Upload
others
View
9
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
ANALISA TINGKAT PENGETAHUAN MASYARAKAT DALAM
PENGGUNAAN ANTIBIOTIK DI WILAYAH KECAMATAN PASEH
KABUPATEN BANDUNG
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat penyelesaian Program Sarjana (S1) pada Jurusan Farmasi
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Al-Ghifari
Oleh:
MEGA SELVIANA
D1A140896
UNIVERSITAS AL-GHIFARI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN FARMASI
BANDUNG
2018
LEMBAR PENGESAHAN
JUDUL : ANALISA TINGKAT PENGETAHUAN MASYARAKAT
DALAM PENGGUNAAN ANTIBIOTIK DI WILAYAH
KECAMATAN PASEH KABUPATEN BANDUNG
PENYUSUN : MEGA SELVIANA
NIM : D1A140896
Setelah membaca skripsi ini dengan seksama, menurut pertimbangan kami telah memenuhi
persyaratan ilmiah sebagai suatu skripsi
Bandung, Oktober 2018
Menyetujui,
Pembimbing I, Pembimbing II,
Sri Setiatjahjati, S.Si.,M.M,Kes.,Apt Thito Dwi Evrianto, S.Si., M.M.Kes., Apt
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis haturkan kepada Allah SWT atas segala rahmat,
karunia dan nikmat yang diberikan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penulisan skripsi ini. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah memberikan bantuan, baik moril maupun materil dari awal sampai akhir
penyelesaian skripsi ini. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih
dan memohon doa kepada Allah SWT agar diberikan balasan pahala yang
sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Dr. H. Didin Muhafidin, M.Si selaku Rektor Universitas Al-Ghifari
2. Bapak Ardian Baitariza, M.Si.,Apt selaku Dekan Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Al-Ghifari.
3. Ibu Ginayanti Hadisoebroto, M.Si.,Apt selaku Ketua Jurusan Farmasi
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Al-Ghifari
4. Ibu Sri Maryam, S.Si., Apt selaku dosen wali
5. Ibu Sri Setiatjahjati, S.Si.,M.M,Kes.,Apt selaku Dosen Pembimbing I yang
sekaligus sebagai penasihat akademis yang dengan sabar telah memberikan
bimbingan, nasihat, petunjuk dan motivasi dalam penyusunan skripsi ini.
6. Bapak Thito Dwi Evrianto, S.Si., M.M.Kes., Apt selaku Dosen Pembimbing
II yang telah memberikan waktu dan kesempatan selama proses bimbingan,
arahan, nasihat dan motivasi dalam penyusunan skripsi ini.
7. Bapak dan Ibu Dosen di lingkungan Fakultas Farmasi Universitas Al-Ghifari,
khususnya Dosen Jurusan Farmasi yang telah memberikan pengajaran dan
pemahaman yang tulus sehingga menambah wawasan dan pengetahuan
penulis.
8. Seluruh staf dan petugas laboratorium Farmasi.
9. Pemilik sarana kesehatan dan seluruh responden yang terlibat dalam
penyusunan skripsi ini.
10. Kedua orang tua dan keluarga tercinta, yang telah memberikan kasih sayang
yang tulus, motivasi, nasihat, doa dan dukungan baik moril maupun materil.
11. Teman dan sahabat fakultas farmasi angkatan 2014-2018 yang mempunyai
solidaritas tinggi, yang telah memberikan banyak dukungan dan semangat.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Untuk
itu kritik dan saran dari semua pihak demi perbaikan skripsi ini sangat diharapkan.
Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca, sekian dan terima
kasih.
Bandung, Oktober 2018
Penulis
i
ABSTRAK
Pengetahuan dan sikap dalam penggunaan antibiotik yang benar merupakan peran
penting dalam keberhasilan proses pengobatan. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui pengetahuan masyarakat tentang penggunaan antibiotik di Kecamatan
Paseh. Penelitian ini merupakan jenis penelitian observasional yang menggunakan
alat ukur kuesioner. Sampel yang digunakan adalah pengunjung apotek di
Kecamatan Paseh dan masyarakat umum yang bukan tenaga kesehatan dan
memiliki kriteria inklusi usia 17–65 tahun, bersedia menjadi responden, dapat
membaca dan menulis. Data yang diperoleh dari kuesioner dianalisis secara
deskriptif dan disajikan dalam bentuk tabel yang berisi jumlah dan persentase.
Hasil penelitian menunjukkan, dari 90 responden didapatkan hasil sebanyak
(52,2%) responden pernah membeli antibiotik tanpa resep dokter. Rata-rata
masyarakat memiliki tingkat pengetahuan rendah meliputi: tentang pengetahuan
umum antibiotik (57,12%), cara memperoleh antibiotik (52,2%), cara penggunaan
antibiotik (44,05%), kontraindikasi antibiotik (44,4%), dan cara pembuangan
antibiotik yang sudah kadaluarsa (60%). Responden yang memiliki tingkat
pengetahuan baik tentang tindakan jika terjadi efek samping antibiotik sebanyak
(78,9%). Dari 90 responden masyarakat di Kecamatan Paseh sebanyak 60 (67,3%)
responden memiliki pengetahuan rendah terhadap antibiotik, dan dengan tingkat
pengetahuan sedang sebanyak 30 (33,3%) responden. Dari hasil uji chi square
didapatkan hasil bahwa tidak terdapat pengaruh bermakna antara usia dengan
tingkat pengetahuan tentang antibiotik. Sedangkan untuk jenis kelamin, pekerjaan
dan tingkat pendidikan, terdapat pengaruh terhadap tingkat pengetahuan
responden tentang antibiotik
Kata kunci: Antibiotik, Tingkat pengetahuan, Kecamatan Paseh.
ii
ABSTRACT
Knowledge and actions in use that are truly an important part of the treatment
process. This study aims to find out how to use antibiotics in the District of Paseh.
This study is a type of observational research that uses questionnaire
measurement tools. The samples used were visitors in Paseh Subdistrict and those
who were not able and inclusive in 17-65 years, willing to become respondents,
able to read and write. Data containing the questionnaire and presented in the
form of tables containing the number and percentage. The results showed that out
of 90 respondents obtained the results (52.2%) of respondents who had bought
antibiotics without a doctor's prescription. The average community has a broad
level of knowledge including: about general knowledge of antibiotics (57.12%),
how to buy antibiotics (52.2%), how to use antibiotics (44.05%),
contraindications to antibiotics (44.4%) and how to dispose of antibiotics that
have expired (60%). Respondents who have a level of knowledge about the action
if used side effects as much as (78.9%). Of the 90 respondents in Paseh
Subdistrict, 60 (67.3%) respondents had low knowledge, and with a moderate
level of 30 (33.3%) respondents. From the results of the chi square test, there are
no results that influence the level of knowledge about antibiotics. As for gender,
occupation and level of education that measures the level of knowledge about
antibiotics
Keywords: Antibiotic, understanding level, Distric Paseh.
iii
DAFTAR ISI
ABSTRAK .............................................................................................................. i
ABSTRACT ............................................................................................................ ii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii
DAFTAR TABEL ................................................................................................ vi
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... vii
BAB I ...................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................... 2
1.3 Tujuan Penelitian .......................................................................................... 2
1.4 Manfaat penelitian ......................................................................................... 3
1.5 Waktu dan Tempat Penelitian ....................................................................... 3
BAB II .................................................................................................................... 4
TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................ 4
2.1 Pengetahuan ................................................................................................. 4
2.1.1 Definisi Pengetahuan ............................................................................. 4
2.1.2 Pengukuran Pengetahuan ...................................................................... 4
2.1.3 Tingkat Pengetahuan .............................................................................. 4
2.1.4 Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Pengetahuan ............................... 6
2.2 Antibiotik ...................................................................................................... 7
2.2.1 Definisi Antibiotik ................................................................................. 7
2.2.2 Golongan Antibiotik ............................................................................. 8
iv
2.2.3 Prinsip penggunaan antibiotik .............................................................. 12
2.2.4 Mekanisme Kerja Antibiotik ................................................................ 14
2.2.5 Efek Samping Antibiotik..................................................................... 15
2.2.6 Resistensi Antibiotik ............................................................................ 15
2.3 Kecamatan Paseh ........................................................................................ 17
2.3.1 Profil Kecamatan Paseh ....................................................................... 17
2.3.2 Kondisi Geografis ................................................................................ 18
2.3.3 Kondisi Demografi ............................................................................... 19
2.3.4 Kondisi Ekonomi ................................................................................. 20
BAB III ................................................................................................................. 21
METODOLOGI PENELITIAN ........................................................................ 21
3.1 Alat dan Bahan Penelitian ........................................................................... 21
3.1.1 Alat (Instrumen) ................................................................................... 21
3.1.2 Bahan ................................................................................................... 21
3.2 Populasi dan Sampel ................................................................................... 21
3.2.1 Populasi ................................................................................................ 21
3.2.2 Sampel .................................................................................................. 22
3.3 Cara Pengambilan Sampel .......................................................................... 22
3.4 Jalannya Penelitian ...................................................................................... 22
3.4.1 Tahap Persiapan ................................................................................... 22
3.4.2 Tahap Penelusuran Data ....................................................................... 23
v
3.4.3 Tahap Pengolahan Data........................................................................ 23
3.4.4 Analisis Data ........................................................................................ 23
BAB IV ................................................................................................................. 24
HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................... 24
4.1 Karakteristik Responden ............................................................................. 24
4.2 Asal Informasi Tentang Antibiotik ............................................................. 26
4.3 Tingkat Pengetahuan Umum Antibiotik ..................................................... 27
4.4 Tingkat Pengetahuan Tentang Antibiotik ................................................... 29
4.5 Penanggulangan Efek Samping .................................................................. 31
4.6 Tingkat Pengetahuan Responden ................................................................ 31
4.7 Hubungan Antara Demografi Dengan Tingkat Pengetahuan Tentang
Antibiotik .......................................................................................................... 32
BAB V ................................................................................................................... 36
SIMPULAN DAN SARAN ................................................................................. 36
5.1 Simpulan ..................................................................................................... 36
5.2 Saran ............................................................................................................ 36
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 37
LAMPIRAN
vi
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 : Karakteristik Responden ....................................................................... 24
Tabel 4.2: Responden berdasarkan Asal Informasi Tentang Antibiotik ................. 26
Tabel 4.3 : Tingkat Pengetahuan Umum Antibiotik ............................................... 27
Tabel 4.4 : Alasan Responden Membeli Antibiotik Tanpa Resep dokter ............... 28
Tabel 4.5 : Tingkat Pengetahuan Tentang Antibiotik ............................................. 29
Tabel 4.6 : Cara Penanggulangan Jika Terjadi Efek Samping ................................ 31
Tabel 4.7 : Profil Tingkat Pengetahuan Responden ................................................ 32
Tabel 4.8 : Hubungan Karakteristik Responden Dengan Tingkat Pengetahuan ..... 33
vii
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN I : Surat Izin Penelitian
LAMPIRAN II : Kuesioner
LAMPIRAN III : Rekap Data
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Antibiotik merupakan obat yang sering diresepkan untuk pasien namun sering
terjadi penggunaan yang tidak tepat dan berakibat terjadinya resistensi terhadap
kuman. Hal ini terjadi karena kurangnya pengetahuan masyarakat tentang
penggunaan antibiotik yang tepat (Baltazar et al., 2009).
Saat ini, pengetahuan masyarakat tentang resistensi antibiotik sangat rendah.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh WHO dari 12 negara termasuk Indonesia,
sebanyak 53-62% berhenti meminum antibiotik ketika merasa sudah sembuh.
Resistensi antibiotik saat ini menjadi ancaman terbesar bagi kesehatan masyarakat
global, sehingga WHO mengkoordinasi kampanye global untuk meningkatkan
kesadaran dan perilaku masyarakat terhadap antibiotik (World Health
Organization, 2015). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan sebelumnya di
Yordania diambil dari sampel acak 1.141 orang dewasa bahwa 67,1% percaya
bahwa antibiotik dapat mengobati batuk dan pilek. Sebesar 28,1% antibiotik
disalahgunakan sebagai analgesik. Sebanyak 11,9% dari wanita menunjukkan
pengetahuan bahwa penggunaan antibiotik selama kehamilan dan menyusui aman
dikonsumsi dan 55,6% menggunakannya sebagai profilaksis terhadap infeksi. Ada
beberapa faktor yang mempengaruhi ketepatan penggunaan antibiotik pada
masyarakat. Salah satu faktor yang penting adalah tingkat pengetahuan masyarakat
mengenai antibiotik itu sendiri. Beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat
pengetahuan tersebut, yaitu tingkat pendidikan masyarakat, penjelasan oleh dokter
2
dan apoteker, serta anggapan-anggapan lain yang menimbulkan adanya kesalahan
saat mengkonsumsi antibiotik.
Penggunaan antibiotik yang sesuai dengan aturan dan kondisi penderita akan
mendukung upaya penggunaan obat yang rasional. Kerasionalan penggunaan obat
menurut WHO (2012), adalah ketepatan indikasi, kesesuaian dosis,
mempertimbangkan kontraindikasi, memperhatikan kemungkinan tidak ada efek
samping obat, memperhitungkan interaksi dengan obat lain dan makanan,
polifarmasi yang tidak diperlukan, harga obat yang terjangkau, cara pemberian dan
interval yang tepat, lama pemberian obat yang tepat, kepatuhan pasien terhadap
pengobatan, dan penggunaan obat yang terbukti efektif dengan mutu terjamin dan
aman.
Berdasarkan latar belakang diatas, mengindikasikan bahwa tingkat
pengetahuan masyarakat tentang penggunaan antibiotik masih tergolong rendah
dan menimbulkan tingkat penggunaan obat irasional yang tinggi. Hal ini
mendorong penulis untuk melakukan penelitian untuk mengetahui tingkat
pengetahuan masyarakat dalam penggunaan antibiotik di Kecamatan Paseh.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana tingkat pengetahuan masyarakat Kecamatan Paseh terhadap
penggunaan antibiotik secara tepat ?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat pengetahuan
masyarakat Kecamatan Paseh dalam penggunaan antibiotik berdasarkan tingkat
pengetahuan, faktor usia, faktor pendidikan dan faktor ekonomi.
3
1.4 Manfaat penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada tim medis
dan media sebagai evaluasi pemberian informasi tentang penggunaan obat
terutama antibiotik, sehingga diharapkan akan ada perbaikan pengetahuan
masyarakat tentang antibiotik sehingga tercapai penggunaan antibiotik yang
rasional.
1.5 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan bulan Juli 2018 di
apotek di wilayah Kecamatan Paseh Kabupaten Bandung, Jawa Barat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengetahuan
2.1.1 Definisi Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil penginderaan manusia, atau hasil “tahu”
seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya yang meliputi
penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Penginderaan yang
menghasilkan pengetahuan sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan
persepsi terhadap objek. Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui
indera penglihatan (mata) dan indera pendengaran (telinga) (Notoatmodjo, 2010).
2.1.2 Pengukuran Pengetahuan
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket
yang menanyakan tentang isi materi yang akan diukur dari responden atau subjek
penelitian. Kedalaman pengetahuan yang ingin diukur atau diketahui dapat
disesuaikan dengan tingkatan pengetahuan (Notoatmodjo, 2007)
2.1.3 Tingkat Pengetahuan
Notoatmodjo (2010) membagi pengetahuan kedalam enam tingkatan, yaitu:
a. Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai kegiatan mengingat kembali (recall) memori yang
telah ada sebelumnya yang didapat setelah mengamati sesuatu yang
spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari. Oleh sebab itu, tahu ini
merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.
5
b. Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara
benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpresentasikan
materi tersebut secara benar. Orang yang telah memahami suatu objek atau
materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, memberi alasan dan
sebagainya tentang materi tersebut.
c. Aplikasi (Application)
Aplikasi diartikan suatu kemampuan untuk menggunakan materi yang
telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya.
d. Analisis (Analysis)
Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan atau
memisahkan, kemudian mencari hubungan antara komponen-komponen
yang terdapat dalam suatu masalah atau objek yang diketahui. Indikasi
bahwa pengetahuan seseorang itu sudah sampai pada tingkat analisis
adalah apabila orang tersebut telah mampu membedakan atau
memisahkan, mengelompokkan, membuat diagram (bagan) mengenai
pengetahuan atas objek tersebut.
e. Sintesis (Synthesis)
Sintesis menunjukan suatu kemampuan seseorang untuk merangkum atau
merangkaikan secara logis dari komponen-komponen pengetahuan yang
dimilikinya. Sintesis juga dapat dikatakan sebagai suatu kemampuan untuk
menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang telah ada.
6
f. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan seseorang umtuk melakukan
justifikasi atau memberikan penilaian terhadap suatu materi atau objek.
Penilaian ini didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau
norma-norma yang berlaku di masyarakat.
2.1.4 Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan seseorang dapat dipengaruhi
oleh beberapa faktor, yaitu:
A. Pengalaman
Pengalaman dapat diperoleh dari pengalaman sendiri maupun orang lain.
B. Tingkat Pendidikan
Pendidikan dapat membawa wawasan atau pengetahuan seseorang. Secara
umum, seseorang yang berpendidikan lebih tinggi akan mempunyai
pengetahuan yang lebih luas dibandingkan dengan seseorang yang tingkat
pendidikannya lebih rendah.
C. Keyakinan
Biasanya keyakinan diperoleh secara turun temurun dan tanpa adanya
pembuktian terlebih dahulu. Keyakinan adalah suatu sikap yang
ditunjukkan oleh manusia saat ia merasa cukup tahu dan menyimpulkan
bahwa dirinya telah mencapai kebenaran. Karena keyakinan merupakan
suatu sikap, maka keyakinan seseorang tidak selalu benar.
7
D. Fasilitas
Fasilitas-fasilitas sebagai sumber informasi yang dapat mempengaruhi
pengetahuan seseorang, misalnya radio, televisi, majalah, koran, dan buku-
buku.
E. Penghasilan
Penghasilan tidak berpengaruh langsung terhadap pengetahuan seseorang.
Namun bila seseorang berpenghasilan cukup besar maka dia akan mampu
untuk menyediakan atau membeli fasilitas-fasilitas sumber informasi.
F. Sosial budaya
Kebudayaan setempat dan kebiasaan dalam keluarga dapat mempengaruhi
pengetahuan, persepsi, dan sikap seseorang terhadap sesuatu.
2.2 Antibiotik
2.2.1 Definisi Antibiotik
Antibiotik berasal dari kata “anti dan bios” yang berarti hidup atau
kehidupan. Antibiotik merupakan suatu zat yang dapat membunuh atau
melemahkan suatu mikroorganisme, seperti bakteri, parasit, atau jamur (Utami,
2012).
Antibiotik adalah zat-zat kimia yang dihasilkan oleh fungi dan bakteri, yang
memiliki khasiat mematikan atau menghambat pertumbuhan kuman, sedangkan
toksisitasnya bagi manusia relatif kecil. Turunan zat-zat ini yang dibuat secara
semi sintesis, juga termasuk kelompok ini, begitu pula semua senyawa sintesis
dengan khasiat antibakteri (Tan dan Kirana, 2013).
8
Antibiotik yang pertama kali ditemukan oleh Paul Whlrich pada tahun 1910,
sampai saat ini masih menjadi obat yang sering digunakan pada kasus-kasus
penyakit infeksi. Pemakaiannya mengalami peningkatan yang luar biasa, hal ini
tidak hanya terjadi di Indonesia tetapi juga menjadi masalah di negara maju
seperti Amerika Serikat (Utami, 2012).
Obat-obat antibiotik ditujukan untuk mengobati penyakit-penyakit infeksi.
Pemberian antibiotik pada kondisi yang bukan disebabkan oleh bakteri banyak
ditemukan dari praktek sehari-hari, baik di puskesmas, rumah sakit, maupun
praktek swasta. Ketidaktepatan pemilihan antibiotik hingga indikasi dosis, cara
pemberian, frekuensi dan lama pemberian menjadi penyebab tidak kuatnya
pengaruh infeksi dengan antibiotik (Depkes RI, 2011).
2.2.2 Golongan Antibiotik
Ada beberapa golongan-golongan besar antibiotik, yaitu:
a) Penisilin
Penisilin diklasifikasikan sebagai obat β-laktam karena cincin laktam
mereka yang unik. Mereka memiliki ciri-ciri kimiawi, mekanisme kerja,
farmakologi, efek klinis, dan karakteristik imunologi yang mirip dengan
sefalosporin, monobactam, carbapenem, dan β-laktamase inhibitor, yang
juga merupakan senyawa β-laktam. Penisilin dapat terbagi menjadi
beberapa golongan antara lain :
1. Penisilin G mempunyai aktifitas terbesar terhadap organisme gram
positif, kokus gram negatif, bakteri anaerob yang tidak
memproduksi β-laktamase, dan mempunyai sedikit aktifitas
9
terhadap gram negatif batang. Kelompok ini rentan terhadap
hidrolisis oleh β-laktamase.
2. Penisilin anti stafilokokus (misalnya, nafcilin) ini resisten terhadap
β-laktamase dari stafilokokus dan aktif terhadap stafilokokus dan
streptokokus, tetapi tidak aktif terhadap enterokokus, bakteri
anaerob, gram negatif batang dan kokus.
3. Penisilin dengan perluasan spektrum (ampisilin, penisilin
antipseudomonas) mempunyai spektrum antibakteri penisilin dan
memiliki aktifitas yang tinggi terhadap organisme gram negatif,
tetapi kelompok ini sering rentan terhadap β-laktamase.
b) Sefalosporin
Sefalosporin serupa dengan penisilin, tetapi lebih stabil terhadap banyak
bakteri β-laktamase sehingga mempunyai spektrum aktifitas yang lebih
luas. Sefalosporin tidak aktif terhadap Enterokokus dan Listeria
monocytogenes. Sefalosporin diklasifikasikan ke dalam empat generasi
yaitu:
1. Generasi pertama sangat aktif terhadap organisme gram positif,
termasuk pneumokokus, stafilokokus, dan streptokokus. Kelompok
ini efektif melawan infeksi yang ditularkan melalui kulit pada
pasien-pasien operasi. Misalnya sefazolin, sefadroksil, sefaleksin,
dan sefalotin (Katzung et al, 2012).
2. Generasi kedua memiliki paparan gram negatif yang lebih luas
termasuk sefaklor, sefamandol, sefoksitin, sefotetan. Kelompok ini
10
merupakan golongan heterogeneous yang mempunyai perbedaan-
perbedaan individual dalam aktifitas, farmakokinetika, dan
toksisitas (Katzung, et al., 2012).
3. Generasi ketiga adalah sangat aktif terhadap gram negatif dan obat-
obat ini mampu melintasi blood-brain barrier. Generasi ini aktif
terhadap citrobacter, serratia marcescens, dan providencia.
Misalnya, sefoperazon, sefotaksim, seftazidim, seftizoksim, dan
seftriakson (Katzung, et al., 2012).
4. Generasi keempat adalah cefepime. Obat ini lebih kebal terhadap
hidrolisis oleh β-laktamase kromosomal dan mempunyai aktivitas
yang baik terhadap P-aeruginosa, Enterobacteriaceae, S-aureus,
dan S-pneumonia. Obat ini sangat aktif terhadap haemophilus dan
Neisseria (Katzung, et al., 2012).
c) Aminoglikosida
Obat yang termasuk golongan aminoglikosida, antara lain: streptomisin,
neomisin, kanamisin, tobramisin, sisomisin, netilmisin, dan lain – lain.
Golongan aminoglikosida pada umumnya digunakan untuk mengobati
infeksi akibat bakteri gram negatif enterik, terutama pada bakteremia dan
sepsis, dalam kombinasi dengan vankomisin atau penisilin untuk
mengobati endokarditis, dan pengobatan tuberkulosis (Katzung, et al.,
2007).
11
d) Sulfonamida dan Trimetoprim
Sulfonamida dan trimetoprim merupakan obat yang mekanisme kerjanya
menghambat sintesis asam folat bakteri yang akhirnya berujung kepada
tidak terbentuknya basa purin dan DNA pada bakteri. Kombinasi dari
trimetoprim dan sulfametoxazol merupakan pengobatan yang sangat
efektif terhadap pneumonia akibat P.jiroveci, sigellosis, infeksi salmonela
sistemik, infeksi saluran kemih, prostatitis, dan beberapa infeksi
mikobakterium non tuberkulosis (Katzung, et al., 2007).
e) Kloramfenikol
Kloramfenikol merupakan inhibitor yang poten terhadap sintesis protein
mikroba. Kloramfenikol bersifat bakteriostatik dan memiliki spektrum luas
dan aktif terhadap masing-masing bakteri gram positif dan negatif baik
yang aerob maupun anaerob (Katzung, et al., 2007).
f) Tetrasiklin
Golongan tetrasiklin merupakan obat pilihan utama untuk mengobati
infeksi dari M.pneumonia, klamidia, riketsia, dan beberapa infeksi dari
spirokaeta. Tetrasiklin juga digunakan untuk mengobati ulkus peptikum
yang disebabkan oleh H.pylori. Tetrasiklin menembus plasenta dan juga
diekskresi melalui ASI dan dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan
tulang dan gigi pada anak akibat ikatan tetrasiklin dengan kalsium.
Tetrasiklin diekskresi melalui urin dan cairan empedu (Katzung, et al.,
2007).
12
g) Fluorokuinolon
Golongan fluorokuinolon termasuk di dalamnya asam nalidixat,
siprofloxasin, norfloxasin, ofloxasin, levofloxasin, dan lain–lain.
Golongan fluorokuinolon aktif terhadap bakteri gram negatif. Golongan
fluorokuinolon efektif mengobati infeksi saluran kemih yang disebabkan
oleh pseudomonas. Golongan ini juga aktif mengobati diare yang
disebabkan oleh shigella, salmonella, E.coli, dan Campilobacter (Katzung,
et al., 2007).
h) Makrolida
Eritromisin merupakan bentuk prototipe dari obat golongan makrolida
yang disintesis dari S.erythreus. Eritromisin efektif terhadap bakteri gram
positif terutama pneumokokus, streptokokus, stafilokokus, dan
korinebakterium. Aktifitas anti-bakterial eritromisin bersifat bakterisidal
dan meningkat pada pH basa (Katzung, et al., 2007).
2.2.3 Prinsip penggunaan antibiotika
Menurut Menkes RI (2011), tentang pedoman umum penggunaan antibiotik,
ada beberapa faktor yang harus dipertimbangkan pada penggunaan antibiotik,
diantaranya yaitu:
1) Resistensi mikroorganisme terhadap antibiotika
Resistensi adalah kemampuan bakteri untuk menetralisir dan melemahkan
daya kerja antibiotik. Hal ini dapat terjadi dengan beberapa cara, yaitu:
1. Merusak antibiotik dengan enzim yang diproduksi
2. Mengubah reseptor titik tangkap antibiotik
13
3. Mengubah fisika kimia target sasaran antibiotik pada sel bakteri
4. Antibiotik tidak dapat menembus dinding sel, akibat perubahan
sifat dinding sel bakteri
5. Antibiotik masuk ke dalam sel bakteri, namun segera dikeluarkan
dari dalam sel melalui mekanisme transport aktif ke luar sel.
Penyebab utama resistensi antibiotik adalah penggunaannya yang
meluas dan irasional.
2) Faktor farmakokinetik dan farmakodinamik
Pemahaman mengenai sifat farmakokinetik dan farmakodinamik antibiotik
sangat diperlukan untuk menetapkan jenis dan dosis antibiotik secara
tepat, agar dapat menunjukkan aktivitasnya sebagai bakterisida ataupun
bakteriostatik.
3) Faktor interaksi dan efek samping obat
Pemberian antibiotik secara bersamaan dengan antibiotik lain, obat lain
atau makanan dapat menimbulkan efek yang tidak diharapkan. Berbagai
macam efek dari interaksi dapat terjadi mulai dari yang ringan seperti
penurunan absorpsi obat atau penundaan absorpsi sampai meningkatkan
efek toksik obat lainnya.
4) Faktor biaya
Antibiotik yang tersedia di Indonesia bisa dalam bentuk obat generik, obat
merk dagang atau obat paten. Harga antibiotik pun sangat beragam, harga
antibiotik merk dagang atau paten bisa lebih mahal dibanding generiknya,
begitu pula untuk obat antibiotik sediaan parenteral yang harganya bisa
14
1000 kali lebih mahal dibandingkan dengan sediaan oral. Setepat apapun
antibiotik yang diresepkan apabila jauh dari tingkat kemampuan pasien,
tentu tidak akan bermanfaat dan dapat mengakibatkan terjadinya
kegagalan terapi.
2.2.4 Mekanisme Kerja Antibiotik
Antibiotik memiliki cara kerja yang berbeda-beda dalam membunuh atau
menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Klasifikasi berbagai antibiotik dibuat
berdasarkan mekanisme kerja tersebut, yaitu :
1. Antibiotik yang menghambat sintesis dinding sel bakteri. Contohnya
adalah penicillin, cephalosporin, carbapenem, monobactam dan
vancomycin
2. Antibiotik yang bekerja dengan merusak membran sel mikroorganisme.
Antibiotik golongan ini merusak permeabilitas membran sel sehingga
terjadi kebocoran bahan-bahan dari intrasel. Contohnya adalah polymyxin.
3. Antibiotik yang menghambat sintesis protein mikroorganisme dengan
mempengaruhi subunit ribosom 30S dan 50S. Antibiotik ini menyebabkan
terjadinya hambatan dalam sintesis protein secara reversible. Contohnya
adalah chloramphenicol yang bersifat bakterisidal terhadap
mikroorganisme lainnya, serta macrolide, tetracycline dan clindamycine
yang bersifat bakteriostatik.
4. Antibiotik yang mengikat subunit ribosom 30S. Antibiotik ini
menghambat sintesis protein dan mengakibatkan kematian sel. Contohnya
adalah aminoglycoside yang bersifat bakterisidal.
15
5. Antibiotik yang menghambat sintesis asam nukleat sel mikroba.
Contohnya adalah rifampicin yang menghambat sintesis RNA polymerase
dan kuinolon yang menghambat topoisomerase. Keduanya bersifat
bakterisidal.
6. Antibiotik yang menghambat enzim yang berperan dalam metabolisme
folat. Contohnya adalah trimethoprime dan sulfonamide. Keduanya
bersifat bakteriostatik (Amin, 2014).
2.2.5 Efek Samping Antibiotik
Menurut Setiabudy, dkk., (2009) efek samping antibiotik dapat terjadi
sebagai berikut :
1. Reaksi alergi, dapat ditimbulkan oleh semua antibiotik dengan melibatkan
sistem imun tubuh hospes yaitu terjadinya tidak bergantung pada besarnya
dosis obat. Manifestasi gejala dan derajat beratnya reaksi dapat bervariasi.
Orang yang pernah mengalami reaksi alergi, umpamanya oleh penisilin,
tidak selalu mengalami reaksi itu kembali ketika diberikan obat yang
sama. Sebaliknya orang tanpa riwayat alergi dapat mengalami reaksi alergi
pada penggunaan ulang penisilin.
2. Reaksi idiosinkrasi, gejala ini merupakan reaksi abnormal yang diturunkan
secara genetik terhadap pemberian antibiotik tertentu.
2.2.6 Resistensi Antibiotik
Resistensi antibiotik adalah kemampuan bakteri untuk menetralisir dan
melemahkan daya kerja antibiotik (Kemenkes, 2011). Secara garis besar bakteri
dapat menjadi resistensi terhadap suatu antibiotik melalui 3 mekanisme :
16
1. Obat tidak dapat mencapai tempat kerjanya didalam sel mikroba. Pada
mikroba gram negatif molekul antimikroba yang kecil dan polar dapat
menembus dinding luar dan masuk ke dalam sel melalui lubang-lubang
kecil yang disebut porin. Bila porin menghilang atau mengalami mutasi
maka masuknya antimikroba ini akan terhambat.
2. Inaktivasi obat, mekanisme ini sering terjadinya resistensi terhadap
golongan aminoglikosida dan β-laktamase karena mikroba mampu
membuat enzim yang merusak kedua golongan antimikroba tersebut.
3. Mikroba mengubah tempat ikatan (binding site) antimikroba, mekanisme
ini terlihat pada S.aureus yang resisten terhadap metisilin (MRSA).
Kuman ini mengubah penicillin binding proteinnya (PBP) sehingga
afinitasnya menurun terhadap metisilin dan antibiotik beta laktam yang
lain (Setiabudy, 2007).
Resistensi antibiotik dapat terjadi karena beberapa faktor dibawah ini :
1) Penggunaan antibiotik yang sering. Terlepas dari penggunaan
rasional atau tidak, antibiotik yang sering digunakan biasanya akan
berkurang efektivitasnya. Karena itu penggunaan antibiotik yang
irasional harus dikurangi sedapat mungkin.
2) Penggunaan antibiotik yang irasional, berbagai penelitian
menunjukkan bahwa penggunaan antibiotik yang irasional
terutama di rumah sakit merupakan faktor yang penting yang
memudahkan berkembangnya resistensi kuman.
17
3) Penggunaan antibiotik untuk jangka waktu lama. Pemberian
antibiotik dalam waktu yang lama akan memberikan kesempatan
bertumbuhnya kuman yang lebih resisten (Setiabudy, 2007).
Resistensi antibiotik memiliki satuan yang dinyatakan dalam KHM
(Kadar Hambat Minimal) atau MIC (Minumum Inhibitory
Concentration). KHM adalah kadar terkecil dari antibiotik yang
mampu menghambat tumbuh dan berkembangnya bakteri.
Meningkatnya nilai KHM menggambarkan tahap awal menuju
resistensi (Kemenkes, 2011).
2.3 Kecamatan Paseh
2.3.1 Profil Kecamatan Paseh
Kecamatan Paseh adalah salah satu dari 31 (tiga puluh satu) kecamatan yang
berada di bawah Pemerintah Kabupaten Bandung, dengan luas wilayah 4.447.662
Ha yang berbatasan langsung dengan sebelah Utara Kecamatan Cikancung,
sebelah Timur Kecamatan Leles Kabupaten Garut, sebelah Selatan Kecamatan
Majalaya, sebelah Barat Kecamatan Ibun, yang terdiri dari 12 (dua belas) desa,
dengan jumlah penduduk berjenis kelamin Laki-laki : 5.803 jiwa, Perempuan
6.362 jiwa dan jumlah Kepala Keluarga sebanyak 3.418 (Pemerintah Kabupaten
Bandung, 2018).
Bahwa sejak diberlakukannya secara efektif undang-undang nomor 32 tahun
2004 maka pembentukan Kecamatan dan struktur organisasi Pemerintah Daerah
diwilayah Kabupaten Bandung telah ditetapkan berdasarkan Peraturan Daerah
Nomor 10 tahun 2006 tentang Struktur Organisasi Perangkat Daerah Kabupaten
18
Bandung sehingga dengan demikian Kecamatan Paseh secara yuridis formil
keberadaannya telah dibentuk bersamaan dengan ditetapkannya Peraturan Daerah
tersebut (Pemerintah Kabupaten Bandung, 2018).
Undang undang nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
merupakan pengganti undang undang nomor 32 tahun 1999 bahwa Kecamatan
merupakan Perangkat Daerah yang dipimpin oleh Kepala Kecamatan dengan
sebutan Camat yang diangkat oleh Bupati / Walikota dan bertanggungjawab
kepada Bupati atau Walikota, sedangkan pembentukan Kecamatan sendiri
ditetapkan dengan Peraturan Daerah (Pemerintah Kabupaten Bandung, 2018).
2.3.2 Kondisi Geografis
Kecamatan Paseh sebagai salah satu Kecamatan dari 31 Kecamatan yang
ada di wilayah Kabupaten Bandung secara topografis merupakan daerah yang
relatif datar yang memiliki ketinggian 700 m diatas permukaan laut, dengan curah
hujan rata-rata 781mm pertahun dengan suhu udara minimal 21oC maksimal 31
oC
(Pemerintah Kabupaten Bandung, 2018). Sebagai salah satu daerah industri tekstil
yang berada di wilayah Bandung Selatan, Kecamatan Paseh memiliki jarak
orbitrasi dari pusat Pemerintahan Kabupaten Bandung 29 Km dan dari Pusat
Pemerintahan Propinsi Jawa Barat 31 Km. Luas wilayah Kecamatan Paseh adalah
4.477.622 Ha yang terdiri dari 1.528.000 Ha merupakan areal sawah, sisanya
1.661.622 Ha merupakan tanah darat. Dari luas tersebut wilayah Kecamatan Paseh
memiliki batas batas sebagai berikut :
19
Sebelah Utara : Kecamatan Cikancung
Sebelah Timur : Kecamatan Leles Kabupaten Garut
Sebelah Selatan : Kecamatan Ibun
Sebelah Barat : Kecamatan Majalaya
(Pemerintah Kabupaten Bandung, 2018).
2.3.3 Kondisi Demografi
Adapun wilayah kerja Kecamatan Paseh sebagai Perangkat Daerah meliputi 12
Desa yang terdiri dari:
1) Desa Sukamanah
2) Desa Sukamantri
3) Desa Cipaku
4) Desa Cigentur
5) Desa Cipedes
6) Desa Tangsimekar
7) Desa Cijagra
8) Desa Karangnunggal
9) Desa Sindangsari
10) Desa Drawati
11) Desa Loa
12) Desa Mekarpawitan
20
Dari 12 Desa tersebut terdiri dari 147 Rukun Warga (RW) dan 569 Rukun
Tetangga (RT), jumlah penduduk Kecamatan Paseh sampai dengan akhir tahun
2012 tercatat sebanyak 12.165 jiwa dan 3.418 kepala keluarga.
2.3.4 Kondisi Ekonomi
Sumber penghidupan bagi penduduk adalah dari sektor pertanian, sektor
industri, sektor perdagangan dan jasa. Sampai dengan saat ini sektor industri
menjadi sumber penghasilan bagi masyarakat Kecamatan Paseh, karena lahan
pertanian semakin berkurang sehingga menyebabkan penduduk beralih profesi ke
sektor industri. Jumlah industri besar, menengah dan kecil sampai dengan akhir
tahun 2012 sebanyak 272 sektor unit (Pemerintah Kabupaten Bandung, 2018).
Penduduk Kecamatan Paseh pada umumnya mata pencahariannya bergerak
dibidang industri textile, namun hingga saat ini diikuti oleh sektor lain yang terus
berkembang seperti industri manufaktur dan sektor jasa lainnya.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Alat dan Bahan Penelitian
3.1.1 Alat (Instrumen)
Alat yang digunakan adalah kuesioner yang ditujukan kepada pengunjung
apotek yang terdiri dari pertanyaan untuk melihat bagaimana tingkat pengetahuan
masyarakat terkait penggunaan antibiotik. Sedangkan untuk faktor-faktor
pengetahuan terdiri dari beberapa pertanyaan dimana pertanyaan tersebut
merupakan pengembangan dari masing-masing faktor yang mempengaruhi tingkat
pengetahuan.
3.1.2 Bahan
Bahan yang digunakan adalah data-data dan jawaban responden terhadap
pertanyaan yang ada dalam kuesioner, yang terdiri dari pertanyaan yang dinilai
dan tidak dinilai.
3.2 Populasi dan Sampel
3.2.1 Populasi
Populasi atau universe adalah jumlah keseluruhan dari satuan-satuan atau
individu-individu yang karakteristiknya hendak diteliti. Dan satuan-satuan
tersebut dinamakan unit analisis, dan dapat berupa orang-orang, institusi-institusi,
benda-benda, dst. (Djarwanto, 1994 : 420). Populasi dalam penelitian ini adalah
22
pengunjung yang datang ke apotek tempat pelaksanaan penelitian yang terpilih
sesuai dengan kriteria inklusi penelitian yang dilakukan.
3.2.2 Sampel
Sampel atau contoh adalah sebagian dari populasi yang karakteristiknya
hendak diteliti (Djarwanto, 1994:43). Sampel yang baik, yang kesimpulannya
dapat dikenakan pada populasi adalah sampel yang bersifat representatif atau yang
dapat menggambarkan karakteristik populasi. Maka berdasarkan pernyataan diatas,
pengambilan sampel berdasarkan pada kriteria inklusi dengan jumlah yang diambil
sebanyak 90 sampel. Kriteria inklusi dalam penelitian ini yaitu : pasien yang
membeli antibiotik, Usia >17 tahun, dapat membaca dan menulis, bersedia menjadi
responden dan mengikuti prosedur penelitian
3.3 Cara Pengambilan Sampel
Teknik pengambilan sampel dengan cara purposive sampling. Pengambilan
sampel secara purposive didasarkan pada suatu pertimbangan tertentu yang dibuat
oleh peneliti sendiri, berdasarkan ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui
sebelumnya (Notoatmodjo, 2010). Pengambilan sampel juga dilakukan berbasis
waktu yaitu selama bulan Mei-Juli 2018.
3.4 Jalannya Penelitian
3.4.1 Tahap Persiapan
Tempat penelitian dan pengambilan sampel dilakukan di apotek di wilayah
Kecamatan Paseh.
23
3.4.2 Tahap Penelusuran Data
Tahap penelusuran data dimulai dari riwayat jumlah pengunjung yang
datang untuk membeli antibiotik di apotek tersebut. Jadwal penyerahan kuesioner
dilaksanakan pada hari jum’at-minggu selama bulan Mei-Juli 2018 dengan
menemui pasien pada saat pembelian antibiotik ke apotek tempat pelaksanaan
penelitian.
3.4.3 Tahap Pengolahan Data
Setelah memperoleh data jawaban kuesioner dari pasien, pengolahan data
dilaksanakan dengan metode deskriptif dimana masing-masing jawaban pasien
ditampilkan dalam bentuk tabel dan persentase.
3.4.4 Analisis Data
Alat ukur yang digunakan adalah kuesioner, yang terdiri dari 2 bagian. Pada
bagian I dari kuesioner adalah data demografi responden yang berupa jawaban
singkat, terdiri dari : nama responden, jenis kelamin, usia, pekerjaan, tingkat
pendidikan dan alamat responden. Pada bagian ini dilakukan analisa secara
deskriptif. Bagian II dari kuesioner terdiri dari pertanyaan sumber responden
mengetahui tentang antibiotik dan responden yang membeli antibiotik. Data yang
lengkap dari kuesioner tersebut dimasukkan ke dalam komputer. Metode
pengolahan data pada penelitian ini adalah dengan menggunakan program
pengolah data statistik SPSS (Statistical Product and Service Solutions) yang
kemudian dianalisa secara statistik deskriptif dan disajikan dalam bentuk tabel
distribusi frekuensi.
24
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei sampai dengan bulan Juli 2018
dengan menyebar kuesioner di apotek di wilayah Kecamatan Paseh. Penelitian ini
berjalan selama kurang lebih 2 bulan lamanya. Kuesioner ditujukan kepada
pelanggan apotek yang datang berkunjung untuk membeli antibiotik. Berdasarkan
data-data yang telah dikumpulkan hasil penelitian disajikan dalam beberapa data
dalam bentuk tabel dibawah ini.
4.1 Karakteristik Responden
Responden yang dipilih untuk penelitian ini adalah pengunjung apotek, dari
90 karakteristik responden di deskripsikan berdasarkan jenis kelamin, usia, tingkat
pendidikan dan pekerjaan (tabel 4.1).
Tabel 4.1 Karakteristik Responden
Variabel Jumlah (Orang) (%)
Jenis Kelamin
Laki-laki 30 33,3
Perempuan 60 66,7
Usia
17-25 tahun 20 22.2
26-35 tahun 33 36.6
36-45 tahun 22 24.4
46-55 tahun 14 15.5
55-65 tahun 1 1.11
Tingkat
Pendidikan
SD/Sederajat 9 10.0
SMP/Sederajat 25 27.8
SMA/Sederajat 41 45.6
Diploma 4 4.4
Sarjana 11 12.2
25
Pekerjaan
Pegawai Negeri 6 6.7
Buruh 24 26.6
Mengurus Rumah Tangga 30 33.3
Pelajar 9 10.0
Pegawai Swasta 7 7.8
Wirausaha 14 15.6
Total 90 100
Berdasarkan data responden pada tabel 4.1 jumlah responden perempuan
mendominasi 66,7% apabila dibandingkan dengan jumlah responden laki-laki
sebanyak 33,3%. Dari total responden hal ini terjadi karena menurut data statistik
wilayah Kecamatan Paseh, jumlah penduduk dengan jenis kelamin perempuan
lebih banyak 6.362 dibandingkan jumlah penduduk berjenis kelamin laki-laki
5.803 dari total jumlah penduduk Kecamatan Paseh sebanyak 12.165 penduduk.
Selain itu hal ini menunjukkan juga bahwa kecenderungan mengobati diri sendiri
lebih banyak dilakukan oleh perempuan baik untuk diri sendiri maupun untuk
keluarga. Kepedulian perempuan terhadap penyakit adalah sebagai bentuk
tanggung jawab rasa kasih yang dimiliki oleh perempuan baik sebagai ibu maupun
untuk keperluan perawatan diri sendiri atau keperluan penguatan dalam keluarga
(Harun, 2015).
Rentang usia pada responden dibagi menjadi 5 kategori usia (Depkes RI:2009),
dan disesuaikan dengan kriteria inklusi yakni usia >17 tahun. Berdasarkan data
yang diperoleh usia responden yang mendominasi adalah responden dengan
26
rentang usia antara 26-35 tahun lebih banyak (36.6%) dibanding usia 17-25 tahun
(22,2 %) dan pada usia 36-45 tahun (24,4%).
Pekerjaan responden juga beragam akan tetapi di dominasi oleh pekerjaan
mengurus rumah tangga sebanyak 33%, hal ini terjadi karena menurut data dari
website resmi kabupaten bandung pekerjaan paling banyak di kecamatan paseh
adalah mengurus rumah tangga dengan 1197 orang atau sekitar 22,19% dari
jumlah penduduk. Pekerjaan responden lainnya seperti buruh 26,7%, wirausaha
15,6%, pelajar dan mahasiswa 10.0%, pegawai swasta 7,8% dan PNS 6,7%.
Sedangkan untuk tingkat pendidikan responden didominasi oleh tamatan
SMA/Sederajat sebanyak 45,6% meskipun menurut data dari website resmi
Kabupaten Bandung bahwa tingkat pendidikan warga Kecamatan Paseh terbanyak
adalah tamatan SD sebanyak 60,8%, hal ini terjadi karena kriteria inklusi yang
digunakan adalah responden harus bisa membaca dan menulis dengan baik.
4.2 Asal Informasi Tentang Antibiotik
Tabel 4.2 : Asal Informasi Tentang Antibiotik
Variabel Jumlah (Orang) Persentase (%)
Dokter 28 31,1%
Farmasi 24 26,7%
Keluarga 18 20,0%
Media 8 8,9%
Perawat 5 5,6%
Bidan 7 7,8%
Berdasarkan pada tabel 4.2 jumlah responden yang mendapat informasi tentang
antibiotik dari dokter sebanyak 28 orang (31%), hampir tidak berbeda jauh dengan
27
informasi yang di dapat dari farmasis 24 orang (27%) dan asal informasi dari
sumber yang lain, keluarga (20%), internet (9%), bidan (8%) dan perawat (6%).
Sumber informasi responden tentang antibiotik yang paling banyak mendominasi
berasal dari dokter, hal ini dikarenakan setiap pasien memeriksakan kesehatannya
ke dokter dan mendapat resep antibiotik akan mendapat informasi antibiotik dari
dokter.
4.3 Tingkat Pengetahuan Umum Antibiotik
Tabel 4.3 Tingkat Pengetahuan Umum Antibiotik
Variabel Jumlah %
Pernah Mendengar Antibiotik
Pernah 86 96%
Tidak 4 4%
Membeli Antibiotik Tanpa Resep Dokter
Pernah 47 52%
Tidak 43 48%
Berdasarkan tabel 4.3 hasil observasi didapatkan bahwa, tingkat pengetahuan
umum reponden terhadap antibiotik sangat banyak 96%. Hal ini menunjukan
bahwa masyarakat sudah tidak asing lagi dengan antibiotik karena banyaknya
informasi mengenai antibiotik dari tenaga kesehatan serta media.
Berdasarkan pengamatan responden yang pernah membeli antibiotik tanpa
resep dokter pun cukup besar 52% meski tidak berbeda jauh dengan responden
yang tidak pernah membeli antibiotik tanpa resep dokter 48%. Jumlah antibiotik
yang dibeli responden beragam akan tetapi tidak ada yang terlalu banyak,
28
kebanyakan responden membeli 1 strip antibiotik. Berikut dijelaskan alasan
responden membeli antibiotik tanpa resep pada tabel 4.4
Tabel 4.4 Alasan Responden Membeli Antibiotik Tanpa Resep Dokter
Alasan %
Kecepatan waktu 23.08%
Keterbatasan Biaya 17.31 %
Diberi tahu orang lain 9.62 %
Mempunyai kerabat dokter/apoteker 5.77%
Untuk obat sakit gigi 17.31 %
Balai pengobatan jauh 1.92 %
Melanjutkan resep dokter 19.23 %
Kebiasaan 1.92 %
Sudah mengetahui obatnya 3.85 %
Dari hasil penelitian pada tabel 4.4 menunjukan alasan responden membeli
antibiotik tanpa resep dokter yaitu sebanyak 16 orang responden menyebutkan
karena biaya untuk berobat dan mendapatkan antibiotik dari dokter cukup mahal,
alasan kedua karena responden merasa sudah mengetahui jenis antibiotik yang
diperlukan ketika mengalami gejala penyakit yang sama sebanyak 14 orang.
Alasan ketiga karena alasan kecepatan (waktu), alasan ke empat responden
menyebutkan antibiotik digunakan untuk mengobati sakit gigi, untuk alasan
selanjutnya 9 responden membeli antibiotik berdasarkan resep yang pernah
diberikan oleh dokter sebelumnya dengan alasan biaya lebih murah, jumlah
respon ini sama dengan alasan responden diberi tahu oleh orang lain atau kerabat
29
yang pernah mengalami gejala penyakit yang sama. Resep antibiotik tidak dapat
diulang tanpa persetujuan dari dokter, akan tetapi masih banyak pasien yang
mengulang resep dokter dan tidak mengkonfirmasikan kepada dokter yang
bersangkutan.
4.4 Tingkat Pengetahuan Tentang Antibiotik
Tabel 4.5 Tingkat Pengetahuan Tentang Antibiotik
No Pertanyaan Jumlah Respon
Benar Persen %
1 Definisi Antibiotik 84 93,4 %
2 Bukan Antibiotik 29 32,2 %
3 Contoh Antibiotik 60 66,7 %
4
Semua penyakit
menggunakan antibiotik
atau tidak
3 3,33 %
5 Definisi resistensi 21 23,3 %
6 Cara konsumsi antibiotik 22 24,4 %
7 Waktu meminum antibiotik 18 20 %
8 Antibiotik dikonsumsi
dengan susu 18 20 %
9 Jika lupa minum antibiotik 67 74,4 %
10 Jika antibiotik masih ada
sisa 49 54,4 %
11 Kloramfenikol diberikan
kepada bayi 43 47,8 %
12 Perlakuan pasien terhadap
antibiotik kadaluarsa 57 63,3 %
30
Dari data pada tabel diatas dapat diketahui bahwa pertanyaan terbanyak yang
bisa dijawab benar oleh responden adalah tentang definisi dari antibioti, sebanyak
93,4% responden mampu menjawab dengan benar sehingga meskipun
pengetahuan tentang antibiotik responden berkisar sedang dan kurang akan tetapi
responden banyak yang bisa menjawab definisi antibiotik dengan benar, hal ini
terjadi karena antibiotik sudah tidak asing di tengah masyarakat karena banyak
resep dokter menggunakan antibiotik serta adanya peran tenaga kesehatan dan
media untuk memperkenalkan antibiotik. Selain itu responden juga bisa menjawab
dengan benar mengenai perlakuan jika lupa minum antibiotik sebanyak 74,4%
responden mengetahuinya kemungkinan karena membaca petunjuk pemakaian
dan jawaban menggunakan logika. Sedangkan untuk contoh antibiotik responden
yang mampu menjawab benar sebanyak 66,7%, responden mampu menjawab
benar kemungkinan karena responden sering mendengar tentang antibiotik. Akan
tetapi pertanyaan terbanyak yang di jawab salah oleh responden adalah tentang
apakah semua penyakit wajib menggunakan anbiotik atau tidak, hanya 3,33%
responden yang menjawab dengan benar, yakni tidak semua penyakit harus
menggunakan antibiotik. Kesalahan ini kemungkinan terjadi karena banyaknya
kasus penyalahgunaan antibiotik di lingkungan masyarakat seperti penggunaan
antibiotik yang tidak rasional dan tidak sesuai indikasi.
31
4.5 Penanggulangan Efek Samping
Tabel 4.6 Cara Penanggulangan Jika Terjadi Efek Samping
Konsultasi ke dokter 46
Berhenti minum lalu ke dokter 24
Konsultasi kepada apoteker 4
Berhenti minum lalu konsltasi dengan apoteker 2
Ke dokter dan apoteker 2
Berhenti minum 12
Jawaban responden jika mengalami efek samping (mual, muntah, gatal, diare)
setelah minum antibiotik yang benar sebanyak 46 responden (51,11%). Hampir
sebagian responden menjawab berhenti minum antibiotik dan dikonsultasikan ke
dokter. Jawaban yang lebih tepatnya seharusnya berhenti minum antibiotik,
dikonsultasikan ke dokter dan dikonsultasikan ke apoteker (dijawab ketiganya).
4.6 Tingkat Pengetahuan Responden
Tingkat pengetahuan dinilai dengan menggunakan 3 kategori skor yaitu
baik apabila menjawab >75% pertanyaan dengan benar, kategori cukup apabila
responden menjawab menjawab 50-75% pertanyaan dengan benar,dan kategori
kurang apabila responden menjawab <50% pertanyaan dengan benar. Tingkat
pengetahuan responden dapat dilihat pada tabel 4.7.
32
Tabel 4.7 Profil Tingkat Pengetahuan Responden
Kategori Jumlah Respon % Respon
Cukup 30 33,3
Kurang 60 66,7
Berdasarkan hasil observasi didapatkan bahwa, tingkat pengetahuan responden
terhadap antibiotik umumnya termasuk kategori kurang sebesar 66,7% , dengan
kategori cukup hanya 33,3% dan tidak ada responden dengan pengetahuan baik.
Hal ini dilihat dari distribusi jawaban benar pasien terkait pengetahuan tentang
antibiotik. Alasan rendahnya pengetahuan pasien terhadap pengunaan antibiotik
ini disebabkan karena banyak faktor seperti responden tidak serius mengisi
kuesioner, pertanyaan kuesioner yang terlalu sulit, kurangnya informasi tentang
antibiotik dari tenaga kesehatan terhadap warga Kecamatan Paseh serta faktor
lainnya. Diharapkan dengan hasil penelitian ini tenaga kesehatan serta semua
pihak yang bertanggung jawab bisa lebih meningkatkan pemberian informasi serta
edukasi mengenai antibiotik pada masyarakat Kecamatan Paseh agar tercapainya
penggunaan antibiotik yang rasional.
4.7 Hubungan Antara Demografi Dengan Tingkat Pengetahuan Tentang
Antibiotik
Analis hubungan karakteristik responden dengan tingkat pengetahuan
responden dilakukan dengan metode uji analisis chi Square. Hasil dari analisis
statistik serta skor per karakteristik responden dapat dilihat pada tabel berikut 4.8
33
Tabel 4.8 : Hubungan Karakteristik Responden Dengan Tingkat
Pengetahuan Responden
Karakteristik
Responden
Tingkat Pengetahuan Sig
Baik Sedang Kurang
Jenis Kelamin
0,002 Laki-laki 0 5 orang (16,7%) 25 orang (83,3%)
Perempuan 0 34 orang
(56,7%) 26 orang (43,3%)
Usia
17-25 tahun 0 6 orang (30%) 14 orang (60%)
0,968
26-35 tahun 0 10 orang
(31,2%) 22 orang (68,8%)
36-45 tahun 0 9 orang (42,8%) 13 orang (57,2%)
46-55 tahun 0 5 orang (35,7%) 9 orang (64,3%)
55-65 tahun 0 0 orang (0%) 1 orang (100%)
Tingkat Pendidikan
SD 0 7 orang (77,8%) 2 orang (22,2%)
0,000
SMP 0 4 orang (16%) 21 orang (84%)
SMA 0 15 orang
(36,6%) 26 orang (63,4%)
Diploma 0 1 orang (25%) 3 orang (75%)
Sarjana 0 5 orang (45,5%) 6 orang (54,5%)
Pekerjaan
Pegawai Negeri 0 0 orang (0 %) 6 orang (100%)
0,000
Pegawai Swasta 0 4 orang (30,77) 9 orang (69,23)
Wirausaha 0 0 orang (0%) 6 orang (100%)
Pelajar 0 0 orang (0%) 9 orang (100%)
Mengurus Rumah
Tangga 0
14 orang
(45,2%) 17 orang (54,8%)
Buruh 0 10 orang (40%) 15 orang (60%)
Untuk melihat kebermaknaan pengaruh dari demografi (jenis kelamin, usia,
tingkat pendidikan dan pekerjaan) terhadap tingkat pengetahuan responden
tentang antibiotik dilakukan uji chi square dengan hipotesis sebagai berikut :
34
H0 = Tidak ada pengaruh yang bermakna antara demografi (jenis kelamin, usia,
tingkat pendidikan dan pekerjaan) terhadap tingkat pengetahuan responden
tentang antibiotik.
H1 = Ada pengaruh yang bermakna antara demografi (jenis kelamin, usia, tingkat
pendidikan dan pekerjaan) terhadap tingkat pengetahuan responden tentang
antibiotik.
Jika signifikansi < 0,05 maka H1 diterima dan H0 ditolak
Jika signifikansi >0,05 maka H0 diterima dan H1 ditolak
Dari data diatas didapatkan hasil nilai signifikansi pada analisis usia adalah
0,968 >0,05 sehingga H0 diterima dan H1 ditolak atau dengan kata lain tidak
terdapat pengaruh yang bermakna antara usia dengan tingkat pengetahuan tentang
antibiotik responden.
Nilai signifikansi pada demografi jenis kelamin didapatkan nilai signifikansi
0,002 sehingga disimpulkan bahwa ada pengaruh yang bermakna antara jenis
kelamin dengan tingkat pengetahuan tentang antibiotik. Perempuan memilki
tingkat pengetahuan tentang antibiotik dibandingkan laki laki, hal ini disebabkan
perempuan lebih teliti dan tekun dalam menjawab kuesioner (Sholihan, 2015).
Usia tidak berpengaruh bermakna dengan tingkat pengetahuan antibiotik
karena nilai signifikansi yang didapatkan adalah 0,968 lebih besar dari 0,05
sehingga H0 diterima dan H1 ditolak. Meskipun usia tidak berpengaruh pada
tingkat pengetahuan.
35
Pada pekerjaan ada pengaruh bermakna terhadap pengetahuan responden
karena nilai signifikasi yang didapat 0,000. Dari data didapatkan bahwa pekerjaan
dengan skor paling besar adalah pelajar, PNS dan wirausaha. Pekerjaan
berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan karena berbeda pekerjaan tentu
informasi yang didapat berbeda, selain itu pergaulan di lingkungan pekerjaan juga
mempengaruhi pengetahuan informasi pasien (Manan, 2012)
Sedangkan jika dilihat dari tingkat pendidikan, nilai signifikansi yang
didapatkan adalah 0,000 artinya terdapat pengaruh antara tingkat pendidikan
terhadap tingkat pengetahuan responden terhadap antibiotik. Responden dengan
tingkat pendidikan dengan skor terbaik adalah SD dengan 77,8% sedangkan
sarjana hanya 45,5%. Seharusnya semakin tinggi pendidikan semakin tinggi pula
tingkat pengetahuan (Shahadeh, 2012), akan tetapi pada penelitian ini tidak sesuai
hal ini disebabkan beberapa faktor seperti responden yang tidak mengerjakan
kuesioner dengan serius ataupun karena pengalaman hidup dari pasien, meskipun
tamatan SD akan tetapi range usianya 36-45 tahun hal ini sesuai dengan data usia
dengan tingkat pengetahuan terbaik.
36
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Berdasarkan penelitian ini diketahui bahwa responden berjumlah 90 orang
dengan tingkat pengetahuan tentang antibiotik dalam kategori kurang 66,7% dan
kategori sedang 33,3%. Dari hasil uji chi square didapatkan hasil bahwa tidak
terdapat pengaruh bermakna antara usia dengan tingkat pengetahuan tentang
antibiotik. Sedangkan untuk jenis kelamin, pekerjaan dan tingkat pendidikan
berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan responden tentang antibiotik.
5.2 Saran
Penelitian selanjutnya dapat dilakukan dengan lebih spesifik pada jenis dan
jumlah antibiotik yang dibeli pasien serta analisa tingkat pengetahuan pada daerah
lain maupun dengan metode lain.
DAFTAR PUSTAKA
Amin, L.Z. (2014). Pemilihan Antibiotik Yang Rasional. Depok : Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Hal. 56-70.
Badan Pusat Statistik Kabupaten Bandung. (2018). Jumlah Penduduk
Kabupaten Bandung.
Baltazar, F., Azevedo, M.M., Pinheiro, C., Yaphe, J. (2009). Portuguese
student’sknowledge of antibiotics: a cross-sectional study of secondary
school and university students in Braga, 1-6 , (pp. 1–6).
Center for Indonesian Veterinary Analytical Studies (CIVAS). (2018). Ancaman
Resistensi
Depkes RI. (2011). Pedoman Umum Penggunaan Antibiotik. Diakses kamis,
(31 September 2018)
Katzung, B.G., Master, S.B., dan Trevor A.J. 2012. Farmakologi Dasar dan
Klinik Edisi Kedua belas. Jakarta: Buku Kedokteran EGC. Halaman
1020.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Pedoman Umum
Penggunaan Antibiotik. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. Hal. 71-
76.
Mannan, H., Wahiduddin., Rismayanti. 2012. Faktor Risiko Kejadian
Hipertensi Di Wilayah Kerja Puskesmas Bangkala Kabupaten
Jeneponto Tahun 2012. Jurnal Kesehatan Masyarakat.Volume I Tahun
2012.
Notoatmodjo, S. (2003). Pengantar Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku
Kesehatan.. Jakarta : PT. Rineka Cipta. Hal.55-57.
Notoadmodjo, S. (2007). Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta:
Rineka Cipta. Halaman 139-140.
Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka
Cipta.
Notoadmodjo, S. (2010). Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi. Jakarta:
Rineka Cipta. Halaman 45, 50-52.
Republik Indonesia. (2011). Pedoman Umum Penggunaan Antibiotik, 8–15.
Setiabudy, R., Gunawan, S. G., Nafrialdi dan Elysabeth. (2009). Antimikroba.
In: Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. 5th ed. Farmakologi dan Terapi. Jakarta : Balai
Penerbit FK UI. Hal 202-213.
38
Shehadeh, M., Suaifan, G., Darwish, R. M., Wazaify, M., Zaru, L., & Alja’fari, S.
(2012). Knowledge, attitudes and behavior regarding antibiotics use and
misuse among adults in the community of Jordan. A pilot study. Saudi
Pharmaceutical Journal, 20(2), 125–133.
Sholihan, Y. (2015). Tingkat Pengetahuan Tentang Antibiotik Pada
Pengunjung Apotek Di Kecamatan Jebres Kota Surakarta.
Utami, E.R. (2012). Antibiotika, Resistensi dan Rasionalitas Terapi. Jurnal
Saintis. Malang: Fakultas Sains dan Teknologi UIN Maliki. 1(1): 124-138
World Health Organization. (2015). Antibiotic resistance: Multi-country public
awareness survey, 1–4. Retrieved from
Wowiling, C., Goenawi, L. R., & Citraningtyas, G. (2013). Manado. Pengaruh
Penyuluhan Penggunaan Antibiotika Terhadap Tingkat Pengetahuan
Masyarakat Di Kota Manado, 2(3), 1.
39
LAMPIRAN
Lampiran I Surat Izin Penelitian
40
41
Lampiran II Kuesioner
42
43
44
45
Lampiran III Rekapitulasi Data Responden
46
47
48
Lampiran IV Data Validasi
49
50
51
52
53