Analisa Mitigasi Bencana Erosi dan Tsunami di Wilayah Pesisir Pantai Biaung, Denpasar, Bali

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Laporan KKL-Peddy Darwin Simbolon

Citation preview

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar BelakangBencana alam adalah suatu proses alam yang menyebabkan korban jiwa, harta, dan mengganggu tatanan kehidupan. Bencana alam tersebut diantaranya gempa bumi, tanah longsor, tsunami dan sebagainya. Dampak dari bencana ini sangat merugikan, baik dari segi lingkungan maupun sosial ekonomi. Indonesia termasuk salah satu negara yang sering mengalami bencana alam. Posisi geografis Indonesia tepat berada di kawasan aktivitas tektonik yang berupa pergerakan dan penujaman Lempeng Benua Asia dan Lempeng Benua Australia.Bali sebagai salah satu tujuan utama pariwisata di Indonesia bahkan sudah terkenal di mancanegara yang telah memberikan kontribusi yang cukup besar bagi pendapatan negara maupun daerah, termasuk daerah yang rawan terhadap bencana alam. Adanya kerusakan lingkungan ditambah kondisi alamiah merupakan faktor penyebab peningkatan kerawanan dan frekuensi kejadian bencana alam.Beberapa pantai di Bali dijadikan objek wisata yang menjadikan salah satu devisa bagi negara. Tetapi disamping keindahan panorama pantainya yang indah juga terdapat beberapa bencana yang mungkin terjadi karena bentuk geomorfoogi pantai yang rawan akan bencana. Langkah awal yang dilakukan yaitu indentifikasi bencana alam yang ada di Pulau Bali. Beberapa lokasi daerah kunjungan diamati profil pantai, geomorfologi serta hidrodinamikanya sehingga dapat di analisa potensi bencana yang mungkin terjadi. 1.2. TujuanTujuan Kuliah Kerja Lapangan (KKL) Oseanografi 2012 di Bali yaitu sebagai berikut :1. Mengetahui potensi wisata dan kebudayaan di Bali.2. Mengetahui profil pantai serta proses fisik dan geomorfologi yang terjadi di beberapa pantai di Bali. 3. Melakukan identifikasi beberapa lokasi di Bali dalam kaitannya mengetahui potensi bencana alam yang mungkin terjadi.4. Membandingkan ilmu yang telah didapatkan selama di kampus dengan di lapangan.

1.3. WaktuKuliah Kerja Lapangan (KKL) Oseanografi 2012 dilaksanakan pada tanggal 10 16 Juli 2012. Lokasi KKL yang dikunjungi terdapat di 2 (dua) pulau yaitu Lombok dan Bali. Untuk di Pulau Lombok mengunjungi LIPI di Teluk Kodek, Pantai Malimbu 2, Pantai Kranggen serta Balai Budidaya Laut Lombok. Sedangkan untuk di Pulau Bali KKL dilangsungkan di Pantai Biaung dan Pantai Mertasari.

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Provinsi Bali2.1.1. Letak GeografisSecara astronomis Provinsi Bali terletak pada 83'40" - 850'48" LS dan 11425'53" - 11542'40" BT. Provinsi Bali terletak di antara Pulau Jawa dan Pulau Lombok. Batas administrasinya adalah sebagai berikut :Utara: Laut BaliTimur: Selat Lombok (Provinsi Nusa Tenggara Barat)Selatan : Samudera IndonesiaBarat : Selat Bali (Provinsi Jawa Timur)

Gambar 1. Peta Provinsi Bali (BAKOSURTANAL)

2.1.2. Kondisi UmumProvinsi Daerah Tingkat I Bali terdiri dari Pulau Bali dan pulau-pulau kecil dengan luas wilayah 5.634,40 Km2 atau 0,29% dari luas kepulauan Indonesia. Adapun pulau-pulau kecil tersebut yaitu Pulau Nusa Penida, Nusa Lembongan, dan Nusa Ceningan di wilayah Kabupaten Klungkung, Pulau Serangan di wilayah Kota Denpasar, dan Pulau Menjangan di Kabupaten Buleleng.Secara administrasi, Provinsi Bali terbagi menjadi delapan kabupaten dan satu kota, yaitu Kabupaten Jembrana, Tabanan, Badung, Gianyar, Karangasem, Klungkung, Bangli, Buleleng, dan Kota Denpasar yang juga merupakan ibukota Provinsi. Tabel 1. Luas Wilayah Tiap Kabupaten di Provinsi Bali. (Badan Pusat Statistik Provinsi Bali)Kabupaten/KotaIbukotaLuas (Km)Persentase (%)

JembranaNegara841,8014,94

TabananTabanan839,3014,90

BadungBadung420,097,43

DenpasarDenpasar123,982,20

GianyarGianyar368,006,53

KlungkungSemarapura315,005,59

BangliBangli520,819,25

KarangasemAmlapura839,5414,90

BulelengSingaraja1.365,8824,25

Jumlah5.634,40100,00

Tabel 2. Letak Geografis Tiap Kabupaten di Provinsi Bali. (Badan Pusat Statistik Provinsi Bali)Kabupaten/KotaLintang SelatanBujur Timur

Jembrana803'40'' - 860'48''11425'53'' - 11542'40''

Tabanan814'30'' - 830'07''11454'52'' - 11512'57''

Badung814'20'' - 850'48''11505'00'' - 11526'16''

Denpasar835'31'' - 844'49''11510'23'' - 11516'27''

Gianyar818'48'' - 838'58''11505'29'' - 11522'23''

Klungkung827'37'' - 849'00''11521'28'' - 11537'43''

Bangli808'30'' - 831'27''11513'48'' - 11527'24''

Karangasem810'00'' - 833''00''11523'28'' - 11542'40''

Buleleng803'40'' - 823'00''11425'55'' - 11527'28''

2.1.3. Struktur GeologiStruktur geologi regional Bali dimulai dengan adanya kegiatan di lautan selama kala Miosen Bawah yang menghasilkan batuan lava bantal dan breksi yang disisipi oleh batu gamping. Di bagian selatan terjadi pengendapan oleh batu gamping yang kemudian membentuk Formasi Selatan. Di jalur yang berbatasan dengan tepi utaranya terjadi pengendapan sedimen yang lebih halus. Pada akhir kala Pliosen, seluruh daerah pengendapan itu muncul di atas permukaan laut. Bersamaan dengan pengangkatan, terjadi pergeseran yang menyebabkan berbagai bagian tersesarkan satu terhadap yang lainnya. Umumnya sesar ini terbenam oleh bahan batuan organik atau endapan yang lebih muda.Selama kala Pliosen, di lautan sebelah utara terjadi endapan berupa bahan yang berasal dari endapan yang kemudian menghasilkan Formasi Asah. Di barat laut sebagian dari batuan muncul ke atas permukaan laut. Sementara ini semakin ke barat pengendapan batuan karbonat lebih dominan. Seluruh jalur itu pada akhir Pliosen terangkat dan tersesarkan. Kegiatan gunung api lebih banyak terjadi di daratan, yang menghasilkan gunung api dari barat ke timur. Seiring dengan terjadinya dua kaldera, yaitu mula-mula kaldera Buyan-Bratan dan kemudian kaldera Batur, Pulau Bali masih mengalami gerakan yang menyebabkan pengangkatan di bagian utara. Akibatnya, Formasi Palasari terangkat ke permukaan laut dan Pulau Bali pada umumnya mempunyai penampang Utara-Selatan yang tidak simetris. Bagian selatan lebih landai dari bagian Utara. Stratigrafi regional berdasarkan Peta Geologi Bali geologi Bali tergolong masih muda. Batuan tertua kemungkinan berumur Miosen Tengah.2.1.4. Topografi Bali merupakan daerah pegunungan dan perbukitan yang meliputi sebagian besar wilayah. Relief Pulau Bali merupakan rantai pegunungan yang memanjang dari barat ke timur. Di antara pegunungan itu, terdapat gunung berapi yang masih aktif, yaitu Gunung Agung (3.142 m) dan Gunung Batur (1.717 m). Beberapa gunung yang tidak aktif lainnya mencapai ketinggian antara 1.000- 2.000 m.Rantai pegunungan yang membentang dibagian tengah Pulau Bali menyebabkan wilayah ini secara geografis terbagi menjadi dua bagian yang berbeda, yaitu Bali Utara dengan dataran rendah yang sempit dari kaki perbukitan dan pegungungan Bali Selatan dengan dataran rendah yang luas dan landai. Ditinjau dari kemiringan lerengnya, Pulau Bali sebagian besar terdiri atas lahan dengan kemiringan antara 0-2% sampai dengan 15-40%. Selebihnya adalah lahan dengan kemiringan di atas 40 % (Lusiana, 2009).Lahan dengan kemiringan 0-2% mendominasi daerah pantai bagian selatan dan sebagian kecil pantai utara Pulau Bali, dengan luas areal 96,129 Ha. Sedangkan lahan dengan kemiringan 2-15% sebagian besar terdapat di wilayah Kabupaten Badung, Tabanan, Gianyar, Buleleng, dan sisanya tersebar merata di daerah sekitar pantai dengan luas mencapai 132.056 Ha (Lusiana, 2009).Daerah dengan kemiringan 15-40% meliputi areal seluas 164.749 Ha secara dominan terdapat di wilayah bagian tengah Pulau Bali, mengikuti deretan perbukitan yang membentang dari arah barat ke timur wilayah ini. Daerah dengan kemiringan melebihi 40 % merupakan daerah pegungungan dan perbukitan yang terletak pada bagian Pulau Nusa Penida.Tabel 3. Nama-Nama Gunung dan Tingginya Dirinci (Kabupaten/Kota Bali, Tahun 2009).Kabupaten/KotaGunungTinggi (m)

Jembrana1. Kelatakan698

2. Sangiang1.004

3. Merbuk1.356

4. Mesehe1.300

5. Ngandang622

6. Musi1.215

Tabanan1. Batu Karu2.276

2. Sengjang2.087

3. Pohang2.089

4. Catur2.098

Badung--

Denpasar--

Gianyar--

KlungkungMundi529

Bangli1. Batur1.717

2. Penulisan1.745

3. Abang2.152

Karangasem1. Agung3.142

2. Sidemen826

3. Seraya1.058

Buleleng1. Prapat Agung310

2. Banyu Wedang430

3. Patas1.414

4. Lok Badung1.028

5. Kutul842

6. Lesong1.860

7. Silang Jana1.903

Menurut Lusiana (2009), ditinjau dari ketinggian tempat, Pulau Bali terdiri dari kelompok lahan sebagai berikut :a. Lahan dengan ketinggian 0-50 m di atas permukaan laut mempunyai permukaan yang cukup landai meliputi areal seluas 77.321,38 Hab. Lahan dengan ketinggian 50-100 m di atas permukaan laut mempunyai permukaan berombak sampai bergelombang dengan luas 60.620,34 Ha.c. Lahan dengan ketinggian 100-500 m di seluas 211.923,85 Ha didominasi oleh keadaan permukaan bergelombang sampai berbukit.d. Lahan dengan ketinggian 500-1000 m di atas permukaan laut seluas 145.188,61 Ha.e. Lahan dengan ketinggian di atas 1000 m di atas permukaan laut seluas 68.231,90 Ha.Menurut Badan Pusat Statistik Provinsi Bali (2010), jenis tanah yang ada di Bali sebagian besar didominasi oleh tanah regusol dan latasol serta sebagian kecil saja terdapat jenis tanah aluvial, mediteran, dan andosol. Jenis tanah latosol yang sangat peka terhadap erosi, tersebar di bagian barat sampai Kalopaksa, Petemon, Ringdikit, dan Pempatan. Tanah jenis ini juga terdapat di sekitar Gunung Penyu, Gunung Pintu, Gunung Juwet, dan Gunung Seraya yang secara keseluruhan meliputi 44,90% dari luas Pulau Bali.Jenis tanah regusol yang sangat peka terhadap erosi terdapat di bagian timur Amlapura sampai Culik. Jenis tanah ini terdapat juga di Pantai Singaraja sampai Seririt, Bubunan, Kekeran di sekitar Danau Tamblingan, Buyan, dan Beratan, sekitar Hutan Batukaru, serta sebagian kecil di Pantai Selatan Desa Kusamba, Sanur, Benoa, dan Kuta. Jenis tanah ini meliputi sekitar 39,93% dari luas Pulau Bali.Jenis tanah andosol yang juga tidak peka terhadap erosi terdapat di sekitar Baturiti, Candikuning, Banyuatis, Gobleg, dan Pupuan. Sedangkan jenis tanah mediteran yang kurang peka terhadap erosi terdapat di Jazirah Bukit Nusa Penida dan kepulauannya, Bukit Kuta, dan Prapat Agung. Jenis tanah yang juga peka terhadap erosi lainnya adalah tanah aluvial terdapat di dataran Negara, Sumber Kelampok, Manggis, dan Angantelu. Ketiga jenis tanah ini, yakni andasol, mediteran, dan aluvial meliputi sekitar 15,49% dari luas Pulau Bali.2.1.5. IklimIklim didefinisikan sebagai keragaman keadaan fisik atmosfer. Perubahan iklim didefinisikan sebagai perubahan pada iklim yang dipengaruhi langsung atau tidak langsung oleh aktivitas manusia yang merubah komposisi atmosfer, yang akan memperbesar keragaman iklim teramati pada periode yang cukup panjang. Secara statistik, perubahan iklim adalah perubahan unsur-unsurnya yang mempunyai kecenderungan naik atau turun secara nyata yang menyertai keragaman harian, musiman, maupun siklus.Menurut Badan Pusat Statistik Provinsi Bali (2010), wilayah Bali secara umum beriklim laut tropis, yang dipengaruhi oleh angin musiman. Terdapat musim kemarau dan musim hujan yang diselingi oleh musim pancaroba. Pada bulan Juni hingga September, arus angin berasal dari Australia dan tidak banyak mengandung uap air, sehingga mengakibatkan musim kemarau. Sedangkan pada bulan Desember hingga Maret, arus angin banyak mengandung uap air yang berasal dari Asia dan Samudra Pasifik, sehingga terjadi musim penghujan.2.1.6. Suhu dan Curah HujanMeningkatnya rata-rata suhu udara, naiknya suhu permukaan air laut, perubahan pola dan curah hujan, pergeseran awal musim kemarau, maupun musim hujan merupakan serangkaian dampak dari adanya pemanasan global atau perubahan iklim. Ada dua akibat dari meningkatnya suhu/temperatur, yakni adanya perubahan tekanan, dimana sirkulasi udara yang menyebabkan kecepatan angin menjadi lebih kencang, serta adanya penguapan, dimana uap air berkumpul di atas menyebabkan atmosfir basah, sehingga intensitas curah hujan menjadi meningkat.Catatan Balai Besar Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika Wilayah IIIDenpasar, seperti tersaji pada Tabel 4., sepanjang tahun 2009, suhu/temperatur udara tertinggi di wilayah Bali terjadi di Kabupaten Buleleng mencapai 28,00C dengan kelembaban udara 77%. Sebaliknya, suhu terendah terjadi di Kabupaten Tabanan yang mencapai 19,6C dengan tingkat kelembaban udara cukup tinggi sebesar 90%.Tabel 4. Keadaan Meteorologi dan Geofisika Pulau Bali (Kabupaten/Kota Bali Tahun 2009)Kabupaten/KotaSuhu (C)Kelembaban Udara (%)Curah Hujan (mm)Kecepatan Angin (knot)

Jembrana26,6832.033,36

Tabanan19,6903.024,16

Badung27,2831.702,46

Denpasar27,7791.833,06

Gianyar26,5813.546,06

Klungkung27,5831.815,07

Bangli24,3852.573,06

Karangasem27,1752.138,07

Buleleng28,077876,29

Sumber : Balai Besar Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Wilayah III Denpasar2.1.7. Hidro-oseanografiPerairan selat Bali berbatasan langsung dengan perairan Pulau Tabuan. Kejadian pasang surut bersifat campuran condong ke harian ganda. Dalam siklus selama 1 x 24 jam terjadi dua kali air pasang naik dan air surut, dengan periode dan tanggung air (range tide) berbeda (Dihidros, 2002:42). Arus pasang surut (arus pasut) saat mulai pasang naik pertama mengalir kearah utara (+) dengan aliran pelan, mencapai puncak kecepatan saat puncak pasut, selanjutnya arus berbalik ke selatan (-) mengikuti air surut dengan kecepatan tinggi. Gelombang pada saat musim tenang dengan ketinggian tidak mencapai 0,5 meter, bahkan 64,1% merupakan kondisi tenang. Pada musim badai, gelombang dominan dari arah tenggara dengan frekuensi mencapai 67,9% dan dari arah selatan dengan frekuensi mencapai 32,1%.Pantai berpasir dengan warna hitam ini yang berarti pasirnya berasal dari material gunung berapi tua seperti Gunung Prapat Agung, dan tambahan gunung lainnya seperti Gunung Patas, Gunung Purba, dan Gunung Ulaki. Karena terhempas oleh gelombang yang terus menerus sehingga menghasilkan pasir yang terbentuk dari lava gunung, ini terbukti dari gelombang yang pecah sehingga membentuk segi enam. Di permukaan lereng yang terjal, asal pasir di daratan diendapkan disungai, sedimen diendapkan di delta. Terdapat tebing dari hasil akresi, disini terlihat pada tebing terdapat perbedaan warna kuning lapisan atas terjadi karena sedimentasi dan dilapisan akhir sedimen lava (hitam).2.2. Bencana Alam2.2.1. Gempa BumiMenurut Tommy Ilyas (2006), gempa bumi, terutama gerakan tanah yang kuat adalah contoh dari pembebanan siklik yang tidak beraturan yang meliputi sebuah cakupan yang utuh dari karakteristik dan regangan geser serta karakteristik perilaku tanah dalam region. Dengan begitu, didaerah seismic, kebutuhan akan analisis yang rasional dan perkiraan-perkiraan objektif yang memiliki resiko harta dan kehidupan bukan hanya kebutuhan akademis. Proses gempa tektonik secara diagramatis terlihat pada Gambar 10. Pertemuan dua lempengan mengalami subduksi yang menyebakan terjadinya gempa tektonik.

Gambar 2. Proses Gempa Tektonik (Sumber : http://rosiana.ngeblogs.com/)Menurut Tommy Ilyas (2006), empat golongan kerusakan utama akibat gempa yaitu :1. Ground shaking, ini adalah gerakan tanah akibat gempa yang merupakan unsur utama penyebab keruntuhan struktur .2. Liquefaction, kehilangan strength pada pasir yang jenuh air akibat pembebanan siklik. Kondisi ini menyebabkan penurunan dan pergerakan lateral dari pondasi. Yang perlu dilakukan adalah mengidentifikasi lokasi yang berpotensi liquefaction dengan menghindari pembangunan diatasnya, atau cara lain membuat fondasi dalam sehingga terhindar dari liquefaction.3. Bidang patahan (fault rupture), ini pergerakan patahan akibat gempa. Pergerakan dapat vertikal maupun horizontal. 4. Landslide, sering kali terjadi sebagai akibat dari terjadinya gempa. Perlu dihindari pembangunan diatas lereng atau di kaki dari lereng.2.2.2. TsunamiPengertian Tsunami berasal dari bahasa Jepang yang artinya Tsu berati pelabuhan dan nami berarti gelombang. Kata ini secara mendunia sudah diterima dan secara harfiah yang berarti gelombang tinggi/besar yang menghantam pantai/pesisir. Tsunami sendiri terjadi akibat gempa tektonik yang besar dilaut (lebih besar dari 7,5 skala Richter dan kedalaman episentrum lebih kecil dari 70 km) yang mengakibatkan terjadinya patahan/rekahan vertikal memanjang sehingga air laut terhisap masuk dalam patahan dan kemudian secara hukum fisika air laut tadi terlempar kemBali setelah patahan tadi mencapai keseimbangan. Kecepatan air/gelombang yang sangat cepat terjadi. Secara diagramatis terlihat pada Gambar 3 proses terjadinya Tsunami (Tommy Ilyas, 2006).

Gambar 3. Proses Terjadinya Tsunami (Tommy Ilyas, 2006).

2.2.3. Tanah LongsorLongsor merupakan bencana alam geologi yang diakibatkan oleh gejala alami geologi maupun tindakan manusia dalam mengelola lahan atau ruang hidupnya. Menurut Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, tanah longsor adalah perpindahan material pembentuk lereng berupa batuan, bahan rombakan, tanah, atau material campuran yang bergerak ke bawah atau keluar lereng. Proses terjadinya tanah longsor diawali oleh air yang meresap sampai tanah kedap air yang berperan sebagai bidang gelincir, maka tanah menjadi licin dan tanah pelapukan diatasnya akan bergerak mengikuti lereng dan keluar lereng.Tanah longsor terjadi karena adanya gerakan tanah sebagai akibat dari bergeraknya masa tanah atau batuan yang bergerak di sepanjang lereng atau di luar lereng karena faktor gravitasi. Kekuatan-kekuatan gravitasi yang dipaksakan pada tanah-tanah miring melebihi kekuatan memecah ke samping yang mempertahankan tanah-tanah tersebut pada posisinya. Kandungan air yang tinggi menjadikana tanah menjadi lebih berat, yang meningkatkan beban, dan mengurangi kekuatan memecah ke sampingnya. Dengan kondisi-kondisi ini curah hujan yang lebat atau banjir lebih mungkin terjadi tanah longsor.Penyebabnya lereng terjal akibat patahan atau lipatan, tanah basah, tanah pelapukan yang tebat dan lembek, pemotongan lereng, jenuh karena air hujan, bocornya saluran air, perubahan lahan menjadi tanah basah, serta adanya hujan selama 2 hari atau lebih berturut-turut.Daerah rawan longsor lahan diantaranya daerah dengan batuan lepas, batu lempung, tanah tebal, lereng curam. Daerah rawan longsor lahan ini memanjang menyusuri patahan besar Sumatra, daerah pegunungan di Pulau Jawa, Bali, Flores, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara, dan Pegunungan Jaya Wijaya di Papua.2.3. Identifikasi Bencana2.3.1. Identifikasi Daerah Rawan TsunamiMenurut Buku Pedoman Mitigasi (2009), analisa bahaya tsunami ditujukan untuk mengidentifikasi daerah yang akan terkena bahaya tsunami. Daerah bahaya tsunami tersebut dapat diidentifikasi dengan 2 (dua) metode :1. Mensimulasikan hubungan antara pembangkit tsunami (gempa bumi, letusan gunung api, longsoran dasar laut) dengan tinggi gelombang tsunami. Dari hasil simulasi tinggi gelombang tsunami tersebut kemudian disimulasikan lebih lanjut dengan kondisi tata guna, topografi, morfologi dasar laut serta bentuk dan struktur geologi lahan pesisir.2. Memetakan hubungan antara aktivitas gempa bumi, letusan gunung api, longsoran dasar laut dengan terjadinya elombang tsunami berdasarkan sejarah terjadinya tsunami. Dari hasil analisa tersebut kemudian diidentifikasi dan dipetakan lokasi yang terkena dampak gelombang tsunami.Analisa kerentanan ditujukan untuk mengidentifikasi dampak terjadinya tsunami yang berupa jumlah korban jiwa dan kerugian ekonomi, baik dalam jangka pendek yang berupa hancurnya pemukiman infrastruktur, sarana dan prasarana serta bangunan lainnya, maupun jangka panjang yang berupa terganggunya roda perekonomian akibat trauma maupun kerusakan sumberdaya alam lainnya. Analisa kerentanan tersebut didasarkan beberapa aspek, antara lain tingkat kepadatan pemukiman di daerah rawan tsunami, tingkat ketergantungan perekonomian masyarakat pada sector kelautan, keterbatasan akses transportasi untuk evakuasi maupun penyelamatan serta keterbatasan akses komunikasi.Analisa tingkat ketahanan ditujukan untuk mengidentifikasi kemampuan pemerintah serta masyarakat pada umumnya untuk merespn terjadinya bencana tsunami sehingga mampu mengurangi dampaknya. Analisis tingkat ketahanan tersebut dapat diidentifikasi dari 3 (tiga) aspek, yaitu :1. Jumlah tenaga kesehatan terhadap jumlah penduduk2. Kemampuan mobilias masyarakat dalam evakuasi dan penyelamatan, dan3. Ketersedian peralatan yang dapat dipergunakan untuk evakuasi.

III. PEMBAHASAN

3.1. Pantai BiaungTanggal observasi: 14 Juli 2012Waktu : Pukul 10.00 s/d 12.00 WITACuaca: HujanPantai Biaung merupakan pantai wisata yang terletak di wilayah Kota Denpasar dengan titik kordinat 839'10"S dan 11516'13"E. Pantai Biaung merupakan pantai yang masih memiliki garis pantai yang sama dengan Pantai Sanur. Namun bedanya, Pantai Biaung hanya diminati oleh kalangan masyarakat sekitar sebagai sarana rekreasi keluarga berbeda dengan Pantai Sanur yang sangat diminati oleh wisatawan mancanegara maupun domestik.Pantai Biaung merupakan jenis pantai berpasir. Pantai Biaung memiliki penyusun sedimen berupa pasir hitam yang merupakan hasil dari aktivitas vulkanologi maupun dari pelapukan hewan laut yang terbawa oleh arus. Pulau Bali didominasi oleh pegunungan vulkanik di bagian utara sehingga pada saat gunung mengeluarkan material pasir akan terbawa oleh angin maupun melalui aliran sungai. Kecepatan sedimen yang terbawa ke wilayah pantai Biaung dipengaruhi oleh kuatnya energi gelombang yang terdapat di perairan Selat Lombok, dimana energi gelombang ini juga yang akan memberi dampak terhadap pantai.Di Pantai Biaung sendiri terdapat muara sungai dan 2 jenis bangunan pantai yaitu berupa groin dan sea wall. Muara sungai dan bangunan pantai yang terdapat di pantai ini sangat berpotensi terjadinya proses sedimentasi.

Arah arus

Muara Sungai

Gambar 4. Citra Satelit Pantai Biaung (Sumber: www.wikimapia.org)

Mitigasi Bencana di Wilayah Pesisir Pantai BiaungDari beberapa keterangan yang didapat dari hasil observasi lapangan kita dapat menyimpulkan mitigasi bencana di wilayah Pantai Biaung. Menurut pengamatan, untuk wilayah Pantai Biaung sangatlah kurang untuk upaya mitigasi bencana di wilayah pesisir. Di wilayah Pantai Biaung hanya terdapat bangunan pantai yang kurang memadai untuk menahan energi gelombang yang sangat kuat.a. Bencana Erosi PantaiSepanjang garis pantai Biaung hanya terdapat satu groin dan satu sea wall untuk menahan laju erosi oleh proses fisik ( gelombang, arus, angin, sedimentasi), aktivitas manusia (pembangunan pelabuhan, reklamasi pantai untuk permukiman, pelabuhan udara dan industri serta penambangan pasir) ataupun kombinasi keduanya. Namun demikian penyebab utamanya adalah gerakan gelombang pada pantai terbuka. Disamping itu karena keterkaitan ekosistem maka perubahan hidrologis dan oseanografis juga dapat mengakibatkan erosi kawasan pesisir.Peristiwa erosi pantai dapat mengakibatkan gangguan terhadap pemukiman, penambakan dan sarana perhubungan sedangkan peristiwa pendangkalan atau pengendapan di wilayah pantai dapat merupakan keuntungan dan sebaliknya dapat pula merupakan kerugian; hal ini sangat tergantung pada kondisi lingkungan setempat. Oleh karena itu peristiwa erosi ini tidak perlu dipersoalkan sejauh belum menimbulkan masalah bagi kepentingan manusia. Namun apabila peristiwa tersebut menimbulkan gangguan dan kerusakan terhadap lingkungan di sekitarnya maka diperlukan usaha-usaha penanganan berupa perlindungan dan kegiatan lainnya. Upaya mitigasi dapat kita lakukan secara alami maupun buatan, yaitu :1. Secara alami, seperti penanaman green belt (hutan pantai atau mangrove), penguatan gumuk pasir dengan vegetasi dan lain-lain.2. Secara buatan, seperti pembangunan dinding penahan gelombang, pembangunan groin dan lain-lain.Upaya struktural mitigasi dengan cara buatan tersebut perlu direncanakan secara cermat karena dapat mengakibatkan terjadinya perubahan pola dan karakteristik gelombang yang dalam jangka panjang mungkin dapat mengakibatkan terjadinya erosi di tempat lain.b. Bencana Tsunami

Gambar 5. Peta Bahaya Tsunami Tahun 2010 (Sumber : www.denpasarkota.go.id)

Tsunami berasal dari bahasa Jepang yaitu tsu = pelabuhan dan nami= gelombang. Jadi tsunami berarti pasang laut besar di pelabuhan. Dalam ilmu kebumian terminologi ini dikenal dan baku secara umum. Secara singkat tsunami dapat dideskripsikan sebagai gelombang laut dengan periode panjang yang ditimbulkan oleh suatu gangguan impulsif yang terjadi pada medium laut, seperti gempa bumi, erupsi vulkanik atau longsoran (land-slide).Gangguan impulsif pembangkit tsunami biasanya berasal dari tiga sumber utama, yaitu : Gempa didasar laut, Letusan gunung api didasar laut, dan Longsoran yang terjadi di dasar laut.

Di Indonesia terdapat beberapa kelompok pantai yang rawan bencana tsunami, yaitu kelompok Pantai Barat Sumatera, Pantai Selatan Pulau Jawa, Pantai Utara dan Selatan pulau-pulau Nusa Tenggara, pulau-pulau di Maluku, pantai utara Irian Jaya dan hampir seluruh pantai di Sulawesi. Teluk dan bagian yang melekuk dari pantai sangat rawan akan bencana ini. Apalagi biasanya para nelayan mencari ikan dan bermukim di teluk. Selain itu daerah ini juga memiliki pantai landai yang memungkinkan gelombang pasang merayap ke daratan.Pantai Biaung termasuk kedalam pantai yang rawan bencana namun tidak terlalu berbahaya dibanding dengan daerah di bagian selatan Kota Denpasar yang memiliki tingkat kerawanan paling tinggi (lihat gambar 5) menurut Peta Bahaya Tsunami di wilayah Denpasar tahun 2010. Hal ini dikarenakan Pantai Biaung mendapat perlindungan dari Pulau Lombok maupun Pulau Nusa Penida. Meskipun demikian Pantai Biaung tetap terkena efek apabila terjadi bencana tsunami. Hal ini dapat terjadi karena wilayah Pantai Biaung tidak terdapat ekosistem mangrove yang cukup serta bangunan pantai yang memadai untuk menahan gelombang. Biasanya, tsunami yang terjadi akibat dari gempa tektonik di sepanjang daerah subduksi dan daerah seismik lainnya.Secara struktural, upaya mitigasi bencana tsunami dapat dijadikan 2 (dua) kelompok yaitu :1. Alami, seperti penanaman green belt (huran pantai atau mangrove), di sepanjang kawasan pantai dan perlindungan terumbu karang.2. Buatan,a) pembangunan breakwater, seawall, pemecah gelombang sejajar pantai untuk menahan tsunami,b) memperkuat desain bangunan serta infrastruktur lainnya dengan kaidah teknik bangunan tahan bencana tsunami dan tata ruang akrab bencana, dengan mengembangkan beberapa insentif, antara lain: Retrofitting: agar kondisi bangunan permukiman memenuhi kaidah teknik bangunan tahan tsunami, Relokasi: salah satu aspek yang menyebabkan daerah rentan bencana adalah kepadatan permukiman yang cukup tinggi sehingga tidak ada ruang publik yang dapat dipergunakan untuk evakuasi serta terbatasnya mobilitas masyarakat. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah memindahkan sebagian pemukiman ke lokasi lain, dan menata kembali pemukiman yang ada yang mengacu kepada konsep kawasan pemukiman yang akrab bencana.

IV. KESIMPULAN

1. Bali merupakan salah satu provinsi yang memiliki obyek wisata dan kebudayaan menarik.2. Bali merupakan daerah pegunungan dan perbukitan yang meliputi sebagian besar wilayah dengan rantai pegunungan yang memanjang dari barat ke timur.3. Konvigurasi Pulau Bali terjadi akibat adanya sesar karena tumbukan lempeng tektonik antara Benua Asia dan Benua Australia.4. Pantai di Bali sebagian berpotensi terjadi bencana alam seperti tsunami, erosi dan abrasi.5. Beberapa pantai di Bali membangun bangunan pantai untuk melindungi pantai seperti groin, breakwater dan seawall.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik Provinsi Bali. 2010. Bali dalam Angka, Bali in Figures. ISSN : 0215-2207, BPS Provinsi Bali.Dihidros. 2002. Survei Hidro-oseanografi Pembangunan Dermaga Lanal Banyuwangi. Laporan Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut Dinas Hidro-oseanografi, Jakarta.Hutagalung, Lusiana E. 2009. Ngaben Upacara Kematian Sebagai Salah Satu Atraksi Wisata Budaya di Bali. USU.Ilyas, Tommy. 2006. Mitigasi Gempa dan Tsunami di Daerah Perkotaan. Seminar Bidang Kerekayasaan Fatek Unsrat.Somantri, Lili. ____. Kajian Mitigasi Bencana Longsor Lahan dengan Menggunakan Teknologi Penginderaan Jauh.____. 2009. Pedoman Mitigasi Bencana Alam di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Direktorat Pesisir dan Lautan, Ditjen KP3K Kementrian Kelautan dan Perikanan.http://rosiana.ngeblogs.com/2009/12/23/gempa-tektonik-tgas-iad/.Diakses tanggal 22 Juli 2012 pukul 11.50 WIB.

LAMPIRAN

Lokasi Observasi Pantai Biaung

Peserta KKL Kelautan Angkatan 2009

Kelompok 7 KKL

Anggota Bis 3

1