Upload
others
View
6
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Aktivitas Antibakteri dan Respon Fitokimia Tempuyung (Sonchus oleraceus) pada Kondisi Cekaman Logam Berat
Cr(VI), Cu(II), Pb(II), dan Cd(II) (Antibacterial Activity and Phytochemical Responses of
Tempuyung (Sonchus oleraceus) under Cr(VI), Cu(II), Pb(II), and Cd(II) Stress Condition)
Oleh :
Foni Adilla Setyanti
NIM: 412011014
SKRIPSI
Diajukan kepada Program Studi: Biologi, Fakultas: Biologi guna
memenuhi sebagian dari persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Sains (Biologi)
Program Studi Biologi
Progam Studi Biologi Fakultas Biologi
Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga
2015
ABSTRAK Environmental pollution is able to discompose human health, the quality
of humans life, and also the natural function of ecosystem. The presence of excessive amounts of heavy metals in the environment can cause the environmental pollution and can interfere the plant growth. Plants that experienced stress, scientifically will synthesize the secondary compound of metabolites. In this research, tempuyung (Sonchus oleraceus) is being used. Nowadays, tempuyung (Sonchus oleraceus) is widely studied that mainly focused on its chemical content and its utilization as a material of medical treatment. In this research, tempuyung (Sonchusoleraceus) will be given the heavy metals stress of chromium (Cr (IV)), copper (Cu (III)), lead (Pb (II)), and cadmium (Cd (II)). The researchs purpose is to comprehend and analyze the response of tempuyung toward the exposure of heavy metals through the phytochemistry contents test and antibacterial activity as well as its correlation with the levels of total phenols, flavonoids, tannins, and anthraquinone. Phytochemical screening results of tempuyung with various treatments showed similar results that are bioactive compounds alkaloids, flavonoids, tannins, and anthraquinone. Antibacterial activity with a paper disk diffusion method which is a tempuyung leaf extract showed that the exposure to heavy metals and controls that were tested had greater inhibitory toward the growth of E. coli bacterium rather than S. aureus bacterium. This proves that the antibacterial compounds in tempuyung leaf extracts are giving more effect on gram-negative bacterium. The contents of total phenols, flavonoids, and tannins are positively correlated with antibacterial activity. From all tests, the treatment of exposure to Cr(IV) shows the influence of antibacterial activity with the contents of secondary metabolites that produced are phenols, flavonoids, and tannins, which also can be interpreted that the plants experienced the highest condition of stress. Key Words: Antibacterial activity, heavy metal stress, secondary metabolites, environmental pollution, tempuyung (Sonchus oleraceus).
PENDAHULUAN Pencemaran lingkungan bukanlah merupakan kasus baru, bahkan tidak sedikit
dari kita yang sudah memahami pengaruh yang ditimbulkan oleh pencemaran atau polusi lingkungan terhadap kelangsungan dan keseimbangan ekosistem. Polusi dapat didefinisikan sebagai kontaminasi lingkungan oleh komponen atau senyawa yang terkandung pada lingkungan (tanah, udara dan perairan) melebihi ambang batas dan bersifat toksik yang dapat mengganggu kesehatan manusia, kualitas kehidupan, dan juga fungsi alami dari ekosistem (Wang et al 2006). Senyawa tersebut salah satunya adalah logam berat. Logam berat merupakan unsur- unsur kimia dengan berat jenis lebih besar dari 5 g/cm3, terletak di sudut kanan bawah sistem periodik, mempunyai afinitas yang tinggi terhadap unsur S dan biasanya bernomor atom 22 sampa 92 dari periode 4 sampai 7 (Susana et al 2010). Penggunaan logam berat sangat luas di kalangan industri, antara lain industri logam campuran, pelapisan logam, penyamakan kulit, pengawetan kayu, cat, tekstil, sintesis bahan kimia serta beberapa merk pestisida menggunakan logam ini dalam produknya (Husnan et al 2012). Keberadaan logam berat dalam jumlah berlebih pada tanah dapat menggangu kestabilan ekosistem di tanah seperti organisme tanah serta mengganggu pertumbuhan tanaman terutama tanaman yang tumbuh pada kawasan yang tercemar seperti pada kawasan industri. Tumbuhan yang mengalami cekaman secara ilmiah akan mensintesis senyawa metabolit sekunder. Metabolit sekunder adalah senyawa metabolit yang esensial bagi pertumbuhan organism dan ditemukan dalam bentuk yang unik atau berbeda- beda antara spesies yang satu dan lainnya. Setiap organisme biasanya menghasilkan senyawa metabolit sekunder yang berbeda-beda, senyawa ini juga tidak selalu dihasilkan, tetapi hanya pada saat dibutuhkan saja atau pada fase-fase tertentu. Fungsi metabolit sekunder adalah untuk mempertahankan diri dari kondisi lingkungan yang kurang menguntungkan salah satunya pada lingkungan yang tercemar (Baron dan Stasolla 2008).
Senyawa metabolit sekunder diklasifikasikan menjadi 3 kelompok utama, yaitu : terpenoid, fenolik dan senyawa yang mengandung nitrogen. Sebagian besar senyawa terpenoid mengandung karbon dan hidrogen serta disintesis melalui jalur metabolisme asam mevalonat, contohnya monoterpena, seskuiterepena, diterpena, triterpena, dan polimer terpena. Fenolik merupakan senyawa yang terbuat dari gula sederhana dan memiliki cincin benzena, hidrogen dan oksigen dalam struktur kimianya, contohnya asam fenolat, kumarina, lignin, flavonoid, dan tanin. Senyawa yang mengandung nitrogen, contohnya alkaloid dan glukosinolat (Baron dan Stasolla 2008).
Tumbuhan tempuyung (Sonchus oleraceus) merupakan tumbuhan liar yang penyebarannya luas. Tumbuhan ini termasuk dalam filum Magnoliophyta, kelas Magnoliopsida, ordo Asterales dan suku Asteraceae. Tempuyung termasuk tanaman tahunan, dapat mencapai tinggi 1 meter dengan diameter batang 2 cm, berdaun tunggal berbentuk lanset, ujung runcing, tepi berbagi menyirip tidak teratur, bunga berwarna kuning cerah, biji berwarna gelap (Winarto 2004).
Berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan terhadap sejumlah ekstrak tumbuhan tempuyung umumnya digunakan sebagai obat tradisional, sebagian berpotensi sebagai sumber antioksidan serta antibakteri. Dalam farmalogi Cina disebutkan bahwa daun tempuyung ini mempunyai sifat menurunkan panas, rasa pahit
dan banyak digunakan untuk proses detoksifikasi yang dapat dijadikan indikasi kandungan antioksidan dan antibakteri dalam tumbuhan tersebut (Xia, Z et al 2010). Zat antimikroba adalah senyawa biologis atau kimia yang dapat menghambat pertumbuhan dan aktivitas mikroba (Nuraini 2007). Golongan flavonoid dan tannin memiliki aktivitas antibakteri. Mohamad et al (2012), memaparkan bahwa flavonoid mengakibatkan terjadinya kerusakan permeabilitas dinding sel bakteri, mikrosom, dan lisosom yang disebabkan interaksi antara flavonoid dengan DNA bakteri. Sifat lipofilik yang dimiliki oleh golongan flavonoid menyebabkan senyawa ini merusak membran sel bakteri. Kemudian, senyawa tanin diduga berhubungan dengan kemampuannya dalam menginaktivasi adhesion mikroba, enzim, dan protein transport pada membran sel.
Pada penelitian ini tumbuhan tempuyung akan diberikan cekaman logam berat kromium (Cr VI), tembaga (CuII), timbal (PbII), dan kadmium (CdII). Cekaman yang diberikan pada tumbuhan diduga dapat meningkatkan kandungan senyawa metabolit sekunder salah satunya adalah golongan flavonoid dan tannin yang memiliki aktivitas antibakteri. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui dan menganalisis respon tumbuhan tempuyung (Sonchus oleraceus) terhadap cekaman logam berat melalui uji kandungan fitokimia dan antibakteri serta korelasinya dengan kadar fenol, flavonoid dan tanin total dari ekstrak etanol daun tempuyung (Sonchus oleraceus). Uji kandungan fitokimia menggunakan metode skrining fitokimia, sedangkan aktivitas antibakteri dengan metode difusi cakram.
METODE PENELITIAN
Rancangan Penelitian
Penelitian dilakukan secara eksperimental menggunakan Rancangan Acak Lengap
(RAL) dengan empat perlakuan dan lima ulangan. Perlakuan yang diberikan adalah
cekaman logam berat Cr, Cd, Cu dan Pb dengan konsentrasi 10 ppm.
Penanaman Biji Tempuyung (Sonchus oleraceus)
Biji yang diperoleh dari lahan pertanian Fakultas Pertanian Universitas Kristen
Satya Wacana di Salaran, Kopeng dikecambahkan pada medium tanah yang dimasukkan
ke dalam pot berdiameter 50 cm. Tanah yang digunakan sebagai medium juga diambil
dari lahan pertanian Fakultas Pertanian, selanjutnya tanah dicampur dengan pupuk
kompos dengan perbandingan 1:1. Tanaman uji umur 30 hari dipindahkan dalam polibag
ukuran 15x20 cm yang sudah diisi tanah dari lahan pertanian sebanyak 500 gram, masing-
masing polibag diisi dengan 3 tanaman dan diaklimasi selama 7 hari. Tanah yang
digunakan sebagai medium dalam polibag sebelumnya sudah dikeringanginkan selama 7
hari dan tidak dicampur dengan pupuk kompos.
Perlakuan Cekaman Logam Berat
Perlakuan cekaman logam berat Cr, Cd, Cu dan Pb dilakukan selama 30 hari
setelah masa aklimasi. Senyawa logam berat yang digunakan adalah K2Cr2O7, CdCl2,
CuSO4, dan Pb(CH3COO)2 yang diperoleh dari Laboratorium Biokimia dan Biologi Sel
Molekuler, Fakultas Biologi, Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga. Konsentrasi
logam berat 10 ppm diberikan sebanyak 50 ml pada 500 gram tanah. Perlakuan dilakukan
selama 1 bulan, pada waktu perlakuan tanaman disiram dengan air PDAM sebanyak 20 ml
pada pagi (08.00 WIB) dan sore hari (17.00 WIB) penyiraman dilakukan setiap hari.
Setelah satu bulan daun dipanen dan dianalisis. Masing- masing perlakuan termasuk
kontrol terdapat 5 ulangan dengan penataan tempat dilakukan dengan acak dan dipindah
lagi secara acak setiap 1 minggu 1 kali selama masa perlakuan.
Preparasi Sampel Daun Tempuyung
Berdasarkan Mohamad et al (2012), daun tempuyung yang sudah dipanen
dibersihkan dengan air, lalu dikeringanginkan selama 6 jam, kemudian dikeringan dalam
oven selama 6 jam pada suhu 400C, selanjutnya dihaluskan dengan blender hingga
berbentuk serbuk kemudian disimpan dalam wadah.
Skrining Fitokimia
Berdasarkan Harbone (1987) dan Depkes (1995) yang dimodifikasi Tarigan et al
(2008), skrining fitokimia serbuk simplisia dengan metode uji tabung meliputi
pemeriksaan kandungan senyawa alkaloida, flavonoida, terpenoid/ steroid, tanin, saponin
dan antrakuinon. Setiap pemeriksaan senyawa kimia dibuat ulangan sebanyak 3 kali.
Pemeriksaan Alkaloid
Serbuk simplisia ditimbang sebanyak 0,5 gram kemudian ditambahkan 1 ml asam
klorida 2 N dan 9 ml akuades, dipanaskan di atas penangas air selama 2 menit,
didinginkan dan disaring. Filtrat yang diperoleh dipakai untuk uji alkaloid dengan pereaksi
Dragendorf dan Wagner. Reaksi positif dengan dragendorf ditandai dengan terbentuknya
warna merah, dengan pereaksi Wagner ditandai dengan terbentuknya endapan berwarna
coklat.
Pemeriksaan Flavonoid
Serbuk simplisia ditimbang sebanyak 1 gram lalu ditambahkan 20 ml eter selama
2 jam, disaring melalui kertas saring kemudian dilakukan pemeriksaan flavonoid dengan
pereaksi H2SO4 pekat. Reaksi positif ditandai dengan warna hijau kekuning- kuningan.
Pemeriksaan Terpenoid/Steroid
Sebanyak 1 gram serbuk simplisia disari dengan eter selama 2 jam, disaring
kemudian dilakukan pemeriksaan terpenoid/steroid. Filtrat sebanyak 3 tetes ditambah
dengan 2 tetes pereaksi salkowsky (H2SO4 pekat). Reaksi positif ditandai dengan
terbentuk warna merah.
Pemeriksaan Tanin
Serbuk simplisia ditimbang sebanyak 1 gram, disari dengan 10 ml akuades lalu
disaring. Filtrat diencerkan dengan air sampai tidak berwarna. Larutan diambil sebanyak 2
ml dan ditambahkan 1 - 2 tetes pereaksi besi (III) klorida 3%. Reaksi positif ditandai
dengan warna biru atau hijau kehitaman.
Pemeriksaan Saponin
Serbuk simplisia ditimbang sebanyak 0,5 gram dan dimasukkan ke dalam tabung
reaksi, lalu ditambahkan 19 ml air panas, didinginkan, kemudian dikocok kuat- kuat
selama 10 detik. Jika terbentuk busa setinggi 1- 10 cm yang stabil tidak kurang dari 10
menit dan tidak hilang dengan penambahan 1 tetes asam klorida 2 N menunjukkan
adanya saponin.
Pemeriksaan Antrakuinon
Sebanyak 1 gram serbuk simplisia disari dengan 20 ml eter selama 2 jam, disaring
kemudian dilakukan pemeriksaan antrakuinon. Filtrat sebanyak 10 ml ditambahkan
dengan 5 ml benzena kemudian ditambahkan 5 ml amonia lalu dikocok. Reaksi positif
ditandai dengan warna merah.
Ekstraksi Sampel Daun Tempuyung
Berdasarkan Macari et al. (2006), serbuk simplisia yang diperoleh kemudian
diekstraksi dengan cara maserasi menggunakan etanol 96% selama 3 x 24 jam lalu
diuapkan. Rasio perbandingan bobot sampel dan pelarut pengekstrak sebesar 1 : 13.
Penentuan Kadar Fenol Total
Berdasarkan McDonald et al. (2001), sebanyak 0.1 ml ekstrak yang telah
diencerkan (1:1 mg/ml metanol) ditambahkan 3,9 ml akuades dan 0,5 ml pereaksi Folin-
Ciocalteu (1:10 dalamakuades).larutan didiamkan selama 3menit kemudian ditambahkan
2 ml Na2Co3 20% dan diukur absorbansinya pada 765 nm dengan spektrofotometer UV-
VIS setelah diinkubasi selama 30menit dalam suhu kamar. Pengujian dilakukan 5 kali
ulangan. Asam galat dengan rentang nilai konsentrasi antara 12,5 - 200 mg/L digunakan
dalam membuat kurva kalibrasi untuk menentukan kadar fenol total. Kandungan fenol
total dinyatakan dalam milligram asam tanat/gram serbuk kering.
Penentuan Kadar Flavonoid Total
Berdasarkan Pourmorad et al. (2006), sebanyak 0,5 ml ekstrak yang telah
diencerkan (1 : 1 mg/ml metanol) ditambahkan dengan 1,5 ml etanol, 0,1 ml AlCl3 10 %,
0,1 ml natrium asetat 1 M, dan 2,8 ml akuades. Campuran larutan tersebut dibiarkan
selama 30 menit, setelah itu diukur absorbansinya pada 417 nm dengan
spektrofotometer UV-Vis. Pengujian dilakukan sebanyak 3 kali ulangan. Kuersetin dengan
rentang nilai konsentrasi antara 4,125 – 100 mg/L digunakan dalam membuat kurva
kalibrasi untuk menentukan kadar flavonoid total. Kandungan flavonoid total dalam
ekstrak etanol dinyatakan sebagai miligram ekuivalen kuersetin/gram serbuk kering (mg
EK/g).
Penentuan Kadar Tanin Total
Berdasarkan Polshettiwar et al. (2007), sebanyak 0.1 ml ekstrak yang telah
diencerkan (1:1 mg/ml metanol) ditambahkan 3,9 ml akuades dan 0,5 ml pereaksi Folin-
Ciocalteu dan divortex, ditambahkan dengan 2 ml Na2Co3 20% dan divortex lagi.
Absorbansi dibaca pada 765 nm dengan spektrofotometer UV-VIS setelah diinkubasi
selama 30menit dalam suhu kamar. Pengujian dilakukan 5 kali ulangan. Asam tanat
dengan rentang nilai konsentrasi antara 12,5 - 200 mg/L digunakan dalam membuat kurva
kalibrasi untuk menentukan kadar tannin total. Kandungan tannin total dinyatakan dalam
milligram asam tanat/gram serbuk kering.
Uji aktivitas Antibakteri
Berdasarkan Garriga et al. (1993), metode yang digunakan metode difusi cakram.
Biakan bakteri (Escherichia coli dan Staphylococcus aerus) dimasukkan ke dalam media
nutrient broth (NB) kemudian diinkubasi pada suhu 37 0C selama 24 jam untuk
peremajaan. Sebanyak 0,1 ml bakteri dalam NB dimasukkan ke dalam media nutrient agar
(NA) yang telah padat. Selanjutnya, kertas cakram yang telah diisi 20 µl ekstrak etanol
daun tempuyung dengan konsentrasi 400 mg/ml; 20 µltetrasiklin dengan konsentrasi 0,5
mg/ml sebagai kontrol positif dan 20 µl akuades sebagai kontrol negatif diletakkan di atas
NA. Cawan petri yang berisi NA diinkubasi pada suhu 37 0C selama 24 jam kemudian
diukur diameter hambatnya. Pengujian dilakukan sebanyak 3 kali ulangan.
Analisis Data
Analisis statistik yang digunakan adalah pengujian analisis sidik ragam (ANOVA)
dengan program SPSS Software for Window Release 17.0. Homogenitas ragam (Uji
Levene) dan Normalitas (Uji shapiro-Wilk) akan diperiksa sebelum analisis ragam. Uji
dilanjutkan dengan uji Tukey jika diperoleh pengaruh nyata terhadap perlakuan.
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui perbedaan kadar fenol, flavonoid dan tanin
total pada tiap ekstrak pada masing- masing perlakuan, serta untuk mengetahui
perbedaan signifikan dari rata – rata diameter daya hambat yang dibentuk masing –
masing perlakuan. Sedangkan untuk melihat hubungan variabel tiap perlakuan dengan
fenol, flavonoid dan tanin total terhadap aktivitas antibakteri dianalisis dengan
menggunakan analisis korelasi Pearson. Korelasi bernilai 1 jika terdapat hubungan linier
yang positif, bernilai -1 jika terdapat hubungan linier yang negatif. Semakin dekat dengan
-1 atau +1, semakin kuat korelasi antara kedua variabel tersebut.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Skrining Fitokimia
Skrining fitokimia merupakan uji kualitatif sehingga dapat diketahui senyawa yang
terkandung dalam daun tempuyung (Sonchus oleraceus. Hasil skrining fitokimia terhadap
daun tempuyung dengan berbagai perlakuan logam berat (kontrol, Cr, Cd, Cu, Pb)
dicantumkan pada tabel 1. Sebagai berikut :
Tabel 1. Hasil skrining fitokimia daun tempuyung (Sonchus oleraceus)
Keterangan : (+) = ada, (-)=tidak ada Berdasarkan hasil pada Tabel 1., diketahui bahwa daun tempuyung dengan
berbagai perlakuan logam berat (Cr, cd, Cu, Pb) dan kontrol memiliki kandungan fitokimia
yang sama. Pada daun tempuyung terkandung alkaloid, flavonoid, tannin serta
antrakuinon. Flavonoid dan tannin yang merupakan senyawa fenolik diketahui memiliki
aktivitas antibakteri. oleh karena itu, kadar flavonoid, tannin dan fenol total yang
terkandung dalam daun tempuyung dengan berbagai perlakuan perlu diukur agar
diperoleh hasil kuantitatif dari senyawa- senyawa tersebut dan dapat dianalisis korelasi
antara senyawa tersebut dengan aktivitas antibakteri.
Kadar Total Fenol
Hasil pengukuran kadar total fenol pada daun tempuyung dengan berbagai
perlakuan logam berat (Cr, cd, Cu, Pb) dan kontrol menunjukkan hasil sebagai berikut:
Gambar 1. Rata- rata kadar total fenol dari daun tempuyung dengan perlakuan logam berat (K, Cr,
Cd, Cu, Pb) (*Huruf yang berbeda menunjukkan nilai yang berbeda nyata)
E
A
B
D C
75
80
85
90
95
100
105
110
K Cr Cd Cu Pb
Total Fenol
Total Fenol
Kad
ar
Sen
yaw
a Kandungan Kimia Metode Pengujian Hasil Keterangan
Alkaloid Dragendorf Merah +
Wagner Endapan coklat kemerahan +
Flavonoid H2SO4 Hijau kekuningan +
Terpenoid H2SO4 Kuning -
Tanin feCl3 Hitam kehijauan +
Saponin Uji Forth Tidak terbentuk busa -
Antrakuinon Brontrager Merah kecoklatan +
Kadar total fenol pada Gambar 1. menunjukkan bahwa pada semua perlakuan
menunjukkan hasil yang berbeda. Perlakuan kontrol diperoleh kadar total fenol rata- rata
sebesar 87,755 mg ekuivalen asam galat/g serbuk kering, perlakuan logam berat Cr
menunjukkan nilai tertinggi yaitu sebesar 102,273 mg ekuivalen asam galat/g serbuk
kering, perlakuan logam berat Cd menunjukkan nilai sebesar 98,701 mg ekuivalen asam
galat/g serbuk kering, pada perlakuan logam berat Cu menunjukkan hasil sebesar 89,076
mg ekuivalen asam galat/g serbuk kering dan pada perlakuan logam berat Pb diperoleh
hasil sebesar 90,710 mg ekuivalen asam galat/g serbuk kering. Hasil yang diperoleh
menunjukkan bahwa pada semua perlakuan memberikan pengaruh terhadap tanaman
uji. Perlakuan logam berat Cr, Cd, Cu dan Pb sebesar 10 ppm sudah menimbulkan efek
pada senyawa metabolit sekunder fenol yang dihasilkan oleh tanaman uji dapat dilihat
dari semua perlakuan berbeda nyata dengan kontrol.
Kadar Total Flavonoid
Hasil pengukuran kadar total flavonoid pada daun tempuyung dengan berbagai
perlakuan logam berat (Cr, cd, Cu, Pb) dan kontrol menunjukkan hasil sebagai berikut:
Gambar 2. Rata- rata kadar total flavonoid dari daun tempuyung dengan perlakuan logam berat (K,
Cr, Cd, Cu, Pb) (*Huruf yang berbeda menunjukkan nilai yang berbeda nyata)
Pada Gambar 2, hasil pengukuran kadar total flavonoid yang berbeda nyata
antara kontrol dengan Cr dan kontrol dengan Cu, sedangkan pada perlakuan logam berat
Cd dan Pb tidak menunjukkan hasil yang berbeda nyata dengan Cr, kontrol maupun Cu.
Total flavonoid pada perlakuan kontrol diperoleh kadar total flavonoid rata- rata sebesar
86,778 mg EK/ gram serbuk kering, pada perlakuan logam berat Cr diperoleh hasil yang
paling tinggi yaitu sebesar 100.778 mg EK/ gram serbuk kering, perlakuan Cd diperoleh
B
A
AB
B AB
75
80
85
90
95
100
105
K Cr Cd Cu Pb
Total Flavonoid
Total Flavonoid
Kad
ar S
enya
wa
hasil sebesar 97,306 mg EK/ gram serbuk kering, perlakuan Cu diperoleh hasil sebesar
88.972 mg EK/ gram serbuk kering dan pada perlakuan Pb diperoleh hasil sebesar 89.693
mg EK/ gram serbuk kering.
Analisis ragam pada total flavonoid terhadap ekstrak dihasilkan pengukuran kadar
total flavonoid yang berbeda nyata antara kontrol dengan Cr dan kontrol dengan Cu,
sedangkan pada perlakuan logam berat Cd dan Pb tidak menunjukkan hasil yang berbeda
nyata dengan Cr, kontrol maupun Cu (p<0.05). Kadar total flavonoid antara perlakuan
kontrol dengan Cu menunjukkan hasil yang sama yang artinya tidak ada pengaruh
terhadap kadar total flavonoid pada pemberian logam berat Cu, hal ini dapat disebabkan
karena logam berat Cu merupakan senyawa essensial yang dibutuhkan tanaman dalam
jumlah kecil, pemberian logam Cu dengan konsentrasi 10 ppm belum memberikan efek
pada tanaman atau masih dapat ditoleransi sehingga dengan kontrol tidak terdapat beda
(Husnan et al 2012). Pada perlakuan Cr menunjukkan hasil yang berbeda nyata dengan
kontrol, hal inikarena Cr merupakan logam berat paling toksik diantara 4 logam dalam
perlakuan sehingga pada konsentrasi 10 ppm sudah memunculkan efek pada tanaman,
semakin tanaman merasa tercekam maka tanaman akan menghasilkan senyawa
metabolit sekunder semakin tinggi juga dan flavonoid merupakan salah satu senyawa
metabolit sekunder sesuai dengan pernyataan Baron dan Stasolla (2008).
Kadar Total Tanin
Hasil pengukuran kadar total tanin pada daun tempuyung dengan berbagai
perlakuan logam berat (Cr, cd, Cu, Pb) dan kontrol menunjukkan hasil sebagai berikut:
Gambar 3. Rata- rata kadar total tanin dari daun tempuyung dengan perlakuan logam berat (K, Cr,
Cd, Cu, Pb) (*Huruf yang berbeda menunjukkan nilai yang berbeda nyata)
Gambar 3. menunjukkan hasil dari pengukuran rata- rata kadar total tannin yang
berbeda nyata disetiap perlakuan logam berat. Tanaman uji tanpa perlakuan (kontrol)
E
A
B
D C
0
0,005
0,01
0,015
0,02
0,025
0,03
0,035
0,04
0,045
0,05
K Cr Cd Cu Pb
Total Tanin
Total Tanin
Kad
ar S
enya
wa
diperoleh rata- rata kadar total tannin sebesar 0.0270 mg ekuivalen asam tanat/gserbuk
kering, pada perlakuan dengan paparan logam berat Cr diperoleh hasil tertinggi yaitu
sebesar 0.0445 mg ekuivalen asam tanat/gserbuk kering, perlakuan logam berat Cd
diperoleh hasil sebesar 0.0351 mg ekuivalen asam tanat/gserbuk kering, pada perlakuan
logam berat Cu diperoleh hasil sebesar 0.0290 mg ekuivalen asam tanat/gserbuk kering
dan pada perlakuan logam berat Pb diperoleh hasil sebesar 0.0307 mg ekuivalen asam
tanat/gserbuk kering. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa pada semua paparan
logam menunjukkan efek yang berbeda. Pemberian logam berat Cr, Cd, Cu dan Pb
sebesar 10 ppm sudah memberikan efek pada tanaman uji terhadap kandungan taninnya.
Aktivitas Antibakteri
Senyawa antibakteri ekstrak daun tempuyung dengan berbagai perlakuan logam
berat (Cr, Cd, Cu, Pb) serta tanpa perlakuan logam berat (kontrol) diuji aktivitasnya
dengan menggunakan metode difusi cakram terhadap dua jenis bakteri uji. Kedua bakteri
uji tersebut adalah Escherichia coli dan Staphylococcus aureus. Efektivitas ekstrak dalam
menghambat pertumbuhan bakteri uji ditunjukkan oleh ukuran zona bening yang
membentuk lingkaran di sekitar kertas cakram sehingga dapat dihitung diameter
penghambatnya (Nuraini 2007). Dari hasil pengamatan pada diameter hambat terbentuk
pada semua perlakuan termasuk kontrol. Pada uji ini digunakan tetrasiklin sebagai kontrol
positif dan akuades digunakan sebagai kontrol negatif. Pada Gambar 4. merupakan hasil
dari rata- rata diameter daya hambat pada semua perlakuan logam berat Cr, Cd, Cu, Pb
dan perlakuan kontrol.
Gambar 4. Rata- rata diameter daya hambat ekstrak daun tempuyung dengan berbagai perlakuan
logam berat terhadap Escherichia coli dan Staphylococcus aureus(*Huruf yang berbeda
menunjukkan nilai yang berbeda nyata).
Menurut Nostro et al. (2000), diameter hambat minimum yang menunjukkan
adanya aktivitas antimikroba adala ± 6mm. Ekstrak daun tempuyung pada semua
B
A
AB AB AB
B
A AB
AB AB
0
2
4
6
8
10
12
Kontrol Cr Cd Cu Pb
E. coli
S. aereus
Dia
me
ter
Day
a H
amb
at
(mm
)
perlakuan yang diujikan pada Escherichia coli menunjukkan adanya aktivitas antibakteri
karena pada semua pelakuan menunjukkan nilai di atas 6 mm yaitu, pada kontrol rata-
rata diameter daya hambat sebesar 7,2 mm, perlakuan logam berat Cr sebesar 10 mm,
perlakuan logam berat Cd sebesar 8,4 mm, perlakuan logam berat Cu sebesar 7,8 mm dan
pada perlakuan logam berat Pb sebesar 8mm. Perlakuan Cr menunjukkan nilai tertinggi
dan berbeda nyata dengan perlakuan kontrol serta Cu. Perlakuan kontrol dan Cu tidak
menunjukkan beda, hal ini dapat diartikan bahwa pada perlakuan logam berat Cu tidak
memberikan pengaruh terhadap aktivitas antibakteri pada ekstrak daun tempuyung.
Ekstrak daun tempuyung yang diujikan pada bakteri Staphylococcus aureus tidak
semua menunjukkan adanya aktivitas antibakteri. Pada perlakuan kontrol rata- rata
diameter hambat kurang dari 6 mm yaitu sebesar 5,8 mm, hal ini menunjukkan bahwa
tidak ada aktivitas antibakteri pada kontrol saat diujikan pada Staphylococcus aures,
aktivitas antibakteri hanya terlihat pada perlakuan logam berat sedangkan pada kondisi
normal tidak ada aktivitas atau aktivitas antibakteri sangat kecil. Pada perlakuan Cr
terlihat berbeda nyata dengan kontrol tetapi tidak berbeda dengan perlakuan logam
beratlain yaitu sebesar 7,8 mm, pada perlakuan logam berat Cd sebesar 7,4 mm, pada
perlakuan logam berat Cu sebesar 6,4 mm dan pada perlakuan logam berat Pb diperoleh
nilai sebesar 6,6 mm.
Berdasarkan nilai yang diperoleh menunjukkan adanya perbedaan aktivitas
antibakteri terhadap masing- masing bakteri yang diujikan. Pada Escherichia coli
diperoleh rata- rata diameter daya hambat yang lebih tinggi dan pada kontrol dapat
dilihat sudah menunjukkan adanya aktivitas, sedangkan pada Staphylococcus aureus
diperoleh rata- rata diameter daya hambat yang lebih rendah dan pada perlakuan kontrol
belum terjadi aktivitas antibakteri atau terjadi aktivitas namun rendah dapat dilihat dari
hasil rata- rata kurang dari 6mm.
Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa pada semua perlakuan logam berat
memunculkan zona bening. Pada perlakuan kontrol dan Cr baik terhadap Escherichia coli
dan Staphylococcus aureus terlihat ada beda nyata ditunjukkan denganhuruf yang
berbeda hal ini dapat terjadi karena pada paparan logam berat Cr dapat dilihat kadar
total senyawa fenolik paling tinggi dan terdapat beda antara perlakuan Cr dan kontrol.
Senyawa fenolik merupakan senyawa antibakteri sehingga saat dilakukan uji aktivitas
bakteri senyawa ini sangat berperan terhadap zona bening yang terbentuk, hal ini sesuai
dengan pernyataan Mohamad et al (2012), memaparkan bahwa flavonoid memiliki sifat
lipofilik yang dapat menghancurkan dinding sel bakteri dan Nuraini (2007) yang
menyatakan bahwa Golongan flavonoid dan tannin memiliki aktivitas antibakteri.
Korelasi Aktivitas Antibakteri dengan Komponen Fenolik
Dari hasil uji aktivitas antibakteri dengan metode difusi kertas cakram, diketahui
bahwa pada semuaperlakuan dapat menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli
dan Staphylococcus aureus. Hasil analisis aktivitas antibakteri dengan komponen fenolik
korelasi pada ekstrak daun tempuyung dengan berbagai perlakuan logam (Cr, Cd, Cu, Pb)
termasuk perlakuan kontrol yang diujikan pada Escherichia coli dan Staphylococcus
aureus ditunjukkan pada Tabel 2. dan Tabel 3. Berdasarkan analisis korelasi tersebut
didapatkan nilai korelasi untuk kandungan total fenol, flavonoid dan tannin terhadap
aktivitas antibakteri yang diujikan pada Escherichia coli (Tabel 2.) sebesar 0,647; 0.701
dan 0,680, sedangkan pada Staphylococcus aureus sebesar 0,0,636; 0,681; 0,608 (Tabel
3.).
Tabel 2. Korelasi aktivitas antibakteri dengan total flavonoid, tannin dan fenol total pada
Escherichia coli berdasarkan analisis korelasi Pearson
Pengujian Aktivitaa_Antibakteri Total_ Fenol Total_ Flavonoid Total_ Tanin
Aktivitaa_Antibakteri 1 0.647**
0.701**
0.680**
Total_Flavonoid 0.647**
1 0.988**
0.951**
Total_Tanin 0.701**
0.988**
1 0.944**
Total_Fenol 0.680**
0.951**
0.944**
1
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Berdasarkan analisis korelasi, total fenol, total flavonoid dan tanin dengan
aktivitas antibakteri pada bakteri Escherichia coli maupun Staphylococcus aureus
keduanya menunjukkan korelasi positif yang signifikan. Dari hasil tersebut dapat
dinyatakan bahwa aktivitas antibakteri ekstrak daun tempuyung dengan berbagai
perlakuan logam berkorelasi positif dengan kandungan flavonoid total, tannin total dan
fenol total dalam daun tempuyung, terlihat juga bahwa total fenol memiliki korelasi yang
signifikan dengan total tannin dan flavonoid yang membuktikan bahwa total fenol pada
daun tempuyung berasal dari total flavonoid dan tannin.
Tabel 3. Korelasi aktivitas antibakteri dengan total flavonoid, tannin dan fenol total pada
Staphylococcus aureus berdasarkan analisis korelasi Pearson
Aktivitas_Antibakteri Total_Flavonoid Total_Tanin Total_Fenol
Aktivitas_Antibakteri 1 0.636**
0.681**
0.608**
Total_Flavonoid 0.636**
1 0.988**
0.951**
Total_Tanin 0.681**
0.988**
1 0.944**
Total_Fenol 0.608**
0.951**
0.944**
1
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
KESIMPULAN
Berdasarkan skrining fitokimia daun tempuyung (Sonchus oleraceus) dengan
berbagai perlakuan logam mengandung senyawa alkaloid, flavonoid,tannin dan
antrakuinon. Pada uji aktivitas antibakteri, dapat disimpulkan bahwa ekstrak daun
tempuyung pada perlakuan logam berat Cr (VI) memiliki daya hambat lebih besar
dibandingkan dengan perlakuan lain termasuk kontrol. Kandungan kadar flavonoid,
tannin dan fenol total berkorelasi positif dengan aktivitas antibakteri. Dari semua uji
menunjukkan bahwa pada perlakuan logam berat Cr memberikan pengaruh terhadap
senyawa metabolit sekunder fenol, flavonoid dan tannin yang berpengaruh terhadap
aktivitas antibakteri, hal tersebut membuktikan bahwa pada perlakuan logam berat Cr
tanaman mengalami cekaman paling tinggi sehingga menghasilkan kadar senyawa
metabolit sekunder paling tinggi diantara perlakuan lain dan berbeda nyata dengan
kontrol.
UCAPAN TERIMAKASIH
Penulis menyampaikan ucapan terima kasih sebesar-besarnya kepada Tuhan YME
yang memberi kemudahan serta kelancaran selama proses penelitian dan penulisan; Sri
Kasmiyati, M.Si dan Drs. Sucahyo selaku pembimbing yang telah banyak membantu;
keluarga dan Koko yang selalu mendukung dan mendoakan; serta berbagai pihak yang
terkait.
DAFTAR PUSTAKA
Amin JK, Xiao L, Pimental DR, Pagano PJ, Singh K, Sawyer DB, Colucci WS: Reactive oxygen
species mediate alpha-adrenergic receptor-stimulated hypertrophy in adult rat
ventricular myocytes. J Mol Cell Cardiol 2001,33:131-139.
Anonim. 2010. Potensi Bakteri Pereduksi Cr untuk Pemacu Pertumbuhan Tanaman dan
Bioremediasi Logam Kromium. (http://www.litbang.pertanian.go.id/buku/InoTek-
Ketahanan-Pangan/Bab-I/bab-1.10.pdf). Diakses pada tanggal 2 februari 2015.
Darmono. 1995. Logam dalam Sistem Biologi Mahkluk Hidup. UI press. Jakarta.
Garriga M, Hugas M, Aymerich T, Monfort JM. 1993. Bacteriocinogenic Activity of
lactobacii from Fermentation Sausage. Journal of Applied Microbiology. 7:142-
148.
Henggar H. 2009. Potensi Tanaman dalam Mengakumulusi Logam Berat Cu pada Media
Tanah Terkontaminasi Limbah Padat Industri Kertas. BS, Vol. 44, No. 1, Juni 2009
:27-40.
Husnan A, Ita W, Jusup S. 2012. Studi Kandungan Logam Berat Pb, Cu, Cd, Cr PADA Kerang
Simping (Amusium pleuronectes), Air dan Sedimen di Perairan Wedung, Demak
serta Analisis Maximum Tolerable Intake pada Manusia. Journal Of Marine
Research. Volume 1, Nomor 2, Tahun 2012, Halaman 35-44
Karuppanapandian t, Moon JC, Kim C, Manoharan K, Kim W. 2011. Reactive Oxygen
Species in Plants: Their Generation, Signal Transduction, and Scavenging
Mechanisms. Australian Journal of Crop Science Volume 5 Issue 6.
K. R. Arisandy, E. Y. Herawati, E. Suprayitno. 2012. Akumulasi Logam Berat Timbal (Pb)
dan Gambaran Histologi pada Jaringan Avicennia marina (forsk.) Vierh di Perairan
Pantai Jawa Timur. Jurnal Penelitian Perikanan1(1)(2012) 15-25.
Kubo I, Masuda N, Xiao P, Haraguchi H. 2002. Antioxidant Activity of Deodecyl Gallate. J.
Agric. Food Chem. 50:3533-3539.
Macari PdAT, Portela CN, Polhit AM. 2006. Antioxidant, cycotoxic, and UVBabsorbing
activity of Maytenus guyanensisi Klotzch (celastaceae) bark extracts. Acta
Amazonica. 36:513-518.
McDonald S, Prenzler PD, Autolovich M, Robards K. 2001. Phenolic Content and
Antioxidant Activity of Olive Extract. Food Chem. 73:73-84.
Mohamad R, Widyastuti N, Suradikusumah E, Darusman LK. 2012. Aktivitas Antioksidan,
Kadar Fenol dan Flavonoid Total dari nEnam Tumbuhan Obat Indonesia. Trad.
Med. J. Vol 18:29-34.
Nostro A, Germano MP, Angelo FD, Mariano A, Cannatdli MA. 2000. Extraction Methods
and Bioautobiography for Evaluation of Medicinal Plant Antimicrobial Activity.
Italy:University of Messina.
Nuraini AD. 2007. Ekstraksi Komponen Antibakteri dan Antioksidan dari Biji Teratai
(Nymphaea pubescens Willd) [Skripsi]. Bogor:Institut Pertanian Bogor.
Polshettiwar SA, Ganjiwale RO, Wadher SJ, Yeole PG. 2007. Spectrophotometric
Setimation of Total Tanin in Some Ayurvedic Eye Drop. Indian J. Pharma. Sci.
69:574-576.
Pourmorad F, Hosseinimehr SJ, Shahabimajd N. 2006. Antioxidant activity, phenol, and
flavonoid contents of some selected Iranian medicinal plant. Afr J Biotechnol.
5:1142-1145.
Susana, R. dan Rahawarin,Y. (2010) Penentuan Reference Value dan Kandungan Kadmium
Tanah pada Areal pertanian di Kecamatan Pontianak Utara. Purifikasi; Jurnal
Teknologi dan Manajemen Lingkungan, Vol.11.No.2, hal 109-118.
Tarigan JB, Zuhra CF, Sitohang H. 2008. Skrining Fitokimia Tumbuhan yang digunakan oleh
Pedagang Jamu Gendong untuk Merawat Kulit Wajah di Kecamatan Medan Baru.
Jurnal Biologi Sumatera. 3(1): 1-6.
Verloo, M. 1993. Chemical Aspect of Soil Pollution. ITC-Gen Publications series No. 4:17-
46.
Wang, Jianlong, 2006. Biosorption of Heavy Metal by Saccharomyces cerevisiae : A
review. Laboratory of Environmental Technology Tsinghua University. Beijing.
Biotechnology Advances 427 -451
Widowati W, Sastiono A, Jusuf R. R. 2008. Efek Toksik Logam Pencegahan dan
Penanggulangan Pencemaran. Penerbit Andi. Yogyakarta.
Winarto W.P. 2004. Tempuyung Tanaman Penghancur Batu Ginjal. Argo Media Pustaka.
Tangerang.
Xia Z, Qu W, dan Lu H. 2010. Sesquiterpene lactones from Sonchus arvensis L, and their
antibacterial activity against streptococcus mutans ATCC 25175, An International
Journal, Department of Natural Medicinal Chemistry China Pharmaceutical
University, China.
Yusri DJ, Yorva S, Elfitrimelly. 2014. Peran Antioksidan pada Non Alcoholic Fatty Liver
Disease (NAFLD). Jurnal Ilmu Kesehatan, Vol 3:15-20.