Aliran Mu'Tazilah

Embed Size (px)

Citation preview

  • 7/28/2019 Aliran Mu'Tazilah

    1/20

    ALIRAN MUTAZILAH,(Telaah kritis atas pemikiran aliran Mutazilah)

    Disusun untuk dipresentasikan dalam seminar kelas padaMata Kuliah Perkembangan Pemikiran dalam Islam

    pada program Pasca Sarjana UIN SUSKA Riau

    Oleh :

    Syukron Darsyah

    NIM : 0804 S2 777

    Dosen Pembimbing :

    DR. Asmal May, MA

    PROGRAM PASCA SARJANAKONSENTRASI PENDIDIKAN ISLAM

    UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

    SULTAN SYARIF KASIM RIAU

    2009

  • 7/28/2019 Aliran Mu'Tazilah

    2/20

    KATA PENGANTAR

    Assalamualaikum Wr. Wb

    Syukur alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat Allah Swt atas karunia dan

    rahmat-Nya kepada kita semua. Shalawat dan salam selalu tercurah kepada

    junjungan alam Nabi Muhammad SAW

    Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas dan dipresentasikan dalam

    seminar kelas pada Mata Kuliah Perkembangan Pemikiran dalam Islam , di

    konsentrasi Pendidikan Islam Program Pasca Sarja Universitas Islam Negeri(UIN) Suska Riau.

    Makalah ini membahas dan membicarakan tentang aliran Mutazilah sebagai

    salah satu aliran teologi dalam Islam. Pembahasannya mencakup asal usul

    kemunculan aliran Mutazilah, tokoh-tokohnya serta doktrin dan ajaran pokok

    aliran ini. selain itu juga dibahas tentang peristiwa mihnah yang merupakan

    refleksi dari aliran Mutazilah.

    Akhirnya, ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan

    bantuan, baik itu referensi buku maupun pandangan, masukan dan diskusi-diskusi

    yang membangun dengan tema yang diangkat.

    Kritik dan saran sangat perlu kiranya disampaikan sebagai bahan evaluasi

    dan perbaikan dimasa mendatang, baik itu isi, penulisan maupun metodologi yang

    digunakan. Terima kasih

    Wassalam Wr. Wb

    Pekanbaru, April 2009

    2

  • 7/28/2019 Aliran Mu'Tazilah

    3/20

    DAFTAR ISI

    HALAMAN

    KATA PENGANTAR............................................................................................... 1

    DAFTAR ISI............................................................................................................. 2

    A. Pendahuluan ............................................................................................... 3

    B. Asal usul kemunculan Mutazilah.............................................................. 4

    C. Tokoh-tokoh dan pemuka aliran Mutazilah .............................................. 7

    D. Doktrin dan ajaran pokok Mutazilah......................................................... 10

    E. Mihnah, sebuah tinjauan historis................................................................ 14

    F. Kemunduran Mutazilah............................................................................. 16G. Penutup....................................................................................................... 17

    DAFTAR PUSTAKA

    Aliran Mutazilah,

    3

  • 7/28/2019 Aliran Mu'Tazilah

    4/20

    (Sebuah telaah kritis atas pemikiran Mutazilah)

    A. Pendahuluan

    Aliran Mutazilah merupakan aliran teologi Islam yang tertua dan

    memainkan peranan yang penting dalamsejarah pemikiran dunia Islam.Aliran ini

    lahir kurang lebih pada permulaan abad ke dua Hijrah di kota Basrah, sebuah

    pusat ilmu dan peradaban Islam saat itu.

    Sebelum Mutazilah lahir dan menjadi bagian dari sistem dan corak

    pemikiran Islam rasional, sebelumnya telah ada berbagai aliran pemikiran yang

    nantinya akan sangat berpengaruh terhadap Mutazilah. Masalah-masalah yang

    muncul dan diangkat pada waktu itu berkisar pada lingkaran persoalan teologi dan

    filsafat.

    Aliran-aliran tersebut diantaranya adalah aliran Musyabbihah

    (antropomorfiems) yang memahami ayat-ayat al-Quran tentang Allah bertangan

    dan bermata, bersinggasana, melihat, mendengar dan sebagainya. Pendeknya,

    sesuai dengan namanya, maka aliran ini menyamakan sifat-sifat Allah dengan

    manusia. Tokoh Aliran ini berasal dari aliran Syiah ekstrem dan ahli hadist

    Hasyiwiyah yang memahami kulit dan bukan isinya. Aliran lainnya adalah aliran

    Mujassimah (korporalisme) yang beranggapan bahwa Allah berjism (bertubuh)

    layaknya manusia. Adapula aliran Syafatiyah yang beranggapan bahwa sifat-sifat

    Allah adalah azali disamping Zat-Nya yang azali. Adapula diantara mereka yang

    berpendapat bahwa sifat-sifat Allah sama dengan sifat-sifat manusia.1

    Selain itu, ada juga aliran Khawarij. Aliran ini merupakan golongan yang

    keluar dari barisan Ali bin Abi Thalib karena tidak puas dengan hasil tahkim.

    Khawarij berpendapat bahwa orang mukmin yang berdosa besar menjadi kafir.

    Kemudia ada lagi aliran Murjiah yang melawan pendapat Khawarij. Mereka

    berpendapat bahwa orang mukmin yang berdosa besar tetap mukmin, tidak

    menjadi kafir. Tentang nasibnya kelak dihadapan Allah, diserahkan saja kepada

    Allah untuk menentukannya diakhirat nanti.

    1 A. Mustofa,Filsafat Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 1997), h. 58-59

    4

  • 7/28/2019 Aliran Mu'Tazilah

    5/20

    Aliran Mutazilah muncul sebagai reaksi atas pertentangan antara aliran

    Khawarij dan aliran Murjiah berkenaan tentang orang mukmin yang berdosa

    besar.

    Ciri utama yang membedakan aliran ini dari aliran teologi Islam lainnya

    adalah pandangan-pandangan teologisnya lebih banyak ditunjang oleh dalil-dalil

    aqliyah dan lebih bersifat filosofis, sehingga sering disebut aliran rasionalis Islam.

    Pada awal perkembangannya, aliran ini tidak mendapat dukungan dan

    simpati dari umat Islam, khususnya dikalangan masyarakat awam, karena mereka

    sulit memahami ajaran-ajaran Mutazilah yang bersifat rasional dan filosofis itu.

    Alasan lain adalah karena kaum Mutazilah dinilai tidak teguh berpegang pada

    sunnah Rasulullah Saw dan para sahabatnya.

    Kelompok Mutazilah ini baru mendapat dukungan yang luas terutama

    dikalangan intelektual pada masa pemerintahan khalifah Al-Mamun, penguasa

    Abbasiyah periode 198-218 H/813-833 M. Kedudukan Mutazilah menjadi

    semakin kokoh setelah al-Mamun menyatakannya sebagai mazhab resmi negara.

    Hal ini disebabkan karena al-Mamun sejak kecil sudah dididik dalam tradisi

    Yunani yang gemar akan ilmu pengetahuan dan filsafat.

    B. Asal usul kemunculan Mu tazilah

    Mutazilah adalah salah satu nama aliran dalam teologi Islam yang bersikap

    rasional. Karena itulah banyak orang yang menyebutnya Rasionalisme Islam.

    Mutazilah lahir pada permulaan abad ke 2 H di Basrah pada pemerintahan Bani

    Umayyah dan pada saat itu kekuasaan dipegang oleh khalifah Hisyam bin AbdulMalik (101-125 H).2

    Term Mutazilah merupakan isim fail yang berakar dari kata azala

    Itazala yang berarti memisahkan - menyingkir atau memisahkan diri. Maka

    secara bahasa Mutazilah berarti orang yang memisahkan diri. Selama ini, term

    atau pemberian nama Mutazilah sering dan bahkan diketahui hanya pada

    kejadian atau peristiwa yang terjadi antara Wasil ibn Atha serta temannya Amr

    2 Sahilun A Nasir,Pengantar Ilmu Kalam, (Jakarta: Rajawali Press, 1996), h. 106

    5

  • 7/28/2019 Aliran Mu'Tazilah

    6/20

    ibn Ubaid dan Hasan Basri di Basrah. Akan tetapi, menurut Ahmad Amin bahwa

    nama Mutazilah sudah terdapat sebelum adanya peristiwa Wasil dengan Hasan

    Basri dan sebelum timbulnya pendapat tentang posisi diantara dua posisi.

    Golongan ini timbul dan mengasingkan diri disaat terjadi pertikaian antara

    khalifah Ali Bin Abi Thalib dengan Muawiyah bin Abu Sofyan dari Bani

    Umayyah sebagai akibat dari terbunuhnya Khalifah Usman Bin Affan. Pada saat

    itulah terdapat beberapa orang sahabat Nabi yang tidak ingin terlibat dalam

    pertikaian tersebut. Mereka tidak membaiat Ali sebagai Khalifah dan memilih

    sikat netral. Tokoh-tokoh tersebut diantaranya adalah Saad ibn Abi Waqaf,

    Abdullah bin Umar, Muhammad bin Maslamah, Usman bin Zaid dan lain-lain.

    Penduduk Madinah pada waktu itu juga banyak yang mengikuti jejak mereka.

    Orang-orang itu disebut kelompok Mutazilah, karena mengasingkan diri dari

    keterlibatan dalam pertikaian politik yang terjadi antara Ali Bin Abi Thalib

    dengan Muawiyah. Jadi, kata-kata Itazala danMutazilah telah dipakai kira-kira

    seratus tahun sebelum peristiwa Wasil bin Atha dengan Hasan Basri dalam arti

    golongan yang tidak mau turut campur dalam pertikaian politik yang ada di zaman

    mereka.

    Dengan demikian, peristiwa tersebut dapat dikatakan sebagai golongan

    Mutazilah yang pertama dan lebih cenderung mengarah pada persoalan politik.

    Akan tetapi, jika kata Mutazilah disebut dalam konteks aliran-aliran teologi

    atau filsafat, maka yang dimaksud dengan itu adalah para pengikut yang

    mengasingkan atau memisahkan diri dari gurunya yang berbeda paham tentang

    suatu hal. Orang tersebut adalah Wasil ibn Atha yang berbeda pendapat dengan

    gurunya Hasan Basri.

    Beberapa versi tentang pemberian nama Mutazilah kepada golongan kedua

    ini berpusat pada peristiwa yang terjadi antara Wasil Ibn Atha serta temannya

    Amr ibn Ubaid dan Hasan Basri di Basrah. Ketika Wasil mengikuti pelajaran

    yang diberikan oleh Hasan Basri di mesjid Basrah, datanglah seseorang yang

    bertanya mengenai pendapat Hasan Basri tentang orang yang berdosa besar.

    Ketika Hasan Basri masih berfikir, Wasil mengemukakan pendapatnya dengan

    mengatakan Saya berpendapat bahwa orang-orang yang berbuat dosa besar

    6

  • 7/28/2019 Aliran Mu'Tazilah

    7/20

    bukanlah mukmin dan bukan pula kafir, akan tetapi berada pada posisi diantara

    keduanya, tidak mukmin dan tidak pula kafir. Kemudian Wasil menjauhkan diri

    dari Hasan Basri dan pergi ketempat lain dilingkungan masjid. Disana Wasil

    mengulangi pendapatnya dihadapan pengikutnya. Dengan adanya peristiwa ini,

    Hasan Basri berkata : Wasil menjauhkan diri dari kita (Itazaala anna) Menurut

    Asy-Syarastani, kelompok yang memisahkan diri pada peristiwa inilah yang

    dinamakan kaum Mutazilah.3

    Versi lain dikemukakan oleh Al-Bagdadi dalam bukunya Al-Farq bain Al-

    Farq seperti dikutip oleh Abdul Rozak dan Rosihon Anwar yang mengatakan

    bahwa Wasil bin Atha dan temannya Amr bin Ubaid diusir oleh Hasan Basri

    dari majelisnya karena ada pertikaian diantara mereka tentang masalah Qadar dan

    orang yang berdosa besar. Keduanya menjauhkan diri dari Hasan Basri dan

    berpendapat bahwa orang yang berdosa besar itu tidak mukmin dan tidak pula

    kafir. Oleh karena itu, golongan ini dinamakan Mutazilah.4

    Pendapat lain juga berbeda seperti dikemukakan oleh Tasy Kubra Zadah

    yang menyatakan bahwa Qatadah bin Damah pada suatu hari masuk masjid

    Basrah dan bergabung dengan majelis Amr bin Ubaid yang disangkanya adalah

    majelis Hasan Basri. Setelah mengetahui bawa majelis tersebut bukan majelis

    Hasan Basri, ia berdiri dan meninggalkan tempat sambil berkata, Ini kaum

    Mutazilah, sejak itulah kaum tersebut dinamakan Mutazilah.5

    Sedangkan Al-Masudi seperti dikutip Harun Naution memberikan

    keterangan tentang asal usul kemunculan Mutazilah tanpa menyangkut pautkan

    dengan peristiwa Wasil bin Atha dan Hasan Basri. Mereka diberi nama

    Mutazilah, karena berpendapat bahwa orang yang berdosa bukanlah mukmin dan

    bukan pula kafir, akan tetapi menduduki tempat diantara kafir dan mukmin (al-

    manzilah bain al-manzilah).6 Dalam artian mereka memberi status orang yang

    berbuat dosa besar itu jauh dari golongan mukmin dan kafir.

    3 Abdul Rozak dan Rosihon Anwar, Ilmu Kalam, (Bandung: Pustaka Setia, 2006), h. 784 Ibid.

    5Ibid. h. 78

    6 Harun Nasution, Teologi Islam, Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan, (Jakarta:UI Press, 1983), h. 39

    7

  • 7/28/2019 Aliran Mu'Tazilah

    8/20

    Dari keterangan-keterangan yang dikemukakan diatas, untuk mengetahui

    dengan pasti asal usul yang sebenarnya nama Mutazilah memang sulit. Yang

    jelas, nama Mutazilah dikenal sebagai aliran teologi rasional dan liberal dalam

    Islam yang timbul sesudah peristiwa Wasil bin Atha dengan Hasan Basri dan

    bahkan lama sebelum terjadinya peristiwa Basrah tersebut telah pula terdapat

    kata-kataItazala dan Mutazilah.

    Selain nama Mutazilah, aliran kalam ini juga lazim menyebut diri dengan

    beberapa nama lain, misalnya biasa menyebut diri dengan ahl al-adl, yaitu

    golongan yang mempertahankan keadilan Tuhan danAhl al-Tawhid wa al al-Adl,

    golongan yang mempertahankan kemurnian tauhid dan keadilan Tuhan.7

    Sementara pihak lawan atau yang berseberangan dengan paham ini lazim

    pula menyebut mereka dengan nama al-Qadariyah, penganut paham kebebasan

    berkehendak dan keleluasaan berbuat bagi manusia; al-Muathilat, penganut

    paham nafyu al-shifatdan sebutan al-Waidiah , yaitu penganut paham kepastian

    berlakunya ancaman-ancaman Tuhan terhadap orang-orang yang tidak patuh.

    Mereka juga biasa disebut al-Jahmiah, karena mereka menganut paham nafyu al-

    shifat, nafyu al- ruyat dan kemahlukan al-Quran yang sebelumnya pernah

    diajarkan oleh Jahm Ibn Shafwan.8

    C. Tokoh-tokoh dan Pemuka aliran Mutazilah

    Sejak kelahirannya yang dipelopori oleh Wasil bin Atha, Mutazilah terus

    berkembang pesat sebagai sebuah sistem kalam satu-satunya didunia Islam pada

    saat itu. Fenomena ini tentunya tidak terlepas dari tokoh-tokohnya yang cerdas

    dan brilian yang secara gigih dan estafet menyebarkan ajaran dari zaman

    kezaman.

    Ulama atau tokoh-tokoh Mutazilah cukup banyak sekali. Namun, yang

    akan dibahas selanjutnya hanya tokoh-tokoh yang terkemuka saja.

    7 Suryan A. Jamrah, Studi Ilmu Kalam, (Pekanbaru: PPS UIN Suska, 2008), h. 1148Ibid

    8

  • 7/28/2019 Aliran Mu'Tazilah

    9/20

    1. Wasil bin Atha (81 -133 H / 699-748 M)

    Menurut sejarah, Washil bin Atha adalah orang yang pertama sekali

    meletakkan kerangka dasar faham Mutazilah, sebagaimana dikatakan oleh al-

    Masudi bahwa ia adalah Syaikh al-Mutazilah wa Qadimuha yakni kepala dan

    penganut Mutazilah yang tertua.9 Ia berasal dari Maula (keturunan budak) dari

    Bani Dhobah dan dilahirkan di Madinah pada tahun 80 H dan meninggal pada

    tahun 131 H. Dimadinah ia belajar pada Abu Hasyim Abdullah ibn Muhammad

    ibn al-Hanifah. Kemudian ia pindah ke Basrah dan belajar pada imam Hasan

    Basri. Ia adalah orang yang sangat mahir berorator, pandai memilih kata-kata

    yang mudah diterima pendengarnya. Disamping itu, ia adalah seorang ilmuwan

    yang menghabiskan waktu siangnya untuk berdiskusi dan waktu malamnya untuk

    beribadah dalam rangka menyempurnakan firqohnya. Banyak kitab yang

    dikarangnya, namun tidak satupun yang sampai kepada kita.

    2. Abu Huzail (135-235 H / 752-849 M)

    Nama lengkapnya adalah Abdul Huzail bin al Huzail al-Allaf. Sebutan

    al-Allaf diperolehnya karena rumahnya terletak dikampung penjual makanan

    binatang. Ia lahir pada tahun 135 H di Basrah. Ia tinggal di Basrah dan menetap

    disana dan belajar pada salah seorang murid Washil bin Atha yang bernama

    Usman al-Tawil. Puncak kebesarannya dicapai pada masa pemerintahan khalifah

    al-Mamun, karena khalifah al-Mamun pernah menjadi murid Abu Huzail dalam

    perdebatan mengenao persoalan agama dan aliran-aliran pada masa

    pemerintahannya. Masa hidup Abu Huzail banyak diisi dengan perdebatan-

    perdebatan. Dan menurut riwayat selama hidupnya, tidak kurang dari 3000 orang

    telah masuk Islam ditangannya.

    9 Ahmad Mahmud Subhi, Fi Ilmi al-Kalam, (Kairo: Dar el-Fikr, Maktabah al-Nahdhah,1969), h. 75

    9

  • 7/28/2019 Aliran Mu'Tazilah

    10/20

    3. Al-JubbaI (w. 303 H / 915 M)

    Nama lengkapnya adalah Abu Ali Muhammad bin Ali al-Jubbai. lahir di

    Provinsi Chuzestan Iran dan tidak diketahui tahun kelahirannya. Sebutan al-

    JubbaI diambil dari nama tempat kelahirannya yaitu Jubba. Wafat pada tahun 303

    H / 915 M.10 dalam riwayat lain al-JubbaI wafat pada tahun 295 H / 908 M.

    Al-Jubbai adalah salah seorang tokoh aliran Mutazilah di Basrah yang

    hidup pada masa pemerintahan khalifah al-Watsiq bin al-Mutashim (227-232 H).

    Al-JubbaI mempunyai anak bernama Abu Hasyim Abdul Salam al-JubbaI

    (w.321 H) dan juga termasuk salah satu tokoh aliran Mutazilah di Basrah. Antara

    al-JubbaI dan anaknya Abu Hasyim Abdul Salam al-JubbaI sering dikelirukan

    orang. Anaknya selain tokoh Mutazilah juga pendiri aliran Bassyamiyyah

    (salah satu firqoh Mutazilah). Al-JubbaI adalah guru dari Imam al-Asyari

    seorang tokoh dan pendiri Asyariyyah 9ahli sunnah wal jamaah) sebelum ia keluar

    dari aliran Mutazilah.

    Selain itu, aliran Mutazilah juga mempunyai basis pergerakan yang dari

    basis itu memunculkan banyak sekali tokoh dan pengikut aliran ini. Basis tersebut

    terkonsentrasi pada dua kota yaitu Basrah dan Bagdad.

    Di Basrah, dibagi menjadi dua generasi. Yaitu generasi pertama pada

    permulaan abad ke- 2 di pimpin oleh Washil Bin Atha dan Amr bin Ubaid yang

    kemudian diperkuat oleh murid-muridnya seperti Usman al-Thawi, Hafsah bin

    Salim, Hasan bin Zakwan, Khalik bin Sofyan dan Ibrahim bin Yahya al-Madani.

    Sedangkan generasi kedua pada permulaan abad ke- 3 H dipimpin oleh Abu

    Huzail al-Allaf, Ibrahim bin Sayyar al-Nadzam, Abu Bakar al-Marisi, Usman al-

    Jahiz, Ibnu al-Mutamar dan Abu Ali al-Jubai.

    Sedangkan di Bagdad, dipimpin oleh Basyar bin al-Mutanar dan dibantu

    oleh Abu Musa al-Murdan, Ahmad bin Abu Dawud, Jaafar Bin Mubasysyar dan

    Jaafar bin Harib al-Hamdani.11

    D. Doktrin dan ajaran pokok Mutazilah

    10 A. Hanafi,Pengantar Teologi Islam, (Jakarta: Al-Husna Zikra, 1995), h. 7211 Sahilun A Nasir,Pengantar Ilmu Kalam, h. 109

    10

  • 7/28/2019 Aliran Mu'Tazilah

    11/20

    Gerakan Mutazilah memberikan kontribusi yang sangat besar bagi internal

    pergerakan pemikiran Islam, terutama dalam wacana teologi terhadap peran akal

    dalam menentukan jalan kehidupan. Bagi Mutazilah, akal merupakan sumber

    kebenaran moral yang sama derajatnya dengan wahyu. Kaum Mutazilah

    melakukan perjuangan yang sangat sengit untuk membela Islam dari serangan

    Majusi, Yahudi, Gnotisisme dan materialisme. Hal inilah yang mendorong

    Mutazilah merumuskan ajaran yang sistematis dan rasional dalam memahami

    doktrin keagamaan.12

    Mutazilah adalah aliran yang pertama sebagai sebuah aliran yang utuh,

    yang lahir dengan metode rasional dan materi yang komprehensif serta

    pembahasan yang mendalam. Sebagai aliran yang utuh, Mutazilah tampil dengan

    ajaran yang telah tersusun secara sistematis. Ajaran-ajaran dan doktrin tersebut

    termaktub dalam lima dasar utama yang dikenal dengan al-Ushul al-Khamsat.

    Kelima ajaran pokok tersebut adalah al-Tawhid, al-Adl, al-Waad wa al-Waid,

    al-Manzilat bain al-Manzilatain dan al-Amr bi al-Maruf wa al-Nahy an al-

    Munkar.

    1. Al-Tawhid

    Ajaran yang paling dasar dan terpenting bagi kaum Mutazilah adalah

    tentang tawhid atau ke Maha Esaan Tuhan. Tuhan dalam faham mereka akan

    betul-betul Maha Esa kalau Tuhan dipahami sebagai suatu zat yang unik, tidak

    ada yang serupa dengannya dan atau menyerupainya. Kaum Mutazilah secara

    ketat berupaya mempertahankan dan memelihara kemurnian tauhid ini dengan

    prinsip al-Tanzih. Oleh karena itu, mereka secara tegas menolak paham

    anthropomorphism, yang menggambarkan dan mempersonifikasikan Tuhan

    sehingga memiliki keserupaan dengan makhluk-Nya. Mereka juga menolak

    paham bahwa Allah dapat dilihat oleh manusia dengan mata kepala, karena hal itu

    akan meniscayakan Tuhan berupa materi yang mengambil tempat.

    12 Fazlur Rahman,Islam, (Bandung: Pustaka, 1990), h. 121-124.

    11

  • 7/28/2019 Aliran Mu'Tazilah

    12/20

    Paham mereka yang cukup terkenal dalam upaya memelihara kemurnian

    akidah tauhid ini adalah paham nafyu as-shifat. Mereka menolak pendapat bahwa

    Allah mempunyai sifat, karena ini dapat dipandang dapat menimbulkan

    berbilangnya yang qadim. Padahal satu-satunya yang qadim, yang tidak

    mempunyai permulaan dan akhir hanyalah Allah. Sifat, dalam pengertian

    Mutazilah adalah sesuatu yang berbeda dengan dan berada diluar zat Allah. Bila

    dikatakan Allah mempunyai sifat, berarti sifat itu menempel pada zat Allah yang

    qadim, karenanya sifat itu ikut qadim pula. Secara umum, ajaran tauhid kaum

    Mutazilah mencakup tiga hal utama seperti yang dijelaskan diatas yaitu tentang

    sifat-sifat Tuhan, al-Quran sebagai makhluk Allah dan kemungkinan Allah

    terlihat oleh mata kepala manusia.

    Jika melihat pendapat tersebut diatas, maka dapat diketahui bahwa mereka

    menolak paham eksistensi sifat Allah yang qadim. Namun menurut penulis, bukan

    berarti mereka menolak tentang keberadaan sifat Allah tersebut secara mutlak,

    mereka tetap mengakui akan adanya sifat-sifat Allah, akan tetapi sifat-sifat Allah

    tersebut menyatu dalam zat Allah yang qadim dan tidak berdiri sendiri. Pendirian

    dasar pemikiran yang menjadi pedoman kaum Mutazilah tersebut adalah dalam

    rangka membersihkan konsep monoteisme dari segala unsur keyakinan tradisional

    yang menyesatkan.

    2. Al-Adl

    Ajaran dasar Mutazilah yang kedua adalah al-adl, yang berarti Tuhan

    maha adil. Adil ini merupakan sifat yang paling gamblang untuk menunjukkan

    kesempurnaan. Karena Tuhan maha sempurna, dia sudah pasti adil. Ajaran ini

    bertujuan ingin menempatkan Tuhan benar-benar adil menurut sudut pandang

    manusia, karena alam semesta ini sesungguhnya diciptakan untuk kepentingan

    manusia. Tuhan dipandang adil apabila bertindak hanya yang baik (ash-shaleh)

    dan terbaik (al-Ashlah), dan bukan yang tidak baik. Begitu pula Tuhan itu adil bila

    tidak melanggar janji-Nya. Dengan demikian, Tuhan terkait dengan janji-Nya.

    Ajaran tentang keadilan ini terkait erat dengan beberapa hal yaitu tentang

    perbuatan manusia serta berbuat baik dan terbaik.

    12

  • 7/28/2019 Aliran Mu'Tazilah

    13/20

    1. Perbuatan Manusia

    Manusia menurut Mutazilah, melakukan dan menciptakan perbuatannya

    sendiri, terlepas dari kehendak dan kekuasaan Tuhan, baik secara langsung

    maupun tidak. Mansia benar-benar bebas untuk menentukan pilihan perbuatannya,

    baik atau buruk. Tuhan hanya menyuruh dan menghendaki yang baik, bukan yang

    buruk. Adapun yang disuruh Tuhan pastilah baik dan apa yang dilarang-Nya

    tentulah buruk. Tuhan berlepas diri dari perbuatan yang buruk. Konsep ini

    memiliki konsekwensi logis dengan keadilan Tuhan, yaitu apabila yang akan

    diterima manusia diakhirat merupakan balasan perbuatannya di dunia. Kebaikanakan dibalas kebaikan dan kejahatan akan dibalas keburukan. Dan itulah keadilan.

    Karena ia berbuat atas kemauannya sendiri dan tidak dipaksa.

    2. Berbuat baik dan terbaik

    Dalam istilah Arab, berbuat baik dan terbaik disebut ash-shalah wa al-ashlah.

    Maksudnya adalah kewajiban Tuhan untuk berbuat baik bahkan terbaik bagi

    manusia. Tuhan tidak mungkin jahat dan aniaya karena akan menimbulkan kesan

    Tuhan penjahat dan penganiaya, sesuatu yang tidak layak bagi Tuhan. Jika Tuhan

    berlaku jahat kepada seseorang dan berbuat baik kepada orang lain berarti ia tidak

    adil. Dengan sendirinya maka Tuhan tidak maha Sempurna.

    3. Al-Waad wa al-Waid

    Ajaran dasar ketiga yaitu al-Waad wa al-Waid atau janji dan ancaman

    merupakan lanjutan dari ajaran sebelumnya. Tuhan tidak akan disebut adil, jika ia

    tidak memberi pahala kepada orang yang berbuat baik dan jika tidak menghukum

    orang yang berbuat buruk. Keadilan menghendaki supaya orang yang bersalah

    diberi hukuman dan orang yang berbuat baik diberi upah, sebagaimana dijanjikan

    Tuhan.13

    4. Al-Manzilat bain al-Manzilatain

    13 Harun Nasution, Teologi Islam, h. 55

    13

  • 7/28/2019 Aliran Mu'Tazilah

    14/20

    Inilah ajaran yang mula-mula menyebabkan lahirnya mazhab Mutazilah.

    Ajaran ini terkenal dengan status orang yang beriman (mukmin) yang melakukan

    dosa besar. Seperti tercatat dalam sejarah, bahwa kaum Khawarij menganggap

    orang tersebut sebagai kafir bahkan musyrik. Sedangkan Murjiah berpendapat

    bahwa orang itu tetap mukmin dan dosanya sepenuhnya diserahkan kepada

    Tuhan, boleh jadi dosanya tersebut diampuni oleh Tuhan. Sedangkan pendapat

    Wasil bin Atha bahwa orang tersebut berada dalam dua posisi (Manzilah bain

    Manzilatain). Karena ajaran inilah Wasil Bin Atha dan sahabatnya Amr ibn

    Ubaid harus memisahkan diri (Itizal) dari majelis gurunya Hasan Basri seperti

    yang telah dijelaskan dalam pembahasan sebelumnya.

    Inti pokok ajaran ini adalah bahwa mukmin yang melakukan dosa besar dan

    belum bertobat bukan lagi mukmin atau kafir, tetapi fasik. Menurut pandangan

    Mutazilah pelaku dosa besar tidak dapat dikatakan sebagai mukmin secara

    mutlak. Hal ini karena keimanan menuntut adanya kepatuhan kepada Tuhan, tidak

    cukup hanya pengakuan dan pembenaran. Berdosa besar bukanlah kepatuhan

    melainkan kedurhakaan. Pelakunya tidak dapat dikatakan kafir secara mutlak

    karena ia masih percaya kepada Tuhan, Rasul-Nya dan mengerjakan pekerjaan

    yang baik. Hanya saja kalau meninggal sebelum bertobat, ia masuk kedalam

    neraka dan kekal didalamnya. Orang mukmin masuk surga dan orang kafir masuk

    neraka. Orang fasikpun masuk neraka, hanya saja siksaannya lebih ringan dari

    orang kafir.

    5. Al-Amr bi al-Maruf wa al-Nahy an al-Munkar.

    Ajaran dasar kelima adalah menyuruh kebajikan dan melarang kemungkaran

    (al-Amr bi al-Maruf wa al-Nahy an al-Munkar). Ajaran ini menekankan

    keberpihakan kepada kebenaran dan kebaikan. Hal ini merupakan konsekwensi

    logis dari keimanan seseorang. Pengakuan keimanan harus dibuktikan dengan

    perbuatan baik, diantaranya dengan menyuruh orang berbuat baik dan

    mencegahnya dari kejahatan.

    Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh seorang mukmin dalam

    beramar maruf dan nahi munkar seperti yang dijelaskan salah seorang tokohnya

    14

  • 7/28/2019 Aliran Mu'Tazilah

    15/20

    abd al-Jabbar bin Ahmad dalam Syarh al-Ushul al-Khamzah seperti dikutip

    Rosihon Anwar dan Abdul Rozak, yaitu :

    1. Ia mengetahui perbuatan yang disuruh itu memang maruf dan yang dilarang

    itu memang munkar.

    2. Ia mengetahui bahwa kemungkaran telah nyata dilakukan orang.

    3. Ia mengetahui bahwa perbuatan amar maruf atau nahi munkar tidak akan

    membawa mudarat yang lebih besar.

    4. Ia mengetahui atau paling tidak menduga bahwa tindakannya tidak akan

    membahayakan dirinya dan hartanya.14

    E. Mihnah, sebuah tinjauan Historis

    Mihnah dari sisi kebahasaan berakar dari kata mahana yamhanu mahnan

    yang berarti mencoba atau menguji. Sedangkan mihnah sendiri juga bisa berarti

    cobaan atau bencana. Adapun mihnah yang dimaksudkan disini adalah ujian

    keimanan yang dilakukan Mutazilah terhadap masyarakat, khususnya para ulama

    dan cendikiawan dengan memanfaatkan pengaruh mereka pada diri tiga khalifah

    Abbasiyah yang memerintah pada masanya yaitu Al-Makmun, Al-Mustashim dan

    al-Watsiq.

    Pengertian lain tentang Mihnah menurut Joesoef Soeyib mengartikannya

    sebagai pemeriksaan, yaitu pemeriksaan terhadap pengertian seseorang tentang

    kalamAllah dalam hubungannya dengan keyakinan yang dianut tentang keesaan

    Ilahi. Dan pemeriksaan tersebut dibuat pertama kali ditujukan kepada para pejabat

    kehakiman, peradilan kemudian dilanjutkan dengan semua kalangan.15

    Mihnah ini terjadi sekitar tahun 198232 H, dimana Mutazilah

    mendapatkan posisi penting di hati khalifah. Bertitik tolak dari salah satu doktrin

    dari lima doktrin ajaran Mutazilah yaitu Al-Amr bi al-Maruf wa al-Nahy an al-

    Munkar yaitu perintah berbuat baik dan larangan berbuat jahat, menurut kaum

    Mutazilah bahwaAl-Amr bi al-Maruf wa al-Nahy an al-Munkarsebagai suatu

    bentuk kontrol sosial yang wajib dijalankan, kalau dapat cukup dengan seruan,

    14 Abdul Rozak dan Rosihon Anwar, Ilmu Kalam, h. 86-8715 Joesoef Soeyb, Sejarah Daulah Abbasiyah I, (Jakarta: Bulan Bintang, 1987), h. 194

    15

  • 7/28/2019 Aliran Mu'Tazilah

    16/20

    tetapi jika tidak mampu dengan seruan terpaksa dilakukan dengan kekerasan.16

    Inilah prinsip dakwah yang dijalankan oleh kaum Mutazilah yang salah satunya

    diimplementasikan dalam mihnah tersebut.

    Yang menjadi tokoh sentral peristiwa ini adalah Ahmad ibn Abu Duad.

    Beliau memiliki hubungan yang sangat dekat dengan khalifah al-Makmun.

    Dengan kedekatan hubungan itu, dia berusaha mempengaruhi khalifah terutama

    tentang ide bahwa al-Quran adalah makhluk dan menelurkan ide untuk

    melaksanakan ujian (mihnah). Ajaran atau ide tersebut menentang pandangan

    ortodoks dengan menegaskan bahwa pada bentuk aktualnya bahasa Arab - Al-

    Quran merupakan reproduksi identik dari model aslinya dilangit. Ajaran baru

    Al-Quran sebagai Makhluk tersebut segera menjadi pijakan baru keyakinan

    uamt Islam saat itu.17

    Usaha yang dilakukan oleh Ahmad ibn Abu Duad berhasil dan pada tahun

    212 H, mulailah khalifah al-Makmun menganut paham al-Quran makhluknya

    Mutazilah. Dan pada tahun 218 H, ketika beliau mengunjungi Damaskus, dia

    melakukan Mihnah terhadap penduduk Damaskus seputar masalah al-Adl

    (keadilan) dan tauhid yang merupakan dua prinsip pokok dari lima prinsip

    Mutazilah. Setelah itu barulah dilaksanakan ujian tentang permasalahan al-

    Quran terhadap seluruh qadhi, para saksi dan ulama hadist di Bagdad dengan

    mengirimkan surat perintah kepada kepala Syurthah, yaitu Ishaq bin Ibrahim

    untuk melakukannya.

    Selanjutnya, mulailah Mihnah itu dilakukan oleh Ishaq bin Ibrahim terhadap

    para ulama termasuk didalamnya Imam Ahmad Ibn Hambal. Selain Imam ibn

    Hambal, juga terdapat tujuh orang ulama hadist yang terkenal yang dipaksa

    mengakui bahwa al-Quran itu makhluk, yaitu Muhammad bin Saad (w.230 H),

    Abu Muslim Mustamli Jazid ibn Harun, Yahya bin Main (w.233 H), Zahari bin

    Harb, Abu Khaisamah (w.234 H), Ismail Ibn Daud dan Ismail Ibn Abi Masud dan

    Ahmad ibn Ad-Dauraqani.18 Jawaban tersebut dikirim kepada khalifah al-

    16 Harun Nasution,Islam Rasional, Gagasan dan Pemikiran, (Bandung: Mizan, 1995), h.

    136

    17 Philip K. Hitti,History o The Arabs, (Jakarta: Serambi, 2002), h. 54218 A. Mustofa,Filsafat Islam, h. 84

    16

  • 7/28/2019 Aliran Mu'Tazilah

    17/20

    Mamun. Jika mereka bertaubat dan mengatakan bahwa al-Quran itu makhluk

    maka namanya akan diangkat dan diberi keamanan, akan tetapi barang siapa yang

    tidak mau bertobat maka akan ditahan dan apabila tetap pada pendiriannya maka

    akan dilakukan eksekusi mati.

    Selama beberapa tahun Mutazilah menjadi aliran resmi negara, selama itu

    pula kebijakan mihnah dilaksanakan, dan telah banyak pula tokoh ulama yang

    mendapat perlakuan kekerasan dan penyiksaan.

    Demikianlah Mihnah itu berlangsung sampai pada masa kekhalifahan al-

    Watsiq. Mihnah berakhir seiring dengan naiknya al-Mutawakkil sebagai khalifah

    pada tahun 232 H yang pada akhirnya menjadi titik akhir kemunduran paham dan

    aliran Mutazilah.

    F. Kemunduran Mutazilah

    Kebijakan mihnah yang dilakukan oleh Mutazilah ternyata bukan menjadi

    jaminan akan bertahannya aliran Mutazilah dalam sistem teologi umat Islam,

    khususnya pada masa bani Abbasiyah pada waktu itu. Seiring dengan naiknya

    khalifah Al-Mutawakkil menggantikan khalifah al-Wasiq, maka semakin pudar

    pula pengaruh Mutazilah. Dimasa al-Mutawakkil dominasi aliran Mutazilah

    menurun dan menjadi tidak mendapat simpatik dimata masyarakat. Keadaan ini

    semakin memburuk setelah al-Mutawakkil membatalkan mazhab Mutazilah

    sebagai mazhab resmi negara dan menggantinya dengan aliran Asariyah.

    Selama berabad-abad kemudian, Mutazilah tersisih dari panggung sejarah

    dan tergeser oleh aliran Ahli Sunnah wal jamaah. Diantara yang mempercepathilangnya aliran ini adalah karena buku-buku mereka tidak lagi dibaca dan

    dipelajari serta dijadikan rujukan di Perguruan tinggi Islam.

    Selain itu, kemunculan aliran Asariyah merupakan faktor utama tersisihnya

    Mutazilah dalam panggung pemikiran dan aliran teologi Islam. Asariyah sendiri

    didetus oleh Abu Hasan Ali Ibn Ismail al-Asyari. Ia tampil dengan sistem ajaran

    kalamnya sendiri yang segera diterima mayoritas umat Islam waktu itu. Sistem

    kalam yang baru ini diberi nama aliran Asariyah yang dinisbatkan kepada tokoh

    17

  • 7/28/2019 Aliran Mu'Tazilah

    18/20

    pendirinya. Asyari sendiri pada awalnya adalah pengikut setia aliran Mutazilah.

    Bahkan ia merupakan murid al-JubbaI, tokoh Mutazilah yang sangat

    berpengaruh.

    Runtuh dan mundurnya Mutazilah sebagai sebuah gerakan teologi yang

    bersifat filosofis, tidak menghalangi munculnya simpatisan yang masih setia

    menyiarkan aliran ini. hal itu terlihat seperti munculnya golongan Al-

    Khayyatiyyah oleh Abu Hasan al-Khayyat yang dianggap sebagai sumber orisinil

    aliran Mutazilah. 19Pada abad ke 4 Hijrah tampil Mahmud al-Zamakhsyari (497-

    538) seorang ulama neo Mutazilah yang menghasilkan tafsir al-Kasysyaf yang

    didasari oleh kerangka berfikir dan ajaran Mutazilah. Sedangkan aktivitas

    Mutazilah sebagai sebuah gerakan pemikiran teologi Islam terhenti semenjak

    serangan bangsa Mongol.

    Pada zaman modern sekarang, yang ditandai oleh pesatnya kemajuan ilmu

    pengetahuan dan tekhnologi, ajaran-ajaran Mutazilah yang bercorak rasional

    sudah mulai muncul kembali dikalangan umat Islam terutama pada tingkat elit

    intelektualnya. Munculnya neo Mutazilah dijagat pemikiran Islam belakangan ini

    merupakan sebuah fenomena yang harus ditanggapi secara bijaksana dan

    komprehensif oleh umat Islam.

    G. Kesimpulan

    Dari pembahasan dan analisa diatas, tentunya dapat ditarik sebuah

    kesimpulan-kesimpulan tentang aliran Mutazilah sebagai sebuah sistem dan

    corak pemikiran kalam dalam khazanah pemikiran Islam.Mutazilah adalah aliran yang secara garis besar sepakat dan mengikuti cara

    pandang Washil bin Atha dan Amru bin Ubaid dalam masalah-masalah teologi.

    Atau bisa dikatakan juga bahwa Mutazilah adalah aliran teologi yang akar

    pemikirannya berkaitan dengan pemikiran Wasil bin Atha dan Amr ibn Ubaid.

    Mutazilah merupakan aliran teologis dalam Islam yang bercorak rasional

    dan berpandangan bahwa nash (wahyu) sejalan dengan rasio akal manusia.

    19 As-Syahratsani,Al-Milal wa al-Nihal, (Kairo: Musthafa Bab al-Halaby, 1968), h. 82

    18

  • 7/28/2019 Aliran Mu'Tazilah

    19/20

    Namun, dalam perjalanan sejarahnya, mereka banyak terpengaruh dengan

    metode-metode filsafat asing sehingga hampir saja membawa mereka kepada

    sikap ekstrim dalam menggunakan logika.

    Aliran Mutazilah muncul dengan latar belakang kasus hukum pelaku dosa

    besar yang telah mulai diperdebatkan oleh kaum Khawarij dan kaum Murjiah.

    Mereka tidak mengatakan bahwa pelaku dosa besar itu kafir dan tidak juga

    mukmin, melainkan fasik. Dan jika dia meninggal dunia dalam kondisi belum

    bertobat, maka dia berada disebuah tempat antara posisi orang mukmin dan orang

    kafir yang diistilahkan dengan al-manzilah bain manzilatain. Dalam sisi lain

    perkembangannya, mereka juga masuk kedalam perdebatan antara qadariyah dan

    jabariyah tentang hakikat perbuatan manusia dan kaitannya dengan takdir Tuhan.

    Penghargaan yang tinggi terjhadap akal dan logika menyebabkan timbulnya

    banyak perbedaan pendapat dikalangan Mutazilah sendiri. Namun, ide-ide

    teologis mereka disatukan dalam beberapa hal pokok yang dikenal dengan al-

    Ushul al-Khamsah, yaitu al-Tawhid (Kesaan Tuhan), al-Adl (Keadilan), al-

    Waad wa al-Waid,(Janji dan ancaman), al-Manzilat bain al-Manzilatain (Satu

    tempat diantara dua tempat) dan al-Amr bi al-Maruf wa al-Nahy an al-Munkar

    (menegakkan yang makruf dan melarang kemungkaran).

    Adanya lima pokok ajaran Mutazilah tersebut, kita tentunya tidak langsung

    menghukumi Mutazilah sebagai sebuah aliran yang terlarang. Atau mungkin

    diangap sebagai kafir. Karena yang berhak menentukan hal tersebut bukanlah

    manusia, melainkan Tuhan.

    Terlepas dari persepsi-persepsi dan dugaan yang muncul terhadap kelompok

    Mutazilah, gerakan ini telah banyak berjasa terhadap dunia Islam terutama dalam

    wacana pemikiran dan perkembangan keilmuan. Dengan kekayaan pembahasan

    logikanya, Mutazilah telah banyak memberikan banyak masukan terhadap

    kekayaan khasanah pemikiran keislaman hingga saat ini.

    DAFTAR PUSTAKA

    19

  • 7/28/2019 Aliran Mu'Tazilah

    20/20

    As-Syahratsani, As-Al-Milal wa al-Nihal, Kairo: Musthafa Bab al-Halaby, 1968.

    Hanafi, Ahmad,Pengantar Teologi Islam, Jakarta: Al-Husna Zikra, 1995.

    Hitti, Philip K, History o The Arabs, Jakarta: Serambi, 2002.

    Jamrah, Suryan A, Studi Ilmu Kalam, Pekanbaru: PPS UIN Suska, 2008.

    Mahmud Subhi, Ahmad, Fi Ilmi al-Kalam, Kairo: Dar el-Fikr, Maktabah al-

    Nahdhah, 1969.

    Mustofa, A,Filsafat Islam, Bandung: Pustaka Setia, 1997.

    Nasution, Harun, Islam Rasional, Gagasan dan Pemikiran, Bandung: Mizan,1995.

    ______________, Teologi Islam, Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan,

    Jakarta: UI Press, 1983.

    Nasir, Sahilun A,Pengantar Ilmu Kalam, Jakarta: Rajawali Press, 1996.

    Rozak, Abdul dan Anwar, Rosihon Ilmu Kalam, Bandung: Pustaka Setia, 2006.

    Rahman, FazlurIslam, Bandung: Pustaka, 1990.

    Soeyb, Joesoef, Sejarah Daulah Abbasiyah I, Jakarta: Bulan Bintang, 1987.