Upload
truongminh
View
285
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
AL-GULUW DALAM AL-KUTUB AL-TIS’AH(Studi Kritis Terhadap Sikap Keberagamaan Islam Kontemporer)
TESIS
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat MemperolehGelar Magister dalam Bidang Agama (M.Ag.)
pada Pascasarjana UIN Alauddin Makassar
Oleh:
A’RAF SAEFUDDINNIM. 80700215011
PASCASARJANA
UIN ALAUDDIN MAKASSAR
2017
ii
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS
Mahasiswa yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : A’raf SaefuddinNIM : 80700215011
Tempat/Tgl. Lahir : Teomokole, 19 Maret 1986
Jurusan/Konsentrasi : Ilmu Hadis
Fakultas : Pascasarjana UIN Alauddin
Alamat : Perumahan Graha Matahari Permai Blok F2 No. 2, Desa
Bontoala. Kec. Pallangga, Kab. Gowa
Judul Tesis : Al-Guluw dalam al-Kutub al-Tis’ah (Studi Kritis TerhadapSikap keberagamaan Islam Kontemporer)
Menyatakan dengan sesungguhnya dan penuh kesadaran bahwa tesis ini benar adalah
hasil karya sendiri. Jika di kemudian hari terbukti bahwa ia merupakan duplikat,
tiruan, plagiat, atau dibuat oleh orang lain, sebagian atau seluruhnya, maka tesis dan
gelar yang diperoleh karenanya batal demi hukum.
Makassar, 13 September 2017
Penyusun,
A’raf SaefuddinNIM: 80700215011
iv
KATA PENGANTAR
بسم هللا الرحمن الرحیمرب العالمین وبھ نستعین على الحمد أمور الدنیا والدین والصالة والسالم على أشرف األنبیاء والمرسلین وعلى
الھ وصحبھ أجمعین. اما بعد.Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam. Atas berkah dan inayahNya
penyusunan tesis yang berjudul “Al-Guluw Dalam al-Kutub al-Tis’ah (Studi Kritis
Terhadap Sikap Keberagamaan Islam Kontemporer)” ini dapat dirampungkan.
Salawat dan salam dihaturkan kepada junjungan Nabi besar Muhammad saw. karena
atas perjuangannya sehingga dapat menikmati iman kepada Allah swt.
Dalam rangka memenuhi persyaratan guna memperoleh gelar Master Agama
(M.Ag.) pada Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar,
peneliti telah berusaha semaksimal mungkin mencurahkan segenap kemampuan
untuk menyelesaikan penelitian tesis yang berjudul “ Al-Guluw Dalam al-Kutub al-
Tis’ah (Studi Kritis Terhadap Sikap Keberagamaan Islam Kontemporer)”.
Peneliti menyadari banyak pihak yang telah ikut berpartisipasi secara aktif
maupun passif, oleh karena itu, izinkanlah peneliti menyampaikan ucapan terima
kasih kepada pihak yang membantu maupun yang telah membimbing, dan
mengarahkan kepada peneliti :
Selanjutnya, diucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
memberikan dukungan moral dan material atas penyelesaian tesis ini. Ucapan terima
kasih secara khusus ditujukan kepada:
v
1. Yang tercinta kedua orang tua peneliti Ibunda Hj. Tjaya Kasna, dan alm.
ayahanda Saefuddin yang mengasuh dan mendidik peneliti dari kecil hingga
saat ini, semoga peneliti bisa menjadi anak yang berbakti dan dibanggakan,
berguna bagi Agama, Bangsa dan Negara ini. Juga kepada istriku tercinta
Anggit Sasmita, ST, M.Si dan Anakku tersayang Hanin Dzakiyah yang telah
memberikan motivasi moral dalam menyelesaikan Tesis ini.
2. Bapak Prof. Dr. Musafir Pababbari, M.Si., selaku Rektor UIN Alauddin
periode 2015-2019 beserta Wakil Rektor I bapak Prof. Dr. Mardan, M.Ag.,
Wakil Rektor II bapak Prof. Dr. H. Lomba Sultan, M.A., Wakil Rektor III ibu
Prof. Siti Aisyah, M.A., dan Wakil Rektor IV Prof. Hamdan, M.A., Ph.D.,
yang telah membina dan memimpin UIN Alauddin Makassar yang menjadi
tempat bagi peneliti untuk memperoleh ilmu baik itu dari segi akademik
maupun ekstrakurikuler.
3. Prof. Dr. Sabri Samin, M.Ag. selaku Direktur, Prof. Dr. Ahmad Abubakar,
M.Ag., Dr. H. Kamaluddin Abu Nawas, M.Ag., dan Prof. Dr. Hj. Muliyaty
Amin, M.Ag. masing-masing selaku Wakil Direktur I, Wakil Direktur II dan
Wakil Direktur III pada Pascasarjana UIN Alauddin Makassar yang telah
mengarahkan dan memfasilitasi peneliti selama menempuh pendidikan sampai
penyelesaian tesis di Pascasarjana UIN Alauddin Makassar.
4. Alm. Prof. Dr. Hj. Rosmaniah Hamid, M.Ag. selaku Ketua Prodi Ilmu Hadis
periode 2015-2017, Prof. Dr. Ahmad Abubakar, M.Ag., selaku Plt. Ketua Prodi
Ilmu Hadis, dan Dr. Firdaus, M.Ag. selaku Ketua Prodi Ilmu Tafsir yang telah
mengarahkan dan membimbing peneliti selama mengikuti studi sampai
penyusunan tesis di Pascasarjana UIN Alauddin Makassar.
vi
5. Prof. Dr. H. Abustani Ilyas, M.Ag dan Dr. Darsul S, Puyu, M.Ag. masing-
masing sebagai promotor dan kopromotor yang telah meluangkan waktu
membimbing, mengarahkan, dan memotivasi selama penyusunan tesis ini.
6. Dr. Tasmin Tangngareng, M.Ag dan Dr. Mukhlis Mukhtar, M.Ag., selaku
Penguji I dan II yang telah mencurahkan waktu dan bimbingan dalam
penyelesaian tesis ini.
7. Segenap dosen dan karyawan Pascasarjana UIN Alauddin Makassar yang
penuh keikhlasan dan kerendahan hati dalam pengabdiannya telah banyak
memberikan pengetahuan dan pelayanan, baik akademik maupun administratif,
sehingga kami dapat menyelesaikan tesis ini.
8. Kepala Perpustakaan UIN Alauddin Makassar beserta segenap staf yang telah
menyiapkan literatur dan memberikan kemudahan untuk dapat memanfaatkan
secara maksimal demi penyelesaian tesis ini.
9. Semua pihak yang turut berpartisipasi baik langsung maupun tidak langsung
terhadap proses penyelesaian studi peneliti, semoga Allah swt. membalasnya
dengan pahala yang setimpal.
Akhirnya, saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
berjasa kepada kami selama menempuh pendidikan di Pascasarjana UIN Alauddin
Makassar. Semoga Allah swt. membalas amal baik mereka dan mencatatnya sebagai
amal jariah, amien.
Makassar, 13 September 2017Penyusun,
A’raf SaefuddinNIM: 80700215011
vii
vi
DAFTAR ISI
JUDUL ........................................................................................................ iPERNYATAAN KEASLIAN TESIS .......................................................... iiPENGESAHAN TESIS ............................................................................... iiiKATA PENGANTAR ................................................................................. ivDAFTAR ISI ............................................................................................... viiPEDOMAN TRANSLITERASI .................................................................. viiiABSTRAK .................................................................................................. xivBAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1
A. Latar Belakang Masalah ...................................................................... 1B. Rumusan Masalah................................................................................ 8C. Pengertian Judul dan Ruang Lingkup Penelitian ................................ 8D. Kajian Pustaka ..................................................................................... 11E. Kerangka Teoretis................................................................................ 14F. Metodologi Penelitian ......................................................................... 15G. Tujuan dan Kegunaan Penelitian......................................................... 17
BAB II TINJAUAN TEORETIS .................................................................. 20
A. Pengertian Hadis .................................................................................. 20B. Sanad dan Matan Hadis ....................................................................... 22C. Kaedah Kesahihan Sanad dan Matan Hadis ........................................ 25D. Tinjauan Umum Tentang al-Guluw..................................................... 31
BAB III KUALITAS HADIS ....................................................................... 43
A. Tahkrij Hadis ....................................................................................... 43B. Klasifikasi Hadis Nabi Tentang al-Guluw .......................................... 57C. Kritik Hadis ......................................................................................... 65
BAB IV ANALISIS HADIS ........................................................................ 165
A. Studi Kritis Terhadap Sikap Keberagamaan Islam Kontemporer. .... 1651. Radikalisme.................................................................................... 1652. Fundamentalisme........................................................................... 1743. Fanatisme ...................................................................................... 1824. Mempersulit Diri Dalam Mengamalkan Ajaran Agama .............. 1885. Al-Guluw Dalam Membaca al-Qur’an ........................................ 1946. Al-Guluw Dalam Mahar Perkawinan .......................................... 200
vii
B. Kriteria dan Batasan Orang yang Bersifat al-Guluw ......................... 205C. Cara Mengobati Sifat al-Guluw ......................................................... 213
BAB V PENUTUP ....................................................................................... 215
A. Kesimpulan .......................................................................................... 215B. Implikasi Penelitian ............................................................................. 216
DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 218LAMPIRAN ................................................................................................. 223RIWAYAT HIDUP ...................................................................................... 231
viii
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN DAN SINGKATAN
A. Transliterasi Arab-Latin
Daftar huruf bahasa Arab dan transliterasinya ke dalam huruf Latin dapat
dilihat pada tabel berikut:
1. Konsonan
Huruf Arab Nama Huruf Latin Nama
ا alif tidak dilambangkan tidak dilambangkanب ba b Beت ta t Teث s\a s\ es (dengan titik di atas)ج jim j Jeح h}a h} ha (dengan titik di bawah)خ kha kh ka dan haد dal d Deذ z\al z\ zet (dengan titik di atas)ر ra r Erز zai z Zetس sin s Esش syin sy es dan yeص sad s} es (dengan titik di bawah)ض dad d} de (dengan titik di bawah)ط ta t} te (dengan titik di bawah)ظ za z} zet (dengan titik di bawah)ع ‘ain ‘ apostrof terbalikغ gain g Geف fa f Efق qaf q Qiك kaf k Kaل lam l Elم mim m Emن nun n Enو wau w Weھـ ha h Haء hamzah ’ Apostrofى ya y Ye
ix
Hamzah (ء) yang terletak di awal kata mengikuti vokalnya tanpa diberi tanda
apa pun. Jika ia terletak di tengah atau di akhir, maka ditulis dengan tanda (’).
2. Vokal
Vokal bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri atas vokal tunggal
atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong.
Vokal tunggal bahasa Arab yang lambangnya berupa tanda atau harakat,
transliterasinya sebagai berikut:
Vokal rangkap bahasa Arab yang lambangnya berupa gabungan antara
harakat dan huruf, transliterasinya berupa gabungan huruf, yaitu:
Contoh:
كـیـف : kaifa
ھـول : haula
3. Maddah
Maddah atau vokal panjang yang lambangnya berupa harakat dan huruf,
transliterasinya berupa huruf dan tanda, yaitu:
Nama Huruf Latin NamaTandafathah a a اkasrah i i اdammah u u ا
Nama Huruf Latin NamaTanda
Fath{ah dan ya’ ai a dan i ـى
Fath{ah dan wau au a dan u ـو
NamaHarakat danHuruf
Huruf danTanda
Nama
fath}ah dan alif atau ya>’ا | ... ى ...
d}ammah dan wauـــو
a>
u>
a dan garis di atas
kasrah dan ya’ i> i dan garis di atas
u dan garis di atas
ـــــى
x
Contoh:
مـات : ma>ta
رمـى : ra>ma
قـیـل : qi>la
یـمـوت : yamu>tu>
4. Ta’ marbutahTransliterasi untuk ta’ marbu>t}ah ada dua, yaitu: ta’ marbu>t}ah yang hidup
atau mendapat harakat fath{ah, kasrah, dan d}ammah, transliterasinya adalah [t].Sedangkan ta’ marbu>t}ah yang mati atau mendapat harakat sukun, transliterasinyaadalah [h].
Kalau pada kata yang berakhir dengan ta’ marbutah diikuti oleh kata yangmenggunakan kata sandang al- serta bacaan kedua kata itu terpisah, maka ta’marbutah itu ditransliterasikan dengan ha (h).
Contoh:
طفال روضـة األ : raud}ah al-at}fa>l
الـمـدیـنـة الـفـاضــلة : al-madi>nah al-fa>dilah
الـحـكـمــة : al-h}ikmah
5. Syaddah (Tasydid)
Syaddah atau tasydid yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan
sebuah tanda tasydid ( ــ ), dalam transliterasi ini dilambangkan dengan perulangan
huruf (konsonan ganda) yang diberi tanda syaddah.
Contoh:
ربــنا : rabbana>
نـجـیــنا : najjaina>
الــحـق : al-h}aqq
نعــم : nu“ima
عـدو : ‘aduwwun
Jika huruf ى ber-tasydi>d di akhir sebuah kata dan didahului oleh huruf kasrah
maka ia ditransliterasi seperti huruf ,(ـــــى ) maddah menjadi i.
Contoh:
عـلـى : ‘Ali> (bukan ‘Aliyy atau ‘Aly)
عـربــى : ‘Arabi> (bukan ‘Arabiyy atau ‘Araby)
xi
6. Kata Sandang
Kata sandang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan huruf ال (alif
lam ma‘arifah). Dalam pedoman transliterasi ini, kata sandang ditransliterasi seperti
biasa, al-, baik ketika ia diikuti oleh huruf syamsiyah maupun huruf qamariyah. Kata
sandang tidak mengikuti bunyi huruf langsung yang mengikutinya. Kata sandang
ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya dan dihubungkan dengan garis men-
datar (-).
Contoh:
الشـمـس : al-syamsu (bukan asy-syamsu)
لــزلــة الز : al-zalzalah (az-zalzalah)
الــفـلسـفة : al-falsafah
الــبـــالد : al-bila>du
7. HamzahAturan transliterasi huruf hamzah menjadi apostrof (’) hanya berlaku bagi
hamzah yang terletak di tengah dan akhir kata. Namun, bila hamzah terletak di awalkata, ia tidak dilambangkan, karena dalam tulisan Arab ia berupa alif.
Contoh:
مـرون تـأ : ta’muru>na
وع الــنـ : al-nau‘
شـيء : syai’un
أمـرت : umirtu
8. Penelitian Kata Arab yang Lazim Digunakan dalam Bahasa IndonesiaKata, istilah atau kalimat Arab yang ditransliterasi adalah kata, istilah atau
kalimat yang belum dibakukan dalam bahasa Indonesia. Kata, istilah atau kalimatyang sudah lazim dan menjadi bagian dari perbendaharaan bahasa Indonesia, atausering ditulis dalam tulisan bahasa Indonesia, atau lazim digunakan dalam duniaakademik tertentu, tidak lagi ditulis menurut cara transliterasi di atas. Misalnya,kata al-Qur’an (dari al-Qur’a>n), alhamdulillah, dan munaqasyah. Namun, bila kata-kata tersebut menjadi bagian dari satu rangkaian teks Arab, maka harus ditransli-terasi secara utuh. Contoh:
Fi> Z}ila>l al-Qur’a>n
Al-Sunnah qabl al-tadwi>n
xii
9. Lafz al-Jala>lah (هللا)
Kata “Allah” yang didahului partikel seperti huruf jarr dan huruf lainnya atau
berkedudukan sebagai mudaf ilaih (frasa nominal), ditransliterasi tanpa huruf
hamzah.
Contoh:
دیـن هللا di>nullah با billa>h
Adapun ta’ marbutah di akhir kata yang disandarkan kepada lafz al-jalalah,
ditransliterasi dengan huruf [t]. Contoh:
ھـم في رحـــمة هللا hum fi>rahmatilla>h
10. Huruf Kapital
Walau sistem tulisan Arab tidak mengenal huruf kapital (All Caps), dalam
transliterasinya huruf-huruf tersebut dikenai ketentuan tentang penggunaan huruf
kapital berdasarkan pedoman ejaan Bahasa Indonesia yang berlaku (EYD). Huruf
kapital, misalnya, digunakan untuk menuliskan huruf awal nama diri (orang, tempat,
bulan) dan huruf pertama pada permulaan kalimat. Bila nama diri didahului oleh
kata sandang (al-), maka yang ditulis dengan huruf kapital tetap huruf awal nama
diri tersebut, bukan huruf awal kata sandangnya. Jika terletak pada awal kalimat,
maka huruf A dari kata sandang tersebut menggunakan huruf kapital (Al-).
Ketentuan yang sama juga berlaku untuk huruf awal dari judul referensi yang
didahului oleh kata sandang al-, baik ketika ia ditulis dalam teks maupun dalam
catatan rujukan (CK, DP, CDK, dan DR). Contoh:
Wa ma> Muhammadun illa> rasu>l
Inna> awwala baitin wud{i‘a linna>si lallaz\i> bi Bakkata muba>rakan
Syahru Ramada>n al-laz\i> unzila fi>h al-Qur’an
Na>sir al-Di>n al-Tu>si
Abu> Nasr al-Farabi>
Al-Gaza>li>
Al-Munqiz min al-Dala>l
Jika nama resmi seseorang menggunakan kata Ibnu (anak dari) dan Abu
(bapak dari) sebagai nama kedua terakhirnya, maka kedua nama terakhir itu harus
disebutkan sebagai nama akhir dalam daftar pustaka atau daftar referensi. Contoh:
xiii
B. Daftar SingkatanBeberapa singkatan yang dibakukan adalah:
swt. = subha>nahu wa ta‘a>la>saw. = s}allallahu ‘alaihi wa sallama.s. = ‘alaihi al-sala>mQS …/…: 4 = QS al-Mujadalah/58: 11,QS al-Taubah /9: 122, QS al-
Rum/30:30, QS al-Araf/7: 179, QS al-Qiyamah/75:14, an- Nahl/16:128
HR = Hadis Riwayat
UIN = Universitas Islam Negeri
Abual-Wa>lid Muhammad ibn Rusyd, ditulis menjadi: Ibnu Rusyd, Abu al-WalidMuhammad (bukan: Rusyd, Abu al-Walid Muhammad Ibnu)
Nas}r H{amid Abu Zaid, ditulis menjadi: Abu Zaid, Nasr H{amid (bukan: Zaid,Nasr Hamid Abu)
xiv
ABSTRAK
Nama : A’raf SaefuddinNIM : 80700215011Judul :Al-Guluw Dalam al-Kutub al-Tis’ah (Studi Kritis Terhadap
Sikap Keberagamaan Islam Kontemporer)
Islam adalah agama Wasatiyah bukan agama kekerasan. Meskipun diyakiniIslam merupakan agama penyebar kedamaian, fenomena yang muncul justrusebaliknya, fakta menunjukan bahwa ada sebagian umat Islam tidak memahaminilai-nilai moderat, mereka tidak mengakui pluralitas, tidak menghargaikemajemukan yang tumbuh dalam masyarakat. Munculnya berbagai kelompokteroris yang mengklaim sebagai representasi umat adalah salah satu buktinya.Tujuan penelitian ini adalah 1) mendeskripsikan kualitas hadis tentang sifat al-guluw dalam al-kutub al-tis’ah, 2) mendiskripsikan kandungan dan konsep hadisNabi yang berkaitan dengan sifat al-guluw, 3) mendeskripsikan implementasi hadisNabi terhadap sifat al-guluw dalam keberagamaan umat Islam Kontemporer.
Penelitian ini merupakan penelitian pustaka yang tergolong kualitatif.Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan normatif. Dalam menganalisis danmenjelaskan hadis peneliti menggunakan beberapa tekhnik interpretasi, yaitu:interpretasi tekstual dan interpretasi kontekstual.
Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah hadis yang dikaji oleh penelititerkait dengan al-guluw dalam al-kutub al-tis’ah adalah delapan hadis, dari segikualitas sanad dan matan tujuh hadis berstatus sahih sehingga dapat dilanjutkan kepenelitian selanjutnya dan satu hadis berstatus dhaif. Adapun substansi dan intiterhadap pemahaman sikap al-guluw berdasarkan hadis-hadis Nabi saw. adalah al-guluw merupakan sikap berlebih-lebihan dalam menjalankan ajaran agama. Jikaberdampak negatif baik itu pada diri sendiri, orang lain dan Islam itu sendiri makainilah sikap yang dilarangan Nabi Muhammad saw., Namun jika sikap itumemberikan pengaruh positif maka hal ini dibolehkan di dalam ajaran agama Islam.
Hadis-hadis tentang larangan bersifat al-guluw dapat di Implementasikandalam keberagamaan Islam kontemporer dengan cara memahami hakikat sifat al-guluw yang berdampak negatif, mengidentifikasi faktor-faktor yang menjadipenyebab munculnya sifat tersebut, dan mengetahui ciri-ciri dan kriteria orang yangbersifat al-guluw serta pencegahan dan pengobatan sikap al-guluw sehingga kitabisa terhindar dari sikap tersebut.
Adapun Implikasi penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi semua kalanganagar dapat mengetahui hakikat, jenis dan bentuk al-guluw disertai carapengobatannya. Tesis ini diharapkan dapat memberi kontribusi kepada masyarakatdalam kaitannya dengan al-guluw dalam mengamalkan agama Islam khususnya dimasa kontemporer.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Islam merupakan agama Wasatiyah. Islam bukan agama kekerasan atau
agama yang fasis sebagaimana dituduhkan oleh sebagaian kalangan Barat.1
Sebaliknya, Islam menolak kedzaliman dan teror. Dalam ajarannya, umat Islam
diperintahkan untuk menghormati sesama umat manusia meski berbeda agama dan
warna kulit. Allah swt. Berfirman QS Al-ḥujarāt/49: 13.
Terjemahnya:Hai manusia sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-lakidan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa danbersuku-suku agar supaya kamu saling mengenal, sesungguhnya orang yangpaling mulia di antara kamu di sisi Allah swt. Ialah orang yang palingbertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah swt Maha mengetahui lagiMaha mengenal.2
Seorang muslim laksana lebah, ia mengonsumsi makanan yang baik dan
memproduksi sesuatu yang baik pula. Saat ia hinggap pada setangkai bunga, ia tak
merusaknya. Demikianlah Allah swt. sudah memberikan perumpamaan umat ini
sebagai suatu kebaikan yang memberi dengan penuh kasih sayang, bukan penyebar
keburukan dan kekerasan. Nabi Muhammad saw. bersabda pada hadis yang
diriwayatkan oleh ‘Abdullah bin ‘Amr:
1Lihat ‘Abbās Mahmūd al-‘Aqqād,Al-Islām Da’wah ‘Alamiyah (al-Qāhirah: Maktabah al-Usrah, 1999). h. 126.
2Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Bandung: CV. Al-Jumānatul ‘Alī,2004), h. 517.
2
:عن أبي سبرة الھذلي، سمع عبد هللا بن عمرو یقول عن النبي صلى مثل النحلة إن أكلت أكلت طیبا، وإن علیھ وسلم قال: " مثل المؤمنین
وضعت وضعت طیبا، وإن وقعت على عود شجر لم تكسره، ومثل المؤمن ت، وإن وزنت لم تنقص اه رو(مثل سبیكة الذھب إن نفخت علیھا احمر
3البیھقي)
Artinya:Dari Abī sabrah al-Huzaili, ia mendengar ‘Abdullah bin ‘amr berkata: DariNabi Muhammad saw berkata: Perumpamaan mu’min itu seperti lebah, jikaia makan, ia akan makan sesuatu yang baik, dan jika ia mengeluarkansesuatu, ia pun akan mengeluarkan sesuatu yang baik, dan jika ia hinggapkepada suatu dahan untuk mengisap madu ia tidak mematahkannya.(HR. al-Baihāqī).
Meskipun diyakini Islam merupakan agama penyebar kedamaian, namun
fenomena yang muncul justru sebaliknya, fakta menunjukan bahwa ada sebagian
umat Islam tidak memahami nilai-nilai moderat, mereka tidak mengakui pluralitas,
tidak menghargai kemajemukan yang tumbuh dalam masyarakat. Munculnya
berbagai kelompok teroris yang mengkalim sebagai representasi umat adalah salah
satu buktinya. Tidak sedikit umat Islam berpandangan bahwa jihad sama dengan
perang.4
Allah swt. memerintahkan kita untuk mengajarkan Islam dengan hikmah dan
mau’izah al-hasanah. Allah swt. berfirman QS al-Naḥl/16: 125.
3Ahmad bin Husein bin ‘Alī bin Mūsa al-Khusrawjirdī al-Khurasānī Abū Bakar al-Baihāqī,Sya’bu al-Imān, Juz 7 (Riyādh: Maktabah al-Rusyd, 2003M/1423H). h. 509.
4Abdurrahman Mas’ud, Menuju Paradigma Islam Humanis (Yogyakarta: Gama Media,2003), h. 38.
3
Terjemahnya:serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yangbaik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya TuhanmuDialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya danDialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.5
Bersifat ekstrim atau al-guluw bukanlah monopoli satu agama semata.
Kecenderungan sikap berlebih-lebihan mengamalkan ajaran agama sehingga terkesan
kolot, keras, kaku dan konservatif ini sudah ada sejak sebelum Islam datang,
membunuh jiwa yang tidak bersalah, merampas harta orang lain dan menindas orang
yang lemah merupakan salah satu gambaran sikap extreme. Sifat ini telah
menjangkiti umat-umat terdahulu, misalnya saja Orang-orang Yahudi menyatakan
Uzair adalah anak tuhan, begitu pula Umat Nasrani mentakhsiskan Isa sebagai anak
tuhan. Mereka juga menciptakan kerahiban atau kependetaan yang Allah swt. tidak
pernah menurunkan keterangan tentang hal tersebut. Allah swt. berfirman QS al-
Nisa/4: 171.
Terjemahnya:Wahai ahli Kitab, janganlah kamu melampaui batas dalam agamamu, danjanganlah kamu mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar. SesungguhnyaAl Masih, Isa putera Maryam itu, adalah utusan Allah dan (yang diciptakandengan) kalimat-Nya yang disampaikan-Nya kepada Maryam, dan (dengantiupan) roh dari-Nya. Maka berimanlah kamu kepada Allah dan rasul-rasul-Nya dan janganlah kamu mengatakan: "(Tuhan itu) tiga", berhentilah (dariUcapan itu). (Itu) lebih baik bagimu. Sesungguhnya Allah Tuhan yang Maha
5Kementerian Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 281.
4
Esa, Maha suci Allah dari mempunyai anak, segala yang di langit dan di bumiadalah kepunyaan-Nya. cukuplah Allah menjadi Pemelihara6.
Al-Guluw atau berlebih-lebihan dalam melaksanakan agama adalah faktor
terbesar mencuatnya perpecahan. Yang dimaksud berlebih-lebihan di sini adalah
mempersulit diri sendiri dan orang lain dalam melaksanakan hukum-hukum syari’at,
salah satu contoh yang terjadi di masa Rasul. Diriwayatkan juga dari 'Abdullah bin
'Amr, ia berkata, "Sampai berita kepada Rasulullah bahwa aku berpuasa setiap hari
dan mengerjakam shalat semalam suntuk. Kemungkinan beliau mengirim seseorang
untuk memanggilku atau aku sendiri yang datang menemui beliau. Beliau berkata,
'Sampai berita kepadaku bahwa engkau berpuasa tanpa berbuka (tanpa henti) dan
mengerjakan shalat semalam suntuk. Janganlah lakukan seperti itu. Sesungguhnya
matamu punya hak, dirimu punya hak dan keluargamu juga punya hak. Berpuasa dan
berbukalah, shalat dan tidurlah. Berpuasalah satu hari setiap sepuluh hari niscaya
bagimu pahala sembilan hari sisanya.' 'Abdullah berkata, ' Aku mampu mengerjakan
lebih dari itu wahai Nabiyullah.' Rasul berkata, 'Berpuasalah seperti puasa Nabi
Dawud 'alaihis salam.' 'Bagaimana Nabi Dawud berpuasa wahai Nabiyullah?' tanya
'Abdullah. Rasul berkata, 'Beliau berpuasa sehari dan berbuka sehari.
Al-guluw juga bisa dalam bersikap terhadap orang lain atau bermu’amalah
tanpa mengindahkan etika-etika syaria’at dan hukum Islam secara menyeluruh
dengan memperhatikan sisi kemudahan dan menolak kesulitan, memberikan
keluasan, mengambil dispensasi secara proposional, berbaik sangka kepada orang
lain, ramah, pemaaf dan halus dalam memberi. Inilah dia prinsip-prinsip dasar.
Keluar dari prinsip-prinsip tersebut tanpa maslahat yang pasti dan dibenarkan oleh
ahli ilmu termasuk sikap ekstrim yang dilarang.
6Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 105.
5
Allah swt. memerintahkan Rasulullah saw. dan pengikut-pengikutnya untuk
istiqamah terhadap perintahNya tanpa berlebih-lebihan dan mengurangi eksistensi
ibadah. Allah berfirman QS Hud/11: 112.
Terjemahnya:
Maka tetaplah kamu pada jalan yang benar sebagaimana diperintahkankepadamu dan juga orang yang telah bertobat beserta kamu dan jangan kamumelampaui batas sesungguhnya Dia Maha melihat apa yang kamu kerjakan.7
Istiqa>mah pada ayat ini bermakna i’tidāl atau seimbang, sedangkan al-
guluw bermakna menambah atau berlebih-lebihan, baik terhadap pribadi tertentu
ataupun pada perihal agama dan syariat.8
Sejarah pengamalan beragama umat Islam pun tidak terbebas dari sikap
ekstrem, bahkan sejak awal pertumbuhannya , yaitu sejak era Nabi Muhammad saw.
Oleh , Allah swt. dalam al-Qur’an telah mengingatkan umat Nabi Muhammad saw.
agar jangan meniru perilaku orang-orang Ahli Kitab terkait sikap ekstrim mereka.
Benih-benih sifat ekstrem beberapa sahabat muncul sejak Rasulullah saw. masih
hidup. Meski generasi terbaik sepanjang sejarah seperti yang diungkapkan oleh
Rasulullah saw. dalam beberapa hadisnya namun sikap berlebih dalam menjalankan
ajaran agama tetap muncul. Bagaimanapun para sahabat adalah bashar, manusia
biasa yang berpotensi keliru dan subyektif dalam memahami pesan hadis.9
Pemahaman yang keliru para sahabat lazimnya didorong oleh gīrah (sifat
cemburu) dan semangat keagamaan yang tinggi semisal kecintaannya kepada sosok
7 Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 234.8Lihat ‘Alī bin ‘Abd al-‘Azīz, al-Guluw (al-Riyāḍ : Dār al-Syibli 1417 H), h. 5.9Sihabuddin Afroni,” Makna Ghuluw Dalam Islam : Benih Ekstrimisme Beragama”,
Wawasan 39, no. 1 (Januari 2016), h. 72.
6
pribadi Nabi Muhammad saw. atau sangat cinta pada amalan ibadah tertentu dan
ingin menjadi hamba terbaik. Niat baik mereka tidak selamanya sejalan dengan
syari’at. Mereka terkadang membuat kekeliruan. Akan tetapi, kekeliruan para
sahabat dapat langsung diredam dan dieliminir oleh Rasulullah saw. bilamana
muncul pengamalan agama yang keliru, Rasulullah saw. segera memberikan terapi,
mengingatkan tentang bahaya sikap ekstrem serta menunjukan praktik yang sesuai
dengan sunah. Keberadaan beliau ditengah-tengah mereka sangat efektif
menghambat berkembangnya sifat ekstrem pada masa awal Islam. Hal ini dapat di
pahami karena Rasulullah saw. merupakan sosok sentral yang wajib ditaati oleh
seluruh umat Islam.10
Sepeninggal Rasulullah saw. muncul berbagai pemahaman dan praktik yang
tidak selaras dengan ajaran dan karakteristik Islam bahkan di era sahabat,
pemahaman yang keliru bukan lagi dalam tataran individu namun sudah mengkristal
menjadi kelompok seperti munculnya kelompok Khawarij, Syiah, Qadariyah dsb.
Sikap berseberangan bukan saja merambah wilayah amaliyah ibadah, namun juga hal
yang menyangkut akidah atau yang sering dibahas dalam ilmu kalam. Hal yang
memprihatinkan pula, dalam lintas sejarah umat Islam telah terjadi banyak
pertumpahan darah di antara kelompok-kelompok yang berbeda sebagai upaya untuk
meneguhkan pemahaman masing-masing.11
Beberapa teks hadis telah menunjukan bahwa sikap ekstrem sangat dilarang
oleh Rasulullah saw. dan menyeru kepada para sahabat dan umatnya untuk bersikap
adil dalam hal ibadah dan dalam menjalankan syari’at Islam. Salah satu contohnya
10 Sihabuddin Afroni,” Makna Guluw Dalam Islam : Benih Ekstrimisme Beragama”. h. 72.11Sihabuddin Afroni,” Makna Guluw Dalam Islam : Benih Ekstrimisme Beragama”. h. 73.
7
adalah hadis yang diriwayatkan Abdullah bin Abbas bahwa Rasulullah saw.
bersabda:
علیھ وسلم غداة العقبة وھو على صلى قال ابن عباس قال لي رسول ا وضعتھن راحلتھ ھات القط لي فلقطت لھ حصیات ھن حصى الخذف فلم
ین فإنما أھلك من كان قبلكم في یده قال بأمثال ھؤالء وإیاكم والغلو في الدین 12(رواه النسائي)الغلو في الد
Artinya:Ibnu ‘Abbās berkata; Rasulullah saw bersabda kepadaku pada pagi hari di'Aqabah dan beliau berada di atas kendaraannya: "Ambilkan untukku, " laluaku mengambilkan beberapa kerikil untuk beliau yaitu kerikil untukmelempar. Ketika aku meletakkan di tangan beliau, beliau bersabda sembarimemberi permisalan dengan kerikil-kerikil tersebut: "Janganlah kalianberlebih-lebihan dalam agama, karena yang membinasakan orang-orangsebelum kalian adalah sikap berlebih-lebihan dalam agama.wahai umatmanusia jauhilah sifat al-ghuluw (berlebih-lebihan) didalam agama ini karenasesungguhnya kaum sebelum kalian binasa dikarenakan sikap alghuluwdidalam agama. (HR. al-Nasāī).
Juga hadis yang di riwayatkan oleh Abu Hurairah ra. bahwa Rasulullah saw.
bersabda :
ین یسر عن أبي ھریرة قال قال رسول علیھ وسلم إن ھذا الد صلى روا واستعینوا دوا وقاربوا وأبشروا ویس ین أحد إال غلبھ فسد ولن یشاد الد
وحة وشيء من الدلجة 13(رواه النسائي)بالغدوة والر
Artinya:Dari Abu Hurairah, dia berkata; "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallambersabda: "Sesungguhnya agama ini mudah dan tidak ada seorangpun yangbersikap keras terhadap agama melainkan dia akan terkalahkan, maka
12Ahmad bin Syu’aib Abū ‘Abd al-Rahmān al-Nasāī, Sunan al-Nasāī al-Kubrā, Juz II (Cet : I,Bairut : Dār al-Kutub al-‘Ilmiah, 1411 H/1991 M), h. 435.
13Ahmad bin Syu’aib Abū ‘Abd al-Rahmān al-Nasāī, Sunan al-Nasāī al-Kubrā, juz VI, h.537.
8
bersikaplah lurus, dan bersikaplah sederhana, berilah kabar gembira, berilahkemudahan, dan mintalah pertolongan pada saat pagi hari dan sore hari dansedikit dari waktu malam. (HR. al-Nasāī ).
Hadis ini menjelaskan bahwa salah satu ciri agama islam adalah mudah
diamalkan, karena Islam adalah agama terakhir yang diturunkan kepada manusia
dalam bentuk yang sempurna. Jadi, tujuan ungkapan Nabi Muhammad saw. diatas
adalah anjuran kepada umat Islam untuk berusaha mengamalkan ajaran Islam
dengan sempurna dan tidak berlebih-lebihan mempersulit diri sehingga merasa bosan
dan pada akhirnya meninggalkan amalan tersebut secara keseluruhan.
Mudah dan mempermudah merupakan salah satu dari karakteristik Islam.
Islam ingin memudahkan umatnya dalam menerima dan menjalankan kebenaran dan
tidak ingin mempersulit mereka sehingga orang menerima dan menjalankan Islam
dengan lapang dada dan senang hati. Hal ini sejalan dengan hadis Nabi saw. yang di
riwayatkan oleh Anas bin Mālik bahwa Rasulullah saw. bersabda :
روا روا وال تعس علیھ وسلم قال یس عن أنس بن مالك عن النبي صلى روا وال تنفروا 14(رواه البخاري)وبش
Artinya:Dari Anas bin Mālik dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda :"permudahlah dan jangan persulit, berilah kabar gembira dan janganmembuat orang lari. (HR. Bukhārī)
Melihat hakikat, dampak dan pengaruh sifat al-guluw di dalam Islam, maka
tujuan peneliti mengambil tema ini adalah ingin mengetahui batasan-batasan sifat
al-guluw dalam al-Kutub al-Tis’ah melalui hadis-hadis Nabi saw. serta sikap
keberagamaan seperti apa yang di inginkan Islam agar terhindar dari penyimpangan
14Muhammad Ibn Ismā’īl Abū ‘Abdillah al-Bukhārī al-Ja’fīya, al-Jāmi’ al-Musnad al-Sahīhal-Mukhtasar min umūri Rasulullah saw. wa sunnatihi wa ayyāmihi (Sahīh al-Bukhārī) Juz 1 (Cet: III,Beirut: Dār Ibn Katsīr, t.th), h 38.
9
dalam menjalankan ajaran agama ini dimasa kontemporer. Disertai ulasan para alim
ulama yang mu’tabar, Sehingga mudah untuk mengetahui sekaligus menghindari
benih-benih sikap ekstrim yang bisa muncul di tengah-tengah masyarakat.
B. Rumusan masalah
Berdasarkan Judul dan uraian latar belakang di atas maka yang menjadi
pokok permasalahan pada penelitian ini adalah bagaimana hadis-hadis Nabi saw.
terhadap sifat al-guluw dalam al-Kutub al-Tis’ah serta sikap keberagaman Islam
kontemporer. Adapun rumusan masalah dapat dibagi menjadi tiga sub masalah,
yaitu:
1. Bagaimana kualitas hadis Nabi saw. tentang sifat al-guluw dalam al-Kutub
al-Tis’ah ?
2. Bagaimana kandungan hadis Nabi saw. tentang sifat al-guluw dalam al-
Kutub al-Tis’ah?
3. Bagaimana Implementasi hadis Nabi saw. terhadap sifat al-guluw di dalam
keberagamaan umat Islam Kontemporer ?
C. Pengertian Judul dan Ruang Lingkup Penelitian
1. Pengertian Judul
Untuk memfokuskan penelitian dan membatasi ruang lingkup pembahasan
serta mengindari kekeliruan pemaknaan dan penafsiran mengenai istilah-istilah
teknis yang peneliti gunakan dalam tesis ini, maka penting menurut peneliti untuk
menjelaskan beberapa istilah yang terdapat dalam judul ini, di antaranya:
a. Al-Guluw
Menurut Ibn Fāris kata al-guluw berasal dari tiga huruf yaitu al-gain, al-lām
dan huruf mu’tal yang menunjukan makna irtifā’ wa mujāwazatu qadr (ketinggian
10
dan melampaui batas). Jika dikatakan ء ال و غ ل غ ی ر ع الس ال غ maknanya harga
naik atau mahal, او ل غ ر م ي اال ف ل ج الر ال غ artinya seorang lelaki melampai
batas.15 Oleh karenanya ulama lughah menyepakati bahwa al-guluw adalah مجاوزة الحد و القدر ( melampaui batas dan kadar ).16
b. Al-Kutub al-Tis’ah
Kutub merupakan jamak dari kita>b yang artinya buku, sedangkan tis’ah
artinya sembilan. Al-Kutub al-Tis’ah adalah istilah yang digunakan oleh ulama-
ulama hadis yang artinya sembilan buku hadis yang ditulis oleh ulama-ulama hadis
yang mu’tabar seperti, kitab Muwatta>’ ditulis oleh Imam Ma>lik, kitab Musnad yang
ditulis oleh Ahmad bin Hanbal, kitab al-Ja>mi’ al-S{ahi>h yang ditulis oleh Imam al-
Bukha>ri>, kitab al-Musnad al-Sahi>h yang ditulis oleh Imam Muslim, kitab sunan yang
ditulis oleh Abu Da>u>d, kitab sunan yang ditulis oleh Imam al-Turmuzi>, kitab sunan
ditulis oleh al-Nasa>i>, kitab sunan ditulis oleh Ibn Maj>ah dan kitab sunan ditulis oleh
al-Da>rimi>.
c. Sikap Keberagamaan
Sikap dalam KBBI adalah tokoh atau bentuk tubuh, cara berdiri, perbuatan
dan perilaku. Sedangkan keberagamaan berasal dari kata agama yang artinya ajaran,
sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan
Yang Mahakuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan
manusia serta lingkungannya. Jadi keberagamaan adalah perihal beragama.17 Dan
15Lihat Ibn Fāris, Mu’jam Maqāyīs al-Lughah, Juz IV, h. 387-388.16Lihat Ibn Manzūr, Lisān al-‘Arab, Juz. XVI, h. 132.17 http:// kbbi.web.id/agama, diakses tanggal 26/7/17
11
sikap keberagamaan adalah perilaku seseorang dalam menjalankan dan
mengamalkan ajaran agamanya.
d. Islam Kontemporer
Islam berasal dari bahasa Arab yang menurut bahasa artinya ة م ال الس (keselamatan) , ةفی ا الع وة ح الص (kesehatan ) dan اد ی ق ن اال (kepatuhan). Sedangkan
menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Islam adalah Agama yang diajarkan oleh
Nabi Muhammad Saw.18
Adapun kontemporer menurut KBBI adalah pada waktu yang sama, semasa,
sewaktu, pada masa kini, dewasa ini.19 Jadi, Islam kontemporer adalah Islam dalam
masa atau waktu modern dan kekinian.
Berdasarkan beberapa pengertian judul diatas maka definisi operasional pada
penelitian ini adalah melacak hadis-hadis Nabi tentang sifat al-guluw dalam al-
Kutub al-Tis’ah dan mencari kualitas hadis-hadis tersebut, serta mempelajari dan
mengkritisi perilaku seseorang dalam menjalankan agama pada masa kekinian.
2. Ruang Lingkup Penelitian
Adapun ruang lingkup penelitan adalah sebagai berikut:
1. kualitas hadis Nabi saw. tentang sifat al-guluw dalam al-Kutub al-Tis’ah.
2. Analisis kandungan hadis Nabi saw. tentang sifat al-guluw dalam al-Kutub
al-Tis’ah.
3. Implementasi hadis-hadis tersebut terhadap sikap keberagamaan Islam
Kontemporer.
18Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Bahasa Indonesia (Jakarta: t.p,2008), h. 565.
19 http://kbbi.web.id/kontemporer, diakses tanggal 26/7/17.
12
D. Kajian Pustaka/ Penelitian Terdahulu
Setelah melakukan penelusuran terhadap berbagai literatur dan karya ilmiah,
khususnya menyangkut hasil penelitian yang terkait dengan rencana penelitian di
atas, maka sampai saat ini peneliti belum menemukan satu pun karya ilmiah yang
membahas masalah al-guluw dalam kutub al-tis’ah (Studi Kritis terhadap Sikap
Keberagamaan Islam Kontemporer). Walaupun demikian, bukan berarti pembahasan
ini tidak mendapat perhatian dari para peneliti. Paling tidak terdapat beberapa
peneliti telah memberikan ulasan dan penjelasan tentang al-guluw secara umum
dalam perkembangan Islam dari zaman Nabi Muhammad saw. hingga masa
kontemporer. Berikut ini peneliti paparkan beberapa buku yang di dalamnya
membahas tentang al-guluw secara umum.
1. al-Ṣahwah al-Islamiyah bayna al-Jumūd wa al-Taṭarruf karya Dr. Yusuf al-
Qardhawi, Buku ini membahas tentang hakikat al-taṭarruf atau asal usul
munculnya al-taṭarruf, ia berpendapat bahwa hakikat taṭarruf tidak memiliki
definisi mutlak melainkan harus di lihat dari beberapa sisi, diantaranya
adalah kadar kekonsistenan seseorang terhadap agamanya itu berbeda-beda,
untuk orang yang kuat dan konsisten ia merasa aneh dan heran ketika
melihat seseorang meninggalkan ibadah sunnah seperti tidak mengerjakan
qiyām al-lail. Dalam pihak lain, orang seperti ini bisa dikatakan jumūd atau
keras. Oleh karenanya semakin jauh seseorang dari agamanya maka semakin
mudah ia menghakimi saudaranya yang berpegang teguh terhadap agama
ini.20
20Lihat Yusuf al-Qardawī, al-Ṣahwah al-Islamiyah baina al-jumūd wa al-taṭarruf, h. 32.
13
2. Zāhirah al-Guluw fī al-Takfīr karya Dr. Yusuf al-Qardhawi, Buku ini
membahas tentang sebab-sebab munculnya kelompok takfiri. Yusuf al-
Qardhawi mengungkap beberapa sebab munculnya pemikiran takfīr ini,
pertama : Menyebar luasnya kekufuran dan kemurtadan yang sangat jelas di
masyarakat, bahkan menggunakan media elektronik untuk menyebarkan
kekufuran mereka, kedua : Para ulama menganggap remeh dan tidak peduli
dengan hal-hal yang berbau kekufuran, ketiga : Penindasan terhadap gerakan-
gerakan pergerakan Islam yang salīm (benar) yang berasaskan Al-qur’an dan
sunnah, keempat : Sedikitnya ilmu agama yang dikuasai oleh beberapa
pemuda pergerakan Islam sehingga sering mengambil sebagian ayat dan
meninggalkan lainnya, mendalami yang mutasyābihat dan meninggalkan
yang muhkamāt hal ini membuat mereka hanya tahu agama ini dari kulitnya
saja tidak isinya. Inilah hal-hal yang menurut yusuf al-qardhawi menjadi
sebab utama adanya pentakfiran.21
3. Al-Wasatiyah fī al-Qur’an karya Dr. ‘Ali Muhammad Muhammad Shalābī.Buku ini membahas tentang hakikat al-wasatiyah dan beberapa istilah yang
berbanding terbalik dengan wasatiyah seperti al-guluw wa al-ifrāt, al-tafrīt,shirāt al-mustaqīm, dan hubungan antara wasatiyah dan ṣirāt al-mustaqi>m.
Menurut Dr. ‘Ali Muhammad di dalam Al-Qur’an ada beberapa kata yang
mengandung makna wasatiyah diantaranya adalah al-khairiyah, al-‘adl, al-
yasr wa ra’fu al-harj, al—hikmah, al-istiqāmah dan al-bainiyah.22
4. Al-guluw karya ‘Ali> bin ‘Abd al-‘Azi>z bin ‘Ali al-Syibli, buku ini membahas
tentang definisi ghuluw yaitu al-ziya>dah (tambahan) dan muja>wazah al-hadd
al-ma’lūf (melampaui batas yang di ketahui sebelumnya) , juga membahas
sejarah dan awal munculnya al-guluw di kalangan muslimin serta
21Lihat Yusuf al-Qardawī, Zāhirah al-Guluw fi al-Takfīr (al-Qāhirah : Maktabah Wahbah,1411H/1990M), h. 23.
22‘lihat Alī Muhammad Muhammad al-Sallābī, al-Wasatiyah fī al-Qur’ān, (al-Qāhirah :Maktabah al-tābi’īn 1422H/2001M), h. 12.
14
hubungannya dengan umat-umat sebelum Islam, beberapa jenis ghuluw
dicontohkan oleh penulis seperti pada nama dan sifat-sifat Allah swt., qadha
dan qadr, hukum dan pada Nabi dan orang-orang yang dianggap mempunyai
keistimewaan dan terakhir menjelaskan ke-wasatiyah-an ulama ahlu sunnah
dari bentuk-bentuk Guluw di dalam ajaran Islam.23
Melihat buku-buku yang peneliti sebutkan diatas dan beberapa literatur,
tidak ada satu pun yang membahas tentang al-guluw di tinjau kutub al-Tis’ah secara
khusus dengan melakukan kajian sanad dan matan serta beberapa tekhnik yang
digunakan dalam penelitian hadis serta bagaimana kaitannya dengan sikap
keberagamaan islam dimasa kontemporer.
E. Kerangka Teoretis
Dalam penyusunan kerangka teoretis, peneliti terdahulu mengamati hadis-
hadis tentang al-guluw sebagai landasan dan pijakan dalam melakukan penelitian ini.
Peneliti kemudian menelusuri penjelasan hadis-hadis tersebut dalam kitab-kitab
syarah hadīs dan buku-buku yang dapat menunjang pembahasan dalam tesis ini.
Dari penelusuran tersebut, peneliti kemudian melakukan penelitian yang
lebih dalam dengan menggunakan tekhnik interpretasi yang bertujuan mengetahui
makna hadis ditinjau dari teks, konteks dan interteks sebuah hadis kemudian
mencoba untuk memberikan gambaran kepada masyarakat tentang sikap al-guluw
agar terhindar dari sifat tersebut dan kembali kepada Islam yang wasatiyah.
Bertolak dari uraian di atas, kerangka teoretis penelitian ini dapat
divisualisasikan sebagai berikut :
23‘lihat Alī bin ‘Abdu al-‘Azīz, Al-guluw, (al-Riyāḍ : Dār al-Syibli 1417 H), h. 8.
Al-Qur’an
15
ddddddddd
F. Metodologi Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dalam bentuk pustaka. Pada
penelitian ini, peneliti mengacu pada hadis-hadis yang terkait dengan sifat al-guluw
dalam al-Kutub al-Tis’ah yang terdapat pada kitab-kitab standar dan mu’tabar.
Hadis-hadis tentang sifat al-guluw
Takhri>j al-hadi>s
Kritik Sanad Kritik Matan
Analisis Fiqh al-hadi>s
Kesimpulan dan Implikasi
Kritik hadis
Kualitas Hadis
16
2. Metode Pendekatan dan Tekhnik Interpretasi
a. Metode Pendekatan
Dalam metode ini peneliti menggunakan beberapa pendekatan, yaitu
pendekatan normatif yang didasarkan pada hadis dan pendekatan historis.
1) Pendekatan teologi normatif (syar’i) yang didasarkan pada hadis digunakan
untuk melahirkan teori atau konsep mengenai al-guluw.
2) Pendekatan ilmu hadis yang digunakan untuk mengetahui ketersambungan
sanad, kualitas pribadi perawi pada hadis yang diteliti dan fiqh hadis.
3) Pendekatan sosio-historis dimaksudkan untuk mengetahui bagaimana
implementasi hadis tersebut pada masyarakat sehingga dapat memberikan
pemahaman yang lebih baik.
b. Teknik Interpretasi
Untuk memahami makna dari ungkapan verbal (matan hadis Nabi saw) yang
mencakup kosa kata, frase, klausa dan kalimat, dibutuhkan teknik interpretasi
sebagai cara kerja memahami hadis nabi, khususnya dalam pengkajian hadis yang
bersifat tematik sebagai berikut :
1) Interpretasi tekstual, yaitu pemahaman terhadap matan hadis berdasarkan
teksnya semata atau memperhatikan bentuk dan cakupan makna teks dengan
mengabaikan asbāb al-wurūd dan dalil-dalil yang lain.
2) Interpretasi intertekstual, yaitu pemahaman terhadap matan hadis dengan
memperhatikan hadis lain atau ayat-ayat al-Qur’an yang terkait.
3) Interpretasi kontekstual, yaitu pemahaman terhadap matan hadis dengan
memperhatikan asbāb al-wurūd atau konteks masa nabi, pelaku sejarah dan
peristiwanya dengan memperhatikan konteks kekinian.24
24Lihat Arifuddin Ahmad, “Metode Tematik dalam Pengkajian Hadis” (Pidato PengukuhanGuru Besar, Makassar: UIN Alauddin, 31 Mei 2007), h. 24.
17
3. Metode Pengumpulan Data
Untuk mengumpulkan data penelitian, ada beberapa metode yang peneliti
gunakan yaitu meliputi kitab-kitab takhrīj al-ḥadīs, kitab-kitab hadis sumber yang
bersifat primer, kitab-kitab syarah hadis, dan buku-buku fiqh al-hadīs. Metode yang
digunakan dalam mengumpulkan hadis terdapat lima metode takhrīj al-hadīs, yakni
takhīj al-hadīs dengan menggunakan salah satu lafal matan, takhrīj al-hadīs dengan
menggunakan lafal pertama, takhrīj al-hadīs dengan menggunakan perawi terakhir
atau sanad pertama, takhrīj al-hadīs dengan menggunakan topik tertentu dalam
kitab hadis, dan takhrīj al-hadīs dengan menggunakan hukum atau derajat hadis.25
4. Teknik Pengolahan Data
a. Metode induktif, yakni suatu pengumpulan data dari hal-hal yang bersifat
khusus dan disimpulkan secara umum. Dalam hal ini penalaran yang
dilakukan untuk mencapai suatu kesimpulan mengenai pemahaman
tentang al-guluw yang tidak di periksa secara keseluruhan, setelah
menyelidiki sebagian saja dari mereka.26
b. Deduktif yakni suatu cara pengumpulan data yang dimulai dari hal-hal
yang bersifat umum kemudian menyimpulkan secara khusus.
c. Komparatif yakni suatu cara yang dilakukan dengan membandingkan
suatu pemahaman dengan pemahaman lainnya kemudian berusaha
menghasilkan kesimpulan dalam bentuk argument peneliti. Dalam hal ini
25Lihat Abū Muhammad Mahdī ‘Abd al-Qādir Ibn ‘Abd al-Hadīs. Turuq Takhrīj HadīsRasulillah saw. terj. Said Aqil Husain Munawwar dan Ahmad Rifqi Mukhtar. Metode Takhrīj Hadīs(Cet. I; Semarang: Dina Utama, 1994 M.), h. 15.
26Tim Pustaka Agung Harapan, Kamus Ilmiah Populer Lengkap (Surabaya: CV. PustakaAgung Harapan, t.th.), h. 227.
18
membandingkan pemahaman beberapa ulama hadis terkait dengan al-
guluw lalu dengannya menghasilkan kesimpulan.
G. Tujuan dan Kegunaan
1. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Menjelaskan kualitas hadis-hadis yang terkait dengan al-guluw dalam al-
Kutub al-Tis’ah.
b. Menjelaskan makna secara tekstual, intertekstual dan kontekstual hadis-
hadis tentang sifat al-guluw sehingga makna dan kandungannya dapat
dipahami secara komprehensif.
2. Kegunaan Penelitian
Kegunaan yang dicapai dari penelitian ini antara lain :
a. Diharapkan dapat memperdalam dan memperluas wawasan umat Islam
tentang al-guluw, baik dari segi kualitas hadisnya, maupun interpretasi
menurut pandangan beberapa ulama klasik dan kontemporer.
b. Untuk umat Islam secara umum, penelitian ini berguna sebagai pedoman
dalam rangka memahami dan mengamalkan hadis-hadis Nabi saw. Untuk
mewujudkan pembumian hadis yang rahmatan ll al-‘alamīn.
c. Penelitian ini berguna sebagai wujud pengembangan dunia ilmiah sekaligus
memperkaya khazanah ilmu pengetahuan keIslaman, khususnya bagian kajian
hadis serta menjadi kontribusi positif dalam upaya pensyarahan hadis secara
tematik sebagai metode yang sedang berkembang dewasa ini.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Pengertian Hadis
Kata h{adi>s, berasal dari bahasa Arab dari kata al-h{adi>s. Jamaknya adalah
al-ah{a>di>s, al-h{adsi>n dan al-h{udsi>n. Dari aspek etimologi, kata ini bermakna
banyak di antaranya al-jadi>d (yang baru) lawan dari al-qadi{m (yang lama) dan
al-khabar (kabar atau berita).1
Adapun menurut terminologi, ulama hadis pada umumnya
mendefinisikan hadis dengan definisi yang berbeda-beda, yaitu:
ة ف ص و ا ر ی ر ق ت و ا ل ع ف و ا ل و ن ق م لم س و یھ ل ع لي هللا ي ص نب ال ن ع ر ث أ ام 2ا.ھ د ع ب و ا ة عث ل الب ب ق اء و س ة ر ی س و ا یة ق ل خ و ا یة ق ل خ
Artinya:Apa yang ditinggalkan oleh Nabi saw., berupa perkataan Nabi, perbuatan, dantaqrir dan sifat-sifat kepribadian atau perjalanan hidupnya baik sebelummaupun sesudah beliau diangkat menjadi Rasul.
Oleh karena itu dalam pengertian tersebut di atas, hadis disamakan
pengertiannya dengan sunnah.3 Definisi ini berbeda dengan definisi yang
dikemukakan oleh ulama usul dan ulama fiqih. Ulama usu >l mendefinisikan, bahwa
yang dimaksud dengan hadis atau sunnah adalah segala sesuatu yang bersumber
dari Nabi saw., selain dari al-Qur’an, baik berupa perkataan, perbuatan dan taqriri-
1Lihat Muhammad bin Mukram Ibn Manzu>r, Lisa>n al-‘Arab, Juz II (Mesir: Da>r al-Masriyah,T.th), h. 436-439
2Lihat Mahmu>d al-Tahha>n, Taysir mustallah al-hadis (Riya>dh: Maktabah al-ma’a>rif, 1407H/1987 M), h. 15
3Lihat Muhammad Jamal al-Di>n al-Qa>simi>, Qawa>id al-tahdi>s min funu>n musthalah al-hadi>s(Beirut: Da>r al-kutub al-‘Ilmiyah, 1399 H/ 1979 M), h.61. Musthafa al-Siba’I>, al-sunah wamaka>natuha fi tasyri’ al-Islam (Beirut: al-Maktabah al-Islam 1405 H/1985 M), h. 53.
21
nya yang dapat digunakan dalil untuk menetapkan hukum. Sedangkan ulama fikih
mengemukakan bahwa hadis atau sunnah adalah apa yang ditetapkan dari nabi
saw., yang tidak masuk dalam kategori wajib dan merupakan termasuk salah satu
dari hukum yang lima.4
Adanya perbedaan yang terjadi antara ulama hadis, ulama usul dan ulama
fiqih dalam memberikan definisi hadis atau sunnah karena perbedaan peninjauan.
Ulama hadis memberi pengertian hadis lebih luas, dibandingkan dengan pengertian
hadis yang dikemukakan oleh ulama usul dan ulama fiqih. Ini dapat dipahami ,
karena ulama hadis memangdang pribadi Nabi saw., sebagai uswatun hasanah
(teladan), sehingga apa saja yang bersangkut paut dengan pribadi Nabi saw., baik
berita tentang biografi dan akhlaknya maupun perkataan dan perbuatannya baik
menyangkut hukum ataupun tidak adalah termasuk hadis atau sunnah. Sedangkan
ulama usul memandang Nabi saw., sebagai musyri’ (pengatus undang-undang) yang
telah meletakkan kaedah-kaedah bagi mujtahid sesudahnya dan hukum syari’at,
sehingga hanya berita tentang nabi saw., yang bersangkut paut dengan hukum
dikategorikan sebagai sunnah.
Adapun ulama fiqih memandang perbuatan Nabi saw., sebagai dalil terhadap
hukum syariat, teruatama dari segi ibadahnya, wajib, haram, mubah dan selainnya
yang mungkin berlaku terhadap suatu perbuatan.5
Disini lain, terkadang ada istilah lain yang biasa disinonimkan dengan hadis
selain sunnah, yang digunakan untuk mengungkapkan makna yang sama dengan arti
hadis , seperti khabar dan atsar . Mayoritas ulama menggunakan ketiga istilah
4Lihat Abd al-Wahha>b Khalla>f, ‘Ilm Usu>l al-Fiqh ( cet.XII; Kuwait: Da>r al-Qala>m, 1978), h.36-37.
5Lihat Musthafa> al-Siba>’I, al-Sunah wa Maka>natuha fi> Tasyri>’ al-Isla>m, h. 55.
22
tersebut sebagai sinonim. Walaupun demikian, masih ada ulama yang
menggunakannya dalam makna yang berbeda. Hadis digunakan khusus apa yang
disandarkan kepada Nabi saw. Dalam perngertian ini, khabar lebih umum daripada
hadis, sebab khabar meliputi hadis marfu’ (yang disandarkan kepada Nabi saw.)
dan mauqu>f (yang disandarkan kepada sahabat), sedangkan h{adi>s khusus untuk
marfu’ saja. Sedangkan untuk istilah atsar dimaksudkan kepada apa yang
disandarkan kepada Nabi saw. (marfu’), tapi terkadang juga dikhususkan untuk
hadis mawqu>f saja. Selain itu, ada ulama yang menggunakannya untuk hadis
mawqu>f. Sehingga dapat dikatakan juga bahwa atsar mempunyai makna yang sama
dengan khabar.
B. Sanad dan Matan
Menurut pengertian bahasa, sanad berarti bagian bumi yang menonjol, atau
sesuatu yang berada dihadapan kita dan jauh dari kaki bukit ketika memandangnya.
Sedang menurut Ibn Zakariya kata sanad memiliki beberapa arti, antara lain:
1)bersandar, 2)segala sesuatu yang disandarkan kepada yang lain, 3)seseorang
mendaki gunung, 4)seorang menjadi tumpuan.6
Menurut istilah, sanad adalah jalur matan, yakni rangkaian para periwayat
yang memindahkan matan dari sumber primernya. Jalur itu disebut sanad, karena
periwayat bersandar kepadanya dalam menisbatkan matan kepada sumbernya, dan
karena para ha>fiz bertumpu kepada yang menyebutkan sanad dalam mengerahui
sahih atau dhai>f suatu hadis.7
6Lihat Ibn Manzu>r, Lisa>n al-arab (Beirut: Da>r al-sadr, 1399 H/1968 M), h. 224 ; IbnZakariya, Mu’jam Maqayis al-Lugha, IV (Beirut: Dar al-Jil, 1411 H/1991 M), h. 105.
7Lihat Jala>l al-di>n al-Suyuthi, Tadri>b al-ra>wy (Cet I; Mesir: Maktabah al-Qahirah, 1379 H/1959 M), h. 5-6; Muhammad ‘Ajja>j al-Khati>b, Ushu>l al-H{adi>s Ulu>muhu Wa Mustalahuh (Beirut: Daral-Fikr, 1975),h. 32-33.
23
Di samping itu, dalam hubungannya dengan istilah sanad, dikenal juga istilah
al-isna>d, al-musnad dan al-musnid. Istilah al-isna>d, berarti menyandarkan,
mengasalkan (mengembalikan ke asal) yang dimaksudkan di sini adalah ع ف ر ھ ل ائ ق لي ا ث ی د الح (menyandarkan hadis kepada orang yag mengatakannya) atau
ھ ل ائ ق يل ا ث ی حد ال و ز ع (mengelompokkan hadis kepada orang yang
mengatakannya).8 Adapun kata al-isna>d dengan al-sanad mempunyai arti yang
berdekatan atau hampir sama bahkan ada ulama muhaditsi>n yang memandang
kedua istilah tersebut mempunyai pengertian yang sama, keduanya dapat dipakai
secara bergantian.
Berbeda dengan istilah al-musnad, mempunyai beberapa arti: 1) hadis yang
diriwayatkan dan disandarkan atau diisnadkan kepada seseorang yang
membawanya; 2) nama-nama suatu kitab yang menghimpun hadis-hadis dengan
sistem penyusunan berdasarkan nama-nama para sahabat periwayat hadis, seperti
Musnad Ahmad; 3) nama bagi hadis yang memenuhi kriteria marfu’ (disandarkan
kepada Nabi saw.) dan muttasil (sanadnya bersambung sampai kepada akhirnya).9
Berkaitan dengan hal tersebut, sanad hadis mempunyai kedudukan yang
sangat urgen dari diri hadis itu sendiri, bahkan sanad hadis merupakan bagian yang
tidak dapat dipisahkan dari agama, sebagaimana pernyataan para ulama hadis
berikut ini :
Abu Amr al-Awza’iy (w. 157 H/774 M) menyatakan bahwa:
8Lihat Muhammad Jamal al-di>n al-qa>simi>, qawa>id al-tahdi>s min funu>n musthalah al-h{adi>s,h.202; Mahmu>d al-Tahha>n, taysi>r mustallah al-h{adi>s, h. 224.
9Lihat Mahmu>d al-Tahha>n, taysi>r mustallah al-hadi>s, h. 224; M. Syuhudi Ismail, pengantarilmu Hadis (Cet II; Bandung: Angkasa, 1991), h. 18-19.
24
10ادنس اال اب ھ ذ ال ا م ل الع اب ھ ا ذ م
Artinya:hilangnya pengetahuan hadis tidak akan terjadi, kecuali bila sanad hadis telahhilang.
Selanjutnya Sufyan al-Sawry (w. 161 H/778 M) menegaskan bahwa:
ب ف ح ال س ھ ع م ن ك ی م ا ل ذ ا ن ف ؤم الم ح ال س اد نس اال 11لات ق ی ئ ي ش ا
Artinya:sanad itu merupakan senjata bagi orang-orang mu’min, apabila ia tidakmemiliki senjata maka dengan apa ia akan menghadapi peperangan.
Disamping itu, Abd Allah ibn Muba>rak (w. 181 H/797 M) mengatakan:
12اء ش ی ن م ال ق ل اد نس اال ال و ل الدین و اد نس اال
Artinya:sanad itu merupakan bagian dari agama. Dan sekiranya sanad itu tidak ada,niscaya siapa saja dapat menyatakan apa yang dikehendakinya.
Imam al-Nawawiy (w. 676 H/1277 M), mengomentari pernyataan Ibn al-
Muba>rak dengan mengemukakan, bahwa bila sanad hadis berkualitas sahih, maka
hadis itu dapat diterima, sedang bila tidak sahih, maka harus ditinggalkan. Lebih
lanjut al-Namamiy menegaskan bahwa hubungan hadis dengan sanadnya semisal
hubungan antara hewan dengan kakinya.13
Kata matan merupakan bentuk masdar dari matana yang jamaknya adalah
mutu>n mempunyai beberapa makna antara lain: 1) tanah tinggi yang keras, 2) apa
yang tampak dari sesuatu, 3) kokoh, kuat dan kekuatan, sesuatu diantara dua tiang.
Sedangkan secara etimologi matan berarti segala sesuatu yang keras bagian atasnya,
10Nur al-Di>n ‘Itr, Manhaj al-Naqd fi ‘ulu>m al-hadi>s (Damaskus: Da>r al-Fikr, 1399 H/1979M), h. 345
11Nur al-Di>n ‘Itr, Manhaj al-Naqd fi ‘ulu>m al-hadi>s, h. 34512Lihat Abu al-Husain Muslim bin Hajja>j al-Qusyairi>, al-Ja>mi’ al-Sahi>h, Juz 1 (t,tp: Isa al-
ba>bi> al-Halabi> wa Syura>kah, 1375 H/1955 M), h. 1513Lihat Abu Zakariya Yahya> ibn Syaraf al-Nawawi>, sahi>h Muslim bi syarh al- Nawawiy, Juz
I (Mesir: al-Mathba’at Misriyah, 1924 M), h. 88
25
atau segala sesuatu bagian permukaan yang tampak darinya. Selain itu, dapat juga
berarti bagian bumi yang tampak menonjol dan keras.14
Menurut pengertian istilah, matan (matan al-hadi>s) berarti materi berita yang
berupa sabda, perbuatan atau taqrir Nabi saw., yang terletak setelah sanad yang
terakhir, atau lafaz-lafaz hadis yang di dalamnya mengandung makna-makna
tertentu.15 Secara umum, matan dapat diartikan selain sesuatu pembicaraan dari
Nabi saw., juga berasal dari sahabat atau tabi’in. selain itu, matan juga adalah
redaksi hadis yang menjadi unsure pendukung pengertiannya.
Dari beberapa pengertian diatas, maka dapat dipahami bahwa matan adalah
materi atau lafaz hadis itu sendiri, baik berupa sabda, perbuatan, dan taqrir Nabi
saw.
C. Kaedah Kesahihan Sanad dan Matan
Untuk melakukan kegiatan kritik hadis, baik kritik sanad (naqd al-Sanad )
maupun kritik matan (naqd al-Matan ) diperlukan kaedah kesahihan sanad dan
matan hadis. Adapun kaedah kesahihan sanad dan matan hadis dapat diketahui dari
pengertian hadis s{ahi>h. Ibn al-salah (w. 643 H/1245 M) memberikan pengertian
hadis sahih sebagai berikut:
ل د الع ل ق نب ه اد ن س ا ل تص ي ی لذ اد نالمس ث ی حد ال و ھ : ف ح ی ح الص ث ی د ما الح ا 16.ال ل ع م ال ا و اذ ش ون ك ی ال و اه ھ ت ن ي م ل ا ط اب الض
Artinya:
14Lihat Ibn Manzu>r, Lisa>n al-‘Arab, h. 4130.15Lihat Muhammad ‘Ajja>j al-Khati>b, Ushu>l al-Hadi>s Ulu>muhu Wa Mustalahuh , h. 32;
Fatchur Rahman, ikhtisa>r Mustalah al-hadi>s (Cet I; Bandung: al-Ma’arif, 1970), h. 2316Abu ‘Amr ‘Usman ibn Abd al-Rahma>n ibn al-Sala>h al-Syahrazu>ri>, ‘ulu>m al-h{adi>s (al-
Madinah al-Munawarah: al-Maktabah al-‘ilmiyah, 1972), h. 10
26
Adapun hadis sahih adalah hadis yang bersambung sanadnya, diriwayatkanoleh periwayat adil dan dhabit dari periwayat yang adil dan dhabit jugahingga akhirnya, dan tidak ada kejanggalan (syadz) dan cacat (illat).
Dari pengertian istilah tersebut diatas, maka dapat diurai unsur-unsur hadis
sahih menjadi: a) sanadnya bersambung; b) periwayatnya bersifat adil; c)
periwayatnya bersifat dha>bit; d) di dalam hadis itu tidak terdapat kejanggalan
(sya>dz); dan e) tidak terdapat cacat (illat).
Ulama hadis berbeda pendapat tentang nama hadis yang sanadnya
bersambung. Al-Khati>b al-Baghda>di> (w. 463 H/1072 M) menamainya sebagai hadis
musnad. Sedang hadis musnad menurut Abd al-Bar (w. 463 H/1071 M) ialah hadis
yang disandarkan kepada Nabi saw., jadi sebagai hadis marfu’ sanadnya ada yang
bersambung dan ada yang terputus.17 Dengan demikian, ulama hadis umumnya
berpendapat , bahwa hadis musnad pasti marfu’ dan bersambung sanadnya, sedang
hadis marfu’ belum tentu hadis musnad.
Oleh karena itu, dikalangan ulama hadis dikenal juga istilah hadis muttasil
atau mawshu>l.18 Hadis muttasil atau mawshu>l ada yang marfu’ (disandarkan
kepada Nabi saw.) dan ada yang mauqu>f (disandarkan kepada sahabat). Apabila
dibandingkan dengan hadis musnad , maka dapat dinyatakan, bahwa hadis musnad
pasti muttasil atau mawshu>l, dan tidak semua hadis muttasil atau maushu>l pasti
musnad.
Selain itu, untuk mengetahui sanad hadis bersambung atau tidak, dapat
ditempuh dengan mencatat semua nama periwayat dalam sanad yang dikritik;
17Lihat Ibn al-Sala>h, ‘Ulu>m al-Hadi>s (al-Madinah al-Munawarah: al-Maktabah al-‘ilmiyah,1972), h. 39
18 Yang dimaksud dengan hadis muttasil atau mawshu>l adalah hadis yang bersambungsanadnya, baik persambungan itu sampai kepada nabi maupun hanya sampai kepada sahabat Nabisaja. Lihat Ibn al-sala>h, ‘ulu>m al-hadi>s, h. 40
27
mempelajari sejarah hidup masing-masing periwayat melalui kitab-kitab rija>l al-
h{adi>s dengan maksud untuk mengetahui apakah para periwayat itu bersifat adil dan
dha>bit, serta tidak suka melakukan tadli>s, apakah antara periwayat dengan
periwayat yang terdekat dalam sanad itu terdapat hubungan kesezamanan pada masa
hidupnya dan terjalin hubungan sebagai guru-murid dalam periwayatan hadis;
meneliti kata-kata (sigat al-tahammul wa al-‘ada’) yang menghubungkan antara
periwayat yang terdekat apakah sigat al-tahammul wa al-ada’ yang dipakai berupa
haddasaniy, haddasana, akhbaraniy, akhbarana, ‘an , dan anna, atau kata lainnya.
Jadi, suatu sanad hadis dapat dinyatakan bersambung apabila seluruh
periwayatnya bersifat adil dan dha>bit serta terjalin hubungan periwayatan hadis
secara sah menurut ketentutan tahammul wa ada’ al-hadis. Selanjutnya, unsur
kaidah umum yang kedua, yaitu periwayat bersifat adil19 , merupakan unsur yang
harus diteliti untuk dapat mengetahui apakah riwayat diterma sebagai hujjah atau
ditolak. Mengenai kaidah umum yang kedua ini ada beberapa unsur yang harus
dimiliki oleh seorang yang ‘adil yaitu: 1) beragama Islam; 2) mukallaf (balig dan
berakal sehat); 3) melaksanakan ketentuan agama Islam; 4) memelihara muru’at.20
Secara umum ulama telah mengemukakan cara penetapan keadilan
periwayat hadis, yakni berdasarkan: a) popularitas keutamaan periwayat di kalangan
ulama hadis; b) penilaian dari para kritikus hadis, penilaian ini berisi pengungkapan
19 Kata adil berasal dari bahasa Arab, al-‘adl, memiliki banyak arti, antara lain: keadilan (al-‘adalat); pertengahan (al-I’tidal); lurus (istiqamah); condong kepada kebenaran (al-mayl ila al-haq).Lihat Ibn Manzur , h. 456-463.
20 Lihat Ibn al-Salah, ‘ulu>m al-h{adi>s, h. 94-96; Subhi al-Salih, Ulu>m al-Hadi>s (Beirut: Da>r al-Mala>yi>n, 1977 M), h. 129-130. Al- Muru’a>t artinya adab kesopanan pribadi yang membawapemeliharaan diri manusia pada tegaknya kebajikan moral dan kebiasaan-kebiasaan. Ulamamengemukakan beberapa contoh perbuatan yang merusak muru’a>t seseorang, misalnya, makandijalan, kencing dijalanan, makan dipasar yang dilihat oleh orang banyak, dan bergaul dengan orangyang berprilaku buruk. Lihat Subhi al-Salih, h. 133-134.
28
kelebihan dan kekurangan yang ada pada diri periwayat hadis; c) penerapan kaedah
al-jarh wa al-ta’di>l, cara ini ditempuh apabila para kritikus periwayat hadis tidak
sepakat tentang kualitas pribadi periwayat tertentu.21 Jadi, penetapan keadilan
periwayat diperlukan kesaksian dari ulama, dalam hal ini ulama ahli kritik
periwayat. Khusus para sahabat Nabi, hampir seluru ulama menilai mereka bersifat
adil.22 Karenanya dalam proses penilaian periwayat hadis, pribadi sahabat Nabi tidak
dikritik oleh ulama hadis dari segi keadilannya.
Sedangkan unsur kaidah umum yang ketiga, periwayat bersifat dha>bit23.
Adapun yang menjadi unsur-unsur khusus dari kaidah ini sebagai berikut; 1) hafal
dengan baik hadis yang diterimanya; 2) mampu menyampaikan kepada orang lain; 3)
terhindari dari sya>z dan 4) terhindar dari illat. apabila unsur-unsur itu dipenuhi
oleh periwayat hadis, maka periwayat tersebut dinyatakan sebagai bersifat tsiqat.
Dengan demikian, istilah tsiqat merupakan gabungan dari sifat adil dan dha>bit.
Adapun cara penetapan kedhabitan seseorang periwayat, menurut berbagai
pendapat ulama, dapat dinyatakan sebagai berikut; a) ke-dha>bit-an periwayat dapat
diketahui berdasarkan kesaksian ulama; b) kedhabitan periwayat dapat diketahui
berdasarkan kesesuaian riwayatnya dengan riwayat yang disampaikan oleh
periwayat lain yang telah dikenal kedha>bit-annya; c) apabila seorang periwayat
sekali-kali mengalami kekeliruan, maka dia masih dapat dinyatakan sebagai
21 Lihat Abu Fida’ Ismai>l Ibn Kasi>r, Ikhtisa>r ‘Ulu>m al-H{adi>s (Beirut: Da>r al-Fikr, t.th), h. 3522 Lihat Ibn al-Sala>h, ‘ulu>m al-h{adi>s, h. 264.23 Menurut bahasa kata dhabit berarti; yang kokoh, yang kuat, yang tepat, yang hafal dengan
sempurna. Sedangkan menurut istilah ulama hadis dhabit adalah orang yang kuat hapalannya tentangapa yang didenganya dan mampu menyampaikan hapalannya itu kapan saja dia kehendaki. Lihat Ibnhajar al-‘asqalan, nuzhat al-Nazr Syarh Nukhbat al-Fikr fi al-Mustalah Ahl al-Atsar (Kairo:Maktabah Ibn Taimiyah, 1411 H/ 1990 M), h. 13.
29
periwayat yang dha>bit. Tetapi apabila kesalahan itu sering terjadi, maka periwayat
yang bersangkutan tidak lagi disebut sebagai periwayat yang dha>bit.24
Kaedah umum untuk kesahihan matan, ada dua macam, yaitu: a) terhindar
dari sya>z25 dan b) terhindar dari illat.26 Dalam melakukan kritik matan ulama hadis
tidaklah seragam dalam menentukan tolak ukurnya, misalnya saja Imam al-Khati>b
al-Bagda>diy (w. 463 H/1072 M) menjelaskan bahwa matan hadis yang maqbu>l
(diterima) haruslah: 1) tidak bertentangan dengan akal yang sehat; 2) tidak
bertentangan dengan hukum al-qur’an yang telah muhkam ; 3) tidak bertentangan
dengan hadis yang mutawa>tir; 4) tidak bertentangan dengan amalan yang telah
menjadi kesepakatan ulama masa lalu ( ulama salaf ); 5) tidak bertentangan dengan
dalil yang sudah pasti; dan 6) tidak bertentangan dengan hadis a>ha>d yang kualitas
kesahihannya lebih kuat.27
Sedangkan Salah al-Di>n al-Adlabi> mengemukakan bahwa tolak ukur
penelitian kesahihan matan hadis ada empat macam yaitu: a) tidak bertentangan
dengan petunjuk al-Qur’an; b) tidak bertentangan dengan hadis yang lebih kuat; c)
24 Lihat Abu zakariya Yahya> ibn Syaraf al-nawawi>, al-Taqri>b li al-Nawawi> Fann Usu>l al-Hadi>s (Kairo: Abd Rahman Muhammad, t.th), h. 2; Abu Fida’ Ismail Ibn Kasir, Ikhtisar ‘Ulu>m al-Hadi>s, h. 46.
25 Menurut bahasa syaz berarti; yang jarang , menyendiri, yang asing, yang menyalahi aturan,dan yang menyalahi orang banyak. Lihat Ibn Manzu>r, Juz V, h. 28-29. Sedangkan menurut istilahilmu hadis , syaz adalah hadis yang diriwayatkan oleh orang yang tsiqat, tetapi periwayatnyabertentangan dengan hadis yang diriwayatkan oleh orang banyak orang yang tsiqat juga. Lihat IbnSalah, Ulu>m al-h{adi>s, h. 48.
26 Menurut bahasa illat berarti: cacat, penyakit, dan keburukan. Lihat Ibn Manzu>r, Juz XIII,h. 498. Sedangkan menurut istilah ilmu hadis , illat adalah sebab yang tersembunyi yangmerusakkkan kualitas hadis. Keberadaannya menyebabkan hadis yang pada lahirnya tampakberkualitas sahih menjadi tidak sahih. Lihat Ibn Salah, ulu>m al-h{adi>s, h. 81.
27 Lihat al-Khatib al-Bagdady, Kifayah fi ‘ilm al-Riwayat (Mesir: Mathba’ah al-Sa’adah,1972), h. 206-207.
30
tidak bertentangan dengan akal sehat, indera, dan sejarah; dan d) susunan pernyataan
menunjukkan ciri-ciri sabda kenabian.28
Butir-butir tolak ukur di atas, selain dinyatakan sebagai kaidah kesahihan
matan, dapat juga dinyatakan sebagai tolak ukur meneliti kepalsuan suatu hadis.
Menurut jumhur ulama, tanda-tanda matan hadis palsu ialah: 1) susunan bahasanya
rancu; 2) isinya bertentangan dengan akal sehat; 3) isinya bertentangan dengan isi
pokok ajaran islam; 4) isinya bertentangan dengan sunatullah (hukum alam); 5)
isinya bertentangan dengan fakta sejarah; 6) isinya bertentangan dengan petunjuk al-
qur’an atau hadis mutawa>tir yang telah mengandung petunjuk secara pasti; dan 7)
isinya berada diluar kewajaran, jika diukur dari petunjuk umum ajaran islam.29
Dalam hubungannya dengan pelaksanaan kegiatan kritik sanad dan kritik
matan, maka kritik sanad dilakukan terlebih dahulu sebelum kegiatan kritik matan.
Kritik matan barulah dapat dilakukan setelah sanad hadis yang bersangkutan telah
memenuhi syarat untuk dijadikan hujjah, bila sanad cacat maka matan tidak perlu
diteliti, sebab tidak akan bermanfaat untuk hujjah.
Sehubungan dengan penjelasan di atas maka hadis ditinjau dari kualitasnya
dibagi menjadi beberapa kategori yaitu: 1) hadis sahi>h; 2) hadis hasan30 ; dan 3)
28 Lihat Salah al-Di>n ibn Ahmad al-Adlabi>, Manhaj al-Naqd al-Matn (Beirut: Da>r al-a>fa>q al-jadi>dah, 1403 H/1983 M), h. 238.
29 Lihat Musthafa al-Siba>’I>, al-Sunah wa maka>natuha fi Tasyri’ al-Isla>m, h. 96-100; Subhial-Salih, Ulu>m al-Had>is, h.264-266.
30 Imam al-Turmudzi mendefinisikan hadis hasan sebagai hadis yang pada sanadnya tidakterdapat periwayat yang tertuduh dusta, dan tidak ada kejanggalan pada aspek matan(syaz), dandiriwayatkan pula melalui jalur yang lain. Lihat Nur al-Din ‘itr, Manhaj al-Naqd fi ‘ulu>m al-hadi>s h.162.
31
hadis dhai>f31. Adapun hadis sahi>h dapat dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu
sahi>h li dza>tihi32dan sahi>h lighairihi33, begitupula hadis hasan dibagi menjadi dua
bagian yaitu hasan li dza>tihi dan hasan li ghairihi. Kualitas hasan li ghairihi pada
asalnya adalah hadis dhai>f namun karena ada hadis pendukung yang kuat
menjadikannya naik ketingkat hasan. Dan perlu diketahui bahwa tidak semua hadis
dhai>f bisa meningkat derajatnya karena ia hanya masuk pada kategori hadis yang
tidak terlalu lemah atau bukan hadis palsu.
D. Tinjauan Umum Tentang al-Guluw
1. Pengertian al-guluw
Secara etimologi al-guluw adalah hal (tindakan, perbuatan) yang melampaui
batas. Hal ini diungkapkan oleh beberapa ahli bahasa sebagai berikut:
1. Kata ال غ – ءال غ - يال غ - ال غ bermakna mahal, الرخصد ض (
lawan kata murah), dan ر م اال يف ء ال الغ maknanya د الح ز او ج (melampaui batas.34
2. Menurut Ibn al-Manzu>r kata al-gala>u bermakna irtifa’ wa muja>wazatu al-
qadr fi kulli syaiin ( ketinggian dan melampaui batas dalam segala hal). Hal
ini senada dengan perkataan Umar bin al-Khattab: la taga>lu> fi> saduqa>ti al-
nisa artinya janganlah berlebih-lebihan dalam memberikan mahar kepada
31 Dhai>f menurut bahasa adalah lemah atau lawan dari kuat. Sedang menurut istilah imam al-Nawawiy mendefinisikannya sebagai hadis yang di dalamnya tidak terdapat syarat-syarat hadis sahihdan syarat-syarat hadis hasan. Lihat al-Nawawiy, al-Taqri>b li al-Nawawiy Fann Usu>l al-H{adi>s, h. 19.
32 Hadis sahi>h dengan sendirinya sebagai implikasi terpenuhinya lima kriteria hadis sahihyaitu sanadnya bersambung, periwayatnya adil, dhabit, terhindar dari syuzuz, dan illat.
33 Hadis yang kesahihannya didukung oleh adanya keterangan lain akibat tidak terpenuhinyasecara sempurna kriteria sebagai hadis sahih.
34 Ibrahim Mustafa dkk, al-Mu’jam al-Wasit, Juz II (Dar al-Da’wah, t.td), h. 660; al-Zubaidi, ta>j al-‘aru>s min Jawa>hir al-Qa>mus, Juz 39 (Matba’ah al-Hukumah al-kuwait, 1385 H/1965M), h. 179-183.
32
wanita. Oleh karena itu al-gala>u fi al-di>n adalah melampaui batasan yang
telah ditetapkan agama.35
3. Menurut al-Fayu>mi al-gala>u fi> al-di>n merupakan kesamaan dari sifat al-
tasallub dan al-tasyaddud (keras). Beliau memberikan contoh ayat al-Qur’an
: la> taglu> fi> di>nikum artinya jangan berlebih-lebihan pada perihal agama
dengan sikap dan tindakan yang lebih.36
4. Menurut Ibn Fa>ris kata al-guluw berasal dari tiga huruf yaitu ghain, lām dan
huruf mu’tal yang menunjukan makna irtifā’ wa mujāwazatu qadr
(ketinggian dan melampaui batas). Jika dikatakan ءال غ ول غ ی ر ع الس ال غ maknanya harga naik atau mahal, اول غ ر م اال يف ل ج الر ال غ artinya
seorang lelaki melampai batas.37
Dari beberapa ulasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa ketika kata al-
guluw digunakan maka artinya adalah ketinggian, tambahan, melebihi, dan
melampaui batas.
Adapun pengertian al-guluw secara terminologi tidak jauh berbeda dari
makna bahasanya yaitu al-tasyaddud wa muja>wazatu al-had al-masyru>’, fi> ayi amr
min al-umu>r (sikap keras dan melampaui batas yang telah disyari’atkan dalam hal
apa saja). Perlu diketahi bahwa sikap keras tidak termasuk bagi orang yang
konsisten dan berpegang teguh dalam melaksanakan hukum-hukum yang
disyari’atkan didalam al-Qur’an dan sunah Nabi Muhammad saw. serta berusaha
35 Muhammad bin Mukrim ibn Manz}u>r, Lisa>n al-‘Arab, Juz XVI (Cet. III; Beirut: Da>r S{a>dir,1414 H), h. 132.
36 Al-Fayyumi>, al-Misba>h al-Muni>r fi gari>b al-syarh al-kabi>r, Juz II (Beirut: al-Maktabah al-Ilmiyah, T.th), h. 451.
37Ah}mad bin Fa>ris bin Zakariya>, Mu‘jam Maqa>yi>s al-Lugah, Juz II (Beirut: Dār al-Fikr,1399 H/1979 M), h. 90.
33
menjauhkan diri dari hal-hal yang diharamkan oleh Allah swt. Dan Rasulullah saw.
Karena sifat guluw adalah melampaui batas, kesalahan dalam pemahaman dan
perbuatan dan tidak dapat menyeimbangkan sisi-sisi keagamaan.
Seperti Imam Ibn Atsi>r ketika menjelaskan sabda Nabi yang berbunyi :
iyya>kum wa al-guluw fi al-di>n ia berpendapat bahwa maksud al-guluw pada hadis
ini adalah al-tasyaddud dan melampaui batas.38 Senada dengan Ibn Atsir, Ibn
Taimiyah juga mendefinisikan al-guluw sebagai suatu sikap melampaui batas
dengan menambahkan sesuatu, baik itu pujian ataupun cacian kepala seseorang.39
Adapun makna al-had menurut Ibn Taimiyah adalah nash syar’I yang telah di
tentukan oleh Allah swt. Baik itu didalam al-qur’an ataupun di hadis nabi, atau
dapat diartikan juga sebagai batas akhir bagi hal-hal yang boleh dilakukan dan tidak
boleh dilakukan.40
Dari beberapa pengertian diatas maka peneliti menyimpulkan bahwa sifat al-
guluw adalah perbuatan, sikap dan keyakinan yang melampaui batas sehingga
menyebabkan sikap dan perbuatannya tersebut keluar dari syari’at yang sudah
ditentukan dalam agama Islam.
2. Term-term yang semakna dengan al-guluw
a. Al-tanattu’ ( عط ن الت / عون (المتنط
Menurut Ibn Fa>ris al-tanattu’ berasal dari akar kata al-nata’ yang bermakna
البسط ( sederhana ) dan مالسة (licin dan halus).41 Adapun dalam penggunaannya
38Lihat Ibn al-Atsi>r, al-Nihayah fi> al-gari>b al-hadi>s wa al-atsar, Juz III (Beirut: al-Maktabahal-Ilmiyah, 1399 H/1979 M), h. 719.
39Lihat Ibn Taymiyah, Iqtida>’ al-Sira>t al-mustaqi>m, juz 3, h. 10640Lihat Ibn Taymiyah, majmu’ah al-fata>wa,> juz 4, h. 36441Lihat Ibn Fa>ris, Maqa>is al-lugah, Juz 5, h. 353
34
al-tanattu’ sama dengan al-ta’ammuq dan tasyadduq, dimana al-nata’ juga bermakna
langit-langit tenggorokan pada mulut yang Nampak ketika seorang sedang
bersemangat dalam berkata-kata, kemudian kata ini beralih bukan pada hal
perkataan saja tetapi juga pada perbuatan.42
b. Al-Tasyaddud ( د د ش الت / اد ش ی )
kata tasyaddud berasal dari akar kata syadda-yasyuddu yang artinya berkisar
pada kekuatan dan kekerasan.43 Al-tasyaddud juga bermakna اة او ق الم ة و ب ال غ الم seperti yang disabdakan Nabi Muhammad saw.
44ھ(رواه النسائي)ب ل غ ال ا د ح ن ا ی الد ادش ی ن ل Artinya:
"Sesungguhnya agama ini mudah dan tidak ada seorangpun yang bersikapkeras terhadap agama melainkan dia akan terkalahkan.
c. اء ر ط اال / اطرياء ر ط اال adalah masdar dari kata kerja ير ط ا yang artinya memuji dengan
puji-pujian yang sangat berlebih-lebihan. Ibn Fa>ris berkata bahwa اء ر ط اال adalah
ب ھ ح د م یھ ف ام ن س ح ا ( memujinya dengan pujian yang lebih dari apa yang
sebenarnya), sedangkan Ibn ‘Atsir mengartikan اء ر ط اال adalah يف د الح ة ز او ج م ھ ی ف ب ذ الك و ح مد ال ( melampaui batas dalam memuji dan memasukkan kebohongan
didalam pujian tersebut).45
3. Sejarah Munculnya Sifat al-Guluw
42Lihat Ibn al-Atsi>r, al-Nihayah fi> al-gari>b al-hadi>s wa al-atsar, Juz, h. 74.43Lihat Ibn Fa>ris, Maqais al-lugah, Juz III, h. 13944Ahmad bin Syu’aib Abū ‘Abd al-Rahmān al-Nasāī, Sunan al-Nasāī al-Kubrā, juz VI, h.
537.45Al-Zubaydi>, Ta>j al-‘Aru>s Min Jawa>hir al-Qa>mu>s, Juz 38 ( Da>r al-Hida>yah, T.th), h. 488.
35
Pada hakikatnya al-guluw sudah ada sejak diturunkannya risalah kenabian,
beragam cara manusia menyikapi ajakan tersebut salah satunya adalah al-gulla>t.
Allah swt. Mengutus nabi Nuh as dikarenakan kaumnya yang bersikap guluw
terhadap orang-orang saleh yang telah meninggal. bahkan untuk mengabadikan
orang-orang saleh tersebut mereka membuat patung yang tujuan awalnya adalah
sebagai pengingat namun pada akhirnya mereka jadikan sebagai sesembahan. inilah
kebiasaan yang turun temurun hingga pada masa jahiliah yaitu zaman sebelum
Rasulullah saw diutus. Allah swt. berfirman QS. Nuh/71:23.
Terjemahnya:
Dan mereka berkata: "Jangan sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan)tuhan-tuhan kamu dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan(penyembahan) wadd, dan jangan pula suwwa', yaghuts, ya'uq dan nasr.46
Sepanjang lintasan sejarah umat Islam selalu saja ada sikap-sikap beragama
yang cenderung ekstrem, baik dalam tataran tindakan kongkrit maupun pemahaman
terhadap hukum-hukum agama. Dalam konteks ini Ibn Qayyim Al-Jauziyah berkata:
“Allah tidak memerintahkan sesuatu melainkan setan mempunyai dua bisikan,
kepada keteledoran dan pengabaian atau kepada berlebih-lebihan dan ghuluw.
Agama Allah ada di antara keduanya, antara yang teledor dan yang ghuluw”.47
Peristiwa ini terjadi pada kaum Bani Israil, Yahudi dan Nasrani.
Sebagaimana firman Allah swt. Pada surah al-Nisa/4: 171 dan al-Maidah/5: 77 yang
berbunyi:
46Kementerian Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 571.47Lihat Ibn al-Qayyim. Jauziyyah, Mad>a>rij Al-Sa>liki>n Bayna Mana>zil Iyya>ka Na’budu Wa
Iyya>ka Nasta’i>n (Kairo: Da>r al-Turath, 1992).
36
Terjemahnya:Wahai ahli Kitab, janganlah kamu melampaui batas dalam agamamu, danjanganlah kamu mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar.Sesungguhnya Al Masih, Isa putera Maryam itu, adalah utusan Allah dan(yang diciptakan dengan) kalimat-Nya yang disampaikan-Nya kepadaMaryam, dan (dengan tiupan) roh dari-Nya. Maka berimanlah kamu kepadaAllah dan rasul-rasul-Nya dan janganlah kamu mengatakan: "(Tuhan itu)tiga", berhentilah (dari Ucapan itu). (Itu) lebih baik bagimu. SesungguhnyaAllah Tuhan yang Maha Esa, Maha suci Allah dari mempunyai anak, segalayang di langit dan di bumi adalah kepunyaan-Nya. cukuplah Allah menjadiPemelihara.48
Sifat guluw menumbuhkan sikap saling mengkafirkan. Allah swt. berfirman
dalam surah al-Baqarah/2:113.
Terjemahnya:dan orang-orang Yahudi berkata: "Orang-orang Nasrani itu tidak mempunyai suatupegangan", dan orang-orang Nasrani berkata: "Orang-orang Yahudi tidak mempunyaisesuatu pegangan," Padahal mereka (sama-sama) membaca Al Kitab. demikian pulaorang-orang yang tidak mengetahui, mengatakan seperti Ucapan mereka itu. MakaAllah akan mengadili diantara mereka pada hari kiamat, tentang apa-apa yangmereka berselisih padanya.49
Sikap guluw juga membuat mereka saling menghalalkan darah, harta benda
satu dengan yang lainnya. Misalnya Yahudi mempertahankan keberadaan kaumnya
48Kementrian Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 105.49Kementerian Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 18.
37
dengan simbol peperangan, dengan anggapan bahwa mereka adalah kekasih Allah
dan anak-anak-Nya. Hal itu membuat mereka menjadi kaum pilihan dan istimewa
sehingga orang-orang selain mereka adalah ummiyyu>n, bebas di perlakukan apa saja
sesuai dengan kehendaknya. Hal ini sesuai dengan yang dikisahkan dalam al-Qur’an
surah al-Imran/3:75.
Terjemahnya:
di antara ahli kitab ada orang yang jika kamu mempercayakan kepadanyaharta yang banyak, dikembalikannya kepadamu; dan di antara mereka adaorang yang jika kamu mempercayakan kepadanya satu dinar, tidakdikembalikannya kepadamu kecuali jika kamu selalu menagihnya. yangdemikian itu lantaran mereka mengatakan: "tidak ada dosa bagi Kamiterhadap orang-orang ummi. mereka berkata Dusta terhadap Allah, Padahalmereka mengetahui.50
Lain halnya dengan kaum Nasrani, mereka mengaku sebagai pewaris agama
yahudi tetapi dengan syariat dari Nabi Isa as. Meskipun dendam mereka terhadap
kaum yahudi selalu ada sebab yahudilah yang telah menyalib Nabi Isa as.
Ahlu kitab -Yahudi- memiliki sifat guluw dan tatarruf yang sangat menonjol
disebabkan oleh sifat sombong, tinggi hati dan ujub yang sudah menjadi pakaian
mereka. Misalnya saja anggapan negatif mereka kepada Tuhan seperti, Allah swt
fakir, kikir, tamak dan letih setelah menciptakan langit dan bumi. Begitu pula
tindakan mereka dalam menolak Nabi-Nabi Allah swt bahkan membunuh mereka.
50Kementerian Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 59.
38
Pada masa Nabi Muhammad saw. sikap al-guluw pertama kali muncul ketika
Zul Khuwaisirah al-Tamimi> meragukan sifat amanah dan keadilan rasulullah saw.
Sebagaimana hadis yang dikeluarkan oleh Imam Bukhari dalam sahihnya :
عنھ قال أن أبا سعید الخدري رضي صلى بینما نحن عند رسول علیھ وسلم وھو یقسم قسما أتاه ذو الخویصرة وھو رجل من بني تمیم فقال
اعدل فقال وی لك ومن یعدل إذا لم أعدل قد خبت وخسرت إن یا رسول ائذن لي فیھ فأضرب عنقھ فقال دعھ لم أكن أعدل فقال عمر یا رسول
مھ مع صیامھم فإن لھ أصحابا یحقر أحدكم صالتھ مع صالتھم وصیاین كما یمرق السھم من یقرءون القرآن ال یجاوز تراقیھم یمرقون من الدمیة ینظر إلى نصلھ فال یوجد فیھ شيء ثم ینظر إلى رصافھ فما یوجد الر
ینظر إلى نضیھ وھو قدحھ فال یوجد فیھ شيء ثم ینظر إلى فیھ شيء ثم قذذه فال یوجد فیھ شيء قد سبق الفرث والدم آیتھم رجل أسود إحدى
ردر ویخرجون على حین فرقة عضدیھ مثل ثدي المرأة أو مثل البضعة تد صلى من الناس قال أبو سعید فأشھد أني سمعت ھذا الحدیث من رسول
علیھ وسلم وأشھد أن علي بن أبي طالب قاتلھم وأنا معھ فأمر بذلك علیھ جل فالتمس فأتي بھ حتى نظرت إلیھ على نعت النبي صلى الر
رواه البخاري)51(وسلم الذي نعتھ Artinya:
Abu Sa'id Al Khudriy radliallahu 'anhu berkata; "Ketika kami sedang bersamaRasulullah shallallahu 'alaihi wasallam yang sedang membagi-bagikanpembagian(harta), datang Dzul Khuwaishirah, seorang laki-laki dari BaniTamim, lalu berkata; "Wahai Rasulullah, tolong engkau berlaku adil". Makabeliau berkata: "Celaka kamu!. Siapa yang bisa berbuat adil kalau aku sajatidak bisa berbuat adil. Sungguh kamu telah mengalami keburukan dankerugian jika aku tidak berbuat adil". Kemudian 'Umar berkata; "Wahai
51Muhammad ibn Isma>il Abu> Abdilla>h al-Bukha>ri> al-Ja’fi>ya, al-Ja>mi’ al-Musnad al-S}ah}ih} al-Mukhtas}ar min umu>ri Rasulullah saw. wa sunnatihi wa ayyamihi (S}ah}ih} al-Bukha>ri)>, Juz III, h. 1321.
39
Rasulullah, izinkan aku untuk memenggal batang lehernya!. Beliau berkata:"Biarkanlah dia. Karena dia nanti akan memiliki teman-teman yang salahseorang dari kalian memandang remeh shalatnya dibanding shalat mereka,puasanya dibanding puasa mereka. Mereka membaca Al Qur'an namun tidaksampai ke tenggorokan mereka. Mereka keluar dari agama seperti melesatnyaanak panah dari target (hewan buruan). (Karena sangat cepatnya anak panahyang dilesakkan), maka ketika ditelitilah ujung panahnya maka tidakditemukan suatu bekas apapun, lalu ditelitilah batang panahnya namun tidakditemukan suatu apapun lalu, ditelitilah bulu anak panahnya namun tidakditemukan suatu apapun, rupanya anak panah itu sedemikian dini menembuskotoran dan darah. Ciri-ciri mereka adalah laki-laki berkulit hitam yang salahsatu dari dua lengan atasnya bagaikan payudara wanita atau bagaikanpotongan daging yang bergerak-gerak. Mereka akan muncul pada zamantimbulnya firqah/golongan". Abu Sa'id berkata, Aku bersaksi bahwa akumendengar hadits ini dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan akubersaksi bahwa 'Ali bin Abu Thalib telah memerangi mereka dan akubersamanya saat itu lalu dia memerintahkan untuk mencari seseorang yangbersembunyi lalu orang itu didapatkan dan dihadirkan hingga aku dapatmelihatnya persis seperti yang dijelaskan ciri-cirinya oleh Nabi shallallahu'alaihi wasallam".
Pada masa sahabat Abdulllah bin Mas’ud pernah melakukan percakapann
dengan sekelompok jama’ah yang sedang beribadah kepada Allah swt. Tetapi
menurutnya mereka menyalahi petunjuk Nabi saw, Ia berkata kepada mereka :
علیھ د ما أسرع ھلكتكم ھؤالء صحابة نبیكم صلى ة محم ویحكم یا أملذي نفسي بیده إنكم وسلم متوافرون وھذه ثیابھ لم تبل وآنیتھ لم تكسر وا
یا أبا د أو مفتتحو باب ضاللة قالوا و لعلى ملة ھي أھدى من ملة محمحمن ما أردنا إال الخیر قال وكم من مرید للخیر لن یصیبھ إن عبد الر
علیھ وسلم حدثنا أن قوما یقرءون القرآن ال یجاوز ر صلى سول ما أدري لعل أكثرھم منكم ثم تولى عنھم فقال عمرو بن تراقیھم وایم
ة اه و ر (52أولئك الحلق یطاعنونا یوم النھروان مع الخوارج سلمة رأینا عامي)م ار الد
Artinya:
52Abd Allah Ibn Abd al-Rahman Abu Muhammad al-Darimiy, Sunan al-Darimiy, Juz 1 (CetI; beirut: Dar al-Kutub al-‘ilmiyah, 1407 H), h. 79.
40
Celakalah kalian umat Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam, alangkahcepatnya masa kehancuran kalian, padahal mereka para sahabat Nabishallallahu 'alaihi wasallam masih banyak, dan baju mereka belum basah, jugaperiuknya belum pecah, demi Dzat yang jiwaku berada di genggamantangannya, sesungguhnya kalian seakan-akan memiliki agama yang lebih baikdari agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw., atau kalian sengajahendak membuka pintu kesesatan?, mereka menjawab: 'Demi Allah wahaiAbu Abdur rahman kami tidak menginginkan kecuali kebaikan'. AbuAbdurrahman menjawab: 'Berapa banyak orang yang menginginkan kebaikantetapi ia tidak dapat mencapainya, sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihiwasallam telah menceritakan kepada kami bahwa ada satu kaum yangmembaca Al Quran namun tidak melampaui tenggorokan mereka, demi Allah,aku tidak tahu siapa tahu mayoritas mereka adalah dari kalian", AbuAbdurrahman lantas berpaling dari mereka. 'Amr bin Salamah berkata: 'Kamimelihat kebanyakan dari yang berada di kelompok jama'ah dzikir tersebutdihari selanjutnya mencaci-maki kami pada hari (perang) Nahrawan bersamaorang-orang khawarij ' ".
Khawarij merupakan kelompok guluw yang pertama kali muncul sebagai satu
kumpulan atau golongan. Kebanyakan ulama berpendapat bahwa kisah Zul
Khusairiy merupakan cikal bakal munculnya kelompok ini. Kisah memilukan dari
kelompok Khawarij ini digambarkan dalam kitab al-Mila>l wa al-Nih}a>l karya
Syahrastani. Disebutkan mereka telah melakukan kedzaliman terhadap seorang yang
shalih dan keluarganya yaitu Abdullah –anak dari sahabat Khabbab bin Art ra.
Mereka membantainya, merobek perut istrinya dan mengeluarkan janinnya. Setelah
itu dalam keadaan pedang masih berlumuran darah, mereka mendatangi kebun
kurma milik seorang Yahudi. Pemilik kebun ketakutan seraya berkata: “Ambillah
seluruhnya apa yang kalian mau!” Pimpinan khawarij itu menjawab dengan arif:
“Kami tidak akan mengambilnya kecuali dengan membayar harganya.
Kelompok ini sungguh sangat membahayakan kaum muslimin, terlepas dari
niat mereka dan kesungguhan mereka dalam beribadah. Mereka menghalalkan darah
kaum muslimin dengan kebodohan. Untuk itu mereka tidak segan-segan melakukan
41
teror, pembunuhan, pembantaian dan sejenisnya terhadap kaum muslimin sendiri.
Kebanyakan di antara mereka berusia muda, dan bodoh pemikirannya karena
kurangnya kedewasaan mereka. Mereka hanya mengandalkan semangat dan
emosinya, tanpa dilandasi oleh ilmu dan pertimbangan yang matang.
Sikap guluw kaum khawarij ini disebutkan oleh syekh Islam Ibn Taimiyah
dibangun atas landasan yang sesat dan menyesatkan yaitu:pertama, anggapan bahwa
siapa saja yang menyalahi al-Qu’ran dengan perbuatan atau perkataan kemudian
salah maka ia masuk dalam kategori kafir. Kedua, bahwa utsman, ‘ali dan
mu’awiyah dan khalifah setelahnya adalah orang-orang kafir.
Setelah khawarij di ikuti pula sikap guluw sekte al-sabiyah ( nisbah kepada
Abd Allah bin Sab’ah). Mereka menganggap bahwa didalam zat ‘Ali terdapat sifat
ketuhanan. Hal ini sesuai dengan apa yang disebutkan oleh imam Abdullah bin
Abdul Wahhab pada bukunya mukhtasar sirah nabawiyah: “ Dan di hari-harinya
(‘Ali) muncul sekelompok kaum al-ghullat, mereka mempunyai keyakinan bahwa
didalam jiwa ‘Ali terdapat sifat-sifat tuhan. Imam ibn hajar di kitabnya fath al-Ba>ri
berkata: ada yang berkata kepada ‘Ali bahwa di depan pintu masjid ada sekelompok
kaum yang beranggapan bahwa engkau adalah tuhan mereka, seketika itu Ali
memanggil mereka dan berkata: Celakah kalian, sesungguhnya saya adalah seperti
kalian, saya makan seperti kalian makan dan minum seperti kalian minum jikalau
saya taat kepada allah swt ia akan membalasku dan jika aku bermaksiat maka aku
takut jika ia mengazab aku maka kalian takutlah kepadanya dan kembalilah
kepadanya akan tetapi mereka enggan dan menolak untuk kembali kepada akidah
yang benar.
42
Setelah al-Sab’iyah muncul golongan mu’tazilah53 yang ideologinya masih
berpengaruh di zaman sekarang. Didalam akidah mu’tazilah dikenal istilah al-usul
al-khamsah yang secara harfiah berarti lima dasar yang mereka yakini sebagai lima
dasar pokok akidah seorang muslim yaitu: Al-Tauhid54, Al-‘Adl55, Al-Wa’ad wa al-
Wa’id56, al-Manzilat Baina al-Manzilatain57 dan al-Amr bi al-Ma’ruf wa al-Nahyi
‘an al-Munkar58. Kelima dasar keyakinan tersebut merupakan prasyarat untuk
menjadi kaum Mu’tazilah.
53 Nama Mu’tazilah yang diberikan kepada mereka sebagai sebuah aliran teologi berasal darikata i’tazala yang berarti “mengasingkan diri”. Menurut Harun Nasution, nama itu diberikan pada abadII Hijriyah yang diambil dari komentar Hasan al-Bashri atas sikap Washil bin 'Atha' yang melakukanaksi walk out dari majelisnya yang berbunyi i'tazala ‘anna> Wa>s}il (Washil telah mengasingkan diri darikita). Mu’tazilah selanjutnya dikenal sebagai sebuah aliran teologi yang lebih menekankanpemahaman mereka pada penggunaan akal pikiran. Hal tersebut menyebabkan kaum Mu’tazilahsering diidentikkan sebagai kaum rasionalis dalam teologi Islam, lihat Harun Nasution, TeologiIslam; Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan (Cet. V; Jakarta: UII Press, 1986), h. 38.
54 Al-Tauhid, (pengesaan Tuhan) yang merupakan inti paham Mu’tazilah; maksudnyapemurnian esensi Tuhan; Tuhan tidak memiliki sifat-sifat., Tuhan tak mungkin diberikan sifat yangmempunyai wujud tersendiri yang melekat pada Zat Tuhan. Tuhan betul mengetahui tetapi bukandengan sifat melainkan mengetahui dengan pengetahuan-Nya dan pengetahuan-Nya adalah Zat-Nyademikian seterusnya dan sifat-sifat lainnya. Lihat, Syahrin Harahap dkk, Eksiklopedi Islam,( Cet. I;Jakarta: Kencana, 2003) h. 457
55 Al-‘Adl, (prinsip keadilan Tuhan). Menurut paham Mu’tazilah, Allah tidak menyukaikerusakan, dan tidak menciptakan perbuatan hamba, tetapi hambalah yang melakukan apa yangdiperintahkan dan yang dilarang dengan kudrat yang diberikan dan ditetapkan Allah kepada mereka.Tidak mungkin Tuhan menghendaki supaya manusia berbuat hal-hal yang bertentangan denganperintah-Nya
56Al-Wa’ad wa al-Wa’id, (prinsip janji dan ancaman). Mu’tazilah berkeyakinan bahwa janjiberupa balasan kebaikan dan ancaman berupa siksaan tidak mustahil diturunkan. Janji Allah tentangpahala atas kebaikan akan terjadi, janji siksaan atas kejahatan juga akan terjadi. Lihat MuhammadAbduh, Risalah Tauhid, (Cet. IX; Jakarta: Bulan Bintang, 199) h. 47.
57 Al-Manzilat Baina al-Manzilatain (posisi di antara dua posisi). Washil bependapat bahwaorang Islam yang berbuat dosa besar tidaklah kafir, bukan pula mukmin, tetapi mengambil posisiantara kafir dan mukmin. Kalau orang Islam tersebut bertaubat sebelum dia meninggal maka ia akanmasuk surga, tetapi kalau orang Islam tersebut belum sempat bertaubat, maka ia akan masuk nerakaselama-lamanya, namun azab yang ia terima lebih ringan dari azab yang diterima oleh orang kafir.
58 Al-Amr bi al Ma’ruf wa an-Nahy ‘an al-Munkar, (prinsip menyuruh berbuat baik danmelarang kemungkaran). Prinsip ini adalah dasar yang kelima dari dasar-dasar paham Mu’tazilahyang disepakati. Kaum mu’tazilah menetapkan bahwa semua muslim wajib melakukan upaya
43
tersebut untuk menyiarkan dakwah Islam dan menunjuki orang yang sesat serta mencegah seranganorang yang mencampuradukkan kebenaran dan kebatilan sehingga mereka tidak dapatmenghancurkan islam.
43
BAB III
KUALITAS HADIS TENTANG AL-GULUW
A. Takhri>j al-Hadi>s
Dalam melakukan penelitian hadis, langkah awal yang harus dilakukan
seorang peneliti adalah melakukan kegiatan takhri>j al-h{adi>s. Secara etimologi
kata “takhrīj” berasal dari akar kata: ا ج و ر خ - ج ر خ ی - خ ر خ mendapat
tambahan tasydid/syiddah pada ‘ain al-fi’li menjadi: ا ج ی ر خ ت - ج ر خ ی - ج ر خ yang berarti mengeluarkan, tampak atau jelas.1.Maksudnya adalah menampakan
sesuatu yang tidak atau masih tersembunyi, tidak kelihatan dan masih samar.
Penampakan dan pengeluaran di sini tidak harus berbentuk fisik yang konkret,
tetapi mencakup nonfisik yang hanya memerlukan tenaga dan pikiran seperti
makna kata اج ر خ ت س ا yang di artikan اط ب ن ت س ا yang berarti mengeluarkan
hukum dari teks Al-Qur’an dan hadis.2 term takhrīj ini memiliki sinonim dengan
beberapa kata, misalnya, اط ب ن ت س اإل 3 yang berarti menetapkan, ب ی ر د الت 4 yang
berarti meneliti dan ھی ج و الت 5 yang berarti menerangkan. Adapun “metode” yang
dimaksud di sini adalah cara kerja yang bersistem untuk mempermudah pelaksanaan
sesuatu untuk mencapai tujuan
1Lihat Abu Husain Ahmad ibn Fa>ris ibn Zakariyah, Maqa>yis al-Lugah, jilid II (t.t.: Dār al-Fikr, 1979), h.175.
2Lihat Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis (Jakarta: Amzah, 2010), h. 115.
3Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia (Jakarta: Hidakarya Agung, 1973), h. 41.
4Lihat al-Fairuz Aba>di>, al-Qa>mu>s al-Muhi>t, jilid I (Kairo: al-Maimuniyah, 1313 H.), h.192.
5Lihat Abu Muhammad ibn Mukram ibn Manzu>r, Lisa>n al-‘Arab, Jilid II (Beirut: Dār al-Sadr, 1968), h.249.
44
M. Syuhudi Ismail dalam mengutip beberapa pendapat ulama, paling tidak
ditemukan lima pengertian takhrīj hadis yakni :
1. Mengemukakan hadis kepada orang banyak dengan menyebutkan para
periwayatnya dalam sanad yang telah menyampaikan hadis itu dengan metode
periwayatan yang mereka tempuh.
2. Ulama hadis mengemukakan berbagai hadis yang telah dikemukakan oleh guru
hadis, atau berbagai kitab, atau lainnya, yang susunannya dikemukakan
berdasarkan riwayatnya sendiri, atau para gurunya, atau temannya, atau orang
lain, dengan menerangkan siapa periwayatnya dari para penyusun kitab atau
karya tulis yang dijadikan sumber pengambilan.
3. Menunjukkan asal-usul hadis dan mengemukakan sumber pengambilannya dari
berbagai kitab hadis yang disusun oleh para mukharrij-nya langsung (yakni
para periwayat yang juga sebagai penghimpunan bagi hadis yang mereka
riwayatkan).
4. Mengemukakan hadis berdasarkan sumbernya atau berbagai sumbernya, yakni
kitab-kitab hadis, yang di dalamnya disertakan metode periwayatannya dan
sanadnya masing-masing, serta diterangkan keadaan para periwayatnya dan
kualitas hadisnya.
5. Menunjukkan atau mengemukakan letak asal hadis pada sumbernya yang asli,
yakni berbagai kitab yang di dalamnya dikemukakan hadis itu secara lengkap
dengan sanadnya masing-masing, kemudian untuk kepentingan penelitian,
dijelaskan kualitas hadis yang bersangkutan.6
6M. Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi, h.41-42.
45
Bila kelima pengertian takhrīj itu diperhatikan, maka pengertian yang
dikemukakan pada butir pertama merupakan salah satu kegiatan yang telah
dilakukan oleh para periwayat hadis yang menghimpun hadis ke dalam kitab hadis
yang mereka susun masing-masing, misalnya Imam al-Bukhāri dengan kitab Ṣahih-
nya, Imam Muslim dengan kitab Ṣahih-nya dan Abu Da>ud dengan kitab Sunan-nya.7
Pengertian takhrīj yang dikemukakan pada butir kedua telah dilakukan oleh
banyak ulama hadis, misalnya oleh Imam al-Bayhaqī, yang telah banyak mengambil
hadis dari kitab al-sunan yang disusun oleh Abu al-Hasan Basri al-Saffar, lalu al-
Bayhaqī mengemukakan sanadnya sendiri.
Pengertian al-takhrīj yang dikemukakan pada butir ketiga banyak dijumpai
pada kitab-kitab himpunan hadis, misalnya Bulug al-Marām susunan Ibn Hajar al-
Aṡqalāni. Dalam melakukan pengutipan hadis pada karya tulis ilmiah, mestinya
diikuti pengertian takhrīj pada butir ketiga tersebut, dengan dilengkapi data kitab
yang dijadikan sumber. Dengan demikian, hadis yang dikutip tidak hanya matannya
saja, tetapi juga nama mukharrij-nya dan nama periwayat pertama (sahabat Nabi)
yang meriwayatkan hadis yang bersangkutan.
Pengertian takhrīj yang dikemukakan pada butir keempat biasanya digunakan
oleh ulama hadis untuk menjelaskan berbagai hadis yang termuat dalam kitab
tertentu, misalnya kitab Ihya ‘Ulum al-Di>n karya Imam al-Ghazali (w. 505 H/1111
M.), yang dalam penjelasannya itu dikemukakan sumber pengambilan tiap-tiap hadis
dan kualitasnya masing-masing.
Adapun pengertian takhrīj yang digunakan dengan maksud kegiatan
penelitian hadis lebih lanjut ialah pengertian yang dikemukakan pada butir kelima.
7 M. Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi, h.41-42.
46
Berangkat dari pengertian itu, maka yang dimaksud dengan takhrīj al-hadīṡ dalam
hal ini ialah penelusuran atau pencarian hadis pada berbagai kitab sebagai sumber
asli dari hadis yang bersangkutan, yang di dalam sumber itu dikemukakan secara
lengkap matan dan sanad hadis yang bersangkutan.8
M. Hasbi Ash Shiddieqy memberikan pengertian takhrīj antara lain:
Mengambil sebuah hadis dari sebuah kitab, lalu mencari sanad yang lain dari sanad
penyusun kitab itu. Orang yang mengerjakan hal ini dinamai Mukharrij dan
Mustakhrīj, takhri>j juga bermakna Menerangkan bahasa hadis itu terdapat dalam
sebuah kitab yang dinukilkan kedalamnya oleh penyusunnya dari kitab lain, seperti:
Akhrajahu al Bukhāri = dinukilkan kedalam kitabnya oleh Bukhari (tersebut dalam
kitab Bukha>ri).9
Dari kutipan tersebut di atas, penulis menganggap bahwa M. Syuhudi Ismail,
cenderung berpegang pada pengertian yang terakhir. Sebab-nya adalah, untuk
kepentingan ilmiah. Pengertian ini lebih cocok untuk penelitian hadis. Bahkan,
ulama hadis banyak yang memperpeganginya. Dengan demikian, metode takhrīj
adalah suatu cara mencari hadis sampai menemukannya dalam berbagai kitab hadis
yang disusun langsung oleh mukharrij-nya, di mana dalam kitab-kitab tersebut
disebutkan hadis secara lengkap dari segi sanad dan matan.
Kegiatan takhri>j al-hadi>s sangat urgen bagi seorang peneliti hadis. Asal usul
riwayat hadis yang akan diteliti, berbagai riwayat yang telah meriwayatkan hadis
8M. Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi, h.42-43.
9M. Hasbi Ash Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis (Cet.10; Jakarta: BulanBintang, 1991), h. 194.
47
itu, dan ada tidaknya korroborasi (sya>hid atau Muta>bi)10 dalam sanad bagi hadis
yang ditelitinya hanya dapat diketahui melalui kegiatan takhrij al-hadis.11 Dengan
demikian, minimal ada tiga hal yang menyebabkan pentingnya kegiatan takhri>j al-
hadi>s dalam pelaksanaan penelitian hadis yaitu:
1. Untuk mengetahui asal usul hadis yang akan diteliti. Kegiatan takhrij perlu
dilakukan terlebih dahulu, untuk mengetahui asal usul hadis yang akan
diteliti itu. Kualitas dan status suatu hadis akan sangat sulit diteliti jika tidak
diketahui asal usulnya lebih dahulu. Demikian pula susunan sanad dan matan
menurut sumber pengambilannya. Penelitian sebuah hadis akan sulit
terlaksana dengan akurat dan cermat, tanpa diketahui susunan sanad dan
matan-nya secara benar.12
2. Untuk mengetahui seluruh riwayat hadis yang akan diteliti. Kegiatan takhri>j
perlu dilakukan, untuk mengetahui seluruh riwayat hadis yang akan diteliti.
Bisa jadi hadis yang akan diteliti itu memiliki lebih dari satu sanad. Dari
sanad yang lebih dari satu itu, mungkin salah satunya berkualitas dhai>f,
sedangkan yang lainnya berkualitas sahi>h. Seluruh riwayat hadis yang akan
diteliti, harus terlebih dahulu diketahi, agar sanad yang berkualitas dhaif dan
berkualitas sahih dapat di tentukan.13
10Sya>hid adalah dukungan yang terletak papda bagian periwayatan tingkat pertama, yaknitingkat sahabat Nabi, sedangkan Mutabi adalah dukungan yang terdapat di bagian bukanperiwayatan tingkat sahabat. Lihat Abustani Ilyas dan Laode Ismail Ahmad, Filsafat Ilmu Hadis (Cet.1;Surakarta: Zadahaniva Publishing, 2011), h.133.
11M Syuhudi Ismail, metodologi h. 44
12M Syuhudi Ismail, metodologi h. 44
13M Syuhudi Ismail, metodologi h. 44
48
3. Untuk mengetahui ada tidaknya sya>hid dan Muta>bi. Salah satu bagian dari
kegiatan penelitian hadis adalah menentukan ada tidaknya sya>hid dan
muta>bi’. Kedua hal ini bertujuan untuk mengetahui adanya periwayat lain
yang sanad-nya mendukung pada sanad yang diteliti. Dukungan
(corroboration) itu dapat mempengaruhi kualitas sanad yang menjadi obyek
penelitian. sebuah sanad yang lemah pada tingkat sahabat, dapat menjadi
kuat bila ada dukungan pada sanad yang lain. Dalam penelitian sebuah sanad,
syahid yang didukung oleh sanad yang kuat, dapat memperkuat sanad yang
sedang diteliti. Demikian pula Mutabi yang memiliki sanad yang kuat, maka
sanad yang sedang diteliti mungkin dapat ditingkatkan kekuatannya oleh
mutabi tersebut. Untuk mengetahui, apakah suatu sanad memiliki syahhid
atau mutabi, maka seluruh sanad hadis itu harus dikemukakan. Itu berarti,
takhri>j al-h{adi>s harus dilakukan terlebih dahulu. Tanpa kegiatan ini, tidak
dapat diketahui secara pasti seluruh sanad untuk hadis yang sedang di teliti.14
Sedangkan manfaat dari takhri>j diantaranya adalah:
1. Takhri>j memperkenalkan sumber-sumber hadis, kitab-kitab asal di mana
suatu hadis berada, beserta ulama yang meriwayatkannya.
2. Takhri>j dapat menambah perbendaharaan sanad hadis-hadis melalui kitab-
kitab yang ditunjukinya. Semakin banyak kitab-kitab asal yang memuat
suatu hadis, semakin banyak pula perbendaharaan sanad yang dimiliki.
3. Takhri>j dapat memperjelas keadaan sanad, yakni apakah riwayat itu
munqathi’, mu’dal dan lain-lain.
14Abustani Ilyas dan Laode Ismail Ahmad, Filsafat Ilmu Hadis (Cet. 1;Surakarta:Zadahaniva Publishing, 2011), h.117.
49
4. Takhri>j dapat memperjelas hukum hadis dengan banyaknya riwayatnya.
5. Dengan takhrij> dapat memperoleh pendapat-pendapat para ulama sekitar
hukum hadis.
6. Takhri>j dapat memperjelas perawi hadis yang samar.
7. Takhri>j dapat memperjelas perawi hadis yang tidak diketahui namanya
melalui perbandingan diantara sanad-sanad.
8. Takhri>j dapat menafikan pemakaian “ ‘an” dalam periwayatan hadis oleh
seorang perawi Mudallis. Dengan didapatinya sanad yang lain yang memakai
kata yang jelas ketersambungan sanadnya, maka periwayatan yang memakai
“’an” tadi akan tampak pula ketersambungan sanadnya.
9. Takhrij> dapat menghilangkan kemungkinan terjadinya per\campuran riwayat.
10. Takhrij> dapat membatasi nama perawi yang sebenarnya.
11. Takhri>j dapat memperkenalkan periwayatan yang tidak terdapat dalam satu
sanad.
12. Takhri>j dapat memperjelas arti kalimat yang asing yang terdapat dalam satu
sanad.
13. Takhri>j dapat menghilangkan suatu “syadz” (kesendirian riwayat yang
menyalahi riwayat tsiqah) yang terdapat dalam suatu hadis melalui
perbandingan suatu riwayat.
14. Takhri>j dapat membedakan hadis yang mudraj (yang mengalami
penyusupan sesuatu) dari yang lainnya.
15. Takhri>j dapat mengungkapkan keragu-raguan dan kekeliruan yang dialami
oleh seorang perawi.
50
16. Takhri>j dapat mengungkapkan hal-hal yang terlupakan atau diringkas oleh
seorang perawi.
17. Takhri>j dapat membedakan proses periwayatan yang dilakukan dengan lafal
dan yang dilakukan dengan ma’na (pengertian) saja.
18. Takhri>j dapat membedakan waktu dan tempat kejadian timbulnya suatu
hadis.
19. Takhri>j dapat menjelaskan sebab-sebab timbulnya hadis (asbab al-wurud).
20. Takhri>j dapat mengungkapkan kemungkinan terjadinya percetakan dengan
melalui perbandingan-perbandingan sanad yang ada.15
Dalam kaitan itu, ada beberapa metode takhri>j al-hadi>s yang dapat digunakan
untuk menelusuri hadis dan sumbernya. Metode-metode tersebut oleh para ulama
diupayakan dengan maksud mempermudah mencari hadis-hadis Nabi. Dr. Abdul
muhdi mengemukakan lima macam metode takhri>j al-h{ad>is yaitu; 1) takhri>j menurut
lafal pertama hadis; 2) takhri>j menurut lafal-lafal yang terdapat dalam hadis; 3)
takhri>j menurut periwayat terakhir; 4) takhri>j menurut tema hadis; 5) takhri>j status
atau klasifikasi jenis hadis.16
Adapun metode takhri>j al-hadi>s yang digunakan dalam menelusuri hadis-
hadis al-guluw didalam al-kutub al-tis’ah sebagaimana yang banyak digunakan
dalam metode tematik adalah dengan menggunakan dua metode yaitu takhri>j al-
hadi>s menurut lafal-lafal yang terdapat dalam hadis atau metode takhri>j al-h{adi>s bi
15Abu Muhammad Abdul Muhdi bin Abdul qadir bin Abdul hadi, Turuq Takhrij HadisRasulullah saw., diterjemahkan oleh H.S Agil Husain Munawwar dan H. Ahmad Rafqi Muchtardengan judul Metode Takhrij Hadis (Cet.1; Semarang: Dina Utama, 1994), h. 5-6.
16Abu Muhammad Abdul Muhdi> bin Abdul qadir bin Abdul ha>di, Turuq Takhri>j H{adi>sRasulullah saw., diterjemahkan oleh H.S Agil Husain Munawwar dan H. Ahmad Rafqi Muchtardengan judul Metode Takhri>j H{adi>s , h. 15.
51
al-faz. untuk metode ini peneliti merujuk kepada kitab al-mu’jam al- mufahras li
alfa>z al-hadi>s al-nabawi> dan metode takhri>j dengan tema hadis dengan menggunakan
kitab mifta>h kunu>z al-sunnah yang kedua kitab ini disusun oleh Arnold John
Weinsinck (w. 1939 M).
Adapun lafal-lafal yang peneliti gunakan pada mu’jam ini adalah term غلو ,
اطري dan المتنطعون dengan petunjuk sebagai berikut:
ر)ع ي, الس اف الج وا, و ف ج ا ت ض ی ا ع اج ( ر ال غ
**327, 5حم, ل ب اال ت ل غ م ث
ة ام س ن ق 18ات ی د د ا ھ ن م ي ث ا, ف ھ تم ی ي ق ف ع ف ر ت ل ا غ ذ ا, ا ذ ا ف 224, 217, 2, حم 6, جھ دیات 34
16د دیات ت ل غ د ق ل الب ا ن ا
386, 5حم ة ف و الك ب اب و الد ت ل غ و
, 1,,حم 66اح ك ن ن اء س الن ق د وا ص ل غ ت ال ال ا 40 ,**41 ,48
د ن ع ن ك ل 161, 3حم ال غ ت ن ا
57طعمة لجھ اا ی ال غ ھ ت د ج و ف
17ت قیامة ة ی ال غ هللا ة ع ل س ن ا ال ا
151, 4حم ات ی ال ات الغ س ن ؤ الم ن ھ ن ا ات ف ن...الب
ي)ل غ ی ا ل ض ی ا ع اج (ر اليغ
18اح ك دي ن ...ھ ت ا ر ام اق د ص ي ب ال غ ی ل م ك د ح ا ن ا ال ا
52
31ز ائ جند ال ن ف ي ك ي ف ل ال غ ت ال
,, ت 28اح ك اء د ن س الن اق د ي ص , ف اق د , ص ة ق د , ص اق د ص وا ب ال غ ت ال ال ا 18اح ك ,, دي ن 17اح ك ,, جھ ن 23اح ك ن
31ز ائ ند الج ن ف ك ي ال ف ة اال مغ ال ة ی اھ ر باب ك
424, 3حم ا ھ ا ب نی ل غ ا د ق ل هللا ول س ا ر ي ی ل غ ا
351, 2حم ن ی م ل مس ي ال ل ا ع ھ ي ب ل غ ی ن ا د ی ر ی
33یغلي الثور جھ فتن فما
8ط وصیة ا ھ ي ب ل غ ی ف ل اح و ي الر ر ت ش ی ف
66ح اك ي... ن ن ت ح ھ ت ا ر ام ة ق د ص ي) ب ال غ ی ل ي و ر ي (و ل غ ی ل ل ج الر ن ا و
5,27حم م ھ ی ل ع ھ ی ل غ ی ل ن ی م ل مس ال ار ع س ا ن م يء ي ش ف ل خ د ن م
يال غ ت
31ز ائ ند الج ن ف ي الك وا ف ال غ ت ال
...ن ی ي الد ف و ل الغ م ك ل ب ق ان ك ن م ك ل , ھ ك ل ھ ا ا م ن ا ف ن ی ي الد ف و ل الغ و م اك ی ا و
347, 215, 1,, حم 63,, جھ مناسك 217ن مناسك
5ام ص ت ع خ ا ن ی ي الد ف و ل الغ .... و ن م ه ر ك ا ی م اب ب
غلوة
87, 2,, حم 89ة ال خ ص م ھ س ة و ل , غ ة و ل غ ن م ب ی ر ق
ء ال غ
53
41, 4حم ا ص خ ر ء ال الغ ر ی ص ی
يل غ ا
,, جھ 2ق ت خ ع ا ن م ا ث ھ ال غ ا ا, و ھ ال غ ا 171,265, 150, 5, 388, 2,, حم 15ق ت ,, م ع 4قت ع
424, 3حم ا ھ ن م س ا ا و ھ ال غ ا ا ای ح الض ل ض ف ا ن ا
يل غ
48ة ب ر ن ش ھ ت ب ر ش ن ك س ي و ل ا غ ذ ي ا ت ح
12ة ب ر ش د ا ي ل ا غ ذ ا ذ ی ب ي الن ف اب ب
د ی ,, م ص 20س م خ خ ر و د ھا) الق ب (ت ل ا غ م ل ف 27
**32ق ال د ط ا ی ل غ ا ف ذ ھ ل د ل الو ا ب یب ط ن ی نث ال ال ق ف
, 3,, حم 361ان م ی م ا یھ ل ع نة ار ر ح ن م ھ اغ م ي د ل غ ی 27
ار ص ن اال ب اق نخ م ھ اغ م د ھ ن ي م ل غ ی 55, 50, 9, 3حم ,, 360,, م ایمان 40
271, 4,,حم 51اق ق خ ر ھ اغ م ا د ھ ن ي م ل غ ی
254, 5خم ور د ي الق ل غ ی ام ك ام ھو ا ال ھ ن م لي غ ی
54
,, م ایمان 51خ رقاق ي المرجل) ل غ ا ی م (ك ھ اغ م ا د م ھ ن ي م ل غ ی , 439, 432, 2, 295, 1,, حم 121,, دي رقاق 12,, ت جھنم 362-364
3 ,13 ,78,4 ,274
55ن اشربة ي ل غ ي ی ت ح ھ ب ر ش ا
40خ مناقب االنصار ھ اغ م م د ا ھ ن ي م ل غ ت
196, 4, 98, 3حم ا ھ ي ب ل غ ر ت و د ا الق ینب ف ت انك ف
, 323, 82, 3حم ي ل غ ت ي ھ و ر د ي ق ل ر, ا و د , الق ر و د الق ... ب 418
,, د 38خ مغازي ي ل غ ت ا ل نر و د ر, ق و د الق ن ا , و ن ا ف 383, 4,, حم 13ح ائ ب ,, جھ ذ 128جھاد
يل غ ا
,, م 16خ شركة ر و د ا الق ھ وا ب ل اغ ف 140, 4,, حم 21اضاحي
ف 6جھ اضاحي ر و د ا الق ھ ا ب نی ل غ ا
يل غ ت
113, 4حم د سج لم ا ف و ي ج ي ف ل غ ت س ی ل ا ج و ا ھ ذ ا ف
ان ی ل ي, غ ل غ
4, 6حم ا یل ا غ ع م ت ج ا ا ذ ا ر د الق ن ا م ب ال ق ن ا د ش ... ا
55
, 3,, حم 26م ایمان وه م ت ب ر ش ھ ان ی ل غ ن ك ا س ذ ي ا ت ح 23
تنطع19دي مقدمة كره التنطعباب من....
19دي مقدمة و ایاكم م التنطع,1,, حم 5,, د سنة 7م علم أال ھلك المتنطعون
386
ادش ,, 38,, ن ایمان 39خ ایمان و لن یشاد الدین اال غلبھ
251و 250, 5, 433, 4حم Dari lafal yang digunakan dalam melacak keberadaan hadis-hadis tentang al-
guluw, peneliti hanya menemukan beberapa hadis terkait dengan tema yang peneliti
bahas. Sedangkan hadis lainnya pada umumnya tidak mengarah para tema yang
peneliti ingin bahas.
Adapun dalam melacak hadis dengan menggunakan metode tema hadis
dengan menggunakan kitab mifta>h kunu>z al-sunah, pada lafal ال غ – ءال غ dan
ول الغ peneliti tidak mendapatkan petunjuk apa pun dari kitab tersebut.
Disamping itu, untuk memperkaya kedua metode diatas dalam menelusuri
hadis-hadis yang berkaitan dengan tema al-guluw, peneliti juga menggunakan
metode digital, baik yang dalam bentuk CD-ROM al-Kutub al-Tis’ah, CD-ROM al-
Maktabah al-Sya>milah maupun CD-ROM dalam bentuk PDF sehingga ditemukan
beberapa hadis yang belum didapatkan melalui kedua metode sebelumnya.
56
Selanjutnya setelah peneliti menempuh beberapa metode diatas , maka
berbagai riwayat (hadis-hadis) tentang al-guluw ditemukan, baik yang berlafalkan
al-guluw secara langsung ataupun berdasarkan temanya saja. Adapun Kitab beserta
hadis (riwayat)nya masing-masing adalah sebagai berikut:
1. Sahih al-Bukha>riy memuat 3 riwayat, yaitu:
a) Kitab al-Din yusr (28) terdapat 1 riwayat.
b) Kitab al-Anbiya’ (64) terdapat 1 riwayat.
c) Kitab al-Muha>ribina min Ahli al-Kufr wa al-Riddah (90) terdapat 1
riwayat.
2. Sahih Muslim memuat 2 riwayat, yaitu:
a) Kitab al-Nika>h (17) terdapat 1 riwayat.
b) Kitab al-‘Ilm (48) terdapat 1 riwayat.
3. Sunan Abi Daud memuat 3 riwayat, yaitu:
a) Kitab al-Nika>h (12) terdapat 1 riwayat.
b) Kitab al-Jana>iz (21) terdapat 1 riwayat.
c) Kitab al-Sunnah (41) terdapat 1 riwayat.
4. Sunan al-Turmuziy memuat 1 riwayat yaitu pada kitab al-Nikah (10).
5. Sunan al-Nasa>’I memuat 3 riwayat, yaitu:
a) Kitab al-Hajj (27) terdapat 1 riwayat.
b) Kitab al-Nika>h (41) terdapat 1 riwayat.
c) Kitab al-ima>n wa syara>i’uhu (79) terdapat 1 riwayat.
6. Sunan Ibn Ma>jah memuat 2 riwayat, yaitu:
a) Kitab al-Nika>h (9) terdapat 1 riwayat.
b) Kitab al-Mana>sik (25) terdapat 1 riwayat.
57
7. Sunan al-Darimiy memuat 2 riwayat, yaitu:
a) Kitab al-Nika>h (11) terdapat 1 riwayat.
b) Kitab al-Riqa>q (20) terdapat 1 riwayat.
8. Musnad Ahmad bin Hanbal memuat 16 riwayat.
Dengan demikian, hadis-hadis al-guluw yang berhasil dikumpulkan sesuai
petunjuk kamus al-mu’jam al-mufahras dan metode digital, baik yang dalam bentuk
CD-ROM al-Kutub al-Tis’ah, CD-ROM al-Maktabah al-Sya>milah maupun CD-
ROM dalam bentuk PDF adalah berjumlah 32 Riwayat Dalam 8 kitab hadis.
B. Klasifikasi Hadis-Hadis Nabi Tentang al-Guluw
Dari kedua petunjuk kitab takhri>j tersebut ditambah metode digital ditemukan
bahwa hadis-hadis tentang al-guluw dapat diklasifikasikan dalam beberapa bagian
besar, yaitu:
1. Hadis tentang kehancuran Umat terdahulu disebabkan sifat al-guluw dalam
menjalankan agamanya.
1). Riwayat al-Nasa>i>
أخبرنا یعقوب بن إبراھیم الدورقي قال حدثنا ابن علیة قال حدثنا عوف قال حدثنا زیاد بن حصین عن أبي العالیة قال قال ابن عباس قال لي رسول
علیھ وس لم غداة العقبة وھو على راحلتھ ھات القط لي فلقطت لھ صلى ا وضعتھن في یده قال بأمثال ھؤالء وإیاكم حصیات ھن حصى الخذف فلم
ین فإنما أھلك من كان قبلك ین والغلو في الد اء)س الن اه و (ر 17م الغلو في الدArtinya:
Telah mengabarkan kepada kami Ya'qu>b bin Ibrahi>m Ad Dauraqi, ia berkata;telah menceritakan kepada kami Ibnu 'Ulayyah, ia berkata; telah menceritakankepada kami 'Auf, ia berkata; telah menceritakan kepada kami Ziya>d bin
17Abu> Abd al- Rahma>n Ah}mad bin Syu’aib al- Nasa>’i>, al-Sunan al-Kubra>, Juz 5 (Beirut: Da>ral-Kutub al-‘ilmiyah, 1991), h. 435.
58
Hushain dari Abu Al 'Aliyah ia berkata; Ibn Abba>s berkata; Rasulullah saw.bersabda kepadaku pada pagi hari di 'Aqabah dan beliau berada di ataskendaraannya: "Ambilkan untukku, " lalu aku mengambilkan beberapa kerikiluntuk beliau yaitu kerikil untuk melempar. Ketika aku meletakkan di tanganbeliau, beliau bersabda sembari memberi permisalan dengan kerikil-kerikiltersebut: "Janganlah kalian berlebih-lebihan dalam agama, karena yangmembinasakan orang-orang sebelum kalian adalah sikap berlebih-lebihandalam agama."(HR. al-Nasa>i>)
2). Riwayat Ibn Ma>jah
د حدثنا أبو أسامة عن عوف عن زیاد بن الحصین عن حدثنا علي بن محم علیھ وسلم غداة قال رسول أبي العالیة عن ابن عباس قال صلى
العقبة وھو على ناقتھ القط لي حصى فلقطت لھ سبع حصیات ھن حصى ا الخذف فجعل ینفضھن في كفھ ویقول أمثال ھؤالء فارموا ثم قال یا أیھ
ین ین فإنھ أھلك من كان قبلكم الغلو في الد 18.الناس إیاكم والغلو في الد
ھ)اج م ن ب ا اه و ر (Artinya:
Telah menceritakan kepada kami Ali bin Muhammad; telah menceritakankepada kami Abu Usamah dari Auf dari Ziyad bin Hushain dari Abu Aliyahdari Ibnu Abbas radliallahu 'anhu, ia berkata; Rasulullah saw. bersabda di pagihari jumrah Aqabah saat beliau berada di atas untanya: 'Tolong ambilkan akukerikil.' Maka aku ambilkan untuk beliau tujuh kerikil, semuanya sebesarkerikil ketapel. Beliau mengebutkan (membersihkan debunya) di telapaktangan, seraya besabda: 'Dengan kerikil-kerikil seperti inilah hendaknya kalianmelempar.' Kemudian beliau bersabda: 'Wahai manusia jauhkanlah kalianberlebih-lebihan dalam agama. Karena orang-orang sebelum kalian telah binasasebab mereka berlebih-lebihan dalam agama.'(HR. Ibn Ma>jah)
3). Riwayat Ahmad bin Hanbal
یى وإسماعیل المعنى قاال حدثنا عوف حدثني زیاد بن حصین عن حدثنا یح أو یاحي عن ابن عباس قال یحیى ال یدري عوف عبد أبي العالیة الر
صلى علیھ وسلم غداة العقبة وھو واقف الفضل قال قال لي رسول 18 Muhammad ibn Yazid Abu Abd Allah al-Qazuwainiy, Sunan Ibn Ma>jah, Juz II (Beirut:
Da>r al-Fikri, t.th), h. 1008
59
على راحلتھ ھات القط لي فلقطت لھ حصیات ھن حصى الخذف فوضعھن تین وقال بیده فأشار یحیى أنھ رفعھ ا وقال في یده فقال بأمثال ھؤالء مر
ین د)م ح ا اه و ر (19إیاكم والغلو فإنما ھلك من كان قبلكم بالغلو في الد
Artinya:Telah menceritakan kepada kami Yahya> dan Isma'i>l Al-Ma'na keduanyaberkata; Telah menceritakan kepada kami 'Auf telah menceritakan kepadakuZiya>d bin Hushain dari Abu Al-'Aliyah Al-Raya>hi dari Ibnu Abbas. Yahyaberkata; 'Auf tidak tahu itu Abdullah atau Al Fadlal, ia berkata; Rasulullahsaw. bersabda kepadaku di pagi hari Aqabah, sedangkan saat itu beliau dudukdi atas unta beliau: "Ambilkan kerikil untukku." Maka aku pun memungutkankerikil untuk beliau gunakan melempar jumrah. Kemudian beliau meletakkankerikil itu di tangannya, lalu beliau bersabda: "Seperti mereka." beliaumengucapkan dua kali. Ia Yahya mengatakan; Dengan tangannya, lalu Yahyamengisyaratkan bahwa beliau mengangkatnya. Beliau bersabda: "Janganlahkalian berlaku ghuluw (sikap berlebih-lebihan), karena sesungguhnyakebinasaan orang-orang sebelum kalian adalah karena bersikap ghuluw dalamagama."
2. Hadis tentang Larangan Bersikap al-Guluw dalam Membaca al-Qur’an.
حدثنا إسماعیل بن إبراھیم عن ھشام یعني الدستوائي قال حدثني یحیى بن حمن بن شبل أبي كثیر عن أبي راشد الحبراني قال قال عبد سمعت الر
علیھ وسلم یقول اقرءوا القرآن وال تغلوا فیھ وال تجفوا صلى رسول )د م ح ا اه و ر (20عنھ وال تأكلوا بھ وال تستكثروا بھ
Artinya:Telah menceritakan kepada kami Isma'i>l bin Ibrahi>m telah menceritakankepada kami Hisya>m yaitu Al-Dastiwa'i, berkata; telah menceritakan kepadakuYahya bin Abu Katsir dari Abu Rasyid Al-Habrani berkata; Abd al-Rahma>nbin Syibl berkata; saya telah mendengar Rasulullah saw. bersabda: "Bacalah Al
19 Ah}mad bin Muh}ammad bin H}anbal, Musnad Ah}mad bin H{anbal, Juz I, (Cet. I; Kairo:Muassasah Qurtubah, t.th) h347.
20 Ah}mad bin Muh}ammad bin H}anbal, Musnad Ah}mad bin H{anbal, Juz III, (Cet. I; Kairo:Muassasah Qurtubah, t.th) h. 428.
60
qur'an, janganlah berlebihan di dalamnya, jangan terlalu kaku, janganlah makandari bacaannya dan jangan pula memperbanyak (harta) dengannya."
3. Hadis tentang Larangan untuk bermewah-mewah pada Kain Kafan Mayyit
د بن عبید المحاربي حدثنا عمرو بن ھاشم أبو مالك الجنبي عن حدثنا محمإسمعیل بن أبي خالد عن عامر عن علي بن أبي طالب قال ال تغال لي في
عل صلى یھ وسلم یقول ال تغالوا في الكفن كفن فإني سمعت رسول (رواه ابو داود)21فإنھ یسلبھ سلبا سریعا
Artinya:Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin 'Ubaid Al Muha>ribi>, telahmenceritakan kepada kami 'Amr bin Ha>syim Abu Ma>lik Al Janbi> dari Isma'i>lbin Abu Kha>lid dari Ami>r dari Ali> bin Abu Thalib, ia berkata; janganlah kalianbermewah-mewah dalam mengkafaniku. Karena sesungguhnya aku mendengarRasulullah saw.bersabda: "Janganlah kalian bermewah-mewah dalammengkafani, karena sesungguhnya kain tersebut akan cepat rusak."
4. Hadis tentang Larangan berlebih-lebihan dalam Memberikan Mahar kepada
perempuan
د عن أبي اد بن زید عن أیوب عن محم د بن عبید حدثنا حم حدثنا محم فقال أال ال تغالوا بصدق النساء العجفاء السلمي قال خطبنا عمر رحمھ
لكان أوالكم بھا النبي صلى فإنھا لو كانت مكرمة في الدنیا أو تقوى عند علیھ وسلم امرأة من نسائھ وال صلى علیھ وسلم ما أصدق رسول
د)او و د ب ا اه و ر (22ثنتي عشرة أوقیة أصدقت امرأة من بناتھ أكثر من Artinya:
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin 'Ubaid, telah menceritakankepada kami Hamma>d bin Zaid dari Ayyu>b dari Muhammad dari Abu Al- 'AjfaAl-Sulami, ia berkata; Umar radliallahu 'anhu berkhutbah kepada kami, iaberkata; ketahuilah, janganlah kalian berlebihan dalam memberi mahar kepadapara wanita, seandainya hal itu adalah sebuah kemuliaan di dunia atau sebagaibentuk ketakwaan di sisi Allah, niscaya orang yang paling dahulumelakukannya adalah Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, tidaklah Rasulullah
21Abu> Da>ud Sulaima>n bin al-Asy’as\ al-Sajusta>ni> al-Azadi>, Sunan Abi> Da>ud, Juz III (Beirut:Da>r al-Kutub al-Arabi, t.th), h. 170.
22 Abu> Da>ud Sulaima>n bin al-Asy’as\ al-Sajusta>ni> al-Azadi>, Sunan Abi> Da>ud, Juz II, h. 199.
61
saw. memberikan mahar kepada salah seorang dari isteri-isteri beliau, dantidak juga diberikan kepada puteri-puteri beliau jumlah mahar yang melebihidua belas uqiyah.(HR. Abu Da>ud)
5. Hadis tentang Kemudahan Agama Islam
1) Riwayat al-Bukha>ri
د عن معن بن محم ر قال حدثنا عمر بن علي حدثنا عبد السالم بن مطھ عن أبي ھریرة الغفاري عن سعید بن أبي سعید عن النبي صلى المقبري
دوا ین أحد إال غلبھ فسد ین یسر ولن یشاد الد علیھ وسلم قال إن الد وحة وشيء من اه و ر (23الدلجة وقاربوا وأبشروا واستعینوا بالغدوة والر
ي)ر اخ الب Artinya:
Telah menceritakan kepada kami Abd al-Sala>m bin Muthahhar berkata, telahmenceritakan kepada kami Umar bin Ali> dari Ma'an bin Muhammad Al Ghifari>dari Sa'id bin Abu Sa'i>d Al Maqburi> dari Abu Hurayrah bahwa Nabi saw.bersabda: "Sesungguhnya agama itu mudah, dan tidaklah seseorangmempersulit agama kecuali dia akan dikalahkan (semakin berat dan sulit).Maka berlakulah lurus kalian, mendekatlah (kepada yang benar) dan berilahkabar gembira dan minta tolonglah dengan Al Ghadwah (berangkat di awalpagi) dan ar-ruhah (berangkat setelah zhuhur) dan sesuatu dari ad-duljah((berangkat di waktu malam) ". (HR. al-Bukha>ri)
2) Riwayat al-Nasa>i
د عن أخبرنا أبو بكر بن نافع قال حدثنا عمر بن علي عن معن بن محمین سعید عن أبي ھریرة قال علیھ وسلم إن ھذا الد صلى قال رسول
ر دوا وقاربوا وأبشروا ویس ین أحد إال غلبھ فسد وا یسر ولن یشاد الدوحة وشيء من الدلجة )ئياس الن اه و (ر 24واستعینوا بالغدوة والر
Artinya:Telah mengkhabarkan kepada kami Abu Bakar bin Nafi', dia berkata; telahmenceritakan kepada kami Umar bin Ali dari Ma'n bin Muhammad dari Sa'iddari Abu Hurairah, dia berkata; "Rasulullah saw. bersabda: "Sesungguhnya
23 Muhammad ibn Isma>il Abu> Abdilla>h al-Bukha>ri> al-Ja’fi>ya, al-Ja>mi’ al-Musnad al-S}ah}ih} al-Mukhtas}ar min umu>ri Rasulullah saw. wa sunnatihi wa ayyamihi (S}ah}ih} al-Bukha>ri)>, Juz I (Cet: III,Beirut: Da>r Ibn Kas\i>r, t.th), h. 23.
24 Abu> Abd al- Rahma>n Ah}mad bin Syu’aib al- Nasa>’i>, al-Sunan al-Kubra>, Juz 6, h. 537.
62
agama ini mudah dan tidak ada seorangpun yang bersikap keras terhadapagama melainkan dia akan terkalahkan, maka bersikaplah lurus, danbersikaplah sederhana, berilah kabar gembira, berilah kemudahan, dan mintalahpertolongan pada saat pagi hari dan sore hari dan sedikit dari waktumalam."(HR. al-Nasa>i>)
6. Hadis tentang Kebinasaan Bagi Orang yang suka Melampaui batas
1) Riwayat Muslim
حدثنا أبو بكر بن أبي شیبة حدثنا حفص بن غیاث ویحیى بن سعید عن ابن بن حبیب عن األحنف بن قیس عن جریج عن سلیمان بن عتیق عن طلق
قال عون قالھا عبد علیھ وسلم ھلك المتنط صلى قال رسول )م ل س م اه و ر (25ثالثا
Artinya:Telah menceritakan kepada kami Abu Bakr bin Abu Syaibah telahmenceritakan kepada kami Hafsh bin Ghiyats dan Yahya bin Sa'id dari IbnuJuraij dari Sulaiman bin 'Atiq dari Thalq bin Habib dari Al Ahnaf bin Qais dari'Abdullah dia berkata; "RasuluIIah saw. teIah bersabda: 'Celakalah orang-orangyang suka melampaui batas.' (Beliau mengucapkannya tiga kali)."(HR.Muslim).
2) Riwayat Abu Da>ud
حدثنا مسدد حدثنا یحیى عن ابن جریج قال حدثني سلیمان یعني ابن عتیق بن مسعود عن طلق بن حبیب عن األحنف بن قیس عن عبد عن النبي
ات عون ثالث مر علیھ وسلم قال أال ھلك المتنط )د او و د ب ا اه و ر (26صلى Artinya:
Telah menceritakan kepada kami Musaddad berkata, telah menceritakankepada kami Yahya dari Ibnu Juraij ia berkata; telah menceritakan kepadakuSulaiman -maksudnya Sulaiman bin Atiq- dari Thalq bin habib dari Al Ahnafbin Qais dari Abdullah bin Mas'ud dari Nabi saw. beliau bersabda: "Ketahuilah,sesungguhnya celakalah orang-orang yang berlebih-lebihan dan melampauibatas." Beliau ucapkan hal itu hingga tiga kali. (HR. Abu Da>ud)
25Abu> al- H\{usain Muslim ibn al-Hajja>j ibn Muslim al-Qusyairi> al- Naisabu>ri>, al-Musnad al-S{ah{i>h{ al-Mukhtas{ar binaqli al-‘Adl ‘an al-‘Adl ila> Rasulillah saw. (S{ah{i>h{ Muslim), Juz 8, ( Beirut:Da>r Ih}ya> al-Turas\ al-‘Arabi, t.th), h. 58.
26 Abu> Da>ud Sulaima>n bin al-Asy’as\ al-Sajusta>ni> al-Azadi>, Sunan Abi> Da>ud, Juz 4, h. 330.
63
7. Hadis tentang Larangan Bersikap al-Guluw dan Menyalahi Fitrah Manusiadalam Beribadah
1) Riwayat Muslim
اد بن سلمة عن ثابت و حدثني أبو بكر بن نافع العبدي حدثنا بھز حدثنا حم علیھ وسلم سألوا أزواج عن أنس النبي أن نفرا من أصحاب النبي صلى
ج النساء وقال ر فقال بعضھم ال أتزو علیھ وسلم عن عملھ في الس صلى وأثنى علیھ بعضھم ال آكل اللحم وقال بعضھم ال أنام على فراش فحمد
ج فقال ما بال أقوام قالوا كذا وكذا لكني أصلي وأنام وأصوم وأفطر وأتزو)م ل س م اه و ر (27النساء فمن رغب عن سنتي فلیس مني
Artinya:Dan telah menceritakan kepadaku Abu Bakar bin Nafi' Al-‘Abdi> telahmenceritakan kepada kami Bahz telah menceritakan kepada kami Hammad binSalamah dari Tsa>bit dari Anas bahwa sekelompok orang dari kalangan sahabatNabi saw. bertanya kepada isteri-isteri Nabi saw mengenai amalan beliau yangtersembunyi. Maka sebagian dari mereka pun berkata, "Saya tidak akanmenikah." Kemudian sebagian lagi berkata, "Aku tidak akan makan daging."Dan sebagian lain lagi berkata, "Aku tidak akan tidur di atas kasurku."Mendengar ucapan-ucapan itu, Nabi saw. memuji Allah dan menyanjung-Nya,kemudian beliau bersabda: "Ada apa dengan mereka? Mereka berkata beginidan begitu, padahal aku sendiri shalat dan juga tidur, berpuasa dan jugaberbuka, dan aku juga menikahi wanita. Maka siapa yang saja yang membencisunnahku, berarti bukan dari golonganku."
2) Riwayat al-Nasa>i>
اد بن سلمة عن ثابت أخبرنا إسحق بن إبراھیم قال أنبأنا عفان قال حدثنا حم علیھ وسلم قال بعضھم عن أنس ال أن نفرا من أصحاب النبي صلى
ج النساء وقال بعضھم ال آكل اللحم وقال بعضھم ال أنام على فراش أتزو علیھ وسلم صلى وقال بعضھم أصوم فال أفطر فبلغ ذلك رسول
وأثنى علیھ ثم قال ما بال أقوام یقولون كذا وكذا لكني أصلي وأنام فحمد
27Abu> al- H\{usain Muslim ibn al-Hajja>j ibn Muslim al-Qusyairi> al- Naisabu>ri>, al-Musnad al-S{ah{i>h{ al-Mukhtas{ar binaqli al-‘Adl ‘an al-‘Adl ila> Rasulillah saw. (S{ah{i>h{ Muslim), Juz 4, h. 129.
64
ج النساء فمن رغب عن سنتي فلیس مني اه و ر (28وأصوم وأفطر وأتزو)ي ائ س الن
Artinya:Telah mengkhabarkan kepada kami Ishaq bin Ibrahim, ia berkata; telahmemberitakan kepada kami 'Affan, ia berkata; telah menceritakan kepada kamiHammad bin Salamah dari Tsabit dari Anas bahwa beberapa orang dari parasahabat Nabi saw. sebagian mereka berkata; saya tidak akan menikah denganwanita, dan sebagian mereka berkata; saya tidak akan makan daging, dansebagian mereka mengatakan; saya tidak akan tidur di atas kasur. Dan sebagianmereka mengatakan; saya akan berpuasa dan tidak berbuka. Kemudian haltersebut sampai kepada Rasulullah saw. lalu beliau memuji Allah kemudianbersabda: "Bagaimana keadaan beberapa orang, mereka mengatakan demikiandan demikian. Akan tetapi saya melakukan shalat dan tidur, berpuasa danberbuka, serta menikah dengan wanita. Barang siapa yang membenci sunnahkumaka ia bukan dari golonganku."
8. Hadis tentang Larangan Memuji Nabi saw. Secara Berlebihan
1) Riwayat al-Bukha>ri>
ھري یقول أخبر بن حدثنا الحمیدي حدثنا سفیان قال سمعت الز ني عبید عنھ یقول على المنبر عن ابن عباس سمع عمر رضي سمعت عبد
علیھ وسلم یقول ال تطروني كما أطرت النصارى ابن مریم النبي صلى ورسولھ فإنما )ي ار خ الب اه و ر (29أنا عبده فقولوا عبد
Artinya:Telah bercerita kepada kami Al Humaidiy telah bercerita kepada kami Sufyanberkata, aku mendengar Az Zuhriy berkata, telah mengabarkan kepadaku'Ubaidullah bin 'Abdullah dari Ibnu 'Abbas radliallahu 'anhu bahwa diamendengar 'Umar radliallahu 'anhum berkata di atas mimbar, "Aku mendengarNabi saw. bersabda: "Janganlah kalian melampaui batas dalam memujiku(mengkultuskan) sebagaimana orang Nashrani mengkultuskan 'Isa bin Maryam.Sesungguhnya aku hanyalah hamba-Nya, maka itu katakanlah 'abdullahu warasuuluh (hamba Allah dan utusan-Nya").
28Abu> Abd al- Rahma>n Ah}mad bin Syu’aib al- Nasa>’i>, al-Sunan al-Kubra>, Juz 3, h. 264.
29Muhammad ibn Isma>il Abu> Abdilla>h al-Bukha>ri> al-Ja’fi>ya, al-Ja>mi’ al-Musnad al-S}ah}ih} al-Mukhtas}ar min umu>ri Rasulullah saw. wa sunnatihi wa ayyamihi (S}ah}ih} al-Bukha>ri)>, Juz 3 , h. 1271.
65
2) Riwayat al-Da>rimi>
عن ابن عباس ھري عن عبید أخبرنا عثمان بن عمر حدثنا مالك عن الز علیھ وسلم قال ال تطروني كما تطري صلى عن عمر أن رسول
ورسولھ ي)م ار الد اه و ر (30النصارى عیسى ابن مریم ولكن قولوا عبد Artinya:
Telah mengabarkan kepada kami Utsman bin Umar telah menceritakan kepadakami Malik dari Az Zuhri dari Ubaidullah dari Ibnu Abbas dari Umar bahwaRasulullah saw. bersabda: "Janganlah kalian berlebihan dalam memujikuseperti orang-orang Nashrani yang berlebihan memuji Isa bin Maryam. Akantetapi katakanlah; Hamba Allah dan RasulNya."
C. Kritik Hadis
Berdasarkan data tersebut diatas diketahui bahwa hadis-hadis tentang al-
guluw yang diteliti sebanyak 32 riwayat. Itu berarti bahwa sanad hadis yang akan
diteliti berjumlah banyak. Oleh karena itu dalam kegiatan kritik sanad akan dipilih
satu jalur sanad untuk diteliti secara cermat. Dalam hal ini kritik sanad dilakukan
terhadap hadis yang bukan sanad-sanad Bukhari dan Muslim,31 kecuali bila ternyata
sanad-sanad lainnya berkualitas dhai>f, maka alternatif terakhir barulah diteliti sanad
al-Bukhariy dan Muslim. Dalam hal ini Bukhari dan Muslim diteliti dalam rangka
memperjelas, menegaskan serta menjadikannya sebagai sebuah bahan referensi
bahwa dalam kitab s{ahi>h al-Bukha>riy dan muslim memang semuanya s{ahi>h
sebagaimana yang dikatakan oleh ulama.
Pada sisi lain, kritik sanad dimulai dari periwayat terakhir (mukharrij al-
hadi>s) kemudian periwayat sebelumnya (sanad pertama) dan seterusnya sampai para
30Abd Allah Ibn Abd al-Rahma>n Abu Muhammad al-Da>rimiy, Sunan al-Da>rimiy, Juz 2 (CetI; beirut: Da>r al-Kutub al-‘ilmiyah, 1407 H), h. 412.
31 Kedua imam ini (al-Bukha>riy dan Muslim) mendapat penilaian yang luar biasa dari ulamasesudahnya seperti Abu Bakar Ibn Khuzaymah, Abu Ha>tim al-Ra>zy, Ibn Hajar al-asqala>niy, dan lain-lain. Lihat Ambo Asse, Ilmu Hadis Pengantar Memahami Hadis Nabi saw.h. 191.
66
periwayat pertama (sanad terkahir). Berikut ini dikemukakan kualitas sanad hadis-
hadis al-guluw berdasarkan klasifikasinya sebagai berikut:
1. Hadis Tentang Kehancuran Umat Terdahulu disebabkan Sikap al-Guluw
Dalam Menjalankan Agamanya.
a. Materi Hadis
علیھ وسلم غداة العقبة وھو على قال ابن عباس صلى قال لي رسول ا وضعتھن راحلتھ ھات القط لي فلقطت لھ حصیات ھن حصى الخذف فلم
ین فإنما أھلك من كان قبلكم في یده قال بأمثال ھؤالء وإیاكم والغلو في الدین )ئياس الن اه و (ر 32الغلو في الد
b. Takhrij Hadis
Setelah menelusuri lebih jauh dalam al-kutub al-tis’ah, hadis tentang
kehancuran umat terdahulu yang disebabkan oleh sikap al-guluw tersebut di atas
ditemukan sebanyak 4 riwayat dari 3 mukharrij. Ketiga mukharrij itu adalah al-
Nasa>I, Ibn Ma>jah, dan Ahmad bin Hanbal.
c. Susunan Sanad dan Redaksi Matan Hadis
1). Riwayat al-Nasa>iI
أخبرنا یعقوب بن إبراھیم الدورقي قال حدثنا ابن علیة قال حدثنا عوف قال حدثنا زیاد بن حصین عن أبي العالیة قال قال ابن عباس
علیھ وسلم غداة العقبة وھو على راحلتھ قال ل صلى ي رسول ا وضعتھن ھات القط لي فلقطت لھ حصیات ھن حصى الخذف فلم
ین فإنما أھلك من كان في یده قال بأمثال ھؤالء وإیاكم والغلو في الدین رواه النسائي)(قبلكم الغلو في الد
32Abu> Abd al- Rahma>n Ah}mad bin Syu’aib al- Nasa>’i>, al-Sunan al-Kubra>, Juz 5 (Beirut: Daral-Kutub al-‘ilmiyah, 1991), h. 435.
67
2). Riwayat Ibn Ma>jah
د حدثنا أبو أسامة عن عوف عن زیاد بن حدثنا علي بن محم الحصین عن أبي العالیة عن ابن عب صلى اس قال قال رسول
علیھ وسلم غداة العقبة وھو على ناقتھ القط لي حصى فلقطت لھ سبع حصیات ھن حصى الخذف فجعل ینفضھن في كفھ ویقول
ین فإنھ أمثال ھؤالء فارموا ثم قال یا أیھا الناس إیاكم والغلو في الدین(رواه ابن ماجھ)أھلك من كان قبلكم الغلو في الد
3). Riwayat Ahmad bin Hanbal
حدثنا عبد هللا حدثني أبى ثنا ھشیم أنا عون عن زیاد بن حصین -العالیة عن بن عباس قال : قال لي رسول هللا صلى هللا عن أبى
علیھ و سلم غداة جمع ھلم القط لي فلقطت لھ حصیات من حصى الخذف فلما وضعھن في یده قال نعم بأمثال ھؤالء وإیاكم والغلو في
رواه احمد)(الدین فإنما ھلك من كان قبلكم بالغلو في الدین
یى وإسماعیل المعني قاال ثنا حدثنا عبد هللا حدثني أبي ثنا یح-عوف حدثني زیاد بن حصین عن أبي العالیة الریاحي عن بن عباس قال یحیى ال یدري عوف عبد هللا أو الفضل قال قال لي رسول هللا صلى هللا علیھ و سلم غداة العقبة وھو واقف على راحلتھ : ھات القط لي فلقطت لھ حصیات ھن حصى الخذف
ل بأمثال ھؤالء مرتین وقال بیده فأشار یحیى فوضعھن في یده فقاانھ رفعھا وقال إیاكم والغلو فإنما ھلك من كان قبلكم بالغلو في
الدین
68
d. I’tiba>r33 sanad
Dari ke empat riwayat tersebut tidak ditemukan sya>hid34 karena hadis ini
hanya diriwayatkan oleh satu orang sahabat saja yaitu Abdullah bin Abbās. Adapun
tābi’35 dari hadis riwayat al-Nasāi ini ada dua yaitu pada sunan Ibnu Mājah dan
musnad Ahmad. Pada sunan Ibnu Majah tābi’nya melalui riwayat abu usāmah yang
sama-sama meriwatkan hadis ini dari ‘Auf, adapun pada musnad ahmad melalui
husyaim, ismāil dan yahyā yang kesemuanya juga meriwayatkan dari ‘Auf.
Hadis Tentang Kehancuran Umat Terdahulu Disebabkan Sikap al-guluw
33Secara etimologi, kata I‘tibār merupakan masdar dari kata i‘tabara yang berarti peninjauanterhadap berbagai hal dengan maksud untuk dapat diketahui sesuatunya yang sejenis. Secaraterminologi ilmu hadis, i’tibār berarti menyertakan sanad-sanad yang lain untuk suatu hadis, yanghadis itu pada bagian sanadnya tampak hanya terdapat seorang perawi saja; dan dengan menyertakansanad-sanad yang lain tersebut akan diketahui apakah ada perawi lain atau tidak ada untuk bagiansanad hadis dimaksud. Lihat: M. Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi (Cet. I; Jakarta:Bulan Bintang, 1992), h. 51-52.
34 Al-Syāhid adalah hadis yang diriwayatkan oleh dua orang sahabat atau lebih. Lihat: ‘Abdal-Haq ibn saif al-Dīn ibn Sa‘dullāh al-Dahlawī, Muqaddimah fī Usūl al-Hādīs, (Cet. II; Beirut: Dāral-Basyāir al-Islāmiyah, 1986), h. 56-57.
35 al-mutābi’ adalah hadis yang diriwayatkan dua orang atau lebih setelah sahabat, meskipunpada tingkatan sahabat hanya satu orang saja. Lihat: ‘Abd al-Haq ibn saif al-Dīn ibn Sa‘dullāh al-Dahlawī, Muqaddimah fī Usūl al-Hādīs, h. 56-57.
قبلكم الغلو في وإیاكم والغلو في الدین فإنما أھلك من الدین
ابن عباس
قال عن
قال
عن
69
Nb: Garis yang tebal merupakan jalur hadis yang diteliti.
e. Kritik Sanad
Adapun sanad hadis yang menjadi objek kajian, yaitu: Abdullah bin Abba>s
(periwayat 1/ sanad VII), Abī al’āliyah (periwayat II/ sanad VI, ziyād bin Husain
(periwayat III/sanad V), ‘Auf (periwayat IV/sanad IV), Ibn ‘ulayyah (periwayat
ابي العالیة
زیاد بن الحصین
عوف
ابن علیة ھشیم اسماعیلیحي
علي بن دمحم
احمد بن حنبل
حدثنا
حدثنا
حدثنا
اخبرنا
ابن ماجھالنسائي
ابو اسامة
یعقوب بن ابراھیم
حدثنا
انبأنا
عن
حدثنا
حدثنا
حدثني
عن
عن
حدثنا
حدثنا
عن
عن
70
V/sanad III), Ya’qūb ibn Ibrahīm al-Daurqī ( periwayat VI/sanad II), Imam al-Nasāi
(periwayat VII/sanad I)
Imam al-Nasa>i.36 Nama lengkapnya adalah Abū ‘Abd al-Rahmān Ahmad bin
Syu’aib bin ‘ālī bin Sinan bin Bahri al-Khurasān al-Nasāi (salah satu penulis kitab
sunan). Ia lahir di kota Nasā pada tahun 215 H. ia menuntut ilmu pada masa
kecilnya dan tinggal dengan Qutaibah bin Sa’īd pada tahun 230 H lalu menetap di
kota baghlān selama satu tahun guna menuntut ilmu. Guru-gurunya diantaranya
adalah Ishāk Ibnu Rāhawayhi, Hisyām bin ‘Ammār, Muhammad bin al-Nadhr bin
Musawir, Suwayd bin Nasr, ‘Isā bin Hammād Zughbah, Ahmad bin ‘Abdah, abī al-
Tāhir bin al-Sarh dan lain-lain. Adapun diantara murid-muridnya adalah Abū Bishri
al-Dauwlābī, Ya’qūb ibn Ibrahīm al-Daurqī, Abū Ja’far al-Tahāwi, Abu ‘Ali al-
Naisaburi, Hamzah bin Muhammad al-Kinnāni, Abu Ja’far Ahmad bin Muhammad
bin Isma’īl al-Nuhhās al-Nahwī, Abu Bakr Muhammad bin Ahmad bin al-Haddād
al-Syāfi’ī dan banyak lainnya.
Ibnu ‘Adī berkata saya mendengar Mansūr dan Abū Ja’far al-Tahāwi
berkata bahwa Abū ‘Abd al-Rahmān adalah Imam min aimmah al-muslimīn. al-
Hākim Abū ‘Abdullāh al-Hāfiz berkata saya mendengar Abū ‘āli al-Husain ibnu ‘āli
al-Hafīz berkata saya pernah bertanya kepada abū ‘Abd al-Rahmān dan dia adalah
seorang imam dari imam-imam muslimin.
36 Jamāl al-Dīn Abī al-Hajjāj Yūsuf al-Mizzi>, Tahzīb al-Kamāl, Juz 1 (Cet. II; Beirut:Muassasah al-Risālah, 1996), h. 23-25. Lihat juga. Syamsu al-Dīn Abū 'Abdillāh Muhammad binAhmad bin ‘Usmān bin Qāimāz al-Zahabī, Siyar A’lām al-Nubalā’, Juz 14, (Cet. III; Muassasah al-Risalah, 1985), h. 125-135. Lihat juga. Abī ‘Abbās Syams al-Dīn Ahmad bin Muhmmad bin AbīKhalkān, Wafayāt al-A’yān, Juz 1 (Beirut: Dār Sādir, 1971), h. 77-78. Lihat juga. Abū AbdullāhSyamsu al-Dīn al-Zahabī, Tazkirah al-Huffaz, Juz 2, (Cet. I; Beirut: Dār al-Kitub al-‘Ilimiyah, h. 698-701. Lihat juga. Ibnu Katsīr, al-Bidāyah wa al-Nihāya, jilid 11 (Bairut: Maktabat al-Ma’rif, 2008), h.123.
71
Imam al-Darāqutnī berkata Abū ‘Abd al-Rahmān muqaddam (didahulukan)
daripada semua orang yang berkecimpung di dengan ilmu ini (hadis) di zamannya.
Abū Sa’ad Ibnu Yunus berkata ‘Abd al-Rahmān adalah seorang imam pada hadis,
tsiqah, tsabit dan hāfiz. menurut imam al-Darāqutnī ia juga adalah orang yang
paling fakih dizamannya dan paling mengetahui sahīh dan saqīm-nya sebuah hadis
dan paling mengetahui tentang ilm al-rijāl. ia meninggal pada tahun 303 H dikota
palestina pada bulan safar menurut riwayat yang benar.
Dari biografi diatas, Tidak seorang pun yang mencela Imam al-Nasa’I,
bahkan sebaliknya pujianlah yang banyak ia dapatkan. Dengan demikian, pernyataan
al-Nasa>I bahwa dia menerima hadis diatas dari Ya’qu>b bin Ibrahi>m al-Daurqiy
dengan lambang akhbarana dapat dipercaya kebenarannya. Itu berarti, sanad antara
Imam al-Nasa>I dengan Ya’qu>b adalah muttasil (bersambung).
Ya’qūb ibn Ibrahīm al-Daurqī37 Nama lengkapnya adalah Ya’qūb Bin
Ibrahīm bin Katsīr bin Zaid bin Aflah bin Mansūr bin Muzāhim, al-Hāfiz, al-Imām,
al-Hujjah, abū Yūsuf al-‘Abdiu, al-Qayyisu Nawlâhum, al-Dawrqiyū. Ia lahir pada
tahun 166 H. dan wafat pada tahun 252 H. ia berguru pada Ahmad bin Nasr bin
Mālik al-Khazā’ī, Ishāk bin Sulaima>n al-Rāzī, Isma’īl bin ‘Ulayyah, Basyar bin
Mufadhal, Sufyān bin ‘Iyna, Yahya> bin Ma’īn, Yazīd bin Ha>ru>n dan lain-lain.
Adapun diantara muridnya adalah Ibrahīm bin Mahdī al-Masīsī, al-Hāris bin
Murrah bin Mahā’a al-Hanafiy, al-Hasan bin Habīb bin Nadbah, abu Dāud al-
Tayālisī, Abū ‘Abd al-Rahmān al-Marūzī dan Abū Muhammad al-San’āni al-Basri.
37 Syamsu al-Dīn Abū 'Abdillāh Muhammad bin Ahmad bin ‘Usmān bin Qāimāz al-Zahabī,Siyar A’lām al-Nubalā’, Juz 12, Hal 141; Lihat. Jamāl al-Dīn Abī al-Hajjāj Yūsuf al-Mizziy, Tahzībal-Kamāl, Juz 3. h. 23.; lihat. Ahmad bin ‘Ali bin Hijr Abū al-Fadl al-‘Asqalāniy al-Syāfi’ī, Tahzībal-Tahz{īb, Juz 9 (Beirut: Dār al-Fikr, 1984), h. 468.
72
penilaian kritikus hadis terhadap Ya’qub bin Ibrahim sebagai berikut :
1. Ibnu Abī Hātim berkata : ia sadūq.
2. Imam al-Nasāī berkata : tsiqah
3. Ibnu Hibbān memasukannya dalam kitabnya al-tsiqāt
4. Musalamah berkata ia memiliki banyak hadis dan ia adalah orang yang
tsiqah.
Dari penilaian para kritikus hadis diatas, Tidak seorang pun yang mencela
Ya’qub bin Ibrahim, bahkan sebaliknya pujianlah yang banyak ia dapatkan. Dengan
demikian, pernyataan Ya’qu>b bin Ibrahi>m bahwa dia menerima hadis diatas dari
Ibnu ‘Ulayyah dengan lambang hadasana dapat dipercaya kebenarannya. Itu berarti,
sanad antara Ya’qub bin Ibrahim dengan Ibnu ‘Ulayyah adalah muttasil
(bersambung).
Ibnu ‘Ulayyah38 Nama lengkapnya adalah Isma’īl bin Ibrahīm bin Muqsim al-
Asadī Abu Basyar al-Basrī dan lebih dikenal dengan Ibn ‘Ulayaah. Lahir pada tahun
110 H dan wafat pada tahun 193 H di Bagdad. ia berguru pada Ishāq bin Suwaid al-
‘Adawī, Ayyūb bin Abī Tamīmah al-Sakhtiyāni, ‘Auf bin Abī Jamīlah, Habīb bin
Syahīb, Bahzu bin Hakīm, Abī al-Asyhab Ja’far bin Hayyān al-‘Athāridī, Humaid al-
Tawīl dan lain-lain. Dan diantara muridnya adalah Ibrahīm bin Dinar, ibrahīm bin
Tahmān, Ibrahīm bin Abdullah bin al-Hātim al-Harawy, Ibrahīm bin Nāsih dan
Yahyā ibn Ma’aīn.
38 Syamsu al-Dīn Abū 'Abdillāh Muhammad bin Ahmad bin ‘Usmān bin Qāimāz al-Zahabī,Siyar A’lām al-Nubalā’, Juz 9, h. 107; Khaer al-Di>n bin Mahmud bin Muhammad bin Ali bin Fa>risal-Zarkaliy al-Dimasqiy, al-I’lam, Juz 1, (cet: 15; Da>r al-Ilmiy lil al-Malayi>n, 2002 M), h. 32; Ahmadbin 'Ali> Hajar al-'Asqala>ni, Lisa>n al-Mi>za>n , Juz 7, (cet: III, beirut: Muassasatu al-I’lamiy, 1406H/1986 M), h. 176; Abū Abdullāh Syamsu al-Dīn al-Zahabī, Tazkirah al-Huffa>z, Juz 1, h. 235; Ahmadbin ‘Ali bin H{ijr Abu> al-Fad{l al-‘Asqalla>ni> al-Sya>fi‘i>, Tahz{i>b al-Tahz{i>b, Juz 1, (Beirut: Dar a-Fikr,1404 H/1984 M), h. 241; Jamāl al-Dīn Abī al-Hajjāj Yūsuf al-Mizziy, Tahzīb al-Kamāl, Juz 3, h. 23.
73
Pernyataan para rija>l al-Hadi>s tentang Ibn ‘Ulayyah adalah sebagai berikut :
1. ‘Alī bin Ja’ad berkata dari Syu’bah : Ibnu ‘Ulayyah adalah raihānah-nya para
fukaha>.
2. Yūnus bin Bakir berkata dari Syu’bah : Ibnu ‘Ulayyah adalah penghulunya
para muhaddisin.
3. Ahmad bin Sinān al-Qattān berkata dari ‘Abd al-Rahma>n Mahdī : Ibnu
‘Ulayyah adalah atsbatu min husyaim
4. Alī bin Madinī berkata dari Yahyā bin Sa’īd : Ibnu ‘Ulayyah lebih tsabit dari
wahīb.
5. ‘Abdullah bin Hanbal menuqil dari babaknya Ahmad bin Hanbal : bahwa
kepada Ibnu ‘Ulayyah lah puncak tsabit terhenti di kota Basrah.
6. Abu Dāud al-Sajastanī berkata : tidak ada satupun dari muhadisi>n yang tidak
pernah melakukan kesalahan kecuali Isma’īl bin ‘Ulayyah dan Bashar bin
Mufadhal.
Dari biografi diatas, Tidak seorang pun yang mencela Ibnu ‘Ulayyah, bahkan
sebaliknya pujianlah yang banyak ia dapatkan. Dengan demikian, pernyataan bahwa
dia menerima hadis diatas dari ‘Auf dengan lambang haddasana dapat dipercaya
kebenarannya. Itu berarti, sanad antara Ibnu ‘Ulayyah dengan ‘Auf adalah muttasil
(bersambung).
‘Auf39 Nama lengkapnya adalah ‘Auf bin Abī Jamīlah al-‘Abdiū al-Hirjiū,
Abu Sahl al-Bashriū, dan lebih dikenal dengan nama al-A’rabiyu (meskipun ia bukan
39Syamsu al-Dīn Abū 'Abdillāh Muhammad bin Ahmad bin ‘Usmān bin Qāimāz al-Zahabī,Siyar A’lām al-Nubalā’, Juz 6, h. 383; Jamāl al-Dīn Abī al-Hajjāj Yūsuf al-Mizziy, Tahzīb al-Kamāl,Juz 22, h. 437-440; Muhammad ibn Hibban bin Ahmad Abu Hatim al-Tamiymi al-Bustiy, al-Tsiqat,juz 7 (cet: I Dar al-Fikr 1395 h/1975 M), h. 296; Ahmad bin ‘Ali bin H{ijr Abu> al-Fad{l al-‘Asqalla>ni> al-Sya>fi‘i>, Tahz{i>b al-Tahz{i>b, Juz 5 , h. 298.
74
asli arab). Ia lahir pada tahun 60/61 H. ia mendapati beberapa sighār al-tabi’īn. Ia
wafat pada tahun 146/147 H. diantara guru-gurunya adalah Ishāk ibn Suwaid al-
‘Adawī, Anas Ibn Sirīn, Tsamāma bin ‘Abdullāh bin Anas bin Mālik, Hasan al-
Bashrī, Hayyān bin ‘Alā, Abī Jahmah Ziyād bin Husain, Ziyād bin Mikhrāk,
Muhammad ibn Sīrīn dan lain-lain. Adapun muridnya diantaranya adalah Ismā’īl bin
‘Ulayyah, Bashar bin al-Mufadhal, Ja’far bin Sulaemān al-Dhab’ī, Abu Usāmah
hammād bin Usāmah, Hammad bin Salamah, Abdullāh bin Mubārak, Sufyān al-
Tsaurī, Syu’bah Ibn al-Hajjāj dan Fudhail bin ‘Ayyād, Syarīk bin ‘Abdullāh.
Adapun penilaian ulama tentang ‘Auf Ibn Abī Jamīlah adalah sebagai berikut
:
1. Ahmad bin hanbal berkata : tsiqah wa sāleh al-hadīs.
2. Yahyā bin ma’īn berkata : tsiqah.
3. Abū Hātim berkata : sāleh
4. Al-Nasāi berkata : tsiqah,tsa>bit
5. Marwān bin Mu’awiyah berkata : sadūq.
6. Ibnu Hibbān menyebutnya di dalam kitabnya “ al-tsiqāt.
Dari biografi diatas, Tidak seorang pun yang mencela ‘Auf, bahkan
sebaliknya pujianlah yang banyak ia dapatkan. Dengan demikian, pernyataan bahwa
dia menerima hadis diatas dari Ziyād bin Husain dengan lambang haddasana dapat
dipercaya kebenarannya. Itu berarti, sanad antara ‘Auf dengan Ziyād bin Husain
adalah muttasil (bersambung).
75
Ziyād bin Husain40 Nama lengkapnya adalah Ziyād ibn Husein bin Qīs al-
Handzalī al-Yarbu’ī di kenal juga dengan panggilan al-Riyāhī dan abu Jahmah al-
Basrī. Ia berguru pada ayahnya Husain bin Qīs, Rafī’ abī al-‘Aliyah al-Riyāhī,
‘Abdullāh bin ‘Abbās dan ‘Abdullāh bin Umar bin al-Khattāb. Adapun murid-
muridnya diantara adalah Sulaemān al-A’masy, ‘Asim al-Ahwal, ‘Ubaid al-Maktab,
‘Auf al-A’rabiu, Fudhail bin ‘Amr al-Faqīmi, Fithru ibn Khalīfah dan lain-lain.
Adapun penilaian ulama tentang Ziyād bin Husain adalah sebagai berikut :
1. Ahmad bin ‘abdullāh al-‘ajali> berkata : basriu tsiqah.
2. Ibnu Hibbān menyebutnya di dalam kitabnya al-tsiqaat.
3. Abu Hātim berkata riwayat Abu Jahmah dari Ibnu ‘Abbās adalah mursal
Dari biografi diatas, Tidak seorang pun yang mencela Ziyād bin Husain,
bahkan sebaliknya pujianlah yang banyak ia dapatkan yaitu seorang yang tsiqah. Ia
juga tidak tertuduh sebagai mudallis. Kemungkinan bertemunya dengan Abi> al-
‘A>liyah pun sangat besar. Dengan demikian, pernyataan bahwa dia menerima hadis
diatas dari Abī al’āliyah dengan lambang ‘an dapat dipercaya kebenarannya. Itu
berarti, sanad antara Ziyād bin Husain dengan Abī al’āliyah adalah muttasil
(bersambung).
Abī al-’Aliyah41 Nama lengkapnya adalah Rufa’i bin Mihrān al-Riyāhiu al-
Basrī, budak dari seorang wanita dari Banī Riyāh bin Yarbū’ (salah satu desa di Banī
40 Lihat Muhammad ibn Hibban bin Ahmad Abu Hatim al-Tamiymi al-Bustiy, al-Tsiqat, juz6, h. 319; Ahmad bin ‘Ali bin H{ijr Abu> al-Fad{l al-‘Asqalla>ni> al-Sya>fi‘i>, Tahz{i>b al-Tahz{i>b, Juz 3, h. 31;Jamāl al-Dīn Abī al-Hajjāj Yūsuf al-Mizziy, Tahzīb al-Kamāl, Juz 9, h. 456.
41Syamsu al-Dīn Abū 'Abdillāh Muhammad bin Ahmad bin ‘Usmān bin Qāimāz al-Zahabī,Siyar A’lām al-Nubalā’, Juz 4, h. 208; . Abū Abdullāh Syamsu al-Dīn al-Zahabī, Tazkirah al-Huffaz,Juz 1, h. 49. Lihat juga, Ahmad bin ‘Ali bin H{ijr Abu> al-Fad{l al-‘Asqalla>ni> al-Sya>fi‘i>, Tahz{i>b al-Tahz{i>b, Juz 3, h. 246; Jamāl al-Dīn Abī al-Hajjāj Yūsuf al-Mizziy, Tahzīb al-Kamāl, Juz 9, h. 214.
76
Tamīmī) ia di merdekakan oleh Sāibah. Ia termasuk seorang Kibār al-Tābi’īn yang
wafat pada tahun 90 / 93 H. ia meriwayatkan hadis langsung dari sahabat seperti
Anas bin Mālik, Tsaubān Mawlā nabi Muhammad, ‘Abdullāh bin ‘Abbās, ‘Abdullāh
bin Mas’ūd, ‘Alī bin Abī Thalib, ‘Aisyah dan lain-lain. Adapun beberapa Tābi’īn
yang meriwayatkan hadis darinya adalah Bikr bin ‘abdullāh al-Mazanī, Tsābit al-
Bannānī, Ja’far bin Maimūn, Humaid bin Hilāl, Khālid al-Hazāi, Dāud bin Abi
Hindun dan lain-lain. Diantara guru-gurunya adalah Abān ibn Abu ‘Ayyāsh, Zaid bin
al-Hiwarī, ‘Ubaidillāh bin Zajar al-Dhamrī, ‘Amru bin Sa’ad, Yahyā bin Muslim.
Dan diantara murid-muridnya adalah Khālid bin Walīd, Zaid Ibn Hāritsah bin
Syarāhīl, ‘Abd al-Rahmān bin Adām al-Basrī, Khaulah Bint Tsa’labah.
Adapun penilaian ulama tentang abī al-‘Aliyah adalah sebagai berikut :
1. Yahyā Ibn Ma’īn, Abu Hātim, Abu Zar’ah berkata : tsiqah
2. Abu al-Qāsim al-Alkāī berkata : tsiqah dan disepakati bahwa ia tsiqah.
3. Ibn Hibbān menyebutnya di kitabnya al-tsiqāt.
4. Ibn Hajar menilainya sebagai seorang yang tsiqah katsīru al-irsāl.
Dari biografi diatas, Tidak seorang pun yang mencela Abī al’āliyah, bahkan
sebaliknya pujianlah yang banyak ia dapatkan. Dengan demikian, pernyataan bahwa
dia menerima hadis diatas dari Ibnu ‘Abbās dengan lambang qa>la dapat dipercaya
kebenarannya. Itu berarti, sanad antara Abī al’āliyah dengan Ibnu ‘Abbās adalah
muttasil (bersambung).
Ibnu ‘Abbās42 Nama lengkapnya adalah ‘Abd Allah bin ‘Abbās bin ‘Abd al-
Muttalib bin Hāsyim bin ‘Abd al-Manaf al-Karasyi al-Hāsyimi, Abu al-‘Abbās al-
42 Syamsu al-Dīn Abū 'Abdillāh Muhammad bin Ahmad bin ‘Usmān bin Qāimāz al-Zahabī,Siyar A’lām al-Nubalā’, Juz 3, h. 333; Abū Abdullāh Syamsu al-Dīn al-Zahabī, Tazkirah al-Huffaz,Juz 1, h. 33; Ahmad bin ‘Ali bin H{ijr Abu> al-Fad{l al-‘Asqalla>ni> al-Sya>fi‘i>, Tahz{i>b al-Tahz{i>b, Juz 5, h.
77
Madanī (anak dari paman nabi Muhammad), ia seorang sahabat yang di kenal
dengan turjuma>n al-Qur’an ( terjemahnya al-Qur’an) , ia juga dijuluki dengan
sebutan al-bahr (lautan) dan al-hibr (tinta) karena banyaknya ilmu yang ia miliki, ia
juga telah didoakan oleh nabi Muhammad agar Allah swt. memberikan kefakihan
pada agama dan ilmi ta’wi>l kepadanya. Ia lahir di sya’b dan wafat di Thā’if tahun 68
H. disamping banyak menerima hadis dari Rasulullah saw. Secara langsung, dia juga
berguru kepada ayahnya, dan Khulafa al-Rasyidu>n. Murid yang meriwayatkan
hadisnya antara lain adalah Ikrimah, abi al-‘Aliyah, ‘Atha, dan Sai>d bin Jubair.
Pernyataan para ahli rija>l al-hadi>s tentang Abd Allah Ibn Abbas sebagai
berikut:
1. Umar: dia (Ibn Abba>s) adalah salah satu Fuqaha> terkemuka dari kalangan
sahabat.
2. Al-Asqalani> (773-852 H), dan al-Bandariy menyebutkan bahwa nabi Saw.
Pernah mendoakannya, yang dikabulkan oleh Allah swt. Sehingga ia digelari
dengan lautannya ilmu pengetahuan.
3. Ubayd Allah ibn Abd Allah ibn Utbah pernah berkata bahwa pengetahuan
ibn Abbas dalam Fiqh, Tafsir al-Qur’an, Bahasa Arab, Syair Ilmu Hisab dan
ilmu Waris tida ada yang mengunggulinya.
Di bidang periwayatan hadis, Abd Allah Ibn Abba>s menduduki peringkat
kelima dari sahabat Nabi yang di gelari sebagai al-Muksiru>n fi al-hadis.43
242-247; Lihat juga, Khaer al-Di>n bin Mahmud bin Muhammad bin Ali> bin Faris al-Zarkaliy al-Dimasqiy, al-I’lam, Juz 4, h. 95.
43 Hadis yang ia riwayatkan berjumlah 1660, yang disepakati Bukhari dan Muslim 95 hadis,dan yang diriwayatkan oleh Bukhari sendiri 28 hadis, sedangkan yang diriwayatkan oleh Muslimsendiri 49 hadis. Lihat Mahmud al-Tahhan, Taysir Mustalah al-Hadis (beirut: Dar al-Qur’an al-Karim, 1339 H/ 1981 M), h. 198.
78
Dari biografi diatas, tidak seorang pun yang mencela pribadi Abd Allah ibn
Abba>s dalam periwayatan hadis. Bahkan, melihat hubungan pribadinya dengan Nabi
yang sangat akrab, maka ia termasuk sahabat yang tidak diragukan lagi kejujuran
dan kesahihannya dalam menyampaikan hadis. Oleh karena itu, diyakini bahwa Ibn
Abbas telah menerima langsung hadis tersebut dengan lambang qa>la dari Nabi. Itu
berarti, antara Nabi dengan Ibn Abbas telah terjadi persambungan periwayatan
hadis.
Setelah melakukan penelitian terhadap sanad hadis yang menjadi objek
kajian dengan mengamati keterangan-keterangan di atas terkait kualitas pribadi
dan kapasitas intektual masing-masing perawi, serta kemungkinan adanya
ketersambungan periwayatan dalam jalur sanad tersebut, maka peneliti
menyimpulkan bahwa sanad dari jalur tersebut memenuhi kriteria hadis s}ah}i>h} karena
sanadnya bersambung, sifat para perawinya memenuhi kriteria ‘ada>lah, dan para
perawinya dinilai d}a>bit}.
f. Kritik Matan
Setelah peneliti melakukan penelitian terhadap sanad hadis yang menjadi
objek kajian, dan sampai pada kesimpulan bahwa sanad tersebut s}ah}i>h}. Dengan
demikian telah memenuhi syarat untuk melakukan kritik terhadap matan hadis.
Dalam kegiatan kritik matan (Naqd al-Matan ) terhadap hadis-hadis al-
guluw, penulis berusaha mengikuti tiga langkah metodologis kegiatan kritik matan
yang dirumuskan oleh M. Syuhudi Ismail, yakni: 1) meneliti matan dengan melihat
kualitas sanadnya. 2) meneliti susunan lafal berbagai matan yang semakna. 3)
meneliti kandungan matan.44
44 M. Syuhudi Ismail, Metodologi pPenelitian Hadis Nabi (Jakarta: Bulan bintang, 1413 H/1992 M), h. 121-122.
79
Selanjutnya peneliti akan melakukan analisis matan dengan merujuk kepada
langkah-langkah yang telah dijelaskan sebelumnya.
Setelah melakukan perbandingan antara matan yang satu dengan matan yang
lain dari 4 riwayat di atas maka ditemukan beberapa perbedaan. Perbedaan pertama
terletak pada saat Ibnu ‘Abbas menceritakan kronologis terjadinya sabda Nabi.
Pada riwayat al-Nasāī dan 2 riwayat dari Musnad Ahmad redaksinya adalah
مل س و یھ ل ى هللا ع ل ول هللا ص س ي ر ل ال ق , adapun pada riwayat ibn Majah
menggunakan redaksi : مل س و یھ ل ى هللا ع ل هللا ص ول س ر ال ق . Setelah itu
Pada riwayat al-Nasai, Ibn Majah, dan salah satu dari riwayat musnad Ahmad
menggungakan kata : ةب ق اة الع د غ sedang satu riwayat lagi adalah menggunakan
kata : عم ج اة د غ . pada sunan al-Nasai mengatakan ھ ت ل اح ى ر ل ع و ھ و , pada
sunan Ibn Majah :وھو على ناقتھ pada musnad Ahmad satu riwayat berbunyi :
ھ ت ل اح ى ر ل ع ف اق و و ھ و sedang yang satu riwayat lagi kosong. Selanjutnya
pada riwayat al-Nasa>i> berbunyi : ن ات ھ ی ص ح ھ ل ت ط ق ل لي ف ط ق ات ال ھ الخذف فلما وضعتھن في یده ءصى ح , pada sunan Ibnu Majah berbunyi :
. ف ذ ى الخ ص ح ن ات ھ ی ص ح ع ب س ھ ل ت ط ق ل ( القط لي حصى ) ف ھ ف ي ك ف ن ھ ض ف ن ی ل ع ج ف , sedangkan pada sunan ahmad satu riwayat berbunyi
,القط لي فلقطت لھ حصیات من حصى الخذف فلما وضعھن في یدهdan riwat lainnya berbunyi ھات القط لي فلقطت لھ حصیات ھن حصى .الخذف فوضعھن في یده
Kemudian dalam matan Sunan al-Nasai berbunyi:
ھؤالء وإیاكم والغلو في الدین فإنما أھلك قال بأمثال ھؤالء بأمثال من قبلكم الغلو في الدین
sedangkan pada sunan Ibn Ma>jah berbunyi :
80
م بلك ق ان ك ن م ك ل ھ أ ھ ن إ ف ن ی ي الد ف و ل الغ و م اك ی إ اس ا الن ھ ی ا أ ( ی ال ق )نی ي الد و ف ل الغ
Dan pada musnad Ahmad bin Hanbal berbunyi:
ب م ع نال ق ان ك ن م ك ل ا ھ م ن إ ف ن ی ي الد و ف ل الغ و م اك إی و ء ال ؤ ھ ال ث م أن ی ي الد و ف ل الغ ب م ك ل ب ق
Dan satu riwayat lagi berbunyi :
ب ال ق ف ف ه د ی ب ال ق و ن ی ت ر ء م ال ؤ ھ ال ث م أ ال ق ا و ھ ع ف ر ھ ن ى ا ی ح ی ار ش أن ی ي الد ف و ل الغ ب م ك ل ب ق ان ك ن م ك ل ا ھ م ن إ ف و ل الغ و م اك ی إ
Setelah mencermati beberapa susunan matan di atas, ditemukan adanya
Ziya>da>t atau Idra>j45 oleh karena ziya>da>t dan idra>j tersebut berasal dari periwayat
yang tsiqah dan isinya tidak bertentangan dengan yang dikemukakan oleh banyak
periwayat yang tsiqah juga, maka penulis menerimanya.
Begitu pula jika di tempuh metode Muqa>ran (perbandingan), maka tampak
bahwa sedikit perbedaan pada lafal matan tersebut tidak menyebabkan adanya
perbedaan pada makna. Hal itu memberi petunjuk bahwa hadis yang diktitik
matannya telah diriwayatkan secara makna atau al-riwa>yat bi al-ma’na46. pada sisi
45 Menurut bahasa arti Ziya>da>t adalah tambahan, sedang menurut istilah Ilmu hadis ziya>da>tialah tambahan lafal atau kalimat pernyataan yang terdapat dalam matan hadis. Tambahan itudikemukakan oleh periwayat tertentu, sedang periwayat lain tidak mengemukakannya. Lihat Nur al-Din ‘Itr, Manhaj al-Naqd fi> ‘ulum al-hadis, h. 425. Sedangkan Idraj menurut bahasa adalahmemasukkan atau menghimpun, sedang menurut istilah ilmu hadis Idjra>j ialah memasukkanpernyataan yang berasal dari periwayat ke dalam suatu matan hadis yang diriwayatkannya sehinggamenumbulkan dugaan bahwa pernyataan itu berasal dari nabi karena tidak ada penjelasan dalammatan hadis yang bersangkutan. Lihat Mahmud al-Tahhan, Taysir Mustalah al-Hadis, h. 102.
46 Para sahabat nabi dan ulama berbeda pendapat tentang boleh tidaknya meriwayatkan hadissecara makna. Umar bin al-khattab, Abd Allah bin Umar, Muhammad bin Sirin dan Abu bakar al-Razy melarang periwatan secara makna. Akan tetapi Abd Allah bin Abbas Ibn Mas’ud, Abu hurairah,Aisyah dan mayoritas ulama membolehkan periwatan hadis secara makna, dengan beberapa ketentuanyang ekstra ketat, antara lain periwayat yang bersangkutan harus mendalami pengetahuannyamengenai bahasa arab; hadis-hadis yang diriwayatkan bukanlah bacaan yang bersifat ta’abbudiyseperti bacaan salat; dan periwayatan secara makna dilakukan karena sangat terpaksa. Lihat Jamal al-
81
lain, susunan bahasanya tidak rancu, sehingga dapat dinyatakan bahwa matan hadis
tersebut bebas dari Sya>z dan Illat.
Selanjutnya, matan hadis tersebut juga tidak bertentangan dengan ayat-ayat
al-Qur’an, serta tida pula bertentangan dengan hadis Nabi lainnya. Bahkan sejalan
dengan firman Allah swt. Misalnya QS. al-Baqarah/2: {143
ة وسطا وكذلك جعلناكم أمTerjemahnya : dan begitulah kami jadikan kalian umat yang wasathan
(pertengahan/sederhana ).
Hadis diatas tidaklah bertentangan dengan hadis-hadis shahih lainnya.
Bahkan dengan hadis yang semakna saling menunjang satu dengan lainnya.
Contohnya:
روا روا وال تعس روا وال تنفروایس (رواه البخاري)47، وبشArtinya : mudahkanlah dan janganlah mempersulit, dan berikanlah berita gembira
dan janganlah kalian membuat mereka jauh.
hadis ini juga tidak bertentangan dengan fakta sejarah bahwasanya yang
menyebabkan umat-umat sebelumnya hancur dan binasa adalah perbuatan berlebih-
lebihan dalam menjalankan agama mereka baik itu dari kaum yahudi maupun nasrani
sebagai contoh yang telah diabadikan didalam al-qur’an. Misalnya firman Allah swt
إال الحق یا أھل الكتاب ال تغلوا في دینكم وال تقولوا على Terjemahnya : Wahai ahli kitab janganlah kamu melampaui batas didalam agamamu
dan janganlah kamu mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar. (QS.Al-nisa {171}: 4)
Din al-Qasimiy, qawaid al-Tahdis min Funun Mustalah al-Hadis (cet. I; Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1399 H/1979 M), h. 72.
47 Muhammad ibn Isma>il Abu> Abdilla>h al-Bukha>ri> al-Ja’fi>ya, al-Ja>mi’ al-Musnad al-S}ah}ih} al-Mukhtas}ar min umu>ri Rasulullah saw. wa sunnatihi wa ayyamihi (S}ah}ih} al-Bukha>ri)>, Juz 1 (Cet: III,Beirut: Da>r Ibn Kas\i>r, t.th), h. 38.
82
g. Natijah Hadis
Setelah meneliti sanad al-Nasa>i> melalui jalur Ya’qūb ibn Ibrahīm al-Daurqī
ternyata seluruh periwayatnya bersifat adil dan dhabit (tsiqat), sanadnya dalam
keadaan muttasil (bersambung), matannya juga terhindar dari Sya>z (kejanggalan)
dan Illat (cacat) itu betarti, hadis yang diteliti telah memenuhi unsur-unsur kaidah
kesahihan sanad dan matan hadis sehingga dapat dinyatakan bahwa hadis yang
bersangkutan berkualitas sahih dan dapat dijadikan sebagai hujjah (dalil) agama.
2. Hadis Tentang Larangan Bersikap al-Guluw Dalam Membaca al-Qur’an
a. Materi hadis
حمن بن شبل علیھ وسلم یقول قال عبد الر صلى سمعت رسول اقرءوا القرآن وال تغلوا فیھ وال تجفوا عنھ وال تأكلوا بھ وال تستكثروا بھ
رواه احمد)(b. Takhrij hadis
Setelah menelusuri lebih jauh dalam al-kutub al-tis’ah, hadis tentang
larangan membaca al-qur’an secara berlebih-lebihan tersebut di atas ditemukan
sebanyak 4 riwayat dari 1 mukharrij yaitu Ahmad bin Hanbal.
c. Susunan Sanad dan Redaksi Matan hadis
م یعني الدستوائي قال حدثني یحیى بن حدثنا إسماعیل بن إبراھیم عن ھشا-حمن بن شبل قال قال عبد الر سمعت أبي كثیر عن أبي راشد الحبراني
علیھ وسلم یقول اقرءوا القرآن وال تغلوا ف صلى یھ وال تجفوا رسول رواه احمد)(عنھ وال تأكلوا بھ وال تستكثروا بھ
حدثنا وكیع عن الدستوائي عن یحیى بن أبي كثیر عن أبي راشد عن عبد -حمن بن شبل قال الر صلى علیھ وسلم اقرءوا القرآن وال قال رسول
(رواه احمد)تأكلوا بھ وال تستكثروا بھ وال تجفوا عنھ وال تغلوا فیھ
83
اق قال أخبرنا معمر عن یحیى بن أبي كثیر عن زید بن - ز حدثنا عبد الرحمن بن شبل أن علم الناس ما ه قال كتب معاویة إلى عبد الر م عن جد سال علیھ وسلم فجمعھم فقال إني سمعت رسول صلى سمعت من رسول
علیھ وسل صلى م یقول تعلموا القرآن فإذا علمتموه فال تغلوا فیھ وال (رواه احمد)تجفوا عنھ وال تأكلوا بھ وال تستكثروا بھ
م ع - ام حدثنا یحیى عن زید بن سال مد حدثنا ھم ه عن حدثنا عبد الص ن جدحمن بن شبل علیھ وسلم أبي راشد الحبراني عن عبد الر أن النبي صلى
قال اقرءوا القرآن وال تغلوا فیھ وال تجفوا عنھ وال تأكلوا بھ وال تستكثروا احمد)(رواه بھ
d. I’tibar Sanad
Dari ke empat riwayat tersebut tidak ditemukan syahid, karena hadis ini
hanya diriwayatkan oleh satu orang sahabat saja yaitu Abd al-Rahma>n Ibn al-Syibli.
Adapun mutābi’-nya ada tiga yang masih dari riwayat Ahmad namun dari jalur yang
berbeda yaitu riwayat Ahmad pada jalur Waqi>’, jalur Abd al-Razza>k dan jalur
“Affa>n.
Hadis Tentang Larangan Bersikap al-Guluw Dalam Membaca al-Qur’an
قال رسول هللا ص.م.:
قال سمعت سمعت
سمعت أن
84
Nb: Garis yang tebal merupakan jalur hadis yang diteliti.
e. Kritik Sanad
Adapun sanad hadis yang menjadi objek kajian, yaitu: Abd al-Rahman> bin
Syibli (periwayat 1/ sanad VI), Abi Rasyid al-Hibraniy (periwayat II/ sanad V),
حمن بن عبد الرشبل
أبي راشد الحبراني
یحیى بن أبي كثیر
ھشام الدستوائي
إسماعیل بن إبراھیم
احمد بن حنبل
اق ز عبد الراق ز الر
معمر أبان
وكیع عفان مد عبد الص
ام ھم
عن
حدثني
قال
م زید بن سال
ه جد
عن
عن
عن
عن
حدثنا
أخبرنا
عن
عن
عن
قال
حدثنا
حدثنا
یحیى بن أبي كثیر حدثنا
عن
عن
حدثنا
حدثنا
حدثنا
عن
عن
85
Yahya> bin abi Katsi>r (periwayat III/sanad IV), Hisya>m al-Distiwa’iy (periwayat
IV/sanad III), Isma’i>l bin Ibrahi>m (periwayat V/sanad II), Ahmad bin Hanbal (
periwayat VI/sanad I).
Ahmad bin Hanbal48 Nama lengkapnya adalah Ahmad ibn Muhammad ibn
Hanbal ibn Hila>l ibn As’ad al-Syaibaniy Abu Abd Allah Al-Marwaziy al-Bagda>diy.
Ia lahir tahun 164 H dan wafat tahun 241 H. guru-gurunya antara lain Ibrahim Ibn
Kha>lid al-San’aniy, Ibrahi>m ibn Sa’ad al-Zuhriy, Isma’il bin Ullayyah dan Da>ud bin
Mihra>n. Adapun diantara muridnya antara lain al-Bukha>riy, Muslim, Abu Da>ud dan
anaknya Sa>leh bin Ahmad bin Hanbal.
Adapun Pernyataan para kritikus hadis tentang Ahmad bin Hanbal sebagaiberikut:
1. Abu Zur’ah menegaskan bahwa dia itu tsiqah dan sadu>q.
2. Ibn Hibba>n memasukkannya dalam kitab al-tsiqa>t.
3. Al-Qatta>n (w. 354 H): tidak ada orang yang datang kepada saya yang
kebaikannya melebihi Ahmad . dia adalah hiasan umat dibidang pengetahuan
Islam khusunya hadis nabi.
4. Ibn Ma’i>n (158-233 H): saya tidak melihat orang yang baik pengetahuannya
dibidang hadis melebihi Ahmad.
5. Al-Sya>fi’i> (w. 204 H): saya keluar dari Bagdad dan saya tidak menemukan
orang yang lebih mulia, alim, faqi>h dan lebih wara’ daripada Ahmad bin
Hanbal.
48 Syamsu al-Dīn Abū 'Abdillāh Muhammad bin Ahmad bin ‘Usmān bin Qāimāz al-Zahabī,Siyar A’lām al-Nubalā’, Juz 11, h.177; Muhammad ibn Hibban bin Ahmad Abu Hatim al-Tamiymial-Bustiy, al-Tsiqat, juz 8, h. 18; Ahmad bin 'Ali> Hajar al-'Asqala>ni>,Taqri>b al-Tahzi>b, Juz 1, (Cet. I;Da>r al-Rasyi>d Bihalbi, 1402 H), h. 44; Ahmad bin ‘Ali bin H{ijr Abu> al-Fad{l al-‘Asqalla>ni> al-Sya>fi‘i>,Tahz{i>b al-Tahz{i>b, Juz 1, h. 62.
86
6. Ibn al-Madi>ni> ( 161-234 H): tidak ada seorang pun di antara sahabatku yang
lebih ha>fiz dari ahmad. Sungguh Allah telah memperkuat agama islam ini
dengan Abu bakar pada peristiwa al ridda >t dan Ahmad ibn Hanbal pada
periwtiwa al-Mihna>t.
7. Al-Nasa>i (215-503 H): Ahmad adalah seorang yang tsiqat dan ma’mu>n.
Dari beberapa pernyataan para kritikus hadis diatas , tidak ada seorang pun
yang memberikan penilaian negatif terhadap diri Ahmad bin Hanbal. Itu berarti,
kualitas pribadi dan kapasitas inteleqtualnya tidak di ragukan. Oleh karena itu
pernyataannya bahwa ia menerima hadis diatas dari ismai>l bin Ibrahi>m dengan
lambang haddasana dapat dipercaya. Dengan demikian, sanad antara keduanya
dalam keadaan muttasil.
Ismai>l bin Ibrahi>m49 nama lengkapnya adalah Ismai>l bin Ibrahi>m bin Muqsim
al-Asadiy Mawla>hum Abu Basyar al-Basri>, yang lebih dikenal dengan nama Ibnu
‘Ulayah. Lahir pada tahun 110 H dan wafat pada tahun 193. Gurunya sangatlah
banyak antara lain: Isha>k bin Suweid al-Adawiy, Ayyu>b bin Abi Tami>mah, Bardu
bin Sina>n al-Sya>mi>, Bahzu bin Hakim, Hisyam al-dustawaiy, Abi Hayya>n Yahya> bin
Sa’i>d bin Hayya>n al-Tamimi>. Sedangkan muridnya antara lain: Hamma>d bin Zaid,
Abd al-Rahma>n bin al-mahdi>, Ali ibn al-Madini>, Ahmad bin hanbal, Yahya ibn
Ma’in dan abu Hafs al-Fallasi>.
Ismai>l bin Ibrahi>m adalah periwayat hadis yang terpuji. Hal ini dapat
dipahami dari pernyataan beberapa kritikus hadis terhadap dirinya:
49 Khaer al-Di>n bin Mahmud bin Muhammad bin Ali bin Faris al-Zarkaliy al-Dimasqiy, al-I’lam Juz 1, h. 307; . Abū Abdullāh Syamsu al-Dīn al-Zahabī, Tazkirah al-Huffaz, Juz 1, h. 235;Ahmad bin 'Ali> Hajar al-'Asqala>ni>,Taqrib al-Tahzi>b, Juz 1, h. 90; Jamāl al-Dīn Abī al-Hajjāj Yūsuf al-Mizziy, Tahzīb al-Kamāl, Juz 3, h. 30; Syamsu al-Dīn Abū 'Abdillāh Muhammad bin Ahmad bin‘Usmān bin Qāimāz al-Zahabī, Siyar A’lām al-Nubalā’, Juz 9, , h. 107.
87
1. Syamsuddi>n al-dzahabi ia adalah seorang yang ha>fiz, faqi>h dan Kabi>r al-
qadr.
2. Al-zarkali> Ia adalah salah satu huffa>z al-hadis> hujjah pada hadis tsiqah dan
ma’mu>n.
3. Ibn Ma’i>n berkata ia adalah seorang tsiqah, wara’ dan taqiyan.
4. Ibn Hajar ia adalah seorang tsiqah dan ha>fiz, tsiqah, hujjah pada hadi>s dan
tsa>bit.
Dari beberapa pernyataan kritikus hadis diatas, menunjukan bahwa Ismai>l bin
Ibrahi>m adalah periwayat hadis yang memiliki integritas dan kapasitas intelektual
yang tidak diragukan yaitu seorang yang tsiqah, hafiz dan tsabit dan tidak
seorangpun menuduhnya mudallis, begitu pula kemungkinan ia bertemu dengan
gurunya Hisya>m sangatlah besar. Dengan demikian, pernyataannya bahwa ia
menerima hadis tersebut dari Hisya>m dengan lambang ‘an dapat dipercaya.
Sekaligus diyakini bahwa sanad antara keduanya benar-benar bersambung.
Hisya>m50 nama lengkapnya adalah Hisya>m bin Abi> Abd Allah Sanbar al-
Distiwai>. Lahir pada tahun 76 H dan wafat pada tahun 154 H. diantara guru-gurunya
antara lain: Ayyu>b al-Sakhtiya>ni>, Qatadah, Badi>l Ibn Maysarah, Yahya> Ibn Abi
katsi>r, dan Abi ‘Usam al-Basri>. Sedangkan diantara murid-muridnya adalah Azhar
bin Sa’ad al-Siman, Azhar bin al-Qa>sim, Ibn Ulayyah, Syu’bah bin Hajja>j dan Abd
Allah Ibn Muba>ra>k.
50 Syamsu al-Dīn Abū 'Abdillāh Muhammad bin Ahmad bin ‘Usmān bin Qāimāz al-Zahabī,Siyar A’lām al-Nubalā’, Juz 7, h. 149; Ahmad Ibn Abd Allah bin Saleh bin Hasan al-‘ajaliy al-Kuwfiy, Ma’rifah al-tsiqaat Juz 2, h. 330; Muhammad Ibn Sa’ad Ibn Muni’ Abu Abd Allah al-Basriyal-Zuhriy, al-Tabaqah al-Kubra, Juz 7 ,(Beirut: Dar Sadir, t.th), h. 279; Ahmad bin 'Ali> Hajar al-'Asqala>ni>,Taqrib al-Tahzi>b, Juz 1, h. 573; Jamāl al-Dīn Abī al-Hajjāj Yūsuf al-Mizziy, Tahzīb al-Kamāl, Juz, h. 215-222; Muhammad ibn Hibban bin Ahmad Abu Hatim al-Tamiymi al-Busti>, al-Tsiqat, juz 7, h. 569.
88
Para kritikus hadis memuji kualitas pribadi dan kapasitas inteleqtual Hisyam
dengan pernyataan sebagai berikut:
1. Syams al-Di>n al-Zahabiy Ia adalah al-ha>fiz, al-hujjah, al-sa>diq. Syu’bah
mengatakan ia (hisya>m) lebih banyak tahu hadis dari jalur Qatadah
dibandingkan dengan saya.
2. Imam al-‘Ajili> menyebutnya dalam kitabnya al-Tsiqa>t. Ibn Sa’ad
mengatakan ia adalah seorang yang tsiqah dan tsa>bit serta hujjah dalam
hadis.
3. Al-Taya>lisi: ia seorang ami>rul mu’mini>n pada hadis, ibn hajar: tsiqah, tsa>bit
dituduh seorang qadariyah.
Meskipun ia dulunya seorang qadariyah namun disisa hidupnya ia telah
bertaubat dan sangat banyak di puji dalam meriwayatkan hadis serta penguasaan
hadis sebagai seorang yang tsiqah, tsabit dan hujjah dalam perkara hadis. hingga
dapat disimpulkan bahwa ia benar-benar telah menerima hadis tersebut diatas dari
Yahya bin Katsir dengan lambang haddasana. Sekaligus diyakini bahwa sanad
keduanya benar-benar muttasil (bersambung).
Yahya> bin Abi Katsi>r51 nama lengkapnya Yahya> Ibn Abi> Katsi>r al-Tha>iy
Mawla>hum Abu Nasr al-Yamaniy. ia wafat tahun 132 H. gurunya antara lain
Ibrahi>m Ibn Abd Allah bin Qaridz, Anas bin Ma>lik, Sulaema>n bin Yassa>r, Abu>
Ras>yid al-Hibraniy dan Abd Allah bin Abi Qata>dah. Adapaun diantara muridnya
51 Syamsu al-Dīn Abū 'Abdillāh Muhammad bin Ahmad bin ‘Usmān bin Qāimāz al-Zahabī,Siyar A’lām al-Nubalā’, Juz 6, h. 27-30; Ahmad bin 'Ali> Hajar al-'Asqala>ni>,Taqrib al-Tahzi>b, Juz 2, h.313; Abū Abdullāh Syamsu al-Dīn al-Zahabī, Tazkirah al-Huffaz, Juz 1, h. 96; Jamāl al-Dīn Abī al-Hajjāj Yūsuf al-Mizziy, Tahzīb al-Kamāl, Juz 31, h. 504-507; Ahmad bin ‘Ali bin H{ijr Abu> al-Fad{l al-‘Asqalla>ni> al-Sya>fi‘i>, Tahz{i>b al-Tahz{i>b, Juz 11, h. 2350.
89
adalah Hisya>m ibn Hasan, Hisya>m al-Distiwa’i>, ‘Ali bin Muba>rak, Aba>n ibn Basyir
dan Ayyu>b bin al-Najja>r.Pernyataan kritikus hadis tentang Yahya> Ibn Abi Katsi>r sebagai berikut:
1. Syu’bah : Yahya> Ibn Katsi>r lebih baik dalam perihal hadis dari pada Imam
zuhri. Abu Ha>tim al-Ra>zi>: ia adalah seorang imam dan hanya meriwayatkan
hadis dari orang yang tsiqah. Ahmad bin Hanbal : salah satu imam yang
tsa>bit dan setara dengan Imam al-Zuhri> dan Yahya> bin Sa’i>d.
2. Ibn Hibba>n menyebutnya didalam al-Tsiqa>t, al-‘Ajili> mengatakan ia adalah
tsiqah dan merupakan salah satu tokoh hadis.
Meskipun ia kadang-kadang meriwayatkan hadis secara mursal¸ namun itu
tidak membuat ia tercela dikarenakan banyaknya pujian dan penilaian positif atas
kapasitasnya dalam hal periwayatan hadis yaitu seorang yang tsabit dan tsiqah juga
bukan seorang mudallis, begitu pula antara ia dan Abu Ra>syid memiliki hubungan
murid dan guru Itu berarti, pernyataannya bahwa ia menerima hadis diatas dari Abu
Ra>syid dengan lambang ‘an dapat dipercaya. Dengan demikian sanad antara
keduanya dalam keadaan muttasil.
Abu> Rasyi>d al-Hibra>niy52 : Nama lengkapnya adalah Abu Rasyi>d al-Hibra>ni>
al-Humairi> al-Sya>mi al-Humusi>. Salah seorang kiba>r al-Ta>bi’i>n. diantara gurunya
adalah ‘Iba>dah Ibn Sa>mit, ‘Abd al-Rahma>n bin Syibli al-Ansha>riy, ‘Ali> bin Abi
Tha>lib, Abd Allah bin ‘Amr bin ‘A>sh dan al-Miqda>d bin al-Aswad. Adapun
52 Ahmad bin 'Ali> Hajar al-'Asqala>ni>,Taqrib al-Tahzi>b, Juz 2, h. 396; Ahmad bin ‘Ali bin H{ijrAbu> al-Fad{l al-‘Asqalla>ni> al-Sya>fi‘i>, Tahz{i>b al-Tahz{i>b, Juz 1, h. 169; Jamāl al-Dīn Abī al-Hajjāj Yūsufal-Mizziy, Tahzīb al-Kamāl, Juz 33, h. 299; Muhammad ibn Hibba>n bin Ahmad Abu Hatim al-Tamiymi al-Bustiy, al-Tsiqat, juz 4, h. 63.
90
muridnya antara lain Syuraih bin ‘Ubaid, Sofya>n bin ‘Amr, Abd al-Rahma>n bin
Maisarah dan Yahya bin Abi Katsi>r.
Para kritikus hadis seperti Abu Zar’ah dan al-‘Ajali> menilai Abu> Rasyi>d
sebagai periwayat yang tsiqat dan jali>l, bahkan tidak seorang pun lebih afdhal dari
Abu> Rasyi>d di kota damaskus di zamannya, ia juga bukan seorang mudallis. Ia juga
memiliki hubungan dengan Abd al-Rahman bin Syibl sebagai murid dan guru yang
kemungkinan bertemunya sangat besar. sesuai dengan kapasitasnya sebagai seorang
periwayat hadis yang tsiqah dan tidak seorang pun yang mencelanya, sehingga
pernyataan bahwa ia menerima hadis tersebut diatas dari Abd al-Rahma>n bin Syibli
dengan sigat tahammul qa>la adalah dapat dipercaya sekaligus dapat diyakini bahwa
sanad Abu> rasyi>d dan Abd al-Rahman dalam keadaan tersambung(muttasil).
Abd al-Rahman bin Syibli53 Nama lengkapnya adalah Abd al-Rahma>n bin
Syibl bin Amr bin Zaid al-Ansha>riy. Ia adalah seorang sahabat yang wafat di masa
Mu’awiyah. Ia berguru dan meriwayatkan hadis langsung dari Nabi saw. Adapun
diantara murid-muridnya adalah Tami>m ibn Mahmu>d, Abu Sala>m al-Aswad dan Abu>
Rasyi>d al-Hibra>ni>.
Abd al-Rahma>n bin Syibl adalah termasuk sahabat Rasulullah yang tidak
perlu diragukan lagi kejujuran dan kesahihannya dalam menyambapikan hadis Nabi.
Oleh karena itu, diyakini bahwa ia telah menerima langsung hadis tersebut dari Nabi
Muhammad saw. Jadi, antara Nabi dan Abd al-Rahma>n bin Syibl telah terjadi
persambungan sanad (muttasil).
53 Muhammad ibn Hibban bin Ahmad Abu Hatim al-Tamiymi al-Bustiy, al-Tsiqat, juz 3, h.251; Jamāl al-Dīn Abī al-Hajjāj Yūsuf al-Mizziy, Tahzīb al-Kamāl, Juz 17, h. 163; Ahmad bin 'Ali>Hajar al-'Asqala>ni>,Taqrib al-Tahzi>b, Juz 1, h. 573.
91
Setelah melakukan penelitian terhadap sanad hadis yang menjadi objek
kajian dengan mengamati keterangan-keterangan di atas terkait kualitas pribadi
dan kapasitas intektual masing-masing perawi, serta kemungkinan adanya
ketersambungan periwayatan dalam jalur sanad tersebut, maka peneliti
menyimpulkan bahwa sanad dari jalur tersebut memenuhi kriteria hadis s}ah}i>h} karena
sanadnya bersambung, sifat para perawinya memenuhi kriteria ‘ada>lah, dan para
perawinya dinilai d}a>bit}.
f. Kritik Matan
Berdasarkan kritik sanad, menunjukan bahwa sanad yang diteliti dapat
mewakili ke tiga jalur lainnya dari Mukharrij yang sama yaitu Ahmad bin Hanbal.
Oleh karena itu, kegiatan kritik terhadapt matan hadis-hadis yang terkait dengan
masalah tersebut diatas dapat dilakukan.
Dari 4 riyawat yang dikeluarkan oleh Imam Ahmad bin Hanbal, tampak
adanya perbedaan lafal dan kalimat antara matan yang satu dengan yang lainnya,
tetapi perbedaan tersebut tidak menonjol. Perbedaan-perbedaan yang dimaksud
adalah:1. Dari jalur Ismai>l bin Ibrahi>m :
علیھ وسلم یقول اقرءوا القرآن وال تغلوا فیھ صلى سمعت رسول وال تجفوا عنھ وال تأكلوا بھ وال تستكثروا بھ
2. Dari jalur Waqi>’:
صلى علیھ وسلم اقرءوا القرآن وال تأكلوا بھ وال قال رسول تستكثروا بھ وال تجفوا عنھ وال تغلوا فیھ
3. Dari jalur Abd al-Razza>k:
علیھ وسلم یقول تعلموا القرآن صلى فإذا علمتموه فال سمعت رسول تغلوا فیھ وال تجفوا عنھ وال تأكلوا بھ وال تستكثروا بھ
92
4. Dari jalur ‘Affa>n:
علیھ وسلم یقول اقرءوا القرآن وال تغلوا فیھ صلى سمعت رسول تجفوا عنھ وال تأكلوا بھ وال تستكثروا بھ وال
Setelah melakukan perbandingan antara matan yang satu dengan matan yang
lainnya dari 4 jalur di atas ditemukan beberapa perbedaan. Perbedaan secara umum
ditinjau dari segi lafal matan, diantaranya Perbedaan redaksi pada jalur \Ismail
menggunakan redaksi sami’tu yaqu>lu, sedangkan pada jalur Waqi>’ menggunakan
redaksi qa>la, dan pada jalur Abd al-Raz\za>k dan Affa>n terlebih dahulu menceritakan
kronologis proses terjadinya hadis Nabi yaitu adanya perintah dari Mu’a>wiyah
kepada Abd al-Rahma>n bin Syibl untuk menyampaikan berita yang ia pernah dengar
dari Rasulullah saw., kemudian ia memulai sabda Nabi dengan redaksi sami’tu
yaqu>lu. Perbedaan juga terjadi pada isi matan hadis. Namun, setelah peneliti
mencermati perbedaan tersebut semata-mata disebabkan oleh adanya periwayatan
secara makna bukan karena periwayat hadis yang bersangkutan mengalami
kesalahan dan bukan pula akibat adanya tanawwu’. Alasannya, seluruh periwayat
yang terdapat dalam sanad yang menjadi objek penelitian masing-masing dari
mereka bersifat tsiqah.
Selanjutnya, matan hadis tersebut tidak bertentangan dengan ayat-ayat al-
Qur’an, serta tidak pula bertentangan dengan hadis sahih lainnya. Bahkan sejalan
dengan firman Allah swt dalam Q.S. Al-Baqarah/2:121, masing-masing sebagai
berikut:
93
Terjemahnya: orang-orang yang telah Kami berikan Al kitab kepadanya, merekamembacanya dengan bacaan yang sebenarnya, mereka itu berimankepadanya. dan Barangsiapa yang ingkar kepadanya, Maka mereka Itulahorang-orang yang rugi.
عنھ عن أبي سعید علیھ وسلم قال الخدري رضي عن النبي صلى یخرج ناس من قبل المشرق ویقرءون القرآن ال یجاوز تراقیھم یمرقون من
میة ثم ین كما یمرق السھم من الر ال یعودون فیھ حتى یعود السھم إلى الد54رواه البخاري)(فوقھ قیل ما سیماھم قال سیماھم التحلیق أو قال التسبید
Artinya: dari Abu Sa'i>d Al Khudri radliyallahu'anhu, dari Nabi shallallahu 'alaihiwasallam, beliau bersabda: "Akan muncul beberapa orang dari arah timur,mereka membaca Al Qur'an namun tidak lebih dari kerongkongan mereka(tidak meresap dalam hati), mereka keluar dari agama sebagaimana anakpanah keluar dari busur, dan mereka tidak akan kembali hingga anak panahkembali ke tali busur." Lalu ditanya, "Apa tanda mereka?" Beliau menjawab:"Ciri mereka adalah gundul." Atau, beliau mengatakan: "Rambutnyadipangkas habis."
Bertolak dari argumen-argumen diatas, maka matan hadis riwayat Ahmad
bin Hanbal dari jalur Ismai>l bin Ibrahi>m telah memenuhi syarat dan dinyatakan
bebas dari syaz dan illat.
g. kesimpulan
54 Muhammad ibn Isma>il Abu> Abdilla>h al-Bukha>ri> al-Ja’fi>ya, al-Ja>mi’ al-Musnad al-S}ah}ih} al-Mukhtas}ar min umu>ri Rasulullah saw. wa sunnatihi wa ayyamihi (S}ah}ih} al-Bukha>ri)>, Juz 6 (Cet: III,Beirut: Da>r Ibn Kas\i>r, t.th), h. 2748.
94
Setelah meneliti sanad hadis diataas ternyata seluruh periwayatnya bersifat
adil dan dhabit (tsiqat), sanadnya dalam keadaan muttasil (bersambung), matannya
juga terhindar dari Sya>z (kejanggalan) dan Illat (cacat) itu betarti, hadis yang diteliti
telah memenuhi unsur-unsur kaidah kesahihan sanad dan matan hadis sehingga
dapat dinyatakan bahwa hadis yang bersangkutan berkualitas sahih dan dapat
dijadikan sebagai hujjah (dalil) agama.
3. Hadis Tentang Larangan untuk Bermewah-mewah pada Kain Kafan Mayyit
a. Materi Hadis
عن علي بن أبي طالب قال ال تغال لي في كفن فإني سمعت رسول علیھ وسلم (رواه 55یقول ال تغالوا في الكفن فإنھ یسلبھ سلبا سریعاصلى
ابو داود)b. Takhrij Hadis
Setelah menelusuri lebih jauh dalam kutub al-tis’ah, hadis tentang larangan
bermewah-mewah pada kain kafan mayyit tersebut di atas hanya ditemukan 1
riwayat (jalur) saja dari 1 mukharrij yaitu Abu Da>ud.
c. Susunan Sanad dan Redaksi Matan
د بن عبید المحاربي حدثنا عم رو بن ھاشم أبو مالك الجنبي عن حدثنا محمال تغال لي في إسمعیل بن أبي خالد عن عامر عن علي بن أبي طالب قال
علیھ وسلم یقول ال تغالوا في ال صلى كفن كفن فإني سمعت رسول رواه ابو داود)(فإنھ یسلبھ سلبا سریعا
55Abu> Da>ud Sulaima>n bin al-Asy’as\ al-Sajusta>ni> al-Azadi>, Sunan Abi> Da>ud, Juz III (Beirut:Da>r al-Kutub al-Arabi, t.th), h. 170.
95
d. I’tibar Sanad
Karena hadis ini hanya diriwayatkan oleh satu Mukharrij yaitu Abu Daud
dan satu jalur riwayat saja maka dengan demikian hadis ini tidak mempunyai syahid
dan mutabi’.
Hadis Tentang Larangan Bermewah-mewah pada kain Kafan Mayat
قال رسول هللا ص.م.:
علي بن أبي طالب
سمعت
عن
96
Nb: Garis yang tebal merupakan jalur hadis yang diteliti.
e. Kritik Sanad
Adapun sanad hadis yang menjadi objek kajian, yaitu: A>li bin Abi> Tha>lib
(periwayat 1/ sanad VI), Amir (periwayat II/ sanad V), Ismai>l bin Abi> Kha>lid
(periwayat III/sanad IV), Amr bin Ha>syim (periwayat IV/sanad III), Muhammad bin
Ubaid al-Muha>ribi> (periwayat V/sanad II), Abu Da>ud ( periwayat VI/sanad I).
عامر
إسمعیل بن أبي خالد
عمرو بن ھاشم
عن
عن
د بن عبید محمالمحاربي
ابو داود
حدثنا
حدثنا
97
Abu Da>ud56 Nama lengkapnya adalah Sulaema>n bin al-‘Asy’as bin Ishak bin
Basyir bin Syaddad al-Azadi> al-Sijjistani>. Ia lahir pada tahun 202 H dan wafat pada
tahun 275 H. gurunya sangatlah banyak diantaranya Ibrahi>m bin Basya>r al-Rama>di>,
Ibrahi>m bin Hasan al-Masisi>, Yahya> bin Fadhl al-Sajastani> dan Ya’qu>b bin Ibrahi>m
al-Dawurqi>. Adapun diantara murid-muridnya adalah Imam al-Turmuzi> Abu Ha>mid
Ahmad bin Ja’far al-Asy’ari> al-Asbaha>ni> dan Abu ‘Awwan>ah Ya’ku>b bin Isha>k al-
Isfiraini> al-Ha>fiz.
Pernyataan para kritikus hadis tentang kepribadian Imam Abu Da>ud sebagai
berikut:
1. Ibnu Da>sah dan Abu Ubaid al-Ajuri> berkata ia adalah seorang imam dan
syeikh al-Sunnah, dan salah satu Huffa>z yang terkemuka.
2. Ibn Hajar: Ia seorang yang Tsiqah, Ha>fiz dan penulis salah satu sunan yang
terkenal dan salah seorang ulama terkemuka.
3. Al-Dzahabi>: al-ha>fiz, Sa>hib al-Sunan, Tsa>bit, ‘A>dil, Hujjah, Imam.
Setelah menimbang pernyataan beberapa kritik hadis diatas, penilaian
mereka adalah positif dan tidak ada celaan mengarah padanya. Karenanya dapat
dipercaya bahwa Abu da>ud mendengar langsung hadis ini dari Muhammad bin Ubaid
al-Muha>ribiy dengan lambang haddasana, yakni sanad keduanya muttasil
(bersambung).
56 Abdurrahma>n bin Abi> H}a>tim Muhammad bin Idri>s Abu Muhammad al-Ra>zi> alTami>mi>, al-Jarh wa Ta’di>l, Juz 4, h. 101; Ahmad bin Ali Abu Bark al-Khatib al-Bagdadiy, Tarikh Baghdad, Juz 9,h. 55-59; . Abū Abdullāh Syamsu al-Dīn al-Zahabī, Tazkirah al-Huffaz, Juz 2, h. 127; Ahmad bin ‘Alibin H{ijr Abu> al-Fad{l al-‘Asqalla>ni> al-Sya>fi‘i>, Tahz{i>b al-Tahz{i>b, Juz 4, h. 149; Syamsu al-Dīn Abū'Abdillāh Muhammad bin Ahmad bin ‘Usmān bin Qāimāz al-Zahabī, Siyar A’lām al-Nubalā’, Juz 13,h. 203-217; Ahmad bin 'Ali> Hajar al-'Asqala>ni>,Taqrib al-Tahzi>b, Juz 1, h. 382; Jamāl al-Dīn Abī al-Hajjāj Yūsuf al-Mizziy, Tahzīb al-Kamāl, Juz 11, h. 355-363.
98
Muhammad bin ‘Ubaid al-Muhar>ibi>57 Nama lengkapnya adalah Muhammad
bin Ubeid bin Muhammad bin Waqid al-Muha>ribiy (w. 254 H). Ia memiliki kunyah
Abu> Ja’far dan Abu> Ya’la>. Ia memiliki banyak guru yang diantaranya Ismai>l bin
Ayya>sh, Ha>tim bin Ismai>l, Hafs bin Ghayya>ts dan Abu bakr Bin ‘Ayyas>h. Adapun
diantara murid-muridnya adalah Abu Da>ud, al-Nasa>i , al-Turmuzi> dan Abd Allah bin
Ahmad bin Hanbal.
Beberapa pernyataan para kritikus hadis tentang Muhammad bin Ubaid al-
Muharibiy sebagai berikut:
1. Musallamah: la ba’tsa bihi.
2. Ibn Hajr: ia Sadu>q.
Sesuai dengan penilaian kritikus hadis diatas, menunjukan bahwa
Muhammad bin Ubaid al-Muha>ribi> adalah periwayat hadis yang memiliki integritas
pribadi dan kemampuan intelektual yang tidak diragukan. Oleh karena itu
pernyataannya yang mengatakan bahwa ia menerima hadis diatas dari Abu Da>ud
dengan lambang haddasana adalah dapat dipercaya. Itu berarti, sanad antara
Muhammad bin Ubaid dan Abu Da>ud benar-benar bersambung.
Amr Bin Ha>syim58 Nama lengkapnya adalah ‘Amr Bin Has>yim Abu> Ma>lik al-
Janbi> al-Kuwfi>. Diantara guru-gurunya adalah Hisya>m bin Urwah, Yahya> bin Sa’i>d
57 Muhammad ibn Hibban bin Ahmad Abu Hatim al-Tamiymi al-Bustiy, al-Tsiqat, juz 9, h.108; Ahmad bin 'Ali> Hajar al-'Asqala>ni>,Taqrib al-Tahzi>b, Juz 2, h. 110; Ahmad bin ‘Ali bin H{ijr Abu>al-Fad{l al-‘Asqalla>ni> al-Sya>fi‘i>, Tahz{i>b al-Tahz{i>b, Juz 9, h. 295; Jamāl al-Dīn Abī al-Hajjāj Yūsuf al-Mizziy, Tahzīb al-Kamāl, Juz 26, h. 70.
58Syams al-Din Abu Abd Allah Muhammad bin Ahmad bin Utsman bin Qaiymaz al-Zahabiy,Mizan I’tidal fi naqd al-rijal , Juz 3, h. 390; Abd al-Rahman bin Ali bin Muhammad bin al-JauziyAbu al-faraj, al-Du’afa wa al-Matrukiyn Juz 2, h. 232; Muhammad Ibn Sa’ad Ibn Muni’ Abu AbdAllah al-Basriy al-Zuhriy, al-Tabaqah al-Kubra, Juz 6, h. 392; Ahmad bin 'Ali> Hajar al-'Asqala>ni>,Taqrib al-Tahzi>b, Juz 1, h. 747; Ahmad bin ‘Ali bin H{ijr Abu> al-Fad{l al-‘Asqalla>ni> al-
99
al-Anshari>, Isma’i>l bin Abi> Kha>lid dan Al-Ajlah bin Abd Allah al-Kindi>. Adapun
muridnya antara lain Ibrahi>m bin Yu>suf al-Kindiy, Isha>k bin Musa al-Anshariy dan
Muhammad bin Ubaid al-Muha>ribi>.
Pernyataan para Rija>l al-hadi>s tentang Amr bin Ha>syim sebagai berikut:
1. Ahmad bin Hanbal: Sadu>q, tapi tidak termasuk tokoh dalam hadis, Imam
Bukhari: fi>>hi nazar, Abu Ha>tim: layyin al-hadi>s, Al-Nasa>I: laysa bi al-
Quwwa.
2. Ibn Sa’d: seorang yang sadu>q, tapi banyak kesalahan. Imam muslim dalam
kitabnya al-kunniy: dhai>f.
3. Abu Ahmad al-Ha>kim: tidak kuat. Ibn Hibba>n berkata ia banyak memutar
balikkan sanad dan ia meriwayatkan hadis dari yang Tsiqat, ia tidak boleh
dijadikan sebagai hujjah.
4. Ibn ‘Adi>: ‘Amr bin Ha>syim fi>hi nazr, guru Imam al-Bukhari (al-Junaydi>)
berkata ‘Amr bin Ha>syim adalah seorang yang sadu>q tetapi ia bukan tokoh
hadis.
Dari penilaian beberapa kritikus hadis dan para Rija>l al-hadi>s diatas dapat
diambil kesimpulan bahwa Amr bin Ha>syim adalah periwayat hadis yang memiliki
integritas pribadi dan kemampuan intelektual yang sangat diragukan keakuratannya,
mengingat banyaknya celaan yang diarahkan kepadanya. Dengan demikian, dapat
dikatakan bahwa sanad antara Amr bin Ha>syim dan Isma’i>l bin Abi Kha>lid tidak
dapat di pertanggung jawabkan ketersambungannya (tidak bersambung). Karena
Sya>fi‘i>, Tahz{i>b al-Tahz{i>b, Juz 8, h. 98; Abd Allah bin ‘Adi> bin Abd Allah bin Muhammad AbuMuhammad al-Jurjani, al-Ka>mil fi> al-Du’afa> al-Rija>l, Juz 5 (Beirut; Da>r al-Fikr, 1409 H/1988 M), h.142.
100
pribadi dan intelektual ‘Amr bin Ha>syim sangat lemah maka penelitian sanad untuk
jalur ini tidak dapat dilanjutkan ke perawi berikutnya.
4. Hadis Tentang Larangan Berlebih-lebihan Dalam Memberikan Mahar Kepada
Perempuan
a. Materi Hadis
فقال أال ال تغالوا فإنھا لو كانت مكرمة بصدق النساء خطبنا عمر رحمھ علیھ وسلم ما لكان أوالكم بھا النبي صلى في الدنیا أو تقوى عند من نسائھ وال أصدقت امرأة علیھ وسلم امرأة صلى أصدق رسول
رواه ابو داود)(59من بناتھ أكثر من ثنتي عشرة أوقیة b. Takhrij Hadis
Setelah menelusuri lebih jauh dalam al-kutub al-tis’ah, ternyata hadis
tentang larangan berlebih-lebihan dalam memberikan mahar kepada perempuan
ditemukan sebanyak 6 riwayat dari 5 mukharrij. Kelima mukharrij itu adalah Ahmad
bin Hanbal, Abu Dau>d, Ibnu Ma>jah, al-Da>rimiy, al-Turmuzi>
c. Susunan Sanad dan Redaksi Matan hadis
1). Riwayat Abu> Da>ud
د عن أبي اد بن زید عن أیوب عن محم د بن عبید حدثنا حم حدثنا محم فقال أال ال تغالوا بصدق العجفاء السلمي قال النساء خطبنا عمر رحمھ
لكان أوالكم بھا النبي صلى مكرمة في الدنیافإنھا لو كانت أو تقوى عند علیھ وسلم امرأة من نسائھ وال صلى علیھ وسلم ما أصدق رسول
رواه ابو داود)(صدقت امرأة من بناتھ أكثر من ثنتي عشرة أوقیة أ
2). Riwayat al-Turmuzi>
59 Abu> Da>ud Sulaima>n bin al-Asy’as\ al-Sajusta>ni> al-Azadi>, Sunan Abi> Da>ud, Juz II, h. 199.
101
حدثنا ابن أبي عمر حدثنا سفیان بن عیینة عن أیوب عن ابن سیرین عن أال ال تغالوا صدقة النساء قال قال عمر بن الخطاب أبي العجفاء السلمي
مكرمة في الدنیافإنھا لو كانت لكان أوالكم بھا نبي أو تقوى عند علیھ وسلم ما علمت رسول علیھ وسلم نكح شیئا من صلى صلى
قال أبو نسائھ وال أنكح شیئا من بناتھ على أكثر من ثنتي عشرة أوقیة وقیة عیسى ھذا حدیث حسن صحیح وأبو العجفاء السلمي اسمھ ھرم واأل
عند أھل العلم أربعون درھما وثنتا عشرة أوقیة أربع مائة وثمانون رواه الترمذي)(درھما
3). Riwayat Ibn Ma>jah
ن ح و حدثنا حدثنا أبو بكر بن أبي شیبة حدثنا یزید بن ھارون عن ابن عو د بن نصر بن علي الجھضمي حدثنا یزید بن زریع حدثنا ابن عون عن محم
قال عمر بن الخطاب ال تغالوا صداق سیرین عن أبي العجفاء السلمي قال كان أوالكم وأحقكم مكرمة في الدنیالو كانت النساء فإنھا أو تقوى عند
علیھ وسلم ما أصدق امرأة من نسائھ وال أصدقت امرأة د صلى بھا محمجل لی ثقل صدقة امرأتھ حتى من بناتھ أكثر من اثنتي عشرة أوقیة وإن الر
یكون لھا عداوة في نفسھ ویقول قد كلفت إلیك علق القربة أو عرق القربة رواه ابن (وكنت رجال عربیا مولدا ما أدري ما علق القربة أو عرق القربة
ماجھ)4). Riwayat Ahmad bin Hanbal
د بن سیرین قال نبئت عن - حدثنا إسماعیل حدثنا سلمة بن علقمة عن محمأال ال تغلوا صدق النساء أال ال أبي العجفاء السلمي قال سمعت عمر یقول
كان مكرمة في الدنیاغلوا صدق النساء فإنھا لو كانت ت أو تقوى عند علیھ صلى علیھ وسلم ما أصدق رسول أوالكم بھا النبي صلى
102
من نسا من بناتھ أكثر من ثنتي عشرة وسلم امرأة ئھ وال أصدقت امرأةجل لیغلي بصدقة ة وإن الر جل لیبتلى بصدقة امرأتھ وقال مر أوقیة وإن الر
حتى یقول كلفت إلیك علق القربة امرأتھ حتى تكون لھا عداوة في نفسھ و قال وكنت غالما عربیا مولدا لم أدر ما علق القربة قال وأخرى تقولونھا
لھ أن لمن قتل في مغازیكم ومات قتل فالن شھیدا ومات فالن شھیدا ولع یكون قد أوقر عجز دابتھ أو دف راحلتھ ذھبا أو ورقا یلتمس التجارة ال علیھ وسلم د صلى تقولوا ذاكم ولكن قولوا كما قال النبي أو كما قال محم
فھو في الجنة من قتل أ رواه احمد)(و مات في سبیل
حدثنا سفیان عن أیوب عن ابن سیرین سمعھ من أبي العجفاء سمعت عمر - عنھ یقول ال تغلوا صدق النساء فإنھا لو كانت مكرمة في الدنیا رضي
علیھ وسلم ما أنكح شیئا أو تقوى في اآلخرة لكان أوالكم بھا النبي صلى تل من بناتھ وال نسائھ فوق اثنتي عشرة وقیة وأخرى تقولونھا في مغازیكم ق
فالن شھیدا مات فالن شھیدا ولعلھ أن یكون قد أوقر عجز دابتھ أو دف د راحلتھ ذھبا وفضة یبتغي التجارة فال تقولوا ذاكم ولكن قولوا كما قال محم
علیھ وس فھو في الجنة صلى (رواه احمد)لم من قتل في سبیل 5). Riwayat al-Da>rimi>
أخبرنا عمرو بن عون أخبرنا ھشیم عن منصور بن زاذان عن ابن سیرین عن أبي العجفاء السلمي قال سمعت عمر بن الخطاب خطب فحمد
مكرمة في وأثنى علیھ ثم قال أال ال تغالوا في صدق النساء فإنھا لو كانت علیھ الدنیا صلى كان أوالكم بھا رسول وسلم ما أو تقوى عند
من نسائھ وال أصدقت امرأة من بناتھ فوق اثنتي عشرة أوقیة أصدق امرأةأال وإن أحدكم لیغالي بصداق امرأتھ حتى یبقى لھا في نفسھ عداوة حتى
مي)رواه الدار(لیك علق القربة أو عرق القربة یقول كلفت إ d. I’tibar Sanad
103
Dari keenam riwayat tersebut tidak ditemukan sya>hid. Karena hadis ini
hanya diriwayatkan oleh satu orang sahabat saja yaitu Abdullah bin Abbas. Adapun
tabi’ dari hadis riwayat Abu Da>ud ini ada empat yaitu pada Musnad Ahmad, sunan
Ibnu Ma>jah, al-Da>rimi> dan al-Turmuzi>. Pada musnad Ahmad tabi’nya melalui
riwayat Ayyu>b dan Salamah yang masing-masing meriwayatkan dari Muhammad
bin Si>ri>n, pada sunan Ibnu Ma>jah melalui riwayat Ibn ‘Aun yang meriwayatkan dari
Muhammad bin Si>ri>n, pada sunan al-Da>rimi> melalui riwayat Mansu>r yang juga
meriwayatkan dari Muhammad bin Si>ri>n dan pada riwayat al-Turmuzi> melalui
riwayat Sufya>n yang meriwayatkan hadis ini dari Muhammad bin Si>ri>n.
104
Hadis Tentang Larangan Berlebih-lebihan Dalam Memberikan Mahar Kepada
Perempuan
Nb: Garis yang tebal merupakan jalur hadis yang diteliti.
قال رسول هللا ص.م.:
عمر بن الخطاب
ابي العجفائي
دمحم بن سرین
ایوب
دمحم بن عبید
حماد بن زید
ابن ماجھ
احمد بن حنبل
ابو داود
قال
ابن ابي عمر
سفیان
الترمذي
منصور
ھشیم
عمرو بن عون
الدارمي
ابن عون
یزید
نصر
سلمھ ایوب
اسماعیل سفیان
حدثنا
حدثنا
عن
حدثنا
حدثنا
عن
عن
عن
قال
حدثنا
حدثنا
حدثنا
عن
قال
أخبرنا
أخبرنا
حدثنا
عن
سمعت
حدثنا
عن
عن
سمع
سمعت
105
e. Kritik sanad
Adapun sanad hadis yang menjadi objek kajian, yaitu: Umar bin al-Khatta>b
(periwayat 1/ sanad VII), Abi al-‘Ajfa>’i al-Sulamiy (periwayat II/ sanad VI),
Muhammad bin Si>ri>n (periwayat III/sanad V), Ayyu>b (periwayat IV/sanad IV),
Hamma>d bin Zaid (periwayat V/sanad III), Muhammad bin Ubaid ( periwayat
VI/sanad II), Abu Da>ud (periwayat VII/sanad I).
Abu Da>ud60 Nama lengkapnya adalah Sulaema>n bin Isha>k bin Basyi>r bin
Syadda>d al-Asadi> al-Sijintani>, terkenal dengan panggilan Abu> Da>ud. (w. 275 H).
guru-gurunya sangatlah banyak diantaranya Ibrahi>m bin Basyar al-Ramadi>, Ibrahi>m
bin al-Hasan al-Masisi>, Ahmad bin Muhammad bin Hanbal. Adapun murid-muridnya
antara lain al-Tirmizi>, Abu Tayyib Ahmad bin Ibrahi>m bin Yu>nus, Abu Bakr Ahmad
bin Salma>n al-Najjad, Harb bin Ismai>l al-Karn\mani> dan Abd al-Rahma>n bin Khalla>d
al-Ramahurmuzi>.
Pernyataan para kritikus hadis dan rija>l al-Hadi>s tentang Abu Da>ud:
1. Ahmad bin Muhammad bin Yasi>n bin al-Harawi>: Abu Da>ud salah satu ha>fiz
Islam dalam perihal hadis Nabi saw. Dari segi ilal-nya, Ilmu-ilmunya, Sanad-
sanadnya dengan derajat yang sangat tinggi. Ia juga termasuk fursan> al-
Sunnah (tamengnya Sunah).
2. Abu Abd Allah Muhammad bin Mukhallid: Abu Da>ud mengkaji seratus ribu
hadis dan ketika ia menyusun kitab sunannya maka orang-orang
60 Syamsu al-Dīn Abū 'Abdillāh Muhammad bin Ahmad bin ‘Usmān bin Qāimāz al-Zahabī,Siyar A’lām al-Nubalā’, Juz 13, h. 203; Khaer al-Din bin Mahmud bin Muhammad bin Ali bin Farisal-Zarkaliy al-Dimasqiy, al-I’lam Juz 3, h. 122; Abu al-Abbas Ahmad bin Hasan bin Ali bin al-Khatib, al-Wafiyat Juz 1, h. 188; . Abū Abdullāh Syamsu al-Dīn al-Zahabī, Tazkirah al-Huffaz, Juz 2,h. 127; Ahmad bin 'Ali> Hajar al-'Asqala>ni>,Taqrib al-Tahzi>b, Juz 1, h. 382; Abu al-Abbas Syams al-Din Ahmad bin Muhammad bin Abi Bakr bin Khalkan, Wafayat al-A’yaan wa Anba’I Abna’ al-Zaman, Juz 2, h. 404
106
memperlakukannya seperti sebuah Mushaf, di baca dan diperlajari bahkan
diterima oleh semua orang di zamannya.
3. ‘Alla>n bin Abd al-Samad: saya pernah mendengar hadis dari Abu Da>ud, dan
ia adalah Fursa>n untuk persoalan hadis.
4. Abu Ha>tim bin Hibba>n: Abu Da>ud adalah salah satu Aimmah dunia dengan
pemahaman, Ilmu, hifza>n, Ibadah, dan kesalehannya. Ibn hajar: Tsa>bit, tsiqah
dan faki>h.
5. Al-Ha>kim Abu Abd Allah: Abu Da>ud adalah Imam para ahli hadis di
zamannya. Musa bin Ha>run berkata saya tidak pernah melihat orang yang
lebih mulia dari Abu Da>ud. Musallamah bin Qa>sim berkata ia adalah seorang
yang tsiqah, za>hid, a>rif bi al-hadis> dan Imam di zamannya.
Dari keterangan tersebut diatas, menunjukkan bahwa Abu Da>ud adalah
seorang periwayat hadis yang tsiqah dan tidak diragukan lagi kapasitas integritas
dan intelektualnya, terlebih lagi ia merupakan salah satu penulis kitab sunan yang
sangat terkenal, sehingga dapat dipercaya bahwa ia benar-benar mengambil hadis ini
dari Muhammad bin ‘Ubaid dengan lambang haddasana. Dengan kata lain sanad
keduanya adalah bersambung (muttasil ).
Muhammad bin ‘Ubaid61 Nama lengkapnya adalah Muhammad bin Ubaid bin
Hisa>b al-Gabari> al-Basri> (w. 238). Gurunya sangatlah banyak diantaranya Ismai>l bin
A>liyah, Ja’far bin Sulaima>n, Hamma>d bin Zaid dan Salim bin Akhdar. Adapaun
muridnya antara lain Imam Muslim, Abu Da>ud, Abd Allah bin Ahmad bin Hanbal
dan Abu Ha>tim Muhammad bin Idris al-Ra>zi>.
61 Abdurrahma>n bin Abi> H}a>tim Muhammad bin Idri>s Abu Muhammad al-Ra>zi> alTami>mi>, al-Jarh wa Ta’di>l, Juz 8, h. 22; Ahmad bin 'Ali> Hajar al-'Asqala>ni>,Taqrib al-Tahzi>b, Juz 2, h. 110;Ahmad bin ‘Ali bin H{ijr Abu> al-Fad{l al-‘Asqalla>ni> al-Sya>fi‘i>, Tahz{i>b al-Tahz{i>b, Juz 9, h. 292; Jamālal-Dīn Abī al-Hajjāj Yūsuf al-Mizziy, Tahzīb al-Kamāl, Juz 26, h. 60.
107
Para kritikus hadis memuji pribadi Muhammad bin Ubaid dengan pernyataan
yang beragam sebagai berikut:
1. Abu Ha>tim: Sadu>q
2. Abu Ubaid al-Ajuri> berkata menuqil perkataan Abu Da>ud: Ibn Hisa>b
diatas level al-Zuhri>. Dan ia adalah Hujjah.
3. Imam Nasa>i: tsiqah
4. Ibn Hajar menuqil perkataan Musallamah: tsiqah, bahkan Imam Muslim
meriwayatkan dua puluh hadis darinya.
Tidak seorang pun kritikus hadis yang memberikan penilaian yang negatif
terhadap Muhammad bin Ubaid. Bahkan pujian yang diberikan kepadanya adalah
pujian yang berperingkat tinggi. Oleh karena itu pernyatannya bahwa dia menerima
hadis tersebut dari Hamma>d bin Zaid dengan lambang haddasana dapat di percaya
dan sekaligus diyakini bahwa sanad antara keduanya benar-benar bersambung.
Hamma>d bin Zaid62 Nama lengkapnya adalah Hamma>d bin Zaid bin Dirham
al-Azadi> al-jahdami> Abu Ismai>l al-Basri> al-Azraq Mawla> Ali Jari>r bin Hazim. Ia lahir
tahun 98 H dan wafat tahun 179 H. Gurunya sangatlah banyak diantaranya Ibrahi>m
bin Aqabah, al-Azraq bin Qi>s, Anas bin Si>ri>n dan Ayyu>b al-Sikhistiya>ni>. Adapaun
muridnya antara lain Ahmad bin Ibrahi>m al-Musali>, Isha>k bin Abi Isra>i>l, Azhar bin
Marwa>n al-Ruqasi> dan Abdullah bin Muba>ra>k.
Pernyataan kritikus hadis dan para rija>l al-hadi>s tentang Hammad bin Zaid
sebagai berikut:
62 Khaer al-Din bin Mahmud bin Muhammad bin Ali bin Faris al-Zarkaliy al-Dimasqiy, al-I’lam, Juz 2, h. 271; Muhammad ibn Hibban bin Ahmad Abu Hatim al-Tamiymi al-Bustiy, al-Tsiqat,juz 6, h. 217; Jamāl al-Dīn Abī al-Hajjāj Yūsuf al-Mizziy, Tahzīb al-Kamāl, Juz 7, h. 239; Ahmad bin‘Ali bin H{ijr Abu> al-Fad{l al-‘Asqalla>ni> al-Sya>fi‘i>, Tahz{i>b al-Tahz{i>b, Juz 3, h. 9.
108
1. Abu Ha>tim bin Hibba>n dan Abu Bakr Manjawih: Hamma>d bin Zaid adalah
seorang yang buta, dan menghafal semua hadis-hadisnya.
2. Abd al-Rahma>n bin Mahdi> berkata para aimmah dizaman mereka ada
empat salah satu diantaranya adalah Hamma>d bin Zaid al-Bashrah. Dan
aimmah pada hadis itu ada empat yaitu Auza’iy, Ma>lik bin Anas, Sufya>n
al-Tsawri>, dan Hamma>d bin Zaid. Kemudian menambahkan pujiannya
bahwa ia tidak pernah melihat orang sepandai Hammad meskipun disana
ada Sufya>n dan Ma>lik.
3. Ya’qu>b bin Syaibah: Hamma>d bin Zaid lebih Tsiqah dari Ibn Salamah
(keduanya tsiqah). Al-Khaliliy: ia tsiqah muttafaq alaihi, di terima oleh
para Aimmah.
Tidak seorang pun kritikus hadis memberikan penilaian negatif terhadap diri
Hamma>d bin Zaid. Bahkan ia adalah seorang yang tsiqah dan bukan mudallis, begitu
pula hubungannya dengan Ayyu>b dapat dibuktikan sebagai murid dan guru. Itu
berarti, pernyataannya bahwa ia menerima hadis di atas dari Ayyu>b dengan lambang
‘an adalah dapat dipercaya. Dengan demikian, sanad antara keduanya dalam keadaan
muttasil.
Ayyu>b63Nama lengkapnya adalah Ayyu>b bin A>bi Tami>mah Kaisa>n al-
Sikhtiyani>, Abu bakar al-Basri>. Lahir pada tahun 66 H dan wafat tahun 131 H. guru-
63 Khaer al-Di>n bin Mahmud bin Muhammad bin Ali bin Fa>ris al-Zarkaliy al-Dimasqiy, al-I’lam, Juz 2, h. 38; Muhammad ibn Hibban bin Ahmad Abu Hatim al-Tamiymi al-Bustiy, al-Tsiqat,juz 6, h. 53; Abū Abdullāh Syamsu al-Dīn al-Zahabī, Tazkirah al-Huffaz, Juz 1, h. 98; Ahmad bin 'Ali>Hajar al-'Asqala>ni>,Taqrib al-Tahzi>b, Juz 1, h. 116; Ahmad bin ‘Ali bin H{ijr Abu> al-Fad{l al-‘Asqalla>ni>al-Sya>fi‘i>, Tahz{i>b al-Tahz{i>b, Juz 1, h. 348; Jamāl al-Dīn Abī al-Hajjāj Yūsuf al-Mizziy, Tahzīb al-Kamāl, Juz 3, h. 457; Abd al-Rahman bin Ali bin Muhammad Abu al-Faraj, Sifah al-Safwah, Juz3(Cet II: Beirtu: Dar al-Ma’rifah, 1399 H/ 1979 M), h. 291.
109
gurunya sangatlah banyak diantaranya adalah Ibrahi>m bin Murrah, Hasan al-Basri>,
Muhammad bin Si>ri>n
dan Muhammad bin al-Mundakir. Adapun diantara muridnya adalah Ismai>l
bin ‘Ulayyah, Ibrahi>m bin tuhma>n, al-Hasan bin A>li Ja’far, al-Hakam bin Sina>n dan
Hamma>d bin Zaid.
Adapun beberapa pernyataan ulama hadis tentang Ayyu>b bin Abi Tami>mah
adalah sebagai berikut:
Imam Bukha>ri menukil perkatan A>li bin Madi>ni>: Ayyu>b mempunyai sekitar
800 hadis. Hasan al-Basri> mengatakan bahwa Ayyu>b adalah sayyid syabab ahl al-
Basrah (penghulunya pemuda dikota basrah).
1. Abu> al-Wali>d menuqil perkataan Syu’bah: Ayyu>b pernah
mempedengarkan saya hadis, dia adalah penghulunya fukaha. Masih dari
pujian Syu’bah bahwa ia tidak pernah melihat orang yang semisal dengan
Ayyu>b, Yu>nus bin Ubaid dan Ibn ‘Aun.
2. Ibn ‘Iynah berkata saya telah menjumpai delapan puluh tiga tabi’i>n dan
tidak menemukan orang seperti Ayyu>b.
3. Yahya> bin Ma’i>n: Ayyu>b tsiqah dan ia lebih asbat dari pada Ibn ‘Aun.
4. Ibn Hajar: Tsiqah, Tsa>bit, hujjah, salah satu petinggi fukaha yang kuat
beribadah.
Tidak seorang pun kritikus hadis memberikan penilaian yang negatif
terhadap diri Ayyub. Bahkan ia adalah seorang yang tsiqah dan tsabit dan bukan
mudallis, begitu pula hubungannya dengan Ibn Si>ri>n adalah murid dan guru yang
kemungkinannya untuk bertemu sangat besar. Itu berarti, pernyataannya bahwa ia
110
menerima hadis di atas dari Muhammad bin Si>ri>n dengan lambang ‘an dapat
dipercaya. Dengan demikian, Sanad antara keduanya dalam keadaan muttasil.
Muhammad64 Nama lengkapnya adalah Muhammad bin Si>ri>n al-Anshari>,
Abu Bakar bin Abi ‘Umrah al-Basri>, Mawla> Anas bin Ma>lik (w. 110 H ). Diantara
guru-gurunya adalah Anas bin Ma>lik, huzaifah bin al-Yamanim al-Hasan bin Ali bin
Abi Tha>lib dan Abi al-’ajfa’iy al-Sulami>. Muridnya sangatlah banyak antara lain
Asma’ bin Ubaid, Asy’ats bin siwa>r, Ayyu>b al-Sikhtiyaniy dan Abd Allah bin
Syabramah.
Adapun beberapa pernyataaan rija>l al-hadi>s tentang Muhammad bin Si>ri>n
sebagai berikut:
1. Ahmad bin Hanbal: Muhammad bin Si>ri>n termasuk orang yang Tsiqah.
Yahya> bin Ma’i>n: ia tsiqah.
2. Al-‘Ajiliy berkata Muhammad bin Si>ri>n: Basriy, Tabi’I, Tsiqah. Muhammad
bin Sa’ad: Muhammad bin Si>ri>n adalah tsiqah, Ma’mun (terpercaya),
‘Aliyan, Rafi’an, faqha>n, wara’, katsi>r al-Ilmu dan punya tekat yang kuat.
3. Ibn Hajar: tsiqah, tsa>bit, kabi>r al-qadr dan tidak meriwayatkan hadis secara
makna.
4. Al-Dzahabiy: tsiqah hujjah, salah seorang ulama dan punya ilmu yang tinggi.
Dari keterangan tersebut diatas, menunjukan bahwa Muhammad bin Si>ri>n
adalah periwayat hadis yang memiliki kualitas Tsiqah dan tsa>bit dan bukan seorang
64 Muhammad ibn Hibba>n bin Ahmad Abu Ha>tim al-Tamiymi al-Bustiy, al-Tsiqat, juz 5, h.348; Ahmad bin 'Ali> Hajar al-'Asqala>ni>,Taqrib al-Tahzi>b, Juz 1, h. 483; Ahmad bin ‘Ali bin H{ijr Abu>al-Fad{l al-‘Asqalla>ni> al-Sya>fi‘i>, Tahz{i>b al-Tahz{i>b, Juz 9, h. 190; Jamāl al-Dīn Abī al-Hajjāj Yūsuf al-Mizziy, Tahzīb al-Kamāl, Juz 25, h. 344; Syamsu al-Dīn Abū 'Abdillāh Muhammad bin Ahmad bin‘Usmān bin Qāimāz al-Zahabī, Siyar A’lām al-Nubalā’, Juz 4, h. 606-621.
111
mudallis, ia juga hidup sezaman dengan Abi al-‘Ajfa’. Oleh karena itu, pernyataan
bahwa ia menerima hadis diatas dari Abi al-‘Ajfa’I al-Sulami> dengan lambang \an
dapat dipercaya. Dengan demikian sanad antara keduanya benar-benar muttasil
(bersambung).
Abi> al-‘Ajfa>’i al-Sulami>65 Nama lengkpanya Hari>m bin Nusaib Abu al-‘Ajfa>’
al-Silmi> al-Basri> (w. 90 H). Ia meriwayatkan hadis dari Umar bin Khatta>b, Abd
Allah bin ‘Amr bin ‘Ash dan Amr bin Ash. Adapun diantara muridnya adalah al-
Ha>ris bin Husairah, Sa>lih bin Jubair al-Syami> dan Muhammad bin Si>ri>n. Pernyataan
kritikus hadis tentang Abi al-‘’Ajfa’I al-Sulamiy sebagai berikut:
1. Yahya bin Ma’i>n: ia Basriy, tsiqah
2. Al-Ha>kim Abu Hamid: hadi>suhu laysa bi al-qayyim
3. Ibn Hibba>n menyebutnya dalam kitab al-Tsiqat
4. Ibn Hajar: Maqbu>l
5. Al-Bukha>ri>: Fi> hadi>sihi nazr
Dari penilaian para kritikus hadis di atas meskipun ada yang meragukan
integritasnya dalam periwayatan hadis, namun tidak sedikit pula yang memuji
kepribadiannya sebagai orang yang tsiqah dan bisa diterima riwayatnya dan juga ia
tidaklah tertuduh sebagai seorang mudallis, kemungkinan bertemu dengan Khalifah
Umar sangatlah besar. Sehingga, dapat dipercaya bahwa pada hadis diatas ia benar-
benar menerimanya dari ‘Umar bin al-Khatta>b dengan lambang qa>la. Dengan
demikian, sanad antara keduanya adalah muttasil (bersambung).
65 Muhammad ibn Hibban bin Ahmad Abu Hatim al-Tamiymi al-Bustiy, al-Tsiqat, juz 5, h.514; Abdurrahma>n bin Abi> H}a>tim Muhammad bin Idri>s Abu Muhammad al-Ra>zi> alTami>mi>, al-Jarhwa Ta’di>l, Juz 9, h. 110; Ahmad bin 'Ali> Hajar al-'Asqala>ni>,Taqrib al-Tahzi>b, Juz 2, h. 435; Ahmadbin ‘Ali bin H{ijr Abu> al-Fad{l al-‘Asqalla>ni> al-Sya>fi‘i>, Tahz{i>b al-Tahz{i>b, Juz 12, h. 148; Jamāl al-DīnAbī al-Hajjāj Yūsuf al-Mizziy, Tahzīb al-Kamāl, Juz 34, h. 78.
112
‘Umar bin al-Khatta>b66 Nama lengkapnya adalah ‘Umar bin al-Khatta>b bin
Nufail bin Abd al-‘Uza bin Riya>h bin Abd Allah bin Qurt bin Razahi bin ‘Adi> al-
Qarasyi> al-‘Adawi> Abu Hafs (Amirul Mu’minin). Masuk Islam semenjak di kota
mekkah dan hijrah ke kota madinah mendahului Rasulullah saw. Ia menyaksikan
perang Badr dan seluruh peperangan dimasa hidup Nabi. Ia menjadi Khalifah kedua
setelah Abu Bakar dengan masa jabatan sepuluh tahun lima bulan dan mati syahid
terbunuh pada tahun 23 H dengan umur 63 tahun.
Umar bin al-Khatta>b adalah seorang sahabat dan periwayat hadis langsung
dari Rasulullah saw. Beserta sahabat-sahabat lainnya. Puji-pujian pun terlontar dari
sang baginda Rasul kepadanya karena keberaniannya dalam membela islam dan
kaum muslimin, bahkan di aminkan oleh Allah swt. Dalam Al-Qur’an. Salah satu
contoh pujian Nabi yaitu “ seandainya ada Nabi yang diutus sesudahku maka Umar
lah orangnya”. Ia juga termasuk pada sepuluh orang yang beritakan akan masuk
surga.
Dari beberapa pernyataan diatas, maka Umar bin al-Khatta>b sebagai seorang
sahabat Nabi, tidak diragukan lagi akan kejujuran dan kesahihannya dalam
menyampaikan hadis Nabi. Oleh karena itu, diyakini bahwa Umar bin al-Khatta>b
menerima langsung hadis tersebut diatas dari Nabi Muhammad saw. Jadi, antara
Nabi dan Umar bin al-Khattab telah terjadi persambungan sanad.
Setelah melakukan penelitian terhadap sanad hadis yang menjadi objek
kajian dengan mengamati keterangan-keterangan di atas terkait kualitas pribadi
66 Khaer al-Di>n bin Mahmud bin Muhammad bin Ali bin Faris al-Zarkaliy al-Dimasqiy, al-I’lam, Juz 5, h. 45; Ahmad bin 'Ali> Hajar al-'Asqala>ni>,Taqrib al-Tahzi>b, Juz 1, h. 412 ; Ahmad bin‘Ali bin H{ijr Abu> al-Fad{l al-‘Asqalla>ni> al-Sya>fi‘i>, Tahz{i>b al-Tahz{i>b, Juz 7, h. 385; Jamāl al-Dīn Abīal-Hajjāj Yūsuf al-Mizziy, Tahzīb al-Kamāl, Juz 21, h. 316.
113
dan kapasitas intektual masing-masing perawi, serta kemungkinan adanya
ketersambungan periwayatan dalam jalur sanad tersebut, maka peneliti
menyimpulkan bahwa sanad dari jalur tersebut memenuhi kriteria hadis s}ah}i>h} karena
sanadnya bersambung, sifat para perawinya memenuhi kriteria ‘ada>lah, dan para
perawinya dinilai d}a>bit}.
f. Kritik Matan
Pada kritik sanad diatas telah dijelaskan bahwa sanad Abu Da>ud adalah
berkualitas sahih. Kesahihan sanad yang diteliti mewakili sanad-sanad dari empat
mukharrij lainnya. Jadi sekiranya diantara sanad-sanad ada yang berkualitas dhai>f ,
maka dapat terangkat menjadi hasan karena adanya dukungan dari sanad Abu Daud.
Hal itu berarti kritik matan dapat dilakukan.
Mencermati keenam riwayat yang ada, tampak adanya perbedaan lafal dan
kalimat antara matan yang satu dengan yang lainnya, tetapi perbedaan tersebut tidak
menonjol. Perbedaan-perbedaan yang dimaksud adalah:
1. Hadis riwayat Abu Da>ud
فقال أال ال تغالوا بصدق النساء مكرمة فإنھا لو كانت خطبنا عمر رحمھ علیھ وسلم ما في الدنیا لكان أوالكم بھا النبي صلى أو تقوى عند
من نسائھ وال أصدقت ام علیھ وسلم امرأة صلى رأة أصدق رسول من بناتھ أكثر من ثنتي عشرة أوقیة
2. Hadis riwayat al-Tumuzi>
مكرمة في أال ال تغالوا صدقة النساء فإنھا لو كانت قال عمر بن الخطاب علیھ وسلم ما علمت الدنیا صلى لكان أوالكم بھا نبي أو تقوى عند
علیھ وسلم نكح شیئا من نسائھ وال أنكح شیئا من بناتھ صلى رسول ثنتي عشرة أوقیة على أكثر من
114
3. Hadis riwayat Ibn Ma>jah
مكرمة في قال عمر بن الخطاب ال تغالوا صداق النساء فإنھا لو كانت قال علیھ وسلم ما الدنیا د صلى كان أوالكم وأحقكم بھا محم أو تقوى عند
من بناتھ أكثر من اثنتي عشرة من نسائھ وال أصدقت امرأة أصدق امرأةجل لی ثقل صدقة امرأتھ حتى یكون لھا عداوة في نفسھ ویقول أوقیة وإن الر
قد كلفت إلیك علق القربة أو عرق القربة وكنت رجال عربیا مولدا ما أدري ما علق القربة أو عرق القربة
4. Hadis riwayat Ahmad bin Hanbal
أال ال تغلوا صدق النساء أال ال تغلوا صدق النساء فإنھا لو عمر یقول .1 مكرمة في الدنیاكانت كان أوالكم بھا النبي صلى أو تقوى عند
من نسائھ علیھ وسلم علیھ وسلم امرأة صلى ما أصدق رسول وال أصدقت امرأة من بناتھ أكثر من ثنتي عشرة أوقیة
أو تقوى في نیافي الد مكرمة یقول ال تغلوا صدق النساء فإنھا لو كانت .2 علیھ وسلم ما أنكح شیئا من اآلخرة لكان أوالكم بھا النبي صلى
بناتھ وال نسائھ فوق اثنتي عشرة وقیة 5. Hadis riwayat al-Da>rimi>
أو تقوى مكرمة في الدنیاقال أال ال تغالوا في صدق النساء فإنھا لو كانت علیھ وسلم ما أصدق امرأة من صلى كان أوالكم بھا رسول عند
من بناتھ فوق اثنتي عشرة أوقیة أال وإن أحدكم نسائھ وال أصدقت ا مرأةلیغالي بصداق امرأتھ حتى یبقى لھا في نفسھ عداوة حتى یقول كلفت إلیك
علق القربة أو عرق القربة Dari enam matan hadis diatas, tampaknya jelas ada perbedaan redaksi antara
satu matan dengan matan lainnya. Juga perbedaan lafal dan kalimat antara satu
mukharij dengan mukharrij lainnya. Seperti pada riwayat Abu Da>ud redaksinya
115
berbunyi khatabana Umar, pada riwayat al-Turmuzi dan Ibn Ma>jah berbunyi qa>la,
pada riwayat Ahmad berbunyi yaqu>lu dan pada riwayat al-Da>rimiy berbunyi
khataba fa hamida wa atsna ‘alaihi. Adapun pada lafal atau matan hadis terdapat
sedikit perbedaan, namun perbedaan tersebut tidak mengurangi kandungan pokok
matas hadis yang diteliti, sehingga dapat dikatan bahwa perbedaan tersebut bukan
pada pokok makna hadis. Selain itu perbedaan bukan berarti bahwa periwayat hadis
telah melakukan kesalahan dalam meriwayatkan hadis, ini disebabkan telah
berlangsunga periwayatan hadis secara makna bukan secara lafal.
Pernyataan ini dibuktikan dengan penelitian sanad terhadap jalur Abu Da>ud,
dalam penelitian ini, penulis mendapatkan bahwa seluruh periwatnya bersifat tsiqah
serta seluruh sanadnya bersambung satu sama lainnya. Pada sisi lain, bentuk dan
susunan matan yang terdapat pada riwayat hadis tersebut tidak menyalahi kaidah
bahasa arab, tidak bertentangan dengan al-Qur’a>n dan hadis shahih lainnya.
Rasulullah saw, bersabda :
)ان ب ح ن ب ا اه و ر (اھ اق د ص ة ل ق ا، و ھ ر م أ یل ھ س ت ة رأ یمن الم ن م Artinya: keberkahan seorang wanita terdapat pada kemudahan urusannya dan
sedikitnya maharnya. (H.R Ibnu Hibba>n)
begitu pula dengan logika dan akal sehat menunjukan bahwa akan terjadi
pertentangan dan sifat kebencian dalam hati jika perihal mahar ini tidak
disederhanakan. Fakta dan peristiwa juga telah memperlihatkan banyaknya masalah
yang ditimbulkan dengan ditinggikannya mahar dalam pernikahan. Berdasarkan data
dan informasi tersebut diatas, dapat ditegaskan bahwa matan hadis tersebut telah
terhindar dari sya>z dan illat. Itu berarti, matan hadis tersebut berkualitas sahi>h .
g. Natijah Hadis
116
Setelah meneliti sanad hadis di atas ternyata seluruh periwayatnya bersifat
adil dan dhabit (tsiqat), sanadnya dalam keadaan muttasil (bersambung), matannya
juga terhindar dari Sya>z (kejanggalan) dan Illat (cacat) itu betarti, hadis yang diteliti
telah memenuhi unsur-unsur kaidah kesahihan sanad dan matan hadis sehingga
dapat dinyatakan bahwa hadis yang bersangkutan berkualitas sahih dan dapat
dijadikan sebagai hujjah (dalil) agama.
5. Hadis Tentang Kemudahan Agama Islam
a. Materi Hadis
علیھ وسلم إن ھذا عن أبي ھریرة قال صلى ین یسر قال رسول الدروا واستعینوا دوا وقاربوا وأبشروا ویس ین أحد إال غلبھ فسد ولن یشاد الد
وحة وشيء من الدلجة ي)ائ س الن ه او ر (بالغدوة والرb. Takhrij Hadis
Setelah menelusuri lebih jauh dalam al-kutub al-tis’ah, hadis tentang agamaIslam adalah agama yang mudah tersebut diatas ditemukan sebanyak 2 riwayat dari2 mukharrij yaitu Imam al-Bukha>ri> dan imam al-Nasa>’i>.
c. Susunan Sanad dan Redaksi Matan Hadis
1). Riwayat al-Nasa>i>
د عن أخبرنا أبو بكر بن نافع قال حدثنا عمر بن علي عن معن بن محم علیھ وسلم إن ھذا سعید عن أبي ھریرة قال صلى ین قال رسول الد
روا یسر دوا وقاربوا وأبشروا ویس ین أحد إال غلبھ فسد ولن یشاد الدوحة وشيء من الدلجة لنسائي)رواه ا(واستعینوا بالغدوة والر
2). Riwayat al-Bukha>ri>
د ر قال حدثنا عمر بن علي عن معن بن محم حدثنا عبد السالم بن مطھ عن أبي ھریرة صلى الغفاري عن سعید بن أبي سعید المقبري عن النبي
117
ین یسر علیھ وسلم قال إن دوا الد ین أحد إال غلبھ فسد ولن یشاد الدوحة وشيء من الدلجة رواه (وقاربوا وأبشروا واستعینوا بالغدوة والر
البخاري)
d. I’tibar Sanad
Dari kedua riwayat tersebut tidak ditemukan adanya sya>hid karena hadis ini
hanya diriwayatkan oleh satu orang sahabat saja yaitu Abu> Hurairah. Adapun tabi’
dari hadis riwayat al-Nasa>i> ini ada satu yaitu pada s{ahi>h bukha>ri pada jalur Abd al-
sala>m bin Mutahhir.
118
Hadis Tentang Kemudahan Agama Islam
قال رسول هللا ص.م.:
ابو ھریرة
سعید
معن
عمر بن علي
قال
عن
عن
عبد السالم بن مطھر
حدثنا
ابو بكر بن نافع
عن
حدثنا
عن
119
Nb: Garis yang tebal merupakan jalur hadis yang diteliti.
e. Kritik sanad
Adapun sanad hadis yang menjadi objek kajian, yaitu: Abu> Hurairah
(periwayat 1/ sanad VI), Sa’i>d (periwayat II/ sanad V), Ma’ni bin Muhammad
(periwayat III/sanad IV), Umar bin Ali> (periwayat IV/sanad III), Abu bakr ibn na>fi’
(periwayat V/sanad II), Al-nasa>i ( periwayat VI/sanad I).
Al-Nasa>i 67 Dari data yang ada menegaskan bahwa Tidak seorang pun yang
mencela Imam al-Nasa>i, bahkan sebaliknya pujianlah yang banyak ia dapatkan.
Dengan demikian, pernyataan al-Nasa>i bahwa dia menerima hadis diatas dari Abu
Bakr Bin Na>fi’ dengan lambang akhbarana dapat dipercaya kebenarannya. Itu
berarti, sanad antara Imam al-Nasa>i dengan Abu Bakr adalah muttasil (bersambung).
Abu Bakr Ibn Na>fi’68: Nama lengkapnya adalah Muhammad bin Ahmad bin
Na>fi’ al-Abadi> al-Qisi>, dengan Kunyah Abu Bakr al-Basri> (w. 240 H). gurunya
sangatlah banyak antara lain Umayyah bin Kha>lid, Basyar bin Mufadhal, Kha>lid bin
al-H>a>ris dan ‘Umar bin Ali>. Adapun muridnya antara lain Muslim, al-Turmuzi>, al-
Nasa>i dan Abd Allah bin Muhammad Ibn Abi al-Dunya.
67 Lihat kembali pembahasan tentang al-Nasa’I, h. 72.68 Ahmad bin 'Ali> Hajar al-'Asqala>ni>,Taqrib al-Tahzi>b, Juz 1, h. 467; Ahmad bin ‘Ali bin
H{ijr Abu> al-Fad{l al-‘Asqalla>ni> al-Sya>fi‘i>, Tahz{i>b al-Tahz{i>b, Juz 9, h. 22; Jamāl al-Dīn Abī al-HajjājYūsuf al-Mizziy, Tahzīb al-Kamāl, Juz 24, h. 351.
البخاري النسائي
حدثنا اخبرنا
120
Pernyataan beberapa kritikus hadis tentang Abu Bakr Ibn Na>fi’ sebagai
berikut:
1. Ibn Hajar: Sadu>q, Imam Muslim meriwayatkan 54 hadis dari Abu bakar Ibn
Na>fi’.
2. Imam al-Zahabi>: Tsiqah
Tidak seorang pun kritikus hadis yang memberikan penilaian yang negatif
terhadap diri Abu Bakr Ibn Na>fi’. Itu berarti, kualitas pribadi dan kapasitas
intelektualnya tidak diragukan. Oleh karena itu, pernyataan bahwa ia menerima
hadis diatas dari Umar bin Ali> dengan lambang haddasana dapat dipercaya. Dengan
demikian, sanad antara keduanya dalam keadaan muttasil.
Umar bin Ali>69 Nama lengkapnya adalah Umar bin Ali bin ‘Atha’ bin
Muqaddam al-Muqaddamiy, Abu Hafs al-Basriy (w. 190 H). gurunya sangatlah
banyak diantaranya Ibrahim bin Aqabah, Ismai>l bin Abi kha>lid, Hisya>m bin Urwah
dan Ma’ni bin Muhammad. Adapun murid-muridnya antara lain Ahmad bin Hanbal,
Khalifah bin Khayya>t, Affa>n bin Muslim dan Abu Bakr bin Na>fi’.
Beberapa pernyataan kritikus hadis dan rija>l al-hadi>s tentang Umar bin Ali>
sebagai berikut:
69 Syamsu al-Dīn Abū 'Abdillāh Muhammad bin Ahmad bin ‘Usmān bin Qāimāz al-Zahabī,Siyar A’lām al-Nubalā’, Juz 8, h. 513; Jalal al-Din al-Suyutiy, Asma’ Mudallisin, Juz 1 (cet I; Beirut:Dar al-Jail, t.th) h. 80; Muhammad ibn Hibban bin Ahmad Abu Hatim al-Tamiymi al-Bustiy, al-Tsiqat, juz 7, h. 188; Abdurrahma>n bin Abi> H}a>tim Muhammad bin Idri>s Abu Muhammad al-Ra>zi>alTami>mi>, al-Jarh wa Ta’di>l, Juz 6, h. 124; . Abū Abdullāh Syamsu al-Dīn al-Zahabī, Tazkirah al-Huffaz, Juz 1, h. 213; Ahmad bin 'Ali> Hajar al-'Asqala>ni>,Taqrib al-Tahzi>b, Juz 1, h. 724; Ahmad bin‘Ali bin H{ijr Abu> al-Fad{l al-‘Asqalla>ni> al-Sya>fi‘i>, Tahz{i>b al-Tahz{i>b, Juz 7, h. 427; Jamāl al-Dīn Abīal-Hajjāj Yūsuf al-Mizziy, Tahzīb al-Kamāl, Juz 21 , h. 470.
121
1. Abd Allah bin Ahmad bin Hanbal menukil dari bapaknya bahwa ia pernah
menyebut Umar bin Ali> dan memujinya sebagai orang yang baik. Tetapi
disisi lain ia seorang Mudallis.
2. Yahya> bin Mai>n: ia Mudallis tapi mempunyai perangai yang baik ( la ba’sa
bihi)
3. Muhammad bin Sa’ad: ia tsiqah tapi juga sering meriwayatkan hadis dengan
tadlis dengan lafaz sami’tuhu dan haddatsana.
4. ‘Affa>n bin Muslim : ia adalah seorang yang saleh dan tidak ada celaan
kepadanya kecuali sifat tadlisnya.
5. Abu Ahmad bin ‘Adiy: arju’ la ba’sa bihi.
Dari beberapa penilaian kritikus hadis diatas Nampak jelas bahwa Umar bin
‘Ali adalah seorang yang tsiqah dan saleh serta punya perangai yang baik. Hanya
saja di sisi lain tidak sedikit rijal hadis menilainya seorang mudallis sehingga
keakuratan riwayatnya dipertanyakan terlebih lagi pada hadis ini ia meriwayatkan
hadis dengan sigat tahammul ‘an dari Ma’ni bin Muhammad, akan Tetapi setelah
menelusuri riwayat lain peneliti dapatkan pada sahih Ibn hibba>n jalur yang sama
dengan menggunakan sigat tahammul sami’tu sehingga menurut peneliti riwayatnya
pada hadis ini dapat diterima karena adanya penguatan dari riwayat lain.
Ma’ni bin Muhammad70 Nama lengkapnya adalah Ma’ni bin Muhammad bin
Ma’ni bin Nadhalah bin Amru al-Ghaffa>ri>. al-Hija>zi>. Guru-gurunya antara lain
Hanzalah bin Ali al-Aslami> dan Sa’i>d al-Maqbariy. dapun muridnya antara lain Abd
70 Ahmad bin 'Ali> Hajar al-'Asqala>ni>,Taqrib al-Tahzi>b, Juz 1, h. 542; Ahmad bin ‘Ali bin H{ijrAbu> al-Fad{l al-‘Asqalla>ni> al-Sya>fi‘i>, Tahz{i>b al-Tahz{i>b, Juz 10 h. 227; Jamāl al-Dīn Abī al-HajjājYūsuf al-Mizziy, Tahzīb al-Kamāl, Juz 28, h. 341; Muhammad ibn Hibban bin Ahmad Abu Hatimal-Tamiymi al-Bustiy, al-Tsiqat, juz 7, h. 490; Abdurrahma>n bin Abi> H}a>tim Muhammad bin Idri>s AbuMuhammad al-Ra>zi> alTami>mi>, al-Jarh wa Ta’di>l, Juz 8, h. 277.
122
Allah bin Abd Allah al-Umawiy, Abd al-Ma>lik bin Juraij dan Umar bin Ali> bin
Muqaddam al-Muqaddami>.
Pernyataan para kritikus hadis tentang Ma’ni bin Muhammad sebagai
berikut:
1. Al-Mizzi>: Ibn Hibba>n menyebutnya dalam kitabnya al-Tsiqa>t.
2. Al-Dara>qutni>: ia Tsiqah
3. Ibn Hajr: maqbu>l, Mukharrij yang mengeluarkan hadisnya antara lain
Bukha>ri, Muslim, al-Nasa>I dan Ibn Ma>jah
Sesuai dengan pernyataan beberapa kritikus Hadis dan Rija>l al-Hadis diatas,
tidak seorang pun yang memberikan penilain negatif kepada pribadi Ma’ni bin
Muhammad, begitu pula ia bukanlah tertuduh seorang mudallis. Itu berarti kualitas
pribadi dan kapasitas intelektualnya tidak diragukan. Oleh karena itu, pernyataan
bahwa ia menerima hadis diatas dari Sa’i>d dengan lambang ‘an dapat dipercaya
karena mereka hidup dalam waktu yang sama. Dengan demikian, sanad antara
keduanya dalam keadaan muttasil.
Sa’i>d71 Nama lengkapnya adalah Sa’i>d bin Abi Sa’i>d Kaisani> al-Maqbari>
dengan kunyah Abu Sa’ad bin al-Madani> (w. 120 H). Guru-gurunya sangatlah
banyak diantaranya Anas bin Ma>lik, Jabir bin Abd Allah, Sa’ad bin Abi Waqqa>s dan
Abi> Hurairah. Adapun muridnya adalah Ibrahi>m bin Tahman, Usamah bin Zaid,
Ismai>l bin Umayyah dan Ma’an bin Muhammad al-Gaffa>ri>.
71 Syamsu al-Dīn Abū 'Abdillāh Muhammad bin Ahmad bin ‘Usmān bin Qāimāz al-Zahabī,Siyar A’lām al-Nubalā’, Juz 5 , h. 216; . Abū Abdullāh Syamsu al-Dīn al-Zahabī, Tazkirah al-Huffaz,Juz 1, Ilimiyah, h. 88; Ahmad bin 'Ali> Hajar al-'Asqala>ni>,Taqrib al-Tahzi>b, Juz 1, h. 236; Ahmad bin'Ali> Hajar al-'Asqala>ni, Lisan al-Mizan, Juz 7, h. 229; Syams al-Din Abu Abd Allah Muhammad binAhmad bin Utsman bin Qaiymaz al-Zahabiy, Mizan I’tidal fi naqd al-rijal , Juz 2, h. 139; Muhammadibn Hibban bin Ahmad Abu Hatim al-Tamiymi al-Bustiy, al-Tsiqa>t, juz 4, h. 284; Abdurrahma>n binAbi> H}a>tim Muhammad bin Idri>s Abu Muhammad al-Ra>zi> alTami>mi>, al-Jarh wa Ta’di>l, Juz 4 h. 57.
123
Beberapa pernyataan kritikus hadis tentang Sa’id sebagai berikut:
1. ‘Ali> bin Madi>ni>: tsiqah
2. Yahya> bin Ma’i>n: tsiqah
3. Abu Zar’ah, al-Nasa>i> dan Abd al-Rahma>n bin Yu>suf: tsiqah
4. Abu Ha>tim: Sadu>q
5. Ibn Hajar: Tsiqah
6. Al-Dzahabi>: Ahmad berkata : laisa bihi ba’sa.
Dari penilaian Ahli Rija>l al-H{adi>s di atas, menunjukan bahwa Sa’i>d adalah
seorang tabi’i>n yang berkualitas Tsiqah, ia juga tidak tertuduh sebagai mudallis.
Oleh karena itu, pernyataan bahwa ia menerima hadis dari Abu Hurairah dengan
lambang ‘an dapat dipercaya karena mereka hidup di waktu yang sama Dengan
demikian, dapat diyakini sanad antara Sa’i>d dan Abu Hurairah adalah bersambung(
muttasil ).
Abu Hurairah72 Nama lengkapnya adalah Abd al-Rahma>n bin Sakhar al-
Dawsi> dengan kunyahnya Abu Hurairah (w. 21-59 H). Seorang sahabat yang paling
banyak menghafal dan meriwayatkan hadis dari Rasulullah saw. Ia berguru langsung
kepada Nabi saw. Dan meriwayatkan hadis dari sahabat lainnya seperti Abu bakar,
Umar, Aisyah, Ubai> bin Ka’ab dan Ka’ab al-Habri>. Adapun yang meriwatkan hadis
darinya baik itu sahabat dan tabi’i>n antara lain Ibrahim bin Ismai>l, Ibrahi>m bin Abd
Allah bin Hunain, Aswab bin Hila>l, Anas bin Ma>lik dan Sa’i>d bin Abi Sa’i>d Kaisani>
72 Khaer al-Di>n bin Mahmu>d bin Muhammad bin Ali bin Faris al-Zarkaliy al-Dimasqiy, al-I’lam, Juz 3, h. 308; Ahmad bin ‘Ali bin H{ijr Abu> al-Fad{l al-‘Asqalla>ni> al-Sya>fi‘i>, Tahz{i>b al-Tahz{i>b,Juz 12, h. 237; Jamāl al-Dīn Abī al-Hajjāj Yūsuf al-Mizziy, Tahzīb al-Kamāl, Juz 34, h. 366; Ahmadbin Abd Allah bin Ahmad bin Ishak bin Musa bin Mihran al-Asbahaniy, Ma’rifah al-Sahabah , Juz 4,h. 1885.
124
Pernyataan Rasulullah saw., sahabat dan ahli rija>l al-hadis tentang Abu
Hurairah:
1. Rasulullah saw. Pernah mendoakan Abu Hurairah: Ya Allah cintailah
hambamu ini, jadikanlah Ia panutan bagi hambamu yang beriman, dan
tanamkanlah kecintaan orang-orang yang beriman kepadanya.
2. Ibn Umar menyatakan bahwa Abu Hurairah lebih baik dari saya, lebih
mengetahui apa yang disampaikan dan termasuk orang yang menghafal
hadis-hadis Rasulullahh saw.
3. Al-‘Asqala>ni> mengatakan bahwa Abu Hurairah menghafal semua hadis yang
diriwayatkan pada masanya.
4. Al-Sya>fi’i>> mengatakan dia adalah orang yang paling banyak menghafal hadis
di zamannya.
Abu Hurairah dibesarkan di Yaman dalam keadaan yatim. Dia masuk Islam
sebelum perang Khaibar (7 H). setelah perang itu terjadi, dia lalu menemui
Rasulullah saw., untuk menyatakan keislamannya. Menurut pengakuannya ia
bersahabat dengan Rasulullah saw., selama tiga tahun.
Dalam periwayatan hadis, Abu Hurairah menduduki peringkat pertama dari
sahabat yang digelari sebagai al-Muksiru>n fi> al-Hadi>s.
Walaupun Abu Hurairah tidak begitu lama bersahabat dengan nabi, namun
melihat hubungan pribadi keduanya yang sangat akrab, memiliki kejujuran dan
kesahihan dalam menyampaikan hadis Nabi saw. Oleh karena itu, diyakini bahwa
Abu hurairah telah menerima langsung hadis tersebut diatas dengan lambang qala
dari Nabi saw. Itu berarti, antara Abu hurairah dan Nabi terjadi persambungan
periwayatan hadis.
125
Setelah melakukan penelitian terhadap sanad hadis yang menjadi objek
kajian dengan mengamati keterangan-keterangan di atas terkait kualitas pribadi
dan kapasitas intektual masing-masing perawi, serta kemungkinan adanya
ketersambungan periwayatan dalam jalur sanad tersebut, maka peneliti
menyimpulkan bahwa sanad dari jalur tersebut memenuhi kriteria hadis s}ah}i>h} karena
sanadnya bersambung, sifat para perawinya memenuhi kriteria ‘ada>lah, dan para
perawinya dinilai d}a>bit}.
f. Kritik matan
Berdasarkan kritik sanad diatas, menunjukan bahwa sanad yang diteliti
adalah berkualitas sahih. Kesahihan sanad yang diteliti tersebut dapat mewakili
sanad-sanad dari satu mukharrij lainnya. Itu berarti bahwa kritik matan dapat
dilakukan.
Untuk langkah berikutnya dapat dinyatakan bahwa pada ke dua matan hadis
tersebut ditemukan adanya sedikit perbedaan lafal, tetapi perbedaan itu tidak
mencolok. Perbedaan-perbedaan yang dimaksud adalah:
1. Hadis riwayat Bukha>ri>
ین یسر إن دوا وقاربوا وأبشروا الد ین أحد إال غلبھ فسد ولن یشاد الدوحة وشيء من الدلجة واستعینوا ب ي)ار خ الب اه و ر (الغدوة والر
2. Hadis riwayat al-Nasa>i>
ین یسر ھذاإن دوا وقاربوا وأبشروا الد ین أحد إال غلبھ فسد ولن یشاد الدروا وحة وشيء من الدلجة ویس ي)ائ س الن اه و ر (واستعینوا بالغدوة والر
Perbedaan-perbedaan redaksi yang ada diatas, semata-mata disebabkan oleh
periwayatan hadis secara makna. Selain itu, matan hadis tersebut tidak bertentangan
126
dengan dalil yang lebih kuat, yakni al-Qur’an dan hadis shahih lainnya. Allah
berfirman dalam surah al-Baqarah ayat 185:
Terjemahnya:’’…Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendakikesukaran bagimu. dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya danhendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikankepadamu, supaya kamu bersyukur.Rasulullah saw., bersabda :
)م ل س م اه و ر (وار س ع ت ال وا و ر س ی وا، و ر ف نت ال وا و ر ش ب Artinya: berilah mereka kabar gembira dan janganlah menakut-nakuti, mudahkan
urusan mereka dan jangan kamu persulit.(H.R Muslim).
Pada sisi lain, susunan bahasa dari matan tersebut tidak rancu sehingga
dengan mudah dapat dipahami, dari segi logika tidak bertentangan dengan akal
sehat, oleh karena itu, dapat dinyatakan bahwa matan hadis yang bersangkutan
bebas dari sya>z dan illat. Bertolak dari kajian diatas, maka dapat dinyatakan bahwa
matan hadis tersebut berkualitas sahih.
g. Natijah Hadis
Setelah meneliti sanad hadis diatas ternyata seluruh periwayatnya bersifat
adil dan dhabit (tsiqat), sanadnya dalam keadaan muttasil (bersambung), matannya
juga terhindar dari Sya>z (kejanggalan) dan Illat (cacat) itu betarti, hadis yang diteliti
telah memenuhi unsur-unsur kaidah kesahihan sanad dan matan hadis sehingga
dapat dinyatakan bahwa hadis yang bersangkutan berkualitas sahih dan dapat
dijadikan sebagai hujjah (dalil) agama.
6. Hadis Tentang Kebinasaan Bagi Orang-orang Melampaui Batas.
a. Materi Hadis
127
بن مسعود علیھ وسلم قال أال عن عبد ھلك عن النبي صلى عون ات المتنط )د او و د ب ا اه و ر (ثالث مر
b. Takhrij Hadis
Setelah menelusuri lebih jauh dalam al-kutub al-tis’ah, hadis tentang
kebinasaan bagi orang-orang yang melampaui batas tersebut diatas ditemukan
sebanyak 3 riwayat dari 3 mukharrij. ketiga mukharrij itu adalah Imam Ahmad bin
Hanbal, Imam al-Nasa>’I> dan Imam Muslim.
c. Susunan Sanad dan Redaksi Matan Hadis
1). Riwayat Abu> Da>ud
حدثنا مسدد حدثنا یحیى عن ابن جریج قال حدثني سلیمان یعني ابن عتیق بن مسعود عن النبي عن طلق بن حبیب عن األحنف بن قیس عن عبد
علیھ وسلم قال أال عون صلى ات ھلك المتنط رواه ابو داود)(ثالث مر2). Riwayat Ahmad bin Hanbal
یحیى بن سعید حدثنا ابن جریج حدثني سلیمان بن عتیق عن طلق بن حدثنا بن مسعود علیھ حبیب عن األحنف بن قیس عن عبد عن النبي صلى
عووسلم قال أال رواه (قال یحیى في حدیث طویل ثالث مرار ن ھلك المتنطاحمد)
3). Riwayat Muslim
حدثنا أبو بكر بن أبي شیبة حدثنا حفص بن غیاث ویحیى بن سعید عن ابن ب عن األحنف بن قیس عن جریج عن سلیمان بن عتیق عن طلق بن حبی
قال علیھ وسلم عبد صلى عون قال رسول قالھا ھلك المتنطرواه مسلم)(ثالثا
d. I’tibar Sanad
128
Dari ketiga riwayat tersebut diatas tidak ditemukan sya>hid karena hadis ini
hanya diriwayatkan oleh satu orang sahabat yaitu Abd Allah bin Mas’u>d. Adapun
tabi’ nya ada satu yaitu Hafs bin Giya>ts dari jalur Muslim.
Hadis Tentang Kebinasaan Bagi Orang-orang yang Melampaui Batas
قال رسول هللا ص.م.:
بن مسعود عبد
األحنف بن قیس
طلق بن حبیب
سلیمان
عن
عن
عن
عن
ابن جریج عن
حدثني
عن
عن
قال
حدثنا
حدثني
عن
129
Nb: Garis yang tebal merupakan jalur hadis yang diteliti.
e. Kritik Sanad
Adapun sanad hadis yang menjadi objek kajian, yaitu: Abdullah bin Mas’u>d
(periwayat 1/ sanad VIII), Ahnaf bin Qaiys (periwayat II/ sanad VII), Thalq bin
Habi>b (periwayat III/sanad VI), Sulaema>n (periwayat IV/sanad V), Ibn Juraij
(periwayat V/sanad IV), Yahya> ( periwayat VI/sanad III), Musaddad (periwayat
VII/sanad II), Abu Da>ud (periwayat VIII/sanad I).
Abu Da>ud73 data yang ada menegaskan bahwa Abu Da>ud adalah seorang
periwayat hadis yang mempunyai kapasitas pribadi dan integritas yang sangat
tinggi. Sehingga pernyataannya bahwa ia menerima hadis tersebut diatas dari
Musaddad dengan metode haddasana dapat dipercaya. Dengan demikian, antara
keduanya benar-benar terjadi persambungan sanad.
Musaddad74Nama lengkapnya Musaddad bin Musrihad bin Musarbili>n bin
Musta\wrid al-Asadi>, Abu al-Hasan al-basri>. Ia lahir tahun 150 H dan wafat pada
73 Lihat kembali pembahasan tentang Abu Da>ud, h. 96.74 Syamsu al-Dīn Abū 'Abdillāh Muhammad bin Ahmad bin ‘Usmān bin Qāimāz al-Zahabī,
Siyar A’lām al-Nubalā’, Juz 10, h. 591; Khaer al-Din bin Mahmud bin Muhammad bin Ali bin Fa>risal-Zarkaliy al-Dimasqiy, al-I’lam, Juz 7, h. 215; Muhammad ibn Hibba>n bin Ahmad Abu Ha>tim al-Tamiymi al-Bustiy, al-Tsiqat, juz 9, h. 200; Abdurrahma>n bin Abi> H}a>tim Muhammad bin Idri>s Abu
احمد بن حنبل
حفص بن غیاث
یحیى
مسدد أبو بكر بن أبي
شیبة حدثنا
ابو داود
حدثنا
مسلمحدثنا
حدثنا
حدثنا
حدثنا
130
tahun 228 H. Gurunya sangatlah banyak diantaranya Ismail bin Ulayyah, Umayyah
bin Kha>lid, Basya>r bin Mufadhal dan Yahya> bin Sai>d. Adapun diantara muridnya
adalah Bukha>ri, Abu da>ud,Abu Ha>tim al-Ra>zi dan Abu Zar’ah.
Pernyataan para kritikus hadis tentang Musaddad sebagai berikut:
1. Ahmad bin Hanbal: Musaddad Sadu>q
2. Yahya> bin Ma’i>n: Sadu>q, tsiqah tsiqah
3. Al-Nasa>i> : Tsiqah
4. Ibn Hibba>n menyebutnya dalam kitab Al-tsiqa>t.
Dari beberapa pernyataan diatas, tidak seorang pun yang mencela Musaddad.
Bahkan sebaliknya, pujian yang diberikan kepadanya adalah Sadu>q dan tsiqah. Oleh
karena itu, pernyataan bahwa Musaddad menerima hadis diatas dari Yahya> adalah
dengan lambang haddasana dapat dipercaya kebenarannya. Itu berarti, sanad antara
Musaddad dan Yahya dalam keadaan bersambung.
Yahya>75 Nama lengkapnya adalah Yahya> bin Sa’i>d bin Faru>kh al-Qatta>n al-
Tami>mi>, Abu Sa’id al-Basri> al-Ahwa>l al-Ha>fiz. Lahir tahun 120 H dan wafat tahun
198 H. gurunya sangatlah banyak antara lain Aban bin Sam’ah, Usamah bin Zaid,
Ismai>l bin Abi Kha>lid dan Abd al-Ma>lik bin Jureij. Adapun muridnya antara lain
Muhammad al-Ra>zi> alTami>mi>, al-Jarh wa Ta’di>l, Juz 8,, h. 438; . Abū Abdullāh Syamsu al-Dīn al-Zahabī, Tazkirah al-Huffaz, Juz 2, h. 8; Ahmad bin 'Ali> Hajar al-'Asqala>ni>,Taqri>b al-Tahzi>b, Juz 2, h.175; Ahmad bin ‘Ali bin H{ijr Abu> al-Fad{l al-‘Asqalla>ni> al-Sya>fi‘i>, Tahz{i>b al-Tahz{i>b, Juz 10, h. 99;Jamāl al-Dīn Abī al-Hajjāj Yūsuf al-Mizziy, Tahzīb al-Kamāl, Juz 27, h. 443.
75 Syamsu al-Dīn Abū 'Abdillāh Muhammad bin Ahmad bin ‘Usmān bin Qāimāz al-Zahabī,Siyar A’lām al-Nubalā’, Juz 9, h. 175; Khaer al-Din bin Mahmud bin Muhammad bin Ali bin Faris al-Zarkaliy al-Dimasqiy, al-I’lam, Juz 8, h. 147; Ahmad bin ‘Ali bin H{ijr Abu> al-Fad{l al-‘Asqalla>ni> al-Sya>fi‘i>, Tahz{i>b al-Tahz{i>b, Juz 11, h. 190; Jamāl al-Dīn Abī al-Hajjāj Yūsuf al-Mizziy, Tahzīb al-Kamāl, Juz 31, h. 329; Muhammad ibn Hibban bin Ahmad Abu Hatim al-Tamiymi al-Bustiy, al-Tsiqa>t, juz 7, h. 611; . Abū Abdullāh Syamsu al-Dīn al-Zahabī, Tazkirah al-Huffaz, Juz 1, h. 218;Ahmad bin 'Ali> Hajar al-'Asqala>ni>,Taqri>b al-Tahzi>b, Juz 2, h. 303.
131
Ibrahi>m bin Muhammad bin Ar’arah Ahmad bin Hanbal, Ahmad bin Sinan al-Qatta>n
dan Musaddad bin musrihad
Yahya> bin Sai>d adalah seorang periwayat hadis yang terpuji. Hal ini dapat
dipahami dari penilain kritikus hadis tentang dirinya sebagai berikut:
1. Ibrahi>m bin Muhammad al-Taimi> dan ‘Ali> bin Madi>ni>: saya tidak pernah
melihat seseorang yang lebih tahu tentang al-Rija>l dari pada Yahya>.
2. Ali bin Madi>ni>: saya tidak tahu kalau ada orang yang lebih Tsabit dari
seorang Yahya> bin Sa’i>d.
3. Muhammad bin Ahmad bin Hanbal menghikayatkan perkataan bapaknya
tentang Yahya>: Yahya> pernah menceritakan hadis kepadaku, dan mataku
tidak pernah melihat orang sepertniya. Ia adalah yang paling tsabit di kota
basrah.
4. Ibn Hajar: Tsiqah, Mutqin, Ha\fiz, imam Qudwah.
5. Al-Zahabi>: al-Ha>fiz Kabi>r, penghulu pada ilmu dan Amal.
Dari pernyatan diatas tidak seorang pun yang mencela Yahya> bin Sa’i>d
bahkan ia adalah seorang yang Tsiqah, Mutqin, Hafiz dan tidak tertuduh sebagai
mudallis. Itu berarti, kualitas pribadi dan kapasitas intelektualnya tidak diragukan.
Oleh karena itu, pernyataan bahwa ia menerima hadis di atas dari Ibn Juraij dengan
lambang \an dapat dipercaya karena mereka hidup di masa yang bersamaan. Dengan
demikian sanad antara Yahya bin Sa’i>d dan Ibn Juraij dalam keadaan Muttasil.
Ibn Jurai>j76 Nama lengkapnya adalah Abd al-Ma>lik bin Abd al-‘Azi>z bin
Jurai>j al-Qarasyi> al-Umawi> Mawla>hum (w. 150 H). gurunya sangatlah banyak
76 Syamsu al-Dīn Abū 'Abdillāh Muhammad bin Ahmad bin ‘Usmān bin Qāimāz al-Zahabī,Siyar A’lām al-Nubalā’, Juz 6, h. 325; Khaer al-Din bin Mahmud bin Muhammad bin Ali bin Faris al-Zarkaliy al-Dimasqiy, al-I’lam, Juz 4, h. 160; Muhammad ibn Hibban bin Ahmad Abu Hatim al-Tamiymi al-Bustiy, al-Tsiqat, juz 7, h. 93 ; Abdullah Muhammad bin Said, Tabaqa>t al-Kubra>, jilid 5,
132
diantaranya Aba>n bin Sa>leh al-Basri>, Ismai>l bin Umayyah al-Qarasi>, Ismaii>l bin
Ulayyah dan Sulaema>n bin ‘Ati>q. Adapun diantara murid-muridnya adalah Ismai>l
bin Ayya>sh, Basya>r bin Mansu>r, al-Akhdar bin Ajla>n dan Yahya> bin Sa’i>d al-Qatta>n
Beberapa pernyataan para kritikus hadis tentang Ibn Jurai>j sebagai berikut:
1. Yahya bin Ma’i>n: Tsiqah
2. Ahmad bin Hanbal: Sadu>q
3. Al-Ajali> : tsiqah
4. Ibn al-Kharrash : Sadu>q
5. Ibn Hajr: Tsiqah, Faki>h, fadhil, Mudallis dan Mursil
6. Al-Zahabi>: salah satu Ulama.
Dari keterangan tersebut diatas, menunjukan bahwa Ibn Jurai>j adalah
periwayat yang tsiqah. Dengan demikian pernyataan Ibn Jurai>j bahwa dia menerima
hadis tersebut dari Sulaema>n dengan sigat haddatsani, dipercaya sekaligus diyakini
sanad antara keduanya bersambung.
Sulaema>n77 Nama lengkapnya adalah Sulaeman bin Ati>q al-Hija>zi> al-Madani>.
Ia meriwayatkan hadis dari Jabir bin Abd Allah, Talq bin Habi>b, Abd Allah bin
Zubai>r dan Abd Allah bin Babih. Adapun muridnya antara lain Ibrahi>m bin Na>fi’,
Ziya>d bin Isma’i>l dan Abd al-Ma>lik bin Abd al-Azi>z bin Juraij.
h. 491; Ahmad bin 'Ali> Hajar al-'Asqala>ni>,Taqrib al-Tahzi>b, Juz 1, h. 617; Ahmad bin ‘Ali bin H{ijrAbu> al-Fad{l al-‘Asqalla>ni> al-Sya>fi‘i>, Tahz{i>b al-Tahz{i>b, Juz 12, h. 331; Jamāl al-Dīn Abī al-HajjājYūsuf al-Mizziy, Tahzīb al-Kamāl, Juz 18, h. 338.
77Syams al-Din Abu Abd Allah Muhammad bin Ahmad bin Utsman bin Qaiymaz al-Zahabiy,Mizan I’tidal fi naqd al-rijal , Juz 2, h. 214; Muhammad ibn Hibban bin Ahmad Abu Hatim al-Tamiymi al-Bustiy, al-Tsiqat, juz 4, h. 304; Abdurrahma>n bin Abi> H}a>tim Muhammad bin Idri>s AbuMuhammad al-Ra>zi> alTami>mi>, al-Jarh wa Ta’di>l, Juz 4, h. 133; Ahmad bin 'Ali> Hajar al-'Asqala>ni>,Taqrib al-Tahzi>b, Juz 1, h. 389; Ahmad bin ‘Ali bin H{ijr Abu> al-Fad{l al-‘Asqalla>ni> al-Sya>fi‘i>, Tahz{i>b al-Tahz{i>b, Juz 4, h. 184; Jamāl al-Dīn Abī al-Hajjāj Yūsuf al-Mizziy, Tahzīb al-Kamāl, Juz 12, h. 40; Ahmad bin 'Ali> Hajar al-'Asqala>ni, Lisan al-Mizan, Juz 7, h. 237.
133
Pernyatan para Rija>l al-hadi>s tentang Sulaiman bin Atiq sebagai berikut:
1. Al-Nasa>i>: tsiqah
2. Ibn Hibba>n menyebutnya dalam kitab al-Tsiqa>t
3. Ibn Hajar: Sadu>q
4. Al-Dzahabi>: Tsiqah
Dari pernyataan beberapa Rija>l al-hadi>s diatas, menunjukan bahwa Sulaiman
adalah periwayat yang mempunyai integritas dan kapasitas intelektual yang tinggi
yaitu tsiqah dan sadu>q, tidak tertuduh mudallis dan hidup sezaman dengan Thalq
bin Habi>b. Dengan demikian, pernyataan bahwa ia menerima hadis tersebut dari
Thalq bin Habi>b dengan sigat ‘an dapat dipercaya. Sekaligus diyakini sanad antara
keduanya Muttasil (bersambung).
Thalq bin Habi>b78 Nama lengkapnya adalah Thalq bin Habi>b al-‘Anaziy al-
Basriy (w. 90 H). gurunya sangatlah banyak antara lain al-Ahnaf bin Qiys, Anas bin
Ma>lik, Ja>bir bin Abd Allah dan Abd Allah bin al-Zubair. Adapun muridnya yaitu
Habi>b bin Hasan, Sa’d bin Ibrahi>m, Ja’far bin Iya>s dan Sulaema>n bin Ati>q.
Pernyataan para kritikus hadis tentang Thalq bin Habi>b sebagai berikut:
1. Abu Ha>tim: Sadu>q fi al-Hadi>s tapi ia berpandangan murji’ah
2. Abu Zar’ah: ia mendengar dari Ibn Abba>s, Ia Tsiqah tapi berpandangan
mur’jiah
78 Syamsu al-Dīn Abū 'Abdillāh Muhammad bin Ahmad bin ‘Usmān bin Qāimāz al-Zahabī,Siyar A’lām al-Nubalā’, Juz 4, h. 601; Syams al-Din Abu Abd Allah Muhammad bin Ahmad binUtsman bin Qaiymaz al-Zahabiy, Mizan I’tidal fi naqd al-rijal, Juz 2, h. 345; Muhammad ibn Hibbanbin Ahmad Abu Hatim al-Tamiymi al-Bustiy, al-Tsiqat, juz 4, h.396; Ahmad Ibn Abd Allah binSaleh bin Hasan al-‘ajaliy al-Kuwfiy, Ma’rifah al-tsiqaat, Juz 1, h. 482; Abdurrahma>n bin Abi> H}a>timMuhammad bin Idri>s Abu Muhammad al-Ra>zi> alTami>mi>, al-Jarh wa Ta’di>l, Juz 14, h. 490; Ahmadbin ‘Ali bin H{ijr Abu> al-Fad{l al-‘Asqalla>ni> al-Sya>fi‘i>, Tahz{i>b al-Tahz{i>b, Juz 2, h. 170; Jamāl al-DīnAbī al-Hajjāj Yūsuf al-Mizziy, Tahzīb al-Kamāl, Juz 13h. 451.
134
3. Ibn Sa’ad: Tsiqah
4. Al-Ajiliy: Tsiqah
5. Ibn Hibba>n menyebutnya dalam kitab al-Siqat
6. Ibn Hajar: Saduq, Ahli ibadah dan dituduh seorang murji’ah
Dari keterangan tersebut di atas, menunjukan bahwa Thalq bin Habi>b adalah
periwayat yang siqat, tidak tertuduh sebagai seorang yang mudallis, dan hidup
sezaman dengan Ahnaf bin Qais. Dengan demikian pernyataan Thalq bin Habi>b
bahwa dia menerima hadis tersebut dari Ahnaf bin Qais dengan sigat tahammul ‘an,
dapat dipercaya. Itu berarti bahwa sanad antara keduanya benar-benar bersambung.
Ahnaf bin Qaiys79 Nama lengkapnya adalah al-Ahnaf bin Qi>s bin Mu’awiyah
bin Husain al-Tami>mi> al-Sa’di> Abu bahri> al-Basri> (w. 67 H). Guru-gurunya
sangatlah banyak antara lain al-Aswad bin sari>’, Jariyah Bin quad>mah al-Sa’diy,
Zubair bin Awwa>m dan Abd Allah bin Mas’u>d. Adapun murid-muridnya antara lain
Hasan al-Basri>, Ma>lik bin Dina>r dan Thalq bin Habi>b al-‘Anazi>.
Pernyataan para kritikus hadis tentang Ahnaf bin Qays sebagai berikut:
1. Ahmad bin Abd Allah al-‘Ajali>: Ahnaf adalah orang basrah, tabi’i>n dan
Tsiqah
2. Muhammad bin Sa’ad: Tsiqah, Ma’muna, sedikit meriwayatkan hadis.
3. Ibn Hibba>n menyebutnya dalam kitab al-tsiqat.
79 Syamsu al-Dīn Abū 'Abdillāh Muhammad bin Ahmad bin ‘Usmān bin Qāimāz al-Zahabī,Siyar A’lām al-Nubalā’, Juz 4, h. 86-96; Khaer al-Din bin Mahmud bin Muhammad bin Ali bin Farisal-Zarkaliy al-Dimasqiy, al-I’lam, Juz1, h. 276; Muhammad ibn Hibban bin Ahmad Abu Hatim al-Tamiymi al-Bustiy, al-Tsiqat, juz 4, h. 55; Ahmad Ibn Abd Allah bin Saleh bin Hasan al-‘ajaliy al-Kuwfiy, Ma’rifah al-tsiqaat, Juz 1, h. 212; Abdurrahma>n bin Abi> H}a>tim Muhammad bin Idri>s AbuMuhammad al-Ra>zi> alTami>mi>, al-Jarh wa Ta’di>l, Juz 2, h. 322; Ahmad bin 'Ali> Hajar al-'Asqala>ni>,Taqrib al-Tahzi>b, Juz 1, h. 72; Ahmad bin ‘Ali bin H{ijr Abu> al-Fad{l al-‘Asqalla>ni> al-Sya>fi‘i>,Tahz{i>b al-Tahz{i>b, Juz 1, h. 167; Jamāl al-Dīn Abī al-Hajjāj Yūsuf al-Mizziy, Tahzīb al-Kamāl, Juz 2,h. 282.
135
4. Ibn Hajar: Tsiqah
5. Al-Dzahabi>: sayyid nabi>l ( tuan yang mulia)
Dari beberapa pernyataan para kritikus hadis diatas, menunjukan bahwa
Ahnaf bin Qiys adalah periwayat yang Tsiqah, tidak tertuduh mudallis, dan hidup
sezaman dengan Abd Allah bin Masu’u>d Dengan demikian pernyataan Ahnaf bahwa
ia menerima hadis tersebut dari Abd Allah bin Mas’u>d dengan sigat tahammul ‘an
dapat dipercaya, sekaligus diyakini bahwa sanad antara keduanya adalah
bersambung.
Abdullah bin Mas’u>d80 Nama lengkapnya adalah Abd Allah bin Mas’u>d bin
Gha>fil bin Habi>b al-Hazali> Abu Abd al-Rahma>n (w. 32/33 H). ia adalah seorang
sahabat, masuk islam sejak awal dakwah Nabi di makkah, seorang ulama umat dan
faki>h yang berilmu tinggi. Ia menyaksikan perang badar dan beberapa peperangan
lainnya. Ia berguru langsung kepada Rasulullah saw. juga pada sahabat lainnya
seperti Umar bin Khatta>b dan Sa’a>d bin Mu’a>z al-Anshari>. Adapun murid-muridnya
sngatlah banyak diantaranya Anas bin Ma>lik, al-Bara’a bin ‘A>zib, al-Ahnaf bin
Qaiys dan Ja>bir bin Abd Allah al-Anshari>.
Pernyataan para ahli rija>l al-hadi>s tentang kepribadian Abd Allah bin Mas’ud
sebagai berikut:
80 Syamsu al-Dīn Abū 'Abdillāh Muhammad bin Ahmad bin ‘Usmān bin Qāimāz al-Zahabī,Siyar A’lām al-Nubalā’, Juz 1, h. 461; Khaer al-Din bin Mahmud bin Muhammad bin Ali bin Faris al-Zarkaliy al-Dimasqiy, al-I’lam, Juz 4, h. 137; Muhammad ibn Hibban bin Ahmad Abu Hatim al-Tamiymi al-Bustiy, al-Tsiqat, juz 3, h. 208; Ahmad Ibn Abd Allah bin Saleh bin Hasan al-‘ajaliy al-Kuwfiy, Ma’rifah al-tsiqaat, Juz 2, h. 59; Abdurrahma>n bin Abi> H}a>tim Muhammad bin Idri>s AbuMuhammad al-Ra>zi> alTami>mi>, al-Jarh wa Ta’di>l, Juz 5, h. 149; Ahmad bin Ali Abu Bark al-Khatib al-Bagdadiy, Tarikh Baghdad, Juz 1 ( beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, t.th), h. 147; Ahmad bin 'Ali>Hajar al-'Asqala>ni>,Taqrib al-Tahzi>b, Juz 1, h. 533; Jamāl al-Dīn Abī al-Hajjāj Yūsuf al-Mizziy, Tahzībal-Kamāl, Juz 16, h. 121.
136
1. Rasulullah saw. Pernah berkata kepadanya pada awal ia masuk islam: “
sesungguhnya engkau adalah anak yang terpelajar”
2. Ketika hijrah Rasulullah saw mempersaudarakan ia dengan Sa’ad bin Mu’a>z.
3. Abu Na’i>m : ia adalah orang keenam pertama yang masuk islam.
4. Para riwayat yang sahih ia berkata: saya telah mengambil langsung dari rasul
70 surah al-qur’an.
5. Al-Hafiz Ibn Hajar berkata: ia adalah salah satu sahabat pertama yang masuk
islam, salah satu ulama dikalangan sahabat, ia mempunyai integritas yang
tinggi sehingga umar memerintahkannya untuk memimpin di kuffah.
Dari beberapa pernyataan dan keterangan diatas tentang Abd Allah bin
Mas’u>d, menunjukan bahwa dia adalah sahabat yang memiliki integritas dan
kapasitas intelektual yang sangat tinggi. Sehingga dapat dipercaya, ia menerima
hadis tersebut dari Rasulullah saw. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa sanad
antara keduanya Muttasil (bersambung).
Setelah melakukan penelitian terhadap sanad hadis yang menjadi objek
kajian dengan mengamati keterangan-keterangan di atas terkait kualitas pribadi
dan kapasitas intektual masing-masing perawi, serta kemungkinan adanya
ketersambungan periwayatan dalam jalur sanad tersebut, maka peneliti
menyimpulkan bahwa sanad dari jalur tersebut memenuhi kriteria hadis s}ah}i>h} karena
sanadnya bersambung, sifat para perawinya memenuhi kriteria ‘ada>lah, dan para
perawinya dinilai d}a>bit}.
f. Kritik Matan
137
berdasarkan kritik sanad diatas, menunjukan bahwa sanad yang diteliti dapat
mewakili kedua riwayat lainnya yaitu riwayat Ahmad bin Hanbal dan Muslim. Oleh
karena itu, kegiatan kritik terhadap matan hadis-hadis yang terkait dengan masalah
tersebut dapat dilakukan.
Untuk langkah berikutnya dapat dinyatakan bahwa pada ke dua matan hadis
tersebut ditemukan adanya sedikit perbedaan lafal, tetapi perbedaan itu tidak
mencolok. Perbedaan-perbedaan yang dimaksud adalah:
1. hadis riwayat Abu Da>ud
عون علیھ وسلم قال أال عن النبي صلى ات ھلك المتنط اه و ر (ثالث مراود)و د ب ا
2. hadis riwayat Muslim
علیھ وسلم صلى عون قال رسول )م ل س م اه و ر (قالھا ثالثاھلك المتنط3. hadis riwayat Ahmad bin Hanbal
علیھ وسلم قال أال عون عن النبي صلى اه و ر (ثالث مرارھلك المتنط)د م ح ا
Mencermati susunan matan tersebut dari ketiga riwayat, maka ditemukan
adanya perbedaan lafal dan kalimat dalam matan tersebut. Seperti pada riwayat Abu
Daud dan Ahmad sabda Nabi di mulai dengan kata kemudian diakhir matan hadis ,أال
ada yang menggunakan kata ات ثالث مر , مرارثالث , dan Akan tetapi .ثالثا
perbedaan tersebut tidak menjadikan perbedaan makna yang prinsip.
Selanjutnya dari segi matannya tidak bertentangan dengan ayat al-Qur’an
dan hadis sahih lainnya. Demikian pula sejalan dengan firman Allah yang
menyatakan bahwa agama Islam adalah agama moderat dalam Q.S. al-Baqarah (2):
143 sebagai berikut:
138
Terjemahnya: dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umatyang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusiadan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu.
Juga sejalan dengan hadis Nabi Muhammad saw., yang berbunyi :
علیھ وسلم قال إن عن أبي ھریرة ین یسر عن النبي صلى ولن یشاد الدوحة دوا وقاربوا وأبشروا واستعینوا بالغدوة والر ین أحد إال غلبھ فسد الد
ي)ار خ الب اه و ر (من الدلج وشيء Artinya: dari Abu Hurairah bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Sesungguhnya agama itu mudah, dan tidaklah seseorang mempersulit agamakecuali dia akan dikalahkan (semakin berat dan sulit). Maka berlakulah luruskalian, mendekatlah (kepada yang benar) dan berilah kabar gembira dan mintatolonglah dengan Al Ghadwah (berangkat di awal pagi) dan ar-ruhah(berangkat setelah zhuhur) dan sesuatu dari ad-duljah ((berangkat di waktumalam) ".
Dari segi logika, matan hadis tersebut tidak bertentangan dengan akal sehat.
Begitu pula kalimatnya tidak rancu. Bertolak dari kajian diatas, maka dapat
dinyatakan bahwa matan hadis tersebut berkualitas sahih.
g. Natijah Hadis
Setelah meneliti sanad hadis diataas ternyata seluruh periwayatnya bersifat
adil dan dhabit (tsiqat), sanadnya dalam keadaan muttasil (bersambung), matannya
juga terhindar dari Sya>z (kejanggalan) dan Illat (cacat) itu betarti, hadis yang diteliti
telah memenuhi unsur-unsur kaidah kesahihan sanad dan matan hadis sehingga
dapat dinyatakan bahwa hadis yang bersangkutan berkualitas sahih dan dapat
dijadikan sebagai hujjah (dalil) agama.
7. Hadis Tentang Larangan Menyalahi Sunnah Nabi Muhammad saw. dan
fitrah Manusia
139
a. Materi Hadis
علیھ وسلم قال بعضھم ال عن أنس أن نفرا من أصحاب النبي صلى ج النساء وقال بعضھم ال آكل اللحم وقال بعضھم ال أنام على فراش أتزو
علیھ وسلم وقال بعضھم أصوم فال صلى أفطر فبلغ ذلك رسول وأثنى علیھ ثم قال ما بال أقوام یقولون كذا وكذا لكني أصلي وأنام فحمد
ج النساء فمن رغب اه و ر (عن سنتي فلیس منيوأصوم وأفطر وأتزوي)ائ س الن
b. Takhrij Hadis
Setelah menelusuri lebih jauh dalam al-kutub al-tis’ah, hadis tentang
larangan menyalahi Sunnah Nabi Muhammad saw. dan fitrah manusia tersebut
diatas ditemukan sebanyak lima riwayat dari empat mukharrij. Keempat mukharrij
itu adalah al-Nasai>I>, Ahmad bin Hanbal, al-Bukha>ri dan Muslim.
c. Susunan Sanad dan Redaksi Matan Hadis
1). Riwayat al-Nasa>i>
اد بن سلمة عن ثابت أخبرنا إسحق بن إبراھیم قال أنبأنا عفان قال حدثنا حم علیھ وسلم قال بعضھم ال عن أنس أن نفرا من أصحاب النبي صلى
ج النساء وقال بعضھم ال آكل اللحم وقال بع ضھم ال أنام على فراش أتزو علیھ وسلم صلى وقال بعضھم أصوم فال أفطر فبلغ ذلك رسول
وأثنى علیھ ثم قال ما بال أقوام یقولون كذا وكذا لكني أصلي وأ نام فحمد ج النساء فمن رغب عن سنتي فلیس مني رواه (وأصوم وأفطر وأتزو
النسائي)2). Riwayat Muslim
وحدثنى أبو بكر بن نافع العبدى حدثنا بھز حدثنا حماد بن سلمة عن ثابت عن عملھ -ملسو هيلع هللا ىلص-أزواج النبى سألوا -ملسو هيلع هللا ىلص-عن أنس أن نفرا من أصحاب النبى
فى السر فقال بعضھم ال أتزوج النساء. وقال بعضھم ال آكل اللحم. وقال
140
ما بال أقوام قالوا « بعضھم ال أنام على فراش. فحمد هللا وأثنى علیھ. فقال كذا وكذا لكنى أصلى وأنام وأصوم وأفطر وأتزوج النساء فمن رغب عن
رواه النسائي)(»سنتى فلیس منى 3). Riwayat al-Bukha>ri>
د بن جعفر أخبرنا حمید بن أبي حمید حدثنا سعید بن أبي مریم أخبرنا محم عنھ یقول ط إلى جاء ثالثة رھ الطویل أنھ سمع أنس بن مالك رضي
صلى علیھ وسلم یسألون عن عبادة النبي بیوت أزواج النبي صلى ا أخبروا كأنھم تقالوھا فقالوا وأین نحن من النبي صلى علیھ وسلم فلم
ا أنا فإني علیھ و ر قال أحدھم أم سلم قد غفر لھ ما تقدم من ذنبھ وما تأخأصلي اللیل أبدا وقال آخر أنا أصوم الدھر وال أفطر وقال آخر أنا أعتزل
ج أبدا علیھ وسلم إلیھم فقال أنتم النساء فال أتزو صلى فجاء رسول وأتقاكم لھ لكني أصوم وأفطر إني ألخشاكم الذین قلتم كذا وكذا أما و
ج النسا رواه (سنتي فلیس منيرغب عن ء فمن وأصلي وأرقد وأتزوالبخاري)
4). Riwayat Ahmad bin Hanbal
حدثنا عبد هللا حدثني أبي ثنا مؤمل ثنا حماد ثنا ثابت عن أنس : أن نفرا -من أصحاب رسول هللا صلى هللا علیھ و سلم قال بعضھم ال أتزوج وقال
أصوم وال أفطر فبلغ ذلك النبي صلى بعضھم أصلي وال أنام وقال بعضھمهللا علیھ و سلم فقال ما بال أقوام قالوا كذا وكذا لكني أصوم وأفطر وأصلي
رواه احمد)(وأنام وأتزوج النساء فمن رغب عن سنتي فلیس منيحدثنا عبد هللا حدثني أبي ثنا عفان ثنا حماد عن ثابت عن أنس : أن نفرا -
علیھ و سلم سألوا أزواج النبي صلى هللا علیھ و من أصحاب النبي صلى هللا سلم عن عملھ في السر فقال بعضھم ال أتزوج النساء وقال بعضھم ال آكل اللحم وقال بعضھم ال أنام على فراش وقال بعضھم أصوم وال أفطر فقام
141
فحمد هللا وأثنى علیھ ثم قال ما بال أقوام قالوا كذا وكذا لكن أصلي وأنام )(رواه احمدوأتزوج النساء فمن رغب عن سنتي فلیس منيوأصوم وأفطر
d. I’tibar Sanad
Dari kelima riwayat tersebut tidak ditemukan adanya sya>hid karena hadis ini
hanya diriwayatkan oleh satu orang sahabat saja yaitu Anas bin Ma>lik. Adapun tabi’
dari hadis riwayat al-Nasa>i> ini ada tiga yaitu Mu’ammal pada riwayat Ahmad,
Bahzun pada riwayat Muslim dan Muhammad bin Ja’far pada riwayat al-|Bukha>ri.
Hadis Tentang Larangan Menyalahi Sunnah Nabi saw. dan fitrah Manusia
قال رسول هللا ص.م.:
أنس
ثابت
اد بن سلمة حم
عفان
عن
عن
عن
بھز د بن جعفر محممؤمل
حدثنا
ان
حدثناحدثنا
عن
ان
حدثنا
عن
ان
حمید
أخبرنا
سمع
یقول
142
Nb: Garis yang tebal merupakan jalur hadis yang diteliti.
e. Kritik Sanad
Adapun sanad hadis yang menjadi objek kajian, yaitu: Anas bin Ma>lik
(periwayat 1/ sanad VI), Tsa>bit bin Aslam (periwayat II/ sanad V), Hamma>d bin
Salamah (periwayat III/sanad IV), ‘Affa>n bin Muslim (periwayat IV/sanad III),
Isha>k bin Ibrahi>m (periwayat V/sanad II), Imam al-Nasa>i> ( periwayat VI/sanad I).
Al-Nasa>i>81 Dari data yang ada menegaskan bahwa Tidak seorang pun yang
mencela Imam al-Nasa’I, bahkan sebaliknya pujianlah yang banyak ia dapatkan.
Dengan demikian, pernyataan al-Nasa>I bahwa dia menerima hadis diatas dari Ishak
bin Ibrahim dengan lambang ‘an dapat dipercaya kebenarannya. Itu berarti, sanad
antara Imam al-Nasa>I> dengan Ishak adalah muttasil (bersambung).
81 Lihat kembali pembahasan tentang al-Nasai, h. 69.
لب ن ح ن ب د م ح ا
إسحق بن إبراھیم
ي ائ س الن
عن
حدثني
أبو بكر بن نافع العبدى
م ل س م
سعید بن أبي مریم
يار بخ ال
حدثنا
حدثني
حدثنا
حدثنا
أخبرنا
143
Isha>k bin Ibrahi>m82: Nama lengkapnya Isha>k bin Ibrahi>m bin Mukhallad bin
Matar al-Hanza>li> dengan kunyah Abu Muhammad atau Abu Ya’ku>b yang lebih
dikenal dengan Ibn Rahawaihi al-Maru>zi>. Lahir tahun 166 H dan wafat tahun 238 H.
gurunya sangatlah banyak antara lain Ismai>l bin Ulayyah, Basya>r bin al-Mufadhal,
Husain bin Abi Ja’fi> dan ‘Affa>n bin Muslim. Adapun diantara murid-muridnya
adalah al-Bukha>ri, Muslim, Abu Da>ud dan al-Nasa>i>
Pernyataan para ahli rija>l al-hadi>s tentang Isha>k bin Ibrahi>m sebagai
berikut:
1. Ahmad bin Hanbal: saya tidak tahu ada orang yang seperti Isha>k di kota Irak.
2. Abu Abd al-Rahma>n al-Nasa>i>: Isha>k disisi kami adalah imamnya muslimin.
3. Muhammad bin Isha>k bin Khuzaimah: demi Allah seandainya Isha>k masuk
dalam golongan Tabi’in maka mereka akan mengakui hafalannya,
kefakihannya dan ilmu-ilmu lainnya.
4. Ibn Hibba>n menyebutnya dalam kitab al-tsiqa>t.
5. Ibn Hajar: Tsiqah, Ha>fiz dan Mujtahid
6. Al-Dzahabi>: Imam, Ulama Khurasa>n.
Penilaian para kritikus hadis diatas menunjukan, bahwa Isha>k bin Ibrahi>m
adalah periwayat hadis yang memiliki intergritas dan kemampuan intelektual yang
tidak diragukan. Oleh karena itu, pernyataanya bahwa dia menerima hadis diatas
82 Syamsu al-Dī >n Abū 'Abdillāh Muhammad bin Ahmad bin ‘Usmān bin Qāimāz al-Zahabī,Siyar A’lām al-Nubalā’, Juz 11, h. 358; Khaer al-Din bin Mahmud bin Muhammad bin Ali bin Farisal-Zarkaliy al-Dimasqiy, al-I’lam, Juz 1, h. 292; Syams al-Din Abu Abd Allah Muhammad bin Ahmadbin Utsman bin Qaiymaz al-Zahabiy, Mizan I’tidal fi naqd al-rijal, Juz 11, h. 182; Abdurrahma>n binAbi> H}a>tim Muhammad bin Idri>s Abu Muhammad al-Ra>zi> alTami>mi>, al-Jarh wa Ta’di>l, Juz 2, h. 209;Ahmad bin 'Ali> Hajar al-'Asqala>ni>,Taqrib al-Tahzi>b, Juz 1, h. 780; Ahmad bin ‘Ali bin H{ijr Abu> al-Fad{l al-‘Asqalla>ni> al-Sya>fi‘i>, Tahz{i>b al-Tahz{i>b, Juz 1, h. 218; Jamāl al-Dīn Abī al-Hajjāj Yūsuf al-Mizziy, Tahzīb al-Kamāl, Juz 2, h. 373.
144
dari ‘Affa>n dengan lambing anba’ana dapat dipercaya. Itu berarti, sanad antara
Ishak bin Ibrahi>m dan ‘Affa>n benar-benar bersambung.
‘Affa>n83 Nama lengkapnya adalah ‘Affa>n bin Muslim bin Abd Allah al-Bahil>
dengan kunyah Abu Utsman al-Saffar al-Basri>. Lahir pada tahun 134 H dan wafat
tahun 219 H. guru-gurunya sangatlah banyak antara lain Ismai>l bin Ulayyah,
Hamma>d bin Zaid, Hamma>d bin Salamah dan Daila>m bin Gazawa>n. Adapun
muridnya antara lain al-Bukha>ri>, Ahmad bin Hanbal, Isha>k bin Rahawayhi dan
Yahya> bin Ma’i>n.
Penilaian para kritikus hadis tentang ‘Affa>n sebagai berikut :
1. Ahmad bin Abd Allah al-‘Ajaliy: Tsiqah, tsa>bit, Sa>hib al-Sunnah.
2. Ahmad bin Hanbal: Tsa>bit
3. Abu Da>ud: Tsa>bit
4. Yahya> bin Ma’i>n: Tsiqah, Sadu>q
5. Ya’ku>b bin Syi>bah: Ashab al-Hadi>s.
6. Ibn Sa’ad: Tsiqah, Katsi>r al-Hadi>s, tsa>bit dan Hujjah
7. Ibn Hibba>n menyebutnya dalam Al-tsiqa>t
Dari beberapa penilaian para kritikus hadis tentang ‘Affa>n, menunjukan
bahwa ‘Affa>n adalh periwayat hadis yang memmiliki integritas dan kemampuan
intelektual yang tidak diragukan. Oleh karena itu, pernyataannya bahwa dia
83 Syamsu al-Dīn Abū 'Abdillāh Muhammad bin Ahmad bin ‘Usmān bin Qāimāz al-Zahabī,Siyar A’lām al-Nubalā’, Juz 10, h. 242; Khaer al-Din bin Mahmud bin Muhammad bin Ali bin Farisal-Zarkaliy al-Dimasqiy, al-I’lam, Juz 4, h. 238; Syams al-Din Abu Abd Allah Muhammad bin Ahmadbin Utsman bin Qaiymaz al-Zahabiy, Mizan I’tidal fi naqd al-rijal, Juz 3, h. 81; Muhammad ibnHibban bin Ahmad Abu Hatim al-Tamiymi al-Bustiy, al-Tsiqat, juz 8, h. 522; Ahmad Ibn Abd Allahbin Saleh bin Hasan al-‘ajaliy al-Kuwfiy, Ma’rifah al-tsiqaat, Juz 2, h. 140; . Abū Abdullāh Syamsual-Dīn al-Zahabī, Tazkirah al-Huffaz, Juz 1, h. 278; Ahmad bin 'Ali> Hajar al-'Asqala>ni>,Taqrib al-Tahzi>b, Juz 1, h. 679; Ahmad bin ‘Ali bin H{ijr Abu> al-Fad{l al-‘Asqalla>ni> al-Sya>fi‘i>, Tahz{i>b al-Tahz{i>b,Juz 7, h. 205; Jamāl al-Dīn Abī al-Hajjāj Yūsuf al-Mizziy, Tahzīb al-Kamāl, Juz 20, h. 160.
145
menerima hadis diatas dari Hammad bin Salamah dengan lambang haddasana , dapat
dipercaya. Itu berarti, sanad antara ‘Affa>n dan Hamma>d bin Salamah benar-benar
tersambung.
Hamma>d bin Salamah84: Nama lengkapnya Hammad bin Salamah bin Dinar
al-Basriy dengan kunyah Abu Salamah bin Abi Sakhrah (w. 167). Guru-gurunya
sangatlah banyak diantaranya al-Azraq bin Qays, Anas bin Si>ri>n, Jabar bin Habi>b
dan Tsabit al-Bannani>. Adapun diantara muridnya adalah Ibrahi>m bin Hajja>j al-
Sa>mi>, Ahmad bin Isha>k al-Hadrami> dan Affa>n bin Muslim.Penilaian para rija>l al-hadi>s tentang Hamma>d bin Salamah sebagai berikut:
1. Ahmad bin Hanbal: Hamma>d atsbat al-Na>s, lebih Tsabit daripada tsabit
2. Yahya> bin Ma’i>n: Hamma>d tsiqah.
3. ‘Ali bin Madi>ni>: tidak ada yang lebih Atsbat dikalangan sahabat Tsabit dari
Hamma>d bin Salamah.
4. Al-Saji>: tsiqah, tsa>bit, Ma’mu>n.
5. Ibn Sa’ad: tsiqah, katsi>r al-hadi>s
6. Al-‘Ajli>: tsiqah, rajulun al-sa>leh, katsi>r al-ha>dis.
7. Ibn Hajar: tsiqah, tsa>bit, rajulun al-sa>leh, hafalannya berubah diakhir
hayatnya.
84Syamsu al-Dīn Abū 'Abdillāh Muhammad bin Ahmad bin ‘Usmān bin Qāimāz al-Zahabī,Siyar A’lām al-Nubalā’, Juz 7, h. 444-455; Khaer al-Din bin Mahmud bin Muhammad bin Ali binFaris al-Zarkaliy al-Dimasqiy, al-I’lam, Juz 2, h. 272; Muhammad ibn Hibban bin Ahmad Abu Hatimal-Tamiymi al-Bustiy, al-Tsiqat, juz 6, h. 216; Abdurrahma>n bin Abi> H}a>tim Muhammad bin Idri>s AbuMuhammad al-Ra>zi> alTami>mi>, al-Jarh wa Ta’di>l, Juz 3, h. 140; . Abū Abdullāh Syamsu al-Dīn al-Zahabī, Tazkirah al-Huffaz, Juz 1, h. 151; Ahmad bin 'Ali> Hajar al-'Asqala>ni>,Taqrib al-Tahzi>b, Juz 1,h. 238; Ahmad bin ‘Ali bin H{ijr Abu> al-Fad{l al-‘Asqalla>ni> al-Sya>fi‘i>, Tahz{i>b al-Tahz{i>b, Juz 3, h. 11;Jamāl al-Dīn Abī al-Hajjāj Yūsuf al-Mizziy, Tahzīb al-Kamāl, Juz 7h. 253; Ahmad bin 'Ali> Hajar al-'Asqala>ni, Lisan al-Mizan , Juz 7, h. 203.
146
Dari beberapa penilaian para rija>l al-hadi>s diatas, menunjukan bahwa
Hamma>d bin Salamah adalah periwayat hadis yang memiliki integritas dan
kemampuan intelektual yang tidak diragukan, Tsiqah, Tsabit dan bukan seorang
mudallis. Oleh karena itu, pernyataannya bahwa dia menerima hadis diatas dari
Tsabit dengan lambing ‘An dapat dipercaya karena ada hubungan antara murid dan
guru diantara keduanya. Itu berarti, sanad antara Hamma>d bin Salamah dan Tsa>bit
benar-benar tersambung.
Tsa>bit85: Nama lengkapnya adalah Tsabit bin Aslam al-Bannani> Abu
Muhammad al-Basri> (w. 100 H). gurunya sangatlah banyak yang diantaranya Ishak
bin Abd Allah bin al-Ha>ris bin Naufal, Anas bin Ma>lik, Abd Allah bin Riya>h dan
Abd Allah bin Umar bin al-Khatta>b. Adapun muridnya antara lain Asy’ats bin barra>s
al-Hujaimi>, Hamma>d bin Zaid dan Hamma>d bin Salamah.
Adapun beberapa komentar para kritikus hadis tentang Tsabit sebagai
berikut:
1. Ahmad bin Hanbal: Tsa>bit atsbat min Qata>dah
2. Ahmad bin Abd Allah al-‘Ajiliy: tsiqah, rajulun saleh.
3. Al-Nasa>i>: tsiqah
4. Abu Ahmad bin ‘Adi>: Tabi’i> ahli Basrah, salah satu ahli zuhud, dan
muhaddis, Tsiqah.
85Syamsu al-Dīn Abū 'Abdillāh Muhammad bin Ahmad bin ‘Usmān bin Qāimāz al-Zahabī,Siyar A’lām al-Nubalā’, Juz 5, h. 220-225; Syams al-Din Abu Abd Allah Muhammad bin Ahmad binUtsman bin Qaiymaz al-Zahabiy, Mizan I’tidal fi naqd al-rijal , Juz 1, h. 362; Muhammad ibn Hibbanbin Ahmad Abu Hatim al-Tamiymi al-Bustiy, al-Tsiqat, juz 4 , h. 89; . Abū Abdullāh Syamsu al-Dīnal-Zahabī, Tazkirah al-Huffaz, Juz 1, h. 94; Ahmad bin 'Ali> Hajar al-'Asqala>ni>,Taqrib al-Tahzi>b, Juz1, h. 145; Ahmad bin ‘Ali bin H{ijr Abu> al-Fad{l al-‘Asqalla>ni> al-Sya>fi‘i>, Tahz{i>b al-Tahz{i>b, Juz 52, h. 3;Jamāl al-Dīn Abī al-Hajjāj Yūsuf al-Mizziy, Tahzīb al-Kamāl, Juz 4, h. 342; Ahmad bin 'Ali> Hajar al-'Asqala>ni, Lisan al-Mizan, Juz 7, h. 187.
147
5. Syu’bah: tsa>bit.
6. Ibn Hibba>n meenyebutnya dalam kitab al-Tsiqa>t.
7. Ibn Hajar Tsiqah, ahli ibadah.
Dari beberapa pernyataan kritikus hadis diatas, menunjukan bahwa Tsabit
adalah seorang tabi’i>n yang Tsiqah, Tsabit, bukan seorang mudallis sehingga
memiliki integritas dan intelektual yang tidak diragukan. Oleh karena itu
pernyataannya bahwa ia menerima hadis tersebut dari Anas dengan lambing ‘an
dapat dipercaya karena terbukti keduanya hidup di masa yang sama. Itu berarti,
bahwa sanad keduanya benar-benar Muttasil (bersambung)
Anas86 Nama lengkapnya adalah Anas bin Ma>lik bin al-Nadhar bin Damdam
bin Zaid bin hara>m bin Jundub bin ‘A>mir bin Ganam bin ‘Adi> bin al-Najja>r al-
Anshari> al-Najjari> Abu Hamzah al-Madani> (w. 92 H). ia adalah seorang sahabat
sekaligus pembantu Nabi saw. Selama sepuluh tahun sewaktu Nabi berada di kota
Madinah. Ketika ia masih kecil ibunya mendatangi Rasul lalu memintanya
mendoakan Anas, seketika itu Rasul berkata: “ Ya Allah perbanyaklah hartanya dan
anak keturunannya. Anas bin Malik meriwayatkan hadis langsung dari Nabi saw.
Dan juga meriwayatkan dari sahabat lainya seperti Ubaiy bin Ka’ab, Zaid bin
Arkam, Zaid bin tsabit dan Abd Allah bin ‘Abba>s. Adapun diantara murid-muridnya
adalah Aba>n bin Saleh, Aba>n bin Abi ‘Ayya>s, Ibrahi>m bin Maysarah dan Tsa>bit al-
Banna>ni>.
86 Syamsu al-Dīn Abū 'Abdillāh Muhammad bin Ahmad bin ‘Usmān bin Qāimāz al-Zahabī,Siyar A’lām al-Nubalā’, Juz 3, h. 395; Jamāl al-Dīn Abī al-Hajjāj Yūsuf al-Mizziy, Tahzīb al-Kamāl,Juz 3, h. 353; Khaer al-Din bin Mahmud bin Muhammad bin Ali bin Faris al-Zarkaliy al-Dimasqiy,al-I’lam, Juz 2, h. 224; Muhammad ibn Hibban bin Ahmad Abu Hatim al-Tamiymi al-Bustiy, al-Tsiqat, juz 3, h. 4; Muhammad Ibn Sa’ad Ibn Muni’ Abu Abd Allah al-Basriy al-Zuhriy, al-Tabaqahal-Kubra, Juz 7, h. 17; . Abū Abdullāh Syamsu al-Dīn al-Zahabī, Tazkirah al-Huffaz, Juz 1, h. 37;Ahmad bin ‘Ali bin H{ijr Abu> al-Fad{l al-‘Asqalla>ni> al-Sya>fi‘i>, Tahz{i>b al-Tahz{i>b, Juz 1, h. 329; Jamālal-Dīn Abī al-Hajjāj Yūsuf al-Mizziy, Tahzīb al-Kamāl, Juz 3, h. 353.
148
Para kritikus hadis memuji Anas dengan pernyataan yang beragam sebagaiberikut:
1. Abu Hurairah mengatakan saya tidak pernah melihat orang yang lebih mirip
salatnya dengan salat Rasulullah saw., keculai Anas bin Ma>lik.
2. Qata>dah menyatakan ketika Anas wafat, Mawa>riq berkata, kini separuh ilmu
telah hilang. Orang bertanya mengapa? Dia menjawab: dia menjawab:
apabila orang-orang yang mengikuti hawa nafsunya berbeda dengan kami
tentang hadis-hadis Nabi, maka kami berkata: mari kita tanyakan kepada
orang yang mendengarnya langsung dari Nabi, yakni Anas bin Malik.
3. Tsabit al-Bunnani> berkata: Anas berkata kepadaku: terimalah riwayat dariku,
sebab aku menerima langsung dari Rasulullah saw., dan Rasulullah menerima
dari Allah swt. Kamu tidak akan menerima hadis dari seorang pun yang lebih
Tsiqah dari pada aku.
Dalam kegiatan periwatan hadis, Anas bin Ma>lik adalah sahabat Nabi yang
di gelari al-Muksiru>n fi> al-hadi>s 87, dan menempati urutan ketiga.
Seluruh kritikus hadis memuji pribadi Anas dengan pujian yang tinggi,
bahkan pujian yang tertinggi. Oleh karena itu, pernyataannya dalam menceritakan
kronologis terjadinya hadis ini adalah dapat dipercaya. Dengan demikian, sanad
antara Anas bin Ma>lik dan Rasulullah saw., benar-benar bersambung.
Setelah melakukan penelitian terhadap sanad hadis yang menjadi objek
kajian dengan mengamati keterangan-keterangan di atas terkait kualitas pribadi
dan kapasitas intektual masing-masing perawi, serta kemungkinan adanya
ketersambungan periwayatan dalam jalur sanad tersebut, maka peneliti
87 Hadis yang diriwayatkan Anas bin Malik berjumlah 2286 buah hadis. 80 hadis disepakatioleh al-Bukhari dan Muslim, dan 70 buah diriwayatkan oleh Muslim.
149
menyimpulkan bahwa sanad dari jalur tersebut memenuhi kriteria hadis s}ah}i>h} karena
sanadnya bersambung, sifat para perawinya memenuhi kriteria ‘ada>lah, dan para
perawinya dinilai d}a>bit}.
f. kritik matan
berdasarkan kritik sanad diatas, menunjukan bahwa sanad yang diteliti
adalah berkualitas sahih. Kesahihan sanad yang diteliti tersebut dapat mewakili
sanad-sanad dari tiga mukharrij lainnya yaitu Imam Bukhari, Muslim, dan Imam
Ahmad Itu berarti bahwa kritik matan dapat dilakukan.
Dari lima riwayat yang masing-masing dikeluarkan oleh Imam Ahmad,
Muslim, Bukhari dan al-Nasai, tampak adanya perbedaan lafal dan kalimat antara
satu matan dengan matan yang lainnya, tetapi perbedaan tersebut tidaklah menonjol.
Perbedaan-perbedaan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Hadis riwayat al-Nasa>i>
ج ما بال أقوام یقولون كذا وكذا لكني أصلي وأنام وأصوم وأفطر وأتزورواه النسائي)(88النساء فمن رغب عن سنتي فلیس مني
2. Hadis riwayat al-Bukha>ri
وأتقاكم لھ لكني أصوم أنتم إني ألخشاكم الذین قلتم كذا وكذا أما وج النساء فمن رواه (سنتي فلیس منيرغب عن وأفطر وأصلي وأرقد وأتزو
البخاري)
3. Hadis riwayat Muslim
88Abu> Abd al- Rahma>n Ah}mad bin Syu’aib al- Nasa>’i>, al-Sunan al-Kubra>, Juz 3, h. 264.
150
ج النساء ما بال أقوام قالوا كذا وكذا لكني أصلي وأنام وأصوم وأفطر وأتزورواه مسلم)(فمن رغب عن سنتي فلیس مني
4. hadis riwayat Ahmad bin Hanbal
a. Jalur Muammal :
اء س الن ج و ز ت أ و ام نأ ي و ل ص أ و ر ط ف أ و وم ص ي أ ن ك ا ل ذ ك ا و ذ وا ك ال ام ق و ق أ ال ا ب م )د م ح ا اه و ر (ين م س ی ل ي ف ت ن س ن ع ب غ ر ن م ف
b. Jalur ‘Affan :
اء س الن ج و ز ت أ و ر ط ف أ و م و ص أ و ام نأ ي و ل ص ن أ ك ا ل ذ ك ا و ذ وا ك ال ق ام و ق أ ال ا ب م )د م ح ا اه و ر (ين م س ی ل ي ف ت ن س ن ع ب غ ر ن م ف
Perbedaan redaksi matan hadis di atas menunjukkan adanya periwayatan bi
al-ma’na. hasil dari perbedaan ini berguna untuk saling melengkapi riwayat dalam
penjelasan hadis. Perbedaan ini juga diterima mengingat seluruh perawi yang
meriwayatkan hadis ini adalah berstatus tsiqah, bahkan kandungan hadis tersebut
sangat sejalan dengan al-Qur’an dan hadis shahih lainnya, begitu pula dengan
matannya yang tidak rancu atau sesuai dengan kaidah bahasa Arab dan dapat
diterima akal sehat. Bertolak dari beberapa argumen diatas, maka matan hadis
riwayat al-Nasai telah memenuhi syarat dan dinyatakan bebas dari syaz dan illat.
g. Natijah Hadis
Setelah meneliti sanad hadis diatas ternyata seluruh periwayatnya bersifat
adil dan dhabit (tsiqat), sanadnya dalam keadaan muttasil (bersambung), matannya
juga terhindar dari Sya>z (kejanggalan) dan Illat (cacat) itu betarti, hadis yang diteliti
telah memenuhi unsur-unsur kaidah kesahihan sanad dan matan hadis sehingga
151
dapat dinyatakan bahwa hadis yang bersangkutan berkualitas sahih dan dapat
dijadikan sebagai hujjah (dalil) agama.
8. Hadis Tentang Larangan Berlebih-lebihan dalam Menyanjung Nabi
Muhammad
a. Materi Hadis
علیھ وسلم قال ال تطروني عن ابن صلى عباس عن عمر أن رسول ورسولھ اه و ر (كما تطري النصارى عیسى ابن مریم ولكن قولوا عبد
ي)م ار الد b. Takhrij Hadis
Setelah melakukan penelusuran lebih jauh dalam al-kutub al-tis’ah, hadis
tentang larangan berlebih-lebihan dalam menyanjung Nabi tersebut diatas
ditemukan sebanyak lima riwayat dari tiga mukharrij. Ketiga mukharrij itu adalah
Ahmad bin Hanbal, al-Bukha>ri> dan al-Da>rimi>.
c. Susunan Sanad dan Redaksi Matan
1). Riwayat al-Da>rimi>
عن ابن - ھري عن عبید أخبرنا عثمان بن عمر حدثنا مالك عن الز علیھ وسلم قال ال تط صلى روني كما عباس عن عمر أن رسول
ورسولھ رواه (تطري النصارى عیسى ابن مریم ولكن قولوا عبد الدارمي)
2). Riwayat al-Bukha>ri>
ب - ھري یقول أخبرني عبید ن حدثنا الحمیدي حدثنا سفیان قال سمعت الز عنھ یقول على المنبر عن ابن عباس سمع عمر رضي سمعت عبد
علیھ وسلم یقول ال تطروني كما أطرت النصارى ابن مریم النبي صلى ورسولھ فإنما أنا عبده فقولوا ع رواه البخاري)(بد
3). Riwayat Ahmad bin Hanbal
152
بن عتبة بن مسعود - بن عبد ھري عن عبید حدثنا ھشیم قال زعم الز عنھ علیھ وسلم أن عن ابن عباس عن عمر رضي صلى رسول
قال ال تطروني كما أطرت النصارى عیسى ابن مریم علیھ السالم فإنما أنا ورسولھ (رواه احمد)عبد
- ھري عن عبید بن عتبة عن ابن عباس حدثنا سفیان عن الز بن عبد علیھ وسلم ال تطروني كما أطرت عن عمر قال صلى قال رسول
النصارى عیسى ابن مریم علیھ السالم فإنما أنا عبد فقولوا عبده (رواه احمد)رسولھ و بن - بن عبد ھري عن عبید اق حدثنا معمر عن الز ز حدثنا عبد الر
عنھ أنھ قال عز عتبة بن مسعود عن ابن عباس عن عمر رضي إن ا وجل علیھ وسلم بالحق وأنزل معھ الكتاب فكان مم دا صلى بعث محم
علیھ وسلم ورجمنا بعده ثم صلى جم فرجم رسول أنزل علیھ آیة الرال ترغبوا عن آبائكم فإنھ كفر بكم أو إن كفرا بكم أن قال قد كنا نقرأ و
علیھ وسلم قال ال تطروني كما صلى ترغبوا عن آبائكم ثم إن رسول لوا عبده ورسولھ وربما قال معمر كما أطري ابن مریم وإنما أنا عبد فقو
(رواه احمد)أطرت النصارى ابن مریم
d. I’tibar Sanad
Dari kelima riwayat tersebut tidak ditemukan syahid karena hadis ini hanya
diriwayatkan oleh satu orang sahabat saja yaitu Umar bin al-khatta>b. Adapun tabi’
dari hadis riwayat al-Da>rimi< ini ada empat yaitu pada sahih al-Bukha>ri> pada jalur
sufya>n, pada musnad Ahmad pada jalur Husyaim, sufya>n dan Ma’mar.
153
Hadis Tentang Larangan Berlebih-lebihan dalam Menyanjung Nabi Muhammad
قال رسول هللا ص.م.:
عمر
ابن عباس
عبید
ان
عن
سمع
سمعت
عن
قالقالان
154
Nb: Garis yang tebal merupakan jalur hadis yang diteliti.
e. Kritik Sanad
Adapun sanad hadis yang menjadi objek kajian, yaitu: Umar bin al-Khatta>b
(periwayat 1/ sanad VII), Abd Allah bin Abba>s (periwayat II/ sanad VI), Ubaidillah
(periwayat III/sanad V), al-Zuhri> (periwayat IV/sanad IV), Malik bin Anas
(periwayat V/sanad III), Utsma>n bin Umar ( periwayat VI/sanad II), al-Da>rimi>
(periwayat VII/sanad I).
Al-Da>rimi>89 Abd Allah bin Abd al-Rahma>n bin al-Fadhl bin Bahrama al-
Da>rimi> al-Tami>mi>, Abu> Muhammad al-Samarkandi> al-Ha>fiz. Lahir pada tahun 181
89 Syamsu al-Dīn Abū 'Abdillāh Muhammad bin Ahmad bin ‘Usmān bin Qāimāz al-Zahabī,Siyar A’lām al-Nubalā’, Juz 12, h. 224; Khaer al-Din bin Mahmud bin Muhammad bin Ali bin Faris
ھري الز
احمد بن حنبل
مالك
عثمان بن عمر
ثنا حد
عن
الحمیدي
سفیان
البخاري
معمر سفیان ھشیم
اق ز عبد الر
الدارمي
أخبرنا ثنا حد
ثنا حد
سمعت
أخبرني
قال
عن
عن
ثنا حد
ثنا حد
عن
155
H dan wafat tahun 255 H. guru-gurunya sangatlah banyak antara lain Ibrahi>m bin al-
Munzir al-Hiza>mi>, Ahmad bin Isha>k al-Hadrami>, Ashal bin Ha>tim dan Utsma>n bin
Umar bin Fa>ris. Adapun diantara murid-muridnya adalah Muslim, Abu Da>ud, al-
Tirmizi> dan Abd Allah bin Ahmad bin Hanbal.
Beberapa pernyataan para kritikus hadis tentang al-Da>rimi> sebagai berikut:
1. Nu’aim bin Na’i>m pernah mendengar Abd Allah bin Numair berkata: Abd
Allah bin Abd al-Rahma>n telah mengalahkan kita dengan hafalannya dan
kesalehannya.
2. Muhammad bin Basyar Bindar bekata hufa>z al-dunya ada empat: pertama,
Abu Zar’ah di kota al-Ray, Muslim bin Hajja>j di kota Naisabur, Abd Allah
bin Abd al-Rahma>n di Samarkand dan Muhammad bin Ismai>l di bukha>riy.
3. Abd al-Rahma>n bin Abi Ha>tim menuqil dari perkataan bapaknya: Abd Allah
bin Abd al-Rahma>n adalah seorang imam di zamannya.
4. Muhammad bin Ibrahi>m bin Mansu>r al-Syaira>zi>: ia memiliki akal yang
cerdas, agama yang kuat, hafalan dan ibadah yang tiada tandingannya,
bersikap zuhud dan unggul dalam ilmu hadis di kota samarkandi, dia juga
seorang Mufassir dan faki>h.
5. Abu Ha>tim Ibn Hibba>n: Ha>fiz, Mutqin, ahli wara’, pengumpul, penghafal,
penulis dan periwayat hadis.
6. Al-Ha>fiz Abu Bakr al-Khati>b: ia termasuk pencari hadis yang mengumpulkan
dan menghafal hadis, ia tsiqah, sadu>q, wara’ dan zuhud.
al-Zarkaliy al-Dimasqiy, al-I’lam, Juz 4, h. 95; Muhammad ibn Hibban bin Ahmad Abu Hatim al-Tamiymi al-Bustiy, al-Tsiqat, juz 8, h. 364; Ahmad bin Ali Abu Bark al-Khatib al-Bagdadiy, TarikhBaghdad , Juz 10, h. 29; . Abū Abdullāh Syamsu al-Dīn al-Zahabī, Tazkirah al-Huffaz, Juz 2, h. 90;Ahmad bin 'Ali> Hajar al-'Asqala>ni>,Taqrib al-Tahzi>b, Juz 1, h. 311; Jamāl al-Dīn Abī al-Hajjāj Yūsufal-Mizziy, Tahzīb al-Kamāl, Juz 15, h. 210.
156
7. Ibn Hajar: Tsiqah, fa>dhil, Mutqin, dan al-ha>fiz.
Dari beberapa penilaian para kritikus hadis diatas tentang Imam al-Da>ramiy
menunjukan bahwa tidak seorang pun memberikan celaan kepadanya. Bahkan,
pujian yang diberikan kepadanya adalah yang berperingkat tinggi dan tertinggi. Oleh
karena itu, pernyataan bahwa dia menerima hadis tersebut dari Usman bin Umar
dengan lambang akhbarana dapat dipercaya sekaligus di yakini bahwa sanad antara
keduanya benar-benar bersambung.
Utsma>n bin Umar90 Nama lengkapnya adalah Utsma>n bin Umar bin Fa>ris bin
Laqi>th al-‘Abdi> Abu Muhammad al-Basriy (w. 209 H). gurunya sangatlah banyak
antara lain Ibrahi>m bin Na>fi’ al-makki>, Usa>mah bin Zaid al-laitsi>, Israi>l bin Yu>nus
dan Ma>lik bin Anas. Adapun diantara muridnya adalah Ahmad bin Hanbal, Ahmad
bin Isha>k al-Bukha>ri>, Ibrahi>m bin Marzu>q al-Basri> dan Abd Allah bin Abd al-
Rahma>n al-Da>rimi>
Pernyataan para rija>l al-hadi>s tentang Utsma>n bin Umar sebagai berikut:
1. Abd Allah bin Ahmad bin Hanbal dari bapaknya berkata: ia seorang yang
sa>leh dan tsiqah.
2. Yahya> bin Ma’i>n: tsiqah
3. Ahmad bin Abd Allah al-‘Ajiliy: tsabatun fi al-hadi>s
4. Abu Ha>tim: Sadu>q
90 Syamsu al-Dīn Abū 'Abdillāh Muhammad bin Ahmad bin ‘Usmān bin Qāimāz al-Zahabī,Siyar A’lām al-Nubalā’, Juz 9, h. 557; Muhammad ibn Hibban bin Ahmad Abu Hatim al-Tamiymi al-Bustiy, al-Tsiqat, juz 8, h. 451; Ahmad Ibn Abd Allah bin Saleh bin Hasan al-‘ajaliy al-Kuwfiy,Ma’rifah al-tsiqaat, Juz 2, h. 129; Abdurrahma>n bin Abi> H}a>tim Muhammad bin Idri>s Abu Muhammadal-Ra>zi> alTami>mi>, al-Jarh wa Ta’di>l, Juz 6, h 159; . Abū Abdullāh Syamsu al-Dīn al-Zahabī, Tazkirahal-Huffaz, Juz 1, h. 277; Ahmad bin 'Ali> Hajar al-'Asqala>ni>,Taqrib al-Tahzi>b, Juz 1, h. 663; Ahmadbin ‘Ali bin H{ijr Abu> al-Fad{l al-‘Asqalla>ni> al-Sya>fi‘i>, Tahz{i>b al-Tahz{i>b, Juz 7, h. 129; Jamāl al-DīnAbī al-Hajjāj Yūsuf al-Mizziy, Tahzīb al-Kamāl, Juz 19, h. 461.
157
5. Ibn Hibba>n menyebutnya dalam kitab al-tsiqa>t
6. Ibn Hajar: tsiqah, dikatakan bahwa Yahya> bin Sa’i>d tidak menerrimanya.
7. Al-Dzahabi>: tsiqah.
Penilaian kritikus hadis di atas, menunjukan bahwa Utsma>n bin Umar adalah
periwayat yang memiliki integritas pribadi dan kemampuan intelektual yang tidak
diragukan. Dengan demikian, pernyataan bahwa dia menerima riwayat tersebut dari
Ma>lik bin Anas dengan metode haddasana dapat dipercaya. Itu berarti, bahwa sanad
antara keduanya benar-benar bersambung.
Ma>lik91 Nama lengkapnya adalah Ma>lik bin Anas bin Ma>lik bin Abi ‘Ami>r
bin ‘Amr al-Asbahi> al-Humair>, Abu Abd Allah al-Madani> al-Faqi>h. Lahir tahun 93 H
dan wafat tahun 179 H. gurunya sangatlah banyak diantaranya Ibrahi>m bin Abi
‘Ablah al-Maqdisi>, Ibrahi>m bin ‘Aqabah, Hisya>m bin ‘Urwah dan Muhammad bin
Muslim bin Syiha>b al-Zuhri>. Adapun diantara murid-muridnya adalah Ibrahi>m bin
Tahman, Ahmad bin Abd Allah bin Yu>nus, Isha>k bin Sulaima>n al-Ra>zi> dan ‘Usma>n
bin ‘Umar bin Fa>ris.Beberapa pernyataan para kritikus hadis tentang Ma>lik sebagai berikut:
1. Harb bin Isma>il bertanya kepada Ahmad bin Hanbal tentang siapakah yang
paling ahsan yang meriwayatkan hadis dari al-Zuhri>, M>alik atau Sofya>n bin
‘Iynah? Ahmad menjawab Ma>lik. Bahkan M>a>lik paling tsabit dari periwayat
hadisnya al-Zuhriy.
91 Syamsu al-Dīn Abū 'Abdillāh Muhammad bin Ahmad bin ‘Usmān bin Qāimāz al-Zahabī,Siyar A’lām al-Nubalā’, Juz 8, (Cet. III; Muassasah al-Risalah, 1985), h. 48; Khaer al-Din binMahmud bin Muhammad bin Ali bin Faris al-Zarkaliy al-Dimasqiy, al-I’lam, Juz 5, h. 257;Abdurrahma>n bin Abi> H}a>tim Muhammad bin Idri>s Abu Muhammad al-Ra>zi> alTami>mi>, al-Jarh waTa’di>l, Juz 8, h. 204; Muhammad ibn Hibban bin Ahmad Abu Hatim al-Tamiymi al-Bustiy, al-Tsiqat,juz 7, h. 459; . Abū Abdullāh Syamsu al-Dīn al-Zahabī, Tazkirah al-Huffaz, Juz 1, h. 154; Ahmad bin'Ali> Hajar al-'Asqala>ni>,Taqrib al-Tahzi>b, Juz 2, h. 151; Jamāl al-Dīn Abī al-Hajjāj Yūsuf al-Mizziy,Tahzīb al-Kamāl, Juz 1, h. 91.
158
2. Yahya> bin Ma’i>n: tsiqah, tsa>bit
3. Al-Sya>fi’>i>: jika datang sebuat atsar maka Ma>lik adalah bintangnya. Ia juga
adalah hujjatullah setelah para tabi’i>n.
4. Al-Nasa>i>: saya tidak tahu setelah generasi tabi’i>n yang paling cerdas, mulia,
tsiqah, jujur dan sedikit meriwayatkan dari periwayat dha’if kecuali Ma>lik.
5. ‘Abd al-Rahma>n bin Mahdi>: ia adalah hadiah, tidak ada yang bisa
menandinginya.
6. Ibn Hajar: Imam kota madinah, penghulunya tsiqah, dan paling tsabit
sebagaimana kata imam al-Bukha>ri.
Tidak seorang pun kritikus hadis yang memberikan penilaian negatif
terhadap Ma>lik. Bahkan pujian yang diberikan kepada dirinya adalah pujian yang
berperingkat tinggi tertinggi. Oleh karena itu, pernyataanya bahwa dia menerima
hadis tersebut dari al-Zuhri> dengan lambang ‘an dapat dipercaya dan sekaligus
diyakini bahwa sanad antara keduanya benar-benar bersambung.
Al-Zuhri>92: Nama lengkapnya adalah Muhammad bin Muslim bin ‘Ubaidillah
bin Abd Allah bin Syiha>b bin Abd Allah bin al-Ha>ris bin al-Zahrah al-Qarasyi al-
Zuhri>, Abu Bakr al-Madani> (w. 125 H). guru-gurunya sangatlah banyak diantaranya
Aba>n bin Usman bin Affa>n, Ibrahi>m bin Abd Allah bin Hunain, Ibrahi>m bin Abd
Allah bin ‘Auf, Anas bin Ma>lik dan Ubaidullah bin Abd Allah bin ‘Atabah bin
92Syamsu al-Dīn Abū 'Abdillāh Muhammad bin Ahmad bin ‘Usmān bin Qāimāz al-Zahabī,Siyar A’lām al-Nubalā’, Juz 5, h. 326; Muhammad ibn Hibban bin Ahmad Abu Hatim al-Tamiymi al-Bustiy, al-Tsiqat, juz 5, h. 349; Ahmad Ibn Abd Allah bin Saleh bin Hasan al-‘ajaliy al-Kuwfiy,Ma’rifah al-tsiqaat, Juz 2, h. 253; Muhammad Ibn Sa’ad Ibn Muni’ Abu Abd Allah al-Basriy al-Zuhriy, al-Tabaqah al-Kubra, Juz 1, h. 157; . Abū Abdullāh Syamsu al-Dīn al-Zahabī, Tazkirah al-Huffaz, Juz 1, h. 83; Ahmad bin 'Ali> Hajar al-'Asqala>ni>,Taqrib al-Tahzi>b, Juz 1, h. 506; Jamāl al-DīnAbī al-Hajjāj Yūsuf al-Mizziy, Tahzīb al-Kamāl, Juz 26, h. 419; Ahmad bin ‘Ali bin H{ijr Abu> al-Fad{lal-‘Asqalla>ni> al-Sya>fi‘i>, Tahz{i>b al-Tahz{i>b, Juz 9, h. 395.
159
Mas’u>d. Adapun diantara murid-muridnya adalah Aba>n bin Sa>leh, Ibrahi>m bin Abi
Ablah, Usa>mah bin Zaid al-Laisi>, Ismai>l bin Umayyah dan Ma>lik bin Anas.
Peryataan para rijal al-hadis tentang pribadi al-Zuhri> sebagai berikut:
1. Abu Bakar bin Minjawaihi: ia mendapati sepuluh orang dari sahabat Nabi. Ia
termasuk paling kuat hafalannya dizamannya dan paling baik matan
hadisnya, juga seorang faqi>h, dan punya keutamaan.
2. Muhammad bin Sa’ad: Tsiqah, Kasi>r al-Hadi>s wa al-‘Ilm wa al-Riwa>yah,
faqi>h.
3. Al-Nasa>i>: sanad terbaik yang riwayatnya sampai pada Nabi saw., ada empat
diantaranya adalah : al-Zuhriy - Ali bin Hasan – Hasan bin Ali – A>li bin Abi
Tha>lib – Rasulullah saw. dan al-Zuhriy – Ubaid Allah – Ibn Abba>s – Umar –
Rasululullah saw.
4. ‘Arra>k bin Ma>lik: ia paling mengetahui persoalan Rasulullah saw., Khulafa>
al-Ra>syidun, baik persoalan orang-orang disaat itu maupun dalam hal
peperangan, juga paling fakih di masa hidupnya.
5. Ibn Hajar: faqi>h, Ha>fiz, disepakati kemuliaannya dan hafalannya.
6. Al-Dzahabi>: salah satu ulama terkemuka.
Dari beberapa pernyataan dan penilaian para kritikus hadis diatas, tidak
seorang pun yang melontarkan celaan kepada Ma>lik, bahkan pujian-pujianlah yang di
dapatkannya yaitu tsiqah dan faqi>h dan bukan seorang mudallis. oleh karena itu,
pernyataan bahwa ia menerima hadis tersebut dari Ubaidullah dengan lambang ‘an
dapat dipercaya karena mereka hidup di masa yang sama, sekaligus diyakini bahwa
sanad keduanya adalah benar-benar Muttasil (bersambung).
160
Ubaidillah93: Nama lengkapnya adalah Ubaid Allah bin Abd Allah bin
‘Atabah bin Mas’u>d al-Hazali>, Abu ‘Abd Allah al-Madani> (w. 94/98 H). guru-
gurunya sangatlah banyak diantara Abd Allah bin Zam’ah, Abd Allah bin Abba>s,
Abd Allah bin ‘Atabah bin Mas’u>d dan Sahal bin Hani>f al-Anshariy. Adapun
diantara muridnya adalah Sa>lim Abu al-Nadhar, Sa’d bin Ibrahi>m, Sa>leh bin Kaisa>n,
‘Arra>k bin Ma>lik dan Muhammad bin Muslim bin Syiha>b al-Zuhriy.
Pernyataan para ahli rija>l al-hadi>s tentang Ubaid Allah sebagai berikut:
1. Al-Wa>qidi>: Ulama, buta, tsiqah, faqi>h, kasi>r al-hadi>s, dan seorang penyair.
2. Ahmad bin Abd Allah al-Ajiliy: buta, salah satu fukaha kota madinah,
tabi’i>n, tsiqah, saleh dan menguasai semua ilmu.
3. Abu zar’ah: tsiqah, ma’mu>n, ima>m.
4. Ibn Hajar: tsiqah, tsa>bit dan faki>h.
5. Al-Dzahabi>: salah satu lautannya ilmu.
Penilaian kritikus hadis di atas, menunjukan bahwa Ubaid Allah adalah
periwayat yang memiliki integritas pribadi dan kemampuan intelektual yang tidak
diragukan. Seorang yang tsiqah, tsabit, faqi>h dan tidak tertuduh mudallis. Dengan
demikian, pernyataannya bahwa dia menerima riwayat tersebut dari Ibn Abbas
dengan metode ‘an dapat dipercaya karena terbukti keduanya mempunyai hubungan
guru dan murid. Itu berarti, bahwa sanad antara keduanya benar-benar bersambung.
93Syamsu al-Dīn Abū 'Abdillāh Muhammad bin Ahmad bin ‘Usmān bin Qāimāz al-Zahabī,Siyar A’lām al-Nubalā’, Juz 4, h. 475; Khaer al-Din bin Mahmud bin Muhammad bin Ali bin Faris al-Zarkaliy al-Dimasqiy, al-I’lam, Juz 4, h. 195; Muhammad ibn Hibban bin Ahmad Abu Hatim al-Tamiymi al-Bustiy, al-Tsiqat, juz 5, h. 63; Ahmad Ibn Abd Allah bin Saleh bin Hasan al-‘ajaliy al-Kuwfiy, Ma’rifah al-tsiqaat, Juz 2, h. 111; Abdurrahma>n bin Abi> H}a>tim Muhammad bin Idri>s AbuMuhammad al-Ra>zi> alTami>mi>, al-Jarh wa Ta’di>l, Juz 5, h. 319; Muhammad Ibn Sa’ad Ibn Muni’ AbuAbd Allah al-Basriy al-Zuhriy, al-Tabaqah al-Kubra, Juz 5, h. 250; . Abū Abdullāh Syamsu al-Dīn al-Zahabī, Tazkirah al-Huffaz, Juz 1, h. 62; Ahmad bin 'Ali> Hajar al-'Asqala>ni>,Taqrib al-Tahzi>b, Juz 1, h.372.
161
Ibnu Abba>s94 data yang ada menegaskan bahwa Ibnu Abba>s adalah seorang
periwayat hadis sekaligus sahabat yang mempunyai kapasitas pribadi berkualitas.
Sehingga pernyataannya bahwa ia menerima hadis tersebut diatas dari Umar dengan
metode ‘an dapat dipercaya. Dengan demikian, antara keduanya benar-benar terjadi
persambungan sanad.
Umar95 Nama lengkapnya Umar bin al-Khatta>b bin Nufail bin Abd al-‘Uzza
bin Riya>h bin Abd Allah bin Qart bin Razahi bin ‘Adiy Abu Hafs (w. 23 H). ia
adalah seorang sahabat yang masuk islam di kota makkah dan hijrah ke madinah
sebelum Nabi saw. ia menyaksikan perang badar dan peperangan lainnya bersama
Rasulullah saw., khalifah kedua setelah Abu Bakar. Ia menjabat sebagai Khalifah
selama sepuluh tahun lima bulan. Ia wafat dan di makamkan di samping kuburan
Nabi yakni di hujrah Aisyah. Selain berguru langsung kepada Nabi saw., ia juga
meriwayatkan hadis dari Abu Bakar dan Ubay bin Ka’ab. Adapun murid-muridnya
sangatlah banyak antara lain Ibrahi>m bin Abd al-Rahma>n bin ‘Auf, Aslam Mawla
Umar, Asi>r bin Ja>bir dan Anas bin Ma>lik.
Pernyataan para ulama tentang \Umar bin al-Khatta>b sebagai berikut:
1. Al-Zubair bin Bakka>r: Umar adalah salah satu pemuka Qurays yang sangat
terhormat, merupakan duta Qurays di masa jahiliyah.
2. Abu Umar bin Abd al-Ba>r: islamnya umar merupakan salah satu faktor
kejayaan Islam yang telah di doakan oleh Nabi Muhamamad. Ia Menyaksikan
94 Lihat kembali pembahasan tentang Ibnu Abba>s , h. 75.
95 Khaer al-Di>n bin Mahmu>d bin Muhammad bin A>li bin Fa>ris al-Zarkaliy al-Dimasqiy, al-I’lam, Juz 5, h. 45; Ahmad bin ‘Ali bin H{ijr Abu> al-Fad{l al-‘Asqalla>ni> al-Sya>fi‘i>, Tahz{i>b al-Tahz{i>b,Juz 5 (Beirut: Dar a-Fikr, 1404 H/1984 M), h. 385; Jamāl al-Dīn Abī al-Hajjāj Yūsuf al-Mizziy,Tahzīb al-Kamāl, Juz 21, h. 316.
162
seluruh perang bersama Nabi. Ia membebaskan kota syam, mesir dan Irak,
dicincinnya tertulis pesan singkat yang bunyinya “ cukuplah kematian
menjadi nasehatmu wahai Umar. Begitu pula ketika ia baru memeluk islam,
Rasulullah memukul dadanya dan berdoa “ Ya Allah keluarkanlah kebencian
dari dalam hatinya dan gantilah dengan keimanan.
3. Ibn Umar meriwayatkan hadis Nabi yang artinya “ sesungguhnya Allah swt.
Telah menjadikan kebenaran pada lisan dan hati Umar. Juga pujian Nabi
kepadanya dengan mengatakan seandainya Allah mengutus Nabi setelahku
maka ialah Umar yang pantas.
Umar bin al-Khatta>b merupakan sahabat sekaligus amirul mukminin yang
tidak diragukan lagi kapasitas intelektualnya dalam meriwayatkan hadis. Oleh
karena itu, pernyataannya bahwa ia menerima hadis dari Nabi Muhammad dengan
mempergunakan lambing anna dapat dipercaya kebenarannya, maka sanad keduanya
benar-benar bersambung.
Setelah melakukan penelitian terhadap sanad hadis yang menjadi objek
kajian dengan mengamati keterangan-keterangan di atas terkait kualitas pribadi
dan kapasitas intektual masing-masing perawi, serta kemungkinan adanya
ketersambungan periwayatan dalam jalur sanad tersebut, maka peneliti
menyimpulkan bahwa sanad dari jalur tersebut memenuhi kriteria hadis s}ah}i>h} karena
sanadnya bersambung, sifat para perawinya memenuhi kriteria ‘ada>lah, dan para
perawinya dinilai d}a>bit}.
f. kritik matan
berdasarkan kritik sanad diatas, menunjukan bahwa sanad yang diteliti
adalah berkualitas shahih. Kesahihan sanad yang diteliti tersebut dapat mewakili
163
sanad-sanad dua mukharri>j lainnya yaitu : Ahmad bin Hanbal dan Imam al-Bukha>ri.
Itu berarti, kritik matan dapat dilakukan.
Dari lima riwayat yang masing-masing dikeluarkan oleh Imam Ahmad, al-
Da>rimiy dan Imam al-Bukha>ri, tampak adanya perbedaan lafal dan kalimat antara
satu matan dengan matan yang lainnya, tetapi perbedaan tersebut tidaklah menonjol.
Perbedaan-perbedaan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Hadis riwayat al-Da>rimi>
علیھ وسلم قال ال تطروني كما تطري النصارى صلى أن رسول ورسولھ ي)م ار الد اه و ر (عیسى ابن مریم ولكن قولوا عبد
2. Hadis riwayat al-Bukha>ri>
علیھ وسلم یقول ال تطروني كما أطرت النصارى ابن مریم النبي صلى ورسولھ ي)ار خ الب اه و ر (فإنما أنا عبده فقولوا عبد
3. Hadis riwayat Ahmad bin Hanbal
a. Jalur Husyaim
علیھ وسلم قال ال تطروني كما أطرت النصارى صلى أن رسول ورسولھ د)م ح ا اه و ر (عیسى ابن مریم علیھ السالم فإنما أنا عبد
b. Jalur Sufya>n
علیھ وسلم ال تطروني كما أطرت النصارى عیسى قال رسول صلى رواه احمد)(ابن مریم علیھ السالم فإنما أنا عبد فقولوا عبده ورسولھ
c. Jalur Abd al-Razza>k
قال ال تطروني كما أطري ابن مریم وإنما أنا عبد فقولوا عبده ورسولھ Setelah melakukan perbandingan antara satu matan dengan matan yang
lainnya, dari lima riwayat diatas ditemukan beberapa perbedaan. Perbedaan secara
umum ditinjau dari segi lafal matan, diantaranya adalah lafal ,تطري النصارى
164
,أطرت النصارى ,وإنما أنا عبد فإنما أنا عبد dan lain-lain. Namun,
mencermati perbedaan tersebut semata-mata disebabkan oleh adanya periwatan
secara makna bukan karena periwayat hadis yang bersangkutan mengalami
kesalahan dan bukan pula akibat adanya tanawwu’. Alasannya, seluruh periwayat
yang terdapat dalam sanad yang menjadi objek penelitian masing-masing dari
mereka bersifat tsiqah.
Selanjutnya, matan hadis tersebut tidak bertentangan dengan al-Qur’an
bahkan sejalan dengan firman Allah ketika memanggil Muhammad dengan sebutan
عبد (hamba) pada surah al-Furqan/25 : 1 dan surah al-Isra’/17 : 1
Terjemahya:
Maha suci Allah yang telah menurunkan Al Furqa>n (Al Quran) kepadahamba-Nya, agar Dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam
Terjemahnya:Maha suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malamdari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahisekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda(kebesaran) kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha mendengar lagi Mahamengetahui.
Matan hadis diatas juga tidak bertentangan dengan hadis shahih lainnya. Dari
segi susunannya juga tidak rancu atau bertentangan dengan kaidah bahasa arab,
secara logika juga membuktikan tidak ada pertentangan bahkan fakta menunjukan
bahwa berlebih-lebih dalam memuji dapat membawa pada kesyirikan. Bertolak dari
argument-argumen diatas, maka matan hadis riwayat al-Da>rimi> telah memenuhi
165
syarat dan dinyatakan bebas dari sya>z dan illat. Itu berarti kaedah kesahihan matan
telah terpenuhi.
g. Natijah Hadis
Setelah meneliti sanad hadis diatas ternyata seluruh periwayatnya bersifat
adil dan dhabit (tsiqat), sanadnya dalam keadaan muttasil (bersambung), matannya
juga terhindar dari Sya>z (kejanggalan) dan Illat (cacat) itu betarti, hadis yang diteliti
telah memenuhi unsur-unsur kaidah kesahihan sanad dan matan hadis sehingga
dapat dinyatakan bahwa hadis yang bersangkutan berkualitas sahih dan dapat
dijadikan sebagai hujjah (dalil) agama.
BAB IV
ANALISIS HADIS
A. Studi Kritis Terhadap Sikap Keberagamaan Islam Kontemporer
Dewasa ini, banyak yang mengartikan Islam secara harfiah dan ingin
mengembalikan Islam seperti zaman dahulu dan cenderung kaku. Alhasil banyak
aliran-aliran yang muncul yang sering disebut ekstrim kanan atau kelompok yang
suka dengan kekerasan, kekacauan, keributan dan menganggap golongannya paling
benar dan selainnya salah. Mereka menganggap dalam menyebarkan agama Islam
harus dengan jalan fisabilillah atau peperangan sehingga nahi munkar di muka bumi
ini akan sirna dan menjadi Negara Islam yang damai dan tentram. Tetapi
kenyataannya, semua berbanding terbalik dengan apa yang mereka inginkan, bukan
menciptakan perdamaian tetapi menimbulkan peperangan, tidak menciptakan
Negara Islam dan damai, tetapi menciptakan Negara yang penuh dengan kekacauan
dan kehancuran. Aliran-aliran yang dianggap ekstrim kanan diantaranya
radikalisme1, fundamentalisme2, terorisme3 dan lain-lain.
1. Radikalisme
Menurut petunjuk Al-Qur’an, Islam merupakan agama wasatiyah, baik itu
dalam hal akidah, ibadah, akhlak dan mu\amalah. Manhaj inilah yang disebut dengan
1Radikalisme adalah paham atau aliran yang menginginkan perubahan atau pembaharuansocial dan politik dengan cara kekerasan atau drastic. Lihat https://kbbi.web.id/radikalisme di akses5-8-2017.
2Fundamentalisme adalah Paham yang cenderung memperjuangkan sesuatu secara radikal.Lihat https://kbbi.web.id/fundamentalisme di akses 5-8-2017.
3Terorisme adalah penggunaan kekerasan untuk menimbulkan ketakutan dalam usahamencapai tujuan(terutama tujuan politik); praktik tindakan terror. Lihat https://kbbi.web.id/terorismedi akses 5-8-2017.
166
al-sira>th al-mustaqi>m, yaitu sebuah metode istimewa yang berbeda dengan agama
dan falsafah lainnya yaitu al-magdhu>b ‘alaihim dan al-da>li>n, y||ang tidak lain
merupakan orang-orang yang selalu melampaui batas dalam menjalankan agamanya.
Hal ini senada dengan firman Allah QS. Al-Baqarah/2:143.
4
Terjemahnya:Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yangadil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agarRasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu.
Wasatiyah merupakan salah satu keistimewaan Islam, yang menjadi pilar
dasar agama Islam yang diberikan oleh Allah swt. Secara khusus kepada umat
Muhammad saw., sehingga umat ini dikenal dengan yaitu ummat yang
adil, jauh dari sifat ekstrim (tatarruf) yang didalam bahasa syari’ nya dikenal dengan
al-guluw, al-tanattu’, al-tasyaddud dan istilah-istilah semakna lainnya.
Sesuai dengan makna dasarnya, Radikalisme merupakan sebuah paham dan
aliran yang menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial dan politik dengan
cara kekerasan. Menurut hemat peneliti, sistem kekerasan dalam melakukan
perubahan perlu ditinjau pada dampak dan hasil yang dicapai. Jika hasil yang dicapai
tidak merugikan diri sendiri, orang lain dan juga Islam itu sendiri maka kekerasan
inilah yang diinginkan oleh Islam dalam melakukan perubahan. Namun jika cara
yang digunakan merugikan orang lain, diri sendiri dan bahkan agama Islam itu
sendiri maka inilah yang dilarangan dalam agama Islam.
4 Kementerian Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 22.
167
Jika kita mengamati perintah dan larangan yang ada dalam Islam, nampak
jelas Islam sangat mengecam sifat al-guluw bahkan memperingatkan kita untuk
berhati-hati terhadap sifat ini. Salah satu nash hadis yang melarang sifat ini adalah
hadis yang diriwatkan oleh Imam al-Nasa>i yang berbunyi:
5نی ي الد و ف ل الغ م ك ل ب ق ن م ك ل ھ ا أ م ن إ ن ف ی ي الد و ف ل الغ و م اك ی إ و
Artinya:"Janganlah kalian berlebih-lebihan dalam agama, karena yang membinasakanorang-orang sebelum kalian adalah sikap berlebih-lebihan dalam agama.
Imam Ibn Atsi>r rahmatullah ‘alaihi mengomentari hadis diatas dengan
mengatakan yang dimaksud dengan al-guluw fi> al-di>n adalah al-tasyaddud fih wa
muja>wazah al-had fi>h (bersikap keras dan melampaui batas dalam perihal agama),
seperti hadis Nabi lainnya yang berbunyi:
ین متین فأوغلوا فیھ برفق د)م ح ا اه و ر (6إن ھذا الدArtinya:
sesungguhnya agama ini kokoh, maka masukilah dengan kesantunan.(HR.Ahmad)
Ada juga yang mengatakan bahwa yang dimaksud dengan al-guluw pada
potongan hadis diatas adalah mencari-cari sesuatu yang tidak nampak ( sir ) atau
rahasia sesuatu, dan mengungkap sebab akibat suatu hal.7
5Lihat Abu> Abd al- Rahma>n Ah}mad bin Syu’aib al- Nasa>’i>, al-Sunan al-Kubra>, Juz 5 (Beirut:Dar al-Kutub al-‘ilmiyah, 1991), h. 435.
6Lihat Ah}mad bin Muh}ammad bin H}anbal, Musnad Ah}mad bin H{anbal, Juz 20, (Cet. I;Kairo: Da>r al-H{adi>s\, 1995) h. 346.
7Lihat Muhammad bin Ali bin Adam bin Musa al-Atyubi> al-Wallawi>, syarh sunan al-nasai\akhirah al-aqabi> fi syarh al-Mujtaba>, Juz 26 (cet: I, Dar al-Mi’raj al-dauliyah li al-nasyar 1416H/1996 M), h. 31.
168
ن ی الد يف ول الغ م ك ل ب ق ن م ك ل ھ أ ام ن إ ف artinya sebab binasanya umat-umat
sebelumnya adalah disebabkan sifat al-guluw. Maka tidak semestinyalah umat ini
mengikuti kebiasaan mereka, agar apa yang menimpa mereka tidak menimpa umat
ini.
Menurut Imam al-Muna>wi> agama Islam adalah agama yang sangat kuat dan
kokoh oleh karenanya berjalanlah diatasnya dengan lemah lembut tanpa
memberatkan diri dan mengerjakan apa yang tidak kita mampui sehingga membuat
kita meninggalkan amalan secara keseluruhan. Asbab wurud hadis diatas adalah
ketika Rasulullah saw. menyuruh Abd Allah bin Abbas mengambil batu kerikil
untuk melempar jumrah, kemudian memperlihatkan kepada sahabat lainnya untuk
menggunakan batu yang semisal dengan bentuk yang sama seraya berkata: janganlah
kalian berlebih-lebihan dalam agama, karena yang membinasakan umat-umat
sebelum kalian adalah al-guluw.8
Menurut Ibn Taimiyah al-Guluw adalah sikap melampaui batas, baik dalam
hal memuji maupun mencela. guluw menurutnya mencakup akidah, ibadah dan
akhlak dan identik dengan kaum Yahudi dan Nasrani karena keduanya paling banyak
melakukan guluw. adapun kaitannya dengan kronologis hadis diatas adalah
Rasulullah ingin memperlihatkan kepada sahabat bahwa segala sesuatu dalam
syari’at itu telah ditentukan qadarnya dan tidak boleh ditambah atau dikurangi.
sebagai contoh, pada batu yang digunakan melontar, ketika ada yang menyalahi hal
8Al-Maktabah al-Syamilah, Syarh Sunan Abu Dau>d, Juz 9, h. 200.
169
tersebut dikatakanlah bersifat guluw dan itu bisa menyebabkan kebinasaan seperti
apa yang dilakukan oleh kaum Yahudi dan Nasrani.9
Oleh karena itu, bisa dikatakan semakin kita menjauhkan diri dari kebiasaan
orang-orang Yahudi dan Nasrani semakin jauh pula kita dengan musibah dan
kebinasaan yang disebabkan oleh perilaku mereka. Begitu pula sebaliknya jika kita
mengikuti kebiasaan mereka maka ditakutkan itu menjadi penyebab datangnya
bencara dan musibah. Salah satu contoh kebiasan mereka adalah membeda-bedakan
antara rakyat jelata dan bangsawan, yang kuat dan lemah. Hal ini sesuai dengan
hadis Nabi saw. yang diriwayatkan oleh Aisyah:
عنھا ھم شأن المرأة عن عائشة رضي المخزومیة التي أن قریشا أھم علیھ وسلم فقالوا ومن صلى سرقت فقالوا ومن یكلم فیھا رسول
علیھ وسلم فكلمھ صلى یجترئ علیھ إال أسامة بن زید حب رسول ثم أس علیھ وسلم أتشفع في حد من حدود صلى امة فقال رسول
قام فاختطب ثم قال إنما أھلك الذین قبلكم أنھم كانوا إذا سرق فیھم الشریف لو أن فاطمة بنت تركوه وإذا سرق عیف أقاموا علیھ الحد وایم فیھم الض
د سرقت لقطعت یدھا رواه البخاري)(10محمArtinya: dari 'Aisyah radliallahu 'anhu bahwa orang-orang Quraisy sedang
menghadapi persoalan yang mengelisahkan, yaitu tentang seorang wanitasuku Al Makhzumiy yang mencuri lalu mereka berkata; "Siapa yang maumerundingkan masalah ini kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam?".Sebagian mereka berkata; "Tidak ada yang berani menghadap beliau kecualiUsamah bin Zaid, orang kesayangan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam.Usamah pun menyampaikan masalah tersebut lalu Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam bersabda: "Apakah kamu meminta keringanan atas
9Lihat Ahmad bin Abd al-Hali>m bin Taimiyah, Iqtida’ al-Sira>t al-Mustaqi>m mukhalafah ahlual-jahi>m (cet II, kairo: Matba’ah al-sunnah al-nabawiyah 1369 H), h. 106.
10Muhammad ibn Isma>il Abu> Abdilla>h al-Bukha>ri> al-Ja’fi>ya, al-Ja>mi’ al-Musnad al-S}ah}ih} al-Mukhtas}ar min umu>ri Rasulullah saw. wa sunnatihi wa ayyamihi (S}ah}ih} al-Bukha>ri)>, Juz 3 (Cet: III,Beirut: Da> Kas\i>r, t.th r Ibn), h. 1282.
170
pelanggaran terhadap aturan Allah?". Kemudian beliau berdiri menyampaikankhuthbah lalu bersabda: "Orang-orang sebelum kalian menjadi binasa karenaapabila ada orang dari kalangan terhormat (pejabat, penguasa, elitmasyarakat) mereka mencuri, mereka membiarkannya dan apabila ada orangdari kalangan rendah (masyarakat rendahan, rakyat biasa) mereka mencurimereka menegakkan sanksi hukuman atasnya. Demi Allah, sendainyaFathimah binti Muhamamd mencuri, pasti aku potong tangannya".
Hadis diatas menjelaskan bahwa Islam tidaklah membeda-bedakan manusia
dalam memberikan sanksi. Bahkan keturunan Rasul sekalipun akan dihukum jika
melakukan kejahatan.
Sesuai dengan syarah hadis sebelumnya, makna hadis ini secara umum adalah
perintah Nabi kepada umatnya untuk menjauhi sifat al-guluw di dalam menjalankan
agama, karena salah satu sebab binasanya umat-umat terdahulu adalah al-guluw fi>
al-Di>n. Namun secara kontekstual hadis ini mengandung beberapa pelajaran
diantaranya: 1) larangan menambah kadar/ ketentuan ibadah yang telah ditentukan
syari’at, 2) sikap guluw selalu identik dengan kaum yahudi dan Nasrani sebagaimana
firman Allah dalam QS. al-Nisa/4:171 yang artinya “ Wahai ahli Kitab, janganlah
kamu melampaui batas dalam agamamu dan janganlah kamu mengatakan terhadap
Allah kecuali yang benar. Sesungguhnya Al Masih, Isa putera Maryam itu, adalah
utusan Allah dan (yang diciptakan dengan) kalimat-Nya yang disampaikan-Nya
kepada Maryam, dan (dengan tiupan) roh dari-Nya. Maka berimanlah kamu kepada
Allah dan rasul-rasul-Nya dan janganlah kamu mengatakan: "(Tuhan itu) tiga",
berhentilah (dari Ucapan itu). (Itu) lebih baik bagimu. Sesungguhnya Allah Tuhan
yang Maha Esa, Maha suci Allah dari mempunyai anak, segala yang di langit dan di
bumi adalah kepunyaan-Nya. cukuplah Allah menjadi Pemelihara.11 3) sifat guluw
11 Kementerian Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 105.
171
tidak saja terbatas pada hal-hal yang menyangkut ubudiyah diniyah melainkan juga
pada hal-hal yang mubah misalnya saja makan, minum dan tidur, jika ketiga aktifitas
ini terlalu berlebih-lebihan maka juga akan berakhir dengan kerusakan dan
kebinasan. Keempat, sikap guluw merupakan asas tunggal kesyirikan orang-orang
jahiliyah serta kekufuran orang-orang Yahudi dan Nasrani serta aliran-aliran sesat
dimasa sekarang ini.
Sebagai kesimpulan dari penjelasan hadis diatas peneliti berpendapat bahwa
yang dimaksud dengan larangan sifat guluw fi al-di>n yang merupakan faktor
hancurnya umat-umat terdahulu adalah sikap keras dan menyimpang yang
berdampak negatif pada akidah seorang muslim, maslahat orang banyak dan bahkan
pada Islam itu sendiri. Salah satu contohnya adalah Membunuh dan memerangi
orang lain serta membuat kerusakan ditengah masyarakat.
Membunuh orang yang tidak bersalah yang dilindungi haknya baik itu
masyarakat biasa atau pihak pemerintah serta merampas harta benda orang lain dan
membuat kerusakan merupakan kejahatan yang besar dalam agama Islam, dibenci
oleh syari’at dan akal sehat manusia.
al-Qur’an dan sunnah Nabi telah menegaskan bahwa Islam adalah agama
yang lurus dan damai dan membenci pertumpahan darah serta mengambil hak orang
lain sebagaimana hadis Nabi saw. yang diriwayatkan oleh Abi Bakrah:
فإن دماءكم وأموالكم وأعراضكم حرام علیكم إلى أن تلقوا ربكم تعالى قال رواه مسلم)(12كحرمة یومكم ھذا في شھركم ھذا في بلدكم ھذا
12Abu> al- H\{usain Muslim ibn al-Hajja>j ibn Muslim al-Qusyairi> al- Naisabu>ri>, al-Musnad al-S{ah{i>h{ al-Mukhtas{ar binaqli al-‘Adl ‘an al-‘Adl ila> Rasulillah saw. (S{ah{i>h{ Muslim), Juz 5, ( Beirut:Da>r Ih}ya> al-Turas\ al-‘Arabi, t.th), h. 107.
172
Artinya:"Sesungguhnya darah kalian, harta kalian dan kehormatan kalian adalah haramatas kalian hingga kalian bertemu dengan Rabb kalian yang Maha Tinggi,sebagaimana keharaman hari kalian ini, di bulan kalian ini dan di negeri kalianini.
Bahkan dihadis lain Rasulullah saw. menegaskan bahwa orang yang
mengangkat senjata tanpa alasan adalah bukan bagian dari ajaran Islam begitu pula
hal yang pertama kali dipertanyakan di hari kiamat kelak adalah masalah darah
seseorang. Nabi bersabda:
عنھما بن عمر رضي عن عبد علیھ وسلم قال عن النبي صلى الح فلیس منا رواه البخاري)13(من حمل علینا الس
Artinya:Dari Abdullah bin Umar radliallahu 'anhuma dari Nabi shallallahu 'alaihiwasallam bersabda; "Barangsiapa yang menghunuskan kepada kami, makabukan golongan kami."
ل ما یقضى بین الناس یوم القیامة في علیھ وسلم أو صلى قال رسول ماء رواه مسلم)(14الد
Artinya:"Rasulullah saw. bersabda: "Sesuatu yang pertama kali diputuskan di antaramanusia kelak di hari Kiamat adalah masalah darah."
Islam dalam syari’atnya memerintahkan umatnya untuk mentaati
perjanjian dan akad yang telah ditetapkan secara resmi, Islam juga memeringatkan
untuk tidak menumpahkan darah pada orang yang berada di bawah pernjanjian atau
akad atau sering disebut juga ahlu zimmah. Allah swt. berfirman dalam surah al-
Nahl/16: 91
13Muhammad ibn Isma>il Abu> Abdilla>h al-Bukha>ri> al-Ja’fi>ya, al-Ja>mi’ al-Musnad al-S}ah}ih} al-Mukhtas}ar min umu>ri Rasulullah saw. wa sunnatihi wa ayyamihi (S}ah}ih} al-Bukha>ri)>, Juz 6 h. 2591.
14Abu> al- H\{usain Muslim ibn al-Hajja>j ibn Muslim al-Qusyairi> al- Naisabu>ri>, al-Musnad al-S{ah{i>h{ al-Mukhtas{ar binaqli al-‘Adl ‘an al-‘Adl ila> Rasulillah saw. (S{ah{i>h{ Muslim), Juz 5, h. 107.
173
Artinya:Dan tepatilah Perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji dan janganlahkamu membatalkan sumpah-sumpah(mu) itu, sesudah meneguhkannya, sedangkamu telah menjadikan Allah sebagai saksimu (terhadap sumpah-sumpahmuitu). Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kamu perbuat.15
Rasulullah saw. juga menegaskan dalam hal ini pada salah satu hadisnya
yang berbunyi:
بن عمرو علیھ وسلم قال من قتل نفسا معاھدا لم عبد عن النبي صلى رواه (16یرح رائحة الجنة وإن ریحھا لیوجد من مسیرة أربعین عاما
البخاري)Artinya:
Dari Abdullah bin Amru dari Nabi saw. bersabda: "Siapa yang membunuhorang kafir yang telah mengikat perjanjian (mu'ahid) dengan pemerintahanmuslimin, ia tak dapat mencium harum surga, padahal harum surga dapatdicium dari jarak empat puluh tahun."
Olehnya itu Imam al-Qara>fi dalam bukunya al-fa>ru>q mengatakan bahwa
sesungguhnya perjanjian dan akad dengan para ahlu zimmah perlu dijaga hak-
haknya, karena mereka berada disekitar kita dibawah naungan Allah swt.,
Rasululullah saw. dan agama Islam, maka barangsiapa yang menentang dan merusak
perjanjian tersebut baik itu hanya dengan perkataan buruk kepada mereka atau
kepada kehormatan mereka terlebih lagi menyakiti mereka maka ia telah melanggar
15 Kementerian Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 277.16Muhammad ibn Isma>il Abu> Abdilla>h al-Bukha>ri> al-Ja’fi>ya, al-Ja>mi’ al-Musnad al-S}ah}ih} al-
Mukhtas}ar min umu>ri Rasulullah saw. wa sunnatihi wa ayyamihi (S}ah}ih} al-Bukha>ri)>, Juz 6 h. 2533.
174
dan merusak perjanjian yang berada dibawah naungan Allah swt., Nabi saw., dan
agama Islam.
2. Fundamentalisme
Secara etimologi fundamentalisme berasal dari kata fundamental yang berarti
hal-hal yang mendasar atau asas-asas. Sebagai sebuah gerakan keagamaan
fundamentalis dipahami sebagai penganut gerakan keagamaan yang bersifat kolot
dan reaksioner yang memiliki doktrin untuk kembali kepada ajaran agama yang asli
seperti tersurat dalam kitab suci. Dalam komunitas Islam, munculnya istilah
fundamentalisme yang berasal dari barat sering dikecam karena istilah ini digunakan
pertama kali oleh pemeluk Kristen Protestan yang ingin mengembalikan ajaran
agamanya dengan tafsir kitab suci secara harfiah. Adapun dalam bahasa Arab kata
fundamentalisme tidak diketemukan akan tetapi sering disinonimkan dengan kata
ushuliyyah. Sementara kata ushuliyyah akar kata dari ushul, yang artinya pokok.
Jika memperhatikan maksud yang tersirat dari kata fundamentalis yaitu ingin
mengembalikan Islam kepada asal usul aslinya yaitu al-Qur’an dan sunnah serta
pemahaman para salaf saleh dengan catatan tidak memberikan dampak negatif
dalam masa prosesnya kepada diri sendiri, orang lain dan kemaslahatan Islam itu
sendiri maka menurut hemat peneliti pemikiran seperti inilah yang akan memurnikan
kembali Islam seperti dulu. Akan tetapi jika pembaharuan ini hanya setakat
keinginan dan pergerakan tanpa diikuti oleh pemahaman Islam secara menyeluruh
dengan melihat maslahat dan maqasid al-syari’ah yang akan berdampak buruk pada
diri sendiri dan orang banyak maka inilah yang dilarang didalam agama Islam.
Seperti hadis dibawah ini:
175
بن مسعود علیھ وسلم قال أال ھلك عن عبد عن النبي صلى ات عون ثالث مر )د او و د ب ا اه و ر (17المتنط
Artinya:dari Abdullah bin Mas'ud dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliaubersabda: "Ketahuilah, sesungguhnya celakalah orang-orang yang berlebih-lebihan dan melampaui batas." Beliau ucapkan hal itu hingga tiga kali.(HR.Abu Daud)
Kata عون المتنط jamak dari ع ط نت م dan merupakan isim fa>’il dari عط نالت yang bermakna ید د ش الت ع ض و م ر ی غ يف ون د د مش ال و ون ق م ع مت ال ( orang-orang
yang memperdalam dan bersikap keras bukan pada tempatnya). ع ط نالت diambil dari
kata ع ط ن yaitu tenggorokan bagian atas kemudian dipergunakan pada hal-hal yang
mersifat memperdalam sesuatu baik pada perkataan maupun perbuatan. Imam al-
Khatta>bi mengatakan bahwa termasuk mutanati’ orang yang mempersulit diri
membahas tentang mazhab-mazhab para mutakallimin dan membahas hal-hal yang
tidak mereka butuhkan bahkan kajian yang akal pun tidak dapat mencernanya
dengan logis. Imam Nawawi mengatakan bahwa al-mutanatti’un adalah ون ق م ع مت ال م ھ ال ع ف ا و م ھ ال و ق ا يف د و حد ال ن و ز او مج ال ون ال الغ artinya orang-orang yang
memperdalam dan berlebih-lebihan melampaui batas dalam setiap perkataan dan
perbuatan mereka.18
Menurut Imam Ahmad termasuk al-tanattu’ seseorang yang ingin
mengerjakan salat namun ragu apakah ia dalam keadaan bersih atau tidak, meski
sebelumnya ia dalam keadaan bersih sehingga menyebabkan ia selalu was-was. Sama
halnya apabila seseorang merasakan sesuatu diperutnya dan ia ragu apakah ada
17Abu> Da>ud Sulaima>n bin al-Asy’as\ al-Sajusta>ni> al-Azadi>, Sunan Abi> Da>ud, Juz 4, h. 330.
18Muhammad bin Ali bin Muhammad bin Allan bin Ibrahim al-Bakri al-Syafi’I, dalil al-Falihin li turuq riyadh al-salihin, juz 2, h. 65; lihat juga Yahya bin Syarf al-Nawawi Abu Zakariya, al-Minhaj syarh sahih Muslim bin Hjjaj, Juz 16 (cet. II; Beirut: Dar Ihya’ al-Turats al-Arabiy, 1392 H),h. 220.
176
sesuatu yang keluar dari duburnya atau tidak. Ini merupakan tipu daya syetan agar
kita selalu ragu dalam mengerjakan ibadah. padahal Rasul bersabda:
ھ علیھ وس عن عباد بن تمیم عن عم صلى لم أنھ شكا إلى رسول الة فقال ال ینفتل أو ال جل الذي یخیل إلیھ أنھ یجد الشيء في الص الر
رواه البخاري)(19أو یجد ریحاحتى یسمع صوتاینصرف Artinya:
Telah menceritakan kepada kami 'Abbad bin Tamim dari Pamannya, bahwaada seseorang yang mengadukan keraguannya kepada Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam, bahwa seakan-akan ia mendapatkan sesuatu dalam shalatnya.Beliau lalu bersabda: "Janganlah kamu pindah atau pergi hingga kamumendengar suara atau mencium baunya."(HR. al-Bukha>ri)
Dalam permasalan diatas ulama fikih sepakat akan kaedah اء ق ب ل ص األ ن أ ان ك ام ىل ع ان ك ام artinya hukum sesuatu asalnya adalah tetap seperti
sebelumnya. Maknanya adalah jika kita pada dasarnya tidak suci kemudian beberapa
saat ingin mengerjakan salat kita was-was apakah sudah berwudhu atau belum maka
hukum yang diambil adalah hukum pertama yaitu tidak dalam keadaan berwudhu
begitu pula sebaliknya.
Syekh Utsaimin ketika menjelaskan hadis diatas mengatakan bahwa كھال(binasa) lawan katanya adalah البقاء (kekal) maknanya orang-orang yang bersikap
tanattu’ akhir hidupnya akan binasa dan hancur baik pada hal-hal yang menyangkut
keagamaan maupun keduniaan. Oleh karena itu ada hadis Nabi yang artinya “
janganlah kalian memberatkan diri kalian sehingga Allah betul-betul memberikan
beban yang berat kepada kalian. Contohnya pada kaum Bani Israil yang
diperintahkan menyembelih seekor sapi untuk mengetahui seorang pembunuh pada
saat itu, namun karena sikap tanattu’, mereka malah mempertanyakan kriteria dan
19Muhammad ibn Isma>il Abu> Abdilla>h al-Bukha>ri> al-Ja’fi>ya, al-Ja>mi’ al-Musnad al-S}ah}ih} al-Mukhtas}ar min umu>ri Rasulullah saw. wa sunnatihi wa ayyamihi (S}ah}ih} al-Bukha>ri)>, Juz 1 h. 64.
177
ciri-ciri sapi yang akan mereka sembelih dan karena hal ini mereka kesusahan
melakukan perintah Allah tersebut.20
Pada dasarnya hadis ini merupakan penegasan akibat dari mempersulit diri.
Dengan tegas Nabi memperingatkan bahwa orang yang selalu memperumit suatu
perintah atau larangan akan membuat ia lemah untuk menjalankan perintah dan
larangan itu hingga meninggalkannya begitu saja tanpa alasan, hal ini sesuai dengan
beberapa hadis yang telah dijelaskan sebelumnya. Kebinasaan orang yang bersikap
guluw tidak hanya pada aspek akidah saja tetapi juga pada hal ibadah dan
mu’amalat karena secara keseluruhan masuk dalam kata agama.
Contoh sikap tanattu’ dimasa kini adalah ketika seseorang mendengar salah
satu hadis Nabi bahwa Allah swt. Turun disetiap sepertiga malam, ia
mempertanyakan beberapa pertanyaan tidak penting bahkan dapat membuatnya
kebingungan, seperti bagaimana cara Allah swt. turun?.. mengapa harus di sepertiga
malam ?. Begitu pula hadis Nabi yang mengatakan bahwa tangan-tangan Allah itu
ada disetiap hati manusia dan dengan kehendaknya ia bisa melakukan apa saja. Hal
ini menimbulkan pertanyaan pada sebagian orang yang bersikap tanattu’, seberapa
banyakkah tangan Allah dan bagaimana bentuknya, apakah tangan Allah memiliki
jari-jari dan jika ada berapa jumlahnya.21
Gambaran lain dari sifat fundamentalis yang berdampak negatif adalah
mudahnya seseorang mengatakan kafir kepada muslim lainnya hanya karena berbeda
20Lihat Muhammad bin Sa>leh bin Muhammad al-Utsaimi>n, syarh riya>dh al-sa>lihi>n, juz 1, h.163
21Lihat Muhammad bin Sa>leh bin Muhammad al-Utsaimi>n, syarh riya>dh al-sa>lihi>n, juz 1, h.163
178
dalam memahami teks kitab suci al-Qur’an dan hadis Nabi. Sikap mengkafirkan
sesama muslim pada awalnya terjadi di zaman sahabat yang di lakukan oleh para
gulla>t al-khawarij kepada sebahagian sahabat. Mereka menilai sebahagian sahabat
menyalahi al-Qur’an dan orang yang menyalahi al-Qur’an adalah berdosa besar yang
kemudian menurut pemahaman mereka orang yang berdosa besar adalah terbilang
kafir keluar dari agama Islam dan kekal di dalam api neraka.
Di zaman modern sekarang ini, para gulla>t masih kita dapatkan banyak yang
mengadopsi idiologi paham khawarij meskipun secara langsung mereka tidak
mengakui akan hal tersebut. Banyak yang menjatuhkan vonis kafir kepada
saudaranya muslim bahkan menghalalkan darahnya hanya karena mereka taat kepada
pemimpin yang menurut pemahaman mereka adalah kafir. Begitu pula bagi orang
yang membiarkan berkembangnya kemaksiatan adalah termasuk kafir keluar dari
agama Islam, Maka dengan pemahaman seperti ini boleh dikatakan bahwa semua
muslim dialam semesta ini adalah tergolong kafir kecuali golongan mereka saja.
Paham yang mereka adopsi sebenarnya sangat menyalahi al-Qur’an, sunnah
bahkan ijma’ . mereka hanya mengambil hukum dari satu sisi dan melupakan sisi
lainnya misalnya dalam pentakfiran yang identik dengan al-wa’i>d (ancaman)
sedangkan sisi al-wa’ad ( janji) mereka lupakan. Padahal secara logika jika maksiat
adalah sesuatu yang mengeluarkan orang dari Islam maka maksiat dan al-riddah
(murtad) adalah satu kesatuan. Maka dimana letak fungsi hukuman Allah swt. yang
jumlahnya bermacam-macam.
Di dalam Al-qur’an saja kita dapati Allah swt. masih menyebut kata ikhwah
(saudara) antara seorang pembunuh dengan wali yang dibunuh yaitu pada ayat qisas
179
Padahal membunuh adalah dosa yang sangat besar dan hukumannya juga sangat
pedih. Allah swt. berfirman dalam surah al-Baqarah/2: 178
Artinya:Maka Barangsiapa yang mendapat suatu pema'afan dari saudaranya, hendaklah(yang mema'afkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yangdiberi ma'af) membayar (diat) kepada yang memberi ma'af dengan cara yangbaik (pula). yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dansuatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, Maka baginyasiksa yang sangat pedih.22
bahkan di ayat lain lebih jelas lagi Allah swt. menetapkan adanya iman
kepada dua orang yang ingin saling membunuh. Allah swt. berfirman dalam Surah
al-Hujara>t/49: 9
Terjemahnya:dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklahkamu damaikan antara keduanya! tapi kalau yang satu melanggar Perjanjianterhadap yang lain, hendaklah yang melanggar Perjanjian itu kamu perangisampai surut kembali pada perintah Allah. kalau Dia telah surut, damaikanlahantara keduanya menurut keadilan, dan hendaklah kamu Berlaku adil;Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang Berlaku adil.23
Dalam hal ini Nabi saw. pun dalam salah satu hadisnya menyebut keIslaman
dua orang yang ingin saling membunuh meskipun disaat yang sama Nabi
22 Kementerian Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 27.23 Kementerian Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 516.
180
memperingatkan bahwa membunuh adalah perbuatan keji yang akan mendapatkan
azab pedih dari \Allah swt. Rasulullah saw. bersabda:
علیھ وسلم یقول إذا التقى المسلمان بسیفیھما فالقاتل رسول صلى رواه البخاري)(24والمقتول في النار
Artinya:Rasulullah saw. bersabda: "Jika dua orang muslim saling bertemu (untukberkelahi) dengan menghunus pedang masing-masing, maka yang terbunuh danmembunuh masuk neraka".
Di hadis lainnya Nabi saw. bahkan menyebut seorang yang gemar meminum
khamr adalah muslim dan merupakan saudara seagama sebagaimana kisahnya pada
sahabat yang di cambuk sebab ia suka minum khamr. Dengan mengatakan:
“Janganlah kalian menjadi penolong syaitan terhadap saudaramu (peminum khamr)”.
Olehnya itu, perlu diketahui bahwa nash-nash tentang al-wa’ad wa al-wa’i>d
(janji dan ancaman) untuk memahaminya secara menyeluruh diperlukan pengetahuan
yang luas agar tidak mengamalkan satu sisi dan meninggalkan sisi yang lainnya
seperti yang dilakukan oleh gulla>t al-khawarij. Imam al-Taha>wi> berkata kami
tidaklah mengkafirkan seseorang yang masih satu kiblat dengan dosa selama ia tidak
menghalalkan dosa tersebut. Begitu pula imam al-Nawawi> berkata ketahuilah bahwa
mazhab ahlu al-haq berpendapat tidaklah kafir seseorang yang ahlu al-kiblat karena
sebuah dosa dan tidak pula kafir seseorang yang ahlul bid’ah akan tetapi orang yang
berkeras diri dan enggan menerima apa yang disepakati adalah bagian dari agama
hukumnya adalah kafir dan murtad.
24Muhammad ibn Isma>il Abu> Abdilla>h al-Bukha>ri> al-Ja’fi>ya, al-Ja>mi’ al-Musnad al-S}ah}ih} al-Mukhtas}ar min umu>ri Rasulullah saw. wa sunnatihi wa ayyamihi (S}ah}ih} al-Bukha>ri)>, Juz 6 h. 2520.
181
Dengan demikian, masalah takfi>r sebenarnya adalah salah satu hukum
syari’at yang merupakan wewenang Allah swt. seseorang dikatakan kafir jika ia
telah ditetapkan kafir oleh Allah swt. dan Rasulullah saw. tentu hal ini bukanlah hal
yang sepele, olehnya itu Rasulullah saw. telah memperingatkan untuk tidak semau
hati mengkafirkan orang, beliau bersabda:
عنھ أنھ علیھ وسلم یقول ال سمع الن عن أبي ذر رضي بي صلى یرمي رجل رجال بالفسوق وال یرمیھ بالكفر إال ارتدت علیھ إن لم یكن
رواه البخاري)(25صاحبھ كذلك Artinya:
Dari Abu Dzar radliallahu 'anhu bahwa dia mendengar Nabi saw. bersabda:"Tidaklah seseorang melempar tuduhan kepada orang lain dengan kefasikan,dan tidak pula menuduh dengan kekufuran melainkan (tuduhan itu) akankembali kepadanya, jika saudaranya tidak seperti itu."
عنھما بن عمر رضي علیھ وسلم عن عبد صلى أن رسول (رواه البخاري)26قال أیما رجل قال ألخیھ یا كافر فقد باء بھا أحدھما
Artinya:Dari Abdullah bin Dinar dari Abdullah bin Umar radliallahu 'anhuma bahwaRasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Siapa saja yang berkatakepada saudaranya; "Wahai Kafir" maka bisa jadi akan kembali kepada salahsatu dari keduanya."
3. Fanatisme (Ta’assub )
Fanatisme adalah paham atau perilaku yang menunjukan ketertarikan
terhadap sesuatu secara berlebihan.27 Fanatisme dalam bahasa arab identik dengan
ta’assub yang secara etimologinya adalah semangat golongan. Adapun makna
25Muhammad ibn Isma>il Abu> Abdilla>h al-Bukha>ri> al-Ja’fi>ya, al-Ja>mi’ al-Musnad al-S}ah}ih} al-Mukhtas}ar min umu>ri Rasulullah saw. wa sunnatihi wa ayyamihi (S}ah}ih} al-Bukha>ri)>, Juz 5 h. 2247.
26Muhammad ibn Isma>il Abu> Abdilla>h al-Bukha>ri> al-Ja’fi>ya, al-Ja>mi’ al-Musnad al-S}ah}ih} al-Mukhtas}ar min umu>ri Rasulullah saw. wa sunnatihi wa ayyamihi (S}ah}ih} al-Bukha>ri)>, Juz 5 h. 2264.
27 Lihat https://id.wikipedia.org/wiki/Fanatisme diakses pada tanggal 10-9-2017
182
terminologinya adalah anggapan dan pendapat yang diiringi dengan sikap paling
benar dan membelanya dengan membabi buta. Orang yang fanatik keberpihakannya
selalu bertolak pada golongan tertentu. Fanatik bisa terjadi antar mazhab, kelompok,
organisasi, Negara bahkan kepada pribadi seseorang. Sifat berlebih-lebihan dalam
memberikan pujian kepada seseorang terlebih lagi dengan pujian yang tidak benar
dan tidak sesuai dengan fakta bisa juga sebagai sikap fanatisme. Bahkan hal ini
dilarangan dalam ajaran agama Islam karena bisa berdampak negatif baik kepada
orang yang dipuji maupun pada orang yang memuji karena adanya unsur kebatilan.
Sifat cinta dan fanatik kepada pribadi Nabi adalah salah satu anjuran Islam namun
ketika keluar puji-pujian yang dilarang dalam Islam yang dapat mempengaruhi
akidah seorang Muslim dan terjerumus dalam kesyirikan hal itulah yang harus
dihindari sebagaimana hadis Nabi yang diriwayatkan oleh Umar bin al-Khattab:
علیھ وسلم قال ال تطروني كما تطري صلى عن عمر أن رسول ورسولھ النصارى عیسى ابن ي)م ار الد اه و ر (28مریم ولكن قولوا عبد
Artinya:dari Umar bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Janganlahkalian berlebihan dalam memujiku seperti orang-orang Nashrani yangberlebihan memuji Isa bin Maryam. Akan tetapi katakanlah; Hamba Allah danRasulNya."(HR. al-Da>rami>)
اء ر ط اال bermakna puji-pujian yang melampaui batas dan penuh dengan
kebatilan juga bisa dikatakan sebagai kebohongan.29 تطرونيال janganlah kalian
berlebih-lebihan memuji saya dengan sesuatu yang batil.
28Abd Allah Ibn Abd al-Rahman Abu Muhammad al-Darimiy, Sunan al-Darimiy, Juz 2 (CetI; beirut: Dar al-Kutub al-‘ilmiyah, 1407 H), h. 412.
29Muhammad bin Abd al-Hadi> al-Sindi> al-Madani>, hasyiah al-sindiy ala sahih al-Bukhari,Juz 4 (Beirut: Dar al-Fikr, T.th), h. 83
183
Makna hadis secara ijma>li> adalah janganlah kalian memuji aku dengan
pujian yang melampui batas seperti kaum nasrani memuji Nabi Isa anak Maryam.
mereka memujinya dengan sifat rububiyah dan uluhiyah , adapun saya hanyalah
seorang Hamba Allah maka pujilah saya dengan pujian yang diberikan oleh Allah
swt., panggillah aku dengan sebutan “ رسولھو هللاعبد . akan tetapi al-hasil di
kalangan muslim sekarang ini berbeda bahkan sama menyerupai perkara orang-orang
\Nasrani. Misalnya meminta permohonan ampunan, meminta kesembuhan, meminta
jalan keluar dan kemudahan dalam segala urusan kepada Nabi Muhammad pada hal
kesemua itu adalah khusus hanya diperuntukkan kepada Allah swt.30
Larangan pada kutipan hadis diatas tidaklah secara mutlak karena pujian
merupakan bukti kecintaan seseorang kepada orang lain, sedangkan dalam hal ini
Rasulullah memerintahkan kita untuk mencintainya lebih dari siapapun. Oleh karena
itu larangan ini hanya pada hal-hal yang tertentu saja dengan syarat tidak keluar dari
hakikat Nabi Muhammad sebagai seorang 1) هللاعبد (hamba Allah), 2) هللارسول (utusan Allah). Misalnya memberikan pujian dengan menyebutkan salah satu sifat
yang hanya layak dimiliki Allah swt., seakan-akan kita mengangkat Nabi ketingkat
yang sama dengan tuhan. Hal ini pernah terjadi dizaman nabi ketika ada seorang
wanita yang memuji Nabi dengan ungkapan الغد فيمایعلم نبيفیناو artinya
dan kami punya seorang Nabi yang mengetahui apa-apa yang akan terjadi esok hari.
Nabi lalu melarang perkataan wanita ini, karena yang mengetahui tentang sesuatu
yang ghaib hanyalah Allah swt. Dan itu adalah salah satu sifat uluhiyah-nya
(ketuhanannya) yang mustahil dimiliki oleh Makhluknya meskipn itu seorang Nabi.
30Nukhbah al-Ulama, Kitab Usu>l al-Ima>n fi Du>i al-Kita>b wa al-Sunnah (cet. I ; Saudi Arabia:Wizarah al-syu’un al-Islamiya wa al-auqaf, 1421 H), h. 71.
184
al-Busairy merupakan salah seorang sahabat yang pernah memuji Nabi
dengan menggunakan sifat-sifat Allah swt., kemudian dilarang oleh Nabi, syairnya
berbunyi:
ھ ب ذ و ل أ ن م يل ام ق ل الخ م ر ك أ ای
م عم ال ث حاد ال ل و ل ح د ن ع اك و س Artinya:
Wahai semulia-mulia makhluk, siapa lagi tempat aku berlindung selainmuketika terjadinya malapetaka yang menyeluruh.31
Pada syair diatas, al-Busair> melupakan Allah swt., Tuhan pencipta alam
semesta, tuhan tempat kita meminta dan tuhan tempat berlindung. lalu meminta
perlindungan kepada Nabi Muhammad saw. yang tak lain adalah seorang makhluk
dan hamba Allah juga.
Secara tekstual hadis ini bermakna larangan memuji Nabi dengan sesuatu
yang batil Karena akan menyerupai kaum Nasrani yang karena puji-pujian
berlebihan hingga menyetarakan dan bahkan mengatakan bahwa Nabi Isa adalah
Tuhan. Namun jika dilihat dari kontekstual, hadis ini memiliki kandungan yang
cukup banyak, 1) boleh menyanjung tinggi Nabi Muhammad tapi dengan syarat
tidak mengubah statusnya sebagai seorang hamba Allah dan utusan Allah, 2)
konteks larangan bukan saja khusus jika pujian itu kepada Nabi melainkan kepada
seluruh manusia. Contoh lain di masa kontemporer adalah guluwnya sebagian orang-
orang sufi yang menganggap suci para pemimpinnya bahkan menjadikannya sebagai
sumber hokum walaupun bertentangan dengan al-qur’an dan hadis dengan
31Abdul al-Azi>z al-Rajihiy, Ajwibah adi>dah min asilah mufidah, Maktabah al-Syamilah, h, 5.
185
berasaskan mimpi dan bisikan. 3) Nabi sangat senang jika dipanggil dengan Nama
Abdullah dan Rasulullah. Keempat, larangan untuk menyerupai kebiasaan orang-
orang Nasrani. Salah satu kebatilan mereka adalah mereka sangat menyanjung tinggi
para alim ulama dan rahib mereka dengan membabi buta, Biarpun para alim itu
menyuruh mereka berbuat maksiat dan kebatilan serta menghalalkan yang haram.
Dari keterangan diatas seyogyanya kita harus berhati-hati dalam bersikap
terhadap ulama, karena ternyata ada juga yang berkedok ulama yang dapat
menyesatkan dan menyeret kita ke api neraka. Bersikap wajarlah serta hormatilah
ulama sesuai dengan kedudukannya, tidak lebih dari itu. Janganlah kita memuji dan
menyanjung ulama melebihi kapasitasnya sebagai ulama.
Salah satu contoh sikap fanatisme negatif yang terjadi di zaman sekarang ini
adalah memisahkan diri dari jama’ah dan melawan pemimpin dengan alasan
banyaknya kemungkaran yang dilakukan oleh mayoritas penduduk serta tidak
berjalannya syariah Islam dengan baik dan didukung oleh pemimpin yang dzalim.
Sikap ini sangatlah bertentangan dengan ajaran Islam yaitu mengajak umatnya untuk
berpegang teguh pada kesatuan dan melarang perselisihan serta perpecahan.
Mengajak taat kepada pemimpin meskipun dinilai tidak mengamalkan Islam secara
sempurna. Kesemuanya itu bertujuan untuk menjaga kekuatan dan kemuliaan Islam
serta masyarakat yang ada dibawah naungan agama Islam misalnya menjaga nyawa,
harta, kehormatan, dan lain sebagainya. Semuanya ini dinilai sebagai bentuk dari al-
maqasi>d al-syari’ah.
Adapun di antara dalil dari al-Qur’an dan Sunah Nabi yang melarangan umat
Islam untuk memisahkan diri dari jama’ah dan pemimpin adalah sebagai berikut:
1. Firman Allah swt. dalam Surah Al-‘Imran/3:103
186
Terjemahnya:Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlahkamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamudahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, Maka Allah mempersatukanhatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yangbersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allahmenyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.32
2. Firman Allah swt. dalam Surah Al-‘Imran/3: 105
Terjemahnya:dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan berselisihsesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka. mereka Itulah orang-orang yang mendapat siksa yang berat.33
3. Hadis yang diriwayatkan oleh Ibn Abbas ra.:
عنھماابن عباس رضي عن علیھ وسلم قال من عن النبي صلى رأى من أمیره شیئا یكرھھ فلیصبر علیھ فإنھ من فارق الجماعة شبرا فمات
رواه البخاري)34(إال مات میتة جاھلیة Artinya:
Dari Ibnu Abbas radliallahu 'anhuma dari Nabi saw. bersabda; "Siapapun yangmelihat sesuatu dari pemimpinnya yang tak disukainya, hendaklah ia bersabar
32 Lihat Kementerian Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 63.33Kementerian Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 63.34Muhammad ibn Isma>il Abu> Abdilla>h al-Bukha>ri> al-Ja’fi>ya, al-Ja>mi’ al-Musnad al-S}ah}ih} al-
Mukhtas}ar min umu>ri Rasulullah saw. wa sunnatihi wa ayyamihi (S}ah}ih} al-Bukha>ri)>, Juz 6 (Cet: III,Beirut: Da> Kas\i>r, t.th r Ibn), h. 2588.
187
terhadapnya, sebab siapa yang memisahkan diri sejengkal dari jama'ah, kecualidia mati dalam jahiliyah."
4. Hadis yang diriwayatkan oleh ‘Arfajah ra.:
علیھ وسلم یقول ستكون في عن عرفجة قال صلى سمعت رسول ق أمر المسلمین وھم جمیع تي ھنات وھنات وھنات فمن أراد أن یفر أم
(رواه ابو داود)35بوه بالسیف كائنا من كان فاضر Artinya:
Dari Arfajah ia berkata; Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda: "Akanterjadi pada umatku fitnah dan kebid'ahan, fitnah dan kebid'ahan, fitnah dankebid'ahan. Maka siapa yang ingin memecah-belah urusan kaum muslimin -ketika mereka bersatu- maka bunuhlah, siapapun dia."
Imam al-Nawawi menuqil perkataan Ulama bahwa kaum Muslimin telah
sepakat akan haramnya keluar dari pemimpin muslim meskipun pemimpin tersebut
seorang yang fasik dan zalim. Ibn Taimiyah juga menyebutkan bahwa salah satu
akidah ahlu sunnah wal jama’ah adalah haramnya keluar dari pemimpin muslim dan
memeranginya meskipun pemimpin itu adalah zalim.
Sedangkan Ibn Batta>l mengatakan bahwa para fukaha telah menyepakati
akan wajibnya mentaati pemimpin muslim yang terpilih dan berjihad bersamanya
dan mentaatinya lebih baik dari pada keluar dari kepemimpinannya yang dapat
menyebabkan fitnah dan pertumpahan darah.
4. Mempersulit diri dalam mengamalkan ajaran Agama
Salah satu bentuk sikap al-guluw yang berdampak negatif yang terjadi di
zaman modern ini adalah mempersulit diri dalam mengamalkan ajaran Agama Islam.
Sifat ini jelas diluar dari manhaj Agama Islam yaitu wasatiyah wa I’tidal ( moderat
dan adil). Sebagian besar orang-orang ini adalah mempunyai hasrat yang tinggi
35Abu> Da>ud Sulaima>n bin al-Asy’as\ al-Sajusta>ni> al-Azadi>, Sunan Abi> Da>ud, Juz 4 (Beirut:Da>r ibn Hazm, 1997), h. 386.
188
dalam mengamalkan agama tetapi minim ilmu agama sehingga berdampak buruk
pada diri sendiri, orang lain dan merusak Agama itu sendiri. Dalam hal ini,
Rasulullah saw jauh sebelumnya telah memperingatkan umat Islam bahwa agama
Islam adalah agama yang mudah adapun jika ada yang rumit maka kembali kepada
orang yang menjalankannya. Apakah ia mengamalkannya dengan Ilmu atau tanpa
ilmu. Rasulullah saw bersabda:
علیھ وسلم قال إن عن أبي ھریرة ین یسر عن النبي صلى ولن یشاد الددوا وقاربوا وأبشروا واستعین ین أحد إال غلبھ فسد وحة الد وا بالغدوة والر
رواه النسائي)(وشيء من الدلجة Artinya:
dari Abu Hurairah, dia berkata; "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallambersabda: "Sesungguhnya agama ini mudah dan tidak ada seorangpun yangbersikap keras terhadap agama melainkan dia akan terkalahkan, makabersikaplah lurus, dan bersikaplah sederhana, berilah kabar gembira, berilahkemudahan, dan mintalah pertolongan pada saat pagi hari dan sore hari dansedikit dari waktu malam."(HR. al-Nasai)
Kalimat ین إن یسر الد menurut Imam al-Suyuti> adalah kalimat
mubalagah penekanan bahwa agama Islam merupakan agama yang mudah tidak
seperti agama-agama sebelumnya. Karena Allah swt telah membebaskan umat ini
dari kesulitan yang dirasakan oleh umat sebelumnya contoh mereka harus bunuh diri
agar terbebas dari dosa sedangkan umat Islam hanya perlu melepaskan diri dari
perbuatan dosa disertai dengan tekad yang kuat dan penyesalan tidak akan
mengulangi perbuatan tersebut.36
36Lihat Nur al-Di>n Abd al-Ha>di Abu al-Hasan al-Sindiy, Hasyiah al-Sindiy ala al-Nasai, juz 8(cet. II; Halb: Maktab al-Maktubat al-Islamiyah, 1406 H/1986 M), h. 121
189
Kalimat ین یشاد ولن غلبھ إال أحد الد maknanya agama Islam tidaklah
cocok bagi seseorang yang ingin memberatkan diri dengan melakukan ibadah diluar
dari kemampuannya. Karena agama ini berada pada ranah I’tidal ال و طی ر ف ت ال اطر ف ا (tidak meremehkan dan tidak pula memberatkan). Maka barangsiapa yang
memberatkan diri ia pasti akan meninggalkan sebagian ibadah wajib penting
lainnya.37
Ibn al-Ti>n mengatakan bahwa hadis ini merupakan berita penting dari
baginda Nabi Muhammad saw., yang mengetahui bahwa siapa saja yang bersikap
guluw dalam agama ini akan terputus. Dan hal ini bukanlah larangan untuk
menyempurnakan ibadah kita bahkan itu adalah hal yang terpuji akan tetapi yang
dilarang adalah amalan yang ifra>t ( melebih-lebihkan) yang menyebabkan timbulnya
kebosanan hingga meninggalkan amalan yang lebih penting atau wajib lainnya.
Salah satu contohnya adalah seseorang yang menghabiskan malam untuk qiyam al-
lail kemudian melewatkan salat subuh hingga terbit matahari.38
دواف سد artinya maka konsistenlah pada yang benar yaitu tidak melampaui
batas dan tidak pula meninggalkan sepenuhnya, وقاربوا artinya jika kalian tidak
mampu untuk mengerjakan amalan yang paling sempurna maka kerjakanlah yang
dianggap mampu dan dekat dengan amalan yang sempurna, وأبشروا dan
bergembiralah dengan ganjaran pahala pada amalan yang berkelanjutan meskipun
kadarnya sedikit. وحة بالغدوة واستعینوا الدلجة من وشيء والر al-gudwah
maknanya pagi hari sedang al-rawhah maknanya petang dan al-duljah maknanya
37Lihat Nur al-Di>n Abd al-Ha>di Abu al-Hasan al-Sindiy, Hasyiah al-Sindiy ala al-Nasai, juz8, h. 122
38Nur al-Di>n Abd al-Ha>di Abu al-Hasan al-Sindiy, Hasyiah al-Sindiy ala al-Nasai, juz 8, h.121
190
malam hari, arti potongan hadis ini adalah gunakanlah beberapa waktu yang dapat
membuat amalan ibadah kalian bertahan yaitu pada waktu pagi, sore/ petang dan,
malam. Pada hadis ini kita dibaratkan seorang musafir, dan seorang musafir jika
melakukan perjalanan secara terus menerus tanpa jeda maka ia akan lemah dan
perjalanannya akan terputus lain hal apabila ia melakukan perjalanan pada waktu-
waktu tertentu agar kekuatannya bisa terpulihkan sehingga perjalanannya lancar dan
tidak terputus.39
Syekh Ibn Sa>leh Utsaimi>n mengatakan bahwa agama yang di utus oleh
Allah kepada Nabi Muhammad adalah agama yang mudah sebagaimana firman Allah
swt. یرید العسر بكم یرید وال الیسر بكم artinya Allah swt. Menginginkan
kemudahan kepada kalian dan tidak ingin kesukaran kepada kalian. یرید ما حرج من علیكم لیجعل artinya Allah tidaklah menginginkan untuk membuat
kesukaran kepada kalian. Nash-nash tersebut menguatkan bahwa agama Islam
adalah agama yang mudah tidak sukar. Hal ini dapat dilihat pada ibadah harian
seperti salat lima waktu yang tidak membutuhkan waktu yang panjang untuk
melaksanakannya. Begitu pula zakat tidaklah berat karena hanya dibebankan pada
harta yang berkembang saja dan sampai kadar nisabnya, ibadah puasa pun mudah
karena tidak dilaksanakan sepanjang tahun penuh atau setengah tahun melainkan
sebulan penuh saja bahkan diberi kelonggaran pada orang yang sudah uzur atau sakit
untuk tidak berpuasa dan diganti pada hari-hari lainnya, ibadah haji pun demikian
tidak di wajibkan melainkan kepada yang mampu secara fisik dan keuangan.40
39Nur al-Di>n Abd al-Ha>di Abu al-Hasan al-Sindiy, Hasyiah al-Sindiy ala al-Nasai, juz 8, h.121; lihat juga Ali bin Khalf bin Abd al-Malik bin Batta>l, syarh sahi>h al-Bukha>ri, Juz 1 (cet. II;Riya>dh: Maktabah al-Rusyd, 1423 H/2003 M), h. 94
40Muhammad bin Sa>leh al-Utsaimi>n, syarh Arba’i>n al-Nawawi, Juz 1, h. 164
191
Menurut Ibn Hajar orang yang selalu berusaha mendalami amalan agama ini
terlalu jauh dan menyusahkan diri adalah termasuk dalam kategori hadis ini karena
itu bisa membuatnya meninggalkan seluruh amalan yang ada. Hal ini dapat kita lihat
para beberapa kelompok di zaman sahabat yang jelas keluar dari manhaj wasatiyah
seperti kelompok syiah al-Rafidha yang mengkafirkan sebagian besar sahabat dan
ahlu sunnah lainnya selain dari pada Ali ra., kemudian khawarij yang mengkafirkan
orang-orang yang berbuat dosa besar dan berpendapat mereka akan kekal didalam
api neraka.
Termasuk mempersulit diri dalam mengamalkan ajaran agama menyalahi
sunnah Nabi dan ibadah yang dilakukan oleh \Nabi Muhammad saw. meskipun itu
dengan niat ingin menyempurnakan ibadah dan mendapatkan pahala yang berlipat
ganda akan tetapi amalan tersebut berdampak negatif bahkan bisa membahayakan
nyawa orang yang melakukannya. Sebagaimana hadis Nabi yang diriwayatkan oleh
al-Nasa>i> yang berbunyi:
علیھ وسلم قال بعضھم ال عن أنس أن نفرا من أصحاب النبي صلى ج النساء وقال بعضھم ال آكل اللحم وقال بعضھم ال أنام على فراش أتزو
علیھ وسلم وقال بعضھم أصوم فال أف صلى طر فبلغ ذلك رسول وأثنى علیھ ثم قال ما بال أقوام یقولون كذا وكذا لكني أصلي وأنام فحمد
ج النساء فمن رغب عن رواه (41سنتي فلیس منيوأصوم وأفطر وأتزوالنسائي)
Artinya:
41Lihat Abu> Abd al- Rahma>n Ah}mad bin Syu’aib al- Nasa>’i>, al-Sunan al-Kubra>, Juz 3, h.264.
192
dari Anas bahwa beberapa orang dari para sahabat Nabi shallallahu 'alaihiwasallam sebagian mereka berkata; saya tidak akan menikah dengan wanita,dan sebagian mereka berkata; saya tidak akan makan daging, dan sebagianmereka mengatakan; saya tidak akan tidur di atas kasur. Dan sebagian merekamengatakan; saya akan berpuasa dan tidak berbuka. Kemudian hal tersebutsampai kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, lalu beliau memujiAllah kemudian bersabda: "Bagaimana keadaan beberapa orang, merekamengatakan demikian dan demikian. Akan tetapi saya melakukan shalat dantidur, berpuasa dan berbuka, serta menikah dengan wanita. Barang siapa yangmembenci sunnahku maka ia bukan dari golonganku."(HR> al-Nasai).
Pada riwayat \Muslim redaksi hadis berbunyi النبي أصحاب من نفراأن صلى صلىالنبي أزواج سألواوسلم علیھ فيعملھ عن وسلم علیھ
ر الس sekelompok sahabat mendatangi istri-istri Nabi dan bertanya tentang amalan
ibadah rasulullah saw. ketika mendengar jawaban istri Nabi mereka seakan-akan
merasa ibadah Nabi terbilang sedikit dan sederhana maka berkatalah sebagian dari
mereka:” saya tidak akan menikah, tidak akan makan daging, tidak akan tidur
dikasur yang maknanya akan beribadah satu malam penuh, akan berpuasa tanpa
berbuka atau disebut juga puasa al-dahr.
Syariat Islam dibangun dengan sentuhan kasih sayang dan kemudahan
kepada umatnya, memberikan hak kepada jiwa dan raga untuk menikmati pemberian
Allah swt. dipermukan bumi ini. Islam sangat membenci sikap yang membuat
kesukaran kepada jiwa terlebih lagi hingga melarang apa-apa yang jelas dibolehkan
oleh syariat. Hadis diatas menceritakan niat baik para sahabat yang sangat cinta
kepada kebaikan dan berusaha menjadi hamba yang paling dekat kepada Allah swt.
Namun salah kaprah dengan mengira ibadah Rasulullah terlalu sederhana sebab ia
telah dijanjikan surga oleh Allah swt. Olehnya itu mereka ingin melakukan hal yang
lebih dari apa yang dilakukan Nabi. Mendengar hal ini Rasulullah saw. langsung
memberikan khutbah dan nasehat kepada para sahabat secara umum seraya berkata
193
sesungguhnya saya adalah yang paling takut dan bertakwa kepada Allah juga telah
memberikan hak kepada anggota badanku tanpa kurang apapun, saya beribadah
kepada Allah swt. Sayapun tetap menikmati apa yang dibolehkan oleh Allah swt.,
seperti makan, tidur, menikah dan puasa. olehnya itu siapa saya yang enggan
mengikuti sunnahku maka ia bukanlah pengikutku.42
Adapun pelajaran yang dapat dipetik dari hadis diatas diantaranya adalah 1).
Kecintaan sahabat terhadap ibadah dan tekad yang kuat mengikuti sunnah Rasul, 2)
kemudahan dan kelonggaran agama Islam seperti yang di amalkan oleh baginda
Nabi, 3) berkah dan kebaikan agama ini terdapat pada itiba’ (mengikuti Rasul), 4)
memberatkan diri bukanlah bagian dari agama Islam, 5) meninggalkan kenikmatan
dunia yang dibolehkan dengan niat berzuhud dan beribadah termasuk perbuatan
keluar dari petunjuk Nabi, 6) hadis ini menjelaskan bahwa Islam bukanlah agama
yang bersifat kerahiban dan penuh dengan larangan melainkan Islam datang untuk
memperbaiki agama dan dunia.43
Termasuk sikap guluw berlebih-lebihan dalam masalah praktik/ amalan yang
berdampak negatif, pandangan kelompok tertentu menjadikan perkara yang tidak
wajib ataupun sunah menjadi wajib atau disunnahkan. Terkadang juga dalam bentuk
keadaan mubah menjadi makruh atau haram, menganggap diri mereka sebagai
pemegang kebenaran. Meremehkan para ulama yang tidak sepaham dengan mereka
dan menjauhinya.
42 Lihat Abd Allah bin Abd al-Rahman bin Saleh bin Ali Bassam, taisir al-ulam syarh umdahal-ahkam (cet. 10; Cairo: Maktabah al-Tabi’in, 1426 H/ 2006 M), h. 566
43Lihat Abd Allah bin Abd al-Rahman bin Saleh bin Ali Bassam, taisir al-ulam syarh umdahal-ahkam , h. 567.
194
Selain dari beberapa hadis yang penulis jadikan sebagai objek penelitian
tentang sifat al-guluw, beberapa kisah juga menunjukan betapa benih-benih al-
guluw telah banyak terjadi dalam praktik amaliyah. Misalnya, ketika Rasullullah
masuk masjid tiba-tiba beliau mendapatkan tali yang terbentang antara dua tiang.
Beliau pun berkata: Tali apa ini ? “mereka menjawab, ini adalah tali milik Zaenab,
jika ia telah lelah ia bergantung pada tali itu, Rasulullah saw. bersabda “ lepaskan
tali tersebut hendaklah salah seorang diantara kalian melakukan salat ketika segar
dan ketika lelah hendaklah ia istrahat”. (Muttafaq Alaihi). kisah Muaz bin Jabal
ketika menimpali salah satu sahabat dengan kalimat munafiq dikarnakan ia keluar
dari saf salat jama’ah sebab panjangnya bacaan Mu’a>z juga termasuk sikap guluw,
sebab itu Rasul menasihatinya agar membaca surah pendek demi kenyamanan para
Ma’mum yang tidak mampu dengan bacaan yang panjang.
5. Al-guluw dalam membaca al-Qur’an
Al-Qur’an adalah mukjizat Islam yang abadi sekaligus kitab pedoman hidup
bagi setiap Muslim dalam hubungannya dengan Tuhan, interaksi antar sesama
manusia serta relasinya dengan alam sekitar. Alquran diturunkan kepada Nabi
Muhammad melalui Malaikat Jibril dan menjadi kitab terakhir yang membenarkan
serta menyempurnakan kitab-kitab samawi yang diturunkan sebelumnya,
menjelaskan segala sesuatu yang dibutuhkan bagi seorang hamba, baik itu perkara
dasar dalam beragama maupun bagiannya secara terperinci. Redaksi Alquran turun
dengan lafazh arab yang jelas dan sarat akan makna yang agung dimana bahasa arab
dikenal kaya akan kosa kata dan derifasinya.
Al-Qur’an secara harfiah berarti bacaan yang mempunyai puncak
kesempurnaan. Al-Qura>n al-Kari>m berarti memiliki bacaan yang mahasempurna dan
195
mahamulia. Kemahamuliaan dan kemahasempurnaan “bacaan” ini agaknya tidak
hanya dapat dipahami oleh para pakar, tetapi juga oleh semua orang yang
menggunakan ‘sedikit’ pikirannya.44
Al-Qur’an mempunyai banyak keutamaan baik yang di abadikan didalam al-
Qur’an maupun hadis Nabi. Diantaranya sebagai berikut:
1. Al-Qur’an merupakan petunjuk bagi orang-orang yang bertakwa. Inilah yang
tertulis setelah surah al-fatihah. (QS. al-Baqarah/2: 2).
Terjemahnya:
(Kitab Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yangbertaqwa.45
2. Al-Qur’an memiliki keistimewaan karena turun dibulan suci ramadhan. (QS.
al-Baqarah/2: 185).
Terjemahnya:
(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang didalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusiadan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yanghak dan yang bathil).46
3. Orang yang mendengarkan bacaan al-Qur’an akan diberikan rahmat oleh
Allah swt. (QS. al-A’raf/7: 204).
Terjemahnya:
44 M. Quraish Shihab, Lentera Al-Quran, (Bandung: Mizan, 2013), Cet. I, H. 2145 Kementerian Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 1.46Kementerian Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 28.
196
Dan apabila dibacakan Al Quran, Maka dengarkanlah baik-baik, danperhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat.47
4. Al-Qur’an diberi sifat al-‘azamah (agung). al-Hijr/15: 87).
Terjemahnya:
Dan Sesungguhnya Kami telah berikan kepadamu tujuh ayat yang dibacaberulang-ulang dan Al Quran yang agung.48
5. Allah swt. Bersumpah dengan nama al-Qur’an. (QS. Yasin/36: 2-3).
Terjemahnya:
Demi Al Quran yang penuh hikmah. Sesungguhnya kamu salah seorang darirasul-rasul.49
6. Al-Qur’an akan menjadi penolong ketika fitnah muncul. Sebagaimana hadis
Nabi yang diriwayatkan Ali> bin Abi tha>lib:
علیھ وسلم قال: " إنھا ستكون فتنة " قال: قلت: سمعت رسول هللا صلى من قبلكم، وخبر ما بعدكم، وحكم ما فما المخرج ؟ قال: " كتاب هللا فیھ نبأ
(رواه البیھقي)…50بینكم، وھو الفصل ولیس بالھزل Artinya:
saya mendengar Rasulullah berkata: sesungguhnya akan datang fitnah, sayabertanya: terus apa jalan keluarnya? Rasul berkata: Kitabullah didalamnyaterdapat kabar zaman dahulu sebelum kalian, berita yang akan datang setelahkalian, ia merupakan hukum diantara kalian, ia juga penjelas dan bukan sendagurau…(HR. Baihaqi).
47Kementerian Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 176.48Kementerian Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 266.49Kementerian Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 44050Abu Bakr al-Baihaqi, sya’b al-i>ma>n, juz 3 (cet I, ; Maktabah al-rusyd 1423 H/2003 M), h.
335.
197
7. al-Qur’an juga merupakan tali Allah swt., Penolong, obat, cahaya yang dengan
membacanya akan mendapatkan banyak pahala dan kebaikan, sebagamana sabda
nabi yang di riwayatkan oleh Abd Allah bin Mas’ud:
عن عبد هللا بن مسعود أنھ قال: " إن ھذا القرآن مأدبة هللا، فتعلموا مأدبة هللا ما استطعتم، إن ھذا القرآن حبل هللا والنور المبین النافع، عصمة لمن
م، وال یزیغ فیستعتب ، وال تنقضي تمسك بھ، ونجاة لمن تبعھ، ال یعوج فیقو، فاتلوه فإن هللا یأجركم على تالوتھ بكل د عجائبھ، وال یخلق عن كثرة الر
] ولكن باأللف 1ني ال أقول: ب { الم } [البقرة: حرف عشر حسنات، أما إ م والمیم " ي)ق ھ بی ال اه و ر (51والال
Artinya:Dari Abd Allah bin Mas’ud berkata: Rasulullah saw. bersabda: Sesungguhnyaal-Qur’an ini seperti ma’dabah (hidangan) Allah, maka pelajarilah ia semampukalian, al-Qur’an juga adalah tali Allah dan cahaya yang jelas dan bermanfaat,pegangan bagi yang menggenggamnya dan keselamatan bagi yangmengikutinya, ia tidaklah bengkok hingga harus diluruskan, tidak pulamenyimpang hingga dicela, keajaibannya tidaklah pernah habis, maka bacalahal-Qur’an sesungguhnya Allah memberikan kalian pahala sebab membacanyadisetiap huruf itu sepuluh kebaikan, saya tidak mengatakan alif lam mim itusatu huruf tetapi alif satu huruf lam satu huruf dan mim satu huruf. (HR.Baihaqi)
Namun untuk mendapatkan keutamaan dan pahala bacaan al-Qur’an
diperlukan tuntunan dan petunjuk Nabi agar apa yang diamalkan tidak sia-sia. Salah
satu petunjuknya adalah hadis yang diriwayatkan oleh Abd al-Rahma>n bin Syibl :
علیھ وسلم یقول اقرءوا القرآن وال تغلوا فیھ سمعت صلى رسول )د م ح ا اه و ر (وال تجفوا عنھ وال تأكلوا بھ وال تستكثروا بھ
Artinya:
51Abu Bakr al-Baihaqi>, sya’b al-i>ma>n, juz 3 (cet I, ; Maktabah al-rusyd 1423 H/2003 M), h.371.
198
saya telah mendengar Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam bersabda:"Bacalah al-Qur'an, janganlah berlebihan di dalamnya, jangan terlalu kaku,janganlah makan dari bacaannya dan jangan pula memperbanyak (harta)dengannya."(HR.Ahmad)
Kalimat القرآن اقرءوا menurut imam al-Munawi adalah kalimat perintah
yang mesti sesuai dengan petunjuk rasul dan larangannya, فیھ تغلواوال maknanya
janganlah kalian melampaui batasan-batasannya dari segi lafal dan maknanya
bahkan jangan menghabiskan seluruh tenaga dengan membacanya hingga lupa
melakukan ibadah wajib lainnya. عنھ تجفواوال maknanya jangan pula kalian
bermalas-malasan membacanya, بھ تستكثرواوال بھ تأكلواوال dan janganlah
menjadikan al-Qur’an sebagai objek untuk mendapatkan dan memperbanyak harta
dunia.52
Jika dimaknai secara tekstual, hadis diatas sangat jelas melarang seseorang
untuk mengambil upah dari mengajarkan al-Qur’an. Oleh karena itu para ulama fikih
berbeda pendapat tentang hal tersebut, Hanafiyah dan hanabilah berperndapat bahwa
mengambil upah untuk mengajarkan al-Qur’an adalah tidak boleh, sedangkan
syafi’iyah dan malikiyah sebaliknya membolehkan. Namun menurut Ibnu Abd al-bar
pendapat yang ra>jih adalah yang membolehkan dikarenakan dalil yang digunakan
sangatlah kuat sedang dalil yang melarang kebanyakannya adalah munkar dan
sebagiannya masih membutuhkan ta’wil.53 Termasuk hadis yang penulis teliti
meskipun berstatus sahih tapi butuh beberapa ta’wil dalam memaknainya.
52Lihat Zain al-di>n Abd al-Rau>f al-Muna>wi, al-taisi>r bi al-syarh al-jami’ al-sagi>r Juz 1 (cet:III, Riyadh: Maktabah Imam al-syafi’I 1408 H/1988 M), h. 389.
53Yusuf bin Abd Allah bin Muhammad bin Abd al-Bar, al-tamhi>d lima fi> al-muwatta min al-ma’a>ni wa al-asa>nid, Juz 21, h. 114.
199
Salah satu persoalan yang disentuh oleh hadis diatas adalah tentang tata cara
membaca al-Qur’an yang baik dan benar agar tidak termasuk orang yang guluw
didalam membacanya. Terkait dengan hal ini Rasulullah saw. bersabda
تھا، وإیاكم ولحون أھل الفسق وأھل اقرءوا القرآن بلحون العرب وأصواعون بالقرآن ترجیع الغناء الكتابین، فإنھ سیجيء من بعدي قوم یرج
ھبانیة والنوح ال یجاوز حناجرھم، مفتونة قلوبھم وقلوب م ن یعجبھم والري)ق ھ ی الب اه و ر 54(شأنھم "
Artinya:Bacalah al-Qur’an dengan irama orang Arab dan suaranya dan hati-hatilahkalian jangan sampai meniru-niru lagu atau irama ahlu kitab dan ahlu fasik,maka sesungguhnya akan datang sepeninggalku satu komunitas yangmendendangkan al-Qur’an dengan dendangan lagu dan rintihan yang bacaanmereka itu tidak melampaui tenggorokan-tenggorokan mereka Cuma dimulutsaja hati mereka terkena fitnah dan hati orang-orang yang takjub kepadamereka.(HR. Baihaqi)
Imam al-Muna>wi dalam kitabnya al-taisi>r menjelaskan bahwa Nabi saw.
menganjurkan kita untuk membaca al-Qur’an dengan lagu dan irama orang arab
serta suaranya agar tidak keluar dari kaidah dan makha>rij al-huru>f karena hal itu
dapat menambah gairah dan keaktifan kita dalam membaca al-Qur’an. Rasul juga
melarang kita mengikuti tata cara orang yahudi dan nasrani dalam membaca kitab-
kitab mereka serta para ahli fasik dari kaum muslimin yang membaca al-Qur’an
tidak dengan kaidah yang benar yakni memanjangkan yang seharusnya pendek dan
memendekkan huruf yang seharusnya panjang, maka secara ijma’ itu adalah haram
dengan dalil peringatan nabi bahwa akan datang satu kelompok mereka
54Lihat Abu Bakr al-Baihaqi, sya’b al-i>ma>n, juz 4 (cet I, ; Maktabah al-rusyd 1423 H/2003M), h. 208.
200
mendendangkan al-Qur’an menyerupai seorang yang sedang menyanyi dengan
rintihan seperti para biarawati nasrani, maka sesungguhnya bacaan mereka tidak
melampaui tenggorokan mereka bahkan orang yang membaca dan yang mendengar
mendapatkan fitnah.55
6. al-Guluw dalam meminta mahar perkawinan
Mahar adalah semacam pemberian atau hadiah yang diberikan oleh mempelai
laki-laki pada waktu akad nikah. Karena mahar adalah sesuatu yang halus yang
menaburkan benih cinta dalam memulai kehidupan yang baru. Pemberian ini harus
sesuai dengan kemampuan yang memberi, selama masih dalam batas-batas
kemampuan. Pemberian ini merupakan lambang yang nilainya tidak terletak pada
besar kecilnya pemberian tersebut, melainkan terletak di dalam perasaan orang yang
memberikannya dan keinginannya untuk memuliakan teman hidupnya.56
Pemberian maskawin oleh calon suami kepada calon istrinya merupakan
kewajiban, akan tetapi bukanlah berarti bahwa istri dengan pemberian mahar telah
dimiliki oleh suaminya. Tetapi mereka hanya sama-sama memiliki hak bergaul
sebagai suami istri, dan dengan adanya akad nikah mereka terikat oleh hak-hak dan
kewajiban-kewajiban yang telah ditetapkan oleh agama Islam. Berbeda halnya
dengan jual beli, pada jual beli ada keseimbangan nilai uang yang dibayar oleh
pembeli dengan barang yang diserahkan oleh si penjual. Sedangkan dalam
perkawinan, kerelaan dan persetujuan dari pihak-pihak yang berhak atas suatu
55Lihat Zain al-di>n Abd al-Rau>f al-Muna>wi, al-taisi>r bi al-syarh al-ja>mi’ al-sagi>r Juz 1, h.389.
56Lihat Abd al-Hali>m Abu Syuqqah, Tahri>r al-Mar’ah fi ‘Ashrir Risalah, diterjemahkan olehAs’ad Yasin dengan judul Kebebasan Wanita (Cet. I; Jakarta: Gema Insani Press, 1998), h. 83.
201
perkawinan merupakan asas, tanpa dipenuhi oleh asas ini perkawinan tidak akan
dapat dilangsungkan.
Mahar yang diberikan haruslah dengan kerelaan hati oleh calon suami kepada
calon istrinya untuk hidup bersama sebagai suami istri. Kerelaan dan persetujuan itu
dinyatakan oleh kedua belah pihak dari calon mempelai di dalam shighat aqad nikah
yang mereka ucapkan. Karena itu, penyebutan mahar merupakan pokok yang penting
dalam shighat aqad, dan merupakan lambang dari kerelaan dan persetujuan dari
kedua belah pihak,57 sebagaimana dalam QS. al-Nisa /4: 14.
وءاتوا النساء صدقاتھن نحلة Terjemahnya:
“Berikanlah mas kawin (mahar) kepada wanita-wanita (yang kamu nikahi)sebagai pemberian yang penuh kerelaan”58
Disamping sebagai pemberian yang wajib dan penuh kerelaan hati dari
seorang calon suami kepada calon istri mahar pun mempunyai batasan-batasan yang
meski diperhatikan agar pernikahan berjalan dengan baik dan sesuai dengan syariat
yang telah dipraktekkan oleh Nabi Muhammad saw. salah satunya adalah hadis yang
diriwayatkan oleh Abu> Da>ud yang berbunyi:
فقال أال ال تغالوا مكرمة بصدق النساء فإنھا لو كانت خطبنا عمر رحمھ علیھ وسلم ما في الدنیا لكان أوالكم بھا النبي صلى أو تقوى عند
من نسائھ وال أصدقت امرأة علیھ وسلم امرأة صلى أصدق رسول )د او و د ب ا اه و ر (رة أوقیة من بناتھ أكثر من ثنتي عش
Artinya:
57M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an; Tafsir Maudhui atas Pelbagai Persoalan Umat(Cet. VIII; Bandung: Mizan, 1998), h. 204.
58Kementerian Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 79.
202
Umar radliallahu 'anhu berkhutbah kepada kami, ia berkata; ketahuilah,janganlah kalian berlebihan dalam memberi mahar kepada para wanita,seandainya hal itu adalah sebuah kemuliaan di dunia atau sebagai bentukketakwaan di sisi Allah, niscaya orang yang paling dahulu melakukannyaadalah Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, tidaklah Rasulullah shallallahu 'alaihiwasallam memberikan mahar kepada salah seorang dari isteri-isteri beliau, dantidak juga diberikan kepada puteri-puteri beliau jumlah mahar yang melebihidua belas uqiyah.(HR. Abu> Da>ud)
Al-Azi>m aba>diy menjelaskan bahwa kata أال bermakna tanbih ( perhatian)
تغالوا بصدق النساء ال , al-Qadhi mengatakan maknanya adalah janganlah
kalian mempertinggi mahar atau pemberian kalian kepada calon mempelainya, فإنھا مكرمة لو كانت maknanya seandainya mahar yang tinggi itu adalah hal yang
terpuji في الدنیا أو تقوى عند di dunia atau dapat menambah kemuliaan
dengan ketakwaan nanti di akhirat علیھ لكان أوالكم بھا النبي صلى وسلم maka yang paling pantas dan layak untuk mempertinggi jumlah mahar adalah
Rasulullah saw. علیھ وسلم امرأة من صلى ما أصدق رسول من بناتھ أكثر من ثنتي عشرة أوقیة نسائھ وال أصدقت امرأةmaknanya Rasulullah saw. tidak pernah memberi mahar kepada istri-istrinya
begitupula anak-anaknya lebih dari dua belas uqiyah atau setara dengan empat ratus
delapan puluh dirham.59
Adapun pendapat para ulama fikih dalam hal batasan besar kecilnya mahar
adalah untuk ukuran mahar paling tinggi, para ahlu al-ilm sepakat dan tidak
berselisih bahwa tidak ada batasannya dalam hal ini, sedangkan untuk ukuran paling
rendah juga tidak ada batasannya dengan syarat apa yang dijadikan mahar tersebut
mempunyai nilai harta dan ada kesepakatan diantara kedua pihak terkait mahar
59Muhammad syams al-Haq al-Azim Abadiy, Aun al-ma’bud syarh sunan Abu Daud, Juz 6(Cet. II; Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1415 H), h. 95.
203
tersebut. inilah pendapat yang diusung oleh mazhab syafi’I dan Ahmad bahkan
Imam ibn Hazm membolehkan mahar meskipun itu hanya sebiji gandum. Salah satu
dalilnya adalah pertanyaan Rasul kepada sahabat yang ingin menikahi al-Wahibah:
؟ یئ ش ن م ك د ن ع ل ھ (apakah kamu memiliki mahar) pemuda itu menjawab ال
(tidak) Rasul kemudian berkata : دی د ح ن ا م م تا خ و ل و ب طل ف ب ھ ذ ا ( pergilah
dan carilah mahar meskipun itu hanya cincin dari besi). Hadis ini menunjukan bahwa
tidak ada batasan ukuran mahar paling rendah.60
Bahkan Abu Ma>lik berpendapat bahwa mahar bukan saja berbentuk nilai
harta benda melainkan boleh juga pada hal-hal yang bernilai maknawi. Dalilnya
adalah Rasul pernah menikahkan seorang lelaki dengan mahar al-Qur’an, begitu pula
Abu Talhah menikahi Ummu Salim dengan mahar keIslamannya, begitu pula Nabi
menikahi Safiyyah dengan mahar membebaskannya dari budak. Kesemuanya ini
menandakan bahwa mahar pada asalnya adalah hak wajib seorang calon suami
kepada calon istri yang dapat dimanfaatkan, baik itu berupa harta benda maupun
bernilai maknawiyat.61
Dari beberapa penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa berlebih-lebihan
dalam memberikan mahar bukanlah anjuran Islam bahkan bukan sunnah Rasul
karena wanita bukanlah barang dagangan yang akan dibeli oleh lelaki sebagaimana
pada akad jual beli. Lagipula ada dampak negatif yang akan dirasakan oleh kedua
belah pihak jika mahar dipersulit diantaranya adalah sebagai berikut:
60Lihat Kamal al-Din Sayyid al-Saleh, sahih fiqh sunnah wa adillatuhu wa taudih mazahibaimmah, Juz 3 ( kairo: Maktabah al-Taufiqiyah, T.th), h. 163
61Lihat Kama>l al-Di>n Sayyid al-Sa>leh, sahih fiqh sunnah wa adillatuhu wa taudih maza>hibaimmah, Juz 3, h. 164.
204
1. Akan mengakibatkan banyaknya pemuda dan pemudi yang terlambat
menikah.
2. Akan memunculkan pikiran negatif dan kebosanan terhadap pernikahan
sehingga mencari penggantinya dengan hal-hal yang haram.
3. Akan memunculkan penyakit jiwa yang disebabkan oleh rasa kekecewaan
baik dipihak lelaki maupun perempuan.
4. Akan menyebabkan banyaknya anak yang memberontak kepada kedua orang
tuanya.
5. Akan menimbulkan adanya penipuan dari pihak wali perempuan yaitu
menolak lelaki yang mempunyai agama yang baik tapi tidak memiliki
kekayaan yang cukup dan sebaliknya menerima lelaki yang mempunyai harta
yang banyak meskipun agamanya tidak mapan.
6. beban yang di tanggungkan kepada suami diluar kemampuannya akan
mengakibatkan adanya sikap dendam dan permusuhan dari dalam hatinya
kepada istri dan keluarganya.
Namun bukan berarti al-muga>la>t fi al-mahr adalah mutlak di larang, karena
menurut Abu Ma>lik hukumnya berbeda-beda harus disesuaikan dengan keadan calon
mempelai lelakinya. Dapat dikatakan bahwa hukum dasar mahar adalah diringankan
sesuai dengan sabda Nabi : ه ر س ی ا اق د الص ر ی خ artinya sebaik-baiknya mahar
adalah yang paling mudah. Ibn Qayyim berpendapat bahwa al-muga>la>t fi al-mahr
adalah hal yang makruh dalam pernikahan karena jika memberatkan maka berkahnya
akan sedikit. Begitu pula hadis Umar diatas dapat dijadikan sebagai dalil bahwa al-
muga>la>t fi al-mahr adalah makruh. Akan tetapi jika calon mempelai lelaki
mempunyai kemampuan yang cukup dan harta yang banyak maka hendaknya ia
205
memperbanyak mahar yang akan diberikan kepada calon mempelai wanitanya.
Dengan dalil ketika raja al-Najasyi menikahkan Nabi dengan Ummu Habibah dengan
mahar yang mencapai empat ribu dirham.62
Setelah mempelajari seluk beluk sikap al-guluw pada hadis-hadis Nabi diatas
baik yang berisikan tentang larangannya, dampaknya, bentuk-bentuknya dan sebab
akibatnya maka peneliti bisa mengambil kesimpulan bahwa al-guluw tidak
semuanya berkonotasi buruk tetapi dilain sisi juga bisa bermakna baik bahkan sangat
dianjurkan dalam Islam. Berlebih-lebih dalam menjalankan perintah Agama jika
berdampak buruk pada orang yang melaksanakannya atau akan membuat maslahat
orang lain terganggu atau merusak eksistensi Agama itu sendiri maka sikap inilah
yang dilarangan didalam ajaran Islam. Akan tetapi jika sikap al-guluw yang
ditunjukan oleh seorang muslim tidak berdampak negatif baik pada orang yang
melaksanakannya, orang disekitarnya dan bahkan untuk Islam itu sendiri maka sikap
ini terbilang terpuji bahkan dianjurkan oleh Islam.
B. Kriteria dan Batasan Orang yang Bersifat al-Guluw
Sesuai dengan penjelasan hadis-hadis diatas kriteria dan batasan orang yang
dianggap bersifat guluw dapat di perincikan sebagai berikut:
1. Guluw yang terkait dengan pemahaman beberapa nash, diantaranya:
- Menafsirkan nash-nash dengan penafsiran yang sempit sedangkan penafsiran
itu bertentangan dengan maksud dan pokok nash tersebut sehingga dinilai
mempersulit diri.
62Lihat Kama>l al-Di>n Sayyid al-Sa>leh, sahi>h fiqh sunnah wa adillatuhu wa taudih maza>hibaimmah, Juz 3, h. 166.
206
- Memaksakan pendalaman terhadap makna-makna ayat padahal tidak seperti
itu kewajiban yang dibebankan kepada seorang muslim.
2. Guluw yang berkaitan dengan hukum-hukum, diantaranya:
- Mewajibkan kepada diri sendiri atau kepada orang lain dengan suatu
perbuatan yang tidak diwajibkan Allah swt. dalam perkara ibadah padahal
ukuran untuk kewajiban yang ditetapkan ialah kemampuan perorangan. Jika
kewajiban itu dikerjakan dengan sesuatu yang berlebihan, meskipun berupa
pengamalan yang disyari’atkan, maka perbuatan tersebut dianggap guluw.
- Mengharamkan hal-hal baik yang dihalalkan Allah swt. dengan tujuan
beribadah, yang demikian ini adalah bagian dari guluw.
- Meninggalkan kebutuhan-kebutuhan yang merupakan fitrah seorang manusia
seperti makan, minum, tidur dan nikah. Hal ini juga tergolong guluw.
3. Sifat guluw berkaitan dengan orang lain seperti terlalu memuji, sampai-
sampai menempatkan orang yang dipujinya hingga ke derajat ‘ishmah
\(terlindung dari kesalahan). Sementara terhadap sebagian lain, dia jadikan
sebagai pencela yang kelewatan, hingga ia menuduhnya dengan tuduhan kafir
dan murtad dari agama padahal orang yang dituduh itu termasuk pemeluk
agama Islam.
4. Mencari yang paling sempurna dalam ibadah bukan termasuk guluw tapi
dapat dikatakan guluw jika ada pemberatan terhadap diri sendiri, hingga
sampai pada tinggkat kebosanan.
5. Mencela atau merusak kehormatan ulama dengan mengklaim mereka sebagai
ulama yang sesat dan menyimpang, serta merendahkan mereka di mata umat.
Ulama yang dimaksud disini adalah ulama yang senantiasa berjihad membela
207
dan menegakkan agama sunnah, menghabiskan umur mereka dalam
mempelajari syari’at agama dan menyebarkannya serta mewariskan karya-
karya ilmiah untuk pedoman generasi berikutnya.
6. Fanatik terhadap satu mazhab atau satu pendapat sehingga sering muncul
kata-kata sesat dan takfiri kepada mazhab lainnya.
Dalam hal ini Yusuf al-Qardawi menyatakan bahwa kelompok-kelompok
yang bersikap guluw secara umum (akidah dan praktik amalan) mempunyai
beberapa ciri, diantaranya adalah:
1. Fanatik terhadap salah satu pandangan. Sikap fanatik ini mengakibatkan
seorang akan menutup diri dari pendapat kelompok lain dan menyatakan
bahwa pandanganlah yang paling benar dan yang lain adalah salah. Padahal
para salaf al-saleh sepakat menyatakan bahwa setiap orang diambil dan
ditinggalkan pandangannya kecuali Rasulullah saw.
2. Cenderung mempersulit. Secara pribadi boleh saja seseorang beribadah tidak
menggunakan keringanan padahal itu dibolehkan. Akan tetapi kurang bijak
apabila mengharuskan orang lain mengikutinya. Padahal kondisi dan situasi
orang lain berbeda atau tidak memungkinkan. Misalnya Rasululllah secara
pribadi adalah orang yang paling kuat beribadah, namun manakala ia
mengimani salat di masjid maka beliau memperhatikan kondisi jamaah
dengan memperpendek bacaan
3. Suka mengkafirkan orang lain. Sikap guluw paling berbahaya adalah sampai
pada tingkat mengkafirkan orang lain, bahkan menghalalkan darahnya. Inilah
yang pernah terjadi pada golongan khawarij. Pandangan inilah yang
mengakibatkan terbunuhnya dua orang khalifah: Utsman bin Affan dan Ali
208
bin Abi Thalib. Apa yang dilakukan kelompok khawarij saat ini juga banyak
kita temukan yaitu dengan mengkafirkan para penguasa di negara-negara
muslim dengan alasan tidak menerapkan hukum tuhan. Bahkan mengkafirkan
ulama yang tidak mengkafirkan penguasa tersebut. Padahal sesuai dengan
ajaran Nabi seseorang tidak boleh dengan mudah mengkafirkan seseorang
sebab dapat berimplikasi hukum yang panjang seperti, darahnya sudah
menjadi halal, harus dipisah dari istrinya, tidak saling mewarisi dan
sebagainya.63
Selain ekstrim kanan, dewasa ini, dalam Islam kontemporer banyak aliran
yang disebut ekstrim kiri. Mereka tidak berdakwah dengan kekerasan, melainkan
mereka lebih leluasa dan lebih bebas dalam berfikir dan menentukan hukum. Mereka
menganggap bahwa pintu ijtiha>d belum tertutup. Mereka lebih leluasa menggunakan
akalnya untuk menentukan suatu hukum dan melihat realita dengan menyesuaikan
sesuai keadaan, sehingga menurut mereka akan menciptakan Islam yang universal
dan dapat diterima oleh semua kalangan masyarakat. Ini sangat berbahaya, karena
bila ini dibiarkan, maka akan merusak umat Islam karena mereka dengan seenaknya
membuat hukum sesuai tatanan adat yang ada. Diantara aliran-aliran ekstrim kiri
adalah liberalisme64, sekularisme65, pluralisme66, dan lain-lain.
63 Yusuf Qardhawi, Al-khasais al-ammah li al-Islam (Cairo: Maktabah Wahbah, 1996 M), h.43.
64Liberalisme adalah memahami Nash-nash agama (al-Qur’an dan sunnah) denganmenggunakan akal pikiran yang bebas, dan hanya menerima doktrin-doktrin agama yang sesuaidengan akal pikiran semata.
65Sekulerisme adalah memisahkan urusan dunia dan agama. Agama hanya digunakan untukmengatur hubungan pribadi dengan tuhan sedangkan hubungan sesama manusia diatur hanya denganberdasarkan kesepakatan social.
66Pluralisme adalah suatu paham yang mengajarkan bahwa semua agama adalah sama dankebenaran setiap agama adalah relatif, sebab itu setiap pemeluk agama tidak boleh mengklaim bahwa
209
Menurut Yusuf al-Qardawy ada batasan-batasan yang harus diketahui
tentang sikap dan pemahaman untuk masuk dalam kategori al-guluw, diantaranya,
pertama, Pembatasan pengertian ghuluw harus didasarkan kepada al-Quran dan
sunah. Dalam artian, untuk menghukumi sebuah sikap merupakan guluw, hendaklah
berdasarkan dalil dari al-Quran dan Sunah bukan berdasarkan hawa nafsu, prasangka
apalagi kepentingan musuh-musuh agama.
kedua, Guluw dalam kehidupan kontemporer merupakan realitas yang tidak
perlu dipungkiri. Hal ini dapat disebabkan oleh fanatisme buta dan sempitnya
wawasan. Oleh sebab itu, setiap sesuatu haruslah dipandang secara integral dan
berdasarkan ilmu agar menghasilkan pandangan yang tengah seimbang dan moderat.
Tidak terjerumus dalam ifra>t} (menyempitkan) maupun sebaliknya tafri>t}
(meremehkan).
Ketiga, Kondisi agama seseorang dan masyarakat sekitarnya, kuat dan
lemahnya kondisi tersebut mempunyai pengaruh untuk menghukumi seseorang
sebagai pelaku guluw, setengah guluw atau sama sekali tidak. Sebab, barang siapa
yang berpegang teguh terhadap agama dan hidup ditengah masyarakat yang
memiliki komitmen tinggi terhadap agama, maka perasaannya langsung bangkit jika
mendapati sebuah kemungkaran atau pengabaian dalam penegakkan hukum-hukum
syariat. Sementara orang yang tidak ambil pusing dan hidup ditengah masyarakat
yang acuh tak acuh terhadap agama, maka perasaannya menjadi kebal, tidak melihat
suatu dosa sebagai sebuah kesalahan namun disisi lain ia melihat komitmen
seseorang terhadap agamanya sebagai sebuah ghuluw atau sikap ekstrem.
hanya agamanya saja yang benar sedangkan agama lain salah. Pluralism juga mengajarkan bahwasetiap pemeluk agama akan masuk dan hidup berdampingan di surga.
210
Keempat, Menghukumi sesuatu sebagai guluw terhadap seseorang atau
penafiannya berbeda-beda menurut kondisi dan lingkungan. Melawan penguasa
zhalim yang memusuhi Islam mungkin dianggap jihad. Hal ini terjadi jika penguasa
yang diperangi itu melakukan kekufuran yang nyata, lengkap dengan bukti-buktinya.
Tapi memungkinkan juga disebut ghuluw jika penguasa yang hendak diperagi itu
tidak melakukan kekufuran dan juga tidak ada bukti atas kekufurannya. Semua ini
tergantung kepada perbedaan kondisi dan situasi.67
Dalam sebuah disertasi yang ditulis oleh Abdurrahma>n bin Mu’alla al
Luwaihiq dari Universitas Imam Muhammd bin Su’u>d, Mushkila>t al-Ghuluw fi> al-
Di>n fi> al-‘As}r al-H{a>d}ir, secara terperinci mengidentifikasikan faktor-faktor yang
menyebabkan sikap ekstrem/ghuluw dalam lintas sejarah umat Islam. Ia
mengklasifikasikannya dalam tiga sebab utama; Pertama, Sebab-sebab yang
berkaitan dengan metodologi ilmiah. Kedua, Sebab-sebab yang berkaitan dengan
aspek kejiwaan dan pendidikan. Ketiga, Sebab-sebab yang berkaitan dengan aspek
sosial dan problematika dunia.68
Faktor pertama yang berkaitan dengan metodologi ilmiah yang dimaksud
melingkupi kebodohan dalam ajaran Islam. Ghuluw seringkali muncul dari seseorang
yang terlalu semangat mengamalkan ajaran agama tapi minim ilmu. Ia mempelajari
ajaran Islam secara parsial. Belum mempelajari Al-Quran dan hadis secara
meneyeluruh namun cepat menyimpulkan sesuatu hukum berdasar pengetahuannya
yang minim. Menentukan hukum secara langsung dari nash dengan metode yang
67 Lihat Yusuf al-Qardawī, al-Ṣahwah al-Islamiyah baina al-jumūd wa al-taṭarruf, h. 30.68 Abd al-Rahma>n bin Mu’alla al Luwaihiq, al-Guluw fi> al-Di>n fi> hayati al-muslimin al-
mu’a>sarah (Cet. I; Beirut: Muassasah al-Risalah, 1412H/ 1992 M), h.
211
kaku dalam memahami nas}s}. Tidak mengerti tujuan-tujuan syariat, pemahaman yang
literal, tidak peduli dengan konteks nash, kondisi manusia dan perubahan zaman.
Kelompok Guluw seringkali mengikuti nash-nash yang mutasya>biha>t dan tidak
mampu mengkompromikan di antara beberapa dalil. Ditunjang dengan sikap fanatik
mereka terhadap golongan, mazhabnya, sehingga ia sulit menerima kebenaran dari
orang lain.
Faktor Kedua yang berkaitan dengan aspek kejiwaan dan pendidikan
mencakup tabiat dan lingkungan yang keras. Hal ini dapat kita lihat munculnya
sikap ghuluw di kalangan Khawarij. Kelompok puritan Khawarij kebanyakan berasal
dari suku Badui Arab yang keras dan hidup nomaden mengarungi kehidupan padang
pasir yang ganas. Padang pasir yang tandus membuat mereka bersifat sederhana
dalam cara hidup dan pemikiran, tetapi keras hati serta berani, dan bersikap
merdeka, tidak bergantung pada orang lain. Perubahan agama tidak membawa
perubahan pada sikap-sikap kebaduwian mereka. Mereka tetap bersikap bengis, suka
kekerasan dan tak gentar mati. Ajaran Islam mereka pahami apa adanya dan apa
yang ada dalam Alquran dan Hadis mereka pahami sesuai dengan lafazhnya. Mereka
seringkali lebih mengikuti hawa nafsunya untuk melawan dan bermusuhan dengan
sesama kaum muslimin yang dianggap oleh mereka sudah melenceng dari ajaran
Islam.
Faktor yang ketiga berhubungan dengan aspek soial, ekonomi, politik dan
problematika dunia. Ketidakpuasan terhadap kondisi umat Islam yang terpuruk
secara sosial dan ekonomi sering menjadi alasan kelompok radikal untuk bertindak
ekstrem. Rusaknya akidah umat, hilangnya syariat Allah dalam aspek hukum di
mayritas negara-negara kaum muslimin mendorong mereka ingin memulihkannya.
212
Apalagi mereka mensinyalir bahwa keterpurukan umat lebih disebabkan oleh
hegemoni dan ketidakadilan kekuatan asing dalam memperlakuakan dunia Islam.
Meluasnya sekulerisasi, kebobrakan akhlak, hilangnya peran ulama dalam
masyarakat menyebabkan sebagaian kaum muslimin mengasingkan diri dan bersikap
keras terhadap segala hal yang terafiliasi dengan asing (Barat).
Muhammad al-Zuhaili dalam bukunya Moderat dalam Islam, sikap ekstrem
berlebih-lebihan dalam beragama itu paling tidak karena dua faktor. Pertama, terlalu
semangat/tamak beragama, tetapi minim ilmu. Orang yang semangat tadi
beranggapan bahwa jalan yang ia tempuh adalah, jalan yang benar, sarana satu-
satunya, dan sarana yang kokoh untuk meraih apa yang ada di sisi Allah. Dia
beranggapan bahwa orang di luar diri dan golongannya kurang atau berada di
bawahnya dalamhal beramal.Sikapberagama ini tidak dilandasi dengan ilmu yang
memadai dan sikap bijaksana maka yang akan timbul adalah sikap ekstrem. Kedua,
dosa dan kesalahan. Dosa dan kesalahan masa lalu akan menjadi pendorong sikap
berlebih-lebihan dalamberagama karena perasaan khawatir terhadap masa lalu yang
kelam. Juga khawatir terhadap akibat-akibat dari dosa dan amalan-amalan buruk
yang telah dilakukannya. Kekhawatiran dan penyesalan akan dosa-dosa itu
kemudian diikuti dengan usaha menghapus dosa dalam waktu cepat. Karena terlalu
tergesa-gesa dengan harapan dosa agar cepat terhapus, mereka keliru menemukan
jalan yang normal. Mereka berusaha membuat tambahan dalam agama, bersikap
kaku dalam menjalankan hukum-hukum, kerasdalam beribadah, dan melewati
batasan yang telah digariskan dalammenjalankan hukum dan ajaran agama.69
69 Muhammad Zuhaili, Moderat dalam Islam (Jakarta: Penerbit Akbar Media, 2012), 27.
213
Menurut Tarmizi Taher, ada beberapa faktor yang menyebabkan lahirnya
faham ekstrem. Pertama, karena faktor modernisasi yang dapat dirasakan dapat
menggeser nilai-nilai agama dan pelaksanaanya dalam agama. Kedua, karena
pandangan dan sikap politik yang tidak sejalan dengan sikap dan politik yang dianut
penguasa.Ketiga, kerena ketidak puasan mereka terhadap kondisi sosial, ekonomi,
politik dan sebagainya yang berlangsung di Indonesia.Keempat, karena sifat dan
karakter dari ajaran Islam yang dianut kelompoknya cenderung bersifat rigid (kaku)
dan difahami secara literlis.70
C. Cara Mengobati Sifat al-Guluw
Untuk menghindari sifat al-guluw Syekh Ali bin Abd al-Aziz bin Ali Syibl
melalui karyanya “ manhaj al-wasatiyah wa atsaruhu fi ilaj al-guluw” secara
lengkap memberikan ila>j atau tips pengobatan. Pertama, Berpegang teguh pada al-
Qur’an dan sunnah yang shahih dalam perbuatan, perkataan dan keyakinan di dalam
berbagai aspek kehidupan. Kedua, Mengikuti manhaj para sahabat karena mereka
merupakan generasi terbaik umat ini. Namun untuk bisa menguasai dan
mengaplikasikan kedua hal tersebut dibutuhkan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Menuntut ilmu agama dengan niat mengangkat kebodohan.
2. Berusaha mengikuti manhaj yang benar dengan melihat atsar para salaf
saleh dengan ketentuan sesuai kaidah-kaidah syaria’t.
3. Mengajarkan Islam dan menasehati saudara seiman kita dengan penuh
hikmah tanpa disertai penekanan.
70 Tarmizi Taher, “Anatomi Radikalisme Keagamaan dalam Sejarah Islam,” in RadikalismeAgama, ed. Bahtiar Effendi dan Hendro Prasetyo (Jakarta: PPIM, 1998), 6.
214
4. Berusaha mendidik dan membangun keimanan kita dengan metode qur’ani
yaitu metode yang digunakan Nabi pada sahabat-sahabatnya sewaktu
muncul benih-benih al-guluw diantara mereka.
5. Menghindari majlis hiwa>r yang tidak menjadikan al-Qur’an dan sunnah
sebagai pemersatu mufakat.
6. Menghindari ta’assub al-mazmu>m (fanatik yang tercela) terhadap pandangan
dan perkataan aimmah.
7. Diperlukan pergerakan ulama untuk turun ke lapangan dengan peran mereka
mengangkat masyarakat dari kebodohan tentang agama. Para ulama dalam
hal ini seperti lampu yang memberikan cahaya dan menuntun masyarakat ke
arah cahaya kebenaran.71
Namun perlu diketahui bahwa langkah-langkah diatas akan sempurna
pelaksanaannya dan pengaplikasiannya apabila ada kerja sama antara ulil amri atau
penguasa dan ulama karena keduanya seperti sayap para burung sangat menentukan
selamat tidaknya generasi umat Islam dari sifat al-guluw.
71Lihat Ali> bin Abd al-Azi>z bin Ali al-Syibl, Manhaj al-wasatiyah wa atsaruh fi> ila>j al-guluw,h. 14-16.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan pada bab-bab sebelumnya dapat dibuat beberapa poin
kesimpulan sebagai jawaban atas sub-sub masalah yang dibahas dalam penelitian
tentang al-guluw dalam al-kutub al-tis’ah studi kritis terhadap keberagamaan islam
kontemporer sebagai berikut:
1. Hadis yang dikaji oleh peneliti terkait dengan al-guluw dalam kutub tis’ah
mencapai 32 riwayat. Selanjutnya dari delapan hadis yang menjadi objek
penelitian, dari segi kualitas sanad dan matan tujuh hadis berstatus sahih
sehingga dapat dilanjutkan ke penelitian selanjutnya dan satu hadis berstatus
dhaif.
2. Adapun terkait kandungan hadis, secara umum sifat al-guluw terbagi menjadi
dua macam,pertama, pada aspek akidah diantaranya adalah larangan bersikap
keras dan melampaui batas dalam perihal menjalankan agama dan bersikap
keras dan melampaui batas adalah sebab utama kehancuran umat terdahulu,
larangan mengikuti kebiasaan buruk umat terdahulu agar terhindar dari
kebinasaan. Kedua, pada aspek praktik dan amalan diantaranya adalah
larangan bersifat guluw dalam membaca al-Qur’an. Kandungan hadisnya
adalah anjuran membaca al-Qur’an dan larangan memberatkan diri dalam
mengamalkan ajaran agama Islam, karena sikap guluw dalam menjalankan
ajaran agama akan mengakibatkan rasa bosan dan lalai.
216
3. Adapun implementasi hadis Nabi terkait dengan sifat al-guluw terhadap
keberagaman islam kontemporer adalah dengan banyaknya kalangan yang
mengartikan Islam secara harfiah dan ingin mengembalikan Islam seperti
zaman dahulu dan cenderung kaku. Alhasil banyak aliran-aliran yang muncul
yang sering disebut ekstrim kanan atau kelompok yang suka dengan
kekerasan, kekacauan, keributan seperti kelompok yang keluar dari barisan
jama’ah dan pemimpin, kelompok yang suka mengkafirkan sesama muslim
dan kelompok yang suka dengan kekerasan bahkan membunuh saudara
semuslim. Hal ini disebabkan pemahaman mereka tentang agama yang
sedikit, mereka hanya mengambil sebagian nash dan meninggalkan nash-nash
lainnya. Olehnya itu dengan mengetahui dan memahami hadis-hadis nabi
tentang larangan bersifat guluw secara menyeluruh maka hal itu dapat
mengantisipasi pemahaman dan praktik yang salah dikalangan masyarakat.
B. Implikasi
Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi semua kalangan agar dapat
mengetahui hakikat, jenis dan bentuk al-guluw disertai cara pengobatannya. Dengan
mengkaji melalui pendekatan ilmu hadis, Tesis ini diharapkan dapat memberi
kontribusi kepada masyarakat dalam kaitannya dengan al-guluw dalam
mengamalkan agama islam khususnya di masa kontemporer.
Diantara cara mencegah sifat al-guluw adalah dengan menuntut ilmu Syar’i
dengan niat mengangkat kebodohan, berusaha mendidik dan membangun keimanan
kita dengan metode qur’ani yaitu metode yang digunakan Nabi pada sahabat-
sahabatnya pada awal munculnya benih-benih sifat al-guluw, dan Menghindari
ta’asub al-mazmu>m (fanatik yang tercela) terhadap pandangan dan perkataan
217
seseorang. Sekiranya hal ini dapat di amalkan dalam kehidupan sehari-hari maka
dengan izin Allah kita akan terlepas dari sifat al-guluw.
Penelitian ini juga dinilai masih memiliki keterbatasan dalam
pembahasannya, olehnya itu peneliti masih berharap mendapatkan saran dan kritik
dari segenap pembaca agar penelitian terkait sifat al-guluw dalam al-kutub al-tis’ah
ini lebih lengkap dan sempurna dari pembahasan sebelumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an Al-kari>m
Aba>di>, Muhammad Syams al-Haq al-Azi>m, ‘Aun al-Ma’bu>d Syarh Sunan Abu> Da>ud,Beirut: Da>r al-Kutub al-Ilmiyah, 1415 H.
Abī Khalkān, Abī ‘Abbās Syams al-Dīn Ahmad bin Muhmmad, Wafayāt al-A’yān,Beirut: Dār Sādir, 1971.
Abu al-Husein, Ahmad Ibn Fāris bin Zakariya, Mu’jam Maqāyīs al-Lugah, Beirut:Dār al-Fikr, 1399 H/1979 M.
Afroni, Sihabuddin. Makna Ghuluw Dalam Islam : Benih Ekstrimisme Beragama,Wawasan 39, no. 1 2016.
Ahmad, Arifuddin, “Metode Tematik dalam Pengkajian Hadis” Pidato PengukuhanGuru Besar, Makassar: UIN Alauddin, 31 Mei 2007.
Ahmad, Arifuddin, Metodologi Pemahaman Hadis; Kajian Ilmu Ma’ānī al-Hadīs,Cet.II; Makassar: Alauddin University Press, 2013.
Al-Asbaha>ni>, Ahmad bin Abd Allah bin Ahmad bin Isha>k bin Musa bin Mihra>n,Ma’rifah al-Saha>bah, Riya>d: Da>r al-Watan li al-Nasyr, 1419 H/1998 M.
Al-‘Ajali>, Ahmad Ibn Abd Allah Ibn Sa>leh Ibn Hasan al-Kuwfi>, Ma’rifah al-Tsiqaat,Maktabah al-Da>r al-Madi>nah al-Munawarah, 1405 H/1985 M.
Al-‘Asqalla>ni>, Ahmad bin ‘Ali bin H{ijr Abu> al-Fad{l, fath al-Bar>iy Syarh Sahi>h al-Bukha>ri, Beirut: Da>r al-Ma’rifah, 1379 H.
, Ahmad bin ‘Ali bin H{ijr Abu> al-Fad{l>, Tahz{i>b al-Tahz{i>b, Beirut: Dar a-Fikr, 1404 H/1984 M.
, Ahmad bin ‘Ali bin H{ijr Abu> al-Fad{l>, Lisan al-Mizan , beirut:Muassasah al-I’la>mi>, 1406 H/1986 M.
Al-‘Azīz, ‘Alī bin ‘Abd, Al-Guluw, al-Riyāḍ : Dār al-Syibli 1417 H.
219
Al-Atyubi>, Muhammad bin Ali bin Adam bin Musa, Syarh Sunan al-Nasa>i> \Akhi>rahal-‘Aqabi> fi Syarh al-MujtabaaI, Da>r al-Mi’ra>j al-Dauliyah li al-Nasyar 1416H/1996 M.
Al-Fayyu>mi>, Ahmad Ibn Muhammad Ibn ‘Ali al-Maqri>, al-Misba>h al-Muni>r fi gari>bal-Syarh al-kabi>r, Beirut: al-Maktabah al-Ilmiyah, T.th).
Al-Mizzi>, Jamāl al-Dīn Abī al-Hajjāj Yūsuf, Tahzīb al-Kamāl, Beirut: Muassasah al-Risālah, 1996.
Al-Muna>wi>, Zain al-di>n Abd al-Rau>f, al-Taisi>r bi al-Syarh al-Ja>mi’ al-Sa>gi>r, Riya>dh:Maktabah Ima>m al-sya>fi’I 1408 H/1988 M.
Al-Naisabu>ri, Abu> al- H\{usain Muslim ibn al-Hajja>j ibn Muslim al-Qusyairi> >, al-Musnad al-S{ah{i>h{ al-Mukhtas{ar binaqli al-‘Adl ‘an al-‘Adl ila> Rasulillah saw.(S{ah{i>h{ Muslim), Beirut: Da>r Ih}ya> al-Turas\ al-‘Arabi, t.th.
Al-Nasāī, Ahmad bin Syu’aib Abū ‘abd al-Rahmān, Sunan al-Nasāī al-Kubrā, Bairut: Dār al-Kutub al-‘Ilmiah, 1411 H/1991 M.
Al-Nawawi, Yahya bin Syarf , al-Minha>j Syarh Sahi>h Muslim bin Hjjaj, Juz 16 (cet.II; Beirut: Da>r Ihya’ al-Turats al-Arabiy, 1392 H), h. 220.
Bassa>m, Abd Allah bin Abd al-Rahma>n bin Sa>leh bin A>li, taisi>r al-ula>m syarh umdahal-ahka>m , Cairo: Maktabah al-Tabi’in, 1426 H/ 2006 M.
Al-Bagda>di> Ahmad bin Ali Abu Bark al-Khati?b, Tari>kh Baghdad , beirut: Da>r al-Kutub al-Ilmiyah, t.th.
Al-Bukhārī, Muhammad Ibn Ismā’īl Abū ‘Abdillah al-Ja’fīya, al-Jāmi’ al-Musnad al-Sahīh al-Mukhtasar min umūri Rasulullah saw. wa sunnatihi wa ayyāmihi(Sahīh al-Bukhārī), Beirut: Dār Ibn Katsīr, 1407 H/1987 M.
Al-Hadī, Abū Muhammad Mahdī ‘Abd al-Qādir Ibn‘Abd. Turuq Takhrīj HadīsRasulillah saw. terj. Said Aqil Husain Munawwar dan Ahmad Rifqi Mukhtar.Metode Takhrīj Hadīs, Cet. I; Semarang: Dina Utama, 1994 M.
Hornby, As, Oxford Advanced Leaner’s Dictionary, New York, Oxford UniversityPress, 1995.
Ibn Abd al-Ba>r, Yusuf Ibn Abd Allah Ibn Muhammad, al-Tamhi>d lima> fi> al-Muwatta>min al-Ma’a>ni wa al-Asa>nid, Muassasah al-Qurtubah, T.th.
220
Ibn al-Atsi>r, Abu al-Sa’a>da>t al-Muba>rak al-Jazari>, al-Niha>yah fi> al-Gari>b al-h{adi>s waal-Atsar, Beirut: al-Maktabah al-Ilmiyah, 1399 H/1979 M).
Ibn al-Jauzi>, Abd al-Rahman Ibn Ali Ibn Muhammad Abu al-faraj, al-Du’afa wa al-Matrukiyn , Beirut: Da>r al-Kutub Ilmiyah, 1406 H.
Ibn al-Khati>b, Ahmad bin Hasan bin Ali Abu al-Abbas, al-Wa>fiyat, Beirut: Da>r al-Iqa>mah al-Jadi>dah, 1978 M.
Ibn Batta>l, Ali bin Khalf Ibn Abd al-Ma>lik, Syarh Sahi>h al-Bukha>ri, Riyadh:Maktabah al-Rusyd, 1423 H/2003 M.
Ibn H}anbal, Ah}mad Ibn Muh}ammad, Musnad Ah}mad bin H{anbal, Kairo: Da>r al-H{adi>s\, 1995.
Ibn Hibba>n, Muhammad, al-Tsiqat, Beirut: Da>r al-Fikr 1395 h/1975 M.
Ibn Khalka>n, Abu al-Abbas Syams al-Din Ahmad bin Muhammad bin Abi Bakr ,Wafayat al-A’yaan wa Anba’I Abna’ al-Zaman, beirut: Da>r Sa>dir, 1990 M.
Ibn Manz}u>r, Muhammad bin Mukrim, Lisa>n al-‘Arab, Beirut: Da>r S{a>dir, 1414 H.
Ibn Mukrim, Muhammad Ibn Manzūr al-Afrīqī, Lisān al-‘Arab, al-Qāhirah: Dār al-Ma’ārif.
Ibn Sai>d, Abdullah Muhammad, Tabaqa>t al-Kubra>, Madinah: al-Ulu>m wa al-Hukm,1408 H.
Ibn Taimiyah, Ahmad Ibn Abd al-Halim, Iqtida’ al-Sirat al-Mustaqim MukhalafahAhlu al-Jahim , kairo: Matba’ah al-Sunnah al-Nabawiyah 1369 H.
Ibn Zakariyya, Ah}mad bin Fa>ris >, Mu‘jam Maqa>yi>s al-Lugah, Beirut: Da>r al-Fikr,1399 H/ 1979 M.
Ismail, M. Syuhudi, Pengantar Ilmu Hadis, Cet. X; Bandung: Penerbit Angkasa,1994.
, Kaedah Kesahian Sanad Hadis Telaah Kritis dan Tinjauan DenganPendekatan ilmu Sejarah, Jakarta: Bulan Bintang, 2005.
Kementrian Agama RI, terj. Yayasan Penyelenggara Penterjemah al-Qur’an , al-Qur’an dan Terjemahnya, Bandung: CV. Al-Jumānatul ‘Alī, 2004.
221
Mahmūd al-‘Aqqād, ‘Abbās, Al-Islām Da’wah ‘Alamiyah al-Qāhirah: Maktabah al-Usrah, 1999.
Mas’ud, Abdurrahman Menuju Paradigma Islam Humanis Yogyakarta: Gama Media,2003.
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Bahasa Indonesia, Jakarta:2008.
Al-Qardawī, Yusuf, Al-Sahwah al-Islamiyah baina al-Jumūd wa al-Taṭarruf, al-Qāhirah: Dār al-Syurūq, 1421H/2001 M.
, Yusuf, Zāhirah al-Ghuluw fi al-Takfīr, al-Qāhirah: MaktabahWahbah, 1411H/1990M.
Al-Qazuwaini>, Muhammad ibn Yazi>d Abu Abd Allah, Sunan Ibn Majah, Beirut: Daral-Fikri, t.th.
Al-Ra>zi, Abdurrahma>n bin Abi> H}a>tim Muhammad bin Idri>s >, al-Jarh wa Ta’di>l,Beirut: Da>r Ihya> al-Tura>ts al-‘Araby>, 1952 M.
Al-Sakha>wi>, Syams al-Di>n Muhammad bin Abd al-Rahma>n, al-Du>’ al-Lami’ Li Ahlial-Qarniy al-Ta>si’, Beirut: Maktabah al-Haya>h, T.th.
Al-Sallābī, ‘Alī Muhammad Muhammad, Al-Wasatiyah fī al-Qur’ān, al-Qāhirah :Maktabah al-Tābi’īn 1422H/2001M.
Al-Sindi>, Muhammad bin Abd al-Hady, Hasyiah al-Sindiy ‘Ala> Sahi>h al-Bukha>ri,Beirut: Dar al-Fikr, T.th.
Al-Sindi>, Nu>r al-Di>n Abd al-Ha>di Abu al-Hasan, Hasyiah al-Sindiy ala al-Nasa>i,Halb: Maktab al-Maktuba>t al-Isla>miyah, 1406 H/1986 M.
Al-Suyuti>, Jalal al-Din, Asma’ Mudallisin, Beirut: Dar al-Jail, t.th.
Al-Sajusta>ni>, Abu> Da>ud Sulaima>n bin al-Asy’as\,Sunan Abi> Da>ud, Beirut: Da>r ibnHazm, 1997.
Al-Saleh, Kamal al-Din Sayyid, Sahi>h fiqh al-Sunnah wa Adillatuhu wa TaudihMaza>hib Aimmah, Kairo: Maktabah al-Taufiqiyah, T.th.
Tim Pustaka Agung Harapan, Kamus Ilmiah Populer Lengkap, Surabaya: CV.Pustaka Agung Harapan.
222
Al-T{ah}h{a>n, Mah}mu>d, Us}u>l al-Takhri>j wa Dira>sah al-Asa>ni>d, Beirut: Da>r al-Qur’a>nal-Kari>m, t.th.
Al-Ulama, Nukhbah, Kita>b Usu>l al-Ima>n fi Dui al-Kita>b wa al-Sunnah, SaudiArabia: Wizarah al-Syu’u>n al-Islamiyah wa al-Auqa>f, 1421 H.
Wensinck, A.J al-Mu’jam al-Mufahras li Alfāz al-Hadīs al-Nabawī, Leiden: E.J.Brill, 1936 M.
Al-Zahabī, Syamsu al-Dīn Abū 'Abdillāh Muhammad bin Ahmad bin ‘Usmān binQāimāz, Tazkirah al-Huffaz, Beirut: Dār al-Kutub al-‘Ilimiyah, T,th.
, Syamsu al-Dīn Abū 'Abdillāh Muhammad bin Ahmad bin ‘Usmān binQāimāz, Siyar A’lām al-Nubalā’, Beirut: Muassasah al-Risalah, 1985.
Al-Zarkaliy, Khaer al-Di>n Ibn Mahmu>d Ibn Muhammad Ibn Ali bin Fa>ris, al-I’lam,Dar al-Ilmiy lil al-Malayiin, 2002 M.
Al-Zuhri>, Muhammad Ibn Sa’ad Ibn Muni’ Abu Abd Allah al-Basri>, al-Tabaqah al-Kubra>, Beirut: Da>r Sa>dir, t.th.
LAMPIRAN
HADIS-HADIS YANG YANG TERKAIT DENGAN OBJEK PENELITIAN
أخبرنا یعقوب بن إبراھیم الدورقي قال حدثنا ابن علیة قال .1حدثنا عوف قال حدثنا زیاد بن حصین عن أبي العالیة قال قال
علیھ وسلم غداة العقبة ابن عباس صلى قال لي رسول وھو على راحلتھ ھات القط لي فلقطت لھ حصیات ھن حصى
ا وضعتھن في یده قال بأمثال ھؤالء وإیا كم والغلو الخذف فلمین ین فإنما أھلك من كان قبلكم الغلو في الد رواه (في الد
النسائي)د حدثنا أبو أسامة عن عوف عن زیاد بن .2 حدثنا علي بن محم
الحصین عن أبي العالیة عن ابن عباس قال قال رسول علیھ وسلم غداة العقبة وھو على ناقتھ القط لي صلى حصى فلقطت لھ سبع حصیات ھن حصى الخذف فجعل
م قال یا أیھا ینفضھن في كفھ ویقول أمثال ھؤالء فارموا ث ین فإنھ أھلك من كان قبلكم الغلو في الناس إیاكم والغلو في الد
ین(رواه ابن ماجھ) الدحدثنا عبد هللا حدثني أبى ثنا ھشیم أنا عون عن زیاد بن .3
العالیة عن بن عباس قال : قال لي رسول هللاحصین عن أبىصلى هللا علیھ و سلم غداة جمع ھلم القط لي فلقطت لھ حصیات من حصى الخذف فلما وضعھن في یده قال نعم بأمثال ھؤالء وإیاكم والغلو في الدین فإنما ھلك من كان قبلكم
بالغلو في الدین
224
حدثنا عبد هللا حدثني أبي ثنا یحیى وإسماعیل المعني قاال ثنا .4أبي العالیة الریاحي عن بن عوف حدثني زیاد بن حصین عن
عباس قال یحیى ال یدري عوف عبد هللا أو الفضل قال قال لي رسول هللا صلى هللا علیھ و سلم غداة العقبة وھو واقف على راحلتھ : ھات القط لي فلقطت لھ حصیات ھن حصى الخذف فوضعھن في یده فقال بأمثال ھؤالء مرتین وقال بیده فأشار
قال إیاكم والغلو فإنما ھلك من كان قبلكم یحیى انھ رفعھا وبالغلو في الدین
د بن عبید المحاربي حدثنا عمرو بن ھاشم أبو مالك .5 حدثنا محمالجنبي عن إسمعیل بن أبي خالد عن عامر عن علي بن أبي
صلى ال طالب قال تغال لي في كفن فإني سمعت رسول علیھ وسلم یقول ال تغالوا في الكفن فإنھ یسلبھ سلبا سریعا
حدثنا إسماعیل بن إبراھیم عن ھشام یعني الدستوائي قال .6دثني یحیى بن أبي كثیر عن أبي راشد الحبراني قال قال ح
حمن بن شبل علیھ وسلم عبد الر صلى سمعت رسول كلوا بھ یقول اقرءوا القرآن وال تغلوا فیھ وال تجفوا عنھ وال تأ
وال تستكثروا بھ عن یحیى بن أبي كثیر عن أبي -.7 حدثنا وكیع عن الدستوائي
حمن بن شبل قال راشد عن عبد الر صلى قال رسول تأكلوا بھ وال تستكثروا بھ وال علیھ وسلم اقرءوا القرآن وال
تجفوا عنھ وال تغلوا فیھ اق قال أخبرنا معمر عن یحیى بن أبي كثیر -.8 ز حدثنا عبد الر
ه قال كتب معاویة إلى عبد الر م عن جد حمن عن زید بن سال
225
علیھ صلى بن شبل أن علم الناس ما سمعت من رسول علیھ وسلم صلى وسلم فجمعھم فقال إني سمعت رسول
تغلوا فیھ وال تجفوا عنھ یقول تعلموا القرآن فإذا علمتموه فال وال تأكلوا بھ وال تستكثروا بھ
م -.9 ام حدثنا یحیى عن زید بن سال مد حدثنا ھم حدثنا عبد الصحمن بن ه عن أبي راشد الحبراني عن عبد الر أن شبل عن جد
علیھ وسلم قال اقرءوا القرآن وال تغلوا فیھ وال النبي صلى تجفوا عنھ وال تأكلوا بھ وال تستكثروا بھ
ن زید حدثنا عفان حدثنا أبان حدثنا یحیى بن أبي كثیر ع -.10حمن بن عن عبد الر م عن أبي راشد الحبراني عن أبي سال
أن معاویة قال لھ إذا أتیت فسطاطي فقم شبل األنصاري علیھ وسل صلى م قال فأخبر ما سمعت من رسول
علیھ وسلم یقول اقرءوا القرآن صلى سمعت رسول وال تغلوا فیھ وال تجفوا عنھ وال تأكلوا بھ وال تستكثروا بھ
ن یعد من حدثنا عفان حدثنا موسى بن خلف أبو خلف وكاالبدالء وذكر حدیثا آخر نحوه
د .11 اد بن زید عن أیوب عن محم د بن عبید حدثنا حم حدثنا محم فقال أال ال عن أبي العجفاء السلمي قال خطبنا عمر رحمھ
أو تقوى مكرمة في الدنیاغالوا بصدق النساء فإنھا لو كانت ت علیھ وسلم ما أصدق لكان أوالكم بھا النبي صلى عند
علیھ وسلم امرأة من ن صلى سائھ وال أصدقت رسول امرأة من بناتھ أكثر من ثنتي عشرة أوقیة
226
حدثنا ابن أبي عمر حدثنا سفیان بن عیینة عن أیوب عن ابن .12أال الخطاب سیرین عن أبي العجفاء السلمي قال قال عمر بن
أو تقوى مكرمة في الدنیاال تغالوا صدقة النساء فإنھا لو كانت علیھ وسلم ما علمت صلى لكان أوالكم بھا نبي عند
علی صلى ھ وسلم نكح شیئا من نسائھ وال أنكح رسول قال أبو عیسى شیئا من بناتھ على أكثر من ثنتي عشرة أوقیة
ھذا حدیث حسن صحیح وأبو العجفاء السلمي اسمھ ھرم العلم أربعون درھما وثنتا عشرة أوقیة أربع واألوقیة عند أھل
مائة وثمانون درھما
حدثنا أبو بكر بن أبي شیبة حدثنا یزید بن ھارون عن ابن .13 الجھضمي حدث نا یزید بن عون ح و حدثنا نصر بن علي
د بن سیرین عن أبي العجفاء زریع حدثنا ابن عون عن محمقال عمر بن الخطاب ال تغالوا صداق النساء فإنھا السلمي قال
كان أوالكم وأحقكم أو تقوى عند مكرمة في الدنیالو كانت علیھ وسلم ما أصدق امرأة من نسائھ وال د صلى بھا محم من بناتھ أكثر من اثنتي عشرة أوقیة وإن أصدقت امرأة
جل لیثقل صدقة ام رأتھ حتى یكون لھا عداوة في نفسھ الرویقول قد كلفت إلیك علق القربة أو عرق القربة وكنت رجال
عربیا مولدا ما أدري ما علق القربة أو عرق القربة د بن سیرین حدثنا إسماعیل حدث .14 نا سلمة بن علقمة عن محم
أال ال قال نبئت عن أبي العجفاء السلمي قال سمعت عمر یقول تغلوا صدق النساء أال ال تغلوا صدق النساء فإنھا لو كانت
كان أوالكم بھا النبي صلى لدنیامكرمة في ا أو تقوى عند
227
علیھ وسلم امرأة صلى علیھ وسلم ما أصدق رسول من بناتھ أكثر من ثنت ي عشرة من نسائھ وال أصدقت امرأة
جل ة وإن الر جل لیبتلى بصدقة امرأتھ وقال مر أوقیة وإن الرلیغلي بصدقة امرأتھ حتى تكون لھا عداوة في نفسھ وحتى
غالما عربیا مولدا لم یقول كلفت إلیك علق القربة قال وكنت أدر ما علق القربة قال وأخرى تقولونھا لمن قتل في مغازیكم ومات قتل فالن شھیدا ومات فالن شھیدا ولعلھ أن یكون قد
حلتھ ذھبا أو ورقا یلتمس التجارة ال أوقر عجز دابتھ أو دف راد صلى تقولوا ذاكم ولكن قولوا كما قال النبي أو كما قال محم
فھو في الجنة علیھ وسلم من قتل أو مات في سبیل یان عن أیوب عن ابن سیرین سمعھ من أبي حدثنا سف .15
عنھ یقول ال تغلوا صدق العجفاء سمعت عمر رضي النساء فإنھا لو كانت مكرمة في الدنیا أو تقوى في اآلخرة
علیھ وسلم ما أنكح شیئا من لكان أوالكم بھا ا لنبي صلى بناتھ وال نسائھ فوق اثنتي عشرة وقیة وأخرى تقولونھا في مغازیكم قتل فالن شھیدا مات فالن شھیدا ولعلھ أن یكون قد
ة یبتغي التجارة فال أوق ر عجز دابتھ أو دف راحلتھ ذھبا وفض علیھ وسلم من د صلى تقولوا ذاكم ولكن قولوا كما قال محم
فھو في الجنة قتل في سبیل
بن عون أخبرنا ھشیم عن منصور بن زاذان أخبرنا عمرو .16عن ابن سیرین عن أبي العجفاء السلمي قال سمعت عمر بن وأثنى علیھ ثم قال أال ال تغالوا في الخطاب خطب فحمد
مكرمة في الدنیاإنھا لو كانت صدق النساء ف أو تقوى عند علیھ وسلم ما أصدق صلى كان أوالكم بھا رسول
228
من بناتھ فوق اثنتي عشرة امرأة من نسائھ وال أصدقت امرأةأوقیة أال وإن أحدكم لیغالي بصداق امرأتھ حتى یبقى لھا في
نفسھ عداوة حتى یقول كلفت إلیك علق القربة أو عرق القربة ر قال حدثنا عمر .17 عن حدثنا عبد السالم بن مطھ بن علي
د الغفاري عن سعید بن أبي سعید المقبري عن معن بن محم علیھ وسلم قال إن أبي ھریرة صلى ین یسر عن النبي الد
ین أحد إال غلبھ فسد دوا وقاربوا وأبشروا ولن یشاد الدوحة وشيء من الدلجة واستعینوا بالغدوة والر
أخبرنا أبو بكر بن نافع قال حدثنا عمر بن علي عن معن بن .18د عن سعید عن أبي ھریرة قال محم صلى قال رسول
ین یسر علیھ وسلم إن ھذا ین أحد إال غلبھ الد ولن یشاد الدوحة روا واستعینوا بالغدوة والر دوا وقاربوا وأبشروا ویس فسد
وشيء من الدلجة نا أبو بكر بن أبي شیبة حدثنا حفص بن غیاث ویحیى بن حدث .19
سعید عن ابن جریج عن سلیمان بن عتیق عن طلق بن حبیب قال عن األحنف بن قیس عن عبد صلى قال رسول
عون علیھ وسلم قالھا ثالثاھلك المتنطحدثنا مسدد حدثنا یحیى عن ابن جریج قال حدثني سلیمان .20
یعني ابن عتیق عن طلق بن حبیب عن األحنف بن قیس عن بن م علیھ وسلم قال أال سعود عبد ھلك عن النبي صلى عون ات المتنط ثالث مر
حدثنا یحیى بن سعید حدثنا ابن جریج حدثني سلیمان بن .21 بن عتیق عن طلق بن حبیب عن األحنف بن ق یس عن عبد
229
علیھ وسلم قال أال مسعود عون عن النبي صلى ھلك المتنطقال یحیى في حدیث طویل ثالث مرار
وحدثنى أبو بكر بن نافع العبدى حدثنا بھز حدثنا حماد .22صلى -نفرا من أصحاب النبى بن سلمة عن ثابت عن أنس أن
عن عملھ فى السر - ملسو هيلع هللا ىلص-سألوا أزواج النبى - هللا علیھ وسلمفقال بعضھم ال أتزوج النساء. وقال بعضھم ال آكل اللحم.
« وقال بعضھم ال أنام على فراش. فحمد هللا وأثنى علیھ. فقال وأفطر ما بال أقوام قالوا كذا وكذا لكنى أصلى وأنام وأصوم
»وأتزوج النساء فمن رغب عن سنتى فلیس منى
د بن جعفر أخبرنا حمید .23 حدثنا سعید بن أبي مریم أخبرنا محم عنھ بن أبي حمید الطویل أنھ سمع أنس بن مالك رضي
علیھ جاء ثالثة یقول رھط إلى بیوت أزواج النبي صلى ا أخبروا علیھ وسلم فلم وسلم یسألون عن عبادة النبي صلى
علی صلى ھ وسلم كأنھم تقالوھا فقالوا وأین نحن من النبيا أنا فإني ر قال أحدھم أم قد غفر لھ ما تقدم من ذنبھ وما تأخأصلي اللیل أبدا وقال آخر أنا أصوم الدھر وال أفطر وقال
ج أ صلى آخر أنا أعتزل النساء فال أتزو بدا فجاء رسول إني علیھ وسلم إلیھم فقال أنتم الذین قلتم كذا وكذا أما و وأتقاكم لھ لكني أصوم وأفطر وأصلي وأرقد ألخشاكم
ج الن سنتي فلیس منيرغب عن ساء فمن وأتزو
اد بن .24 أخبرنا إسحق بن إبراھیم قال أنبأنا عفان قال حدثنا حم سلمة عن ثابت عن أنس أن نفرا من أصحاب النبي صلى
230
ج النساء وقال بعضھم ال آكل علیھ وسلم قال بعضھم ال أتزواللحم وقال بعضھم ال أنام على فراش وقال بعضھم أصوم فال
و علیھ وسلم فحمد صلى أثنى أفطر فبلغ ذلك رسول علیھ ثم قال ما بال أقوام یقولون كذا وكذا لكني أصلي وأنام ج النساء فمن رغب عن سنتي فلیس وأصوم وأفطر وأتزو
رواه النسائي)(منيثابت عن حدثنا عبد هللا حدثني أبي ثنا مؤمل ثنا حماد ثنا .25
أنس : أن نفرا من أصحاب رسول هللا صلى هللا علیھ و سلم قال بعضھم ال أتزوج وقال بعضھم أصلي وال أنام وقال بعضھم أصوم وال أفطر فبلغ ذلك النبي صلى هللا علیھ و سلم فقال ما بال أقوام قالوا كذا وكذا لكني أصوم وأفطر وأصلي
فلیس منيوأنام وأتزوج النساء فمن رغب عن سنتي حدثنا عبد هللا حدثني أبي ثنا عفان ثنا حماد عن ثابت .26
عن أنس : أن نفرا من أصحاب النبي صلى هللا علیھ و سلم سألوا أزواج النبي صلى هللا علیھ و سلم عن عملھ في السر فقال بعضھم ال أتزوج النساء وقال بعضھم ال آكل اللحم وقال
أصوم وال أفطر فقام بعضھم ال أنام على فراش وقال بعضھم فحمد هللا وأثنى علیھ ثم قال ما بال أقوام قالوا كذا وكذا لكن أصلي وأنام وأصوم وأفطر وأتزوج النساء فمن رغب عن
سنتي فلیس مني
ھري یقول .27 حدثنا الحمیدي حدثنا سفیان قال سمعت الز بن عن ابن عباس سمع عمر رضي أخبرني عبید عبد
عنھ یقول على المنبر علیھ وسلم سمعت النبي صلى
231
یقول ال تطروني كما أطرت النصارى ابن مریم فإنما أنا عبده ورسولھ فقولوا ع بد
بن -.28 بن عبد ھري عن عبید حدثنا ھشیم قال زعم الز عنھ أن عتبة بن مسعود عن ابن عباس عن عمر رضي
علیھ وسلم قا صلى ل ال تطروني كما أطرت رسول النصارى عیسى ابن مریم علیھ السالم فإنما أنا عبد
ورسولھ بن عتبة -.29 بن عبد ھري عن عبید حدثنا سفیان عن الز
علیھ قال عن ابن عباس عن عمر صلى قال رسول وسلم ال تطروني كما أطرت النصارى عیسى ابن مریم علیھ
السالم فإنما أنا عبد فقولوا عبده ورسولھ اق حدثنا معمر عن -.30 ز حدثنا عبد الر ھري عن عبید الز
بن عتبة بن مسعود عن ابن عباس عن عمر بن عبد عنھ أنھ قال رضي دا صلى عز وجل بعث محم إن
ا أنزل علیھ آیة علیھ وسلم بالحق وأنزل معھ الكتاب فكان مم علیھ وسلم ورجمنا بعده ثم صلى جم فرجم رسول الر
قال قد كنا نقرأ وال ترغبوا عن آبائكم فإنھ كفر بكم أو إن كفرا علیھ صلى بكم أن ترغبوا عن آبائكم ثم إن رسول
وسلم قال ال تطروني كما أطري ابن مریم وإنما أنا عبد فقولوا رى ابن عبده ورسولھ وربما قال معمر كما أطرت النصا
مریم 31. ھري عن عبید أخبرنا عثمان بن عمر حدثنا مالك عن الز
علیھ وسلم صلى عن ابن عباس عن عمر أن رسول
232
ن مریم ولكن قال ال تطروني كما تطري النصارى عیسى اب ورسولھ قولوا عبد
231
RIWAYAT HIDUP
A. IDENTITAS PRIBADI
Nama Lengkap : A’raf Saefuddin, Lc
Tempat/Tgl Lahir : Teomokole, 19 Maret 1986
Alamat Rumah : Perumahan Graha Matahari Permai Blok F2 No. 2,
Desa. Bontoala. Kec. Pallangga, Kab. Gowa
Pekerjaan : Mahasiswa
B. RIWAYAT KELUARGA
1. Ayah : Saefuddin (Alm)
2. Ibu : Hj. Tjaya Kasnah
3. Istri : Anggit Sasmita, ST, M.Si
4. Anak : Hanin Dzakiyah
C. RIWAYAT PENDIDIKAN
1. SDN 02 Ngangana Umala Kab. Buton Sulawesi Tenggara Tahun 1998
2. MTsN 01 Bau-Bau Kab. Buton Sulawesi Tenggara Tahun 2001
3. Madrasah Aliyah Pesantren Pondok Madinah Makassar Sulawesi Selatan
Tahun 2004
4. Strata Satu (S1) Jurusan Hadis Fakultas Ushuluddin Universitas Al-Azhar
Mesir Tahun 2009
5. Strata Dua (S2) Jurusan Hadis PPS UIN Alauddin Tahun 2017