Upload
wildanmudhoffar9704
View
26
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
kelembagaan lama dan baru
Citation preview
1. Aliran Kelembagaan Lama
Bapak Ekonomi kelembagaan yang disetujui oleh para pakar adalah Thorestein Bunde
Veblen (1857-1929). Krirtik Veblen sangat tajam terhadap ekonomi ortodoks, dimana pengertian
ekonomi ortodoks adalah pemikiran-pemikiran yang menggunakan dan melanjutkan ekonomi
Klasik seperti persaingan bebas, persaingan sempurna, manusia adalah rasional, motivasi
memaksimalkan keuntungan dan meminimasi pengeorbanan ekonomi. Menurut Veblen teori
ekonomi ortodoks merupakan teori teologi, oleh karena akhir cerita telah ditentukan dari awal.
Misalnya, keseimbangan jangka panjang itu tidak pernah dibuktikan, tetapi telah ditentukan
walaupun ceritanya belum dimulai. Ilmu ekonomi bukan hanya mempelajari tingkat harga,
alokasi sumber-sumber tetapi justru mempelajari faktor-faktor yang dianggap tetap (given).
Salah seorang tokoh ekonomi kelembagaan dari inggris yang penting adalah John A. Hobson
(1858-1940). Menurutnya, ada tiga kelemahan toeri ekonomi ortodoks, yaitu tidak dapat
menyelesaikan maslah full-employment, distribusi pendapatan yang senjang dan pasar bukan
ukuran terbaik untuk menentukan ongkos sosial. Beliau tidak setuju adanya unsur ekonomi
positif dan normatif karena keduanya tetap memerlukan adanya unsur etika. Timbulnya
Imprealsime menurut Hobsoan disebabkan karena terjadinya konsumsi yang kurang dan
kelebihan tabungan di dalam negeri, maka diperlukan penanaman modal ke daerah-daerah
jajahan. Pengeluaran pemerintah dan pajak dapat mendorong ekonomi ke arah full-employment
dan peningkatan pendapatan pekerja dan produktivitas. Dengan semakin meratanya pembagian
pendapatan akan mendorong peningkatan produktivitas, yang berarti bisa terhindar dari bahaya
adanya resesi.
2. Aliran Quasai Kelembagaan
Para tokoh yang masuk di dalam aliran ini adalah mereka yang terpengaruh oleh
pemikiran veblen dan kawan-kawannya, para tokoh aliran ini antara lain Joseph Schumpeter,
Gunnar Myrdal, dan kenneth Galbraith. Pemikiran schumpeter bertumpu pada ekonomi jangka
panjang, yang terlihat dalam analisisnya baik mengenai terjadinya inovasi komoditi baru,
maupun dalam mejelaskan terjadinya siklus ekonomi. Keseimbangan ekonomi yang statis dan
stasioner seperti konsep kaum ortodoks mengalami gangguan dengan adanya inovasi, Meskipun
demikian, gangguan tersebut dalam rangka berusaha mencari keseimbangan yang baru. Inovasi
tidak bisa berlanjut kalau kaum wirasawata telah terjebak dalam persoalan-persoalan yang
sifatnya rutin.
Sedangkan Galbraith menjelaskan perkembangan ekonomi kapitalis di Amerika serikat yang
tidak sesuai dengan perkiraan (prediksi) yang dikemukakan kaum ekonomi ortodoks. Asumsi-
asumsi yang dikemukakan oleh teori ekonomi ortodoks dalam kenyataannya melenceng jauh
sekali. Keberadaan pasar persaingan sempurna tidak ada, bahkan pasar telah dikuasai oleh
perusahaan-perusahaan besar. Perusahaan-perusahaan ini demikian besar kekuasaanya sehingga
selera konsumen bisa diaturnya.
Pada perusahaan yang besar ini, pemilik modal terpisah dengan manajer profesional dan
para manajer ini telah menjadi technostrusture masyarakat. Konsumsi masyarakat telah menjadi
demikian tinggi, tetapi sebaliknya terjadi pencemaran lingkungan dan kwalitas barang-barang
swasta tidak dapat diimbangi oleh barang-barang publik. Selanjutnya kekuatan-kekuatan
perusahaan besar dikontrol oleh kekuatan buruh, pemerintah dan lembaga-lembaga konsumen.
Namun demikian, untuk menjamin keberlanjutan perusahan-perusahaan ini, maka pemerintah
hendaknya berfungsi untuk menstabilkan perkembangan ekonomi.
3. Aliran Kelembagaan Baru
Aliran Ekonomi Kelembagaan Baru (New Institutional Economics disingkat NIE)
dimulai pada tahun-tahun 1930-an dengan ide dari penulis yang berbeda-beda. Menurut Yustika
(2006), pada tahun-tahun terakhir ini terjadi kesamaan ide yang mereka usung dan kemudian
dipertimbangkan menjadi satu payung yang bernama NIE. Secara garis besar, NIE sendiri
merupakan upaya ‘perlawanan’ terhadap dan sekaligus pengembangan ide ekonomi Neoklasik,
meskipun tetap saja dapat terpengaruh oleh ideologi dan politik yang ada pada masing-masing
para pemikir.
NIE dengan demikian menempatkan dirinya sebagai pembangun teori kelembagaan
nonpasar dengan fondasi teori ekonomi Neoklasik. Seperti yang diungkapkan oleh salah satu
tokoh NIE Douglas C. North, bahwa NIE masih menggunakan dan menerima asumsi dasar dari
ekonomi Neoklasik mengenai kelangkaan dan kompetisi akan tetapi meninggalkan asumsi
rasionalitas instrumental (instrumental rasionality). Oleh karena ekonomi Neoklasik memaki
asumsi tersebut menyebabkan menjadi teori yang bebas kelembagaan (institutional-free theory).
NIE selanjutnya memperdalam kajiannya tentang kelembagaan nonpasar, seperti hak
kepemilikan, kontrak, partai revolutioner dan sebagainya. Hal ini dilakukan karena sering terjadi
masalah kegagalan pasar (market failure). Kegagalan pasar muncul karena terjadinya asimetris
informasi, eksternalitas produksi (production externality) dan adanya kenyataan keberadaan
barang-barang-barang publik (publik goods). Akibat kealpaan teori ekonomi Neoklasik terhadap
adanya kegagalan pasar, maka dilupakan pula adanya kenyataan pentingnya biaya-biaya
transaksi (transaction cost). Di samping itu NIE menambah bahasannya tentang terjadinya
kegagalan kelembagaan (institutional failure) sebagai penyebab terjadinya keterbelakangan pada
banyak negara.
Dengan demikian, ilmu ekonomi kelembagaan kemudian menjadi bagian dari ilmu ekonomi
yang cukup penting peranannya dalam perkembangan ilmu pengetahuan sosial ekonomi, budaya
dan terutama ekonomi politik. Ilmu ekonomi kelembagaan terus berkembang semakin dalam
karena ditekuni oleh banyak ahli ilmu ekonomi dan ilmu sosial lainnya, termasuk beberapa
diantaranya memenangkan hadiah nobel. Penghargaan tersebut tidak hanya tertuju langsung
kepada ahli dan orangnya, tetapi juga pada bidang keilmuannya, yakni ilmu ekonomi
kelembagaan (Rachbini, 2002).
A. EKONOMI KELEMBAGAAN
Ekonomi kelembagaan dapat dijadikan sebagai salah satu bentuk pemecahan masalah-masalah
ekonomi maupun politik. Pandangan ini didasarkan pada kenyataan bahwa sebagian besar
persoalan ekonomi maupun politik justru berada di luar lingkup ekonomi dan politik itu sendiri,
yaitu dalam kelembagaan yang mengatur proses kerja suatu perekonomian maupun proses-proses
politik.
Studi tentang kelembagaan menempati posisi penting dalam ilmu ekonomi politik karena
fungsinya sebagai mesin sosial sangat mendasar. Sebab, dalam konteks ekonomi politik, institusi
merupakan tulang punggung dari sistem ekonomi politik. Kelemahan dan kekuatan ekonomi dan
politik suatu masyarakat dapat dilihat dari institusi ekonmi dan politik yang mendasarinya. Oleh
karena itu kita perlu mengembangkan ekonomi politik kelembagaan karena baik buruknya sistem
ekonomi dan politik sangat tergantung pada kelembagaan yang membingkainya.
Menurut Thorstein Veblen, kelembagaan adalah norma-norma yang membentuk perilaku
masyarakat dalam bertindak baik dalam perilaku mengkonsumsi maupun berproduksi. Dari
perspektif sosiologi pendekatan kelembagaan juga dikembangkan oleh tokoh-tokoh seperti Max
Weber, Joseph Schumpeter dan Gunnar Myrdal.
Ketiganya membahas peran wirausahawan dalam indstrialisasi dan pembangunan. Selain
mengkaji peran-peran norma dalam perekonomian dan peran wirausaha dalam industrialisasi,
John R. Common, Ronald Coase, Douglas North, dan Williamson juga mengkaji peran hukum
dalam ekonomi politik.
Menurut Common kelembagaan adalah: “collective action in restraint, liberation, and expansion
of individual action”, sedang bagi North (1994) kelembagaan diartikan sebagai “humanly
devised constraints that shape human interaction”.
Jadi dari penjelasan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa ekonomi kelembagaan merupakan
disiplin ilmu yang mempelajari tentang ekonomi dengan tidak mengabaikan peran aspek non
ekonomi seperti kelembagaan dan lingkungan. Ekonomi kelembagaan adalah paradigma baru
dalam ilmu ekonomi yang melihat kelembagaan (rule of the game) berperan sentral dalam
membentuk perekonomian yang effisien.
B. TOKOH-TOKOH EKONOMI KELEMBAGAAN
1. Veblen (peran nilai-nilai dan norma-norma)
Menurut Veblen teori-teori klasik dan neo klasik sama-sama memiliki bias, terlalu
menyederhanakan fenomena-fenomena ekonomi, dan mengabaikan peran aspek non ekonomi
seperti kelembagaan dan lingkungan. Padahal pengaruh keadaan dan lingkungan sangat besar
terhadap perilaku ekonomi masyarakat, karena struktur politik dan sosial yang tidak mendukung
dapat menghadang dan menimbulkan distorsi proses ekonomi.
Bagi Veblen keadaan dan lingkungan inilah yang disebut institusi. Institusi yang dimaksudkan
Veblen tidak dalam pengertian fisik, tetapi lebih berkaitan dengan nilai norma, kebiasaan,
budaya yang sudah melekat dan mendarah daging dalam masyarakat.
Beberapa asumsi yang dianggap Veblen lemah antara lain:
1. Motif ekonomi melatarbelakangi setiap kegiatan. Setiap aktivitas manusia didasarkan atas
perhitungan rasional untung ruginya.
2. Mendahulukan kepentingan diri sendiri (self interest)
3. Persaingan akan meningkatkan efisiensi
4. Private property right merupakan sebuah keharusan
5. Teori ekonomi klasik mengabaikan faktor-faktor sejarah, sosial dan kelembagaan dalam
membangun struktur ekonomi
Pandangan Veblen
1. Manusia bukan hanya mahkhluk rasional tapi juga makhluk emosional yang memiliki
perasaan, selera, nilai, dan kecenderungan (instink) yang terikat dengan budaya
2. Selera, perasaan, nilai dan kecenderungan juga mempengaruhi transaksi ekonomi yang
dilakukan oleh manusia
3. Pilihan-pilihan ekonomi juga dipengaruhi oleh lingkungan fisik dan teknologi
4. Dunia ekonomi tidak dapat lepas atau bahkan dipegaruhi oleh faktor sejarah, sosial dan
kelembagaan yang selalu berubah, dinamis
5. Perkembangan ekonomi selalu dikondisikan baik secara langsung atau tidak langsung
oleh keadaan social dan kelembagaan yang melingkupinya
Inti dari pemikiran Veblen adalah bahwa ia mengkritik pemikiran-pemikiran ekonom neo klasik.
Salah satunya yaitu teori hukum permintaan yang menyatakan bahwa apabila harga turun makin
banyak orang yang mengkonsumsi. Padahal menurutnya dalam kenyataan ada sekelompok orang
yang tidak rasional, yang justru tertarik membeli sesuatu karena harganya yang mahal.
Menurutnya untuk memperbaiki teori neo klasik Veblen menganjurkan para ekonom untuk
bertukar pendapat dan bekerja sama dengan pakar-pakar sosial, yaitu sosiolog, antropolog dan
psikolog.
2. Weber, Schumpeter, dan Myrdal (peran wirausahawan)
Analisis kelembagaan menurut pakar-pakar yang disebutkan di atas bahwa tindakan manusia
bukan semata-mata hasil proses kalkulasi individu yang otonom dan terjadi di ruang hampa,
melainkan berlangsung dalam jaringan-jaringan relasi sosial dan institusional.
Bagi mereka, walau banyak aktor dan proses yang terlibat dalam industrialisasi dan modernisasi,
tidak dapat disangkal bahwa aktor utama industrialisasi adalah wirausahawan (entrepreneurs).
Selain itu, mereka juga berusaha memahami sekaligus menjelaskan struktur yang berada di
belakang berbagai aktivitas ekonomi atau kegiatan perusahaan. Untuk memahami struktur
tersebut mereka berusaha menerangkan hubungan antara lembaga-lembaga ekonomi, sistem
ekonomi, nilai-nilai, dan norma-norma dengan berbagai peristiwa ekonomi yang tidak terlepas
dari sistem politik, struktur sosial, atau kultur budaya masyarakat. Menurut weber, jiwa
wirausaha tidak dimiliki semua kelompok masyarakat, melainkan tercipta dalam masyarakat
tertentu saja.
Dalam kajian ekonomi politik kelembagaan, variabel dan parameter ekonomi hanya merupakan
hasil dari tindakan-tindakan sejumlah aktor yang berada di belakang suatu peristiwa ekonomi.
3. Commons, Coase dan North (peran hukum)
Menurut pakar kelembagaan di atas, ekonomi pasar tidak tercipta dengan sendirinya. Ekonomi
pasar perlu memenuhi prasyarat tegaknya suatu institusi yang dapat mengatur pola interaksi
beberapa aktor dalam suatu arena transaksi yang disepakati bersama.
Kelembagaan dilihat dari sisi hukum menentukan dan atau mewarnai transaksi, terutama melalui
aturan main yang berlaku, sekaligus juga mengatur kelompok atau agen ekonomi untuk
mewujudkan kontrol kolektif terhadap transaksi. Dengan demikian selain mengkaji peran norma-
norma dan konvensi serta peran wirausahawan, perlu pula dibahas tentang peran institusi hukum
dalam pembangunan.
Common menjelaskan individuals must or must not do (duty), what they may do without
interference from other individuals (privelege), what they can do wioth the aid of the collective
power (right) and what they cannot expect the collective power to do in their behalf (no right).
Cose mengembangkan metodologi biaya transaksi dan hak kepemilikan dalam struktur
kelembagaan dan proses kerja sebuah perekonomian. Menurutnya, ‘with positive transaction
cost, resourceallocations are altered by the structure of property right.
Menutur North, institusi berperan dalam mengatur bagaimana unit-unit ekonomi melakukan
kerja sama atau berkompetisi satu sama lain. Ia dengan tegas menyatakan institutions are the
humanly devised constraints that shape human interanction.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kelembagaan bagi ketiga tokoh di atas adalah
aturan-aturan dan norma-norma yang tercipta dalam masyarakat yang menentukan apa yang
boleh dan tidak boleh dilakukan, mana tugas dan kewajiban yang harus dilakukan atau tidak
dilakukan.
B. EKONOMI KELEMBAGAAN “BARU”
Buchhloz (1990) membedakan dua aliran ekonomi kelembagaan, yakni ekonomi kelembagaan
lama dan ekonomi kelembagaan baru. Kelompok yang baru lebih memperkaya bukan mengkritik
ekonomi Neoklasik. Para ekonom ini, menggunakan pendekatan Marshalin dalam membahas
aturan undang-undang. Ada 4 hukum yang telah ditetapkan oleh para ekonom, yakni :
1. Hukum tentang Kelalaian
Sebagian besar kecelakaan masuk dalam kategori hukum kelalaian, atau disebut “trot law”.
Menurut Buchhols, tahun 1947 jaksa Learned Hand menetapkan sebuah analaisis hukum tentang
kelalaian dengan mengidentifikasi 3 faktor kunci sebagai berikut :
1. Kemungkinaan terjadinya kecelakaan ( the probability of injury, P)
2. Akibat atau kerugaian kareana kecelakaan (the extend of injury or loos, L)
3. Biaya untuk menghindari terjadinya kecelkaan (cost of preventing the accident, C)
Menurut Hand, “a person is negligent if the probable injury to the victim exceeds the cost of
avoiding the accident”. Secara matematis dapat ditulis : P x L > C
3. Hukum Kriminal
Dari segi ekonomi, terdapat keuntungan dan kerugian dalam melakukan suatu tindak kejahatan.
Terdapat dua variabel yang dianggap penting oleh ekonom model Backer, yaitu :
1. Besarnya denda yang harus dibayar
2. Beratnya hukuman
Teori ini belum banyak di adopsi, tetapi menurut Buchhloz konsep ini lebih berharga
dibandingkan konsep Evelyn Waugh.
3. Hukum Kepemilikan
Menurut Douglas North (1984), ”property right are right of ownership,use,and acces to wealth”.
Kepemilikan (property) yang dimaksudkan North meliputi kekayaan fisik (mencakup objek-
objek kosumsi tanah, dan kapital) maupun kekayaan yang sifatnya tidak nyata seperti ide-ide,
puisi, formula, dan sebagainya).
Menerut Alchian (1993), ada tiga elemen utama hak kepemilikan, yaitu :
1. Hak eksklusif untuk memilih penggunaan dari suatu sumber daya,
2. Hak untuk menerima jasa-jasa atau keuntungan dari sumber daya yang dimiliki,dan
3. Hak untuk menukarkan sumber daya yang dimiliki sesuai persyaratan yang disepakati
4. Hukum Tentang Keuangan Perusahaan
Hukum tentang kepemilikan sangat bersifat mikro dan tidak banyak bersentuhan dengan
ekonomi politik, maka tidak di bahas.
Tiga Lapisan Kelembagaan
Terdapat tiga lapisan kelembagaan yang terkait dengan ekonomi politik, yaitu :
1) Kelembagaan sebagai norma-norma dan konvensi
Kelembagaan bersifat konvensi lebih diartikan sebagai aransemen berdasarkan konsensus atau
pola tingkah laku dan norma yang disepakati bersama. Norma dan konvensi umumnya bersifat
informal, ditegakkan oleh keluarga,masyarakat,adat dan sebagainya.
2) Kelembagaan sebagai aturan main
Commons menjelaskan bahwa kelembagaan adalah suatu aturan yang sudah cukup lama
bercokol dalam masyarakat dan dikenal serta dikuti secara baik oleh mayoritas anggota
masyarakat.
Menurut Bogason ada tiga level aturan, yaitu :
1. Level aksi, dalam level ini aturan secara langsung mempengaruhi aksi nyata, biasanya
terdapat standar atau rules of conduct.
2. Level aksi kolektif, disini kita mendefinisikan aturan-aturan untuk masa yang akan
datang atau disebut juga kebijakan.
3. Level konstitusi, kita mendiskusikan prinsip-prinsip bagi pengambil keputusan kolektif
pada masa yang akan datang.
Institusi sebagai aturan main biasanya bersifat lebih formal dan bersifat tertulis.
3) Kelembagaan sebagai hubungan kepemilikan
Sebagai pengatur hubungan kepemilikan, kelembagaan dianggap sebagai aransemen kepemilikan
yang mengatur : (1) individu atau kelompok pemilik, (2) objek nilai bagi pemilik orang lain (3)
orang dan pihak lain yang terlibat dalam suatu kepemilikan.
Mathews (1986) mendefinisikan institusi sebagai perangkat-perangkat kepemilikan dan
kewajiban-kewajiban yang mempengaruhi kehidupan ekonomi masyarakat. Menurut Alchian
(1993), ada tiga elemen utama hak kepemilikan yaitu : (1) hak eksklusif untuk memilih sumber
daya, (2) hak untuk menerima jasa-jasa atau manfaat dari sumber daya yang dimiliki, (3) hak
untuk menukarkan sumber daya yang dimiliki sesuai persyaratan yang disepakati.
Kepemilikan dan Efesiensi Ekonomi
Dalam proses pendefinisian hak-hak kepemilikan, sistem ekonomi harus membuat dua keputusan
yang saling kait mengait. Tentang siapa yang semestinya berhak mililiki sumber-sumber
ekonomi dan pembuat keputusan ekonomi dalam sistem ekonomi.
Jenis-jenis Kepemilikan
Bromley (1989) mencatat 4 jenis kepemilikan, yaitu kepemilikan Negara, milik bersama, milik
pribadi dan bukan milik siapa-siapa. Dari jenis-jenis tersebut, hanya kepemilikan pribadi yang
dapat dikonsumsi secara eksklusif, sedangkan sumber daya milik bersama dan Negara, tidak
dapat di eksklusifkan penggunaannya.
Kelemahan kepemilikan melalui warisan
Kelemahan kepemilikan ini adalah keraguan akan keabsahan kepelikan yang diperoleh melalaui
turun temurun karena batasan akuannya kurang jelas.
Kaitan kepemilikan dengan efesiensi
Ada kaitan yang sangat kuat antara jenis kepemilikan dengan efesiensi. Menurut Ricahard
Posner ada tiga keretria hak-hak kepemiliakn yang efesien : universalitas,eksklusivitas dan dapat
ditransfer. Keretria dapat di transfer sangat erat kaitannya dengan efesien, sebab kalau semua
barang yang dimiliki tidak dapat ditransfer, kita tidak mungkin memindahkan sumberdaya yang
kurang produktif ke sumber daya yang produktif.
Tragedy of the Commons
Telah dijelaskan sebelumnya bahwa dasar kepemilikan untuk barang-barang milik bersama
adalah lemah, sebab barang milik bersama yang diperoleh dari warisan turun-temurun
dipertanyakan keabsahannya karena batasan-batasan akunnya kurang jelas.
Menurut Great Hardin ( dalam sebuah artikel The Tragedy of The Commons, 1968), masyarakat
rasional yang dalam setiap tindakanya selalu dilandaskan pada kepentingan pribadi cenderung
akan mengeksploitasi sumber daya milik bersama secara membabi-buta, yang pada gilirannya
akan mengancam kelangsungan kehidupan bersama.
Oleh karena itu, untuk mengantisipasi pengurasan sumber daya milik bersama, menurut Ostrom
dalam Governing the Commons: The Evolution of Institusion for Collective Action (1990), ada
beberapa alternatif yang dapat di tempuh diantarnya :
1. Berupaya menciptakan sebuah institusi untuk aksi kolektif yang dapat mengatur
penggunaan atau pemanfaatan sumberdaya milik bersama.
2. Mengubah sistem aturan dalam intitusi aturan dalam institusi yang ada untuk mengatur
pemanfaatan sumber daya milik bersama.
3. Mengubah status barang-barang milik bersama tersebutr dengan memberikan hak
pengelolaan pada orang-orang atau pihak tertentu.