30
33 AL-A HRUF AL-SAB’AH: Sebuah Fenomena Sejarah Al-Qur‘an (Dalam Kajian Klasik dan Kontemporer) Abdul Khaliq Hasan el-Qudsy Universitas Muhammadiyah Surakarta Jl. A. Yani, Tromol Pos I, Pabelan Kartasura, Surakarta 57102 Telp. (0271) 71741, 719483 (Hunting) Faks, (0271) 715448 Abstract This writing will effort to talk over the existence of Al-Ahruf Al-sab’ah in Al-Qur’an, sociology-historically, the fact of Al-Ahruf Al Sab’ah appeared in Madinah period. It’s appeared because of variant factors of language background including dialect that owned by Moslem, therefore, there are a lot of dialects different in reading Al-Qur’an. This fact was documented in Hadist Rasulullah SAW. Based on the study of sanad Hadist, was discovered 46 sanad that related to the existence of Al-Ahruf Al Sab’ah; 38 Sanad got Shahih and the other 8 sanad got dhoif status. The existence of Al Ahruf Al Sab’ah in this Al-Qur’an was responded by the experts of Ulum Qur’an. Briefly their respond can be classified into two category, those are; received and refused. The experts of Ulum Qur’an from Sunni Mahzab received the existence of Al Ahruf Al Sab’ah in Al-Qur’an, because it was good both from matan Hadist or Sanad, the existence of Al Ahruf Al Sab’ah in Al-Qur’an was strong enough and Mutawatir. On the other side, the experts of Ulum Al Qur’an from Syiah Mazab were refused the existence of Al Ahraf Al Sab’ah in Al-Qur’an. The reason was hadist Al Ahruf Al Sab’ah didn’t valid, because those hadist according to their value were contrary with the stories of syiah imam/leader who ma’ shum. Beside that, in history of Al Ahruf Al Sab’ah there was contradiction (Tanaqudh) among one history and the others, therefore, those stories couldn’t be regarded as the foundation. Among the experts of Ulum Al Quran from Sunni Mahzab were discovered some interpretations towards Al Ahruf Al Sab’ah. Among them were translated Al Ahruf Al Sab’ah as the seven different words in the same meaning like the words agbil, taal, halumma etc. A part of them were translated as seven Arabic dialects, those are; Quraisy,

AL-AHRUF AL-SAB’AH: Sebuah Fenomena Sejarah Al-Qur‘an

  • Upload
    others

  • View
    13

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Al-Ahruf Al-sab’ah: Sebuah Fenomena Sejarah Al-qur‘An ... (Abdul Khaliq Hasan el-Qudsy)

33

AL-AHRUF AL-SAB’AH:Sebuah Fenomena Sejarah Al-Qur‘an

(Dalam Kajian Klasik dan Kontemporer)

Abdul Khaliq Hasan el-QudsyUniversitas Muhammadiyah Surakarta

Jl. A. Yani, Tromol Pos I, Pabelan Kartasura, Surakarta 57102Telp. (0271) 71741, 719483 (Hunting) Faks, (0271) 715448

Abstract

This writing will effort to talk over the existence of Al-Ahruf Al-sab’ah in Al-Qur’an,sociology-historically, the fact of Al-Ahruf Al Sab’ah appeared in Madinah period. It’sappeared because of variant factors of language background including dialect that ownedby Moslem, therefore, there are a lot of dialects different in reading Al-Qur’an.

This fact was documented in Hadist Rasulullah SAW. Based on the study ofsanad Hadist, was discovered 46 sanad that related to the existence of Al-Ahruf AlSab’ah; 38 Sanad got Shahih and the other 8 sanad got dhoif status.

The existence of Al Ahruf Al Sab’ah in this Al-Qur’an was responded by theexperts of Ulum Qur’an. Briefly their respond can be classified into two category,those are; received and refused. The experts of Ulum Qur’an from Sunni Mahzabreceived the existence of Al Ahruf Al Sab’ah in Al-Qur’an, because it was good bothfrom matan Hadist or Sanad, the existence of Al Ahruf Al Sab’ah in Al-Qur’an wasstrong enough and Mutawatir. On the other side, the experts of Ulum Al Qur’anfrom Syiah Mazab were refused the existence of Al Ahraf Al Sab’ah in Al-Qur’an.

The reason was hadist Al Ahruf Al Sab’ah didn’t valid, because those hadistaccording to their value were contrary with the stories of syiah imam/leader whoma’ shum. Beside that, in history of Al Ahruf Al Sab’ah there was contradiction(Tanaqudh) among one history and the others, therefore, those stories couldn’t beregarded as the foundation.

Among the experts of Ulum Al Quran from Sunni Mahzab were discoveredsome interpretations towards Al Ahruf Al Sab’ah. Among them were translated Al AhrufAl Sab’ah as the seven different words in the same meaning like the words agbil, taal,halumma etc. A part of them were translated as seven Arabic dialects, those are; Quraisy,

PROFETIKA, Jurnal Studi Islam, Vol. 9, No. 1, Januari 2007: 33-62

34

Hudzail, Tsaqif, Huwazan, Tamim, Kinanah, and Yaman. Those seven dialects were asfushah Arabic. Another part was translated as the seven ways to read Al-Qur’an (qiraatsab’ah). The last part was translated as the different dialects and pronunciation of lafadzAl-Qur’an because of different in age. Besides that, among them were also discoveredthree opinions about mushaf Usmani version. First, Mushaf Usmani was involved oneword only. Second, Mushhaf Usmani had involved all al-ahruf al-sab’ah. Third MushafUsmani was involved several words from al-ahruf al-sab’ah that can be accommodatedand suitable with the reading of Rasullullah SAW and Gabriel.

Key words: Al-ahruf al-sab’ah, qiraat sab’ah. Tanaqudh, sanad, matan, shahih, dhaif, mutawatir, ruksah, qiraat syadzdzah, ilmul qiraat.

Al-Ahruf Al-sab’ah: Sebuah Fenomena Sejarah Al-qur‘An ... (Abdul Khaliq Hasan el-Qudsy)

35

Pendahuluan

Al-ahruf al-sab’ah merupakansalah satu cabang pembahasan ilmual-Quran. Keberadaannya yang sa-ngat urgen dalam sejarah al-Quranmendorong banyak sarjana baik darikalangan umat Islam maupun Orien-talis untuk mempelajari dan mem-bahas hakikat dari al-Ahruf al-Sab’ahitu. Sudah banyak pendapat yangdilontarkan oleh para ulama tentangmaksud dari beberapa riwayat al-Ahruf al-Sab’ah seperti yang dikata-kan imam Suyuthi bahwa perbedaanini mencapai hingga sekitar empatpuluh pendapat. Sedang menurutIbnu Hibban perselisihan pendapatyang terjadi dikalangan ulama klasikterdapat sekitar tiga puluh pendapatyang berbeda.

Perbedaan-perbedaan itu

memberikan ilustrasi kepada kitabahwa alangkah sulit dan bahayanyapembahasan al-Ahruf al-Sab’ah ini.Kita katakan bahaya karena kesala-han pahaman pembahasan dalammasalah ini bisa berakibat fatal ter-hadap al-Quran itu sendiri, bahkanhal tersebut bisa dijadikan bumerangoleh musuh-musuh Islam untukmenghancurkan dasar utama umatIslam itu. Oleh karenanya tidakberlebihan kalau sekiranya ImamZarqoni berkata:”… pembahasan inimengerikan dan rumit, karena bisa me-munculkan bermacam-macam pendapat,sehingga terpetik dihati sebagian ulamabahwa pembahasan al-Ahruf al-Sab’ahtermasuk permasalahan yang sangatsulit untuk bisa difahami (baca:musykil), dan kesalahan dalam perma-salahan ini bisa membuka pintu bagimusuh-musuh islam untuk melontarkan

.التناقض قراءة السبعة، الأحرف السبعة،

PROFETIKA, Jurnal Studi Islam, Vol. 9, No. 1, Januari 2007: 33-62

36

tuduhan-tuduhan negatif terhadap al-Quran”1. begitu pula statemen Ibnual-Arabi sebagaimana diceritakanoleh Imam al-Zarkasi dalam karya-nya al-Burhan: “Bahwa tidak ditemukan dalil, baik dari nash maupunatsar yang menjelaskan tentangpengertian al-Ahruf al-Sab’ah itu”2.

Perkembangan Bahasa Arab

Seperti kita ketahui bersamabahwa lingkungan dan keturunansangat mempengaruhi kehidupanseseorang. Begitu pula, kedua faktorini mempunyai pengaruh dan andilbesar dalam perkembangan suatubahasa. Bahasa arab sebagai salahsatu bahasa semit telah mengalamiperkembangan dan dialek yangbermacam-macam sesuai lingkunganyang ada. Sistem kesukuan yang di-anut oleh bangsa Arab mengaki-batkan terjaganya dialek setiap suku,karena setiap anggota suku ter-panggil untuk mempertahankankarakteristik kesukuannya termasukbahasa mereka. Namun hal itu tidakmenghalangi akan terjadinya trans-formasi bahasa dan kemiripan dialekdiantara suku-suku yang berdekatan

secara geografis.Sebelum Islam datang, di Jazi-

rah Arab sudah terkenal adanyabeberapa dialek bahasa Arab, misal-nya di bagian timur terdapat dialekTamim, Asad dan Qoish, sebelah baratterdapat dialek Madinah, Khoibar,Quraish dan Bani Bakr, adapun di-bagian selatan Jazirah Arab terkenaldengan dialek Humair. Berkat rahmatAllah swt. Ka’bah yang berada ditengah-tengah kota Makkah menjaditempat pusat perkumpulan dantransit para saudagar dan peziarahdari berbagai kabilah-kabilah Arabterutama di musim-musim haji, darisitulah muncul ide pembentukan pa-sar di tempat-tempat manasik. Pasarini, selain digunakan untuk transaksijual beli, juga digunakan untukfestival syair dan khitobah. Suku Qu-raisy sebagai penguasa tanah suci danpenjamu para hujjaj dan peziarahpada waktu itu, secara otomatis dariadanya pertemuan para suku-sukutersebut terjadilah proses asimilasibahasa. Maka masuklah kedalam ba-hasa Quraisy beberapa unsur dialeksuku-suku lain. Oleh karena itu ketikaterjadi “festival kebudayaan” dipasar‘Ukadz, Majinnah dan Dzil Majaz,

1 Muhammad Abdul ‘Adzim al-Zarqoniy al-Imam, Manahil al-‘irfan, vol. I, DaarIhya al-Kutub al-‘Arobiyyah, Cairo, cet. III, hal. 137-138.

2 Badruddin al-Zarkasyi al-Imam,al-Burhan fi ‘ulumil qur’an,ditahkik olehMuhammad Abul fadl Ibrahim, al-Maktabah al-‘Ashriah, Shoida, Beirut, Vol. I, cet.II,1391 H/1972 M, hal. 212

Al-Ahruf Al-sab’ah: Sebuah Fenomena Sejarah Al-qur‘An ... (Abdul Khaliq Hasan el-Qudsy)

37

mereka dalam berdialog meng-gunakan bahasa fushah yang telahmereka ketahui bersama yaitu bahasaQuraisy yang merupakan induk bagidialek-dialek lainnya, bahkan seba-gian penyair mereka sudah engganuntuk memakai dialek mereka.Karena keistimewaan itulah, Allahswt. Menurunkan al-Quran denganbahasa Quraisy yang mengandunggaya bahasa dan sastra yang tinggidalam rumpun bahasa arab3.

Latar belakang sosiologisturunnya al-Ahruf al-Sab’ah

Al-Quran pada periode Makky,memakai satu huruf yaitu bahasaQuraisy. Dengan sendirinya Rosu-lullah saw. Dan para sahabat tidakmenemukan kesulitan yang berartidalam membaca dan memahami isikandungan al-Quran. Bahkan al-Quran yang datang dengan gayabahasa dan sastra yang tinggi mam-pu memikat hati para pemuka Arab,sampai-sampai diantara mereka adayang mengatakan bahwa al-Quranadalah sihir, ini di karenakan keti-

dakmampuan mereka membuatsuatu tandingan terhadap al-Quran.Dari sinilah tidak di temukan pro-blem yang berarti terhadap teks-teksal-Quran pada periode Makkah.4

Ketika Rosulullah saw. danpara sahabat hijrah ke Madinah,situasi dan kondisi telah berbeda jauhdengan apa yang ada di Makkahdimana banyak orang berbondong-bondong masuk Islam dari berbagaikalangan yang berbeda-beda, dian-tara mereka ada yang lanjut usia dantidak mengerti tulis baca sehinggamendapatkan kesulitan dalam peng-ucapan al-Quran. Dari beberapafenomena diatas, maka muncullahperbedaan-perbedaan dialek dalammembaca al-Quran yang sebelumnyahal tersebut tidak terjadi pada periodeMakki.5

Telaah kritis sanad hadist.

Jumlah sahabat yang meriwa-yatkan al-Ahruf al-Sab’ah seperti yangdicatat oleh Imam al-Suyuthi didalam al-Itqon ada sebanyak 21sahabat.6 Namun pada kenyataannya

3 Hauliyat al-Dirosah al-Islamiyyah wa al-Arobiyyah lilbanin, edisi 18, vol. I, tahun1420 H/2000 M. jamiah al-azhar fak. Dirosah islamiyyah, Cairo, hal. 41-42.

4 ibid, hal. 425 Abd shobur syahin Dr., Tarikh al-Quran, ma’had al-Dirosah al-Islamiyyah, Zamalik,

1417 H/1997 M. hal. 93.6 Jalaluddin al-Suyuthi al-Imam, al-Itqon fi al-ulum al-Qur’an, vol. I, al-Muassasah

al-kutub al-Islamiyyah, Beirut, Lebanon, cet. I,1416 H/1996 M. hal. 129.

PROFETIKA, Jurnal Studi Islam, Vol. 9, No. 1, Januari 2007: 33-62

38

ada 24 sahabat.7 Nama-nama sahabatitu adalah sebagai berikut: Ubay binKa’ab, Anas bin Malik, Khuzaimahbin al-Yaman, Zaid bin Arqom,Samuroh bin Jundub, Sulaiman binSyurod, Ibnu Abbas, Ibnu Masud,Abdurrahman bin Auf, Umar binKhottob, Amr bin abi Salmah, Amrbin Ash, Muadz bin Jabal, Hisam binHakim, Abi Bakroh, Abi Jahm, AbiSaid al-Khudri, Abi Tolhah al-Ansori,Abi Hurairah, Abi Ayyub, Utsmanbin Affan, Abdullah bin Umar,Ubadah bin Shomit dan UmmuAyyub. Dalam musnad al-HafidzAbu Ya’la8 terdapat suatu riwayatyang menerangkan bahwa padasuatu hari ketika Utsman bin Affanr.a sedang berdiri diatas mimbarbeliau berkata: “aku teringat kepadaseseorang yang mendengar sendiriRosulullah saw bersabda: al-Quran ituditurunkan dalam tujuh huruf,semuanya benar dan cukup”. SetelahUtsman bin Affan turun dari mimbardan semua hadirin berdiri menya-takan kesaksian mereka atas kebe-naran yang diucapkannya itu, saat ituUtsman menegaskan “dan aku

menjadi saksi bersama kamu sekalian”.Dari jumlah perawi yang begitu ba-nyak kita bisa memastikan kemu-tawatiran hadits al-Ahruf al-Sab’ahsebagaimana telah dipertegas olehAbu Ubaid al-Qosim bin Salam dalamriwayat diatas.9 Walaupun pendapatini tidak sesuai dengan apa yangdikatakan oleh Dr. Shubhi Shalehbahwa hanya sebagian ulama yangmengatakan kemutawatiran haditsal-Ahruf al-Sab’ah bahkan setandarkemutawatiran dikatakan tidakterpenuhi dalam generasi selanjut-nya10.Ala kulli hal kevalitan hadits al-Ahruf al-Sab’ah tidak bisa dipungkirilagi bahwa ia benar-benar diucapkanoleh Rasulullah saw.

Jumlah sanad hadits al-Ahruf al-Sab’ah sebanyak empat puluh enam(46) sanad yaitu dua puluh (20)sanad pada riwayat Ubay bin Ka’ab,tujuh (7) sanad pada riwayat IbnuMasud, empat (4) sanad padariwayat abu Hurairah, tiga (3) sanadpada riwayat Ummu Ayyub, begitujuga pada riwayat Ibnu Abbas, dua(2) sanad terdapat pada riwayatUmar dan Ibnu Umar dan satu ma-

7 Op.Cit. Abd shobur syahin Dr. hal. 61.8 Sya’ban Muhammad Ismail Dr. Rosm al-Kitab wa dlobtuhu, daar al-salam, Cairo,

Mesir, cet. I, 1416 H/1996 M. hal 15.9 Op. cit. Jalaluddin al-Suyuthi al-Imam, hal. 130.10 Shubhi sholeh Dr. Mabahits fi ‘ulum al-Qur’an, daar al-Ilmi lilmalayin, Beirut,

Lebanon, cet. XVIII, 1991, hal. 102.

Al-Ahruf Al-sab’ah: Sebuah Fenomena Sejarah Al-qur‘An ... (Abdul Khaliq Hasan el-Qudsy)

39

sing-masing untuk Zaid bin Arqom,Abi Tolhah, Abi Jahm, Abi Bakroh,Ibnu Syurod, Ibnu Dinar dan Abi al-Aliyah. Diantara sanad- sanadtersebut tidak ada yang dlo’if kecualidelapan sanad selainnya 38 shohih.Begitu juga semua sanad muttasilkecuali hanya empat saja walaupunpada dasarnya penyandaran haditstersebut terhadap para sahabat benarkarena makna hadits tersebut telah dikuatkan dengan hadits-hadits mutta-sil. Keempat riwayat hadits yangtidak muttasil sanadnya adalah:riwayat Ibnu Abi ya’la, Ibnu Syuroth,Ibnu Dinar dan Abi Ya’la11. Dari sinidapat kita ambil kesimpulan bahwahadits al-Ahruf al-Sab’ah dilihat darisegi sanadnya menunjukkan kemu-tawatiran hadits tersebut. Makapendapat yang mengatakan haditstersebut tidak memenuhi setandarkemutawatiran pada generasi selan-jutnya, adalah kurang benar. Karenamenurut hemat penulis denganadanya berbagai macam sanad yangsampai pada kita menunjukkanbahwa hadits tersebut tetap muta-watir pada generasi berikutnya.

Telaah kritis matan hadist

Adapun keritik hadits yangberhubungan dengan matan, Dr.

Abdusshobur Syahin mengatakanbahwa semua matan benar kecualisekitar riwayat palsu yang disan-darkan kepada Zaid bin Arqom yangmana sebelumnya telah ditegaskankedlo’ifan sanadnya. Dugaanpemalsuan yang dilakukan olehsebagian kelompok Syi’ah ini, bisaditinjau dari dua sebab;

1. Terlihat pada riwayat tersebut AliKarromAllahu Wajjah menjawabproblem yang terjadi dengansendirian tanpa Rosulullah saw,padahal pada kejadian tersebutterdapat Rosulullah saw yangsemestinya beliau lebih berhakmenjawabnya. Ini apa bila di-terima kevalidan hadits tersebut,karena kita temukan pada ri-wayat Ibnu Masud dimanaterlihat Ali dan Rosulullah sawbersama-sama dalam pembi-caraan.

2. Zaid bin Arqom merupakan salahsatu sahabat yang tinggal diKufah. Pada masanya, terjadipergolakan politik antara Syi’ahdan pemerintahan Muawiyahmaka tidak menutup kemung-kinan sebagian orang Syi’ahmemalsukan namanya gunakepentingan politik mereka12

11 Op. cit. Shobur syahin, hal. 63.12 Ibid, hal. 75.

PROFETIKA, Jurnal Studi Islam, Vol. 9, No. 1, Januari 2007: 33-62

40

Menurut hemat penulis setelahmelihat kembali nash hadits yangterdapat pada tafsir Ibnu Jarir13,kurang setuju kalau dikatakan bahwamatan hadits Zaid bin Arqom telahdi politisir oleh sebagian orang Syi’ahwalaupun sepakat bahwa hadits inidloi’f dalam segi sanad. Hal tersebutdi karenakan beberapa alasan antaralain:1. Sebagaimana disebut Ibnu Jarir

pada riwayat Ibnu Mas’ud dimana jawaban Ali KarromAllahuWajhah terhadap perselisihanbacaan tersebut di peroleh dariRosulullah14, begitu juga adakemungkinan pada riwayat Zaidbin Arqom bahwa jawaban Alisebenernya diperoleh dari Rasu-lullah namun sayang rawi tidakmenyebutkannya dan ini bisaterjadi karena rawi bisa sajahanya menyampaikan nilai-nilaihadits tanpa melihat perinciancerita dan kejadian. Dalam istilahMuhadditsin hal ini sering di sebutdengan riwayat bil ma’na.

2. Kemungkinan lain adalah bahwajawaban tersebut memang dari Alikw. Namun telah memperolehlegitimasi dari Rasulullah saw. Inidikuatkan penggalan nash hadits

yang berbunyi “ …..Nabi saw ber-diam dan Ali berada di sampingnyakemudian berkata…. “ kalau sean-dainya jawaban itu salah tentunyaRasulullah akan langsung mene-gurnya, dalam istilah Muha-dditsin hal tersebut di kenaldengan hadits bi al-taqrir. Denganadanya beberapa kemungkinan diatas, maka istidlal Dr.ShoburSyahin pada matan hadits ter-sebut –yang di katakana palsu-tidak bisa di terima. Seperti kitaketahui bersama pada ada suatukaidah yang mengatakan” apabilaada suatu dalil mengandung bebe-rapa kemungkinan maka dalil ter-sebut tidak bisa di jadikan suatutendensi”.

Kita akui disana terdapat pe-ngulangan atau paling tidak kemi-ripan redaksi hadits dalam beberapariwayat, hal ini tidak ada pengaruhserius terhadap kevalidan riwayathadits tersebut, karena tidak menu-tup kemungkinan berulangnya suatu“kasus” dalam kesempatan yangberbeda-beda sehingga menuntutsuatu solusi yang kadang miripdengan solusi sebelumnya. Sebagaicontoh kita dapat melihat dalam

13 Ibn Jarir al-Thobariy al-Imam, Jami’ al-Bayan, daar al-Fikr, Beirut, Lebanon, vol. I,1415 H/1995 M. hal. 26.

14 Ibid, hal. 26.

Al-Ahruf Al-sab’ah: Sebuah Fenomena Sejarah Al-qur‘An ... (Abdul Khaliq Hasan el-Qudsy)

41

riwayat Ubay bin Ka’ab, Ibnu Mas’uddan Abi Hurairah. Adapun rahasiapengulangan yang terdapat padariwayat Ubay bin Ka’ab dalam ber-bagai kesempatan dikarenakan iatermasuk salah satu sahabat yangbanyak menemukan “kasus” disamping perhatiannya yang tinggiterhadap periwayatan hadits. Olehkarena itu kita tidak menemukansatupun riwayat dlo’if dalam sanad-sanadnya.15

Telaah terhadap hadits –haditsal-Ahruf sab’ah.

Seperti telah kita singgungsebelumnya,tentang beberapa halpenting yang berhubungan denganperiwayatan nash-nash hadits ahrufsab’ah,maka pembahasan kita inikurang obyektif apabila tanpamenelaah kembali nash-nash tersebut.Namun perlu di ketahui bahwapenulis disini menghadirkan bebe-rapa hadits saja yang bisa mewakiliriwayat lain serta bisa menjadi bahanpertimbangan ketika mengambilsuatu kesimpulan .1. Hadits yang diriwayatkan oleh

a‘immah sittah, dalam riwayatBukhari ,Umar bin Khottobberkata ,”Pada suatu hari ,semasarasulullah masih hidup ,aku

mendengar Hasyim bin Hakimmembaca surat al-Furqan,danaku mendengarkan baik-baikbacaannya, tapi tiba-tiba ia mem-baca beberapa huruf yang tidakpernah aku dengar dari Rasu-lullah, sehingga aku hampirmengingkarinya ketika ia sedangshalat. Akhirnya aku tunggusampai ia mengucapkan salam,setelah itu aku menarik bajunyalalu kutanya ,”siapa yang mem-bacakan surat itu kepadamu?Iapun menjawab:Rasulullah yangmembacakannya kepadaku.Akupun berkata kepadanya,”engkau berdusta! demi Allah ,Rasulullah tidak membacakansurat itu kepadaku seperti apayang telah kamu baca. Hisyam binHakim akhirnya aku ajak meng-hadap Rasulullah,lalu aku berta-nya : wahai Rasulullah akumendengar orang ini membacasurat al-Furqan dengan huruf-huruf yang engkau bacakankepadaku.Rasulullahpun menja-wab, hai Umar lepaskan dia danbacalah hai Hisyam! Hisyam lalumembaca surat al-Furqan sebagaimana yang aku dengar tadi.Kemudian rasulullah berkomen-tar,” demikianlah surat itu diturunkan”,Beliaupun melanjut-

15 Op. cit. Abdushshobur Syahin Dr. hal. 65.

PROFETIKA, Jurnal Studi Islam, Vol. 9, No. 1, Januari 2007: 33-62

42

kan perkataannya,”al-Qur’an ituditurunkan dalam tujuh huruf,karena itu bacalah mana yangmudah dari tujuh huruf.16

2. Diriwayatkan oleh Ibnu AbiSyaibah dalam al-Mushannif danAhmad dalam Musnadnya dariAbi Hurairah dari ayahnya: Jibrilberkata,”wahai Muhammadbacalah al-Quran dengan satuhuruf”, maka Mikail berkata”mintalah tambah”,Jibrilpunberkata “bacalah dengan duahuruf “sehingga akhirnya sampaitujuh huruf, semuanya benar dancukup seperti perkataanmu”halumma wa ta’al”selagi tidakdiakhiri ayat adzab dengan ayatrahmat.17

3. Dari Ubay bin Ka’ab berkata:”Rosulullah saw bertemu denganJibril as. Pada suatu tempatbernama Ahjar al-Marwa beliauberkata: Hai Jibril sesungguhnyasaya ini diutus kepada umatummiyyin (baca: buta huruf) dian-tara mereka adalah budak laki-laki, perempuan, nenek, kakek-

kakek dan orang yang sama sekalitidak pernah membaca buku. Jibrilmenjawab hai Muhammad se-sungguhnya al-Qur’an ini ditu-runkan dalam tujuh huruf. (haditsriwayat Tirmidzi dan beliauberkata” ini adalah hadits hasansohih”)18.

4. Dari Ubay bin Ka’ab berkata Jibrilmendatangi Rosulullah di manaketika beliau sedang berada ditempat ‘Adlo’ah bani Ghoffar.Kamudian berkata:” hai Mu-hammad Allah telah menyu-ruhmu untuk membacakan al-Quran kepada umatmu denganmemakai tujuh huruf” (Haditsriwayat imam al-arba’ah)19.

5. Diriwayatkan oleh Ibnu Abbas,Rosulullah saw berkata Jibrilmembacakan (al-Qur’an) kepa-daku dengan memakai satu hurufkemudian saya meminta tambahsampai menjadi tujuh huruf (Ha-dits riwayat Bukhori Muslim)20.

Dari nas-nas hadits di atasdapat kita ambil beberapa kesim-

16 Ibid, hal. 91.17 Al-Qoshbiy mahmud zalath Dr. Mabahits fi ‘ulum al-Qur’an, daar al-Qolam, Dubai,

Emirat Arab, cet. II, 1407 H/1987 M. Hal. 159.18 Mana’ al-Qoththon al-Ustadz, Nuzul al-Qur’an ‘ala sab’ati ahruf, maktabah

Wahbah, Cairo, cet. I, 1411 H/1991 M. Hal. 27.19 Op. cit. mana’ al-Qoththon al-Ustadz, hal. 24.20 Ibn al-Katsir al-Imam, Fadloil al-Qur’an, ditahkik oleh Sa’id abdul majid, daar al-

haduts, Cairo, hal. 54.

Al-Ahruf Al-sab’ah: Sebuah Fenomena Sejarah Al-qur‘An ... (Abdul Khaliq Hasan el-Qudsy)

43

pulan sebagai berikut:a. Turunnya al-Quran dengan tujuh

huruf, merupakan kemudahanbagi umat islam dimana ba-nyaknya orang yang masuk islamdari berbagai golongan, usia, sukudan bahasa yang beragammengakibatkan mereka men-dapatkan kesulitan dalam mem-baca al-Quran. Maka ketika Ro-sulullah melihat fonomena sepertiitu beliau meminta keringanandari Allah sehingga turunlah al-Akhruf al-Sab’ah.

b. Mulai terjadinya pembacaan al-Quran dengan tujuh huruf setelahRosulullah saw hijrah ke Madinahdengan alasan sebagai berikut:• Disebutkan dalam beberapa

riwayat adanya dua tempatyaitu Ahjarul Mar’I dan Akhohbin Akar dimana Rosulullahsaw mendapatkan keringanatujuh huruf kedia tempat iniberada di Madinah.

• Dalam salah satu riwayatUbay bun Ka’ab disebutkanbahwa terjadi perselisihanterhadap bacaan surat an-nahlitu terjadi di masjid. Sepertitelah kita ketahui bersamabahwa masjid pertama kaidibangun adalah di Madinah.

• Masuknya orang islam dariberbagai suku, dan dialeksdetelah Rosulullah saw hijrahke Madinah seperti di gambar-

kan pada surat al-Nasr. Kitaketahui bersama surat al-Nasrtergolong surat al-Mada-niyyah.

c. Adapun tentang kapan mulainyamuncul bacaan tujuh huruf,menurut Dr. Sobur Sahin bahwaizin bacaan al-Quran denganmemakai tujuh huruf terjadisekitar tahun 9 hijriyah denganpertimbangan sebagai berikut:• Perselisihan yang terjadi anta-

ra Umar dan Hisyam tentangbacaan surat al-Furqon terjadisetelah penaklikan kotaMakkah pada tahun 8 hijriyah(akhir bulan Romadlan)

• Tidak masuk akal terjadinyaperselisihan seperti itu sebe-lum Hisyam ke Madinah danmendapat pelajaran dariRosulullah saw, di mana Rosu-lullah saw kembali ke Madinahpada permulaan tahun 9hijriyah, sejak itulah Hisyammendapatkan didikan agamadan bacaan al-Quran.

· Sesunguhnya Umar sebelumtahun itu tidak mengetahuiadanya al-Ahruf al-Sab’ahapalagi sahabat lain. Karenapermasalahan yang begitupenting tidak mungkin saha-bat seperti Umar tidak menge-tahuinya sebab Rosulullahsendiri tidak pernah meraha-

PROFETIKA, Jurnal Studi Islam, Vol. 9, No. 1, Januari 2007: 33-62

44

siakan permasalahan seperi ituterutama dengan orang-orangyang dekat seperti Umar.21

d. Yang di maksud sab’ah adalahhakikat bilangan yang terletakantara bilangan enam dan dela-pan. Adapun pendapat yangmengatakan bahwa bilangantujuh itu majaz dengan penger-tian kelongaran rukhsoh, tidaklahbenar. Karena jelas-jelas berten-tangan nash hadits.22

e. Perintah untuk membaca al-Qur’an dengan al-Ahruf al-Sab’ahadalah li al-Takhyir (baca: tidakwajib) oleh karena itu tidak adalarangan bagi yang membaca al-Qur’an dengan satu huruf sepertidalam nash hadits dikatakan “dengan huruf apapun merekabaca, maka bacaan merekaadalah benar”.23

f. Al-Ahruf al-Sab’ah walaupunberbeda-beda namun kita harusmenyakini bahwa semua itudatang dari Allah swt. Oleh kare-na itu setiap ada perselisihanantara sahabat tentang bacaan al-Quran mereka melapor kepada

Rosulullah, maka Rosulullahmembenarkan semua bacaanmereka, karena pada dasarnyasemua dari Allah.

Al-Ahruf Al-Sab’ah dalam per-spektif Syi’ah.

Pandangan umat islam secaraumum menerima adanya riwayat al-Ahruf al-Sab’ah terutama dari pihakahlus sunnah wal-jama’ah, walaupunmereka sendiri berbeda-beda dalammenginterpretasikannya. Syi’ahsebagai salah satu madzhab islamternyata mempunyai pandangantersendiri tentang al-Ahruf al-Sab’ah.Untuk lebih jelasnya, kita angkatsalah satu tokoh Syi’ah imamiyyahyaitu as-sayyid Abu al- Qosim al-Khu’i yang tidak menerima validitashadits al-Ahruf al-Sab’ah sepertitertuang dalam karyanya yangberjudul al-Bayan fi tafsir al-Qur’an,walaupun tidak di pungkiri adasebagian orang Syiah yang maumenerima tentang hadits al-Ahruf al-Sab’ah. Imam al-Khu’i dalam pem-bahasan al-Ahruf al-Sab’ah memulaidengan menghadirkan beberapariwayat yang pada umumnya telahkita utarakan sebelumnya. Menurut

21 Op. cit., Abd Shobur syahin Dr. hal. 97-98.22 Op. cit., jalaluddin al-Suyuthi al-Imam, hal. 130.23 Op. cit., Al-Qoshbiy mahmud zalath, hal. 162.

Al-Ahruf Al-sab’ah: Sebuah Fenomena Sejarah Al-qur‘An ... (Abdul Khaliq Hasan el-Qudsy)

45

Imam al-Khu’i hadits-hadits tersebuttidak valid, walaupun dari kacamataahlussunnah benar bahkan sampaimutawatir. Karena hadits-hadits ter-sebut dalam pandangannya berten-tangan dengan riwayat-riwayatimam Syi’ah yang ma’shum menurutversi mereka. Diantara riwayattersebut adalah:a. Dari Abi Ja’far as, sesungguhnya

beliau berkata” al-Quran itu satu,turun dari Tuhan yang Esa.adapun adanya perbedaan itudatang dari para rawi.

b. Jawaban Abi Ja’far ketika ditanyaal-Fudlail bin Yassaar tentangriwayat al-Ahruf al-Sab’ah, beliauberkata “mereka(musuh-musuhAllah) telah berdusta,karena al-Qur’an itu diturunkan Allah yangmaha Esa dengan satu huruf”.24

Di samping pertentangan ter-sebut, al-Khu’i menolak riwayat al-Ahruf al-Sab’ah karena menuruttinjauannya dalam riwayat tersebutterdapat tanakudl (baca: kontradiksi)antara satu riwayat dengan lainnya.Dengan demikian riwayat-riwayattersebut tidak mungkin dijadikansuatu landasan.

Tanaqudl yang di maksud olehal-Khu’i diantaranya adalah sebagaiberikut:

1. Disebutkan dalam suatu riwayatbahwa Jibril mengajarkan al-Qur’an kepada Rasul, dengansatu huruf kemudian rosul mintatambahan kemudian di tambahsampai tujuh huruf ini menunjuk-kan bahwa penambahan tujuhhuruf itu terjadi secara bertahap.Namun riwayat lain mengatakanbahwa penambahan terjadi seca-ra langsung pada tahapan ketiga.Bahkan satu riwayat menye-butkan bahwa Allah menyuruhmembaca al-Quran dengan tigahuruf kemudian datang perintahtujuh huruf pada tahapankeempat.

2. Disebut dalam satu riwayatbahwa proses penambahan hurufterjadi dalam satu tempat denganperantaraan Mikail kemudianNabi meminta tambahan dariJibril. Namun pada riwayat laindisebutkan bahwa Jibrillah yangmengulang-ulang sampai tujuhhuruf.

3. Dikatakan pada satu riwayatbahwa Ubay sedang masukmasjid ketika melihat perselisihanbacaan kedua orang laki-laki.Padahal riwayat lain mengatakanbahwa Ubay berada di dalammasjid ketika terjadi perselisihantersebut.

24 Abu al-Qoshim al-Khuo’i al-Imam, Al-Bayan fi al-Tafsir al-Qur’an, daar al-Zahro’,Beirut, Lebanon, cet. IV, 1395 H/1975 M. Hal. 177.

PROFETIKA, Jurnal Studi Islam, Vol. 9, No. 1, Januari 2007: 33-62

46

4. Tidak adanya kekompakan antarasoal dan jawaban. Seperti dalamriwayat Ibnu Mas’ud dikatakanbahwa Rosulullah menyuruhkalian untuk membaca seperti apayang kalian ketahui. Jawaban initidak sesuai dengan pertanyaandikarenakan pertanyaan berkai-tan dengan bilangan ayat.25

Menurut hemat penulis, peno-lakan al-Khu’i terhadap eksistensiriwayat al-Ahruf al-Sab’ah tidaklahberdasarkan obyektifitas dan inde-pendensi pemikiran, melainkan lebihdipengaruhi oleh fanatisme madz-hab. Ini terbukti dalam interaksibeliau terhadap riwayat al-Ahruf al-Sab’ah berdasarkan pada metodologiSyi’ah yang mengatakan bahwasumber agama setelah Rosulullahadalah ahl al-Bait yang telah di suci-kan dari berbagai keburukan. Walau-pun pada hakikatnya perkataan initidak lepas dari kritikan dari dalam.Seperti yang kita ketahui bersamabahwa hukum agama secara tertibadalah sebagai berikut: al-Qurankemudian as-Sunnah. Adapun menu-rut kelompok Syi’ah adalah: Sunnahdahulu kemudian al-Quran baru ahlal-Bait.26 Oleh karena itu al-Khu’i

secara tegas mengatakan bahwasetiap riwayat yang berseberangandengan riwayat ahl al-bait tidak adagunanya.

Adapun pernyataan al-Khu’itentang adanya tanaqudl antarariwayat al-Ahruf al-Sab’ah adalah tidaktepat, karena kalau kita mau jujur,perbedaan itu adalah hanya bersifatformalitas saja, namun substansialriwayat-riwayat tersebut baik ituberbentuk perintah, berita ataupunrukhsoh tentang adanya al-Ahruf al-Sab’ah tidaklah menunjukkan adanyapertentangan. Karena semuanyamenuju pada titik temu yang sama,dimana jumhur ulama’ sepakat ataskemutawatiran riwayat-riwayattersebut. Begitu juga tentang tuduhanadanya ketidakselarasan antarajawaban dengan pertanyaan. Karenasesungguhnya perbedaan jumlahsuatu ayat dalam surah itu tidakmuncul disebabkan karena adanyadua ayat menjadi satu ayat atau tidak.Karena hal seperti itu tergantung ketikatalaqqi(baca:menerima bacaan) al-Quran. Oleh karena itu perintahRasulullah untuk membaca sesuaipengetahuan masing-masing adalahmerupakan jawaban yang paling tepatuntuk menyelesaikan perselisihan ini.27

25 Ibid, hal. 178.26 Op. cit., Abd shobur syahin Dr. hal. 68.27 Ibid, hal. 69.

Al-Ahruf Al-sab’ah: Sebuah Fenomena Sejarah Al-qur‘An ... (Abdul Khaliq Hasan el-Qudsy)

47

Tidak ditemukan interpretasial-Ahruf al-Sab’ah dalam pandanganSyi’ah. Karena seperti disebutkandiatas mereka mengingkari adanyariwayat al-Ahruf al-Sab’ah. Sebagai-mana dikatakan oleh imam al-Khu’ibahwa riwayat-riwayat al-Ahruf al-Sab’ah tidak mempunyai landasanyang benar. Oleh karena itu riwayattersebut harus ditinggalkan jauh-jauhapalagi sudah terbukti bertentangandengan riwayat Asshaadiqiin yangmengatakan bahwa al-Quran di-turunkan dengan satu huruf.28

Sebelum kita beralih dari pem-bahasan masalah pandangan Syi’ahini, ada satu hal yang perlu kita catatyaitu bahwa riwayat Syi’ah yangmengatakan tentang perbedaan ahrufmuncul dari ide para rawi. Pan-dangan seperti ini sangatlah berba-haya karena mempunyai pengertianbahwa perbedaan qira’at yang adasekarang ini adalah hasil ciptaaanpara rawi bukan bersifat tauqifiyah.Ala kully hal, kita tidak bisa menerimaide al-Khu’i yang hanya berdasarkansatu atau dua riwayat saja, itupuntanpa menyebutkan sanad yang jelas.Bagaimana kita bisa menerima satuatau dua riwayat dan meninggalkanpuluhan riwayat lainnya yang jelas-jelas mutawatir, tentu yang demikian

tidaklah masuk akal. WAllahu a’lambi al-Showab..

Interpretasi Ulama tentang al-Ahruf al-Sab’ah.

Sebelum kita mengetangahkaninterpretasi ulama tentang al-Ahruf al-Sab’ah, sebaiknya kita menengokkembali arti huruf dari segi bahasa.Kata ahruf adalah jama’ dari kata harf,ia mempunyai ragam arti. AhmadFaris seorang ahli bahasa dan sastramengatakan bahwa susunan

ح- ر- ف

mempunyai tiga arti inti, diantaranyaadalah harf yang berarti al-wajh(arah). Sedangkan Ibnu Mandhurdalam kitab lisanul ‘arab mengatakanbahwa harf adalah salah satu hurufhijai`yyah …. Setiap kata al-Quranyang dibaca beragam disebut harfseperti perkataan harf Ibnu Mas’udyakni bacaan Ibnu Mas’ud. Pendapatlain mengatakan bahwa yang dimak-sud harf adalah dialek, sebagaimanayang dijelaskan oleh Ibnu Sa’idah.29.Dari uraian diatas dapat di sim-pulkan bahwa harf bisa berarti salahsatu huruf hija`iyah, dialek dan ma-cam ragam bahasa arab.

Sebagaimana telah kita keta-hui bersama bahwa hadits al-Ahruf al-Sab’ah diriwayatkan oleh banyak

28 Op, cit. Abu qoshim al-Kho’I al-Imam, hal.193.29 Thoha Abdul Kholiq Thoithoh Dr. Fathul ‘alim fi ‘ulum al-Tanzil, Mathba’ah al-

Fajr al-Jadid, Cairo, cet. I, 1415 H/1994 M. Hal. 36-42.

PROFETIKA, Jurnal Studi Islam, Vol. 9, No. 1, Januari 2007: 33-62

48

sahabat, bahkan sampai tingkatanmutawatir bagi yang setuju pendapatini. Dari situ Rasululah tentunyapaham dan mengerti tentang maksudal-Ahruf al-Sab’ah. Begitu juga halnyadengan para sahabat. Namun yangjadi pertanyaan kita adalah apasebab munculnya perbedaan-per-bedaan pendapat tentang penafsiranal-Ahruf al-Sab’ah?, bahkan dikatakanbahwa perbedaan tersebut mencapaiempat puluh pendapat. Menuruthemat penulis bahwa perbedaanpendapat ini karena Rasul sendiritidak memberikan perincian tentangmaksud al-Ahruf al-Sab’ah itu.Buktinya kita tidak menemukan nashyang menegaskan bahwa maksuddari al-Ahruf al-Sab’ah itu adalahseperti ini. Bukti lainnya adalahbahwa rukhsoh yang diberikan Rasuladalah jawaban dari the temporalincident. Yang artinya Rasulullahmenjawab suatu pertanyaan ketikaada suatu kasus. Dan jawaban yangdiberikan Rasul kepada para saha-batnya ternyata berbeda-beda, kare-na setiap sahabat yang bertanyamempunyai kasus yang berbedawalaupun sama-sama berkaitantentang al-Quran. Hal ini bisa kitalihat dari seringnya Ubay bin Ka’bbertanya kepada Rasul.. Ini disebab-kan karena Ubay bin Ka’b memahamibahwa jawaban pertama tidak bisadigunakan solusi bagi kasus berikut-nya, maka ia harus kembali bertanya

kepada Rasulullah.Dari keterangan diatas kita

dapat mengambil kesimpulan bahwapara sahabat berbeda pendapat dalammemahami al-Ahruf al-Sab’ah. Karenapara sahabat tidak sama dalammenerima tujuh huruf itu bahkan adayang hanya dua atau dua huruf saja,kemudian perbedaan ini diwarisi olehgenerasi berikutnya. Disampingperbedaan diatas kalau kita tengokkembali dari segi bahasa, kata harftermasuk kata musytarak (baca:mempunyai makna lebih dari satu). Inijuga termasuk salah satu penyebabmunculnya beragam pendapat penaf-siran al-Ahruf al-Sab’ah karena pene-tapan salah satu arti kata musytarakitu berdarkan ijtihad.

Dalam hubungannya denganprespektif ulama klasik tentang al-Ahruf al-Sab’ah, penulis hanyamenghadirkan beberapa pendapatyang bisa dikategorikan mempunyaiargument yang cukup kuat, walau-pun akhirnya kita dituntut untukmentarjih salah satu pendapat yangada. Adapun pendapat-pendapattersebut antara lain adalah:

Pertama: Yang dimaksud de-ngan al-Ahruf al-Sab’ah adalah tujuhkata yang berbeda dalam maknayang sama seperti kata aqbil, ta’al,halumma dll. Ketiga kata ini dan yanglainnya merupakan kata sinonimyang artinya marilah. Demikian jugakata ajjil, asri’ dll. mempunyai makna

Al-Ahruf Al-sab’ah: Sebuah Fenomena Sejarah Al-qur‘An ... (Abdul Khaliq Hasan el-Qudsy)

49

yang sama yaitu cepatlah atau kataandhir, akkhir dll yang artinyatangguhkanlah. Pendapat ini didu-kung oleh beberapa ulama antara lainSufyan bin Uyainah, Ibnu Jarir, IbnuWahb dan lain-lainnya, sedang-kandari ulama modern seperti syekhManna’ al-Qaththan.30

Diantara dalil pendapat iniadalah salah satu riwayat yangmengatakan bahwa semua bacaanadalah benar dan cukup, selamatidak dirubah kata rahmat dengankata adzab dan sebaliknya. Danperkataan Rasul seperti ucapankalian ta’al, aqbil, halumma, asri’, ajjil.

Imam Ibnu Jarir menyimpulanbahwa teks hadits diatas menunjuk-kan perbedaan tujuh huruf adalahperbedaan kata yang mempunyaimakna yang sama bukan perbedaanyang mengkibatkan perbedaanhukum.31

Pendapat ini kalau kita perhati-kan tidaklah kuat, dengan alasansebagai berikut:1. Perbedaan tujuh huruf tidak bisa

direalisasikan pada pendapatdiatas karena pendapat ini hanyabisa mewakili satu huruf sajabahkan hanya sebagian hurufyaitu penggantian satu katadengan kata lain yang mempu-

nyai persamaan arti, ini berartipenggantian bersyarat.

2. Adapun hadits yang dijadikaansandaran mereka bukanlah berartibahwa setiap orang berhak untukmengganti kata-kata al-Qur‘ansesuka hatinya atau membaca al-Qur‘an bil ma’na ketika tidakmampu mengucapkan kata aslial-Quran, karena rukhsoh pemba-can tujuh huruf semuanya ber-dasarkan perintah Allah. IbnuAbdul Barri pensyarah hadits AbiBakrah mengatakan bahwatujuan Rasullullah saw padahadits ini adalah memberikan con-toh tentang huruf-huruf al-Qur‘anbukan perincian maksud tujuhhuruf. Dr. Subhi Sholeh dalamkomentarnya tentang pendapatdiatas mengatakan bahwa penta’-wilan seperti itu memperkuatkesimpulan orang-orang orean-talis yang mengatakan: “tidakdiragukan lagi bahwa teori membacaal-Quran bil ma’na merupakan teoriyang paling rawan didalam kehi-dupan Islam, karena teori itumenyerahkan nash-nash al-Qurankepada selera masing-masing oranguntuk memastikan nash sesukahatinya.”32 Tentunya kesimpulanyang seperti ini tidaklah benar.

30 Op. cit. Manna’ al-Qoththon, hal. 72.31 Op. cit. Ibn jarir al-Imam, hal. 37.32 Op. cit. Shubhi sholeh Dr. Hal. 107.

PROFETIKA, Jurnal Studi Islam, Vol. 9, No. 1, Januari 2007: 33-62

50

Kedua: Maksud dari al-Ahruf al-Sab’ah adalah tujuh dialek bahasaarab yaitu dialek Quraisy, Hudzail,Tsaqif, Huwazan, Tamim, Kinanahdan Yaman. Mereka mengatakanbahwa ketujuh dialek ini merupakanbahasa-bahasa fushah arab. Dan yangdimaksud bukannya satu kata dibacasampai tujuh dialek melainkan tujuhdialek ini tersebar didalam al-Quran,sebagian memakai dialek Quraisyditempat lain memakai bahasaHudzail dan seterusnya. Adapunperkataan Utsman kepada parapenulis mushaf “apabila kalian ber-selisih dengan Zaid maka tulislahdengan bahasa Quraisy, karena al-Quran diturunkan dengan bahasamereka”. Ditafsiri bahwa maksud dariperkataan Utsman itu adalah secaraumum al-Quran diturunkan denganbahasa Quraisy Karena tidak adadalil yang menegaskan bahwa al-Quran diturunkan semuanya denganbahasa Quraisy. Allah sendiri ber-firman “quranan ‘arabiyan “ bukanQuraisyiyan.

Pendapat ini tidak jauh dari pen-dapat sebelumnya karena tidak lepasdari beberapa kelemahan, antara lain:1. Al-Qur’an mencakup lebih dari

tujuh dialek, bahkan Abu Bakaral-Wasithi dalam karyanya yang

berjudul al-irsyad fil qiraatil ‘asyrahmencatat lebih dari empat puluhjenis dialek. Misalkan kata ikhsi’uuyang artinya rendahkanlah.Dalam dialek kabilah ‘Adzrahbermakna ukhzu (ejeklah). Katabais (sangat buruk) dalam dialekkabilah Ghossan bermakna syadid(sangat keras atau sangat berat).Kata laa taghluu (janganlah kalianmelampaui batas) dalam dialekkabilah Lakhm mempunyai arti laataziduu (jangan kalian menam-bah) dan lain-lain.33

2. Ibnu ‘Abdil Barr tidak membe-narkan kalimat al-Ahruf al-Sab’ahitu bermakna tujuh dialek. Sebabkalau begitu halnya maka sejaksemula kaum muslimin arab tidakakan saling bantah karena hal itumerupakan bahasa asli mereka,lagi pula baik Umar bin Khattabmaupun Hisyam bin Hakim, ke-dua-duanya dari kabilah Quraisytetapi qira`at keduanya berlainan.Dan mustahil Umar mengingkaridialek Hisyam.34

Ketiga: Pendapat yang mengata-kan al-Ahruf al-Sab’ah adalah tujuhmacam cara baca. Pendukung teoriini antara lain Ibnu Qutaibah, IbnuJarir, Ibn al-Thoyyib dan Abu al-fadl

33 Ibid, hal. 105.34 Op. cit. Al-Qoshbiy mahmud zalath Dr. Hal. 179.

Al-Ahruf Al-sab’ah: Sebuah Fenomena Sejarah Al-qur‘An ... (Abdul Khaliq Hasan el-Qudsy)

51

al Razi -walaupun diantara merekaada perbedaan perincian-. Dan dariulama modern seperti imam al-Zarqani dalam karyanya manahilul‘irfan. beliau menjelaskan secarapanjang lebar tentang teori ini danmengatakan bahwa perselisihandalam bacaan tidak lepas dari tujuhmacam cara baca seperti yangditerangkan oleh al-Rozi.Masihmenurut pengakuan Zarqani,bahwateori ini didasarkan atas istiqra’I taam(baca:complit inductive),lain halnyadengan pendapat-pendapat lain yangsekedar berdasarkan pada istiqra’naaqish.Yang dimaksud dengan tujuhmacam cara baca adalah sebagaiberikut35:1. Perbedaan al-asmaa’(baca: kata

benda) baik mufrad, tatsniah,jama’, mudzakkar dan muannats.Salah satu contoh firman Allahdalam surah al-Mukminun ayatkedelapan yang berbunyi:”Walladziinahum liamaanaa-tihim wa’ahdihim raa’uun.Lafadzamaanaatihim (dengan jama’)pada ayat tersebut dibaca juugaamaanatihim (dengan mufrad).Lafadz-lafadz tersebut tertulisdalam mushaf reproduksi Utsmanliamanatihim (tanpa huruf alifkonsonan),karenanya dapatdibaca dengan dua cara dan

dapat pula mengandung duabentuk kata(jama’ dan mufrad)yang bertemu dalam satu makna.Dengan menggunakan katatunggal dimaksudkan untukmenyebut suatu jenis,sedangkanjenis menunjukkan hal yangbanyak. Dengan demikian makakalimat “menjaga amanat “ samaartinya dengan kalimat “menjagaamanat-amanat”.

2. Perbedaan mengenai perubahanfi’il(tashrif).Seperti fi’il madly,mudlori’ dan amr, misalkanfirman Allah yang berbunyi“rabbanaa baa’id baina asfaa-rinaa”, lafadz rabbana dibacanasab dalam kedudukannyasebagai munada sedang lafadzbaa’id fi’il amr atau lebih cocokdisebut fi’il do’a. Dan boleh dibacalagi rabbuna ba’ada,lafadz rabbunadibaca rafa’ dalam kedudukannyasebagai mubtada` sedang lafadzba’ada merupakan fi’il madly,bersama jumlahnya menjadi kha-bar mubtada.Dr Shubhi Shalehsalah satu pendukung pendapatini tidak membenarkan peruba-han tashrif termasuk dalam tujuhmacam perbedaan cara bacadengan alasan karena hal tersebuttermasuk dalam perbedaan I’rab.Menurutnya perbedaan yang

35 Op. cit. Abdul ‘adzim al-Zarqoniy, hal. 157.

PROFETIKA, Jurnal Studi Islam, Vol. 9, No. 1, Januari 2007: 33-62

52

pantas dimasukkan dalam salahsatu tujuh macam cara baca ada-lah perbedaan penulisan hurufbaik yang mengakibatkan peru-bahan makna tanpa perubahanbentuk huruf itu sendiri, yangkadang-kadang disebut sebagaiperbedaan pendapat mengenaipeletakan tanda titik sepertidalam penulisan lafadz ta’lamuundan ya’lamuun maupun yangmengakibatkan paerubahanbentuk huruf tetapi tidak mengu-bah makna seperti penulisanlafadz shirath (dengan huruf ص )dan sirath (dengan huruf س )kedua lafadz mempunyai maknayang sama yaitu jalan. Demikianjuga al-mushaithirun (dengan )dan al-musaithirun (dengan س ).Lafadz tersebut dalam mushafditulis dengan huruf sebagaipengganti huruf aslinya yaituhuruf س , kemudian terjadilahpenyesuaian antara bacaan lafadzitu dengan huruf sebagaikenyatan tertulis dan bacaannyadengan huruf س yang tidak ter-tulis.36

3. Perbedaan I’rab (berubah – ubah-nya kedudukan kata atau lafadzdi dalam kalimat) baik yangmengakibatkan perubahan maknaatau tidak. Diantara perbedaan

i’rob yang mengubah makna ialahfirman Allah yang berbunyi “fatalaqqaa Aadamu min rabbihikali-maatin” (kemudian Adam mene-rima kalimat dari Tuhan-nya)pernah dibaca “fatulqaa Aadamumin rabbihi kalimaatun” (kemudiankalimat disampaikan kepadaAdam dari Tuhan-nya ). Adapunperbedaan I’rab yang tidak me-ngubah makna antara lain adalahlaa yudhaarrakaatibun wa laa syahid(dan janganlah penulis dan saksisaling mempersulit ). Dan lafadzlaa yudhaarra (pakai lam nahi ) da-lam kalimat tersebut pernah diba-ca “laa yudharru (pakai lam nafi).

4. Penambahan atau pengurangan,contoh penambahan sepertidalam surah al-Taubah :100 yangberbunyi “wa a‘adda lahum jannaa-tin tajrii tahtaha al-anhar dan diba-ca juga “min tahtihal anhar (de-ngan tambahan min). Dua qira`attersebut sama-sama mutawatirmasing-masing disepakati penu-lisannya didalam mushaf indukproduk Ustman. Penambahantersebut sesuai dengan mushafMakky. Adapun contoh pengu-rangan seperti terdapat padasurah al-Baqarah :116 yangberbunyi “qaaluttakhadzal laahuwalada” tanpa didahului huruf ( )

36 Op. cit. Shubhi sholeh Dr. Hal. 109.

Al-Ahruf Al-sab’ah: Sebuah Fenomena Sejarah Al-qur‘An ... (Abdul Khaliq Hasan el-Qudsy)

53

ini sesuai dengan rasm al-syami.5. Perbedaan penempatan mana yang

dahulu dan mana yang belakang,misalkan pada firman Allah yangberbunyi waja‘at sakaratulmauti bilhaq pernah dibaca waja‘at saka-ratul haqqi bil mauti. Bacaan yangterakhir ini menurut Dr ShubhiSholeh adalah bacaan ahadiyahyang tidak mencapai derajatmutawatir bahkan tergolong ba-caan syadzdzah dengan catatanbahwa bacaan tersebut pernahdibaca oleh Abu Bakar r.a. Karenamemang benar orang arab menge-nal kematian itu mempunyaibeberapa sakarat tetapi yang pastitidak ada orang yang mengetahui“al-haqqa” kecuali mereka yangdalam keadaan mati. Menurutnyacontoh yang lebih tepat adalahseperti dalam firman Allah padasurat at-Taubah:111yang berbu-nyi fayaqtuluuna fayuqtaluuna danpernah dibaca fayuqtaluuna fayaq-tuluun. Bacaan pertama mengan-dung makna bahwa kaum musli-min segara bergerak membunuhmusuh dalam peperangan se-dangkan bacaan yang keduamenggambarkan seolah-olahkaum muslimin berlomba-lombaterjun kemedan perang terdorongoleh keinginan mati syahid.

Perbedaan bacaan ini selamalafadz tersebut tidak terpisahtidak akan terjadi perubahan arti,beda dengan contoh sebelum-nya.37

6. Perbedaan penggantian suatukata dengan kata lain yang padagholibnya terjadi pada kata sino-nim. Perbedaan dua kata ituhanya mengenai makna padadialek-dialek kabilah. Seperticontoh firman Allah pada surahal-Qari’ah: 5 yang berbunyikal’ihnil manfusy dibaca kasshufilmanfusy antara kata shuf dan ‘ihnmempunyai kesamaan arti yaitubulu halus. Ada juga penggantiankata karena kedua lafaz tersebutyang hampir sama makhrajnyasehingga memungkinkan bacaan-nya berubah-ubah secara silih ber-ganti antara dua lafaz itu. Sepertikata thalhin mandludl dibaca thal’in.kita ketahui makhraj ha’ dan ‘ainsama-sama di tenggorokan.

7. Perbedaan dialek, seperti: pengu-capan huruf dengan fathah,imalah, tarqiq, tafkhim, idhhardll.lihat contoh-contoh sebagaiberikut:• firman Allah swt dalam surat

thaha:9 berbunyi “hal ataakahadiitsu musa” lafadz ataakabisa dibaca fathah juga imalah.

37 Ibid, hal. 111.

PROFETIKA, Jurnal Studi Islam, Vol. 9, No. 1, Januari 2007: 33-62

54

• menipiskan(tarqiq) sepertibacaan huruf lam pada alsha-lat dan dibaca juga dengantafkhim. Pada kenyataannyapenafsiran terakhir ini tidakluput juga dari beberapakritikan,38

Interprestasi Dr. Abd. SoburSyahin terhadap al-ahruf al-sab’ah

Penulis sengaja, menyendirikanpembahasan ini, agar kita lebih jelasdalam menilai pandangan Dr. Abd.Sobur Syahin walaupun menuruthemat penulis pandangan beliau initidaklah baru karena beberapa ulama’klasik telah menyinggungnya., hanyasaja ada beberapa tambahan danpenjelasan yang mungkin belum kitatemukan pada pandangan ulama’klasik. Beberapa pandangan terebutadalah:

Pertama: Terjadinya atau mun-culnya al-Ahruf al-Sab’ah ada diperiode Madinah dan itu hanyasekitar dua tahun saja yaitu tahun 9-10 H, karena bisa dipastikan bahwaadanya al-ahruf al-sab’ah pertamadiketahui ketika adanya perselisihanantara Umar dan Hisyam. Padahalsejarah mengatakan bahwa Hisyam

yang penduduk Makkah masuk Islamsetelah pembebasan kota Makkahyang terjadi pada tahun 8 H. Jaditidak mungkin perselisihan tersebutterjadi sebelum ia berada di Madinahdan mendapatkan pelajaran dariRasul saw.. Dari keterangan inimuncul suatu pertanyaan, dise-butkan dalam suatu riwayat bahwaprselisihan yang terjadi pada surat al-Nahl, riwayat lain mengatakanbahwa perselisihan terdapat di suratal-Furqon. Kedua surah ini tergolongsurah Makkiyyah dan ini sekilasbertentangan dengan pernyataanbahwa al-Ahruf al-Sab’ah munculsetelah Hijrah. Untuk menjawabpertanyaan ini Dr. Abd Sobur Syahinmenjelaskan bahwa surat an- Nahldikatakan makkiyyah karena adasekitar 41 ayat turun di Makkahadapun selebihnya sekitar 80 ayatturun di Madinah, nah bisa saja per-selisihan mereka itu terdapat padaayat–ayat yang turun di Madinah.Adapun kasus surah al-Furqonperselisihan yang terjadi antaraUmar degan Hisyam itu dikarenakanperbedaaan usia maka boleh sajakeduanya beda dalam pengucapan.

Menurut hemat penulis jawa-ban terakhir ini kurang begitu tepatkarena bagaimana mungkin sesama

38 Untuk lebih jelasnya bias dilihat kembali pada kitab manahij al-Irfan karya al-Zarqoniy, jilid pertama hal. 161 dan seterusnya.

Al-Ahruf Al-sab’ah: Sebuah Fenomena Sejarah Al-qur‘An ... (Abdul Khaliq Hasan el-Qudsy)

55

orang Quraisy terjadi perbedaanpengucapan. Apa hanya dikarena-kan beda usia, kemudian Umar men-curigai bacaan Hisyam?. Tentunyatidak sesederhana itu jawabannya.Oleh karena itu mungkin lebih dekatdikatakan bahwa kecuriggaan Umarterhadap bacaan Hisyam pada kasussurah al-Furqon dikarenakan Hisyammendapat pelajaran dari Rasulullahsaw tentang surah al-Furqon dengandialek lain yang mana dialek ini tidakdidapatkan Umar ketika bergurukepada Rasulullah. Maka timbullahkecurigaan Umar bahwa yang dibacaHisyam itu bukan dari Rasulullah.

Kedua: al-Ahruf al-Sab’ah kedu-dukannya adalah solusi dari adanyaproblem solving oleh karena itukeberadaannya bersifat temporer.Jadi kalau penyebab adanya rukhsohsudah tidak ada maka hukum rukh-soh secara sendirinya akan berakhir.Konsekwensi dari kesimpulan iniadalah bahwa al-Quran yang dire-produksi oleh Utsman hanya menca-kup satu huruf atau lebih karenapada masa Utsman keberadaankondisi sudah stabil jadi tidak perlulagi adanya rukhsoh al-ahruf al-sab’ah.Disamping itu menurut beliau rukhsohal-ahruf al-sab’ah hanya terletak padabacaan (syafahiyan) bukan padapenulisannya. Oleh karena itu para

penulis resmi mushaf sejak periodemakkiyah sampai adanya izin al-ahrufal-sab’ah tetap menulis dengan dialekQuraisy.39

Natijah ini didasari dari tidakadanya teks-teks yang menunjukkanbahwa Rasul telah mengulangkembali penulisan wahyu yang telahada sebelumnya. Disamping itu padakenyataannya para penulis wahyubaik pada pereode Abu Bakarmaupun Utsman tidak menemukansatu tek al-Quran ditulis dua kalidengan dua dialek. Dari sini makaperkataan Utsman yang menghim-bau kepada para penulisnya untukmenulis dengan dialek Quraisyapabila terjadi suatu perselisihandiantara mereka dapat dipahami.Karena perselisihan yang dimak-sudkan didalam riwayat tersebutadalah perselisihan yang bersang-kutan dengan cara penulisan hurufbukan perbedaan dialek, sebabkeempat penulis mushaf Utsmaniyahsemuanya berasal dari kabilahQuraisy. Seperti contoh ketika merekamenulis kata taabut (dengan ta’terbuka) oleh Zaid bin tsabit ditulisdengan huruf ta’ tertutup.

Ketiga: Dr.Abdusshabur Syahinsetelah melihat fenomena diatasmemutuskan untuk mentarjih penda-pat yang mengatakan bahwa maksud

39 Op. cit. Abd shobur syahin Dr. hal. 103.

PROFETIKA, Jurnal Studi Islam, Vol. 9, No. 1, Januari 2007: 33-62

56

dari al-ahruf al-sab’ah adalah perbe-daan dialek dan pengucapan lafadzkarena beda usia. Disamping itumenurutnya bilangan tujuh pada al-ahruf al-sab’ah bukan bilangan yangdimaksud (secara hakiki).Demikianlah pokok-pokok pemikiranDr.Abdusshabur Syahin. Untuk lebihjelasnya bisa dilihat dalam karyanyayang berjudul “Tarikhul Quran”.

Al-ahruf al-sab’ah bukanlahqiraat sab’ah.

Tidak dipungkiri lagi, banyakdari kita yang pernah mempunyaipemahaman bahwa yang dimaksuddengan al-ahruf al-sab’ah adalah qiraatsab’ah yang dikodifikasikan olehImam Mujahid (wafat 324 H) penger-tian seperti itu tidaklah benar denganbeberapa alasan sebagai berikut:1. Pengertian al-ahruf al-sab’ah itu

lebih luas dari pada qiraat sab’ahyang hanya mencakup tujuhbacaan padahal disana ada yangkita kenal dengan sebutan qiraatasyrah dan arba’ata asyar.

2. Menimbulkan pengertian bahwahadits-hadits tentang al-ahruf al-sab’ah itu tidak ada faedahnyasebelum munculnya tujuh imamqira‘at sab’ah.

3. Sebelum munculnya Imam Muja-hid sudah banyak karangan-ka-rangan tentang perbedaan bacaanseperti syekh Abu al-Qasyim binSalam (w.224 H). Sebagai contohkalau dikatakan bahwa maksuddari al-ahruf al-sab’ah itu adalahtujuh qiraat lalu kenapa padasurat al-Fatihah saja terdapatpuluhan bacaan yang berbada-beda.40 Dari keterangan ini dapatkita ambil kesimpulan bahwatujuh macam bacaan (qiroahsab’ah) adalah bagian kecil dari al-ahruf al-sab’ah. Wallahu a’lam.

Al-ahruf al-sab’ah pascaUtsman bin ‘Affan.

Keberadaan al-ahruf al-sab’ahtelah diketahui oleh Rosulullah saw.Dan disampaikan semuanya kepadasahabat. Walaupun pada kenyataan-nya tidak setiap sahabat memperolehtujuh huruf tersebut diantara merekahanya ada yang dapat dua atau tigahuruf saja sesuai dengan keberadaansetiap sahabat. Dari situ kita ketahuibahwa setiap bacaan sahabat semua-nya bersumber dari Rosulullah saw.Dengan perjalanan waktu danbanyaknya pembaca (al-Qurro’) danbanyaknya para pemeluk agama Is-lam, maka timbullah banyak perse-

40 Abdul fattah Ismail Syalabiy Dr. Almadkhol fi ‘ilm al-Qiroat wa al-tajwid,Maktabah wahbah, Cairo, cet. II, 1419 H/1999 M. Hal. 69.

Al-Ahruf Al-sab’ah: Sebuah Fenomena Sejarah Al-qur‘An ... (Abdul Khaliq Hasan el-Qudsy)

57

lisihan diantara mereka sehinggasaling menyalahkan satu samalainnya. Keadaan ini mendorongUtsman bin Affan untuk mengambilinisiatif untuk mempersatukanmereka dalam satu huruf.41

Mungkin disini ada pertanyaan,Bagaimana nasib al-ahruf al-sab’ahsekarang ini?, apakah mushhafutsman yang kita jadikan referensiutama dalam penulisan mushafmasih mengandung al-ahruf al-sab’ahatau tidak?. Untuk menjawab per-tanyaan ini ada tiga pendapat, yaitu:

Pertama Pendapat yang menga-takan bahwa mushhaf utsmanihanya mencakup satu huruf saja.Dengna dalil, ketika utsman melihatperselisihan umat dalam bacaan al-Qur’an beliau menyuruh untuk mem-persatukan bacaan dengan satu hu-ruf yaitu bacaan Quraisy. AlmuhaqqiqIbnu al-Jazri berkata bahwa bacaandengan tujuh huruf tidaklah diwajib-kan bagi ummat melainkan meru-pakan kemudahan yang diberikanoleh Allah. Namun ketika para saha-bat melihat perselisihan yang terjadidan darinya dikhawatirkan terjadi-nya pertumpahan darah, makamereka sepakat untuk membaca al-Qur’an dengan satu huruf. Ijma’ inimerupakan sandaran kuat, karena

mereka tidak mungkin bersekutudalam kesesatan selama kesepakatanmereka tidak untuk meninggalkansuatu kewajiban atau melakukankeharaman.

Pendapat ini kalau kita amatitidaklah begitu kuat, karena tidakmungkin Utsman mempersatukanbacaan-bacaan orang dalam satuhuruf. Padahal dengan adanya al-ahruf al-sab’ah itu akan lebih mem-permudah ummat dalam membacaal-Qur’an. Seperti telah diketahuibahwa mushhaf reproduksi Utsmantelah ditulis atas dasar penulisan padazaman Abu Bakar yang mana tidakterbatas hanya pada satu huruf saja.Melainkan mencakup semua yangtelah ditulis pada zaman Rosul saw.dan tidak dinaskh bacaannya, sertasesuai dengan bacaan Rosulullahsaw. di hadapan Jibril sewaktu al-‘ardlu al-akhir. Selain itu pendapat iniberseberangan dengan kenyataanyang ada, yaitu adanya beberapabacaan shohih dan dengan sanadmuttashil yang sampai pada kita, di-mana bacaan-bacaan tersebut menca-kup beberapa huruf. Adapun yangdimaksud dari perkataan Utsmanuntuk mempersatukan bacaan de-ngan satu huruf adalah mempersatu-kan pada bacaan-bacaan mutawatir.42

41 Ibid, hal.1342 Op. cit. Sya’ban Muhammad isma’il Dr. hal. 23.

PROFETIKA, Jurnal Studi Islam, Vol. 9, No. 1, Januari 2007: 33-62

58

Kedua, Pendapat yang mengata-kan bahwa mashohif reproduksiUtsman telah mencakup semua al-ahruf al-sab’ah. Termasuk pendukungpendapat kedua ini antara lain : AbuBakar al-Baqilaniy, Dr. MuhammadAbdul Mun’im dan Dr. Ibrohimkholifah.43 pendapat ini berdalil bah-wa tujuh huruf yang telah diturun-kan oleh Allah swt. kepada NabiMuhammad saw. tidak boleh disia-siakan. Karena para sahabat telahsepakat (baca: ijma’) bahwa penuli-san kembali shuhuf yang telah ditulispada masa Abu Bakar dan Umar yangdireproduksi Utsman yang kemudiandikirim kebeberapa daerah tidakboleh ada satu huruf dari tujuh huruftersebut yang dibuang.

Pendapat kedua ini tidak bisadipertahankan karena penulisanyang terjadi pada zaman Abu bakarhanya terbatas pada bacaan-bacaanmutawatir dan bacaannya tidakdinaskh serta sesuai dengan al-‘ardl al-akhir. Dan seperti diriwaytakan padariwayat-riwayat shohih bahwa dian-tara tujuh huruf itu ada yang telahdinaskh pada masa Rosulullah saw.yaitu yang dikenal dengan Qiro’ahsyadzdzah.44

Ketiga, Pendapat ini berusahamenggabungkan kedua pendapatdiatas yaitu bahwa mashohif Utsma-niyyah hanya mencakup beberapahuruf dari al-ahruf al-sab’ah yang bisadiakomodasi dalam rosm mashohifUtsmaniyyah dan sesuai denganbacaan Rosulullah saw. dengan Jibril.Imam Ibnu al-Jazri berkata bahwatidak diragukan lagi bahwa al-Qur’an telah mengalami beberapaperubahan sesuai dengan bacanterahir Rosulullah saw. dengan Jibril.Seperti ditegaskan pada suaturiwayat dimana Ibnu Abbas ditanyatentang bacaan mana yang beliaubaca?, beliau menjawab, denganbacaan terahir (al-‘ardl al-akhir ) danselanjutnya Ibn Abbas berkata bahwaRosulullah saw. pada tahunkewafatannya membaca al-Qur’andihadapan Jibril dengan dua kalikhataman.

Suatu hal yang mendukungpendapat ketiga ini adalah bahwabacaan-bacaan masyhur yang adasekarang ini -baik itu tujuh maupunsepuluh qiroat -hanya merupakansebagian kecil dari bacaan-bacaanyang pernah ada pada masa Rosu-lullah saw.45 Pendapat terakhir inilah

43 Op. cit. Thoha abdul kholiq thoithoh Dr. hal. 69.44 Op. cit. Sya’ban Muhammad ismail Dr. Hal. 24.45 Ibid, hal. 69.1 - Wahbah Zuhaili, Prof Dr, Muqoddimah Tafsir Munir, Darul Fikr, Siria, vol.1,

cet.1, 1411 H /1991 M, Hal: 28

Al-Ahruf Al-sab’ah: Sebuah Fenomena Sejarah Al-qur‘An ... (Abdul Khaliq Hasan el-Qudsy)

59

sekiranya bisa kita jadikan pegangan,karena disamping didukung olehdalil-dalil yang kuat juga sesuai denganrealita yang ada. Adapun tentangbagaimana al-ahruf al-sab’ah itu bisadiakomodasi dalam rosm mushhafUtsmaniy hal itu tentunya masuk dalampembahasan ilmul qiroat.

Penutup

Dari uraian diatas penulis meng-harap dari para pembaca bisa mengam-bil kesimpulan ataupun kritikan yangbisa memnberikan wawasan barutentang al-ahruf al-sab’ah. Sebelumpembahasan kita akhiri, ada beberapacatatan penulis yang mungkin bisadijadikan bahan pertimbangan.1. Al-ahruf al-sab’ah yang telah

diturunkan kepada Nabi Mu-hammad saw. adalah bersifatrukhsoh. Artinya kondisi rukhsohini akan berlangsung dalamkondisi dhorurot, namun apablakondisi dhorurot ini habis makadengan sendirinya rukhsoh iniberakhir. Oleh karena itu menurutProf Dr Wahbah Zuhaili bahwa,pembicaran Al-ahruf al-sab’ahtelah menjadi komoditi sejarahsaja. Al-ahruf al-sab’ah duludigunakan untuk mempermudah

orang dalam membaca al-Qur‘an,karena ketidakmampuan seba-gian orang menggunakan dialekdiluar dialek bahasanya, dankebanyakan orang arab ketika ituadalah buta huruf. Ketika kondisiini selesai maka maka berakhirlahhukum Al-ahruf al-sab’ah 1.

2. Tujuh huruf hanya terdapat padabacaan al-Qur’an bukan padapenulisan al-Qur’an, karena ituUtsman memperintahkan ketikamenyalin mushhaf yang adaditangan sayyidah Hafshoh agarditulis dengan dialek Quraisysaja.46 Ini bukan berarti meniada-kan kenyataan adanya beberapadialek selain dialek Quraisydidalam al-Qur’an. Karena dialek-dialek tersebut telah menjadi satukesatuan dalam bahasa Quraisy,maka tidak salah jika dikatakanal-Qur’an turun dengan bahasaQuraisy sebab turunnya al-Qur’an dalam realitanya dido-minasi oleh dialek Quraisy,47

kiasannya seperti sebuah lagudengan bahasa Indonesia kemu-dian didalam salah satu katadalam baitnya ada yang memakaibahasa jawa, apa lalu kita kata-kan lagu tersebut dengn bahasajawa?, tentu jawabannya tidak.

46 Op. cit. Abdul fattah Ismail syalabiy Dr. Hal. 13.47 Abdul ghofur ja’far Prof. Dr. Al-Qur’an wa al-Qiroat wa al-Ahruf al-sab’ah, Markaz

mido, Cairo, vol. I, cet. I, 1417 H/1996 M. Hal. 504

PROFETIKA, Jurnal Studi Islam, Vol. 9, No. 1, Januari 2007: 33-62

60

3. Dari beberapa pendapat tentangpenafsiran al-ahruf al-sab’ah,menurut penulis lebih cenderungkepada pendapat yang mengata-kan bahwa maksud dari al-ahrufal-sab’ah adalah perbedaan dialekdan cara baca serta pengucapankalimat. Pendapat ini sekilasmenggabungkan dua pendapatantara al-Rozi yang diperjelasoleh al-Zarqoni dalam kitabnyamanahil al-‘irfan dengan pendapatDr. ‘Abdushshobur Syahin.Namun penulis tidak sependapatdengan al-Zarqoni yang cende-rung memaksakan diri dalamperincian al-ahruf al-sab’ah karenaseperti kita ketahui tidak ada satunashpun yang menjelaskan perin-cian hal tersebut. Begitu jugapenulis belum bisa menerimasecara keseluruhan terhadap ide-ide Dr. ‘Abdushshobur Syahin.Diantaranya adalah pendapatbeliau yang mengatakan bahwabilangan tujuh yang terdapat padaal-ahruf al-sab’ah itu bukan padahakikatnya, karena pendapat inibertentangan dengan beberapahadits yang menunjukkan bahwamaksud dari bilangan tujuhadalah pada hakikatnya dan initidak ada pertentangan antaraperkataan bilangna tujuh pada

hakikatnya, dengna tujuan taisir(baca: kemudahan) yang adapada al-ahruf al-sab’ah hanya sajaperincian tujuh bilangan itu tetapmubham bagi kita. Maka setiapusaha-usaha penafsiran pericianterhadap al-ahruf al-sab’ah meru-pakan usaha mencari air digurunpasir.

Dari kenyataan yang ada itulahmuncul berbagai penafsiran al-ahrufal-sab’ah yang semuanya hanyabersifat ijtihadiyyah boleh jadi benardan salah. Ibn al-Jazri seorang pakarilmu-ilmu qiroat telah menghabiskanumurnya selama tiga puluh tahunhanya untuk memecahkan misteri al-ahruf al-sab’ah.48

‘Ala kulli hal, ketidak adanyakesepakatan ulama tentang al-ahrufal-sab’ah tidaklah mengurangi ke-imanan kita terhadap kebenaran dankeutentikan al-Qur’an, sebgaimandihembuskan oleh para orentalis danpara pengikutnya. Keimanan terha-dap al-Qur’an, kita buktikan denganpengamalan terhadap nilai-nilai al-Qur’an pada diri kita, keluarga danlingkungan kita, sehingga al-Qur’anbukan hanya sekedar menjadi sebuahwacana keilmuan, melainkan sebagaipegangan petunjuk hidup kita.Wallhu `alam bish-showab.

48 Op. cit. Abd shobur syahin Dr. Hal. 107.

Al-Ahruf Al-sab’ah: Sebuah Fenomena Sejarah Al-qur‘An ... (Abdul Khaliq Hasan el-Qudsy)

61

Daftar Pustaka

Abd shobur syahin Dr., 1997. Tarikh al-Quran, Ma’had al-Dirosah al-Islamiyyah,Zamalik.

Abdul fattah Ismail Syalabiy Dr. 1999. Almadkhol fi ‘ilm al-Qiroat wa al-tajwid,Maktabah wahbah, Cairo, cet. II.

Abdul ghofur ja’far Prof. Dr. 1996. Al-Qur’an wa al-Qiroat wa al-Ahruf al-sab’ah,Markaz mido, Cairo, vol. I, cet. I.

Abu al-Qoshim al-Khuo’i al-Imam, 1975. Al-Bayan fi al-Tafsir al-Qur’an, Daaral-Zahro’, Beirut, Lebanon, cet. IV.

Al-Qoshbiy mahmud zalath Dr. 1987. Mabahits fi ‘ulum al-Qur’an, Daar al-Qolam, Dubai, Emirat Arab, cet. II.

Badruddin al-Zarkasyi al-Imam, al-Burhan fi ‘ulumil qur’an, ditahkik olehMuhammad Abul fadl Ibrahim, al-Maktabah al-‘Ashriah, Shoida,Beirut, Vol. I, cet.II, 1391 H/1972 M.

Hauliyat al-Dirosah al-Islamiyyah wa al-Arobiyyah lilbanin, edisi 18, vol. I,tahun 1420 H/2000 M. jamiah al-azhar fak. Dirosah islamiyyah,Cairo.

Ibn al-Katsir al-Imam, Fadloil al-Qur’an, ditahkik oleh Sa’id abdul majid, Daaral-haduts, Cairo.

Ibn Jarir al-Thobariy al-Imam, 1995. Jami’ al-Bayan, Daar al-Fikr, Beirut,Lebanon, vol. I.

Jalaluddin al-Suyuthi al-Imam. 1996. al-Itqon fi al-ulum al-Qur’an, vol. I, al-Muassasah al-kutub al-Islamiyyah, Beirut, Lebanon, cet. I.

Mana’ al-Qoththon al-Ustadz, 1991. Nuzul al-Qur’an ‘ala sab’ati ahruf, MaktabahWahbah,

Muhammad Abdul ‘Adzim al-Zarqoniy al-Imam, Manahil al-‘irfan, vol. I, DaarIhya al-Kutub al-‘Arobiyyah, Cairo, cet. III.

PROFETIKA, Jurnal Studi Islam, Vol. 9, No. 1, Januari 2007: 33-62

62

Shubhi sholeh Dr. 1991. Mabahits fi ‘ulum al-Qur’an, Daar al-Ilmi lilmalayin,Beirut, Lebanon, cet. XVIII.

Sya’ban Muhammad Ismail Dr. 1996. Rosm al-Kitab wa dlobtuhu, daar al-salam,Cairo, Mesir, cet. I.

Thoha Abdul Kholiq Thoithoh Dr. 1994. Fathul ‘alim fi ‘ulum al-Tanzil,Mathba’ah al-Fajr al-Jadid, Cairo, cet. I.

Wahbah Zuhaili, Prof Dr, 1991. Muqoddimah Tafsir Munir, Darul Fikr, Siria,vol.1, cet.1.