagi para karyawan. Dan cara untuk menyelesaikan
permasalahan tersebut salah satunya yaitu dapat dilakukan melalui lembaga
kepailitan, dalam hal ini adalah Pengadilan Niaga.3
Dalam Pasal 39 Ayat (2) Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan
upah adalah hak pekerja yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang
sebagai imbalan dari pemberi kerja kepada pekerja atau suatu pekerjaan atau
jasa yang telah atau akan dilakukan, ditetapkan, dan dibayarkan menurut suatu
perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan, termasuk
tunjangan bagi pekerja dan keluarga.4
2 Zaeni Asyhadie, dkk, Hukum Ketenagakerjaan Dalam Teori& Praktik di Indonesia,
(Jakarta: Prenadamedia Group, 2019), h.42
3 Dimas Hanif Alfarizi, dkk, Tanggung Jawab Peseroan Terbatas Terhadap Karyawan
Sebagai Kreditor Preferen Dalam Kepailitan, Universitas Diponegoro: Diponegoro Law Review,
Volume.5, Nomor 2, 2016, h.3
4 Man S. Sastrawidjaja, Hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pebayaran Utang
h.118
65
Saat perusahaan mengalami kerugian perusahaan tetap masih memiliki
tanggung jawab untuk memenuhi hak karyawan. Karena karyawannya telah
memberikan tenaga serta pikiran untuk mendapatkan keuntungan bagi
perusahaan dan saat perusahaan menderita kerugian, karyawan akan tetap
menyandang hak-hak sebagai pekerja atau buruh.5 Sama halnya ketika
perusahaan dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga, Karyawan tetap berhak
atas uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan penggantian hak, selain
itu karyawan juga berhak atas upah yang terutang sebelum dan sesudah putusan
pailit.
1. Tanggung Jawab Perseroan Terbatas Yang dinyatakan Pailit Terhadap
Karyawan Sebagai Kreditor Preferen.
Berdasarkan ketentuan Pasal 95 Ayat (4) Undang-Undang
Ketenagakerjaan yang menyatakan sebagai berikut:
“Dalam hal perusahaan dinyatakan pailit atau likuidasi berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku, maka upah hak-hak lainnya
dari pekerja/buruh merupakan utang yang didahulukan pembayarannya”
Didalam Pasal 165 Undang-Undang Ketenagakerjaan menyatakan
sebagai berikut:
“Suatu perusahaan dapat melakukan pemutusan hubungan kerja
terhadap pekerja atau buruh karena perusahaan dinyataan pailit oleh
Pengadilan Niaga, dengan ketentuan bahwa pekerja atau buruh berhak atas
uang pesangon sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 Ayat (2), uang
penghargaan masa kerja sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 Ayat (3)
dan uang penggantian hak sesuai dengan ketentuan Pasal 156 Ayat (4)”
Adapun besarnya perhitungan uang pesangon jika terjadi pemutusan
hubungan kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 156 Ayat (2) yaitu
sebagai berikut:
a. masa kerja kurang dari 1 (satu) tahun, 1 (satu) bulan upah;
5 Dimas Hanif Alfarizi, dkk, Tanggung Jawab Perseroan Terbatas Terhadap Karyawan
Sebagai Kreditor Preferen Dalam Kepailitan, Universitas Diponegoro, Volume 5, Nomor 2, 2016,
h.8
66
b. masa kerja 1 (satu) tahun atau lebih tetapi kurang dari 2 (dua) tahun, 2
(dua) bulan upah;
c. masa kerja 2 (dua) tahun atau lebih tetapi kurang dari 3 (tiga) tahun, 3
(tiga) bulan upah;
d. masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 4 (empat) tahun,
4 (empat) bulan upah;
e. masa kerja 4 (empat) tahun atau lebih tetapi kurang dari 5 (lima) tahun,
5 (lima) bulan upah;
f. masa kerja 5 (lima) tahun atau lebih, tetapi kurang dari 6 (enam) tahun,
6 (enam) bulan upah;
g. masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih tetapi kurang dari 7 (tujuh) tahun,
7 (tujuh) bulan upah.
h. masa kerja 7 (tujuh) tahun atau lebih tetapi kurang dari 8 (delapan)
tahun, 8 (delapan) bulan upah;
i. masa kerja 8 (delapan) tahun atau lebih, 9 (sembilan) bulan upah.
Besarnya perhitungan uang penghargaan masa kerja jika terjadi
pemutusan hubungan kerja ditetapkan sebagai berikut :
a. masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 6 (enam) tahun,
2 (dua) bulan upah;
b. masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih tetapi kurang dari 9 (sembilan)
tahun, 3 (tiga) bulan upah;
c. masa kerja 9 (sembilan) tahun atau lebih tetapi kurang dari 12 (dua
belas) tahun, 4 (empat) bulan upah;
d. masa kerja 12 (dua belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 15 (lima
belas) tahun, 5 (lima) bulan upah;
e. masa kerja 15 (lima belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 18
(delapan belas) tahun, 6 (enam) bulan upah;
f. masa kerja 18 (delapan belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 21
(dua puluh satu) tahun, 7 (tujuh) bulan upah;
g. masa kerja 21 (dua puluh satu) tahun atau lebih tetapi kurang dari 24
(dua puluh empat) tahun, 8 (delapan) bulan upah;
67
h. masa kerja 24 (dua puluh empat) tahun atau lebih, 10 (sepuluh ) bulan
upah.
Dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima jika terjadi
pemutusan hubungan kerja yaitu meliputi :
a. cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur;
b. biaya atau ongkos pulang untuk pekerja/buruh dan keluarganya
ketempat dimana pekerja/buruh diterima bekerja;
c. penggantian perumahan serta pengobatan dan perawatan ditetapkan
15% (lima belas perseratus) dari uang pesangon dan/atau uang
penghargaan masa kerja bagi yang memenuhi syarat;
d. hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan
perusahaan atau perjanjian kerja bersama.
Perubahan perhitungan uang pesangon, perhitungan uang penghargaan
masa kerja, dan uang penggantian hak sebagaimana dimaksud dalam
pembahasan diatas ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Berdasarkan penjelasan pasal tersebut menyatakan bahwa saat
perusahaan dinyatakan pailit, maka upah dan hak-hak lainnya dari
pekerja/buruh merupakan utang yang didahulukan pembayarannya.
Tagihan pembayaran upah buruh dikategorikan sebagai hak istimewa
umum, sehingga buruh/tenaga kerja dapat dikategorikan sebagai kreditor
preferen pemegang hak istimewa umum.
2. Tanggung Jawab Kurator Terhadap Karyawan Sebagai Kreditor Preferen
Dalam Kepailitan
Karyawan sebagai tenaga kerja adalah orang yang mampu
melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk
memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat, dan sebagai
pekerja, karyawan berhak untuk menerima upah atau imbalan atas
pekerjaan yang ia lakukan.
Apabila terjadi keadaan dimana Perseroan melakukan suatu
pelanggaran hukum yang berakhir dengan bubarnya Perseroan dan hal
tersebut mengakibatkan tidak terbayarnya upah yang merupakan hak
68
seorang pekerja dalam perjanjian kerja. Maka Perseroan harus
merealisasikan pembayaran upah tersebut karena tidak terbayarkannya
upah merupakan suatu kerugian atas perbuatan Perseroan tersebut.
Dalam hal Perseroan mengalami kepailitan, upah karyawan dapat
tidak terealisasikan pembayarannya karena Perseroan tidak memiliki
kewenangan lagi dalam mengurus harta kekayaannnya karena kewenangan
tersebut telah berpindah kepada kurator sebagai pihak yang melakukan
pengurusan serta pemberesan harta pailit Perseroan dan hal tersebut
mengakibatkan munculnya utang.6
Membahas mengenai upah karyawan diatur dalam Pasal 95 Ayat (4)
Undang-Undang Ketenagakerjaan yaitu dalam hal perusahaan dinyatakan
pailit atau likuidasi berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku, maka upah dan hak-hak lainnya dari pekerja atau buruh merupakan
utang yang didahulukan pembayarannya. Sama halnya dengan Putusan
Mahkamah Konstitusi Nomor 67/PUU-XI/2013 pembayaran upah pekerja
atau buruh yang terhutang didahulukan atas semua jenis Kreditor Separatis,
tagihan hak negara, kantor lelang, dan badan umum yang dibentuk
Pemerintah, sedangkan pembayaran hak-hak pekerja atau buruh lainnya
didahulukan atas semua tagihan termasuk tagihan hak negara, kantor
lelang, dan badan umum yang dibentuk Pemerintah, kecuali tagihan dari
Kreditor separatis.
Selain itu juga didalam surat Al-Baqarah Ayat 283 yang berbunyi:
ذي اؤتمن فإن أمن بعضكم بعضا فليؤد ال وإن كنتم على سفر ولم تجدوا كاتبا فرهان مقبوضة
رب ه بما ت ول تكتموا الش هادة وم أمانته وليت ق للا عملون عليم ن يكتمها فإن ه آثم قلبه وللا
Yang artinya: “Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak
secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka
6 Dimas Hanif Alfarizi, dkk, Tanggung Jawab Perseroan Terbatas Terhadap Karyawan
Sebagai Kreditor Preferen Dalam Kepailitan, Universitas Diponegoro, Volume 5, Nomor 2, 2016,
h.10
69
hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang).
Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka
hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan
hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu (para
saksi) menyembunyikan persaksian. Dan barangsiapa yang
menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa
hatinya; dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”.7
Maksud dari ayat tersebut adalah hendaklah orang yang sudah dipercaya
untuk berutang membayar utang-utangnya.8
Dalam perkara ini, peneliti akan mengkaji mengenai kasus
kepailitan pada PT United Coal Indonesia sebagai Kreditor Preferen.
Dalam hal ini gaji karyawan debitor pailit atau PT United Coal Indonesia
dengan tagihan sebesar Rp.12.288.085.500 (dua belas milyar dua ratus
delapan puluh delapan juta delapan puluh lima ribu lima ratus rupiah)
dimana berdasarkan Undang-Undang Ketenagakerjaan dan berdasarkan
Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomer 67/PUU/XI/2013 tanggal 11
September 2014 menyebutkan bahwa kedudukan dan hak tagih Gaji
Karyawan berada di atas seluruh kreditor lainnya.
Karyawan sebagai Kreditor pemegang hak yang diistimewakan
dalam hal ini sangat bergantung dengan tindakan-tindakan yang dilakukan
oleh kurator karena karyawan tidak memiliki kewenangan untuk
melakukan eksekusi atas jaminan kebendaan seperti yang dimiliki oleh
Kreditor separatis. Dengan demikian jika dikaitkan dengan perkara
kepailitan PT United Coal Indonesia ini, Kurator yang menangani kasus
pemberesan harta debitor pailit telah tepat dalam membagikan harta
kekayaan debitor kepada para Kreditor nya dan telah sesuai dengan Prinsip
keadilan menurut perundang-undangan. Karena tanggung jawab kurator
sangat penting untuk melindungi hak para karyawan serta memberikan
7 Diakses pada 7 Juli 2019, https://tafsirweb.com/1049-surat-al-baqarah-ayat-283.html
8 Diakses pada 7 Juli 2019,
https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/cl7009/kepailitan-dalam-islam/
70
kepastian, meskipun hak para karyawan tersebut sebelumnya telah
dilindungi oleh Undang-Undang.
Seorang kurator harus bekerja dan bertanggung jawab sesuai dengan
amanat Undang-Undang yang berlaku, bukan hanya memperhatikan
Undang-Undang Kepailitan saja, tetapi juga Undang-Undang lainnya yang
berkaitan dengan tugas-tugasnya. Hal tersebut dilakukan agar tercipta
adanya sinkronisasi mengenai hal-hal apa saja yang perlu dilakukan oleh
seorang kurator, sehingga prinsip keadilan dan perlindungan hukum
khususnya terhadap karyawan maupun kreditor lainnya dapat tercapai
dengan semaksimal mungkin.
Mengenai pembagian aset pailit dalam kasus kepailitan PT United Coal
Indonesia ini yaitu sebagai berikut :
Urutan dan kedudukan kreditor yang ditentukan dalam Putusan Mahkamah
Konstitusi Nomor 67/PUU/XI/2013 yakni sebagai berikut:
1. Urutan pertama : Kreditor Preferen Buruh, dalam hal ini tagihan upah.
Dalam hal ini, kreditor preferen buruh mendapat bagian sebesar Rp
12.288.085.500 dalam hal ini adalah gaji karyawan.
2. Urutan kedua: Kreditor Separatis.
Terdapat 1 kreditor Separatis yaitu PT Bank Mandiri (Persero) Tbk, hanya
menerima Rp.14.000.000.000,- (empat belas milyar rupiah) atau hanya
sebesar 4,99% dari nilai seluruh tagihan yang diakui.
3. Urutan ketiga : Kreditor Preferen Buruh, dalam hal ini tagihan pesangon.
Besarnya uang pesangon yang seharusnya dibayarkan kepada karyawan
yaitu sebesar Rp. 10.011.914.500.
4. Urutan keempat : Kreditor Tagihan Kantor Pajak
Dalam hal ini kreditor preferen pajak mendapatkan bagian sebesar
Rp.2.549.161.883,00 atau hanya sebesar 5,88% dari nilai seluruh tagihan
yang diakui.
5. Urutan kelima : Kreditor Konkuren.
71
Kreditor Konkuren hanya mendapat bagian sebesar Rp. 1.000.000.000 dari
160 kreditor konkuren, yang mengajukan tagihan sebesar 88 kreditor dan
sebanyak 72 kreditor konkuren yang diakui oleh debitor.
Dalam hal ini, terdapat kelemahan Undang-Undang Kepailitan terletak pada
pembagian hak-hak para kreditur, karena hal tersebut tidak diatur secara rinci
dan sistematik didalam Undang-undang. Dalam pembagian harta pailit tidak
terdapat rumusnya, melainkan semua itu tergantung dari kewenangan hakim
dan kurator sebagai pihak yang mengurus dan membereskan boedel pailit.
B. Tinjauan Peraturan Perundang-Undangan Nomor 37 Tahun 2004 Tentang
kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang terhadap PT
United Coal Indonesia Nomor 186 K/Pdt.Sus-Pailit/2015 juncto Nomor 557
K/Pdt.Sus-Pailit/2018
Permohonan pernyataan pailit diajukan pada tanggal 13 Oktober 2014 oleh
CV Satria Duta Perdana dan CV Exsiss Jaya dengan perkara Nomor
32/Pdt.Sus/Pailit/2014/PN.Niaga Jkt. Sebagai kreditor (yang selanjutnya
disebut sebagai pemohon), Terhadap PT United Coal Indonesia yang bergerak
sebagai perusahaan pertambangan batu bara di Samarinda, yang berkedudukan
di Sudirman Plaza Marein 11 th Floor, jalan Jenderal Sudirman Kav.76-78,
Jakarta, yang dalam hal ini memberikan kuasa kepada Rahmat Indra, SH.,
LLM., Djamaludin, SH., dan Bayu Putra Wicaksono, SH., Advokat dan
Pengacara yang berkantor di RID & Associates, yang beralamat di komplek
Mitra Sunter Blok B Nomor 26 Jalan Ros Sudarso Kav. 89, Jakarta, yang
berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 23 Oktober 2015, (yang selanjutnya
disebut sebagai Termohon).
Berdasarkan pemaparan proses Kepailitan PT United Coal Indonesia diatas
dan melihat tentang penerapan Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang dalam menyelesaikan kasus Kepailitan PT
United Coal Indonesia. Pengajuan Permohonan kepailitan adalah harus
memenuhi syarat berdasarkan Pasal 2 Ayat (1) adalah:
1. Debitor harus mempunyai dua atau lebih kreditor.
72
2. Tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan
dapat ditagih.
Dan berdasarkan pemaparan dalam buku karya Munir Fuady umumnya
orang sering menyatakan bahwa yang dimaksud dengan pailit atau bangkrut itu
adalah sitaan umum atau seluruh harta debitor agar tercapainya perdamaian
antara debitor dan para kreditor atau agar harta tersebut dapat dibagi-bagi secara
adil diantara para kreditor. Dari ketentuan dalam Pasal 2 Undang-Undang
Nomor 37 Tahun 2004 bahwa syarat-syarat yuridis agar suatu perusahaan dapat
dinyatakan pailit adalah sebagai berikut:9
1. Adanya utang.
2. Minimal satu dari utang sudah jatuh tempo.
3. Minimal satu dari utang dapat ditagih.
4. Adanya Debitor.
5. Adanya Kreditor.
6. Kreditor lebih dari satu.
7. Pernyataan pailit dilakukan oleh pengadilan khusus yang disebut dengan
“Pengadilan Niaga”
8. Permohonan Pernyataan Pailit diajukan oleh pihak yang berwenang, yaitu:
a. Pihak Debitor;
b. Satu atau lebih kreditor;
c. Jaksa untuk kepentingan umum;
d. Bank Indonesia jika debitornya bank;
e. Bapepam jika debitornya perusahaan efek, bursa efek, lembaga kliring
dan penjamin, dam lembaga penyimpanan dan penyelesaian; serta
f. Menteri Keuangan jika debitornya perusahaan asuransi, dana pensiun,
dan BUMN yang bergerak di bidang kepentingan publik.
g. Syarat-syarat lainnya yang disebutkan didalam Undang-Undang
Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.
9 Munir Fuady, Hukum Pailit Dalam Teori Dan Praktek, ... h. 8
73
h. Apabila syarat-syarat terpenuhi, hakim “menyatakan pailit”, bukan
“dapat menyatakan pailit”. Dengan demikian, dalam hal ini kepada
hakim tidak diberikan ruang untuk memberikan “judgement” yang luas
seperti pada kasus- kasus lainnya, sungguhpun limited defence masih
dibenaran, mengingat yang berlaku adalah prosedur pembuktian yang
sumir (vide Pasal 8 Ayat (4) Undang-Undang Kepailitan).
Berdasarkan syarat yang mendasar dari pengajuan permohonan pailit
tersebut, maka terhadap kasus Kepailitan PT United Coal Indonesia sudah
bisa dikatakan memenuhi syarat dasar kepailitan tersebut, yaitu:
Bahwa PT United Coal Indonesia mempunyai kreditor-kreditor
lebih dari dua kreditor yaitu Karyawan PT United Coal Indonesia, yang
mana permohonan kepailitan diajukan oleh CV Satria Duta dan CV
Exsiss Jaya. Permohonan kepailitan tersebut diajukan karena adanya
hak-hak kreditor lain yang diajukan, yaitu untuk membantu 5 karyawan
PT United Coal Indonesia cabang site Palaran yang upahnya tidak
dibayarkan selama 3 bulan berturut-turut sejak bulan juni, juli dan
Agustus oleh PT United Coal Indonesia dan telah jatuh tempo dan
karyawan lainnya.
Sedangkan Pengertian Utang menurut Pasal 1 angka 6 Nomor 37
Tahun 2004 Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang adalah
“Kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam jumlah uang baik
dalam mata uang Indonesia maupun mata uang asing, baik secara langsung
maupun yang akan timbul di kemudian hari atau kontinjen, yang timbul
karena perjanjian atau Undang-Undang dan yang wajib dipenuhi oleh
Debitor dan bila tidak dipenuhi memberi hak kepada kreditor untuk
mendapat pemenuhannya dari harta kekayaan debitor”.
Dari Pengertian utang diatas, bahwa PT United Coal Indonesia tidak
membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat
ditagih. Dalam Putusan Nomor 186 K/Pdt.Sus-Pailit/2015 berdasarkan hasil
verifikasi yang telah dilakukan oleh Pengurus, Kreditor dan Debitor
74
disampaikan bahwa jumlah utang PT United Coal Indonesia adalah sebagai
berikut:
Jumlah kreditor (separatis dan konkuren) sebanyak 161 kreditor dengan
jumlah tagihan Rp488.731.532,38 dengan perincian sebagai berikut:
1) Kreditor separatis sebanyak 1 (satu) kreditor dengan total tagihan
sebesar Rp281.099.798.470,00 (dua ratus delapan puluh satu miliar
sembilan puluh sembilan juta tujuh ratus sembilan puluh delapan ribu
empat ratus tujuh puluh rupiah);
2) Kreditor konkuren sebanyak 160 kreditor yang terdiri dari:
a) Yang mengajukan tagihan sebanyak 88 (delapan puluh delapan)
kreditor dengan Total tagihan sebesar Rp77.611.322.621,58 (tujuh
puluh tujuh miliar enam ratus sebelas juta tiga ratus dua puluh dua
ribu enam ratus dua puluh satu koma lima puluh delapan rupiah);
b) Yang tidak mengajukan tagihan dan diakui oleh Debitor sebanyak
72 (tujuh puluh dua) kreditor dengan total tagihan sebesar
Rp130.020.710.440,80 (seratus tiga puluh miliar dua puluh juta
tujuh ratus sepuluh ribu empat ratus empat puluh rupiah delapan
puluh sen);
Bahwa menurut Pasal 170 Ayat (1) Undang-Undang Kepailitan dan
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang menyatakan:
“Kreditor dapat menuntut pembatalan suatu perdamaian yang telah
disahkan apabila Debitor lalai memenuhi isi perdamaian tersebut”
Dan penjelasan Pasal 170 Ayat (1) tersebut, Kreditor CV Exiss Jaya
dan CV Satria Dua Perdana dapat menuntut pembatalan suatu
perdamaian yang telah disahkan, karena PT United Coal Indonesia
terbukti telah lalai dalam memenuhi isi perdamaian tersebut.
Untuk selanjutnya Pasal 291 Ayat (2) Undang-Undang Kepailitan
dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang menyatakan:
“Dalam putusan Pengadilan yang membatalkan perdamaian, Debitor
juga harus dinyatakan Pailit”
75
Sebagai konsekuensi lebih lanjut adanya pembatalan perdamaian yang
telah disahkan tersebut, maka debitor harus dinyatakan pailit.
C. Pertimbangan hukum Pengadilan Niaga terhadap karyawan PT United
Coal Indonesia akibat putusan pailit, berdasarkan hukum kepailitan di
Indonesia
Pertimbangan hukum berisi mengenai analisis, argumen, pendapat atau
kesimpulan hakim dari hakim yang memeriksa perkara. Biasanya terdapat
pertimbangan yang sering kali dijadikan alasan atau dasar bagi pihak yang
dikalahkan untuk melakukan upaya hukum selanjutnya, dengan menganggap
bahswa suatu putusan tidak memiliki cukup pertimbangan, sehingga berharap
putusan tersebut dapat dibatalkan. Seperti yang tertuang dalam Putusan
Mahkamah Agung Nomor 672 K/Sip/1972, bahwa putusan harus dibatalkan,
karena tidak cukup pertimbangan.10
Guna keperluan penelitian agar lebih menyeluruh maka kiranya perlu juga
ditinjau hasil pertimbangan yang telah dikeluarkan oleh hakim ditingkat
pertama sebagai judex facti untuk mendapatkan gambaran yang terang tentang
perkara ini, dalam hal ini peneliti akan menganalisis hal-hal yang menjadi
pertimbangan hukum dalam memutus perkara kepailitan terhadap PT United
Coal Indonesia dengan dikaitkan dengan peraturan Perundang-Undangan yang
ada yaitu sebagai berikut :
Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang memeriksa
dan mengadili perkara keberatan atas pembagian harta pailit pada peradilan
tingkat pertama, telah menjatuhkan putusan perkara antara Kementerian
Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Pajak, Kantor Wilaya DJP
Wajib Pajak Besar, Kantor Pelayanan Wajib Pajak Besar Satu selaku Pemohon
I dan sebagai Kreditor Preferen dan PT Palaran Indah Lestari selaku Pemohon
II dan sebagai kreditor konkuren, yang mana mengajukan permohonan yang
menyatakan keberatan atas Pengumuman Daftar Pembagian akhir harta pailit
10 M.Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata: Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan,
Pembuktian, dan Putusan Pengadilan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2007), h.809-810
76
PT United Coal Indonesia (dalam pailit) terhadap DR Andrey Sitanggang, S.H.,
M.H., S.E., Rio Ferry Sihombing S.H., Vychung Chongson, S.H. selaku tim
kurator PT United Coal Indonesia (dalam pailit), Pada tanggal 19 Desember
2017. Adapun pertimbangan hukum nya sebagai berikut:
1. Eksepsi tergugat yang menyatakan bahwa alasan termohon melakukan daftar
pembagian tersebut adalah
a. Bahwa sebagaimana penetapan Hakim Pengawas tentang Daftar
Pembagian Harta Pailit PT United Coal Indonesia tertanggal 19
Desember 2017, yang telah diumumkan disurat kabar Harian Kompas
dan Rakyat Merdeka tanggal 21 Desember 2017, jumlah piutang
Pemohon I (selaku kreditor preferen) yang diakui adalah sebesar
Rp.43.334.542.465,- (empat puluh tiga milyar tiga ratus tiga puluh empat
juta lima ratus empat puluh lima rupiah), dengan hasil pembagian akhir
sesuai Penetapan Hakim Pengawas Sebesar Rp.2.549.161.883,- (dua
milyar lima ratus empat puluh sembilan juta seratus enam puluh satu ribu
delapan ratus delapan puluh tiga rupiah);
b. Bahwa dari bukti tersebut diketahui dari jumlah harta pailit yang akan
dibagikan kepada para kreditor yakni sebesar Rp.30.987.247.383,- (tiga
puluh milyar sembilan ratus delapan puluh tujuh juta dua ratus empat
puluh tujuh ribu tiga ratus delapan puluh tiga rupiah), Pemohon I akan
menerima total Rp.2.549.161.883,- (dua milyar lima ratus empat puluh
sembilan juta seratus enam puluh satu ribu delapan ratus delapan puluh
tiga rupiah) atau sebesar 5,88% dari nilai seluruh tagihan yang diakui,
Sedangkan Kreditor Separatis PT Bank Mandiri (Persero) Tbk hanya
menerima Rp.14.000.000.000,- (empat belas milyar rupiah) atau hanya
sebesar 4,99% dari nilai seluruh tagihan yang diakui.
2. Bahwa alasan Kurator melakukan pembagian yang demikian adalah sesuai
dengan Asas Keadilan yang dianut dalam Undang-Undang Kepailitan
sebagaimana disebutkan dalam Penjelasan Umum Undang-Undang
Kepailitan;
77
3. Bahwa selain daripada itu alasan Kurator melakukan pembagian tersebut
Pemohon I ada pula Kreditor Preferen yaitu Gaji Karyawan Debitor Pailit
atau PT United Coal Indonesia (dalam pailit) dengan tagihan sebesar
Rp.12.288.085.500,- (dua belas milyar dua ratus delapan puluh delapan juta
delapan puluh lima ribu ima ratus rupiah), dimana berdasarkan Putusan
Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 67/PUU/XI/2013 tanggal 11 September
2014 disebutkan bahwa kedudukan dan hak tagih Gaji Karyawan berada di
atas seluruh kreditor lainnya, termasuk Pemohon I;
4. Bahwa dalam perkara ini tagihan Kreditor Separatis PT Bank Mandiri
(Persero), Tbk, adalah sebesar Rp. 280.637.628.291,27 (dua ratus delapan
puluh milyar enam ratus tiga puluh tujuh juta enam ratus dua puluh delapan
ribu dua ratu sembilan puluh satu rupiah koma dua puluh tujuh sen), namun
hanya mendapatkan bagian pembagian akhir sejumlah Rp.14.000.000.000,-
(empat belas milyar rupiah) atau hanya sebesar 4,99% dari jumlah
tagihannya;
5. Bahwa apabila berpedoman Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut maka
seharusnya Pemohon I tidak mendapat porsi pembagian karena terhadap
tagihan Kreditor Separatis PT Bank Mandiri (Persero), Tbk. Masih belum
terbayarkan sepenuhnya. Akan tetapi berdasarkan Asas Keadilan, maka
Termohon dan Hakim Pengawas telah menentukan bahwa terhadap tagihan
Pemohon I juga mesti diperhatikan dan mendapatkan porsi pembagian. Oleh
karena itu dalam daftar pembagian tersebut Pemohon I mendapatkan bagian
pembagian akhir sebesar Rp.2.549.161.883,- (dua milyar lima ratus empat
puluh sembilan juta seratus enam puluh satu ribu delapan ratus delapan puluh
tiga rupiah) atau sebesar 5,88% dari nilai seluruh tagihan yang diakui;
6. Bahwa berdasarkan uraian tersebut diatas Menurut majelis Termohon telah
mengajukan usulan pembagian hasil pemberesan yang telah disetujui oleh
Hakim Pengawas dengan mengacu kepada Pasal 189 Ayat (1) Undang-
Undang Kepailitan, Pasal 27 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999
Tentang Jaminan Fidusia (“Undang-Undang Fidusia”), Pasal 189 Ayat (4) b
Undang-Undang Kepailitan, Demikian pula terhadap Kreditor Preferen KPP
78
Wajib Pajak Besar Satu (Pemohon I) melalui peraturan perundang-undangan
dibidang perpajakan, juga merupakan peraturan yang bersifat khusus. Dalam
Pasal 21 Ayat (1) dan Ayat (3a) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 Tentang Perubahan
Keempat Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan
Umum Dan Tata Cara Perpajakan Menjadi Undang-Undang (“UU KUP”) ,
dan juga Asas Keadilan sebagaimana Penjelasan Umum Undang-Undang
Kepailitan;
7. Bahwa Permohon II ( PT Palaran Indah Lestari) dalam surat Permohonannya
selaku Kreditor Konkuren yang tagihannya telah diakui dan terdaftar dalam
kepailitan PT United Coal Indonesia (dalam pailit) sebesar Rp
14.400.003.209,- mendapatkan bagian yang tidak sesuai berdasarkan
pembagian yang dilakukan Termohon tersebut apabila dibandingkan dengan
jumlah tagihan Pemohon yang telah disetujui oleh Termohon hak ini Tidak
Memenuhi Rasa Keadilan bagi Pemohon dan sangat merugikan Pemohon.
Eksepsi tergugat yang menyatakan keberatan tersebut terhadap Termohon
adalah:
a. Bahwa dalam daftar pembagian yang telah dibuat Termohon dan telah
disetujui Hakim Pengawas dengan nilai Rp.1.000.000.000,- (satu milyar
rupiah) dengan pembagian secara proporsional sesuai dengan tagihan
masing-masing Kreditor Konkuren. Bahwa adapun jumlah pembagian
akhir kepada Kreditor Konkuren sebesar Rp.1.000.000.000,- (satu milyar
rupiah) sebagaimana Penetapan Hakim Pengawas tanggal 19 Desember
2017 adalah dilakukan oleh Hakim Pengawas berdasarkan pada Pasal
189 Ayat (3) Undang-Undang Kepailitan yang berbunyi: “Kreditor
Konkuren harus diberikan bagian yang ditentukan oleh Hakim
Pengawas”.
b. Bahwa selain itu pembagian akhir kepada Kreditor Konkuren sebesar
Rp.1.000.000.000,- (satu milyar rupiah) tersebut juga dilakukan
79
berdasarkan Asas Keadilan dan Asas Keseimbangan sebagaimana yang
diatur dalam Penjelasan Umum Undang-Undang Kepailitan;
8. Bahwa setelah Majelis Hakim mempelajari penetapan jumlah pembagian
kepada PT Palaran Indah Lestari selaku Permohon II tersebut telah sesuai
dengan ketentuan Pasal 189 Ayat (3) dan asas-asas dalam Undang-Undang
Kepailitan, yang menyatakan: “ Kreditor Konkuren harus diberikan bagian
yang ditentukan oleh Hakim Pengawas”.
Ada beberapa hal yang perlu dianalisis dalam pertimbangan hukum pada
putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat tersebut, yakni adalah pembuktian
bahwa kurator telah tepat dalam melakukan tugasnya sesuai dengan asas
keadilan, peraturan perundang-undangan dan telah sesuai dengan amar Putusan
Mahkamah Konstitusi Nomor 67/PUU/XI/2013.
Hal tersebut akan Peneliti analisis secara mendetail sehingga mudah untuk
menjabarkanya, adapun analisis Peneliti adalah sebagai berikut:
1. Bahwa kurator telah memenuhi ketentuan sesuai dengan asas keadilan.
Dalam Undang-Undang Kepailitan menjelaskan mengenai Asas Keadilan
adalah sebagai berikut:
Asas Keadilan:
“Dalam kepailitan asas keadilan mengandung pengertian, bahwa
ketentuan mengenai kepailitan dapat memenuhi rasa keadilan bagi para
pihak yang berkepentingan. Asas Keadilan ini mencegah terjadinya
kesewenang-wenangan pihak penagihan yang mengusahakan pembayaran
atas tagihan masing-masing terhadap Debitor, dengan tidak memperdulikan
Kreditor lainnya”
Prinsip Keadilan yang dimaksud oleh Undang-Undang Kepailitan dan
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang adalah keadilan bagi semua yang
terkait kepentingannya dengan kepailitan debitor. Hal ini bermakna bahwa
keadilan tidak hanya ditujukan kepada debitor semata, akan tetapi kepada
kreditor maupun pihak yang ketiga yang terimbas atau terkait dengan
kepailitan debitor. Misalnya para pekerja debitor atau pihak ketiga lainnya.
80
Prinsip dari keadilan ini bertujuan mencegah kesewenang-wenangan
kreditor yang berkepentingan langsung dengan harta pailit. Prinsip keadilan
terkandung dalam Pasal 55 Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang. Yang menetapkan bahwa kreditor separatis
dapat melaksanakan parate eksekusi terhadap barang jaminan piutangnya
seolah-olah tidak terjadi kepailitan. Namun hal tersebut tidak berlaku serta
merta ketika debitor dinyatakan pailit. Ketentuan tersebut mengatur
ketentuan stay yang membekukan sementara hak parate eksekusi dari
kreditor separatis. Ketentuan stay bertujuan membekukan hak parate
kreditor separatis terhadap harta pailit adalah agar kreditor separatis tidak
semena-mena menjual sendiri barang jaminan yang berstatus sebagai harta
pailit sejak debitor dinyatakan pailit. 11
Sebagaimana telah kita ketahui bahwa sejak dijatuhkan putusan pailit,
maka sejak itu juga debitor akan kehilangan hak nya untuk mengurus dan
penguasaan harta bendanya tersebut, dan akan beralih ke kurator atau Balai
Harta Peninggalan-BHP. Dalam Pasal 1 angka 5 Undang-Undang
Kepailitan Nomor 37 Tahun 2004 dikatakan bahwa
“Kurator adalah Balai Harta Peninggalan atau orang perseorangan
yang diangkat oleh pengadilan untuk mengurus dan membereskan harta
debitor pailit dibawah pengawasan hakim pengawas sesuai dengan
undang-undang ini”
Adapun tugas dari kurator dalam melaksanakan pemberesan harta pailit
diantaranya adalah:12
a. Membuat pencatatan harta pailit paling lama dua hari setelah menerima
surat pengangkatannya sebagai kurator (Pasal 100 Undang-Undang
Kepailitan & Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang).
b. Membuat daftar catatan yang menyatakan sifat, jumlah piutang dan
utang harta pailit, nama dan tempat tinggal kreditor serta jumlah piutang
11 Elyta Ras Ginting, Hukum Kepailitan Teori Kepailitan, ... h. 72-73
12 Susanti Adi Nugroho, Hukum Kepailitan Di Indonesia Dalam Teori Dan Praktik Serta
Penerapan Hukumnya, ... h.105
81
masing-masing kreditor (Pasal 102 Undang-Undang Kepailitan dan
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang).
c. Setelah kepailitan dinyatakan dibuka kembali, kurator harus seketika
memulai pemberesan harta pailit (Pasal 175 Undang-Undang Kepailitan
dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang).
d. Memenuhi pemberesan dan menjual harta pailit tanpa perlu memperoleh
persetujuan atau bantuan debitor (Pasal 184 Ayat (1) Undang-Undang
Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang).
e. Memutuskan tindakan apa yang akan dilakukan terhadap benda yang
tidak lekas atau sama sekali tidak dapat dibereskan (Pasal 185 Ayat (3)
Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran
Utang).
f. Menggunakan jasa bantuan debitor pailit guna keperluan pemberesan
harta pailit dengan memberikan upah (Pasal 186 Undang-Undang
Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang).
g. Melakukan pembagian harta debitor pailit kepada para kreditor (Pasal
201 Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran
Utang).
2. Bahwa kurator telah sesuai dengan amar Putusan Mahkamah Konstitusi
Nomor 67/PUU/XI/2013 tanggal 11 September 2014.
Bahwa amar Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor
67/PUU/XI/2013 tanggal 11 September 2014 menjelasan diantaranya
adalah terbukti bahwa penyebutan urutan kreditor separatis setelah upah
buruh (gaji) adalah tagihan kreditor separatis baru kemudian tagihan hak
negara dan seterusnya. Dengan demikian maka urutan dan kedudukan
kreditor yang ditentukan dalam Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut
adalah sesuai dengan yang ditentukan oleh Temohon dan Hakim
Pengawas, yakni;
6. Urutan pertama : Kreditor Preferen Buruh, dalam hal ini tagihan
upah.
7. Urutan kedua: Kreditor Separatis.
82
8. Urutan ketiga : Kreditor Preferen Buruh, dalam hal ini tagihan
pesangon.
9. Urutan keempat : Kreditor Tagihan Kantor Pajak
10. Urutan kelima : Kreditor Konkuren.
Dalam perkara ini Gaji Karyawan PT United Coal Indonesia
terdapat tagihan sebesar Rp.12.288.085.500,- (dua belas milyar dua ratus
delapan puluh delapan juta delapan puluh lima ribu lima ratus rupiah),
dimana berdasarkan Putusan Makamah Konstitusi (MK) Nomor
67/PUU/XI/2013 tanggal 11 September 2014 disebutkan bahwa
kedudukan dah hak tagih Gaji Karyawan berada di atas seluruh kreditor
lainnya, termasuk kreditor Preferen dalam hal ini adalah Kantor Pajak.
Bahwa dengan demikian terbukti bahwa terhadap tagihan dari
Pemohon I (tagihan kantor pajak) kedudukannya adalah setelah kreditor
preferen upah buruh dan kreditor separatis. Dengan demikian urutan
pembagian terhadap tagihan Permohonan I adalah dilakukan setelah
pembayaran terhadap tagihan Kreditor Preferen Upah Buruh dan tagihan
Kreditor Separatis;
Bahwa berdasarkan ketentuan Putusan Mahkamah Konstitusi
tersebut maka seharusnya Pemohon I (tagihan kantor pajak) tidak
mendapat porsi pembagian karena terhadap tagihan Kreditor Separatis
PT Bank Mandiri (Persero), Tbk. Masih belum terbayarkan sepenuhnya.
Akan tetapi, berdasarkan Asas Keadilan, maka Temohon (Kurator) dan
Hakim Pengawas telah menentukan bahwa terhadap tagihan Pemohon I
juga mesti diperhatikan dan mendapat porsi pembagian.
Berdasarkan uraian bukti-bukti diatas adalah tepat jika majelis
hakim dalam pertimbangannya menganggap bahwa kurator telah
memenuhi seluruh unsur-unsur yang sesuai dengan Prinsip keadilan dan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang telah ada.
83
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dari penelitian dan pembahasan yang telah peneliti kaji
pada setiap sub bab pembahasan diatas, maka dalam hal ini peneliti
memberikan kesimpulan sebagai berikut:
1. Pertimbangan hukum pada putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat terkait
putusan perkara antara Kementerian Keuangan Republik Indonesia,
Direktorat Jenderal Pajak, Kantor Wilaya DJP Wajib Pajak Besar, Kantor
Pelayanan Wajib Pajak Besar Satu selaku Pemohon I dan sebagai Kreditor
Preferen dan PT Palaran Indah Lestari selaku Pemohon II sebagai kreditor
konkuren, yang mana mengajukan permohonan yang menyatakan
keberatan atas Pengumuman Daftar Pembagian akhir harta pailit PT United
Coal Indonesia (dalam pailit), adalah pembuktian bahwa kurator telah tepat
dalam melakukan tugasnya sesuai dengan asas keadilan, peraturan
perundang-undangan dan telah sesuai dengan amar Putusan Mahkamah
Konstitusi Nomor 67/PUU/XI/2013. Dan Majelis Hakim dalam
pertimbangannya menganggap bahwa kurator telah memenuhi seluruh
unsur-unsur yang sesuai dengan Prinsip keadilan dan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang ada.
2. Dalam kepailitan pada Perseroan Terbatas yang dinyatakan pailit,
perusahaan tetap harus bertanggung jawab terhadap karyawan sebagai
kreditor preferen. Dari posisi kedudukan karyawan pada perusahaan pailit,
karyawan diberikan hak istimewa sebagai kreditor yang mana pemenuhan
haknya merupakan prioritas pertama apabila didasarkan pada prinsip
keadilan yang berarti bahwa harta kekayaan tersebut harus dibagikan secara
proporsional antara para pihak kreditor lainnya, kecuali jika antara para
kreditor itu ada yang menurut Undang-undang harus didahulukan dalam
menerima pembayaran tagihannya.
Akibat Hukum Kepailitan PT United Coal Indonesia terhadap
karyawannya jika dilihat dari Perusahaan yaitu, PT United Coal Indonesia
84
harus membayar utang yang mencapai Rp 22.300.000.000,- miliar dengan
tagihan gaji karyawan sebesar Rp.12.288.085.500,- (dua belas miliar dua
ratus delapan puluh delapan juta delapan puluh lima ribu lima ratus rupiah).
Karena karyawan mereka belum menerima upahnya selama 3 bulan
berturut-turut sejak bulan juni, juli dan Agustus oleh PT United Coal
Indonesia yang telah jatuh tempo dan jika dilihat dari sudut pandang tenaga
kerja/buruh, dari pemutusan hubungan kerja dapat mengakibatkan
kehilangan nafkah dan kehilangan status pekerja bagi para karyawan.
B. Rekomendasi
Berdasarkan pada permasalahan dalam bahasan pada penelitian ini, maka
peneliti mencoba untuk memberikan rekomendasi berupa:
1. Selaku pihak yang memikul tanggung jawab besar dalam mengurus dan
membereskan pembagian sisa harta pailit dan membayarkan utang-utang
Debitor pailit kepada seluruh Kreditor sesuai dengan Undang-undang,
berdasarkan dari masing-masing tingkatan hak yang dimilikinya, dan
dengan menerapkan asas keadilan dalam membereskan harta debitor pailit
sesuai dengan peraturan yang ada. Ketidakadilan kurator dalam mengurus
boedel pailit dapat merugikan para kreditor lainnya tentu dapat mencoreng
hakekat dari tujuan hukum kepailitan yang terdapat di Negara Republik
Indonesia.
2. Dalam peraturan hukum kepailitan di Indonesia hendaknya memuat sanksi-
sanksi pidana khusus tentang masalah kepailitan terlepas dari Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata untuk melindungi para pihak yang merasa
dirugikan atas perkara tersebut, karena pada dasarnya permasalahan
kepailitan bermula dari suatu perjanjian yang telah disetujui oleh para pihak
yaitu Debitor dan Kreditor, sehingga secara otomatis akan menimbulkan
hak dan kewajiban antara para pihak. Hal tersebut apabila tidak dipenuhi
secara baik maka akan menimbulkan ketidakseimbangan dan ketidakadilan
yang berakibat merugikan salah satu pihak. Dengan adanya sanksi pidana
85
akan memberikan efek jera kepada pihak yang dapat merugikan pihak
lainnya.
3. Rumitnya penerapan dalam pembagian harta debitor pailit menjadi batu
sandungan tersendiri bagi para kreditor yang diwakili oleh kuratornya untuk
melindungi seluruh aset debitor pailit terhadap kreditor-kreditornya,
terutama dalam upaya memberikan jaminan dan perlindungan hukum yang
lebih baik terhadap karyawan dalam hal terjadinya kepailitan. Sehingga
diperlukan langkah lebih lanjut oleh Pemerintah maupun Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR) untuk melakukan singkronisasi dan merevisi Undang-undang
yang berkaitan dengan peraturan hak-hak pekerja/karyawan.
86
DAFTAR PUSTAKA
Buku-Buku
Arto, Mukti, Praktek Perdata Pada Pengadilan Agama, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2004.
Asikin, Zainal, Dasar-dasar Hukum Perburuhan, Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2004.
_____, Hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang di
Indonesia, Bandung: Pustaka Reka Cipta, 2013.
Asshiddiqie, Jimly, Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca
Reformasi, Jakarta: Konstitusi Press, 2006.
Asyhadie, Zaeni, dkk, Hukum Perusahaan &Kepailitan, Jakarta: Erlangga, 2012.
_____, Hukum Kerja: Hukum ketenagakerjaan bidang hubungan kerja, Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada, 2007.
_____, Hukum Ketenagakerjaan Dalam Teori& Praktik di Indonesia, Jakarta:
Prenadamedia Group, 2019.
Bakir, Herman, Filsafat Hukum Desain dan Arsitektur Kesejateraan, Bandung: PT
Refika Aditama, 2007.
Dewata, Mukti Fajar Nur dan Yulianto Ahmad, Dualisme Penelitian Hukum
Normatif dan Empiris, Jakarta: Pustaka Pelajar, 2010.
Erwin, Muhamad, Filsafat Hukum Refleksi Kritis terhadap Hukum, Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada, 2012.
Friedman, Lawrence, M., American Law an Introduction, Terjemahan Wisma
Bhakti, Jakarta: PT. Tata Nusa, 2001.
Fuady, Munir, Dinamika Teori Hukum, Bogor: Ghalia Indonesia, 2010.
____, Hukum Pailit dalam Teori & Praktek, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti,
2017.
Ginting, Elyta, Ras, Hukum Kepailitan Teori Kepailitan, Jakarta: Sinar Grafika,
2018.
87
Harahap ,Yahya, Hukum Acara Perdata, Jakarta: Sinar Grafika, 2012.
_____, Kekuasaan Mahkamah Agung Pemeriksaan Kasasi dan Peninjauan
Kembali Perkara Perdata, Jakarta: Sinar Grafika, 2008.
Husni, Lalu, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Jakarta: Rajawali Pers,
2012.
Jackson, Thomas, H., The Logic And Limits Of Bankruptcy Law, United States:
Harvard University, 1986.
Jono, Hukum Kepailitan, Jakarta: Sinar Grafika, 2013.
Makarao, Moh. Taufik, Pokok-Pokok Hukum Acara Perdata, Jakarta: PT.Rineka
Cipta, 2004.
Manulang, Sendjun, H., Pokok-Pokok Hukum Ketenagakerjaan Di Indonesia,
Jakarta: PT Rineka Cipta, 1995.
Marpaung, Leden, Perumusan Memori Kasasi dan Peninjauan Kembali perkara
Pidana, Jakarta: Sinar Grarika 2004.
Marzuki, Peter, Mahmud, Penelitian Hukum, Jakarta: Kencana, 2011.
Nugroho, Susanti, Adi, Hukum Kepailitan di Indonesia Dalam Teori dan Praktik
Serta Penerapan Hukumnya, Jakarta: Prenadamedia Grup, 2018.
Rahayu, Hartini, Penyelesaian Sengketa Kepailitan di Indonesia Dualisme
Kewenangan Pengadilan Niaga & Lembaga Arbitrase, Jakarta: Kencana,
2009.
Rasaid, M. Nur, Hukum Acara Perdata, Jakarta: Sinar Grafika Offset, 2003.
Rasjidi, Lili, dkk, Pengantar Filsafat Hukum, Bandung: Mandar Maju, 2002.
Sadi, Muhamad, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta: Kencana, 2015.
Sastrawidjaja, Man, S., Hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran
Utang, Bandung: P.T. Alumni, 2010.
Sarwono, Hukum Aara Perdata Teori dan Praktik, Jakarta: Sinar Grafika, 2016.
Shubhan, Hadi, Hukum Kepailitan, Jakarta: Kencana, 2008.
Sinaga, Syamsudin .M., Hukum Kepailitan Indonesia, Jakarta: PT.Tatanusa, 2012.
88
Sjahdeini, Sutan, Remy, Hukum Kepailitan Memahami Undang-Undang No.37
Tahun 2004 Tentang Kepailitan, Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 2009.
Soekanto, Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: Universitas Indonesia
(UI Press), 2014.
Sutedi, Adian, Hukum Perburuhan, Jakarta: Sinar Grafika, 2009.
Syahrani, Riduan, Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Umum, Jakarta:
Pustaka Kartini, 1988.
Widjaja, Gunawan, Tanggung Jawab Direksi atas Kepailitan Perseroan, Jakarta:
PT RajaGrafindo Persada, 2004.
Yani, Ahmad, dkk, Seri Hukum Bisnis Kepailitan, Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada, 2002.
Perundang-Undangan
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.
Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang.
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas.
Internet
Diakses pada 14 Oktober 2018. https://id.wikipedia.org/wiki/Penelitian_kualitatif.
Diakses pada 15 November 2018,
https://www.liputan6.com/bisnis/read/2118397/united-coal-indonesia-
digugat-
pailit.
Diakses pada 7 Juli 2019,
https://tafsirweb.com/1049-surat-al-baqarah-ayat-283.html
89
Diakses pada 7 Juli 2019,
https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/cl7009/kepailitan-
dalam-islam/
Jurnal
Alfarizi, Dimas, Hanif, dkk, Tanggung Jawab Perseroan Terbatas Terhadap
Karyawan Sebagai Kreditor Preferen Dalam Kepailitan, Universitas
Diponegoro, Volume 5, Nomor 2, 2016.
Al Mufti, Moch Zulkarnain, Tanggung Jawab Kurator dalam Penjualan Harta
Pailit di Bawah Harga Pasar, Fakultas Hukum, Universitas Islam Indonesia,
Volume 1, Nomor 1, Januari 2016.
Budiyono, Tri, Problematika Posisi Buruh Pada Perusahaan Pailit, Salatiga,
Fakultas Hukum Universitas Kristen Satya Wacana, Jilid 42, Nomor 3, 2013.
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Hal 1 dari 34 hal. Put. No. 186 K/Pdt.Sus-Pailit/2015
P U T U S A N
Nomor 186 K/Pdt.Sus-Pailit/2015
DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
M A H K A M A H A G U N G
memeriksa perkara perdata khusus permohonan Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang (PKPU) pada tingkat kasasi telah memutuskan sebagai
berikut dalam perkara:
1. CV. EXISS JAYA, suatu Persekutuan Komanditer, yang
diwakili oleh Direktur, Yusna Arisanti, berkedudukan di Jalan
Wijaya Kusuma VIII Nomor 5 RT. 0019 Desa/Kelurahan Air
Putih, Samarinda Ulu, Samarinda, Kalimantan Timur, dalam hal
ini memberi kuasa kepada Frans Asido Tobing, S.H., M.H., dan
Bagus Wicaksono, S.H., M.H., Para Advokat, beralamat di
Menara Rajawali, Level 7-1, Jalan Dr. Ide Anak Agung Gede,
Kawasan Mega Kuningan, Jakarta Selatan, berdasarkan Surat
Kuasa Khusus tanggal 16 Januari 2015;
2. CV. SATRIA DUA PERDANA, suatu Persekutuan Komanditer,
yang diwakili oleh Direktur, Johnnie Wijaya, berkedudukan di
Jalan Gatot Subroto Nomor 12 RT. 0044, Samarinda,
Kalimantan Timur, dalam hal ini memberi kuasa kepada Frans
Asido Tobing, S.H., M.H., dan kawan-kawan, Para Advokat,
beralamat di Menara Rajawali, Level 7-1, Jalan DR. Ide Anak
Agung Gede, Kawasan Mega Kuningan, Jakarta Selatan,
berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 16 Januari 2015;
Para Pemohon Kasasi dahulu Para Termohon PKPU;
t e r h a d a p
PT. UNITED COAL INDONESIA, suatu perseroan terbatas, yang
diwakili oleh Direktur, Taufik Surya Darma, berkedudukan di
Sudirman Plaza, Plaza Marein 11th Floor, Jalan Jenderal Sudirman
Kav.76-78, Jakarta 12910, dalam hal ini memberi kuasa kepada
Rahmat Indra Darma, S.H., LL.M., dan Djamaludin, S.H., Para
Advokat, beralamat di Komplek Mitra Sunter Blok B Nomor 26,
Jalan Yos Sudarso Kav. 89, Jakarta, berdasarkan Surat Kuasa
Khusus tanggal 30 Januari 2015;
Termohon Kasasi dahulu Pemohon PKPU;
Mahkamah Agung tersebut;
Membaca surat-surat yang bersangkutan;
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 1
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Hal 2 dari 34 hal. Put. No. 186 K/Pdt.Sus-Pailit/2015
Menimbang, bahwa dari surat-surat tersebut ternyata bahwa sekarang
Termohon Kasasi dahulu sebagai Pemohon PKPU telah mengajukan
Permohonan Pengesahan Perdamaian (Homologasi) dalam perkara Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) terhadap Para Pemohon Kasasi dahulu
sebagai Para Termohon PKPU di depan persidangan Pengadilan Niaga pada
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, pada pokoknya sebagai berikut:
Menimbang, bahwa berdasarkan Putusan Pengadilan Niaga pada
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 55Pdt.Sus-PKPU/2014/PN.Niaga.
Jkt.Pst Jo. Nomor 32/Pdt.Sus.Pailit/PN.Niaga.Jkt.Pst., tanggal 15 Oktober 2014,
PT. United Coal Indonesia telah dinyatakan berada dalam Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang (PKPU) Sementara selama 45 (empat puluh lima) hari;
Menimbang, bahwa berdasarkan Putusan Pengadilan Niaga pada
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat 55Pdt.Sus-PKPU/2014/PN.Niaga.Jkt.Pst Jo.
Nomor 32/Pdt.Sus.Pailit/PN.Niaga.Jkt.Pst tanggal 25 November 2014, PT.
United Coal Indonesia telah dinyatakan berada dalam Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang (PKPU) Tetap selama 50 (lima puluh) hari;
Menimbang, bahwa berdasarkan laporan tertulis dari Hakim Pengawas
tertanggal 13 Januari 2015, menyampaikan hal-hal sebagai berikut:
1. Bahwa kami selaku Hakim Pengawas perkara PKPU Nomor 55/Pdt.Sus-
PKPU/2014/PN.Niaga.Jkt.Pst. Jo. Nomor 32/Pdt.Sus.Pailit/2014/PN.Niaga.
Jkt.Pst., telah menerima Putusan Pengadilan Niaga Nomor 55/Pdt.Sus-
PKPU/2014/PN.Niaga.Jkt.Pst., Jo. Nomor 32/Pdt.Sus.Pailit/2014/PN.Niaga.
Jkt.Pst., tanggal 15 Oktober 2014, yang amarnya berbunyi sebagai berikut:
MENGADILI
1. Mengabulkan permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
(PKPU) Sementara dari Pemohon PKPU selama 42 (empat puluh dua)
hari terhitung sejak tanggal putusan diucapkan;
2. Menunjuk Sdr. Kisworo, S.H., M.H. Hakim Niaga pada Pengadilan
Niaga Jakarta Pusat sebagai Hakim Pengawas;
3. Mengangkat Sdr. Dr. Andrey Sitanggang, S.H., M.H., S.E., Pengurus
dan Kurator, yang terdaftar di Departemen Hukum dan Hak Asasi
Manusia di bawah Nomor AHU.AH.04.03-87 yang berkedudukan di
Jalan Pramuka Raya Nomor 53, Jakarta Pusat 10440, sebagai
Pengurus dalam perkara PKPU atas PT. United Coal Indonesia;
4. Menetapkan bahwa hari sidang berikutnya pada hari Selasa tanggal 25
November 2014 bertempat di Pengadilan Negeri/Niaga Jakarta Pusat di
Jakarta;
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 2
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Hal 3 dari 34 hal. Put. No. 186 K/Pdt.Sus-Pailit/2015
5. Memerintahkan Pengurus untuk memanggil Para Kreditor yang dikenal
dalam surat tercatat agar datang pada sidang yang telah ditetapkan di
atas;
6. Menetapkan biaya pengurusan dan imbalan jasa bagi pengurus akan
ditetapkan kemudian setelah Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
(PKPU) berakhir;
7. Menangguhkan biaya permohonan Penundaan Kewajiban pembayaran
Utang (PKPU) ini sampai dengan Penundaan Kewajiban Pembayaran
Utang (PKPU) dinyatakan selesai;
2. Bahwa Hakim Pengawas telah mengeluarkan Penetapan tanggal 16
Oktober 2014 yang berisi tentang tanggal, koran tempat pengumuman
Pernyataan Pailit, Rapat Verifikasi, Batas Akhir Tagihan dan tanggal
Penyelenggaraan Rapat Pencocokan Utang (Verifikasi);
3. Bahwa pada tanggal 23 Oktober 2014 bertempat di Pengadilan Niaga pada
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jalan Gajah Mada Nomor 17, Jakarta Pusat,
telah dilakukan Rapat Kreditor Pertama dan pada tanggal 13 November 2014
telah dilakukan Rapat Verifikasi Tagihan yang dipimpin oleh Hakim Pengawas;
4. Bahwa pada tanggal 20 November 2014, bertempat di Hotel Grand Mercure,
Jalan Hayam Wuruk, Jakarta Pusat, telah dilaksanakan Rapat Pembahasan
Rencana Perdamaian yang dipimpin oleh Hakim Pengawas dan Tim Pengurus
serta dihadiri oleh Debitor, Tim Kuasa Hukum Debitor, dan Para Kreditor dan
Debitor telah menyampaikan permohonan kepada Para Kreditor untuk dapat
diberikan perpanjangan waktu Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
(PKPU) Tetap selama 2 (dua) bulan atau 60 (enam puluh hari);
5. Bahwa pada tanggal 28 November 2014 Hakim Pengawas telah menerima
Putusan Pengadilan Niaga Nomor 55/Pdt.Sus-PKPU/2014/PN.Niaga.
Jkt.Pst. Jo. Nomor 32/Pdt.Sus.Pailit/2014/PN.Niaga.Jkt.Pst, tanggal 25
November 2014, yang amarnya berbunyi sebagai berikut:
M E N G A D I L I
1. Mengabulkan Pemberian Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
(PKPU) Tetap selama 50 (lima puluh) hari kepada Termohon PKPU/PT.
United Coal Indonesia terhitung sejak tanggal 26 November 2014
sampai dengan 14 Januari 2015;
2. Menyatakan Termohon PKPU/PT. United Coal Indonesia, berada dalam
keadaan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) Tetap
dengan segala akibat hukumnya;
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 3
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Hal 4 dari 34 hal. Put. No. 186 K/Pdt.Sus-Pailit/2015
3. Menetapkan bahwa Sidang Permusyawaratan Majelis Hakim akan
dilaksanakan pada hari Rabu, tanggal 14 Januari 2015, Pukul 09.00 WIB,
bertempat di Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat;
4. Memerintahkan Tim Pengurus untuk memanggil Pemohon PKPU,
Termohon PKPU l/PT. United Coal Indonesia dan Kreditor yang dikenal
melalui surat tercatat atau melalui kurir untuk menghadap dalam
persidangan sebagaimana yang telah ditetapkan pada di atas;
5. Menetapkan biaya pengurusan dan Imbalan Jasa Tim Pengurus akan
ditetapkan kemudian setelah proses Penundaan Kewajiban Pembayaran
Utang berakhir;
6. Menangguhkan biaya perkara permohonan sampai dengan berakhirnya
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU);
6. Bahwa pada tanggal 11 Desember 2014 dan tanggal 18 Desember 2014
bertempat di Hotel All Season, telah dilaksanakan Rapat Pembahasan
Rencana Perdamaian yang dipimpin oleh Hakim Pengawas dan Tim Pengurus
serta dihadiri oleh Debitor, Tim Kuasa Hukum Debitor, dan Para Kreditor;
7. Bahwa pada tanggal 8 Januari 2015 bertempat di Hotel All Season, Jalan
Gajah Mada, Jakarta Pusat, telah dilaksanakan Rapat Pengambilan Suara
(voting) terhadap Rencana Perdamaian yang diajukan oleh Debitor, yang
dipimpin oleh Hakim Pengawas dan Tim Pengurus serta dihadiri oleh Debitor,
Tim Kuasa Hukum Debitor, dan Para Kreditor. Adapun hasil pemungutan
suara (voting) rencana perdamaian sebagai berikut:
Kreditor Konkuren
Jumlah Kreditor Konkuren yang hadir sebanyak 68 Kreditor dengan
jumlah tagihan sebesar Rp70.398.884.764,32 dengan jumlah suara
sebanyak 7.040;
Jumlah Kreditor Konkuren yang setuju dengan Proposal Perdamaian
sebanyak 63 Kreditor (atau sama dengan 63/68 x 100% = 93%) dengan
jumlah Tagihan sebesar Rp56.160.420.498,82 yang mewakili 5.316
Suara atau 80%.
Jumlah Tagihan Kreditor Konkuren yang tidak setuju dengan Proposal
Perdamaian sebanyak 5 Kreditor (atau sama dengan 5/68 x 100% = 7%)
dengan jumlah Tagihan sebesar Rp14.238.464.265,50 yang mewakili
1.424 Suara atau 20%;
Kreditor Separatis:
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 4
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Hal 5 dari 34 hal. Put. No. 186 K/Pdt.Sus-Pailit/2015
Jumlah Kreditor Separatis yang hadir sebanyak 1 Kreditor dengan jumlah
tagihan sebesar Rp281.099.798.470,00 dan setuju dengan Proposal
Perdamaian;
Bahwa terhadap hasil Voting Proposal Perdamaian tersebut telah memenuhi
ketentuan Pasal 281 ayat 1 Undang Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang
Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang dengan demikian
Proposal Perdamaian tersebut telah disetujui oleh para Kreditor;
8. Bahwa Rencana Perdamaian yang diajukan oleh Debitor/PT. United Coal
Indonesia diterima oleh Kreditor Separatis sebesar 100% dan Kreditor
Konkuren sebesar 80% dari Kreditor yang hadir;
9. Bahwa oleh karena Para Kreditor yang hadir dapat menyetujui Rencana
Perdamaian yang diajukan oleh Debitor/PT. United Coal Indonesia maka
berdasarkan Pasal 281 Undang Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang
Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Rencana
Perdamaian yang diajukan Debitor/PT. United Coal Indonesia dinyatakan
dapat diterima;
Menimbang, bahwa Pengurus telah menyampaikan laporan tertulisnya
tanggal 12 Januari 2014 yang pada pokoknya sebagai berikut:
I. Dasar Putusan:
Putusan Majelis Hakim Pengadilan Niaga Pada Pengadilan Negeri Jakarta
Pusat Perkara Niaga Nomor 55/Pdt.Sus-PKPU/2014/PN.Niaga.JKT.PST., Jo.
Nomor 32/Pdt.Sus.PAILIT/2014/PN.Niaga.Jkt.Pst. tanggal 15 Oktober 2014;
II. Debitor
PT. United Coal Indonesia;
Alamat: Sudirman Plaza, Plaza Marein Lantai 11, Jalan Jenderal Sudirman
Kav. 76-78, Jakarta 12910;
III. Hakim Pengawas;
Kisworo, S.H., M.H.;
Hakim Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat;
IV. Pengurus;
DR. Andrey Sitanggang, S.H., M.H., S.E.;
Alamat: Andreys Building;
Jalan Pramuka Raya Nomor 53, Jakarta Pusat 10440;
V. Daftar Kreditor Tetap Dan Jumlah Hutang;
Bahwa berdasarkan hasil verifikasi yang dilakukan oleh Pengurus, Kreditor
dan Debitor maka kami sampaikan daftar kreditor dan jumlah hutang PT.
United Coal Indonesia adalah sebagai berikut:
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 5
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Hal 6 dari 34 hal. Put. No. 186 K/Pdt.Sus-Pailit/2015
Jumlah kreditor (separatis dan konkuren) sebanyak 161 kreditor dengan
jumlah tagihan sebesar Rp488.731.831.532,38 dengan perincian sebagai
berikut:
1) Kreditor Separatis sebanyak 1 (satu) Kreditor dengan total tagihan
sebesar Rp281.099.798.470,00 (dua ratus delapan puluh satu miliar
sembilan puluh sembilan juta tujuh ratus sembilan puluh delapan ribu
empat ratus tujuh puluh rupiah);
2) Kreditor Konkuren sebanyak 160 kreditor yang terdiri dari:
• Yang mengajukan tagihan sebanyak 88 (delapan puluh delapan)
kreditor dengan Total tagihan sebesar Rp77.611.322.621,58 (tujuh
puluh tujuh miliar enam ratus sebelas juta tiga ratus dua puluh dua
ribu enam ratus dua puluh satu koma lima puluh delapan rupiah);
• Yang tidak mengajukan tagihan dan diakui oleh Debitor sebanyak
72 (tujuh puluh dua) kreditor dengan total tagihan sebesar
Rp130.020.710.440,80 (seratus tiga puluh miliar dua puluh juta
tujuh ratus sepuluh ribu empat ratus empat puluh rupiah delapan
puluh sen);
VI. Kreditor Yang Mempunyai Hak Suara Dalam Proses Voting Proposal
Perdamaian;
Bahwa kreditor yang mempunyai hak suara dalam Voting PKPU PT. United
Coal Indonesia (Dalam PKPU) adalah kreditor yang mengajukan tagihan
dan diakui berjumlah 89 Kreditor dengan total tagihan sebesar
Rp358.711.121.091,58 (tiga ratus lima puluh delapan miliar tujuh ratus
sebelas juta seratus dua puluh satu ribu sembilan puluh satu rupiah koma
lima puluh delapan sen) terdiri dari:
1. Kreditor Separatis sebanyak 1 (satu) Kreditor dengan nilai tagihan
sebesar: Rp281.099.798.470,00 (dua ratus delapan puluh satu miliar
sembilan puluh sembilan juta tujuh ratus sembilan puluh delapan ribu
empat ratus tujuh puluh rupiah);
2. Kreditor Konkuren sebanyak 88 Kreditor dengan nilai tagihan sebesar:
88 (delapan puluh delapan) kreditor dengan total tagihan sebesar
Rp77.611.322.621,58 (tujuh puluh tujuh miliar enam ratus sebelas juta
tiga ratus dua puluh dua ribu enam ratus dua puluh satu koma lima
puluh delapan rupiah);
VII. Proposal Perdamaian;
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 6
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Hal 7 dari 34 hal. Put. No. 186 K/Pdt.Sus-Pailit/2015
Bahwa Debitor telah mengajukan Proposal (Rencana Perdamaian) pada
tanggal 18 November 2014 sesuai jadwal yang telah ditetapkan oleh Hakim
Pengawas;
Rencana Perdamaian tersebut telah dibahas pada Rapat Kreditor tanggal
20 November 2014, selanjutnya Rencana Perdamaian tersebut direvisi dan
dibahas pada Rapat Kreditor tanggal 11 Desember 2014. Pada tanggal 18
Desember 2014 Rencana Perdamaian tersebut direvisi dan dibahas kembali
dan selanjutnya ditetapkan menjadi Proposal Perdamaian Final Nomor
UCI/HO/l/2015/002 tanggal 8 Januari 2015;
VIII.Hasil Pemungutan Suara (Voting) Terhadap Proposal Perdamaian;
Bahwa hasil Voting terhadap Proposal Perdamaian Final Nomor UCI/HO/l/
2015/002 tanggal 8 Januari 2015, sesuai ketentuan Pasal 281 ayat (1) UU
Kepailitan dan PKPU adalah sebagai berikut:
Kreditor Konkuren;
Jumlah Kreditor Konkuren yang hadir sebanyak 68 Kreditor dengan
jumlah tagihan sebesar: Rp70.398.884.764,32 dengan jumlah suara
sebanyak 7.040;
Jumlah Kreditor Konkuren yang setuju dengan Proposal Perdamaian
sebanyak 63 Kreditor (atau sama dengan 63/68 x 100% = 93%) dengan
jumlah Tagihan sebesar Rp56.160.420.498,82 yang mewakili 5.316
suara atau 80%;
Jumlah Tagihan Kreditor Konkuren yang tidak setuju dengan Proposal
Perdamaian sebanyak 5 Kreditor (atau sama dengan 5/68 x 100% = 7%)
dengan jumlah Tagihan sebesar Rp14.238.464.265,50 yang mewakili
1.424 suara atau 20%;
Kreditor Separatis;
Jumlah Kreditor Separatis yang hadir sebanyak 1 Kreditor dengan jumlah
tagihan sebesar Rp281.099.798.470,00 dan setuju dengan Proposal
Perdamaian;
IX. Pendapat Pengurus Terhadap Proposal Perdamaian Yang Diajukan Oleh
PT. United Coal Indonesia (Dalam PKPU);
• Bahwa setelah Pengurus mengikuti proses pembahasan terhadap Proposal
Perdamaian, maka Pengurus berpendapat Proposal Perdamaian Final
Nomor UCI/HO/l/2015/002 tanggal 8 Januari 2015 yang merupakan hasil
revisi terakhir dari beberapa kali revisi adalah Proposal Perdamaian yang
terbaik yang dapat dilaksanakan oleh Debitor. Pengurus juga telah
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 7
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Hal 8 dari 34 hal. Put. No. 186 K/Pdt.Sus-Pailit/2015
menyampaikan akibat-akibat hukum jika Proposal Perdamaian tersebut
tidak dilaksanakan oleh Debitor;
• Bahwa terhadap hasil Voting Proposal Perdamaian tersebut telah
memenuhi ketentuan Pasal 281 ayat 1 Undang Undang Nomor 37 Tahun
2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
dengan demikian Proposal Perdamaian tersebut telah disetujui oleh para
Kreditor;
Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan di atas, maka saya selaku
Pengurus memohon kepada Majelis Hakim yang mulia agar mengesahkan
(menghomologasi) Perjanjian Perdamaian tertanggal 8 Januari 2015 antara
PT. United Coal Indonesia (Debitor dalam PKPU) dengan Para Kreditor dan
menyatakan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) Nomor
55/Pdt.Sus-PKPU/2014/PN.Niaga.JKT.PST. Jo. Nomor 32/Pdt.Sus.PAILIT/
2014/PN.Niaga.JKT.PST. demi hukum berakhir;
Menimbang, bahwa Perjanjian Perdamaian yang disepakati antara
Pemohon dengan para kreditornya telah diatur syarat dan ketentuan sebagaimana
dalam perjanjian perdamaian yang lengkapnya adalah sebagai berikut:
BAB I
PENDAHULUAN
Pendahuluan
Pertama-tama mari kita panjatkan puji dan syukur kehadirat Allah Swt. yang
senantiasa memberikan kemudahan dan perlindungan kepada kita semua
sehingga kita semua bisa menjalankan setiap aktivitas dengan sebaik-baiknya;
Dalam proposal perdamaian final yang kami sampaikan kali ini, rencana
pelunasan kepada kreditur konkuren tidak ada perubahan materi dari yang
sudah kami sampaikan dalam Proposal Perdamaian Tahap III lalu, kami hanya
akan menegaskan kembali agar materi-materi yang sudah kami sampaikan
dalam Proposal Tahap III tersebut lebih mudah untuk dipahami dan dimengerti
oleh para kreditur konkuren sekalian. Sedangkan rencana pelunasan kepada
kreditur separatis dalam hal ini adalah Bank Mandiri, telah kami sesuaikan
berdasarkan kesepakatan yang sudah dicapai;
Akhir kata, tak lupa kami ucapan terimakasih dan penghormatan yang sebesar-
besarnya kepada para kreditur sekalian yang senantiasa memberikan dukungan
kepada kami, semoga dari kebaikan yang para kreditur sekalian berikan akan
mendapatkan ganjaran yang jauh lebih baik dari Allah SWT;
Harapan kami semua, keputusan yang sudah kita sepakati bersama ini
merupakan keputusan yang terbaik bagi kita semua;
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 8
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Hal 9 dari 34 hal. Put. No. 186 K/Pdt.Sus-Pailit/2015
BAB II
PROYEKSI DAN PROPOSAL PERDAMAIAN
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 9
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Hal 10 dari 34 hal. Put. No. 186 K/Pdt.Sus-Pailit/2015
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 10
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Hal 11 dari 34 hal. Put. No. 186 K/Pdt.Sus-Pailit/2015
2) Upaya Perdamaian
Skema pelunasan:
1. Skema pelunasan kepada kreditur separatis
a. Bahwa hasil seluruh penjualan asset yang berupa anak perusahaan
yaitu PT. Karya Putra Borneo digunakan untuk melunasi seluruh
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 11
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Hal 12 dari 34 hal. Put. No. 186 K/Pdt.Sus-Pailit/2015
kewajiban kepada Bank Mandiri terlebih dahulu selaku pemilik jaminan
dari asset tersebut, dengan tenggat waktu paling lambat tanggal 30 Juni
2015;
b. Selama proses penjualan anak perusahaan yaitu PT. Karya Putra
Borneo, kami akan melaksanakan pembayaran kewajiban kepada Bank
Mandiri dengan total tagihan sebesar Rp281,099,798,470,00 dengan
ketentuan sebagai berikut:
- Hutang pokok sebesar Rp273.128.53.653,00 akan dilunasi dalam
jangka waktu 36 bulan sejak tanggal akte penetapan putusan
homologasi dengan jadual angsuran sebagai berikut:
1. Bulan ke-1 s.d ke-6: Rp1.000.000.000,00 per bulan;
2. Bulan ke-7 s.d ke-12: Rp2.500.000.000,00 per bulan;
3. Bulanke-13 s.d ke-18: Rp3.500.000.000,00 per bulan;
4. Bulanke-19s.d ke-24: Rp5.000.000.000,00 per bulan;
5. Bulan ke-25 s.d ke-30: Rp7.500.000.000,00 per bulan;
6. Bulan ke-31 s.d ke-36: Rp26.021.422.593,00 per bulan;
- Tunggakan bunga dan denda total sebesar Rp7.971.262.906,00 akan
dilunasi sekaligus pada bulan ke-36;
- Bunga berjalan sebesar 11% p.a ditangguhkan pembayarannya
sampai dengan bulan ke-35 dan dibayarkan sekaligus pada bulan ke-
36;
c. Nilai gadai saham PT. United Coal Indonesia di PT. Karya Putra Borneo
ditingkatkan menjadi sebesar Rp300.000.000.000,00 selambat-
lambatnya 3 bulan sejak tanggal homologasi;
2. Skema pelunasan kepada kreditur Konkuren
a. Kepada kreditur konkuren leasing
- Untuk angsuran leasing yang masih tertunggak sampai dengan
angsuran periode bulan Desember 2014, kami akan mengajukan
restruktur pembayaran tunggakan angsuran tersebut yang dimulai
pada bulan Maret 2015, dengan perhitungan pembayarannya
berdasarkan prosentase terhadap nilai tunggakan tersebut sesuai
dengan jadual sebagai berikut:
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 12
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Hal 13 dari 34 hal. Put. No. 186 K/Pdt.Sus-Pailit/2015
- Untuk angsuran leasing yang masih berjalan tidak dilakukan
restruktur, akan menyesuaikan dengan jadual pembayaran yang
sudah disepakati;
b. Kepada kreditur konkuren lainnya
Jadual pelunasan terhadap kreditur konkuren lainnya, dikelompokkan
menjadi beberapa kategori yang besaran nilai pembayaran setiap
bulannya akan mengikuti prosentasi terhadap nilai sisa hutang yang ada
(yang dimaksud sisa hutang adalah jumlah hutang dikurangi
pembayaran awal setelah homologasi sebesar Rp20.000.000,00 untuk
masing-masing vendor), sebagai berikut:
1. Nilai hutang kurang dari 30 juta, setelah homologasi langsung di
bayar lunas;
2. Nilai hutang lebih dari 30 juta dan kurang dari 60 juta, setelah
homologasi dibayar sebesar 20 juta, dan sisanya dibayar 1 bulan
kemudian sejak pembayaran yang pertama;
3. Nilai hutang lebih dari 60 juta dan kurang dari 200 juta, setelah
homologasi akan dibayar 20 juta, dan sisanya akan diangsur
sebanyak 8 kali dengan prosentasi sesuai dengan table tersebut di
bawah dimulai bulan Juli 2015;
4. Nilai hutang lebih dari 200 juta dan kurang dari 500 juta, setelah
homologasi akan dibayar 20 juta, dan sisanya akan diangsur
sebanyak 12 kali dengan prosentasi sesuai dengan table tersebut di
bawah dimulai bulan Juli 2015
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 13
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Hal 14 dari 34 hal. Put. No. 186 K/Pdt.Sus-Pailit/2015
5. Nilai hutang lebih dari 500jt, setelah homologasi akan dibayar 20jt,
dan sisanya akan diangsur sebanyak 16 kali dengan prosentasi
sesuai dengan table tersebut di bawah, dimulai bulan Juli 2015;
Menimbang, bahwa untuk mempersingkat putusan ini mengenai
selengkapnya laporan Hakim Pengawas dan laporan Tim Pengurus dengan
segala lampirannya terlampir dalam Berita Acara Sidang dan menjadi bagian
yang tidak terpisahkan dari putusan ini;
Bahwa terhadap permohonan Pengesahan Perdamaian (Homologasi)
tersebut Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah
memberikan putusan Nomor 55/Pdt.Sus-PKPU/2014/PN.Niaga.Jkt.Pst. Jo.
Nomor 32/Pdt.Sus.Pailit/2014/PN.Niaga.Jkt.Pst. tanggal 14 Januari 2015, yang
amarnya sebagai berikut:
1. Menyatakan sah dan mengikat secara hukum, Perjanjian Perdamaian
tertanggal 8 Januari 2015 yang telah ditandatangani antara Direktur Utama
dan Komisaris PT. United Coal Indonesia (dalam PKPU) dengan Para
Kreditornya sebagai berikut;
1. PT. BANK MANDIRI;
2. CV. INTI GLOBAL SERVICES;
3. PT. MANDIRI CITRA MAKMUR;
4. PT. BERKAT DIESEL MANDIRI;
5. UD. MAJU JAYA;
6. CV. PERDANA PARTS;
7. PT. HARTA BAN INDONESIA;
8. CV. SATRIA DUTA PERDANA;
9. PT. SANATEL;
10. PT. RECSALOG GEOPRIMA;
11. PT. NARIKI MINEX SEJATI;
12. PT. MITRA USAHA POWERINDO;
13. PT. SUNWAY TREK MASINDO;
14. PT. DAHANA (Persero);
15. PT. DUNIA SAFTINDO;
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 14
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Hal 15 dari 34 hal. Put. No. 186 K/Pdt.Sus-Pailit/2015
16. PT. CITRA TELEMINDO PERKASA;
17. PT. WAHANA SAFETY INDONESIA;
18. PT. UPSOL INDONESIA;
19. PT. LINKMAS ABADI;
20. PT. SAMLUBE INDONESIA;
21. MARSINIH MARTOATMODJO ISKANDAR KUSDIHARDJO;
22. PT. PRAMONO HEAVY PARTS PRATAMA;
23. PT. PANDU LOGISTIK;
24. PT. ALTRAK1978;
25. PT. KARUNIA SARASWATI;
26. PT. HIDUP BARU PERDANA ABADI;
27. PT. SUMBER MUTIARA PRIMA;
28. TRISULA CIPTA PERDANA;
29. PT. CHITRA PARATAMA;
30. PT. BUANA GEMILANG PRIMA;
31. PT. INTRACO PENTA PRIMA SERVICES;
32. PT. BUANA PENTA PRIMA;
33. PT. PROCURETMENT SERVICE INTERNATIONAL;
34. PT. SARANA UTAMA LESTARI;
35. PT. PALARAN INDAH LESTARI;
36. PT. WEIRS MINERAL MULTIFLOW;
37. ISCO PERKASA ENGINEERING;
38. PD. INDO DIESEL;
39. CV. MITRA JAYA UTAMA;
40. LINDA HANTA WIJAYA;
41. PT. KALIMANTAN PERMAI WIJAYA;
42. PD. PRIMANTARA SANDIESEL;
43. CV. MITRA WIRA PERKASA;
44. ASTON SAMARINDA;
45. CV. MITRA ABADI SEJAHTERA;
46. PT. ALAS PERSADA ENGINEERING;
47. CV. MITRA ABADI SEJAHTERA;
48. PT. ATLAS PERSADA ENGINEERING;
49. PT. BERKAT TIGA PUTRI;
50. PT. MMPH;
51. PT. CHANDRA SAKTI UTAMA LEASING;
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 15
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Hal 16 dari 34 hal. Put. No. 186 K/Pdt.Sus-Pailit/2015
52. PT. SAN FINANCE;
53. PT. INTAN BARUPRANA FINANCE;
54. PT. PELITA KALTIM;
55. BIMATAMA TOUR;
56. ASURANSI ASTRA UTAMA;
57. CV. MAHERA;
58. PT. NUSANTARA SELANG;
59. PT. INRACO PENTA WAHANA;
60. PT. MINEPARTA INDONESIA;
61. PT. BORNEO MINING SPPLIES;
62. CV. EXSISS JAYA;
63. CIPAGANTI;
64. PT. NUGRAHA SEJAHTERA JAYA;
65. PT. GMT INDONESIA;
66. PT. CLIPPAN;
67. PT. GARUDA MART INDONESIA;
68. PT. DUTA KREASI INDONESIA;
69. PT. BINA UTAMA KONSULTAMA;
70. PT. DAVAINDO PRATAMA LINK;
71. PT. PUTRA MAKMUR JAYA;
72. CV. SENTOSA TEKNIK;
73. TELKOM INDONESIA;
74. PT. TRAKINDO UTAMA;
75. WILLIAM HANDOKO;
76. UD. DERMAGA JAYA 2;
77. PT. KOBEXINDO TRACTORS;
78. UD. SUMBER AGUNG JAYA;
79. CV. MITRA UTAMA;
80. CV. BINA INTI NUSA;
81. PT. TITAN WHEELS INDONESIA;
82. PT. ASTRA SEDAYA FINANCE;
83. CV. MARTIEL CAHAYA PERKASA;
84. PT. SARANA RAYA KALIMANTAN;
85. PT. MAHA JAYA TEKNINDO;
86. PT. ARDAN PERKASA;
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 16
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Hal 17 dari 34 hal. Put. No. 186 K/Pdt.Sus-Pailit/2015
87. SUNTARY ABADI PERKASA, CV;
88. PT. SUCOFINDO;
89. PT. BITARA ENERJINDO;
2. Menghukum Debitor atau Pemohon Penundaan Kewajiban Pembayaran
Utang (Pemohon PKPU) dan seluruh kreditor-kreditornya tunduk dan
mematuhi serta melaksanakan isi Perjanjian Perdamaian tersebut;
3. Menyatakan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) Nomor
55/Pdt.Sus-PKPU/2014/PN.Niaga.Jkt.Pst. Jo. Nomor 32/Pdt.Sus.Pailit/201
4/PN.Niaga.Jkt.Pst. demi hukum berakhir;
4. Menghukum Debitor atau Pemohon Penundaan Kewajiban Pembayaran
Utang untuk membayar biaya permohonan ini sebesar Rp1.938.000,00
(satu juta sembilan ratus tiga puluh delapan ribu rupiah);
Menimbang, bahwa sesudah Putusan Pengadilan Niaga pada
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tersebut diucapkan dengan dihadiri oleh
Kuasa Pemohon dan Kuasa Termohon pada tanggal 14 Januari 2015, terhadap
putusan tersebut Para Termohon PKPU melalui kuasanya berdasarkan surat
kuasa khusus tanggal 16 Januari 2015 mengajukan permohonan kasasi
masing-masing pada tanggal 21 Januari 2015 sebagaimana ternyata dari Akta
Permohonan Kasasi masing-masing Nomor 02 Kas/Pdt.Sus-Pailit/2015/
PN.Niaga.Jkt.Pst. Jo. Nomor 55/Pdt.Sus-PKPU/2014/PN.Niaga.Jkt.Pst. Jo.
Nomor 32/Pdt.Sus-Pailit/2014/PN.Niaga.Jkt.Pst. dan Nomor 03 Kas/Pdt.Sus-
Pailit/2015/PN.Niaga.Jkt.Pst. Jo. Nomor 55/Pdt.Sus-PKPU/2014/PN.Niaga.
Jkt.Pst. Jo. Nomor 32/Pdt.Sus-Pailit/2014/PN.Niaga.Jkt.Pst. yang dibuat oleh
Panitera Pengadilan Negeri/Niaga Jakarta Pusat, permohonan tersebut disertai
dengan memori kasasi yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Negeri/Niaga
Jakarta Pusat masing-masing pada tanggal 21 Januari 2015 (hari itu juga);
Bahwa memori kasasi tersebut telah disampaikan kepada Pemohon
PKPU pada tanggal 23 Januari 2015, kemudian Termohon Kasasi/Pemohon
PKPU mengajukan kontra memori kasasi yang diterima di Kepaniteraan
Pengadilan Negeri/Niaga Jakarta Pusat pada tanggal 2 Februari 2015;
Menimbang, bahwa permohonan kasasi a quo beserta keberatan-
keberatannya telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama,
diajukan dalam jangka waktu dan dengan cara yang ditentukan dalam undang-
undang, oleh karena itu permohonan kasasi tersebut secara formal dapat
diterima;
Menimbang, bahwa keberatan-keberatan kasasi yang diajukan oleh
Pemohon Kasasi I dalam memori kasasinya adalah:
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 17
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Hal 18 dari 34 hal. Put. No. 186 K/Pdt.Sus-Pailit/2015
A. Judex Facti Telah Salah Menerapkan Atau Melanggar Hukum Yang Berlaku
Dengan Mengabaikan Keberatan Dan Penolakan Yang Diajukan Pemohon
Kasasi Sebelum Homologasi;
1. Bahwa Pemohon Kasasi menolak dengan tegas seluruh pertimbangan
hukum dan Putusan Judex Facti, oleh karena telah melalaikan/
mengabaikan fakta-fakta dan bukti-bukti yang telah diajukan Pemohon
Kasasi baik kepada Hakim Pengawas maupun Majelis Hakim Pemeriksa
dan Pemutus sebelum proses pengesahan perdamaian (homologasi)
dilaksanakan;
2. Bahwa Pemohon Kasasi sangat keberatan dengan pertimbangan hukum
Judex Facti pada halaman 16 paragraf (2) dan (3) yang pada pokoknya
menyatakan:
“..........menimbang setelah mendengar dari Tim Pengurus, Termohon
PKPU, dan Para Kreditor dalam persidangan tanggal 14 Januari
2015, ternyata tidak ditemukan adanya alasan-alasan untuk menolak
pengesahan perdamaian sebagaimana diatur dalam Pasal 285 ayat
(2) Undang Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang”;
“..... menimbang bahwa oleh karena Pengadilan tidak menemukan
adanya alasan-alasan untuk menolak pengesahan perdamaian
sebagaimana diatur dalam Pasal 285 ayat (2) Undang Undang
Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang, maka pengadilan wajib mengesahkan
perdamaian tersebut sebagaimana diisyaratkan dalam Pasal 285
ayat (1) Undang Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan
dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang”;
Pertimbangan hukum tersebut sangat tidak tepat, karena Judex Facti
sama sekali tidak mempertimbangkan dan mengesampingkan keberatan-
keberatan yang secara resmi telah disampaikan oleh Pemohon Kasasi,
sebelum dilaksanakannya homologasi baik kepada Majelis Hakim
Pemeriksa Perkara maupun kepada Hakim Pengawas, sebagaimana
diuraikan sebagai berikut:
1. Surat Pemohon Kasasi (Frans Asido Tobing & Associates) Ref 067/
FAT-LO/XII/2014 tanggal 30 Desember 2014 perihal: “Mohon
Pemeriksaan Atas Dugaan Iktikad Buruk Debitor PT. United Coal
Indonesia) untuk merugikan Kreditor berupa Informasi Palsu/
menyesatkan dalam Rencana Perdamaian yang diajukan PT. United
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 18
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Hal 19 dari 34 hal. Put. No. 186 K/Pdt.Sus-Pailit/2015
Coal Indonesia (dalam PKPU) (Bukti Pemohon Kasasi-1) yang telah
diterima Hakim Pengawas pada tanggal 30 Desember 2014 (Bukti
Pemohon Kasasi 2);
2. Surat Pernyataan Oorja (Batua) Pte. Ltd tanggal 7 Januari 2015 yang
menyatakan (Bukti Pemohon Kasasi 3):
- Selaku pemegang saham pada PT. Karya Putra Borneo sebanyak 50
(lima puluh) persen atau setara dengan 2.500 lembar berdasarkan
Akta Berita Acara Rapat nomor 46 tanggal 18 April 2011;
- Sampai saat ini saham-saham milik PT. United Coal Indonesia
sebanyak 2.000 lembar saham (ekuivalen dengan 40 (empat puluh)
persen dari saham-saham yang diterbitkan) pada PT. Karya Putra
Borneo, tidak pernah diberikan persetujuan penjaminan kepada PT.
Bank Mandiri ataupun pihak lain;
- Bahwa sebaliknya, berdasarkan Memorandum of Agremeent tanggal
2 November 2010 antara Oorja Holdings PTE LTD dengan PT.
United Coal Indonesia, justru saham-saham milik PT. United Coal
Indonesia yang seharusnya dijadikan jaminan/agunan dalam rangka
pembiayaan Batuah Coal Project;
3. Surat Pemohon Kasasi (Frans Asido Tobing & Associates) Ref 05/FAT-
LO/I/2014 tanggal 12 Januari 2015 (tertulis tanggal 12 Januari 2014)
perihal: “Surat Keberatan dan menolak Pengesahan Perdamaian
(Homologasi) terhadap Rencana Perdamaian PT. United Coal Indonesia
(dalam PKPU) (Bukti Pemohon Kasasi 4) yang telah diterima oleh Sub.
Bag. Umum Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tanggal 12 Januari 2015
(Bukti Pemohon Kasasi 5) yang ditujukan kepada Hakim Pengawas dan
juga diterima Majelis Hakim Pemeriksa Perkara PKPU PT. United Coal
Indonesia pada tanggal 12 Januari 2015 (tertulis 12 Januari 2014) yang
pada pokok surat menyatakan menolak Pengesahan Perdamaian
(Homologasi) atas rencana perdamaian yang diajukan PT. United Coal
Indonesia (“Debitur” atau ”PT. UCI”) dengan alasan-alasan yang
diuraikan sebagai berikut:
1. Tidak Terjaminnya Pelaksanaan Perdamaian
“Bahwa dalam hal rencana perdamaian yang diajukan oleh PT.
United Coal Indonesia (dalam PKPU) tersebut tidak secara jelas
menyebutkan berapa banyak kepemilikan saham-saham PT. United
Coal Indonesia pada PT. Karya Putra Borneo, karena besar
komposisi saham yang dimiliki PT. United Coal Indonesia ini akan
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 19
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Hal 20 dari 34 hal. Put. No. 186 K/Pdt.Sus-Pailit/2015
berkaitan dengan nilai jual dan hak pemegang saham lainnya pada
PT. Karya Putra Borneo dalam kaitannya dengan rencana penjualan
asset berupa saham-saham milik PT. United Coal Indonesia;
Bahwa di dalam forum rapat Kreditor sebelum dilakukan pemungutan
suara, Pengurus menjelaskan telah mempelajari dokumen dan
membenarkan adanya “Pledge of Shares” atas saham-saham milik
PT. United Coal Indonesia namun apakah Pengurus sudah
mempertimbangkan keberadaan adanya pihak lain sebagai
pemegang saham? Apakah dokumen pledge of shares sudah
dilaksanakan sesuai ketentuan dengan memperoleh persetujuan
pemegang saham lain?;
“Apabila hal ini tidak dilakukan, maka sudah barang tentu upaya
penjualan saham-saham milik PT. United Coal Indonesia (Debitur)
pada PT. Karya Putra Borneo akan menimbulkan masalah hukum
baru dan ketidakpastian hukum terhadap kreditor yang ada”..
Meningkatnya beban pembayaran PT. United Coal Indonesia berupa
angsuran pembayaran kepada PT. Bank Mandiri sebagai kreditur
separatis, namun tidak adanya perubahan strategi untuk peningkatan
income/pendapatan PT. United Coal Indonesia;
Bahwa dalam Undangan Voting Pemungutan Suara yang diadakan
pada Kamis, tanggal 8 Januari 2015, di All Seasons Gajah Mada
Hotel, Jakarta Pusat, ternyata PT. UCI mengajukan Proposal
Perdamaian Final yang berisikan perubahan skema pelunasan
kepada kreditur separatis (PT. Bank Mandiri) dengan rincian sebagai
berikut (halaman 11 Proposal Perdamaian-Final):
“Hutang pokok sebesar Rp273.128.535,653 akan dilunasi dalam
jangka waktu 36 bulan sejak tanggal akte penetapan putusan
homologasi dengan jadwal angsuran sebagai berikut:”
(1) Bulan ke 1 s.d ke-6 : Rp1.000.000.000,00 per bulan;
(2) Bulan ke 7 s.d ke-12 : Rp2.500.000.000,00 per bulan;
(3) Bulan ke 12 s.d ke-18 : Rp3.500.000.000,00 per bulan;
(4) Dst.....
..... Bahwa dengan adanya angsuran tersebut, maka sudah pasti
akan meningkatkan beban dari PT. United Coal Indonesia, namun
PT. United Coal Indonesia di dalam proposal finalnya tidak secara
jelas dan spesifik dari mana nanti asal muasal dana angsuran cicilan
kepada Bank Mandiri tersebut, karena di dalam proposalnya PT. UCI
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 20
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Hal 21 dari 34 hal. Put. No. 186 K/Pdt.Sus-Pailit/2015
tidak memberikan penjelasan terkait adanya proyeksi tambahan
pendapatan/income dalam kegiatan usaha Perusahaan, sehingga
mustahil dapat melakukan pembayaran kepada PT. Bank Mandiri
tanpa adanya peningkatan pendapatan, dan lebih jauh kondisi ini
akan mempengaruhi juga kepada kreditur konkuren..........;
“Dengan demikian sudah sepatutnya Hakim Pengawas
mengetahui bahwa rencana perdamaian yang diajukan oleh PT.
United Coal Indonesia mengandung masalah yang tidak akan
dapat menjamin pelaksaaan perdamaian tersebut dikarenakan
faktor yang kami kemukakan tersebut di atas............”;
Bahwa faktanya, ternyata Judex Facti sama sekali tidak
mempertimbangkan keberatan-keberatan yang diajukan oleh
Pemohon Kasasi sesuai dengan surat-surat Pemohon Kasasi
tersebut di atas dan mengabaikannya, yang dengan demikian terbukti
Judex Facti melanggar hukum yang berlaku, yang juga akan
Pemohon Kasasi uraikan lebih lanjut dalam memori kasasi ini;
B. Pelaksanaan Perdamaian Tidak Menjamin Terpenuhinya Hak-Hak Kreditor
1. Ketua Mahkamah Agung dan/atau Majelis Hakim Agung Yang Terhormat,
sebagaimana telah berulang kali Pemohon Kasasi sampaikan baik melalui
lisan di forum kreditor dan melalui tertulis (Bukti Pemohon Kasasi-1 dan
Bukti Pemohon Kasasi-3), Pemohon Kasasi sangat kecewa terhadap sikap
Termohon Kasasi baik terhadap Pengurus, dan Hakim Pengawas yang
sejak awal persidangan tidak pernah secara transparan dan terbuka
menjelaskan mengenai keberadaan aset Termohon Kasasi berupa anak
perusahaan PT. Karya Putra Borneo (“PT KPB”);
2. Bahwa di dalam Proposal Perdamaiannya sejak awal Termohon KasasI
berulang kali mengakui asetnya berupa PT KPB sebagaimana dibuktikan
dalam Revisi Final Proposal Rencana Perdamaian Nomor UCI/HO/I/2015/
002 tanggal 8 Januari 2015 (Bukti Pemohon Kasasi 6) halaman 11 angka
1 huruf (a) tertulis:
“....... bahwa hasil seluruh penjualan asset yang berupa anak
perusahaan yaitu PT. karya Putra Borneo digunakan untuk melunasi
seluruh kewajiban kepada Bank Mandiri terlebih dahulu selaku
pemilik jaminan dari asset tersebut, dengan tenggat waktu paling
lambat 30 Juni 2015;
Bahwa sejak awal dari Pengajuan Proposal Perdamaian sampai dengan
Proposal Perdamaian Final tersebut, Termohon Kasasi tidak pernah
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 21
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Hal 22 dari 34 hal. Put. No. 186 K/Pdt.Sus-Pailit/2015
menunjukkan dokumen gadai saham atas PT. KPB tersebut yang menjadi
dasar PT. Bank Mandiri selaku Pemilik Jaminan; dan Termohon Kasasi
juga tidak pernah menjelaskan berapa banyak jumlah saham-sahamnya
pada PT. KPB; hal ini ternyata diketahui oleh Pemohon Kasasi
berdasarkan Surat Pernyataan dari Surat Pernyataan dari Oorja (Batua)
Pte. Ltd tanggal 7 Januari 2015 yang menyatakan (Bukti Pemohon Kasasi-
3):
- Selaku pemegang saham pada PT. Karya Putra Borneo sebanyak 50 %
atau setara dengan 2.500 lembar berdasarkan Akta Berita Acara Rapat
nomor 46 tanggal 18 April 2011;
- Sampai saat ini saham-saham milik PT. United Coal Indonesia
sebanyak 2.000 lembar saham (ekuivalen dengan 40 % dari saham-
saham yang diterbitkan) pada PT. Karya Putra Borneo, tidak pernah
diberikan persetujuan penjaminan kepada PT. Bank Mandiri ataupun
pihak lain;
- Bahwa sebaliknya, berdasarkan Memorandum of Agremeent tanggal 2-
November 2010 antara Oorja Holdings PTE LTD dengan PT. United
Coal Indonesia, justru saham-saham milik PT. United Coal Indonesia
yang seharusnya dijadikan jaminan/agunan dalam rangka pembiayaan
Batuah Coal Project’;
Bahwa terkait dengan gadai saham tersebut, Pemohon Kasasi
mengemukakan ketentuan Pasal 60 ayat (3) UU Nomor 40 Tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas mengatur bahwa:
“Gadai saham atau jaminan fidusia atas saham yang telah
didaftarkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
wajib dicatat dalam daftar pemegang saham dan daftar khusus
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50”;
Sedangkan pada Penjelasan Pasal 60 ayat (3) UU Nomor 40 Tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas, mengatur bahwa;
“Ketentuan ini dimaksudkan agar Perseroan atau pihak lain yang
berkepentingan dapat mengetahui mengenai status saham tersebut”;
Dengan demikian terbukti bahwa gadai saham yang dimaksud oleh
Termohon Kasasi pada PT. KPB tidak diketahui oleh pemegang saham
lain pada PT.KPB, dan sekaligus membuktikan bahwa isi Proposal
Perdamaian yang diajukan oleh Termohon Kasasi adalah tidak benar,
direkayasa, yang merugikan kepentingan Para Kreditor;
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 22
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Hal 23 dari 34 hal. Put. No. 186 K/Pdt.Sus-Pailit/2015
3. Bahwa merujuk pada fakta hukum dan bukti hukum di atas, bahwa terbukti
alasan dan pertimbangan hukum tersebut, terbukti bahwa pelaksanaan
proposal perdamaian yang diajukan oleh Termohon Kasasi yang saat ini
sudah dihomologasi mengandung masalah hukum dan resiko yang dapat
berdampak fatal terhadap pelaksanaan perdamaian (penjualan PT. KPB
selaku asset Debitor) sekaligus potensi adanya tuntutan dari pemegang
saham lain pada PT. KPB, yaitu Oorja (Batua) Pte. Ltd. selaku pemegang
saham PT. KPB sebanyak 2.500 lembar saham berupa first right of refusal,
sebagaimana ditentukan pada Pasal 57 ayat (1) huruf (a) dan (b) UU
Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang berbunyi:
(1) Dalam anggaran dasar dapat diatur persyaratan mengenai
pemindahan hak atas saham, yaitu:
a. Keharusan menawarkan terlebih dahulu kepada pemegang saham
dengan klasifikasi tertentu atau pemegang saham lainnya;
b. Keharusan mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari Organ
Perseroan; dan/atau
c. Keharusan mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari instansi
yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan;
4. Bahwa oleh karenanya wajar dan beralasan hukum bila Ketua Mahkamah
Agung dan/atau Majelis Hakim Agung Yang Terhormat untuk mengabulkan
permohonan kasasi Pemohon dan membatalkan pengesahan Proposal
(Rencana) Perdamaian antara Termohon Kasasi dengan Pemohon
Kasasi/Para Kreditor;
C. Perdamaian Dicapai Karena Penipuan, Atau Persekongkolan, Dengan Satu
Atau Lebih Kreditor, Dengan Upaya Tidak Jujur Antara Kreditor Dengan
Debitur PT United Coal Indonesia
1. Bahwa patut diduga adanya tipu muslihat atau upaya tidak jujur dalam
Pelaksanaan Voting Perdamaian yang dilakukan pada tanggal 8 Januari
2015 di All Seasons Gajah Mada Hotel, seharusnya Rapat Pemungutan
Suara (Voting) atas Rencana Perdamaian sesuai Surat Pengurus Nomor
025/PKPU-UCI/XII/2014 tanggal 22 Desember 2014, (Bukti Pemohon
Kasasi 7); dan bukan pembahasan Proposal baru lagi;
2. Bahwa namun dalam Agenda Pemungutan Suara (Voting) dilaksanakan
pada tanggal 8 Januari 2015 bertempat di Hotel All Season Gajah Mada
Hotel, Room Lime Green & Steel blue Jalan KH. Zainul Arifin Nomor 5-7
Jakarta Pusat, faktanya Termohon Kasasi menyampaikan Revisi Final
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 23
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Hal 24 dari 34 hal. Put. No. 186 K/Pdt.Sus-Pailit/2015
Proposal Rencana Perdamaian Nomor UCI/HO/I/2015/002 tanggal 8
Januari 2015 (Bukti Pemohon Kasasi 6), dan terlihat ada perubahan
skema pelunasan upaya perdamaian terhadap kreditor separatis (PT.
Bank Mandiri) pada halaman 11, dan pada hari yang sama langsung
dilakukan pemungutan suara, sehingga tidak ada waktu untuk para
kreditor untuk mempelajari secara teliti dan saksama perubahan
proposal perdamaian (Final) tersebut, terlebih lagi tidak ada penjelasan
secara spesifik terkait hal ini dari Termohon Kasasi di dalam rapat
kreditor tanggal 8 Januari 2015;
3. Bahwa selain itu, pada sesi penjelasan Revisi Final Proposal Rencana
Perdamaian Nomor UCI/HO/I/2015/002 tanggal 8 Januari 2015, Direktur
PT. United Coal Indonesia hanya menjelaskan mengenai perubahan
pembayaran pada Kreditur Separatis (PT. Bank Mandiri) yang dikutip
pada halaman 11 angka (2) nomor 1 huruf (b) Revisi Final Proposal
Rencana Perdamaian Nomor UCI/HO/I/2015/002 tanggal 8 Januari 2015
tertulis:
,.. “hutang pokok sebesar Rp273.128.535,653 akan dilunasi dalam
jangka waktu 36 bulan sejak tanggal akta penetapan putusan
homologasi dengan jadwal angsuran sebagai berikut:”
(5) Bulan ke 1 s.d ke-6 : Rp1.000.000.000,00 per bulan;
(6) Bulan ke 7 s.d ke-12 : Rp2.500.000.000,00 per bulan;
(7) Bulan ke 12 s.d ke-18 : Rp3.500.000.000,00 per bulan;
(8) Dst.....
Bahwa Revisi Proposal tersebut sama sekali tidak menyinggung
mengenai bagaimana strategi Debitur untuk meningkatkan pendapatan
(cash in) untuk membayar adanya pembayaran angsuran kepada PT.
Bank Mandiri tersebut, karena sama sekali tidak ada perubahan pada sisi
penerimaan perusahaan (cash inflow) halaman 5 yaitu sebesar 21.207,17
(dalam jutaan rupiah) yang jelas-jelas cash inflownya tetap sama/tidak
ada yang berubah dengan Proposal Tahap III sebelumnya Proposal
Nomor UCI/HO/XII/2014/89 Tahap III (Bukti Pemohon Kasasi 8);
4. Sehingga patut diduga ada kejanggalan pada perubahan proposal
perdamaian tersebut dan semakin memperlihatkan indikasi dugaan
upaya tidak jujur oleh Debitor kepada Para Kreditor Konkuren terbukti
adanya perubahan pada skema pelunasan kreditur separatis yang
meningkatkan beban angsuran Termohon Kasasi, namun tidak ada
penjelasan bagaimana PT. UCI (Termohon Kasasi) dapat membayarkan
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 24
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Hal 25 dari 34 hal. Put. No. 186 K/Pdt.Sus-Pailit/2015
angsuran tersebut karena tidak ada proyeksi peningkatan pendapatan/
income perusahaan untuk membayar angsuran kepada PT. Bank
Mandiri;
5. Bahwa hal tersebut di atas, jelas membuktikan adanya iktikad tidak baik
berupa persekongkolan/upaya tidak jujur antara PT. United Coal
Indonesia (Termohon Kasasi) dengan PT. Bank Mandiri dalam rangka
pelaksanaan voting perdamaian yang merugikan Pemohon Kasasi;
6. Berdasarkan pertimbangan hukum Judex Facti tersebut di atas, terbukti
bahwa Judex Facti telah melanggar ketentuan Pasal 285 ayat (2) huruf c
Undang Undang Kepailitan dan PKPU, sehingga sudah selayaknya
Majelis Hakim Agung yang terhormat membatalkan pertimbangan hukum
Judex Facti halaman 16 paragraf (2) dan (3) yang pada pokoknya
menyatakan:
“.......... menimbang setelah mendengar dari Tim pengurus, Termohon
PKPU, dan Para Kreditor dalam persidangan tanggal 14 Januari
2015, ternyata tidak ditemukan adanya alasan-alasan untuk menolak
pengesahan perdamaian sebagaimana diatur dalam Pasal 285 ayat
(2) Undang Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang”;
“..... menimbang bahwa oleh karena Pengadilan tidak menemukan
adanya alasan-alasan untuk menolak pengesahan perdamaian
sebagaimana diatur dalam Pasal 285 ayat (2) Undang Undang
Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang, maka pengadilan wajib mengesahkan
perdamaian tersebut sebagaimana diisyaratkan dalam Pasal 285
ayat (1) Undang Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan
dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang”;
7. Berdasarkan uraian tersebut terbukti bahwa Judex Facti telah salah
menerapkan hukum tentang Pasal 285 ayat (2) Undang Undang Nomor
37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang tentang sahnya rencana perdamaian. Oleh
karenanya putusan a quo harus dibatalkan dan Mahkamah Agung RI
dapat mengambil alih untuk mengadili, memeriksa dan memberikan
keputusan atas perkara ini.
Menimbang, bahwa keberatan-keberatan kasasi yang diajukan oleh
Pemohon Kasasi II dalam memori kasasinya adalah:
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 25
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Hal 26 dari 34 hal. Put. No. 186 K/Pdt.Sus-Pailit/2015
A. Perdamaian Dicapai Karena Penipuan, Atau Persekongkolan, Dengan Satu
Atau Lebih Kreditor, Dengan Upaya Tidak Jujur Antara Kreditor Dengan
Debitur PT United Coal Indonesia
1. Bahwa patut diduga adanya tipu muslihat atau upaya tidak jujur dalam
Pelaksanaan Voting Perdamaian yang dilakukan pada tanggal 8 Januari
2015 di All Seasons Gajah Mada Hotel, seharusnya berdasarkan Surat
Pengurus Nomor 025/PKPU-UCI/XII/2014 tanggal 22 Desember 2014,
(Bukti Pemohon Kasasi 1); agenda pada tanggal 8 Januari 2015 adalah
Rapat Pemungutan Suara (Voting) atas Rencana Perdamaian dan bukan
pembahasan Proposal baru lagi;
2. Bahwa namun dalam Agenda yang telah ditetapkan berupa Pemungutan
Suara (Voting) dilaksanakan pada tanggal 8 Januari 2015 bertempat di
Hotel All Season Gajah Mada Hotel, Room Lime Green & Steel Blue Jln.
KH. Zainul Arifin Nomor 5-7 Jakarta Pusat, faktanya Termohon Kasasi
menyampaikan Revisi Final Proposal Rencana Perdamaian Nomor UCI/
HO/I/2015/002 tanggal 8 Januari 2015 (Bukti Pemohon Kasasi 2), dan
terlihat ada perubahan skema pelunasan upaya perdamaian terhadap
kreditor separatis (PT.Bank Mandiri) pada halaman 11, dan pada hari
yang sama langsung dilakukan pemungutan suara, sehingga tidak ada
waktu untuk para kreditor untuk mempelajari secara teliti dan saksama
perubahan proposal perdamaian (Final) tersebut, terlebih lagi tidak ada
penjelasan secara spesifik terkait hal ini dari Termohon Kasasi di dalam
rapat kreditor tanggal 8 Januari 2015;
3. Bahwa selain itu, pada sesi penjelasan Revisi Final Proposal Rencana
Perdamaian Nomor UCI/HO/I/2015/002 tanggal 8 Januari 2015, Direktur
PT. United Coal Indonesia hanya menjelaskan mengenai perubahan
pembayaran pada Kreditur Separatis (PT. Bank Mandiri) yang dikutip
pada halaman 11 angka (2) nomor 1 huruf (b) Revisi Final Proposal
Rencana Perdamaian Nomor UCI/HO/I/2015/002 tanggal 8 Januari 2015
tertulis:
,.. “hutang pokok sebesar Rp273.128.535,653 akan dilunasi dalam
jangka waktu 36 bulan sejak tanggal akta penetapan putusan
homologasi dengan jadwal angsuran sebagai berikut:”;
(1) Bulan ke 1 s.d ke-6 : Rp1.000.000.000,00 per bulan;
(2) Bulan ke 7 s.d ke-12 : Rp2.500.000.000,00 per bulan;
(3) Bulan ke 12 s.d ke-18 : Rp3.500.000.000,00 per bulan;
(4) Dst.....
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 26
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Hal 27 dari 34 hal. Put. No. 186 K/Pdt.Sus-Pailit/2015
Bahwa Revisi Proposal tersebut sama sekali tidak menyinggung
mengenai bagaimana strategi Debitur untuk meningkatkan pendapatan
(cash in) untuk membayar adanya pembayaran angsuran kepada PT.
Bank Mandiri tersebut, karena sama sekali tidak ada perubahan pada sisi
penerimaan perusahaan (cash inflow) halaman 5 yaitu sebesar 21.207,17
(dalam jutaan rupiah) yang jelas-jelas cash inflownya tetap sama/tidak
ada yang berubah dengan Proposal sebelumnya Proposal Nomor UCI/
HO/XII/2014/89 Tahap III (Bukti Pemohon Kasasi 3);
4. Sehingga patut diduga ada kejanggalan dan manipulasi pada perubahan
proposal perdamaian tersebut dan semakin memperlihatkan indikasi
dugaan upaya tidak jujur oleh Debitor/PT. United Coal Indonesia kepada
Para Kreditor Konkuren, yang terbukti adanya perubahan pada skema
pelunasan kreditur separatis yang meningkatkan beban angsuran
Termohon Kasasi, namun tidak ada penjelasan bagaimana PT. UCI
(Termohon Kasasi) dapat membayarkan angsuran tersebut karena tidak
ada proyeksi peningkatan pendapatan/income perusahaan untuk
membayar angsuran kepada PT. Bank Mandiri;
5. Bahwa hal tersebut di atas, jelas membuktikan adanya iktikad tidak baik
berupa persekongkolan/upaya tidak jujur antara PT. United Coal
Indonesia (Termohon Kasasi) dengan PT. Bank Mandiri dalam rangka
pelaksanaan voting perdamaian yang merugikan Pemohon Kasasi;
6. Berdasarkan pertimbangan hukum Judex Facti tersebut di atas, terbukti
bahwa Judex Facti telah melanggar ketentuan Pasal 285 ayat (2) huruf c
Undang Undang Kepailitan dan PKPU, sehingga sudah selayaknya
Majelis Hakim Agung yang terhormat membatalkan pertimbangan hukum
Judex Facti halaman 16 paragraf (2) dan (3) yang pada pokoknya
menyatakan:
“..........menimbang setelah mendengar dari Tim pengurus, Termohon
PKPU, dan Para Kreditor dalam persidangan tanggal 14 Januari
2015, ternyata tidak ditemukan adanya alasan-alasan untuk menolak
pengesahan perdamaian sebagaimana diatur dalam Pasal 285 ayat
(2) Undang Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang”;
“..... menimbang bahwa oleh karena Pengadilan tidak menemukan
adanya alasan-alasan untuk menolak pengesahan perdamaian
sebagaimana diatur dalam Pasal 285 ayat (2) Undang Undang
Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 27
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Hal 28 dari 34 hal. Put. No. 186 K/Pdt.Sus-Pailit/2015
Pembayaran Utang, maka pengadilan wajib mengesahkan
perdamaian tersebut sebagaimana diisyaratkan dalam Pasal 285
ayat (1) Undang Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan
dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang”;
7. Berdasarkan dengan terbuktinya Judex Facti telah salah menerapkan
hukum tentang Pasal 285 ayat (2) Undang Undang Nomor 37 Tahun
2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
tentang sahnya rencana perdamaian. Oleh karenanya putusan a quo
harus dibatalkan dan Mahkamah Agung RI dapat mengambil alih untuk
mengadili, memeriksa dan memberikan keputusan atas perkara ini;
B. Pelaksanaan Perdamaian Tidak Menjamin Terpenuhinya Hak-Hak Kreditor
Karena Ada Manipulasi Fakta
1. Ketua Mahkamah Agung dan/atau Majelis Hakim Agung Yang Terhormat,
Pemohon Kasasi sangat kecewa terhadap sikap Termohon Kasasi baik
terhadap Pengurus, dan Hakim Pengawas yang sejak awal persidangan
tidak pernah secara transparan dan terbuka menjelaskan mengenai
keberadaan aset Termohon Kasasi berupa anak perusahaan PT. Karya
Putra Borneo (“PT. KPB”);
2. Bahwa di dalam Proposal Perdamaiannya sejak awal Termohon Kasasi
berulang kali mengakui asetnya berupa PT. KPB sebagaimana dibuktikan
dalam Revisi Final Proposal Rencana Perdamaian Nomor UCI/HO/I/
2015/002 tanggal 8 Januari 2015 (Bukti Pemohon Kasasi 2) halaman 11
angka 1 huruf (a) tertulis:
“.......bahwa hasil seluruh penjualan asset yang berupa anak
perusahaan yaitu PT. Karya Putra Borneo digunakan untuk melunasi
seluruh kewajiban kepada Bank Mandiri terlebih dahulu selaku
pemilik jaminan dari asset tersebut, dengan tenggat waktu paling
lambat 30 Juni 2015;
3. Bahwa sejak awal dari Pengajuan Proposal Perdamaian sampai dengan
Proposal Perdamaian Final tersebut, Termohon Kasasi berulang kali
menyebutkan bahwa PT. KPB adalah anak perusahaan dari Termohon
Kasasi, namun tidak pernah menegaskan berapa banyak kepemilikan
saham Termohon Kasasi pada PT. KPB, dan dokumen yang
membuktikan adanya gadai saham-saham atas aset Termohon Kasasi
berupa saham-saham pada PT. KPB;
Selengkapnya dapat dilihat pada Proposal Perdamaian (Tahap I) yang
disampaikan Termohon Kasasi pada pembahasan Proposal tanggal 20
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 28
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Hal 29 dari 34 hal. Put. No. 186 K/Pdt.Sus-Pailit/2015
November 2014 di Hotel Grand Mercure, Jalan Hayam Wuruk, Jakarta
Pusat, (Bukti Pemohon Kasasi 7) yang pada halaman 13 dan 14
disebutkan:
“PT. United Coal Indonesia memiliki anak perusahaan, atau
perusahaan yang sahamnya terdaftar atas nama PT. United Coal
Indonesia yaitu PT. Karya Putra Borneo (KPB) yang menjadi jaminan
bagi Bank Mandiri”;
Lalu pada Proposal Perdamaian UCI/HO/XII/2014/84 (Tahap II) (Bukti
Pemohon Kasasi 4) pada Halaman (12) bagian Resrukturisasi
pembayaran Hutang huruf (a):
“.............Dan pada bulan Februari 2015 perusahaan akan melakukan
pembayaran kepada Bank Mandiri sebesar Rp125 miliar dengan cara
penjualan asset perusahaan yaitu anak perusahaan dari PT. United
Coal Indonesia”;
Kemudian pada Proposal Perdamaian UCI/HO/XII/2014/89 (Tahap III)
(Bukti Pemohon Kasasi 3) halaman 9 (Skema pembayaran kepada
kreditur separatis):
a. Bahwa jika terjadi penjualan asset yang berupa anak perusahaan
maka seluruh hasil penjualan tersebut akan digunakan untuk
melakukan pembayaran kepada Bank Mandiri terlebih dahulu selaku
pemilik jaminan dari asset tersebut”;
4. Bahwa dengan demikian, Proposal Perdamaian yang diajukan oleh PT.
UCI kepada Pemohon Kasasi yang termasuk kreditur konkuren, dengan
penjelasan/informasi yang menerangkan bahwa harta/asset PT. UCI
berupa saham-saham milik PT. UCI yang terdaftar atas nama PT. Karya
Putra Borneo (selaku anak perusahaan PT. UCI) sudah dijadikan jaminan
pada Bank Mandiri, yang oleh karenanya berdasarkan fakta adanya
jaminan tersebut, apabila PT. UCI menjual hartanya/assetnya tersebut,
maka kreditur separatis selaku pemegang hak jaminan lah yang berhak
atas hasil penjualan yang diterima dari PT. UCI terhadap penjualan anak
perusahaan tersebut;
5. Bahwa namun demikian, dalam proses perdamaian, Termohon Kasasi
tidak pernah menunjukkan dokumen gadai saham/maupun sertifikat
kepemilikan atas saham milik Termohon Kasasi pada PT. KPB tersebut
yang menjadi dasar PT. Bank Mandiri selaku Pemilik Jaminan; dan
Termohon Kasasi juga tidak pernah menjelaskan berapa banyak jumlah
saham-sahamnya pada PT. KPB;
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 29
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Hal 30 dari 34 hal. Put. No. 186 K/Pdt.Sus-Pailit/2015
6. Bahwa ternyata diketahui oleh Pemohon Kasasi berdasarkan Surat
Pernyataan dari Surat Pernyataan dari Oorja (Batua) Pte. Ltd. tanggal
7 Januari 2015 yang menyatakan (Bukti Pemohon Kasasi 5) yang
merupakan pemegang saham pada PT. Karya Putra Borneo sebanyak
50 (lima puluh) persen atau setara dengan 2.500 lembar berdasarkan
Akta Berita Acara Rapat Nomor 46 tanggal 18 April 2011 (Bukti Pemohon
Kasasi 6) yang menyatakan bahwa:
- Sampai saat ini saham-saham milik PT. United Coal Indonesia
sebanyak 2.000 lembar saham (ekuivalen dengan 40 % dari saham-
saham yang diterbitkan) pada PT. Karya Putra Borneo, tidak pernah
diberikan persetujuan penjaminan kepada PT. Bank Mandiri ataupun
pihak lain;
- Bahwa sebaliknya, berdasarkan Memorandum of Agremeent tanggal
2- November 2010 antara Oorja Holdings PTE LTD dengan PT. United
Coal Indonesia, justru saham-saham milik PT. United Coal Indonesia
yang seharusnya dijadikan jaminan/agunan dalam rangka pembiayaan
Batuah Coal Project’;
Bahwa terkait dengan gadai saham tersebut, Pemohon Kasasi
mengemukakan ketentuan Pasal 60 ayat (3) UU Nomor 40 Tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas mengatur bahwa:
“Gadai saham atau jaminan fidusia atas saham yang telah
didaftarkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
wajib dicatat dalam daftar pemegang saham dan daftar khusus
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50”;
Sedangkan pada Penjelasan Pasal 60 ayat (3) UU Nomor 40 Tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas, mengatur bahwa:
“Ketentuan ini dimaksudkan agar Perseroan atau pihak lain yang
berkepentingan dapat mengetahui mengenai status saham tersebut”;
Dengan demikian terbukti bahwa gadai saham yang dimaksud oleh
Termohon Kasasi pada PT. KPB tidak diketahui oleh pemegang saham
lain pada PT. KPB, dan sekaligus membuktikan bahwa isi Proposal
Perdamaian yang diajukan oleh Termohon Kasasi adalah tidak benar,
direkayasa, yang merugikan kepentingan Para Kreditor;
7. Bahwa merujuk pada fakta hukum dan bukti hukum di atas, bahwa
terbukti alasan dan pertimbangan hukum tersebut, terbukti bahwa
pelaksanaan proposal perdamaian yang diajukan oleh Termohon Kasasi
yang saat ini sudah dihomologasi mengandung masalah hukum dan
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 30
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Hal 31 dari 34 hal. Put. No. 186 K/Pdt.Sus-Pailit/2015
resiko yang dapat berdampak fatal terhadap pelaksanaan perdamaian
(penjualan PT. KPB selaku asset Debitor) sekaligus potensi adanya
tuntutan dari pemegang saham lain pada PT. KPB, yaitu Oorja (Batua)
Pte. Ltd. selaku pemegang saham PT. KPB sebanyak 2.500 lembar
saham berupa first right of refusal, sebagaimana ditentukan pada Pasal
57 ayat (1) huruf (a) dan (b) Undang Undang Nomor 40 Tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas yang berbunyi:
(1) Dalam anggaran dasar dapat diatur persyaratan mengenai
pemindahan hak atas saham, yaitu:
a. Keharusan menawarkan terlebih dahulu kepada pemegang
saham dengan klasifikasi tertentu atau pemegang saham lainnya;
b. Keharusan mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari Organ
Perseroan; dan/atau
c. Keharusan mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari instansi
yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan;
8. Bahwa oleh karenanya wajar dan beralasan hukum bila Ketua Mahkamah
Agung dan/atau Majelis Hakim Agung Yang Terhormat untuk
mengabulkan permohonan kasasi Pemohon dan membatalkan
pengesahan Proposal (Rencana) Perdamaian antara Termohon Kasasi
dengan Pemohon Kasasi /Para Kreditor;
C. Judex Facti Telah Salah Menerapkan Atau Melanggar Hukum Yang Berlaku
Dengan Tidak Melakukan Pemeriksaan Secara Patut Terhadap Kebenaran
Gadai Saham Milik PT. UCI Pada PT. Karya Putra Borneo Sebelum
Homologasi;
1. Ketua Mahkamah Agung dan/atau Majelis Hakim Agung Yang Terhormat,
Pemohon Kasasi sangat kecewa terhadap sikap Termohon Kasasi baik
terhadap Pengurus, dan Hakim Pengawas yang sejak awal persidangan
tidak pernah memeriksa secara patut mengenai gadai saham milik
Termohon Kasasi pada PT. Karya Putra Borneo sebagaimana terungkap
pada Bukti Pemohon Kasasi 5 yang membuktikan tidak pernah ada gadai
saham milik Termohon Kasasi pada PT. KPB;
2. Bahwa dengan adanya kesalahan yang tidak memeriksa secara patut
dalam proses perdamaian telah merugikan Pemohon Kasasi selaku
kreditur Konkuren, atas adanya ketidakbenaran, dan manipulasi oleh
Termohon Kasasi selaku Debitur, sebagaimana telah diatur pada
Penjelasan Undang Undang Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2004
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 31
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Hal 32 dari 34 hal. Put. No. 186 K/Pdt.Sus-Pailit/2015
tentang Kepailitan dan PKPU bagian I (Umum) paragraph ke (12) yang
berbunyi:
....”Ada beberapa faktor perlunya pengaturan mengenai kepailitan
dan penundaan kewajiban pembayaran utang:
Pertama, untuk menghindari perebutan harta Debitor apabila dalam
waktu yang sama ada beberapa Kreditor yang menagih piutangnya
dari Debitor;
Kedua, untuk menghindari adanya Kreditor pemegang hak jaminan
kebendaan yang menuntut haknya dengan cara menjual barang milik
Debitor tanpa memperhatikan kepentingan Debitor atau para Kreditor
lainnya;
Ketiga, untuk menghindari adanya kecurangan-kecurangan yang
dilakukan oleh salah seorang Kreditor atau Debitor sendiri. Misalnya,
Debitor berusaha untuk memberi keuntungan kepada seorang atau
beberapa orang Kreditor tertentu sehingga Kreditor lainnya dirugikan,
atau adanya perbuatan curang dari Debitor untuk melarikan semua
harta kekayaanya dengan maksud untuk melepaskan tanggung
jawabnya terhadap Para Kreditor.”;
3. Bahwa dengan demikian terbukti, Termohon Kasasi telah melakukan
kecurangan, dan Judex Facti telah melakukan kesalahan dalam
penerapan hukum dalam proses perdamaian dengan tidak melakukan
pemeriksaan secara patut dalam kebenaran adanya gadai saham PT.
Karya Putra Borneo, yang membuktikan Judex Facti telah mengabaikan
ketentuan Penjelasan Undang Undang Republik Indonesia Nomor 37
Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU bagian I (Umum) paragraph ke
(12) tersebut di atas;
Menimbang, bahwa terhadap keberatan-keberatan tersebut, Mahkamah
Agung berpendapat:
Bahwa keberatan tersebut tidak dapat dibenarkan, oleh karena setelah
meneliti secara saksama memori kasasi tanggal 20 Januari 2015 dan 21 Januari
2015 serta kontra memori tanggal 2 Februari 2015 dihubungkan dengan
pertimbangan Judex Facti dalam hal ini Pengadilan Niaga pada Pengadilan
Negeri Jakarta Pusat tidak salah menerapkan hukum dengan pertimbangan
sebagai berikut:
Bahwa tidak ditemukan alasan-alasan untuk menolak adanya
pengesahan perdamaian berdasarkan Pasal 285 ayat (2) Undang Undang
Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU dan voting telah dilakukan
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 32
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Hal 33 dari 34 hal. Put. No. 186 K/Pdt.Sus-Pailit/2015
sesuai dengan ketentuan Pasal 281 Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan
dan PKPU;
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, ternyata
Putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor
55/Pdt.Sus-PKPU/2014/PN.Niaga.Jkt.Pst. Jo. Nomor 32/Pdt.Sus.Pailit/2014/
PN.Niaga.Jkt.Pst. tanggal 14 Januari 2015 dalam perkara ini tidak bertentangan
dengan hukum dan/atau undang-undang, sehingga permohonan kasasi yang
diajukan oleh Para Pemohon Kasasi: CV. Exiss Jaya dan CV. Satria Dua
Perdana tersebut harus ditolak;
Menimbang, bahwa oleh karena permohonan kasasi dari Para Pemohon
Kasasi ditolak, Para Pemohon Kasasi harus dihukum untuk membayar biaya
perkara dalam tingkat kasasi ini;
Memperhatikan Undang Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang
Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Undang Undang
Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang Undang Nomor
14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan
Undang Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang
Undang Nomor 3 Tahun 2009, serta peraturan perundang-undangan lain yang
bersangkutan;
M E N G A D I L I
Menolak permohonan kasasi dari Para Pemohon Kasasi: 1. CV. EXISS
JAYA, dan 2. CV. SATRIA DUA PERDANA, tersebut;
Menghukum Para Pemohon Kasasi untuk membayar biaya perkara
dalam tingkat kasasi yang ditetapkan sebesar Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah);
Demikianlah diputuskan dalam rapat permusyawaratan Majelis Hakim
pada Mahkamah Agung pada hari Selasa, tanggal 12 Mei 2015 oleh Syamsul
Ma’arif, S.H., LL.M., Ph.D., Hakim Agung yang ditetapkan oleh Ketua
Mahkamah Agung sebagai Ketua Majelis, Dr. H. Abdurrahman, S.H., M.H., dan I
Gusti Agung Sumanatha, S.H., M.H., Hakim-Hakim Agung, masing-masing
sebagai Anggota, putusan tersebut diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum
pada hari itu juga oleh Ketua dengan dihadiri oleh Anggota-Anggota tersebut
dan oleh Rita Elsy, S.H., M.H., Panitera Pengganti tanpa dihadiri oleh para pihak.
Hakim-Hakim Anggota: Ketua Majelis,
ttd./Dr. H. Abdurrahman, S.H., M.H. ttd./Syamsul Ma’arif, S.H., LL.M., Ph.D.
ttd./I Gusti Agung Sumanatha, S.H., M.H.
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 33
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Hal 34 dari 34 hal. Put. No. 186 K/Pdt.Sus-Pailit/2015
Panitera Pengganti,
Biaya-biaya Kasasi: ttd./ Rita Elsy, S.H., M.H.1. M e t e r a i…………….. Rp 6.000,002. R e d a k s i…………….. Rp 5.000,003. Administrasi kasasi……….. Rp4.989.000,00
Jumlah ……………… Rp5.000.000,00
UNTUK SALINANMAHKAMAH AGUNG RI.
a.n PaniteraPanitera Muda Perdata Khusus,
RAHMI MULYATI, SH., MH.NIP: 19591207 198512 2 002
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 34
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 1 dari 7 hal. Put. Nomor 557 K/Pdt.Sus-Pailt/2018
P U T U S A NNomor 557 K/Pdt.Sus-Pailit/2018
DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
M A H K A M A H A G U N G
memeriksa perkara perdata khusus kepailitan (keberatan terhadap
pembagian harta pailit) pada tingkat kasasi telah memutus sebagai berikut
dalam perkara:
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK, KANTOR WILAYAH DJP
WAJIB PAJAK BESAR, KANTOR PELAYANAN PAJAK
WAJIB PAJAK BESAR SATU, diwakili oleh Anton Budhi
Setiawan, S.P., M.M., Kepala Kantor Pelayanan Pajak Wajib
Pajak Besar Satu, berkedudukan di Jalan Jenderal Sudirman
Kavling 56 Jakarta 12190, dalam hal ini memberi kuasa
kepada Sigit Danang Joyo, S.H., DESS.AF., Kepala
Subdirektorat Bantuan Hukum Direktorat Peraturan
Perpajakan II, dan kawan-kawan, berdasarkan Surat Kuasa
Khusus tanggal 22 Desember 2017;
Pemohon Kasasi;
t e r h a d a p
1. Dr. ANDREY SITANGGANG, S.H., M.H., S.E.;
2. RIO FERRY SIHOMBING, S.H.;
3. VYCHUNG CHONGSON, S.H., kesemuanya adalah Tim
Kurator PT United Coal Indonesia (Dalam Pailit), beralamat di
Jalan Pramuka Raya Nomor 53, Jakarta Pusat 10440, dalam hal
ini memberi kuasa kepada Yan Andriansah, S.H., dan kawan,
Para Advokat, berkantor di Arthaloka Building 15th floor, Suite
1510, Jalan Jenderal Sudirman Kavling 2, Jakarta 10220
berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal
20 Februari 2018;
Termohon Kasasi;
D a n
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 1
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 2 dari 7 hal. Put. Nomor 557 K/Pdt.Sus-Pailt/2018
PT PALARAN INDAH LESTARI, diwakili oleh Suwandi
Gunawan, Direktur, berkedudukan di Graha Niaga Lantai 3,
Jalan Rapak Indah Nomor 168, Samarinda;
Turut Termohon Kasasi;
Mahkamah Agung tersebut;
Membaca surat-surat yang bersangkutan yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari putusan ini;
Menimbang, bahwa dari surat-surat tersebut ternyata bahwa sekarang
Pemohon Kasasi dahulu sebagai Pemohon Keberatan telah mengajukan
permohonan keberatan terhadap pembagian harta pailit dalam perkara
kepailitan di depan persidangan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri
Jakarta Pusat dan memohon untuk memberikan putusan yang pada pokoknya
sebagai berikut:
- Menerima keberatan yang diajukan KPP Wajib Pajak Besar Satu terhadap
Daftar Pembagian Akhir Harta Pailit PT United Coal Indonesia (dalam Pailit);
- Memerintahkan Kurator untuk mendudukan tagihan utang pajak KPP
Wajib Pajak Besar Satu di atas tagihan PT Bank Mandiri (Persero), Tbk.;
- Memerintahkan Kurator membatalkan pembayaran kepada seluruh Kreditur
Konkuren sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah) dan menyatakan
jumlah pembayaran kepada seluruh Kreditur Konkuren yang dimohonkan
pembatalan tersebut untuk dimasukan dan ditambahkan kepada porsi atau
bagian KPP Wajib Pajak Besar Satu selaku Kreditor Preferen;
- Memerintahkan Kurator untuk menggunakan Kantor Akuntan Publik
Independen dalam memeriksa pengeluaran Biaya Kepailitan;
- Memerintahkan Kurator agar selisih dari pengeluaran menurut Kantor
Akuntan Publik dengan laporan pengeluaran yang dibuat oleh Kurator PT
United Coal Indonesia (dalam Pailit), untuk dimasukan dan ditambahkan
kepada porsi atau bagian KPP Wajib Pajak Besar Satu selaku Kreditor
Preferen;
- Memerintahkan Kurator untuk memperbaiki Daftar Pembagian Akhir Harta
Pailit PT United Coal Indonesia (dalam Pailit) dengan memperhatikan hak
mendahulu Negara atas utang Pajak;
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 2
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 3 dari 7 hal. Put. Nomor 557 K/Pdt.Sus-Pailt/2018
- Memerintahkan Kurator PT United Coal Indonesia (dalam Pailit) untuk
mendahulukan/mengutamakan pelunasan utang Pajak sebesar
Rp43.334.542.465,00 (empat puluh tiga milyar tiga ratus tiga puluh empat
juta lima ratus empat puluh dua ribu empat ratus enam puluh lima rupiah)
dari kreditur lainnya;
Bahwa terhadap permohonan tersebut Pengadilan Niaga pada
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah memberikan Putusan Nomor
11/Pdt.Sus/Pembatalan Perdamaian/2015/PN.Niaga.Jkt.Pst., juncto Nomor
55/Pdt.Sus/PKPU/2014/PN.Niaga.Jkt.Pst., juncto Nomor 32/Pdt.Sus.Pailit/
2014/PN.Niaga.Jkt.Pst., tanggal 6 Februari 2018 yang amarnya sebagai
berikut:
1. Menolak permohonan keberatan Pemohon I dan Pemohon II untuk
seluruhnya;
2. Membebankan biaya perkara ini pada Para Pemohon secara tanggung
renteng sebesar Rp411.000,00 (empat ratus sebelas ribu rupiah);
Menimbang, bahwa sesudah Putusan Pengadilan Niaga pada
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tersebut diucapkan dengan hadirnya kuasa
Para Pemohon dan Kuasa Para Termohon pada tanggal 6 Februari 2018,
terhadap putusan tersebut Pemohon Keberatan melalui kuasanya
berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 22 Desember 2017 mengajukan
permohonan kasasi pada tanggal 13 Februari 2018, sebagaimana ternyata
dari Akta Permohonan Kasasi Nomor 6 Kas/Pdt.Sus-
Pailit/2018/PN.Niaga.Jkt.Pst juncto Nomor 11/Pdt.Sus/Pembatalan
Perdamaian/2015/PN.Niaga.Jkt.Pst., juncto Nomor
55/Pdt.Sus/PKPU/2014/PN.Niaga.Jkt.Pst., juncto Nomor
32/Pdt.Sus.Pailit/2014/PN.Niaga.Jkt.Pst., (Renvoi Prosedur) yang dibuat
oleh Panitera Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, permohonan tersebut
disertai dengan memori kasasi yang memuat alasan-alasan yang diterima di
Kepaniteraan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada
tanggal itu juga;
Bahwa memori kasasi dari Pemohon Kasasi tersebut telah
disampaikan kepada Termohon Kasasi dan Turut Termohon Kasasi masing-
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 3
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 4 dari 7 hal. Put. Nomor 557 K/Pdt.Sus-Pailt/2018
masing pada tanggal 14 Februari 2018;
Kemudian Termohon Kasasi mengajukan jawaban memori kasasi yang
diterima di Kepaniteraan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta
Pusat pada tanggal 21 Februari 2018 yang pada pokoknya menolak
permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi;
Menimbang, bahwa permohonan kasasi a quo beserta alasan-
alasanya telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama, diajukan
dalam tenggang waktu dan dengan cara yang ditentukan dalam undang-
undang, sehingga permohonan kasasi tersebut secara formal dapat diterima
Menimbang, bahwa berdasarkan memori kasasi yang diterima tanggal
13 Februari 2018 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari putusan ini,
Pemohon Kasasi meminta agar:
1. Menerima permohonan Pemohon Kasasi untuk seluruhnya;
2. Membatalkan Putusan Majelis Hakim Pengadilan Niaga pada
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 11/Pdt.Sus/Pembatalan
Perdamaian/2015/PN.Niaga.Jkt.Pst., juncto Nomor 55/Pdt.Sus/PKPU/
2014/PN.Niaga.Jkt.Pst., juncto Nomor 32/Pdt.Sus.Pailit/2014/
PN.Niaga.Jkt.Pst., tanggal 6 Februari 2018;
Dan dengan mengadili sendiri:
1. Mengabulkan permohonan Pemohon Kasasi/Pembantah untuk
seluruhnya;
2. Menerima keberatan yang diajukan Kantor Pelayanan Pajak Wajib
Pajak Besar Satu terhadap Daftar Pembagian Akhir Harta Pailit PT
United Coal Indonesia (dalam Pailit);
3. Memerintahkan Kurator untuk mendudukan tagihan utang pajak KPP
Wajib Pajak Besar Satu di atas tagihan PT Bank Mandiri (Persero), Tbk.;
4. Memerintahkan Kurator untuk membatalkan pembayaran kepada
seluruh Kreditor Konkuren sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu milyar
rupiah), dan menyatakan bahwa jumlah pembayaran kepada seluruh
Kreditur Konkuren yang dimohonkan dibatalkan tersebut untuk
dimasukkan dan ditambahkan kepada porsi atau bagian KPP Wajib
Pajak Besar Satu selaku Kreditor Preferen;
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 4
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 5 dari 7 hal. Put. Nomor 557 K/Pdt.Sus-Pailt/2018
5. Memerintahkan Kurator untuk untuk menggunakan Kantor Akuntan
Publik Independen dalam memeriksa pengeluaran Biaya Kepailitan;
6. Memerintahkan Kurator agar selisih dari pengeluaran menurut Kantor
Akuntan Publik dengan laporan pengeluaran yang dibuat oleh Kurator
PT United Coal Indonesia (dalam Pailit) untuk dimasukan dan
ditambahkan kepada porsi atau bagian KPP Wajib Pajak Besar Satu
selaku Kreditor Preferen;
7. Memerintahkan Kurator untuk memperbaiki Daftar Pembagian Akhir
Harta Pailit PT United Coal Indonesia (dalam Pailit) dengan
memperhatikan hak mendahulu Negara atas utang pajak;
8. Memerintahkan Kurator PT United Coal Indonesia (dalam Pailit),
untuk mendahulukan/mengutamakan pelunasan utang pajak sebesar
Rp43.334.542.465,00 (empat puluh tiga milyar tiga ratus tiga puluh
empat juta lima ratus empat puluh dua ribu empat ratus enam puluh
lima rupiah) dari kreditur lainnya;
Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah
Agung berpendapat:
Bahwa alasan-alasan kasasi tersebut tidak dapat dibenarkan, oleh
karena setelah meneliti memori kasasi tanggal 13 Februari 2018 dan kontra
memori kasasi tanggal 21 Februari 2018, dihubungkan dengan pertimbangan
Judex Facti dalam hal ini Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta
Pusat tidak salah menerapkan hukum dengan pertimbangan sebagai berikut:
- Bahwa Pemohon Keberatan selaku Kreditur Preferen yang memiliki
tagihan yang diakui sebesar Rp43.334.542.465,00 (empat puluh tiga milyar
tiga ratus tiga puluh empat juta lima ratus empat puluh dua ribu empat
ratus enam puluh lima rupiah), dengan jumlah harta pailit yang akan dibagi
kepada Para Kreditur hanya sejumlah Rp30.987.247.383,00 (tiga puluh
milyar sembilan ratus delapan puluh tujuh juta dua ratus empat puluh tujuh
ribu tiga ratus delapan puluh tiga rupiah), yang mana jumlah ini tidak akan
memenuhi seandainya dibayarkan seluruhnya kepada Pemohon
Keberatan, padahal terdapat pula Kreditur Separatis yang memiliki tagihan
yang diakui sejumlah Rp280.637.628.291,27 (dua ratus delapan puluh
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 5
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 6 dari 7 hal. Put. Nomor 557 K/Pdt.Sus-Pailt/2018
milyar enam ratus tiga puluh tujuh juta enam ratus dua puluh delapan ribu
dua ratus sembilan puluh satu rupiah dua puluh tujuh sen);
- Bahwa dengan demikian pembagian yang dilakukan oleh Kurator dengan
persetujuan Hakim Pengawas yaitu terhadap Pemohon Keberatan KPP
Wajib Pajak Besar Satu memperoleh Rp2.549.161.883,00 (dua milyar lima
ratus empat puluh sembilan juta seratus enam puluh satu ribu delapan ratus
delapan puluh tiga rupiah) atau sebesar 5,88% dari tagihan yang diakui dan
Kreditur Separatis PT Bank Mandiri (Persero), Tbk., menerima
Rp14.000.000.000,00 (empat belas milyar rupiah) atau sebesar 4,99% dari
tagihan yang diakui adalah tepat dan benar, karena sesuai dengan azas
keadilan yang dijadikan dasar dalam Undang Undang Nomor 37 Tahun
2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang;
- Demikian pula tagihan Kreditor Konkuren PT Palaran Indah Lestari
telah sesuai dengan ketentuan Pasal 189 ayat (3) Undang Undang
Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang;
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas,
ternyata Putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat
Nomor 11/Pdt.Sus/Pembatalan Perdamaian/2015/PN.Niaga.Jkt.Pst., juncto
Nomor 55/Pdt.Sus/PKPU/2014/PN.Niaga.Jkt.Pst., juncto Nomor
32/Pdt.Sus.Pailit/2014/PN.Niaga.Jkt.Pst., tanggal 6 Februari 2018 dalam
perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang,
sehingga permohonan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, DIREKTORAT
JENDERAL PAJAK, KANTOR WILAYAH DJP WAJIB PAJAK BESAR, KANTOR
PELAYANAN PAJAK WAJIB PAJAK BESAR SATU tersebut, harus ditolak;
Menimbang, bahwa oleh karena permohonan kasasi dari Pemohon
Kasasi ditolak, maka Pemohon Kasasi harus dihukum untuk membayar biaya
perkara dalam tingkat kasasi ini;
Memperhatikan Undang Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang
Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Undang Undang
Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang Undang
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 6
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 7 dari 7 hal. Put. Nomor 557 K/Pdt.Sus-Pailt/2018
Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah
dengan Undang Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan Perubahan Kedua dengan
Undang Undang Nomor 3 Tahun 2009, serta peraturan perundang-undangan
lain yang bersangkutan;
M E N G A D I L I:
1. Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi KEMENTERIAN
KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, DIREKTORAT JENDERAL
PAJAK, KANTOR WILAYAH DJP WAJIB PAJAK BESAR, KANTOR
PELAYANAN PAJAK WAJIB PAJAK BESAR SATU, tersebut;
2. Menghukum Pemohon Kasasi untuk membayar biaya perkara dalam
tingkat kasasi yang ditetapkan sebesar Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah);
Demikianlah diputuskan dalam rapat musyawarah Majelis Hakim pada
hari Selasa, tanggal 10 Juli 2018 oleh Dr. Yakup Ginting, S.H., C.N., M.Kn.,
Hakim Agung yang ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung sebagai Ketua
Majelis, Dr. H. Zahrul Rabain, S.H., M.H., dan Sudrajat Dimyati, S.H., M.H.,
Hakim-hakim Agung sebagai Hakim Anggota dan diucapkan dalam sidang
terbuka untuk umum pada hari itu juga oleh Ketua Majelis dengan dihadiri
Para Hakim Anggota tersebut dan oleh Susi Saptati, S.H., M.H., Panitera
Pengganti dan tidak dihadiri oleh para pihak.
Hakim-Hakim Anggota: Ketua Majelis,
Ttd/. Dr. H. Zahrul Rabain, S.H., M.H. Ttd/.Dr. Yakup Ginting, S.H., C.N., M.Kn.
Ttd/.Sudrajat Dimyati, S.H., M.H.
Panitera Pengganti,
Biaya-biaya: Ttd/.Susi Saptati, S.H., M.H.1. Meterai .......................Rp 6.000,002. Redaksi ......................Rp 5.000,003. Administrasi Kasasi ....Rp4.989.000,00 +Jumlah Rp5.000.000,00
Untuk SalinanMahkamah Agung R.I
a.n. Panitera,Panitera Muda Perdata Khusus
RAHMI MULYATI, S.H., M.H.NIP. 19591207 198512 2 002
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 7