22
Fenomena radiasi Detektor radiasi Informasi Komponen pengolah informasi Komponen pendukung operasi detektor ALAT UKUR RADIASI ELEKROMAGNETIK Suatu radiasi dapat dikenali keberadaannya dan diukur kuantitasnya dengan menggunakan suatu alat yang disebut sebagai detektor radiasi. Detektor merupakan suatu bahan yang peka terhadap radiasi, yang bila dikenai radiasi akan menghasilkan tanggapan mengikuti mekanisme yang telah dibahas sebelumnya. Prinsip kerja detektor radiasi berdasarkan interaksi radiasi dengan materi. Interaksi radiasi dengan materi akan menyebabkan ionisasi dan eksitasi. Dalam proses deteksi mekanisme ionisasi lebih dinginkan karena dari proses ionisasi ini akan dihasilkan sinyal listrik. Sinyal inilah yang kemudian akan diukur sebagai keberadaan adanya suatu radiasi. Informasi-infromasi yang dapat ditunjukkan oleh sinyal listrik ini antara lain adalah : 1. Jenis radiasi 2. Energi radiasi 3. Aktivitas Pemilihan detektor radiasi ditentukan oleh jenis fenomena yang ingin diketahui informasinya. Secara umum prinsip kerja detektor radiasi dapat ditunjukkan pada diagram alir dalam Gambar 5.1 berikut ini. Gambar 5.1 Diagram alir proses deteksi radiasi Detektor radiasi bekerja dengan cara mengukur perubahan yang disebabkan oleh penyerapan energi radiasi oleh medium penyerap. Sebenarnya terdapat banyak mekanisme yang terjadi di

Alat Ukur Radiasi Elekromagnetik

Embed Size (px)

DESCRIPTION

alat ukur fisika

Citation preview

Page 1: Alat Ukur Radiasi Elekromagnetik

Fenomena radiasi Detektor radiasi InformasiKomponen pengolah informasi

Komponen pendukung

operasi detektor

ALAT UKUR RADIASI ELEKROMAGNETIK

Suatu radiasi dapat dikenali keberadaannya dan diukur kuantitasnya dengan menggunakan suatu alat yang disebut sebagai detektor radiasi. Detektor merupakan suatu bahan yang peka terhadap radiasi, yang bila dikenai radiasi akan menghasilkan tanggapan mengikuti mekanisme yang telah dibahas sebelumnya. Prinsip kerja detektor radiasi berdasarkan interaksi radiasi dengan materi. Interaksi radiasi dengan materi akan menyebabkan ionisasi dan eksitasi. Dalam proses deteksi mekanisme ionisasi lebih dinginkan karena dari proses ionisasi ini akan dihasilkan sinyal listrik. Sinyal inilah yang kemudian akan diukur sebagai keberadaan adanya suatu radiasi. Informasi-infromasi yang dapat ditunjukkan oleh sinyal listrik ini antara lain adalah :

1. Jenis radiasi2. Energi radiasi3. Aktivitas

Pemilihan detektor radiasi ditentukan oleh jenis fenomena yang ingin diketahui informasinya. Secara umum prinsip kerja detektor radiasi dapat ditunjukkan pada diagram alir dalam Gambar 5.1 berikut ini.

Gambar 5.1 Diagram alir proses deteksi radiasi

Detektor radiasi bekerja dengan cara mengukur perubahan yang disebabkan oleh penyerapan energi radiasi oleh medium penyerap. Sebenarnya terdapat banyak mekanisme yang terjadi di dalam detektor tetapi yang sering digunakan adalah proses ionisasi dan proses sintilasi.

 Proses Ionisasi

Ionisasi adalah peristiwa lepasnya elektron dari ikatannya karena menyerap energi eksternal.  Peristiwa  ini  dapat  terjadi  secara langsung oleh radiasi alpha atau beta dan secara tidak langsung oleh radiasi sinar-X, gamma dan neutron.

Page 2: Alat Ukur Radiasi Elekromagnetik

Jumlah elektron lepas ( N ) sebanding dengan jumlah energi yang terserap S E dibagi dengan daya ionisasi materi penyerap ( w ).

Dalam proses ionisasi, energi radiasi diubah menjadi pelepasan sejumlah elektron (energi listrik). Bila terdapat medan listrik maka elektron akan bergerak menuju ke kutub positif sehingga dapat menginduksikan arus atau tegangan listrik. Semakin besar energi radiasinya maka arus atau tegangan listrik yang dihasilkannya juga semakin besar pula.

Proses Sintilasi

Proses sintilasi adalah terpancarnya percikan cahaya ketika terjadi transisi elektron dari tingkat energi yang lebih tinggi ke tingkat energi yang lebih rendah di dalam detektor, bila terdapat kekosongan elektron pada orbit yang lebih dalam. Kekosongan tersebut dapat disebabkan oleh lepasnya elektron (proses ionisasi) atau loncatnya elektron ke lintasan yang lebih tinggi ketika dikenai radiasi (proses eksitasi).

Page 3: Alat Ukur Radiasi Elekromagnetik

Dalam proses sintilasi ini, energi radiasi diubah menjadi pancaran cahaya tampak. Semakin besar energi radiasi yang diserap maka semakin banyak percikan cahayanya.

1. Cara Pengukuran Radiasi

Terdapat dua cara pengukuran radiasi yaitu cara pulsa (pulse mode) dan cara arus (current mode). Sistem pengukur yang digunakan dalam kegiatan proteksi radiasi, seperti survaimeter dan monitor radiasi biasanya menerapkan cara arus (current mode) sedangkan dalam kegiatan aplikasi dan penelitian menerapkan cara pulsa (pulse mode).

 Cara pulsa

Setiap radiasi yang mengenai alat ukur akan dikonversikan menjadi sebuah pulsa listrik, baik dengan mekanisme ionisasi maupun sintilasi. Bila kuantitas radiasinya semakin tinggi maka jumlah pulsa listrik yang dihasilkannya semakin banyak. Sedangkan semakin besar energinya semakin tinggi pulsanya.

Informasi yang dihasilkan dengan cara pulsa adalah  jumlah pulsa (cacahan)  tinggi pulsa listrik.

Untuk meng "konversi" kan sebuah radiasi menjadi sebuah pulsa listrik dibutuhkan waktu tertentu, yang sangat dipengaruhi oleh jenis detektornya. Bila terdapat dua buah radiasi yang datang secara berurutan dengan selang waktu lebih cepat daripada waktu konversi detektor, maka radiasi yang terakhir tidak akan tercacah.

Tampilan sistem pengukur dengan cara pulsa biasanya berupa angka seperti gambar berikut.

 

Cara Arus

Pada cara arus, radiasi yang memasuki detektor tidak dikonversikan menjadi pulsa listrik secara satu per satu, melainkan rata-rata dari akumulasinya dalam konstanta waktu tertentu dan dipresentasikan sebagai arus listrik. Semakin banyak kuantitas atau energi radiasi per satuan waktu yang memasuki detektor, akan semakin besar arusnya.

Karena proses konversi pada cara arus ini tidak dilakukan secara individual maka cara ini tidak dapat memberi informasi jumlah pulsa (cacahan) maupun tinggi setiap pulsa.

Page 4: Alat Ukur Radiasi Elekromagnetik

Informasi yang dihasilkan cara pulsa ini adalah intensitas radiasi yang sebanding dengan perkalian jumlah pulsa dan tingginya.

Tampilan sistem pengukur dengan cara arus biasanya berupa jarum penunjuk seperti gambar berikut.

   

2. Jenis detektor radiasi

Detektor radiasi dapat dibedakan berdasarkan jenis materialnya dan prinsip kerjanya. Berdasarkan jenis materialnya, detektor radiasi dibagi menjadi detektor isian gas, detektor cairan, dan detektor bahan padat. Sedangkan berdasarkan prinsip kerjanya, detektor radiasi terbagi menjadi detektor untuk mengukur aktivitas dan detektor untuk mengukur aktivitas dan energi.

2.1 Jenis detektor berdasarkan materialnya

Berdasarkan material utamanya, detektor terbagi menjadi detektor isian gas, detektor cairan, dan detektor bahan padat. Perbedaan jenis material ini karena tiap-tiap jenis material memiliki pola interaksi radiasi yang khas sehingga untuk keperluan-keperluan tertentu suatu detektor harus memiliki sifat-sifat sesuai dengan jenis radiasi yang ingin diamati. Perbedaan jenis material ini membawa konsekuensi pada perbedaan cara operasi, perawatan, dan komponen pendukung operasi detektor

2.1.1 Detektor isian gas

Detektor isian gas merupakan detektor yang paling sederhana. Gas isian disimpan dalam suatu tabung logam tahan karat. Bagian jendela detektor tempat radiasi masuk dibuat dari suatu membran tipis. Prinsip dasar detektor tipe isian gas bekerja menurut proses ionisasi.

Saat radiasi menembus membran jendela maka akan terjadi ionisasi gas. Detektor isian gas dengan mode oprasi berbeda akan menghasilkan informasi yang berbeda. Berdasarkan mode operasinya, detektor isian gas terbagi menjadi detektor kamar ionisasi (ionization chamber), detektor pencacah proporsional (proportional counter), dan detektor Geiger Mueller (GM).

Page 5: Alat Ukur Radiasi Elekromagnetik

Gambar 5.2 Tabung gas detektor GM

Suatu sistem deteksi radiasi di dalam operasinya tidak hanya membutuhkan detektor saja tetapi juga membutuhkan perangkat pendukung operasi. Gambar 5.3 berikut ini menunjukkan susutu sistem deteksi radiasi dengan menggunakan detektor GM. Pada sistem ini perangkat pendukung operasi detektor adalah pencacah (counter), pewaktu (timer), suplai tegangan tinggi (HV).

Gambar 5.3 Detektor GM dan seperangkat komponen pendukungnya

Terdapat tiga jenis detektor isian gas yang bekerja pada daerah yang berbeda yaitu detektor kamar ionisasi, detektor proporsional, dan detektor Geiger Mueller (GM).

a. Detektor Kamar Ionisasi (ionization chamber)

Sebagaimana terlihat pada kurva karakteristik gas di atas, jumlah ion yang dihasilkan di daerah ini relatif sedikit sehingga tinggi pulsanya, bila menerapkan pengukuran model pulsa, sangat rendah. Oleh karena itu, biasanya, pengukuran yang menggunakan detektor ionisasi menerapkan cara arus. Bila akan menggunakan detektor ini dengan cara pulsa maka dibutuhkan penguat pulsa yang sangat baik. Keuntungan detektor ini adalah dapat membedakan energi yang memasukinya dan tegangan kerja yang dibutuhkan tidak terlalu tinggi. 

b. Detektor Proporsional

Page 6: Alat Ukur Radiasi Elekromagnetik

Dibandingkan dengan daerah ionisasi di atas, jumlah ion yang dihasilkan di daerah proporsional ini lebih banyak sehingga tinggi pulsanya akan lebih tinggi. Detektor ini lebih sering digunakan untuk pengukuran dengan cara pulsa.

Terlihat pada kurva karakteristik di atas bahwa jumlah ion  yang dihasilkan sebanding dengan energi radiasi, sehingga detektor ini dapat membedakan energi radiasi. Akan tetapi, yang merupakan suatu kerugian, jumlah ion atau tinggi pulsa yang dihasilkan sangat dipengaruhi oleh tegangan kerja dan daya tegangan untuk detektor ini harus sangat stabil. 

c. Detektor Geiger Mueller (GM)

Jumlah ion yang dihasilkan di daerah ini sangat banyak, mencapai nilai saturasinya, sehingga pulsanya relatif tinggi dan tidak memerlukan penguat pulsa lagi. Kerugian utama dari detektor ini ialah tidak dapat membedakan energi radiasi yang memasukinya, karena berapapun energinya jumlah ion yang dihasilkannya sama dengan nilai saturasinya. Detektor ini merupakan detektor yang paling sering digunakan, karena dari segi elektonik sangat sederhana, tidak perlu menggunakan rangkaian penguat. Sebagian besar peralatan ukur proteksi radiasi, yang harus bersifat portabel, terbuat dari detektor Geiger Mueller.

2.1.2 Detektor zat cair (liquid scintillator)

Detektor zat cair memiliki aplikasi yang sangat khusus biasanya digunakan untuk mengukur radiasi beta dari sampel lingkungan yang memiliki aktivitas sangat rendah (low backgound counting). Bahan detektor yang digunakan berupa senyawa scintilasi dalam fase cair (liquid scintillator). Larutan scintilasi ini merupakan suatu bahan yang unik karena dapat berpendar ketika menyerap radiasi. Intensitas pendaran dan energi pendaran dapat diukur sehingga dapat digunakan untuk mengidentifikasi energi dan aktivita suatu sumber radiasi.

Dalam aplikasinya, untuk menggunakan liquid scintillator diperlukan suatu tabung (vial). Bahan scintilasi cair diwadahi dalam tabung dan zat radioaktif yang akan dianalisis dilarutkan dalam bahan scintilasi. Gambar 5.4 menunjukkan gambar vial dan larutan scintilasi cair. Pencacahan radiasi dengan menggunakan bahan scintilasi cair akan menghasilkan data yang sangat akurat karena efisiensi pencacahan bernilai 100%. Satu-satunya kekurangan metode ini adalah penggunaan scintilasi cair yang harus selalu baru karena setelah zat radioaktif dilarutkan dalam scintilasi cair, maka larutan tersebut sudah tidak dapat digunakan lagi untuk analisis selanjutnya dan harus menggunakan larutan yang baru.

Page 7: Alat Ukur Radiasi Elekromagnetik

5.4a Vial liquid scintillator Gambar 5.4b Liquid scintillator

2.1.3 Detektor zat padat

Detektor berbahan zat padat terbagi menjadi dua kategori yaitu yang berbasis material scintilasi padat (solid scintillator) dan yang berbasi semikonduktor. Pad prinsipnya bahan scintilasi baik yang cair maupun padat memiliki prinsip kerja yang identik yang identik yaitu menggunakan energi radiasi menjadi pendaran sehingga dapat diukur energi dan aktivitasnya. Perbedaannya, pada bahan scintilasi padat, sumber radiasi terpisah dengan bahan scintilasi sehingga tidak terkontaminasi oleh zat radioaktif. Perbedaan yang lain, scintilasi padat hanya mampu mendeteksi radiasi gamma karena radiasi alpha dan beta akan diabsorbsi oleh bahan kontainer scintilasi padat sehingga tidak mampu menembus sampai bahan scintilasi.

5.5a Kristal Scintillator

5.5b Kristal Scintillator dalam wadah

Detektor radiasi berbasis semikonduktor merupakan detektor yang memiliki kinerja paling tinggi dan sekaligus membutuhkan metode operasi yang paling rumit dari detektor-detektor tipe lainnya. Terdapat dua model detektor semikonduktor. Model pertama merupakan

Page 8: Alat Ukur Radiasi Elekromagnetik

detektor semikonduktor yang dapat bekerja tanpa menggunakan pendingin. Termasuk dalam tipe ini adalah detektor Si-Li sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 5.6.

Gambar 5.6 Detektor Si-Li

Tipe detektor semikonduktor yang kedua adalah detektor yang menggunakan pendingin (biasanya berupa nitrogen cair). Detektor yang berpendingin ini memiliki performa lebh baik dari detektor semikonduktor yang tidak menggunakan pendingin, dan merupakan detektor radiasi terbaik hingga saat ini. Gambar 5.7 menunjukkan suatu sistem deteksi dengan detektor tipe HP-Ge berpendingin nitrogen cair.

Gambar 5.7 Sistem deteksi HP-Ge dan sistem pendinginnya

Adapun jenis detektor lain yaitu seperti

2.2 Detektor Sintilasi

Detektor sintilasi selalu terdiri dari dua bagian yaitu bahan sintilator dan photomultiplier. Bahan sintilator merupakan suatu bahan  padat, cair maupun gas, yang akan menghasilkan percikan cahaya bila dikenai radiasi pengion. Photomultiplier digunakan untuk mengubah percikan cahaya yang dihasilkan bahan sintilator menjadi pulsa listrik. Mekanisme pendeteksian radiasi pada detektor sintilasi dapat dibagi menjadi dua tahap yaitu :

a. proses pengubahan radiasi yang mengenai detektor menjadi percikan cahaya di dalam bahan sintilator dan

Page 9: Alat Ukur Radiasi Elekromagnetik

b. proses pengubahan percikan cahaya menjadi pulsa listrik di dalam tabung photomultiplier

     2.2.1 Bahan Sintilator

Proses sintilasi pada bahan ini dapat dijelaskan dengan Gambar 4. Di dalam kristal bahan sintilator terdapat pita-pita atau daerah yang dinamakan sebagai pita valensi dan pita konduksi yang dipisahkan dengan tingkat energi tertentu. Pada keadaan dasar, ground state, seluruh elektron berada di pita valensi sedangkan di pita konduksi kosong. Ketika terdapat radiasi yang memasuki kristal, terdapat kemungkinan bahwa energinya akan terserap oleh beberapa elektron di pita valensi, sehingga dapat meloncat ke pita konduksi. Beberapa saat kemudian elektron-elektron tersebut akan kembali ke pita valensi melalui pita energi bahan aktivator sambil memancarkan percikan cahaya.

Jumlah percikan cahaya sebanding dengan energi radiasi diserap dan dipengaruhi oleh jenis bahan sintilatornya. Semakin besar energinya semakin banyak percikan cahayanya. Percikan-percikan cahaya ini kemudian ‘ditangkap’ oleh photomultiplier.

 Berikut ini adalah beberapa contoh bahan sintilator yang sering digunakan sebagai detektor radiasi.

a. Kristal NaI(Tl)b. Kristal ZnS(Ag)c. Kristal LiI(Eu)d. Sintilator Organik

     2.2.2 Sintilator Cair (Liquid Scintillation)

Detektor ini sangat spesial dibandingkan dengan jenis detektor yang lain karena berwujud cair. Sampel radioaktif yang akan diukur dilarutkan dahulu ke dalam sintilator cair ini sehingga sampel dan detektor menjadi satu kesatuan larutan yang homogen. Secara geometri pengukuran ini dapat mencapai efisiensi 100 % karena semua radiasi yang dipancarkan sumber akan “ditangkap” oleh detektor. Metode ini sangat diperlukan untuk mengukur sampel yang memancarkan radiasi b berenergi rendah seperti tritium dan C14.

Page 10: Alat Ukur Radiasi Elekromagnetik

Masalah yang harus diperhatikan pada metode ini adalah quenching yaitu berkurangnya sifat transparan dari larutan (sintilator cair) karena mendapat campuran sampel. Semakin pekat konsentrasi sampel maka akan semakin buruk tingkat transparansinya sehingga percikan cahaya yang dihasilkan tidak dapat mencapai photomultiplier. 

2.2.3 Tabung Photomultiplier

Sebagaimana telah dibahas sebelumnya, setiap detektor sintilasi terdiri atas dua bagian yaitu bahan sintilator dan tabung photomultiplier. Bila bahan sintilator berfungsi untuk mengubah energi radiasi menjadi percikan cahaya maka tabung photomultiplier ini berfungsi untuk mengubah percikan cahaya tersebut menjadi berkas elektron, sehingga dapat diolah lebih lanjut sebagai pulsa / arus listrik.

Tabung photomultiplier terbuat dari tabung hampa yang kedap cahaya dengan photokatoda yang berfungsi sebagai masukan pada salah satu ujungnya dan terdapat beberapa dinode untuk menggandakan elektron seperti terdapat pada gambar 5. Photokatoda yang ditempelkan pada bahan sintilator, akan memancarkan elektron bila dikenai cahaya dengan panjang gelombang yang sesuai. Elektron yang dihasilkannya akan diarahkan, dengan perbedaan potensial, menuju dinode pertama. Dinode tersebut akan memancarkan beberapa elektron sekunder bila dikenai oleh elektron.

Page 11: Alat Ukur Radiasi Elekromagnetik

Elektron-elektron sekunder yang dihasilkan dinode pertama akan menuju dinode kedua dan dilipatgandakan kemudian ke dinode ketiga dan seterusnya sehingga elektron yang terkumpul pada dinode terakhir berjumlah sangat banyak. Dengan sebuah kapasitor kumpulan elektron tersebut akan diubah menjadi pulsa listrik.

 

2.3 Detektor Semikonduktor

Bahan semikonduktor, yang diketemukan relatif lebih baru daripada dua jenis detektor di atas, terbuat dari unsur golongan IV pada tabel periodik yaitu silikon atau germanium. Detektor ini mempunyai beberapa keunggulan yaitu lebih effisien dibandingkan dengan detektor isian gas, karena terbuat dari zat padat, serta mempunyai resolusi yang lebih baik daripada detektor sintilasi.

Pada dasarnya, bahan isolator dan bahan semikonduktor tidak dapat meneruskan arus listrik. Hal ini disebabkan semua elektronnya  berada di pita valensi sedangkan di pita konduksi kosong. Perbedaan tingkat energi antara pita valensi dan pita konduksi di bahan isolator sangat besar sehingga tidak memungkinkan elektron untuk berpindah ke pita konduksi ( > 5 eV ) seperti terlihat di atas. Sebaliknya, perbedaan tersebut relatif kecil pada bahan semikonduktor ( < 3 eV ) sehingga memungkinkan elektron untuk meloncat ke pita konduksi bila mendapat tambahan energi.

Energi radiasi yang memasuki bahan semikonduktor akan diserap oleh bahan sehingga beberapa elektronnya dapat berpindah dari pita valensi ke pita konduksi. Bila di antara kedua ujung bahan semikonduktor tersebut terdapat beda potensial maka akan terjadi aliran arus listrik. Jadi pada detektor ini, energi radiasi diubah menjadi energi listrik.

Page 12: Alat Ukur Radiasi Elekromagnetik

Sambungan semikonduktor dibuat dengan menyambungkan semikonduktor tipe N dengan tipe P (PN junction). Kutub positif dari tegangan listrik eksternal dihubungkan ke tipe N sedangkan kutub negatifnya ke tipe P seperti terlihat pada Gambar 7. Hal ini menyebabkan pembawa muatan positif akan tertarik ke atas (kutub negatif) sedangkan pembawa muatan negatif akan tertarik ke bawah (kutub positif), sehingga terbentuk (depletion layer)  lapisan kosong muatan pada sambungan PN. Dengan adanya lapisan kosong muatan ini maka tidak akan terjadi arus listrik. Bila ada radiasi pengion yang memasuki lapisan kosong muatan ini maka akan terbentuk ion-ion baru, elektron dan hole, yang akan bergerak ke kutub-kutub positif dan negatif. Tambahan elektron dan hole inilah yang akan menyebabkan terbentuknya pulsa atau arus listrik.

Oleh karena daya atau energi yang dibutuhkan untuk menghasilkan ion-ion ini lebih rendah dibandingkan dengan proses ionisasi di gas, maka jumlah ion yang dihasilkan oleh energi yang sama akan lebih banyak. Hal inilah yang menyebabkan detektor semikonduktor sangat teliti dalam membedakan energi radiasi yang mengenainya atau disebut mempunyai resolusi tinggi. Sebagai gambaran, detektor sintilasi untuk radiasi gamma biasanya mempunyai resolusi sebesar 50 keV, artinya, detektor ini dapat membedakan energi dari dua buah radiasi yang memasukinya bila kedua radiasi tersebut mempunyai perbedaan energi lebih besar daripada 50 keV. Sedang detektor semikonduktor untuk radiasi gamma biasanya mempunyai resolusi 2 keV. Jadi terlihat bahwa detektor semikonduktor jauh lebih teliti untuk membedakan energi radiasi.

Sebenarnya, kemampuan untuk membedakan energi tidak terlalu diperlukan dalam pemakaian di lapangan, misalnya untuk melakukan survai radiasi. Akan tetapi untuk keperluan lain, misalnya untuk menentukan jenis radionuklida atau untuk menentukan jenis dan kadar bahan, kemampuan ini mutlak diperlukan.

Kelemahan dari detektor semikonduktor adalah harganya lebih mahal, pemakaiannya harus sangat hati-hati karena mudah rusak dan beberapa jenis detektor semikonduktor harus didinginkan pada temperatur Nitrogen cair sehingga memerlukan dewar yang berukuran cukup besar.

2.4 Keunggulan - Kelemahan Detektor

Dari pembahasan di atas terlihat bahwa setiap radiasi akan diubah menjadi sebuah pulsa listrik dengan ketinggian yang sebanding dengan energi radiasinya. Hal tersebut merupakan fenomena yang sangat ideal karena pada kenyataannya tidaklah demikian. Terdapat beberapa karakteristik detektor yang membedakan satu jenis detektor dengan lainnya yaitu efisiensi, kecepatan dan resolusi.

Efisiensi detektor adalah suatu nilai yang menunjukkan perbandingan antara jumlah pulsa listrik yang dihasilkan detektor terhadap jumlah radiasi yang diterimanya. Nilai efisiensi detektor sangat ditentukan oleh bentuk geometri dan densitas bahan detektor.

Page 13: Alat Ukur Radiasi Elekromagnetik

Bentuk geometri sangat menentukan jumlah radiasi yang dapat 'ditangkap' sehingga semakin luas permukaan detektor, efisiensinya semakin tinggi. Sedangkan densitas bahan  detektor mempengaruhi jumlah radiasi yang dapat berinteraksi sehingga menghasilkan sinyal listrik. Bahan detektor yang mempunyai densitas lebih rapat akan mempunyai efisiensi yang lebih tinggi karena semakin banyak radiasi yang berinteraksi dengan bahan.

Kecepatan detektor menunjukkan selang waktu antara datangnya radiasi dan terbentuknya pulsa listrik. Kecepatan detektor berinteraksi dengan radiasi juga sangat mempengaruhi pengukuran karena bila respon detektor tidak cukup cepat sedangkan intensitas radiasinya sangat tinggi maka akan banyak radiasi yang tidak terukur meskipun sudah mengenai detektor.

Resolusi detektor adalah kemampuan detektor untuk membedakan energi radiasi yang berdekatan. Suatu detektor diharapkan mempunyai resolusi yang sangat kecil (high resolution) sehingga dapat membedakan energi radiasi secara teliti. Resolusi detektor disebabkan oleh peristiwa statistik yang terjadi dalam proses pengubahan energi radiasi, noise dari rangkaian elektronik, serta ketidak-stabilan kondisi pengukuran.

Aspek lain yang juga menjadi pertimbangan adalah konstruksi detektor karena semakin rumit konstruksi atau desainnya maka detektor tersebut akan semakin mudah rusak dan biasanya juga semakin mahal.

Tabel berikut menunjukkan karakteristik beberapa jenis detektor secara umum berdasarkan beberapa pertimbangan di atas.

Pemilihan detektor harus mempertimbangkan spesifikasi keunggulan dan kelemahan sebagaimana tabel di atas. Sebagai contoh, detektor yang digunakan pada alat ukur portabel (mudah dibawa) sebaiknya adalah detektor isian gas, detektor yang digunakan pada alat ukur untuk radiasi alam (intensitas sangat rendah) sebaiknya adalah detektor sintilasi, sedangkan detektor pada sistem spektroskopi untuk menganalisis bahan sebaiknya detektor semikonduktor.

2.5 Penggunaan Alat Ukur Radiasi

Berdasarkan kegunaannya, alat ukur radiasi dapat dibedakan menjadi alat ukur proteksi, radiasi sistem pencacah dan spektroskopi

Page 14: Alat Ukur Radiasi Elekromagnetik

Alat ukur proteksi radiasi digunakan untuk kegiatan keselamatan kerja dengan radiasi, nilai yang ditampilkan dalam satuan dosis radiasi seperti Rontgent, rem, atau Sievert. Sedangkan sistem pencacah dan spektroskopi digunakan untuk melakukan pengukuran intensitas radiasi dan energi radiasi secara akurat. Sistem pencacah lebih banyak digunakan di fasilitas laboratorium.

a. Alat Ukur Proteksi Radiasi

Sebagai suatu ketentuan yang diatur dalam undang-undang bahwa setiap pengguna zat radioaktif atau sumber radiasi pengion lainnya harus memiliki alat ukur proteksi radiasi. Alat ukur proteksi radiasi dibedakan menjadi tiga

 dosimeter perorangan  surveimeter  monitor kontaminasi.

Dosimeter perorangan digunakan untuk “mencatat” dosis radiasi yang telah mengenainya secara akumulasi dalam selang waktu tertentu, misalnya selama satu bulan. Contoh dosimeter perorangan adalah film badge, TLD dan dosimeter saku. Setiap pekerja radiasi diwajibkan menggunakan dosimeter perorangan.

Surveimeter digunakan untuk mengukur laju dosis (intensitas) radiasi secara langsung. Surveimeter mutlak diperlukan dalam setiap pekerjaan yang menggunakan zat radioaktif atau sumber radiasi pengion lainnya agar setiap pekerja mengetahui atau dapat memperkirakan dosis radiasi yang akan diterimanya setelah melaksanakan kegiatan tersebut. Surveimeter harus bersifat portabel, mudah dibawa dalam kegiatan survei radiasi di segala medan.

Page 15: Alat Ukur Radiasi Elekromagnetik

Monitor kontaminasi digunakan untuk mengukur tingkat kontaminasi zat radioaktif, baik di udara, di tempat kerja, maupun yang melekat di tangan, kaki atau badan pekerja. Peralatan ini mutlak diperlukan bagi fasilitas yang menggunakan zat radioaktif terbuka, misalnya untuk keperluan teknik perunut menggunakan zat radioaktif.

b. Sistem Pencacah dan Spektroskopi

Sistem pencacah dan spektroskopi digunakan untuk aplikasi yang memanfaatkan zat radioaktif atau sumber radiasi pengion lainnya. Sebagai contoh aplikasi thickness gauging untuk mengukur tebal lapisan, level gauging untuk menentukan batas permukaan fluida, XRF untuk menentukan jenis dan kadar material, dan sebagainya.

Sistem pencacah digunakan untuk mengukur kuantitas (jumlah) radiasi yang mengenai detektor. Salah satu contoh penggunaan sistem pencacah adalah pada aplikasi pengukuran tebal kertas, sebagaimana gambar berikut.

Metode di atas dapat digunakan untuk pengukuran lapisan bahan yang lain, misalnya plastik atau bahkan lapisan logam. Tentu saja untuk setiap jenis bahan diperlukan pengaturan jenis sumber radiasi dan detektor yang berbeda.

 Sistem spektroskopi mempunyai prinsip yang sangat berbeda dengan pencacah karena alat ini mengukur energi dari setiap radiasi yang mengenai detektor. Hasil pengukuran alat ini berupa spektrum distribusi energi radiasi sebagaimana contoh pada gambar berikut.

Page 16: Alat Ukur Radiasi Elekromagnetik

Terlihat dari contoh spektrum di atas bahwa terdapat beberapa tingkat energi yang menghasilkan cacahan relatif lebih tinggi dari pada daerah lain. Posisi atau tingkat energu tersebut disebut sebagai puncak energi (energy peak).

Spektrum energi radiasi yang ditandai oleh puncak-puncak energinya merupakan karakteristik dari setiap unsur atau zat radioaktif. Sehingga jenis unsur atau isotop yang terkandung di dalam suatu bahan dapat ditentukan bila spektrum energinya dapat diukur.

Salah satu contoh aplikasi yang harus menggunakan sistem spektroskopi adalah penentuan jenis dan kadar unsur yang menerapkan metode XRF (X ray fluresence) dan metode NAA (neutron activation analysis).