Upload
duongtruc
View
221
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
ANALISIS DAMPAK PERUBAHAN IKLIM MIKRO TERHADAP PERMINTAAN WISATA
DI KAWASAN PUNCAK BOGOR
LORISA NDELA
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
RINGKASAN LORISA NDELA. Analisis Dampak Perubahan Iklim Mikro terhadap Permintaan Wisata di Kawasan Puncak Bogor. Dibimbing Oleh ACENG HIDAYAT dan RIZAL BAHTIAR.
Perubahan iklim merupakan isu global yang menjadi sorotan dunia saat ini. Perubahan iklim ditandai dengan meningkatnya suhu rata-rata bumi secara global. Fenomena perubahan iklim berpengaruh terhadap kondisi iklim mikro di kawasan wisata Puncak Bogor. Adanya perubahan iklim dapat mempengaruhi tingkat permintaan wisata di Puncak. Tujuan penelitian ini adalah 1) menganalisis fenomena perubahan iklim mikro selama sepuluh tahun terakhir di Puncak, 2) menganalisis dampak perubahan iklim mikro terhadap permintaan wisata di Puncak, 3) mengestimasi besarnya kerugian yang diterima obyek wisata akibat adanya pengaruh perubahan iklim, dan 4) mengkaji strategi adaptasi pengelola obyek wisata di Puncak dalam menghadapi perubahan iklim.
Karakteristik iklim mikro di Puncak selama sepuluh tahun terakhir telah mengalami perubahan, ditandai dengan adanya peningkatan suhu udara rata-rata, peningkatan jumlah curah hujan, peningkatan jumlah hari hujan, dan penurunan kecepatan angin. Hari hujan yang semakin panjang pada bulan kering (Juni, Juli, Agustus) mengakibatkan menurunnya permintaan wisata kebun teh di Puncak pada bulan tersebut selama empat tahun terakhir. Berdasarkan hasil estimasi pada model regresi linear berganda diketahui bahwa faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tingkat permintaan wisata di Puncak dilihat dari jumlah kunjungan wisatawan adalah biaya perjalanan, kecepatan angin, curah hujan, hari hujan, pendapatan, dan jarak tempuh. Sementara variabel yang tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat kunjungan wisatawan adalah umur dan pendidikan terakhir.
Berdasarkan hasil estimasi analisis perubahan pendapatan, diperoleh bahwa wisata paralayang mengalami kerugian ekonomi terbesar yaitu sejumlah Rp 6.600.000 saat kondisi angin tidak mendukung kegiatan wisata. Wisata flying fox TWM mengalami kerugian terbesar saat kondisi angin sedang tidak mendukung yaitu sebesar Rp 3.705.000. Wisata arung jeram SOAR juga mengalami kerugian terbesar yaitu sebesar Rp 32.100.000 saat angin terlalu kencang dan wisata kebun teh Gunung Mas mengalami kerugian terbesar jika turun hujan sebesar Rp 12.078.000 pada tahun 2008 dan sebesar Rp 2.220.000 pada tahun 2009. Kerugian ini akan terus meningkat apabila tidak ada usaha yang dilakukan. Oleh karena itu, perlu adanya kebijakan dari pemerintah dan adaptasi yang dilakukan pengelola wisata, seperti: 1) sosialisasi dari pemerintah untuk memberikan informasi mengenai fenomena perubahan iklim mikro kepada pihak pengelola wisata di Puncak agar dapat menyiasati fenomena perubahan iklim mikro yang terjadi, 2) memberikan diskon atau potongan harga tiket obyek wisata, 3) memperbaiki infrastruktur, 4) menciptakan suatu kegiatan wisata yang sesuai dengan kondisi lingkungan atau cuaca di Puncak sekarang, 5) meningkatkan pelayanan, dan 6) meningkatkan promosi wisata Puncak.
Kata kunci : perubahan iklim mikro, permintaan wisata, adaptasi pengelola
wisata, kerugian ekonomi
ANALISIS DAMPAK PERUBAHAN IKLIM MIKRO TERHADAP PERMINTAAN WISATA
DI KAWASAN PUNCAK BOGOR
LORISA NDELA
H44070044
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
Judul Skripsi : Analisis Dampak Perubahan Iklim Mikro terhadap Permintaan Wisata di Kawasan Puncak Bogor
Nama : Lorisa Ndela NIM : H44070044
Disetujui
Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT. Rizal Bahtiar, S.Pi, M.Si. Pembimbing I Pembimbing II
Diketahui
Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT. Ketua Departemen
Tanggal Lulus :
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Analisis Dampak Perubahan Iklim
Mikro terhadap Permintaan Wisata di Kawasan Puncak Bogor adalah karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun
pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari
karya diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan
dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Juli 2011
Lorisa Ndela H44070044
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua
pihak yang telah membantu baik moril maupun materil untuk menyelesaikan
skripsi ini, yaitu kepada :
1. Allah SWT dan Rasulullah Muhammad SAW atas terselesaikannya skripsi ini.
2. Ayahanda (Syafrul SU), Ibunda (Nurlaila), dan ketiga saudaraku (Firstri,
Dirga dan Bara) tercinta yang selalu memberikan semangat dan doa yang tulus
serta kasih sayang dan dukungan kepada penulis selama ini.
3. Bapak Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT sebagai dosen pembimbing pertama yang
telah memberikan bimbingan, saran, dorongan dan pengarahan yang sangat
berarti kepada penulis selama penelitian.
4. Bapak Rizal Bahtiar, S.Pi, M.Si sebagai dosen pembimbing kedua yang telah
memberikan semangat, perhatian, bimbingan, motivasi, saran, dan pengarahan
kepada penulis dengan penuh kesabaran.
5. Ibu Meti Ekayani S.Hut, M.Sc selaku dosen penguji utama dan Ibu Pini
Wijayanti, SP, M.Si. selaku dosen perwakilan departemen.
6. Danang Adi P. dan sahabat-sahabat terbaikku (Dessy Christiarini, Citra
Anggun, Ririe Ramdasari, Junita Naditia), teman-teman 1 PS (Moko, Mia,
Awi, Erin, Putri), dan seluruh mahasiswa/i ESL 44 yang selalu membantu,
mendoakan, dan memberi semangat/dukungan kepada penulis hingga saat ini.
7. Seluruh staf pengajar dan karyawan/wati di Departemen Ekonomi
Sumberdaya dan Lingkungan, FEM IPB.
8. Kang Iman, Nursedi, Pak Kus, dan seluruh pihak pengelola wisata Puncak
yang telah membantu dalam pengambilan data selama penelitian.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT atas segala
berkat, rahmat, dan hidayah-Nya. Salawat serta salam penulis kirimkan kepada
Nabi besar Muhammad SAW, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini
dengan baik. Skripsi yang berjudul “Analisis Dampak Perubahan Iklim Mikro
terhadap Permintaan Wisata di Kawasan Puncak Bogor” disusun sebagai salah
satu syarat memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ekonomi
Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut
Pertanian Bogor.
Penulis mendapatkan banyak dukungan dan bantuan dari berbagai pihak
baik secara moril maupun materil. Kritik dan saran sangat diharapkan untuk
memperoleh kesempurnaan dalam penulisan berikutnya. Semoga penelitian ini
dapat bermanfaat bagi penulis dan pembacanya serta pihak-pihak yang
membutuhkan.
Bogor, Juli 2011
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ................................................................................. vii
DAFTAR ISI ................................................................................................ viii
DAFTAR TABEL ........................................................................................ xi
DAFTAR GAMBAR ................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xiv
I. PENDAHULUAN .............................................................................. 1
1.1. Latar Belakang ............................................................................. 1 1.2. Perumusan Masalah ..................................................................... 5 1.3. Tujuan Penelitian ......................................................................... 6 1.4. Manfaat Penelitian ....................................................................... 7 1.5. Ruang Lingkup Penelitian ........................................................... 7
II. TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 8
2.1. Cuaca dan Iklim ........................................................................... 8 2.2. Pemanasan Global dan Perubahan Iklim ..................................... 9
2.2.1. Dampak Perubahan Iklim Secara Umum .......................... 11 2.2.2. Dampak Perubahan Iklim di Indonesia ............................. 13
2.3. Pariwisata .................................................................................... 14 2.4. Permintaan Wisata ....................................................................... 15 2.5. Dampak Perubahan Iklim terhadap Sektor Pariwisata ................ 17 2.6. Pengertian Adaptasi Perubahan Iklim ......................................... 18
III. KERANGKA PEMIKIRAN ............................................................... 20
IV. METODE PENELITIAN .................................................................... 23
4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ....................................................... 23 4.2. Jenis dan Sumber Data ................................................................ 23 4.3. Metode Pengambilan Contoh ...................................................... 24 4.4. Metode Pengolahan dan Analisis Data ........................................ 24
4.4.1. Analisis Fenomena Perubahan Iklim Mikro di Kawasan Puncak Bogor .................................................................... 25
4.4.2. Analisis Dampak Perubahan Iklim Mikro terhadap Permintaan Wisata ............................................................ 26
4.4.3. Estimasi Kerugian Ekonomi Obyek Wisata di Puncak Akibat Adanya Perubahan Iklim Mikro ............................ 29
4.4.4. Rekomendasi Kebijakan Adaptasi Pengelola Obyek Wisata dalam Menghadapi Perubahan Iklim .................... 30
4.5. Pengujian Parameter .................................................................... 30 4.5.1. Uji Statistika ...................................................................... 30
4.5.1.1. Koefisien Determinasi ......................................... 30 4.5.1.2. Uji Statistik t ........................................................ 31
ix
4.5.1.3. Uji Statistik F ....................................................... 31 4.5.2. Uji Ekonometrika .............................................................. 32
4.5.2.1. Uji Multikolinear ................................................. 33 4.5.2.2. Uji Heteroskedastisitas ........................................ 33
V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN ............................................... 35
5.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ........................................... 35 5.1.1. Kondisi Geografis ............................................................. 35 5.1.2. Kondisis Topografis .......................................................... 36 5.1.3. Demografi ......................................................................... 37 5.1.4. Kondisi Iklim .................................................................... 38 5.1.5. Daya Tarik Wisata ............................................................ 39 5.1.6. Aksesibilitas ...................................................................... 42 5.1.7. Pengelolaan ....................................................................... 43
5.2. Gambaran Umum Responden Penelitian ..................................... 44 5.2.1. Karakteristik Sosial Ekonomi ........................................... 44 5.2.2. Daerah Asal ....................................................................... 46 5.2.3. Motivasi Kunjungan .......................................................... 47 5.2.4. Frekuensi Kunjungan ........................................................ 48 5.2.5. Cara Kedatangan ............................................................... 48
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................... 50
6.1. Perubahan Iklim Mikro di Kawasan Wisata Puncak Bogor ........ 50 6.1.1. Curah Hujan ...................................................................... 50 6.1.2. Jumlah Hari Hujan ............................................................ 52 6.1.3. Kecepatan Angin ............................................................... 54 6.1.4. Pengaruh Perubahan Iklim Global terhadap Perubahan
Iklim Mikro ....................................................................... 57 6.2. Pengaruh Perubahan Iklim Mikro terhadap Permintaan Wisata . 60
6.2.1. Persepsi Wisatawan terhadap Perubahan Iklim Mikro di Puncak ............................................................................... 61
6.2.2. Model Fungsi Permintaan Wisata Kawasan Puncak dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi ................................... 65
6.2.3. Pengaruh Kecepatan Angin terhadap Permintaan Wisata ............................................................................... 78 6.2.4. Pengaruh Curah Hujan terhadap Permintaan Wisata ........ 81 6.2.5. Pengaruh Hari Hujan terhadap Permintaan Wisata .......... 84 6.2.6. Pengaruh Perubahan Iklim Mikro terhadap Permintaan
Wisata di Puncak pada Bulan Kering ............................... 87 6.3. Analisis Kerugian Ekonomi Beberapa Obyek Wisata di Puncak
Akibat Adanya Perubahan Iklim Mikro ...................................... 88 6.4. Implikasi Kebijakan Adaptasi Pengelola Wisata Puncak
terhadap Perubahan Iklim Mikro ................................................. 93
VII. KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................... 95
7.1. Kesimpulan .................................................................................. 95 7.2. Saran ............................................................................................ 96
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 97
x
LAMPIRAN ................................................................................................. 100
RIWAYAT HIDUP ..................................................................................... 113
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Banyaknya Wisatawan yang Berkunjung ke Obyek Wisata di Kabupaten Bogor Tahun 2010 ............................................................ 4
2. Keterkaitan Tujuan, Sumber Data dan Metode Analisis Data ............ 25
3. Persentase Pekerja Sektor Informal Menurut Lapangan Usaha Utama di Kabupatan Bogor Tahun 2009 ............................................ 38
4. Data Kunjungan Wisatawan ke Kabupaten Bogor Tahun 2010 ......... 42
5. Karakteristik Sosial Ekonomi Responden Wisatawan ........................ 46
6. Perkembangan Curah Hujan di Puncak Tahun 2001-2010 ................. 50
7. Perkembangan Jumlah Hari Hujan di Puncak Tahun 2001-2010 ....... 53
8. Perkembangan Kecepatan Angin di Puncak Tahun 2001-2010 .......... 55
9. Hasil Estimasi Model Permintaan Wisata di kawasan Puncak ........... 66
10. Hasil Estimasi Koefisien Determinasi Model Permintaan Wisata ...... 70
11. Hasil Estimasi Uji ANOVA Model Permintaan Wisata di Puncak .... 71
12. Hasil Estimasi Tolerance dan VIF dari Model Permintaan Wisata .... 73
13. Hasil Estimasi Uji Park ....................................................................... 74
14. Hasil Estimasi Model Permintaan Wisata Kebun Teh Gunung Mas di kawasan Puncak .............................................................................. 75
15. Hasil Estimasi Tolerance dan VIF dari Model Permintaan Wisata Kebun Teh Gunung Mas ..................................................................... 77
16. Hasil Estimasi Uji Park dari Model Permintaan Wisata Kebun Teh Gunung Mas ........................................................................................ 77
17. Hasil Estimasi Kerugian Obyek Wisata Akibat Dampak Perubahan Iklim .................................................................................. 89
xi
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Kerangka Pemikiran Operasional ....................................................... 22
2. Sebaran Daerah Asal Wisatawan Kawasan Puncak ............................ 47
3. Sebaran Motivasi Kunjungan Wisatawan ke Kawasan Puncak .......... 48
4. Sebaran Frekuensi Kunjungan Wisatawan ke Kawasan Puncak ........ 48
5. Sebaran Cara Kedatangan Responden ................................................ 49
6. Perkembangan Jumlah Curah Hujan Bulanan di Puncak Tahun 2001-2010 ................................................................................ 51
7. Volume Curah Hujan Tahunan di Puncak Tahun 2001-2010 ............. 51
8. Perkembangan Jumlah Hari Hujan Bulanan di Puncak Tahun 2001-2010 ................................................................................ 54
9. Jumlah Hari Hujan Tahunan di Puncak Tahun 2001-2010 ................. 54
10. Perkembangan Rata-rata Kecepatan Angin Bulanan di Puncak Tahun 2006-2010 ................................................................................ 56
11. Kecepatan Angin Rata-rata Tahunan di Puncak Tahun 2001-2010 .... 56
12. Data Historis Kenaikan Konsentrasi CO2 Global ............................... 57
13. Perkembangan Suhu Rata-rata di Bumi Tahun 1950-2007 ................ 58
14. Data Historis Kenaikan Rata-rata Temperatur Tahunan di Indonesia Tahun 1950-2000 ........................................................... 59
15. Suhu Udara Rata-rata di kawasan Puncak Bogor Tahun 2001-2010 ........................................................................................... 60
16. Persentase Perubahan Suhu Udara yang dirasakan Responden di Puncak Selama Sepuluh Tahun Terakhir ........................................ 61
17. Persentase Perubahan Curah Hujan yang dirasakan Responden di Puncak Selama Sepuluh Tahun Terakhir ........................................ 62
18. Persentase Perubahan Jumlah Hari Hujan yang dirasakan Responden di Puncak Selama Sepuluh Tahun Terakhir ..................... 63
19. Persentase Perubahan Kecepatan Angin yang dirasakan Responden di Puncak Selama Sepuluh Tahun Terakhir ..................... 63
20. Persentase Jumlah Responden yang Dipengaruhi dan Tidak Dipengaruhi Kondisi Cuaca dalam Mengambil Keputusan Berwisata ............................................................................................. 64
21. Grafik Scatterplots (Y=SRESID dan X=ZPRED) .............................. 73
xii
xiii
22. Tren Kecepatan Angin di Puncak dan Jumlah Pengunjung Wisata Paralayang Bulan Desember 2010 – April 2011 ................................. 78
23. Tren Kecepatan Angin di Puncak dan Jumlah Pengunjung Flying Fox Taman Wisata Matahari Selama Tahun 2009 .................. 79
24. Tren Kecepatan Angin di Puncak dan Jumlah Pengunjung Agrowisata Gunung Mas Selama Tahun 2008.................................... 79
25. Tren Kecepatan Angin di Puncak dan Jumlah Pengunjung Agrowisata Gunung Mas Selama Tahun 2009.................................... 80
26. Tren Kecepatan Angin di Puncak dan Jumlah Pengunjung Arung Jeram SOAR Taman Wisata Matahari Selama Tahun 2009 ............... 80
27. Tren Curah Hujan di Puncak dan Jumlah Pengunjung Wisata Paralayang Bulan Desember 2010 – April 2011 ................................. 81
28. Tren Curah Hujan di Puncak dan Jumlah Pengunjung Flying Fox Taman Wisata Matahari Selama Tahun 2009 ..................................... 82
29. Tren Curah Hujan di Puncak dan Jumlah Pengunjung Arung Jeram SOAR Taman Wisata Matahari Selama Tahun 2009 ......................... 82
30. Tren Curah Hujan di Puncak dan Jumlah Pengunjung Agrowisata Gunung Mas Selama Tahun 2008 ....................................................... 83
31. Tren Curah Hujan di Puncak dan Jumlah Pengunjung Agrowisata Gunung Mas Selama Tahun 2009 ....................................................... 83
32. Tren Jumlah Hari Hujan di Puncak dan Jumlah Pengunjung Wisata Paralayang Bulan Desember 2010 - April 2011 ................................. 84
33. Tren Jumlah Hari Hujan di Puncak dan Jumlah Pengunjung Flying Fox Taman Wisata Matahari Selama Tahun 2009 .................. 85
34. Tren Jumlah Hari Hujan di Puncak dan Jumlah Pengunjung Arung Jeram SOAR Taman Wisata Matahari Selama Tahun 2009 ............... 85
35. Tren Jumlah Hari Hujan di Puncak dan Jumlah Pengunjung Agrowisata Gunung Mas Selama Tahun 2008.................................... 86
36. Tren Jumlah Hari Hujan di Puncak dan Jumlah Pengunjung Agrowisata Gunung Mas Selama Tahun 2009.................................... 86
37. Tren Perkembangan Curah Hujan di Puncak Pada Bulan Kering (Juni, Juli, dan Agustus) Tahun 2007-2010 ........................................ 87
38. Tren Perkembangan Jumlah Hari Hujan di Puncak Pada Bulan Kering (Juni, Juli, dan Agustus) Tahun 2007-2010 ............................ 87
39. Tren Jumlah Pengunjung Wisata Kebun Teh Gunung Mas Pada Bulan Kering (Juni, Juli, dan Agustus) Tahun 2007-2010 ................. 88
40. Jumlah Pengunjung atau Tamu Menginap di Hotel Puncak Selama Sepuluh Tahun Terakhir ......................................................... 92
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Data Hotel/ Villa di Kawasan Puncak Bogor ...................................... 100
2. Hasil Estimasi Model Regresi Linear Berganda dengan Program SPSS 13.0 for Windows ....................................................................... 101
3. Gambar Sebaran Titik Normal dan Titik Minimum Jumlah Pengunjung Beberapa Obyek Wisata Akibat Perubahan Iklim .......... 105
4. Hasil Estimasi Kerugian Obyek Wisata .............................................. 110
5. Gambar Obyek Wisata Lokasi Penelitian ........................................... 111
6. Peta Wisata Kawasan Puncak ............................................................. 112
xiv
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Perubahan iklim merupakan isu global yang menjadi sorotan dunia saat
ini. Perubahan iklim ditandai dengan meningkatnya suhu rata-rata bumi secara
global. Peningkatan suhu ini oleh IPCC (Intergovernmental Panel on Climate
Change) dipastikan dipengaruhi oleh meningkatnya konsentrasi gas-gas rumah
kaca di atmosfer yang menimbulkan pemanasan global bumi (KLH, 2009).
Salah satu fenomena perubahan iklim adalah meningkatnya curah hujan.
Menurut Harmoni (2005), distribusi curah hujan telah membawa dampak yang
luas dalam banyak segi kehidupan manusia dan diperkirakan akan terus
memburuk jika emisi gas rumah kaca (GRK) tidak dapat dikurangi dan
distabilkan.
Sepanjang tahun 2007 yang lalu hingga awal tahun 2008, bencana banjir,
kekeringan, angin topan, dan tingginya gelombang laut silih berganti menimpa
sebagian besar daerah di Indonesia sebagai akibat berubahnya iklim. Berdasarkan
data yang dihimpun oleh Bappenas, selama periode tahun 2003 hingga 2005 telah
terjadi 1429 kejadian bencana, dimana banjir adalah bencana yang paling sering
terjadi diikuti oleh tanah longsor (KLH, 2007).
Beberapa dekade ini, iklim dunia mengalami perubahan yang tidak
menentu. Flannery (2005) menyatakan bahwa kegiatan manusia merupakan
kontribusi terbesar terjadinya perubahan iklim global. Perubahan iklim menunjuk
pada adanya perubahan pada iklim yang disebabkan secara langsung maupun
tidak langsung oleh kegiatan manusia yang mengubah komposisi atmosfer global.
Kegiatan manusia dari berbagai kegiatan industri, di lapangan (seperti deforestasi)
atau yang berkaitan dengan transportasi atau rumah tangga menghasilkan gas
rumah kaca yang jumlahnya terus meningkat, terutama gas karbondioksida, yang
diemisikan ke atmosfer. Hal ini menyebabkan bertambah panasnya permukaan
bumi dan memicu terjadinya perubahan iklim global. Pesatnya perkembangan
industri di dunia mengakibatkan semakin cepatnya perubahan yang terjadi pada
iklim.
Perubahan iklim yang merupakan isu utama dunia mempunyai keterkaitan
terhadap sektor pariwisata. Meunurut Rosyidie (2004), perubahan iklim akan
memberikan pengaruh yang besar terhadap dunia kepariwisataan, baik itu
terhadap preferensi wisatawan akan daerah tujuan wisatanya maupun berubahnya
daya tarik wisata yang berakibat juga pada perubahan pengelolaan destinasi
pariwisata.
Dampak perubahan iklim global terjadi juga di Indonesia yang sangat
mengandalkan potensi sumber daya alam, keanekaragaman hayati dan budayanya
dalam mengembangkan kepariwisataan. Perubahan iklim di Indonesia
diperkirakan mempengaruhi karakteristik dan pola kunjungan wisatawan. Produk
pariwisata khususnya daya tarik wisata, baik alam maupun budaya, akan
terpengaruh oleh fenomena perubahan iklim tersebut. Oleh karena itu, diperlukan
antisipasi dampak perubahan iklim terhadap pariwisata dan berbagai kebijakan
terkait sehingga diharapkan dapat memperkecil dampak yang mungkin
ditimbulkan.
Pariwisata adalah salah satu sektor yang berperan besar dalam
meningkatkan perekonomian di Indonesia. Pariwisata perlu diberdayakan karena
2
3
selain sebagai sumber penerimaan, serta pengembangan dan pelestarian seni
budaya, juga membangkitkan sektor perekonomian.
Salah satu tujuan wisata di Indonesia yang banyak diminati para
wisatawan, baik domestik maupun mancanegara adalah Kabupaten Bogor.
Kabupaten Bogor memiliki banyak obyek wisata yang menarik perhatian
pengunjung. Pengembangan kepariwisataan Kabupaten Bogor perlu terus
dilakukan dengan meningkatkan seluruh potensi pariwisata, peningkatan jumlah
kunjungan wisatawan nusantara dan wisatawan mancanegara, peningkatan lama
tinggal wisatawan, penyerapan angkatan kerja secara maksimal, peningkatan
kontribusi pada PAD dan kesejahteraan masyarakat1.
Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Pariwisata, beberapa obyek
wisata yang terdapat di Kabupaten Bogor antara lain Taman Safari Indonesia,
Talaga Warna, Wisata Agro Gunung Mas, Curug Cilember, Taman Wisata
Matahari, Taman Wisata Mekarsari, Air Panas GSE, Sirkuit Sentul, Wana Wisata
Bodogol, Taman Rekreasi Lido, Pemandian Air Panas Tirta Sanita, Wana Wisata
Buper Gunung Bunder, Curug Nangka, Warso Farm, Curug Panjang, Taman
Merlimba, dan sebagainya. Beberapa obyek wisata tersebut merupakan obyek
wisata unggulan di Kabupaten Bogor, hal ini terlihat dari banyaknya wisatawan
baik wisatawan mancanegara maupun nusantara yang berkunjung pada tahun
2010, sebagaimana terlihat pada Tabel 1.
1http://www.kotabogor.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=3232&Itemid=694. 2007. Profil Investasi Bidang Pariwisata Kota Bogor. Diakses pada tanggal 9 Juni 2010.
4
Tabel 1. Banyaknya Wisatawan yang Berkunjung ke Obyek Wisata di Kabupaten Bogor Tahun 2010
Sumber : Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Bogor (2010)
No Nama Obyek Wisata Lokasi
Kunjungan Wisatawan Wisatawan Nusantara
Wisatawan Mancanegara
Jumlah
1 Taman Safari Indonesia
Cisarua 691.948 8.413 700.362
2 Taman Wisata Mekarsari
Cileungsi 331.436 4.284 335.720
3 Wisata Agro Gunung Mas
Cisarua 325.135 2.351 327.486
4 Curug Cilember Cisarua 204.894 4.706 209.6005 Taman Wisata
Matahari Cisarua 124.575 0 124.575
6 Warso Farm Cijeruk 84.722 0 84.7227 Wana Wisata
Buper Gunung Bunder
Pamijahan 84.585 0 84.585
8 Pemandian Air Panas Tirta Sanita
Ciseeng 77.444 1.205 78.649
9 Sirkuit Sentul Citeureup 73.496 1.605 75.10010 Curug Nangka Tamansari 70.583 27 70.61111 Taman Merlimba Cisarua 66.546 11 66.55712 Curug Panjang Megamendung 18.650 0 18.65013 Air Panas GSE Pamijahan 18.245 36 18.28114 Talaga Warna Cisarua 15.882 569 16.45115 Wana Wisata
Bodogol Cigombong 8.779 105 8.884
16 Taman Rekreasi Lido
Cigombong 6.132 0 6.132
Salah satu tempat wisata utama di Kabupaten Bogor adalah kawasan
Puncak. Kawasan ini dikenal sebagai tempat yang segar dengan wilayah
pegunungan yang alami. Selain suasana yang nyaman, kawasan ini memiliki
banyak obyek wisata yang menarik untuk dikunjungi, seperti Wisata Agro
Gunung Mas, Taman Safari Indonesia, Curug Cilember, Talaga Warna, Taman
Wisata Matahari, Curug Panjang, Taman Merlimba, dan sebagainya. Tidak hanya
obyek wisata yang menarik wisatawan untuk datang ke Puncak, melainkan
banyaknya tempat persinggahan seperti hotel dan villa bagi wisatawan yang ingin
menginap. Seiring berjalannya waktu dan berubahnya iklim mikro di kawasan
5
Puncak Bogor, jumlah wisatawan yang datang mengalami perubahan tiap
tahunnya.
Fenomena perubahan iklim berpengaruh terhadap kondisi iklim mikro di
kawasan wisata Puncak Bogor. Salah satu fenomena perubahan iklim yang terjadi
di kawasan Puncak Bogor adalah meningkatnya suhu udara. Saat ini, udara di
kawasan Puncak Bogor tidak sedingin dulu karena adanya peningkatan gas CO2
akibat kendaraan bermotor dan banyaknya lahan pertanian di kawasan Puncak
yang beralih fungsi menjadi perumahan, hotel, ataupun villa (Wahyuni et al.,
2006).
Adanya perubahan iklim diduga dapat mempengaruhi tingkat permintaan
wisata di Puncak. Oleh karena itu, penelitian ini akan menganalisis dampak
perubahan iklim mikro terhadap permintaan wisata di kawasan Puncak Bogor.
1.2. Perumusan Masalah
Perubahan iklim global yang terjadi saat ini berpengaruh terhadap kondisi
iklim mikro di kawasan wisata Puncak Bogor. Salah satu fenomena perubahan
iklim di kawasan Puncak Bogor adalah berubahnya suhu udara rata-rata sepanjang
tahun. Udara di Puncak saat ini tidak sedingin dulu dan kondisi cuaca semakin
tidak menentu.
Kajian mengenai dampak perubahan iklim terhadap tingkat permintaan
wisata penting untuk dilakukan. Hal ini dilakukan untuk mengetahui sejauh mana
pengaruh perubahan iklim mikro yang terjadi di kawasan wisata Puncak Bogor
terhadap jumlah permintaannya. Penelitian ini juga memberikan informasi
mengenai rekomendasi kebijakan adaptasi yang dapat dilakukan pihak pengelola
wisata dalam menghadapi perubahan iklim.
6
Berdasarkan uraian tersebut, maka perumusan masalah dalam penelitian
ini sebagai berikut:
1. Bagaimana fenomena perubahan iklim mikro yang terjadi selama sepuluh
tahun terakhir di kawasan wisata Puncak Bogor?
2. Bagaimana dampak perubahan iklim mikro terhadap permintaan wisata di
kawasan Puncak Bogor?
3. Berapa besarnya kerugian yang diterima obyek wisata akibat adanya pengaruh
perubahan iklim?
4. Bagaimana strategi adaptasi yang dapat dilakukan pengelola obyek wisata di
kawasan Puncak Bogor terhadap perubahan iklim?
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah, maka tujuan dari penelitian ini sebagai
berikut:
1. Menganalisis fenomena perubahan iklim mikro selama periode sepuluh tahun
terakhir di kawasan wisata Puncak Bogor.
2. Menganalisis dampak perubahan iklim mikro terhadap permintaan wisata di
kawasan Puncak Bogor.
3. Mengestimasi besarnya kerugian yang diterima obyek wisata akibat adanya
pengaruh perubahan iklim.
4. Mengkaji strategi adaptasi pengelola obyek wisata di kawasan Puncak Bogor
dalam menghadapi perubahan iklim.
7
1.4. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Bagi peneliti diharapkan penelitian ini dapat berguna di dalam pengembangan
ilmu pengetahuan.
2. Bagi akademisi diharapkan penelitian ini dapat menjadi referensi dalam
mengkaji dampak perubahan iklim terhadap sektor pariwisata dalam lingkup
yang lebih luas.
3. Bagi pengelola obyek wisata di kawasan Puncak Bogor diharapkan dapat
menjadi masukan dalam menentukan kebijakan untuk mengatasi dampak
perubahan iklim khususnya dampak terhadap permintaan wisata.
1.5. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini mengkaji dampak perubahan iklim terhadap tingkat
permintaan wisata di kawasan Puncak Bogor. Analisis karakteristik perubahan
iklim diantaranya kecepatan angin, curah hujan, dan hari hujan. Analisis dampak
perubahan iklim terhadap permintaan wisata dengan menggunakan model regresi
linear berganda dilakukan pada dua cakupan wilayah, yaitu analisis dampak
perubahan iklim terhadap permintaan wisata di kebun teh Gunung Mas dan
analisis dampak perubahan iklim yang dirasakan pengunjung Puncak terhadap
permintaan wisata di Puncak (wisata kebun teh, wisata paralayang, wisata
outbound, dan juga di beberapa hotel/villa). Perubahan permintaan wisata akibat
adanya pengaruh iklim berdampak pada obyek wisata sehingga strategi adaptasi
yang dilakukan pihak pengelola obyek wisata tersebut penting sebagai kebijakan
dalam mengurangi dampak yang mungkin ditimbulkan oleh perubahan iklim.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Cuaca dan Iklim
Menurut Sarjani (2009), cuaca dan iklim merupakan akibat dari proses-
proses yang terjadi di atmosfer yang menyelubungi bumi. Cuaca adalah keadaan
udara pada saat tertentu dan di wilayah tertentu yang relatif sempit pada jangka
waktu yang singkat. Cuaca terbentuk dari gabungan unsur cuaca dimana jangka
waktu cuaca bisa hanya beberapa jam saja (pagi hari, siang hari atau sore hari),
dan keadaannya bisa berbeda-beda untuk setiap tempat serta setiap jamnya.
Iklim adalah keadaan cuaca rata-rata dalam waktu satu tahun yang
penyelidikannya dilakukan dalam waktu yang lama (minimal 10 tahun) dan
meliputi wilayah yang luas. Iklim dapat terbentuk karena adanya:
a. Rotasi dan revolusi bumi, sehingga terjadi pergeseran semu harian matahari
dan tahunan.
b. Perbedaan lintang geografi dan lingkungan fisis. Perbedaan ini menyebabkan
timbulnya penyerapan panas matahari oleh bumi sehingga besar pengaruhnya
terhadap kehidupan di bumi.
Ada beberapa unsur yang mempengaruhi keadaan cuaca dan iklim suatu
daerah atau wilayah, yaitu:
a. Suhu atau temperatur udara
Suhu atau temperatur udara adalah derajat panas dari aktifitas molekul dalam
atmosfer.
b. Tekanan udara
Tekanan udara adalah suatu gaya yang timbul akibat adanya berat dari lapisan
udara. Besarnya tekanan udara di setiap tempat pada suatu saat berubah-ubah.
9
Makin tinggi suatu tempat dari permukaan laut, makin rendah tekanan
udaranya. Hal ini disebabkan karena makin berkurangnya udara yang
menekan.
c. Angin
Angin adalah udara yang bergerak dari daerah bertekanan udara tinggi ke
daerah bertekanan udara rendah.
d. Kelembaban udara
Kelembaban udara adalah banyaknya uap air yang terkandung dalam massa
udara pada saat dan tempat tertentu.
e. Curah hujan
Curah hujan adalah jumlah air hujan yang turun pada suatu daerah dalam
waktu tertentu. Curah hujan diukur dalam harian, bulanan, dan tahunan.
2.2. Pemanasan Global dan Perubahan Iklim
Menurut Susanta dan Sutjahjo (2008), pemanasan global merupakan
kejadian yang diakibatkan oleh meningkatnya temperatur rata-rata pada lapisan
atmosfer, air laut, dan daratan. Gejala terjadinya pemanasan global dapat diamati
dan dirasakan oleh siapapun. Hal tersebut ditandai dengan adanya pergantian
musim yang tidak dapat diprediksi, hujan badai disertai angin puting beliung yang
sering terjadi dimana-mana, banjir dan kekeringan yang terjadi pada waktu yang
bersamaan, penyakit yang mewabah di banyak tempat, serta terumbu karang yang
memutih.
Pemanasan global disebabkan oleh semakin tingginya jumlah emisi gas
rumah kaca di atmosfer. Gas-gas rumah kaca (GRK) adalah gas-gas di atmosfer
yang memiliki efek penyelimutan karena gas-gas tersebut menyerap panas yang
10
dilepaskan oleh permukaan bumi. Emisi gas rumah kaca (GRK) yang berlangsung
pada atau di atas tingkat kecepatannya saat ini akan menyebabkan pemanasan
lebih lanjut dan memicu perubahan-perubahan lain pada sistem iklim global.
Salah satu akibat peningkatan atau penurunan suhu global adalah
perubahan iklim. Menurut Murdiyarso dalam Subandono et al. (2009), perubahan
iklim adalah perubahan unsur-unsur iklim dalam jangka waktu panjang (50
sampai 100 tahun) yang dipengaruhi oleh kegiatan manusia yang menghasilkan
emisi gas rumah kaca (GRK). GRK paling penting yang menangkap panas di
dalam atmosfer adalah uap air dan karbondioksida (CO2). Gas lain yang terdapat
secara alami adalah metana, nitrat oksida, dan ozon. Selain itu, ada juga gas
buatan yang mempunyai efek rumah kaca amat kuat, yakni klorofluorokarbon
(CFC).
Iklim selalu berubah menurut ruang dan waktu. Dalam skala waktu
perubahan iklim akan membentuk pola atau siklus tertentu, baik harian, musiman,
tahunan maupun siklus beberapa tahunan. Selain perubahan yang berpola siklus,
aktivitas manusia menyebabkan pola iklim berubah secara berkelanjutan, baik
dalam skala global maupun skala lokal. Kegiatan manusia merupakan kontribusi
terbesar terjadinya pemanasan global. Pembakaran bahan bakar fosil dan alih guna
lahan merupakan kegiatan yang mengemisikan gas rumah kaca terbesar ke
atmosfer, diikuti oleh kegiatan-kegiatan lain seperti pertanian, peternakan dan
persampahan (KLH, 2009).
Pemanasan global menimbulkan perubahan pada iklim bumi yang ditandai
dengan meningkatnya jumlah presipitasi (baik berupa hujan maupun salju),
perubahan pola angin serta aspek-aspek cuaca ekstrim seperti kemarau, presipitasi
11
berat, gelombang panas dan intensitas topan tropis (KLH, 2009). Menurut
Konvensi Kerja PBB tentang Perubahan Iklim United Nation Framework
Convention on Climate Change (UNFCCC) dalam Trenberth et al. (1995),
perubahan iklim dinyatakan sebagai perubahan pada iklim yang dipengaruhi
langsung atau tidak langsung oleh aktifitas manusia yang mengubah komposisi
atmosfer, yang akan memperbesar keragaman iklim teramati pada periode yang
cukup panjang.
Menurut Subandono et al. (2009), salah satu unsur iklim yang berfungsi
sebagai pengendali cuaca adalah suhu udara. Perubahan iklim dicirikan oleh
berubahnya nila rata-rata atau median dan keragaman dari unsur iklim. Apabila
dalam periode waktu yang panjang ada kecenderungan data suhu naik dari waktu
ke waktu dan atau fluktuasinya (naik turunnya) semakin membesar atau kejadian
anomali iklim semakin sering terjadi dibanding periode waktu sebelumnya, maka
dapat dikatakan perubahan iklim sudah terjadi.
2.2.1. Dampak Perubahan Iklim Secara Umum
Potensi dampak dari perubahan iklim adalah peningkatan permukaan air
laut, peningkatan temperatur bumi, perubahan pola hujan, penurunan
produktivitas pertanian dan perikanan, perubahan tata guna dan fungsi hutan,
pengurangan kuantitas dan kualitas air. Ryutaro (2000) menyatakan dampak
perubahan iklim terhadap manusia merupakan konsekuensi dari peristiwa
hidrologi. Air merupakan isu paling menonjol terhadap perubahan iklim yaitu
dengan adanya kenaikan permukaan air laut yang disebabkan oleh pemanasan
global. Penduduk daerah pantai secara langsung terancam oleh naiknya
permukaan laut, dan ratusan orang beresiko terkena banjir akibat badai hujan.
12
Berdasarkan laporan IPCC ke-4 tahun 2007, dari dua belas tahun-tahun
terpanas sejak 1850, sebelas tahunnya terjadi dalam rentang tahun 1995 hingga
2005. Peningkatan suhu ini juga meningkatkan suhu permukaan laut global hingga
kedalaman 3000 m, yang menyebabkan pengembangan air laut yang berkontribusi
terhadap naiknya muka air laut rata-rata global. Kenaikan muka air laut ini juga
disebabkan karena penurunan tutupan salju dan es di daerah kutub. Laju rata-rata
naiknya muka air laut selama rentang waktu 1961 hingga 2003 adalah 1,8 mm per
tahun. Laju ini lebih cepat selama rentang waktu 1993 hingga 2003, yaitu sekitar
3,1 mm per tahun (KLH, 2009).
Perubahan iklim membawa pengaruh pada intensitas dampak dan sangat
tergantung pada tingkat penyimpangannya. Secara umum dampak penyimpangan
iklim terhadap aspek-aspek penataan ruang, meliputi pemanfaatan lahan budidaya
berupa penurunan atau bahkan kegagalan berproduksi usaha pertanian,
penyimpangan iklim berupa curah hujan yang cukup tinggi sehingga memicu
terjadinya gerakan tanah (longsor) yang berpotensi menimbulkan bencana alam
seperti banjir dan tanah longsor, penyimpangan iklim berupa curah hujan yang
sangat rendah dibarengi peningkatan suhu udara menyebabkan terjadinya
kekeringan sehingga berdampak pada penurunan ketersediaan air dan juga
kebakaran hutan (Ditjen, 2002).
Dampak lainnya yaitu kenaikan temperatur yang mempercepat siklus
hidrologi. Atmosfer yang lebih hangat akan menyimpan lebih banyak uap air,
sehingga menjadi kurang stabil dan menghasilkan lebih banyak presipitasi,
terutama dalam bentuk hujan lebat. Panas yang lebih besar juga mempercepat
proses evaporasi. Dampak dari perubahan-perubahan tersebut dalam siklus air
13
adalah menurunnya kuantitas dan kualitas air bersih di dunia. Sementara itu, pola
angin dan jejak badai juga akan berubah. Intensitas siklon tropis akan semakin
meningkat (namun tidak berpengaruh terhadap frekuensi siklon tropis), dengan
kecepatan angin maksimum yang bertambah dan hujan yang semakin lebat
(Subandono et al., 2009).
2.2.2. Dampak Perubahan Iklim di Indonesia
Perubahan-perubahan pada pola iklim di Indonesia terjadi sejak beberapa
tahun terakhir. Bagi Indonesia, pemanasan global merupakan suatu kenyataan.
Indonesia sebagai negara kepulauan, dengan garis pantai terpanjang kedua di
dunia sangat rentan terhadap dampak perubahan iklim. Misalnya saja,
meningkatnya permukaan air laut bagi Indonesia tentu saja menjadi ancaman
serius bagi kelangsungan hidup masyarakat yang bertempat tinggal di daerah
pesisir. Daerah-daerah pantai serta pulau-pulau kecil di Nusantara yang jumlahnya
mencapai ribuan tentu saja terancam tenggelam dan hilang (KLH, 2009).
Perubahan iklim juga memberikan dampak pada sektor kehutanan di
Indonesia, dimana meningkatnya suhu dapat memicu terjadi kebakaran hutan
secara alami akibat meningkatnya kekeringan. Keanekaragaman hayati Indonesia
yang sebagian besar berada di daerah hutan terancam dengan terjadinya kebakaran
hutan.
Terkait dengan ketersediaan pangan, berdasarkan hasil pemantauan
kekeringan pada tanaman padi selama periode tahun 1993-2002 yang dilakukan
oleh Departemen Pertanian, diperoleh angka rata-rata lahan pertanian yang
terkena kekeringan mencapai lebih dari 200 ribu ha dengan lahan puso (gagal
panen) mencapai sekitar 43 ribu ha atau setara dengan kehilangan 190 ribu ton
14
gabah kering giling (GKG). Sementara itu, areal persawahan yang terlanda banjir
mencapai luas 158 ribu ha dengan puso sekitar 39 ribu ha (setara dengan 174 ribu
ton GKG). Selain itu, dengan meningkatnya intensitas curah hujan maka banjir
lebih sering terjadi dan memicu terjadinya berbagai penyakit seperti penyakit kulit
dan diare serta tercemarnya sumber air (KLH, 2009).
2.3. Pariwisata
Pengertian pariwisata menurut Ensiklopedia Nasional Indonesia (2004)
adalah kegiatan perjalanan seseorang atau serombongan orang dari tempat tinggal
asalnya menuju tempat lain dalam jangka waktu tertentu. Tujuan perjalanan dapat
bersifat pelancongan, bisnis, keperluan ilmiah, keinginan keagamaan, serta
silaturahmi.
Definisi pariwisata berdasarkan Undang-Undang Nomor 9 tahun 1990
tentang kepariwisataan bab I pasal 1 yaitu:
1. Wisata adalah kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan tersebut yang
dilakukan dengan sukarela serta bersifat sementara untuk menikmati obyek
dan daya tarik wisata serta usaha-usaha yang terkait di dalamnya.
2. Wisatawan adalah orang yang melakukan kegiatan wisata.
3. Pariwisata adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata, termasuk
pengusahaan obyek dan daya tarik wisata serta usaha-usaha yang terkait di
bidang tersebut.
4. Kepariwisataan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan
penyelenggaraan pariwisata.
15
2.4. Permintaan Wisata
Menurut Wahab (1992), permintaan umumnya diartikan sebagai sejumlah
barang atau jasa yang ingin dibeli oleh pelanggan dan mampu untuk dibeli dengan
harga tertentu pada waktu tertentu. Wahab (1992) juga menyebutkan bahwa dalam
pariwisata, hubungan fungsional yang terjadi pada permintaan tidaklah sederhana.
Banyak faktor yang turut mempengaruhi wisatawan untuk melakukan perjalanan
ke suatu daerah tujuan wisata tertentu atau menunda berwisata.
Faktor penentu permintaan wisata menjelaskan mengapa populasi dari
beberapa negara-negara mempunyai suatu kecenderungan yang tinggi untuk
berwisata sedang negara yang lain rendah. Faktor penentu ini harus dibedakan
dari sisi tujuan dan perilaku pembeli. Middleton (1991) dalam Vanhove (2005)
menyimpulkan sembilan kategori faktor penentu permintaan wisata, yaitu:
1. Faktor ekonomi: pendapatan, waktu, dan harga
2. Harga komparatif
3. Faktor demografi
4. Faktor geografi
5. Perilaku sosial budaya wisata
6. Mobilitas
7. Peraturan pemerintah
8. Media komunikasi
9. Teknologi informasi dan komunikasi
Damanik dan Weber (2006) menguraikan beberapa pertimbangan penting
yang dilakukan seseorang sebelum mengambil keputusan untuk berwisata, yaitu :
16
1. Biaya
Hal yang paling sentral dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan
berwisata adalah biaya. Biaya akan menentukan bentuk, tujuan, bentuk dan
waktu berwisata, tipe penginapan, moda angkutan serta jasa lain yang
digunakan.
2. Daerah tujuan wisata
Pilihan daerah destinasi wisata termasuk unsur sentral dalam keputusan
berwisata. Pesatnya pertambahan jumlah daerah tujuan wisata lama maupun
baru membuat orang menjadi semakin tidak mudah untuk melakukan pilihan.
Ketersediaan informasi yang mutakhir tentang produk wisata di suatu daerah
akan memudahkan orang untuk melakukan pilihan.
3. Bentuk perjalanan
Terdapat tiga bentuk perjalanan yang dapat dilakukan, yaitu berkelompok
dalam jumlah besar dan diorganisasi oleh biro perjalanan, individual atau
kelompok kecil yang diatur sendiri oleh wisatawan yang bersangkutan, dan
gabungan keduanya.
4. Waktu dan lama berwisata
Keputusan berwisata tidak dilakukan secara tiba-tiba. Orang akan mencari
informasi yang lebih lengkap tentang kemungkinan berwisata. Jika berhasil
atau memuaskan baginya, maka barulah orang itu mengambil keputusan untuk
berwisata. Lama berwisata juga menjadi pertimbangan tersendiri. Dalam hal
ini faktor ketersediaan waktu luang dan uang kembali memainkan peran
penting.
17
5. Penginapan yang digunakan
Jenis penginapan sangat tergantung pada perkembangan industri pariwisata.
Seleksi fasilitas akomodasi perlu dilakukan secara matang karena selain
menyangkut biaya juga terkait dengan kenyamanan dan kepraktisan.
6. Moda transportasi
Terkait dengan moda angkutan wisata yang tersedia dan akan digunakan, juga
faktor kenyamanan dari daerah asal ke dan selama di daerah tujuan wisata.
7. Jasa-jasa lainnya
Termasuk dalam hal ini adalah layanan lain yang sangat dibutuhkan dalam
kegiatan wisata, seperti pemandu, souvenir, fotografi, perawatan kesehatan,
hiburan, dan sebagainya.
2.5. Dampak Perubahan Iklim terhadap Sektor Pariwisata
Matzarakis (2006) menyatakan bahwa iklim dan cuaca adalah faktor yang
mempengaruhi permintaan wisata, seperti dalam hal pilihan tujuan atau jenis
kegiatan yang akan dilakukan wisatawan. Wisata di daerah pegunungan sangat
tergantung pada alam dan budaya. Kondisis lingkungan, terutama iklim
mempengaruhi pariwisata pembangunan di daerah pegunungan karena daerah ini
merupakan ekosistem yang paling terancam akibat adanya perubahan iklim.
Dampak negatif yang dihasilkan oleh perubahan iklim pada sektor pertanian,
kehutanan, perikanan, dan infrastruktur secara langsung maupun tidak langsung
akan mempengaruhi sektor pariwisata (Surugiu et al., 2011).
Faktor cuaca dan iklim berpengaruh terhadap bidang pariwisata. Cuaca
cerah, banyaknya cahaya matahari, kecepatan angin, udara sejuk, kering, panas,
dan sebagainya mempengaruhi terhadap pelaksanaan wisata, baik wisata darat
18
maupun laut. Menurut Damanik dan Weber (2006), kebutuhan untuk berwisata
sangat terkait dengan masalah iklim dan kondisi lingkungan hidup di tempat
tinggal. Iklim yang khas dapat menjadi daya tarik utama bagi suatu destinasi
pariwisata. Iklim merupakan faktor penarik bagi wisatawan yang ingin berelaksasi
pada tempat yang memiliki iklim yang lebih nyaman daripada tempat tinggalnya.
Biasanya mereka yang tinggal di daerah yang cenderung dingin dimana jarang
mendapatkan sinar matahari, kemungkinan besar akan berwisata ke tempat-tempat
yang memiliki iklim tropis yang kaya akan sinar matahari. Sebaliknya, mereka
yang tinggal di iklim cenderung panas atau di kawasan yang tingkat polusi tanah,
air, udara, dan suara sangat tinggi, akan mencari tempat yang beriklim sejuk dan
tingkat pencemaran lingkungan yang minimal untuk tujuan berwisatanya.
Perubahan iklim juga mengakibatkan kerusakan-kerusakan pada sumber
daya alam dan budaya yang menjadi daya tarik utama kepariwisataan Indonesia.
Kenaikan muka air laut dan temperatur akan mengancam keberlanjutan kegiatan
wisata dan keanekaragaman hayati laut pada destinasi pariwisata pantai, laut, dan
pulau-pulau kecil. World Monuments Fund (WMF) melaporkan pemanasan global
sebagai salah satu faktor penyebab rusaknya kelestarian monumen karya budaya
umat manusia (Rosyidie, 2004).
2.6. Pengertian Adaptasi Perubahan Iklim
Menurut KLH (2009), adaptasi terhadap perubahan iklim berarti
meminimalkan kerusakan-kerusakan yang diproyeksikan dapat terjadi pada aspek
sosio-ekonomi yang disebabkan oleh perubahan-perubahan fisik pada iklim.
Adaptasi terhadap perubahan iklim dapat berupa adaptasi secara otomatis, dan
adaptasi terencana.
19
Adaptasi otomatis biasanya dilakukan langsung oleh alam, sedangkan
adaptasi terencana contohnya adalah kegiatan adaptasi yang dilakukan melalui
perbaikan sistem pada sumber-sumber yang terkena dampak atau melalui
penggunaan teknologi yang dapat mencegah atau mengurangi dampak dan/atau
resiko yang mungkin terjadi, sehingga akan mengurangi biaya yang diperlukan
dibandingkan dengan apabila tidak dilakukan kegiatan adaptasi. Umumnya
pilihan-pilihan yang banyak dilakukan adalah adaptasi melalui penggunaan
teknologi. Walaupun demikian, usaha adaptasi dapat pula dilakukan secara
individu atau masyarakat dengan cara yang mudah, murah dan sederhana.
Adaptasi merupakan hal yang penting dalam perubahan iklim. Adaptasi
merupakan satu-satunya cara untuk menghadapi perubahan iklim yang tak
terelakkan. Adaptasi juga memberikan peluang untuk menyesuaikan kegiatan
ekonomi pada sektor-sektor yang rentan sehingga mendukung pembangunan
berkelanjutan. Adaptasi yang dilakukan oleh pengelola suatu obyek wisata dengan
obyek wisata lainnya akan berbeda satu sama lain. Hal ini dikarenakan dampak
perubahan iklim yang dirasakan obyek wisata akan berbeda-beda.
III. KERANGKA PEMIKIRAN
Bogor merupakan daerah yang memiliki potensi obyek wisata alam yang
indah. Topografinya berupa dataran tinggi sehingga memiliki udara yang sejuk
dan sangat berpotensi untuk industri wisata alam. Kawasan obyek wisata
unggulan yang menarik perhatian di Bogor adalah kawasan Puncak. Daya tarik
dari kawasan wisata Puncak Bogor adalah suasananya yang segar, nyaman, indah,
banyak terdapat jenis wisata yang menarik seperti wisata kebun teh, paralayang,
outbound, dan juga terdapat banyak villa atau hotel sebagai tempat beristirahatnya
pengunjung.
Industri pariwisata di kawasan Puncak Bogor sangat berpotensi karena
lokasinya yang strategis, dekat dengan kota-kota besar, khususnya di wilayah
Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi). Besarnya tingkat
permintaan wisata di Puncak dipengaruhi oleh kondisi cuaca. Hal ini dikarenakan
sebagian besar jenis wisata yang terdapat di Puncak seperti wisata kebun teh,
paralayang, outbound, dan jenis wisata lainnya membutuhkan kondisi cuaca yang
sesuai dalam pelaksanaan kegiatannya.
Perubahan iklim global memberikan pengaruh pada kondisi iklim mikro di
kawasan wisata Puncak Bogor. Perubahan iklim mikro dilihat dari adanya
perubahan pada kecepatan angin, curah hujan, dan jumlah hari hujan. Fenomena
perubahan iklim mikro yang terjadi di kawasan wisata Puncak Bogor berpotensi
mempengaruhi permintaan wisata sehingga diperlukan upaya untuk mengatasinya.
Potensi perubahan iklim mikro akibat adanya perubahan iklim global
tersebut menyebabkan perlu adanya suatu penelitian mengenai karakteristik
perubahan iklim mikro di kawasan wisata Puncak Bogor dan bagaimana
21
pengaruhnya terhadap permintaan wisata dan strategi adaptasi yang dilakukan
oleh pihak pengelola obyek wisata akibat adanya perubahan iklim. Dalam
penelitian ini, digunakan analisis deskriptif kualitatif untuk mengetahui perubahan
iklim mikro yang terjadi di Puncak dan strategi adaptasi yang dapat dilakukan
pihak pengelola wisata. Analisis dengan model regresi digunakan untuk
mengetahui pengaruh perubahan iklim mikro terhadap permintaan wisata di
kawasan Puncak Bogor. Sedangkan analisis perubahan pendapatan digunakan
untuk mengestimasi besarnya kerugian yang diterima obyek wisata.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi rekomendasi kebijakan bagi
pihak pengelola wisata kawasan Puncak dalam mengatasi dampak yang
ditimbulkan dari perubahan iklim, khususnya terhadap tingkat permintaan wisata.
Secara ringkas kerangka pemikiran dapat dilihat pada Gambar 1.
22
Perubahan Iklim Global
Fenomena Perubahan Iklim Mikro
Potensi Dampak Perubahan Iklim
terhadap Sektor Pariwisata di Kawasan Puncak Bogor
Outbound Hotel/ Villa Paralayang Kebun Teh Parameter Perubahan Iklim Perubahan Curah
Hujan Perubahan Jumlah
Hari Hujan Perubahan
Kecepatan Angin
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Operasional
Dampak Perubahan Iklim Mikro terhadap
Permintaan Wisata
Identifikasi Fenomena Perubahan Iklim Mikro
Strategi Adaptasi Pengelola Obyek
Wisata
Pengaruh Perubahan Iklim terhadap Permintaan
Wisata
Kerugian Ekonomi Obyek Wisata
Analisis Deskriptif Kualitatif
Analisis dengan Model Regresi
Linear
Analisis Perubahan Pendapatan
Rekomendasi Kebijakan Adaptasi Obyek Wisata
IV. METODE PENELITIAN
4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di kawasan wisata Puncak Bogor, Provinsi Jawa
Barat. Kawasan wisata ini meliputi wisata outbound (yang berada di Lembah
Pertiwi, Alfa Resort, Taman Wisata Matahari, Eagle Hill, dan Pasadena Village),
hotel/villa (Hotel Permata Alam, Hotel Puri Avia, Hotel Megamendung Permai,
Hotel Safari Garden dan Villa Alfa Resort), wisata kebun teh (Agrowisata
Gunung Mas), dan wisata paralayang Puncak. Pemilihan lokasi penelitian
dilakukan secara sengaja (purposive) berdasarkan pertimbangan bahwa di
kawasan Puncak terdapat banyak obyek wisata dengan tingkat kunjungan yang
tinggi dan terjadinya perubahan iklim yang relatif ekstrim.
Kegiatan penelitian meliputi perumusan masalah, pengumpulan data,
pengolahan data, intepretasi data, dan penarikan kesimpulan hingga perbaikan.
Rangkaian kegiatan tersebut dilaksanakan pada bulan Februari - Agustus 2011.
4.2. Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan
sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh melalui wawancara
langsung dengan menggunakan kuesioner yang dilakukan oleh peneliti,
sedangkan data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari
beberapa instansi terkait dengan obyek penelitian seperti Dinas Pariwisata dan
Kebudayaan Kabupaten Bogor, tim pengelola wisata, dan internet.
4.3. Metode Pengambilan Contoh
Pengambilan contoh dilakukan dengan menggunakan metode non-
probability sampling yaitu teknik purposive sampling. Teknik tersebut merupakan
teknik pengambilan contoh dimana peneliti secara sengaja memilih subyek-
subyek yang menjadi anggota kelompok tertentu (Wahyuni dan Pudji, 2009).
Responden yang digunakan dalam penelitian ini adalah wisatawan yang
berkunjung ke obyek wisata di kawasan Puncak Bogor. Jumlah responden yang
diambil dalam penelitian ini adalah sebanyak 60 orang. Dalam penelitian sosial,
jumlah responden sebanyak 60 orang ini dinilai sudah mewakili keseluruhan
populasi wisatawan di Puncak dan hasil estimasi pada model regresi linear
berganda juga menunjukkan bahwa data sudah menyebar normal.
4.4. Metode Pengolahan dan Analisis Data
Data yang diperoleh dari penelitian ini dianalisis secara kualitatif dan
kuantitatif. Pengolahan dan analisis data dilakukan menggunakan komputer
dengan program Microsoft Office Excell 2007 dan program SPSS 13.0 for
Windows. Tabel 2 menyajikan keterkaitan antara tujuan penelitian, sumber data,
dan metode analisis data yang digunakan dalam penelitian.
24
25
Tabel 2. Keterkaitan Tujuan, Sumber Data dan Metode Analisis Data No Tujuan Penelitian Sumber Data Metode Analisis
Data 1 Menganalisis fenomena perubahan
iklim mikro selama sepuluh tahun terakhir
Data sekunder Analisis Deskriptif Kualitatif
2 Menganalisis dampak perubahan iklim mikro terhadap permintaan wisata
Data primer (wawancara) dan data sekunder
Analisis dengan Model Regresi Linear Berganda
3 Mengestimasi besarnya kerugian obyek wisata akibat adanya perubahan iklim
Data sekunder Analisis Perubahan Pendapatan
4 Mengkaji strategi adaptasi pengelola obyek wisata dalam menghadapi perubahan iklim
Data primer (wawancara)
Analisis Deskriptif Kualitatif
4.4.1. Analisis Fenomena Perubahan Iklim Mikro di Kawasan Puncak
Bogor
Fenomena perubahan iklim mikro yang terjadi selama sepuluh tahun
terakhir di kawasan Puncak Bogor dianalisis menggunakan analisis deskriptif
kualitatif. Analisis deskriptif adalah jenis analisis data yang dimaksudkan untuk
mengungkapkan keadaan atau karakteristik data sampel untuk masing-masing
variabel penelitian secara tunggal (Wahyuni dan Pudji, 2009). Analisis ini
dilakukan dengan menggunakan teknik statistik deskriptif seperti tabel frekuensi,
grafik atau tabulasi yang bertujuan untuk membuat deskripsi, gambaran, atau
lukisan secara sistematik sehingga data yang disajikan dapat dengan mudah
dipahami oleh semua pihak.
Dalam penelitian ini, data yang akan dianalisis secara deskriptif adalah
parameter perubahan iklim mikro, meliputi kecepatan angin, curah hujan, dan
jumlah hari hujan. Selanjutnya dianalisis keterkaitan perubahan iklim global
dengan fenomena perubahan iklim mikro.
26
4.4.2. Analisis Dampak Perubahan Iklim Mikro terhadap Permintaan Wisata
Dampak perubahan iklim mikro terhadap permintaan wisata dilihat dari
tren perkembangan parameter iklim dengan tren perkembangan jumlah
pengunjung wisata, selain itu dianalisis juga dengan menggunakan model regresi
linear berganda. Model regresi merupakan alat statistika untuk mengevaluasi
hubungan antara satu peubah dengan satu peubah lainnya, atau satu peubah
dengan beberapa peubah lainnya (Gujarati, 2003). Penelitian ini akan
menganalisis pengaruh hubungan antara satu peubah dengan beberapa peubah
lainnya, sehingga analisis yang digunakan adalah model regresi linear dengan dua
atau lebih peubah penjelas (regresi linear berganda). Model regresi tersebut yaitu:
inn εββββ +Χ+⋅⋅⋅⋅+Χ+Χ+=Υ 22110
Dimana:
Y = Nilai rata-rata dugaan
β0 = Intersep
β1 = Parameter yang mempengaruhi nilai rataan
X1 = Variabel yang mempengaruhi nilai rataan
βn = Parameter ke n
Xn = Variabel ke n
εi = Galat atau error
Berdasarkan model regresi di atas, maka hubungan antara tingkat
permintaan wisata dan faktor-faktor yang mempengaruhinya dirumuskan sebagai
berikut:
it εβββββββββ +Χ+Χ+Χ+Χ+Χ+Χ+Χ+Χ+=Υ 88776655443322110
27
Estimasi parameter dugaan: β1, β2, β3, β4, β7 < 0 β5, β6, β8 > 0
Dimana:
Yt = Jumlah kunjungan ke kawasan wisata (jumlah kunjungan per tahun)
β0 = Intersep
βi = Koefisien regresi untuk faktor Xi, dimana i = 1,2,...,8
X1 = Biaya Perjalanan (Rp)
X2 = Kecepatan angin (bernilai 1 jika ”menurun”, bernilai 2 jika ”tetap”, bernilai
3 jika ”meningkat”)
X3 = Curah hujan (bernilai 1 jika ”menurun”, bernilai 2 jika ”tetap”, bernilai 3
jika ”meningkat”)
X4 = Hari hujan (bernilai 1 jika ”menurun”, bernilai 2 jika ”tetap”, bernilai 3 jika
”meningkat”)
X5 = Pendapatan responden (Rp)
X6 = Tingkat pendidikan responden
X7 = Jarak tempuh (km)
X8 = Umur responden (tahun)
εi = Galat atau error
Besarnya jumlah kunjungan ke lokasi wisata akan mencerminkan besarnya
permintaan pada wisata tersebut. Jumlah kunjungan dipengaruhi oleh faktor-
faktor sebagai berikut: biaya perjalanan, kecepatan angin, curah hujan, hari hujan,
pendapatan responden, tingkat pendidikan responden, jarak tempuh, dan umur
responden. Variabel-variabel tersebut diduga mempengaruhi besarnya jumlah
kunjungan wisatawan ke Puncak.
28
Variabel yang diduga akan memiliki koefisien bernilai positif yaitu
pendapatan responden, tingkat pendidikan responden, dan umur responden.
Dihipotesiskan bahwa semakin tinggi pendapatan responden maka diduga akan
mempengaruhi responden dalam meningkatkan jumlah kunjungannya ke Puncak.
Dihipotesiskan bahwa semakin tinggi pendidikan akhir yang ditempuh responden
maka diduga akan mempengaruhi responden dalam meningkatkan jumlah
kunjungannya ke Puncak. Dihipotesiskan bahwa semakin tinggi umur responden
maka diduga akan mempengaruhi responden dalam meningkatkan jumlah
kunjungannya ke Puncak.
Variabel yang diduga akan memiliki koefisien bernilai negatif yaitu biaya
perjalanan, kecepatan angin, curah hujan, hari hujan, dan jarak yang dibutuhkan
untuk mengunjungi obyek wisata. Dihipotesiskan bahwa semakin tinggi biaya
perjalanan maka diduga akan mempengaruhi responden dalam mengurangi jumlah
kunjungannya ke Puncak. Dihipotesiskan bahwa semakin besar kecepatan angin
yang dirasakan responden maka diduga akan mempengaruhi responden dalam
mengurangi jumlah kunjungannya ke Puncak. Dihipotesiskan bahwa semakin
besar curah hujan yang dirasakan responden maka diduga akan mempengaruhi
responden dalam mengurangi jumlah kunjungannya ke Puncak. Dihipotesiskan
bahwa semakin besar jumlah hari hujan yang dirasakan responden maka diduga
akan mempengaruhi responden dalam mengurangi jumlah kunjungannya ke
Puncak. Dihipotesiskan bahwa semakin jauh jarak responden untuk mengunjungi
lokasi wisata Puncak maka diduga mempengaruhi responden dalam mengurangi
jumlah kunjungannya ke Puncak.
29
4.4.3. Estimasi Kerugian Ekonomi Obyek Wisata di Puncak Akibat Adanya Perubahan Iklim Mikro
Nilai kerugian ekonomi akibat adanya pengaruh iklim dianalisis dengan
mengestimasi perubahan pendapatan obyek wisata, dimana pendapatan minimum
saat dipengaruhi oleh iklim dikurangi dengan pendapatan pada keadaan normal.
Pendapatan minimum diestimasi dengan mengalikan jumlah pengunjung
minimum saat dipengaruhi iklim dengan harga tiket, sedangkan pendapatan
normal diestimasi dengan mengalikan jumlah pengunjung pada keadaan normal
dengan harga tiket. Berdasarkan penghitungan tersebut, diperoleh rumus sebagai
berikut:
∆I = I2 - I1
Dimana:
∆I = Perubahan pendapatan obyek wisata akibat pengaruh iklim (Rp)
I1 = Pendapatan pada keadaan normal (Rp)
I2 = Pendapatan minimum akibat pengaruh iklim (Rp)
Sementara itu, untuk memperoleh hasil pendapatan suatu obyek wisata
dilakukan dengan cara mengalikan jumlah pengunjung dengan hargat tiket.
Rumus yang digunakan untuk memperoleh pendapatan adalah sebagai berikut:
I = n x P
Dimana:
I = Pendapatan obyek wisata (Rp)
n = Jumlah pengunjung (orang)
P = Harga tiket obyek wisata (Rp)
30
4.4.4. Rekomendasi Kebijakan Adaptasi Pengelola Obyek Wisata dalam Menghadapi Perubahan Iklim
Rekomendasi kebijakan adaptasi pihak pengelola obyek wisata dalam
menghadapi perubahan iklim dijabarkan secara deskriptif kualitatif. Rekomendasi
kebijakan ini untuk melihat apa saja yang dapat dilakukan pengelola obyek wisata
dalam beradaptasi menyikapi perubahan iklim yang terjadi di kawasan Puncak
Bogor agar tingkat kunjungan wisatawan ke Puncak tetap tinggi.
4.5. Pengujian Parameter
Dalam melakukan analisis menggunakan model regresi linier berganda,
asumsi-asumsi dasar harus terpenuhi. Jika hal ini tidak terpenuhi akan berakibat
pengujian yang dilakukan menjadi tidak efisien dan kesimpulan yang didapat
menjadi bias, sehingga perlu dilakukan pengujian parameter agar sesuai dengan
kriteria statistika dan kriteria ekonometrika.
4.5.1. Uji statistika
Menurut Gujarati (2003), model ekonometrika yang baik harus memenuhi
kriteria statistika. Kesesuaian model dengan kriteria statistik dilihat dari koefisien
determinasi (R2), uji t, dan uji F.
4.5.1.1 Koefisien Determinasi
Koefisien determinasi merupakan besaran yang paling lazim digunakan
untuk mengukur kebaikan-suai (goodness offit) garis regresi. Secara verbal, R2
mengukur proporsi (bagian) atau persentase total variasi dalam Y yang dijelaskan
oleh model regresi. Menurut Firdaus (2004), koefisisen determinasi merupakan
suatu nilai statistik yang dapat digunakan untuk mengukur ketepatan atau
kecocokan suatu garis regresi dan dapat pula digunakan untuk mengetahui
31
besarnya kontribusi variabel bebas (X) terhadap variasi variabel (Y) dari suatu
persamaan regresi. Nilai koefisien determinasi berkisar antara nol dan satu. Jika
nilai koefisien determinasi semakin mendekati satu, berarti semakin besar
keragaman hasil permintaan dapat dijelaskan oleh faktor-faktor yang
mempengaruhinya.
4.5.1.2 Uji Statistik t
Uji statistik t dilakukan untuk mengetahui seberapa jauh masing-masing
variabel bebas (Xi) berpengaruh terhadap variabel tidak bebasnya (Yi). Prosedur
pengujian yang dikemukakan Ramanathan (1997) adalah sebagai berikut:
H0 : βi = 0 atau variabel bebas (Xi) tidak berpengaruh nyata terhadap variabel
tidak bebasnya (Yi)
H0 : βi 0 atau variabel bebas (Xi) berpengaruh nyata terhadap variabel tidak
bebasnya (Yi)
≠
i
iknhit s
tβ
β 0)(
−=−
Jika > , maka diterima, artinya variabel (Xi) tidak berpengaruh
nyata terhadap variabel tidak bebasnya (Yi). Namun, jika < , maka
ditolak, artinya variabel (Xi) berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebasnya
(Yi).
)( knhitt − 2αt 0H
)( knhitt − 2αt 0H
4.5.1.3 Uji Statistik F
Uji statistik F dilakukan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas (Xi)
secara bersama-sama terhadap variabel tidak bebasnya (Yi). Menurut Ramanathan
(1997), prosedur pengujiannya antara lain :
32
0H = 1β = 2β = 3β = ... =β = 0
Variabel bebas (Xi) secara serentak tidak berpengaruh nyata terhadap variabel
tidak bebasnya (Yi)
1H = 1β = 2β = 3β = ... =β ≠ 0
Variabel bebas (Xi) secara serentak berpengaruh nyata terhadap variabel tidak
bebasnya (Yi)
hitF)1(/
)1/(−−
=nkJKG
kJKK
Dimana:
JKK = Jumlah kuadrat untuk nilai tengah kolom
JKG = Jumlah kuadrat galat
n = Jumlah sampel
k = Jumlah peubah
Jika < , maka diterima yang berarti variabel (Xi) secara serentak
tidak berpengaruh nyata terhadap (Yi). Tetapi, jika > , maka ditolak
yang berarti variabel (Xi) secara serentak berpengaruh nyata terhadap (Yi).
hitF tabelF 0H
hitF tabelF 0H
4.5.2. Uji Ekonometrika
Menurut Gujarati (2003), model ekonometrika yang baik harus memenuhi
pula kriteria ekonometrika. Berdasarkan kriteria ekonometrika, model harus
sesuai dengan asumsi klasik, yaitu terbebas dari gejala multikolinearitas dan
heteroskedastisitas.
33
4.5.2.1 Uji Multikolinear
Model yang melibatkan banyak variabel bebas sering terjadi
multicollinearity, yaitu terjadinya kolerasi yang kuat antar variabel-variabel
bebasnya. Multicollinearity dalam sebuah model dapat dideteksi dengan
membandingkan besarnya koefisien determinasi (R2) dengan koefisien
determinasi parsial antar dua variabel bebas (r2). Hal ini dapat dibuat suatu
matriks koefisien determinasi parsial antar variabel bebasnya (Ramanathan,
1997).
Multicollinearity dapat dianggap bukan suatu masalah apabila koefisien
determinasi parsial antar dua variabel bebas tidak melebihi nilai koefisien
determinasi atau koefisien korelasi berganda antar semua variabel secara simultan.
Namun, multicollinearity dianggap sebagai masalah apabila koefisien determinasi
parsial antar dua variabel bebas melebihi atau sama dengan nilai koefisien
determinasi atau koefisien korelasi berganda antar semua variabel secara simultan.
Secara matematis dapat dituliskan dalam pertidaksamaan berikut :
r2xj, xj > R2 , , ... , 1x 2x kx
Masalah multicollinearity dapat dilihat langsung melalui output regresi berganda,
dengan melihat nilai VIF, dimana jika nilai VIF > 10 maka terdapat masalah
multicollinearity.
4.5.2.2 Uji Heteroskedastisistas
Salah satu asumsi metode pendugaan metode kuadrat terkecil adalah
homoskedastisitas, yaitu ragam galat konstan dalam setiap amatan. Pelanggaran
atas asumsi homoskedastisitas adalah timbulnya masalah heteroskedastisitas.
Gejala heteroskedastisitas dapat dideteksi dengan melihat plot grafik hubungan
34
antar residual dengan fits-nya. Jika pada gambar ternyata residual menyebar dan
tidak membentuk pola tertentu, maka dapat dikatakan bahwa dalam model
tersebut tidak terdapat gejala heteroskedastisitas. Menurut Gujarati (2003), gejala
heteroskedastisitas dapat dideteksi menggunakan uji Park dengan ketentuan
sebagai berikut:
Regresi Ln(Residual2) = f(Xi), Ln U2i = b0 + b1 X1 + …+ b8 X8
Apabila hasil output memberikan koefisien parameter untuk variabel bebas (X)
tidak ada yang berpengaruh nyata, maka dapat disimpulkan bahwa pada model
regresi tidak terdapat heteroskedastisitas.
V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN
5.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Gambaran umum terdiri dari beberapa hal penting terkait lokasi penelitian.
Adapun gambaran umum yang dibahas antara lain kondisi geografis, kondisi
topografis, demografi, kondisi iklim, daya tarik wisata, aksesibilitas, dan
pengelolaan.
5.1.1. Kondisi Geografis
Kabupaten Bogor adalah sebuah kabupaten yang berada di Provinsi Jawa
Barat. Kabupaten Bogor secara geografis terletak antara 60 19’ - 60 47’ Lintang
Selatan dan 1060 1’ - 1070 103’ Bujur Timur. Berdasarkan Badan Pusat Statistik
(BPS) tahun 2008, Kabupaten Bogor merupakan salah satu wilayah administratif
terluas (ke-6) di Provinsi Jawa Barat. Kabupaten Bogor memiliki luas wilayah
sebesar 2.237,09 km2 yang terbagi menjadi 40 kecamatan dan 428 desa atau
kelurahan. Wilayah Kabupaten Bogor memiliki batas administrasi sebagai berikut:
1. Sebelah Utara berbatasan dengan DKI Jakarta, Kabupaten Tangerang, dan
Kabupaten Bekasi.
2. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Karawang.
3. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Lebak (Banten), dan
4. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Cianjur dan Kabupaten
Sukabumi.
Puncak adalah kawasan wisata yang berada di Kabupaten Bogor, Jawa
Barat. Kawasan ini merupakan bagian sebelah Selatan dari Kabupaten Bogor.
Kawasan Puncak bermula dari pertigaan Ciawi di Kabupaten Bogor hingga
Cimacan di Kabupaten Cianjur. Secara administrasi kawasan Puncak terdiri dari
tiga kecamatan, yaitu: Kecamatan Ciawi, Kecamatan Megamendung, dan
Kecamatan Cisarua. Kecamatan Ciawi memiliki jumlah desa terbanyak yaitu 13
desa, sedangkan Kecamatan Megamendung terdiri dari 11 desa dan Kecamatan
Cisarua sebanyak 10 desa.
5.1.2. Kondisi Topografis
Ketinggian tempat di Kabupaten Bogor berkisar dari 15 meter di atas
permukaan laut (dpl) pada dataran di bagian utara hingga 2.500 meter dpl pada
puncak-puncak gunung di bagian selatan. Kawasan Puncak merupakan daerah
dataran tinggi dengan kelerengan yang tergolong cukup terjal. Wilayah Kabupaten
Bogor merupakan wilayah hulu bagi wilayah-wilayah di sebelah Utara
(Tangerang, Depok, Jakarta, dan Bekasi) dimana sungai-sungai mengalir dari
bagian selatan ke arah utara yang meliputi enam Daerah Aliran Sungai yaitu: DAS
Cidurian, Cimanceuri, Cisadane, Ciliwung, Bekasi dan Citarum (khususnya DAS
Cipamingkis dan Cibeet).
Sungai-sungai pada masing-masing DAS tersebut mempunyai fungsi yang
sangat strategis yaitu sebagai sumber air irigasi pertanian, perikanan, rumah
tangga dan industri serta drainase utama wilayah. Selain itu, terdapat situ-situ
yang berfungsi dalam peresapan air dan dapat juga dimanfaatkan dalam usaha
perikanan, penampungan air dan rekreasi.
Hutan yang tersisa di Puncak semakin berkurang akibat pembangunan
villa dan perluasan pemukiman warga tanpa izin. Menurut data Dinas Tata
Bangunan dan Permukiman Kabupaten Bogor (2010), dari 59.486 bangunan di
Kecamatan Ciawi, Megamendung, dan Cisarua, baru 12.844 bangunan yang
36
37
memiliki izin mendirikan bangunan atau sekitar seperlimanya. Pengerasan tanah
akibat pendirian gedung-gedung perkantoran, kompeks perumahan, lapangan
parkir, dan sebagainya di bekas daerah hutan pegunungan tersebut memberikan
andil besar atas terjadinya banjir di kawasan Jabotabek.
Berdasarkan data P4W IPB pada tahun 2008, ada 216,85 hektar hutan
konservasi yang dimanfaatkan sebagai perkebunan, permukiman, villa, dan semak
terbuka. Inkonsistensi tata ruang terburuk terjadi di Kecamatan Cisarua. Dari
7.406,3 hektar luas kawasannya, sebanyak 1.742,58 hektar lahan melanggar
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Bogor 2005-2025.
5.1.3. Demografi
Berdasarkan hasil sensus penduduk tahun 2010 Provinsi Jawa Barat,
jumlah penduduk Kabupaten Bogor tercatat sebanyak 4.771.932 jiwa dengan
jumlah penduduk laki-laki sebanyak 2.452.562 jiwa atau 51% dan perempuan
sebanyak 2.319.370 jiwa atau 49% (Badan Pusat Statistik Indonesia, 2010).
Pekerja sektor informal di Kabupaten Bogor berdasarkan survei Angkatan Kerja
Nasional tahun 2009 sebanyak 884.112 penduduk.
Tabel 3 menggambarkan pekerja sektor informal menurut lapangan usaha
pada pekerjaan utama. Terlihat bahwa pekerja sektor informal terserap paling
banyak di dua lapangan usaha utama, yaitu: perdagangan, rumah makan dan jasa
akomodasi sebesar 35,99%, pertanian, perkebunan, kehutanan, perburuan dan
perikanan sebesar 30,09%, sedangkan lapangan usaha yang sama sekali tidak
menyerap sektor informal adalah sektor listrik, gas dan air minum. Lapangan
usaha yang sedikit menyerap pekerja sektor informal adalah sektor pertambangan
38
dan penggalian (0,25%) dan lembaga keuangan, usaha persewaan dan jasa
perusahaan (0,41%).
Tabel 3. Persentase Pekerja Sektor Informal menurut Lapangan Usaha Utama di Kabupaten Bogor Tahun 2009
Lapangan Usaha Persentase (%) Pertanian, Perkebunan, Kehutanan, Perburuan dan Perikanan 30,09Pertambangan dan Penggalian 0,25Industri 8,44Listrik, Gas dan Air Minum 0,00Konstruksi 4,48Perdagangan, Rumah Makan dan Jasa Akomodasi 35,99Transportasi, Pergudangan dan Komunikasi 13,04Lembaga Keuangan, Usaha Persewaan & Jasa Perusahaan 00,41Jasa Kemasyarakatan, Sosial dan Perorangan 7,30
Persentase Total 100,00Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor (2009)
5.1.4. Kondisi Iklim
Iklim di Kabupaten Bogor termasuk Iklim Tropis tipe A (Sangat Basah) di
bagian selatan dan tipe B (Basah) di bagian utara. Suhu berkisar rata-rata antara
20˚C sampai 30˚C. Curah hujan tahunan antara 2.500 mm sampai lebih dari 5.000
mm/tahun, kecuali di wilayah bagian utara yang berbatasan dengan DKI Jakarta,
Tangerang dan Bekasi yang curah hujannya kurang dari 2.500 mm/tahun.
Kawasan Puncak yang merupakan bagian Kabupaten Bogor sebelah selatan
memiliki jumlah curah hujan yang sangat tinggi mencapai 2.500 mm atau lebih
per tahunnya. Biasanya hujan turun pada waktu siang hari sampai sore hari, mulai
dari pukul 11.00 sampai 16.00.
Selama 10 tahun terakhir ini, terjadi perubahan iklim di kawasan Puncak
Bogor. Perubahan iklim ditandai dengan meningkatnya suhu udara rata-rata, curah
hujan, dan jumlah hari hujan tiap tahunnya. Selain itu, terjadi perubahan
kecepatan angin yang semakin menurun di Puncak.
39
5.1.5. Daya Tarik Wisata
Puncak merupakan kawasan wisata yang memiliki banyak daya tarik serta
didukung dengan fasilitas-fasilitas yang memadai. Selain suasana yang nyaman,
kawasan Puncak juga memiliki obyek wisata yang menarik untuk dikunjungi.
Banyak para wisatawan yang rela menunggu arus lalu lintas lancar demi bisa
menikmati suasana di kawasan Puncak. Beberapa aktifitas wisata yang sudah
sangat populer dan banyak diminati oleh wisatawan di kawasan Puncak antara
lain:
1. Wisata Kebun Teh
Wisata ini merupakan salah satu wisata utama yang berada di kawasan
Puncak, Bogor dan sudah terkenal sejak lama. Wisata ini ramai dikunjungi oleh
pengunjung yang ingin melihat dan menikmati keindahan panorama alam Puncak.
Aktivitas berjalan kaki mengelilingi kebun teh ini merupakan pengalaman yang
menyenangkan dan dapat merelaksasi suasana hati yang tegang dengan kesibukan
sehari-hari. Kita juga dapat melihat proses produksi teh dari pemetikan teh hingga
menjadi daun teh kering siap konsumsi. Salah satu tempat wisata kebun teh di
kawasan Puncak adalah wisata kebun teh Gunung Mas.
2. Wisata Paralayang
Paralayang adalah jenis wisata olahraga yang menggunakan parasut dan
biasanya dilakukan di bukit gunung sebagai landasan pacu. Wisata ini adalah jenis
wisata yang agak menantang dimana pengunjung dapat bertualang dengan ikut
serta terbang layang, sejenak bebas lepas melayang di langit gunung yang indah.
Kegiatan wisata ini sangat tergantung pada faktor alam seperti cuaca, kecepatan
angin, dan sebagainya. Faktor pendukung alam seperti angin dan cuaca ini sangat
40
menentukan bagi pilot tandem untuk memutuskan kita bisa terjun atau tidak.
Biasanya kisaran waktu jam 11 siang hingga jam 3 sore adalah saat yang tepat
untuk mencobanya.
3. Wisata Outbound
Jenis wisata outbound sangat popular di kawasan Puncak saat ini. Wisata
ini bisa dinikmati oleh semua kalangan dari anak-anak hingga orang tua sehingga
banyak wisatawan yang tertarik pada jenis wisata ini. Beberapa kegiatan wisata
ini seperti games, flying fox, kid station, rapelling, rescue, paint ball, arung jeram
dan masih banyak kegiatan lainnya. Terdapat banyak tempat wisata outbound
yang populer di Puncak antara lain: Eagle Hill Camp Outbound, Passadena
Village, dan beragam outbound lainnya yang terdapat di Taman Wisata Matahari
(seperti flying fox Children Adventure Park, flying fox Extreme Adventure, dan
arung jeram SOAR).
4. Wisata Satwa
Kawasan Puncak Bogor juga terkenal dengan wisata satwanya. Wisata
satwa adalah kegiatan wisata yang memanfaatkan satwa sebagai obyek
kegiatannya. Salah satu wisata satwa yang berada di kawasan Puncak adalah
Taman Safari Indonesia. Wisata ini mengkoleksi beragam jenis binatang dan
banyak obyek menarik yang disediakan seperti: safari park, taman burung, animal
education show, elephant trail, safari sky lift, dan sebagainya. Selain itu wisata
lainnya adalah taman kupu-kupu dan pertunjukkan satwa di Taman Wisata
Matahari, Wisata berkuda di Gunung Mas, dan Talaga Warna yang didalamnya
terdapat berbagai jenis hewan seperti: Elang Jawa, Elang Brontok, Kera, Owa
Jawa, dan sebagainya.
41
5. Wisata Air Terjun
Daerahnya yang berupa pegunungan, menyebabkan kawasan Puncak ini
memiliki banyak curug atau air terjun alami yang dijadikan sebagai tempat wisata.
Wisata ini sangat menarik dan ramai dikunjungi wisatawan karena menyuguhkan
pemandangan yang indah dan alami ditambah dengan suara gemericik air
menambah sejuknya suasana. Beberapa obyek wisata curug andalan yang ada di
kawasan Puncak adalah Curug Cilember, Curug Panjang, Curug Tujuh, dan Curug
Kembar.
Tidak hanya tempat wisatanya yang menarik untuk dikunjungi, di kawasan
wisata Puncak ini juga terdapat sebuah masjid yang indah dengan arsitektur yang
khas yaitu Masjid Atta'awun yang berada di kawasan Puncak Pass, Kecamatan
Cisarua. Masjid ini ramai disinggahi oleh wisatawan yang ingin melaksanakan
ibadah ataupun untuk beristirahat sejenak, dari mesjid ini kita bisa menyaksikan
pemandangan kawasan Puncak yang indah, karena dindingnya terbuat dari kaca
dan letaknya berada di ketinggian. Selain itu, di sekitar area parkir mesjid ini
terdapat banyak pedagang makanan dan souvenir khas Puncak.
Kabupaten Bogor memiliki tingkat kunjungan wisatawan yang tinggi
untuk obyek-obyek wisatanya terutama di kawasan wisata Puncak. Banyaknya
jenis wisata yang menarik di Puncak menjadikan kawasan ini ramai dikunjungi
oleh wisatawan. Selain itu, wisatawan bisa dengan mudah menemukan hotel/villa
di sepanjang jalan mulai dari bumi perkemahan sampai hotel berbintang sebagai
tempat penginapan atau beristirahat. Tabel 4 menunjukkan banyaknya jumlah
wisatawan yang mengunjungi obyek wisata dan penginapan di Kabupaten Bogor
tahun 2010.
42
Tabel 4. Data Kunjungan Wisatawan ke Kabupaten Bogor Tahun 2010 No Jenis Data Wisman Wisnus Total 1 ODTW 24.207 2.573.178 2.597.3852 Hotel Bintang 12.061 345.006 357.0673 Hotel Melati 7.114 551.175 629.4614 Penginapan Remaja 515 535 1.0505 Pondok Wisata 1.946 44.536 66.1886 Bumi Perkemahan 0 1.584 1.584
Sumber : Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Bogor Tahun 2010
5.1.6. Aksesibilitas
Kabupaten Bogor dapat ditempuh dari Jakarta melalui jalan bebas
hambatan Jagorawi dalam waktu 30 menit. Sedangkan dari Bandung, Kabupaten
Bogor dapat ditempuh dengan kendaraan beroda empat dalam waktu kurang dari
tiga jam. Kawasan wisata Puncak memiliki akses yang dekat dan mudah untuk
ditempuh khususnya bagi daerah yang berada di wilayah Jabodetabek. Kawasan
wisata Puncak Bogor dapat ditempuh dengan menggunakan kendaraan umum
maupun kendaran pribadi yaitu kendaraan roda dua, roda empat, ataupun bus.
Akses menuju kawasan ini dapat ditempuh melalui jalur Ciawi dan Cisarua.
Setiap akhir pekan, kawasan Puncak selalu ramai dikunjungi wisatawan.
Kawasan Puncak terletak sekitar 25 kilometer dari Kota Bogor. Kawasan Puncak
dapat dicapai dalam waktu 45 menit dari Kota Bogor pada hari biasa. Namun,
kondisi itu berubah pada hari Sabtu, Minggu, atau hari libur nasional yang dapat
menghabiskan waktu berjam-jam untuk mencapai kawasan Puncak karena
padatnya lalu lintas yang mengakibatkan kemacetan. Kepadatan lalu lintas
biasanya terjadi di titik-titik lokasi obyek wisata.
Kepadatan lalu lintas terjadi karena wisatawan banyak yang menggunakan
kendaraan pribadi. Mobil yang melintas di jalur Puncak sejak 29 Desember 2010
sampai 2 Januari 2011 lebih dari 50.000 unit per hari. Puncaknya terjadi pada 30
43
Desember 2010 yaitu mencapai 64.000 unit ditambah jumlah sepeda motor yang
melintas per hari diperkirakan dua sampai tiga kali lipat jumlah mobil2.
Sementara itu, lebar badan jalan rata-rata 8 meter dengan kiri-kanannya
merupakan lokasi wisata dan kuliner. Padahal, kapasitas jalan itu idealnya untuk
sekitar 10.000 kendaraan. Lalu lintas di kawasan Puncak Bogor pada hari-hari
libur akan sangat padat. Namun, kondisi ini tidak mengurangi minat para
wisatawan untuk mengunjungi kawasan Puncak Bogor.
5.1.7. Pengelolaan
Pengelolaan wisata di kawasan Puncak Bogor ada yang dilakukan oleh
pemerintah maupun swasta. Wisata-wisata yang dikelola oleh pemerintah yaitu
wisata kebun teh dan wisata air terjun. Wisata kebun teh yang berada di Puncak
dikelola oleh PT Perkebunan Nusantara VIII (Persero). PTPN VIII ini merupakan
Badan Usaha Milik Negara Indonesia yang bergerak di bidang perkebunan teh,
karet, kina, kakao, kelapa sawit, dan getah perca. Begitu juga dengan wisata air
terjun yang dikelola oleh Perum Perhutani yang merupakan Badan Usaha Milik
Negara.
Wisata-wisata yang berada di Puncak Bogor sebagian besar dikelola oleh
swasta, misalnya wisata paralayang yang dikelola oleh Persatuan Layang Gantung
Indonesia (PLGI) Kabupaten Bogor dan Taman Safari Indonesia yang dikelola
oleh Yayasan Taman Safari Indonesia. Jenis wisata lainnya seperti wisata
outbound juga dikelola oleh swasta.
2 http://megapolitan.kompas.com. Diakses pada tanggal 11 Juni 2011.
44
Secara umum kawasan wisata Puncak belum terkelola secara maksimal.
Hal ini dilihat dari masih banyaknya sarana dan prasarana wisata yang rusak,
terdapat beberapa potensi pariwisata yang belum terkelola secara maksimal,
padatnya arus lalu lintas khususnya pada saat weekend, pembangunan pemukiman
yang semakin pesat, dan sebagainya. Pengelolaan yang belum maksimal ini juga
disebabkan karena kurangnya sumber daya manusia pengelola, biaya pengelolaan,
dan minimnya infrastruktur.
5.2. Gambaran Umum Responden Penelitian
Penelitian mengenai analisis dampak perubahan iklim mikro terhadap
permintaan wisata di kawasan Puncak Bogor menggunakan responden
pengunjung wisata. Responden ini terdiri dari empat jenis, yaitu pengunjung
wisata outbound, pengunjung wisata paralayang, pengunjung wisata kebun teh,
dan pengunjung penginapan hotel/villa.
5.2.1. Karakteristik Sosial Ekonomi
Wisatawan yang menjadi responden pada penelitian ini berjumlah 60
orang. Responden terdiri dari 63% laki-laki dan 37% perempuan. Umur responden
pengunjung dikelompokkan menjadi tiga kategori yaitu kelompok responden
dengan kategori umur 17-23 tahun yang berjumlah sebanyak 34% dari total
responden. Kategori kedua berumur 24-50 tahun sebanyak 63%, dan responden
dengan umur lebih dari 50 tahun sebanyak 3%. Pengunjung wisata di kawasan
Puncak sebagian besar berada pada kategori 24-50 tahun, hal ini menunjukkan
bahwa Puncak sebagai kawasan wisata yang amat diminati oleh semua golongan
usia.
45
Tingkat pendidikan responden sebagian besar adalah lulusan SMA yaitu
sebanyak 50%, responden berpendidikan terakhir Perguruan Tinggi sebanyak
39%, sementara itu responden lulusan SMP sebanyak 8% dan sisanya 3% adalah
responden lulusan SD. Berdasarkan kategori pekerjaan, sebagian besar responden
bekerja sebagai wiraswasta yaitu sebanyak 38%, pegawai swasta sebanyak 30%,
pelajar dan mahasiswa sebanyak 22%, Pegawai Negeri Sipil sebanyak 7%, dan
sebanyak 3% responden adalah TNI.
Sebagian besar responden pengunjung kawasan wisata Puncak sebanyak
32% memiliki tingkat pendapatan pada kisaran Rp 1.000.000 – Rp 2.000.000 per
bulan. Sebanyak 23% responden memilki pendapatan pada kisaran Rp 2.000.000
– Rp 3.000.000 per bulan, sebanyak 22% responden wisatawan memiliki tingkat
pendapatan kurang dari Rp 1.000.000 per bulan, sebanyak 10% responden
memiliki pendapatan pada kisaran Rp 3.000.000 – Rp 4.000.000 per bulan.
Sebanyak 5% responden memiliki tingkat pendapatan lebih dari Rp 6.000.000 per
bulan dan 5% responden lainnya memiliki kisaran pendapatan Rp 4.000.000 – Rp
5.000.000 per bulan, sisanya sebanyak 3% responden memiliki pendapatan pada
kisaran Rp 5.000.000 – Rp 6.000.000 per bulan. Karakteristik sosial ekonomi
responden pengunjung wisata kawasan Puncak tersebut dapat dilihat pada Tabel 5.
46
Tabel 5. Karakteristik Sosial Ekonomi Responden Wisatawan Jenis Kelamin Frekuensi Persentase (%)Wanita 21 37Laki-laki 39 63Total 60 100Usia Frekuensi Persentase (%)17-23 20 3424-50 38 63>50 2 3Total 60 100Pendidikan Frekuensi Persentase (%)SD 2 3SMP 5 8SMA 30 50Perguruan Tinggi 23 39Total 60 100Jenis Pekerjaan Frekuensi Persentase (%)Pelajar/Mahasiswa 13 22Pegawai Negeri Sipil 4 7Pegawai Swasta 18 30Wiraswasta 23 38TNI 2 3Total 60 100Pendapatan Frekuensi Persentase (%)< Rp 1.000.000 13 22Rp 1.000.000 - Rp 2.000.000 19 32Rp 2.000.000 - Rp 3.000.000 14 23Rp 3.000.000 - Rp 4.000.000 6 10Rp 4.000.000 - Rp 5.000.000 3 5Rp 5.000.000 - Rp 6.000.000 2 3> Rp 6.000.000 3 5Total 60 100
Sumber : Data primer diolah (2011)
5.2.2. Daerah Asal
Sebagian besar pengunjung wisata kawasan Puncak berasal dari wilayah
Jabodetabek. Proporsi wisatawan dari wilayah Jabodetabek sebanyak 93% dengan
komposisi responden yang berasal dari Bogor sebanyak 40%, Jakarta sebanyak
25%, Bekasi sebanyak 18%, Depok dan Tangerang masing-masing sebanyak 5%.
Kemudian sebesar 3% berasal dari luar Jawa Barat, dan sisanya masing-masing
2% berasal dari Sukabumi dan Sumedang. Sebaran daerah asal wisatawan dapat
dilihat pada Gambar 2.
Sumber : Data primer diolah (2011)
Gambar 2. Sebaran Daerah Asal Wisatawan Kawasan Puncak
5.2.3. Motivasi Kunjungan
Sebagian besar responden pengunjung wisata kawasan Puncak memiliki
motivasi kunjungan untuk refreshing yaitu sebanyak 75% dari total responden.
Responden beralasan selain untuk menikmati panorama alam dan suasana yang
nyaman, juga karena banyaknya pilihan wisata menarik di kawasan Puncak.
Kemudian sebanyak 23% responden memiliki motivasi kunjungan untuk piknik
dan kumpul keluarga, dan sisanya sebanyak 2% memiliki motivasi kunjungan
untuk pendidikan dan penelitian. Sebaran motivasi kunjungan wisatawan dapat
dilihat pada Gambar 3.
47
Sumber : Data primer diolah (2011)
Gambar 3. Sebaran Motivasi Kunjungan Wisatawan ke Kawasan Puncak
5.2.4. Frekuensi Kunjungan
Sebanyak 73% responden melakukan kunjungan wisata ke kawasan
Puncak sebanyak 1-15 kali dalam satu tahun terakhir. Wisatawan yang berkunjung
16-30 kali sebanyak 18% dan sebanyak 9% responden melakukan kunjungan
sebanyak lebih dari 30 kali dalam satu tahun terakhir. Banyaknya frekuensi
kunjungan wisatawan dalam satu tahun terakhir dapat dilihat pada Gambar 4.
Sumber : Data primer diolah (2011)
Gambar 4. Sebaran Frekuensi Kunjungan Wisatawan ke Kawasan Puncak
5.2.5. Cara Kedatangan
Kedatangan responden ke kawasan wisata Puncak sebagian besar
dilakukan bersama teman sebanyak 55% menunjukkan bahwa kawasan wisata
Puncak sebagai lokasi wisata yang lebih baik dinikmati dalam rombongan besar.
Sebanyak 42% responden pengunjung datang bersama keluarga, dan sisanya
48
sebanyak 3% datang sendiri. Sebaran cara kedatangan responden wisatawan dapat
dilihat pada Gambar 5.
Sumber : Data primer diolah (2011)
Gambar 5. Sebaran Cara Kedatangan Responden
49
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN
6.1. Perubahan Iklim Mikro di Kawasan Wisata Puncak Bogor
Perubahan iklim mikro yang terjadi di kawasan wisata Puncak Bogor
selama periode sepuluh tahun terakhir dilihat dari tiga parameter iklim. Parameter
iklim yang dievaluasi adalah curah hujan, jumlah hari hujan dan kecepatan angin.
6.1.1. Curah Hujan
Curah hujan merupakan jumlah air yang turun pada suatu daerah dalam
waktu tertentu. Jumlah curah hujan di kawasan Puncak cenderung mengalami
peningkatan dari tahun 2001 hingga tahun 2010. Pada tahun 2001, jumlah curah
hujan di Puncak sebanyak 603 mm. Meskipun perkembangan curah hujan di
Puncak mengalami frekuensi naik turun, namun pada tahun 2010, curah hujan
mengalami peningkatan yang drastis menjadi sebanyak 3.731 mm. Perkembangan
curah hujan di Puncak dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Perkembangan Curah Hujan di Puncak Tahun 2001-2010
Bulan Curah Hujan (mm) 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
Januari 174 44 42 210 403 300 272 209 423 383Februari 37 26 272 178 260 247 562 235 418 543Maret 52 105 108 124 142 101 193 367 308 473April 110 47 111 66 54 143 380 267 237 71Mei 20 4 49 107 90 115 69 132 309 242Juni 24 2 7 2 129 26 88 28 119 245Juli 17 28 0 20 50 19 1 3 88 154Agustus 11 54 133 2 153 6 48 60 16 334September 46 0 128 96 176 17 18 94 61 348Oktober 33 21 138 41 114 81 133 66 323 376November 74 96 132 142 44 97 106 295 213 287Desember 5 108 214 197 211 377 317 163 192 276Jumlah 603 536 1335 1183 1826 1530 2185 1919 2706 3731
Sumber: http://www.tutiempo.com 2011
Gambar 6 menunjukkan perkembangan jumlah curah hujan bulanan di
Puncak selama tahun 2001 hingga tahun 2010. Gambar 7 menunjukkan jumlah
curah hujan tahunan selama tahun 2001 hingga tahun 2010. Pada kedua gambar
dapat dilihat bahwa pada tahun 2001 hingga tahun 2010 jumlah curah hujan di
kawasan Puncak cenderung fluktuatif. Walaupun jumlah curah hujan mengalami
penurunan di tahun 2002, namun mengalami peningkatan sekitar dua kali lipat
pada tahun 2003 dan begitu seterusnya hingga tahun 2010 yang merupakan tahun
dengan jumlah curah hujan tertinggi.
Sumber: http://www.tutiempo.com 2011 (diolah) Gambar 6. Perkembangan Jumlah Curah Hujan Bulanan di Puncak Tahun 2001-2010
Sumber: http://www.tutiempo.com 2011 (diolah)
Gambar 7. Volume Curah Hujan Tahunan di Puncak Tahun 2001-2010
51
52
Selisih jumlah penurunan curah hujan yang terjadi di Puncak tidak
sebanding dengan selisih jumlah peningkatan curah hujannya. Selisih jumlah
peningkatan curah hujan jauh lebih besar dibandingkan dengan selisih jumlah
penurunnya. Curah hujan yang terus meningkat ini merupakan indikasi dari
adanya perubahan iklim global yang mempengaruhi iklim mikro di kawasan
Puncak Bogor.
6.1.2. Jumlah Hari Hujan
Jumlah hari hujan setiap bulan adalah jumlah hari turunnya hujan dalam
satu bulan pada daerah tertentu. Jumlah hari hujan di kawasan Puncak Bogor
cenderung mengalami peningkatan dari tahun 2001 sampai tahun 2010. Pada
tahun 2001, jumlah hari hujan di Puncak sebanyak 89 hari dan pada tahun 2002
mengalami penurunan 10 hari menjadi sebanyak 79 hari. Pada tahun 2002 inilah
merupakan tahun dengan jumlah hari hujan terendah di Puncak selama sepuluh
tahun terakhir. Sama halnya dengan curah hujan, jumlah hari hujan juga
mengalami penurunan di tahun 2006 dari tahun sebelumnya menjadi 144 hari dan
terus meningkat hingga tahun 2010. Perkembangan hari hujan di Puncak selama
sepuluh tahun terakhir dapat dilihat pada Tabel 7.
Peningkatan jumlah hari hujan ini mengakibatkan tidak jelasnya
perbedaan antara waktu musim kemarau dengan musim hujan di kawasan Puncak
Bogor. Pada Tabel 7 dapat dilihat untuk bulan kering (Juni, Juli, Agustus) terjadi
peningkatan jumlah hari hujan yang cukup drastis dari tahun 2001 sampai tahun
2010. Pada tahun 2010 hampir setiap hari turun hujan di bulan Juni, Juli, dan
Agustus, sehingga hari hujan menjadi semakin panjang di bulan kering tersebut.
53
Tabel 7. Perkembangan Jumlah Hari Hujan di Puncak Tahun 2001-2010
Bulan Jumlah Hari Hujan (Hari) 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
Januari 11 10 7 18 18 17 16 13 22 28Februari 11 5 18 18 20 17 17 23 24 23Maret 7 11 11 14 17 18 17 18 23 26April 6 8 11 11 10 15 22 15 15 16Mei 8 4 3 13 8 14 12 10 20 19Juni 3 3 2 1 13 5 10 7 11 15Juli 11 7 0 7 8 5 1 3 4 19Agustus 4 4 5 1 9 2 3 7 5 19September 9 0 8 8 12 3 5 9 6 25Oktober 8 2 10 8 13 11 10 10 17 23November 8 11 11 14 5 13 16 17 22 25Desember 3 14 19 17 16 24 22 21 20 27Jumlah 89 79 105 130 149 144 151 153 189 265
Sumber: http://www.tutiempo.com 2011
Gambar 8 menunjukkan perkembangan jumlah hari hujan bulanan di Puncak
selama tahun 2001 hingga tahun 2010. Gambar 9 menunjukkan jumlah hari hujan
tahunan di Puncak selama tahun 2001 hingga tahun 2010. Jumlah hari hujan di kawasan
Puncak dari tahun 2001 hingga tahun 2010 cenderung fluktuatif. Hal ini ditunjukkan
pada kedua gambar dimana meskipun terjadi penurunan jumlah hari hujan pada tahun
2006, namun jumlah hari hujan di tahun 2007 hingga tahun 2010 terus mengalami
peningkatan drastis. Pada tahun 2010, jumlah hari hujan di kawasan Puncak sebanyak
265 hari dengan jumlah hari hujan tertinggi terdapat pada bulan Januari. Jumlah hari
hujan yang terus meningkat ini juga merupakan indikasi dari adanya perubahan
iklim global yang mempengaruhi iklim mikro di kawasan Puncak Bogor.
54
Sumber: http://www.tutiempo.com 2011 (diolah)
Gambar 8. Perkembangan Jumlah Hari Hujan Bulanan di Puncak Tahun 2001-2010
Sumber: http://www.tutiempo.com 2011 (diolah)
Gambar 9. Jumlah Hari Hujan Tahunan di Puncak Tahun 2001-2010
6.1.3. Kecepatan Angin
Perubahan musim menyebabkan perubahan arah dan kecepatan angin.
Berbeda halnya dengan curah hujan maupun jumlah hari hujan yang terus
mengalami kenaikan, rata-rata kecepatan angin di kawasan Puncak Bogor
mengalami penurunan dari tahun 2001 sampai tahun 2010.
55
Pada tahun 2001 merupakan tahun dengan rata-rata kecepatan angin
tertinggi, yaitu sebesar 5,73 km/jam. Sedangkan tahun 2010 adalah tahun dengan
rata-rata kecepatan angin terendah, yaitu sebesar 2,93 km/jam. Pada tahun 2002,
rata-rata kecepatan angin mengalami penurunan dari tahun sebelumnya menjadi
3,96 km/jam, kemudian meningkat kembali di tahun 2003 menjadi 4,23 km/jam
lalu mengalami penurunan kembali di tahun 2004 dan 2005, begitu seterusnya
hingga tahun 2010. Perkembangan kecepatan angin di Puncak dapat dilihat pada
Tabel 8.
Tabel 8. Perkembangan Kecepatan Angin di Puncak Tahun 2001-2010
Bulan Kecepatan Angin (Km/ Jam) 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
Januari 7 3,3 4,5 4,3 4,4 5,3 6,4 6,1 4 2,7Februari 10 5,4 3,7 3,1 4,3 3,9 3,1 6,3 4,7 2,6Maret 6,7 4,4 4,2 5,3 4 5,5 5,6 4,3 3,4 2,6April 4,8 4 4 4,4 4 5,9 3,6 3,7 3,2 3,3Mei 5 3,4 3,9 4,1 4,3 5,2 4,1 4,2 2,7 3,2Juni 4,8 3,8 5,2 4,3 3,7 4,5 3,4 ,4 2,8 3Juli 5,8 3,3 4,8 4 3,5 3,8 4 4,7 3,3 3,6Agustus 5,3 4,6 4,2 4,6 4 4,6 3,6 3,6 3,6 2,6September 5,2 4,3 3,7 4,5 4 4,7 4,5 4,2 3,3 2,7Oktober 3,6 4,5 4,6 4,3 3,8 4,8 4,1 4,2 3,5 2,9November 3,8 3 3,6 4,1 5,4 3,8 3,9 4 2,6 2,4Desember 6,8 3,5 4,4 3,5 4,4 3,3 4,5 3,3 2,3 3,5Rata-rata 5,73 3,96 4,23 4,21 4,15 4,61 4,23 4,38 3,28 2,93
Sumber: http://www.tutiempo.com 2011
Gambar 10 menunjukkan perkembangan rata-rata kecepatan angin
bulanan selama lima tahun terakhir di kawasan Puncak Bogor. Gambar 11
menunjukkan perkembangan rata-rata kecepatan angin tahunan di Puncak selama
tahun 2001 hingga tahun 2010. Pada kedua gambar dapat dilihat bahwa rata-rata
kecepatan angin di Puncak cenderung mengalami penurunan dari tahun 2001
hingga tahun 2010.
56
Sumber: http://www.tutiempo.com 2011 (diolah) Gambar 10. Perkembangan Rata-rata Kecepatan Angin Bulanan di Puncak Tahun 2006-2010
Sumber: http://www.tutiempo.com 2011 (diolah) Gambar 11. Kecepatan Angin Rata-rata Tahunan di Puncak Tahun 2001-
2010 Meskipun pada tahun 2008 terjadi peningkatan rata-rata kecepatan angin
di Puncak, namun pada tahun 2009 hingga tahun 2010 rata-rata kecepatan angin
terus mengalami penurunan. Kecepatan angin yang cenderung menurun
sepanjang tahun ini merupakan indikasi dari adanya perubahan iklim global yang
mempengaruhi iklim mikro di kawasan Puncak Bogor.
57
6.1.4. Pengaruh Perubahan Iklim Global terhadap Perubahan Iklim Mikro
Pengaruh perubahan iklim global terhadap perubahan iklim mikro dilihat
dari tren suhu global dan suhu mikro. Kecenderungan atau perkembangan yang
sama menunjukkan perilaku suhu yang sama pula, sehingga dapat disimpulkan
adanya keterkaitan antara perubahan iklim global dengan perubahan iklim mikro
(Firman, 2009).
Peningkatan konsentrasi CO2 di atmosfer merupakan penyebab terbesar
naiknya temperatur suhu rata-rata bumi. Menurut data historis, konsentrasi CO2
meningkat dari tahun ke tahun dan peningkatan secara drastis terjadi sejak
dimulainya revolusi industri pada sekitar tahun 1900 (Susandi, 2008). Gambar 12
menunjukkan peningkatan konsentrasi CO2 di dunia.
Sumber: Environmental Modeling and Assessment 4 (1999)
Gambar 12. Data Historis Kenaikan Konsentrasi CO2 Global
Meningkatnya konsentrasi CO2 global menyebabkan terjadinya
peningkatan suhu rata-rata bumi. Gambar 13 menunjukkan kenaikan suhu rata-
rata bumi dan terlihat bahwa pada tahun 1998 tercatat sebagai tahun dengan suhu
tertinggi. Bahkan tahun 1998 merupakan tahun dengan suhu tertinggi sejak tahun
1950 sampai tahun 2007.
58
Sumber: Climate Observations (2008)
Gambar 13. Perkembangan Suhu Rata-rata di Bumi Tahun 1950-2007
Hal ini menunjukkan bahwa perubahan iklim terjadi di seluruh dunia,
termasuk di Indonesia. Berdasarkan Gambar 14 dapat dilihat perubahan rata-rata
suhu udara yang terjadi di Indonesia, dimana rata-rata temperatur tahunan
Indonesia meningkat secara perlahan.
Kenaikan suhu rata-rata tahunan di Indonesia berkisar antara 0,20C sampai
10C (Susandi, 2008). Antara perkembangan suhu rata-rata bumi dengan suhu rata-
rata di Indonesia terdapat kesamaan yang dapat dilihat pada Gambar 14, yaitu
pada tahun 1998 merupakan tahun dengan suhu tertinggi di bumi dan juga di
Indonesia sejak tahun 1950 hingga tahun 2000. Perkembangan rata-rata
temperatur tahunan di Indonesia tahun 1950 hingga tahun 2000 dapat dilihat pada
Gambar 14.
59
Sumber: NOAA-CIRES (2005) Gambar 14. Data Historis Kenaikan Rata-rata Temperatur Tahunan di Indonesia Tahun 1950-2000
Terjadinya perubahan suhu rata-rata global yang cenderung mengalami
peningkatan setiap tahunnya mempengaruhi suhu rata-rata di Indonesia. Suhu
rata-rata di Indonesia semakin lama semakin meningkat pula. Hal ini
menunjukkan bahwa telah terjadi perubahan iklim di Indonesia. Perubahan iklim
yang terjadi di Indonesia tidak lain karena mendapat pengaruh dari perubahan
iklim global.
Perubahan iklim yang terjadi di Indonesia tentunya juga mempengaruhi
iklim mikro di kawasan Puncak Bogor. Gambar 15 menunjukkan kenaikan suhu
rata-rata yang terjadi di kawasan Puncak Bogor. Meskipun pada tahun 2004 dan
tahun 2007 sempat terjadi penurunan suhu rata-rata, namun suhu rata-rata di
kawasan Puncak pada tahun 2009 dan tahun 2010 terus mengalami peningkatan
hingga mencapai suhu 21,90C. Perkembangan suhu udara rata-rata di kawasan
Puncak selama tahun 2001 hingga tahun 2010 dapat dilihat pada Gambar 15. Pada
gambar terlihat bahwa tren perkembangan suhu udara rata-rata di Puncak selama
sepuluh tahun terakhir mengalami peningkatan.
60
Sumber: http://www.tutiempo.com 2011 (diolah)
Gambar 15. Suhu Udara Rata-rata di kawasan Puncak Bogor Tahun 2001-2010
Kecenderungan perilaku suhu yang sama antara suhu di dunia dengan
suhu di Indonesia termasuk suhu di kawasan Puncak Bogor, dimana suhu rata-
ratanya cenderung mengalami peningkatan menunjukkan adanya keterkaitan
antara perubahan iklim global dengan perubahan iklim mikro. Perubahan iklim
mikro di kawasan Puncak Bogor terjadi karena adanya pengaruh dari perubahan
iklim global.
6.2. Pengaruh Perubahan Iklim Mikro terhadap Permintaan Wisata
Analisis pengaruh perubahan iklim mikro terhadap permintaan wisata
dilihat dari hubungan antara tren perkembangan jumlah pengunjung beberapa
obyek wisata di Puncak dengan tren perkembangan iklim yang mempengaruhinya
(kecepatan angin, curah hujan, hari hujan). Selain itu, pengaruh persepsi
perubahan iklim mikro yang dirasakan responden di Puncak terhadap permintaan
wisata Puncak dilakukan dengan model regresi linear berganda.
61
6.2.1. Persepsi Wisatawan terhadap Perubahan Iklim Mikro di Puncak
Persepsi wisatawan terhadap perubahan iklim mikro di kawasan Puncak
Bogor terdiri dari persepsi terhadap kondisi perubahan suhu udara, kecepatan
angin, curah hujan, dan hari hujan. Persepsi responden terhadap perubahan iklim
mikro di Puncak dilihat untuk mengetahui sejauh mana perubahan iklim yang
dirasakan oleh responden wisatawan selama sepuluh tahun terakhir.
1. Persepsi Wisatawan terhadap Kondisi Suhu Udara di Puncak
Kondisi suhu udara yang semakin meningkat dirasakan oleh sebagian
besar responden, yaitu sebanyak 87% dari total responden. Responden merasa
telah terjadi peningkatan suhu udara di kawasan Puncak Bogor selama sepuluh
tahun terakhir. Responden lain yang merasa bahwa suhu di Puncak tetap sama
yaitu sebesar 8%, dan sisanya sebanyak 5% responden merasa terjadi penurunan
suhu udara. Persentase persepsi responden terhadap kondisi suhu udara di Puncak
dapat dilihat pada Gambar 16.
Sumber: Data primer diolah (2011) Gambar 16. Persentase Perubahan Suhu Udara yang dirasakan Responden di Puncak Selama Sepuluh Tahun Terakhir
62
2. Persepsi Wisatawan terhadap Kondisi Curah Hujan di Puncak
Berdasarkan hasil wawancara responden kepada wisatawan yang
berkunjung ke kawasan wisata Puncak, sebagian besar responden sebanyak 62%
merasakan terjadinya peningkatan curah hujan di Puncak selama sepuluh tahun
terakhir. Sedangkan sisanya yaitu 28% responden merasa curah hujan tetap dan
10% responden merasakan penurunan curah hujan. Hal ini dapat dilihat pada
Gambar 17. Dapat disimpulkan bahwa apa yang dirasakan sebagian besar
responden terhadap perubahan curah hujan sesuai dengan kondisi curah hujan
yang sebenarnya terjadi di Puncak.
Sumber: Data primer diolah (2011) Gambar 17. Persentase Perubahan Curah Hujan yang dirasakan Responden di Puncak Selama Sepuluh Tahun Terakhir 3. Persepsi Wisatawan terhadap Kondisi Hari Hujan di Puncak
Sama halnya dengan curah hujan, sebagian besar responden sebanyak
53% juga merasakan terjadinya peningkatan jumlah hari hujan di Puncak selama
sepuluh tahun terakhir. Sebanyak 30% responden lainnya merasakan jumlah hari
hujan yang tetap, dan sisanya 17% responden merasakan penurunan jumlah hari
hujan. Dapat disimpulkan bahwa apa yang dirasakan sebagian besar responden
terhadap perubahan jumlah hari hujan sesuai dengan kondisi hari hujan yang
sebenarnya terjadi di Puncak selama sepuluh tahun terakhir. Persentase perubahan
63
jumlah hari hujan yang dirasakan responden di Puncak selama sepuluh tahun
terakhir dapat dilihat pada Gambar 18.
Sumber: Data primer diolah (2011) Gambar 18. Persentase Perubahan Jumlah Hari Hujan yang dirasakan Responden di Puncak Selama Sepuluh Tahun Terakhir
4. Persepsi Wisatawan terhadap Kondisi Kecepatan Angin di Puncak
Perubahan kecepatan angin yang dirasakan sebagian besar responden juga
sesuai dengan kondisi rata-rata kecepatan angin sebenarnya yang semakin
menurun di Puncak. Sebagian besar responden sebanyak 49% merasakan
terjadinya penurunan kecepatan angin di Puncak selama sepuluh tahun terakhir.
Sedangkan sisanya yaitu 38% responden merasa kecepatan angin di Puncak tetap
dan 13% responden merasakan peningkatan kecepatan angin. Hal ini dapat dilihat
pada Gambar 19.
Sumber: Data primer diolah (2011) Gambar 19. Persentase Perubahan Kecepatan Angin yang dirasakan Responden di Puncak Selama Sepuluh Tahun Terakhir
64
5. Keputusan Berwisata Responden
Berdasarkan hasil wawancara, sebanyak 93% responden dalam
mengambil keputusan untuk berwisata ke Puncak dipengaruhi oleh kondisi cuaca
di Puncak. Responden lebih memilih untuk tidak berwisata ke Puncak jika
mengetahui bahwa cuaca di kawasan tersebut sedang tidak mendukung (misalnya
turun hujan). Sedangkan hanya 7% responden yang tidak dipengaruhi oleh
kondisi cuaca dalam mengambil keputusan untuk berwisata ke Puncak. Persentase
jumlah responden yang dipengaruhi dan responden yang tidak dipengaruhi
kondisi cuaca dalam mengambil keputusan berwisata ke Puncak dapat dilihat
pada Gambar 20.
Sumber: Data primer diolah (2011) Gambar 20. Persentase Jumlah Responden yang Dipengaruhi dan Tidak
Dipengaruhi Kondisi Cuaca dalam Mengambil Keputusan Berwisata
Sebagian besar responden wisatawan yang berkunjung ke Puncak
menyatakan bahwa keputusan mereka untuk berwisata ke tempat tersebut
dipengaruhi oleh kondisi cuacanya. Jika cuaca tidak mendukung, maka tentunya
akan mempengaruhi keputusan wisatawan untuk berkunjung ke kawasan wisata
Puncak yang akhirnya mempengaruhi tingkat permintaan wisata di Puncak.
65
6.2.2. Model Fungsi Permintaan Wisata Kawasan Puncak dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Dampak perubahan iklim mikro yang dirasakan responden di Puncak
terhadap permintaan wisata dilakukan dengan model regresi linear berganda
dimana ketiga parameter perubahan iklim, yaitu curah hujan, hari hujan, dan
kecepatan angin merupakan variabel bebas (independent) dalam model fungsi
permintaan wisata di kawasan Puncak. Sedangkan variabel tak bebasnya
(dependent) adalah tingkat permintaan yang dilihat dari besarnya jumlah
kunjungan responden ke Puncak dalam satu tahun terakhir.
Selain parameter iklim, terdapat variabel bebas lainnya yang diduga
mempengaruhi jumlah kunjungan wisatawan ke Puncak selama satu tahun
terakhir. Variabel-variabel tersebut adalah biaya perjalanan, pendapatan
responden, pendidikan terakhir, jarak tempuh, dan umur responden. Sehingga
diperoleh delapan variabel bebas yang diduga akan mempengaruhi jumlah
kunjungan responden sebagai variabel tak bebasnya. Delapan variabel tersebut
adalah biaya perjalanan (X1), kecepatan angin (X2), curah hujan (X3), hari hujan
(X4), pendapatan responden (X5), pendidikan terakhir responden (X6), jarak
tempuh (X7), dan umur responden (X8).
Regresi linear berganda meliputi pengujian hipotesis untuk mengetahui
berapa besar dan nyata pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap jumlah
kunjungan wisatawan. Diperoleh hasil estimasi regresi linear berganda dengan
menggunakan SPSS 13.0 for Windows seperti pada Tabel 9.
66
Tabel 9. Hasil Estimasi Model Permintaan Wisata di kawasan Puncak Coefficientsa
Model Unstandardized
CoefficientsStandardized Coefficients t Sig.
B Std. Error Beta 1 (Constant) 40,770 4,496 8,845 0,000
X1 -0,019 0,007 -0,214 -2,628 0,011X2 -1,288 0,733 -0,138 -1,757 0,085X3 -2,213 0,780 -0,227 -2,838 0,006X4 -3,840 0,968 -0,333 -3,969 0,000X5 1,548 0,456 0,284 3,392 0,001X6 -0,751 0,717 -0,064 -1,047 0,300X7 -39,770 0,663 -0,233 -3,457 0,001X8 -0,019 0,061 -0,044 -0,766 0,447
Dependent Variable: jumlah kunjunganSumber: Data primer diolah (2011)
Berdasarkan Tabel 9 dapat dilihat bahwa hampir semua variabel bebas (X)
berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebasnya (Y), karena memiliki nilai
Sig. lebih kecil dari alpha (α) 5% dan 10%. Terdapat dua variabel bebas yang
tidak berpengaruh nyata, yaitu pendidikan terakhir (X6) dan umur responden (X8)
karena memiliki nilai Sig. lebih besar dari alpha (α) 5% dan 10%. Sehingga
didapat model fungsi permintaan wisata di kawasan Puncak dengan hanya
memasukkan variabel bebas yang berpengaruh nyata, yaitu:
Yt = 40,770 – 0,019X1 – 1,288X2 – 2,213X3 – 3,840X4 + 1,548X5 – 39,770X7
Berdasarkan model tersebut diketahui bahwa variabel-variabel bebas yang
berpengaruh nyata terhadap jumlah kunjungan wisatawan adalah sebagai berikut:
1. Biaya Perjalanan (X1)
Biaya perjalanan merupakan penjumlahan seluruh biaya yang dikeluarkan
wisatawan selama melakukan kegiatan wisata. Variabel biaya perjalan memiliki
Sig. sebesar 0,011 menunjukkan bahwa variabel biaya perjalanan berpengaruh
nyata pada taraf kepercayaan (α) 5%. Nilai koefisien pada variabel ini bertanda
negatif yaitu sebesar 0,019. Hal tersebut menunjukkan bahwa setiap peningkatan
67
biaya perjalanan sebesar Rp 1.000 akan menurunkan jumlah kunjungan sebanyak
0,019 kali per tahun, cateris paribus.
2. Kecepatan Angin (X2)
Variabel kecepatan angin memiliki Sig. sebesar 0,085 menunjukkan
bahwa variabel kecepatan angin berpengaruh nyata pada taraf kepercayaan (α)
10%. Nilai koefisien pada variabel ini bertanda negatif yaitu sebesar 1,288. Hal
tersebut menunjukkan bahwa setiap kenaikan kecepatan angin sebesar satu satuan
akan menurunkan jumlah kunjungan sebanyak 1,288 kali per tahun, cateris
paribus. Hal ini karena kecepatan angin yang besar membuat wisatawan tidak
dapat melakukan kegiatan wisatanya karena beberapa wisata tertentu di Puncak
tidak dapat berjalan bila kecepatan angin terlalu tinggi. Selain itu juga karena
wisatawan merasa khawatir terjadinya resiko kecelakaan bila angin terlalu
kencang.
3. Curah Hujan (X3)
Variabel curah hujan memiliki Sig. sebesar 0,006 menunjukkan bahwa
variabel curah hujan berpengaruh nyata pada taraf kepercayaan (α) 5%. Nilai
koefisien pada variabel ini bertanda negatif yaitu sebesar 2,213. Hal tersebut
menunjukkan bahwa setiap kenaikan curah hujan sebesar satu satuan akan
menurunkan jumlah kunjungan sebanyak 2,213 kali per tahun, cateris paribus.
Hal ini dapat disebabkan karena curah hujan yang besar dapat mengganggu
kondisi di tempat wisata seperti jalanan menjadi licin dan juga timbul resiko
terjadinya longsor, sehingga mempengaruhi wisatawan dalam mengambil
keputusan untuk berwisata.
68
4. Hari Hujan (X4)
Variabel hari hujan memiliki Sig. sebesar 0,000 menunjukkan bahwa
variabel curah hujan berpengaruh nyata pada taraf kepercayaan (α) 5%. Nilai
koefisien pada variabel ini bertanda negatif yaitu sebesar 3,840. Hal tersebut
menunjukkan bahwa setiap kenaikan jumlah hari hujan sebesar satu satuan akan
menurunkan jumlah kunjungan sebanyak 3,840 kali per tahun, cateris paribus.
Hal ini dapat disebabkan karena kegiatan wisata khususnya wisata outdoor tidak
dapat berjalan dengan baik bila terjadi hujan sehingga kegiatan wisata
pengunjung menjadi terganggu. Selain itu juga biasanya wisatawan menjadi tidak
tertarik dan merasa malas untuk berwisata bila terjadi hujan. Berdasarkan hasil
estimasi model permintaan wisata di kawasan Puncak, ketiga parameter iklim
yang dievaluasi, yakni kecepatan angin, curah hujan, dan hari hujan memiliki
pengaruh signifikan terhadap permintaan wisata di kawasan Puncak.
5. Pendapatan Responden (X5)
Variabel pendapatan memiliki Sig. sebesar 0,001 menunjukkan bahwa
variabel pendapatan berpengaruh nyata pada taraf kepercayaan (α) 5%. Nilai
koefisien pada variabel ini bertanda positif yaitu sebesar 1,548. Hal tersebut
menunjukkan bahwa setiap kenaikan pendapatan sebesar satu rupiah akan
meningkatkan jumlah kunjungan sebanyak 1,548 per tahun, cateris paribus. Hal
ini dapat disebabkan karena wisatawan yang memiliki pendapatan relatif tinggi
akan memiliki peluang yang lebih besar untuk melakukan berbagai jenis kegiatan
wisata di Puncak karena dapat mengalokasikan dana lebih besar dibandingkan
dengan wisatawan yang pendapatannya rendah.
69
6. Jarak Tempuh (X7)
Variabel jarak tempuh memiliki Sig. sebesar 0,001 menunjukkan bahwa
variabel jarak tempuh berpengaruh nyata pada taraf kepercayaan (α) 5%. Nilai
koefisien pada variabel ini bertanda negatif yaitu sebesar 39,770. Hal tersebut
menunjukkan bahwa setiap kenaikan jarak tempuh sebesar satu km akan
menurunkan jumlah kunjungan sebanyak 39,770 kali per tahun, cateris paribus.
Hal ini karena wisatawan yang berdekatan dengan lokasi wisata akan melakukan
kunjungan lebih banyak dibandingkan dengan wisatawan yang berasal dari lokasi
yang jauh.
Sementara itu, terdapat dua variabel dalam model fungsi permintaan
wisata yang tidak berpengaruh nyata secara parsial terhadap model. Variabel-
variabel tersebut adalah tingkat pendidikan (X6) dan umur responden (X8).
1. Lamanya Tingkat Pendidikan (X6)
Lamanya tingkat pendidikan pada umumnya dapat mempengaruhi tingkat
pengetahuan responden yang akhirnya dapat mempengaruhi jenis aktifitas wisata
yang disukai. Namun dalam model fungsi permintaan wisata kawasan Puncak
yang diperoleh, variabel tersebut tidak berpengaruh nyata. Hal ini dapat
disebabkan karena semua orang dengan jenjang pendidikan yang berbeda dapat
berwisata ke Puncak tanpa dipengaruhi oleh tinggi rendahnya jenjang pendidikan
yang ditempuh.
2. Umur Responden (X8)
Umur atau tingkat usia seseorang berpengaruh pada aktifitas wisata yang
mereka lakukan. Anak-anak, remaja, dan usia dewasa memiliki kecenderungan
aktifitas wisata yang berbeda. Namun, estimasi fungsi model permintaan wisata
70
kawasan Puncak menunjukkan bahwa umur responden tidak berpengaruh nyata
pada model. Hal ini dapat disebabkan karena dalam penelitian ini anak-anak tidak
dijadikan responden, padahal kawasan Puncak merupakan kawasan wisata yang
dapat dinikmati oleh semua kalangan usia, mulai dari anak-anak hingga dewasa.
Pengujian parameter dalam model regresi linear berganda dilakukan untuk
mengetahui pengaruh dari variabel bebas (independent) terhadap variabel tak
bebasnya (dependent). Selain itu juga untuk mengetahui ada atau tidak adanya
suatu kesalahan dalam model. Beberapa pengujian parameter tersebut antara lain:
1. Koefisien Determinasi (R2)
Berdasarkan hasil estimasi regresi linear berganda yang dilakukan dengan
menggunakan program SPSS 13.0 for Windows, diperoleh R2 sebesar 0,879
seperti pada Tabel 10 berikut ini:
Tabel 10. Hasil Estimasi Koefisien Determinasi Model Permintaan Wisata Model Summaryb
Model R R Square Adjusted R
Square Std. Error of the Estimate Durbin-Watson
1 0,933a 0,870 0,850 3,38530 2,004 a. Predictors: (Constant), X1, X2, X3,X4, X5, X6, X7, X8 b. Dependent Variable: jumlah kunjungan Sumber: Data primer diolah (2011)
Koefisien determinasi yang diperoleh yaitu sebesar 87%. Artinya, keragaman
jumlah kunjungan responden mampu dijelaskan oleh variabel bebas X1, X2,
X3,X4, X5, X6, X7, dan X8 dalam model sebesar 87% sedangkan sisanya sebesar
13% dijelaskan oleh faktor lain di luar model. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
model tersebut memiliki daya ramal yang sangat baik.
2. Uji Statistik F
Uji statistik F dilakukan untuk menguji model regresi secara keseluruhan,
dimana semua koefisien yang terlibat secara simultan memberikan pengaruh
71
nyata terhadap variabel dependen. Tabel 11 menunjukkan Sig. dari uji-F
berdasarkan hasil estimasi regresi linear berganda sebagai berikut:
Tabel 11. Hasil Estimasi Uji ANOVA Model Permintaan Wisata di Puncak ANOVAb
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.1
Regression 3916,86 8 489,607 42,722 0,000a
Residual 584,474 51 11,460 Total 4501,333 59
Sumber: Data primer diolah (2011)
Hipotesis untuk uji-F yaitu:
H0 : model tidak berpengaruh nyata
H1 : model berpengaruh nyata
Berdasarkan Tabel 11 diperoleh nilai Sig. lebih kecil dari α 5%, yang berarti tolak
H0. Sehingga dapat kita simpulkan bahwa model berpengaruh nyata atau variabel
bebas secara bersama-sama (simultan) berpengaruh nyata terhadap variabel tidak
bebasnya (jumlah kunjugan).
3. Uji Statistik t
Uji Satistik t dilakukan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas secara
parsial terhadap variabel tak bebas atau uji masing-masing variabel bebas
terhadap variabel tak bebasnya. Hipotesis untuk uji-t yaitu:
H0 : β=0 (X tidak berpengaruh nyata terhadap Y)
H1 : β≠0 (X berpengaruh nyata terhadap Y)
Berdasarkan hasil estimasi regresi linear berganda pada Tabel 9 diperoleh hasil
sebagai berikut:
a) Sig.(0,011) < α 5% artinya tolak H0 sehingga disimpulkan bahwa biaya
perjalanan (X1) berpengaruh nyata terhadap jumlah kunjungan pada taraf 5%.
72
b) Sig.(0,085) < α 10% artinya tolak H0 sehingga disimpulkan bahwa kecepatan
angin (X2) berpengaruh nyata terhadap jumlah kunjungan pada taraf 10%.
c) Sig.(0,006) < α 5% artinya tolak H0 sehingga disimpulkan bahwa curah hujan
(X3) berpengaruh nyata terhadap jumlah kunjungan pada taraf 5%.
d) Sig.(0,000) < α 5% artinya tolak H0 sehingga disimpulkan bahwa hari hujan
(X4) berpengaruh nyata terhadap jumlah kunjungan pada taraf 5%.
e) Sig.(0,001) < α 5% artinya tolak H0 sehingga disimpulkan bahwa pendapatan
(X5) berpengaruh nyata terhadap jumlah kunjungan pada taraf 5%.
f) Sig.(0,300) > α 10% artinya terima H0 sehingga disimpulkan bahwa
pendidikan (X6) tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah kunjungan pada
taraf 5% dan 10%.
g) Sig.(0,001) < α 5% artinya tolak H0 sehingga disimpulkan bahwa jarak
tempuh (X7) berpengaruh nyata terhadap jumlah kunjungan pada taraf 5%.
h) Sig.(0,447) > α 10% artinya terima H0 sehingga disimpulkan bahwa umur
(X8) tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah kunjungan pada taraf 5% dan
10%.
4. Uji Multikolinear
Uji multikolinear dilakukan dengan melihat koefisien korelasi antar
peubah penjelas (X). Berdasarkan hasil analisis regresi berganda, semua variabel
X memiliki korelasi di bawah 95%, maka dapat dikatakan tidak terjadi
multikolinearitas dalam model. Pada Tabel 12, hasil perhitungan nilai tolerance
juga menunjukkan tidak ada peubah X (independent) yang memiliki nilai
tolerance kurang dari 0,10 yang berarti tidak ada korelasi antar peubah yang
melebihi 95%. Hasil perhitungan Variance Inflation Factor (VIF) juga
73
menunjukkan tidak ada satu variabel bebas pun yang memiliki nilai VIF lebih
dari 10. Maka dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi masalah multikolinearitas
dalam model regresi.
Tabel 12. Hasil Estimasi Tolerance dan VIF dari Model Permintaan Wisata Collinearity Statistics
Model Tolerance VIF 1 (Constant)
X1 0,382 2,615 X2 0,415 2,410 X3 0,398 2,512 X4 0,361 2,772 X5 0,364 2,749 X6 0,681 1,469 X7 0,558 1,791 X8 0,781 1,280Sumber: Data primer diolah (2011)
5. Uji Heteroskedastisitas
Gambar 21 merupakan grafik scatterplots (Y=SRESID dan X=ZPRED)
yang diperoleh dari hasil estimasi regresi linear berganda dengan program SPSS
13.0 for Windows menunjukkan bahwa titik-titik menyebar secara acak serta
tersebar baik di atas maupun di bawah angka 0 pada sumbu Y. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas pada model regresi.
Sumber: Data primer diolah (2011)
Gambar 21. Grafik Scatterplots (Y=SRESID dan X=ZPRED)
74
Hanya saja grafik scatterplots memiliki kelemahan karena jumlah
pengamatan mempengaruhi hasil ploting. Oleh karena itu dilakukan pengujian
untuk mendeteksi ada tidaknya heteroskedastisitas. Pada Tabel 13 menunjukkan
hasil uji yang digunakan, yaitu Uji Park, dimana:
Regresi Ln(Residual2) = f(Xi), Ln U2i = b0 + b1 X1 + …+ b8 X8
Tabel 13. Hasil Estimasi Uji Park Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
t Sig.B Std. Error Beta1 (Constant) -2,49 3,472 -0,717 0,476
X1 0,01 0,006 0,369 1,826 0,174X2 0,725 0,566 0,248 1,281 0,206X3 0,102 0,602 0,033 0,169 0,866X4 -1,132 0,747 -0,315 -1,515 0,136X5 0,391 0,352 0,23 1,11 0,272X6 0,051 0,554 0,014 0,093 0,926X7 0,111 0,512 0,036 0,216 0,830X8 0,005 0,047 0,015 0,108 0,914
a. Dependent Variable: Ln(Resid2) Sumber: Data primer diolah (2011)
Hasil output di atas memberikan koefisien parameter untuk variabel
independen (X) tidak ada yang berpengaruh nyata karena memiliki nilai Sig. lebih
besar dari α 5% dan 10%, sehingga dapat disimpulkan bahwa pada model regresi
tidak terdapat heteroskedastisitas. Hal ini konsisten dengan hasil uji scatterplots.
Pengaruh atau keterkaitan antara perubahan iklim mikro terhadap
permintaan salah satu tempat wisata di Puncak, yaitu kebun teh Gunung Mas juga
dianalisis dengan menggunakan model regresi linear berganda dimana data yang
digunakan adalah data sekunder (Januari 2007-Desember 2010). Estimasi dengan
model regresi linear berganda ini digunakan untuk menentukan fungsi permintaan
wisata sebagai variabel tidak bebas (dependent) dan unsur iklim sebagai variabel
75
bebasnya (independent). Diperoleh hasil estimasi regresi linear berganda dengan
menggunakan SPSS 13.0 for Windows seperti pada Tabel 14.
Tabel 14. Hasil Estimasi Model Permintaan Wisata Kebun Teh Gunung Mas di kawasan Puncak
Coefficientsa
Model Unstandardized
CoefficientsStandardized Coefficients t Sig.
B Std. Error Beta 1 (Constant) 36.335,38 1.377,76 26,37 0,000
X1 -11,194 6,000 -0,267 -1,866 0,069X2 -287,299 168,938 -0,328 -1,701 0,096X3 -1.058,66 570,579 -0,301 -1,855 0,070R2 70,1%
F-Statistik 34,402 0,000a Dependent Variable: jumlah kunjungan
Sumber: Data primer diolah (2011)
Berikut ini adalah model fungsi permintaan wisata kebun teh Gunung Mas
yang diperoleh seperti pada Tabel 14, yaitu:
Y= 36.335,38 - 11,194X1 - 287,299X2 - 1.058,66X3
Dimana:
Y = Jumlah pengunjung wisata kebun teh Gunung Mas (orang)
X1 = Hari hujan (hari)
X2 = Kecepatan angin (km/jam)
X3 = Curah hujan (mm)
Model fungsi permintaan di atas memiliki R2 sebesar 0,701 yang artinya
keragaman jumlah pengunjung mampu dijelaskan oleh variabel X1, X2, dan X3
dalam model sebesar 70,1% sedangkan sisanya dijelaskan oleh faktor lain di luar
model. Berdasarkan hasil estimasi model regresi linear berganda yang tertera
pada Tabel 14, diketahui bahwa ketiga parameter iklim berpengaruh nyata
terhadap jumlah pengunjung wisata di Gunung Mas dimana nilai Sig. lebih kecil
dari alpha (α) 10%.
76
1. Hari Hujan (X1)
Variabel hari hujan memiliki Sig. sebesar 0,069 menunjukkan bahwa
variabel hari hujan berpengaruh nyata pada taraf kepercayaan (α) 10%. Nilai
koefisien pada variabel ini bertanda negatif yaitu sebesar 11,194. Hal tersebut
menunjukkan bahwa setiap kenaikan jumlah hari hujan sebanyak satu hari akan
menurunkan jumlah pengunjung sebanyak 11,194 orang, cateris paribus.
2. Kecepatan Angin (X2)
Variabel kecepatan angin memiliki Sig. sebesar 0,096 menunjukkan
bahwa variabel kecepatan angin berpengaruh nyata pada taraf kepercayaan (α)
10%. Nilai koefisien pada variabel ini bertanda negatif yaitu sebesar 287,299. Hal
tersebut menunjukkan bahwa setiap kenaikan kecepatan angin sebesar satu
km/jam akan menurunkan jumlah pengunjung sebanyak 287,299 orang, cateris
paribus.
3. Curah Hujan (X3)
Variabel curah hujan memiliki Sig. sebesar 0,070 menunjukkan bahwa
variabel curah hujan berpengaruh nyata pada taraf kepercayaan (α) 10%. Nilai
koefisien pada variabel ini bertanda negatif yaitu sebesar 1.058,655. Hal tersebut
menunjukkan bahwa setiap kenaikan curah hujan sebanyak satu mm akan
menurunkan jumlah pengunjung sebanyak 1.058,655 orang, cateris paribus.
Pengujian parameter dalam model regresi linear berganda ini juga penting
dilakukan untuk mengetahui ada atau tidak adanya suatu kesalahan dalam model.
Beberapa pengujian parameter tersebut antara lain:
77
1. Uji Multikolinear
Pada Tabel 15, hasil perhitungan nilai tolerance menunjukkan tidak ada
peubah X (independent) yang memiliki nilai tolerance kurang dari 0,10 yang
berarti tidak ada korelasi antar peubah yang melebihi 95%. Hasil perhitungan
Variance Inflation Factor (VIF) juga menunjukkan tidak ada satu variabel bebas
pun yang memiliki nilai VIF lebih dari 10. Maka dapat disimpulkan bahwa tidak
terjadi masalah multikolinearitas dalam model regresi.
Tabel 15. Hasil Estimasi Tolerance dan VIF dari Model Permintaan Wisata Kebun Teh Gunung Mas
Collinearity Statistics Model Tolerance VIF
1 (Constant) X1 0,331 3,024 X2 0,182 5,491 X3 0,258 3,881Sumber: Data primer diolah (2011)
2. Uji Heteroskedastisitas
Uji Park dilakukan untuk mendeteksi ada tidaknya heteroskedastisitas.
Pada Tabel 16 menunjukkan hasil uji yang digunakan, yaitu Uji Park, dimana:
Regresi Ln(Residual2) = f(Xi), Ln U2i = b0 + b1 X1 + …+ b3 X3
Tabel 16. Hasil Estimasi Uji Park dari Model Permintaan Wisata Kebun Teh Gunung Mas
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
t Sig.B Std. Error Beta1 (Constant) 15,602 0,629 24,807
X1 -0,004 0,003 -0,402 -1,616 0,113X2 -0,025 0,077 -0,11 -0,328 0,745X3 0,319 0,26 0,345 1,224 0,228
a. Dependent Variable: Ln(Resid2) Sumber: Data primer diolah (2011)
Hasil output di atas memberikan koefisien parameter untuk variabel
independen (X) tidak ada yang berpengaruh nyata karena memiliki nilai Sig. lebih
78
besar dari α 5% dan 10%, sehingga dapat disimpulkan bahwa pada model regresi
tidak terdapat heteroskedastisitas.
6.2.3. Pengaruh Kecepatan Angin terhadap Permintaan Wisata
Kegiatan sebagian besar jenis wisata outdoor di Puncak dipengaruhi oleh
kecepatan angin. Gambar 22 menunjukkan hubungan negatif antara tren jumlah
pengunjung wisata paralayang dengan tren kecepatan angin di Puncak pada bulan
Desember 2010 sampai bulan Januari 2011. Pada gambar terlihat saat kecepatan
angin semakin menurun, jumlah pengunjung semakin meningkat. Hal ini terjadi
karena wisata paralayang adalah wisata yang sangat tergantung pada kecepatan
angin. Faktor pendukung alam seperti angin sangat menentukan bagi pilot tandem
untuk memutuskan pengunjung dapat terjun atau tidak. Selain itu, kecepatan
angin yang terlalu besar akan menimbulkan kekhawatiran terjadinya resiko
kecelakaan bagi pengunjung wisata paralayang.
Sumber: Data sekunder diolah (2011) Gambar 22. Tren Kecepatan Angin di Puncak dan Jumlah Pengunjung Wisata Paralayang Bulan Desember 2010 – April 2011
Kecepatan angin juga mempengaruhi tingkat kunjungan wisata flying fox
di Puncak, dimana pada Gambar 23 dapat kita lihat hubungan yang negatif antara
tren kecepatan angin dengan tren jumlah wisatawan. Apabila kecepatan angin
semakin menurun, jumlah pengunjung flying fox semakin meningkat. Hal ini
79
terjadi karena akan sangat berbahaya bila melakukan wisata flying fox saat
kecepatan angin terlalu tinggi.
Sumber: Data sekunder diolah (2011) Gambar 23. Tren Kecepatan Angin di Puncak dan Jumlah Pengunjung Flying Fox Taman Wisata Matahari Selama Tahun 2009
Wisata lainnya di Puncak yang juga dipengaruhi oleh kecepatan angin
adalah wisata kebun teh. Pada umumnya kegiatan wisata ini adalah aktifitas
berjalan kaki mengelilingi kebun teh sehingga sangat dipengaruhi oleh kondisi
cuaca. Gambar 24 dan Gambar 25 menunjukkan hubungan negatif antara tren
kecepatan angin di Puncak dengan tren jumlah pengunjung Agrowisata Gunung
Mas pada tahun 2008 dan tahun 2009. Pada kedua gambar dapat dilihat saat
kecepatan angin semakin menurun, jumlah pengunjung semakin meningkat.
Sumber: Data sekunder diolah (2011) Gambar 24. Tren Kecepatan Angin di Puncak dan Jumlah Pengunjung Agrowisata Gunung Mas Selama Tahun 2008
80
Sumber: Data sekunder diolah (2011) Gambar 25. Tren Kecepatan Angin di Puncak dan Jumlah Pengunjung Agrowisata Gunung Mas Selama Tahun 2009
Wisata arung jeram yang berada di Puncak juga dipengaruhi oleh
kecepatan angin. Gambar 26 menunjukkan hubungan negatif antara tren
kecepatan angin di Puncak dengan tren jumlah pengunjung wisata arung jeram.
Saat kecepatan angin menurun, jumlah pengunjung arung jeram semakin
meningkat seperti yang dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Sumber: Data sekunder diolah (2011) Gambar 26. Tren Kecepatan Angin di Puncak dan Jumlah Pengunjung Arung Jeram SOAR Taman Wisata Matahari Selama Tahun 2009
81
6.2.4. Pengaruh Curah Hujan terhadap Permintaan Wisata
Sebagian besar jenis wisata yang berada di Puncak seperti wisata kebun
teh, wisata paralayang, wisata outbound, dan jenis wisata lainnya tidak dapat
berjalan dengan baik apabila volume air hujan yang turun terlalu besar. Gambar
27 menunjukkan hubungan negatif antara tren curah hujan di Puncak dengan tren
jumlah pengunjung wisata paralayang pada bulan Desember 2010 sampai bulan
Januari 2011. Pada gambar dapat kita lihat saat curah hujan semakin menurun,
jumlah pengunjung semakin meningkat.
Sumber: Data sekunder diolah (2011) Gambar 27. Tren Curah Hujan di Puncak dan Jumlah Pengunjung Wisata Paralayang Bulan Desember 2010 – April 2011
Wisata yang juga dipengaruhi oleh curah hujan adalah wisata flying fox.
Wisata ini tidak dapat dilakukan apabila curah hujan tinggi karena bisa
membahayakan keselamatan pengunjung. Gambar 28 menunjukkan hubungan
negatif antara tren curah hujan di Puncak dengan tren jumlah pengunjung flying
fox di Taman Wisata Matahari. Artinya saat curah hujan menurun, jumlah
pengunjung semakin meningkat.
82
Sumber: Data sekunder diolah (2011) Gambar 28. Tren Curah Hujan di Puncak dan Jumlah Pengunjung Flying
Fox Taman Wisata Matahari Selama Tahun 2009
Permintaan wisata arung jeram di Puncak juga dipengaruhi oleh curah
hujan. Apabila curah hujan tinggi, kegiatan wisata ini tidak bisa dilaksanakan
karena dapat menimbulkan bahaya seperti banjir sehingga meresahkan
pengunjung. Oleh karena itu, saat curah hujan semakin menurun, jumlah
pengunjung semakin meningkat. Kondisi ini dapat dilihat pada Gambar 29 yang
menunjukkan hubungan negatif antara tren curah hujan di Puncak dengan tren
jumlah pengunjung arung jeram selama tahun 2009.
Sumber: Data sekunder diolah (2011) Gambar 29. Tren Curah Hujan di Puncak dan Jumlah Pengunjung Arung Jeram SOAR Taman Wisata Matahari Selama Tahun 2009
83
Wisata lainnya yang juga sangat dipengaruhi oleh curah hujan adalah
wisata kebun teh. Saat curah hujan tinggi, tentu saja kegiatan wisata ini tidak
dapat dilaksanakan karena akan mengganggu kenyamanan pengunjung saat
berjalan kaki mengelilingi kebun teh. Gambar 30 dan Gambar 31 menunjukkan
hubungan negatif antara tren curah hujan di Puncak dengan tren jumlah
pengunjung Agrowisata Gunung Mas pada tahun 2008 dan tahun 2009 dimana
saat curah hujan menurun, jumlah pengunjung meningkat.
Sumber: Data sekunder diolah (2011) Gambar 30. Tren Curah Hujan di Puncak dan Jumlah Pengunjung
Agrowisata Gunung Mas Selama Tahun 2008
Sumber: Data sekunder diolah (2011) Gambar 31. Tren Curah Hujan di Puncak dan Jumlah Pengunjung
Agrowisata Gunung Mas Selama Tahun 2009
84
6.2.5. Pengaruh Hari Hujan terhadap Permintaan Wisata
Sebagian besar jenis wisata di Puncak tidak dapat berjalan dengan lancar
apabila turun hujan. Selain mengganggu aktifitas wisatanya, juga dapat
menyebabkan wisatawan membatalkan niatnya untuk berwisata ke Puncak
sehingga mempengaruhi jumlah kunjungan wisata tersebut. Gambar 32
menunjukkan hubungan negatif antara tren jumlah hari hujan dengan tren jumlah
pengunjung wisata paralayang. Artinya, saat jumlah hari hujan semakin menurun,
jumlah pengunjung semakin meningkat. Hal ini terjadi karena wisata paralayang
tidak dapat dilakukan bila turun hujan.
Sumber: Data sekunder diolah (2011) Gambar 32. Tren Jumlah Hari Hujan di Puncak dan Jumlah Pengunjung Wisata Paralayang Bulan Desember 2010 - April 2011
Begitu juga dengan wisata flying fox yang tidak dapat berjalan lancar bila
turun hujan. Sehingga saat jumlah hari hujan menurun, jumlah pengunjung
semakin meningkat. Gambar 33 menunjukkan hubungan negatif antara tren
jumlah hari hujan di Puncak dengan tren jumlah pengunjung flying fox Taman
Wisata Matahari selama tahun 2009.
85
Sumber: Data sekunder diolah (2011) Gambar 33. Tren Jumlah Hari Hujan di Puncak dan Jumlah Pengunjung Flying Fox Taman Wisata Matahari Selama Tahun 2009
Wisata arung jeram adalah wisata yang kegiatannya dipengaruhi oleh hari
hujan. Apabila turun hujan, kegiatan arung jeram ini akan dihentikan karena dapat
membahayakan pengunjung bila air di sungai menjadi lebih tinggi atau bahkan
terjadi banjir. Saat jumlah hari hujan menurun, pengunjung akan meningkat
seperti yang ditunjukkan pada Gambar 34. Pada gambar terlihat hubungan negatif
antara tren jumlah hari hujan di Puncak dengan tren jumlah pengunjung arung
jeram selama tahun 2009.
Sumber: Data sekunder diolah (2011) Gambar 34. Tren Jumlah Hari Hujan di Puncak dan Jumlah Pengunjung Arung Jeram SOAR Taman Wisata Matahari Selama Tahun 2009
86
Tingkat kunjungan wisata kebun teh sangat dipengaruhi oleh hari hujan,
dimana pengunjung tidak dapat melakukan aktifitas berjalan kaki mengelilingi
kebun teh bila turun hujan. Gambar 35 dan Gambar 36 menunjukkan hubungan
negatif antara tren jumlah hari hujan di Puncak dengan tren jumlah pengunjung
Agrowisata Gunung Mas pada tahun 2008 dan tahun 2009. Artinya, saat jumlah
hari hujan menurun maka jumlah pengunjung semakin meningkat.
Sumber: Data sekunder diolah (2011) Gambar 35. Tren Jumlah Hari Hujan di Puncak dan Jumlah Pengunjung Agrowisata Gunung Mas Selama Tahun 2008
Sumber: Data sekunder diolah (2011) Gambar 36. Tren Jumlah Hari Hujan di Puncak dan Jumlah Pengunjung Agrowisata Gunung Mas Selama Tahun 2009
87
6.2.6. Pengaruh Perubahan Iklim Mikro terhadap Permintaan Wisata di Puncak pada Bulan Kering
Perubahan iklim yang terjadi di Puncak mengakibatkan perbedaan antara
waktu musim kemarau dengan musim hujan menjadi tidak jelas. Hal ini bisa
dilihat pada Gambar 37 dan Gambar 38 dimana kondisi curah hujan di bulan
kering (Juni, Juli, dan Agustus) mengalami peningkatan cukup drastis selama
empat tahun terakhir. Begitu juga dengan jumlah hari hujan yang terus meningkat
selama empat tahun terakhir.
Sumber: http://www.tutiempo.com 2011 (diolah) Gambar 37. Tren Perkembangan Curah Hujan di Puncak Pada Bulan
Kering (Juni, Juli, dan Agustus) Tahun 2007-2010
Sumber: http://www.tutiempo.com 2011 (diolah) Gambar 38. Tren Perkembangan Jumlah Hari Hujan di Puncak Pada
Bulan Kering (Juni, Juli, dan Agustus) Tahun 2007-2010
88
Salah satu wisata di Puncak yang sangat dipengaruhi oleh hari hujan dan
curah hujan adalah wisata kebun teh Gunung Mas. Peningkatan curah hujan dan
jumlah hari hujan khususnya pada bulan kering (Juni, Juli, dan Agustus)
mengakibatkan jumlah pengunjung wisata kebun teh Gunung Mas pada bulan
Juni, Juli, dan Agustus mengalami penurunan dari tahun 2007 hingga tahun 2010.
Hal ini dapat dilihat pada Gambar 39 dimana jumlah pengunjung semakin
berkurang selama empat tahun terakhir pada bulan kering. Kegiatan wisata kebun
teh Gunung Mas sangat dipengaruhi oleh kondisi hari hujan maupun curah hujan.
Perubahan iklim yang terjadi di Puncak mengakibatkan hari hujan yang semakin
panjang di bulan kering sehingga tingkat permintaan wisata kebun teh Gunung
Mas pada saat itu mengalami penurunan.
Sumber: Data sekunder diolah (2011) Gambar 39. Tren Jumlah Pengunjung Wisata Kebun Teh Gunung Mas
Pada Bulan Kering (Juni, Juli, dan Agustus) Tahun 2007-2010
6.3. Analisis Kerugian Ekonomi Beberapa Obyek Wisata di Puncak Akibat Adanya Perubahan Iklim Mikro
Kerugian ekonomi yang ditanggung oleh beberapa obyek wisata akibat
adanya perubahan iklim mikro di Puncak tidaklah sama antara obyek wisata satu
dengan obyek wisata lainnya. Hal ini dikarenakan besarnya pengaruh cuaca
89
terhadap masing-masing obyek wisata tersebut berbeda-beda pula. Kerugian yang
diterima suatu obyek wisata akan berbeda nilainya untuk masing-masing
parameter iklim (kecepatan angin, curah hujan, dan hari hujan) yang
mempengaruhinya. Nilai kerugian ekonomi suatu obyek wisata diestimasi dengan
cara mengurangi pendapatan minimum saat dipengaruhi oleh iklim dengan
pendapatan pada keadaan normal. Pendapatan minimum diestimasi dengan
mengalikan jumlah pengunjung minimum saat dipengaruhi iklim dengan harga
tiket. Pendapatan normal diestimasi dengan mengalikan jumlah pengunjung pada
keadaan normal dengan harga tiket. Diperoleh hasil estimasi kerugian ekonomi
seperti pada Tabel 17 untuk beberapa obyek wisata, yaitu wisata paralayang,
wisata flying fox Taman Wisata Matahari (TWM), wisata arung jeram SOAR, dan
wisata kebun teh Gunung Mas.
Tabel 17. Hasil Estimasi Kerugian Obyek Wisata Akibat Dampak Perubahan Iklim
No Obyek Wisata Waktu Dampak Iklim Kerugian (Rp)
1 Wisata paralayang Desember 2010-Januari 2011
Kecepatan Angin -6.600.000 Curah Hujan -4.800.000 Hari Hujan -4.500.0002 Wisata outbound
flying fox TWM Selama tahun 2009
Kecepatan Angin -3.705.000 Curah Hujan -2.475.000 Hari Hujan -2.595.0003 Wisata outbound
arung jeram SOAR Selama tahun 2009
Kecepatan Angin -32.100.000 Curah Hujan -24.275.000 Hari Hujan -27.725.0004 Wisata kebun teh
Gunung Mas Selama tahun 2008
Kecepatan Angin -10.170.000 Curah Hujan -8.580.000 Hari Hujan -12.078.0005 Wisata kebun teh
Gunung Mas Selama tahun 2009
Kecepatan Angin -1.962.000 Curah Hujan -1.452.000 Hari Hujan -2.220.000
Sumber: Data sekunder diolah (2011)
Tabel 17 menunjukkan besarnya nilai kerugian yang diterima masing-
masing obyek wisata berbeda satu sama lainnya. Besarnya pengaruh cuaca seperti
90
kecepatan angin, curah hujan, dan hari hujan masing-masing tidaklah sama pada
tiap obyek wisata sehingga menghasilkan nilai kerugian yang berbeda pula.
Tanda negatif pada tabel di atas menunjukkan penurunan pendapatan atau nilai
kerugian yang diterima obyek wisata. Pada tabel dapat dilihat bahwa wisata
paralayang mengalami kerugian terbesar yaitu sebesar Rp 6.600.000 jika kondisi
angin tidak mendukung kegiatan wisata tersebut. Sementara itu, kerugian yang
diterima jika curah hujan besar adalah Rp 4.800.000 dan jika turun hujan di
tempat wisata paralayang, maka menimbulkan kerugian sebesar Rp 4.500.000.
Hal ini menunjukkan bahwa kecepatan angin memiliki pengaruh yang lebih besar
dalam pelaksanaan kegiatan wisata paralayang dibandingkan dengan curah hujan
dan hari hujan. Menurut pihak pengelola wisata paralayang, angin merupakan
faktor penting dalam terlaksananya kegiatan wisata paralayang. Jika angin terlalu
besar, maka wisata paralayang tidak dapat dilakukan karena membahayakan
keselamatan pengunjung dimana parasut yang digunakan menjadi sulit untuk
dikendalikan.
Begitu juga dengan wisata outbound flying fox Taman Wisata Matahari
(TWM) dan wisata outbound arung jeram SOAR yang mengalami kerugian
terbesar saat kondisi angin sedang buruk yaitu sebesar Rp 3.705.000 untuk wisata
flying fox TWM dan sebesar Rp 32.100.000 kerugian yang diterima wisata arung
jeram SOAR. Selain pengaruh angin, wisata flying fox dan wisata arung jeram
juga mengalami kerugian yang cukup besar saat turun hujan di tempat wisata
tersebut. Kerugian yang diterima wisata flying fox sebesar Rp 2.595.000 bila
turun hujan dan sebesar Rp 27.725.000 kerugian yang diterima wisata arung
jeram. Sedangkan kerugian yang ditimbulkan akibat curah hujan yang terlalu
91
besar adalah Rp 2.475.000 untuk wisata flying fox dan Rp 24.275.000 untuk
wisata arung jeram. Hal ini menunjukkan bahwa kecepatan angin memiliki
pengaruh yang lebih besar dibandingkan hari hujan dan curah hujan dalam
kegiatan wisata outbound flying fox dan wisata outbound arung jeram.
Berdasarkan hasil observasi lapang, pengunjung wisata flying fox menjadi sepi
saat angin terlalu kencang dimana faktor kecelakaan akan lebih besar karena
dikhawatirkan saat meluncur kecepatannya menjadi lebih tinggi. Sementara itu,
pengunjung wisata outbound arung jeram pun akan menjadi sepi bila keadaan
angin tidak mendukung kegiatan arung jeram. Hal ini dikarenakan bila angin
berhembus kencang dapat membahayakan keselamatan pengunjung saat
mengarungi sungai. Kecepatan angin yang besar menyebabkan air sungai menjadi
terombang-ambing dan arusnya pun menjadi lebih kencang sehingga
membahayakan keselamatan pengunjung karena perahu yang digunakan dapat
terguncang dan khawatir terseret arus deras.
Lain halnya dengan obyek wisata kebun teh Gunung Mas, dimana
parameter cuaca yang memiliki pengaruh paling besar terhadap kerugian yang
diterima wisata tersebut adalah hari hujan. Wisata kebun teh Gunung Mas
mengalami kerugian terbesar jika di tempat wisata tersebut turun hujan. Pada
tahun 2008 besarnya kerugian yang diterima wisata kebun teh Gunung Mas saat
turun hujan adalah Rp 12.078.000 dan sebesar Rp 2.220.000 pada tahun 2009.
Berdasarkan hasil observasi lapang, pengunjung wisata kebun teh Gunung Mas
menjadi sepi bila turun hujan. Sedangkan saat kondisi angin tidak mendukung,
kerugian yang diterima sebesar Rp 10.170.000 pada tahun 2008 dan sebesar Rp
1.962.000 pada tahun 2009. Curah hujan yang terlalu besar juga mengakibatkan
92
kerugian bagi Agrowisata Gunung Mas sebesar Rp 8.580.000 pada tahun 2008
dan sebesar Rp 1.452.000 pada tahun 2009. Hal ini menunjukkan bahwa hari
hujan lebih berpengaruh dalam kegiatan wisata kebun teh dibandingkan curah
hujan dan kecepatan angin. Apabila hujan, aktifitas pengunjung akan terganggu
dimana pengunjung tidak dapat melakukan kegiatan berjalan kaki mengelilingi
kebun teh dan jarak pandang untuk melihat pemandangan menjadi terbatas. Selain
itu juga menyebabkan jalanan menjadi licin.
Sementara itu, tingkat kunjungan wisatawan untuk penginapan seperti
hotel dan villa-villa di kawasan Puncak Bogor lebih dipengaruhi oleh faktor non
iklim. Berdasarkan hasil wawancara langsung dengan beberapa pihak pengelola
hotel di Puncak dapat disimpulkan bahwa meskipun terjadi penurunan tingkat
hunian hotel selama beberapa akhir tahun ini seperti yang terlihat pada Gambar
40, namun hal itu lebih disebabkan oleh adanya persaingan hotel-hotel maupun
villa di Puncak yang semakin bertambah jumlahnya.
Sumber: Data sekunder diolah (2011) Gambar 40. Jumlah Pengunjung atau Tamu Menginap di Hotel Puncak Selama Sepuluh Tahun Terakhir
93
6.4. Implikasi Kebijakan Adaptasi Pengelola Wisata Puncak terhadap Perubahan Iklim Mikro
Adanya perubahan iklim mikro di kawasan wisata Puncak Bogor
mempengaruhi tingkat kunjungan wisatawan dan menimbulkan kerugian ekonomi
bagi pengelola wisata karena menyebabkan terjadinya penurunan pendapatan
yang diterima oleh pihak pengelola wisata dan hotel yang berada di kawasan
tersebut. Kerugian akibat perubahan iklim mikro ini akan terus meningkat apabila
tidak ada usaha yang dilakukan untuk mengantisipasi kemungkinan dampak yang
ditimbulkan. Oleh karena itu, perlu adanya kebijakan dari pemerintah dan
adaptasi yang dilakukan pengelola wisata, seperti:
1. Sosialisasi dari pemerintah untuk memberikan pengetahuan atau informasi
mengenai fenomena perubahan iklim mikro kepada pihak pengelola
wisata di Puncak agar dapat menyiasati fenomena perubahan iklim mikro
yang terjadi.
2. Memberikan diskon atau potongan harga tiket pada saat sepi pengunjung
agar wisatawan lebih banyak berkunjung ke wisata Puncak.
3. Memperbaiki infrastruktur seperti kondisi jalan di kawasan Puncak,
terutama jalur jalan menuju lokasi wisata yang rentan mengalami
kerusakan bila terjadi cuaca buruk, sehingga wisatawan akan tetap merasa
nyaman untuk melakukan perjalanan wisatanya ke Puncak.
4. Menciptakan suatu kegiatan wisata yang sesuai dengan kondisi
lingkungan atau cuaca di Puncak sekarang, misalnya menambah wahana
permainan indoor.
5. Meningkatkan pelayanan kegiatan wisata di Puncak sebaik mungkin oleh
pengelola wisata kepada pengunjung.
94
6. Pemerintah dan swasta berkoordinasi meningkatkan promosi wisata
Puncak dengan terus membuat program-program wisata yang unik dan
menarik, serta ramah lingkungan.
Selain memberikan sosialisasi mengenai fenomena perubahan iklim,
pemerintah juga seharusnya ikut menanggulangi dampak yang ditimbulkan dari
masalah perubahan iklim mikro yang terjadi di kawasan wisata Puncak.
Pemerintah harus memberikan sanksi yang tegas terhadap mereka yang dalam
melakukan kegiatannya merugikan atau mencemari lingkungan sekitar,
mengawasi dan mencegah aktifitas yang dapat meningkatkan konsentrasi CO2 di
udara sehingga meningkatkan terjadinya pemanasan global di kawasan Puncak.
Pemerintah juga perlu mengantisipasi atau melakukan pencegahan terjadinya
bencana seperti tanah longsor, pohon tumbang, dan sebagainya akibat perubahan
iklim di Puncak agar pengunjung tetap merasa nyaman untuk berwisata ke
kawasan tersebut.
VII. KESIMPULAN DAN SARAN
7.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian, maka dapat disimpulkan
beberapa hal sebagai berikut:
1. Karakteristik iklim mikro di kawasan Puncak Bogor selama sepuluh tahun
terakhir ini telah mengalami perubahan. Hal tersebut ditandai dengan adanya
peningkatan suhu udara rata-rata, peningkatan jumlah curah hujan,
peningkatan jumlah hari hujan, dan penurunan kecepatan angin rata-rata di
Puncak Bogor.
2. Hari hujan yang semakin panjang pada bulan kering (Juni, Juli, Agustus)
mengakibatkan menurunnya permintaan wisata kebun teh di Puncak pada
bulan tersebut selama empat tahun terakhir dan berdasarkan hasil estimasi
model regresi linear berganda, diketahui bahwa kecepatan angin, curah hujan
dan jumlah hari hujan berpengaruh nyata terhadap tingkat permintaan wisata
kebun teh Gunung Mas.
3. Berdasarkan hasil estimasi regresi linear berganda, diketahui bahwa faktor-
faktor yang berpengaruh terhadap tingkat permintaan wisata di Puncak dilihat
dari jumlah kunjungan wisatawan adalah biaya perjalanan, kecepatan angin,
curah hujan, hari hujan, pendapatan, dan jarak tempuh. Sementara variabel
yang tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat kunjungan wisatawan adalah
umur dan pendidikan terakhir.
4. Wisata paralayang, flying fox TWM, dan arung jeram SOAR mengalami
kerugian terbesar saat kondisi angin tidak mendukung kegiatan wisata.
96
Sedangkan wisata kebun teh Gunung Mas mengalami kerugian terbesar jika
turun hujan.
7.2. Saran
Berdasarkan hasil yang diperoleh dari penelitian ini, peneliti memberikan
beberapa saran sebagai berikut:
1. Perlu ketegasan pemerintah dalam menghadapi masalah perubahan iklim yang
terjadi di Puncak untuk mencegah atau menghindari bencana yang mungkin
ditimbulkan saat cuaca semakin buruk dengan memperbaiki kondisi
lingkungan di Puncak.
2. Perlu adanya kerja sama yang erat antara pemerintah dengan berbagai pihak
pengelola wisata Puncak agar dapat melakukan pengembangan potensi wisata
yang lebih baik dan terintegrasi.
3. Perlu penelitian lebih lanjut untuk mengetahui dampak perubahan iklim
terhadap permintaan wisata di kawasan lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik. 2009. Pekerja Sektor Informal Menurut Lapangan Usaha Utama. Pemerintah Kabupaten Bogor. Bogor.
Damanik, J. dan Weber, H. F. 2006. Perencanaan Ekowisata. Penerbit Andi.
Yogyakarta. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 2004. Ensiklopedia Nasional Indonesia.
PT Delta Pamungkas. Jakarta. Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Bogor. 2010. Pariwisata Kabupaten
Bogor Tahun 2010. Pemerintah Kabupaten Bogor. Bogor. Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Bogor. 2007. Profil Investasi Bidang
Pariwisata Kota Bogor. http://www.kotabogor.go.id/index.php?option= com_content&task=view&id=3232&Itemid=694. Diakses 9 Juni 2010.
Ditjen. Penataan Ruang-Dekimoraswil, Review Rencana Tata Ruang Wilayah
Nasional: Kebijakan Nasional Untuk Pengembangan Kawasan Budidaya, Bahan Sosialisasi RTRWN dalam rangka Roadshow dengan Departemen Pertanian, Jakarta, 17 Oktober 2002.
Environmental Modeling and Assessment 4. 1999. Correcting the Carbon Cycle
Representation: How Important is it for the Economics of Climate Change?: 133–140.
Firdaus, M. 2004. Ekonometrika Suatu Pendekatan Aplikatif. Bumi Aksara.
Jakarta. Firman, U. 2009. Fluktuasi Suhu Udara dan Trend Variasi Curah Hujan Rata-rata
di Atas 100 mm di Beberapa Wilayah Indonesia. Buletin Meteorologi Klimatologi dan Geofisika. Vol. 5. No.3: 309-319.
Flannery, T. 2005. The Weather Makers: The History and Future Impact of
Climate Change. Text Publishing. Melbourne. Gujarati, D. 2003. Ekonometrika Dasar. Penerbit Erlangga. Jakarta.
Harmoni, A. 2005. Dampak Sosial Ekonomi Perubahan Iklim [makalah]. Fakultas Ilmu Komputer dan Teknologi Informasi. Universitas Gunadarma Depok.
http://www.tutiempo.com.2011.
Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC). 2000: Emission Scenarios: Special Report on Emissions Scenarios, Cambridge, Cambridge University Press.
98
Kementerian Negara Lingkungan Hidup. 2007. Rencana Aksi Nasional dalam
Menghadapi Perubahan Iklim. KLH. Jakarta. Kementerian Negara Lingkungan Hidup. 2009. Valuasi Ekonomi Dampak
Perubahan Iklim. KLH. Jakarta. Matzarakis, A. 2006. Tourism and Hospitality Planning and Development.
Weather-and Climate-Related Information for Tourism. Vol. 3. No. 2: 101. NOAA-CIRES/ Climate Diagnostic Center. 2005.
Ramanathan, R. 1997. Introductory Economics with Applications. The Dryden press. Philadelpia.
Rosyidie, A. 2004. Dampak Perubahan Iklim terhadap Sektor Pariwisata [Laporan
Penelitian]. Institut Teknologi Bandung. Ryutaro, H. 2000. Current Status and Future Trends in Freshwater Management.
International Review for Environmental Strategies. Vol. 3. No. 2: 225. Sarjani. 2009. Cuaca dan Iklim Geografi kelas 1 [modul]. Surabaya.
Subandono, Budiman dan A. Firdaus. 2009. Menyiasati Perubahan Iklim di Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. Penerbit Buku Ilmiah Populer. Bogor.
Sudarsono, R. 2011. Sehari, Lebih dari 50.000 Mobil Lewat Puncak.
http://megapolitan.kompas.com. Diakses 11 Juni 2011. Surugiu C, Surugiu M, Frent C. 2011. European Journal of Tourism, Hospitality
and Recreation. Effect of Climate Change on Romanian Mountain Tourism. Vol.2. Issue 1: 43.
Susandi, A. 2008. Bencana Perubahan Iklim Global dan Proyeksi Perubahan Iklim
Indonesia [makalah]. Fakultas Ilmu Kebumian dan Teknologi Mineral. Institut Teknologi Bandung.
Susanta, G. dan H. Sutjahjo. 2008. Akankah Indonesia Tenggelam Akibat
Pemanasan Global?. Penebar Plus. Jakarta. Trenberth, Houghton, and Filho. The Climate Change System: an overview. In:
Climate Change 1995. The Science of Climate Change. Contribution of Working Group I to the 2nd Assessment Report of the Intergovernmental Panel on Climate Change.
Undang-Undang Republik Indonesia No. 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan.
99
Vanhove, Norbert. 2005. The Economics of Tourism Destination. Elsevier Butterworth-Heinemann. Oxford.
Wahab, S. 1992. Manajemen Kepariwisataan. Pradnya Paramita. Jakarta.
Wahyuni, E. S. dan M. Pudji. 2009. Metode Penelitian Social [bahan kuliah]. Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat. Fakultas Ekologi Manusia. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Wahyuni, Styana, dan D. Oktavia. 2006. Analisis Perubahan Luas Pertanian
Lahan Kering Menggunakan Transformasi TasseledCap (Studi Kasus: Kawasan Puncak, Jawa Barat): 1-2.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Data Hotel/ Villa di Kawasan Puncak Bogor No Nama Hotel Lokasi Kapasitas
(Kamar) Harga Kamar (Rp/
Kamar) 1 Megamendung Permai Megamendung 254 190.000-505.0002 Hotel Permata Alam Cisarua 40 280.000-390.0003 Alfa Resort Cisarua 81 470.000-1.790.0004 Hotel Puri Avia Megamendung 113 272.600-2.547.6005 Hotel Grand USSU Cisarua 52 400.000-1.250.0006 Resort Permata Hati Ciburial 34 200.000-1.500.0007 Hotel Mars ‘91 Megamendung 150 200.000-500.0008 Terrace Villa Golf Cisarua 153 280.000-440.0009 Hotel Pramesthi Ciawi 100 75.000-1.100.000
10 Lembah Pasir Angin Megamendung 110 400.000-2.500.00011 Wisma Cisarua Cisarua 52 240.000-1.000.00012 Villa Graha Kasih Cisarua 30 80.000-125.00013 Villa Puri Asri Cisarua 22 300.000-700.00014 Cibulan River Cottage Cisarua 14 400.000-850.00015 Hotel Safari Garden Cisarua 215 475.000-1.155.00016 Hotel Ever Green Cisarua 167 175.000-2.750.00017 Hotel Cipayung Asri Megamendung 70 195.000-665.00018 Villa Erema Cisarua 40 1.000.000-1.250.00019 Hotel Indra Jaya Megamendung 26 145.000-165.00020 Hotel Cibulan Indah Cisarua 19 150.00021 Hotel New Ayuda Megamendung 20 150.000-250.00022 Hotel Fitria Cisarua 15 100.000-125.00023 Hotel Cipayung Megamendung 63 125.000-300.00024 Hotel Andalus Megamendung 20 165.000-242.00025 Hotel Gardena Resort Megamendung 35 150.000-250.00026 Dwima Convention Megamendung 31 117.000-180.00027 Hotel Taman Indah Cisarua 24 110.000-280.00028 Hotel Dirga Cibulan Cisarua 32 55.000-500.00029 Hotel Pardede Cisarua 26 200.000-1.100.00030 Villa Aldita Cisarua 43 150.000-400.00031 Hotel Aries Biru Cisarua 37 250.000-900.00032 Hotel Gemala Cisarua 22 1.500.000-2.500.00033 Pondok Arjuna Jaya Cisarua 36 200.000-500.00034 Hotel Aquarius Cisarua 40 600.000-3.000.00035 Hotel Graha Dinar Cisarua 127 235.000-700.00036 Hotel Ria Diani Megamendung 47 210.000-235.00037 Hotel Lembah Nyiur Cisarua 65 130.000-635.00038 Hotel Purnama Putera Megamendung 89 125.000-150.00039 Villa Back To Nature Megamendung 36 400.000-625.00040 Villa Gubug Jaya Megamendung 28 100.000-600.00041 Hotel Rudian Cisarua 33 100.000-150.00042 Villa Anggrek Cisarua 24 610.000-1.260.00043 Hotel Santo Jaya Cisarua 92 150.000-350.00044 Hotel Purnama I Megamendung 44 125.000-150.00045 Hotel Bonita Cisarua 20 215.000-300.000
Sumber : dari berbagai sumber
100
Lampiran 2. Hasil Estimasi Model Regresi Linear Berganda dengan Program SPSS 13.0 for Windows 1. Koefisien Determinasi dan Uji Autokorelasi
Model Summary(b)
Model R R Square Adjusted R
Square Std. Error of the Estimate Durbin-Watson
1 ,933(a) ,870 ,850 3,38536 2,004 a Predictors: (Constant), UMR, HH, PND, JRK, HT, KA, CH, INC b Dependent Variable: JK 2. Uji Statistik F (Uji Model) ANOVA(b)
Model
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 3916,86 8 489,607 42,722 ,000(a) Residual 584,474 51 11,46 Total 4501,333 59
a Predictors: (Constant), UMR, HH, PND, JRK, HT, KA, CH, INC b Dependent Variable: JK 3. Uji Statistik t (Uji Parsial) dan Uji Multikolinearitas Coefficients(a) Model
Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
t
Sig.
Collinearity Statistics
B Std. Error Beta Tolerance VIF
1 (Constant) 40,770 4,496 8,845 0,000 BP -0,019 0,007 -0,214 -2,628 0,011 0,382 2,615 KA -1,288 0,733 -0,138 -1,757 0,085 0,415 2,410 CH -2,213 0,78 -0,227 -2,838 0,006 0,398 2,512 HH -3,84 0,968 -0,333 -3,969 0,000 0,361 2,772 INC 1,548 0,456 0,284 3,392 0,001 0,364 2,749 PND -0,751 0,717 -0,064 -1,047 0,300 0,681 1,469 JRK -39,77 0,663 -0,233 -3,457 0,001 0,558 1,791 UMR -0,019 0,061 -0,044 -0,766 0,447 0,781 1,280
a Dependent Variable: JK
101
4. Uji Normalitas
3210-1-2
Regression Standardized Residual
10
8
6
4
2
0
Freq
uenc
y
Mean = -1.6E-15Std. Dev. = 0.93N = 60
Dependent Variable: JK
Histogram
1.00.80.60.40.20.0
Observed Cum Prob
1.0
0.8
0.6
0.4
0.2
0.0
Expe
cted
Cum
Pro
b
Dependent Variable: JK
Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual
102
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardize
d Residual
N 60
Normal Parametersa Mean .0000000
Std. Deviation 2.92998668
Most Extreme
Differences
Absolute .059
Positive .059
Negative -.051
Kolmogorov-Smirnov Z .454
Asymp. Sig. (2-tailed) 0.986
a. Test distribution is Normal.
5. Uji Heteroskedastisitas
210-1
Regression Standardized Predicted Value
3
2
1
0
-1
-2
Regr
essio
n Stud
entiz
ed R
esidu
al
Dependent Variable: JK
Scatterplot
103
Coefficients(a)
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients t Sig.
B Std. Error Beta 1 (Constant) -2,49 3,472 -0,717 0,476 BP 0,01 0,006 0,369 1,826 0,174 KA 0,725 0,566 0,248 1,281 0,206 CH 0,102 0,602 0,033 0,169 0,866 HH -1,132 0,747 -0,315 -1,515 0,136 INC 0,391 0,352 0,23 1,11 0,272 PND 0,051 0,554 0,014 0,093 0,926 JRK 0,111 0,512 0,036 0,216 0,830 UMR 0,005 0,047 0,015 0,108 0,914a Dependent Variable: LnResid2
6. Uji Multikolinearitas
Coefficient Correlations(a)
a Dependent Variable: JK
Model UMR HH PND JRK BP CH KA INC 1 Correlat
ions UMR 1,000 -,081 -,200 -,020 -,135 -,231 -,082 -,252
HH -,081 1,000 -,011 -,313 ,105 ,453 -,394 ,017 PND -,200 -,011 1,000 -,021 ,155 ,089 -,176 -,350 JRK -,020 -,313 -,021 1,000 -,277 -,045 ,038 ,122 BP -,135 ,105 ,155 -,277 1,000 ,310 -,230 ,330 CH -,231 ,453 ,089 -,045 ,310 1,000 ,062 ,028 KA -,082 -,394 -,176 ,038 -,230 ,062 1,000 ,307 INC -,252 ,017 -,350 ,122 ,330 ,028 ,307 1,000 Covaria
nces UMR ,003 -,004 -,008 -,001 -,006 -,010 -,004 -,007
HH -,004 ,882 -,007 -,189 ,075 ,299 -,285 ,007 PND -,008 -,007 ,476 -,010 ,082 ,043 -,093 -,106 JRK -,001 -,189 -,010 ,414 -,137 -,021 ,019 ,035 BP -,006 ,075 ,082 -,137 ,587 ,167 -,136 ,111 CH -,010 ,299 ,043 -,021 ,167 ,493 ,034 ,009 KA -,004 -,285 -,093 ,019 -,136 ,034 ,592 ,104 INC -,007 ,007 -,106 ,035 ,111 ,009 ,104 ,194
104
Lampiran 3. Gambar Sebaran Titik Normal dan Titik Minimum Jumlah Pengunjung Beberapa Obyek Wisata Akibat Perubahan Iklim
Gambar 1. Titik Normal dan Minimum Jumlah Pengunjung Wisata
Paralayang yang Dipengaruhi oleh Kecepatan Angin
Gambar 2. Titik Normal dan Minimum Jumlah Pengunjung Wisata
Paralayang yang Dipengaruhi oleh Curah Hujan
Gambar 3. Titik Normal dan Minimum Jumlah Pengunjung Wisata
Paralayang yang Dipengaruhi oleh Hari Hujan
105
Gambar 4. Titik Normal dan Minimum Jumlah Pengunjung Wisata Arung
Jeram yang Dipengaruhi oleh Kecepatan Angin Pada Tahun 2009
Gambar 5. Titik Normal dan Minimum Jumlah Pengunjung Wisata Arung
Jeram yang Dipengaruhi oleh Curah Hujan Pada Tahun 2009
Gambar 6. Titik Normal dan Minimum Jumlah Pengunjung Wisata Arung
Jeram yang Dipengaruhi oleh Hari Hujan Pada Tahun 2009
106
Gambar 7. Titik Normal dan Minimum Jumlah Pengunjung Wisata Flying
Fox yang Dipengaruhi oleh Kecepatan Angin Pada Tahun 2009
Gambar 8. Titik Normal dan Minimum Jumlah Pengunjung Wisata Flying
Fox yang Dipengaruhi oleh Curah Hujan Pada Tahun 2009
Gambar 9. Titik Normal dan Minimum Jumlah Pengunjung Wisata Flying
Fox yang Dipengaruhi oleh Hari Hujan Pada Tahun 2009
107
Gambar 10. Titik Normal dan Minimum Jumlah Pengunjung Agrowisata
Gunung Mas yang Dipengaruhi oleh Kecepatan Angin Pada Tahun 2008
Gambar 11. Titik Normal dan Minimum Jumlah Pengunjung Agrowisata
Gunung Mas yang Dipengaruhi oleh Curah Hujan Pada Tahun 2008
Gambar 12. Titik Normal dan Minimum Jumlah Pengunjung Agrowisata
Gunung Mas yang Dipengaruhi oleh Hari Hujan Pada Tahun 2008
108
Gambar 13. Titik Normal dan Minimum Jumlah Pengunjung Agrowisata
Gunung Mas yang Dipengaruhi oleh Kecepatan Angin Pada Tahun 2009
Gambar 14. Titik Normal dan Minimum Jumlah Pengunjung Agrowisata
Gunung Mas yang Dipengaruhi oleh Curah Hujan Pada Tahun 2009
Gambar 15. Titik Normal dan Minimum Jumlah Pengunjung Agrowisata
Gunung Mas yang Dipengaruhi oleh Hari Hujan Pada Tahun 2009
109
Lampiran 4. Hasil Estimasi Kerugian Obyek Wisata
No Obyek WisataHarga Tiket
(Rp) Waktu Dampak Iklim
Jumlah Pengunjung Normal
Pendapatan Normal (I1)
Jumlah Pengunjung Minimum
Pendapatan Minimum (I2)
Nilai Kerugian (I2‐I1)
1
Wisata paralayang
300.000
Desember 2010‐April 2011
Kecepatan Angin 156 Rp 46.800.000 134 Rp 40.200.000 ‐Rp 6.600.000 Curah Hujan 150 Rp 45.000.000 134 Rp 40.200.000 ‐Rp 4.800.000
Hari Hujan 149 Rp 44.700.000 134 Rp 40.200.000 ‐Rp 4.500.000
2
Wisata outbound flying fox TWM
15.000 Selama tahun 2009
Kecepatan Angin 1.000 Rp 15.000.000 753 Rp 11.295.000 ‐Rp 3.705.000 Curah Hujan 918 Rp 13.770.000 753 Rp 11.295.000 ‐Rp 2.475.000
Hari Hujan 926 Rp 13.890.000 753 Rp 11.295.000 ‐Rp 2.595.000
3
Wisata outbound arung jeram SOAR
25.000 Selama tahun 2009
Kecepatan Angin 1.680 Rp 42.000.000 396 Rp 9.900.000 ‐Rp 32.100.000 Curah Hujan 1.367 Rp 34.175.000 396 Rp 9.900.000 ‐Rp 24.275.000
Hari Hujan 1.505 Rp 37.625.000 396 Rp 9.900.000 ‐Rp 27.725.000
4
Wisata kebun teh Gunung Mas
6.000 Selama tahun 2008
Kecepatan Angin 22.505 Rp 135.030.000 20.810 Rp 124.860.000 ‐Rp 10.170.000 Curah Hujan 22.240 Rp 133.440.000 20.810 Rp 124.860.000 ‐Rp 8.580.000
Hari Hujan 22.823 Rp 136.938.000 20.810 Rp 124.860.000 ‐Rp 12.078.000
5
Wisata kebun teh Gunung Mas
6.000 Selama tahun 2008
Kecepatan Angin 28.616 Rp 171.696.000 28.289 Rp 169.734.000 ‐Rp 1.962.000 Curah Hujan 28.531 Rp 171.186.000 28.289 Rp 169.734.000 ‐Rp1.452.000
Hari Hujan 28.659 Rp 171.954.000 28.289 Rp 169.734.000 ‐Rp 2.220.000 110
Lampiran 5. Gambar Obyek Wisata Lokasi Penelitian 1. Gunung Mas
111
2. Wisata arung jeram
3. Wisata paralayang dan wisata flying fox
Lampiran 6. Peta Wisata Kawasan Puncak
112
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di kota Bogor pada tanggal 25 Februari 1989. Penulis
bernama lengkap Lorisa Ndela yang merupakan anak kedua dari empat bersaudara
dari pasangan Syafrul SU dan Nurlaila. Penulis mengawali pendidikan di TK
Aisiyah Bogor pada tahun 1993. Tahun 2001 penulis menyelesaikan studi di
Sekolah Dasar Negeri Pengadilan 3 Bogor. Tahun 2004 penulis lulus dari Sekolah
Menengah Pertama Negeri 5 Bogor. Tahun 2007 penulis lulus Sekolah Menengah
Atas Negeri 3 Bogor, lalu pada tahun 2007 penulis melanjutkan studi di Institut
Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur USMI dan diterima sebagai mahasiswi
Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan
Manajemen.
Selama menjadi mahasiswi, penulis aktif dalam Klub Resource and
Environmental Economics Student Association (REESA) divisi Coorporate Social
Responsibility pada tahun (2010). Selain itu, penulis juga aktif dalam berbagai
kepanitiaan di lingkungan Institut Pertanian Bogor (IPB) seperti Green Base pada
tahun 2009.
113