Upload
vutram
View
263
Download
3
Embed Size (px)
Citation preview
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Tanaman bawang putih (Allium sativum Linn.) adalah tanaman
holtikultura yang memiliki banyak manfaat terutama umbinya berguna sebagai
bumbu dan dapat digunakan untuk mengobati beberapa penyakit seperti infeksi
pernafasan dan untuk meningkatkan vitalitas tubuh (Pratimi, 1995). Wijaya et al.
(2014) menyatakan bahwa produksi bawang putih di Indonesia belum mampu
memenuhi permintaan kebutuhan pangan masyarakat sehingga menyebabkan
selisih dan kekosongan yang cukup besar diantara konsumsi dan produksi dalam
negeri. Peristiwa ini menyebabkan terjadinya defisit produksi yang mengharuskan
pemerintah melakukan impor untuk memenuhi konsumsi komoditas tersebut
(Wibowo, 2006).
Pada tahun 2012 produksi bawang putih Indonesia adalah 296.500 ton,
sementara permintaan bawang putih nasional sebesar 400.000 ton. Untuk
memenuhi kebutuhan bawang putih nasional, pemerintah Indonesia melakukan
impor bawang putih tahun 2013 sebesar 320 ribu ton terutama impor bawang
putih asal Cina. Peningkatan volume impor ini disebabkan oleh beberapa kendala
seperti luas lahan yang sempit, biaya tinggi, kualitas bibit bawang putih yang
digunakan rendah serta ketergantungan masyarakat Indonesia terhadap konsumsi
bawang putih (BPS, 2012). Untuk mengatasi permasalahan tersebut diperlukan
suatu usaha seperti pemuliaan tanaman yang dapat menghasilkan produksi
2
kultivar-kultivar unggul bawang putih di Indonesia ialah Lumbu putih, Lumbu
hijau, Jalibarang, Banjarsari, Sanur I, Sanur II, Kediri (Bagor), Layur, dan Honya
(kultivar lokal Majalengka) (Lamina, 1990 ; Wibowo, 2006).
Salah satu kultivar bawang putih yang ditanam di Bali adalah kesuna
bali. Kesuna bali hanya memiliki satu siung sedangkan bawang putih biasa
memiliki banyak siung. Kualitas bibit kesuna bali yang rendah dan mudah
terserang penyakit menyebabkan para petani mengganti penanaman kesuna bali
dengan bawang putih biasa. Keunggulan yang dimiliki oleh kesuna bali yaitu rasa
yang dihasilkan lebih pedas dibandingkan dengan bawang putih biasa. Selain itu
kandungan antimikroba pada senyawa kimia kesuna bali lebih besar dibandingkan
bawang putih biasa sehingga sering digunakan sebagai bahan obat tradisional
(Pratimi, 1995). Untuk meningkatkan produksi kesuna bali diperlukan perbaikan
sifat genetik dan agronomi. Perbaikan sifat genetik kesuna bali tidak dapat
dilakukan dengan persilangan karena sebagian besar genus Allium tidak memiliki
bunga. Perbaikan sifat dapat diupayakan dengan cara lain diantaranya dengan
induksi mutasi (Chahal dan Gosal, 2002 ; Soedjono, 2003).
Salah satu induksi mutasi yang dikenal adalah induksi polipoid (Suryo, 2007).
Induksi poliploid dapat dilakukan dengan pemberian mutagen kimia seperti
kolkisin pada jaringan meristem tanaman (Sofia, 2007). Senyawa ini dapat
menghalangi terbentuknya benang-benang spindel pada pembelahan sel sehingga
menyebabkan terbentuknya individu poliploid. Penelitian induksi poliploid dari
genus Allium sebelumnya telah dilakukan oleh Ritonga dan Wulansari (2011),
penggunaan konsentrasi kolkisin sebesar 0.05%, 0.1% dan 0.2 % pada tanaman
3
bawang merah (Allium ascacolinum L.). Penggunaan kolkisin ini dapat
meningkatkan jumlah kromosom serta menghasilkan kromosom ujung akar yang
poliploid. Pernyataan ini diperkuat oleh Suminah et al. (2002) yang menyatakan
pemberian kolkisin 1% terdapat variasi bentuk, ukuran dan jumlah kromosom
pada ujung akar bawang merah. Poliploidi yang terbentuk dikelompokkan
menjadi tetraploid (4n), pentaploid (5n), heksaploid (6n), oktaploid (8n), dan
nonaploid (9n) dengan panjang kromosom berkisar 0.3 – 1 μm dan sebagian besar
berbentuk metasentris.
Penelitian lainnya pada melon dikemukakan oleh Yuniasih (2011) yang
menyatakan bahwa pemberian kolkisin pada konsentrasi 0.01% dengan lama
perendaman 6 jam dapat menginduksi kecambah melon tetraploid. Dalam
penelitian tersebut lama perendaman kolkisin berpengaruh nyata terhadap
terbentuknya kromosom tetraploid pada tanaman melon. Pada umumnya kolkisin
bekerja secara efektif pada konsentrasi 0.01-1% untuk jangka waktu 6-72 jam,
namun dalam hal ini setiap jenis tanaman memiliki respon yang berbeda-beda
(Suminah et al., 2002).
Menurut Hindarti (2002) secara morfologi konsentrasi kolkisin 0.01%
menyebabkan peningkatan tinggi tanaman, diameter batang, volume umbi dan
bobot siung pada tanaman bawang putih, tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap
jumlah siung yang dihasilkan. Kolkisin juga dapat menambah variasi genetik pada
tanaman bawang putih lokal seperti kesuna bali. Variasi genetik yang terjadi
akibat pemberian mutagen kolkisin dapat dideteksi dengan pengamatan karakter
morfologi, anatomi, fisiologi dan penanda molekuler. Menurut Volk et al. (2003)
4
pengamatan karakter morfologi diperlukan untuk mengevaluasi variasi genetik
pada tanaman bawang putih melalui diameter umbi, jumlah daun serta tinggi
tanaman. Selain karakter morfologi, variasi genetik tanaman juga dapat dilihat
dari penambahan jumlah kromosom. Menurut Suminah et al. (2002) perendaman
ujung akar bawang merah (Allium ascolinum L.) dengan konsentrasi kolkisin 1%
selama 6 jam dapat menambah jumlah kromosom menjadi tetraploid (4n),
pentaploid (5n), heksaploid (6n), septaploid (7n), oktaploid (8n) dan nonaploid
(9n). Variasi genetik pada tingkat ploidi juga dapat dilihat dari indeks stomata
tanaman. Penelitian Lu dan Bridgen (1997) melaporkan bahwa tanaman
Alstroemaria sp diploid mempunyai 39 stomata per mm2 dan tanaman yang
tetraploid mempunyai kerapatan stomata lebih rendah, yaitu 22 stomata per mm2.
Pengamatan karakter morfologi dinilai kurang akurat dalam menentukan
variasi genetik pada tingkat ploidi. Dalam hal ini, sebagian besar karakter yang
nampak merupakan interaksi genetik dan kondisi lingkungan (Zainudin, 2006).
Oleh karena itu, diperlukan upaya analisis dengan penanda molekuler. Penanda
molekuler telah berhasil dalam mengevaluasi keragaman, evolusi pada tingkat
genetik serta mengindentifikasi peta genetik dari suatu kultivar tanaman (Hoon-
Lim et al., 1999). Salah satu penanda molekuler yang umum digunakan adalah
RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA). RAPD dapat menyediakan
penanda polimorfisme pola pita DNA dalam jumlah banyak. Pada penelitian yang
dilakukan oleh Al-Zahim et al. (1997) dari 35 primer RAPD yang digunakan
untuk pengklasifikasian tanaman bawang putih diperoleh 26 primer yang
membentuk pola pita polimorfik.
5
RAPD mampu menentukan adanya keanekaragaman (polimorfisme)
genetik tanaman yang dihasilkan dengan pemberian mutagen kolkisin (Hardiyanto
et al., 2008). Hasil penelitian Zainudin (2006) menunjukkan bahwa dengan
penetesan kolkisin 0%-0.9% pada Protocorm-like Bodies (PLB) anggrek
Onicidium didapatkan perbedaan pada pola pita-pita DNA genomik dengan
menggunakan 6 primer melalui proses RAPD.
1.2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengaruh pemberian konsentrasi kolkisin (Biotech
Agro) terhadap fenotipe dan jumlah kromosom dari tanaman
kesuna bali (Allium sativum Linn.)?
2. Bagaimana variasi genetik tanaman kesuna bali yang dihasilkan
dari pemberian kolkisin (Biotech Agro) berdasarkan marka
molekuler RAPD?
1.3. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Menganalisis pengaruh perlakuan kolkisin (Biotech Agro)
terhadap fenotipe dan jumlah kromosom dari tanaman kesuna bali
(Allium sativum Linn.).
2. Mendeteksi variasi genetik melalui ada tidaknya perubahan DNA
dengan penanda RAPD.
6
1.4. Manfaat Penelitian
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat diperoleh tanaman kesuna bali
yang bersifat poliploid dengan fenotipe umbi yang besar dan tanaman yang
kokoh. Manfaat lainnya adalah dapat diperoleh tanaman kesuna bali yang
bervariasi secara genetik akibat pemberian kolkisin yang berguna sebagai bahan
dalam perakitan varietas unggul.
7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Bawang Putih (Allium sativum Linn.)
2.1.1 Deskripsi Bawang Putih (Allium sativum Linn.)
Tanaman bawang putih (Allium sativum Linn.) merupakan tanaman
monokotil dan berumpun. Bawang putih memiliki sistem perakaran serabut dan
dangkal serta berada di permukaan tanah, sehingga tanaman ini sangat rentan
terhadap cekaman kekeringan. Fungsi dari sistem perakaran serabut pada tanaman
ini adalah untuk menyerap atau mengisi air dan nutrisi yang ada disekitarnya.
Bagian yang berfungsi sebagai batang pada tanaman bawang putih adalah cakram.
Cakram berbentuk lingkaran pipih terdapat di dasar umbi dan memiliki struktur
kasar dan padat. Fungsi dari cakram pada tanaman bawang sebagai batang pokok
yang tidak sempurna dan terletak di dalam tanah. Pada permukaan bawah cakram
tumbuh akar serabut dari tanaman bawang. Tanaman bawang putih juga memiliki
batang semu yaitu kumpulan dari kelopak daun yang saling membungkus kelopak
daun dibawahnya sehingga terlihat seperti batang. Satu bongkahan bawang putih
terdiri dari beberapa siung yang mengelompok dan berkumpul dalam satu cakram
yang ditunjukkan pada Gambar 2.1 (Thomson, 2007).
8
Gambar 2.1
Bawang Putih Tunggal (kesuna bali) (Allium sativum Linn.)
Daun dari tanaman bawang putih ini memiliki ciri helai daun
menyerupai pita, tipis dan bagian pangkalnya membentuk sudut. Daun berwarna
hijau, bagian atas daun terlihat lebih gelap dan sisi bawah daun berwarna lebih
cerah (Gambar 2.2). Kelopak daun menutupi siung umbi bawang putih hingga
pangkal daun. Kelopak ini membalut bagian kelopak daun yang lebih muda
sehingga membentuk suatu batang semu yang posisinya tepat berada pada umbi
bawang. Tanaman bawang putih tidak memiliki bunga, karena itu tanaman ini
tidak dapat dibiakkan dengan persilangan. Ukuran siung dari tanaman bawang
putih bervariasi tergantung pada varietasnya, siung memiliki bentuk lonjong.
Untuk varietas lokal rata-rata menghasilkan 15-20 siung setiap umbinya (Suriana,
2011).
Daun
Umbi
Cakram
9
Gambar 2.2
Kesuna Bali (Allium sativum Linn.)
Pada pemotongan bagian punggung dari bawang putih secara vertikal,
akan terlihat pertumbuhan bibit vegetatif. Oleh karena itu, siung bawang putih
dapat dijadikan sebagai calon benih untuk pertanaman selanjutnya. Sebagai calon
benih, siung bawang putih melewati masa dormansi sekitar 6-8 bulan (Suriana,
2011).
2.1.2 Syarat Tumbuh Bawang Putih (Allium sativum Linn.)
Tanaman bawang putih dapat tumbuh pada berbagai ketinggian
tergantung pada varietas yang digunakan. Daerah pertanaman bawang putih
terbaik berada pada ketinggian 600 m dpl (di atas permukaan laut) (Marpaung,
2010). Menurut Sarwadana dan Gunadi (2007) selain di dataran tinggi tanaman
bawang putih juga dapat dikembangkan di dataran rendah. Hal ini dibuktikan
dengan bawang putih varietas Lokal Sanur yang telah berhasil beradaptasi sangat
baik di dataran rendah sehingga sangat berpotensi untuk dikembangkan sebagai
varietas dataran rendah.
10
Jenis tanah yang cocok untuk pertumbuhan tanaman bawang putih
adalah grumusol (ultisol). Kondisi tanah yang porous menstimulir perkembangan
akar dan bulu-bulu akar sehingga serapan unsur hara akan berjalan dengan baik.
Pada musim penghujan kurang baik digunakan untuk penanaman bawang putih
karena suhu rendah dan kondisi tanah terlalu basah sehingga mempersulit
pembentukan siung (Thomsom, 2007).
2.1.3 Kandungan Kimia Bawang Putih (Allium sativum Linn.)
Tanaman bawang putih (Allium sativum Linn.) memiliki aroma yang
menusuk tajam dan rasa yang persisten. Tanaman bawang putih memiliki aroma
yang khas berasal dari zat aktif utama yaitu allicin. Aroma yang dihasilkan ketika
senyawa allicin bereaksi dengan enzim alinase. Minyak atsiri yang dihasilkan dari
umbi bawang putih berkisar antara 0,1-0,3 % dengan kandungan allil propil dan
dialil disulfida. Bawang putih memiliki kandungan enzim-enzim antara lain
allinase, peroxides, dan myrosinase (Kemper, 2000).
2.1.4 Kesuna Bali (Allium sativum Linn.)
Dalam sejarah Bali umbi (mula) banyak dimanfaatkan sebagai bahan
ramuan obat. Dalam kitab Ayurveda dijelaskan bahwa ada banyak umbi yang
dapat digunakan untuk menyembuhkan berbagai macam penyakit serta
tanamannya mudah diperoleh di Indonesia. Salah satu tanaman yang umbinya
sering digunakan sebagai bahan ramuan obat adalah kesuna bali (Nala, 2004).
Dalam sejarahnya kesuna bali (rasona=sansekerta) merupakan tanaman yang
11
memiliki umbi atau mula berwarna putih mengkilat, diibaratkan seperti tetesan air
suci yang jatuh ke bumi. Oleh karena itu umbi dari kesuna bali banyak
dimanfaatkan sebagai ramuan obat oleh masyarakat di Bali terutama para balian
(dukun). Manfaat dari umbi kesuna bali ini dapat meningkatkan nafsu makan,
aprodisiaka, menurunkan panas badan, penghilang perut kembung, untuk obat
patah tulang, diare, dan sakit tenggorokan (Nala, 2004).
Kesuna bali merupakan salah satu kultivar bawang putih lokal yang
hanya menghasilkan satu siung saja. Faktor lingkungan pertanaman yang tidak
mendukung pertumbuhan, mengakibatkan hanya berkembang satu tunas utama.
Tunas utama ini akan tumbuh dominan terhadap pertumbuhan tanaman serta
menekan tunas lain yang merupakan bakal dari pertumbuhan siung-siung
berikutnya, sehingga hanya terbentuk siung tunggal yang utuh (Barnes, 2007).
Menurut Barnes (2007) tanaman bawang putih tunggal bukan
merupakan varietas melainkan suatu kultivar karena hanya bersifat sementara.
Apabila tanaman ini ditanam di dataran yang kondisinya sesuai maka akan
menghasilkan jumlah siung yang banyak. Hal ini menunjukkan bahwa bawang
putih memiliki sifat yang sensitif terhadap perubahan lingkungan sekitar.
2.2 Mutasi
Mutasi adalah suatu perubahan genetik pada sejumlah gen atau susunan
kromosom maupun gen tunggal. Pada peristiwa mutasi terjadi perubahan terhadap
urutan (sequences) nukleotida DNA sehingga menyebabkan perubahan pada
protein yang dihasilkan (Nasir, 2002).
12
Mutasi lebih sering terjadi pada bagian sel yang sedang aktif membelah, misalnya
pada tunas dan biji. Berdasarkan proses terjadinya, mutasi dibagi menjadi dua
yaitu mutasi alami dan mutasi induksi. Dalam pemuliaan tanaman inkonvensional
mutasi induksi lebih sering digunakan karena dapat menambah keanekaragaman
genetik dari tanaman (Sofia, 2007).
Senyawa mutagen dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu mutagen
fisik dan mutagen kimia. Mutagen fisik yang sering digunakan untuk bahan
penelitian contohnya seperti sinar X, sinar α, sinar β sinar γ dan sinar UV
sedangkan mutagen kimia contohnya seperti EMS (ethylene methane sulfonate),
NMU (nitrosomethyl urea), dan NTG (nitrosoguanidine) (Purwati, 2009). Yusdar
et al. (1997) menyatakan bahwa perbaikan mutu umbi bawang putih perlu
dilaksanakan secara inkonvensional. Perbaikan mutu ini dilakukan dengan tujuan
meningkatkan variasi genetik tanaman bawang putih. Hasil penelitian yang
dilakukan Permadi et al. (1991) menunjukkan bahwa mutagen kimia seperti
kolkisin sangat efektif digunakan dalam menghasilkan tanaman poliploid. Dengan
lama perendaman selama 3 jam serta konsentrasi kolkisin 0.1% dan 0.15% yang
digunakan dapat menghasilkan bibit tanaman bawang merah yang poliploid.
Penggunaan mutagen fisik seperti iradiasi sinar gamma hanya dapat
dimanfaatkan untuk menghasilkan biji-biji dari tanaman padi dan palawija agar
berumur pendek, tahan serangan hama dan cepat panen. Sedangkan penggunaan
mutagen kimia seperti kolkisin banyak menghasilkan keuntungan diantaranya
dapat menyebabkan tanaman memiliki ukuran buah yang lebih besar serta tidak
berbiji (Soedjono, 2003).
13
2.3 Mutagen Kolkisin
Senyawa kolkisin adalah suatu alkaloid yang berasal dari umbi dan biji
tanaman krokus (Colchicum autumnale Linn.) famili Liliaceae. Rumus kimia
kolkisin adalah C22H25O6N dan struktur kimia kolkisin adalah :
Gambar 2.3
Struktur Molekul Kolkisin Murni (Eigsti dan Dustin, 1995)
Senyawa kolkisin merupakan reagen penting dalam peristiwa mutasi
yang dapat menyebabkan terjadinya tanaman poliploid. Sifat umum yang
ditampilkan oleh tanaman poliploid adalah tanaman menjadi lebih kekar, bagian-
bagian tanaman seperti akar, batang, daun, bunga dan buah menjadi lebih besar.
Efektifitas kerja larutan kolkisin dalam menginduksi mutasi tanaman bawang
putih berkisar antara 0.01%-1.00%, sedangkan lama waktu perendaman dalam
kolkisin berkisar antara 3-24 jam (Hindarti, 2002).
Konsentrasi larutan kolkisin dan lama waktu perendaman yang belum
tepat tidak akan menghasilkan tanaman dengan sifat poliploid (Sofia, 2007).
Demikian pula sebaliknya apabila konsentrasi larutan kolkisin terlalu tinggi
dengan perendaman yang terlalu lama maka senyawa kolkisin akan
memperlihatkan efek negatif yaitu penampilan tanaman menjadi tidak bagus, sel-
sel pada tanaman rusak hingga dapat menyebabkan kematian pada tanaman (Asif
et al., 2000). Permadi et al. (1991) menemukan bahwa konsentrasi kolkisin 0.04%
14
dengan lama perendaman selama 3 jam dapat menyebabkan terjadinya depresi
pertumbuhan dan vigor pada tanaman bawang merah Sumenep. Selain depresi
pertumbuhan konsentrasi kolkisin yang tinggi juga menyebabkan penyusutan
jumlah daun, stomata yang lebih sedikit dan berat kering yang lebih rendah dari
tanaman kontrol pada bawang merah Sumenep. Pemberian senyawa kolkisin tidak
berpengaruh terhadap pertambahan jumlah siung pada tanaman bawang putih
(Hindarti, 2002).
2.4 Deteksi Mutan
2.4.1 Deteksi Mutan Secara Morfologi
Deteksi mutan secara morfologi dan fisiologi dapat ditunjukkan dengan
karakter-karakter pertumbuhan seperti tinggi tanaman, jumlah daun, panjang daun
dan indeks stomata. Pernyataan ini diperkuat oleh hasil penelitian Ritonga dan
Wulansari (2011) yang menemukan bahwa pemberian kolkisin pada konsentrasi
0.05% dapat menambah ukuran akar pada tanaman bawang merah (Allium
ascalonicum L.). Penelitian Permadi et al. (1991) pada tanaman bawang merah
Sumenep diperoleh bentuk daun yang pendek, daun lebih tebal, jumlah daun
sedikit, dan lingkar daun semakin besar. Dosis yang efektif dalam menginduksi
mutasi pada bawang merah ini adalah pada konsentrasi 0.04% dengan lama
perendaman selama 3 jam.
Kolkisin sering digunakan untuk menghasilkan sel-sel poliploid buatan.
Aplikasi kolkisin pada tanaman dilakukan dengan meneteskan atau merendam
bagian tanaman dalam larutan kolkisin selama satu hari (Permatasari, 2007). Pada
15
tanaman kapri, penggunaan kolkisin dengan konsentrasi 0.0005 % dan 0.001%
dengan lama perendaman selama satu jam, secara umum menghasilkan mutan
poliploid memiliki bagian-bagian tanaman yang lebih besar dibandingkan
tanaman normal (Murfadalina, 1997).
2.4.2 Deteksi Melalui Perhitungan Jumlah Kromosom
Mutan poliploid memiliki perubahan jumlah kromosom dari diploidnya.
Kondisi kromosom yang poliploid ditunjukkan dengan adanya kelipatan dari
jumlah kromosom dasarnya (Suminah et al., 2002). Tanaman bawang putih
diploid (2n = 16) kemungkinan besar dapat ditingkatkan jumlah kromosomnya
menjadi triploid (3n=24), tetraploid (4n=32) dan heksaploid (6n=48).
Menurut Prematilake (2005) pada umumnya tanaman normal memiliki
dua pasang kromosom, namun beberapa tanaman memiliki jumlah pasang
kromosom lebih dari dua contohnya kentang (tetraploid, 2n=4x= 48) dan gandum
roti (heksaploid, 2n=6x=42). Tanaman kentang (Solanum tuberosum) adalah jenis
tanaman kentang autotetraploid karena penggandaan jumlah kromosom terjadi
secara alamiah, sedangkan tanaman serealia seperti gandum roti (Triticum
aestivum) termasuk aloheksaploid karena tanaman ini merupakan hasil
persilangan dari nenek moyang alotetraploid (4X) AABB dengan rumput diploid
liar DD.
16
2.5 Deteksi Mutan dengan RAPD
Variasi genetik tanaman yang terjadi akibat mutasi dapat dideteksi
dengan marka molekuler (DNA). Terdapat beberapa kelemahan karakter
morfologi dalam analisis variasi genetik tanaman diantaranya hasil analisis yang
dihasilkan tidak konsisten karena penampakan morfologi pada tanaman mungkin
akan berubah saat tanaman memasuki fase pertumbuhan tertentu. Perubahan
morfologi tanaman sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan serta mempunyai
efek pleiotropi dan epistasi. Pada tanaman tahunan perubahan morfologi
membutuhkan waktu yang sangat lama (Brar, 2002).
RAPD merupakan salah satu teknik marka molekuler yang banyak
dijumpai dalam mendeteksi polimorfik DNA antar individu yang didasarkan pada
hasil amplifikasi reaksi berantai polymerase (PCR). Primer yang digunakan
berukuran 10 oligonukleotida dan primer yang umum digunakan. dalam RAPD
adalah primer Operon dari Operon Technologies. Teknik RAPD memiliki
kelebihan dibandingkan teknik yang lain diantaranya sampel DNA yang
dibutuhkan dalam jumlah yang sedikit (10-25 ng), tidak bersifat radioaktif dan
menghasilkan estimasi yang lebih tinggi untuk kesamaan interspesifik (Prana dan
Hartati, 2003). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Hardiyanto et al. (2008)
pada 10 klon bawang putih lokal menggunakan 10 primer acak pada RAPD,
didapatkan sekitar 79.5% fragment DNA bersifat polimorfik dan hanya 20.5%
fragment DNA yang monomorfik.
17
Analisis DNA poliploid dengan marka RAPD dapat menunjukkan
banyaknya pita DNA yang polimorfik. Aksi mutagenik dari senyawa kolkisin
dapat menyebabkan perbedaan urutan basa nukleotida pada titik penempelan
primer. Hal ini mengakibatkan primer tidak dapat menempel pada bagian tertentu
sehingga tidak terjadi amplifikasi (Escand et al., 2005). Pernyataan tersebut
didukung oleh Purwantoro et al. (2007) yang melaporkan bahwa konsetrasi
kolkisin 0.75% dapat meningkatkan jumlah tanaman bunga kertas (Zinnia spp.)
yang poliploid. Senyawa mutagenik kolkisin menyebabkan perubahan pada urutan
basa nukleotida sehingga semakin tinggi konsentrasi kolkisin yang diberikan
semakin besar jumlah mutasi yang dihasilkan.
Senyawa mutagenik kolkisin dapat pula menyebabkan perbedaan pada
ukuran pita DNA tanaman. Zainudin (2006) melaporkan bahwa dengan penetesan
larutan kolkisin 0.01%, 0.03%, 0.05%, 0.07% dan 0.09% didapatkan perbedaan
pola pita DNA pada Protocorm like-bodies (PLB) anggrek dari ukuran pita 500-
1000bp, 1000-1500bp dan 1500-2642bp.
18
BAB III
KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN
3.1 Kerangka Berpikir
Komoditas sayuran yang banyak mendatangkan keuntungan terutama
dari segi ekonomi adalah bawang putih (Allium sativum Linn.). Kebutuhan
bawang putih di Indonesia terus-menerus meningkat sejalan dengan membaiknya
perekonomian nasional yang diikuti dengan meningkatnya pengetahuan
masyarakat akan pentingnya gizi dari komoditas tersebut. Meningkatnya jumlah
konsumsi tidak sebanding dengan produktivitas hasil yang masih rendah, oleh
karena itu pemerintah lebih banyak melakukan impor terhadap komoditas bawang
putih (Yusdar et al., 1997).
Bawang putih lokal yang perlu dilakukan perbaikan genetik adalah
kesuna bali. Kesuna bali merupakan salah satu kultivar bawang putih lokal yang
ditanam di Bali dan hanya berkembang dengan satu siung saja. Keunggulan dari
kultivar ini adalah umbinya banyak dijadikan untuk bahan obat serta memiliki
aroma dan rasa yang lebih nikmat dibandingkan dengan bawang putih biasa.
Untuk itu perlu dilakukan usaha untuk meningkatkan kualitas dari kultivar ini
dengan cara induksi poliploid menggunakan senyawa kimia kolkisin (Hardiyanto
et al., 2008 : Syamsiah dan Tajudin, 2005).
Pemberian konsentrasi kolkisin dan lama perendaman sangat
berpengaruh dalam menghasilkan tanaman poliploid. (Chahal dan Gosal, 2002).
Beberapa cara untuk mengamati perubahan ploidi akibat pemberian kolkisin
19
adalah melalui morfologi, sitologi dan molekuler. Secara morfologi, tanaman
polipoid umumnya memiliki ukuran yang lebih besar (Sofia, 2007), sedangkan
berdasarkan perhitungan kromosom akan terdapat penggandaan kromosom yang
dapat berupa tertrapoid (4n), heksapoid (6n), septaploid (7n), oktaploid (8n) dan
nanoploid (9n) (Suminah et al., 2002).
Variasi genetik yang dihasilkan akibat pemberian kolkisin dapat diamati
dengan marka molekuler RAPD. Penelitian Purwantoro et al. (2007)
menunjukkan tingkat poliploidi pada tanaman bunga kertas yang diberi kolkisin
lebih banyak dibandingkan tanaman kontrol. Hal ini membuktikan bahwa semakin
tinggi tingkat kolkisin yang diberikan maka semakin besar jumlah mutasi yang
dihasilkan pada tanaman (Escand et al., 2005).
20
3.2 Konsep Penelitian
Kebutuhan Bawang Putih (Allium sativum
Linn.) di Indonesia terus meningkat
Keanekaragaman yang Rendah dapat diatasi
dengan Pemuliaan Mutasi
Pemuliaan Mutasi dengan Senyawa Kimia
Kolkisin (C22H25O6N)
Konsentrasi 0, 5%, 10% dan 20% Kolkisin
(C22H25O6N)
Mutan Bawang Putih Bali (Allium sativum Linn.)
Analisa morfologi :
- Panjang dan jumlah
daun.
- Tinggi tanaman
- Berat kering umbi
setelah panen
Analisa Sitologi :
- Indeks stomata
- Perhitungan
jumlah
kromosom
Analisa Molekuler
dengan Marka RAPD
Mutan Terseleksi
21
3.3 Hipotesis Penelitian
Hipotesis dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
a) H0: Konsentrasi kolkisin tidak berpengaruh terhadap perubahan
morfologi, anatomi dan sitologi pada tanaman kesuna bali.
b) H1: Konsentrasi kolkisin berpengaruh terhadap perubahan
morfologi, anatomi dan sitologi pada tanaman kesuna bali.
22
BAB IV
METODELOGI PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian
Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
rancangan acak kelompok (RAK) dengan perlakuan konsentrasi kolkisin yang
berbeda yaitu kontrol, konsentrasi kolkisin 5%, konsentrasi kolkisin 10% dan
konsentrasi kolkisin 20%. Areal percobaan dibagi ke dalam enam kelompok
(ulangan), masing-masing kelompok terdiri dari empat petak percobaan terdiri
dari enam tanaman percobaan, kemudian akan dipilih empat tanaman secara acak
untuk diamati. Keenam tanaman percobaan ditentukan secara acak letaknya pada
masing-masing kelompok, seperti terlihat pada Gambar 4.1.
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Sampel tanaman kesuna bali diambil dari tanah pertanian di Desa
Pakisan, Kecamatan Sawan, Kabupaten Buleleng Bali. Penanaman dilakukan di
Pertanian Kreatif Matahari Terbit Sanur, Kecamatan Denpasar Timur. Pembuatan
preparat kromosom, stomata dan ektraksi DNA dilakukan di Laboratorium
Bioteknologi Jurusan Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Udayana.
Analisis PCR-RAPD dilaksanakan di Laboratorium Biomedik dan Biologi
Molekuler Hewan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana. Penelitian
ini dilakukan dari bulan September 2013 – Agustus 2014.
23
Kelompok 1 Kelompok 2
Kelompok 3
Kelompok 5
Gambar 4.1
Denah Petak Percobaan
Keterangan a. P0 = Kontrol; b. P1 = Kolkisin 5% ; c. P2 = Kolkisin 10% dan d.
P3 = Kolkisin 20% dan U: Nomor Polybag Tanaman (1-6)
P3
U5
P3
U6
P3
U4
P3
U2
P3
U3
P3
U1
P0
U6
P0
U2
P0
U1
P0
U5
P0
U3 P0
U4
P2
U2
P2
U5
P2
U4
P2
U6 P2
U1
P2
U3
P1
U3 P1
U4
P1
U5
P1
U1 P1
U2
P1
U6
P1
U2
P2
U5 P2
U6 P1
U1
P2
U4
P2
U2
P2
U3
P2
U4
P0
U6 P0
U1
P0
U5
P0
U4
P0
U2
P0
U3
P1
U3
P3
U5
P3
U3 P3
U4
P1
U4 P1
U5 P1
U6
P3
U6
P3
U2
P3
U1
P2
U6
P2
U5
P2
U4
P2
U3
P2
U2
P2
U1
P1
U6
P1
U2
P1
U1
P1
U5
P1
U2 P1
U1
P0
U6
P0
U1
P0
U2
P0
U5 P0
U4
P0
U3
P3
U5 P3
U3
P3
U4
P3
U1 P3
U2
P3
U6
P0
U4
P0
U3
P0
U2
P0
U6
P0
U1
P0
U5
P3
U3
P3
U5
P3
U2
P3
U6
P3
U4 P3
U1
P1
U6
P1
U1
P1
U3
P1
U5 P1
U4
P1
U2
P2
U3 P2
U6
P2
U2
P2
U4 P2
U1
P2
U5
P1
U1
Kelompok 4
P2
U1
P2
U6
P2
U5
P2
U4
P2
U2
P2
U3
P3
U6
P3
U1
P3
U5
P3
U4
P3
U3 P3
U2
P0
U6
P0
U1
P0
U2
P0
U5 P0
U4
P0
U3
P1
U5 P1
U3
P1
U1
P1
U2 P1
U6
P1
U4
P0
U2
P0
U5
P0
U3
P0
U1
P0
U6
P0
U4
P1
U3
P1
U2
P1
U5
P1
U4
P1
U1 P1
U6
P3
U1
P3
U6
P3
U5 P3
U4
P3
U3
P2
U2 P2
U5
P2
U4
4
P2
U3 P2
U6
P2
U1
P3
U2
Kelompok 6
24
4.3 Ruang Lingkup Penelitian
Adapun ruang lingkup penelitian pada tesis ini adalah induksi kolkisin
terhadap tanaman kesuna bali untuk mendapatkan tanaman yang poliploid.
Analisis morfologi, fisiologi, sitologi dan molekuler tanaman kesuna bali (Allium
sativum Linn.) untuk mengamati pengaruh kolkisin terhadap tingkat ploidi.
4.4 Penentuan Sumber Data
Penelitian ini menggunakan umbi kesuna bali yang diambil dari dari
tanah pertanian Desa Pakisan, Kecamatan Sawan, Kabupaten Buleleng Bali.
4.5 Variabel Penelitian
Adapun variabel dalam penelitian ini adalah :
a. Variabel bebas adalah variabel yang diduga sebagai sebab munculnya variabel
lain. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah konsentrasi senyawa kolkisin
yaitu : 5%, 10% dan 20%.
b. Variabel terikat adalah variabel respon atau output, variabel ini muncul
sebagai akibat dari manipulasi variabel lain. Variabel terikat dalam penelitian
ini adalah respon dari tanaman kesuna bali, yaitu: karakter morfologi,
anatomi tanaman dan analisis DNA tanaman kesuna bali.
25
Variabel-variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah :
1. Morfologi tanaman kesuna bali setelah diberi perlakuan kolkisin yang
berbeda meliputi: tinggi tanaman, panjang daun, jumlah daun dan berat
kering umbi.
2. Anatomi tanaman kesuna bali yang meliputi: indeks stomata dan jumlah
kromosom setelah diberi perlakuan kolkisin yang berbeda.
3. Analisis DNA dengan metode PCR-RAPD yang digunakan umtuk
mengetahui perbedaan pola pita DNA tanaman kesuna bali yang termutasi.
4.6 Bahan Penelitian
Adapun bahan penelitian ini antara lain : 144 umbi kesuna bali, kertas
label, kolkisin (Biotech Agro), polibag dan media tanam (campuran pasir, pupuk
kandang dan pupuk pubotan dengan perbandingan 1:2:1), untuk analisis
kromosom digunakan bahan : aquades, alkohol, asam asetat glacial, HCL, aceto-
orcein. Analisis DNA menggunakan bahan: Buffer ekstraksi yang mengandung
(2% CTAB (w/v), 100 mM Tris-HCl pH 8, 1,4 M NaCl, 50 mM EDTA, dan 2%
β-merkaptoetanol), aquades, kloroform isoamilalkohol (KIA) 24:1, isopropanol
dingin, ethanol 70%. Bahan-bahan untuk elektroforesis adalah: Agarosa, buffer
TAE 50 X, loading buffer, dan ethidium bromida. Untuk PCR digunakan bahan:
Aquabidest (ddH2O), 10 X PCR Buffer (PE-II) (Promega), dNTPs 8 mM
(Promega), MgCl2 25 mM (Promega), primer 20 µm (Operon Technologies), PE
Amplitaq 5unit/µL (Promega) dan DNA ladder 1 kb (Geneaid).
26
4.7 Instrumen Penelitian
Instrumen dari penelitian ini antara lain : sprayer, gelas ukur, pinset,
Erlenmeyer, petridish, tangkai pengaduk, flakon, pisau, gelas preparat, gelas
penutup, mikroskop cahaya, kamera digital, pensil, penggaris, timbangan analitik,
mortar dan pestle, vortex, microcentrifuge, autoclave, water bath, pipet mikro,
microtube, microwave, spatula, mesin PCR (Infinigen-Korea), UviTec Gel Doc
Systems, unit elektrophoresis (GelMate 2000), dan UV-Transluminator (Biorad-
Jerman).
4.8 Prosedur Penelitian
4.8.1 Persiapan Bahan
4.8.1.1 Pembuatan Larutan Kolkisin
Penelitian ini menggunakan kolkisin cair (Biotech Agro) 500 ml (50
mg/500 ml). Konsentrasi kolkisin yang dibuat adalah 5%, 10% dan 20%.
Pembuatan kolkisin 5% dilakukan dengan memipet larutan kolkisin sebanyak 5
ml ditambahkan aquades sebanyak 95 ml. Larutan kolkisin 10% dibuat dengan
menambahkan 10 ml kolkisin kedalam 90 ml aquades. Pembuatan larutan kolkisin
20% dilakukan dengan memipet kolkisin sebanyak 20 ml dan ditambahkan 80 ml
aquades. Perlakuan kontrol (kolkisin 0 %) adalah aquades 100 ml.
4.8.1.2 Pembuatan Pewarna Aceto Orcein 2%
Pewarna ini dibuat dengan memanaskan 11,25 ml Asam Asetat Glasial
sampai mendidih, kemudian ditambahkan 0,5 gram orcein sambil terus diaduk
27
sampai terlarut semuanya sekitar 10 menit pada suhu 95oC. Setelah agak dingin,
ditambahkan akuades sebanyak 27,5 ml dan dibiarkan sampai suhunya mencapai
20oC kemudian disaring dengan kertas saring dan disimpan di tempat gelap
(Jurčák, 1999).
4.8.1.3 Pembuatan Larutan Fiksatif Carnoy
Pengamatan kromosom dilakukan dengan fiksasi akar dengan
menggunakan larutan fiksatif carnoy. Fiksasi dilakukan dengan tujuan untuk
mematikan jaringan sementara tanpa merubah struktur komponen sel. Fiksasi
dilakukan dengan menggunakan larutan Carnoy (6 etanol : 3 klorofom : 1 asam
asetat glacial) (Haryanto, 2010).
Menurut Jusuf (2009) larutan Carnoy adalah larutan fiksatif inti yang
mempunyai daya penetrasi cepat dan dapat mengawetkan substansia Nissl dan
Glikogen. Kekurangan dari larutan ini adalah memiliki efek pengerutan yang kuat
serta dapat menghancurkan sebgaian besar unsur sitoplasma yang terdapat
didalam sel.
4.8.2 Prosedur Kerja
4.8.2.1 Teknik Perendaman Umbi dengan Kolkisin
Perendaman umbi kesuna bali dilakukan dengan tujuan supaya senyawa
kolkisin dapat terserap sempurna ke dalam umbi dan menghasilkan tanaman
poliploid. Induksi mutasi senyawa kolkisin bersifat acak, sehingga tidak jarang
ditemukan individu yang tetap bersifat diploid (2n) (Suminah et al., 2002).
28
Perendaman umbi dilakukan pada konsentrasi kolkisin yang bervariasi
yaitu 0% (kontrol), 5%, 10% dan 20% selama 12 jam kolkisin, 12 jam air
kemudian direndam kembali selama 12 jam pada larutan kolkisin sesuai intruksi
perusahaan (Biotech Agro).
4.8.2.2 Teknik Penanaman Umbi
Umbi kesuna bali diperoleh dari pertanian Desa Pakisan Kecamatan
Sawan Kabupaten Buleleng Bali. Umbi dipilih yang telah berumur 70 hari setelah
masa panen serta memiliki berat yang seragam. Penanam umbi dilakukan di
Pertanian Kreatif Sanur. Sebelum dilakukan penanaman, media tanam disiram
terlebih dahulu sampai kapasitas lapang. Media tanam yang terdiri dari pasir,
pupuk tanah pubotan dan campuran pupuk kandang dengan perbandingan 1:2:1
(Hardiyanto et al., 2008).
Selanjutnya ditanaman pada polibag dengan diameter 30 cm dan tinggi
15 cm lalu dibuat lubang tanam dengan kedalaman kurang lebih 5-7 cm
menggunakan kayu. Kemudian bibit kesuna bali dimasukkan secara tegak ke
dalam lubang tanam dan ditutup dengan mulsa jerami setebal 5 cm pada masing-
masing polibag. Untuk menghindari pencabutan tanaman dalam pengambilan
akar tanaman untuk pengamatan kromosom, maka digunakan teknik polibag
bertingkat. Polibag yang telah ditanami umbi tersebut dilubangi disekeliling
polibag lalu dimasukkan ke dalam polibag yang lebih besar.
Pemeliharaan dilakukan dengan menyemprotkan insektisida atau
fungisida sebanyak 2 kali dalam satu minggu secara periodik hingga panen.
29
Pemupukan dilakukan pada umur 15 hari setelah masa tanam (MST) dengan
pupuk buatan. Selanjutnya daun kesuna bali yang berumur ± 23 hari di potong
dan digunakan sebagai bahan untuk isolasi DNA (Hardiyanto et al., 2008).
4.8.2.3 Pengamatan Karakter Pertumbuhan
Pengamatan karakter pertumbuhan dilakukan setiap seminggu sekali
selama 90 hari masa tanam yang meliputi tinggi tanaman, panjang daun dan
jumlah daun. Pengamatan juga dilakukan terhadap umbi yg meliputi berat umbi.
4.8.2.4 Perhitungan Indeks Stomata
Pengamatan indeks stomata dilakukan menggunakan daun dewasa yang
dilakukan pada umur tanaman 10 MST. Pengamatan dilakukan dengan
menghitung jumlah stomata per satuan bidang pandang menggunakan mikroskop
binokuler dengan perbesaran 400 kali. Daun tanaman kesuna bali difiksasi dalam
alkohol 75%, kemudian diganti aquadest. Untuk menghancurkan jaringan mesofil,
daun direndam dalam larutan HNO3 25% selama 15 – 30 menit. Daun dicuci
dengan aquadest kemudian disayat menggunakan silet. Selanjutnya sayatan
epidermis abaksial direndam dalam larutan Bayclin selama 1 – 5 menit untuk
menghilangkan klorofil dan mesofil yang terikat kemudian dicuci dengan
aquadest. Sayatan epidermis diwarnai dengan safranin diatas gelas objek, dicuci
aquadest, kemudian ditetesi gliserin 10% dan ditutup dengan gelas penutup.
30
Selanjutnya diamati dibawah mikroskop dengan perbesaran 400 kali (Palit, 2008).
Indeks stomata (IS) dihitung berdasarkan rumus menurut Lestari (2006) :
Indeks stomata = Jumlah stomata
jumlah stomata + jumlah epidermis
Menurut Perwati (2009) terjadinya peningkatan derajat ploidi pada
tanaman spesies Adiantum raddianum menyebabkan penambahan ukuran stomata.
Derajat ploidi 2n = 6x (heksaploid) menyebabkan bertambahnya ukuran panjang
stomata pada tanaman spesies Adiantum raddianum menjadi 37.21 μm.
Sedangkan derajat ploidi 2n = 7x (septaploid) menyebabkan bertambahnya lebar
stomata pada tanaman spesies Adiantum raddianum menjadi 31.74 μm.
Kecendrungan bertambahnya derajat ploidi (2n = 7x) pada tanaman spesies
Adiantum raddianum memberikan pengaruh nyata terhadap penurunan indeks
stomata menjadi 13.99.
4.8.2.5 Pembuatan Preparat Kromosom
Untuk membuat preparat kromosom pada penelitian ini digunakan
metode squash dengan langkah-langkah sebagai berikut: Ujung akar kesuna bali
dipotong ± 2 mm kemudian ujung akar difiksasi dengan fiksatif Carnoy selama1-
24 jam dalam suhu kamar. Setelah fiksasi selesai cuci ujung akar dengan akuades
dan dihidrolisa dengan HCL 2N pada suhu 60oC selama 1-3 menit.
Ujung akar dicuci lagi dengan akuades kemudian diletakkan diatas gelas
benda kemudian diberikan tiga tetes aceto orcein 2%. Selanjutnya dilewatkan di
atas api bunsen selama 3 menit agar pewarna meresap dengan sempurna
kemudian ditutup dengan gelas penutup. Ketuk dengan bagian datar pensil selama
31
tiga menit lalu diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran 400x (Soesanti
dan Setyawan, 2000).
4.8.3 Analisis DNA
4.8.3.1 Isolasi DNA
Isolasi DNA dilakukan dengan menggunakan metode CTAB yang
dikembangkan oleh Doyle dan Doyle (1990). Isolasi DNA dimulai dengan
menggerus 0,2 g daun umbi kesuna bali sampai halus di dalam mortar, kemudian
ditambahkan 1 ml buffer ekstraksi yang telah mengandung 0,2% ß-
mercaptoetanol.
Selanjutnya diinkubasi pada suhu 65ºC pada water bath selama 45-60
menit disertai dengan membolak-balik tabung setiap 10 menit. Setelah itu
disentrifugasi pada kecepatan 12.000 rpm selama 10 menit. Supernatan
dipindahkan ke tabung baru dan ditambahkan 1x volume kloroform:
isoamilalkohol (24:1). Kemudian divortex, dan disentrifugasi pada kecepatan
12.000 rpm selama 10 menit. Lapisan atas diambil dan dimasukkan ke dalam
mikrotube 1.5 ml, kemudian ditambahkan dengan isopropanol dingin kemudian
dibolak-balik dengan hati-hati sampai DNA terpresipitasi. Selanjutnya
disentrifugasi selama 5 menit pada kecepatan 12.000 rpm.
Larutan isopropanol dibuang, pellet DNA dicuci dengan 500 l ethanol
70% dan disentrifugasi selama 5 menit. Kemudian ethanol dibuang secara hati-
hati, dan DNA dikeringkan diatas kertas tissue. Setelah kering pellet ditambah
dengan 100 l aquades steril dengan tujuan untuk melarutkan pellet DNA, dan
32
ditambah RNAse (konsentrasi akhir 10 µg/ml) kemudian diinkubasi pada suhu
37oC selama 30 menit. Selanjutnya disimpan sebagai stok pada suhu -20
oC.
4.8.3.2 Elektroforesis dan Penentuan Konsentrasi DNA
Jumlah DNA hasil isolasi ditentukan dengan elektroforesis pada gel
agarosa 1% dalam buffer TAE. Agarosa 0,5 gram ditambahkan dengan 50 ml
buffer TAE 1X kemudian dimasukkan ke dalam tabung Erlemenyer, dan
dipanaskan dalam microwave ± selama 1 menit sampai gel terlihat benar-benar
bening. Gel dituang ke dalam cetakan kemudian didiamkan pada suhu kamar
hingga gel mengental, selanjutnya gel dimasukkan ke dalam tangki elektroforesis
yang telah berisi buffer TAE. Sebanyak 3 μl DNA genomik dari hasil isolasi
dicampur dengan 1 μl loading dye di atas kertas parafilm, lalu dimasukkan ke
dalam parit gel agarosa. Mesin elektroforesis dialiri listrik pada tegangan 100 volt
selama 60 menit. Pewarnaan dilakukan dengan cara merendam gel dalam
Ethidium Bromide selama 30-45 menit. Pengamatan DNA dilakukan di bawah
lampu UV dan dilakukan pemotretan.
4.8.3.3 Proses PCR (Polimerase Chain Reaction) DNA Genomik Kesuna
Bali dengan Penanda RAPD
Proses amplifikasi DNA adalah proses perbanyakan DNA secara
enzimatis. Proses ini diawali dengan running sampel DNA genomik pada kondisi
PCR yang berbeda yaitu: a) Pre-denaturasi: 940C (2 menit) kemudian diikuti
dengan siklus yang diulang sebanyak 39 kali yaitu denaturasi: 940C (1 menit),
33
annealing: 340C (30 detik), ekstension: 72
0C (2 menit) dan final extension: 72
0C
(7 menit) untuk primer OPA 01; b) Pre-denaturasi: 940C (2 menit) kemudian
diikuti dengan siklus yang diulang sebanyak 45 kali yaitu denaturasi: 940C (2
menit), annealing: 360C (2 menit), ekstension: 72
0C (2 menit) dan final extension:
720C (10 menit) untuk primer UBC 250. Amplikon disimpan pada suhu -20
0C
didalam freezer.
Reaksi PCR menggunakan RAPD dilakukan dalam volume reaksi 24 µl
yang mengandung: 14.5 µl ddH20, 2.5 µl 10 X PCR Buffer (PE-II), 2.5 µl dNTPs
(8 mM), 2.0 µl MgCl2 (25 mM), 1.25 µl Primer (20 mM) dan 0.125 µl PE Aplitaq
(5 units/uL). Primer yang digunakan tercantum pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1
Nama Primer dan Urutan Basa Primer RAPD
Nama Primer Sequences 5’ 3’
OPA-01 CAGGCCCTTC
OPA-02 TGCCGAGCTG
OPA-04 AATCGGGGTG
OPD-14 CTTCCCCAAG
UBC 250 CGACAGTCCC
4.8.3.4 Elektroforesis Produk PCR
Pengamatan hasil PCR dilakukan dengan elekroforesis pada 1,5% gel
agarosa dengan voltase 100 volt (Parvin et al., 2008). Sebanyak 10 µl produk
PCR dielektroforesis selama 60 menit dan diwarnai dengan Ethidium Bromide
dan diamati pada lampu uv dan dilakukan pemotretan gel. Untuk menentukan
ukuran produk PCR digunakan DNA ladder 100 pb.
34
4.9 Analisis Data
Data morfologi dan sitologi tanaman yang diperoleh dianalisis dengan
menggunakan uji F pada taraf 5% atau 0.05 dengan menggunakan ANOVA dan
uji lanjut Tukey. Pita DNA yang diperoleh dianalisis dengan melihat perbedaan
pola pita RAPD pada masing-masing perlakuan antara kontrol dengan variasi
kolkisin yang diberikan.
Pita-pita DNA yang telah diketahui ukurannya kemudian di-scoring. Pita
DNA diberi skor 1 jika ada dan skor 0 jika tidak ada. Dendogram yang
menunjukkan hubungan antar perlakuan dianalisis dengan metode UPGMA
menggunakan software MEGA versi 5.05.
35
BAB V
HASIL PENELITIAN
5.1 Karakteristik Morfologi Tanman kesuna bali (Allium sativum Linn.)
Hasil pengamatan dan pengukuran terhadap karakteristik morfologi dan
sitologi adalah sebagai berikut ; tinggi tanaman, jumlah daun, panjang daun, berat
kering umbi, indeks stomata dan jumlah kromosom tanaman kesuna bali.
Pemberian konsentrasi kolkisin yang berbeda menunjukkan adanya variasi pada
tinggi tiap individu tanaman kesuna bali dimasing-masing kelompok (Gambar
5.1).
Gambar 5.1
Tinggi Tanaman Kesuna Bali ; a) 2 MST; b) 6 MST; c) 10 MST ; d) 20
MST. Perlakuan; P0 = Kontrol,P1 = Kolkisin 5%, P2 = Kolkisin 10%, P3 =
Kolkisin 20 %.
36
5.1.1 Tinggi Tanaman
Rata-rata tinggi tanaman kesuna bali dianalisis menggunakan ANOVA
dilanjutkan dengan Uji lanjut Tukey HSD. Hasil uji statistik menunjukkan variasi
konsentrasi kolkisin yang diberikan berpengaruh nyata (P 0.05) pada umur
2MST dan 14 MST serta tidak berpengaruh nyata (P ≥ 0.05) terhadap tinggi pada
umur 6 MST dan 10 MST. Pada umur 2 MST rerata tinggi tanaman pada kontrol
berbeda nyata dengan kolkisin 5%, 10% dan 20%. Sedangkan pada umur 14 MST
rerata tinggi tanaman kontrol berbeda nyata dengan rerata tinggi tanaman pada
kolkisin 10% (Tabel 5.1).
Tabel 5.1
Rata-rata Tinggi Tanaman Kesuna Bali
Perlakuan 2 Minggu 6 Minggu 10 Minggu 14 Minggu
Kontrol 3.24 ± 0.18 a 17.46 ± 1.12
a 25.70 ± 1.30
a 36.32 ± 1.45
a
Kolkisin 5% 4.00 ± 0.20 b 18.39 ± 0.60
a 26.42 ± 0.82
a 37.56 ± 1.93
ab
Kolkisin 10% 4.12 ± 0.18 b 18.28 ± 0.75
a 26.66 ± 0.72
a 41.98 ± 0.62
b
Kolkisin 20% 3.95 ± 0.06 b 18.49 ± 0.52
a 26.85 ± 0.75
a 41.48 ± 1.16
ab
Keterangan : Angka adalah rata-rata tinggi tanaman kesuna bali dari enam ulangan ±
standar error. Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada
kolom yang sama berarti tidak berbeda nyata (P ≥ 0.05).
5.1.2 Panjang Daun
Secara umum pemberian konsentrasi kolkisin yang berbeda berpengaruh
nyata (P 0.05) terhadap rata-rata panjang daun tanaman kesuna bali pada 2 MST
dan tidak berpengaruh nyata (P ≥ 0.05) pada 6 MST, 10 MST dan 14 MST. Pada
umur 2 MST rata-rata panjang daun pada kontrol berbeda nyata pada perlakuan
kolkisin 5%, 10% dan 20%. Sedangkan pada umur 6 MST, 10 MST dan 14 MST
37
rata-rata panjang daun pada kontrol tidak berbeda nyata terhadap variasi
konsentrasi kolkisin yang diberikan. (Tabel 5.2).
Tabel 5.2
Rata-rata Panjang Daun Kesuna Bali
Perlakuan 2 Minggu 6 Minggu 10 Minggu 14 Minggu
Kontrol 1.58 ± 0.06a 12.05 ± 0.73
a 21.70 ± 0.70
a 30.42 ±1.73
a
Kolkisin 5% 1.95 ± 0.09ab
12.65 ±0.26a 22.31 ±0.53
a 28.92 ±2.91
a
Kolkisin 10% 2.11 ± 0.16b 12.40 ± 0.49
a 22.17 ±0.28
a 30.77 ±1.28
a
Kolkisin 20% 2.21 ± 0.01b 12.32 ±0.55
a 22.19 ±0.64
a 29.37 ±1.63
a
Keterangan : Angka adalah rata-rata panjang daun kesuna bali dari enam ulangan ±
standar error. Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada
kolom yang sama berarti tidak berbeda nyata (P ≥ 0.05).
5.1.3 Jumlah Daun
Pengaruh kolkisin terhadap penambahan jumlah daun tanaman kesuna
bali tidak menunjukkan hasil yang signifikan dengan kontrol. Berdasarkan hasil
uji lanjut Tukey HSD variasi konsentrasi kolkisin pada 10 MST berpengaruh
nyata (P 0.05) terhadap peningkatan jumlah daun dan tidak berpengaruh nyata
(P ≥ 0.05) pada 2 MST, 6 MST dan 14 MST (Tabel 5.3). Rata-rata jumlah daun
umur 10 MST pada kontrol tidak berbeda nyata dengan perlakuan kolkisin 5%
dan 10%, tetapi berbeda nyata dengan perlakuan kolksin 20%.
Peningkatan jumlah daun tanaman kesuna bali hanya berlangsung
hingga umur 10 MST, sedangkan pada umur 14 MST terjadi penurunan jumlah
daun (Tabel 5.3). Hal ini disebabkan karena daun pada kesuna bali umumnya
akan layu dan gugur ketika mendekati masa panen (Suriana, 2011).
38
Tabel 5.3
Rata-rata Jumlah Daun Kesuna Bali
Perlakuan 2 Minggu 6 Minggu 10 Minggu 14 Minggu
Kontrol 1.00 ± 0.00 a 3.88 ± 0.11
a 5.03 ± 0.18
a 3.66 ± 0.17
a
Kolkisin 5% 1.03± 0.02 a 4.08 ± 0.08
a 5.69 ± 0.17
ab 3.91 ±0.35
a
Kolkisin 10% 1.14 ± 0.05 a 4.14 ± 0.07
a 5.72 ± 0.16
ab 4.25 ± 0.13
a
Kolkisin 20% 1.14 ± 0.05 a 4.25 ± 0.13
a 5.89 ± 0.28
b 4.50 ± 0.25
a
Keterangan : Angka adalah rata-rata jumlah daun kesuna bali dari enam ulangan ±
standar error. Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada
kolom yang sama berarti tidak berbeda nyata (P ≥ 0.05).
5.1.4. Tanaman Abnormal
Pada penelitian ini induksi kolkisin 20% memberikan pengaruh dengan
membentuk daun yang abnormal pada tanaman kesuna bali. Munculnya bentuk
yang abnormal pada tanaman sering dikenal dengan istilah chimera. Chimera
adalah suatu keadaan sel yang memiliki susunan gen lebih dari satu, hal ini
disebabkan oleh mutasi pada gen dan kromosom (Kehr, 2001). Mutan yang terjadi
pada tanaman kesuna bali ditunjukkan dengan munculnya tunas baru dan bentuk
daun yang melingkar seperti spiral (Gambar 5.2). Penelitian ini didukung oleh
Herman et al. (2013) menyatakan bahwa peristiwa kimera ditemukan pada daun
tanaman kacang hijau (Vigna radiata L.) umur 6-9 HST pada setiap perlakuan
kolkisin yang diberikan kecuali kontrol.
39
Gambar 5.2
Tanaman Kesuna Bali Abnormal pada Perlakuan Kolkisin 20%. (a) Tunas baru
; (b) Daun Melingkar seperti Spiral
5.1.5 Berat Kering Umbi
Hasil uji statistik menunjukkan rata-rata berat kering umbi kesuna bali
setelah panen tidak berbeda nyata (P ≥ 0.05) antara kontrol dengan perlakuan
kolksin yang diberikan (Tabel 5.4).
Tabel 5.4
Berat Kering Kesuna Bali
Berat Kering Umbi
Kontrol 1.16 ± 0.30 a
Kolkisin 5% 1.31 ± 0.17 a
Kolkisin 10% 1.84 ± 0.14 a
Kolkisin 20% 1.14 ± 0.21 a
Keterangan : Angka adalah rata-rata berat kering umbi kesuna bali dari enam ulangan
± standar error. Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada
kolom yang sama berarti tidak berbeda nyata (P ≥ 0.05).
A B
40
Senyawa kolkisin tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap
bobot kering yang dihasilkan, akan tetapi berpengaruh terhadap variasi bentuk
pada umbi kesuna bali. Pada perlakuan kolkisin 5% didapatkan lebih banyak umbi
yang menghasilkan siung lebih dari satu, serta umbi dengan ukuran yang lebih
besar. Sedangkan pada perlakuan kolkisin 10% dan 20% hanya menghasilkan satu
umbi dengan jumlah siung yang banyak (Gambar 5.3).
Gambar 5.3
Variasi Bentuk Umbi Kesuna Bali setelah Panen. (a) Kontrol ; (b) Kolkisin 5%
;(c) Kolkisin 10%; (d) Kolkisin 20%. (1) Umbi dengan siung lebih dari satu ; (2)
Umbi kecil dan busuk dan (3) Ukuran umbi yang besar.
A B
C D
1
1 1
2
3
41
5.2 Karakteristik Sitologi Tanaman kesuna bali (Allium sativum Linn.)
Pengamatan karakteristik sitologi tanaman bali meliputi ; indeks stomata
dan jumlah kromosom. Berdasarkan hasil uji statistik pemberian konsentrasi
kolkisin yang berbeda berpengaruh nyata terhadap indeks stomata serta
peningkatan pada jumlah kromosom.
5.2.1 Indeks Stomata
Indeks stomata menunjukkan jumlah rata-rata yang berbeda nyata
(P0.05) antara kontrol dengan kolkisin 5% dan 20% dan tidak berbeda nyata
(P≥0.05) dengan kolkisin 10% (Tabel 5.5). Rata-rata indeks stomata tanaman
kontrol lebih banyak dibandingkan perlakuan kolkisin lainnya. Rata-rata indeks
stomata terendah dijumpai pada pemberian konsentrasi kolkisin 20% (Gambar
5.4).
Tabel 5.5
Indeks Stomata Kesuna Bali
Indeks Stomata
Kontrol (P0) 0.21 ± 0.03 a
Kolkisin 5% (P1) 0.17 ± 0.04 b
Kolkisin 10% (P2) 0.20 ± 0.02 a
Kolkisin 20% (P3) 0.18 ± 0.04 b
Keterangan : Angka adalah rata-rata indeks stomata kesuna bali dari enam ulangan
± standar error. Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada
kolom yang sama berarti tidak berbeda nyata (P ≥ 0.05).
42
5.2.2 Jumlah Kromosom
Jumlah kromosom dasar tanaman kesuna bali normal adalah delapan
(x=8), sehingga 2n=16. Berdasarkan uji sitologi, induksi kolkisin mengakibatkan
penambahan jumlah kromosom normal menjadi triploid (2n=3x=24). Hasil uji
lanjut Tukey menunjukkan jumlah kromosom tanaman kesuna bali pada kontrol
berbeda nyata (P0.05) terhadap variasi konsentrasi kolkisin yang diberikan
(Tabel 5.6). Penggandaan jumlah kromosom terbanyak terjadi pada pemberian
perlakuan kolksin 20 % (2n = 27) serta diikuti dengan pembesaran diameter sel
(Gambar 5.5).
Tabel 5.6
Jumlah Kromosom Kesuna Bali
Jumlah Kromosom
Kontrol 14.72 ± 0. 47 a
Kolkisin 5% 20.22 ± 1.55 b
Kolkisin 10% 24.11 ± 1.14 bc
Kolkisin 20% 27.47 ± 0.28 c
Keterangan : Angka adalah rata-rata indeks stomata kesuna bali dari enam ulangan
± standar error. Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada
kolom yang sama berarti tidak berbeda nyata (P ≥ 0.05).
Selain mengakibatkan penambahan jumlah kromsom senyawa kolkisin
juga berdampak terhadap kelainan yang ditimbulkan pada saat pembelahan
mitosis yang sering dikenal dengan istilah C-mitosis (Colcichine mitosis)
diantaranya terdapat C-profase, C-metafase, C-anafase dan C-telofase. Pada
penelitian ini induksi senyawa kolkisin 20% menyebabkan kesalahan pada proses
anafase (C-anafase) (Gambar 5.6).
43
Pengaruh yang diakibatkan oleh C-anafase adalah adanya penggandaan
jumlah kromosom sehingga mengakibatkan tanaman kesuna bali memiliki
kromosom triploid (3n).
\
Gambar 5.4
Foto Stomata kesuna bali (a) Kontrol; (b) Kolkisin 5%; (c) Kolkisin
10%; (d) Kolkisin 20%.
13.73 µm
0
µm
12.68 µm
0
µm
16.91 µm
0
µm
15.84 µm
0
µm
44
Gambar 5.5
Foto Kromosom kesuna bali (a) Kontrol; (b) Kolkisin 5% ; (c) Kolkisin
10%; (d) Kolkisin 20%.
Gambar 5.6
Foto Kromosom C-anafase Kesuna Bali Akibat Perlakuan Kolkisin
23.22 µm
32.90 µm
29.03 µm
27.09 µm
45
5.3 Analisis PCR-RAPD
5.3.1 Isolasi DNA Kesuna Bali (Allium sativum Linn.)
Isolasi DNA kesuna bali dalam penelitian ini menggunakan metode
CTAB yang dikembangkan oleh Doyle dan Doyle (1990). DNA genomik yang
dihasilkan memiliki konsentrasi berkisar antara 200-400 ng/µl. Berdasarkan
metode yang digunakan telah berhasil diperoleh 24 sampel DNA genomik kesuna
bali (Allium sativum Linn.) namun dengan kualitas DNA yang kurang baik
sehingga dilakukan pengulangan dalam isolasi (Gambar 5.7).
Gambar 5.7
DNA Genomik Hasil Isolasi Daun kesuna bali. (a) Isolasi DNA genomik
pertama, parit gel agarose atas no 1-6 perlakuan kontrol (P0), no 7-12
perlakuan dengan kolkisin 5% (P1), no 13 λ DNA 200 ng, dan no14 λ DNA
400 ng. Parit gel agarose bawah no 15-20 perlakuan dengan kolkisin 10%
(P2), no 21-26 perlakuan dengan kolkisin 20% (P3). (b) Isolasi DNA genomik
kedua, parit gel agarose atas no 1-6 perlakuan kontrol (P0), no 7-12 perlakuan
dengan kolkisin 5% (P1) , no 13 λ DNA 200 ng, dan no 14 λ DNA 400 ng.
Parit gel agarose bawah no 15-20 perlakuan dengan kolkisin 10% (P2), no 21-
26 perlakuan dengan kolkisin 20% (P3).
a b
46
5.3.2 Optimalisasi PCR-RAPD
Analisis PCR tanaman kesuna bali dalam penelitian ini dilakukan
dengan menggunakan lima jenis primer RAPD yaitu OPA 01, OPA 02, OPA 04,
OPD 14 dan UBC 250.
Gambar 5.8
Hasil Optimalisasi PCR-RAPD DNA kesuna bali mutan. P01=Kontrol; P14 =
Kolkisin 5%; P25 = Kolkisin 10% (a) Primer OPA 1; (b) Primer OPA 2; Primer
OPA 4; (d) Primer OPD 14.
c d
a b
47
Hasil optimalisasi PCR-RAPD kesuna bali menggunakan empat primer
dengan kondisi suhu pre-denaturasi (950C, 5 menit), denaturasi (95
0C, 1 menit),
annealing (360C, 1 menit 30 detik), perpanjangan (extension) (72
0C, 1 menit 30
detik), perpanjangan terakhir (final extension) (720C, 10 menit) dan pasca PCR
(80C) dengan siklus reaksi PCR diulang sebanyak 35 siklus tidak diperoleh pita-
pita DNA genomik kesuna bali (Gambar 5.8). Optimalisasi kedua dilakukan
dengan memodifikasi waktu annealing yaitu selama 2 menit. Modifikasi yang
dilakukan berhasil pada primer OPA 04 akan tetapi pita-pita produk PCR yang
dihasilkan tipis dan belum tampak jelas. Sedangkan tiga primer lainnya tidak
menghasilkan pita produk PCR. Optimalisasi selanjutnya dilakukan dengan
mengubah konsentrasi buffer PCR menjadi 2 μL, dNTP menjadi 2 μL, Taq
polymerase menjadi 0.2 μL dan primer menjadi 3 μL dengan total volume reaksi
menjadi 20 μL. tetap tidak menghasilkan pita-pita produk PCR.
Modifikasi dalam optimalisai PCR-RAPD yang sudah dilakukan
sebelumnya tetap tidak dapat menghasilkan pita-pita produk PCR. Tahap
berikutnya dilakukan modifikasi dengan cara mengubah suhu annealing
berdasarkan perhitungan nilai Tm (Melting Temperature) masing-masing primer
dengan menggunakan rumus [2(A+T) + 4(C+G)]. Berdasarkan perhitungan nilai
Tm primer OPA 01 dan OPA 02 dikondisikan pada suhu annealing 340C,
sedangkan primer OPA 04 DAN OPD 14 pada suhu annealing 320C masing-
masing berjalan dalam waktu 2 menit. Hasil yang didapat menunjukkan bahwa
perubahan suhu annealing belum juga bisa menghasilkan pita-pita produk PCR.
48
Optimalisasi selanjutnya dilakukan dengan merubah komponen premix
PCR menggunakan kit PCR Go Taq Green© sesuai dengan jumlah sampel yang
akan di PCR. Volume total premix untuk satu reaksi adalah 12.5 μL yang
mengandung campuran 6.25 μL Go Taq Green© (promega), 4.25 μL ddH2O, 1 μL
primer dan 1 μL DNA template. Penggunaan premix sudah pernah dilakukan pada
penelitian Setiawan (2012) yang berhasil mengamplifikasi polimorfisme pita-pita
DNA pada tanaman anggrek dengan menggunakan empat primer acak. Pada
penelitian ini kit PCR Go Taq Green© yang digunakan belum bisa menghasilkan
pita-pita produk PCR sehingga masih perlu dilakukan optimalisasi dengan metode
yang berbeda. Metode yang dilakukan selanjutnya adalah dengan mengubah
komponen premix dan suhu PCR.
Dari lima primer yang digunakan primer OPA 01 dan UBC 250 berhasil
diamplifikasi dengan komponen premix PCR yang mengandung : 14.5 µl ddH20,
2.5 µl 10 X PCR Buffer (PE-II), 2.5 µl dNTPs (8 mM), 2.0 µl MgCl2 (25 mM),
1.25 µl Primer (20 mM), 0.125 µl PE Aplitaq (5 units/uL) dan 3 µl DNA
template. Modifikasi terhadap suhu PCR berhasil dilakukan pada primer OPA 01
berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ramella et al. (2005) dengan kondisi
suhu PCR : Pre-denaturasi : 940C (2 menit), denaturasi : 94
0C (1 menit),
anealing : 340C (30 detik), extension : 72
0C (2 menit), final extension : 72
0C (7
menit) sebanyak 39 siklus (Gambar 5.9).
49
1 2 3
Gambar 5.9
Hasil Optimalisasi PCR-RAPD DNA kesuna bali mutan primer OPA 01. M =
Marker 100 bp (1) P33 = Kolkisin 20% tanaman ke-3; (2) P34 = Kolkisin 20%
tanaman ke-4 (3) P35 = Kolkisin 20% tanaman ke-4.
Optimalisasi suhu PCR primer UBC 250 berhasil menghasilkan pita-pita
DNA berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ciuca et al. (2004) dengan
kondisi suhu PCR : Pre-denaturasi : 940C (2 menit), denaturasi : 94
0C (2 menit),
anealing : 360C (2 menit), extension : 72
0C (2 menit), final extension : 72
0C (10
menit) sebanyak 45 siklus.
M
3000 bp 1500 bp
500 bp
50
5.3.3 PCR-RAPD (Polymerase Chain Reaction-Random Amplified
Polymorphic DNA)
Pada penelitian ini dari lima primer yang diuji (OPA 1, OPA 2, OPA 4,
OPD 14 dan UBC 250) hanya dua primer yang berhasil menghasilkan produk
amplifikasi DNA yaitu primer OPA 1 dan UBC 250. Amplifikasi primer OPA 1
pada 24 sampel daun kesuna bali yang diuji pada menghasilkan ukuran fragment
yang berkisar 1200bp dan 2000bp (Gambar 5.10). Polimorfisme antara kontrol
dan masing-masing perlakuan kolkisin ditampilkan pada Tabel 5.7. Secara umum
perlakuan kolkisin 5% dan 20% paling banyak memunculkan pita DNA hasil
amplifikasi.
Gambar 5.10
Elektroforesis hasil amplifikasi dengan primer OPA 01. M = Marker 100 bp.
P0= Kontrol; P1 = Kolkisin 5%; P2= Kolkisin 10%; P3= Kolkisin 20%. P33 =
Kontrol Positif dan H2O = Kontrol negatif.
3000 bp 3000 bp
1500 bp
1500 bp
500 bp
500 bp
500 bp
100 bp
51
Tabel 5.7
Ringkasan Pita DNA yang dihasilkan pada PCR dengan Primer OPA 01
Perlakuan Ukuran Fragment DNA
(bp)
1000 1200 2000
P01 0 0 0
P02 0 0 0
P03 0 0 0
P04 0 1 0
P05 0 0 0
P06 0 0 0
P11 0 1 1
P12 1 1 0
P13 0 1 1
P14 1 1 0
P15 1 1 0
P16 0 0 0
P21 0 1 0
P22 0 0 0
P23 0 1 0
P24 0 0 0
P25 0 1 0
P26 0 1 0
P31 1 1 1
P32 1 1 0
P33 0 1 0
P34 1 1 1
P35 0 1 1
P36 1 1 0
52
Amplifikasi primer UBC 250 pada 24 sampel daun kesuna bali yang
diuji pada kontrol dengan perlakuan kolkisin yang diberikan terdapat perbedaan
pada pola pita. Keseluruhan sampel hasil amplifikasi menghasilkan pola pita yang
monomorfis dan polimorfis dengan ukuran fragment berkisar antara 600bp-
1800bp (Gambar 5.11). Berdasarkan Tabel 5.8 terdapat pita DNA yang hanya
muncul pada perlakuan kolkisin (1300bp), dan ada pita DNA yang hilang pada
konsentrasi kolkisin yang tinggi (1400bp).
Gambar 5.11
Elektroforesis hasil amplifikasi dengan primer UBC. M = Marker 100 bp. P0 =
Kontrol; P1 = Kolkisin 5%; P2 = Kolkisin 10%; P3 = Kolkisin 20%.
P11 P12 P13 P14 P15 P16 P21 P22 P23 P24 P25 P26 P31 P32 P33 P34 P35 P36 P01 P02 P03 P04 P05 P06
M
3000 bp
1500 bp
500 bp
100 bp
53
Tabel 5.8
Ringkasan Pita DNA Produk PCR dengan Primer UBC 250
Perlakuan Ukuran Fragment DNA (bp)
600 800 900 1000 1300 1400 1500
P01 1 1 0 1 0 1 0
P02 1 1 0 1 0 1 0
P03 1 1 0 1 0 1 1
P04 1 1 0 1 0 1 1
P05 1 1 0 1 0 1 1
P06 1 1 0 1 0 1 1
P11 1 1 0 1 1 1 0
P12 1 1 0 1 1 1 0
P13 1 1 0 1 1 1 0
P14 1 1 0 1 1 1 0
P15 1 1 0 1 1 1 0
P16 1 1 0 1 1 0 0
P21 1 0 0 1 1 0 1
P22 1 0 0 1 1 0 1
P23 1 0 0 1 1 0 1
P24 1 1 0 1 1 0 1
P25 1 0 1 1 1 0 1
P26 1 0 1 1 1 0 1
P31 1 1 1 1 0 0 0
P32 1 1 0 1 1 0 1
P33 1 1 0 1 1 0 1
P34 1 1 0 1 1 0 1
P35 1 1 0 1 1 0 1
P36 1 1 1 1 0 0 0
54
5.4 Pengelompokan Tanaman Kesuna Bali Akibat Perlakuan Kolkisin
Pengelompokan tanaman kesuna bali akibat perlakuan kolkisin dianalisis
menggunakan program Molecular Evolutionary Genetics Analysis (MEGA 5.05).
Metode pengelompokan yang digunakan adalah UPGMA (Unweight Pair Group
Method With Aritmatic Average).
Berdasarkan profil pita DNA hasil amplifikasi menggunakan dua primer
RAPD, ditentukan matrik kesamaan untuk mengetahui pengelompokan tanaman
kesuna bali kontrol dan hasil perlakuan kolkisin. Matriks kesamaan pada Tabel 5.9
menunjukkan bahwa nilai kesamaan antar tanaman kesuna bali kontrol dengan
perlakuan kolkisin berkisar 0.960 (96%) sampai dengan 0.112 (11.2%).
Dendogram pada Gambar 5.12 menunjukkan bahwa tanaman kesuna bali
kontrol dengan perlakuan kolkisin menghasilkan tiga kelompok besar yaitu kelompok
pertama yang terdiri dari tanaman kontrol (P0) dan tanaman hasil perlakuan kolkisin
5% (P1). Kelompok dua terdiri dari tanaman hasil perlakuan kolkisin 10% (P2) dan
kolkisin 20% (P3). Kelompok ketiga hanya terdiri dari tanaman hasil perlakuan
kolkisin 20% (P3).
55
Tabel 5.9
Dendogram Similaritas Dua Puluh Empat Tanaman kesuna bali Berdasarkan Karakter Molekular dengan Metode UPGMA.
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
1. Kontrol (1)
2. Kontrol (2) 0.000
3. Kontrol (3) 0.112 0.112
4. Kontrol (4) 0.258 0.258 0.112
5. Kontrol (5) 0.112 0.112 0.000 0.112
6. Kontrol (6) 0.112 0.112 0.000 0.112 0.000
7. Kolkisin 5% (1) 0.467 0.467 0.841 0.467 0.841 0.841
8. Kolkisin 5% (2) 0.467 0.467 0.841 0.467 0.841 0.841 0.258
9. Kolkisin 5% (3) 0.467 0.467 0.841 0.467 0.841 0.841 0.000 0.258
10. Kolkisin 5% (4) 0.467 0.467 0.841 0.467 0.841 0.841 0.258 0.000 0.258
11. Kolkisin 5% (5) 0.467 0.467 0.841 0.467 0.841 0.841 0.258 0.000 0.258 0.000
12. Kolkisin 5% (6) 0.258 0.258 0.467 0.841 0.467 0.467 0.467 0.467 0.467 0.467 0.467
13. Kolkisin 10% (1) 0.960 0.960 0.841 0.467 0.841 0.841 0.841 0.841 0.841 0.841 0.841 0.467
14. Kolkisin 10% (2) 0.841 0.841 0.467 0.841 0.467 0.467 0.960 0.960 0.960 0.960 0.960 0.258 0.112
15. Kolkisin 10% (3) 0.960 0.960 0.841 0.467 0.841 0.841 0.841 0.841 0.841 0.841 0.841 0.467 0.000 0.112
16. Kolkisin 10% (4) 0.467 0.467 0.258 0.467 0.258 0.258 0.841 0.841 0.841 0.841 0.841 0.112 0.258 0.112 0.258
17. Kolkisin 10% (5) 0.878 0.878 0.960 0.841 0.960 0.960 0.960 0.960 0.960 0.960 0.960 0.841 0.112 0.258 0.112 0.467
18. Kolkisin 10% (6) 0.878 0.878 0.960 0.841 0.960 0.960 0.960 0.960 0.960 0.960 0.960 0.841 0.112 0.258 0.112 0.467 0.000
19. Kolkisin 20% (1) 0.960 0.960 0.878 0.960 0.878 0.878 0.841 0.841 0.841 0.841 0.841 0.960 0.878 1.418 0.878 0.878 0.960 0.960
20. Kolkisin 20% (2) 0.960 0.960 0.841 0.467 0.841 0.841 0.841 0.258 0.841 0.258 0.258 0.467 0.258 0.467 0.258 0.258 0.467 0.467 0.841
21. Kolkisin 20% (3) 0.841 0.841 0.467 0.258 0.467 0.467 0.467 0.467 0.467 0.467 0.467 0.258 0.112 0.258 0.112 0.112 0.258 0.258 0.960 0.112
22. Kolkisin 20% (4) 0.878 0.878 0.960 0.841 0.960 0.960 0.467 0.467 0.467 0.467 0.467 0.841 0.467 0.841 0.467 0.467 0.841 0.841 0.467 0.112 0.258
23. Kolkisin 20% (5) 0.960 0.960 0.841 0.467 0.841 0.841 0.258 0.841 0.258 0.841 0.841 0.467 0.258 0.467 0.258 0.258 0.467 0.467 0.841 0.258 0.112 0.112
24. Kolkisin 20% (6) 0.841 0.841 0.960 0.841 0.960 0.960 0.960 0.467 0.960 0.467 0.467 0.841 0.960 0.878 0.960 0.960 0.841 0.841 0.112 0.467 0.841 0.841 0.960
56
P05
P06
P03
P04
P01
P02
P11
P13
P12
P14
P15
P22
P24
P16
P21
P23
P25
P26
P32
P33
P34
P35
P31
P36
0.00.10.20.30.4
Gambar 5.12
Dendogram kesuna bali mutan hasil analisis kluster dengan metode UPGMA.
Keterangan a. P0 = Kontrol; b. P1 = Kolkisin 5% ; c. P2 = Kolkisin 10% dan d.
P3 = Kolkisin 20%.
I
II
III
A
B
A
B
C
57
BAB VI
PEMBAHASAN
6.1 Karakter Morfologi Kesuna Bali Akibat Pengaruh Kolkisin
Perlakuan kolkisin 5%, 10% dan 20% memberikan pengaruh terhadap
pertumbuhan morfologi tanaman kesuna bali seperti tinggi tanaman, jumlah daun,
panjang daun serta berat kering umbi. Hasil analisis ragam menunjukkan rata-rata
tertinggi dari tinggi tanaman kesuna bali dengan perlakuan kolkisin 10% pada 14
MST (Tabel 5.1). Hal ini berarti mutagen kimia kolkisin merupakan salah satu
faktor yang mampu memacu penambahan tinggi tanaman kesuna bali. Senyawa
kolkisin bersifat seperti hormon tumbuhan. Menurut Salisbury dan Ross (1995)
tinggi tanaman dapat dipengaruhi oleh faktor internal (hormon) dan lingkungan
(unsur hara dan cahaya). Penelitian Pharmawati dan Defiani (2009) menggunakan
kafein yang merupakan agen penginduksi poliploid, menghasilkan tanaman pacar
air yang lebih tinggi. Kafein bersifat seperti sitokinin (Pharmawati dan Defiani,
2009).
Pada penelitian ini perlakuan konsetrasi kolkisin berpengaruh signifikan
pada tinggi tanaman kesuna bali umur 2 MST dan 14 MST. Pada tanaman yang
telah mengalami poliploidasi, terjadi peningkatan jumlah kromosom didalam
selnya. Adanya peningkatan jumlah kromosom pada sel juga mengakibatkan
peningkatan aktivitas gen-gen yang berfungsi dalam mengatur proses
metabolisme dalam sel termasuk sintesis protein yang berakibat pada peningkatan
produksi hormon-hormon pertumbuhan tanaman (Ginting, 2008). Hal ini dapat
58
diamsusikan bahwa kolkisin yang diberikan pada tanaman kesuna bali merupakan
salah satu faktor internal yang mampu memacu penambahan tinggi tanaman
kesuna bali yang melebihi tanaman kontrol. Teori ini didukung oleh pendapat
Suryo (1995) yang menyatakan bahwa tanaman yang diberi perlakuan dengan
kolkisin pada umumnya mempunyai penampilan yang lebih besar dan kekar.
Penggunaan kolkisin pada tanaman cabai (Capsicum anuum) dengan konsentrasi
15 ppm mampu menghasilkan tinggi tanaman tertinggi dibandingkan dengan
kontrol dan perlakuan kolkisin lainnya (Syaifudin et al., 2013).
Berdasarkan Gambar 5.1 diketahui bahwa tanaman kesuna bali yang
diberi perlakuan kolkisin 20% pada umur 10 MST menunjukkan penampilan
tinggi tanaman yang lebih pendek dibandingkan kontrol. Menurut Bakhtiar dan
Nurzuhairawaty (2002) pemberian kolkisin dengan konsentrasi tinggi dapat
mengganggu pembelahan sel mitosis sehingga pertumbuhan tanaman akan
tertekan. Pemberian konsentrasi kolkisin yang tinggi pada tanaman juga akan
berdampak negatif pada pertumbuhan tanaman, misalnya penampilan tanaman
menjadi jelek, sel-sel banyak yang rusak atau bahkan menyebabkan matinya
tanaman (Suryo, 1995).
Penelitian menggunakan mutagen kimia kolkisin ternyata mampu
menambah ukuran daun tanaman kesuna bali dibandingkan dengan kontrol.
Pemberian senyawa kolkisin memberikan efek terhadap pertumbuhan biomassa
pada tanaman seperti membesarnya sel-sel tanaman, inti sel lebih besar,
membesarnya diameter pembuluh angkut dan stomata lebih besar. Stomata
dengan ukuran yang lebih besar pada umumnya memiliki kandungan kloroplas
59
yang lebih banyak didalam sel penjaganya. Besarnya jumlah kloroplas pada
tanaman dapat meningkatkan laju fotosintesis tanaman, sehingga membuat daun
memiliki ukuran yang lebih besar, tebal dan berwarna lebih hijau (Henuhili dan
Suratsih, 2003). Penelitian Saputra et al. (2014) menyatakan bahwa tanaman sawi
(Brassica rapa) yang diberi perlakuan kolkisin 0.02% menghasilkan ukuran daun
yang lebih luas dibandingkan kontrol.
Ukuran daun yang lebih besar pada tanaman perlakuan kolkisin
memberikan efek positif bagi pertumbuhan tanaman tersebut. Daun yang lebih
besar mengakibatkan penyerapan sinar matahari berlangsung maksimal sehingga
proses fotosintesis berjalan dengan lancar. Proses fotosintesis yang berjalan
optimal dapat meningkatkan produksi karbohidrat yang digunakan untuk
pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Gardner et al., 1991 ; Wiendra et al.,,
2011).
Pertumbuhan vegetatif tanaman salah satunya adalah ditandai dengan
pembentukan daun. Perlakuan kolkisin 20% pada 10 MST mampu menghasilkan
jumlah daun lebih banyak dibandingkan dengan kontrol dan perlakuan lainnya
(Tabel 5.3). Peningkatan jumlah daun pada penelitian ini menandakan senyawa
kolkisin tidak mengganggu proses penyerapan unsur hara sehingga pembentukan
daun tidak terhambat. Unsur hara makro seperti Nitrogen dan Kalium berperan
dalam pembentukan daun dan peningkatan jumlah klorofil pada tanaman (Puspita
et al.,2010). Jumlah daun yang semakin banyak pada tanaman akan meningkatkan
laju fotosintesis yang berakibat pada penambahan luas daun tanaman
(Hermansyah dan Inoriah, 2009).
60
Pada penelitian ini tanaman kesuna bali yang diberi perlakuan kolkisin
20% menunjukkan gejala chimera pada organ daun. Adanya chimera pada organ
daun ditunjukkan dengan terbentuknya tunas baru dan bentuk daun yang
melingkar seperti spiral (Gambar 5.2). Bentuk organ tanaman ditentukan oleh arah
pembelahan sel, arah pembentangan sel serta lokasi-lokasi sel yang aktif
melakukan pembelahan ketika organ ini mulai tumbuh dan berkembang. Senyawa
kolkisin menyebabkan hambatan atas mitosis sel-sel primordial daun yang
berakibat pada perubahan lokasi sel-sel yang aktif membelah sehingga
menghasilkan bentuk-bentuk organ daun yang abnormal pada tanaman. Selain itu,
mutagen kimia kolkisin menyebabkan lapisan kutikula pada organ daun menjadi
tipis sehingga memudahkan penyerapan larutan kolkisin ke dalam sel dan
menyebabkan gangguan pertumbuhan sebagian sel calon daun (Haryanti et al.,
2009).
Penurunan jumlah daun tanaman kesuna bali terjadi pada umur 14 MST,
hal ini disebabkan karena pada umur tersebut tanaman kesuna bali sudah siap
untuk dipanen. Ciri-ciri tanaman bawang putih yang siap panen adalah 50% daun
tanaman akan kering dan layu serta tangkai batang tanaman menjadi lebih keras
(Hilman, 1997).
Rata-rata berat kering umbi kesuna bali yang dihasilkan setelah masa
panen antara perlakuan kolkisin 5%, 10%, 20% tidak memiliki perbedaan yang
signifikan dengan kontrol (Tabel 5.3). Terdapat tiga proses yang mempengaruhi
produksi bahan kering pada tanaman yaitu penumpukan asimilat melalui
fotosintesis, penurunan asimilat akibat respirasi dan akumulasi ke bagian sink.
61
Menurut Sitompul dan Guritno (1995) penghambatan pada awal fase
pertumbuhan menyebabkan penurunan produksi biomassa. Tinggi rendahnya
produksi bahan kering yang dihasilkan berkolerasi dengan jumlah daun. Jumlah
daun yang banyak akan meningkatkan produktivitas biomassa pada tanaman
sehingga bahan kering yang dihasilkan lebih banyak. Daun merupakan organ
fotosintesis utama yang berperan dalam menghasilkan asimilat yang diperlukan
saat pertumbuhan tanaman. Menurut Loveless (1991) jumlah klorofil yang banyak
dalam proses fotosintesis meningkatkan efisiensi fotosintesis, sehingga bahan
kering yang dapat ditimbun tanaman lebih banyak.
Umbi kesuna bali hanya menghasilkan satu siung, siung tunggal pada
tanaman ini berkembang dalam satu tunas utama. Tunas utama ini yang menekan
pertumbuhan tunas-tunas lain yang merupakan bakal siung lainnya sehingga
hanya terbentuk siung tunggal yang utuh (Suriana, 2011). Pada penelitian ini
perlakuan kolksin 5%, 10% dan 20% didapatkan umbi kesuna bali dengan jumlah
siung lebih dari satu (Gambar 5.3). Pada dasarnya kolkisin hanya menyebabkan
pertambahan diameter umbi pada bawang dan tidak dapat menambah jumlah
siung (Suminah et al., 2002). Bertambahnya jumlah siung pada penelitian ini
kemungkinan disebabkan oleh senyawa kolkisin yang mampu menginduksi
terbentuknya tunas lateral lain pada umbi sehingga pada saat panen dijumpai lima
umbi kesuna bali yang menghasilkan tiga siung. Pernyataan ini didukung oleh
penelitian Rahayu dan Berlian (1999) yang menyatakan bahwa pada setiap umbi
bawang normal dijumpai tunas lateral sebanyak 2-20 tunas yang kemudian
62
tumbuh membesar membentuk rumpun sehingga bila saat panen tiba dapat
dihasilkan siung sejumlah tunas tersebut.
Pada penelitian ini perlakuan kolkisin 5% menyebabkan ukuran umbi
kesuna bali menjadi lebih besar (Gambar 5.3). Induksi senyawa kolkisin
menyebabkan pembesaran pada sel-sel tanaman yang berdampak pada
pembesaran berkas-berkas pengangkut. Pembesaran pada berkas pengangkut
sangat berpengaruh pada pengangkutan hasil asimilasi dan air yang lebih baik
sehingga terjadi peningkatan pada diameter tanaman terutama pada bagian umbi.
Hindarti (2002) mengemukakan bahwa terdapat pengaruh nyata antara lama
perendaman dan konsentrasi kolkisin pada jumlah kromosom, lebar daun, tinggi
tanaman, bobot segar, diameter umbi, volume umbi, bobot siung dan kandungan
protein tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah siung bawang putih.
Senyawa kolkisin yang berbentuk cair dapat dengan mudah berdifusi
masuk kedalam sel sehingga dapat langsung mengenai tunas vegetatif pada umbi
kesuna bali (Harborne, 1996). Tunas vegetatif pada bibit kesuna bali ini terletak
di bagian tengah daging buah (Suriana, 2011). Pada saat pasca panen umbi kesuna
bali yang lama akan busuk dan terlepas dari cakram sehingga cakram akan
membentuk rumpun umbi yang baru sehingga residu kolkisin tidak akan terbawa
ke pertumbuhan umbi selanjutnya. Pada pertumbuhan tunas vegetatif dari umbi
kesuna bali dilakukan dengan cara menerobos bagian ujung siung sehingga residu
kolkisin ikut terbawa seiring kecepatan pertumbuhannya. Hal ini mengakibatkan
residu kolkisin tidak akan terakumulasi pada umbi kesuna bali sehingga aman
untuk dikonsumsi (Brodelius dan Pedersen, 1994).
63
Berdasarkan rata-rata semua karakter vegetatif tanaman kesuna bali,
senyawa kolkisin menunjukkan perubahan yang bervariasi pada setiap perlakuan.
Bervariasinya karakter vegetatif pada tanaman kesuna bali disebabkan karena
pengaruh mutagen yang bersifat acak (Khan et al., 2009). Mutagen kolkisin dapat
mengakibatkan mutasi sitogenik pada inti sel ditandai dengan perubahan jumlah
kromosom ataupun perubahan struktur pada kromosom. Perubahan jumlah
kromosom pada tanaman menyebabkan tanaman bersifat poliploid. Tanaman
poliploid pada umumnya memiliki sifat dan karakter yang lebih baik
dibandingkan tanaman diploidnya (Kristanto dan Karno, 2001). Konsentrasi
kolkisin 10% dan lama perendaman 12 jam kolkisin pada penelitian ini berhasil
menghasilkan tanaman kesuna bali yang poliploid. Perubahan morfologi kesuna
bali poliploid ditunjukkan dengan peningkatan ukuran tinggi tanaman, jumlah
daun menjadi lebih banyak serta peningkatan ukuran daun dibandingkan tanaman
diploidnya. Perubahan morfologi yang bervariasi pada tanaman kesuna bali
memberikan harapan adanya keanekaragaman yang besar dan memberikan
peluang terhadap seleksi tanaman hasil mutasi yang memiliki efek positif untuk
peningkatan produksinya.
Contoh perlakuan kolkisin yang pernah dilakukan oleh Ajijah dan
Bermawie (1996) terhadap dua tipe kencur (Kaempferia galanga Linn.). Kolkisin
diaplikasikan dalam bentuk pasta pada mata tunas yang terdapat pada rimpang
dengan variasi konsentrasi 0, 0,05, 0,1, 0,5 dan 1 %. Hasil penelitian
menunjukkan pengaruh kolkisin dapat meningkatkan jumlah dan panjang daun,
jumlah dan bobot rimpang per rumpun serta jumlah anakan.
64
6.2 Karakteristik Sitologi Tanaman kesuna bali (Allium sativum Linn.)
Perlakuan mutagen kimia kolkisin terhadap perubahan karakter sitologi
diamati melalui rata-rata jumlah kromosom dan indeks stomata tanaman kesuna
bali.
6.2.1 Indeks Stomata Kesuna Bali
Stomata merupakan salah satu organ penting pada tanaman yang
digunakan dalam proses transpirasi. Pada daun yang berfotosintesis, stomata
biasanya ditemukan dibagian permukaan atas dan bawah daun. Berdasarkan
pengamatan stomata pada perlakuan konsentrasi kolkisin 10% didapatkan hasil
rata-rata indeks stomata yang tidak berbeda nyata dengan kontrol. Sedangkan
pada perlakuan kolkisin 5% dan 20% terjadi penurunan indeks stomata (Tabel
5.4). Tinggi dan rendahnya rata-rata indeks stomata yang didapat berkaitan
dengan ukuran stomata (Gambar 5.2). Semakin besar ukuran stomata maka
menunjukkan semakin rendah indeks stomata yang diperoleh, jika ukuran stomata
kecil maka rata-rata indeks stomata yang diperoleh semakin tinggi. Pendapat ini
didukung oleh penelitian Setyowati et al. (2013) menyatakan bahwa kolkisin
konsentrasi 0.5 g.L-1 dan 1 g.L-1 mampu meningkatkan ukuran diameter stomata
pada semua jenis kultivar bawang wakegi (Allium x wakegi Araki).
Peningkatan ukuran diameter stomata menandakan senyawa kolkisin
telah mampu menghasilkan tanaman poliploid. Pada perlakuan kolkisin 10% tidak
terjadi peningkatan ukuran stomata, hal ini kemungkinan disebabkan oleh
beberapa faktor seperti senyawa kolkisin yang tidak berdifusi sempurna ketika
perendaman dan faktor lingkungan tempat tumbuh. Menurut Prawiranata et al
65
(1995) tanaman yang tumbuh pada lingkungan kering dan dibawah cahaya dengan
intsitas tinggi cenderung memiliki stomata yang berukuran kecil dan jumlah yang
banyak. Pemberian kolkisin dapat menyebabkan perubahan kromosom, jumlah
kloroplas, jumlah stomata dan ukuran stomata pada tanaman. Kolkisin mencegah
terbentuknya benang-benang spindel pada kromosom sehingga kromosom tidak
tertarik kearah kutub dan terjadi penggandaan. Kromosom yang mengganda ini
menyebabkan mitosis pada sel-sel embrio menghasilkan peningkatan diferensiasi
pada proplastid sehingga menghasilkan tanaman dengan kandungan klorofil yang
tinggi. Kadar klorofil yang tinggi pada tanaman menyebabkan bertambahnya
jumlah kloroplas pada sel penutup stomata sehingga berdampak pada peningkatan
ukuran diameter stomata (Loveless, 1991).
6.2.2 Jumlah Kromosom Kesuna Bali
Tanaman kesuna bali merupakan salah satu kultivar lokal bawang putih
yang tumbuh di Bali. Jumlah kromosom normal bawang putih (Allium sativum
Linn.) adalah 2n = 16. Perlakuan mutagen kimia kolkisin konsentrasi 20%
menyebabkan peningkatan jumlah kromosom kesuna bali 2n = 27 (Tabel 5.6).
Hal ini dapat diamsusikan bahwa senyawa kolkisin efektif dalam menghambat
proses pembelahan sel (antimitosis) sehingga terjadi peningkatan jumlah
kromosom (Addink, 2002).
Senyawa kolkisin dapat menghambat terbentuknya benang spindle pada
saat mitosis, sehingga kromosom tetap berserakan didalam sel. Pemberian
konsentrasi kolkisin yang tinggi dan peredaman dalam jangka waktu yang lama
66
menyebabkan struktur kromosom dalam sel mengalami penggumpalan dan
pengkerutan. Secara umum pemberian senyawa kolkisin lebih efektif
dibandingkan mutagen kimia lain seperti ekstrak etanolik daun tapak dara dalam
membuat tanaman poliploid. Hal tersebut mungkin disebabkan karena kolkhisin
yang digunakan adalah kolkhisin murni (pure analytic) yang sudah di purifikasi.
Sedangkan kandungan vinkristin dan vinblastin pada tapak dara masih tercampur
dengan senyawa lain dalam ekstrak etanolik tersebut (Indraningsih, 2010).
Pendapat ini didukung oleh penelitian Indraningsih (2008) melaporkan bahwa
ekstrak etanolik daun tapak dara dapat menginduksi poliploidisasi bawang merah
diploid (2n=16) menjadi autotetraploid (4n=32). Induksi poliploidisasi bawang
merah dengan ekstrak etanolik daun tapak dara efektif pada konsentrasi 0,1%
dengan perendaman 6, 12, 18, dan 24 jam.
Pada penelitian ini diperoleh beberapa kelainan yang diakibatkan oleh
kolkisin pada saat pembelahan mitosis (C-mitosis) yaitu kromosom C-anafase
(Gambar 5.6). Kelainan mitosis pada saat anafase disebabkan oleh senyawa
kolkisin mencegah terbentuknya benang-benang spindel yang menyebabkan
kromosom gagal berpisah sehingga terjadi penggandaan jumlah kromosom
(Karangiannidou et al., 1995). Penyebab lain yang ditimbulkan pada C-anafase
adalah anaphase lag. Anaphase lag merupakan kegagalan kromosom atau
kromatid untuk bergabung menjadi satu dalam nukleus sel anakan yang mengikuti
pembelahan sel, sebagai hasil dari keterlambatan perpindahan (lagging) selama
anafase (Strachan, 1999). Pada peristiwa ini menghasilkan kromosom monoploid
dan triploid. Penelitian Ernawiati (2008) menyatakan perendaman pada
67
konsentrasi 50% ekstrak umbi kembang sungsang (Gloriosa superba Lindl.)
menyebabkan kelainan-kelainan mitosis seperti C-profase, C-metafase, C-anafase
dan C-telofase pada umbi bawang bombay.
Senyawa kolkisin dapat menginduksi mutasi secara acak, sehingga
memberikan efek yang tidak seragam pada masing-masing sel ditiap individu.
Pada beberapa perlakuan kolkisin masih ditemukan individu sel yang tetap diploid
(2n). Pada penelitian ini sel-sel yang mengalami penambahan jumlah kromosom
atau poliploid hanya ditemukan tipe triploid (3n). Hal ini dimungkinkan karena
kromosom yang termutasi memiliki bentuk yang tidak beraturan sehingga sulit
dalam melakukan perhitungan. Tipe pentaploid (5n), heksaploid (6n) sampai
nonaploid (9n) secara hipotesis masih sangat mungkin terbentuk. Dalam
penelitian ini juga terjadi peristiwa delesi dan duplikasi pada kromosom.
Duplikasi kromosom menyebabkan penambahan materi genetik pada kromosom
sedangkan delesi mengakibatkan berkurangnya jumlah kromosom karena
hilangnya segmen-segmen kromosom. Adanya delesi dan duplikasi pada
kromosom dapat dibuktikan dari beberapa perlakuan kolkisin yang menghasilkan
sel dengan jumlah kromosom yang tidak tepat sebagai kelipatan jumlah dasarnya
(haploid). Pada penelitian ini duplikasi kromosom dibuktikan pada perlakuan
kolkisin 20% yang menyebabkan tanaman kesuna bali memiliki jumlah
kromosom triploid (2n=3x=24). Teori ini didukung oleh penelitian Suminah et al.
(2002) menyatakan bahwa pemberian kolkisin 1% mampu memberikan variasi
bentuk, ukuran dan jumlah kromosom pada bawang merah (Allium ascalonicum
L). Pada level ploidi monoploid (1n) hingga oktaploid (8n), kromosom yang
68
paling sering dijumpai berbentuk metasentris, sedangkan pada individu nonaploid
(9n), kromosom yang paling sering dijumpai berbentuk submetasentris.
Perhitungan jumlah kromosom dalam penelitian ini dilakukan secara
pembulatan, hal ini dilakukan untuk menghindari kesalahan teknis dalam
perhitungan. Apabila jumlah kromosom yang dihitung berada diatas atau dibawah
kelipatan jumlah kromosom dasar maka dapat diduga telah terjadi delesi atau
duplikasi kromosom. Keanekaragaman genetik yang disebabkan oleh mutasi
merupakan sumber plasma nutfah untuk program pemuliaan tanaman.
Keanekaragaman ini memungkinkan untuk mengetahui banyak karakter gen,
sehingga dapat dijadikan sebagai salah satu penemuan kultivar unggul
(Anggarwulan et al., 1999 ; Suryo, 1995).
6.2.3 Tanaman Triploid
Tanaman triploid merupakan tanaman yang mengandung tiga pasang
kromoson (3n). Tanaman triploid terbentuk akibat pembelahan meiosis yang
abnormal sehingga menyebabkan gamet memiliki jumlah kromosom ganjil (3n).
Pada proses reproduksinya gamet diploid (2n) dibuahi oleh gamet haploid (n)
maka akan dihasilkan tanaman yang memiliki keturunan triploid (3n)
(Mangoendijdojo, 2003).
Jumlah kromosom yang ganjil pada tanaman triploid menyebabkan
tanaman mengalami kemandulan (steril). Tanaman triploid pada umunya memiliki
bentuk dan ukuran yang sama dengan tanaman diploidnya dan sering
dimanfaatkan untuk pengembangan buah tanpa biji seperti semangka dan pisang
69
tanpa biji (Sistina, 2000). Pada hasil penelitian ini didapatkan tanaman kesuna
bali triploid (3n) dimana tidak terjadi perubahan yang signifikan terhadap karakter
pertumbuhannya. Hasil pada penelitian ini didukung oleh Samadi (2007) yang
menyatakan bahwa tidak ada perbedaan karakter morfologi antara tanaman
semangka diploid dengan triploidnya, hal ini dilihat dari sistem pertumbuhan
semangka yang sama-sama merambat, tidak adanya pertambahan jumlah daun dan
tinggi tanaman pada umumnya 3-5 m sama seperti tanaman diploidnya.
Untuk menghasilkan tanaman kesuna bali poliploid dibutuhkan
penggandaan kromosom menjadi tetraploid (4n) dengan peningkatan konsentrasi
kolkisin. Karena jumlah kromosom berlipat ganda, maka beberapa sifat tertentu
mengalami perubahan, seperti: tanaman lebih kekar, daun-daun lebih lebar dan
hijau, buah lebih besar dan kandungan protein meningkat (Kadi, 2007).
6.3 DNA Genomik dan Kondisi PCR-RAPD
Isolasi DNA genomik kesuna bali pada elektroforesis pertama
memperlihatkan adanya DNA yang tertinggal pada sumur gel (Gambar 5.4a).
Hal ini dikarenakan banyaknya kontaminan berupa polisakarida pada sampel
DNA (Pharmawati, 2009). Pada penelitian ini dilakukan pengulangan isolasi
DNA genomik sehingga DNA diperoleh dari tiap sampel secara konsisten.
Penambahan senyawa pereduksi β-merkaptoetanol digunakan untuk mencegah
proses oksidasi senyawa fenolik dengan menghambat aktivitas radikal bebas yang
dihasilkan oleh oksidasi fenol sehingga asam nukleat tidak mengalami kerusakan
(Prana dan Hartati, 2003)
70
Optimasi PCR-RAPD dengan memodifikasi suhu dan waktu proses
denaturasi, annealing dan ekstensi dilakukan untuk mendapatkan hasil intensitas
band DNA RAPD yang baik. Suhu denaturasi yang digunakan pada umumnya
berkisar antara 930C-95
0C, apabila suhu denaturasi yang digunakan terlalu tinggi
maka akan menurunkan aktivitas DNA polymerase yang akan berdampak pada
efisiensi PCR. Sedangkan suhu denaturasi yang rendah dapat menyebabkan
denaturasi DNA template tidak sempurna. Suhu annealing yang digunakan dalam
proses PCR pada umumnya berkisar antara 370C-60
0C proses PCR. Penentuan
suhu annealing PCR dapat dihitung menggunakan (Tm – 5)oC sampai dengan
(Tm + 5)oC berdasarkan panjang basa nukleotida primer yang digunakan.
Penggunaan suhu annealing yang terlalu tinggi dapat mempengaruhi penempelan
primer pada template DNA yang mengakibatkan terlepasnya primer dari template
DNA sehingga produk PCR tidak terbentuk. Apabila suhu annealing terlalu
rendah maka akan terjadi penempelan primer pada templat DNA tidak spesifik
sehingga terbentuk produk PCR non spesifik. Suhu ektensi primer pada PCR
selalu dilakukan pada suhu 720C (Innis dan Gelfand, 1990 ; Newton dan Graham,
1994).
Selain memodifikasi suhu, optimalisasi PCR-RAPD juga dilakukan
dengan memodifikasi waktu pada saat proses PCR. Suhu denaturasi yang umum
dilakukan umumnya selama 30-90 detik. Waktu denaturasi yang terlalu lama
dapat merusak DNA template serta menurunkan aktivitas enzim DNA
polymerase. Sedangkan waktu denaturasi yang pendek menyebabkan proses
denaturasi menjadi tidak sempurna. Penentuan waktu annealing dapat ditentukan
71
dengan panjang primer. Waktu 30 detik biasanya digunakan untuk panjang primer
18 – 22 sedangkan panjang primer lebih dari 22 basa digunakan waktu 60 detik.
Penentuan waktu dalam proses pemanjangan (extension) ditentukan berdasarkan
panjang fragmen DNA target. Apabila panjang fragment yang akan diamplifikasi
pada kisaran 1 kb (1000bp) diperlukan waktu ekstensi sekitar 1 menit, sedangkan
pada kisaran antara 500bp-1000bp diperlukan waktu sekitar 45 detik dan bila
kurang dari 500bp hanya diperlukan waktu sekitar 30 detik. Modifikasi waktu dan
suhu pada proses PCR-RAPD berhasil menghasilkan produk DNA dengan
panjang fragmen DNA yang berbeda pada primer OPA 01 (Gambar 5.6) (Cheng
et al., 1994 ; Newton dan Graham, 1997).
Konsentrasi buffer PCR dan MgCl2 berpengaruh terhadap intesitas
produk PCR-RAPD tanaman kesuna bali (Allium sativum Linn.). Fungsi utama
dari buffer PCR adalah menjamin pH medium pada proses PCR-RAPD sehingga
dapat menghasilkan intesitas band DNA yang jelas. MgCl2 bertindak sebagai
kofaktor yang berfungsi meningkatkan aktivitas enzim DNA polymerase. Selain
itu konsentrasi ion Mg2+
pada MgCl2 berfungsi dalam spesifisitas dan jumlah
produk PCR. Apabila konsentrasi MgCl2 yang diberikan terlalu rendah akan
menyebabkan tidak munculnya beberapa band DNA serta intesitas yang rendah
pada produk RAPD. Konsentrasi MgCl2 yang tinggi dapat mempengaruhi jumlah
band yang dihasilkan serta mengakibatkan menurunnya intesitas band tertentu.
Konsentrasi MgCl2 berpengaruh dalam meningkatkan interaksi primer dengan
template dengan membentuk komplek larut dengan dNTP. Pada penelitian ini
konsentrasi MgCl2 2.0 µl (25mM) memberikan hasil terbaik yaitu menghasilkan
72
jumlah band yang maksimal serta intesitas band DNA RAPD yang jelas dan
konsisten. Pada proses PCR diperlukan kontrol positif untuk memudahkan
pemecahan masalah apabila terjadi hal yang tidak diinginkan sedangkan dan
kontrol negatif diperlukan untuk menghindari kesalahan positif semu. Pada
penelitian ini kontrol positif digunakan sampel DNA genomik perlakuan kolkisin
20% (P3U3) sedangkan kontrol negatif digunakan aquabidest (ddH2O) (Beck,
1998 ; Harini et al., 2008 ; Innis dan Gelfand, 1990 ; Pharmawati, 2009).
Pada penelitian ini jumlah siklus termal PCR-RAPD optimum digunakan
39 X dan 45 X jumlah ini meminimalkan amplifikasi produk RAPD yang tidak
spesifik. Peningkatan jumlah siklus termal menyebabkan peningkatan jumlah
amplikon dan intesitas band produk RAPD (Ali et al., 2006).
6.4 PCR-RAPD (Polymerase Chain Reaction-Random Amplified Polymorphic
DNA) Tanaman Kesuna Bali
Pada penelitian ini digunakan lima primer yaitu OPA 01, OPA 02, OPA
14, OPD 04 dan UBC 250 untuk PCR. Amplifikasi DNA kesuna bali berhasil
dilakukan dengan menggunakan primer OPA 01 dan UBC 250. Hasil amplifikasi
pada primer OPA 01 menghasilkan 3 pola pita DNA mutan kesuna bali, dengan
11 pola pita monomorfik dan 5 pola pita polimorfik yang memiliki ukuran
fragmen berkisar 1800bp dan 2000bp (Tabel 5.7). Sedangkan sampel DNA
genomik pada perlakuan kontrol, kolkisin 5% dan kolkisin 10% tidak semua
berhasil di amplifikasi oleh primer OPA 01. Faktor yang menyebabkan tidak
teramplifikasinya sampel DNA genomik pada kontrol, kolkisin 5% dan kolkisin
10% adalah ketidak cocokan sampel DNA genomik dengan primer yang
73
digunakan. Hal ini dikarenakan senyawa kolkisin mengakibatkan mutasi pada
tanaman kesuna bali telah sehingga menyebabkan perubahan struktur sekuen
DNA spesifik (Caetano-Anollés, 2004).
Pada penelitian ini primer UBC 250 berhasil mengamplifikasi kedua
puluh empat sampel DNA genomik tanaman kesuna bali. Keseluruhan sampel
yang berhasil diamplifikasi menghasilkan pola pita polimorfik dan monomorfik
dengan ukuran fragment berkisar antara 600bp-1800b (Tabel 5.8). Hal ini
menunjukkan bahwa senyawa kolkisin menyebabkan terjadinya mutasi titik
seperti insersi atau delesi kecil di sekitar daerah binding primer yang
mengakibatkan perubahan panjang DNA sekuennya (Udupa dan Baun, 2001).
Pada penelitian ini, perlakuan kolkisin 20% dengan primer OPA 01 dan UBC 250
menghasilkan lebih banyak jumlah pita polimorfik dibandingkan perlakuan
kolkisin lainnya. Berdasarkan hasil penelitian Liu, et al. (2009), pada induksi
poliploid tanaman Eucalyptus globulus, dihasilkan pola RAPD yang polimorfik
tidak proporsional dengan perubahan jumlah kromosom. Hal ini dapat
disebabkan oleh kurangnya jumlah primer yang digunakan sehingga tidak
mencakup seluruh genom.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa keanekaragaman fenotipik
tanaman kesuna bali dapat dikolerasikan dengan keanekaragman pola pita DNA
yang dihasilkan dan terkait juga dengan perubahan sekuens DNA (mutasi) yang
dimunculkan pada masing-masing perlakuan konsentrasi kolkisin. Pendeteksian
ini harus dilanjutkan pada tingkat gen agar benar-benar di dapatkan bukti
74
keterkaitan antara perubahan struktur morfologi dengan pita-pita DNA genomik
yang dihasilkan.
6.5 Pengelompokan Tanaman Kesuna Bali Hasil Perlakuan Kolkisin
Poliploid Berdasarkan Penanda RAPD
Konsentrasi kolkisin 10% dan 20% yang digunakan menyebabkan
perubahan basa sekuen DNA. Hal ini terlihat dari posisi tanaman hasil perlakuan
kolkisin 10% dan 20% terpisah dari kontrol dan perlakuan kolkisin 5%. Posisi
tanaman kesuna bali pertama dan keenam hasil perlakuan kolkisin 20%
membentuk kelompok tersendiri, terpisah dari tanaman kesuna bali yang lainnya.
Konsentrasi kolkisin yang tinggi dapat menyebabkan auto multiplikasi kromosom
secara tidak teratur (Setiawan, 2012). Kondisi ini dapat menyebabkan mutasi
kromosom terutama delesi salah satu kromosom, maka dari itu pada penelitian ini
dihasilkan kromosom dengan jumlah yang ganjil yaitu triploid (2n=3x=24).
Berdasarkan dendogram similaritas (Gambar 5.12) perlakuan kontrol
dengan kolkisin 5% mengelompok pada IS 0.35, peristiwa ini menunjukkan
bahwa tanaman kesuna bali yang diberi perlakuan tersebut masih tidak berbeda
jauh secara fenetik. Persamaan ini kemungkinan disebabkan oleh tanaman kesuna
bali kontrol yang ikut mengalami mutasi. Selain induksi dengan mutagen kimia,
mutasi juga dapat disebabkan oleh radiasi sinar uv (Soedjono, 2003). Sinar UV
yang berlebihan dapat mengganggu aktivitas DNA suatu spesies. genetik atau
melakukan proses mutasi (Tamarin, 1995). Menurut Ginting (2010) penggunaan
energi lampu UV sampai 60 watt selama 4 jam menyebabkan penurunan tinggi
75
tanaman, panjang dan lebar daun, jumlah daun, berat basah dan berat kering
tanaman Caladium bicolor (W.Ait).
Sinar UV sangat berpengaruh terhadap perkembangan sel. Sel
merupakan satuan hidup terkecil yang dapat menderita akibat radiasi. Tanggapan
sel atau jaringan terhadap radiasi berbeda-beda, baik yang menyangkut perubahan
derajat ketahanan hidup, mutasi ataupun karsinogen (Soedjono, 2003).
76
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan
Berdasarkan dari hasil dan pembahasan yang telah diuraikan dapat
dibuat simpulan sebagai berikut.
1. Perlakuan konsentrasi kolkisin 5%, 10% dan 20% dapat meningkatkan
tinggi tanaman, panjang daun pada awal pertumbuhan tanaman
sedangkan jumlah daun kesuna bali meningkat akibat perendaman
dengan kolkisin 20% pada umur 10 MST. Perlakuan konsentrasi kolkisin
5%, 10% dan 20% tidak berpengaruh terhadap berat kering umbi kesuna
bali.
2. Perlakuan konsentrasi kolkisin 5%, 10% dan 20% berpengaruh terhadap
indeks stomata. Kolkisin menyebabkan penurunan indeks stomata.
3. Pada penelitian ini ditemukan kromosom triploid (3n) pada konsentrasi
kolkisin 20%.
4. Terdapat perbedaan pola pita DNA hasil amplifikasi dengan marka
dengan primer OPA 01 dan UBC 250 antara tanaman kontrol dengan
tanaman hasil pemberian kolkisin.
5. Pada primer OPA 01 terdapat pengelompokan antara perlakuan kontrol
dengan variasi kolkisin yang diberikan. Hal ini terjadi mutasi pada
tanaman kontrol akibat terpapar oleh sinar UV.
77
7.2 Saran
Saran yang direkomendasikan dari penelitian ini sebagai berikut:
1. Penelitian sebaiknya dilakukan di dataran tinggi karena sesuai
dengan tempat tumbuh tanaman kesuna bali, sehingga akan
menghasilkan tanaman kesuna bali poliploid yang lebih optimal.
2. Dilakukan optimasi PCR untuk beberapa primer supaya
mendapatkan primer yang tepat dalam mendeteksi tanaman kesuna
bali mutan.
78
DAFTAR PUSTAKA
Addink, W. 2002. Colchicine: use in plant breeding work to induce mutation
(poliploidy). Available from: http://actahort.org/books/502/502-27.htm.
Opened at: 18.09.2014. 08.45.
Ajijah, N dan Bermawi, N. 2003. Pengaruh Kolkisin terhadap Pertumbuhan dan
Produksi Dua Tipe Kencur (Kampferia galanga Linn.). Buletin Tanaman
Rempah dan Obat 14 (1): 46-55.
Ali. B.A., T.H. Huang, H.H. Salem, Q.D. Xie. 2006. Influence of Thermal Cycler
day-to-day Reproducibility of Random Amplified Polymorphic DNA
Fingerprints. Jurnal Biotechnology 5 (3): 324-329.
Al-Zahim, A., Newbury, H.J., Lloyd, B.V.F. 1997. Classification of Genetic
Varioation in Garlic (Allium sativum L.) Revealed by RAPD. HortScience
32 (6):1102-1104.
Anggarwulan, E., N. Etikawati, dan A.D. Setyawan.1999. Karyotipe Kromosom
pada Tanaman Bawang Budidaya (Genus Allium; Familia
Amaryllidaceae). BioSMART 1 (2): 13-19.
Asif , M. J., Mak, C dan Yasmin, O. R. 2000. Polyploid Induction in a Local
Wild Banana (Musa acuminata ssp. Malaccenis). Journal of Biological
Sicences 3 (5): 740-743.
Badan Pusat Statistika. 2012. Laporan Perekonomian Indonesia: Jakarta.
Bakhtiar dan Nurzuhairawaty, 2002. Perubahan Beberapa Karakter Cabai Besar
(Capsicum annum L) akibat Pemberian Kolkisin. Agrosains 1-6: 1411-
5786.
Barnes, J., Anderson, L.A and Philips, J.D. 2007. Herbal Medicines, 3th ed.
Pharmaceutical Press. London.
Beck, S., 1998. High Fidelity PCR : Enhancing the Accuracy of DNA
Amplification. The Scientist 12 (1) : 19-20.
79
Brar, D.D. 2002. Moleculer Marker Assited Breeding. In: Moleculer Technique in
Crop Improvement (edited by S.M. Jain, D.S.Brar, and B.S. Ahloowalia).
Kluwer Academic Publisher. London.
Brodelius P, Pedersen H. 1994. Increasing Secondary Metabolite Production in
Plant Cell Culture by Redirecting Transport. Trends in Biotechnology 11
(1): 30-36.
Chahal, G.S. dan Gosal, S.S. 2002. Principles and Procedures of Plant Breeding
Biotechnological and Conventional Approaches. Alpha Science
International Ltd. Harrow, United Kingdom.
Cheng, S., Fockler, C., Barnes, M.W., and Higuchi, R., 1994. Effective
Amplification of Long Target from Cloned Inserts and Human Genomic
DNA. Proceeding National Acadademy of Science USA 91 : 5695-5699.
Ciuca, M., Maria, P., dan Monica, L. 2004. RAPD Markers from Polymophism
Identification in Parasitic Weed Orobanche Curumana Wallr. Agricultural
Research and Development Institute 21: 29-32.
Crowder, L.V. 1997. Genetika Tumbuhan (Diterjemahkan oleh Lilik Kusdiarti).
Cet-5. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Doyle, J.J., Doyle J.L. 1990. Isolation of Plant DNA from Fresh Tissue. Focus
12: 13-15.
Eigsti, O.J. and P. Dustin. 1995. Colchicine in Agriculture, Medicine, Biology,
and Chemistry. The Lowa State College Press. Lowa.
Ernawiati, E. 2008. Efek Mutagenik Umbi Kembang Sungsang (Gloriosa superba
Lindl.) terhadap Pembelahan Sel Akar Umbi Bawang Bombay. Jurnal
Sains Mipa 14 (2) : 129-132.
Escand, A..S., Miyajima, I., Alderete, M., Hagiwara, J.C., Facciuto, G., Mata, D.,
Soto, S.M. 2005. Wild Ornamental Germplasm Exploration and
Domestication Based On Biotechnological approaches. In Vitro Kolkhisin
Treatment to Obtain a New Cultivar of Scoparia Montevidiensis. Electron.
Jurnal of Biotechnology 8 (2): 205-211.
80
Fernandes, T.C.C., Mazzeo, D.E.C., Marin Morales, M.A. 2007.Mechanism of
micronuclei formation in polyploidizated cells of Allium cepa exposed to
trifluralin herbicide. Pesticide Biochemistry and Physiology. v. 88, p. 252-
259.
Gardner, F.P., Pearce R.B., dan Mitchell, L. 1991. Fisiologi Tanaman
Budidaya. UI Press. Jakarta.
Ginting LN, 2008. Pengaruh Konsentrasi dan Lama Perendaman Kolkhisin
terhadap Pertumbuhan dan Peningkatan Produksi Tanaman Kacang Tanah
(arachis hypogaea). Available from :http://repository.usu.ac.id/ bitstream/
123456789/25006. Opened at : 20.11.2011.
Harborne, J.B., 1996. Metode Fitokimia, Penuntun Modern Cara Menganalisis
Tumbuhan. Penerbit ITB. Bandung.
Hardiyanto, Devy, NF., dan Supriyanto, A. 2007. Eksplorasi, Karakterisasi, dan
Evaluasi Beberapa Klon Bawang Putih Lokal. Jurnal Hortikultura 17 (4):
307-313.
Harini, S.S., M., Leelombika, M.N., Shiva, K., Sathyanarayana, N. 2008.
Optimization of DNA Isolation and PCR-RAPD methods for Molecular
analysis of Urginea indica Kunth. International International Jurnal of
Intergrative Biology (2) 2: 138-142.
Haryanti, S., R.B. Hastuti, N. Setiari, A. Banowo. 2009. Pengaruh Kolkisin
Terhadap Pertumbuhan, Ukuran Sel Metafase Dan Kandungan Protein
Biji Tanaman Kacang Hijau (Vigna radiata (L) Wilczek). Jurnal
Penelitian Sains dan Teknologi 10 (2) :112-120.
Haryanto, Fransiskua Fendi. 2010. Analisis Kromosom dan Stomata Tanaman
Salak Bali (Salacca zalacca var. amboinensis (Becc.) Mogea), Salak
Padang Sidempuan (S. sumatrana (Becc.)) dan Salak Jawa (S.zalacca var.
zalacca (Becc) Mogea)). Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Sebelas
Maret: Surakarta.
Henuhili V. dan Suratsih, 2003. Genetika. Universitas Negeri Yogyakarta.
Yogyakarta.
81
Herman, Irma, I.N., dan Dewi, I.R. 2013. Pengaruh Mutagen Kolkisin pada Biji
Kcang Hijau (Vigna radiata L.) terhadap Jumlah Kromosom dan
Pertumbuhan. Prosiding Seminar Nasional Biodiversitas dan Ekologi
Tropika Indonesia (BioETI) Universitas Andalas: Padang.
Hermansyah, Y., dan Inoriah, E. 2009. Penggunaan Pupuk Daun dan
Manipulasi Jumlah Cabang yang Ditinggalkan pada Panen Kedua
Tanaman Nilam. Jurnal Akta Agrosia 12 (2): 194-203.
Hidayati, R.S. 2009. Analisis Karakteristik Stomata, Kadar Klorofil dan
Kandungan Logam Berat pada Daun Pohon Pelindung Jalan Kawasan
Lumpur Porong Sidoardjo. Skripsi. Fakultas Sinstek dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Malang: Malang.
Hilman, Y., Achmad H., dan Suwandi. 1997. Monograf no 7. Budidaya Bawang
Putih di Dataran Tinggi. Balai Penelitian Tanaman Sayuran Pusat
Penelitian dan Pengembangan Holtikultura.
Hindarti, N.W. 2002. Lama Perendaman dan Konsentrasi Kolkhisin pada
Poliploidisasi Bawang Putih. Skripsi Sarjana pada Fakultas Pertanian
Universitas Pembangunan Nasional Veteran: Yogyakarta.
Hoon-Lim S, Peng Teng PC, Lee Y.H, and Goh CJ. 1999. RAPD Analysis of
Some Species in the Genus Vanda (orchidaceae). Annals of Botany
83: 193-196.
Indraningsih, E. 2008. Induksi Poliploidisasi Bawang Merah (Allium cepa L.)
dengan Ekstrak Etanolik Daun Tapak Dara (Catharanthus roseus [L] G.
Don.). Seminar. Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada: Yogyakarta.
Indraningsih, E. 2010. Analisis Fenotipe dan Ploidi Tanaman Melon (Cucumis
melo L.) Hasil Perlakuan Ekstrak Etanolik Daun Tapak Dara
(Catharanthus roseus [L] G. Don.). Skripsi Sarjana pada Fakultas Biologi
Universitas Gadjah Mada: Yogyakarta.
Innis, A.M., and Gelfand, H.D. 1990. Optimization of PCRs. In the: PCR
Protocols :A Guide to Methods and Applications. Academic Press Inc, San
Diego, California.
82
Jurčák. J. 1999. A Modification to the Acetocarmine Method of Chromosomes
Colouring in the School Practice. Biologica 37: 7-14.
Jusuf, A.A. 2009. Histoteknik Dasar. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Kadi, A. 2007. Manipulasi Poliploidi untuk Memperoleh Jenis Baru yang Unggul.
Oseanografi 32 (4): 1-11
Karangiannidou, T.H., Elephteriou, E.P., Tsekos, I., Galatis B. dan Apostolakos
P.1995. Colchichine induced Paracrystals in Root Cells of Weath
(Triticum aestivum L.). Annals of Botany 76 (1): 23-30.
Kehr. A. 2001. Tetraploidy Convension: An Easy and Effective Method On
Colchicine Treatment. http://members.tripod.com/h_syiacus/tetraploidy.
Kemper, J. Kathi. 2000. Garlic. Longwood Herbal Task Force, pp.3.
Kristianto, B.A., B. Sukamto dan Karno. 2001. Poliploidasi Rumput Makanan
Ternak dalam Rangka Mendapatkan Rumput Unggul. Jurnal
Pengembangan Peternakan Tropis (Edisi Spesial): 172-180.
Lamina,1990. Petunjuk Teknik Budidaya Bawang Putih. CV. Simplek. Jakarta.
Lestari, E.G. 2006. Hubungan antara Kerapatan Stomata dengan Ketahanan
Kekeringan pada Somaklon Padi Gajahmungkur, Towuti, dan IR 64.
Biodiversitas 7(1): 44-48.
Liu, G., Z. Li., dan Bao, M. 2007. Colchicine-Induced Chromosome Doubling in
Plantanus Acefolia and Its Effect on Plant Morphology. Euphytica 159:
249-258.
Loveless, A.R., 1991. Prinsip-prinsip Biologi Tumbuhan untuk Daerah Tropik,
Jilid 1 , Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Lu, C. dan Bridgen, M.P. 1997. Chromosome Doubling and Fertility Study of
Alstroemeria aurea x A. caryophyllea. Euphytica 94: 75-81.
Mangoendidjojo, W. 2003. Dasar-dasar Pemuliaan Tanaman. Kanisius:
Yogyakarata.
83
Mansyurdin, H. dan Murni, D. 2004. Induksi Tetraploid pada Tanaman Cabai
Merah Keriting dan Cabai Rawit dengan Kolkisin. Stigma 7 (3): 297-300.
Marpaung, D. T. 2010. Evaluasi Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Bawang
Merah (Allium ascalonicum L.) dan Bawang Putih (Allium sativum L.) di
desa Harian dan desa Sitinjak Kecamatan Onan Rungu Kabupaten
Samosir. Skripsi. Universitas Sumatera Utara. (serial online), November.,
[cited 2013 Ags. 15]. Available from: http://repository.usu.ac.id/handle/
123456789/pdf.
Mirna, W. J. 2011. Keanekaragaman Bakteri Toleran Uranium Pada
Limbah Uranium Cair Fasa Organik TPB-Kerosin. Skripsi Sarjana
Fakultas MIPA Universitas Negeri Yogyakarta : Yogyakarta.
Morejohn, L.C. 1991. The Molecular Pharmacology of Plant Tubulin and
Microtubules. In: The Cytoskeletal Basis of Plant Growth and Form,
edited by C.W. Lioyd. Academic Press. London.
Murfadalina.1997. Pengaruh Kolkisin dan Lama Perendaman Terhadap Jumlah
Kromosom, Indeks Stomata dan Kandungan Protein Polong Kapri (Pisum
sativum). Skripsi Sarjana Fakultas MIPA Universitas Gajah Mada:
Yogyakarta.
Nala, N. 2004. MULA dan KANDA (Umbi dan Rimpang). (serial online), Nov-
De., [cited 2013Ags.07] Available from : http://www.parisada.org/ index.
php?option=com_content&task=view&id=968&Itemid=80.
Nasir, M. 2002. Bioteknologi Molekuler Teknik Rekayasa Genetik Tanaman.Citra
Aditya Bakti. Bandung.
Newton, C.R., and Graham,A., 1997, PCR, 2nd
edition, BIOS Scientific Publisher
Limited, New York. United Kingdom.
Nurwanti, L. 2010. Induksi Mutasi Kromosom dengan Kolkisin Pada Anthurium
Wave of Love (Anthurium plowmanii Croat.) secara In vitro. Skripsi
Sarajana pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor: Bogor.
Palit, J.J. 2008. Teknik Perhitungan Jumlah Stomata Beberapa Kultivar Kelapa.
Teknik Litkayasa Pelaksanaan Lanjutan pada Balai Penelitian Kelapa dan
Palma Lain. Buletin Teknik Pertanian 13 (1) : 9-11.
84
Parjanto, S. Moeljopawiro, W.T. Artama dan A. Purwantoro. 2003. Kariotip
Kromosom Salak. Zuriat 14 (2) : 21-28.
Parvin, L., Haque, M.S., Al Munsur, M.A.Z., dan Begum, S.N. 2008. Detection of
Somaclonal Variation in Garlic (Allium sativum L.) by RAPD markers.
Bangladesh. Jurnal of Crop Science 19(1): 35-42.
Permadi, A.H., Cahyani, R., Syarif, S. 1991. Cara Pembelahan Umbi, Lama
Perendaman dan Konsentrasi Kolkisin Pada Poliploidasi Bawang Merah
‘Sumenep’. Zuriat 2: 17-26.
Permatasari, D. 2007. Evaluasi Keragaman Fenotipe Tanaman Stevia (Stevia
rebaudiana BERTONI M) Klon Zweeteners Hasil Mutasi Kromosom
dengan Kolkisin. Skripsi Institut Pertanian Bogor (serial online), Oktober.,
[cited 2013 Ags. 25] Available from : http://repository.ipb.ac.id/bitsream/
handle/123456789/44817A10lnu-8.pdf.
Perwati, L.K. 2009. Analisis Derajat Ploidi dan Pengaruhnya Terhadap Variasi
Ukuran Stomata dan Spora pada Adiantum raddianum. BIOMA 11 (2):39-
44.
Pharmawati, M, Defiani, R. 2009. Perubahan Genetik Tanaman Pacar Air
(Impatiens balsamina L) dengan Pemberian Kafein. Laporan Penelitian
Fundamental. Universitas Udayana: Badung.
Pharmawati, M. 2009. Optimalasi Ekstraksi DNA dan PCR-RAPD pada Grevillea
spp. (Proteaceae). Jurnal Biologi 13 (1): 12-16.
Prana, T.K., N.S. Hartati. 2003. Identifikasi Sidik Jari DNA Talas (Colocasia
esculenta L. Schott) Indonesia dengan Teknik RAPD (Random Amplified
Polymorphic DNA): Skrining Primer dan Optimalisasi Kondisi PCR.
Jurnal Natur Indonesia 5 (2) : 107-112.
Pratimi, A. 1995. Perbedaan potensi bakteriostatik antara Bawang Putih Umbi
tunggal dengan Bawang Putih umbi banyak terhadap bakteri gram positif
dan gram negatif. Skripsi Sarjana pada Fakultas MIPA Universitas
Diponegoro: Semarang.
85
Prematilake, D.P. 2005. Inducing Genetic Variation of Innala (Solanostemon
rotundifolius) via In Vitro Callus Culture. Jurnal 0f the National Science
Foundation of Sri Lanka 33: 123-131.
Purwantoro, A., Ambarwati, E., Puspasari, D. 2007. Perbaikan Karakter Bunga
Kertas (Zinnia spp.) sebagai Salah Satu Komoditas Bunga Potong Melalui
Induksi Poliploidasi. Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada
Masyarakat Universitas Gadjah Mada. (serial online), Januari., [cited 2013
Ags. 27] Available from : http://lib.ugm.ac.id/digitasi/ upload/3043_MU.
121000047-aziz.pdf.
Purwati. 2009. Evaluasi Lapangan Keragaman Genotipe-Genotipe Somaklonal
Artemisia (Artemisia annua L.) Hasil Induksi Sinar Gamma. Skripsi
Sarjana pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor: Bogor.
Puspita, D.S., Ashari, S., Haryono, D. 2010. Respon Awal Pertumbuhan Vegetatif
Tanaman Durian (Durio zhibetinus Murr.) Terhadap Pemberian Pupuk
Anorganik. Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya: Malang.
Putri, L.A.P., Basyuni, K.H.M dan Setyo, I.E. 2013. Analisis Awal : Pemakaian
Marka Molekuler RAPD untuk Pendugaan Keragaman Genetik Plasma
Nutfah Aren Sumatera Utara. Fakultas Pertanian Universitas Sumatera
Utara Pusat Penelitian Kelapa Sawit Prosiding Seminar Nasional
Agroforestri.
Rahayu, E. dan Berlian, N. 1999. Pedoman Bertanam Bawang Merah. Penebar
Swadaya. Jakarta.
Ramella, M.S., Mariela, A.K., Caroline, T., dan Ana, C.M.A. Optimization of
Random Amplified Polymorphic DNA Protocol for Molecular
Identification of Lophius gastrophysus. Jurnal Food Science and
Technology (Campinas) 25 (4): 733-735.
Ritonga, A.W., dan Wulansari, A. 2011. Pengaruh Kolkisin Terhadap Kromosom
Ujung Akar Bawang Merah. (serial online), Des-Jan., [cited 2013 Jul. 20]
Available from : http://aryaagh.files.wordpress.com/2011/01/pengaruh-
kolkisin.pdf.
Rose, J.B., Kubba J san Tobutt, K.R. 2000. Induction of tetraploid in Buddleia
globusa. Jurnal of Plant Biotechnology 63 (2): 121-125.
86
Salisbury, F.B dan C.W. Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 2 (Diterjemahkan
oleh D.R. Lukman dan Sumaryono). Institut Teknologi Bandung.
Bandung.
Samadi, B. 2007. Seri Budi Daya Pengenalan Semangka Tanpa Biji.
Kanisius. Yogyakarta.
Saputra, E.H., Lita S., Respatijarti. 2014. Aplikasi Kolkhisin Terhadap
Pertumbuhan Dan Produksi Benih Sawi (Brassica rapa). Jurnal Produksi
Tanaman 1 (6): 501-505.
Sarwadana, S.M., dan Gunadi, I. G. A. 2007. Potensi Pengembangan Bawang
Putih (Allium Sativum L.) Dataran Rendah Varietas Lokal Sanur. Jurusan
Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Udayana. Agritrop
26 (1): 19 – 23.
Setyowati, M., Endang, S.,dan Aziz Purwantoro. 2013. Induksi Poliploidi dengan
Kolkisin pada Kultur Meristem Batang Bawang Wakegi (Allium x wakegi
Araki). Jurnal Ilmu Pertanian 16 (1) : 58-76.
Sistina, Y. 2000. Biologi Reproduksi. Fakultas Biologi Universitas Soedirman:
Purwokerto.
Sitompul, S.M, dan B. Guritno., l995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. Gadjah
Mada University Press. Yogyakarta.
Soedjono, S. 2003. Aplikasi Mutasi Induksi dan Variasi Somaklonal dalam
Pemuliaan tanaman. Jurnal Litbang Pertanian 22 (2) : 70-78.
Soesanti, N. dan Setyawan, A.D. 2000. Petunjuk Praktikum Mikroteknik Hewan
dan Tumbuhan. Jurusan Biologi FMIPA UNS: Surakarta.
Sofia, D. 2007. Respon Pertumbuhan dan Produksi Mentimun (Cucumis sativus
L) dengan Mutagen Kolkisin. (serial online), Juli., [cited 2013 Ags.
25] Available from : http://repository.usu.ac.id/bitsream/123456789/pdf.
Solichatun, Nurhidayah, dan E. Anggarwulan. 2003. Analisis Pertumbuhan,
Stomata, Kandungan Klorofil, dan Karotenoid Daun Kentang (Solanum
tuberosum L.) Varietas Atlantik dan Granola di Sekitar Kawah Sikidang,
Dieng. Jurusan Biologi Fakultas MIPA Universitas Sebelas Maret
Surakarta. BioSmart 5 (1) : 38-42.
87
Strachan T dan Andrew P.R. 1999. Human Molecular Genetic 2nd Edition. BIOS
Scientific Publishers Ltd. New York, United Kingdom.
Suharni, S. 2004. Evaluasi Morfologi, Anatomi, Fisiologi, dan Sitologi Tanaman
Rumput Pakan yang Mendapat Perlakuan Kolkisin. Tesis Universitas
Diponegoro. (serial online), Juni., [cited 2013 Ags. 27] Available from :
http://eprints.undip.ac.id/12975/1/2005MIT3523/pdf.
Suliartini N., A. Purwantoro, E. Sulistyaningsih. 2004. Keragaman Genetik dalam
Spesies Caladium bicolor Berdasarkan Analisis Kariotipe. Agrosains. 17
(2) : 235-244.
Suminah, Sutarno, A., Setyawan, D. 2002. Induksi poliploidi bawang merah
(Allium ascalonicum L.) dengan pemberian kolkisin. Biodiversitas 3
(1) : 174 – 180.
Suprihati, D., Elimasni, E., dan Sabri. 2007. Identifikasi karyotipe terung belanda
(Solanum betaceum Cav.) kultivar Brastagi Sumatera Utara. Jurnal
Biologi Sumatera Utara 2(1): 7 –11.
Suriana, N. 2011. Bawang Bawa Untung Budi Daya Bawang Merah dan
Bawang Putih. Cahaya Alam Pustaka. Yogyakarta.
Suryo, 1995. Sitogenetika. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Suryo. 2007. Sitogenetika. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Syaifudin, A., Evie Ratnasari, Isnawati. 2013. Pengaruh Pemberian Berbagai
Konsentrasi Kolkhisin terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman
Cabai (Capsicum annum) Varietas Lado F1. Jurnal LenteraBio 2 (2) :167-
171.
Syamsiah, I.S. dan Tajudin. 2003. Khasiat dan Manfaat Bawang Putih.
Agromedia pustaka. Jakarta.
Tamarin, R. 1995. Principles of Genetics.Third Edition. Boston., pp. 452-454.
Thomson, H. 2007. PDR for Herbal Medicine (garlic), 4th
ed. Montvale: Thomson
Health Care Inc., pp. 345-346.
88
Udupa S, Baum M. 2001. High Mutation Rate and Mutation Bias at (TTA) and
Microsatellite Loci in Chickpea (Cicer arietenum L.). Jurnal Molecular
Genetics Genomic 265:1097-1103.
Volk, G.M., Henk, A.D., Richards, C.M. 2003. Diversity of Garlic Accessions
within the National Plant Gerplasm System. HortScience 38: 736-741.
Wibowo, S. 2006. Budidaya Bawang Putih, Bawang Merah dan Bawang
Bombay. Edisi Penerbit Swadaya. Jakarta.
Wiendra, N.M.S., Pharmawati, M., dan Astiti, N.P.A. 2011. Pemberian
Kolkhisin Dengan Lama Perendaman Berbeda Pada Induksi Poliploidi
Tanaman Pacar Air (Impatiens balsamina L.). Jurnal Biologi 15 (1): 9-14.
Wijaya, M.A., Anindita, R., dan Setiawan, B. 2014. Analisis Volatilitas Harga
Volalitilitas Spillover dan Trend Harga Pada Komoditas Bawang Putih
(Allium sativum L.). AGRISE 14 (2): 128-143
Yuniasih. 2011. Anatomi Akar, Batang, Daun dan Kandungan Gizi Tanaman
Melon (Cucumis melo L.) Kultivar Melodi Gama-1 Hasil Poliploidasi I
dengan Bio-Catharantine. Tesis Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
(serial online), Agustus., [cited 2013 Ags. 26] Available from : http://www
.google.co.id/DownloadFile%2D2529-H-2011.pdf.
Yusdar, H., Achmad, H., dan Suwandi. 1997. Budidaya Bawang Putih di
Dataran Tinggi. Balai Penelitian Tanaman Sayuran Pusat Penelitian dan
Pengembangan Holtikultura Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian. Bandung. Monograf No. 7. pp. 8-13.
Zainudin, A. 2006. Optimasi Proses PCR Pada PLB Tanaman Anggerk
Onicidium Hasil Perlakuan Penetesan Mutagen Kimia Kolkisin. Gamma 1
(2) : 155-161.
89
LAMPIRAN
Lampiran 1. Hasil Anova Tinggi Tanaman Kesuna Bali 2 Minggu
One Way Anova
Perlakuan
N Mean
Std.
Deviation
Std.
Error
95% Confidence
Interval for Mean
Minimum Maximum
Lower
Bound
Upper
Bound
P0 6 3.2367 .43610 .17804 2.7790 3.6943 2.75 3.83
P1 6 4.0000 .50192 .20491 3.4733 4.5267 3.30 4.83
P2 6 4.1250 .44076 .17994 3.6625 4.5875 3.58 4.67
P3 6 3.9467 .15161 .06190 3.7876 4.1058 3.70 4.12
Total 24 3.8271 .51861 .10586 3.6081 4.0461 2.75 4.83
ANOVA
Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
Between Groups 2.889 3 .963 5.843 .005
Within Groups 3.297 20 .165
Total 6.186 23
Tukey HSD
Perlakuan N
Subset for alpha = 0.05
1 2
P0 6 3.2367
P3 6 3.9467
P1 6 4.0000
P2 6 4.1250
Sig. 1.000 .871
Means for groups in homogeneous subsets are
displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 6,000.
90
Lampiran 2. Hasil Anova Tinggi Tanaman Kesuna Bali 6 Minggu
One Way Anova
Perlakuan
N Mean
Std.
Deviation
Std.
Error
95% Confidence
Interval for Mean
Minimum Maximum
Lower
Bound
Upper
Bound
P0 6 17.4667 2.73492 1.11653 14.5965 20.3368 13.10 21.35
P1 6 18.3944 1.47745 .60317 16.8440 19.9449 17.03 21.08
P2 6 18.2833 1.85209 .75611 16.3397 20.2270 16.67 20.90
P3 6 18.4972 1.28795 .52580 17.1456 19.8488 16.70 20.38
Total 24 18.1604 1.83855 .37529 17.3841 18.9368 13.10 21.35
ANOVA
Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
Between Groups 3.988 3 1.329 .360 .782
Within Groups 73.758 20 3.688
Total 77.746 23
Tukey HSD
Perlakuan
N
Subset for alpha
= 0.05
1
P0 6 17.4667
P2 6 18.2833
P1 6 18.3944
P3 6 18.4972
Sig. .790
Means for groups in homogeneous
subsets are displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size
= 6,000.
91
Lampiran 3. Hasil Anova Tinggi Tanaman Kesuna Bali 10 Minggu
One Way Anova
Perlakuan
N Mean
Std.
Deviation
Std.
Error
95% Confidence
Interval for Mean
Minimum Maximum
Lower
Bound
Upper
Bound
P0 6 25.70 3.197 1.305 22.34 29.05 20 30
P1 6 26.42 2.017 .823 24.30 28.53 24 29
P2 6 26.66 1.776 .725 24.79 28.52 25 29
P3 6 26.85 1.846 .753 24.91 28.78 23 29
Total 24 26.40 2.175 .444 25.49 27.32 20 30
ANOVA
Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
Between Groups 4.565 3 1.522 .292 .831
Within Groups 104.256 20 5.213
Total 108.821 23
Tukey HSD
Perlakuan N
Subset for alpha
= 0.05
1
P0 6 25.70
P1 6 26.42
P2 6 26.66
P3 6 26.85
Sig. .819
Means for groups in homogeneous
subsets are displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size
= 6,000.
92
Lampiran 4. Hasil Anova Tinggi Tanaman Kesuna Bali 14 Minggu
One Way Anova
Perlakuan
N Mean
Std.
Deviation
Std.
Error
95% Confidence
Interval for Mean
Minimum Maximum
Lower
Bound
Upper
Bound
P0 6 36.32 3.541 1.446 32.61 40.04 32 41
P1 6 37.56 4.728 1.930 32.60 42.52 30 43
P2 6 41.98 1.522 .621 40.38 43.58 39 43
P3 6 41.48 2.835 1.157 38.50 44.45 37 44
Total 24 39.33 4.005 .818 37.64 41.03 30 44
ANOVA
Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
Between Groups 142.771 3 47.590 4.207 .018
Within Groups 226.222 20 11.311
Total 368.993 23
Tukey HSD
Perlakuan N
Subset for alpha = 0.05
1 2
P0 6 36.32
P1 6 37.56 37.56
P3 6 41.48 41.48
P2 6 41.98
Sig. .067 .137
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 6,000.
93
Lampiran 5. Hasil Anova Jumlah Daun Kesuna Bali 2 Minggu
One Way
Perlakuan
N Mean
Std.
Deviation
Std.
Error
95% Confidence
Interval for Mean
Minimum Maximum
Lower
Bound
Upper
Bound
P0 6 1.0000 .00000 .00000 1.0000 1.0000 1.00 1.00
P1 6 1.0278 .06804 .02778 .9564 1.0992 1.00 1.17
P2 6 1.1389 .12545 .05122 1.0072 1.2705 1.00 1.33
P3 6 1.1389 .12545 .05122 1.0072 1.2705 1.00 1.33
Total 24 1.0764 .10966 .02238 1.0301 1.1227 1.00 1.33
ANOVA
Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
Between Groups .096 3 .032 3.547 .033
Within Groups .181 20 .009
Total .277 23
Tukey HSD
Perlakuan N
Subset for alpha = 0.05
1
P0 6 1.0000
P1 6 1.0278
P2 6 1.1389
P3 6 1.1389
Sig
.
.085
Means for groups in homogeneous subsets are
displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 6,000.
94
Lampiran 6. Hasil Anova Jumlah Daun Kesuna Bali 6 Minggu
One way Anova
Perlakuan
N Mean
Std.
Deviation
Std.
Error
95% Confidence
Interval for Mean
Minimum Maximum
Lower
Bound
Upper
Bound
P0 6 3.8867 .27149 .11084 3.6018 4.1716 3.50 4.33
P1 6 4.0867 .20412 .08333 3.8725 4.3009 3.67 4.17
P2 6 4.1383 .19477 .07952 3.9339 4.3427 3.83 4.33
P3 6 4.2500 .31324 .12788 3.9213 4.5787 3.83 4.67
Total 24 4.0904 .26969 .05505 3.9765 4.2043 3.50 4.67
ANOVA
Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
Between Groups .416 3 .139 2.205 .119
Within Groups 1.257 20 .063
Total 1.673 23
Tukey HSD
Perlakuan N
Subset for alpha = 0.05
1
P0 6 3.8867
P1 6 4.0867
P2 6 4.1383
P3 6 4.2500
Sig. .089
Means for groups in homogeneous subsets are
displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 6,000.
95
Lampiran 7. Hasil Anova Jumlah Daun Kesuna Bali 10 Minggu
One Way Anova
Perlakuan
N Mean
Std.
Deviation
Std.
Error
95% Confidence
Interval for Mean
Minimum Maximum
Lower
Bound
Upper
Bound
P0 6 5.0283 .43811 .17886 4.5686 5.4881 4.67 5.83
P1 6 5.6950 .41438 .16917 5.2601 6.1299 5.00 6.17
P2 6 5.7233 .40406 .16496 5.2993 6.1474 5.17 6.17
P3 6 5.8900 .68746 .28065 5.1686 6.6114 5.00 6.83
Total 24 5.5842 .57492 .11736 5.3414 5.8269 4.67 6.83
ANOVA
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 2.605 3 .868 3.475 .035
Within Groups 4.998 20 .250
Total 7.602 23
Tukey HSD
Perlakuan N
Subset for alpha = 0.05
1 2
P0 6 5.0283
P1 6 5.6950 5.6950
P2 6 5.7233 5.7233
P3 6 5.8900
Sig. .108 .905
Means for groups in homogeneous subsets are
displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 6,000.
96
Lampiran 8. Hasil Anova Jumlah Daun Kesuna Bali 14 Minggu
One Way Anova
Perlakuan
N Mean
Std.
Deviation
Std.
Error
95% Confidence
Interval for Mean
Minimum Maximum
Lower
Bound
Upper
Bound
P0 6 3.6650 .41980 .17138 3.2244 4.1056 3.17 4.33
P1 6 3.9150 .84984 .34695 3.0231 4.8069 2.33 4.67
P2 6 4.5017 .31518 .12867 4.1709 4.8324 4.17 5.00
P3 6 4.2500 .60508 .24702 3.6150 4.8850 3.33 5.00
Total 24 4.0829 .63439 .12949 3.8150 4.3508 2.33 5.00
ANOVA
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 2.437 3 .812 2.382 .100
Within Groups 6.820 20 .341
Total 9.256 23
Tukey HSD
Perlakuan N
Subset for alpha
= 0.05
1
P0 6 3.6650
P1 6 3.9150
P3 6 4.2500
P2 6 4.5017
Sig. .094
Means for groups in homogeneous
subsets are displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size
= 6,000.
97
Lampiran 9. Hasil Anova Panjang Daun Kesuna Bali 2 Minggu
One Way Anova
Perlakuan
N Mean
Std.
Deviation Std. Error
95% Confidence
Interval for Mean
Minimum Maximum
Lower
Bound
Upper
Bound
P0 6 1.5867 .14067 .05743 1.4390 1.7343 1.42 1.77
P1 6 1.9500 .22244 .09081 1.7166 2.1834 1.77 2.38
P2 6 2.1133 .39124 .15972 1.7028 2.5239 1.75 2.75
P3 6 2.2117 .02401 .00980 2.1865 2.2369 2.18 2.25
Total 24 1.9654 .32783 .06692 1.8270 2.1038 1.42 2.75
ANOVA
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 1.357 3 .452 8.118 .001
Within Groups 1.115 20 .056
Total 2.472 23
Tukey HSD
Perlakuan N
Subset for alpha = 0.05
1 2
P0 6 1.5867
P1 6 1.9500 1.9500
P2 6 2.1133
P3 6 2.2117
Sig. .065 .252
Means for groups in homogeneous subsets are
displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 6,000.
98
Lampiran 10. Hasil Anova Panjang Daun Kesuna Bali 6 Minggu
One way Anova
Perlakuan
N Mean
Std.
Deviation Std. Error
95% Confidence
Interval for Mean
Minimum Maximum
Lower
Bound
Upper
Bound
P0 6 12.0533 1.78754 .72976 10.1774 13.9292 9.80 14.13
P1 6 12.6500 .62843 .25655 11.9905 13.3095 11.83 13.75
P2 6 12.4000 1.22015 .49812 11.1195 13.6805 10.55 14.00
P3 6 12.3200 1.34245 .54805 10.9112 13.7288 11.25 14.65
Total 24 12.3558 1.24225 .25357 11.8313 12.8804 9.80 14.65
ANOVA
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 1.088 3 .363 .211 .888
Within Groups 34.406 20 1.720
Total 35.493 23
Tukey HSD
Perlakuan N
Subset for alpha = 0.05
1
P0 6 12.0533
P3 6 12.3200
P2 6 12.4000
P1 6 12.6500
Sig. .859
Means for groups in homogeneous subsets are
displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 6,000.
99
Lampiran 11. Hasil Anova Panjang Daun Kesuna Bali 10 Minggu
One Way Anova
Perlakuan
N Mean
Std.
Deviation
Std.
Error
95% Confidence
Interval for Mean
Minimum Maximum
Lower
Bound
Upper
Bound
P0 6 21.7017 1.72369 .70369 19.8928 23.5106 19.63 23.92
P1 6 22.3117 1.29073 .52694 20.9571 23.6662 20.13 23.75
P2 6 22.1267 .68960 .28153 21.4030 22.8504 21.23 22.97
P3 6 22.1967 1.57125 .64146 20.5477 23.8456 19.65 23.93
Total 24 22.0842 1.30521 .26643 21.5330 22.6353 19.63 23.93
ANOVA
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 1.275 3 .425 .224 .878
Within Groups 37.907 20 1.895
Total 39.182 23
Tukey HSD
Perlakuan N
Subset for alpha = 0.05
1
P0 6 21.7017
P2 6 22.1267
P3 6 22.1967
P1 6 22.3117
Sig. .868
Means for groups in homogeneous subsets are
displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 6,000.
100
Lampiran 12. Hasil Anova Panjang Daun Kesuna Bali 14 Minggu
One Way Anova
Perlakuan
N Mean
Std.
Deviation Std.Error
95% Confidence
Interval for Mean
Minimum Maximum
Lower
Bound
Upper
Bound
P0 6 30.4183 4.22287 1.72398 25.9867 34.8500 26.25 36.00
P1 6 28.9183 7.13207 2.91166 21.4337 36.4030 16.08 35.08
P2 6 30.7733 3.14081 1.28223 27.4773 34.0694 25.55 34.88
P3 6 29.3650 3.99732 1.63190 25.1701 33.5599 22.63 33.30
Total 24 29.8688 4.59856 .93868 27.9269 31.8106 16.08 36.00
ANOVA
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 13.664 3 4.555 .193 .900
Within Groups 472.711 20 23.636
Total 486.375 23
Tukey HSD
Perlakuan N
Subset for alpha = 0.05
1
P1 6 28.9183
P3 6 29.3650
P0 6 30.4183
P2 6 30.7733
Sig. .910
Means for groups in homogeneous subsets are
displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 6,000.
101
Lampiran 13. Hasil Anova Berat Umbi Kering Kesuna Bali
Descriptives
Perlakuan
N Mean
Std.
Deviation
Std.
Error
95% Confidence
Interval for Mean
Minimum Maximum
Lower
Bound
Upper
Bound
P0 6 1.1611 .73648 .30067 .3882 1.9340 .00 1.90
P1 6 1.3139 .42340 .17285 .8696 1.7582 .80 2.08
P2 6 1.8361 .34049 .13901 1.4788 2.1934 1.43 2.23
P3 6 1.1444 .52405 .21394 .5945 1.6944 .53 1.67
Total 24 1.3639 .56913 .11617 1.1236 1.6042 .00 2.23
ANOVA
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 1.889 3 .630 2.264 .112
Within Groups 5.561 20 .278
Total 7.450 23
Tukey HSD
Perlakuan N
Subset for alpha = 0.05
1
P3 6 1.1444
P0 6 1.1611
P1 6 1.3139
P2 6 1.8361
Sig. .138
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 6,000.
102
Lampiran 14. Hasil Anova Indeks Stomata Kesuna Bali
One Way Anova
Perlakuan
N Mean
Std.
Deviation
Std.
Error
95% Confidence
Interval for Mean
Minimum Maximum
Lower
Bound
Upper
Bound
P0 36 .2098 .01973 .00329 .2031 .2165 .17 .24
P1 36 .1676 .02507 .00418 .1591 .1761 .12 .20
P2 36 .2041 .01267 .00211 .1998 .2084 .18 .23
P3 36 .1786 .02779 .00463 .1692 .1880 .10 .22
Total 144 .1900 .02802 .00233 .1854 .1946 .10 .24
ANOVA
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups .044 3 .015 30.095 .000
Within Groups .068 140 .000
Total .112 143
Tukey HSD
Perlakuan N
Subset for alpha = 0.05
1 2
P1 6 .1676
P3 6 .1786
P2 6 .2041
P0 6 .2098
Sig. .546 .896
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 6,000.
103
Lampiran 15. Hasil Anova Jumlah Kromosom Kesuna Bali
One Way Anova
Perlakuan
N Mean
Std.
Deviation
Std.
Error
95% Confidence
Interval for Mean
Minimum Maximum
Lower
Bound
Upper
Bound
P0 6 14.7217 1.15777 .47266 13.5067 15.9367 13.33 16.67
P1 6 24.1107 3.80284 1.55250 20.1198 28.1015 18.83 29.67
P2 6 27.4720 2.78772 1.13808 24.5465 30.3975 22.33 29.83
P3 6 20.2220 .69677 .28445 19.4908 20.9532 19.17 21.00
Total 24 21.6316 5.35779 1.09365 19.3692 23.8940 13.33 29.83
ANOVA
Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
Between Groups 539.941 3 179.980 29.923 .000
Within Groups 120.294 20 6.015
Total 660.236 23
Tukey HSD
Perlakuan N
Subset for alpha = 0.05
1 2 3
P0 6 14.7217
P3 6 20.2220
P1 6 24.1107 24.1107
P2 6 27.4720
Sig. 1.000 .056 .115
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 6,000.
104
Lampiran 16. Perhitungan BAR Stomata Kesuna Bali
Objek Sel Pengamatan ukuran
stomata (SMOK)
Objek
Mikrometer Skala yang berimpit
Perlakuan Diameter Stomata Ulangan SMOK SMOB
Kontrol 14 µm 1 20-50=30 3
Kolkisin 5% 13 µm 2 0-28=28 3
Kolkisin 10% 12 µm 3 26-55=29 3
Kolkisin 20%
15 µm 4 25-50=25 3
5 30-60=30 3
Keterangan :
SMOK = Skala Mikrometer Okuler
SMOB = Skala Mikrometer Objektif
Kalibrasi micrometer
1. 30 SMOK = 3 SMOB
2. 28 SMOK = 3 SMOB
3. 29 SMOK = 3 SMOB
4. 25 SMOK = 3 SMOB
5. 30 SMOK = 3 SMOB +
142 SMOK= 15 SMOB = 15:142 = 0.10563
1 SMOK = SMOB = 0.10563SMOB
= 0.10563 x 10 µm =1.0563µm
1. Ukuran diameter stomata kontrol = 13 x 1.0563µm = 13.73 µm
2. Ukuran diameter stomata kolkisin 5% = 16 x 1.0563µm = 16.91 µm
3. Ukuran diameter stomata kolkisin 10% = 12 x 1.0563µm = 12.68 µm
4. Ukuran diameter stomata kolkisin 20% = 15 x 1.0563µm = 15.84 µm
105
Bar stomata
1. Kontrol
- Width = 0,19”
= 13 µm = 0,19”
a. 1µm = 0,19”: 13
= 0,014’’
10µm = 0,014’’ x 10
= 0,14’’
2. Kolkisin 5%
- Width = 0,59”
= 16 µm = 0,59”
b. 1µm = 0,59”: 16
= 0,035’’
10µm = 0,035’’ x 10
= 0,35’’
3. Kolkisin 10%
- Width = 0,22”
= 12.68 µm = 0,22”
c. 1µm = 0,22”: 12.68
= 0,017’’
10µm = 0,017’’ x 10
= 0,17’’
4. Kolkisin 20%
- Width = 0,54”
= 15.84 µm = 0,54”
d. 1µm = 0,54”: 15.84
= 0,034’’
10µm = 0,034’’ x 10
= 0,34’’
106
Lampiran 17. Perhitungan BAR Kromoson Kesuna Bali
Objek Sel Pengamatan ukuran
komosom (SMOK)
Objek
Mikrometer Skala yang berimpit
Perlakuan Diameter Kromosom Ulangan SMOK SMOB
Kontrol 14 µm 1 40-70=30 6
Kolkisin 5% µm 2 10-40=30 6
Kolkisin 10% µm 3 20-52=32 6
Kolkisin 20%
µm 4 45-78=33 6
5 30-60=30 6
Keterangan :
SMOK = Skala Mikrometer Okuler
SMOB = Skala Mikrometer Objektif
Kalibrasi micrometer
1. 30 SMOK = 6 SMOB
2. 30 SMOK = 6 SMOB
3. 32 SMOK = 6 SMOB
4. 33 SMOK = 6 SMOB
5. 30 SMOK = 6 SMOB +
155 SMOK= 30 SMOB = 30:155 = 0.19354
1 SMOK = SMOB = 0.5 SMOB
= 0.19354 x 10 µm =1.9354 µm
1. Ukuran diameter stomata kontrol = 12 x 1.9354 µm = 23.22 µm
2. Ukuran diameter stomata kolkisin 5% = 14 x 1.9354 µm = 27.09 µm
3. Ukuran diameter stomata kolkisin 10% = 15 x 1.9354 µm = 29.03 µm
4. Ukuran diameter stomata kolkisin 20% = 17 x 1.9354 µm = 32.90 µm
107
BAR KROMOSOM
1. Kontrol
- Width = 0.50”
= 23.22 µm = 0.50’’
- 1µm = 0.55 : 23.22 = 0,021’’
- 10µm = 0,021’’ x 10 = 0,21’’
2. Kolkisin 5%
- Width = 0.73”
= 27.09µm = 0.073’’
- 1µm = 0.73 : 27.09 = 0,026’’
- 10µm = 0,028’’ x 10 = 0,26’’
3. Kolkisin 10%
- Width = 0.82”
= 29.03 µm = 0.082’’
- 1µm = 0.73 : 29.03 = 0,028’’
- 10µm = 0,028’’ x 10 = 0,28’’
4. Kolkisin 20%
- Width = 0.97”
= 32.90 µm = 0.97’’
a. 1µm = 0.97:32.90
= 0,029’’
10µm = 0,029’’ x 10
= 0,29’’
108