Upload
husnullah
View
365
Download
7
Embed Size (px)
Citation preview
Wisma Wisata WerdhapuraWisma Wisata WerdhapuraWisma Wisata WerdhapuraWisma Wisata Werdhapura Sanur Sanur Sanur Sanur –––– Bali, 2 Bali, 2 Bali, 2 Bali, 2 –––– 3 Juni 2010 3 Juni 2010 3 Juni 2010 3 Juni 2010
ISBN: 978-602-8566-61-2
Universitas Udayana – Universitas Atma Jaya Yogyakarta – Universitas Pelita Harapan xi
DAFTAR ISI Hal.
KATA PENGANTAR KETUA PANITIA i
DAFTAR ISI xi
BIDANG INFRASTRUKTUR TRANSPORTASI, HIDRO DAN LINGKUNGAN ANALISIS PREFERENSI WISATAWAN CRUISE TERHADAP PEMILIHAN DESTINASI: STUDI KASUS
PULAU BALI
Budiartha R.M, Manfaat, D., Achmadi, T
I – 1
STUDI PEMBENTUKAN SUASANA RUANG MELALUI REKAYASA MATERIAL LAMPU PIJAR, TL,
LED DAN SPOT HALOGEN PADA GEDUNG ”JOGJA GALLERY”
Tanny, Setiadi, A
I – 23
PERFORMANCE EVALUATION OF SYDNEY COORDINATED ADAPTIVE TRAFFIC SYSTEMS IN
BANDUNG INDONESIA
Sutandi, A.C., Siswanto, A
I – 33
PENGARUH PARKIR DI BADAN JALAN TERHADAP LALULINTAS DI RUAS JALAN SLAMET
RIYADI SURAKARTA
Suwardi
I – 41
EFEKTIVITAS BRT TRANSJAKARTA KORIDOR V RUTE KAMPUNG MELAYU – ANCOL
Sitorus, S.R.P, M., Wonny, A.R .dan Ismeth S.A I – 53
PERENCANAAN JARINGAN IRIGASI BERDASARKAN HUJAN EFEKTIF DI DESA REMPANGA -
KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA
Ariefin, H.B.M.E
I – 61
POTENSI RUN-OFF SUB DAS KARANGMUMUS DI KOTA SAMARINDA RUN-OFF POTENTIAL AT
R.B.A KARANGMUMUS IN SAMARINDA CITY
Sujalu, A.K.
I – 67
PERILAKU HIDRAULIK FLAP GATE PADA ALIRAN BEBAS DAN ALIRAN TENGGELAM
Zufrimar, Wignyosukarto, B., Istiarto I – 73
ANALISA KERUSAKAN STRUKTUR PERKERASAN KONSTRUKSI JALAN PADA JALAN ACHMAD
RIFADDIN DI KOTA SAMARINDA
Adi, A.S., Siswanto, J
I – 81
ANALISIS KEBUTUHAN PENGEMBANGAN DERMAGA DI PELABUHAN GILIMANUK, PROVINSI
BALI
Suthanaya, P.A
I – 89
PENGEMBANGAN MODEL SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PENGELOLAAN AIR HUJAN
UNTUK PERTANIAN (SPK-PAHP) PADA PULAU KECIL KAWASAN KERING INDONESIA (Studi Kasus
di Desa Daieko, Pulau Sabu)
Laurentia, S.C
I – 99
PENERAPAN METODE CUSUM (CUMMULATIVE SUMMARY) UNTUK MENGANALISIS DAERAH
RAWAN KECELAKAAN (STUDI KASUS KABUPATEN BULELENG DI PROVINSI BALI)
Suthanaya, P.A
I – 109
STUDI ANGKUTAN PERBATASAN DIY JATENG
Risdiyanto I – 119
PERBANDINGAN MANFAAT NILAI WAKTU PADA VOLUME LALU LINTAS JAM PUNCAK DENGAN
VOLUME LALU LINTAS 24 JAM PENUH Studi Kasus pada Perbaikan Kinerja Simpang Jombor Yogyakarta
Risdiyanto I – 127
ANALISIS KARAKTERISTIK CAMPURAN ASPAL EMULSI DINGIN (CAED) YANG
MEMPERGUNAKAN AGREGAT DARI BEKAS BONGKARAN BANGUNAN
Thanaya, I.N.A I – 135
ANALISIS ALOKASI ANGGARAN PEMELIHARAAN TERHADAP PENINGKATAN STANDAR
PELAYANAN MINIMAL PRASARANA JALAN DI BANDAR LAMPUNG
Murtejo, T
I – 147
EROSI PANTAI KAWASAN PESISIR BALI SELATAN DAN UPAYA REKAYASA MITIGASINYA
Sila Dharma, I.G.B
I – 159
ISBN: 978-602-8566-61-2
Universitas Udayana – Universitas Atma Jaya Yogyakarta – Universitas Pelita Harapan xii
ANALISA KEBUTUHAN DAN PEMANFAATAN TROTOAR DI PUSAT PERTOKOAN (study Kasus Jl.
Raden Intan, Jl. Katamso, Jl. Kotaraja dan Jl. Kartini Tanjung Karang, Bandar Lampung )
Murtejo, T
I – 171
STUDI AWAL KARAKTERISTIK TEKNIS ELEMEN PANEL AGROWASTE FEROSEMEN TIPE
SANDWICH UNTUK PEMBENTUK LINING UNITS SALURAN IRIGASI DI PROPINSI NUSA
TENGGARA TIMUR
Cornelis, R., Simatupang, P
I – 179
ANALISIS POLA HUJAN DI JAKARTA DENGAN METODE STATISTIK DAN WAVELET ANALISIS
Kusumastuti, C
I – 191
ANALISIS RISIKO PADA PELAKSANAAN BALI IRRIGATION IMPROVEMENT PROJECT (PAKET
PEKERJAAN: BALI 1-2, UNDA BASIN IRRIGATION IMPROVEMENT DI KABUPATEN KARANGASEM
DAN KLUNGKUNG)
Astapa, P., Sila Dharma, I.G.B., Nadiasa, M
I – 199
ANALISA KINERJA ARUS LALU LINTAS UNTUK PENGATURAN ARUS DARI DUA ARAH MENJADI
SATU ARAH AKIBAT ADANYA JALAN ALTERNATIF (STUDI KASUS RUAS JALAN ABDULLAH DG.
SIRUA MAKASSAR)
Aly, S.H., Hamka, P., Tasrim, M.I
I – 209
EVALUASI HOMOGENITAS CAMPURAN ASPAL DINGIN
Sunarjono, S I – 217
PENGEMBANGAN KEBIJAKAN ENVIRONMENTAL SUSTAINBALE TRANSPORTATION DI INDONESIA
Dharmowijoyo, D.B.E., Tamin, O.Z I – 225
STRATEGI EVOLUSI KELEMBAGAAN KOERSIF SEBAGAI SALAH SATU UPAYA
MENGEMBALIKAN EKSISTENSI SUBAK DI BALI
Mudhina, M., Norken, I.N., Sila Dharma, I.G.B
I – 233
KUALITAS PELAYANAN DAN LOYALITAS PENGGUNAAN OJEK SEPEDAMOTOR SEBAGAI
ANGKUTAN UMUM PENUMPANG PERKOTAAN
Bahar, T., Tamin, O.Z
I – 243
DAMPAK PERUBAHAN DIMENSI PETAK PARKIR TERHADAP WAKTU MANUVER PARKIR
PARALEL
Setiawan, R., Kurniawan, W., Tomasoa, S.H.P
I – 251
DAMPAK PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN TERHADAP RESPON HIDROGRAF BANJIR DI
DAERAH ALIRAN SUNGAI SAMPEAN BARU
Halik, G., Wahyuni, S., Maududie, A
I – 259
PENETAPAN AMBANG BATAS PENGELOLAAN SUMBERDAYA AIR BERKELANJUTAN
Suprapto, M I – 267
EVALUASI KETERSEDIAAN PRASARANA DAN SARANA LINGKUNGAN PERMUKIMAN NELAYAN
WILAYAH PESISIR KELURAHAN AMPANA KABUPATEN TOJO UNA-UNA PROVINSI SULAWESI
TENGAH
Latupeirissa, J. E., Wunas, S., Mohammad, I
I – 273
IDENTIFIKASI KEBUTUHAN PELEBARAN DAN PERBAIKAN JARINGAN JALAN NASIONAL DI
PROVINSI JAWA TENGAH
Sandra, P.A., Mulyono, A.T., Sartono, H.W
I – 285
PENGEMBANGAN MODEL KONSERVASI DI KAWASAN PERLINDUNGAN SUMBER AIR
Mundra, I.W., Kustamar I – 293
EVALUASI APLIKASI STANDAR RUMAH TAHAN GEMPA DALAM PENYELENGGARAN
BANGUNAN DI DAERAH
Wuryanti, W
I – 301
ANALISIS DAERAH RAWAN KECELAKAAN LALU-LINTAS PADA JALAN ARTERI/NASIONAL
(STUDI KASUS KABUPATEN MAMUJU PROVINSI SULAWESI BARAT)
Rauf, S., Pasra, M
I – 309
FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KEMACETAN LALULINTAS DI KOTA SAMARINDA
Purbawati., Suratmi I – 321
PENILAIAN MASYARAKAT NON PENUMPANG TERHADAP ANGKUTAN PERKOTAAN
Basuki,I., Malkhamah, S., Munawar, A., Parikesit, D
I – 325
PROBLEM AND SOLUTION OF ROADWAY AT REMOTE AREA IN EAST KALIMANTAN
Tambunan, E I – 333
I – 341
ISBN: 978-602-8566-61-2
Universitas Udayana – Universitas Atma Jaya Yogyakarta – Universitas Pelita Harapan xiii
WATERSHED HYDROLOGICAL ANALYSIS OF JAKARTA EXTREME FLOODS
Yunika, A., Babel, M.S., Takizawa, S
ESTIMASI PARAMETER BILANGAN FUZZY SEGITIGA UNTUK MODEL PEMBEBANAN
LALULINTAS FUZZY
Kresnanto, N.C., Tamin, O.Z., Frazila, R.B
I – 349
EFEKTIVITAS COUNTDOWN TIMER PADA SIMPANG BER-APILL
Susanto, B., Santoso, Y.J I – 359
AN INTEGRATED LAND-USE AND TRANSPORTATION MODEL
Suweda, I.W I – 363
IDENTIFIKASI PRILAKU PENGENDARA YANG BERPOTENSI MENYEBABKAN KECELAKAAN
(STUDI KASUS: KOTA DENPASAR)
Suweda, I.W
I – 371
VARIASI AGREGAT LONJONG SEBAGAI AGREGAT KASAR TERHADAP KARAKTERISTIK
LAPISAN ASPAL BETON (LASTON)
Ariawan, I.M.A
I – 381
EVALUASI PENGGUNAAN SNI SEBAGAI STANDAR RUJUKAN DALAM PENYELENGGARAAN
INFRASTRUKTUR JALAN
Mulyono, A.T., Santosa, W., Asikin, M.Z., Ardhiarini, R
I – 391
PENGARUH PENGGUNAAN LIMBAH BOTOL PLASTIK SEBAGAI BAHAN TAMBAH
TERHADAPKARAKTERISTIK LAPIS ASPAL BETON (LASTON)
Purnamasari, P.E, Suryaman, F
I – 397
THE CIVIL ENGINEERING DEVELOPMENTS IN CONJUCTION WITH SUSTAINABLE WORLD
Soegiarso, R I – 405
PERSAINGAN MODA TRANSPORTASI DARAT JARAK PENDEK (KERETA API KOMUTER DENGAN
BUS EKONOMI)
Ansusanto, J.D., Pramarito, A.A
I – 413
EVALUASI KINERJA SIMPANG PATUNG NGURAH RAI (SIMPANG JALAN I GUSTI NGURAH RAI –
JALAN AIRPORT NGURAH RAI)
Wikrama, A.A.N.J., Mataram, I.N.K
I – 419
FENOMENA PERUBAHAN TATA RUANG SPASIAL DAN DAMPAK REKONSTRUKSI PASCA GEMPA
TERHADAP KUALITAS LINGKUNGAN Studi Kasus: Desa Tembi, Bantul
Pudianti, A., Rudwiarti, L.A
I – 435
WALKWAYS ON MALIOBORO STREET
Purnamasari, P.E., Satriajaya, A.P., Soares, T.J.N I – 445
RUANG LUAR KAMPUS EVALUASI PURNAHUNI DENGAN STUDI KASUS KAMPUS UAJY
Sumardiyanto, B I – 453
BICYCLISTS’ RESPONSE TO BIKEWAYS IN YOGYAKARTA
Purnamasari, P.E., De Fatima, I.M.D., Guling, V.B.N I – 461
TINJAUAN TERHADAP INDEKS DAN KELAS BAHAYA EROSI PADA SUB DAERAH ALIRAN
SUNGAI TANGGEK
Saadi, Y., Saidah, H., Irawan, L.D.B
I – 467
ANALISIS RESIKO KEBAKARAN PADA BANGUNAN DAN LINGKUNGAN DI KAWASAN LIPPO
KARAWACI
Simanjuntak, M.R.A., Darmestan, K.A
I – 477
IMPLEMENTASI PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN TINJAUAN PADA TAHAP KONSTRUKSI
Ervianto, W.I I – 489
KAJIAN JUMLAH ARMADA DAN JAM OPERASI ARMADA ANGKUTAN UMUM PERKOTAAN
DAMRI -STUDI KASUS PADA JURUSAN KORPRI – TANJUNG KARANG, BADAR LAMPUNG.
Widojoko, L., Saleh, E.D
I – 499
MODEL SEDRAINPOND UNTUK KONSERVASI TANAH DAN AIR BERBASIS MASYARAKAT
Sriyana I – 505
PENERAPAN MODEL KONSERVASI TEKNIS PADA PENENTUAN KETEBALAN GREEN BELT
MANGROVE PANTAI BAJOE KABUPATEN BONE SULAWESI SELATAN
Thaha, M.A
I – 513
ISBN: 978-602-8566-61-2
Universitas Udayana – Universitas Atma Jaya Yogyakarta – Universitas Pelita Harapan xiv
PENENTUAN TITIK LOKASI PELABUHAN PENYEBERANGAN AMED DI KABUPATEN
KARANGASEM
Dirgayusa, I.G.N.P., Swijana, I.K
I – 519
PENGARUH KONDISI JALAN TERHADAP JUMLAH KECELAKAAN LALU-LINTAS PADA JALAN
NASIONAL DAN JALAN PROPINSI (STUDI KASUS : JALAN NASIONAL DAN JALAN PROPINSI DI
PROPINSI BALI)
Agung Yana, A.A.G., Indriani, M.N
I – 531
METODA PIPE JACKING DALAM PEMBANGUNAN JARINGAN AIR LIMBAH
Mulyawati, F., Sudarsono, I I – 543
BIDANG MANAJEMEN DAN REKAYASA INDUSTRI PERANAN MANAJEMEN RISIKO KUALITATIF PADA TAHAP INISIASI PROYEK
Norken, I.N
M – 1
PERANAN KONSULTAN MANAJEMEN KONSTRUKSI PADA PELAKSANAAN BANGUNAN
KONSTRUKSI DI KOTA BANDUNG
Tanubrata, M., Setiawan, D
M – 9
ANALISA STUDI PENGGUNAAN AHP PADA PENGAMBILAN KEPUTUSAN PEMILIHAN JENIS SUB
STRUKTUR PADA PROYEK KONSTRUKSI
Mahendra Cipta A.N., Hermawan, G.P.W., Wibowo, M.A
M – 17
HARAPAN DAN PENILAIAN INDUSTRI KONSTRUKSI TERHADAP KETRAMPILAN SARJANA
TEKNIK SIPIL
Musyafa, A
M – 27
METODE KOMPUTASI POTENSI KETERLAMBATAN PROYEK KONSTRUKSI DAN KONTRIBUSI
KETERLAMBATAN AKTIVITAS
Wibowo, A
M – 35
TINGKAT DISKONTO UNTUK PROYEK INFRASTRUKTUR YANG MELIBATKAN PENDANAAN
SWASTA: APLIKASI TEORI UTILITAS DAN SIMULASI
Wibowo, A
M – 43
PENGEMBANGAN MODEL PARAMETRIK ESTIMASI BIAYA KONSEPTUAL UNTUK BANGUNAN
GEDUNG
Adianto, Y.L.D., Muharni, D
M – 51
SISTEM INFORMASI MATERIAL PROYEK KONSTRUKSI
Tanubrata, M., Ibrahim, N., Juandi, Y M – 59
KAJIAN KESELAMATAN KERJA PEKERJAAN BETON DAN BATA
PADA PROYEK KONSTRUKSI GEDUNG
Yustiarini, D
M – 67
PERBAIKAN KINERJA BURUH BANGUNAN MELALUI
PELATIHAN MEMBANGUN RUMAH TAHAN GEMPA
Yustiarini, D., Herman, N.D
M – 75
DAMPAK KORELASI PADA KEWAJIBAN KONTINGENSI DALAM PORTOFOLIO JAMINAN
PEMERINTAH UNTUK
PROYEK-PROYEK INFRASTRUKTUR
Wibowo, A
M – 83
STUDI PERSEPSI FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KLAIM PADA PELAKSANAAN PROYEK
KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG
Handayani, W., Adianto, Y.L.D., Wibowo, A
M – 89
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR MOTIVATOR TENAGA AHLI PADA PERUSAHAAN JASA KONSULTAN
PERENCANA
Beryl, Adianto, Y.L.D
M – 97
ANALISIS PEMAHAMAN KONTRAKTOR TERHADAP ELEMEN ENVIRONMENTAL ASPECTS ISO
14001 EMS
Lazuardi, E., Adianto, Y.L.D., Soekiman, A M – 105
ANALISIS HUBUNGAN PROFIL PELAKU PROYEK DENGAN KECENDERUNGAN DALAM
MENENTUKAN DURASI PROYEK
Novira, D., Adianto, Y.L.D., Wibowo, A M – 113
ISBN: 978-602-8566-61-2
Universitas Udayana – Universitas Atma Jaya Yogyakarta – Universitas Pelita Harapan xv
PENYEBAB KETERLAMBATAN DAN PEMBENGKAKAN BIAYA DALAM PELAKSANAAN PROYEK
KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG
Yulismar.,Adianto, Y.L.D M – 121
STUDI FAKTOR-FAKTOR PENENTU KESUKSESAN PENUTUPAN PROYEK KONSTRUKSI GEDUNG
SWASTA DI JAKARTA DAN SEKITARNYA
Anita, R., Waryanto, A M – 129
IDENTIFIKASI FAKTOR PENENTU KEBERHASILAN DAN RESIKO PUBLIC PRIVATE PARTNERSHIP
PADA PROYEK GEDUNG DI SURABAYA
Rahmawati, F
M – 143
PENGEMBANGAN MATAKULIAH TECHNOPRENEURSHIP BERBASIS PROYEK
Junaedi Utomo, Harijanto Setiawan, Anna Pudianti M – 151
PENGEMBANGAN MANAJERIAL DI TINGKAT FIRST LINE MANAGER SEBAGAI USAHA
MEMINIMALISIR TURN OVER KARYAWAN DI PERUSAHAAN KONSTRUKSI
Maisarah, F.S.C.S
M – 159
ANALISIS FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KONSULTAN DALAM MENENTUKAN
DESAIN DAN JENIS BANGUNAN RAMAH LINGKUNGAN (GREEN BUILDING)
Suwandy, N., Sekarsari, J M – 167
PENGARUH PRODUKTIVITAS TENAGA KERJA TERHADAP KINERJA PROYEK BANGUNAN TINGGI
DI DKI JAKARTA
Margareth, L., Simanjuntak, M.R.A M – 177
ALTERNATIF KERJASAMA PEMERINTAH DAN SWASTA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR
PUBLIK: BEBERAPA KELEBIHAN DAN KETERBATASAN YANG PERLU DIANTISIPASI
Rostiyanti, S.F., Pangeran, M.H M – 185
PRODUKTIVITAS MATERIAL BETON RINGAN DALAM PEMAKAIAN SEBAGAI KONSTRUKSI
DINDING
Limanto, S., Witjaksono, Y.E., Sumarlin W.A., Indra P.W.
M – 193
MODEL KONTRAK HARGA SATUAN JANGKA PANJANG PEKERJAAN KONSTRUKSI
PEMELIHARAAN GEDUNG PENDIDIKAN TINGGI
Abduh, M., Hidayati, N., Hidayah, D.N M – 201
ANALISIS KINERJA PROYEK KONSTRUKSI
Kaming, P.F., Rahardjo, F., Situmorang, Y.G M – 209
RELASI KECERDASAN EMOSIONAL DAN KEPEMIMPINAN DARI MANAJER DI PROYEK
KONSTRUKSI
Kaming, P.F.,Wulandari, L.V M – 219
STUDI PROFIL KEWIRAUSAHAAN PEMILIK KONTRAKTOR DAN MANAJER PROYEK BIDANG
KONSTRUKSI
Setiawan, H., Endarso, Y.B
M – 227
STUDI SISA MATERIAL PADA PROYEK GEDUNG DAN PERUMAHAN
Setyanto, E., Kaming, P.F., Ferdiana, M.D M – 235
ANALISIS BIAYA TENAGA KERJA DENGAN PROGRAM DINAMIK
Widhiawati, I.A.R., Ariawan, I.M.A M – 245
PENGELOLAAN FAKTOR NON-PERSONIL UNTUK PENCEGAHAN KECELAKAAN KERJA
KONSTRUKSI
Abduh, M., Sahputra, R.J., Boris, B
M – 255
PENYELESAIAN KEGAGALAN KONTRAKTOR DALAM MELAKSANAKAN KONTRAK DI BIDANG
KONSTRUKSI
Simanihuruk, B., Dewita, H M - 263
ANALISIS KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3) PADA PROYEK KONSTRUKSI (STUDI
KASUS PADA PROYEK KONSTRUKSI DI KABUPATEN BADUNG)
Frederika, A., Astana, Y
M – 267
PENGARUH PELATIHAN TERHADAP PRODUKTIVITAS KARYAWAN PADA PERUSAHAAN RUMAH
KAYU KNOCKDOWN (STUDI KASUS : PT. BALI PREFAB)
Agung Yana, A.A. G., Warsika, P.D., Setiadi, J
M – 285
STUDI PRAKTEK ESTIMASI BIAYA TIDAK LANGSUNG PADA PROYEK KONSTRUKSI
Soemardi, B.W., Kusumawardani, R.G M – 295
ISBN: 978-602-8566-61-2
Universitas Udayana – Universitas Atma Jaya Yogyakarta – Universitas Pelita Harapan xvi
BIDANG STRUKTUR DAN MATERIAL STUDI BALOK BETON BERTULANGAN LIPS CHANNEL EKSTERNAL TUNGGAL DENGAN
PROGRAM KOMPUTER
Widjaja, A., Nuroji
S – 1
OPTIMUM OPENING SIZE AND LAYOUT OF ELASTIC CELLULAR STEEL BEAMS
Suharjanto., Nuroji., Besari, M.S S – 15
PEMANFAATAN LIMBAH LUMPUR LAPINDO DALAM CAMPURAN BETON NORMAL
Tanijaya, J., Oesman, M S – 29
EVALUASI KINERJA SISTEM RANGKA PEMIKUL MOMEN BIASA (SRPMB) BAJA YANG DIDESAIN
BERDASARKAN SNI 03-1729-2002 UNTUK DAERAH BERESIKO GEMPA TINGGI DI INDONESIA
Muljati, I S – 37
PERENCANAAN JEMBATAN TUKAD YEH POH DENGAN BALOK PELENGKUNG BETON
BERTULANG
Sutarja, I.N., Swijana, I.K
S – 45
DAMPAK PEMAKAIAN ‘DESIGN PREFERENCE’ PADA RANCANGAN STRUKTUR STUDI KASUS :
ANALISIS DAN DESIGN BALOK BAJA MEMAKAI SAP2000 VERSI 11.0
Dewobroto, W S – 51
HUBUNGAN TEGANGAN REGANGAN BETON MUTU TINGGI DENGAN FLY ASH SEBAGAI BAHAN
CEMENTITIOUS DENGAN VARIASI PENGGUNAAN CHEMICAL ADMIXTURE PADA CAMPURAN
SELF COMPACTING CONCRETE
Akhmad Suryadi, A., Triwulan, Aji, P
S – 59
PROPERTIES OF BUILDING BLOCKS BOUND WITH BITUMEN
Thanaya. I.N.A S – 69
PENGARUH PANAS PEMBAKARAN PADA BETON TERHADAP PERUBAHAN NILAI KUAT TEKAN
Sundari, Y.S S – 79
VERIFICATION OF A REINFORCED CONCRETE COLUMN COMPUTER MODEL UNDER UNIAXIAL
AND BIAXIAL BENDING LOADING CONDITIONS
Chandra, J
S – 85
PEMODELAN PERILAKU LENTUR BALOK KASTILASI DENGAN METODE ELEMEN HINGGA
Astariani, N.K S – 93
TINJAUAN VARIASI DIMENSI BALOK PRATEGANG PENAMPANG I PADA GELAGAR MEMANJANG
JEMBATAN
Sudjati, J.J
S – 103
PEMODELAN PROTOTIPE BALOK-T JEMBATAN DENGAN PELAT BAJA SEBAGAI PERKUATAN
LENT
Widnyana, I.N.S
S – 111
PENGARUH TOPOGRAFI TERHADAP KETERSEDIAAN DAN KEKUATAN BAMBU PETUNG
(DENDROCOLAMUS SP)
Madar, A., Zaidir., Juliafad, E S – 123
SIMULASI ANALITIS PENGARUH BEBAN LEDAKAN TERHADAP STRUKTUR GEDUNG
Mukhlis, A., Afifuddin, M., Abdullah S – 131
EFEKTIVITAS JACKETING METHOD MENGGUNAKAN SELF COMPACTING CONCRETE (SCC)
UNTUK PERKUATAN BALOK T BETON BERTULANG
Sudarsana, I.K., Sugupta, D.P.G., Kochiana, I K.G
S - 139
PEMANFAATAN SPENT CATALYST RCC-15 SEBAGAI SUBSTITUSI PARSIAL SEMEN PCC
Herbudiman, B., Silaen, B.W S – 149
PENGARUH PEMANFAATAN SERAT KELAPA TERHADAP KINERJA BETON MUTU TINGGI
Muliasari, D., Herbudiman, B S – 157
PEMANFAATAN BETON DAUR ULANG SEBAGAI SUBSTITUSI AGREGAT KASAR PADA BETON
MUTU TINGGI
Bardosono, H., Herbudiman, B
S – 165
BETON AGREGAT RINGAN DENGAN SUBSTITUSI PARSIAL BATU APUNG SEBAGAI AGREGAT
KASAR
Tripriyo AB., D., Raka, I.G.P., Tavio S – 173
PENGARUH KEHALUSAN DAN KADAR ABU SEKAM PADI PADA KEKUATAN BETON DENGAN
KUAT TEKAN 50 MPa
Abdian, R.M., Herbudiman, B
S – 181
ISBN: 978-602-8566-61-2
Universitas Udayana – Universitas Atma Jaya Yogyakarta – Universitas Pelita Harapan xvii
TEKNOLOGI BAMBU LAMINASI SEBAGAI MATERIAL RAMAH LINGKUNGAN TAHAN GEMPA
Eratodi, I.G.L.B S – 189
KUAT TARIK LENTUR DAN MODULUS ELASTISITAS BETON SERAT SERABUT KELAPA
Jaya, I.M., Salain, I.M.A.K., Wiryasa, N.M.A S – 199
REAKTIVITAS BERBAGAI MACAM POZZOLAN DITINJAU DARI SEGI KEKUATAN MEKANIK
Salain, I.M.A.K S – 207
KAPASITAS BATANG LAMINASI BAMBU PETUNG - KAYU KELAPA TERHADAP GAYA TARIK
DAN TEKAN
Setyo H., N.I., Mulyono, B., Haryanto, Y S – 213
PENGEMBANGAN PADUAN AlFeNi SEBAGAI BAHAN STRUKTUR INDUSTRI NUKLIR
Al Hasa, M.H., Futichah., Muchsin, A S – 221
PENGARUH PROSENTASE TULANGAN TARIK PADA KUAT GESER BALOK BETON BERTULANG
MENGGUNAKAN SERAT KALENG BEKAS AKIBAT BEBAN LENTUR
Haryanto, Y., Setyo H., N.I., Sodikun, N.T S – 229
STUDI EFEKTIVITAS TULANGAN PENGEKANG DENGAN ELEMEN PENGIKAT PADA KOLOM
PERSEGI BETON BERTULANG
Kristianto, A., Imran, I., Suarjana, M S – 235
SEISMIC COLUMN DEMANDS PADA Sistem Rangka Bresing Konsentrik Khusus Dengan Bresing Tipe X
Dua Tingkat
Utomo, J
S – 245
PEMANFAATAN SERBUK BATU TABAS SEBAGAI PENGGANTI SEBAGIAN SEMEN
Intara, I.W., Salain, I M. A.K., Wiryasa, N.M.A S – 253
PENGARUH KONFIGURASI PENEMPATAN BALOK ANAK TERHADAP PERILAKU STRUKTUR
BETON BERTULANG
Rosyidah, A., Sucita, I.K S – 257
STUDI KARAKTERISTIK LEKATAN DENGAN MENGGUNAKAN CFRP GRID DAN PCM SHOTCRETE
Amiruddin, A.A S – 265
PERILAKU KEKUATAN LEKATAN ANTARA TULANGAN BETON DENGAN PCM SHOTCRETE
Amiruddin, A.A S – 273
STUDI PENGARUH JENIS BEBAN TERHADAP KINERJA JEMBATAN PEDESTRIAN CABLE STAYED
Aswandy.,, Hardono, S., Hakim, N S – 279
ASPEK PERENCANAAN DAN PELAKSANAAN BALOK BOKS BETON PRATEGANG PADA
JEMBATAN KANTILEVER SEIMBANG (KASUS JEMBATAN TUKAD BANGKUNG – BADUNG –
BALI)
Artana, W., Sukrawa, S., Sudarsana, K
S – 285
UPAYA PERKUATAN STRUKTUR BANGUNAN NON-ENGINEERED MASJID DARUSSALAM
KALINYAMATAN JEPARA
Indarto, H., Hermawan, F., Cahyo A., H.T S – 295
STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH SERAT BAMBU TERHADAP SIFAT-SIFAT MEKANIS
CAMPURAN BETON
Tjahjanto, H.H., Tjondro, J.A., Tejo, H S - 303
PEMANFAATAN BAMBU SEBAGAI MATERIAL PILIHAN PADA STRUKTUR BAMBU MODERN
Setyo H., N.I., Eratodi, I.G.L.B., Masdar, A., Morisco S – 311
STUDI EKSPERIMENTAL KUAT GESER BALOK TERLENTUR DENGAN TULANGAN BAMBU
GOMBONG
Suryadi, H., Tjondro, A., Mario, J S – 323
SIFAT MEKANIK BETON GEOPOLIMER BERBAHAN DASAR ABU TERBANG
Kushartomo, W S – 333
PENGUJIAN LAB. PELAT BETON BERTULANG YANG DIPERKUAT DENGAN OVERLAY BETON
Suasira, W., Sukrawa, M., Sudarsana, K S – 339
STUDI ANALITIS PENGARUH PENGEKANGAN TERHADAP KAPASITAS INTERAKSI P-M TIANG
PANCANG PRATEGANG
Tavio., Kusuma, B S – 349
PENGARUH PENAMBAHAN KAPUR PADAM TERHADAP KUAT TEKAN DAN MODULUS
ELASTISITAS BETON GEOPOLYMER
Lisantono, A., Purnandani, Y S – 357
ISBN: 978-602-8566-61-2
Universitas Udayana – Universitas Atma Jaya Yogyakarta – Universitas Pelita Harapan xviii
PEMANFAATAN BAHAN LIMBAH SEBAGAI PENGGANTI SEMEN PADA BETON BUSA MUTU
TINGGI
Abdullah., Afifuddin, M., Huzaim S – 365
PENGARUH PENAMBAHAN SERAT TERHADAP SIFAT MEKANIS BETON BUSA (FOAMED
CONCRETE)
Afifuddin, M., Abdullah., Huzaim S – 371
STUDI METODE WATERPROOFING UNTUK PEMANFAATAN CRUSHED BRICK SPECIMEN (CBS)
SEBAGAI AGREGAT DAUR ULANG UNTUK BETON MUTU RENDAH
Antoni., Sugiharto, H., Herlambang, A S – 379
KINERJA SERAT LIMBAH PRODUK INDUSTRI SEBAGAI PENAHAN SUSUT BETON
As’ad, S., Gunawan, P., Antoro, P.D., Wijaya, S S – 385
KUAT LENTUR BALOK PROFIL LIPPED CHANNEL GANDA BERPENGAKU DENGAN PENGISI
BETON RINGAN
Lisantono, A., Siswadi., Trihono, P.S
S – 393
PENYERTAAN DINDING PENGISI DALAM PEMODELAN KERANGKA BETON BERTULANG DAN
PENGARUHNYA TERHADAP HASIL PERENCANAAN
Sukrawa, M
S – 401
OPTIMASI LETAK DAN SIFAT PEREDAM MASSA SELARAS UNTUK MENGURANGI RESPONS
STRUKTUR AKIBAT GEMPA
Arfiadi, Y
S – 409
ANALISIS KONSTRUKSI BERTAHAP PADA PORTAL BETON BERTULANG DENGAN VARIASI
PANJANG BENTANG DAN JUMLAH TINGKAT
Bagiarta, I.K.Y., Sukrawa, M., Sudarsana, K
S – 417
TINJAUAN PERSYARATAN SNI 03-2847-2002 TERHADAP TULANGAN TRANSVERSAL
PENGEKANG: STUDI KOMPARASI KOLOM BETON BERTULANG DENGAN PENGEKANG
TRADISIONAL DAN JARING KAWAT LAS
Kusuma, B., Tavio
S – 427
ANALISA STRUKTUR DI WILAYAH SUMATERA BARAT (KOTA PADANG) PASCA GEMPA 30
SEPTEMBER 2009
Suhelmidawati, E
S – 437
PEMODELAN DAN ANALISIS PERILAKU PORTAL - DINDING PENGISI BERTULANG
MENGGUNAKAN METODE ELEMEN HINGGA
Sudarsana, I.K., Sugupta, D.P.G., Suku, Y.L
S – 443
PENGARUH SUHU PEMBAKARAN TERHADAP KARAKTERISTIK GENTENG
Wiryasa, N.M.A S – 453
ANALISIS PERILAKU PORTAL - DINDING PENGISI MENGGUNAKAN METODE ELEMEN HINGGA
DAN EQUIVALENT DIAGONAL STRUT (EDS)
Sugupta, D.P.G., Sudarsana, I.K., Suku, Y.L
S – 461
BIDANG GEOTEKNIK STABILISASI TANAH DENGAN MENGGUNAKAN “IONIC SOIL STABILISATION”
Widojoko, L G – 1
STUDI PERBANDINGAN SAND DRAIN DAN IJUK DIBUNGKUS GONI SEBAGAI VERTIKAL DRAIN
Gunawan, S G – 9
KETIDAKPASTIAN FAKTOR-FAKTOR DAYA DUKUNG PONDASI DANGKAL PADA TANAH PASIR
Hatmoko, J.T., Lulie, Y G – 17
STUDI DAYA DUKUNG PONDASI DANGKAL PADA TANAH GAMBUT DENGAN KOMBINASI
GEOTEKSTIL DAN GRID BAMBU
Nugroho S A,, Adi, M., Yusa, M
G – 25
UJI TRIAKSIAL UNCONSOLIDATED UNDRAINED DENGAN PENGAMATAN PERUBAHAN VOLUME
UNTUK HITUNGAN PARAMETER HIPERBOLIK TANAH
Djarwadi, D G – 33
METODE GROUTING UNTUK PENANGGULANGAN GERAKAN TANAH BERDASARKAN JENIS
GERAKAN TANAH DAN ANALISIS KESTABILAN LERENG PADA PERUMAHAN BUKIT
MANYARAN PERMAI, KELURAHAN SADENG, KECAMATAN GUNUNG PATI, SEMARANG – JAWA
TENGAH
Berri Ardiaristi, B., Yanuardy, M.A
G – 41
ISBN: 978-602-8566-61-2
Universitas Udayana – Universitas Atma Jaya Yogyakarta – Universitas Pelita Harapan xix
IMPLEMENTASI EFFECTIVE STRESS UNDRAINED ANALYSIS DAN EFFECTIVE STRESS DRAINED
ANALYSIS UNTUK TIMBUNAN DAN GALIAN DENGAN METODE ELEMEN HINGGA
Widjaja, B
G – 51
PERILAKU INTERAKSI AKAR-TANAH PADA SISTEM PERKUATAN TANAH DENGAN TANAMAN
RUMPUT AKAR WANGI (VETIVERIA ZIZANIOIDES)
Cahyo A, H.T., Purnomo, M
G – 59
PERKUATAN LERENG DENGAN LAPISAN TALI IJUK
Giatmajaya, I.W G – 71
EFEKTIFITAS PONDASI RAFT & PILE DALAM MEREDUKSI PENURUNAN TANAH DENGAN
METODE NUMERIK
Harianto, T., Samang, L., Zubair, A., Theodorus, A
G – 79
PENGARUH AKAR TUMBUHAN (VETIVERIA ZIZANIOIDES) TERHADAP PARAMETER GESER
TANAH DAN STABILITAS LERENG
Natalia, M., Hardjasaputra, H
G – 87
KAJIAN KARAKTERISTIK JENIS TANAH BERPOTENSI LIKUIFAKSI AKIBAT GEMPA DI
INDONESIA
Lestari, A.S
G – 97
MODEL TEST PERBAIKAN TANAH DENGAN METODE INJEKSI ELEKTROKIMIA
Rachmansyah, A., Zaika, Y G – 105
PENINGKATAN KEKUATAN TANAH LANAU DENGAN CAMPURAN SEMEN
Widjajakusuma, J., Nurindahsih, Victor G – 113
EVALUASI KAPASITAS BORED PILE DENGAN MEYERHOF METHOD DAN CHIN’S METHOD
Lulie, Y., Suryadharma, H G – 119
INVESTIGASI VISUAL INISIASI LIQUIFAKSI TANAH KEPASIRAN MENGGUNAKAN SHAKING
TABLE TEST
Herina , S.F
G – 129
Konferensi Nasional Teknik Sipil 4 (KoNTekS 4)
Sanur-Bali, 2-3 Juni 2010
Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta M - 185
ALTERNATIF KERJASAMA PEMERINTAH DAN SWASTA DALAM
PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PUBLIK: BEBERAPA KELEBIHAN
DAN KETERBATASAN YANG PERLU DIANTISIPASI
Susy F. Rostiyanti
1 dan M. Husnullah Pangeran
3
1Mahasiswa S3, Program Manajemen dan Rekayasa Konstruksi, Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut
Teknologi Bandung, Email: [email protected] 2 Mahasiswa S3, Program Manajemen dan Rekayasa Konstruksi, Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut
Teknologi Bandung, Email: [email protected]
ABSTRAK
Secara tradisional penyediaan infrastruktur publik adalah domain Pemerintah. Tapi kecenderungan
saat ini menunjukkan bahwa telah terjadi peningkatan yang sangat signifikan terkait keterlibatan
pihak swasta dalam melakukan pembiayaan, pembangunan, serta pengoperasian fasilitas dan
penyediaan layanan infrastruktur, terutama melalui skema-skema kerjasama pemerintah dan swasta
(KPS). Secara normatif pertimbangan untuk menerapkan KPS adalah untuk memobilisasi modal
investasi pihak swasta, dan mendapatkan keahlian teknis dan keterampilan manajerial yang dimiliki,
sektor swasta untuk penyediaan layanan yang lebih baik dibanding penyedia publik. Namun KPS
bukan suatu solusi yang instan dan tidak selalu merupakan solusi yang efektif dalam penyediaan
infrastruktur publik. Makalah ini membahas beberapa kelebihan/manfaat dan keterbatasan/kendala
dari KPS sebagai alternatif sektor publik untuk pembiayaan, pembangunan, serta pengoperasian
layanan infrastruktur. Melalui telaah literatur secara ekstensif, studi ini mengidentifikasi sejumlah
hal yang menjadi kelebihan/manfaat KPS, yaitu bahwa KPS dapat menjadi sumber pendanaan
infrastruktur, mempercepat proses pengadaan sehingga lebih efisien, meningkatkan efisiensi
operasional dengan tatakelola bisnis yang lebih terspesialisasi, mengalihkan risiko kepada pihak
swasta, meningkatkan akuntabilitas dan kepatuhan terhadap regulasi, serta melindungi kepentingan
publik. Namun di sisi lain teridentifikasi sejumlah keterbatasan/kendala yang melekat pada KPS
yang perlu juga diantisipasi, yakni tingginya biaya transaksi dan penalti jika terjadi perubahan-
perubahan dan pembatalan, kompleksitas proses pengadaan yang berpotensi meningkatkan risiko
ketidakpastian, serta berkurangnya akuntabilitas disebabkan isu-isu yang sifatnya confidential. Studi
ini diharapkan dapat menyediakan panduan yang berguna bagi para pengambil kebijakan KPS di
Indonesia, terutama dalam memilih skema KPS yang sesuai.
Kata kunci: infrastruktur publik, kerjasama pemerintah dan swasta, kelebihan, keterbatasan
1. PENDAHULUAN
Kesejahteraan suatu bangsa dapat dilihat dari kuantitas dan kualitas infrastrukturnya. Namun laporan World Bank
(2004) menyebutkan bahwa Indonesia masih dihadapkan pada banyak tantangan untuk menyediakan infrastruktur
publik secara memadai dalam rangka menunjang pertumbuhan ekonomi, meningkatkan daya saing internasional,
serta meningkatkan akses atas berbagai layanan dasar bagi masyarakat. Secara umum berbagai tantangan dihadapi
oleh semua sektor infrastruktur primer. Sebagai contoh, di sektor jalan, jika di kota-kota besar kapasitas jalan sudah
tidak lagi memadai yang mana terjadi biaya tinggi akibat kemacetan, sementara kondisi sebagian besar prasarana
jalan yang menghubungkan antar kota/wilayah juga mengalami penurunan kondisi karena kurangnya pemeliharaan.
Untuk sektor kelistrikan, ketika prospek kekurangan listrik di pulau Jawa mungkin masih bisa ditanggulangi dengan
segera, namun banyak daerah luar pulau Jawa masih menderita pemadaman secara rutin. Adapun pada sektor air
bersih, jumlah rumah tangga yang memiliki akses terhadap air bersih perpipaan jauh lebih sedikit dibanding yang
belum, apalagi untuk sistem air kotor.
Perlahan tapi pasti, Indonesia diyakini telah keluar dari krisis tahun 1997 dan saat ini Pemerintah mengambil posisi
untuk kembali fokus pada pembangunan infrastruktur setelah sebelumnya mengalami penurunan investasi yang
sangat drastis. Berbagai upaya telah dilakukan termasuk inisiasi mengikutsertakan investasi infrastruktur oleh pihak
swasta melalui skema-skema Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS). Berbagai perangkat hukum dan regulasi
telah diterbitkan dan atau direvisi untuk mendukung iklim investasi KPS yang baik, baik itu yang bersifat spesifik
sektor maupun lintas sektor seperti Perpres No. 67/2005 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha Swasta
Dalam Penyediaan Infrastruktur yang menggantikan Kepres No.7/1998 yang dianggap tidak sesuai lagi dengan
perkembangan saat ini.
Susy F. Rostiyanti dan M. Husnullah Pangeran
Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta M - 186
Secara umum Pemerintah tentu senantiasa dalam posisi untuk mempromosikan KPS guna menarik sebisa mungkin
minat pihak swasta agar mau berinvestasi di sektor infrastruktur di Indonesia. Salah satu usaha nyata yang bisa
dilihat adalah digelarnya Indonesia Infrastructure Summit 2005 dan Indonesia Infrastructure Exhibition 2006. Kedua
acara memiliki maksud dan tujuan yang sama, yaitu sebagai wadah untuk mempromosikan proyek-proyek
infrastruktur yang potensial untuk di-KPS-kan kepada calon-calon investor internasional maupun domestik. Terlepas
dari keluaran kedua acara tidak cukup menggembirakan karena usulan proyek yang sampai kepada tender bahkan
financial close relatif tidak signifikan, studi ini mengkritisi dominannya opsi konsesi dan BOT sebagai skema KPS
yang dipilih. Kedua skema memang diketahui menawarkan sejumlah kelebihan karena relatif menawarkan lebih
banyak potensi manfaat kepada sektor publik, namun di sisi lain terdapat banyak hal yang membatasi
tereksploitasinya secara maksimal manfaat-manfaat tersebut. Melalui telaah literatur yang ekstensif, studi ini
mengidentifikasi dan membahas beberapa kelebihan dan keterbatasan yang perlu diantisipasi terkait KPS dalam
penyediaan infrastruktur.
2. KPS DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR: PENGERTIAN UMUM DAN OPSI-OPSI
YANG TERSEDIA
Pada dasarnya istilah KPS telah digunakan secara luas tapi hingga saat ini tidak tersedia suatu bentuk yang berlaku
secara luas untuk menjelaskan terminologi KPS dalam pengelolaan infrastruktur. Namun istilah KPS bisa diartikan
sebagai suatu spektrum dari berbagai kemungkinan ikatan kontraktual dalam jangka pendek, menengah atau panjang
antara Pemerintah dengan badan-badan usaha milik swasta, untuk menyelenggarakan kegiatan-kegiatan yang
mencakup disain dan perencanaan, pelaksanaan pembangunan (construction), pendanaan serta pengoperasian
infrastruktur (Pangeran dan Wirahadikusumah, 2010). Istilah ”sektor publik” merujuk pada Pemerintah yang
merepresentasikan publik (masyarakat), yang dalam penyelenggaraan infrastruktur baik dilakukan secara langsung
maupun melalui badan-badan layanan umum (public bodies). Dalam konteks ini Pemerintah bisa jadi unit atau
departemen Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah (Propinsi/Kabupaten/Kota), termasuk Badan Usaha Milik Daerah
(BUMD).
Meskipun istilah ”KPS” kadangkala ditukar-ganti dengan istilah ”privatisasi”, perlu dipahami bahwa KPS tidak bisa
disamakan dengan privatisasi (WPC, 2003). Dalam hal ini privatisasi yang biasa diasosiasikan dengan menjual aset
(asset sale) melalui program divestasi tidak lagi menyisakan kendali pemerintah atas pengelolaan aset infrastruktur
yang dialihkan. Perbedaan mendasar dengan privatisasi dikarenakan tujuan utama para pihak yang melakukan KPS
adalah berbagi risiko dan tanggungjawab (Hardcastle, 2006). Dalam hal ini kontrak adalah jantung dari setiap skema
KPS, yang mengandung tugas-tugas dan kewajiban para pihak. Dalam kaitan ini sektor publik perlu memastikan
bahwa di dalam kontrak telah tersurat berbagai jenis dan tingkat pelayanan yang diinginkan dari sektor swasta.
Dalam kasus sektor swasta tidak mampu merealisasikannya, maka bisa dikatakan telah terjadi pelanggaran kontrak
dan sebagai akibatnya, misalnya, tidak boleh menerima pembayaran kontrak secara penuh. Bahkan, sebagaimana
dikemukakan oleh Harris (2004), kontrak harus dibuat dengan sebaik-baiknya yang di dalamnya perlu mengandung
klausul-klausul yang memadai dalam kondisi terjadi pengakhiran (termination) kerjasama dengan meniadakan
adanya penjaminan-penjaminan pemerintah.
Sebagai suatu spektrum, KPS dapat dimulai dari skema kontrak pengelolaan (management contract) yang sederhana
hingga konsesi (concession contract) untuk kemitraan yang lebih luas dan kompleks (Pribadi dan Pangeran, 2007).
Namun beberapa literatur, salah satunya Roe dan Craig (2004) mengindikasikan bahwa joint venture juga
merupakan opsi KPS yang potensial. Terutama di Inggris, joint venture merupakan suatu skema dimana biaya
merupakan fungsi yang dikombinasikan antara beban yang dikenakan pada pengguna dan subsidi pemerintah atas
pengembangan aset. Bentuk ini berkembang karena komunitas bukan-pengguna (non-user community) mendapatkan
keuntungan dan biaya langsung yang dikenakan pada pengguna tidak mencukupi untuk mendukung investasi yang
dikeluarkan.
Secara umum semua opsi KPS yang tersedia menawarkan manfaat bagi sektor publik yang dapat diperoleh dari
pihak swasta. Namun dari berbagai pertimbangan yang mendasarinya, setidaknya terdapat dua pendekatan yang
umumnya digunakan Pemerintah dalam memilih KPS, yaitu, pertama, pendekatan pendanaan untuk memobilisasi
modal investasi pihak swasta, dan kedua, pendekatan pelayanan untuk meningkatkan efisiensi dan mengoptimalkan
pelayanan yang ada (Abdel-Aziz, 2007). Jika pendekatan pertama dimaksudkan untuk mengatasi kesenjangan fiskal
Pemerintah untuk membiayai proyek-proyek infrastruktur publik, maka pendekatan kedua mengasumsikan bahwa
dengan keahlian, keterampilan dan inovasi yang dimiliki, maka pihak swasta diharapkan bisa lebih efisien dibanding
penyedia publik (public provider) dalam menyelengarakan layanan yang sama.
Diadaptasi dari Pribadi dan Pangeran (2009), Gambar 1 mengilustrasikan cara pandang berbagai alternatif
pengadaan proyek infrastruktur dengan investasi yang bersumber dari Pemerintah (publik), KPS dan investasi
sepenuhnya oleh swasta.
Alternatif Kerjasama Pemerintah Dan Swasta Dalam Penyediaan Infrastruktur Publik: Beberapa Kelebihan
Dan Keterbatasan Yang Perlu Diantisipasi
Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta M - 187
Pemerintah Kerjasama Pemerintah dan Swasta
(KPS) Swasta
Gambar 1. Alternatif pendekatan pengadaan proyek infrastruktur
Kontrak pengelolaan adalah skema KPS yang paling sederhana karena tidak adanya investasi sektor swasta. Pada
skema ini, swasta bertanggungjawab hanya pada manajemen sementara kepemilikan dan keputusan investasi masih
merupakan domain Pemerintah. Pada skema ini hanya risiko operasional yang dialihkan kepada perusahaan swasta.
Dengan menggunakan kontrak pengelolaan maka produktivitas dan kinerja operasional serta pelayanan dapat
ditingkatkan. Perusahaan swasta menerima pembayaran tetap (fixed fee) yang besarannya dibatasi pada tanggung
jawab operasionalnya. Fee ini disesuaikan berdasarkan standar kinerja yang memberikan peluang bagi swasta untuk
mendapatkan insentif jika sasaran tertentu tercapai. Kontrak pengelolaan umumnya berdurasi 3-5 tahun.
Lease (sewa) adalah bentuk kontrak KPS yang hampir menyerupai kontrak pengelolaan. Dalam bentuk ini, swasta
yang terlibat dalam penyewaan fasilitas infrastruktur bertanggungjawab terhadap semua fungsi operasional dan
pemeliharaan termasuk di dalamnya penyediaan modal kerja, pengumpulan seluruh pengeluaran dan pemasukkan.
Skema ini merupakan pilihan pada kondisi dimana risiko-risiko yang ada dapat menyebabkan pendanaan swasta
menjadi mahal dan sulit diperoleh. Risiko-risiko yang dimaksud antara lain adalah tarif pelayanan yang tidak dapat
menghasilkan penerimaan (revenue) yang mampu membayar investasi, dan suksesi pemerintah yang tidak mampu
untuk tetap berpegang pada aturan yang semula telah ditetapkan.
Kontrak BOT (build-operate-transfer) merupakan bentuk konsesi khusus dimana perusahaan swasta atau
konsorsium mendanai dan mengembangkan proyek infrastruktur berdasarkan standar kinerja yang telah ditetapkan
terlebih dahulu oleh sektor publik atau Pemerintah. Periode operasional skema ini cukup panjang yaitu antara 10
sampai 20 tahun untuk memberikan kesempatan pada perusahaan swasta mendapatkan penerimaan atas biaya
konstruksi yang telah dikeluarkan selain keuntungan (profit). Kepemilikan aset ada di tangan Pemerintah. Dalam
skema ini, Pemerintah merupakan pelanggan (customer) dan regulator dari pelayanan yang diberikan. BOT biasanya
digunakan untuk pembangunan fasilitas tertentu seperti proyek penyediaan air. Pada umumnya, skema BOT hanya
dilaksanakan pada pembangunan dan pengoperasian satu fasilitas dan bukan merupakan sistem keseluruhan.
Spektrum yang paling tinggi adalah kontrak konsesi dimana pemerintah memberikan tanggung jawab penuh kepada
sektor swasta untuk mengembangkan pelayanan infrastruktur pada suatu area tertentu. Pengembangan ini mencakup
tanggung jawab terhadap pembangunan, pengoperasian, pemeliharaan, pengumpulan dan pengelolaan. Penerima
konsesi (konsorsium) juga bertanggung jawab atas modal investasi yang dibutuhkan untuk membangun dan
meningkatkan sistem yang kemudian pengembalian investasi tersebut dikenakan dalam bentuk tarif kepada
pengguna. Sektor publik dalam hal ini bertanggungjawab untuk menetapkan standar kinerja yang harus dipenuhi
konsorsium. Skema ini umumnya diatur melalui badan regulator. Konsesi merupakan skema yang efektif untuk
menarik pendanaan swasta dalam pendanaan pembangunan fasilitas baru atau rehabilitasi fasilitas yang telah ada.
Kunci keberhasilan konsesi adalah tersedianya insentif bagi sektor swasta yang mampu meningkatkan efisiensi dan
efektivitasnya yang dapat diartikan sebagai peningkatan keuntungan dan penerimaan bagi konsorsium. Pengalihan
seluruh paket pekerjaan dalam tanggung jawab operasional dan pendanaan memungkinkan konsorsium untuk dapat
menetapkan prioritas dan inovasi secara efektif.
3. PRAKTIK KPS DALAM PENYELENGGARAAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA
Pada dasarnya terdapat banyak pertimbangan untuk merasionalisasi perlunya KPS dalam penyediaan infrastruktur
yang secara tradisional merupakan domain Pemerintah. Berbagai pertimbangan itu telah dirangkum dalam Perpres
No. 67/2005, bahwa selain untuk mencukupi kebutuhan pendanaan infrastruktur secara berkelanjutan, KPS juga
untuk meningkatkan kualitas pengelolaan dan pemeliharaan infrastruktur, menciptakan efisiensi pelayanan karena
adanya persaingan yang sehat, serta dapat mendorong prinsip pemakai membayar atas pelayanan yang diterima,
Susy F. Rostiyanti dan M. Husnullah Pangeran
Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta M - 188
namun dalam keadaan tertentu tetap mempertimbangkan kemampuan membayar para pemakai. Namun Perpres No.
67/2005 tidak mengatur secara spesifik skema-skema KPS yang tersedia. Meskipun demikian beberapa manual yang
disusun oleh sejumlah unit terkait di Kementerian Pekerjaan Umum (Bapekin, 2002) dan Perencanaan
Pembangunan Nasional, baik sebelum maupun setelah terbitnya Perpres tersebut, sudah mencoba menguraikan
beberapa opsi potensial untuk KPS. Secara umum, opsi-opsi KPS potensial yang disarankan tidak berbeda jauh
dengan yang telah dijelaskan pada bagian sebelumnya.
Seperti halnya pendahulu Perpres No. 67/2005 yaitu Keppres No. 7/1998, di dalam Perpres disebutkan bahwa jenis
infrastruktur yang dapat dikerjasamakan dengan pihak swasta meliputi: (a) transportasi (pelabuhan laut, sungai atau
danau, pelabuhan udara, jaringan rel dan stasiun kereta api); (b) jalan (jalan tol dan jembatan tol); (c) pengairan
(saluran pembawa air baku); (d) air minum (bangunan pengambilan air baku, jaringan transmisi, jaringan distribusi,
instalasi pengolahan air minum); (e) air limbah (instalasi pengolah air limbah, jaringan pengumpul dan jaringan
utama) serta sarana persampahan (pengangkut dan tempat pembuangan); (f) telekomunikasi (jaringan
telekomunikasi); (g) ketenagalistrikan (pembangkit, transmisi, dan distribusi tenaga listrik); dan (h) minyak dan gas
bumi (pengolahan, penyimpanan, pengangkutan, transmisi atau distribusi migas).
Terlepas dari keberadaan Perpres No. 67/2005, itu tidak lantas berarti bahwa praktek KPS baru dikenal di Indonesia,
karena pada dasarnya inisiasi untuk melibatkan sektor swasta dalam penyelenggaraan infrastruktur di Indonesia
sebenarnya sudah ada sejak tahun 1970-an, terutama untuk sektor infrastruktur energi (industri gas dan minyak) di
sisi hulu (upstream). Akan tetapi skema-skema yang ditempuh untuk melibatkan sektor swasta tidak bisa dikatakan
tipikal untuk semua sektor infrastruktur. Berikut adalah uraian ringkas pengalaman KPS di Indonesia untuk pada
sektor infrastruktur primer seperti energi, transportasi, dan air minum dan sanitasi sebagaimana dirangkum dari
Laporan UNESCAP (2007).
Minyak dan gas
Keterlibatan sektor swasta pada awal tahun 1970-an umumnya dilakukan dengan berbasiskan kontrak kerjasama
untuk eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas. Adapun skema yang digunakan adalah production sharing
contract (PSC), dan technical assistance contract (TAC), yang mana BP Migas bertindak selaku otoritas publik
yang melakukan kontrak. Sementara di sisi hilir (downstream) partisipasi swasta baru berkembang belakangan
dengan ditenderkannya dua proyek pipa gas oleh BPH Migas pada tahun 2005.
Kelistrikan
Pada sektor listrik, KPS dimulai pada saat implementasi proyek PL Paiton pada tahun 1994. Setelah itu diikuti oleh
39 proyek sejenis. Krisis pada tahun 1997 dan penurunan nilai Rupiah telah menyebabkan PLN tidak mampu
memenuhi kewajibannya. Akibatnya beberapa proyek pembangkit tenaga listrik diberhentikan dan 26 di antaranya
dilanjutkan setelah ada negosiasi ulang. Pada saat ini hanya ada satu proyek Pembangkit Listrik Tenaga Batubara di
Cirebon yang ditenderkan pada tahun 2005.
Transportasi jalan
Jalan tol pertama yang dibangun pemerintah, Jagorawi, mulai dioperasikan tahun 1978. Keterlibatan sektor swasta
dalam pembangunan jalan tol dimulai pada tahun 1983. Saat ini panjang jalan tol yang telah dibangun mencapai
750km dengan tingkat pertumbuhan 23km/tahun. Dari panjang jalan tol tersebut, hanya sepertiga ruas jalan yang
dikelola melalui keterlibatan swasta, selebihnya dibangun dan dikelola oleh PT Jasa Marga yang merupakan
BUMN. Saat ini pemerintah memfokuskan pembangunan jalan tol pada koridor Trans Jawa sepanjang 653,85km
yang dibagi menjadi sepuluh ruas.
Air minum
Penyediaan air bersih di seluruh wilayah merupakan tanggung jawab utama Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM)
yang jumlahnya mencapai 300 perusahaan. Sejak 1992, Pemerintah Indonesia telah melaksanakan KPS dalam sub
sektor penyediaan air minum skala kecil seperti pembacaan meter dan pengumpulan rekening serta pekerjaan
pemeliharaan. Proyek KPS berskema BOT dimulai di Denpasar pada 1993. pada tahun 1995, skema konsesi
dilaksanakan pada pelayanan penyediaan air bersih di Batam. Pada tahun 1998, konsesi modifikasi mulai
dilaksanakan di Jakarta Barat oleh PT. Payja dan Jakarta Timur oleh PT. Thames PAM Jaya (sekarang PT. Aetra).
Beberapa KPS dalam sub sektor penyediaan air bersih mengalami kesuksesan seperti BOT di Denpasar, Konsesi di
Batam dan BOT di Medan. Saat ini sedikitnya ada dua proyek dalam tahap operasional dengan menggunakan skema
BOT yaitu penyediaan air bersih di Banjarmasin dengan kapasitas 500 lt/menit dan proyek penyediaan air bersih di
Samarinda dengan kapasitas 400 lt/menit. Ada beberapa proyek air yang potensial dengan perkiraan biaya mencapai
Alternatif Kerjasama Pemerintah Dan Swasta Dalam Penyediaan Infrastruktur Publik: Beberapa Kelebihan
Dan Keterbatasan Yang Perlu Diantisipasi
Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta M - 189
Rp. 4.6 triliun di 13 kabupaten dan kota madya termasuk di dalamnya 1 bendungan sebagai kepastian bagi investor
akan ketersediaan air.
Uraian di atas setidaknya memberikan suatu gambaran bahwa pada dasarnya investasi infrastruktur melalui KPS
sesungguhnya telah eksis. Oleh karena itu diperlukan pemahaman dan pengenalan yang lebih baik terhadap berbagai
karakteristik khas yang melekat pada KPS agar penerapannya senantisas dilandasi oleh pertimbangan yang rasional
dan komprehensif.
4. MEMAHAMI KARAKTERISTIK KPS DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR:
BEBERAPA KELEBIHAN DAN KETERBATASAN/KENDALA-KENDALA YANG PERLU
DIANTISIPASI
Telah dikemukakan sebelumnya bahwa apapun opsi yang dipilih terdapat potensi manfaat yang dapat diperoleh oleh
sektor publik. Namun demikian perlu dipahami bahwa KPS bukanlah solusi yang instan dalam mengatasi berbagai
permasalahan sektor publik dalam pembangunan dan/atau penyediaan fasilitas/layanan infrastruktur. Oleh karena itu
perlunya mengenali dengan baik karakteristik yang melekat pada setiap opsi KPS untuk menghindari ekspektasi
yang berlebihan dalam implementasinya.
Sebagaimana dikemukakan oleh Iossa, et.al. (2007), kontrak KPS berdasarkan pendekatan spesifikasi keluaran
dimana sektor publik menetapan standar dasar pelayanan dan sektor swasta menetapkan bagaimana standar tersebut
dicapai dengan kemungkinan ditingkatkan. Pendekatan ini memungkinkan adanya solusi inovatif yang mampu
memberikan kesempatan kepada sektor swasta untuk menggunakan kemampuan dan pengetahuannya dalam
memenuhi penyelenggaraan pelayanan publik. Namun di sisi lain dapat memberikan risiko besar pada sektor publik
jika spesifikasi kontrak tidak jelas. Artinya, permasalahan dapat muncul akibat karakteristik keluaran di dalam
kontrak yang merupakan kewajiban tidak dijelaskan secara mendetail. Permasalahan lain yang dapat muncul adalah
jika spesifikasi keluaran tidak sesuai dengan kebutuhan infrastruktur yang diharapkan dari penyelenggaraan KPS.
Hal ini dapat dihindari jika dilakukan evaluasi rinci pada konsep kontrak. Kesalahan pada tahapan konsep dapat
berpengaruh besar pada sektor publik akibat panjangnya kontrak KPS.
Secara umum terdapat sejumlah faktor dapat menyebabkan terjadinya kesalahan spesifikasi kontrak. Pertama,
kesalahan dapat timbul dari pihak sektor publik yang tidak kompeten dalam konsepsi kontrak. Kurangnya insentif
bagi sektor publik dan rendahnya usaha dalam memperoleh dan mengolah informasi dapat menyebabkan kesalahan
spesifikasi kontrak. Pada tahapan ini, kurangnya pengalaman dari pihak sektor publik dalam pengembangan kontrak
juga menjadi faktor penyebab. Selain itu, adanya korupsi dan nepotisme sering kali juga menjadi alasan dimana
pihak swasta menerima syarat kontrak yang sangat menguntungkan. Oleh karena itu, kondisi-kondisi di atas
merupakan tantangan bagi sektor publik untuk secara cepat membangun kemampuan dan pengetahuan dalam
merancang dan melaksanakan KPS. Faktor lain adalah sektor publik harus mampu mengelola KPS kontrak dalam
jangka-panjang. Pemanfaatan konsultan eksternal dapat menjadi pertimbangan untuk meningkatkan kompetensi dan
pengetahuan sektor publik, namun perlu diperhatikan bahwa penggunaan konsultan tidak dapat mengatasi masalah
korupsi.
Dalam rangka meningkatkan pemahaman yang lebih baik terhadap karakteristik KPS, banyak literatur, diantaranya
CCPPP (2001); Ouyahia (2006); Grimsey dan Lewis (2007); Zou, et.al (2008); dan Kwak, et.al (2009) yang telah
mengidentifikasi berbagai isu sebagai kelebihan/manfaat dan keterbatasan/kendala yang melekat pada setiap skema
KPS dalam penyediaan infrastruktur. Dari isu-isu yang teridentifikasi tersebut, setidaknya ada beberapa hal kunci
yang menjadi kelebihan/manfaat KPS yang dapat diuraikan sebagai berikut.
KPS sebagai sumber pendanaan infrastruktur
Investasi pada infrastruktur merupakan investasi padat modal. KPS merupakan bentuk dari rekayasa pendanaan
yang diminati karena dirancang untuk menghindari perlakuan pendanaan sebagai hutang. Jika pemerintah tidak
bersedia atau tidak mampu meningkatkan hutang publik untuk memenuhi kebutuhan investasi, sektor swasta dapat
menyediakan modal melalui skema KPS tanpa mempengaruhi keseimbangan anggaran pemerintah. Bahkan dalam
kasus di mana pemerintah bersedia meningkatkan hutang untuk membiayai fasilitas baru, pendanaan sektor swasta
masih dapat dimanfaatkan, tergantung pada ketertarikan swasta pada proyek. Pendanaan, konstruksi, dan operasi
yang dilaksanakan oleh sektor swasta dalam satu paket mungkin dapat lebih menghemat biaya dibandingkan
kombinasi hutang publik dan konstruksi dan operasi oleh sektor swasta. Hal ini dapat diuji melalui proses
penawaran yang kompetitif dari sektor swasta baik pada proposal pendanaan maupun proposal non-pendanaan.
Modal dan investasi swasta yang tersedia melalui spektrum KPS, bahkan dari jenis yang paling sederhana di mana
pembiayaan bukan merupakan komponen yang tertuang dalam spesifikasi.
Susy F. Rostiyanti dan M. Husnullah Pangeran
Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta M - 190
KPS mempercepat proses pengadaan sehingga lebih efisien
KPS dapat mengurangi waktu dan biaya untuk melaksanakan proyek (Zhou, et.al., 2008; Kwak, et.al., 2009). Dalam
konteks ini, KPS secara signifikan dapat mempercepat pengadaan (perancangan, konstruksi, dan operasional)
infrastruktur dibandingkan dengan model tradisional dimana proses perancangan terpisah dari konstruksi.
Komponen rancang-bangun (design/build) dari skema BOT merupakan tanggung jawab tunggal sektor swasta.
Kondisi ini memberi kesempatan untuk mengoptimalkan rancangan melalui biaya material dan konstruksi serta
penyediaan satu produk akhir. Integrasi operasional ke dalam kerjasama memungkinkan optimasi lebih lanjut pada
perancangan, biaya material dan konstruksi, dan pertimbangan operasional, yang pada akhirnya secara signifikan
menghasilkan biaya pengadaan dan siklus hidup yang lebih rendah. Skema KPS membuka peluang yang lebih besar
bagi sektor swasta untuk memecahkan masalah secara kreatif melalui integrasi prinsip-prinsip perancangan,
konstruksi, dan operasi. Pada pendekatan tradisional yang memisahkan rancangan dan konstruksi dapat
menimbulkan kendala terhadap kreativitas sehingga dapat mengurangi peluang untuk efisiensi.
KPS meningkatkan efisiensi operasional dengan tatakelola bisnis yang lebih terspesialisasi
KPS dapat meningkatkan “value for money" yang dikeluarkan untuk pelayanan infrastruktur karena lebih efisien,
biaya lebih rendah, dan layanan yang lebih handal (Kwak, et.al., 2009). Penerapan otomatisasi, pemanfaatan staf
terlatih, investasi dalam waktu dan sumber daya manusia yang hemat, pengurangan SDM di setiap level, dan
penerapan organisasi yang baik, maka penghematan biaya operasional yang signifikan dapat diperoleh oleh sektor
swasta. Namun perlu diperhatikan bahwa penyediaan publik bukan tidak mampu mengembangkan efisiensi, namun
lingkungan non-kompetitif tidak muncul untuk mendorong efisiensi ke tingkat yang dihasilkan oleh sektor swasta.
Kontrak pengelolaan yang ada adalah bukti langsung dari kondisi di atas, dimana sektor swasta tidak akan bersedia
terlibat dalam KPS kecuali adanya garansi penghematan dibandingkan operasional oleh sektor publik. Pada
pengoperasian infrastruktur yang sama persis, dengan staf yang sama, seringkali sektor swasta mampu membuktikan
kemampuannya untuk beroperasi secara lebih efisien.
Dengan pelayanan infrastruktur oleh sektor publik, tata kelola berada pada pemerintahan tingkat tinggi kotamadya
atau kabupaten. Kemampuan dari entitas ini untuk menilai dan menanggapi risiko operasional dengan baik
tergantung pada kualifikasi staf penasihat, yang mungkin tidak memadai khususnya dalam komunitas yang lebih
kecil. Untuk itu, KPS dapat memberikan solusi bentuk tambahan teknis pada tingkat lebih tinggi dan tata kelola
kinerja melalui sistem manajemen dan pengawasan bagi sektor swasta.
KPS mengalihkan risiko kepada pihak swasta
Pada Kontrak KPS, risiko pada tingkat yang relevan dialihkan kepada sektor swasta, meskipun pengalokasian risiko
secara spesifik bervariasi tergantung bentuk KPS yang digunakan untuk proyek tersebut, misalnya perbedaaan pada
ruang lingkup kegiatan didelegasikan kepada sektor swasta. Ada banyak faktor dapat diidentifikasi sebagai risiko
yang dapat memberikan efek yang merugikan pada tujuan proyek jika risiko ini terjadi. Sebagai contoh, Kwak, et.al.
(2009) mengidentifikasi adanya lebih dari 50 faktor-faktor risiko dan mengklasifikasikannya menjadi enam kategori,
yaitu, risiko politik, risiko keuangan, risiko konstruksi, risiko operasional dan pemeliharaan (OM), risiko pasar dan
pendapatan, dan risiko perundangan. Dalam konteks ini, untuk setiap jenis kontrak KPS, risiko dialokasikan kepada
pihak swasta melalui insentif dan denda dimasukkan dalam mekanisme pembayaran, dan melalui kegiatan yang
merupakan tanggung jawab sektor swasta. Walaupun konsep transfer risiko agak sulit dilaksanakan, namun kunci
utamanya adalah bahwa melalui KPS sektor publik dapat melindungi dirinya dengan mengalihkan risiko dan
tanggung jawab pada sektor swasta yang lebih siap untuk menanggulanginya. Pada saat yang sama, risiko yang
dihadapi langsung oleh masyarakat dapat dikurangi.
KPS meningkatkan akuntabilitas dan kepatuhan terhadap regulasi
KPS dapat memperjelas pelaksanaan tanggung jawab dan penyelesaian perselisihan melalui perjanjian
kerjasamanya. Pada operasional fasilitas oleh sektor publik, muncul kesulitan dalam mengalokasikan tanggung
jawab antara elemen politik, pemerintah, perundangan, keuangan, dan operasional terkait dalam penyelenggaraan
pelayanan ketika terjadi kesalahan atau peningkatan yang harus dilaksanakan. Walaupun KPS tidak dapat
memberikan kejelasan pada tanggung jawab antara berbagai tingkat pemerintah, lembaga, departemen dan
kementerian, pendekatan KPS mampu memberikan kejelasan pada operasi, investasi, pemeliharaan, dan fungsi-
fungsi lain yang dicakup di dalam kerjasama tersebut.
Melalui peningkatan akuntabilitas regulator dan sektor publik, kewajiban kinerja kontraktual sektor swasta, dan
penyelesaian konflik kepentingan dalam rezim penegakan hukum, pada skema KPS kepatuhan terhadap
perundangan dapat diharapkan untuk ditingkatkan secara signifikan. Sebagai contoh, transisi dalam industri air di
Alternatif Kerjasama Pemerintah Dan Swasta Dalam Penyediaan Infrastruktur Publik: Beberapa Kelebihan
Dan Keterbatasan Yang Perlu Diantisipasi
Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta M - 191
Inggris ke dalam bentuk privatisasi dan industri yang diatur pemerintah telah membawa peningkatan yang signifikan
dalam kualitas air minum dan air limbah buangan, seperti yang diharapkan (CCPPP, 2001).
KPS melindungi kepentingan publik
Seperti telah dikemukakan sebelumnya bahwa KPS berbeda dengan privatisasi karena privatisasi memiliki potensi
untuk mentransfer kontrol penuh dan kepemilikan aset infrastruktur dari sektor publik. Dalam segala bentuk KPS,
sektor publik tetap mempertahankan kepemilikan aset dan memiliki kontrol tambahan terhadap layanan infrastruktur
melalui pengaturan kontrak. Pengaturan kontrak memberikan sektor publik suatu cara untuk mengatasi masalah-
masalah pembangunan infrastruktur melalui dengan meningkatkan kontrol melalui pengurangan kompleksitas.
Dalam hal ini, Pemerintah tidak perlu membuat beberapa keputusan dan mengkoordinasikan banyak segi
manajemen (tenaga kerja, teknologi, anggaran, dan lain-lain) untuk membahas suatu masalah, melainkan hanya
perlu menyampaikan isu untuk diketahui dan kemudian memonitor langkah sektor swasta untuk memastikan
pelaksanaannya. Semua skema KPS selain privatisasi, menetapkan bahwa Pemerintah memegang kontrol penuh atas
tingkat tarif. Tarif atau subsidi dapat dinaikkan jika investasi baru diperlukan atau adanya peningkatan standar
operasi. Selain kelebihan/manfaat di atas, teridentifikasi juga sejumlah keterbatasan/kendala yang melekat pada KPS
yang perlu diantisipasi, sebagai berikut.
Tingginya biaya transaksi dan penalti jika terjadi perubahan-perubahan dan pembatalan
KPS merupakan konsep baru yang kurang dipahami dengan baik di beberapa negara. Hal ini disebabkan karena
sektor publik maupun swasta masih belum cukup mempunyai pengetahuan dan keterampilan untuk melaksanakan
proyek-proyek jangka panjang seperti pada skema KPS (Kwak, et.al., 2009). Selain itu, adanya kesulitan dalam
menetapkan spesifikasi fungsional dan pelayanan yang terdefinisi dengan baik (Grimsey dan Lewis, 2007). Seperti
diketahui, kontrak KPS berisi spesifikasi rinci dari keluaran yang diharapkan dan denda sebagai akibat tidak
tercapainya keluaran di bawah kontrak jangka panjang yang tidak fleksibel. Jika pemerintah ingin mengubah
persyaratan pelayanannya, hal ini mungkin dilaksanakan tetapi dapat menjadi mahal.
Kompleksitas proses pengadaan yang berpotensi meningkatkan risiko ketidakpastian
Perencanaan KPS lebih rumit menyebabkan panjangnya periode negosiasi (Zou, et.al., 2008). Grimsey dan Lewis
(2007) menyatakan bahwa waktu rata-rata yang diperlukan untuk pengadaan proyek KPS di Inggris berkisar 22
bulan dan 12-18 bulan di Australia. Dibutuhkan waktu yang lama untuk menyepakati transfer risiko, pembayaran
dan isu-isu yang dapat diterima oleh kedua belah pihak. Kondisi ini membebankan biaya cukup besar baik bagi
sektor publik maupun swasta. Kombinasi dari waktu dan kerja keras ini membuat biaya penawaran multi-juta dolar
ini berisiko. Sektor swasta akan mengharapkan kontrak yang mampu melindungi risiko finansial yang mereka
hadapi. Maka KPS tidak dianjurkan untuk proyek-proyek individu kecil, meskipun penggabungan sejumlah proyek-
proyek kecil dapat membantu untuk penyebaran biaya pengadaan pada beberapa proyek. Pengalaman menunjukkan
bahwa kerangka hukum dan institusional yang kurang atau terlalu kompleks menyebabkan kualitas dan keandalan
penyelenggaraan infrastruktur berisiko yang pada akhirnya dapat menggagalkan KPS. Selain itu, perusahaan swasta
perlu diyakinkan kelayakan pengembalian investasi karena investasi dalam proyek infrastruktur sangat tinggi.
Berkurangnya akuntabilitas disebabkan isu-isu confidential
Secara teoritis KPS yang terstruktur dengan baik dapat memperlihatkan adanya akuntabilitas, transparansi hasil dan
kinerja, kejelasan mengenai peran dan tanggung jawab pihak yang terlibat, penilaian risiko proyek, persaingan
dalam pengadaan pelayanan, dan motivasi untuk sukses. Namun, konflik kepentingan juga umum terjadi dalam
konteks KPS. Kebutuhan untuk menyimpan informasi rahasia dengan alasan kepemilikan, sebagai contoh, sering
menimbulkan konflik kepentingan pada beberapa KPS dalam kaitannya dengan hak masyarakat untuk mendapatkan
informasi. Meskipun sektor swasta tidak tertarik untuk mengungkapkan informasi, keterbukaan diperlukan untuk
memastikan adanya pengawasan dan/atau partisipasi masyarakat. Adanya orientasi yang saling bertentangan dan
ketidaksesuaian informasi dapat menurunkan upaya sektor publik untuk mengukur output dan pemantauan hasil
kontrak. Dalam kontrak KPS jangka panjang, sifat kontrak yang tidak lengkap dan ketidakpastian hasil di masa yang
akan datang menyebabkan transparansi dan akuntabilitas biasanya dikurangi. Pada umumnya perusahaan swasta
membatasi akses ke informasi untuk kerahasiaan komersial (Ouyahia, 2006).
5. KESIMPULAN
Indonesia dihadapkan pada banyak tantangan untuk menyediakan infrastruktur public secara memadai dalam rangka
menunjang pertumbuhan ekonomi, meningkatkan daya saing internasional, serta meningkatkan akses atas berbagai
Susy F. Rostiyanti dan M. Husnullah Pangeran
Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta M - 192
layanan dasar bagi masyarakat. Untuk mengakselerasi pertumbuhan investasi infrastruktur, berbagai upaya telah
dilakukan Pemerintah termasuk inisiasi mengikutsertakan investasi infrastruktur oleh pihak swasta melalui skema-
skema KPS. Berbagai perangkat hukum dan regulasi telah diterbitkan dan atau direvisi untuk mendukung iklim
investasi KPS yang baik, termasuk mempromosikan secara langsung proyek-proyek KPS guna menarik sebisa
mungkin minat pihak swasta agar mau berinvestasi di sektor infrastruktur di Indonesia.
Pada dasarnya KPS yang dapat dimulai dari skema kontrak manajemen yang sederhana hingga konsesi untuk
kemitraan yang lebih luas dan kompleks, menawarkan banyak manfaat bagi sektor publik. Studi ini mengidentifikasi
sejumlah hal kunci sebagai kelebihan/manfaat KPS, yakni KPS dapat menjadi alternatif sumber pendanaan
infrastruktur, mempercepat proses pengadaan sehingga lebih efisien, meningkatkan efisiensi operasional dengan
tatakelola bisnis yang lebih terspesialisasi, mengalihkan risiko kepada pihak swasta, meningkatkan akuntabilitas dan
kepatuhan terhadap regulasi, serta melindungi kepentingan publik. Namun di sisi lain terdapat sejumlah hal yang
dapat membatasi bisa terksploitasinya manfaat-manfaat tersebut secara maksimal. Studi ini mengidentifikasi
sejumlah keterbatasan/kendala yang melekat pada KPS yang perlu juga diantisipasi, yakni tingginya biaya transaksi
dan penalti jika terjadi perubahan-perubahan dan pembatalan, kompleksitas proses pengadaan yang berpotensi
meningkatkan risiko ketidakpastian, serta berkurangnya akuntabilitas disebabkan isu-isu confidential. Pada akhirnya
studi ini diharapkan dapat menyediakan panduan yang berguna bagi para pengambil kebijakan KPS di Indonesia,
terutama dalam memilih skema KPS yang sesuai.
6. DAFTAR PUSTAKA
Abdel-Aziz, A.M. (2007). Successful Delivery of Public-Private Partnerships for Infrastructure Development,
Journal of Construction. Engineering and Management, Vol 133 (12), 918-931.
World Bank (2004). Indonesia Averting an Infrastructure Crisis: A Framework for Policy and Action, The World
Bank Office, Jakarta.
The Canadian Council for Public Private Partnerships (CCPPP). (2001). Benefits of Water Service Public-Private
Partnerships, Toronto, Canada.
Grimsey, D. dan Lewis, M. (2007). Public Private Partnerships and Public Procurement, Agenda, Vol 14 (2), 171-
188
Hardcastle, C. (2006). The private Finance Initiative – Friend or Foe, Proceedings of the International Conference
in the Built Environment in the 21st Century, Selangor.
Harris, S. (2004). Public Private Partnerships: Delivering Better Infrastructure Services, The 2004 IDB
Infrastructure Conference Series, Washington.
Iossa, E., Spagnolo, G., and Vellez, M. ((2007). Contract Design in Public-Private Partnerships, Report prepared
for the World Bank, Final Version
Kwak, Y.H., Chih, Y.Y., and Ibbs, C.W. (2009). Towards a Comprehensive Understanding of Public Private
Partnerships for Infrastructure Development, California Management Review, Vol 51 (2), 51-78.
Ouyahia, M.A. (2006). Public-Private Partnerships for Funding Municipal Drinking Water Infrastructure: What
are the Challenges?, Government of Canada
Peraturan Presiden (Perpres) No. 67 tahun 2005 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha Swasta Dalam
Penyediaan Infrastruktur.
Pangeran, M,H.,dan Wirahadikusumah, R. D. (2010). Challenges in Implementing the Public Sector Comparator for
Bid Evaluation of PPP Infrastructure Project Investment, Proceedings of the First Makassar International
Conference on Civil Engineering (MICCE2010), Makassar, Indonesia,
Pribadi, K,S. dan Pangeran, M,H. (2007). Important Risk on Public-Private Partneship Scheme in Water Suply
Investment in Indonesia, Proceedings of The 1st International Conference of European Asian Civil
Engineering Forum (EACEF), Jakarta.
Pribadi, K,S. and Pangeran, M,H. (2009). Kecenderungan Global Kerjasama Pemerintah dan Swasta Dalam
Pengelolaan Infrastruktur: Beberapa Pembelajaran, Prosiding Seminar Nasional Pembangunan Infrastruktur
Untuk Semua, Kerjasama Tiga Universitas UI-ITB-UGM, Bandung, 71-80
Roe, P. and Craig, A. (2004). Reforming the Private Finance Initiative, Centre for Policy Studies, London.
The United Nations Economic and Social Commission for Asia and the Pacific (UNESCAP). (2007). Public Private
Partnership for Infrastructure Development: Indonesia Country Paper, High Level Expert Group Meeting
UNESCAP, Republic of Korea, October 1-3, 2007.
Water Partership Council (WPC) (2003). Establishing Public-Private Partnerships for Water and Wastewater
Systems, WPC.
Zou, P.X.W., Wang, S. and Fang, D. (2008). A life-cycle risk management framework for PPP infrastructure
projects, Journal of Financial Management of Property and Construction, Vol 13 (2), 123-142