Aldi Fisio 2

Embed Size (px)

DESCRIPTION

hjgjgj

Citation preview

LAPORAN PRAKTIKUM

SISTEM TUBUH III(TOPIK : ILMU FISIOLOGI KEGAWAT DARURATAN MEDIK DENTAL )Disusun oleh :Aldiansyah Hakim

141610101018

BAGIAN BIOMEDIK FISIOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS JEMBER

2014

IDENTITAS MAHASISWANAMA :Aldiansyah Hakim

NIM

:141610101018BAGIAN BIOMEDIK FISIOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS JEMBER

2014

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kekuatan dan kesempatan kepada kami untuk menyelesaikan Laporan Ilmu Fisiologi pada Blok Sistem Tubuh III khususnya Ilmu Fisiologi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Jember.

Laporan Ilmu Fisiologi pada Blok Sistem Tubuh III ini merupakan tugas Fisiologi khususnya pada Blok Sistem Tubuh III, yang disusun dan dikembangkan untuk keperluan pendidikan fisiologi manusia bagi mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Jember.

Ucapan terimakasih kepada

drg. Suhartini M.Biotech. drg. R. Rayadyan Parnaadji, M.kes., Sp. Pros.

drg. Zahreni Hamzah, M.Si.

drg. Tecky Indriana, M.Kes.

drg. Raditya Nugroho, Sp. KG.yang dimana beliau sebagai Dosen Pembimbing Ilmu Fisiologi pada Blok Sistem Tubuh III Fakutas Kedokteran Gigi Universitas Jember.

Diharapkan tugas dalam laporan ini bermanfaat untuk kita semua.

Penyusun

DAFTAR ISI

Cover

..1

Identitas Mahasiswa

.2

Kata Pengantar

.3

Daftar Isi

.4

Kegawat Daruratan Medik Dental

5

Bab I . Dasar Teori6

Bab II. Hasil Percobaan11

Bab III. Pembahasan13

Bab IV. Kesimpulan26

Daftar Pustaka

..27

KEGAWAT DARURATAN MEDIK DENTAL

BAB I

DASAR TEORI

1.1 Pertolongan Pertama (PPGD)Pertolongan pertama tidak melakukan penanganan medis yang sesuai, tetapi hanya memberi bantuan sementera sampai didapatkan (bila diperlukan) perawatan medis, atau sampai dipastikan kemungkinan pulih tanpa perawatan medis. Pada kebanyakan kasus cidera dan penyakit membutuhkan hanya perawatan pertolongan pertama.Pertolongan Pertama Pada Gawat Darurat (PPGD) adalah serangkaian usaha pertama yang dapat dilakukan pada kondisi gawat darurat dalam rangka menyelamatkan pasien dari kematian pada kondisi gawat darurat (cidera atau sakit mendadak). Prinsip Utama PPGD adalah menyelamatkan pasien dari kematian pada kondisi gawat darurat. Filosofi PPGD adalah Time Saving is Living Saving yang berarti bahwa seluruh tindakan pada kondisi ini pasien dapat kehilangan nyawa dalam hitungan menit (henti nafas lama 2-3 menit dapat mengakibatkan kematian).

Dari semua tindakan yang dilakukan selama pemeriksaan awal, menolong harus berhati-hati dan tidak memindahan korban bila tidak penting untuk menyelamatkan jiwa. Semua gerakan yang tidak penting atau pengenanannya yang kasar harus dihindari karena dapat memperburuk cidera tulang belakang atau fraktur yang tidak terdeteksi. Dalam rangka untuk memberikan pertolongan pertama yang baik, penolong harus mampu mengidentifikasi cidera korban atau sakit mendadak dan menentukan keparahannya.

Untuk mengetahui keparahannya, penolong harus mengikuti pendekatan sistematis atau yang dikenal sebagai pengkjian korban. Pengkajian korban bertujuan untuk (1) Mendapatkan persetujuan/konsen dari korban (oral konsen, implied consent, konsen dari polisi, atau pada keadaan darurat dapat dilakukan tanpa ijin), (2) Mendapatkan kepercayaan dari korban, (3) Mengidentifikai masalah korban dan menentukan kebutuhan PPGD, dan (4) Mendapat informasi tentang korban yang mungkin dapat sangat berguna untuk pemberian layanan kedaruratan medis (LKM).

Pengkajian korban secara medis dibagi menjadi dua langkah yaitu : (1) Pemeriksaan primer meliputi A-B-C-(D-H) yaitu A (Airway), B (Breathing), C (Circulation), serta D (Disability) dan H (Hemorhagie). Dan (2) Pemeriksaan skunder. Pemeriksaan sekunder meliputi (a) wawancara yang terdiri dari : SAMPLE PAIN yaitu S = Symtom/gejala (keluhan utama, A = Alergi, M = Medicine (Obat-obatan), P = Pain (Penyakit terdahulu), L = Last Eat (Makan terakhir), E = Exidance (Peristiwa yang terjadi sebelum kedaruratan), P = Periode nyeri (Berapa Lama), A = Area (dimana), I = Intensitas, N = Nulitas (apa yang menghentikannya); (2) Pemeriksaan tanda-tanda vital; dan (3) Pemeriksaan tubuh secara keseluruhan dari kepala hingga kaki dan Tag (peringatan medis dipakai seperti kalung atau gelang yang menarik perhatian disaat terjadi keadaan darurat). Tag ini sebaiknya tidak dilepaskan dari orang yang mengalami cidera atau sakit.

Bila diperlukan, hubungi Sistem Layanan Kedaruratan Medis (LKM) untuk memberikan bantuan seperti regu penolong (pemadam kebakaran), polisi layanan ambulan (1-1-8), atau dokter pribadi. Beritahukan apa yang terjadi dengan menyebut : (a) Jumlah korban, (b) Kesadaran korban, (c) Perkiraan usia dan jenis kelamin, (d) Lokasi kejadian secara lengkap, (e) Nama dan nomor telepon Anda/pelapor.

Persyaratan Dasar PPGD :

(1) Ada pasien tidak sadar

(2) Pastikan kondisi tempat pertolongan aman bagi pasien dan penolong

(3) Beritahukan kepada lingkungan kalau anda akan berusaha menolong

(4) Cek kesadaran pasien (lakukan metode AV-PU)

Cara melakukan cek kesadaran pada pasien dengan metode AV-PU :

a. A (Alert):Korban sadar, jika tidak sadar lanjut ke poin V

b. V (Verbal):Cobalah memanggil-manggil korban dengan cara berbicara keras ditelinga korban (pada tahap ini jangan sertakan dengan menggoyang atau menyentuh pasien),jika tidak merespon lanjut ke P,

c. P (Pain):Cobalah beri rangsang nyeri pada pasien, yang paling mudah adalah menekan bagian putih dari kuku tangan (dipangkal kuku), selain itu dapat juga dengan menekan bagian tengah tulang dada (sternum) dan juga areal diatas mata (supra orbital).

d. U (Unresponsive):Setelah diberi rangsang nyeri tapi pasien tidak bereaksi maka pasien berada dalam keadaan unresponsive ( tidak sadar)

1.2 Resusitasi Jantung Paru (RJP)

Resusitasi Jantung Paru (RJP) adalah tindakan penggabungan penyelamatan pernafasan (dari mulut ke mulut) dengan kompresi dada eksternal. Tujuan RJP yang penting adalah mengusaha kan sekuat tenaga agar ventilasi paru dapat pulih kembali seperti sediakala. RJP bermanfaat untuk menyelamatkan korban serangan jantung, kasus tenggelam, kekurangan nafas, tersengat listrik, dan kelebihan obat.

RJP dilakukan pada saat jantung dan pernafasan korban telah berhenti bekerja. Penyelamatan pernafasan digunakan pada saat masih berdenyut tetapi tidak ada pernafasan. Seorang dokter gigi seharusnya mampu (1) Mengenali tanda-tanda penyakit jantung, (2) Memberikan RJP, dan (3) Menghubungi Layanan Kedaruratan Medis (LKM).Tanda-tanda serangan jantung mencakup :

1. Nyeri dada atau rasa tak enak di bagian tengah dada (terutama sebelah kiri), bisa menyebar ke bahu kiri, lengan kiri atas, leher kiri, rahang, dada dengan tengah dan perut kiri bagian atas; diikuti perasaan tertekan, berat atau remuk yang berlangsung selama tak lebih dari beberapa menit atau berlalu hilang dan kembali.

2. Sulit bernafas atau sesak nafas

3. Demam (merasa dingin pada suhu panas)

4. Berkeringat atau keringat dingin

5. Rasa kembung, salah cerna, atau perasaan tersedak (mungkin terasa seperti panas dalam lambung)

6. Mual atau muntah

7. Detak jantung yang cepat atau tak teratur (palpitasi)

8. Pusing dan pingsan

RJP dapat digolongkan dalam 3 macam cara yaitu pemberian (1) nafas bantuan (2) nafas buatan (3) pijat jantung

1.2.1 Nafas Buatan

Nafas buatan adalah nafas yang diberikan kepadda pasien untuk menormalkan frekuensi nafas pasien yang dibawah normal (frekuensi nafas orang dewaa muda adalah 12-20 kali per menit). Jika frekuensi nafas : 6 kali per menit, maka harus diberi nafas bantuan di sela setiap nafas spontan sehingga total nafas per menitnya menjadi normal (12 kali).

1.2.2 Nafas Bantuan

Nafas buatan adalah cara melakukan nafas buatan yang sama dengan nafas bantuan, tetapi nafas buatan diberikan pada pasien yang mengalami henti nafas. Diberikan dua kali secara efektif agar dada dapat mengembang.

Tindakan resusitasi perlu diperhatikan bilamana tindakan RJP (1) denyut nadi arteri mulai teraba (2) mulai timbul pernafasan spontan dan (3) secara bertahap kesadaran penderita pulih kembali.

Tindakan resusitasi perlu dihentikan bilamana tindakan RJP efektif telah berlangsung 30 menit tetapi kriteria-kriteria berikut masih dijumpai :

1. Ketidaksadaran menetap

2. Tidak timbul pernafasan spontan

3. Denyut nadi tidak teraba

4. Pupil berdilatasi dan menetap, atau

5. Denyut nadi karotis telah teraba

Penghentian resusitasi dilakukan mengingat pernafasan yang telah terhenti selama 30 menit biasanya menunjukkan tanda-tanda kematian (kaku mayat), sehingga resusitasi selanjutnya dipandang tidak berguna lagi. Faktor lain yang mungkin dapat merupakan keputusan untuk menghentikan tindakan RJP adalah kondisi penolong yang telah lelahda sudah tidak kuat lagi; bantuan sudah datang, dan atau perjanjian tertulis dengan pasien dan keluarganya untuk tidak melakukan resusitasi.

1.2.3 Pijat jantung

Pijat jantung adalah usaha untuk memaksa jantung memompa darah ke seluruh tubuh. Pijat jantung dilakukan pada korban dengan karotis yang tidak teraba. Pijat jantung biasanya dikombinasi dengan nafas buatan.

BAB IIHASIL PERCOBAAN

Berdasarkan seluruh percobaan, kami menjawab beberapa pertanyaan dibawah ini dan membuat kesimpulan2.1 Pertanyaan

1. Jelaskan mengapa mahasiswa fakultas kedokteran gigi memerlukan pengetahuan tentang BLS?

2. Apa yang anda lakukan apabila anda temukan gigi tiruan pasien anda tertelan?

3. Apa gunanya metode blackblow di bidang kedokeran gigi?

4. Apa gunanya metode Heimlich Manuver di bidang kedokteran gigi?

5. Apa gunanya metode chest thrust di bidang kedokteran gigi?

6. Apa yang anda lakukan pada saat anda jumpai pasien anda mengalami pingsan setelah melakukan anastesi? Jelaskan2.2 Jawaban

1. Karena sangat memungkinkan pada saat seorang dokter gigi melakukan pelayanan kesehatan, lalu menjumpai pasien dalam keadaan gawat darurat , maka seorang dokter gigi itu dapat memberikan pertolongan pertama sesuai PPDG dan RJP untuk menyelamatkan pasien dari kematian pada kondisi gawat darurat.

2. Berusaha mengeluarkan gigi tiruan tersebut. Jika pasien bayi atau anak-anak menggunakan metode black blow dengan memukul menggunakan telapak tangan daerah diantara tulang scapula di punggung.Jika pasien orang dewasa, menggunakan metode Heimlich Manuver.Metode ini dlakukan untuk mengeluarkan gigi tiruan yang tertelan agar dapat dimuntahkan.

3. Untuk menangani kemungkinan tertelannya benda asing saat pelayanan kesehatan gigi pada anak-anak.

4. Untuk membebaskan jalan nafas pasien dan menangani kemungkinan tertelannya benda asing saat pelayanan kesehatan gigi pada orang dewasa.

5. Untuk menangani kemungkinan tertelannya benda asing saat pelayanan kesehatan pada ibu hamil dengan cara memposisikan tangan serta mendorong tangan ke arah dalam atas6. Melakukan tindakan pertolongan pertama gawat darurat diawali dengan pengkajian primer ABC-DH = Airway,Breathng,circulation,disability dan Hemoraghie, termasuk pemerikasaan dengan metode AV-PU, apabila pasien masih tidak sadar maka dilakukan upaya BLS dengan melakukan pijat jantung hingga nampak gejala kesadaran, kemudian jika dapat sadar kembali dilanjutkan pemeriksaan sekunder wawancara SAMPLE PAIN, pemriksaan tanda vital dan pemeriksaan tubuh secara keseluruhan dari kepala hingga kaki. Jika pasien tidak tersadarkan maka dirujuk untuk mendapat perawatan medis yang lebih intensif.BAB III

PEMBAHASAN

A. Pembebasan Jalan Nafas

Pembebasan jalan nafas merupakan suatu upaya pertama dalam menangani pasien dalam keadaan kondisi gawat darurat. Penanganan kondisi kegawat daruratan setelah dilakukan resusitasi, jika tidak segera sadar dan bangun dari pingsannya maka hendaknya korban harus bernafas secara aktif sehingga dapat merasakan betuk bahwa ada aliran udara yang keluar masuk paru-paru . Maka untuk membantu korban agar proses pernafasannya menjadi lancer adalah dengan melihat adakah hal/benda yang menghalangi jalan nafasnya . Jika ada , maka segera dikeluarkan dengan cara memposisikan korban untuk berbaring dan terlentang .Lalu dilakukan pengankatan dagu dengan menggunakan dua jari utnuk mengangkat tulang dagu ke atas dan menggunakan tangan yang lain untuk menarik kepala ke belakang dan menutup hidung pasien untuk membeaskan jalan nafas korban . Lalu melakukan upaya pembukaan rongga mulut dan segera keluarkan benda asing yang menghalangi jalannya nafas . Jika terdapat sumbatan harus dibersihkan dahulu, kalau sumbatan berupa cairan dapat dibersihkan dengan jari telunjuk atau jari tengah yang dilapisi dengan sepotong kain, sedangkan sumbatan oleh benda keras dapat dikorek dengan menggunakan jari telunjuk yang dibengkokkan. Mulut dapat dibuka dengan tehnik Cross Finger, dimana ibu jari diletakkan berlawanan dengan jari telunjuk Pada mulut korban. Misalnya gigi pasangan yang lepas dan masuk ke saluran nafas. Jika korban tidak sadar dan jalan nafas tertutup, maka dapat dilakukan dengan memiringkan kepala ke samping, agar sumbatan dapat lebih mudah dikeluarkan.

Setelah jalan napas dipastikan bebas dari sumbatan benda asing, biasa pada korban tidak sadar tonus otot-otot menghilang, maka lidah dan epiglotis akan menutup farink dan larink, inilah salah satu penyebab sumbatan jalan napas. Pembebasan jalan napas oleh lidah dapat dilakukan dengan cara Tengadah kepala topang dagu (Head tild chin lift) dan Manuver Pendorongan Mandibula (Rahang Bawah).B. Periksa Pernafasan

Selain dilakukan RJP , pembebasan jalan nafas maupun nafas buatan , diiringi juga dengan pengecekan kondisi Airway (jalan nafas) dan Breathing (pernafasan) pasien. Etode pengecekan nafas menggunakan metode Look, Listen, dan Feel.

1. Look: Melihat apakah ada gerakan dada atau gerakan bernafas dan amati apakah gerakan tersebut simetris atau tidak

2. Listen : Mendengarkan apakah ada suara nafas normal dan apakah ada suara nafas abnormal yang bisa timbul karena hambatan sebgaian jalan nafas. Jenis-jenis suara tersebut antara lain :

Snoring : suara seperti ngorok, kondisi ini menandakan adanya kebuntuan jalan nafas bagian atas oleh benda padat, jika terdengar suara ini maka lakukan pengecekan langsung dengan cross finger untuk membuka mulut.

Gargling: suara seperti berkumur, kondisi ini terjadi karena ada kebuntuan yang disebabkan oleh cairan ,misalnya darah . Maka dilakukan tindakan cross finger lalu finger sweep untuk menyapu rongga mulut dengan kain dari cairan-cairan

Crowing : suara dengan nada tinggi, biasanya disebabkan karena pembengkakan atau edema pada trakea , untuk pertolongan pertama tetap lakukan maneuver head tilt and chin lift atau jaw thrust saja.

3. Feel : Rasakan dengan pipi pemeriksa apakah ada hawa panas dari korban.

Setelah serangkaian step diatas dilakukan , maka penolong mengamati dan melihat ada tidaknya pergerakan dada dan mencatat nafas korban .

Kompresi jantung dari luar (KJL)/External Cardiac

Compression bisa dikerjakan 1 orang atau dengan 2 orang penolong. Ketika jantung tertekan antara sternum dan columna vertebra, darah akan disemprotkan dari ventrikel kiri, selama rileksasi terjadi pengisian jantung. Tindakan KJL yang dilakukan secara sempurna akan menghasilkan isi semenit jantung (cardiac output) sebesar 20 sampai 33 persen dari normal, dan ini harus bersama-sama dengan pernapasan buatan (The Committe on Trauma: American College of Surgeons dialihbahasakan Yayasan Essentia Medica, 1983: 26).

Cara Pelaksanaan KJL:

KJL dapat dikerjakan oleh satu orang atau dengan dua orang penolong dan

masing-masing memiliki urutan tata kerja sendiri-sendiri, sehingga penolong harus lebih hati-hati untuk menentukan KJL. Adapun urutan tata kerja KJL dijelaskan sebagai berikut:

Penolong Satu Orang

Menurut Richard H. S. (1979: 421-425), The Committe on Trauma: American College of Surgeons (Yayasan Essentia Medica, 1983: 26), Hendrotomo (1986: 506- 507), dan Youngson dialihbahasakan Hadyana (1997: 9-11) pelaksanaan KJL untuk penolong satu orang dapat dikerjakan dengan cara korban harus dalam posisi horisontal dan diletakkan di atas lantai atau permukaan yang rata dan keras,meninggikan ekstremitas bawah karena tindakan meninggikan ekstremitas bawah dapat memperbesar venous return dan isi semenit jantung, penolong menempatkan dirinya di samping korban, dan menentukan lokasi ujung processus xiphoideus. Pangkal telapak tangan diletakkan tiga jari di atasnya pada sumbu memanjang sternum. Tangan yang lain diletakkan di atas tangan yang pertama, lalu bahu si penolong harus berada langsung di atas sternum korban. Dengan bahu dan lengan yang lurus, penekanan dilakukan vertikal ke bawah sehingga sternum terdesak masuk ke dalam 1 - 2 inci ( 3 sampai 5 cm) pada orang dewasa. Lakukan kompresi dada selama 12-15 kali kemudian mengambil posisi untuk pemberian pernafasan buatan (ventilasi) secara mouth to mouth selama 2 kali, sehingga kegiatan tersebut dikerjakan dengan perbandingan 12-15 kali kompresi dan 2 kali ventilasi (15 x 2).

Kompresi harus dikerjakan secara lancar, teratur dan tidak terputus-putus. Rileksasi segera terjadi setelah penekanan, tetapi pangkal telapak tangan si penolong harus tetap berada pada sternum. Penekanan jangan sampai memantul (harus mantap) dan pada puncak tekanan perlu dipertahankan beberapa waktu (0,5 1 detik) kemudian dilepaskan kembali keposisi semula. Kecepatan kompresi dada sekitar 80 kali/menit dan paling sedikit 60 kali/menit, sedangkan untuk ventilasi 2 kali dalam waktu 5 detik. Kecepatan ini diperlukan untuk mempertahankan kecepatan kompresi jantung sebesar 60 kali dalam semenit dan melakukan 2 kali pernapasan buatan. Jadi perbandingannya 15 : 2. Kecepatan yang benar dapat dipertahankan oleh penolong tunggal dengan menghitung one and two, and three sampai fifteen. Pertahankan kepala tetap dalam posisi ekstensi, kalau perlu bahu ditinggikan untuk mempertahankan posisi tersebut. Pemberian kompresi dan ventilasi dilakukan secara bergantian dengan waktu yang tepat, cepat dan efektif.

Penolong Dua Orang

Kedua penolong berada pada sisi korban, penolong I melakukan ventilasi, sedangkan penolong II melakukan kompresi dada. Kecepatan KJL untuk 2 orang

penolong adalah 60 /menit, dan ventilasi dilakukan setelah kompresi dada yang ke

lima, yaitu dengan perbandingan 5 : 1. Untuk mempertahankan kecepatan yang benar, penolong yang melakukan kompresi dada korban harus menghitung keras-keras, one-one thousand, two-one thousand, sampai five-one thousand, karena cara menghitung seperti ini dapat mempertahankan frekuensi KJL yang tepat. Pergantian tugas antara kedua penolong sangatlah penting karena tindakan KJL yang dilakukan dengan benar merupakan pekerjaan yang berat. Pertukaran ini dilakukan dengan berpindahnya penolong yang mengerjakan pernapasan buatan ke samping korban segera setelah pengembangan paru-paru. Ke dua belah tangannya disiapkan di udara dekat tangan si penolong yang berada pada dada korban. Biasanya setelah penekanan ke tiga atau ke empat, penolong satunya menyelesaikan urutan tindakan ini.C. Pemeriksaan frekuensi denyut arteri Karotis1). Persiapan alat 1. Alat pengukur waktu (jam tangan dengan jarum detik, stop watch)

2. Buku catatan nadi ( kartu status )

3. Alat tulis2). Persiapan pasien1. Jelaskan pada pasien tentang perlunya pemeriksaan ini.

2. Buatlah pasien serelaksasi dan senyaman mungkin

3). Cara pemeriksaan1. Cuci tangan pemeriksa dengan air bersih

2. minta pasien melepaskan baju sehingga bagian leher terlihat jelas

3. pasien duduk dengan posisi tangan diistirahatkan diatas paha

4. Inspeksi kedua sisi leher untuk melihat denyut arteri karotis

5. Mintalah pasien untuk memalingkan kepala pada sisi arah yang berlawanan dengan yang akan diperiksa

6. Kemudian lakukan palpasi dengan lembut, jangan terlalu keras untuk menghindari rangsangan sinus karotid

7. Dengan menggunakan jari tengah dan telunjuk palpasi sekitar otot sternokleidomastoideus bagian medial

8. Perhatikan perubahan denyut pada saat menarik atau menghembuskan napas

9. Hitung frekuensi nadi dengan alat pengukur waktu untuk 30 detik, kemudian hasilnya dikalikan 2. Bila irama tidak teratur hitung selama 1 menit

Berdasarkan kuat dan lemahnya denyut arteri diklasifikasikan :

i. Tidak teraba denyut : 0

ii. Ada denyut tetapi sulit teraba : +1,

iii. Denyut normal teraba dengan mudah dan tidak mudah hilang : +2

iv. Denyut kuat, mudah teraba seakan- akan memantul terhadap ujung jari serta tidak mudah hilang : + 3

Pada saat praktikum denyut arteri karotis teraba dengan mudah dan tidak mudah hilang jadi denyut nadi orang coba adalah normal.D. Pemberian nafas bantuan dari mulut ke mulut

1. Percobaan dilakukan 2 orang coba yang jenis kelaminnya sama dan sehat,(upayakan dapat melakukan dengan baik, hingga dapat dietahui udara yang masuk dapt dirasakan).

2. Posisikan diri disamping pasien

3. Salah satu tangan penolong diletakkan dibawah leher penderita dan angkat sedikit ke atas,sedang tangan yang lain diletakkan diatas dahi dan jari-jari tangan menutup lubang hidung.Dorong dahi kebawah posisi kepala ekstensi, otot rahang bawah teregang dan rongga mulut terbuka.Pertahankan posisi kepala seperti ini sampai pertolongan selesai.

4. Mulut si penolong di tempelkan pada orang coba.Tutupilah seluruh mulut korban dengan mulut penolong.

5.Lakukan pernafasan dari mulut ke mulut secara tidak langsung ( gunakan kain/sapu tangan an orang coba untuk mencegah penularan penyakit

6. Hembuskan nafas satu kali (tanda jika nafas yang diberikan masuk adalah dada pasien mengembang).

7. Tiup udara kedalam paru-paru kurang lebih 2 kali volume tidal, sementara itu, tangan ke bagian lambung. Pastikan tidak ada kebocoran udara yang ditiupkan melalui hidung atau sela mulut penderita.8. Perhatikan dada pasien dengan seksama.

Tabel pengamatan pernafasan :

AdekuatKurang adekuatTidak bernafas

Dada dan perut bergeraknaik dan turun selamapernapasanUdara terdengar dan terasasaat keluar dari mulutatau hidungPenderita tidak nyamanFrekuensi cukup (dalambatas normal)Gerakan dada kurang baikAda suara napas tambahanOtot bantu napas bekerjaSianosisFrekuensi kurang atauberlebihanPerubahan status mental(gelisah, cemas)Tidak ada gerakan dadaatau perutTidak terdengar aliranudara melalui mulutatau hidung

Pada saat percobaan didapatkan ciri-ciri pernafasan orang coba seperti pada tabel pernafasan adekuat sehingga dapat disimpulkan pernafasan orang coba normal.F. Manuever Heimlich

Manuever Heimlich (The Committe on Trauma: American College of Surgeon (Yayasan Essentia Medica, 1983: 22) ini merupakan metoda yang paling efektif untuk mengatasi obstruksi saluran pernapasan atas akibat makanan atau benda asing yang terperangkap dalam pharynx posterior atau glotis. Korban tidak dapat berbicara atau bernapas, menjadi panik dan sering berlari dari kamar. Korban menjadi pucat yang diikuti dengan bertambahnya cyanosis, anoxia dan kematian. Pada kondisi tersebut di atas, manuever ini dapat dilaksanakan dengan posisi penolong berdiri atau berbaring. Adapun pelaksanaannya sebagai berikut:

a. Penolong Berdiri: Penolong berdiri di belakang korban dan memeluk pinggang korban dengan kedua belah tangan, kepalan salah satu tangan digenggam oleh tangan yang lain. Sisi ibu jari kepalan penolong menghadap abdomen korban diantara umbilicus dan thoraks. Kepalan tersebut ditekankan dengan sentakan ke atas yang cepat pada abdomen korban. Penekanan tersebut tidak boleh memantul, dan pada waktu di puncak tekanan perlu diberi waktu untuk menahan 0,5 - 1 detik dan setelah itu tekanan dilepas, perbuatan ini harus diulang beberapa kali. Naiknya diafragma secara mendadak menekan paru-paru yang dibatasi oleh dinding rongga dada, meningkatkan tekanan intrathoracal dan memaksa udara serta benda asing keluar dari dalam saluran pernapasan.

b. Penolong berlutut: Korban berbaring telentang dan penolong berlutut melangkahi panggul korban. Penolong menumpukkan kedua belah tangannya dan meletakkan pangkal salah satu telapak tangan pada abdomen korban dalam posisi yang kemudian melaksanakan prosedur yang sama seperti pada posisi berdiri.

G. Black Blow Maneuver Dan Chest Thrust Maneuver

Black blow maneuver dan chest thrust maneuver dilakukan untuk menghilangkan obstruksi di jalan napas atas yang disebabkan oleh benda asing & yg ditandai oleh beberapa atau semua dari tanda dan gejala berikut ini:

1. Secara mendadak tidak dapat berbicara.2. Tanda-tanda umum tercekikrasa leher tercengkeram 3. Bunyi berisik selama inspirasi.

4. Penggunaan otot asesoris selama bernapas dan peningkatan kesulitan bernapas.

5. Sukar batuk atau batuk tidak efektif atau tidak mampu utk batuk.

6. Tidak terjadi respirasi spontan atau sianosis7. Bayi dan anak dg distres respirasi mendadak disertai dg batuk, stidor atau wizing.Kontraindikasi dan Perhatian1. Pada klien sadar, batuk volunter menghasilkan aliran udara yg besar dan dapat menghilangkan obstruksi.2. Chest thrust hendaknya tidak digunakan pada klien yg mengalami cedera dada, seperti flail chest, cardiac contusion, atau fraktur sternal (Simon & Brenner, 1994).3. Pada klien yg sedang hamil tua atau yg sangat obesitas, disarankan dilakukan chest thrusts.4. Posisi tangan yg tepat merupakan hal penting untuk menghindari cedera pada organ-organ yang ada dibawahnya selama dilakukan chest thrust.Tahapan Prosedur Abdominal Thrust1. Jika pasien dalam keadaan berdiri/duduk:a. Anda berdiri di belakang klien

b. Lingkarkan lengan kanan anda dengan tangan kanan terkepal, kemudian pegang lengan kanan tsb dg lengan kiri. Posisi lengan anda pd abdomen klien yakni dibawah prosesus xipoideus dan diatas pusat/umbilikus.c. Dorong secara cepat (thrust quickly), dengan dorongan pada abdomen ke arah dalam-atas.d. Jika diperlukan, ulangi abdominal thrust beberapa kali utk menghilangkan obstruksi jalan napas. e. Kaji jalan napas secara sering utk memastikan keberhasilan tindakan ini.2. Jika pasien dalam keadaan supine/unconcious:a. Anda mengambil posisi berlutut/mengangkangi paha klien.b. Tempatkan lengan kiri anda diatas lengan kanan anda yg menempel di abdomen tepatnya di bawah prosesus xipoideus dan diatas pusat/umbilikus. c. Dorong secara cepat (thrust quickly), dengan dorongan pada abdomen ke arah dalam-atas.d. Jika diperlukan, ulangi abdominal thrust beberapa kali utk menghilangkan obstruksi jalan napas. e. Kaji jalan napas secara sering utk memastikan keberhasilan tindakan ini.3. Jika mungkin, lihat secara langsung mulut dan paring klien dengan laringoskopi dan jika tampak utamakan mengekstraksi benda asing tersebut menggunakan Kelly atau Megil forcep.Tahapan Prosedur Chest Thrust1. Jika posisi klien duduk/ berdiri: a. Anda berdiri di belakang klien

b. Lingkarkan lengan kanan anda dengan tangan kanan terkepal di area midsternal di atas prosesus xipoideus klien (sama seperti pada posisi saat kompresi jantung luar).

c. Lakukan dorongan (thrust) lurus ke bawah ke arah spinal. Jika perlu ulangi chest thrust beberapa kali utk menghilangkan obstruksi jalan napas.d. Kaji jalan napas secara sering utk memastikan keberhasilan tindakan ini.2. Jika posisi klien supine: a. Anda mengambil posisi berlutut/mengangkangi paha klien.b. Tempatkan lengan kiri anda diatas lengan kanan anda dan posisikan bagian bawah lengan kanan anda pada area midsternal di atas prosesus xipoideus klien (sama seperti pada posisi saat kompresi jantung luar).c. Lakukan dorongan (thrust) lurus ke bawah ke arah spinal. Jika perlu ulangi chest thrust beberapa kali utk menghilangkan obstruksi jalan napas.d. Kaji jalan napas secara sering utk memastikan keberhasilan tindakan ini.3. Jika mungkin, lihat secara langsung mulut dan paring klien dengan laringoskopi dan jika tampak utamakan mengekstraksi benda asing tersebut menggunakan Kelly atau Megil forcep.Tahapan Prosedur Back Blow & Chest Thrust untuk Bayi 1. Bayi diposisikan prone diatas lengan bawah anda, dimana kepala bayi lebih rendah dari pada badannya.

2. Topang kepala bayi dengan memegang rahang bayi.

3. Lakukan 5 kali back blow dengan kuat antara tulang belikat menggunakan tumit tangan anda.4. Putar bayi ke posisi supine, topang kepala dan leher bayi dan posisikan di atas paha.5. Tentukan lokasi jari setingkat dibawah nipple bayi. Tempatkan jari tengah anda pada sternum dampingi dengan jari manis.6. Lakukan chest thrust dengan cepat.

7. Ulangi langkah 1-6 sampai benda asing keluar atau hilangnya kesadaran.

8. Jika bayi kehilangan kesadaran, buka jalan napas dan buang benda asing jika ia terlihat. Hindari melakukan usapan jari secara membuta pada bayi dan anak, karena benda asing dapat terdorong lebih jauh ke dalam jalan napas.

Tahapan Prosedur Back Blow & Chest Thrust (untuk Anak 1-8 th) 1. Untuk klien yg berdiri/duduk:

a. Posisi anda dibelakang klien.

b. Tempatkan lengan anda dibawah aksila, melingkari tubuh korban

c. Tempatkan tangan anda melawan abdomen klien, sedikit di atas pusar dan dibawah prosesus xipoideus.

d. Lakukan dorongan ke atas (upward thrusts) sampai benda asing keluar atau pasien kehilangan kesadaran.

2. Untuk klien pada posisi supine:a. Posisi anda berlutut disamping klien atau mengangkangi paha klien. b. Tempatkan lengan anda di atas pusar & dibawah prosesus xipoideus. c. Lakukan thrust ke atas dengan cepat, dengan arah menuju tengah-tengah dan tidak diarahkan ke sisi abdomen. d. Jika benda asing terlihat, keluarkan dengan menggunakan sapuan jari tangan.

Perhatian : Back blow tidak direkomendasikan pada pasien diatas usia bayi.

Sapuan jari membuta harus dihindari pada bayi dan anak, sebab kemungkinan dapat mendorong benda asing lebih kebelakang ke dalam jalan napas.Komplikasi1. Nyeri abdomen, ekimosis

2. Mual, muntah

3. Fraktur iga

4. Cedera/trauma pada organ-organ dibawah abdomen/dada.Pendidikan Kesehatan untuk Klien1. Makan perlahan

2. Potong makanan menjadi kecil-kecil

3. Kunyah mkanan hingga halus

4. Jangan mengobrol dan tertawa saat mengunyah5. Pastikan gigi/gigi palsu anda baik

6. Duduk saat makan

7. Jaga makanan/mainan yang berukuran kecil/keras seperti kacang, agar jauh dari jangkauan anak di bawah 3 tahun

8. Larang anak berjalan atau lari saat makan utk menurunkan kemungkinan aspirasiBAB IVKESIMPULAN

Keadaan Gawat darurat bisa terjadi kapan saja, siapa saja dan dimana saja. Kondisi ini menuntut kesiapan petugas kesehatan untuk mengantisipasi kejadian itu. Bila kita cermati, kematian-kematian karena henti jantung dan henti nafas selama ini cukup banyak khususnya pada area Pre Hospital. Manajemen pertolongan keadaan Gawat Darurat pada area tersebut sampai saat ini harus diperbaiki. Karena banyak kematian-kematian di masyarakat yang mestinya bisa dicegah bila kita punya kepedulian dan keterampilan terhadap masalah tersebut.

BLS merupakan tindakan pertolongan pertama yang harus dilakukan pada pasien yang mengalami keadaan yang mengancam nyawa ( henti jantung paru-paru / cardiac arrest ). Seorang dokter gigi harus mempunyai keterampilan dan kemampuan dalam melakukan BLS sesuai dengan Kep. Menkes NO. 39 Tahun 2007, yang menjelaskan bahwa salah satu lingkup kerja dokter gigi adalah memberikan pelayanan darurat ( Basic emergency care ), yang terdiri dari BLS. Kemampuan menanggulangi kegawat daruratan dengan BLS ini sangat diperlukan baik di area pre hospital maupun intra hospital.

Dari semua tindakan yang dilakukan selama pemeriksaan awal, penolong harus berhati-berhati dan tidak memindahkan korban bila tidak penting untuk menyelamatkan jiwa. Semua gerakan yang tidak penting atau penanganan yang kasar harus dihindari karena dapat memperburuk cidera tulang belakang atau fraktur yang tidak terdeteksi. Dalam rangka untuk memberikan pertolongan pertama yang baik, penolong harus mampu mengidentifikasi cidera korban atau sakit mendadak dan menentukan keparahanya.DAFTAR PUSTAKA

Delp,Maning.1986. Major Diagnosis Fisik. Jakarta:EGC

Aziz A,Uliyah M. 2005. Buku Saku Praktikum Kebutuhan Dasar Manusia.Jakarta:EGC

Bechman,Kliegman,Arvin,Nelson.2000. Ilmu Kesehatan Anak Nelson.Jakarta:EGC

Isselbacher,Wilson,dkk.1999.Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam.Vol.1 E/13. Jakarta:EGC

Oxorn H,Forte W.2010.Ilmu Kebidanan:Patologi dan Fisiologi Persalinan. Yogyakarta: Yayasan Essentia Medica

Snyder,Shirlee,dkk.2009.Buku Ajar Praktik Keperawatan Klinis Kozier dan ERB,Ed.5.Jakarta:EGC