8
Aku Bukan Peramal Peramal. Begitulah sebutan teman-teman untukku di sekolah. Setiap hari ada saja yang datang kepadaku minta diramal. Kebanyakan tentang hubungannya dengan pacar-pacar mereka. Padahal, aku sendiri juga bingung. Aku merasa tidak bisa meramal. Hanya menggunakan feeling yang ada saja bila mereka bertanya. Bisa dibilang, aku cuma asal bicara aja. Tapi kenyataannya banyak yang benar-benar terbukti. Sungguh. Aku tidak bisa meramal seperti Mama Laurent. Aku cuma gadis biasa saja yang tidak mempunyai kemampuan untuk meramal. Aku juga tidak mau disebut peramal. Ini bermula ketika Sasa cerita padaku mengenai pacarnya yang sudah lama keluar kota dan belum pulang juga. Sasa merasa takut kalau dia akan dikhianati. Aku berusaha menenangkannya waktu itu. “Sudahlah, Sa. Tidak usah berprasangka buruk seperti itu pada Rey. Aku yakin, Rey masih setia padamu. Buktinya, dia masih menelponmu sampai saat ini. Siapa tahu, besok dia membuat kejutan. Pulang tanpa bilang dulu sama kamu terus tiba-tiba saja dia sudah menunggumu dirumahmu dan memberimu hadiah sebuah boneka Teddy Bear dan setangkai bunga Mawar Merah,”ucapku saat itu Tanpa aku duga, ternyata ucapanku menjadi kenyataan. Keesokan harinya, di malam hari, dengan nada riang dan semangat, Sasa bercerita kepadaku lewat telpon. Dia mengatakan bahwa Rey benar-benar datang dan membawakannya sebuah boneka Teddy Bear dan setangkai bunga Mawar Merah. Aku terkejut dan heran. Aku tidak menyangka sama sekali kalau ucapanku akan benar-benar terbukti. Kebetulan. Itu hanya sebuah kebetulan saja. Karena yang aku katakan kepada Sasa waktu itu hanya untuk menghiburnya saja. Bukan karena aku bias melihat masa depan. Namun pada kenyatannya, bukan hanya sekali saja ucapanku menjadi kenyataan

Aku Bukan Peramal

Embed Size (px)

DESCRIPTION

BBLSR 2

Citation preview

Aku Bukan PeramalPeramal. Begitulah sebutan teman-teman untukku di sekolah. Setiap hari ada saja yang datang kepadaku minta diramal. Kebanyakan tentang hubungannya dengan pacar-pacar mereka. Padahal, aku sendiri juga bingung. Aku merasa tidak bisa meramal. Hanya menggunakan feeling yang ada saja bila mereka bertanya. Bisa dibilang, aku cuma asal bicara aja. Tapi kenyataannya banyak yang benar-benar terbukti. Sungguh. Aku tidak bisa meramal seperti Mama Laurent. Aku cuma gadis biasa saja yang tidak mempunyai kemampuan untuk meramal. Aku juga tidak mau disebut peramal.Ini bermula ketika Sasa cerita padaku mengenai pacarnya yang sudah lama keluar kota dan belum pulang juga. Sasa merasa takut kalau dia akan dikhianati. Aku berusaha menenangkannya waktu itu.Sudahlah, Sa. Tidak usah berprasangka buruk seperti itu pada Rey. Aku yakin, Rey masih setia padamu. Buktinya, dia masih menelponmu sampai saat ini. Siapa tahu, besok dia membuat kejutan. Pulang tanpa bilang dulu sama kamu terus tiba-tiba saja dia sudah menunggumu dirumahmu dan memberimu hadiah sebuah boneka Teddy Bear dan setangkai bunga Mawar Merah,ucapku saat ituTanpa aku duga, ternyata ucapanku menjadi kenyataan.Keesokan harinya, di malam hari, dengan nada riang dan semangat, Sasa bercerita kepadaku lewat telpon. Dia mengatakan bahwa Rey benar-benar datang dan membawakannya sebuah boneka Teddy Bear dan setangkai bunga Mawar Merah.Aku terkejut dan heran. Aku tidak menyangka sama sekali kalau ucapanku akan benar-benar terbukti.Kebetulan. Itu hanya sebuah kebetulan saja. Karena yang aku katakan kepada Sasa waktu itu hanya untuk menghiburnya saja. Bukan karena aku bias melihat masa depan.Namun pada kenyatannya, bukan hanya sekali saja ucapanku menjadi kenyataanSetiap kali Sasa meminta saran kepadaku dan aku memberinya pendapat, semua yang aku katakan kepadanya itu ternyata menjadi kenyataan yang tidak pernah aku duga. Aku juga kaget ketika mengetahui kata-kataku menjadi terbukti.Bermula dari situ, Sasa mulai cerita ke teman-teman yang lainnya mengenai kemampuanku itu.Sejak itu pula, banyak teman yang mulai menceritakan perasaan mereka tentang pacar mereka, kemudian mereka meminta saran kepadaku. Padahal, kadang-kadang aku juga tidak terlalu mengenal mereka, tapi mereka terbuka kepadaku. Aku seperti dokter cinta saja yang bisa meramal. Menghadapi keadaan seperti itu, semakin lama bukannya aku malah terbiasa tapi aku malah merasa semakin risih.Bagaimana tidak? Hampir satu sekolahan pun datang kepadaku hanya untuk minta diramal. Padahal aku sama sekali tidak bias meramal. Aku juga tidak mengerti, mengapa setiap yang aku katakan kepada mereka selalu saja terjadi.Woi! Minta diramal boleh-boleh saja tapi jangan sampai ketagihan, sampai tiap hari dong. Kasian Clara. Mulai sekarang, yang minta di ramal sama Clara harus bayar.teriak Sasa ketika melihat teman-teman datang padaku yang baru duduk di bangku bersamanya dan kata-katanya itu di jawab dengan teriakan huu panjang dari teman-teman.Apa-apaan sih kamu, Sa? bentakku sambil memandang Sasa dengan kesalDuh,Sayang aku Clara,kata Sasa dengan gaya centilnya sambil memegang bahu kanankuJaman sekarang, mana ada yang gratis. Kan lumayan, Ra. Bisa buat belanja di mall.Bukan itu maksudku!kataku dengan nada tinggiAku tidak mau mencari uang dengan meramal. Karena aku ini memang bukan peramal. Tapi gara-gara kamu, sekarang aku dikira peramal. Aku capek, Sa. Setiap hari diminta meramal sesuatu yang aku tak bias ramal. Dan semua ini gara-gara kamu.Tapi, RaSusah, tidak usah bicara lagipotongkuKamu memang teman yang suka makan teman. Mulai saat ini persahabatan kita putus!Wajah Sasa bersemu merah. Dahinya mengernyit dan matanya menatap tajam padaku. Diambil tas miliknya dari dalam laci namun tatapannya masih tertuju kepadaku. Tatapan marah. Dia masih terus memandangku ketika dia melangkah menuju bangku lain.Aku balas memelototinya. Tanpa aku sadari, tiba-tiba saja keluar kata-kata dari mulutku.Hati-hati kalau pulang nanti!kataku dengan sinisSasa hanya mendengus kesal lalu membuang muka dengan ekspresi wajah jengkelAku tidak menyangka, ketika pulang sekolah, aku berjalan tak jauh dari Sasa dan menyaksikan sendiri yang terjadi pada Sasa.Sasa yang saat itu sedang menyeberang kelihatan tidak memperlihatkan mobil yang sedang melintas. Dan tanpa bias dihindari, mobil sedan silver putih menabrak Sasa hingga Sasa terpelanting jauh ke tanah.Aku berteriak panik dan kaget, kemudian aku berlari kea rah Sasa yang tergeletak, tak sadarkan diri di jalan. Aku takut melihat darah yang keluar dari tubuhnya.Orang-orang langsung berdatangan dan mengerumuniku yang tengah terduduk lemas di samping Sasa sambil menangis tersedu-sedu.Untung saja, ambulan segera datang dan membawa Sasa ke rumah sakit. Aku pun ikut dengan ambulan.Ketika Sasa masuk ke ruang operasi, aku cuma bisa terpaku diluar sambil menitikan air mata. Aku syok. Semua yang menimpa diri Sasa tadi adalah kesalahanku. Aku masih ingat dengan kata-kataku saat di kelas tadi. Dan kecelakaan yang terjadi pada Sasa pasti karena ucapanku itu.Akku melihat Rey datang dengan wajah khawatir. Dia datang bersama teman laki-lakinya yang belum pernah aku lihat sebelumnya. Wajahnya tampan.Bagaimana keadaan Sasa?tanya Rey padakuKelihatannya sangat parah, Rey,jawabku sambil terisak Ini semua karena kesalahanku, Rey. Salahku Air mataku semakin jelas membanjiri pipiku.Kamu bicara apa sih, Ra?kata Rey sambil memandang heran kepadakuKarena ucapanku yang asal aja waktu di kelas tadi, Sasa menjadi terkena musibah seperti ini. Karena aku.ucapku sambil terisakSasa tertabrak mobil karena pengemudinya yang salah. Pengemudinya sendiri sudah mengaku padaku tadi. Sayangnya, orang tua Sasa sedang dinas ke luar negeri, jadi sangat susah untuk menghubungi mereka. Lebih baik kamu pulang dulu, Ra. Untuk menenangkan diri.kata ReyAku hanya memandang Rey lalu memandang temannya yang tengah menatapku dengan tatapan hangat.Ra? Kok malah diam? Kamu pulang saja dulu. Biar aku yang menjaga Sasa. Biar Andi yang mengantarmu pulang,kata Rey lalu memandang teman yang disebelahnya itu. Tidak keberatan kan kalau kamu mengantarkan Clara pulang ke rumah?Andi tersenyum lalu menjawab,Tidak, sama sekali tidak keberatan.Andi mengantarkanku sampai ke rumah dengan mengendarai mobil sport hitam yang aku yakin itu miliknya. Sepanjang perjalanan kami hanya mengobrol sedikit. Namun, aku menjadi tahu kalau Andi adalah saudara jauh Rey. Dan ia juga kelihatan baik dan sabar.Tidak mau mampir dulu?tanyaku saat turun dari mobilAndi diam sesaat sambil memandangku Apa boleh aku mampir?tanyanyaKenapa pakai tanya lagi? Aku kan sudah menawarimu,jawabku. Aku tidak tahu mengapa aku sangat berharap Andi mau menemaniku sebentarBaiklah,jawabnya, membuatku merasa bahagiaAku duduk berdua dengannya di teras rumahku. Aku menceritakan padanya tentang keresahankuApa kamu yakin tidak pernah mengalami kejadian apapun sebelumnya?tanya AndiAku , tidak,kata-kataku terhenti ketika aku mengingat sesuatu. Jantungku pun berdegup kencang. Ya, aku baru ingat. Semalam sebelum aku menghibur Sasa yang sedang saat itu khawatir pada Rey yang mungkin mengkhianatinya, aku bermimpi aqneh. Aku bermimpi bertemu dengan seorang wanita cantik seperti bidadari. Bidadari itu berkata padaku kalau mulai saat itu, aku harus bias menjaga perkataanku.Seperti si Pahit Lidah maksudmu?Mungkin.kataku sambil menganggukan kepala. Karena yang rata-rata terbukti terjadi karena ucapanku yang aku rasakan dengan emosi. Danyang terjadi pada Sasa, itu pada saat aku sedang marah,aku tertunduk sedih, merasa menyesal, karena telah berkata kasar kepada Sasa.Tidak perlu merasa bersalah seperti itu, Ra.kata Andi dengan sabar dan tenang Semua yang terjadi pada Sasa sudah kehendak Tuhan, bukan karena perkataanmu padanya. Jadi kamu tidak usah terus menyalahkan dirimu. Teruslah berdoa untuk kesembuhan Sasa.Aku merasa tenang dan nyaman mendengarkannya. Kupabdang wajah Andi yang memancarkan kehangatan itu dengan penuh rasa lega. Apa yang di katakana Andi memang benar. Aku harus berdoa.*** Dua hari tak sadarkan diri, akhirnya Sasa membuka matanya. Aku bernafas lega dan bahagia melihat keadaan Sasa yang berangsur-angsur baik.Meskipun terlihat masih lemah, Sasa masih bias tersenyum padaku. Aku merasa malu telah berkata jahat padanya waktu itu. Aku buru-buru minta maaf kepadanya. Aku sangat menyesal.Sasa memegang tanganku dengan hangatKenapa kamu berkata seperti itu, Ra?ucap Sasa dengan nada lemah.Kecelakaan itu bukan karena salahmu, Tapi, saat itu aku marah- marah padamu dan tanpa sengaja akuSudah aku bilang, itu bukan salahmu. Ini memang sudah takdir dari Tuhan.Aku hanya memandang Sasa dengan perasaan lega, Sasa memang baikKok kamu tidak mengenalkan padaku cowok yang ada di sampingmu itu, Ra?kata Sasa sambil memandang Andi yang berdiri di sampingkuAku memandang Andi lalu tersenyum malu kepada Sasa. Ini Andi, Sa. Dia kan saudara jauhnya Rey.Saudara jauh Rey?ulang SasaIya, saya baru datang dari Makassar dua hari yang lalu,kata AndiTepat pada saat itu, Rey masuk sambil membawa seikat bunga Mawar Merah setelah agak lama kami mengobrol, akhirnya aku pulang bersama Andi.Keesokkan harinya, aku kembali mengunjungi Sasa di rumah sakit. Rey yang tengah bersamanya saat itu, tak lama kemudian berpamitan untuk pergi kuliah.Tumben kamu tidak di antar Andi. Kalau aku lihat kalian pasangan yang serasi,kata Sasa sambil tersenyumKamu bias saja, Sakataku sambil tersipuOh ya, Sa. Sekarang, ramalanku ke teman-teman selalu melesat,Aku tersenyum senangSasa tertawa pelan.Kamu ni aneh ya, Ra. Ramalan melesat terus kok kamu malah senang?Ya, jelas lah Sa, aku senang dong. Aku kan pernah bilang kalau aku ini bukan peramal.Sasa tersenyum geli melihatku. Oh iya, Ra. Apa kamu belum tahu tentang Andi?Mengenai Andi yang mana maksudmu?Kata Rey, Andi itu sangat jago meramal.Hah?!aku tersentak kaget mendengar hal itu. Tak pernah aku duga ternyata Andi memiliki kemampuan seperti itu.*** Sore yang tenang di esok harinya, Andi yang memang sedang aku nanti datang, akhirnya berkunjung ke rumahku. Aku segera bertanya kepadanya mengenai dirinya yang bias meramal. Andi hanya tersenyum tipis.Aku juga tidak tahu apakah aku ini bias di bilang peramal, Ra. Aku cuma bisa melihat masa depan dan visiku,jawabnya dengan santaiVisi?Ya, visi. Tapi benar atau tidaknya yang aku lihat masih rahasia Tuhan.Sejak kapam kamu mempunyai kemampuan seperti itu?tanyaku.Sejak kecil. Awalnya aku takut. Apalagi, aku bisa melihat kejadian-kejadian buruk dan mengerikan tapi lama-kelamaan, aku menjadi terbiasa. Sebenarnya juga aku kesini karena visiku. Aku melihat seorang cewek yang sedang ketakutan dan membutuhkan bantuanku,kata Andi sambil tersenyum penuh arti padaku.Saat aku melihatmu pertama kali di rumah sakit. Wajahmu tampak sedih, khawatir, dan takut. Saat itu aku menyadari bahwa kamulah cewek itu.Aku hanya diam. Aku benar-benar tidak menyangka bisa hadir pada penglihatan Andi. Padahal dia belum mengenalku sebelumnya. Dan dia datang kesini karena diriku. Memang sulit untuk dipercaya.Aku datang kemari ingin berpamitan padamu. Besok aku harus kembali ke Makassar,kata Andi membuat Clara terkejutApa?!teriakku.Tapi kenapa?Tugasku disini sudah selesai. Ada yang memerlukan bantuanku disana, Ra.jawab andi.Jadi kamu kesini hanya karena tugas?Kamu tidak peduli denganku?tanyaku dengan perasaan kesalMenurutmu?sahut Andi dengan tenangAkuSebeAkuSebenarnya suka padamujawabku sambil menunduk maluTiba-tiba Andi memegang tanganku, sambil berkata Ra, kalau aku tidak peduli denganmu, tidak mungkinh aku jauh-jauh datang kesini, aku juga menyukaimu, Ra. Aku juga sayang padamu,Aku mempererat genggaman tangannya lalu memandang Andi penuh cinta dan bahagia. Tapi kamu pasti kembali, kan?Kamu kan bias meramal, jadi kamu pasti tahu aku akan kembali atau tidak.Aku memandang sebal pada Andi Aku tidak bisa meramal lagi dan aku memang bukan peramalKalau begitu kita serahkan saja pada Tuhan. Kalau Tuhan ingin aku kembali, aku pasti kembali dan terus berada disampingmujawab Andi membuatku bahagiaAku terus menggenggam tangan Andi. Aku merasa sangat bahagia. Aku memang tidak suka disebut sebagai peramal, karena aku memang bukan peramal. Tapi aku merasa senang dan bangga memiliki kasih seorang peramal, dan peduli pada orang lain. Tidak hanya itu dia juga bijaksana dan tampan. Ahberuntungnya diriku ini.