Upload
aldian-harikhman
View
1.224
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Perbandingan UU Perseroan Terbatas yang Lama dengan UU Perseroan Terbatas yang Baru
Citation preview
PERBANDINGAN ATAS PERUBAHAN (PEMBAHARUAN) UU PT YANG LAMA DENGAN UU PT YANG BARU
Oleh:ALDIAN HARIKHMAN, SH
Pendahuluan.
Pada tanggal 16 Agustus 2007 telah diundangkan Undang-Undang Nomor 40
Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT 2007). Sejak saat itu semua orang
dianggap telah mengetahui ada Undang-Undang baru tentang Perseroan Terbatas. Hal ini
berkaitan dengan teori Fiksi Hukum (fictie) yang menyatakan bahwa setiap orang
dianggap tahu Undang-Undang.
Teori tersebut didasarkan pada suatu alasan bahwa manusia mempunyai
kepentingan sejak lahir sampai mati. Setiap kepentingan manusia tersebut selalu diancam
bahaya dari sekelilingnya sehingga diperlukan perlindungan kepentingan melalui
berbagai kaidah sosial termasuk kaidah hukum. Oleh karena hukum melindungi
kepentingan manusia maka harus dipatuhi manusia. Kemudian timbul kesadaran manusia
untuk mematuhi peraturan hukum supaya kepentingannya sendiri terlindungi.
Ketidaktahuan mengenai Undang-Undang bukan merupakan alasan pemaaf atau
“ignorantia legis excusat neminem”.
Setelah pengundangan UUPT 2007 selanjutnya Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1995 tentang Perseroan Terbatas tidak berlaku lagi. Dengan demikian, UUPT 2007
merupakan hukum yang berlaku sekarang atau hukum positif (ius constitutum) untuk
Perseroan Terbatas (Perseroan). Hukum yang berlaku sekarang sangat mungkin
merupakan hukum yang dicita-citakan pada masa lampau (ius constituendum)1.1 Soediman Kartohadiprodjo, Pengantar Tata Hukum di Indonesia, Jakarta, Ghalia Indonesia,
1984, hlm.46.
Hukum pada pokoknya adalah produk pengambilan keputusan yang ditetapkan
oleh fungsi-fungsi kekuasaan negara yang mengikat subjek hukum berupa larangan
(prohibere), atau keharusan (obligatere), ataupun kebolehan (permittere). Salah satu
perwujudan hukum itu adalah Undang-Undang.
Secara garis besar Undang-Undang dapat dibagi menjadi Undang-Undang
kodifikasi dan Undang-Undang modifikasi. Undang-Undang kodifikasi adalah Undang-
Undang yang membakukan pendapat hukum yang berlaku. Sedangkan Undang-Undang
modifikasi adalah Undang-Undang yang bertujuan untuk mengubah pendapat hukum
yang berlaku.
Di dunia ini seseuatu yang semula dianggap sudah memadai, beberapa saat
kemudian dapat berubah menjadi tidak memadai lagi sehingga perlu diubah, termasuk
peraturan perundang-undangan2. Sebagai contoh, Undang-Undang di bidang perbankan,
perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan melalui Undang-
Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1992 Tentang Perbankan merupakan bukti sederhana dari kenyataan itu. Padahal
UU Perbankan 1992 dianggap sudah memuat ketentuan yang berbeda dan baru3.
Sekilas Tentang Undang-Undang Perseroan Terbatas Yang Baru.
Pada tanggal 16 Agustus 2007, akhirnya Dewan Perwakilan Rakyat RI
mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perseroan Terbatas menjadi Undang-
Undang, menggantikan UU PT sebelumnya, yaitu UU No. 1 Tahun 1995. Keberadaan
2 Peraturan Perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang dibentuk oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang dan mengikat secara umum. (Pasal 1 angka (2) UU No. 10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
3 Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia, Bandung, Citra Aditya Bakti, 1996, hlm.29.
1
UU Nomor 40 Tahun 2007 (UU PT) ini merupakan bagian dari perangkat peraturan
perundang-undangan di bidang kegiatan bisnis/ekonomi, sebagai salah satu tulang
punggung (backbone) dari terselenggaranya kegiatan bisnis/ekonomi di Indonesia,
diantara peraturan lainnya, seperti UU di bidang jaminan kebendaan (UU Fidusia, UU
Hak Tanggungan), UU Pasar Modal, UU Penanaman Modal, UU Persaingan Usaha, dan
sebagainya.
Keberadaan UU No. 1 Tahun 1995, yang telah berusia 12 tahun, dianggap sudah
tidak lagi dapat mengikuti perkembangan dan dinamika yang terjadi dalam kegiatan
bisnis sehari-hari. Sehingga dengan kehadiran UU ini diharapkan dapat lebih
memberikan iklim investasi yang kondusif dan kepastian hukum yang lebih tegas bagi
setiap pelaku usaha yang menjalankan bisnisnya di Indonesia.
Meski telah satu tahun berlalu, keberadaan UUPT ini ternyata belum banyak
diketahui, apalagi dipahami, tidak saja oleh masyarakat awam, namun juga oleh kalangan
praktisi hukum atau bisnis sendiri. Hal tersebut tentunya cukup memprihatinkan. Untuk
itu mengingat pentingnya keberadaan UU ini, maka menjadi concern bagi kita semua
untuk dapat lebih memahami, setidaknya mengenal, substansi dari UU ini.
Konsepsi Perseroan Terbatas (PT)
PT, dulu disebut sebagai NaamloeVennootschaap (NV), adalah suatu persekutuan
yang menjalankan usaha yang memiliki modal terdiri dari saham-saham, yang
pemiliknya memiliki bagian sebanyak saham yang dimilikinya. Karena modalnya terdiri
dari saham-saham yang dapat diperjualbelikan, perubahan kepemilikan perusahaan dapat
dilakukan tanpa harus membubarkan perusahaan tersebut.
2
Sebagaimana telah kita ketahui bersama, secara umum PT merupakan merupakan
badan usaha yang berbentuk badan hukum, artinya secara esensi kekayaan harta PT
adalah terpisah dari harta kekayaan pendiri atau pemegang saham PT tersebut. Namun
demikian, dalam kondisi tertentu bisa saja terjadi PT bukanlah badan hukum. Penjelasan
akan hal tersebut diuraikan pada bagian yang berbeda dalam tulisan ini.
Pada PT yang berbentuk badan hukum, pemilik saham memilki tanggung jawab
sebatas pada jumlah saham yang dimilikinya. Dengan demikian, apabila PT tersebut
memiliki utang melebihi dari harta kekayaan yang dimilikinya, maka kelebihan utang
tersebut tidak dapat dibebankan kepada harta kekayaan pemilik saham dari PT.
Kondisi di atas berbeda dengan bentuk badan usaha lainnya, yaitu antara lain
perusahaan perorangan (Usaha Dagang/UD, Perusahaan Dagang/PD, dsb), Firma, CV
(Commanditaire Vennootschaap), dan sebagainya, dimana bentuk usaha tersebut bukan
berbentuk badan hukum. Suatu badan usaha yang tidak berbentuk badan hukum terjadi
percampuran harta kekayaan harta antara kekayaan badan usaha dengan kekayaan pendiri
atau pemilik.
Dalam konteks badan hukum, maka proses pendirian dan/atau pengesahan PT
harus diatur secara jelas dan tegas dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Syarat demikian pula berlaku terhadap badan hukum lainnya, seperti yayasan, koperasi,
perguruan tinggi, dan sebagainya. Proses pendaftaran/pengesahan badan hukum tersebut
menjadi sangat penting dan fundamental karena akan berpengaruh terhadap kepentingan
pihak ketiga yang beritikad baik yang melangsungkan suatu hubungan hukum tertentu
dengan badan hukum tersebut.
3
Tata Cara Pendirian dan Pengesahan PT sebagai Badan Hukum
PT harus didirikan oleh minimal dua orang dengan membuat Akta Pendirian
dalam bentuk akta notaris dan dibuat dalam bahasa Indonesia. Jadi, pada prinsipnya suatu
PT tidak dapat dimiliki oleh satu orang saja. Hal ini berbeda dengan ketentuan di
beberapa negara yang memperbolehkan PT dimiliki hanya satu orang saja, alasannya PT
merupakan kumpulan modal, bukan kumpulan orang/anggota layaknya sebuah koperasi,
sehingga seharusnya titik berat kepemilikan PT dilihat pada besarnya modal, bukan
jumlah pemilik atau pemegang saham.
Menurut UU PT, suatu PT memperoleh status sebagai badan hukum pada tanggal
keputusan pengesahan dari Menteri Hukum dan HAM. Dengan demikian, dapat kita
pahami disini bahwa pendirian PT itu berbeda dari pengesahan PT sebagai badan hukum.
PT telah sah berdiri sepanjang telah memenuhi syarat minimal dua orang pendiri dan
dibuat dalam bentuk akta notaris, sedangkan status badan hukum PT baru muncul setelah
memperoleh pengesahan dari Menteri. Selanjutnya Menteri harus melaksanakan
pendaftaran PT tersebut pada Daftar Perusahaan dan mengumumkannya dalam
Tambahan Berita Negara RI (TBN RI). Mengapa harus TBN RI? Karena dengan
diumumkannya di TBN RI, maka dianggap seluruh masyarakat telah mengetahui bahwa
PT tersebut telah menyandang status badan hukum.
Perbedaan istilah/kondisi di atas, yaitu pendirian dan pengesahan, adalah sangat
penting untuk dipahami bagi pihak ketiga yang melangsungkan suatu hubungan hukum
dengan PT tersebut, yaitu untuk menentukan siapa yang bertanggung jawab untuk
melaksanakan kewajiban/prestasi dari PT tersebut yang timbul dari kesepakatan yang
4
dibuat , termasuk untuk menanggung ganti kerugian/utang kepada pihak ketiga akibat
kelalaian yang dilakukan PT.
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, maka apabila kita membuat perjanjian
dengan suatu PT, dimana PT tersebut belum mendapat pengesahan dari Menteri Hukum
dan HAM, maka artinya PT tersebut belum sah menjadi badan hukum dan dengan
demikian, tidak/belum ada pemisahan kekayaan PT dengan kekayaan pendiri atau
pemegang saham. Sehingga, seluruh pemegang saham atau pendiri bertanggung jawab
secara pribadi atas seluruh perikatan/perjanjian yang dibuat oleh PT tersebut. Sedangkan
apabila kondisinya PT sudah memperoleh pengesahan sebagai badan hukum dari
Menteri, maka yang bertanggung jawab adalah PT tersebut sebagai badan hukum, bukan
pendiri atau pemegang saham.
Terkait dengan proses pendaftaran dan pengesahan sebagai badan hukum ini, ada
sedikit perbedaan, namun cukup penting, dengan UU No. 1/1995. Menurut Pasal 7 ayat
(6) UU No.1/1995, PT sah sebagai badan hukum setelah memperoleh pengesahan dari
Menteri. Namun, UU ini mewajibkan Direksi PT untuk melaksanakan pendaftaran PT
pada Daftar Perusahaan dan mengumumkannya di TBN RI. Apabila hal tersebut tidak
dilaksanakan oleh Direksi, maka seluruh perikatan yang dibuat oleh PT tersebut, menjadi
tanggung jawab Direksi secara pribadi (Pasal 23). Hal demikian menimbulkan
kontradiksi hukum, dimana sesuai Pasal 7 ayat (6) di atas, suatu PT yang telah
menyandang status badan hukum, maka seharusnya kekayaan dan tanggung jawabnya
terpisah dari kekayaan pendiri atau pemegang saham atau direksi secara pribadi.
Kontradiksi ini kemudian diatasi dengan perubahan ketentuan pada UUPT, dimana
ditentukan bahwa kewajiban pendaftaran dan pengumuman status badan hukum suatu PT
5
terletak pada Menteri, bukan lagi Direksi. Sehingga, sepanjang telah disahkan oleh
Menteri, maka PT telah sah sebagai badan hukum dan pendiri atau pemegang saham atau
Direksi tidak lagi bertanggung jawab secara pribadi. Dengan demikian, untuk
menentukan legalitas PT sebagai badan hukum, kita tidak perlu lagi mengecek apakah
pengesahan PT sebagai badan hukum telah diumumkan di TBN RI, namun cukup
meminta keputusan pengesahan dari Menteri Hukum dan HAM.
Perbuatan Hukum yang Dilakukan Sebelum PT Didirikan dan/atau Disahkan sebagai
Badan Hukum
Dalam beberapa hal, seringkali kita menemukan perbuatan hukum yang dilakukan
oleh calon pendiri untuk kepentingan PT yang akan didirikannya atau untuk kepentingan
PT yang sudah berdiri, namun belum memperoleh pengesahan dari Menteri. Misal, untuk
kepentingan penentuan domisili dari PT tersebut, maka pendiri meminjam sejumlah uang
untuk menyewa ruko bagi kantor PT, sementara PT tersebut baru akan didirikan atau
dalam proses pengesahan Menteri.Tentunya, pinjaman uang tersebut merupakan utang
dari PT, bukan utang pribadi si pendiri.
Terkait kasus di atas, maka perbuatan hukum yang dilakukan calon pendiri
sebelum PT didirikan adalah menjadi tanggung jawab calon pendiri tersebut secara
pribadi, kecuali dinyatakan dalam RUPS pertama bahwa PT mengambil alih atau
menerima seluruh hak dan kewajiban yang timbul dari perbuatan hukum tersebut. RUPS
tersebut harus dihadiri oleh seluruh pemegang saham PT. Persetujuan RUPS tersebut
tidak diperlukan apabila perbuatan hukum dimaksud dilakukan atau disetujui secara
tertulis oleh seluruh calon pendiri sebelum pendirian PT.
6
Dalam hal PT telah didirikan namun belum memperoleh status badan hukum,
suatu perbuatan hukum atas nama PT tersebut hanya dapat dilakukan oleh seluruh pendiri
bersama seluruh komisaris serta seluruh Direksi PT. Mereka semua bertanggung jawab
secara pribadi atas hak dan kewajiban PT yang timbul dari perbuatan hukum tersebut.
Perbuatan hukum tersebut hanya mengikat dan menjadi tanggung jawab PT apabila
disetujui dalam RUPS pertama, yang dihadiri seluruh pemegang saham.
Modal Dasar PT
Menurut UUPT, untuk mendirikan suatu PT harus memiliki modal dasar minimal
Rp 50 juta. Jumlah modal dasar tersebut dapat berbeda untuk setiap jenis usaha yang
diatur secara tersendiri, misal untuk perusahaan asuransi disyaratkan memiliki modal
dasar Rp 100 milyar, Bank umum minimal Rp 3 trilyun.
Dari jumlah Rp 50 juta tersebut di atas, minimal 25% dari modal dasar telah
disetorkan. Jadi apabila kita memiliki dana sebesar Rp 100 juta sebagai modal dasar PT,
maka minimal Rp 25 juta telah disetorkan kepada kas PT. Sedangkan sisanya adalah
dianggap sebagai dana cadangan, yang pada saatnya nanti bila diperlukan, dapat
disetorkan ke kas PT dengan menerbitkan saham baru (right issue), baik sekaligus atau
bertahap, guna menambah modal PT.
Apabila dibandingkan dengan UU No.1/1995, ditentukan untuk mendirikan PT
memerlukan modal dasar sebesar minimal Rp 20 Juta. Dari jumlah tersebut, 25 %nya
telah disetorkan. Jumlah ini dianggap sudah tidak sesuai lagi dengan kondisi ekonomi
saat ini.
7
Pengalihan Kekayaan PT
UU No.1/1995 mensyaratkan adanya persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham
(RUPS) apabila PT ingin mengalihkan atau menjadikan jaminan utang seluruh atau
sebagian besar kekayaan PT. Sementara dalam Pasal 102 ayat (1) UUPT, dijelaskan
secara lebih rinci, syarat persetujuan RUPS harus dihadiri oleh ¾ jumlah pemegang
saham dalam rangka pengalihan kekayaan PT atau menjadikan jaminan utang lebih dari
50% kekayaan PT. Jumlah tersebut dicapai dalam satu transaksi atau lebih, baik yang
saling berkaitan atau tidak.
Dengan demikian , terlihat bahwa dalam UU No.1/1995 persetujuan RUPS hanya
diperlukan apabila terjadi pengalihan seluruh atau sebagian besar kekayaan PT.
Sedangkan menurut UUPT, setiap pengalihan kekayaan PT, tanpa ditentukan jumlahnya,
adalah disyaratkan adanya persetujuan RUPS. Begitu pula dalam rangka penjaminan
utang, maka pihak kreditur harus mengecek lebih cermat lagi kondisi keuangan/kekayaan
debitur, apakah aset/kekayaan debitur yang telah dijaminkan, baik untuk utang tersebut
maupun utang-utang yang lainnya, telah mencapai jumlah lebih dari 50% dari seluruh
aset/kekayaan PT. Apabila sudah tercapai, maka wajib memperoleh persetujuan RUPS.
Demikian beberapa hal singkat yang perlu mendapat perhatian kita semua dari
pemberlakuan UUPT yang baru. Semoga tulisan ini dapat menambah wawasan dan
pengetahuan kita, khususnya dalam menjalankan kegiatan usaha dalam rangka pemberian
fasilitas pembiayaan, agar kita terhindar dari berbagai dampak yang dapat merugikan kita
di kemudian hari.
8
Pokok-Pokok Perbedaan Antara UU PT yang Lama Denagn UU PT yang Baru.
1. Penyederhanaan anggaran dasar PT
Pada prinsipnya, dalam anggaran dasar PT yang baru tidak “menyalin” apa yang
sudah diatur dalam UUPT. Artinya, anggaran dasar PT hanya memuat hal-hal yang
dapat diubah atau ditentukan lain oleh pemegang saham (pendiri). Yang sudah
merupakan aturan baku, tidak dituangkan lagi dalam Anggaran dasar PT. Contohnya:
kewajiban untuk mendapatkan persetujuan RUPS, dalam hal menjaminkan asset
Perseroan yang jumlahnya merupakan sebagian besar harta kekayaan Perseroan
dalam 1 tahun buku (Pasal 102).
2. Proses pengajuan pengesahan, pelaporan dan pemberitahuan melalui sistem
elektronik yang diajukan pada Sistem Administrasi Badan Hukum (yang dalam istilah
Depkeh FIAN 1 (untuk pendirian), FIAN 2 (untuk perubahan anggaran dasar yang
membutuhkan pelaporan, FIAN 3 (untuk perubahan anggaran dasar yang hanya
membutuhkan pemberitahuan);
3. RUPS dimungkinkan untuk dilaksanakan secara teleconference, tapi tetap harus
mengikuti ketentuan panggilan Rapat sesuai UUPT Terdapat jangka waktu tertentu
yang membatasi, misalnya: untuk melakukan pemesanan nama (60 hari), pengajuan
pengesahan (60 hari), pengajuan berkas (30 hari), pengesahan menkeh (14 hari);
4. Pengajuan pengesahan PT baru, harus dilakukan dalam waktu 60 hari, apabila lewat,
maka akta pendirian menjadi batal dan perseroan menjadi bubar (Pasal 10 ayat 1 &
ayat 9) berlaku juga untuk pengajuan kembali (ayat 10);
9
5. Notulen Rapat di bawah tangan, wajib di tuangkan dalam bentuk akta notaris dalam
jangka waktu maksimal 30 hari sejak ditanda-tangani. Jika dalam waktu tersebut tidak
diajukan, maka Notulen tersebut tidak berlaku (harus di ulang);
6. Saham dengan hak suara khusus tidak ada, yang ada hanyalah saham dengan hak
istimewa untuk menunjuk Direksi/Komisaris;
7. Direksi atau Komisaris wajib membuat Rencana Kerja yang disetujui RUPS sebelum
tahun buku berakhir Perubahan Direksi/komisaris atau pemegang saham bukan
merupakan perubahan AD, jadi sekarang diletakkan pada akhir akta;
8. Perubahan AD dari PT biasa menjadi PT Tbk (pasal 25 ayat 1), efektif sejak:
pernyataan pendaftaran yang diajukan kepada lembaga pengawas pasar modal atau
pada saat penawaran umum jika dalam waktu 6 bulan tidak dilaksanakan, maka
statusnya otomatis berubah menjadi PT tertutup kembali;
9. Khusus untuk perpanjangan jangka waktu berdirinya PT, harus diajukan maksimal 60
hari sebelum tanggal berakhirnya, kalau tidak maka PT tersebut menjadi bubar; 10.
PT harus mempunyai maksud dan tujuan serta kegiatan usaha (operating company,
bukan hanya berbentuk investment company;
11. Tanggung jawab perseroan tidak hanya sampai pada Direksi saja, melainkan sampai
dengan komisaris;
12. Komisaris tidak dapat bertindak sendiri. Sehingga walaupun dalam anggaran dasar
disebutkan hanya perlu persetujuan 1 komisaris, maka tetap harus mendapat
persetujuan dari seluruh komisaris;
10
13. Perseroan dilarang mengeluarkan saham baik untuk memiliki sendiri maupun untuk
dimiliki Perseroan lain yang sahamnya secara langsung atau tidak langsung telah
dimiliki oleh Perseroan (larangan cross holding), Pasal 36 UUPT;
14. Daftar Perusahaan yang dulunya bersifat tertutup dan tidak mudah diakses oleh
khalayak umum, sekarang terbuka untuk umum (Pasal 29 ayat 5) dan pelaksanaannya
diselenggarakan oleh Menteri terkait (Pasal 29 ayat 1);
15. Pengumuman anggaran dasar Perseroan pada Berita Negara RI yang meliputi
pendirian dan perubahan anggaran dasar lainnya dilakukan oleh Menteri sedangkan
dahulu dilakukan oleh Notaris. (Pasal 30 ayat 1).
Perbandingan Atas Perubahan (Pembaharuan) UU PT Yang Lama Dengan UU PT
yang Baru.
Sejak diundangkannya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang
Perseroan Terbatas, maka pengaturan mengenai badan usaha yang berbentuk Perseroan
Terbatas (PT) beralih dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 kepada undang-undang
yang baru tersebut. Di bawah ini disampaikan komentar mengenai beberapa perubahan
yang terjadi dengan membandingkan antara undang-undang yang baru dengan undang-
undang yang lama.
1. Kepemilikan
Tidak ada perubahan dalam hal kepemilikan baik oleh swasta maupun oleh negara.
2. Pengesahan
Undang-undang Perseroan Terbatas Lama:
11
Pasal 9
(1) Untuk memperoleh pengesahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (6) para
pendiri bersama-sama atau kuasanya, mengajukan permohonan tertulis dengan
melampirkan Akta Pendirian perseroan.
Undang-undang Perseroan Terbatas Baru:
Pasal 9
(1) Untuk memperoleh Keputusan Menteri mengenai pengesahan badan hukum
Perseroan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4), pendiri bersama-sama
mengajukan permohonan melalui jasa teknologi informasi sistem administrasi badan
hukum secara elektronik kepada Menteri dengan mengisi format isian yang memuat
sekurang-kurangnya:
a. nama dan tempat kedudukan Perseroan;
b. jangka waktu berdirinya Perseroan;
c. maksud dan tujuan serta kegiatan usaha Perseroan;
d. jumlah modal dasar, modal ditempatkan, dan modal disetor;
e. alamat lengkap Perseroan.
(2) Pengisian format isian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus didahului dengan
pengajuan nama Perseroan.
Perbedaan antara UU lama dan UU Baru dalam hal ini adalah dalam tatacara pengajuan
permohonan pengesahan, dimana pada UU Baru diperkenalkan tata cara pengesahan
melalui teknologi informasi sistem administrasi badan hukum.
12
3. Modal dan Saham
Undang-undang Perseroan Terbatas Lama:
Pasal 25
Modal dasar perseroan paling sedikit Rp. 20.000.000,- (dua puluh juta rupiah).
Undang-undang Perseroan Terbatas Baru:
Pasal 32
(1) Modal dasar Perseroan paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
Modal dasar Perseroan diubah menjadi paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta
rupiah), sedangkan kewajiban penyetoran atas modal yang ditempatkan harus disetor
penuh.
4. Penyelenggaraan RUPS
Undang-undang Perseroan Terbatas Lama:
Pasal 64
(1) RUPS diadakan di tempat kedudukan perseroan atau tempat perseroan melakukan
kegiatan usahanya, kecuali ditentukan lain dalam Anggaran Dasar.
(2) Tempat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus terletak di wilayah Negara
Republik Indonesia.
Undang-undang Perseroan Terbatas Baru :
Pasal 77
(1) Selain penyelenggaraan RUPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76, RUPS dapat
juga dilakukan melalui media telekonferensi, video konferensi, atau sarana media
elektronik lainnya yang memungkinkan semua peserta RUPS saling melihat dan
mendengar secara langsung serta berpartisipasi dalam rapat.
13
Dengan memanfaatkan perkembangan teknologi penyelenggaraan RUPS dapat dilakukan
melalui media elektronik seperti telekonferensi, video konferensi, atau sarana media
elektronik lainnya.
5. Tanggung jawab Sosial dan Lingkungan (Corporate Social Responsibility -
CSR)
Undang-undang Perseroan Terbatas Lama:
Tidak ada ketentuan yang mengatur tentang Tanggung jawab Sosial (CSR).
Undang-undang Perseroan Terbatas Baru :
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
3. Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan adalah komitmen Perseroan untuk berperan
serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas
kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi Perseroan sendiri, komunitas
setempat, maupun masyarakat pada umumnya.
Pasal 66
Laporan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memuat sekurang-
kurangnya:
C Laporan pelaksanaan tanggung jawab sosial dan lingkungan.
Pasal 74
(1) Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya dibidang dan/ atau berkaitan
dengan sumber daya alam wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan
lingkungan.
14
(2) Tanggung jawab sosial dan lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan kewajiban perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai
biaya perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan
dan kewajaran.
(3) Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Tanggung Jawab Sosial dan lingkungan diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
Dalam Undang-Undang ini ditentukan bahwa Perseroan yang kegiatan usahanya di
bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung
Jawab Sosial dan Lingkungan (CSR). Apabila tidak melaksanakan Perseroan yang
bersangkutan dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pelaksanaan kegiatan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (CSR) harus dianggarkan
dan diperhitungkan sebagai biaya Perseroan yang dilaksanakan dengan memperhatikan
kepatutan dan kewajaran. Kegiatan tersebut dimuat dalam laporan tahunan Perseroan.
Kewajiban CSR hanya dikenakan pada perusahaan yang bergerak dibidang dan/atau
berkaitan dengan sumber daya alam karena adanya pertimbangan saat penyusunan UUPT
baru tersebut, terjadi protes dari asosiasi pengusaha karena ada penilaian CSR bakal
menambah beban perusahaan karena menjadi biaya tambahan baru.
6. Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, dan Pemisahan
Undang-undang Perseroan Terbatas Lama:
Pemisahan tidak diatur
15
Undang-undang Perseroan Terbatas Baru:
Pasal 1
12. Pemisahan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh Perseroan untuk
memisahkan usaha yang mengakibatkan seluruh aktiva dan pasiva Perseroan beralih
karena hukum kepada dua Perseroan atau lebih atau sebagian aktiva dan pasiva
Perseroan beralih karena hukum kepada satu Perseroan atau lebih.
pasal 135
(1) Pemisahan dapat dilakukan dengan cara:
a. Pemisahan murni; atau
b. Pemisahan tidak murni
(2) Pemisahan murni sebgaimana dimaksud ayat (1) huruf a mengakibatkan seluruh
aktiva dan pasiva Perseroan beralih karena hukum kepada 2 (dua) Perseroan lain
atau lebih yang menerima peralihan dan Perseroan yang melakukan pemisahan
usaha tersebut berakhir karena hukum.
(3) Pemisahan tidak murni sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b mengakibatkan
sebagian aktiva dan pasiva Perseroan beralih karena hukum kepada 1 (satu)
Perseroan lain atau lebih yang menerima peralihan, dan Perseroan yang melakukan
Pemisahan tersebut tetap ada.
Pemisahan adalah hal baru yang diatur dalam undang-undang PT baru dimana dalam
undang-undang PT lama tidak diatur mengenai pemisahan. Pemisahan dapat dilakukan
dengan cara pemisahan murni dan tidak murni.
16
7. Pembubaran, Likuidasi, dan Berakhirnya status badan hukum Perseroan
Undang-undang Perseroan Terbatas Lama:
Pasal 114
Perseroan bubar karena:
a. keputusan RUPS;
b. jangka waktu berdirinya yang ditetapkan dalam Anggaran Dasar telah berakhir;
c. penetapan Pengadilan.
Undang-undang Perseroan Terbatas Baru
Pasal 142
(1) Pembubaran Perseroan terjadi:
a. berdasarkan keputusan RUPS;
b. karena jangka waktu berdirinya yang ditetapkan dalam anggaran dasar telah
berakhir;
c. berdasarkan penetapan pengadilan;
d. dengan dicabutnya kepailitan berdasarkan putusan pengadilan niaga yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap, harta pailit Perseroan tidak cukup untuk
membayar biaya kepailitan;
e. karena harta pailit Perseroan yang telah dinyatakan pailit berada dalam
keadaan insolvensi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang
Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang; atau
f. karena dicabutnya izin usaha Perseroan sehingga mewajibkan Perseroan
melakukan likuidasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
17
Alasan Perseroan bubar selain ketentuan yang diatur dalam Pasal 114 UU PT telah
ditambahkan 2 (dua) alasan yang berhubungan dengan UU Kepailitan dan Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang dan/atau alasan karena “dicabutnya izin usaha Perseroan
sehingga mewajibkan Perseroan melakukan likuidasi sesuai peraturan perundang-
undangan yang berlaku”.
8. Direksi dan Komisaris
Undang-undang Perseroan Terbatas Baru
Pasal 97
(3) Setiap anggota Direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian
Perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya
sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(4) Dalam hal Direksi terdiri atas 2 (dua) anggota Direksi atau lebih, tanggung jawab
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berlaku secara tanggung renteng bagi setiap
anggota Direksi.
(6) Atas nama Perseroan, pemegang saham yang mewakili paling sedikit 1/10 (satu
persepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara dapat mengajukan
gugatan melalui pengadilan negeri terhadap anggota Direksi yang karena kesalahan
atau kelalaiannya menimbulkan kerugian pada Perseroan.
Pasal 114
(3) Setiap anggota Dewan Komisaris ikut bertanggung jawab secara pribadi atas
kerugian Perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan
tugasnya sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
18
(6) Atas nama Perseroan, pemegang saham yang mewakili paling sedikit 1/10 (satu
persepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara dapat menggugat
anggota Dewan Komisaris yang karena kesalahan atau kelalaiannya menimbulkan
kerugian pada Perseroan ke pengadilan negeri.
Pasal 120
Anggaran dasar Perseroan dapat mengatur adanya 1 (satu) orang atau lebih komisaris
independen dan 1 (satu) orang komisaris utusan.
Tugas serta tanggung jawab direksi dan komisaris perseroan dipertegas dalam UU PT
yang baru.. Aturan yang lebih ketat tentang tanggung jawab direksi dan komisaris ini,
ditujukan supaya jelas prosedur yang harus dilakukan keduanya apabila menimbulkan
kerugian bagi perusahaan. Dalam UU yang baru ini juga diperkenalkan adanya komisaris
utusan. Perusahaan dapat mengatur komisaris utusan di dalam anggaran dasar masing-
masing.
Daftar Referensi.
a. Buku:
Soediman Kartohadiprodjo, Pengantar Tata Hukum di Indonesia, Jakarta, Ghalia Indonesia, 1984.
Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia, Bandung, Citra Aditya Bakti, 1996.
b. Internet:
Perbandingan UU PT lama dgn UU PT Baru, http://pihilawyers.com/blog/?=4, Diakses Tanggal 2/11/2009 Pukul 11:30.
19
Iman Rizani, Sekilas Tentang Undang-Undang Perseroan Terbatas Yang Baru (UU No. 40 Tahun 2007), http://www.bfionline.web.id/blc/index2.php/option=com_con, Diakses Tanggal 2/11/2009 Pukul 11:34.
Sie Infokum-Ditama Binbangkum BPK-RI, Pokok-Pokok Perbedaan Antara UU No.1 Tahun 1995 Dengan UU No.40 Tahun 2007, Diakses Dari Internet (pdf) Tanggal 2/11/2009 Pukul 11:34.
c. Peraturan Perundang-undangan:
UU No. 1 Tahun 1995.
UU No. 40 Tahun 2007.
20