Upload
dithasani
View
60
Download
5
Embed Size (px)
Citation preview
LAPORAN KASUS
MELENA E.C ULKUS PEPTIKUM
DIARE AKUT DEHIDRASI RINGAN/SEDANG
ANEMIA HIPOKROMIK MIKROSITER (Susp. Anemia Defisiensi
Besi, DD Anemia Penyakit Kronis)
MALNUTRISI BERAT
Oleh:
Ditha Kurnia Sani (H1A008008)
Pembimbing:
dr. Sukardi, Sp.A
DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA
DI BAGIAN/SMF ILMU KESEHATAN ANAK
RSU PROPINSI NTB
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM
2013
1
BAB 1
PENDAHULUAN
Perdarahan saluran cerna akut pada anak baik berupa muntah darah
atau darah segar dari rektrum merupakan suatu keadaan yang menakutkan
anak dan orang tuanya meskipun jumlahnya sedikit.1 Perdarahan saluran
cerna merupakan 10-15% kasus yang dirujuk ke Gastroenterologi Anak.2
Perdarahan saluran cerna pada anak dapat bermanifestasi berupa muntah
darah (hematemesis), keluarnya darah bewarna hitam dari rectum (melena),
tinja yang berdarah atau keluarnya darah segar melalui rectum
(hematochezia/enterorrhagia) dan darah samar di feses. Hematemesis
merupakan perdarahan yang berasal dari saluran cerna atas dengan batas di
atas ligamentum Treitz. Melena lebih kurang 90% berasal dari saluran cerna
atas terutama usus halus dan kolon proksimal, hematochezia yang
merupakan perdarahan saluran cerna yang berasal dari kolon, rektum atau
anus/saluran cerna bawah atau bisa juga dari saluran cerna atas dengan
perdarahan yang banyak dengan waktu singgah usus yang cepat, sedangkan
darah samar feses merupakan kehilangan darah melalui feses yang secara
makroskopis tidak terlihat umumnya perdarahaan berasal usus halus atau
saluran cerna atas. 1,3
Dalam mencari penyebab perdarahan saluran cerna pada anak ada lima
informasi penting yang harus diketahui oleh para klinisi yaitu : umur si anak,
asal perdarahan, warna darah dan beratnya perdarahan, ada atau tidaknya
nyeri perut dan terdapatnya diare.2,3 Umumnya sumber perdarahan
ditentukan dalam dua golongan besar yaitu4 :
Perdarahan gastrointestinal atas meliputi dari mulut hingga
ligamentum treitz
Perdarahan gastrointestinal bawah yang berasal dari daerah di bawah
ligamnetum treitz
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Perdarahan Saluran Gastrointestinal
A. Definisi
BATASAN
Perdarahan gastrointestinal dapat terjadi dimana saja pada
traktus digestivus dari mulut sampai dengan anus. Darah dapat
terlihat pada tinja atau muntahan atau dapat saja perdarahan
tersembunyi yang hanya dapat dilihat dengan pemeriksaan
laboratorium.
Perdarahan saluran cerna bagian atas adalah perdarahan saluran
makanan proksimal dari ligamentum Treitz. Sedangkan perdarahan
saluran cerna bagian bawah biasanya didefinisikan sebagai
perdarahan yang berasal dari usus disebelah bawah ligamentum
Treitz.
B. Karakteristik Klinik
Hematokezia
Hematokezia diartikan darah segar yang keluar melalui
anus dan merupakan manifestasi tersering dari
perdarahan saluran cerna bagian bawah. Hematokezia
lazimnya menunjukan perdarahan kolon sebelah kiri,
namun demikian perdarahan seperti ini juga dapat
berasal dari saluran cerna bagian atas, usus halus, transit
darah yang cepat.
Melena
3
Melena diartikan sebagai tinja yang berwarna hitam
dengan bau yang khas. Melena timbul
bilamanahemoglobin dikonversi menjadi hematin atau
hemokrom lainnya oleh bakteri setelah 14 jam. Umumnya
melena menunjukan perdarahan di saluran cerna bagian
atas atau usus halus, namun demikian melena juga dapat
berasal dari perdarahan kolon sebelah kanan dengan
perlambatan mobilitias. Tidak semua kotoran hitam ini
karena bismuth, sarcol, licorice, obat-obatan yang
mengandung besi dapat menyebabkan feses menjadi
hitam. Oleh karena itu, dibutuhkan tes guaiac untuk
menentukan adanya hemoglobin.
Perdarahan samar
Darah samar tiombul apabila ada perdarahan ringan
namun tidak sampai merubah warna tinja/feses.
Perdarahan jenis ini dapat diketahui dengan tes guaiac.
C. Epidemiologi
Perdarahan saluran cerna atas
Insiden perdarahan saluran cerna atas dilaporkan oleh El Mouzan
sebesar 5% dengan umur 5-18 tahun. Perbandingan laki-laki dan
perempuan sebesar 7 : 1 dengan keluhan utama sebanyak 69%
berupa sakit perut kronik, 21% dengan hematemesis melana dan
sisanya dengan Gejala muntah disertai sakit perut.5
D. Etiologi
Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas
Periode
neonatal
Tertelan
darah ibu
Bayi
Gastritis
Esofagitis
Pra sekolah
Gastritis
Esofagitis
Usia
sekolah
Gastritis
Esofagiti
4
Tukak stress
Gastritis
hemoragik
Diathesis
perdarahan
Benda asing
Malformasi
vaskular
Tukak stress
Sind. Mallory
Weiss
Stenosis
pilorik
Malformasi
vaskular
Tukak stress
Sind. Mallory
Weiss
Varises
esophagus
Benda asing
Malformasi
vaskular
s
Tukak
stress
Tukak
peptic
Sind.
Mallory
Weiss
Varises
esophag
us
Perdarahan Saluran Cerna Bagian Bawah
Anak Sehat
Tertelan
darah ibu
Colitis infeksi
Penyakit
hemoragik
Divertikulum
meckeli
Alergi susu
Duplikasi
usus
Fisura ani
Colitis infeksi
Colitis
nonspesifik
Intususepsi
Polip juvenil
Divertikulum
meckeli
Alergi susu
Colitis infeksi
Fisura ani
Intususepsi
Polip juvenil
Divertikulum
meckeli
Angiodisplasi
a
Purpura
henoch
schonlein
Colitis
infeksi
Polip
Hemoroid
Penyakit
usus
beradang
Anak Sakit
NEC
DIC
Intususepsi
Volvulus
usus tengah
Colitis infeksi
Duplikasi usus
Sindrom
hemolitik
Uremik
Enterokolitis
pseudomembr
Sindrom hemolitik uremik
Enterokolitis
pseudomembranosa
5
anosa
Penyebab yang utama dari perdarahan usus halus pada anak
adalah dibertikulum meckel yang berisian mucosa ektopik gaster
atau páncreas dan dapat terjadi ulserasi. Diagnosis ditegakkan
dengan pemeriksaan scanning radionuklir dan terapi dilakukan
dengan reseksi divertikulum.6 Duplikasi merupakan penyebab
kedua tersering perdarahan usus halus pada anak dan terapinya
juga dengan reseksi, Ulkus pada anak sering terjadi selama
perawatan di UCU pasca operasi . Chaibou M melaporkan bahwa
beberapa factor risiko terjadinya perdarahan saluran cerna atas
pada anak yang dirawat intensif ádalah gagal napas, coagulopathy
dan nilai PRIMS (pediatric risk of mortality store)= 10.7 Helicobacter
pylori dapat menyebabkan gastroduodenal ulcerasi tetapi
gambaran lesi noduler yang difus lebih sering ditemukan pada
anak. El Mouzan melaporkan dari 15 anak yang dilakukan bioterapi
antrum melalui endoskopi didapatkan 13 diantaranya (87%) positif
H. Pylori.5 Esophagistis karena refluks yang berat pada esophagus
dapat disebabkan karena penyakit neuromuskuler, trauma mekanik
karena benda asing, dan trauma kimia karena tertelan bahan
kaustik, obat-obatan dan infeksi. Varises esophagus pada anak
disebabkan hipertensi portal baik intrahepatik maupun
ekstrahepatik. Trombosis vena splanikus dengan vena portal akan
menyebabkan terjadinya varises esophagus.8 Kelainan vaskuler dan
duplikasi saluran cerna merupakan penyebab lainya yang jarang
ditemukan pada anak.6
Pada bayi baru lahir pernyebab perdarahan saluran cerna sangat
bervariasi. Perdarahan dapat terjadi karena tertelan darah ibu
sewaktu persalinan atau menyusui, dapat juga terjadi karena
esophagitis, gastritis dan ulserasi gastroduodenal. Hematemesis
dapat terjadi karena alergi susu sapi pada bayi yang dapat susu
6
formula, dan defisiensi vitamin K.6 Mahcado RS melaporkan dua
kasus hematemesis sekuler oleh karena gastritis hemorrhage yang
disebabkan karena alergi susu sapi.9 Pada remaja penggunaan
analgetik nonsteroid (NSAID) sering menimbulkan ulkus peptic yang
menyebabkan perdarahan selain robekan Malorry-Weiss, varises
gastroesophagus dan gastritis karena alcohol.5 Romanisizen
melaporkan kejadian Malorry-Wess pada anak sekitar 0.3%. Banyak
faktor yang menyebakan terjadinya Malorry – Weiss síndrome pada
anak dan biasanya bersamaan dengan penyakit saluran cerna
lainya seperti gastritis dan duodenitis, infeksi helicobacter pylori,
gastroesophageal reflux dan asma bronchial.10 Riwayat muntah
yang berat dan kemudian muntah darah khas untuk gejala Malorry-
Weiss, pada dewasa sering dihubungkan dengan konsumsi alkohol
E. Manifestasi klinis
Dilakukan evaluasi pada :
a. Perlu dikonfirmasi apakah memang benar darah yang keluar dan
benar-benar keluar dari traktus digestivus
b. Berapa banyak darah yang keluar dan karakteristiknya
c. Apakah anak tampak sakit akut atau kronis
Dicari adanya tanda-tanda hipertensi portal, obstruksi intestinal,
koagulopati, epistaksis, fisura ani dan hemoroid.
Peningkatan nadi 20/menit atau penurunan tekanan darah
sistolik 10 mmHg saat dari duduk akan berdiri, adalah tanda
terjadi perdarahan yang cukup signifikan.
d. Apakah perdarahan masih berlangsung
Tabel Identifikasi Asal Perdarahan Gastrointestinal
Gejala klinis Lokasi perdarahan
Darah merah segar dari
mulut
Lesi mulut atau nasofaring
Varises esofagus
7
Laserasi esofagus/mukosa gaster
(Mallory weiss syndrome)
Muntahan darah merah
segar atau seperti kopi
Lesi proksimal dari ligamen Treitz
Melena Lesi proksimal dari ligamen Treitz,
usus kecil
Kehilangan darah berkisar 50-100
ml/hari
Darah segar bercampur
tinja
Lesi pada ileum atau colon
Perdarahan masif upper
gastrointestinaltract
Darah diluar tinja Lesi pada ampula rektum atau anus
F. Diagnosis
Menyingkirkan penyebab palsu perdarahan seperti tertelan
darah sewaktu menyusui, epistaksis, hemoptisis, penggunaan obat
atau makanan yang merobah warna feses seperti bismuth, besi,
coklat, berri, beet dan lain-lain dapat menghindarkan dari
pemeriksaan atau prosedur diagnosis yang berlebihan.1,3 Langkah
pertama menghadapi pasien dengan perdarahan saluran cerna
adalah dengan memastikan pemberian oksigen yang adekuat,
resusitasi cairan dan darah, memastikan akses akses vena
terpasang dan koreksi bila terdapat gangguan pembekuan.
Pemasangan pipa nasogastrik dapat membedakan kedua golongan
perdarahan diatas. Bila pada pipa nasogastrik mengalir darah ini
berarti sumber perdarahan dari gastrointestinal atas. Kita dapat
memonitor perdarahan dan menentukan beratnya perdarahan yang
terjadi. Pemasangan pipa nasogastrik bukanlah merupakan indikasi
kontra pada perdarahan esophagus. Dengan cara ini kita dapat
membersihkan lambung dan mengurangi risiko aspirasi2,4.
8
Pada neonatus penting menyingkirkan terjadinya Necrotizing
Enterocolitis (NEC), hal ini jarang ditemukan pada neonatus cukup
bulan. Perdarahan rektum pada bayi sering berhubungan dengan
kejadian NEC, jika diagnosis NEC ditegakkan maka pemberian
antibiotika harus dilakukan dan bayi dipuasakan. Penyebab yang
sering pada bayi adalah intoleransi susu sapi yang menyebabkan
terjadinya colitis, penyebab lainya adalah fisura ani.11 Obstruksi
usus dengan iskemia yang terjadi pada bayi dan anak dapat
menimbulkan gejala muntah, sakit perut dan darah di tinja yang
dapat disebabkan karena volvulus atau invaginasi. Pada bayi lebih
besar penyebab perdarahan retal dapat berupa fisura anorektal,
gastroenteritis infeksi dan invaginasi.6,11
Polyp juvenil, peradangan dan lesi nonneoplastik pada
rektosigmoid merupakan penyebab yang sering dari perdarahan
retal pada anak usia sekolah dan remaja.11 Polip ini bukan suatu
keganasan yang sering terdapat pada rektosigmoid. Diperkirakan
kejadiannya sekitar 2% pada anak dengan gejala asimptomatis
dengan lokasi tersaring atau 83,1% pada rektosigmoid.12 Poddar U
dkk melaporkan dari 353 anak yang dilakukan kolonoskopi didapati
sebanyak 208 (59%) dengan polip, dan Juvenil poliposis (jumlah
polip lebih dari 5 ) didapat pada 17 (8%) diantaranya dengan
rentang umur 3 – 12 tahun 13 Enterocolitis karena suatu infeksi
dapat bermanifestasi sebagai suatu buang air besar berdarah pada
anak. Sindroma Uremia Hemolitik dan Purpura Henoch-Schonlein
merupakan penyakit vaskulitis yang sering ditemui pada anak
dengan gajala berupa ulcerasi dan perdarahan saluran cerna.
Penyakit inflamasi usus juga dapat menyebabkan colitis dan
perdarahan rektal pada anak. Kolitis ulseratif didapat 2-4 per
100.000 anak dan rata-rata umur saat diagnosis ditegakkan 10
tahun.14 Kelainan pembuluh darah seperti hemangioma, malformasi
vena, telangiectasia herediatary hemorrhage merupakan penyebab
9
yang jarang dari perdarahan saluran cerna bawah pada anak. Pada
remaja perdarahan sering disebabkan oleh karena divertikulum
kolon dan penyakit inflamasi usus.6,11
G. Diagnosis Banding
Bayi Anak
Hematemesis Tertelan darah ibu
Peptic esophagitis
Epistaksis
Peptic esophagitis
Mallory weiss
syndrome
Varises esofagus
Ulkus gaster
Ulkus duodenum
Henoch schonlein
purpura
Melena Ulkus duodenum
Duplikasi ileum
Divertikulum Meckel
Ulkus duodenum
Duplikasi ileum
Divertikulum Meckel
Melena dengan
nyeri,
obstruksi,
peritonitis,
perforasi
Necrotizing
enterocolitis
Intususepsi
Volvulus
Ulkus duodenum
Hemobilia
Intususepsi
Volvulus
Hematochezi
a dengan
diare,
crampy
abdominal
pain
Kolitis infeksiosa
Kolitis
pseudomembran
Enterokolitis
Hirschprung
Kolitis infeksiosa
Kolitis crohn
Sindroma hemolitik
uremi
Henoch schonlein
purpura
Hematochezia
tanpa diare
Fisura ani Fisura ani
10
dan nyeri perut Kolitis eosinofilik Ulkus rektum
Juvenile polyp
H. Pemeriksaan penunjang
Apt test untuk membedakan darah bayi dan darah ibu
Foto polos abdomen
Esofagogastrodudodenoskopi
Sigmoidoskopi dan kolonoskopi
Biopsi
Meckel scan
Endoskopi merupakan prosedur diagnostik dalam evaluasi
perdarahan saluran cerna atas pada anak. Keamanan endoskopi
pada anak sama dengan dewasa meskipun masih sedikit publikasi
tentang endoskopi pada anak. Endoskopi lebih diutamakan untuk
evaluasi dan pengobatan pada ulkus dan varises esophagus.
Tindakan bedah diindikasikan jika terjadi kegagalan tindakan non
invasif atau endoskopi6.
I. Tatalaksana
Resusitasi cairan
Kumbah lambung dengan menggunakan normal saline
Perdarahan dari pembuluh darah (varises, kelainan vaskuler)
yang persisten :
A. vasopresin 20 unit/1,73m2 selama 20 menit atau ocreotide
25-30 µg/m2/jam, keduanya dapat diberikan selama 24 jam
apabila diperlukan.
B. Pemasangan Sengstaken-Blakemore tube
C. Skleroterapi
D. Konsul bedah anak
Perdarahan akibat ulkus : antasida, dekompresi gaster,
elektrokauter, injeksi epinefrin lokal, pembedahan darurat.
11
Kolonoskopi merupakan pilihan dalam diagnosis dan terapi
perdarahan saluran cerna bawah. Polip juvenis dapat diterapi
dengan polipektomi melalui kolonoskopi, tindakan hemostasis
lain seperti skleroterapi, elektrokauterisasi, laser dan ligasi
banding dapat dilakukan pada kelainan pembuluh darah kolon
pada anak. Rajan R melaporkan Computerized Tomography (CT)
Scan berguna pada perdarahan saluran cerna bawah akut jika
kolonoskopi tidak dapat menemukan lokasi perdarahan dan
perdarahan sementara berhenti dengan sensitivitas sebesar
79%15. Penyakit inflamasi usus dan Purpura Henoch-Schonlein
dapat diobati dengan steroid dan entercolitis karena infeksi
dengan antibiotika. Pengobatan terbaru untuk inflamasi usus
pada anak meliputi 5-aminosalisylic acid, corticosteroid,
azathioprine,6 merkaptopurine, metronidazole dan cyclosporice.
Jika metronidazol tidak efektif dapat dipakai antibiotika golongan
ciprofloxacin dan trimetropin sulfametoksosal.16 Operasi
dilakukan pada perdarahan saluran cerna yang disebabkan
karena invaginasi, volvulus atau divertikulum.6
2.2 Diare Akut
A. Definisi
Diare adalah buang air besar pada bayi atau anak lebih dari 3
kali perhari, disertai perubahan konsistensi tinja menjadi cair dengan
atau tanpa lender dan darah. Pada bayi yang minum ASI sering
frekuensi buang air besarnya lebih dari 3 – 4 kali per hari, keadaan ini
masih bersifat fisiologis atau normal selama berat badan bayi
meningkat normal dan menurut ibu bayi fesesnya tidak berbeda
konsistensinya dari biasanya.
Diare persisten didefinisikan sebagai berlanjutnya episode diare
selama 14 hari atau lebih yang dimulai dari suatu diare cair akut atau
12
berdarah (disentri). Kejadian ini sering dihubungkan dengan
kehilangan berat badan dan infeksi nonintestinal. Walker-Smith
mendefinisikan sebagai diare yang dimulai secara akut tetapi bertahan
lebih dari 2 minggu setelah onset akut. Diare akut dan diare persisten
bukan merupakan 2 (dua) jenis penyakit yang terpisah, melainkan
membentuk sebuah proses berkelanjutan.1
Menurut WHO, diare persisten adalah episode diare yang
diawali dengan diare akut tetapi berakhir dalam waktu 14 hari atau
lebih.5 Menurut UKK Gastroenterologi-Hepatologi IDAI diare
berdasarkan durasinya, dibagi menjadi :
1. Diare akut : berlangsung kurang dari 14 hari
2. Diare persisten: berlangsung lebih dari 14 hari dengan etiologi
infeksi
3. Diare kronik : berlangsung lebih dari 14 hari dengan etiologi
non-infeksi
B. Epidemiologi
Hasil dari Indonesia Demographic and Health Survey yang
dilakukan pada Juli-November 1994, menunujukkan bahwa 12% dari
anak dilaporkan menderita diare dalam waktu 2 minggu sebelum
survey, prevalensi dari diare persisten adalah 0,1%. Penelitian di
Surabaya menunjukkan bahwa diare persisten terjadi pada 2,73%
dari penderita dengan diare akut, dan terjadi terbanyak pada 0-2
bulan. 1
WHO dan UNICEF memperkirakan pada tahun 1991 diare
persisten terjadi 10% dari episode diare dengan kematian sebanyak
35% pada anak di bawah 5 tahun. Studi di Banglades, India, Peru dan
Brazil mendapatkan kematian sekitar 45% atau 30-50% kematian
dari diare persisten. Meskipun insiden diare persisten paling banyak
terjadi pada anak di bawah 2 tahun, namun kematian sering terjadi
pada anak 1-4 tahun dimana malnutrisi sering timbul. Hal ini
13
dikarenakan kematian oleh karena diare persisten sering berhubungan
dengan malnutrisi.2
C. Etiologi
Infant
Sindrom malabsopsi post gastroenteritis
Intoleransi protein/susu sapi
Defisiensi disakarida sekuder
Fibrosis kistik
Anak-anak
Diare kronik non spesifik
Defisiensi disakarida sekunder
Sindrom malabsopsi post gastroenteritis
Penyakit seliac
Fibrosis kistik
Remaja
Irritable bowel syndrome
Inflamatory bowel disease
Giardiasis
Intoleransi laktosa
D. Patofisiologi
Diare sekretorik
Diare sekretorik adalah suatu bentuk diare dalam jumlah yang
besar yang disebabkan karena sekresi mukosa yang berlebihan dari
cairan dan elektrolit. Paling sering disebabkan oleh enterotoksin
bakteri, yang merangsang secara aktif pembentukan siklik AMP,
siklik GMP dan Ca2+.
Contoh klasik diare sekretorik adalah kolera. Kolera
memproduksi enterotoksin yang mengaktivasi adenil siklase
menyebabkan peningkatan siklik AMP yang berakibat sekresi aktif
Cl-. Sedangkan Eschericia coli, Yersinia enterocolitica dan Klebsiella
pneumoniae, memproduksi enterotoksin yang meningkatkan siklik
GMP. Pengaruh siklik GMP dalam menyebabkan diare mirip dengan
siklik AMP dan Ca2+. Penyebab lain diare sekretorik adalah adanya
14
asam empedu intra luminal misalnya karena terputusnya siklus
enterohepatik daripada keadaan overgrowth bakteri.
Diare osmotik
Diare osmotik disebabkan meningkatnya osmolaritas
intraluminal misalnya absorbsi larutan dalam lumen kolon yang
buruk. Sebagai contoh yang klasik adalah defisiensi enzim
disakaridase primer ataupun sekunder pada anak yang menderita
malnutrisi sehingga menyebabkan gangguan pemecahan
karbohidrat golongan disakarida, atau diare yang disebabkan
Rotavirus menyebabkan kerusakan mikrovili ( brush border ).
Adanya karbohidrat (lactose) yang tidak dapat diabsorbsi, setelah
mencapai usus besar akan difermentasi bakteri menjadi asam
organik sehingga akan menyebabkan suasana hiperosmolar yang
kemudian dapat mengakibatkan sekresi air ke dalam lumen usus.
Diare osmotik dapat juga terjadi pada pemberian laktulose, oralit,
ataupun bahan-bahan lain yang bersifat hiperosmolar .
Tabel . Perbedaan diare osmotik dan diare sekretorik7
Beda Diare osmotic Diare sekretorik
Volume feses < 200 ml/24 jam > 200 ml/24 jam
Kecepatan
respon Stop diare Kontinu diare
Natrium feses < 70 meq/l > 70 meq/l
Tes reduksi Positif Negatif
pH feses < 5 > 6
Invasif
Gangguan integritas lapisan mukosa usus akibat infeksi virus dan
bakteri, iskemia, dan peradangan. Virus, bakteri dan parasit yang
dapat menginfeksi antara lain adalah Salmonella, Shigella, Giardia.
15
Dismotilitas
Adanya gangguan neurologi pada usus sehingga peristaltic usus
dan absorpsi berkurang yang kemudian menyebabkan diare.
Diare persisten menyebabkan berlanjutnya kerusakan mukosa
dan lambatnya perbaikan kerusakan mukosa yang menyebabkan
gangguan absorpsi dan sekresi abnormal dari solute dan air. Proses
ini disebabkan oleh infeksi, malnutrisi secara terpisah atau
bersamaan. Infeksi parenteral sebagai penyakit penyerta dapat
menyebabkan gangguan imunitas. Menurunnya imunitas yang
disebabkan faktor etiologi seperti pada shingellosis, dan rotavirus
yang diikuti enteropati hilang protein, Kurang Energi Protein (KEP)
dan kerusakan mukosa sendiri yang merupakan pertahanan lokal
saluran cerna. KEP menyebabkan diare menjadi lebih berat dan lama
karena lambatnya perbaikan mukosa usus. Anak dengan reaksi
hipersensitivitas type delayed dan gangguan imunitas spesifik seperti
infeksi HIV dan penyakit immunodefisiensi rentan terjadi diare
persisten. 9,11
Pasien KEP secara histologi memiliki mukosa usus yang tipis,
penumpulan mikrovili mukosa dan indek mitosis yang rendah
sehingga mengganggu absorpsi makanan. Titik sentral patogenesis
diare persisten adalah kerusakan mukosa usus yang pada tahap awal
disebabkan oleh etiologi diare akut. Berbagai faktor resiko melalui
interaksi timbal balik menyebabkan rehabilitasi kerusakan mukosa
terhambat dan memperberat kerusakan. Faktor resiko tersebut
adalah usia penderita, karena diare persisten ini umumnya terjadi
pada tahun pertama kehidupan dimana pada saat itu pertumbuhan
dan pertambahan berat badan bayi berlangsung cepat. Berlanjutnya
paparan etiologi diare akut seperti infeksi Giardia yang tidak
terdeteksi dan infeksi shinggella yang resisten ganda terhadap
antibiotik dan infeksi sekunder karena munculnya C. Defficile akibat
terapi antibiotika.9,10
16
Infeksi oleh mikro organisme tertentu dapat menimbulkan
bakteri tumbuh lampau yang menyebabkan kerusakan mukosa usus
karena hasil metaboliknya yang bersifak toksik, sehingga terjadi
gangguan penyerapan dan bakteri itu sendiri berkompetisi
mendapatkan mikronutrien. Gangguan gizi yang terjadi sebelum sakit
akan bertambah berat karena berkurangnya masukan selama diare
dan bertambahnya kebutuhan serta kehilangan nutrien melalui usus.
Gangguan gizi tidak hanya mencakup makronutrien tetapi juga
mikronutrien seperti difisiensi Vitamin A dan Zinc.9,11
E. Manifestasi klinis
Frekuensi buang air besar bertambah dengan bentuk dan
konsistensi yang lain dari biasanya dapat cair, berlendir, atau
berdarah, dapat juga disertai gejala lain, anoreksia panas, muntah
atau kembung. Dapat disertai gejala komplikasi, gangguan
elektrolit, dehidrasi, gangguan gas darah/asidosis.
F. Diagnosis
Etiologis :
Klinis (sulit membedakan)
Kultur faeces
Menentukan adanya dehidrasi atau tidak
Kriteria Penentuan Derajat Dehidrasi Menurut Haroen Noerasid
(Modifikasi)
Ditambah :
17
Rasa HausOliguria ringan
Dehidrasi Ringan
”keadaan jaringan” Turgor kulit turun Ubun ubun besar
cekung Mata cekung
Dehidrasi Sedang
Ditambah :
Gangguan elektrolit :
Pemeriksaan serum elektrolit
Hipernatremia, hiponatremia, hipokalemia
Gangguan Gas Darah : pemeriksaan gas darah.
G. Tatalaksana
Resusitasi Cairan & Elektrolit sesuai derajat dehidrasi dan
kehilangan elektrolitnya.
Upaya Rehidrasi Oral (U.R.O.)
Usia Dehidrasi Ringan – 3 jam
pertama (50ml/kg)
Tanpa Dehidrasi
- jam selanjutnya
(10-20 ml/kg/setiap
diare
Bayi sp 1
tahun
1,5 gelas * 0,5 gelas*
Bayi sp 5
tahun
3 gelas ** 1 gelas **
Bayi > 5
tahun
6 gelas 2 gelas
Berat badan + 6 kg. :
6 kg x 50 ml = 300 mI = + 1,5 gelas
6 kg x 10-20 ml = 60-120 ml/setiap diare = 0,5 gelas/setiap diare
Berat badan + 13 kg :
18
Tanda- tanda Vital : Susunan saraf pusat :
Somnolen, sopor, koma Pulmo kardiovaskuler
Kussmaul, rejatan
Dehidrasi Berat
13 kg x 50 mi = 650 mi = 3 gelas
13 kg x 10-20 mi = 150-250 ml/setiap diare = 1 gelas setiap
diare
Terapi Cairan Standar (Iso Hiponatremia) Untuk Segala Usia
Kecuali Neonatus
PLAN
DERAJAT DEHIDRA
SI
KEBUTUHAN CAIRAN
JENIS CAIRAN
CARA/LAMA PEMBERIAN
C BERAT +30 ml/kg/1 jam = 10 tts/kg/mnt
RL T.I.V/ 3 Jam atau lebih cepat
*)B
SEDANG6-9 %
RINGAN
+70 ml/kg/1 jam= 5 tts/kg/mnt
+50 ml/kg//3 jam= 3- 4 tts/kg/mnt
HSDAtauOralit
HSDatauoralit
T.I.V/ 3 JamAtauT.I.G/ 3 JamAtauOral 3 jamT.I.V/ 3 JamAtau T.I.G/ 3 Jam
A TANPA DEHIDRASI
+10-20 ml/kg/ setiap kali diare
Larutan RT atau oralit
Oral sampai diare berhenti
Keterangan : T.I.V : tetes intra venus
T.I.G : tetes intra gastrik
(untuk jenis-jenis cairan lihat lampiran 1)
Perkecualian :
Neonatus ( < 3 bulan )
D10%/0,18NaCl 30 ml/kg.BB 2 jam
D10%/0,18NaCl 70 ml/kg.BB 6 jam
Penyakit Penyerta (Broncopneumonia., Malnutrisi berat, dsb)
HSD 30 ml/kg.BB 2 jam
19
HSD 70 ml/kg.BB 6 jam
Hipernatremia :
HSD 320 ml/kg.BB 48 jam
Setelah melewati resusitasi cepat (1-2 jam) diberikan cairan HSD
secara lambat.
Defisit (70 ml) + rumatan (100 ml) + 2 hari ongoing losses : ±
320 mi/kg dalam waktu 48 jam (2-3 tetes/kg/menit).
1. Dietetik
Makanan tetap diberikan, ASI diteruskan, formula
diencerkan dalam waktu singkat. Makanan tambahan
sesuai umur dengan konsistensi yang mudah dicerna.
2. Vitamin A 100.000 IU (untuk anak di atas 1 tahun); 50.000
IU (untuk anak di bawah 1 Tahun)
3. Probiotik : 1 kapsul/1 bungkus per hari.
4. Pada umumnya tidak diperlukan antimikrobial.
Penggunaan antimikrobial hanya pada kasus-kasus tertentu
dan kasus kasus resiko tinggi, misalnya bayi sangat muda,
gizi kurang dan adal penyakit penyerta (lihat lampiran 2)
5. Pengobatan problem penyerta.
6. Obat-obat diare tidak dianjurkan.
H. Komplikasi
Awal :
Gangguan keseimbangan air, elektrolit dan asam basa, intoleransi
klinik akut terhadap karbohidrat dan lemak.
Lambat :
Diare berkepanjangan (prolonged diarrhea)
Intoleransi klinik hidrat arang yang berkepanjangan.
20
Diare persisten
BAB 3
LAPORAN KASUS
IDENTITAS
Identitas Pasien :
Nama Lengkap : An. YG
Jenis Kelamin : laki-laki
Tempat tgl lahir : 13 Juni 2004
Umur : 9 tahun
21
Agama : Islam
Alamat : Narmada
MRS : 19Juli 2013
Tgl pemeriksaan : 29Juli 2013
Diagnosis MRS : Observasi Melena + Diare Akut Dehidrasi Ringan-
Sedang + Anemia Hipokromik Mikrositer e.c susp Low Intake DD
Anemia Penyakit Kronis
Identitas Keluarga
Ibu Ayah
Nama Ny. S Tn. M
Umur 32 36
Pendidikan SMA SMA
Pekerjaan IRT Swasta
ANAMNESIS
KeluhanUtama : BAB keluar darah
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien merupakan rujukan puskesmas Narmada dengan susp DHF +
Observasi Febris H15 + Melena. Pasien datang dalam kondisi sadar
dikeluhkan berak darah 1 hari sebelum MRS (kamis, 18 Juli 2013), saat BAB
tidak keluar kotoran melainkan darah berwarna merah kehitaman, cair, tidak
menggumpal, volume ± ¼ gelas, frekuensi 1 kali. Nyeri saat BAB (-). Berak
darah ini diawali oleh mencret 2 hari sebelumnya (selasa, 15 Juli 2013)
dengan frekuensi 4-5x/hari, konsistensi cair, ada ampas, warna kecokelatan,
lendir (+), darah (-).Pasien jugamengeluh mimisan sebanyak 1 kali sehari
sebelum MRS. Darah cair berwarna merah segar. Pasien mengaku baru
pertama kali mimisan. Ibu mengatakan pasien sebelumnya mengalami
demamyang berlangsung selama 15 hari. Demam naik turun dengan pola
tidak tentu. Demam turun dengan pemberian obat panas.Menggigil
(-),keringat dingin (-), kejang (-). Nyeri perut (+) diakui pasien seperti
22
diremas-remas dan terasa perih, mual (+), muntah (+) 1 kali berupa air dan
sisa makanan, darah (-).
Nafsu makan menurun semenjak sakit, sebelumnya pasien memang jarang
makan, badan terasa lemah tidak bertenaga, BAB (-), BAK (+) 5-6 kali/hari,
warna kekuningan, volume± 200 cc setiap BAK.
Riwayat Penyakit Sebelumnya :
Riwayat BAB berdarah (-). Riwayat mencret (+) sekitar beberapa bulan
yang lalu tetapi tidak pernah disertai darah.
Riwayat Penyakit Keluarga / Lingkungan :
Tidak ada keluarga pasien yang mengalami keluhan serupa dengan pasien.
(-), batuk lama (-), pucat (-), asma (-),
Riwayat keluarga (Ikhtisar keturunan) :
Pasien merupakan anak pertama dari 2 bersaudara.
1. Pasien
2. Adik laki-laki, umur 5 tahun
Riwayat Pribadi
1. Riwayat Kehamilan
Pasien merupakan anak pertama. Saat hamil ibu mengakui mengalami
demam lama dan dikatakan menderita tifus oleh dokter, ibu juga sering
sakit-sakitan.Riwayat trauma (-), batuk lama (-), hipertensi (-), kejang (-),
perdarahan (-). Ibu mengontrol kehamilan ke posyandu, puskesmas dan
Rumah Sakit (ANC 9 kali), USG (-). Ibu rutin mengkonsumsi vitamin
penambah darah yang diberikan. Ibu juga mengkonsumsi obat-obat yang
diberikan oleh dokter untuk penyakit tifusnya yaitu antibiotik.
23
1 2
2. Persalinan :
Pasien lahir prematur, pada usia kehamilan 7 bulan di puskesmas.
Lahir normal, ditolong bidan, dan langsung menangis. Berat lahir 2800 gram,
riwayat biru, sesak napas dan kejang pada pasien disangkal.
Riwayat Nutrisi :
Pasien mendapat ASI ekslusif sampai usia 6 bulan, setelah itu ASI
dikombinasi dengan bubur. ASI dan PASI dilanjutkan hingga usia 2 tahun.
Makanan rumah tangga diperkenalkan ketika usia pasien 1,5 tahun. Sebelum
sakit pasien makan 3 kali sehari namun tidak teratur dengan porsi ¾ piring
setiap makan. Menu biasanya berupa nasi, sayur, lauk ikan tawar, ayam dan
terkadang daging. Semenjak sakit, nafsu makan berkurang menjadi 2 kali
sehari dan ½ porsi.
Perkembangan dan Kepandaian
Motorik Kasar Motorik Halus Bicara Sosial
Berjalan sejak
umur 1 tahun
Memegang
mainan dengan
tangan sejak
usia 5 bulan
Pasien bisa
berbicara
lancar ketika
berumur 2
tahun
Bermain
dengan
ibu/pengasuh
sejak 8 bulan
Sebelum sakit pasien dapat mengikuti pelajaran di sekolah dengan baik,
prestasimengikuti rata-rata dan pasien tidak pernah ketinggalan kelas.
Vaksinasi : lengkap
Imunisasi Dasar Ulangan
BCG (-) (-)
Hepatitis B (+)
3x
Usia 1, 4, 6 bulan (-)
Polio (+) Usia 1, 2, 4, 6 bulan (-)
24
4x
DPT (+)
3x
Usia 2, 4, 6 bulan (-)
Campak Usia 9 bulan
Sosioekonomi
Keluarga pasien termasuk sosial ekonomi menengah ke bawah,
penghasilan perbulan dari ayah sebagai wiraswasta berkisar antara
Rp.800.000-Rp.1.200.000.ibu tidak bekerja. Penghasilan perbulan tersebut
tidak cukup untuk kebutuhan sandang dan pangan. Pasien tinggal di daerah
perkampungan yang jarak antar rumah saling berdekatan (halaman sempit).
Jarak antar rumah hanya 1 meter, Penghuni rumah 4 orang, dengan 2 kamar
tidur, 1 ruang tamu, rumah beratap genteng, ventilasi ruangan kurang.
Terdapat 1 kamar mandi, sumber air dari air sumur dan ibu memasak
menggunakan kompor minyak tanah.
Riwayat Pengobatan
Pasien sempat dibawa berobat ke puskesmas 2 minggu yang lalu dan diberi
2 jenis obat, namun keluhan tidak membaik. Pasien kemudian berobat ke
klinik dan diberi 3 macam obat (penurun panas dan puyer).
PEMERIKSAAN FISIK
A. Status Generalis
Keadaan umum : lemah
Kesadaran : compos mentis
Tanda Vital
Tekanan Darah : 100/60 mmHg
Frekuensi nadi : 120 x/menit, regular, kuat angkat, cukup
25
Frekuensi napas: 28 x/menit
Suhu : 36,9oC
CRT : < 2 detik
B. Status Gizi
BB : 18 kg
TB : 122,5 cm
LK : 52 cm
CDC
BB/PB = 78% = malnutrisi sedang
BB/U = 65% = malnutrisi berat
PB/U = 92% = normal
C. Pemeriksaan Fisik Umum
Kepala/Leher
Bentuk : normocephali (LK : 52 cm), UUB tertutup
Mata : anemis (+/+), ikterik (-/-), Rp (+/+) isokor, edema
palpebra (-/-), mata cowong (-/-), kornea/konjungtiva kering (-)
Telinga : bentuk normal, nyeri tekan tragus (-/-), otorrhea (-/-),
perdarahan (-/-)
Hidung : bentuk normal, deviasi septum (-), krepitasi (-), rinorrhea
(-).
Mulut : mukosa bibir basah, pucat (-),gigi geligi dalam
batas normal.
Tenggorok : hiperemis (-), tonsil T1-T1
Leher : pembesaran KGB (-), kaku kuduk (-), peningkatan
JVP (-)
Thoraks
Inspeksi : bentuk normal, deformitas (-), iga gambang (-), retraksi
(-)
Palpasi : pengembangan dinding dada simetris, vokal fremitus
(+/+) normal
26
Perkusi : Pulmo → sonor Cor → redup
Auskultasi : Cor → S1S2 tunggal, reguler, murmur (-), gallop (-)
Pulmo → vesikuler (+/+), stridor (-/-), rhonki (-/-),
wheezing (-/-)
Abdomen :
Inspeksi : distensi (-), jejas (-), scar/luka bekas operasi (-)
Auskultasi : bising usus (+) meningkat
Perkusi : timpani seluruh kuadran abdomen, meteorismus (-)
Palpasi : nyeri tekan (-), H/L/R tak teraba, turgor kulit normal
Ekstremitas
Pemeriksaan Ekstremitas Atas Ekstremitas
Bawah
Dextra Sinistr
a
Dextra Sinistr
a
Akral hangat + + + +
Edema - - - -
Nyeri tekan - - - -
Pucat + + ++
Refleks Fisiologis +
+
+ +
Refleks Patologis - - -
-
Kekuatan Otot 5 5 5 5
RESUME
Pasien laki-laki, 9 tahun, rujukan puskesmas Narmada dengan susp DHF +
Observasi Febris H15 + Melena datang dalam kondisi sadar dikeluhkan berak
darah 1 hari sebelum MRS (kamis, 18 Juli 2013), saat BAB tidak keluar
kotoran melainkan darah berwarna merah kehitaman, cair, tidak
27
menggumpal, volume ± ¼ gelas, frekuensi 1 kali. Berak darah ini diawali
oleh mencret 2 hari sebelumnya (selasa, 15 Juli 2013) dengan frekuensi 4-
5x/hari, konsistensi cair, ada ampas, warna kecokelatan, lendir (+).Pasien
jugamengeluh mimisan sebanyak 1 kali sehari sebelum MRS. Darah cair
berwarna merah segar. Pasien mengaku baru pertama kali mimisan. Ibu
mengatakan pasien sebelumnya mengalami demam yang berlangsung
selama 15 hari. Demam naik turun dengan pola tidak tentu. Demam turun
dengan pemberian obat panas. Nyeri perut (+) diakui pasien seperti
diremas-remas dan terasa perih, mual (+), muntah (+) 1 kali berupa air dan
sisa makanan.Nafsu makan menurun semenjak sakit, sebelumnya pasien
memang jarang makan, badan terasa lemah tidak bertenaga, BAB (-), BAK
(+) 5-6 kali/hari, warna kekuningan, volume ± 200 cc setiap BAK.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum lemah, kesadaran
compos mentis, TD : 100/60 mmHg, nadi : 120 x/menit, regular, kuat angkat,
cukup, RR : 28x/menit, reguler, suhu 36,9oC. Pemeriksaan mata anemis
(+/+), toraks dalam batas normal, abdomen peningkatan bising usus,
ekstremitas pucat.
DIAGNOSIS KERJA Observasi Melena e.c susp. Ulkus Peptikum Diare AkutDehidrasi Ringan-Sedang
DIAGNOSIS BANDING Gastritis erosiva
PLANNING DIAGNOSTIK
A. Hematologi :
Darah Lengkap
Hapusan Darah Tepi
Retikulosit
Malaria (DDR )
B. Kimia Klinik
28
GDS
C. Urinalisis
D. Feses Lengkap
E. Seroimunologi
Widal
F. Radiologi
BNO 3 Posisi
G. Endoskopi
H. Mantoux test
PLANNING TERAPI
Bed rest
IVFD RL 20 tpm makro
Injeksi kloramfenikol 3 x 500
Lansoprazol 30 mg 2 x 1 per oral
Scopamin 2 x 1 per oral
Paracetamol 3 x cth 2 (jika demam)
Terapi sesuai gizi buruk
Observasi keadaan umum, tanda vital
HASIL PEMERIKSAAN PENUNJANG
D. Darah Lengkap& Kimia Klinik
Parameter 19/7/2013 22/7/2013
HB (g/dL) 7,1 9,5
HCT (%) 20,6 27,0
RBC (106/uL) 3,18 4,05
MCV (fl) 64,8 66,7
29
MCH (pg) 22,3 23,5
MCHC (g/dL) 34,5 35,2
WBC (103/uL) 4,84 7,01
PLT (103/uL) 258 117
GDS (mg/dL) 115
E. Urinalisis
Parameter 20/7/2013
Kimiawi
Berat Jenis 1020
pH 5
Protein +1
Glukosa -
Keton +2
Sedimen
Leukosit 0-2
Eritrosit 0-5
Epitel 3-5
Bakteri -
F. Seroimunologi dan Hematologi
Parameter 19/7/2013
WIDAL Titer O Titer H
Antigen
S Typhi
(-) (+)
1/320
Antigen
S
Paratyp
hi A
(-)
30
Antigen
S
Paratyp
hi B
(-)
Malaria (DDR) (-)
Mantoux test : negatif (-)
DIAGNOSIS AKHIR
Melena e.c Ulkus Peptikum
Diare Akut Dehidrasi Ringan-Sedang
Anemia Hipokromik Mikrositer e.c susp. Anemia Defisiensi
DD/Anemia Penyakit Kronis
Malnutrisi Berat
PLANNING TERAPI
Bed rest
IVFD RL 20 tpm makro
Transfusi PRC 2 x 200 cc
Injeksi kloramfenikol 3 x 500
Lansoprazol 30 mg 2 x 1 per oral
Scopamin 2 x 1 per oral
Paracetamol 3 x cth 2 (jika demam)
Terapi sesuai gizi buruk
Observasi keadaan umum, tanda vital
VII. PROGNOSIS
Dubia ad bonam
31
DAFTAR PUSTAKA
1. Boediarso A, Perdarahan gastrointestinal pada bayi dan anak 1 :
Gastroenterologi anak praktis, Ed Suharyono, Aswitha B, EM Halimun:
edisi ke 2 Jakarta 1994: Balai Penerbit FK-UI hal 231-40
2. Simon Chin ed PK Gastro-intestinal bleeding in children and
Adolescents: Paediatric Chinical Clinical Guidelines 2001, hal 1 – 5
3. Elisa de Carvalho, 1 Miriam H. Nita,2 Liliane M.A. Paiva,2 Ana Aurelia R.
Silva2 Gastrointestinal bleeing J Pediart (Rio J) 2000; 76(Sup.2):S1 35-
S146:
4. Halimun EM,Suwarso R,Perdarahan gastrointestinal pada bayi dan anak
2 : Gastroenterologi anak praktis,Ed Suharyono, Aswitha B, EM
Halimun: Edisi ke2 Jakarta 1994 : Balai Penerbit FK – UI hal 241-49
5. El Mauzan: M I,Abdullah A M Peptic Ulcer Disease in Children and
Adolescent of Tropical Pediatrics; Dec 01,2004, 2004;50,6; hal 328-30
6. Hamoui N, Docherty S D. Crookes P F.Gastrointestinal hemorrhage : is
the surgeon obsolete? Emerg Med Clin N Am 21 (2003) 1017-56
7. Chaibou M, Tucci M, Marc-Andre, D Farrell CA, Proulx F, Lacroix J,
Clinically Significant Upper Gastrointestinal Bleeding Acquired in a
Pediatric Intensive Care Unit; A Prospective Study, PEDIATRICS Vol 102
No. 4; hal 933-38
8. GASTROENTESTINAL BLEEDING di unduh dari http//www.
9. Machoda RS Kawakami E, Goshima S, Patricio FR, Neto UF Hemorrhagic
gastritis due to cow’s milk allergy: report of two cases, Jornal de
Pediatria – Vol. 79,No4,2003,hal 363-69
10. Romaniszyn LB,Panas EM, Czkwianianc E, Maoecka IP Mallory
wiss syndrome in children, Diseases of the Esophagus 1999,12 hal 65-
67
11. Tech SJ,Fleisher GR Rectal Bleeding in the Pediatric Emergency
Department.. Ann Emerg Med.1994;23:1252-12-58
12. R B Pillai; V Tolia Colonic Polyps in children: Frequenty multiple
and recurrent, Clinical Pediatrics; Apr 1198;37,4; hal 253-57
32
13. Poddar U, Thap BR,Vaiphei K,Rao KLN,Mitra dan SK dan Singh K,
Juvenile polyposis in a tropical countryArch.Dis Chil 1998-78; hal 264-
266
14. Orloski R; Dhar P; Prasedom; RK Sudhindran S; Moorth S, Role of
Contrast CT in Acute Lower Gastrointestinal Bleeding, Digestive
Surgery; 2004;21,4;Hal 293-99
15. Wyllie R; Sarigon S, the treatment of inflammatory bowel disease
in children,Clinical Pediatrics;Jul 1998;37,7, Hal 421-25
33