108
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanaman bawang putih (Allium sativum Linn.) adalah tanaman holtikultura yang memiliki banyak manfaat terutama umbinya berguna sebagai bumbu dan dapat digunakan untuk mengobati beberapa penyakit seperti infeksi pernafasan dan untuk meningkatkan vitalitas tubuh (Pratimi, 1995). Wijaya et al. (2014) menyatakan bahwa produksi bawang putih di Indonesia belum mampu memenuhi permintaan kebutuhan pangan masyarakat sehingga menyebabkan selisih dan kekosongan yang cukup besar diantara konsumsi dan produksi dalam negeri. Peristiwa ini menyebabkan terjadinya defisit produksi yang mengharuskan pemerintah melakukan impor untuk memenuhi konsumsi komoditas tersebut (Wibowo, 2006). Pada tahun 2012 produksi bawang putih Indonesia adalah 296.500 ton, sementara permintaan bawang putih nasional sebesar 400.000 ton. Untuk memenuhi kebutuhan bawang putih nasional, pemerintah Indonesia melakukan impor bawang putih tahun 2013 sebesar 320 ribu ton terutama impor bawang putih asal Cina. Peningkatan volume impor ini disebabkan oleh beberapa kendala seperti luas lahan yang sempit, biaya tinggi, kualitas bibit bawang putih yang digunakan rendah serta ketergantungan masyarakat Indonesia terhadap konsumsi bawang putih (BPS, 2012). Untuk mengatasi permasalahan tersebut diperlukan suatu usaha seperti pemuliaan tanaman yang dapat menghasilkan produksi

Allium sativum Linn

  • Upload
    vutram

  • View
    263

  • Download
    3

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Allium sativum Linn

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tanaman bawang putih (Allium sativum Linn.) adalah tanaman

holtikultura yang memiliki banyak manfaat terutama umbinya berguna sebagai

bumbu dan dapat digunakan untuk mengobati beberapa penyakit seperti infeksi

pernafasan dan untuk meningkatkan vitalitas tubuh (Pratimi, 1995). Wijaya et al.

(2014) menyatakan bahwa produksi bawang putih di Indonesia belum mampu

memenuhi permintaan kebutuhan pangan masyarakat sehingga menyebabkan

selisih dan kekosongan yang cukup besar diantara konsumsi dan produksi dalam

negeri. Peristiwa ini menyebabkan terjadinya defisit produksi yang mengharuskan

pemerintah melakukan impor untuk memenuhi konsumsi komoditas tersebut

(Wibowo, 2006).

Pada tahun 2012 produksi bawang putih Indonesia adalah 296.500 ton,

sementara permintaan bawang putih nasional sebesar 400.000 ton. Untuk

memenuhi kebutuhan bawang putih nasional, pemerintah Indonesia melakukan

impor bawang putih tahun 2013 sebesar 320 ribu ton terutama impor bawang

putih asal Cina. Peningkatan volume impor ini disebabkan oleh beberapa kendala

seperti luas lahan yang sempit, biaya tinggi, kualitas bibit bawang putih yang

digunakan rendah serta ketergantungan masyarakat Indonesia terhadap konsumsi

bawang putih (BPS, 2012). Untuk mengatasi permasalahan tersebut diperlukan

suatu usaha seperti pemuliaan tanaman yang dapat menghasilkan produksi

Page 2: Allium sativum Linn

2

kultivar-kultivar unggul bawang putih di Indonesia ialah Lumbu putih, Lumbu

hijau, Jalibarang, Banjarsari, Sanur I, Sanur II, Kediri (Bagor), Layur, dan Honya

(kultivar lokal Majalengka) (Lamina, 1990 ; Wibowo, 2006).

Salah satu kultivar bawang putih yang ditanam di Bali adalah kesuna

bali. Kesuna bali hanya memiliki satu siung sedangkan bawang putih biasa

memiliki banyak siung. Kualitas bibit kesuna bali yang rendah dan mudah

terserang penyakit menyebabkan para petani mengganti penanaman kesuna bali

dengan bawang putih biasa. Keunggulan yang dimiliki oleh kesuna bali yaitu rasa

yang dihasilkan lebih pedas dibandingkan dengan bawang putih biasa. Selain itu

kandungan antimikroba pada senyawa kimia kesuna bali lebih besar dibandingkan

bawang putih biasa sehingga sering digunakan sebagai bahan obat tradisional

(Pratimi, 1995). Untuk meningkatkan produksi kesuna bali diperlukan perbaikan

sifat genetik dan agronomi. Perbaikan sifat genetik kesuna bali tidak dapat

dilakukan dengan persilangan karena sebagian besar genus Allium tidak memiliki

bunga. Perbaikan sifat dapat diupayakan dengan cara lain diantaranya dengan

induksi mutasi (Chahal dan Gosal, 2002 ; Soedjono, 2003).

Salah satu induksi mutasi yang dikenal adalah induksi polipoid (Suryo, 2007).

Induksi poliploid dapat dilakukan dengan pemberian mutagen kimia seperti

kolkisin pada jaringan meristem tanaman (Sofia, 2007). Senyawa ini dapat

menghalangi terbentuknya benang-benang spindel pada pembelahan sel sehingga

menyebabkan terbentuknya individu poliploid. Penelitian induksi poliploid dari

genus Allium sebelumnya telah dilakukan oleh Ritonga dan Wulansari (2011),

penggunaan konsentrasi kolkisin sebesar 0.05%, 0.1% dan 0.2 % pada tanaman

Page 3: Allium sativum Linn

3

bawang merah (Allium ascacolinum L.). Penggunaan kolkisin ini dapat

meningkatkan jumlah kromosom serta menghasilkan kromosom ujung akar yang

poliploid. Pernyataan ini diperkuat oleh Suminah et al. (2002) yang menyatakan

pemberian kolkisin 1% terdapat variasi bentuk, ukuran dan jumlah kromosom

pada ujung akar bawang merah. Poliploidi yang terbentuk dikelompokkan

menjadi tetraploid (4n), pentaploid (5n), heksaploid (6n), oktaploid (8n), dan

nonaploid (9n) dengan panjang kromosom berkisar 0.3 – 1 μm dan sebagian besar

berbentuk metasentris.

Penelitian lainnya pada melon dikemukakan oleh Yuniasih (2011) yang

menyatakan bahwa pemberian kolkisin pada konsentrasi 0.01% dengan lama

perendaman 6 jam dapat menginduksi kecambah melon tetraploid. Dalam

penelitian tersebut lama perendaman kolkisin berpengaruh nyata terhadap

terbentuknya kromosom tetraploid pada tanaman melon. Pada umumnya kolkisin

bekerja secara efektif pada konsentrasi 0.01-1% untuk jangka waktu 6-72 jam,

namun dalam hal ini setiap jenis tanaman memiliki respon yang berbeda-beda

(Suminah et al., 2002).

Menurut Hindarti (2002) secara morfologi konsentrasi kolkisin 0.01%

menyebabkan peningkatan tinggi tanaman, diameter batang, volume umbi dan

bobot siung pada tanaman bawang putih, tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap

jumlah siung yang dihasilkan. Kolkisin juga dapat menambah variasi genetik pada

tanaman bawang putih lokal seperti kesuna bali. Variasi genetik yang terjadi

akibat pemberian mutagen kolkisin dapat dideteksi dengan pengamatan karakter

morfologi, anatomi, fisiologi dan penanda molekuler. Menurut Volk et al. (2003)

Page 4: Allium sativum Linn

4

pengamatan karakter morfologi diperlukan untuk mengevaluasi variasi genetik

pada tanaman bawang putih melalui diameter umbi, jumlah daun serta tinggi

tanaman. Selain karakter morfologi, variasi genetik tanaman juga dapat dilihat

dari penambahan jumlah kromosom. Menurut Suminah et al. (2002) perendaman

ujung akar bawang merah (Allium ascolinum L.) dengan konsentrasi kolkisin 1%

selama 6 jam dapat menambah jumlah kromosom menjadi tetraploid (4n),

pentaploid (5n), heksaploid (6n), septaploid (7n), oktaploid (8n) dan nonaploid

(9n). Variasi genetik pada tingkat ploidi juga dapat dilihat dari indeks stomata

tanaman. Penelitian Lu dan Bridgen (1997) melaporkan bahwa tanaman

Alstroemaria sp diploid mempunyai 39 stomata per mm2 dan tanaman yang

tetraploid mempunyai kerapatan stomata lebih rendah, yaitu 22 stomata per mm2.

Pengamatan karakter morfologi dinilai kurang akurat dalam menentukan

variasi genetik pada tingkat ploidi. Dalam hal ini, sebagian besar karakter yang

nampak merupakan interaksi genetik dan kondisi lingkungan (Zainudin, 2006).

Oleh karena itu, diperlukan upaya analisis dengan penanda molekuler. Penanda

molekuler telah berhasil dalam mengevaluasi keragaman, evolusi pada tingkat

genetik serta mengindentifikasi peta genetik dari suatu kultivar tanaman (Hoon-

Lim et al., 1999). Salah satu penanda molekuler yang umum digunakan adalah

RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA). RAPD dapat menyediakan

penanda polimorfisme pola pita DNA dalam jumlah banyak. Pada penelitian yang

dilakukan oleh Al-Zahim et al. (1997) dari 35 primer RAPD yang digunakan

untuk pengklasifikasian tanaman bawang putih diperoleh 26 primer yang

membentuk pola pita polimorfik.

Page 5: Allium sativum Linn

5

RAPD mampu menentukan adanya keanekaragaman (polimorfisme)

genetik tanaman yang dihasilkan dengan pemberian mutagen kolkisin (Hardiyanto

et al., 2008). Hasil penelitian Zainudin (2006) menunjukkan bahwa dengan

penetesan kolkisin 0%-0.9% pada Protocorm-like Bodies (PLB) anggrek

Onicidium didapatkan perbedaan pada pola pita-pita DNA genomik dengan

menggunakan 6 primer melalui proses RAPD.

1.2. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pengaruh pemberian konsentrasi kolkisin (Biotech

Agro) terhadap fenotipe dan jumlah kromosom dari tanaman

kesuna bali (Allium sativum Linn.)?

2. Bagaimana variasi genetik tanaman kesuna bali yang dihasilkan

dari pemberian kolkisin (Biotech Agro) berdasarkan marka

molekuler RAPD?

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Menganalisis pengaruh perlakuan kolkisin (Biotech Agro)

terhadap fenotipe dan jumlah kromosom dari tanaman kesuna bali

(Allium sativum Linn.).

2. Mendeteksi variasi genetik melalui ada tidaknya perubahan DNA

dengan penanda RAPD.

Page 6: Allium sativum Linn

6

1.4. Manfaat Penelitian

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat diperoleh tanaman kesuna bali

yang bersifat poliploid dengan fenotipe umbi yang besar dan tanaman yang

kokoh. Manfaat lainnya adalah dapat diperoleh tanaman kesuna bali yang

bervariasi secara genetik akibat pemberian kolkisin yang berguna sebagai bahan

dalam perakitan varietas unggul.

Page 7: Allium sativum Linn

7

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Bawang Putih (Allium sativum Linn.)

2.1.1 Deskripsi Bawang Putih (Allium sativum Linn.)

Tanaman bawang putih (Allium sativum Linn.) merupakan tanaman

monokotil dan berumpun. Bawang putih memiliki sistem perakaran serabut dan

dangkal serta berada di permukaan tanah, sehingga tanaman ini sangat rentan

terhadap cekaman kekeringan. Fungsi dari sistem perakaran serabut pada tanaman

ini adalah untuk menyerap atau mengisi air dan nutrisi yang ada disekitarnya.

Bagian yang berfungsi sebagai batang pada tanaman bawang putih adalah cakram.

Cakram berbentuk lingkaran pipih terdapat di dasar umbi dan memiliki struktur

kasar dan padat. Fungsi dari cakram pada tanaman bawang sebagai batang pokok

yang tidak sempurna dan terletak di dalam tanah. Pada permukaan bawah cakram

tumbuh akar serabut dari tanaman bawang. Tanaman bawang putih juga memiliki

batang semu yaitu kumpulan dari kelopak daun yang saling membungkus kelopak

daun dibawahnya sehingga terlihat seperti batang. Satu bongkahan bawang putih

terdiri dari beberapa siung yang mengelompok dan berkumpul dalam satu cakram

yang ditunjukkan pada Gambar 2.1 (Thomson, 2007).

Page 8: Allium sativum Linn

8

Gambar 2.1

Bawang Putih Tunggal (kesuna bali) (Allium sativum Linn.)

Daun dari tanaman bawang putih ini memiliki ciri helai daun

menyerupai pita, tipis dan bagian pangkalnya membentuk sudut. Daun berwarna

hijau, bagian atas daun terlihat lebih gelap dan sisi bawah daun berwarna lebih

cerah (Gambar 2.2). Kelopak daun menutupi siung umbi bawang putih hingga

pangkal daun. Kelopak ini membalut bagian kelopak daun yang lebih muda

sehingga membentuk suatu batang semu yang posisinya tepat berada pada umbi

bawang. Tanaman bawang putih tidak memiliki bunga, karena itu tanaman ini

tidak dapat dibiakkan dengan persilangan. Ukuran siung dari tanaman bawang

putih bervariasi tergantung pada varietasnya, siung memiliki bentuk lonjong.

Untuk varietas lokal rata-rata menghasilkan 15-20 siung setiap umbinya (Suriana,

2011).

Daun

Umbi

Cakram

Page 9: Allium sativum Linn

9

Gambar 2.2

Kesuna Bali (Allium sativum Linn.)

Pada pemotongan bagian punggung dari bawang putih secara vertikal,

akan terlihat pertumbuhan bibit vegetatif. Oleh karena itu, siung bawang putih

dapat dijadikan sebagai calon benih untuk pertanaman selanjutnya. Sebagai calon

benih, siung bawang putih melewati masa dormansi sekitar 6-8 bulan (Suriana,

2011).

2.1.2 Syarat Tumbuh Bawang Putih (Allium sativum Linn.)

Tanaman bawang putih dapat tumbuh pada berbagai ketinggian

tergantung pada varietas yang digunakan. Daerah pertanaman bawang putih

terbaik berada pada ketinggian 600 m dpl (di atas permukaan laut) (Marpaung,

2010). Menurut Sarwadana dan Gunadi (2007) selain di dataran tinggi tanaman

bawang putih juga dapat dikembangkan di dataran rendah. Hal ini dibuktikan

dengan bawang putih varietas Lokal Sanur yang telah berhasil beradaptasi sangat

baik di dataran rendah sehingga sangat berpotensi untuk dikembangkan sebagai

varietas dataran rendah.

Page 10: Allium sativum Linn

10

Jenis tanah yang cocok untuk pertumbuhan tanaman bawang putih

adalah grumusol (ultisol). Kondisi tanah yang porous menstimulir perkembangan

akar dan bulu-bulu akar sehingga serapan unsur hara akan berjalan dengan baik.

Pada musim penghujan kurang baik digunakan untuk penanaman bawang putih

karena suhu rendah dan kondisi tanah terlalu basah sehingga mempersulit

pembentukan siung (Thomsom, 2007).

2.1.3 Kandungan Kimia Bawang Putih (Allium sativum Linn.)

Tanaman bawang putih (Allium sativum Linn.) memiliki aroma yang

menusuk tajam dan rasa yang persisten. Tanaman bawang putih memiliki aroma

yang khas berasal dari zat aktif utama yaitu allicin. Aroma yang dihasilkan ketika

senyawa allicin bereaksi dengan enzim alinase. Minyak atsiri yang dihasilkan dari

umbi bawang putih berkisar antara 0,1-0,3 % dengan kandungan allil propil dan

dialil disulfida. Bawang putih memiliki kandungan enzim-enzim antara lain

allinase, peroxides, dan myrosinase (Kemper, 2000).

2.1.4 Kesuna Bali (Allium sativum Linn.)

Dalam sejarah Bali umbi (mula) banyak dimanfaatkan sebagai bahan

ramuan obat. Dalam kitab Ayurveda dijelaskan bahwa ada banyak umbi yang

dapat digunakan untuk menyembuhkan berbagai macam penyakit serta

tanamannya mudah diperoleh di Indonesia. Salah satu tanaman yang umbinya

sering digunakan sebagai bahan ramuan obat adalah kesuna bali (Nala, 2004).

Dalam sejarahnya kesuna bali (rasona=sansekerta) merupakan tanaman yang

Page 11: Allium sativum Linn

11

memiliki umbi atau mula berwarna putih mengkilat, diibaratkan seperti tetesan air

suci yang jatuh ke bumi. Oleh karena itu umbi dari kesuna bali banyak

dimanfaatkan sebagai ramuan obat oleh masyarakat di Bali terutama para balian

(dukun). Manfaat dari umbi kesuna bali ini dapat meningkatkan nafsu makan,

aprodisiaka, menurunkan panas badan, penghilang perut kembung, untuk obat

patah tulang, diare, dan sakit tenggorokan (Nala, 2004).

Kesuna bali merupakan salah satu kultivar bawang putih lokal yang

hanya menghasilkan satu siung saja. Faktor lingkungan pertanaman yang tidak

mendukung pertumbuhan, mengakibatkan hanya berkembang satu tunas utama.

Tunas utama ini akan tumbuh dominan terhadap pertumbuhan tanaman serta

menekan tunas lain yang merupakan bakal dari pertumbuhan siung-siung

berikutnya, sehingga hanya terbentuk siung tunggal yang utuh (Barnes, 2007).

Menurut Barnes (2007) tanaman bawang putih tunggal bukan

merupakan varietas melainkan suatu kultivar karena hanya bersifat sementara.

Apabila tanaman ini ditanam di dataran yang kondisinya sesuai maka akan

menghasilkan jumlah siung yang banyak. Hal ini menunjukkan bahwa bawang

putih memiliki sifat yang sensitif terhadap perubahan lingkungan sekitar.

2.2 Mutasi

Mutasi adalah suatu perubahan genetik pada sejumlah gen atau susunan

kromosom maupun gen tunggal. Pada peristiwa mutasi terjadi perubahan terhadap

urutan (sequences) nukleotida DNA sehingga menyebabkan perubahan pada

protein yang dihasilkan (Nasir, 2002).

Page 12: Allium sativum Linn

12

Mutasi lebih sering terjadi pada bagian sel yang sedang aktif membelah, misalnya

pada tunas dan biji. Berdasarkan proses terjadinya, mutasi dibagi menjadi dua

yaitu mutasi alami dan mutasi induksi. Dalam pemuliaan tanaman inkonvensional

mutasi induksi lebih sering digunakan karena dapat menambah keanekaragaman

genetik dari tanaman (Sofia, 2007).

Senyawa mutagen dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu mutagen

fisik dan mutagen kimia. Mutagen fisik yang sering digunakan untuk bahan

penelitian contohnya seperti sinar X, sinar α, sinar β sinar γ dan sinar UV

sedangkan mutagen kimia contohnya seperti EMS (ethylene methane sulfonate),

NMU (nitrosomethyl urea), dan NTG (nitrosoguanidine) (Purwati, 2009). Yusdar

et al. (1997) menyatakan bahwa perbaikan mutu umbi bawang putih perlu

dilaksanakan secara inkonvensional. Perbaikan mutu ini dilakukan dengan tujuan

meningkatkan variasi genetik tanaman bawang putih. Hasil penelitian yang

dilakukan Permadi et al. (1991) menunjukkan bahwa mutagen kimia seperti

kolkisin sangat efektif digunakan dalam menghasilkan tanaman poliploid. Dengan

lama perendaman selama 3 jam serta konsentrasi kolkisin 0.1% dan 0.15% yang

digunakan dapat menghasilkan bibit tanaman bawang merah yang poliploid.

Penggunaan mutagen fisik seperti iradiasi sinar gamma hanya dapat

dimanfaatkan untuk menghasilkan biji-biji dari tanaman padi dan palawija agar

berumur pendek, tahan serangan hama dan cepat panen. Sedangkan penggunaan

mutagen kimia seperti kolkisin banyak menghasilkan keuntungan diantaranya

dapat menyebabkan tanaman memiliki ukuran buah yang lebih besar serta tidak

berbiji (Soedjono, 2003).

Page 13: Allium sativum Linn

13

2.3 Mutagen Kolkisin

Senyawa kolkisin adalah suatu alkaloid yang berasal dari umbi dan biji

tanaman krokus (Colchicum autumnale Linn.) famili Liliaceae. Rumus kimia

kolkisin adalah C22H25O6N dan struktur kimia kolkisin adalah :

Gambar 2.3

Struktur Molekul Kolkisin Murni (Eigsti dan Dustin, 1995)

Senyawa kolkisin merupakan reagen penting dalam peristiwa mutasi

yang dapat menyebabkan terjadinya tanaman poliploid. Sifat umum yang

ditampilkan oleh tanaman poliploid adalah tanaman menjadi lebih kekar, bagian-

bagian tanaman seperti akar, batang, daun, bunga dan buah menjadi lebih besar.

Efektifitas kerja larutan kolkisin dalam menginduksi mutasi tanaman bawang

putih berkisar antara 0.01%-1.00%, sedangkan lama waktu perendaman dalam

kolkisin berkisar antara 3-24 jam (Hindarti, 2002).

Konsentrasi larutan kolkisin dan lama waktu perendaman yang belum

tepat tidak akan menghasilkan tanaman dengan sifat poliploid (Sofia, 2007).

Demikian pula sebaliknya apabila konsentrasi larutan kolkisin terlalu tinggi

dengan perendaman yang terlalu lama maka senyawa kolkisin akan

memperlihatkan efek negatif yaitu penampilan tanaman menjadi tidak bagus, sel-

sel pada tanaman rusak hingga dapat menyebabkan kematian pada tanaman (Asif

et al., 2000). Permadi et al. (1991) menemukan bahwa konsentrasi kolkisin 0.04%

Page 14: Allium sativum Linn

14

dengan lama perendaman selama 3 jam dapat menyebabkan terjadinya depresi

pertumbuhan dan vigor pada tanaman bawang merah Sumenep. Selain depresi

pertumbuhan konsentrasi kolkisin yang tinggi juga menyebabkan penyusutan

jumlah daun, stomata yang lebih sedikit dan berat kering yang lebih rendah dari

tanaman kontrol pada bawang merah Sumenep. Pemberian senyawa kolkisin tidak

berpengaruh terhadap pertambahan jumlah siung pada tanaman bawang putih

(Hindarti, 2002).

2.4 Deteksi Mutan

2.4.1 Deteksi Mutan Secara Morfologi

Deteksi mutan secara morfologi dan fisiologi dapat ditunjukkan dengan

karakter-karakter pertumbuhan seperti tinggi tanaman, jumlah daun, panjang daun

dan indeks stomata. Pernyataan ini diperkuat oleh hasil penelitian Ritonga dan

Wulansari (2011) yang menemukan bahwa pemberian kolkisin pada konsentrasi

0.05% dapat menambah ukuran akar pada tanaman bawang merah (Allium

ascalonicum L.). Penelitian Permadi et al. (1991) pada tanaman bawang merah

Sumenep diperoleh bentuk daun yang pendek, daun lebih tebal, jumlah daun

sedikit, dan lingkar daun semakin besar. Dosis yang efektif dalam menginduksi

mutasi pada bawang merah ini adalah pada konsentrasi 0.04% dengan lama

perendaman selama 3 jam.

Kolkisin sering digunakan untuk menghasilkan sel-sel poliploid buatan.

Aplikasi kolkisin pada tanaman dilakukan dengan meneteskan atau merendam

bagian tanaman dalam larutan kolkisin selama satu hari (Permatasari, 2007). Pada

Page 15: Allium sativum Linn

15

tanaman kapri, penggunaan kolkisin dengan konsentrasi 0.0005 % dan 0.001%

dengan lama perendaman selama satu jam, secara umum menghasilkan mutan

poliploid memiliki bagian-bagian tanaman yang lebih besar dibandingkan

tanaman normal (Murfadalina, 1997).

2.4.2 Deteksi Melalui Perhitungan Jumlah Kromosom

Mutan poliploid memiliki perubahan jumlah kromosom dari diploidnya.

Kondisi kromosom yang poliploid ditunjukkan dengan adanya kelipatan dari

jumlah kromosom dasarnya (Suminah et al., 2002). Tanaman bawang putih

diploid (2n = 16) kemungkinan besar dapat ditingkatkan jumlah kromosomnya

menjadi triploid (3n=24), tetraploid (4n=32) dan heksaploid (6n=48).

Menurut Prematilake (2005) pada umumnya tanaman normal memiliki

dua pasang kromosom, namun beberapa tanaman memiliki jumlah pasang

kromosom lebih dari dua contohnya kentang (tetraploid, 2n=4x= 48) dan gandum

roti (heksaploid, 2n=6x=42). Tanaman kentang (Solanum tuberosum) adalah jenis

tanaman kentang autotetraploid karena penggandaan jumlah kromosom terjadi

secara alamiah, sedangkan tanaman serealia seperti gandum roti (Triticum

aestivum) termasuk aloheksaploid karena tanaman ini merupakan hasil

persilangan dari nenek moyang alotetraploid (4X) AABB dengan rumput diploid

liar DD.

Page 16: Allium sativum Linn

16

2.5 Deteksi Mutan dengan RAPD

Variasi genetik tanaman yang terjadi akibat mutasi dapat dideteksi

dengan marka molekuler (DNA). Terdapat beberapa kelemahan karakter

morfologi dalam analisis variasi genetik tanaman diantaranya hasil analisis yang

dihasilkan tidak konsisten karena penampakan morfologi pada tanaman mungkin

akan berubah saat tanaman memasuki fase pertumbuhan tertentu. Perubahan

morfologi tanaman sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan serta mempunyai

efek pleiotropi dan epistasi. Pada tanaman tahunan perubahan morfologi

membutuhkan waktu yang sangat lama (Brar, 2002).

RAPD merupakan salah satu teknik marka molekuler yang banyak

dijumpai dalam mendeteksi polimorfik DNA antar individu yang didasarkan pada

hasil amplifikasi reaksi berantai polymerase (PCR). Primer yang digunakan

berukuran 10 oligonukleotida dan primer yang umum digunakan. dalam RAPD

adalah primer Operon dari Operon Technologies. Teknik RAPD memiliki

kelebihan dibandingkan teknik yang lain diantaranya sampel DNA yang

dibutuhkan dalam jumlah yang sedikit (10-25 ng), tidak bersifat radioaktif dan

menghasilkan estimasi yang lebih tinggi untuk kesamaan interspesifik (Prana dan

Hartati, 2003). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Hardiyanto et al. (2008)

pada 10 klon bawang putih lokal menggunakan 10 primer acak pada RAPD,

didapatkan sekitar 79.5% fragment DNA bersifat polimorfik dan hanya 20.5%

fragment DNA yang monomorfik.

Page 17: Allium sativum Linn

17

Analisis DNA poliploid dengan marka RAPD dapat menunjukkan

banyaknya pita DNA yang polimorfik. Aksi mutagenik dari senyawa kolkisin

dapat menyebabkan perbedaan urutan basa nukleotida pada titik penempelan

primer. Hal ini mengakibatkan primer tidak dapat menempel pada bagian tertentu

sehingga tidak terjadi amplifikasi (Escand et al., 2005). Pernyataan tersebut

didukung oleh Purwantoro et al. (2007) yang melaporkan bahwa konsetrasi

kolkisin 0.75% dapat meningkatkan jumlah tanaman bunga kertas (Zinnia spp.)

yang poliploid. Senyawa mutagenik kolkisin menyebabkan perubahan pada urutan

basa nukleotida sehingga semakin tinggi konsentrasi kolkisin yang diberikan

semakin besar jumlah mutasi yang dihasilkan.

Senyawa mutagenik kolkisin dapat pula menyebabkan perbedaan pada

ukuran pita DNA tanaman. Zainudin (2006) melaporkan bahwa dengan penetesan

larutan kolkisin 0.01%, 0.03%, 0.05%, 0.07% dan 0.09% didapatkan perbedaan

pola pita DNA pada Protocorm like-bodies (PLB) anggrek dari ukuran pita 500-

1000bp, 1000-1500bp dan 1500-2642bp.

Page 18: Allium sativum Linn

18

BAB III

KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN

3.1 Kerangka Berpikir

Komoditas sayuran yang banyak mendatangkan keuntungan terutama

dari segi ekonomi adalah bawang putih (Allium sativum Linn.). Kebutuhan

bawang putih di Indonesia terus-menerus meningkat sejalan dengan membaiknya

perekonomian nasional yang diikuti dengan meningkatnya pengetahuan

masyarakat akan pentingnya gizi dari komoditas tersebut. Meningkatnya jumlah

konsumsi tidak sebanding dengan produktivitas hasil yang masih rendah, oleh

karena itu pemerintah lebih banyak melakukan impor terhadap komoditas bawang

putih (Yusdar et al., 1997).

Bawang putih lokal yang perlu dilakukan perbaikan genetik adalah

kesuna bali. Kesuna bali merupakan salah satu kultivar bawang putih lokal yang

ditanam di Bali dan hanya berkembang dengan satu siung saja. Keunggulan dari

kultivar ini adalah umbinya banyak dijadikan untuk bahan obat serta memiliki

aroma dan rasa yang lebih nikmat dibandingkan dengan bawang putih biasa.

Untuk itu perlu dilakukan usaha untuk meningkatkan kualitas dari kultivar ini

dengan cara induksi poliploid menggunakan senyawa kimia kolkisin (Hardiyanto

et al., 2008 : Syamsiah dan Tajudin, 2005).

Pemberian konsentrasi kolkisin dan lama perendaman sangat

berpengaruh dalam menghasilkan tanaman poliploid. (Chahal dan Gosal, 2002).

Beberapa cara untuk mengamati perubahan ploidi akibat pemberian kolkisin

Page 19: Allium sativum Linn

19

adalah melalui morfologi, sitologi dan molekuler. Secara morfologi, tanaman

polipoid umumnya memiliki ukuran yang lebih besar (Sofia, 2007), sedangkan

berdasarkan perhitungan kromosom akan terdapat penggandaan kromosom yang

dapat berupa tertrapoid (4n), heksapoid (6n), septaploid (7n), oktaploid (8n) dan

nanoploid (9n) (Suminah et al., 2002).

Variasi genetik yang dihasilkan akibat pemberian kolkisin dapat diamati

dengan marka molekuler RAPD. Penelitian Purwantoro et al. (2007)

menunjukkan tingkat poliploidi pada tanaman bunga kertas yang diberi kolkisin

lebih banyak dibandingkan tanaman kontrol. Hal ini membuktikan bahwa semakin

tinggi tingkat kolkisin yang diberikan maka semakin besar jumlah mutasi yang

dihasilkan pada tanaman (Escand et al., 2005).

Page 20: Allium sativum Linn

20

3.2 Konsep Penelitian

Kebutuhan Bawang Putih (Allium sativum

Linn.) di Indonesia terus meningkat

Keanekaragaman yang Rendah dapat diatasi

dengan Pemuliaan Mutasi

Pemuliaan Mutasi dengan Senyawa Kimia

Kolkisin (C22H25O6N)

Konsentrasi 0, 5%, 10% dan 20% Kolkisin

(C22H25O6N)

Mutan Bawang Putih Bali (Allium sativum Linn.)

Analisa morfologi :

- Panjang dan jumlah

daun.

- Tinggi tanaman

- Berat kering umbi

setelah panen

Analisa Sitologi :

- Indeks stomata

- Perhitungan

jumlah

kromosom

Analisa Molekuler

dengan Marka RAPD

Mutan Terseleksi

Page 21: Allium sativum Linn

21

3.3 Hipotesis Penelitian

Hipotesis dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

a) H0: Konsentrasi kolkisin tidak berpengaruh terhadap perubahan

morfologi, anatomi dan sitologi pada tanaman kesuna bali.

b) H1: Konsentrasi kolkisin berpengaruh terhadap perubahan

morfologi, anatomi dan sitologi pada tanaman kesuna bali.

Page 22: Allium sativum Linn

22

BAB IV

METODELOGI PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah

rancangan acak kelompok (RAK) dengan perlakuan konsentrasi kolkisin yang

berbeda yaitu kontrol, konsentrasi kolkisin 5%, konsentrasi kolkisin 10% dan

konsentrasi kolkisin 20%. Areal percobaan dibagi ke dalam enam kelompok

(ulangan), masing-masing kelompok terdiri dari empat petak percobaan terdiri

dari enam tanaman percobaan, kemudian akan dipilih empat tanaman secara acak

untuk diamati. Keenam tanaman percobaan ditentukan secara acak letaknya pada

masing-masing kelompok, seperti terlihat pada Gambar 4.1.

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Sampel tanaman kesuna bali diambil dari tanah pertanian di Desa

Pakisan, Kecamatan Sawan, Kabupaten Buleleng Bali. Penanaman dilakukan di

Pertanian Kreatif Matahari Terbit Sanur, Kecamatan Denpasar Timur. Pembuatan

preparat kromosom, stomata dan ektraksi DNA dilakukan di Laboratorium

Bioteknologi Jurusan Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Udayana.

Analisis PCR-RAPD dilaksanakan di Laboratorium Biomedik dan Biologi

Molekuler Hewan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana. Penelitian

ini dilakukan dari bulan September 2013 – Agustus 2014.

Page 23: Allium sativum Linn

23

Kelompok 1 Kelompok 2

Kelompok 3

Kelompok 5

Gambar 4.1

Denah Petak Percobaan

Keterangan a. P0 = Kontrol; b. P1 = Kolkisin 5% ; c. P2 = Kolkisin 10% dan d.

P3 = Kolkisin 20% dan U: Nomor Polybag Tanaman (1-6)

P3

U5

P3

U6

P3

U4

P3

U2

P3

U3

P3

U1

P0

U6

P0

U2

P0

U1

P0

U5

P0

U3 P0

U4

P2

U2

P2

U5

P2

U4

P2

U6 P2

U1

P2

U3

P1

U3 P1

U4

P1

U5

P1

U1 P1

U2

P1

U6

P1

U2

P2

U5 P2

U6 P1

U1

P2

U4

P2

U2

P2

U3

P2

U4

P0

U6 P0

U1

P0

U5

P0

U4

P0

U2

P0

U3

P1

U3

P3

U5

P3

U3 P3

U4

P1

U4 P1

U5 P1

U6

P3

U6

P3

U2

P3

U1

P2

U6

P2

U5

P2

U4

P2

U3

P2

U2

P2

U1

P1

U6

P1

U2

P1

U1

P1

U5

P1

U2 P1

U1

P0

U6

P0

U1

P0

U2

P0

U5 P0

U4

P0

U3

P3

U5 P3

U3

P3

U4

P3

U1 P3

U2

P3

U6

P0

U4

P0

U3

P0

U2

P0

U6

P0

U1

P0

U5

P3

U3

P3

U5

P3

U2

P3

U6

P3

U4 P3

U1

P1

U6

P1

U1

P1

U3

P1

U5 P1

U4

P1

U2

P2

U3 P2

U6

P2

U2

P2

U4 P2

U1

P2

U5

P1

U1

Kelompok 4

P2

U1

P2

U6

P2

U5

P2

U4

P2

U2

P2

U3

P3

U6

P3

U1

P3

U5

P3

U4

P3

U3 P3

U2

P0

U6

P0

U1

P0

U2

P0

U5 P0

U4

P0

U3

P1

U5 P1

U3

P1

U1

P1

U2 P1

U6

P1

U4

P0

U2

P0

U5

P0

U3

P0

U1

P0

U6

P0

U4

P1

U3

P1

U2

P1

U5

P1

U4

P1

U1 P1

U6

P3

U1

P3

U6

P3

U5 P3

U4

P3

U3

P2

U2 P2

U5

P2

U4

4

P2

U3 P2

U6

P2

U1

P3

U2

Kelompok 6

Page 24: Allium sativum Linn

24

4.3 Ruang Lingkup Penelitian

Adapun ruang lingkup penelitian pada tesis ini adalah induksi kolkisin

terhadap tanaman kesuna bali untuk mendapatkan tanaman yang poliploid.

Analisis morfologi, fisiologi, sitologi dan molekuler tanaman kesuna bali (Allium

sativum Linn.) untuk mengamati pengaruh kolkisin terhadap tingkat ploidi.

4.4 Penentuan Sumber Data

Penelitian ini menggunakan umbi kesuna bali yang diambil dari dari

tanah pertanian Desa Pakisan, Kecamatan Sawan, Kabupaten Buleleng Bali.

4.5 Variabel Penelitian

Adapun variabel dalam penelitian ini adalah :

a. Variabel bebas adalah variabel yang diduga sebagai sebab munculnya variabel

lain. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah konsentrasi senyawa kolkisin

yaitu : 5%, 10% dan 20%.

b. Variabel terikat adalah variabel respon atau output, variabel ini muncul

sebagai akibat dari manipulasi variabel lain. Variabel terikat dalam penelitian

ini adalah respon dari tanaman kesuna bali, yaitu: karakter morfologi,

anatomi tanaman dan analisis DNA tanaman kesuna bali.

Page 25: Allium sativum Linn

25

Variabel-variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah :

1. Morfologi tanaman kesuna bali setelah diberi perlakuan kolkisin yang

berbeda meliputi: tinggi tanaman, panjang daun, jumlah daun dan berat

kering umbi.

2. Anatomi tanaman kesuna bali yang meliputi: indeks stomata dan jumlah

kromosom setelah diberi perlakuan kolkisin yang berbeda.

3. Analisis DNA dengan metode PCR-RAPD yang digunakan umtuk

mengetahui perbedaan pola pita DNA tanaman kesuna bali yang termutasi.

4.6 Bahan Penelitian

Adapun bahan penelitian ini antara lain : 144 umbi kesuna bali, kertas

label, kolkisin (Biotech Agro), polibag dan media tanam (campuran pasir, pupuk

kandang dan pupuk pubotan dengan perbandingan 1:2:1), untuk analisis

kromosom digunakan bahan : aquades, alkohol, asam asetat glacial, HCL, aceto-

orcein. Analisis DNA menggunakan bahan: Buffer ekstraksi yang mengandung

(2% CTAB (w/v), 100 mM Tris-HCl pH 8, 1,4 M NaCl, 50 mM EDTA, dan 2%

β-merkaptoetanol), aquades, kloroform isoamilalkohol (KIA) 24:1, isopropanol

dingin, ethanol 70%. Bahan-bahan untuk elektroforesis adalah: Agarosa, buffer

TAE 50 X, loading buffer, dan ethidium bromida. Untuk PCR digunakan bahan:

Aquabidest (ddH2O), 10 X PCR Buffer (PE-II) (Promega), dNTPs 8 mM

(Promega), MgCl2 25 mM (Promega), primer 20 µm (Operon Technologies), PE

Amplitaq 5unit/µL (Promega) dan DNA ladder 1 kb (Geneaid).

Page 26: Allium sativum Linn

26

4.7 Instrumen Penelitian

Instrumen dari penelitian ini antara lain : sprayer, gelas ukur, pinset,

Erlenmeyer, petridish, tangkai pengaduk, flakon, pisau, gelas preparat, gelas

penutup, mikroskop cahaya, kamera digital, pensil, penggaris, timbangan analitik,

mortar dan pestle, vortex, microcentrifuge, autoclave, water bath, pipet mikro,

microtube, microwave, spatula, mesin PCR (Infinigen-Korea), UviTec Gel Doc

Systems, unit elektrophoresis (GelMate 2000), dan UV-Transluminator (Biorad-

Jerman).

4.8 Prosedur Penelitian

4.8.1 Persiapan Bahan

4.8.1.1 Pembuatan Larutan Kolkisin

Penelitian ini menggunakan kolkisin cair (Biotech Agro) 500 ml (50

mg/500 ml). Konsentrasi kolkisin yang dibuat adalah 5%, 10% dan 20%.

Pembuatan kolkisin 5% dilakukan dengan memipet larutan kolkisin sebanyak 5

ml ditambahkan aquades sebanyak 95 ml. Larutan kolkisin 10% dibuat dengan

menambahkan 10 ml kolkisin kedalam 90 ml aquades. Pembuatan larutan kolkisin

20% dilakukan dengan memipet kolkisin sebanyak 20 ml dan ditambahkan 80 ml

aquades. Perlakuan kontrol (kolkisin 0 %) adalah aquades 100 ml.

4.8.1.2 Pembuatan Pewarna Aceto Orcein 2%

Pewarna ini dibuat dengan memanaskan 11,25 ml Asam Asetat Glasial

sampai mendidih, kemudian ditambahkan 0,5 gram orcein sambil terus diaduk

Page 27: Allium sativum Linn

27

sampai terlarut semuanya sekitar 10 menit pada suhu 95oC. Setelah agak dingin,

ditambahkan akuades sebanyak 27,5 ml dan dibiarkan sampai suhunya mencapai

20oC kemudian disaring dengan kertas saring dan disimpan di tempat gelap

(Jurčák, 1999).

4.8.1.3 Pembuatan Larutan Fiksatif Carnoy

Pengamatan kromosom dilakukan dengan fiksasi akar dengan

menggunakan larutan fiksatif carnoy. Fiksasi dilakukan dengan tujuan untuk

mematikan jaringan sementara tanpa merubah struktur komponen sel. Fiksasi

dilakukan dengan menggunakan larutan Carnoy (6 etanol : 3 klorofom : 1 asam

asetat glacial) (Haryanto, 2010).

Menurut Jusuf (2009) larutan Carnoy adalah larutan fiksatif inti yang

mempunyai daya penetrasi cepat dan dapat mengawetkan substansia Nissl dan

Glikogen. Kekurangan dari larutan ini adalah memiliki efek pengerutan yang kuat

serta dapat menghancurkan sebgaian besar unsur sitoplasma yang terdapat

didalam sel.

4.8.2 Prosedur Kerja

4.8.2.1 Teknik Perendaman Umbi dengan Kolkisin

Perendaman umbi kesuna bali dilakukan dengan tujuan supaya senyawa

kolkisin dapat terserap sempurna ke dalam umbi dan menghasilkan tanaman

poliploid. Induksi mutasi senyawa kolkisin bersifat acak, sehingga tidak jarang

ditemukan individu yang tetap bersifat diploid (2n) (Suminah et al., 2002).

Page 28: Allium sativum Linn

28

Perendaman umbi dilakukan pada konsentrasi kolkisin yang bervariasi

yaitu 0% (kontrol), 5%, 10% dan 20% selama 12 jam kolkisin, 12 jam air

kemudian direndam kembali selama 12 jam pada larutan kolkisin sesuai intruksi

perusahaan (Biotech Agro).

4.8.2.2 Teknik Penanaman Umbi

Umbi kesuna bali diperoleh dari pertanian Desa Pakisan Kecamatan

Sawan Kabupaten Buleleng Bali. Umbi dipilih yang telah berumur 70 hari setelah

masa panen serta memiliki berat yang seragam. Penanam umbi dilakukan di

Pertanian Kreatif Sanur. Sebelum dilakukan penanaman, media tanam disiram

terlebih dahulu sampai kapasitas lapang. Media tanam yang terdiri dari pasir,

pupuk tanah pubotan dan campuran pupuk kandang dengan perbandingan 1:2:1

(Hardiyanto et al., 2008).

Selanjutnya ditanaman pada polibag dengan diameter 30 cm dan tinggi

15 cm lalu dibuat lubang tanam dengan kedalaman kurang lebih 5-7 cm

menggunakan kayu. Kemudian bibit kesuna bali dimasukkan secara tegak ke

dalam lubang tanam dan ditutup dengan mulsa jerami setebal 5 cm pada masing-

masing polibag. Untuk menghindari pencabutan tanaman dalam pengambilan

akar tanaman untuk pengamatan kromosom, maka digunakan teknik polibag

bertingkat. Polibag yang telah ditanami umbi tersebut dilubangi disekeliling

polibag lalu dimasukkan ke dalam polibag yang lebih besar.

Pemeliharaan dilakukan dengan menyemprotkan insektisida atau

fungisida sebanyak 2 kali dalam satu minggu secara periodik hingga panen.

Page 29: Allium sativum Linn

29

Pemupukan dilakukan pada umur 15 hari setelah masa tanam (MST) dengan

pupuk buatan. Selanjutnya daun kesuna bali yang berumur ± 23 hari di potong

dan digunakan sebagai bahan untuk isolasi DNA (Hardiyanto et al., 2008).

4.8.2.3 Pengamatan Karakter Pertumbuhan

Pengamatan karakter pertumbuhan dilakukan setiap seminggu sekali

selama 90 hari masa tanam yang meliputi tinggi tanaman, panjang daun dan

jumlah daun. Pengamatan juga dilakukan terhadap umbi yg meliputi berat umbi.

4.8.2.4 Perhitungan Indeks Stomata

Pengamatan indeks stomata dilakukan menggunakan daun dewasa yang

dilakukan pada umur tanaman 10 MST. Pengamatan dilakukan dengan

menghitung jumlah stomata per satuan bidang pandang menggunakan mikroskop

binokuler dengan perbesaran 400 kali. Daun tanaman kesuna bali difiksasi dalam

alkohol 75%, kemudian diganti aquadest. Untuk menghancurkan jaringan mesofil,

daun direndam dalam larutan HNO3 25% selama 15 – 30 menit. Daun dicuci

dengan aquadest kemudian disayat menggunakan silet. Selanjutnya sayatan

epidermis abaksial direndam dalam larutan Bayclin selama 1 – 5 menit untuk

menghilangkan klorofil dan mesofil yang terikat kemudian dicuci dengan

aquadest. Sayatan epidermis diwarnai dengan safranin diatas gelas objek, dicuci

aquadest, kemudian ditetesi gliserin 10% dan ditutup dengan gelas penutup.

Page 30: Allium sativum Linn

30

Selanjutnya diamati dibawah mikroskop dengan perbesaran 400 kali (Palit, 2008).

Indeks stomata (IS) dihitung berdasarkan rumus menurut Lestari (2006) :

Indeks stomata = Jumlah stomata

jumlah stomata + jumlah epidermis

Menurut Perwati (2009) terjadinya peningkatan derajat ploidi pada

tanaman spesies Adiantum raddianum menyebabkan penambahan ukuran stomata.

Derajat ploidi 2n = 6x (heksaploid) menyebabkan bertambahnya ukuran panjang

stomata pada tanaman spesies Adiantum raddianum menjadi 37.21 μm.

Sedangkan derajat ploidi 2n = 7x (septaploid) menyebabkan bertambahnya lebar

stomata pada tanaman spesies Adiantum raddianum menjadi 31.74 μm.

Kecendrungan bertambahnya derajat ploidi (2n = 7x) pada tanaman spesies

Adiantum raddianum memberikan pengaruh nyata terhadap penurunan indeks

stomata menjadi 13.99.

4.8.2.5 Pembuatan Preparat Kromosom

Untuk membuat preparat kromosom pada penelitian ini digunakan

metode squash dengan langkah-langkah sebagai berikut: Ujung akar kesuna bali

dipotong ± 2 mm kemudian ujung akar difiksasi dengan fiksatif Carnoy selama1-

24 jam dalam suhu kamar. Setelah fiksasi selesai cuci ujung akar dengan akuades

dan dihidrolisa dengan HCL 2N pada suhu 60oC selama 1-3 menit.

Ujung akar dicuci lagi dengan akuades kemudian diletakkan diatas gelas

benda kemudian diberikan tiga tetes aceto orcein 2%. Selanjutnya dilewatkan di

atas api bunsen selama 3 menit agar pewarna meresap dengan sempurna

kemudian ditutup dengan gelas penutup. Ketuk dengan bagian datar pensil selama

Page 31: Allium sativum Linn

31

tiga menit lalu diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran 400x (Soesanti

dan Setyawan, 2000).

4.8.3 Analisis DNA

4.8.3.1 Isolasi DNA

Isolasi DNA dilakukan dengan menggunakan metode CTAB yang

dikembangkan oleh Doyle dan Doyle (1990). Isolasi DNA dimulai dengan

menggerus 0,2 g daun umbi kesuna bali sampai halus di dalam mortar, kemudian

ditambahkan 1 ml buffer ekstraksi yang telah mengandung 0,2% ß-

mercaptoetanol.

Selanjutnya diinkubasi pada suhu 65ºC pada water bath selama 45-60

menit disertai dengan membolak-balik tabung setiap 10 menit. Setelah itu

disentrifugasi pada kecepatan 12.000 rpm selama 10 menit. Supernatan

dipindahkan ke tabung baru dan ditambahkan 1x volume kloroform:

isoamilalkohol (24:1). Kemudian divortex, dan disentrifugasi pada kecepatan

12.000 rpm selama 10 menit. Lapisan atas diambil dan dimasukkan ke dalam

mikrotube 1.5 ml, kemudian ditambahkan dengan isopropanol dingin kemudian

dibolak-balik dengan hati-hati sampai DNA terpresipitasi. Selanjutnya

disentrifugasi selama 5 menit pada kecepatan 12.000 rpm.

Larutan isopropanol dibuang, pellet DNA dicuci dengan 500 l ethanol

70% dan disentrifugasi selama 5 menit. Kemudian ethanol dibuang secara hati-

hati, dan DNA dikeringkan diatas kertas tissue. Setelah kering pellet ditambah

dengan 100 l aquades steril dengan tujuan untuk melarutkan pellet DNA, dan

Page 32: Allium sativum Linn

32

ditambah RNAse (konsentrasi akhir 10 µg/ml) kemudian diinkubasi pada suhu

37oC selama 30 menit. Selanjutnya disimpan sebagai stok pada suhu -20

oC.

4.8.3.2 Elektroforesis dan Penentuan Konsentrasi DNA

Jumlah DNA hasil isolasi ditentukan dengan elektroforesis pada gel

agarosa 1% dalam buffer TAE. Agarosa 0,5 gram ditambahkan dengan 50 ml

buffer TAE 1X kemudian dimasukkan ke dalam tabung Erlemenyer, dan

dipanaskan dalam microwave ± selama 1 menit sampai gel terlihat benar-benar

bening. Gel dituang ke dalam cetakan kemudian didiamkan pada suhu kamar

hingga gel mengental, selanjutnya gel dimasukkan ke dalam tangki elektroforesis

yang telah berisi buffer TAE. Sebanyak 3 μl DNA genomik dari hasil isolasi

dicampur dengan 1 μl loading dye di atas kertas parafilm, lalu dimasukkan ke

dalam parit gel agarosa. Mesin elektroforesis dialiri listrik pada tegangan 100 volt

selama 60 menit. Pewarnaan dilakukan dengan cara merendam gel dalam

Ethidium Bromide selama 30-45 menit. Pengamatan DNA dilakukan di bawah

lampu UV dan dilakukan pemotretan.

4.8.3.3 Proses PCR (Polimerase Chain Reaction) DNA Genomik Kesuna

Bali dengan Penanda RAPD

Proses amplifikasi DNA adalah proses perbanyakan DNA secara

enzimatis. Proses ini diawali dengan running sampel DNA genomik pada kondisi

PCR yang berbeda yaitu: a) Pre-denaturasi: 940C (2 menit) kemudian diikuti

dengan siklus yang diulang sebanyak 39 kali yaitu denaturasi: 940C (1 menit),

Page 33: Allium sativum Linn

33

annealing: 340C (30 detik), ekstension: 72

0C (2 menit) dan final extension: 72

0C

(7 menit) untuk primer OPA 01; b) Pre-denaturasi: 940C (2 menit) kemudian

diikuti dengan siklus yang diulang sebanyak 45 kali yaitu denaturasi: 940C (2

menit), annealing: 360C (2 menit), ekstension: 72

0C (2 menit) dan final extension:

720C (10 menit) untuk primer UBC 250. Amplikon disimpan pada suhu -20

0C

didalam freezer.

Reaksi PCR menggunakan RAPD dilakukan dalam volume reaksi 24 µl

yang mengandung: 14.5 µl ddH20, 2.5 µl 10 X PCR Buffer (PE-II), 2.5 µl dNTPs

(8 mM), 2.0 µl MgCl2 (25 mM), 1.25 µl Primer (20 mM) dan 0.125 µl PE Aplitaq

(5 units/uL). Primer yang digunakan tercantum pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1

Nama Primer dan Urutan Basa Primer RAPD

Nama Primer Sequences 5’ 3’

OPA-01 CAGGCCCTTC

OPA-02 TGCCGAGCTG

OPA-04 AATCGGGGTG

OPD-14 CTTCCCCAAG

UBC 250 CGACAGTCCC

4.8.3.4 Elektroforesis Produk PCR

Pengamatan hasil PCR dilakukan dengan elekroforesis pada 1,5% gel

agarosa dengan voltase 100 volt (Parvin et al., 2008). Sebanyak 10 µl produk

PCR dielektroforesis selama 60 menit dan diwarnai dengan Ethidium Bromide

dan diamati pada lampu uv dan dilakukan pemotretan gel. Untuk menentukan

ukuran produk PCR digunakan DNA ladder 100 pb.

Page 34: Allium sativum Linn

34

4.9 Analisis Data

Data morfologi dan sitologi tanaman yang diperoleh dianalisis dengan

menggunakan uji F pada taraf 5% atau 0.05 dengan menggunakan ANOVA dan

uji lanjut Tukey. Pita DNA yang diperoleh dianalisis dengan melihat perbedaan

pola pita RAPD pada masing-masing perlakuan antara kontrol dengan variasi

kolkisin yang diberikan.

Pita-pita DNA yang telah diketahui ukurannya kemudian di-scoring. Pita

DNA diberi skor 1 jika ada dan skor 0 jika tidak ada. Dendogram yang

menunjukkan hubungan antar perlakuan dianalisis dengan metode UPGMA

menggunakan software MEGA versi 5.05.

Page 35: Allium sativum Linn

35

BAB V

HASIL PENELITIAN

5.1 Karakteristik Morfologi Tanman kesuna bali (Allium sativum Linn.)

Hasil pengamatan dan pengukuran terhadap karakteristik morfologi dan

sitologi adalah sebagai berikut ; tinggi tanaman, jumlah daun, panjang daun, berat

kering umbi, indeks stomata dan jumlah kromosom tanaman kesuna bali.

Pemberian konsentrasi kolkisin yang berbeda menunjukkan adanya variasi pada

tinggi tiap individu tanaman kesuna bali dimasing-masing kelompok (Gambar

5.1).

Gambar 5.1

Tinggi Tanaman Kesuna Bali ; a) 2 MST; b) 6 MST; c) 10 MST ; d) 20

MST. Perlakuan; P0 = Kontrol,P1 = Kolkisin 5%, P2 = Kolkisin 10%, P3 =

Kolkisin 20 %.

Page 36: Allium sativum Linn

36

5.1.1 Tinggi Tanaman

Rata-rata tinggi tanaman kesuna bali dianalisis menggunakan ANOVA

dilanjutkan dengan Uji lanjut Tukey HSD. Hasil uji statistik menunjukkan variasi

konsentrasi kolkisin yang diberikan berpengaruh nyata (P 0.05) pada umur

2MST dan 14 MST serta tidak berpengaruh nyata (P ≥ 0.05) terhadap tinggi pada

umur 6 MST dan 10 MST. Pada umur 2 MST rerata tinggi tanaman pada kontrol

berbeda nyata dengan kolkisin 5%, 10% dan 20%. Sedangkan pada umur 14 MST

rerata tinggi tanaman kontrol berbeda nyata dengan rerata tinggi tanaman pada

kolkisin 10% (Tabel 5.1).

Tabel 5.1

Rata-rata Tinggi Tanaman Kesuna Bali

Perlakuan 2 Minggu 6 Minggu 10 Minggu 14 Minggu

Kontrol 3.24 ± 0.18 a 17.46 ± 1.12

a 25.70 ± 1.30

a 36.32 ± 1.45

a

Kolkisin 5% 4.00 ± 0.20 b 18.39 ± 0.60

a 26.42 ± 0.82

a 37.56 ± 1.93

ab

Kolkisin 10% 4.12 ± 0.18 b 18.28 ± 0.75

a 26.66 ± 0.72

a 41.98 ± 0.62

b

Kolkisin 20% 3.95 ± 0.06 b 18.49 ± 0.52

a 26.85 ± 0.75

a 41.48 ± 1.16

ab

Keterangan : Angka adalah rata-rata tinggi tanaman kesuna bali dari enam ulangan ±

standar error. Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada

kolom yang sama berarti tidak berbeda nyata (P ≥ 0.05).

5.1.2 Panjang Daun

Secara umum pemberian konsentrasi kolkisin yang berbeda berpengaruh

nyata (P 0.05) terhadap rata-rata panjang daun tanaman kesuna bali pada 2 MST

dan tidak berpengaruh nyata (P ≥ 0.05) pada 6 MST, 10 MST dan 14 MST. Pada

umur 2 MST rata-rata panjang daun pada kontrol berbeda nyata pada perlakuan

kolkisin 5%, 10% dan 20%. Sedangkan pada umur 6 MST, 10 MST dan 14 MST

Page 37: Allium sativum Linn

37

rata-rata panjang daun pada kontrol tidak berbeda nyata terhadap variasi

konsentrasi kolkisin yang diberikan. (Tabel 5.2).

Tabel 5.2

Rata-rata Panjang Daun Kesuna Bali

Perlakuan 2 Minggu 6 Minggu 10 Minggu 14 Minggu

Kontrol 1.58 ± 0.06a 12.05 ± 0.73

a 21.70 ± 0.70

a 30.42 ±1.73

a

Kolkisin 5% 1.95 ± 0.09ab

12.65 ±0.26a 22.31 ±0.53

a 28.92 ±2.91

a

Kolkisin 10% 2.11 ± 0.16b 12.40 ± 0.49

a 22.17 ±0.28

a 30.77 ±1.28

a

Kolkisin 20% 2.21 ± 0.01b 12.32 ±0.55

a 22.19 ±0.64

a 29.37 ±1.63

a

Keterangan : Angka adalah rata-rata panjang daun kesuna bali dari enam ulangan ±

standar error. Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada

kolom yang sama berarti tidak berbeda nyata (P ≥ 0.05).

5.1.3 Jumlah Daun

Pengaruh kolkisin terhadap penambahan jumlah daun tanaman kesuna

bali tidak menunjukkan hasil yang signifikan dengan kontrol. Berdasarkan hasil

uji lanjut Tukey HSD variasi konsentrasi kolkisin pada 10 MST berpengaruh

nyata (P 0.05) terhadap peningkatan jumlah daun dan tidak berpengaruh nyata

(P ≥ 0.05) pada 2 MST, 6 MST dan 14 MST (Tabel 5.3). Rata-rata jumlah daun

umur 10 MST pada kontrol tidak berbeda nyata dengan perlakuan kolkisin 5%

dan 10%, tetapi berbeda nyata dengan perlakuan kolksin 20%.

Peningkatan jumlah daun tanaman kesuna bali hanya berlangsung

hingga umur 10 MST, sedangkan pada umur 14 MST terjadi penurunan jumlah

daun (Tabel 5.3). Hal ini disebabkan karena daun pada kesuna bali umumnya

akan layu dan gugur ketika mendekati masa panen (Suriana, 2011).

Page 38: Allium sativum Linn

38

Tabel 5.3

Rata-rata Jumlah Daun Kesuna Bali

Perlakuan 2 Minggu 6 Minggu 10 Minggu 14 Minggu

Kontrol 1.00 ± 0.00 a 3.88 ± 0.11

a 5.03 ± 0.18

a 3.66 ± 0.17

a

Kolkisin 5% 1.03± 0.02 a 4.08 ± 0.08

a 5.69 ± 0.17

ab 3.91 ±0.35

a

Kolkisin 10% 1.14 ± 0.05 a 4.14 ± 0.07

a 5.72 ± 0.16

ab 4.25 ± 0.13

a

Kolkisin 20% 1.14 ± 0.05 a 4.25 ± 0.13

a 5.89 ± 0.28

b 4.50 ± 0.25

a

Keterangan : Angka adalah rata-rata jumlah daun kesuna bali dari enam ulangan ±

standar error. Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada

kolom yang sama berarti tidak berbeda nyata (P ≥ 0.05).

5.1.4. Tanaman Abnormal

Pada penelitian ini induksi kolkisin 20% memberikan pengaruh dengan

membentuk daun yang abnormal pada tanaman kesuna bali. Munculnya bentuk

yang abnormal pada tanaman sering dikenal dengan istilah chimera. Chimera

adalah suatu keadaan sel yang memiliki susunan gen lebih dari satu, hal ini

disebabkan oleh mutasi pada gen dan kromosom (Kehr, 2001). Mutan yang terjadi

pada tanaman kesuna bali ditunjukkan dengan munculnya tunas baru dan bentuk

daun yang melingkar seperti spiral (Gambar 5.2). Penelitian ini didukung oleh

Herman et al. (2013) menyatakan bahwa peristiwa kimera ditemukan pada daun

tanaman kacang hijau (Vigna radiata L.) umur 6-9 HST pada setiap perlakuan

kolkisin yang diberikan kecuali kontrol.

Page 39: Allium sativum Linn

39

Gambar 5.2

Tanaman Kesuna Bali Abnormal pada Perlakuan Kolkisin 20%. (a) Tunas baru

; (b) Daun Melingkar seperti Spiral

5.1.5 Berat Kering Umbi

Hasil uji statistik menunjukkan rata-rata berat kering umbi kesuna bali

setelah panen tidak berbeda nyata (P ≥ 0.05) antara kontrol dengan perlakuan

kolksin yang diberikan (Tabel 5.4).

Tabel 5.4

Berat Kering Kesuna Bali

Berat Kering Umbi

Kontrol 1.16 ± 0.30 a

Kolkisin 5% 1.31 ± 0.17 a

Kolkisin 10% 1.84 ± 0.14 a

Kolkisin 20% 1.14 ± 0.21 a

Keterangan : Angka adalah rata-rata berat kering umbi kesuna bali dari enam ulangan

± standar error. Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada

kolom yang sama berarti tidak berbeda nyata (P ≥ 0.05).

A B

Page 40: Allium sativum Linn

40

Senyawa kolkisin tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap

bobot kering yang dihasilkan, akan tetapi berpengaruh terhadap variasi bentuk

pada umbi kesuna bali. Pada perlakuan kolkisin 5% didapatkan lebih banyak umbi

yang menghasilkan siung lebih dari satu, serta umbi dengan ukuran yang lebih

besar. Sedangkan pada perlakuan kolkisin 10% dan 20% hanya menghasilkan satu

umbi dengan jumlah siung yang banyak (Gambar 5.3).

Gambar 5.3

Variasi Bentuk Umbi Kesuna Bali setelah Panen. (a) Kontrol ; (b) Kolkisin 5%

;(c) Kolkisin 10%; (d) Kolkisin 20%. (1) Umbi dengan siung lebih dari satu ; (2)

Umbi kecil dan busuk dan (3) Ukuran umbi yang besar.

A B

C D

1

1 1

2

3

Page 41: Allium sativum Linn

41

5.2 Karakteristik Sitologi Tanaman kesuna bali (Allium sativum Linn.)

Pengamatan karakteristik sitologi tanaman bali meliputi ; indeks stomata

dan jumlah kromosom. Berdasarkan hasil uji statistik pemberian konsentrasi

kolkisin yang berbeda berpengaruh nyata terhadap indeks stomata serta

peningkatan pada jumlah kromosom.

5.2.1 Indeks Stomata

Indeks stomata menunjukkan jumlah rata-rata yang berbeda nyata

(P0.05) antara kontrol dengan kolkisin 5% dan 20% dan tidak berbeda nyata

(P≥0.05) dengan kolkisin 10% (Tabel 5.5). Rata-rata indeks stomata tanaman

kontrol lebih banyak dibandingkan perlakuan kolkisin lainnya. Rata-rata indeks

stomata terendah dijumpai pada pemberian konsentrasi kolkisin 20% (Gambar

5.4).

Tabel 5.5

Indeks Stomata Kesuna Bali

Indeks Stomata

Kontrol (P0) 0.21 ± 0.03 a

Kolkisin 5% (P1) 0.17 ± 0.04 b

Kolkisin 10% (P2) 0.20 ± 0.02 a

Kolkisin 20% (P3) 0.18 ± 0.04 b

Keterangan : Angka adalah rata-rata indeks stomata kesuna bali dari enam ulangan

± standar error. Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada

kolom yang sama berarti tidak berbeda nyata (P ≥ 0.05).

Page 42: Allium sativum Linn

42

5.2.2 Jumlah Kromosom

Jumlah kromosom dasar tanaman kesuna bali normal adalah delapan

(x=8), sehingga 2n=16. Berdasarkan uji sitologi, induksi kolkisin mengakibatkan

penambahan jumlah kromosom normal menjadi triploid (2n=3x=24). Hasil uji

lanjut Tukey menunjukkan jumlah kromosom tanaman kesuna bali pada kontrol

berbeda nyata (P0.05) terhadap variasi konsentrasi kolkisin yang diberikan

(Tabel 5.6). Penggandaan jumlah kromosom terbanyak terjadi pada pemberian

perlakuan kolksin 20 % (2n = 27) serta diikuti dengan pembesaran diameter sel

(Gambar 5.5).

Tabel 5.6

Jumlah Kromosom Kesuna Bali

Jumlah Kromosom

Kontrol 14.72 ± 0. 47 a

Kolkisin 5% 20.22 ± 1.55 b

Kolkisin 10% 24.11 ± 1.14 bc

Kolkisin 20% 27.47 ± 0.28 c

Keterangan : Angka adalah rata-rata indeks stomata kesuna bali dari enam ulangan

± standar error. Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada

kolom yang sama berarti tidak berbeda nyata (P ≥ 0.05).

Selain mengakibatkan penambahan jumlah kromsom senyawa kolkisin

juga berdampak terhadap kelainan yang ditimbulkan pada saat pembelahan

mitosis yang sering dikenal dengan istilah C-mitosis (Colcichine mitosis)

diantaranya terdapat C-profase, C-metafase, C-anafase dan C-telofase. Pada

penelitian ini induksi senyawa kolkisin 20% menyebabkan kesalahan pada proses

anafase (C-anafase) (Gambar 5.6).

Page 43: Allium sativum Linn

43

Pengaruh yang diakibatkan oleh C-anafase adalah adanya penggandaan

jumlah kromosom sehingga mengakibatkan tanaman kesuna bali memiliki

kromosom triploid (3n).

\

Gambar 5.4

Foto Stomata kesuna bali (a) Kontrol; (b) Kolkisin 5%; (c) Kolkisin

10%; (d) Kolkisin 20%.

13.73 µm

0

µm

12.68 µm

0

µm

16.91 µm

0

µm

15.84 µm

0

µm

Page 44: Allium sativum Linn

44

Gambar 5.5

Foto Kromosom kesuna bali (a) Kontrol; (b) Kolkisin 5% ; (c) Kolkisin

10%; (d) Kolkisin 20%.

Gambar 5.6

Foto Kromosom C-anafase Kesuna Bali Akibat Perlakuan Kolkisin

23.22 µm

32.90 µm

29.03 µm

27.09 µm

Page 45: Allium sativum Linn

45

5.3 Analisis PCR-RAPD

5.3.1 Isolasi DNA Kesuna Bali (Allium sativum Linn.)

Isolasi DNA kesuna bali dalam penelitian ini menggunakan metode

CTAB yang dikembangkan oleh Doyle dan Doyle (1990). DNA genomik yang

dihasilkan memiliki konsentrasi berkisar antara 200-400 ng/µl. Berdasarkan

metode yang digunakan telah berhasil diperoleh 24 sampel DNA genomik kesuna

bali (Allium sativum Linn.) namun dengan kualitas DNA yang kurang baik

sehingga dilakukan pengulangan dalam isolasi (Gambar 5.7).

Gambar 5.7

DNA Genomik Hasil Isolasi Daun kesuna bali. (a) Isolasi DNA genomik

pertama, parit gel agarose atas no 1-6 perlakuan kontrol (P0), no 7-12

perlakuan dengan kolkisin 5% (P1), no 13 λ DNA 200 ng, dan no14 λ DNA

400 ng. Parit gel agarose bawah no 15-20 perlakuan dengan kolkisin 10%

(P2), no 21-26 perlakuan dengan kolkisin 20% (P3). (b) Isolasi DNA genomik

kedua, parit gel agarose atas no 1-6 perlakuan kontrol (P0), no 7-12 perlakuan

dengan kolkisin 5% (P1) , no 13 λ DNA 200 ng, dan no 14 λ DNA 400 ng.

Parit gel agarose bawah no 15-20 perlakuan dengan kolkisin 10% (P2), no 21-

26 perlakuan dengan kolkisin 20% (P3).

a b

Page 46: Allium sativum Linn

46

5.3.2 Optimalisasi PCR-RAPD

Analisis PCR tanaman kesuna bali dalam penelitian ini dilakukan

dengan menggunakan lima jenis primer RAPD yaitu OPA 01, OPA 02, OPA 04,

OPD 14 dan UBC 250.

Gambar 5.8

Hasil Optimalisasi PCR-RAPD DNA kesuna bali mutan. P01=Kontrol; P14 =

Kolkisin 5%; P25 = Kolkisin 10% (a) Primer OPA 1; (b) Primer OPA 2; Primer

OPA 4; (d) Primer OPD 14.

c d

a b

Page 47: Allium sativum Linn

47

Hasil optimalisasi PCR-RAPD kesuna bali menggunakan empat primer

dengan kondisi suhu pre-denaturasi (950C, 5 menit), denaturasi (95

0C, 1 menit),

annealing (360C, 1 menit 30 detik), perpanjangan (extension) (72

0C, 1 menit 30

detik), perpanjangan terakhir (final extension) (720C, 10 menit) dan pasca PCR

(80C) dengan siklus reaksi PCR diulang sebanyak 35 siklus tidak diperoleh pita-

pita DNA genomik kesuna bali (Gambar 5.8). Optimalisasi kedua dilakukan

dengan memodifikasi waktu annealing yaitu selama 2 menit. Modifikasi yang

dilakukan berhasil pada primer OPA 04 akan tetapi pita-pita produk PCR yang

dihasilkan tipis dan belum tampak jelas. Sedangkan tiga primer lainnya tidak

menghasilkan pita produk PCR. Optimalisasi selanjutnya dilakukan dengan

mengubah konsentrasi buffer PCR menjadi 2 μL, dNTP menjadi 2 μL, Taq

polymerase menjadi 0.2 μL dan primer menjadi 3 μL dengan total volume reaksi

menjadi 20 μL. tetap tidak menghasilkan pita-pita produk PCR.

Modifikasi dalam optimalisai PCR-RAPD yang sudah dilakukan

sebelumnya tetap tidak dapat menghasilkan pita-pita produk PCR. Tahap

berikutnya dilakukan modifikasi dengan cara mengubah suhu annealing

berdasarkan perhitungan nilai Tm (Melting Temperature) masing-masing primer

dengan menggunakan rumus [2(A+T) + 4(C+G)]. Berdasarkan perhitungan nilai

Tm primer OPA 01 dan OPA 02 dikondisikan pada suhu annealing 340C,

sedangkan primer OPA 04 DAN OPD 14 pada suhu annealing 320C masing-

masing berjalan dalam waktu 2 menit. Hasil yang didapat menunjukkan bahwa

perubahan suhu annealing belum juga bisa menghasilkan pita-pita produk PCR.

Page 48: Allium sativum Linn

48

Optimalisasi selanjutnya dilakukan dengan merubah komponen premix

PCR menggunakan kit PCR Go Taq Green© sesuai dengan jumlah sampel yang

akan di PCR. Volume total premix untuk satu reaksi adalah 12.5 μL yang

mengandung campuran 6.25 μL Go Taq Green© (promega), 4.25 μL ddH2O, 1 μL

primer dan 1 μL DNA template. Penggunaan premix sudah pernah dilakukan pada

penelitian Setiawan (2012) yang berhasil mengamplifikasi polimorfisme pita-pita

DNA pada tanaman anggrek dengan menggunakan empat primer acak. Pada

penelitian ini kit PCR Go Taq Green© yang digunakan belum bisa menghasilkan

pita-pita produk PCR sehingga masih perlu dilakukan optimalisasi dengan metode

yang berbeda. Metode yang dilakukan selanjutnya adalah dengan mengubah

komponen premix dan suhu PCR.

Dari lima primer yang digunakan primer OPA 01 dan UBC 250 berhasil

diamplifikasi dengan komponen premix PCR yang mengandung : 14.5 µl ddH20,

2.5 µl 10 X PCR Buffer (PE-II), 2.5 µl dNTPs (8 mM), 2.0 µl MgCl2 (25 mM),

1.25 µl Primer (20 mM), 0.125 µl PE Aplitaq (5 units/uL) dan 3 µl DNA

template. Modifikasi terhadap suhu PCR berhasil dilakukan pada primer OPA 01

berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ramella et al. (2005) dengan kondisi

suhu PCR : Pre-denaturasi : 940C (2 menit), denaturasi : 94

0C (1 menit),

anealing : 340C (30 detik), extension : 72

0C (2 menit), final extension : 72

0C (7

menit) sebanyak 39 siklus (Gambar 5.9).

Page 49: Allium sativum Linn

49

1 2 3

Gambar 5.9

Hasil Optimalisasi PCR-RAPD DNA kesuna bali mutan primer OPA 01. M =

Marker 100 bp (1) P33 = Kolkisin 20% tanaman ke-3; (2) P34 = Kolkisin 20%

tanaman ke-4 (3) P35 = Kolkisin 20% tanaman ke-4.

Optimalisasi suhu PCR primer UBC 250 berhasil menghasilkan pita-pita

DNA berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ciuca et al. (2004) dengan

kondisi suhu PCR : Pre-denaturasi : 940C (2 menit), denaturasi : 94

0C (2 menit),

anealing : 360C (2 menit), extension : 72

0C (2 menit), final extension : 72

0C (10

menit) sebanyak 45 siklus.

M

3000 bp 1500 bp

500 bp

Page 50: Allium sativum Linn

50

5.3.3 PCR-RAPD (Polymerase Chain Reaction-Random Amplified

Polymorphic DNA)

Pada penelitian ini dari lima primer yang diuji (OPA 1, OPA 2, OPA 4,

OPD 14 dan UBC 250) hanya dua primer yang berhasil menghasilkan produk

amplifikasi DNA yaitu primer OPA 1 dan UBC 250. Amplifikasi primer OPA 1

pada 24 sampel daun kesuna bali yang diuji pada menghasilkan ukuran fragment

yang berkisar 1200bp dan 2000bp (Gambar 5.10). Polimorfisme antara kontrol

dan masing-masing perlakuan kolkisin ditampilkan pada Tabel 5.7. Secara umum

perlakuan kolkisin 5% dan 20% paling banyak memunculkan pita DNA hasil

amplifikasi.

Gambar 5.10

Elektroforesis hasil amplifikasi dengan primer OPA 01. M = Marker 100 bp.

P0= Kontrol; P1 = Kolkisin 5%; P2= Kolkisin 10%; P3= Kolkisin 20%. P33 =

Kontrol Positif dan H2O = Kontrol negatif.

3000 bp 3000 bp

1500 bp

1500 bp

500 bp

500 bp

500 bp

100 bp

Page 51: Allium sativum Linn

51

Tabel 5.7

Ringkasan Pita DNA yang dihasilkan pada PCR dengan Primer OPA 01

Perlakuan Ukuran Fragment DNA

(bp)

1000 1200 2000

P01 0 0 0

P02 0 0 0

P03 0 0 0

P04 0 1 0

P05 0 0 0

P06 0 0 0

P11 0 1 1

P12 1 1 0

P13 0 1 1

P14 1 1 0

P15 1 1 0

P16 0 0 0

P21 0 1 0

P22 0 0 0

P23 0 1 0

P24 0 0 0

P25 0 1 0

P26 0 1 0

P31 1 1 1

P32 1 1 0

P33 0 1 0

P34 1 1 1

P35 0 1 1

P36 1 1 0

Page 52: Allium sativum Linn

52

Amplifikasi primer UBC 250 pada 24 sampel daun kesuna bali yang

diuji pada kontrol dengan perlakuan kolkisin yang diberikan terdapat perbedaan

pada pola pita. Keseluruhan sampel hasil amplifikasi menghasilkan pola pita yang

monomorfis dan polimorfis dengan ukuran fragment berkisar antara 600bp-

1800bp (Gambar 5.11). Berdasarkan Tabel 5.8 terdapat pita DNA yang hanya

muncul pada perlakuan kolkisin (1300bp), dan ada pita DNA yang hilang pada

konsentrasi kolkisin yang tinggi (1400bp).

Gambar 5.11

Elektroforesis hasil amplifikasi dengan primer UBC. M = Marker 100 bp. P0 =

Kontrol; P1 = Kolkisin 5%; P2 = Kolkisin 10%; P3 = Kolkisin 20%.

P11 P12 P13 P14 P15 P16 P21 P22 P23 P24 P25 P26 P31 P32 P33 P34 P35 P36 P01 P02 P03 P04 P05 P06

M

3000 bp

1500 bp

500 bp

100 bp

Page 53: Allium sativum Linn

53

Tabel 5.8

Ringkasan Pita DNA Produk PCR dengan Primer UBC 250

Perlakuan Ukuran Fragment DNA (bp)

600 800 900 1000 1300 1400 1500

P01 1 1 0 1 0 1 0

P02 1 1 0 1 0 1 0

P03 1 1 0 1 0 1 1

P04 1 1 0 1 0 1 1

P05 1 1 0 1 0 1 1

P06 1 1 0 1 0 1 1

P11 1 1 0 1 1 1 0

P12 1 1 0 1 1 1 0

P13 1 1 0 1 1 1 0

P14 1 1 0 1 1 1 0

P15 1 1 0 1 1 1 0

P16 1 1 0 1 1 0 0

P21 1 0 0 1 1 0 1

P22 1 0 0 1 1 0 1

P23 1 0 0 1 1 0 1

P24 1 1 0 1 1 0 1

P25 1 0 1 1 1 0 1

P26 1 0 1 1 1 0 1

P31 1 1 1 1 0 0 0

P32 1 1 0 1 1 0 1

P33 1 1 0 1 1 0 1

P34 1 1 0 1 1 0 1

P35 1 1 0 1 1 0 1

P36 1 1 1 1 0 0 0

Page 54: Allium sativum Linn

54

5.4 Pengelompokan Tanaman Kesuna Bali Akibat Perlakuan Kolkisin

Pengelompokan tanaman kesuna bali akibat perlakuan kolkisin dianalisis

menggunakan program Molecular Evolutionary Genetics Analysis (MEGA 5.05).

Metode pengelompokan yang digunakan adalah UPGMA (Unweight Pair Group

Method With Aritmatic Average).

Berdasarkan profil pita DNA hasil amplifikasi menggunakan dua primer

RAPD, ditentukan matrik kesamaan untuk mengetahui pengelompokan tanaman

kesuna bali kontrol dan hasil perlakuan kolkisin. Matriks kesamaan pada Tabel 5.9

menunjukkan bahwa nilai kesamaan antar tanaman kesuna bali kontrol dengan

perlakuan kolkisin berkisar 0.960 (96%) sampai dengan 0.112 (11.2%).

Dendogram pada Gambar 5.12 menunjukkan bahwa tanaman kesuna bali

kontrol dengan perlakuan kolkisin menghasilkan tiga kelompok besar yaitu kelompok

pertama yang terdiri dari tanaman kontrol (P0) dan tanaman hasil perlakuan kolkisin

5% (P1). Kelompok dua terdiri dari tanaman hasil perlakuan kolkisin 10% (P2) dan

kolkisin 20% (P3). Kelompok ketiga hanya terdiri dari tanaman hasil perlakuan

kolkisin 20% (P3).

Page 55: Allium sativum Linn

55

Tabel 5.9

Dendogram Similaritas Dua Puluh Empat Tanaman kesuna bali Berdasarkan Karakter Molekular dengan Metode UPGMA.

No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24

1. Kontrol (1)

2. Kontrol (2) 0.000

3. Kontrol (3) 0.112 0.112

4. Kontrol (4) 0.258 0.258 0.112

5. Kontrol (5) 0.112 0.112 0.000 0.112

6. Kontrol (6) 0.112 0.112 0.000 0.112 0.000

7. Kolkisin 5% (1) 0.467 0.467 0.841 0.467 0.841 0.841

8. Kolkisin 5% (2) 0.467 0.467 0.841 0.467 0.841 0.841 0.258

9. Kolkisin 5% (3) 0.467 0.467 0.841 0.467 0.841 0.841 0.000 0.258

10. Kolkisin 5% (4) 0.467 0.467 0.841 0.467 0.841 0.841 0.258 0.000 0.258

11. Kolkisin 5% (5) 0.467 0.467 0.841 0.467 0.841 0.841 0.258 0.000 0.258 0.000

12. Kolkisin 5% (6) 0.258 0.258 0.467 0.841 0.467 0.467 0.467 0.467 0.467 0.467 0.467

13. Kolkisin 10% (1) 0.960 0.960 0.841 0.467 0.841 0.841 0.841 0.841 0.841 0.841 0.841 0.467

14. Kolkisin 10% (2) 0.841 0.841 0.467 0.841 0.467 0.467 0.960 0.960 0.960 0.960 0.960 0.258 0.112

15. Kolkisin 10% (3) 0.960 0.960 0.841 0.467 0.841 0.841 0.841 0.841 0.841 0.841 0.841 0.467 0.000 0.112

16. Kolkisin 10% (4) 0.467 0.467 0.258 0.467 0.258 0.258 0.841 0.841 0.841 0.841 0.841 0.112 0.258 0.112 0.258

17. Kolkisin 10% (5) 0.878 0.878 0.960 0.841 0.960 0.960 0.960 0.960 0.960 0.960 0.960 0.841 0.112 0.258 0.112 0.467

18. Kolkisin 10% (6) 0.878 0.878 0.960 0.841 0.960 0.960 0.960 0.960 0.960 0.960 0.960 0.841 0.112 0.258 0.112 0.467 0.000

19. Kolkisin 20% (1) 0.960 0.960 0.878 0.960 0.878 0.878 0.841 0.841 0.841 0.841 0.841 0.960 0.878 1.418 0.878 0.878 0.960 0.960

20. Kolkisin 20% (2) 0.960 0.960 0.841 0.467 0.841 0.841 0.841 0.258 0.841 0.258 0.258 0.467 0.258 0.467 0.258 0.258 0.467 0.467 0.841

21. Kolkisin 20% (3) 0.841 0.841 0.467 0.258 0.467 0.467 0.467 0.467 0.467 0.467 0.467 0.258 0.112 0.258 0.112 0.112 0.258 0.258 0.960 0.112

22. Kolkisin 20% (4) 0.878 0.878 0.960 0.841 0.960 0.960 0.467 0.467 0.467 0.467 0.467 0.841 0.467 0.841 0.467 0.467 0.841 0.841 0.467 0.112 0.258

23. Kolkisin 20% (5) 0.960 0.960 0.841 0.467 0.841 0.841 0.258 0.841 0.258 0.841 0.841 0.467 0.258 0.467 0.258 0.258 0.467 0.467 0.841 0.258 0.112 0.112

24. Kolkisin 20% (6) 0.841 0.841 0.960 0.841 0.960 0.960 0.960 0.467 0.960 0.467 0.467 0.841 0.960 0.878 0.960 0.960 0.841 0.841 0.112 0.467 0.841 0.841 0.960

Page 56: Allium sativum Linn

56

P05

P06

P03

P04

P01

P02

P11

P13

P12

P14

P15

P22

P24

P16

P21

P23

P25

P26

P32

P33

P34

P35

P31

P36

0.00.10.20.30.4

Gambar 5.12

Dendogram kesuna bali mutan hasil analisis kluster dengan metode UPGMA.

Keterangan a. P0 = Kontrol; b. P1 = Kolkisin 5% ; c. P2 = Kolkisin 10% dan d.

P3 = Kolkisin 20%.

I

II

III

A

B

A

B

C

Page 57: Allium sativum Linn

57

BAB VI

PEMBAHASAN

6.1 Karakter Morfologi Kesuna Bali Akibat Pengaruh Kolkisin

Perlakuan kolkisin 5%, 10% dan 20% memberikan pengaruh terhadap

pertumbuhan morfologi tanaman kesuna bali seperti tinggi tanaman, jumlah daun,

panjang daun serta berat kering umbi. Hasil analisis ragam menunjukkan rata-rata

tertinggi dari tinggi tanaman kesuna bali dengan perlakuan kolkisin 10% pada 14

MST (Tabel 5.1). Hal ini berarti mutagen kimia kolkisin merupakan salah satu

faktor yang mampu memacu penambahan tinggi tanaman kesuna bali. Senyawa

kolkisin bersifat seperti hormon tumbuhan. Menurut Salisbury dan Ross (1995)

tinggi tanaman dapat dipengaruhi oleh faktor internal (hormon) dan lingkungan

(unsur hara dan cahaya). Penelitian Pharmawati dan Defiani (2009) menggunakan

kafein yang merupakan agen penginduksi poliploid, menghasilkan tanaman pacar

air yang lebih tinggi. Kafein bersifat seperti sitokinin (Pharmawati dan Defiani,

2009).

Pada penelitian ini perlakuan konsetrasi kolkisin berpengaruh signifikan

pada tinggi tanaman kesuna bali umur 2 MST dan 14 MST. Pada tanaman yang

telah mengalami poliploidasi, terjadi peningkatan jumlah kromosom didalam

selnya. Adanya peningkatan jumlah kromosom pada sel juga mengakibatkan

peningkatan aktivitas gen-gen yang berfungsi dalam mengatur proses

metabolisme dalam sel termasuk sintesis protein yang berakibat pada peningkatan

produksi hormon-hormon pertumbuhan tanaman (Ginting, 2008). Hal ini dapat

Page 58: Allium sativum Linn

58

diamsusikan bahwa kolkisin yang diberikan pada tanaman kesuna bali merupakan

salah satu faktor internal yang mampu memacu penambahan tinggi tanaman

kesuna bali yang melebihi tanaman kontrol. Teori ini didukung oleh pendapat

Suryo (1995) yang menyatakan bahwa tanaman yang diberi perlakuan dengan

kolkisin pada umumnya mempunyai penampilan yang lebih besar dan kekar.

Penggunaan kolkisin pada tanaman cabai (Capsicum anuum) dengan konsentrasi

15 ppm mampu menghasilkan tinggi tanaman tertinggi dibandingkan dengan

kontrol dan perlakuan kolkisin lainnya (Syaifudin et al., 2013).

Berdasarkan Gambar 5.1 diketahui bahwa tanaman kesuna bali yang

diberi perlakuan kolkisin 20% pada umur 10 MST menunjukkan penampilan

tinggi tanaman yang lebih pendek dibandingkan kontrol. Menurut Bakhtiar dan

Nurzuhairawaty (2002) pemberian kolkisin dengan konsentrasi tinggi dapat

mengganggu pembelahan sel mitosis sehingga pertumbuhan tanaman akan

tertekan. Pemberian konsentrasi kolkisin yang tinggi pada tanaman juga akan

berdampak negatif pada pertumbuhan tanaman, misalnya penampilan tanaman

menjadi jelek, sel-sel banyak yang rusak atau bahkan menyebabkan matinya

tanaman (Suryo, 1995).

Penelitian menggunakan mutagen kimia kolkisin ternyata mampu

menambah ukuran daun tanaman kesuna bali dibandingkan dengan kontrol.

Pemberian senyawa kolkisin memberikan efek terhadap pertumbuhan biomassa

pada tanaman seperti membesarnya sel-sel tanaman, inti sel lebih besar,

membesarnya diameter pembuluh angkut dan stomata lebih besar. Stomata

dengan ukuran yang lebih besar pada umumnya memiliki kandungan kloroplas

Page 59: Allium sativum Linn

59

yang lebih banyak didalam sel penjaganya. Besarnya jumlah kloroplas pada

tanaman dapat meningkatkan laju fotosintesis tanaman, sehingga membuat daun

memiliki ukuran yang lebih besar, tebal dan berwarna lebih hijau (Henuhili dan

Suratsih, 2003). Penelitian Saputra et al. (2014) menyatakan bahwa tanaman sawi

(Brassica rapa) yang diberi perlakuan kolkisin 0.02% menghasilkan ukuran daun

yang lebih luas dibandingkan kontrol.

Ukuran daun yang lebih besar pada tanaman perlakuan kolkisin

memberikan efek positif bagi pertumbuhan tanaman tersebut. Daun yang lebih

besar mengakibatkan penyerapan sinar matahari berlangsung maksimal sehingga

proses fotosintesis berjalan dengan lancar. Proses fotosintesis yang berjalan

optimal dapat meningkatkan produksi karbohidrat yang digunakan untuk

pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Gardner et al., 1991 ; Wiendra et al.,,

2011).

Pertumbuhan vegetatif tanaman salah satunya adalah ditandai dengan

pembentukan daun. Perlakuan kolkisin 20% pada 10 MST mampu menghasilkan

jumlah daun lebih banyak dibandingkan dengan kontrol dan perlakuan lainnya

(Tabel 5.3). Peningkatan jumlah daun pada penelitian ini menandakan senyawa

kolkisin tidak mengganggu proses penyerapan unsur hara sehingga pembentukan

daun tidak terhambat. Unsur hara makro seperti Nitrogen dan Kalium berperan

dalam pembentukan daun dan peningkatan jumlah klorofil pada tanaman (Puspita

et al.,2010). Jumlah daun yang semakin banyak pada tanaman akan meningkatkan

laju fotosintesis yang berakibat pada penambahan luas daun tanaman

(Hermansyah dan Inoriah, 2009).

Page 60: Allium sativum Linn

60

Pada penelitian ini tanaman kesuna bali yang diberi perlakuan kolkisin

20% menunjukkan gejala chimera pada organ daun. Adanya chimera pada organ

daun ditunjukkan dengan terbentuknya tunas baru dan bentuk daun yang

melingkar seperti spiral (Gambar 5.2). Bentuk organ tanaman ditentukan oleh arah

pembelahan sel, arah pembentangan sel serta lokasi-lokasi sel yang aktif

melakukan pembelahan ketika organ ini mulai tumbuh dan berkembang. Senyawa

kolkisin menyebabkan hambatan atas mitosis sel-sel primordial daun yang

berakibat pada perubahan lokasi sel-sel yang aktif membelah sehingga

menghasilkan bentuk-bentuk organ daun yang abnormal pada tanaman. Selain itu,

mutagen kimia kolkisin menyebabkan lapisan kutikula pada organ daun menjadi

tipis sehingga memudahkan penyerapan larutan kolkisin ke dalam sel dan

menyebabkan gangguan pertumbuhan sebagian sel calon daun (Haryanti et al.,

2009).

Penurunan jumlah daun tanaman kesuna bali terjadi pada umur 14 MST,

hal ini disebabkan karena pada umur tersebut tanaman kesuna bali sudah siap

untuk dipanen. Ciri-ciri tanaman bawang putih yang siap panen adalah 50% daun

tanaman akan kering dan layu serta tangkai batang tanaman menjadi lebih keras

(Hilman, 1997).

Rata-rata berat kering umbi kesuna bali yang dihasilkan setelah masa

panen antara perlakuan kolkisin 5%, 10%, 20% tidak memiliki perbedaan yang

signifikan dengan kontrol (Tabel 5.3). Terdapat tiga proses yang mempengaruhi

produksi bahan kering pada tanaman yaitu penumpukan asimilat melalui

fotosintesis, penurunan asimilat akibat respirasi dan akumulasi ke bagian sink.

Page 61: Allium sativum Linn

61

Menurut Sitompul dan Guritno (1995) penghambatan pada awal fase

pertumbuhan menyebabkan penurunan produksi biomassa. Tinggi rendahnya

produksi bahan kering yang dihasilkan berkolerasi dengan jumlah daun. Jumlah

daun yang banyak akan meningkatkan produktivitas biomassa pada tanaman

sehingga bahan kering yang dihasilkan lebih banyak. Daun merupakan organ

fotosintesis utama yang berperan dalam menghasilkan asimilat yang diperlukan

saat pertumbuhan tanaman. Menurut Loveless (1991) jumlah klorofil yang banyak

dalam proses fotosintesis meningkatkan efisiensi fotosintesis, sehingga bahan

kering yang dapat ditimbun tanaman lebih banyak.

Umbi kesuna bali hanya menghasilkan satu siung, siung tunggal pada

tanaman ini berkembang dalam satu tunas utama. Tunas utama ini yang menekan

pertumbuhan tunas-tunas lain yang merupakan bakal siung lainnya sehingga

hanya terbentuk siung tunggal yang utuh (Suriana, 2011). Pada penelitian ini

perlakuan kolksin 5%, 10% dan 20% didapatkan umbi kesuna bali dengan jumlah

siung lebih dari satu (Gambar 5.3). Pada dasarnya kolkisin hanya menyebabkan

pertambahan diameter umbi pada bawang dan tidak dapat menambah jumlah

siung (Suminah et al., 2002). Bertambahnya jumlah siung pada penelitian ini

kemungkinan disebabkan oleh senyawa kolkisin yang mampu menginduksi

terbentuknya tunas lateral lain pada umbi sehingga pada saat panen dijumpai lima

umbi kesuna bali yang menghasilkan tiga siung. Pernyataan ini didukung oleh

penelitian Rahayu dan Berlian (1999) yang menyatakan bahwa pada setiap umbi

bawang normal dijumpai tunas lateral sebanyak 2-20 tunas yang kemudian

Page 62: Allium sativum Linn

62

tumbuh membesar membentuk rumpun sehingga bila saat panen tiba dapat

dihasilkan siung sejumlah tunas tersebut.

Pada penelitian ini perlakuan kolkisin 5% menyebabkan ukuran umbi

kesuna bali menjadi lebih besar (Gambar 5.3). Induksi senyawa kolkisin

menyebabkan pembesaran pada sel-sel tanaman yang berdampak pada

pembesaran berkas-berkas pengangkut. Pembesaran pada berkas pengangkut

sangat berpengaruh pada pengangkutan hasil asimilasi dan air yang lebih baik

sehingga terjadi peningkatan pada diameter tanaman terutama pada bagian umbi.

Hindarti (2002) mengemukakan bahwa terdapat pengaruh nyata antara lama

perendaman dan konsentrasi kolkisin pada jumlah kromosom, lebar daun, tinggi

tanaman, bobot segar, diameter umbi, volume umbi, bobot siung dan kandungan

protein tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah siung bawang putih.

Senyawa kolkisin yang berbentuk cair dapat dengan mudah berdifusi

masuk kedalam sel sehingga dapat langsung mengenai tunas vegetatif pada umbi

kesuna bali (Harborne, 1996). Tunas vegetatif pada bibit kesuna bali ini terletak

di bagian tengah daging buah (Suriana, 2011). Pada saat pasca panen umbi kesuna

bali yang lama akan busuk dan terlepas dari cakram sehingga cakram akan

membentuk rumpun umbi yang baru sehingga residu kolkisin tidak akan terbawa

ke pertumbuhan umbi selanjutnya. Pada pertumbuhan tunas vegetatif dari umbi

kesuna bali dilakukan dengan cara menerobos bagian ujung siung sehingga residu

kolkisin ikut terbawa seiring kecepatan pertumbuhannya. Hal ini mengakibatkan

residu kolkisin tidak akan terakumulasi pada umbi kesuna bali sehingga aman

untuk dikonsumsi (Brodelius dan Pedersen, 1994).

Page 63: Allium sativum Linn

63

Berdasarkan rata-rata semua karakter vegetatif tanaman kesuna bali,

senyawa kolkisin menunjukkan perubahan yang bervariasi pada setiap perlakuan.

Bervariasinya karakter vegetatif pada tanaman kesuna bali disebabkan karena

pengaruh mutagen yang bersifat acak (Khan et al., 2009). Mutagen kolkisin dapat

mengakibatkan mutasi sitogenik pada inti sel ditandai dengan perubahan jumlah

kromosom ataupun perubahan struktur pada kromosom. Perubahan jumlah

kromosom pada tanaman menyebabkan tanaman bersifat poliploid. Tanaman

poliploid pada umumnya memiliki sifat dan karakter yang lebih baik

dibandingkan tanaman diploidnya (Kristanto dan Karno, 2001). Konsentrasi

kolkisin 10% dan lama perendaman 12 jam kolkisin pada penelitian ini berhasil

menghasilkan tanaman kesuna bali yang poliploid. Perubahan morfologi kesuna

bali poliploid ditunjukkan dengan peningkatan ukuran tinggi tanaman, jumlah

daun menjadi lebih banyak serta peningkatan ukuran daun dibandingkan tanaman

diploidnya. Perubahan morfologi yang bervariasi pada tanaman kesuna bali

memberikan harapan adanya keanekaragaman yang besar dan memberikan

peluang terhadap seleksi tanaman hasil mutasi yang memiliki efek positif untuk

peningkatan produksinya.

Contoh perlakuan kolkisin yang pernah dilakukan oleh Ajijah dan

Bermawie (1996) terhadap dua tipe kencur (Kaempferia galanga Linn.). Kolkisin

diaplikasikan dalam bentuk pasta pada mata tunas yang terdapat pada rimpang

dengan variasi konsentrasi 0, 0,05, 0,1, 0,5 dan 1 %. Hasil penelitian

menunjukkan pengaruh kolkisin dapat meningkatkan jumlah dan panjang daun,

jumlah dan bobot rimpang per rumpun serta jumlah anakan.

Page 64: Allium sativum Linn

64

6.2 Karakteristik Sitologi Tanaman kesuna bali (Allium sativum Linn.)

Perlakuan mutagen kimia kolkisin terhadap perubahan karakter sitologi

diamati melalui rata-rata jumlah kromosom dan indeks stomata tanaman kesuna

bali.

6.2.1 Indeks Stomata Kesuna Bali

Stomata merupakan salah satu organ penting pada tanaman yang

digunakan dalam proses transpirasi. Pada daun yang berfotosintesis, stomata

biasanya ditemukan dibagian permukaan atas dan bawah daun. Berdasarkan

pengamatan stomata pada perlakuan konsentrasi kolkisin 10% didapatkan hasil

rata-rata indeks stomata yang tidak berbeda nyata dengan kontrol. Sedangkan

pada perlakuan kolkisin 5% dan 20% terjadi penurunan indeks stomata (Tabel

5.4). Tinggi dan rendahnya rata-rata indeks stomata yang didapat berkaitan

dengan ukuran stomata (Gambar 5.2). Semakin besar ukuran stomata maka

menunjukkan semakin rendah indeks stomata yang diperoleh, jika ukuran stomata

kecil maka rata-rata indeks stomata yang diperoleh semakin tinggi. Pendapat ini

didukung oleh penelitian Setyowati et al. (2013) menyatakan bahwa kolkisin

konsentrasi 0.5 g.L-1 dan 1 g.L-1 mampu meningkatkan ukuran diameter stomata

pada semua jenis kultivar bawang wakegi (Allium x wakegi Araki).

Peningkatan ukuran diameter stomata menandakan senyawa kolkisin

telah mampu menghasilkan tanaman poliploid. Pada perlakuan kolkisin 10% tidak

terjadi peningkatan ukuran stomata, hal ini kemungkinan disebabkan oleh

beberapa faktor seperti senyawa kolkisin yang tidak berdifusi sempurna ketika

perendaman dan faktor lingkungan tempat tumbuh. Menurut Prawiranata et al

Page 65: Allium sativum Linn

65

(1995) tanaman yang tumbuh pada lingkungan kering dan dibawah cahaya dengan

intsitas tinggi cenderung memiliki stomata yang berukuran kecil dan jumlah yang

banyak. Pemberian kolkisin dapat menyebabkan perubahan kromosom, jumlah

kloroplas, jumlah stomata dan ukuran stomata pada tanaman. Kolkisin mencegah

terbentuknya benang-benang spindel pada kromosom sehingga kromosom tidak

tertarik kearah kutub dan terjadi penggandaan. Kromosom yang mengganda ini

menyebabkan mitosis pada sel-sel embrio menghasilkan peningkatan diferensiasi

pada proplastid sehingga menghasilkan tanaman dengan kandungan klorofil yang

tinggi. Kadar klorofil yang tinggi pada tanaman menyebabkan bertambahnya

jumlah kloroplas pada sel penutup stomata sehingga berdampak pada peningkatan

ukuran diameter stomata (Loveless, 1991).

6.2.2 Jumlah Kromosom Kesuna Bali

Tanaman kesuna bali merupakan salah satu kultivar lokal bawang putih

yang tumbuh di Bali. Jumlah kromosom normal bawang putih (Allium sativum

Linn.) adalah 2n = 16. Perlakuan mutagen kimia kolkisin konsentrasi 20%

menyebabkan peningkatan jumlah kromosom kesuna bali 2n = 27 (Tabel 5.6).

Hal ini dapat diamsusikan bahwa senyawa kolkisin efektif dalam menghambat

proses pembelahan sel (antimitosis) sehingga terjadi peningkatan jumlah

kromosom (Addink, 2002).

Senyawa kolkisin dapat menghambat terbentuknya benang spindle pada

saat mitosis, sehingga kromosom tetap berserakan didalam sel. Pemberian

konsentrasi kolkisin yang tinggi dan peredaman dalam jangka waktu yang lama

Page 66: Allium sativum Linn

66

menyebabkan struktur kromosom dalam sel mengalami penggumpalan dan

pengkerutan. Secara umum pemberian senyawa kolkisin lebih efektif

dibandingkan mutagen kimia lain seperti ekstrak etanolik daun tapak dara dalam

membuat tanaman poliploid. Hal tersebut mungkin disebabkan karena kolkhisin

yang digunakan adalah kolkhisin murni (pure analytic) yang sudah di purifikasi.

Sedangkan kandungan vinkristin dan vinblastin pada tapak dara masih tercampur

dengan senyawa lain dalam ekstrak etanolik tersebut (Indraningsih, 2010).

Pendapat ini didukung oleh penelitian Indraningsih (2008) melaporkan bahwa

ekstrak etanolik daun tapak dara dapat menginduksi poliploidisasi bawang merah

diploid (2n=16) menjadi autotetraploid (4n=32). Induksi poliploidisasi bawang

merah dengan ekstrak etanolik daun tapak dara efektif pada konsentrasi 0,1%

dengan perendaman 6, 12, 18, dan 24 jam.

Pada penelitian ini diperoleh beberapa kelainan yang diakibatkan oleh

kolkisin pada saat pembelahan mitosis (C-mitosis) yaitu kromosom C-anafase

(Gambar 5.6). Kelainan mitosis pada saat anafase disebabkan oleh senyawa

kolkisin mencegah terbentuknya benang-benang spindel yang menyebabkan

kromosom gagal berpisah sehingga terjadi penggandaan jumlah kromosom

(Karangiannidou et al., 1995). Penyebab lain yang ditimbulkan pada C-anafase

adalah anaphase lag. Anaphase lag merupakan kegagalan kromosom atau

kromatid untuk bergabung menjadi satu dalam nukleus sel anakan yang mengikuti

pembelahan sel, sebagai hasil dari keterlambatan perpindahan (lagging) selama

anafase (Strachan, 1999). Pada peristiwa ini menghasilkan kromosom monoploid

dan triploid. Penelitian Ernawiati (2008) menyatakan perendaman pada

Page 67: Allium sativum Linn

67

konsentrasi 50% ekstrak umbi kembang sungsang (Gloriosa superba Lindl.)

menyebabkan kelainan-kelainan mitosis seperti C-profase, C-metafase, C-anafase

dan C-telofase pada umbi bawang bombay.

Senyawa kolkisin dapat menginduksi mutasi secara acak, sehingga

memberikan efek yang tidak seragam pada masing-masing sel ditiap individu.

Pada beberapa perlakuan kolkisin masih ditemukan individu sel yang tetap diploid

(2n). Pada penelitian ini sel-sel yang mengalami penambahan jumlah kromosom

atau poliploid hanya ditemukan tipe triploid (3n). Hal ini dimungkinkan karena

kromosom yang termutasi memiliki bentuk yang tidak beraturan sehingga sulit

dalam melakukan perhitungan. Tipe pentaploid (5n), heksaploid (6n) sampai

nonaploid (9n) secara hipotesis masih sangat mungkin terbentuk. Dalam

penelitian ini juga terjadi peristiwa delesi dan duplikasi pada kromosom.

Duplikasi kromosom menyebabkan penambahan materi genetik pada kromosom

sedangkan delesi mengakibatkan berkurangnya jumlah kromosom karena

hilangnya segmen-segmen kromosom. Adanya delesi dan duplikasi pada

kromosom dapat dibuktikan dari beberapa perlakuan kolkisin yang menghasilkan

sel dengan jumlah kromosom yang tidak tepat sebagai kelipatan jumlah dasarnya

(haploid). Pada penelitian ini duplikasi kromosom dibuktikan pada perlakuan

kolkisin 20% yang menyebabkan tanaman kesuna bali memiliki jumlah

kromosom triploid (2n=3x=24). Teori ini didukung oleh penelitian Suminah et al.

(2002) menyatakan bahwa pemberian kolkisin 1% mampu memberikan variasi

bentuk, ukuran dan jumlah kromosom pada bawang merah (Allium ascalonicum

L). Pada level ploidi monoploid (1n) hingga oktaploid (8n), kromosom yang

Page 68: Allium sativum Linn

68

paling sering dijumpai berbentuk metasentris, sedangkan pada individu nonaploid

(9n), kromosom yang paling sering dijumpai berbentuk submetasentris.

Perhitungan jumlah kromosom dalam penelitian ini dilakukan secara

pembulatan, hal ini dilakukan untuk menghindari kesalahan teknis dalam

perhitungan. Apabila jumlah kromosom yang dihitung berada diatas atau dibawah

kelipatan jumlah kromosom dasar maka dapat diduga telah terjadi delesi atau

duplikasi kromosom. Keanekaragaman genetik yang disebabkan oleh mutasi

merupakan sumber plasma nutfah untuk program pemuliaan tanaman.

Keanekaragaman ini memungkinkan untuk mengetahui banyak karakter gen,

sehingga dapat dijadikan sebagai salah satu penemuan kultivar unggul

(Anggarwulan et al., 1999 ; Suryo, 1995).

6.2.3 Tanaman Triploid

Tanaman triploid merupakan tanaman yang mengandung tiga pasang

kromoson (3n). Tanaman triploid terbentuk akibat pembelahan meiosis yang

abnormal sehingga menyebabkan gamet memiliki jumlah kromosom ganjil (3n).

Pada proses reproduksinya gamet diploid (2n) dibuahi oleh gamet haploid (n)

maka akan dihasilkan tanaman yang memiliki keturunan triploid (3n)

(Mangoendijdojo, 2003).

Jumlah kromosom yang ganjil pada tanaman triploid menyebabkan

tanaman mengalami kemandulan (steril). Tanaman triploid pada umunya memiliki

bentuk dan ukuran yang sama dengan tanaman diploidnya dan sering

dimanfaatkan untuk pengembangan buah tanpa biji seperti semangka dan pisang

Page 69: Allium sativum Linn

69

tanpa biji (Sistina, 2000). Pada hasil penelitian ini didapatkan tanaman kesuna

bali triploid (3n) dimana tidak terjadi perubahan yang signifikan terhadap karakter

pertumbuhannya. Hasil pada penelitian ini didukung oleh Samadi (2007) yang

menyatakan bahwa tidak ada perbedaan karakter morfologi antara tanaman

semangka diploid dengan triploidnya, hal ini dilihat dari sistem pertumbuhan

semangka yang sama-sama merambat, tidak adanya pertambahan jumlah daun dan

tinggi tanaman pada umumnya 3-5 m sama seperti tanaman diploidnya.

Untuk menghasilkan tanaman kesuna bali poliploid dibutuhkan

penggandaan kromosom menjadi tetraploid (4n) dengan peningkatan konsentrasi

kolkisin. Karena jumlah kromosom berlipat ganda, maka beberapa sifat tertentu

mengalami perubahan, seperti: tanaman lebih kekar, daun-daun lebih lebar dan

hijau, buah lebih besar dan kandungan protein meningkat (Kadi, 2007).

6.3 DNA Genomik dan Kondisi PCR-RAPD

Isolasi DNA genomik kesuna bali pada elektroforesis pertama

memperlihatkan adanya DNA yang tertinggal pada sumur gel (Gambar 5.4a).

Hal ini dikarenakan banyaknya kontaminan berupa polisakarida pada sampel

DNA (Pharmawati, 2009). Pada penelitian ini dilakukan pengulangan isolasi

DNA genomik sehingga DNA diperoleh dari tiap sampel secara konsisten.

Penambahan senyawa pereduksi β-merkaptoetanol digunakan untuk mencegah

proses oksidasi senyawa fenolik dengan menghambat aktivitas radikal bebas yang

dihasilkan oleh oksidasi fenol sehingga asam nukleat tidak mengalami kerusakan

(Prana dan Hartati, 2003)

Page 70: Allium sativum Linn

70

Optimasi PCR-RAPD dengan memodifikasi suhu dan waktu proses

denaturasi, annealing dan ekstensi dilakukan untuk mendapatkan hasil intensitas

band DNA RAPD yang baik. Suhu denaturasi yang digunakan pada umumnya

berkisar antara 930C-95

0C, apabila suhu denaturasi yang digunakan terlalu tinggi

maka akan menurunkan aktivitas DNA polymerase yang akan berdampak pada

efisiensi PCR. Sedangkan suhu denaturasi yang rendah dapat menyebabkan

denaturasi DNA template tidak sempurna. Suhu annealing yang digunakan dalam

proses PCR pada umumnya berkisar antara 370C-60

0C proses PCR. Penentuan

suhu annealing PCR dapat dihitung menggunakan (Tm – 5)oC sampai dengan

(Tm + 5)oC berdasarkan panjang basa nukleotida primer yang digunakan.

Penggunaan suhu annealing yang terlalu tinggi dapat mempengaruhi penempelan

primer pada template DNA yang mengakibatkan terlepasnya primer dari template

DNA sehingga produk PCR tidak terbentuk. Apabila suhu annealing terlalu

rendah maka akan terjadi penempelan primer pada templat DNA tidak spesifik

sehingga terbentuk produk PCR non spesifik. Suhu ektensi primer pada PCR

selalu dilakukan pada suhu 720C (Innis dan Gelfand, 1990 ; Newton dan Graham,

1994).

Selain memodifikasi suhu, optimalisasi PCR-RAPD juga dilakukan

dengan memodifikasi waktu pada saat proses PCR. Suhu denaturasi yang umum

dilakukan umumnya selama 30-90 detik. Waktu denaturasi yang terlalu lama

dapat merusak DNA template serta menurunkan aktivitas enzim DNA

polymerase. Sedangkan waktu denaturasi yang pendek menyebabkan proses

denaturasi menjadi tidak sempurna. Penentuan waktu annealing dapat ditentukan

Page 71: Allium sativum Linn

71

dengan panjang primer. Waktu 30 detik biasanya digunakan untuk panjang primer

18 – 22 sedangkan panjang primer lebih dari 22 basa digunakan waktu 60 detik.

Penentuan waktu dalam proses pemanjangan (extension) ditentukan berdasarkan

panjang fragmen DNA target. Apabila panjang fragment yang akan diamplifikasi

pada kisaran 1 kb (1000bp) diperlukan waktu ekstensi sekitar 1 menit, sedangkan

pada kisaran antara 500bp-1000bp diperlukan waktu sekitar 45 detik dan bila

kurang dari 500bp hanya diperlukan waktu sekitar 30 detik. Modifikasi waktu dan

suhu pada proses PCR-RAPD berhasil menghasilkan produk DNA dengan

panjang fragmen DNA yang berbeda pada primer OPA 01 (Gambar 5.6) (Cheng

et al., 1994 ; Newton dan Graham, 1997).

Konsentrasi buffer PCR dan MgCl2 berpengaruh terhadap intesitas

produk PCR-RAPD tanaman kesuna bali (Allium sativum Linn.). Fungsi utama

dari buffer PCR adalah menjamin pH medium pada proses PCR-RAPD sehingga

dapat menghasilkan intesitas band DNA yang jelas. MgCl2 bertindak sebagai

kofaktor yang berfungsi meningkatkan aktivitas enzim DNA polymerase. Selain

itu konsentrasi ion Mg2+

pada MgCl2 berfungsi dalam spesifisitas dan jumlah

produk PCR. Apabila konsentrasi MgCl2 yang diberikan terlalu rendah akan

menyebabkan tidak munculnya beberapa band DNA serta intesitas yang rendah

pada produk RAPD. Konsentrasi MgCl2 yang tinggi dapat mempengaruhi jumlah

band yang dihasilkan serta mengakibatkan menurunnya intesitas band tertentu.

Konsentrasi MgCl2 berpengaruh dalam meningkatkan interaksi primer dengan

template dengan membentuk komplek larut dengan dNTP. Pada penelitian ini

konsentrasi MgCl2 2.0 µl (25mM) memberikan hasil terbaik yaitu menghasilkan

Page 72: Allium sativum Linn

72

jumlah band yang maksimal serta intesitas band DNA RAPD yang jelas dan

konsisten. Pada proses PCR diperlukan kontrol positif untuk memudahkan

pemecahan masalah apabila terjadi hal yang tidak diinginkan sedangkan dan

kontrol negatif diperlukan untuk menghindari kesalahan positif semu. Pada

penelitian ini kontrol positif digunakan sampel DNA genomik perlakuan kolkisin

20% (P3U3) sedangkan kontrol negatif digunakan aquabidest (ddH2O) (Beck,

1998 ; Harini et al., 2008 ; Innis dan Gelfand, 1990 ; Pharmawati, 2009).

Pada penelitian ini jumlah siklus termal PCR-RAPD optimum digunakan

39 X dan 45 X jumlah ini meminimalkan amplifikasi produk RAPD yang tidak

spesifik. Peningkatan jumlah siklus termal menyebabkan peningkatan jumlah

amplikon dan intesitas band produk RAPD (Ali et al., 2006).

6.4 PCR-RAPD (Polymerase Chain Reaction-Random Amplified Polymorphic

DNA) Tanaman Kesuna Bali

Pada penelitian ini digunakan lima primer yaitu OPA 01, OPA 02, OPA

14, OPD 04 dan UBC 250 untuk PCR. Amplifikasi DNA kesuna bali berhasil

dilakukan dengan menggunakan primer OPA 01 dan UBC 250. Hasil amplifikasi

pada primer OPA 01 menghasilkan 3 pola pita DNA mutan kesuna bali, dengan

11 pola pita monomorfik dan 5 pola pita polimorfik yang memiliki ukuran

fragmen berkisar 1800bp dan 2000bp (Tabel 5.7). Sedangkan sampel DNA

genomik pada perlakuan kontrol, kolkisin 5% dan kolkisin 10% tidak semua

berhasil di amplifikasi oleh primer OPA 01. Faktor yang menyebabkan tidak

teramplifikasinya sampel DNA genomik pada kontrol, kolkisin 5% dan kolkisin

10% adalah ketidak cocokan sampel DNA genomik dengan primer yang

Page 73: Allium sativum Linn

73

digunakan. Hal ini dikarenakan senyawa kolkisin mengakibatkan mutasi pada

tanaman kesuna bali telah sehingga menyebabkan perubahan struktur sekuen

DNA spesifik (Caetano-Anollés, 2004).

Pada penelitian ini primer UBC 250 berhasil mengamplifikasi kedua

puluh empat sampel DNA genomik tanaman kesuna bali. Keseluruhan sampel

yang berhasil diamplifikasi menghasilkan pola pita polimorfik dan monomorfik

dengan ukuran fragment berkisar antara 600bp-1800b (Tabel 5.8). Hal ini

menunjukkan bahwa senyawa kolkisin menyebabkan terjadinya mutasi titik

seperti insersi atau delesi kecil di sekitar daerah binding primer yang

mengakibatkan perubahan panjang DNA sekuennya (Udupa dan Baun, 2001).

Pada penelitian ini, perlakuan kolkisin 20% dengan primer OPA 01 dan UBC 250

menghasilkan lebih banyak jumlah pita polimorfik dibandingkan perlakuan

kolkisin lainnya. Berdasarkan hasil penelitian Liu, et al. (2009), pada induksi

poliploid tanaman Eucalyptus globulus, dihasilkan pola RAPD yang polimorfik

tidak proporsional dengan perubahan jumlah kromosom. Hal ini dapat

disebabkan oleh kurangnya jumlah primer yang digunakan sehingga tidak

mencakup seluruh genom.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa keanekaragaman fenotipik

tanaman kesuna bali dapat dikolerasikan dengan keanekaragman pola pita DNA

yang dihasilkan dan terkait juga dengan perubahan sekuens DNA (mutasi) yang

dimunculkan pada masing-masing perlakuan konsentrasi kolkisin. Pendeteksian

ini harus dilanjutkan pada tingkat gen agar benar-benar di dapatkan bukti

Page 74: Allium sativum Linn

74

keterkaitan antara perubahan struktur morfologi dengan pita-pita DNA genomik

yang dihasilkan.

6.5 Pengelompokan Tanaman Kesuna Bali Hasil Perlakuan Kolkisin

Poliploid Berdasarkan Penanda RAPD

Konsentrasi kolkisin 10% dan 20% yang digunakan menyebabkan

perubahan basa sekuen DNA. Hal ini terlihat dari posisi tanaman hasil perlakuan

kolkisin 10% dan 20% terpisah dari kontrol dan perlakuan kolkisin 5%. Posisi

tanaman kesuna bali pertama dan keenam hasil perlakuan kolkisin 20%

membentuk kelompok tersendiri, terpisah dari tanaman kesuna bali yang lainnya.

Konsentrasi kolkisin yang tinggi dapat menyebabkan auto multiplikasi kromosom

secara tidak teratur (Setiawan, 2012). Kondisi ini dapat menyebabkan mutasi

kromosom terutama delesi salah satu kromosom, maka dari itu pada penelitian ini

dihasilkan kromosom dengan jumlah yang ganjil yaitu triploid (2n=3x=24).

Berdasarkan dendogram similaritas (Gambar 5.12) perlakuan kontrol

dengan kolkisin 5% mengelompok pada IS 0.35, peristiwa ini menunjukkan

bahwa tanaman kesuna bali yang diberi perlakuan tersebut masih tidak berbeda

jauh secara fenetik. Persamaan ini kemungkinan disebabkan oleh tanaman kesuna

bali kontrol yang ikut mengalami mutasi. Selain induksi dengan mutagen kimia,

mutasi juga dapat disebabkan oleh radiasi sinar uv (Soedjono, 2003). Sinar UV

yang berlebihan dapat mengganggu aktivitas DNA suatu spesies. genetik atau

melakukan proses mutasi (Tamarin, 1995). Menurut Ginting (2010) penggunaan

energi lampu UV sampai 60 watt selama 4 jam menyebabkan penurunan tinggi

Page 75: Allium sativum Linn

75

tanaman, panjang dan lebar daun, jumlah daun, berat basah dan berat kering

tanaman Caladium bicolor (W.Ait).

Sinar UV sangat berpengaruh terhadap perkembangan sel. Sel

merupakan satuan hidup terkecil yang dapat menderita akibat radiasi. Tanggapan

sel atau jaringan terhadap radiasi berbeda-beda, baik yang menyangkut perubahan

derajat ketahanan hidup, mutasi ataupun karsinogen (Soedjono, 2003).

Page 76: Allium sativum Linn

76

BAB VII

SIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan

Berdasarkan dari hasil dan pembahasan yang telah diuraikan dapat

dibuat simpulan sebagai berikut.

1. Perlakuan konsentrasi kolkisin 5%, 10% dan 20% dapat meningkatkan

tinggi tanaman, panjang daun pada awal pertumbuhan tanaman

sedangkan jumlah daun kesuna bali meningkat akibat perendaman

dengan kolkisin 20% pada umur 10 MST. Perlakuan konsentrasi kolkisin

5%, 10% dan 20% tidak berpengaruh terhadap berat kering umbi kesuna

bali.

2. Perlakuan konsentrasi kolkisin 5%, 10% dan 20% berpengaruh terhadap

indeks stomata. Kolkisin menyebabkan penurunan indeks stomata.

3. Pada penelitian ini ditemukan kromosom triploid (3n) pada konsentrasi

kolkisin 20%.

4. Terdapat perbedaan pola pita DNA hasil amplifikasi dengan marka

dengan primer OPA 01 dan UBC 250 antara tanaman kontrol dengan

tanaman hasil pemberian kolkisin.

5. Pada primer OPA 01 terdapat pengelompokan antara perlakuan kontrol

dengan variasi kolkisin yang diberikan. Hal ini terjadi mutasi pada

tanaman kontrol akibat terpapar oleh sinar UV.

Page 77: Allium sativum Linn

77

7.2 Saran

Saran yang direkomendasikan dari penelitian ini sebagai berikut:

1. Penelitian sebaiknya dilakukan di dataran tinggi karena sesuai

dengan tempat tumbuh tanaman kesuna bali, sehingga akan

menghasilkan tanaman kesuna bali poliploid yang lebih optimal.

2. Dilakukan optimasi PCR untuk beberapa primer supaya

mendapatkan primer yang tepat dalam mendeteksi tanaman kesuna

bali mutan.

Page 78: Allium sativum Linn

78

DAFTAR PUSTAKA

Addink, W. 2002. Colchicine: use in plant breeding work to induce mutation

(poliploidy). Available from: http://actahort.org/books/502/502-27.htm.

Opened at: 18.09.2014. 08.45.

Ajijah, N dan Bermawi, N. 2003. Pengaruh Kolkisin terhadap Pertumbuhan dan

Produksi Dua Tipe Kencur (Kampferia galanga Linn.). Buletin Tanaman

Rempah dan Obat 14 (1): 46-55.

Ali. B.A., T.H. Huang, H.H. Salem, Q.D. Xie. 2006. Influence of Thermal Cycler

day-to-day Reproducibility of Random Amplified Polymorphic DNA

Fingerprints. Jurnal Biotechnology 5 (3): 324-329.

Al-Zahim, A., Newbury, H.J., Lloyd, B.V.F. 1997. Classification of Genetic

Varioation in Garlic (Allium sativum L.) Revealed by RAPD. HortScience

32 (6):1102-1104.

Anggarwulan, E., N. Etikawati, dan A.D. Setyawan.1999. Karyotipe Kromosom

pada Tanaman Bawang Budidaya (Genus Allium; Familia

Amaryllidaceae). BioSMART 1 (2): 13-19.

Asif , M. J., Mak, C dan Yasmin, O. R. 2000. Polyploid Induction in a Local

Wild Banana (Musa acuminata ssp. Malaccenis). Journal of Biological

Sicences 3 (5): 740-743.

Badan Pusat Statistika. 2012. Laporan Perekonomian Indonesia: Jakarta.

Bakhtiar dan Nurzuhairawaty, 2002. Perubahan Beberapa Karakter Cabai Besar

(Capsicum annum L) akibat Pemberian Kolkisin. Agrosains 1-6: 1411-

5786.

Barnes, J., Anderson, L.A and Philips, J.D. 2007. Herbal Medicines, 3th ed.

Pharmaceutical Press. London.

Beck, S., 1998. High Fidelity PCR : Enhancing the Accuracy of DNA

Amplification. The Scientist 12 (1) : 19-20.

Page 79: Allium sativum Linn

79

Brar, D.D. 2002. Moleculer Marker Assited Breeding. In: Moleculer Technique in

Crop Improvement (edited by S.M. Jain, D.S.Brar, and B.S. Ahloowalia).

Kluwer Academic Publisher. London.

Brodelius P, Pedersen H. 1994. Increasing Secondary Metabolite Production in

Plant Cell Culture by Redirecting Transport. Trends in Biotechnology 11

(1): 30-36.

Chahal, G.S. dan Gosal, S.S. 2002. Principles and Procedures of Plant Breeding

Biotechnological and Conventional Approaches. Alpha Science

International Ltd. Harrow, United Kingdom.

Cheng, S., Fockler, C., Barnes, M.W., and Higuchi, R., 1994. Effective

Amplification of Long Target from Cloned Inserts and Human Genomic

DNA. Proceeding National Acadademy of Science USA 91 : 5695-5699.

Ciuca, M., Maria, P., dan Monica, L. 2004. RAPD Markers from Polymophism

Identification in Parasitic Weed Orobanche Curumana Wallr. Agricultural

Research and Development Institute 21: 29-32.

Crowder, L.V. 1997. Genetika Tumbuhan (Diterjemahkan oleh Lilik Kusdiarti).

Cet-5. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Doyle, J.J., Doyle J.L. 1990. Isolation of Plant DNA from Fresh Tissue. Focus

12: 13-15.

Eigsti, O.J. and P. Dustin. 1995. Colchicine in Agriculture, Medicine, Biology,

and Chemistry. The Lowa State College Press. Lowa.

Ernawiati, E. 2008. Efek Mutagenik Umbi Kembang Sungsang (Gloriosa superba

Lindl.) terhadap Pembelahan Sel Akar Umbi Bawang Bombay. Jurnal

Sains Mipa 14 (2) : 129-132.

Escand, A..S., Miyajima, I., Alderete, M., Hagiwara, J.C., Facciuto, G., Mata, D.,

Soto, S.M. 2005. Wild Ornamental Germplasm Exploration and

Domestication Based On Biotechnological approaches. In Vitro Kolkhisin

Treatment to Obtain a New Cultivar of Scoparia Montevidiensis. Electron.

Jurnal of Biotechnology 8 (2): 205-211.

Page 80: Allium sativum Linn

80

Fernandes, T.C.C., Mazzeo, D.E.C., Marin Morales, M.A. 2007.Mechanism of

micronuclei formation in polyploidizated cells of Allium cepa exposed to

trifluralin herbicide. Pesticide Biochemistry and Physiology. v. 88, p. 252-

259.

Gardner, F.P., Pearce R.B., dan Mitchell, L. 1991. Fisiologi Tanaman

Budidaya. UI Press. Jakarta.

Ginting LN, 2008. Pengaruh Konsentrasi dan Lama Perendaman Kolkhisin

terhadap Pertumbuhan dan Peningkatan Produksi Tanaman Kacang Tanah

(arachis hypogaea). Available from :http://repository.usu.ac.id/ bitstream/

123456789/25006. Opened at : 20.11.2011.

Harborne, J.B., 1996. Metode Fitokimia, Penuntun Modern Cara Menganalisis

Tumbuhan. Penerbit ITB. Bandung.

Hardiyanto, Devy, NF., dan Supriyanto, A. 2007. Eksplorasi, Karakterisasi, dan

Evaluasi Beberapa Klon Bawang Putih Lokal. Jurnal Hortikultura 17 (4):

307-313.

Harini, S.S., M., Leelombika, M.N., Shiva, K., Sathyanarayana, N. 2008.

Optimization of DNA Isolation and PCR-RAPD methods for Molecular

analysis of Urginea indica Kunth. International International Jurnal of

Intergrative Biology (2) 2: 138-142.

Haryanti, S., R.B. Hastuti, N. Setiari, A. Banowo. 2009. Pengaruh Kolkisin

Terhadap Pertumbuhan, Ukuran Sel Metafase Dan Kandungan Protein

Biji Tanaman Kacang Hijau (Vigna radiata (L) Wilczek). Jurnal

Penelitian Sains dan Teknologi 10 (2) :112-120.

Haryanto, Fransiskua Fendi. 2010. Analisis Kromosom dan Stomata Tanaman

Salak Bali (Salacca zalacca var. amboinensis (Becc.) Mogea), Salak

Padang Sidempuan (S. sumatrana (Becc.)) dan Salak Jawa (S.zalacca var.

zalacca (Becc) Mogea)). Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Sebelas

Maret: Surakarta.

Henuhili V. dan Suratsih, 2003. Genetika. Universitas Negeri Yogyakarta.

Yogyakarta.

Page 81: Allium sativum Linn

81

Herman, Irma, I.N., dan Dewi, I.R. 2013. Pengaruh Mutagen Kolkisin pada Biji

Kcang Hijau (Vigna radiata L.) terhadap Jumlah Kromosom dan

Pertumbuhan. Prosiding Seminar Nasional Biodiversitas dan Ekologi

Tropika Indonesia (BioETI) Universitas Andalas: Padang.

Hermansyah, Y., dan Inoriah, E. 2009. Penggunaan Pupuk Daun dan

Manipulasi Jumlah Cabang yang Ditinggalkan pada Panen Kedua

Tanaman Nilam. Jurnal Akta Agrosia 12 (2): 194-203.

Hidayati, R.S. 2009. Analisis Karakteristik Stomata, Kadar Klorofil dan

Kandungan Logam Berat pada Daun Pohon Pelindung Jalan Kawasan

Lumpur Porong Sidoardjo. Skripsi. Fakultas Sinstek dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Malang: Malang.

Hilman, Y., Achmad H., dan Suwandi. 1997. Monograf no 7. Budidaya Bawang

Putih di Dataran Tinggi. Balai Penelitian Tanaman Sayuran Pusat

Penelitian dan Pengembangan Holtikultura.

Hindarti, N.W. 2002. Lama Perendaman dan Konsentrasi Kolkhisin pada

Poliploidisasi Bawang Putih. Skripsi Sarjana pada Fakultas Pertanian

Universitas Pembangunan Nasional Veteran: Yogyakarta.

Hoon-Lim S, Peng Teng PC, Lee Y.H, and Goh CJ. 1999. RAPD Analysis of

Some Species in the Genus Vanda (orchidaceae). Annals of Botany

83: 193-196.

Indraningsih, E. 2008. Induksi Poliploidisasi Bawang Merah (Allium cepa L.)

dengan Ekstrak Etanolik Daun Tapak Dara (Catharanthus roseus [L] G.

Don.). Seminar. Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada: Yogyakarta.

Indraningsih, E. 2010. Analisis Fenotipe dan Ploidi Tanaman Melon (Cucumis

melo L.) Hasil Perlakuan Ekstrak Etanolik Daun Tapak Dara

(Catharanthus roseus [L] G. Don.). Skripsi Sarjana pada Fakultas Biologi

Universitas Gadjah Mada: Yogyakarta.

Innis, A.M., and Gelfand, H.D. 1990. Optimization of PCRs. In the: PCR

Protocols :A Guide to Methods and Applications. Academic Press Inc, San

Diego, California.

Page 82: Allium sativum Linn

82

Jurčák. J. 1999. A Modification to the Acetocarmine Method of Chromosomes

Colouring in the School Practice. Biologica 37: 7-14.

Jusuf, A.A. 2009. Histoteknik Dasar. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Kadi, A. 2007. Manipulasi Poliploidi untuk Memperoleh Jenis Baru yang Unggul.

Oseanografi 32 (4): 1-11

Karangiannidou, T.H., Elephteriou, E.P., Tsekos, I., Galatis B. dan Apostolakos

P.1995. Colchichine induced Paracrystals in Root Cells of Weath

(Triticum aestivum L.). Annals of Botany 76 (1): 23-30.

Kehr. A. 2001. Tetraploidy Convension: An Easy and Effective Method On

Colchicine Treatment. http://members.tripod.com/h_syiacus/tetraploidy.

Kemper, J. Kathi. 2000. Garlic. Longwood Herbal Task Force, pp.3.

Kristianto, B.A., B. Sukamto dan Karno. 2001. Poliploidasi Rumput Makanan

Ternak dalam Rangka Mendapatkan Rumput Unggul. Jurnal

Pengembangan Peternakan Tropis (Edisi Spesial): 172-180.

Lamina,1990. Petunjuk Teknik Budidaya Bawang Putih. CV. Simplek. Jakarta.

Lestari, E.G. 2006. Hubungan antara Kerapatan Stomata dengan Ketahanan

Kekeringan pada Somaklon Padi Gajahmungkur, Towuti, dan IR 64.

Biodiversitas 7(1): 44-48.

Liu, G., Z. Li., dan Bao, M. 2007. Colchicine-Induced Chromosome Doubling in

Plantanus Acefolia and Its Effect on Plant Morphology. Euphytica 159:

249-258.

Loveless, A.R., 1991. Prinsip-prinsip Biologi Tumbuhan untuk Daerah Tropik,

Jilid 1 , Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Lu, C. dan Bridgen, M.P. 1997. Chromosome Doubling and Fertility Study of

Alstroemeria aurea x A. caryophyllea. Euphytica 94: 75-81.

Mangoendidjojo, W. 2003. Dasar-dasar Pemuliaan Tanaman. Kanisius:

Yogyakarata.

Page 83: Allium sativum Linn

83

Mansyurdin, H. dan Murni, D. 2004. Induksi Tetraploid pada Tanaman Cabai

Merah Keriting dan Cabai Rawit dengan Kolkisin. Stigma 7 (3): 297-300.

Marpaung, D. T. 2010. Evaluasi Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Bawang

Merah (Allium ascalonicum L.) dan Bawang Putih (Allium sativum L.) di

desa Harian dan desa Sitinjak Kecamatan Onan Rungu Kabupaten

Samosir. Skripsi. Universitas Sumatera Utara. (serial online), November.,

[cited 2013 Ags. 15]. Available from: http://repository.usu.ac.id/handle/

123456789/pdf.

Mirna, W. J. 2011. Keanekaragaman Bakteri Toleran Uranium Pada

Limbah Uranium Cair Fasa Organik TPB-Kerosin. Skripsi Sarjana

Fakultas MIPA Universitas Negeri Yogyakarta : Yogyakarta.

Morejohn, L.C. 1991. The Molecular Pharmacology of Plant Tubulin and

Microtubules. In: The Cytoskeletal Basis of Plant Growth and Form,

edited by C.W. Lioyd. Academic Press. London.

Murfadalina.1997. Pengaruh Kolkisin dan Lama Perendaman Terhadap Jumlah

Kromosom, Indeks Stomata dan Kandungan Protein Polong Kapri (Pisum

sativum). Skripsi Sarjana Fakultas MIPA Universitas Gajah Mada:

Yogyakarta.

Nala, N. 2004. MULA dan KANDA (Umbi dan Rimpang). (serial online), Nov-

De., [cited 2013Ags.07] Available from : http://www.parisada.org/ index.

php?option=com_content&task=view&id=968&Itemid=80.

Nasir, M. 2002. Bioteknologi Molekuler Teknik Rekayasa Genetik Tanaman.Citra

Aditya Bakti. Bandung.

Newton, C.R., and Graham,A., 1997, PCR, 2nd

edition, BIOS Scientific Publisher

Limited, New York. United Kingdom.

Nurwanti, L. 2010. Induksi Mutasi Kromosom dengan Kolkisin Pada Anthurium

Wave of Love (Anthurium plowmanii Croat.) secara In vitro. Skripsi

Sarajana pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor: Bogor.

Palit, J.J. 2008. Teknik Perhitungan Jumlah Stomata Beberapa Kultivar Kelapa.

Teknik Litkayasa Pelaksanaan Lanjutan pada Balai Penelitian Kelapa dan

Palma Lain. Buletin Teknik Pertanian 13 (1) : 9-11.

Page 84: Allium sativum Linn

84

Parjanto, S. Moeljopawiro, W.T. Artama dan A. Purwantoro. 2003. Kariotip

Kromosom Salak. Zuriat 14 (2) : 21-28.

Parvin, L., Haque, M.S., Al Munsur, M.A.Z., dan Begum, S.N. 2008. Detection of

Somaclonal Variation in Garlic (Allium sativum L.) by RAPD markers.

Bangladesh. Jurnal of Crop Science 19(1): 35-42.

Permadi, A.H., Cahyani, R., Syarif, S. 1991. Cara Pembelahan Umbi, Lama

Perendaman dan Konsentrasi Kolkisin Pada Poliploidasi Bawang Merah

‘Sumenep’. Zuriat 2: 17-26.

Permatasari, D. 2007. Evaluasi Keragaman Fenotipe Tanaman Stevia (Stevia

rebaudiana BERTONI M) Klon Zweeteners Hasil Mutasi Kromosom

dengan Kolkisin. Skripsi Institut Pertanian Bogor (serial online), Oktober.,

[cited 2013 Ags. 25] Available from : http://repository.ipb.ac.id/bitsream/

handle/123456789/44817A10lnu-8.pdf.

Perwati, L.K. 2009. Analisis Derajat Ploidi dan Pengaruhnya Terhadap Variasi

Ukuran Stomata dan Spora pada Adiantum raddianum. BIOMA 11 (2):39-

44.

Pharmawati, M, Defiani, R. 2009. Perubahan Genetik Tanaman Pacar Air

(Impatiens balsamina L) dengan Pemberian Kafein. Laporan Penelitian

Fundamental. Universitas Udayana: Badung.

Pharmawati, M. 2009. Optimalasi Ekstraksi DNA dan PCR-RAPD pada Grevillea

spp. (Proteaceae). Jurnal Biologi 13 (1): 12-16.

Prana, T.K., N.S. Hartati. 2003. Identifikasi Sidik Jari DNA Talas (Colocasia

esculenta L. Schott) Indonesia dengan Teknik RAPD (Random Amplified

Polymorphic DNA): Skrining Primer dan Optimalisasi Kondisi PCR.

Jurnal Natur Indonesia 5 (2) : 107-112.

Pratimi, A. 1995. Perbedaan potensi bakteriostatik antara Bawang Putih Umbi

tunggal dengan Bawang Putih umbi banyak terhadap bakteri gram positif

dan gram negatif. Skripsi Sarjana pada Fakultas MIPA Universitas

Diponegoro: Semarang.

Page 85: Allium sativum Linn

85

Prematilake, D.P. 2005. Inducing Genetic Variation of Innala (Solanostemon

rotundifolius) via In Vitro Callus Culture. Jurnal 0f the National Science

Foundation of Sri Lanka 33: 123-131.

Purwantoro, A., Ambarwati, E., Puspasari, D. 2007. Perbaikan Karakter Bunga

Kertas (Zinnia spp.) sebagai Salah Satu Komoditas Bunga Potong Melalui

Induksi Poliploidasi. Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada

Masyarakat Universitas Gadjah Mada. (serial online), Januari., [cited 2013

Ags. 27] Available from : http://lib.ugm.ac.id/digitasi/ upload/3043_MU.

121000047-aziz.pdf.

Purwati. 2009. Evaluasi Lapangan Keragaman Genotipe-Genotipe Somaklonal

Artemisia (Artemisia annua L.) Hasil Induksi Sinar Gamma. Skripsi

Sarjana pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor: Bogor.

Puspita, D.S., Ashari, S., Haryono, D. 2010. Respon Awal Pertumbuhan Vegetatif

Tanaman Durian (Durio zhibetinus Murr.) Terhadap Pemberian Pupuk

Anorganik. Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya: Malang.

Putri, L.A.P., Basyuni, K.H.M dan Setyo, I.E. 2013. Analisis Awal : Pemakaian

Marka Molekuler RAPD untuk Pendugaan Keragaman Genetik Plasma

Nutfah Aren Sumatera Utara. Fakultas Pertanian Universitas Sumatera

Utara Pusat Penelitian Kelapa Sawit Prosiding Seminar Nasional

Agroforestri.

Rahayu, E. dan Berlian, N. 1999. Pedoman Bertanam Bawang Merah. Penebar

Swadaya. Jakarta.

Ramella, M.S., Mariela, A.K., Caroline, T., dan Ana, C.M.A. Optimization of

Random Amplified Polymorphic DNA Protocol for Molecular

Identification of Lophius gastrophysus. Jurnal Food Science and

Technology (Campinas) 25 (4): 733-735.

Ritonga, A.W., dan Wulansari, A. 2011. Pengaruh Kolkisin Terhadap Kromosom

Ujung Akar Bawang Merah. (serial online), Des-Jan., [cited 2013 Jul. 20]

Available from : http://aryaagh.files.wordpress.com/2011/01/pengaruh-

kolkisin.pdf.

Rose, J.B., Kubba J san Tobutt, K.R. 2000. Induction of tetraploid in Buddleia

globusa. Jurnal of Plant Biotechnology 63 (2): 121-125.

Page 86: Allium sativum Linn

86

Salisbury, F.B dan C.W. Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 2 (Diterjemahkan

oleh D.R. Lukman dan Sumaryono). Institut Teknologi Bandung.

Bandung.

Samadi, B. 2007. Seri Budi Daya Pengenalan Semangka Tanpa Biji.

Kanisius. Yogyakarta.

Saputra, E.H., Lita S., Respatijarti. 2014. Aplikasi Kolkhisin Terhadap

Pertumbuhan Dan Produksi Benih Sawi (Brassica rapa). Jurnal Produksi

Tanaman 1 (6): 501-505.

Sarwadana, S.M., dan Gunadi, I. G. A. 2007. Potensi Pengembangan Bawang

Putih (Allium Sativum L.) Dataran Rendah Varietas Lokal Sanur. Jurusan

Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Udayana. Agritrop

26 (1): 19 – 23.

Setyowati, M., Endang, S.,dan Aziz Purwantoro. 2013. Induksi Poliploidi dengan

Kolkisin pada Kultur Meristem Batang Bawang Wakegi (Allium x wakegi

Araki). Jurnal Ilmu Pertanian 16 (1) : 58-76.

Sistina, Y. 2000. Biologi Reproduksi. Fakultas Biologi Universitas Soedirman:

Purwokerto.

Sitompul, S.M, dan B. Guritno., l995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. Gadjah

Mada University Press. Yogyakarta.

Soedjono, S. 2003. Aplikasi Mutasi Induksi dan Variasi Somaklonal dalam

Pemuliaan tanaman. Jurnal Litbang Pertanian 22 (2) : 70-78.

Soesanti, N. dan Setyawan, A.D. 2000. Petunjuk Praktikum Mikroteknik Hewan

dan Tumbuhan. Jurusan Biologi FMIPA UNS: Surakarta.

Sofia, D. 2007. Respon Pertumbuhan dan Produksi Mentimun (Cucumis sativus

L) dengan Mutagen Kolkisin. (serial online), Juli., [cited 2013 Ags.

25] Available from : http://repository.usu.ac.id/bitsream/123456789/pdf.

Solichatun, Nurhidayah, dan E. Anggarwulan. 2003. Analisis Pertumbuhan,

Stomata, Kandungan Klorofil, dan Karotenoid Daun Kentang (Solanum

tuberosum L.) Varietas Atlantik dan Granola di Sekitar Kawah Sikidang,

Dieng. Jurusan Biologi Fakultas MIPA Universitas Sebelas Maret

Surakarta. BioSmart 5 (1) : 38-42.

Page 87: Allium sativum Linn

87

Strachan T dan Andrew P.R. 1999. Human Molecular Genetic 2nd Edition. BIOS

Scientific Publishers Ltd. New York, United Kingdom.

Suharni, S. 2004. Evaluasi Morfologi, Anatomi, Fisiologi, dan Sitologi Tanaman

Rumput Pakan yang Mendapat Perlakuan Kolkisin. Tesis Universitas

Diponegoro. (serial online), Juni., [cited 2013 Ags. 27] Available from :

http://eprints.undip.ac.id/12975/1/2005MIT3523/pdf.

Suliartini N., A. Purwantoro, E. Sulistyaningsih. 2004. Keragaman Genetik dalam

Spesies Caladium bicolor Berdasarkan Analisis Kariotipe. Agrosains. 17

(2) : 235-244.

Suminah, Sutarno, A., Setyawan, D. 2002. Induksi poliploidi bawang merah

(Allium ascalonicum L.) dengan pemberian kolkisin. Biodiversitas 3

(1) : 174 – 180.

Suprihati, D., Elimasni, E., dan Sabri. 2007. Identifikasi karyotipe terung belanda

(Solanum betaceum Cav.) kultivar Brastagi Sumatera Utara. Jurnal

Biologi Sumatera Utara 2(1): 7 –11.

Suriana, N. 2011. Bawang Bawa Untung Budi Daya Bawang Merah dan

Bawang Putih. Cahaya Alam Pustaka. Yogyakarta.

Suryo, 1995. Sitogenetika. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Suryo. 2007. Sitogenetika. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Syaifudin, A., Evie Ratnasari, Isnawati. 2013. Pengaruh Pemberian Berbagai

Konsentrasi Kolkhisin terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman

Cabai (Capsicum annum) Varietas Lado F1. Jurnal LenteraBio 2 (2) :167-

171.

Syamsiah, I.S. dan Tajudin. 2003. Khasiat dan Manfaat Bawang Putih.

Agromedia pustaka. Jakarta.

Tamarin, R. 1995. Principles of Genetics.Third Edition. Boston., pp. 452-454.

Thomson, H. 2007. PDR for Herbal Medicine (garlic), 4th

ed. Montvale: Thomson

Health Care Inc., pp. 345-346.

Page 88: Allium sativum Linn

88

Udupa S, Baum M. 2001. High Mutation Rate and Mutation Bias at (TTA) and

Microsatellite Loci in Chickpea (Cicer arietenum L.). Jurnal Molecular

Genetics Genomic 265:1097-1103.

Volk, G.M., Henk, A.D., Richards, C.M. 2003. Diversity of Garlic Accessions

within the National Plant Gerplasm System. HortScience 38: 736-741.

Wibowo, S. 2006. Budidaya Bawang Putih, Bawang Merah dan Bawang

Bombay. Edisi Penerbit Swadaya. Jakarta.

Wiendra, N.M.S., Pharmawati, M., dan Astiti, N.P.A. 2011. Pemberian

Kolkhisin Dengan Lama Perendaman Berbeda Pada Induksi Poliploidi

Tanaman Pacar Air (Impatiens balsamina L.). Jurnal Biologi 15 (1): 9-14.

Wijaya, M.A., Anindita, R., dan Setiawan, B. 2014. Analisis Volatilitas Harga

Volalitilitas Spillover dan Trend Harga Pada Komoditas Bawang Putih

(Allium sativum L.). AGRISE 14 (2): 128-143

Yuniasih. 2011. Anatomi Akar, Batang, Daun dan Kandungan Gizi Tanaman

Melon (Cucumis melo L.) Kultivar Melodi Gama-1 Hasil Poliploidasi I

dengan Bio-Catharantine. Tesis Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

(serial online), Agustus., [cited 2013 Ags. 26] Available from : http://www

.google.co.id/DownloadFile%2D2529-H-2011.pdf.

Yusdar, H., Achmad, H., dan Suwandi. 1997. Budidaya Bawang Putih di

Dataran Tinggi. Balai Penelitian Tanaman Sayuran Pusat Penelitian dan

Pengembangan Holtikultura Badan Penelitian dan Pengembangan

Pertanian. Bandung. Monograf No. 7. pp. 8-13.

Zainudin, A. 2006. Optimasi Proses PCR Pada PLB Tanaman Anggerk

Onicidium Hasil Perlakuan Penetesan Mutagen Kimia Kolkisin. Gamma 1

(2) : 155-161.

Page 89: Allium sativum Linn

89

LAMPIRAN

Lampiran 1. Hasil Anova Tinggi Tanaman Kesuna Bali 2 Minggu

One Way Anova

Perlakuan

N Mean

Std.

Deviation

Std.

Error

95% Confidence

Interval for Mean

Minimum Maximum

Lower

Bound

Upper

Bound

P0 6 3.2367 .43610 .17804 2.7790 3.6943 2.75 3.83

P1 6 4.0000 .50192 .20491 3.4733 4.5267 3.30 4.83

P2 6 4.1250 .44076 .17994 3.6625 4.5875 3.58 4.67

P3 6 3.9467 .15161 .06190 3.7876 4.1058 3.70 4.12

Total 24 3.8271 .51861 .10586 3.6081 4.0461 2.75 4.83

ANOVA

Sum of Squares Df Mean Square F Sig.

Between Groups 2.889 3 .963 5.843 .005

Within Groups 3.297 20 .165

Total 6.186 23

Tukey HSD

Perlakuan N

Subset for alpha = 0.05

1 2

P0 6 3.2367

P3 6 3.9467

P1 6 4.0000

P2 6 4.1250

Sig. 1.000 .871

Means for groups in homogeneous subsets are

displayed.

a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 6,000.

Page 90: Allium sativum Linn

90

Lampiran 2. Hasil Anova Tinggi Tanaman Kesuna Bali 6 Minggu

One Way Anova

Perlakuan

N Mean

Std.

Deviation

Std.

Error

95% Confidence

Interval for Mean

Minimum Maximum

Lower

Bound

Upper

Bound

P0 6 17.4667 2.73492 1.11653 14.5965 20.3368 13.10 21.35

P1 6 18.3944 1.47745 .60317 16.8440 19.9449 17.03 21.08

P2 6 18.2833 1.85209 .75611 16.3397 20.2270 16.67 20.90

P3 6 18.4972 1.28795 .52580 17.1456 19.8488 16.70 20.38

Total 24 18.1604 1.83855 .37529 17.3841 18.9368 13.10 21.35

ANOVA

Sum of Squares Df Mean Square F Sig.

Between Groups 3.988 3 1.329 .360 .782

Within Groups 73.758 20 3.688

Total 77.746 23

Tukey HSD

Perlakuan

N

Subset for alpha

= 0.05

1

P0 6 17.4667

P2 6 18.2833

P1 6 18.3944

P3 6 18.4972

Sig. .790

Means for groups in homogeneous

subsets are displayed.

a. Uses Harmonic Mean Sample Size

= 6,000.

Page 91: Allium sativum Linn

91

Lampiran 3. Hasil Anova Tinggi Tanaman Kesuna Bali 10 Minggu

One Way Anova

Perlakuan

N Mean

Std.

Deviation

Std.

Error

95% Confidence

Interval for Mean

Minimum Maximum

Lower

Bound

Upper

Bound

P0 6 25.70 3.197 1.305 22.34 29.05 20 30

P1 6 26.42 2.017 .823 24.30 28.53 24 29

P2 6 26.66 1.776 .725 24.79 28.52 25 29

P3 6 26.85 1.846 .753 24.91 28.78 23 29

Total 24 26.40 2.175 .444 25.49 27.32 20 30

ANOVA

Sum of Squares Df Mean Square F Sig.

Between Groups 4.565 3 1.522 .292 .831

Within Groups 104.256 20 5.213

Total 108.821 23

Tukey HSD

Perlakuan N

Subset for alpha

= 0.05

1

P0 6 25.70

P1 6 26.42

P2 6 26.66

P3 6 26.85

Sig. .819

Means for groups in homogeneous

subsets are displayed.

a. Uses Harmonic Mean Sample Size

= 6,000.

Page 92: Allium sativum Linn

92

Lampiran 4. Hasil Anova Tinggi Tanaman Kesuna Bali 14 Minggu

One Way Anova

Perlakuan

N Mean

Std.

Deviation

Std.

Error

95% Confidence

Interval for Mean

Minimum Maximum

Lower

Bound

Upper

Bound

P0 6 36.32 3.541 1.446 32.61 40.04 32 41

P1 6 37.56 4.728 1.930 32.60 42.52 30 43

P2 6 41.98 1.522 .621 40.38 43.58 39 43

P3 6 41.48 2.835 1.157 38.50 44.45 37 44

Total 24 39.33 4.005 .818 37.64 41.03 30 44

ANOVA

Sum of Squares Df Mean Square F Sig.

Between Groups 142.771 3 47.590 4.207 .018

Within Groups 226.222 20 11.311

Total 368.993 23

Tukey HSD

Perlakuan N

Subset for alpha = 0.05

1 2

P0 6 36.32

P1 6 37.56 37.56

P3 6 41.48 41.48

P2 6 41.98

Sig. .067 .137

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 6,000.

Page 93: Allium sativum Linn

93

Lampiran 5. Hasil Anova Jumlah Daun Kesuna Bali 2 Minggu

One Way

Perlakuan

N Mean

Std.

Deviation

Std.

Error

95% Confidence

Interval for Mean

Minimum Maximum

Lower

Bound

Upper

Bound

P0 6 1.0000 .00000 .00000 1.0000 1.0000 1.00 1.00

P1 6 1.0278 .06804 .02778 .9564 1.0992 1.00 1.17

P2 6 1.1389 .12545 .05122 1.0072 1.2705 1.00 1.33

P3 6 1.1389 .12545 .05122 1.0072 1.2705 1.00 1.33

Total 24 1.0764 .10966 .02238 1.0301 1.1227 1.00 1.33

ANOVA

Sum of Squares Df Mean Square F Sig.

Between Groups .096 3 .032 3.547 .033

Within Groups .181 20 .009

Total .277 23

Tukey HSD

Perlakuan N

Subset for alpha = 0.05

1

P0 6 1.0000

P1 6 1.0278

P2 6 1.1389

P3 6 1.1389

Sig

.

.085

Means for groups in homogeneous subsets are

displayed.

a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 6,000.

Page 94: Allium sativum Linn

94

Lampiran 6. Hasil Anova Jumlah Daun Kesuna Bali 6 Minggu

One way Anova

Perlakuan

N Mean

Std.

Deviation

Std.

Error

95% Confidence

Interval for Mean

Minimum Maximum

Lower

Bound

Upper

Bound

P0 6 3.8867 .27149 .11084 3.6018 4.1716 3.50 4.33

P1 6 4.0867 .20412 .08333 3.8725 4.3009 3.67 4.17

P2 6 4.1383 .19477 .07952 3.9339 4.3427 3.83 4.33

P3 6 4.2500 .31324 .12788 3.9213 4.5787 3.83 4.67

Total 24 4.0904 .26969 .05505 3.9765 4.2043 3.50 4.67

ANOVA

Sum of Squares Df Mean Square F Sig.

Between Groups .416 3 .139 2.205 .119

Within Groups 1.257 20 .063

Total 1.673 23

Tukey HSD

Perlakuan N

Subset for alpha = 0.05

1

P0 6 3.8867

P1 6 4.0867

P2 6 4.1383

P3 6 4.2500

Sig. .089

Means for groups in homogeneous subsets are

displayed.

a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 6,000.

Page 95: Allium sativum Linn

95

Lampiran 7. Hasil Anova Jumlah Daun Kesuna Bali 10 Minggu

One Way Anova

Perlakuan

N Mean

Std.

Deviation

Std.

Error

95% Confidence

Interval for Mean

Minimum Maximum

Lower

Bound

Upper

Bound

P0 6 5.0283 .43811 .17886 4.5686 5.4881 4.67 5.83

P1 6 5.6950 .41438 .16917 5.2601 6.1299 5.00 6.17

P2 6 5.7233 .40406 .16496 5.2993 6.1474 5.17 6.17

P3 6 5.8900 .68746 .28065 5.1686 6.6114 5.00 6.83

Total 24 5.5842 .57492 .11736 5.3414 5.8269 4.67 6.83

ANOVA

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 2.605 3 .868 3.475 .035

Within Groups 4.998 20 .250

Total 7.602 23

Tukey HSD

Perlakuan N

Subset for alpha = 0.05

1 2

P0 6 5.0283

P1 6 5.6950 5.6950

P2 6 5.7233 5.7233

P3 6 5.8900

Sig. .108 .905

Means for groups in homogeneous subsets are

displayed.

a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 6,000.

Page 96: Allium sativum Linn

96

Lampiran 8. Hasil Anova Jumlah Daun Kesuna Bali 14 Minggu

One Way Anova

Perlakuan

N Mean

Std.

Deviation

Std.

Error

95% Confidence

Interval for Mean

Minimum Maximum

Lower

Bound

Upper

Bound

P0 6 3.6650 .41980 .17138 3.2244 4.1056 3.17 4.33

P1 6 3.9150 .84984 .34695 3.0231 4.8069 2.33 4.67

P2 6 4.5017 .31518 .12867 4.1709 4.8324 4.17 5.00

P3 6 4.2500 .60508 .24702 3.6150 4.8850 3.33 5.00

Total 24 4.0829 .63439 .12949 3.8150 4.3508 2.33 5.00

ANOVA

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 2.437 3 .812 2.382 .100

Within Groups 6.820 20 .341

Total 9.256 23

Tukey HSD

Perlakuan N

Subset for alpha

= 0.05

1

P0 6 3.6650

P1 6 3.9150

P3 6 4.2500

P2 6 4.5017

Sig. .094

Means for groups in homogeneous

subsets are displayed.

a. Uses Harmonic Mean Sample Size

= 6,000.

Page 97: Allium sativum Linn

97

Lampiran 9. Hasil Anova Panjang Daun Kesuna Bali 2 Minggu

One Way Anova

Perlakuan

N Mean

Std.

Deviation Std. Error

95% Confidence

Interval for Mean

Minimum Maximum

Lower

Bound

Upper

Bound

P0 6 1.5867 .14067 .05743 1.4390 1.7343 1.42 1.77

P1 6 1.9500 .22244 .09081 1.7166 2.1834 1.77 2.38

P2 6 2.1133 .39124 .15972 1.7028 2.5239 1.75 2.75

P3 6 2.2117 .02401 .00980 2.1865 2.2369 2.18 2.25

Total 24 1.9654 .32783 .06692 1.8270 2.1038 1.42 2.75

ANOVA

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 1.357 3 .452 8.118 .001

Within Groups 1.115 20 .056

Total 2.472 23

Tukey HSD

Perlakuan N

Subset for alpha = 0.05

1 2

P0 6 1.5867

P1 6 1.9500 1.9500

P2 6 2.1133

P3 6 2.2117

Sig. .065 .252

Means for groups in homogeneous subsets are

displayed.

a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 6,000.

Page 98: Allium sativum Linn

98

Lampiran 10. Hasil Anova Panjang Daun Kesuna Bali 6 Minggu

One way Anova

Perlakuan

N Mean

Std.

Deviation Std. Error

95% Confidence

Interval for Mean

Minimum Maximum

Lower

Bound

Upper

Bound

P0 6 12.0533 1.78754 .72976 10.1774 13.9292 9.80 14.13

P1 6 12.6500 .62843 .25655 11.9905 13.3095 11.83 13.75

P2 6 12.4000 1.22015 .49812 11.1195 13.6805 10.55 14.00

P3 6 12.3200 1.34245 .54805 10.9112 13.7288 11.25 14.65

Total 24 12.3558 1.24225 .25357 11.8313 12.8804 9.80 14.65

ANOVA

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 1.088 3 .363 .211 .888

Within Groups 34.406 20 1.720

Total 35.493 23

Tukey HSD

Perlakuan N

Subset for alpha = 0.05

1

P0 6 12.0533

P3 6 12.3200

P2 6 12.4000

P1 6 12.6500

Sig. .859

Means for groups in homogeneous subsets are

displayed.

a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 6,000.

Page 99: Allium sativum Linn

99

Lampiran 11. Hasil Anova Panjang Daun Kesuna Bali 10 Minggu

One Way Anova

Perlakuan

N Mean

Std.

Deviation

Std.

Error

95% Confidence

Interval for Mean

Minimum Maximum

Lower

Bound

Upper

Bound

P0 6 21.7017 1.72369 .70369 19.8928 23.5106 19.63 23.92

P1 6 22.3117 1.29073 .52694 20.9571 23.6662 20.13 23.75

P2 6 22.1267 .68960 .28153 21.4030 22.8504 21.23 22.97

P3 6 22.1967 1.57125 .64146 20.5477 23.8456 19.65 23.93

Total 24 22.0842 1.30521 .26643 21.5330 22.6353 19.63 23.93

ANOVA

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 1.275 3 .425 .224 .878

Within Groups 37.907 20 1.895

Total 39.182 23

Tukey HSD

Perlakuan N

Subset for alpha = 0.05

1

P0 6 21.7017

P2 6 22.1267

P3 6 22.1967

P1 6 22.3117

Sig. .868

Means for groups in homogeneous subsets are

displayed.

a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 6,000.

Page 100: Allium sativum Linn

100

Lampiran 12. Hasil Anova Panjang Daun Kesuna Bali 14 Minggu

One Way Anova

Perlakuan

N Mean

Std.

Deviation Std.Error

95% Confidence

Interval for Mean

Minimum Maximum

Lower

Bound

Upper

Bound

P0 6 30.4183 4.22287 1.72398 25.9867 34.8500 26.25 36.00

P1 6 28.9183 7.13207 2.91166 21.4337 36.4030 16.08 35.08

P2 6 30.7733 3.14081 1.28223 27.4773 34.0694 25.55 34.88

P3 6 29.3650 3.99732 1.63190 25.1701 33.5599 22.63 33.30

Total 24 29.8688 4.59856 .93868 27.9269 31.8106 16.08 36.00

ANOVA

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 13.664 3 4.555 .193 .900

Within Groups 472.711 20 23.636

Total 486.375 23

Tukey HSD

Perlakuan N

Subset for alpha = 0.05

1

P1 6 28.9183

P3 6 29.3650

P0 6 30.4183

P2 6 30.7733

Sig. .910

Means for groups in homogeneous subsets are

displayed.

a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 6,000.

Page 101: Allium sativum Linn

101

Lampiran 13. Hasil Anova Berat Umbi Kering Kesuna Bali

Descriptives

Perlakuan

N Mean

Std.

Deviation

Std.

Error

95% Confidence

Interval for Mean

Minimum Maximum

Lower

Bound

Upper

Bound

P0 6 1.1611 .73648 .30067 .3882 1.9340 .00 1.90

P1 6 1.3139 .42340 .17285 .8696 1.7582 .80 2.08

P2 6 1.8361 .34049 .13901 1.4788 2.1934 1.43 2.23

P3 6 1.1444 .52405 .21394 .5945 1.6944 .53 1.67

Total 24 1.3639 .56913 .11617 1.1236 1.6042 .00 2.23

ANOVA

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 1.889 3 .630 2.264 .112

Within Groups 5.561 20 .278

Total 7.450 23

Tukey HSD

Perlakuan N

Subset for alpha = 0.05

1

P3 6 1.1444

P0 6 1.1611

P1 6 1.3139

P2 6 1.8361

Sig. .138

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 6,000.

Page 102: Allium sativum Linn

102

Lampiran 14. Hasil Anova Indeks Stomata Kesuna Bali

One Way Anova

Perlakuan

N Mean

Std.

Deviation

Std.

Error

95% Confidence

Interval for Mean

Minimum Maximum

Lower

Bound

Upper

Bound

P0 36 .2098 .01973 .00329 .2031 .2165 .17 .24

P1 36 .1676 .02507 .00418 .1591 .1761 .12 .20

P2 36 .2041 .01267 .00211 .1998 .2084 .18 .23

P3 36 .1786 .02779 .00463 .1692 .1880 .10 .22

Total 144 .1900 .02802 .00233 .1854 .1946 .10 .24

ANOVA

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups .044 3 .015 30.095 .000

Within Groups .068 140 .000

Total .112 143

Tukey HSD

Perlakuan N

Subset for alpha = 0.05

1 2

P1 6 .1676

P3 6 .1786

P2 6 .2041

P0 6 .2098

Sig. .546 .896

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 6,000.

Page 103: Allium sativum Linn

103

Lampiran 15. Hasil Anova Jumlah Kromosom Kesuna Bali

One Way Anova

Perlakuan

N Mean

Std.

Deviation

Std.

Error

95% Confidence

Interval for Mean

Minimum Maximum

Lower

Bound

Upper

Bound

P0 6 14.7217 1.15777 .47266 13.5067 15.9367 13.33 16.67

P1 6 24.1107 3.80284 1.55250 20.1198 28.1015 18.83 29.67

P2 6 27.4720 2.78772 1.13808 24.5465 30.3975 22.33 29.83

P3 6 20.2220 .69677 .28445 19.4908 20.9532 19.17 21.00

Total 24 21.6316 5.35779 1.09365 19.3692 23.8940 13.33 29.83

ANOVA

Sum of Squares Df Mean Square F Sig.

Between Groups 539.941 3 179.980 29.923 .000

Within Groups 120.294 20 6.015

Total 660.236 23

Tukey HSD

Perlakuan N

Subset for alpha = 0.05

1 2 3

P0 6 14.7217

P3 6 20.2220

P1 6 24.1107 24.1107

P2 6 27.4720

Sig. 1.000 .056 .115

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 6,000.

Page 104: Allium sativum Linn

104

Lampiran 16. Perhitungan BAR Stomata Kesuna Bali

Objek Sel Pengamatan ukuran

stomata (SMOK)

Objek

Mikrometer Skala yang berimpit

Perlakuan Diameter Stomata Ulangan SMOK SMOB

Kontrol 14 µm 1 20-50=30 3

Kolkisin 5% 13 µm 2 0-28=28 3

Kolkisin 10% 12 µm 3 26-55=29 3

Kolkisin 20%

15 µm 4 25-50=25 3

5 30-60=30 3

Keterangan :

SMOK = Skala Mikrometer Okuler

SMOB = Skala Mikrometer Objektif

Kalibrasi micrometer

1. 30 SMOK = 3 SMOB

2. 28 SMOK = 3 SMOB

3. 29 SMOK = 3 SMOB

4. 25 SMOK = 3 SMOB

5. 30 SMOK = 3 SMOB +

142 SMOK= 15 SMOB = 15:142 = 0.10563

1 SMOK = SMOB = 0.10563SMOB

= 0.10563 x 10 µm =1.0563µm

1. Ukuran diameter stomata kontrol = 13 x 1.0563µm = 13.73 µm

2. Ukuran diameter stomata kolkisin 5% = 16 x 1.0563µm = 16.91 µm

3. Ukuran diameter stomata kolkisin 10% = 12 x 1.0563µm = 12.68 µm

4. Ukuran diameter stomata kolkisin 20% = 15 x 1.0563µm = 15.84 µm

Page 105: Allium sativum Linn

105

Bar stomata

1. Kontrol

- Width = 0,19”

= 13 µm = 0,19”

a. 1µm = 0,19”: 13

= 0,014’’

10µm = 0,014’’ x 10

= 0,14’’

2. Kolkisin 5%

- Width = 0,59”

= 16 µm = 0,59”

b. 1µm = 0,59”: 16

= 0,035’’

10µm = 0,035’’ x 10

= 0,35’’

3. Kolkisin 10%

- Width = 0,22”

= 12.68 µm = 0,22”

c. 1µm = 0,22”: 12.68

= 0,017’’

10µm = 0,017’’ x 10

= 0,17’’

4. Kolkisin 20%

- Width = 0,54”

= 15.84 µm = 0,54”

d. 1µm = 0,54”: 15.84

= 0,034’’

10µm = 0,034’’ x 10

= 0,34’’

Page 106: Allium sativum Linn

106

Lampiran 17. Perhitungan BAR Kromoson Kesuna Bali

Objek Sel Pengamatan ukuran

komosom (SMOK)

Objek

Mikrometer Skala yang berimpit

Perlakuan Diameter Kromosom Ulangan SMOK SMOB

Kontrol 14 µm 1 40-70=30 6

Kolkisin 5% µm 2 10-40=30 6

Kolkisin 10% µm 3 20-52=32 6

Kolkisin 20%

µm 4 45-78=33 6

5 30-60=30 6

Keterangan :

SMOK = Skala Mikrometer Okuler

SMOB = Skala Mikrometer Objektif

Kalibrasi micrometer

1. 30 SMOK = 6 SMOB

2. 30 SMOK = 6 SMOB

3. 32 SMOK = 6 SMOB

4. 33 SMOK = 6 SMOB

5. 30 SMOK = 6 SMOB +

155 SMOK= 30 SMOB = 30:155 = 0.19354

1 SMOK = SMOB = 0.5 SMOB

= 0.19354 x 10 µm =1.9354 µm

1. Ukuran diameter stomata kontrol = 12 x 1.9354 µm = 23.22 µm

2. Ukuran diameter stomata kolkisin 5% = 14 x 1.9354 µm = 27.09 µm

3. Ukuran diameter stomata kolkisin 10% = 15 x 1.9354 µm = 29.03 µm

4. Ukuran diameter stomata kolkisin 20% = 17 x 1.9354 µm = 32.90 µm

Page 107: Allium sativum Linn

107

BAR KROMOSOM

1. Kontrol

- Width = 0.50”

= 23.22 µm = 0.50’’

- 1µm = 0.55 : 23.22 = 0,021’’

- 10µm = 0,021’’ x 10 = 0,21’’

2. Kolkisin 5%

- Width = 0.73”

= 27.09µm = 0.073’’

- 1µm = 0.73 : 27.09 = 0,026’’

- 10µm = 0,028’’ x 10 = 0,26’’

3. Kolkisin 10%

- Width = 0.82”

= 29.03 µm = 0.082’’

- 1µm = 0.73 : 29.03 = 0,028’’

- 10µm = 0,028’’ x 10 = 0,28’’

4. Kolkisin 20%

- Width = 0.97”

= 32.90 µm = 0.97’’

a. 1µm = 0.97:32.90

= 0,029’’

10µm = 0,029’’ x 10

= 0,29’’

Page 108: Allium sativum Linn

108