Upload
doanlien
View
239
Download
4
Embed Size (px)
Citation preview
ANALISIS DISKRIMINAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PARTISIPASI BERZAKAT BERINFAK
DAN PEMILIHAN TEMPAT MEMBAYAR ZAKAT (Studi Kasus: Kabupaten Brebes)
OLEH IZZATUL MABNIYYAH ALHASANAH
H14070058
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
RINGKASAN IZZATUL MABNIYYAH ALHASANAH. Analisis Diskriminan Faktor-Faktor yang Memengaruhi Partisipasi Berzakat Berinfak dan Tempat Pemilihan Membayar Zakat (Studi Kasus: Kabupaten Brebes). Dibimbing oleh IRFAN SYAUQI BEIK.
Negara-negara maju memiliki perbedaan dengan negara-negara sedang berkembang antara lain dalam hal kemiskinan dan distribusi pendapatan. Negara maju situasinya lebih mumpuni jika dilihat dari statistik kemerataannya serta kapasitas institusi untuk mengatasi kesenjangan pendapatan. Indonesia sebagai negara sedang berkembang dengan kondisi jumlah penduduk miskin mencapai 31,9 juta orang atau 13,3 persen dari total jumlah penduduk Indonesia dengan indeks gini untuk mengukur distribusi pendapatan sebesar 0,33 (BPS, 2011).
Kemiskinan ini merupakan masalah yang bukan saja dilihat sebagai fenomena ekonomi tetapi juga sebagai masalah agama, sosial, politik dan keamanan. Islam sebagai agama yang mayoritas dianut penduduk Indonesia telah memberikan solusi untuk mengatasi kemiskinan dan kesenjangan pendapatan dengan dana zakat. Zakat memiliki dimensi sosial karena membayar zakat bertujuan mengangkat kehidupan kaum miskin menjadi orang yang sejahtera serta mempersempit jarak antara kaum kaya dan kaum miskin (Qardhawi, 1995).
Kondisi pengumpulan dana zakat di Indonesia saat ini masih di bawah kebutuhan untuk mengeluarkan umat Islam dari kemiskinan. Dana zakat yang terkumpul masih di bawah kebutuhan untuk mengeluarkan umat Islam dari kemiskinan. Padahal potensi zakat dari penduduk muslim yang wajib zakat sangat besar. Penelitian Badan Amil Zakat Nasional dan Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB mengungkapkan potensi zakat nasional sebesar Rp 217 triliun setara dengan 3,4 persen dari total PDB. Dari potensi zakat nasional yang dimiliki Indonesia, zakat yang berhasil dihimpun oleh Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) baru mencapai 0,005 persen dari seluruh potensi zakat nasional yakni Rp 1,5 triliun .
Salah satu kabupaten dengan kondisi tingkat kemiskinan yang tinggi di Indonesia adalah Kabupaten Brebes. Persentase penduduk miskin Kabupaten Brebes pada tahun 2009 sebesar 24,39 persen dengan garis kemiskinan sebesar Rp 219.119 per bulan (BPS, 2011). Kabupaten Brebes memiliki Indeks Prestasi Manusia (IPM) sebesar 67,69. Ini merupakan yang terendah di Jawa Tengah yakni peringkat ke 35 dari 35 kabupaten di Jawa Tengah. IPM berfungsi untuk menunjukkan tingkat kemajuan manusia secara umum mencakup tingkat pendapatan, pendidikan dan kesehatan.
Di sisi lain, pada tahun yang sama produk domestik bruto (PDRB) Kabupaten Brebes menempati urutan keempat tertinggi di Jawa Tengah dan urutan pertama di Karasidenan Pekalongan yaitu sebesar Rp Rp 2.532.516.701,45 dengan pendapatan per kapita per tahun sebesar Rp 7.162.981,23. Kontribusi PDRB Kabupaten Brebes sekitar tiga hingga empat persen terhadap PDRB Jawa Tengah.
Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi partisipasi berzakat, berinfak dan pemilihan tempat berzakat di wilayah Kabupaten Brebes. Jenis data yang digunakan adalah data primer berupa wawancara dengan menggunakan kuesioner di tiga kecamatan yakni
Kecamatan Brebes, Kecamatan Bulakamba dan Kecamatan Tanjung. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis diskriminan.
Analisis deskriptif digunakan untuk menjelaskan karakteristik dan persepsi terhadap pembayaran zakat, pembayaran infak, periode berzakat, periode berinfak, pemilihan tempat berzakat dan alasan memilih tempat zakat dilihat dari berbagai macam variabel seperti pekerjaan, pendidikan dan pendapatan.
Hasil penelitian ini menunjukkan dalam taraf nyata 10 persen, faktor yang memengaruhi partisipasi berzakat adalah faktor keimanan, faktor althurism (kepekaan sosial), faktor penghargaan, faktor organisasi dan faktor pendapatan. Dari analisis diskriminan yang digunakan, faktor yang memengaruhi partisipasi rutin berinfak adalah faktor keimanan, faktor althurism, faktor kepuasan, faktor pendidikan, frekuensi infak. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa faktor yang memengaruhi pemilihan tempat membayar zakat pada taraf nyata 10 persen adalah faktor pendidikan dan keberadaan Organisasi Pengelola Zakat (OPZ).
Sinergi antara kesadaran individu, regulasi dalam penarikan zakat dan kinerja organisasi amil perlu dilakukan agar dana zakat yang terkumpul dapat meningkat dan pendayagunaan zakat untuk mengentaskan kemiskinan dan ketimpangan sosial dapat berjalan optimal.
ANALISIS DISKRIMINAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PARTISIPASI BERZAKAT BERINFAK
DAN PEMILIHAN TEMPAT MEMBAYAR ZAKAT (Studi Kasus: Kabupaten Brebes)
Oleh
IZZATUL MABNIYYAH ALHASANAH H14070058
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi
pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
Judul Skripsi : Analisis Diskriminan Faktor-Faktor yang Memengaruhi
Partisipasi Berzakat Berinfak dan Pemilihan Tempat
Membayar Zakat (Studi Kasus: Kabupaten Brebes)
Nama : Izzatul Mabniyyah Alhasanah
NRP : H14070058
Menyetujui,
Dosen Pembimbing
Irfan Syauqi Beik, Ph.D
NIP. 19790422 200604 1 002
Mengetahui,
Ketua Departemen Ilmu Ekonomi
Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec.
NIP. 19641022 198903 1 003
Tanggal Kelulusan:
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH
BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH
DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA
PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, Desember 2011
Izzatul Mabniyyah Alhasanah
H14070058
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Izzatul Mabniyyah Alhasanah lahir pada tanggal 29
Agustus 1989 di Bogor, Jawa Barat. Penulis merupakan anak pertama dari enam
saudara, dari pasangan Hasan Rifa’i Alfaridy dan Indriani. Jenjang pendidikan
penulis dilalui tanpa hambatan, penulis menamatkan sekolah dasar di SD Insan
Kamil Bogor pada tahun 2001, kemudian melanjutkan ke SLTP Negeri 4 Bogor
dan lulus pada tahun 2004. Pada tahun yang sama penulis diterima di SMA Negeri
1 Bogor dan lulus pada tahun 2007.
Pada tahun 2007 penulis melanjutkan studinya ke jenjang yang lebih
tinggi. Penulis masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI)
dan diterima sebagai mahasiswa Program Studi Ilmu Ekonomi pada Fakultas
Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Selama menjadi mahasiswa,
penulis aktif mengikuti Forum Komunikasi Alumni Muslim SMA Negeri 1
Bogor. Pada tahun 2009, penulis aktif sebagai Assisten Dosen Mata Kuliah
Pendidikan Agama Islam.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini.
Shalawat serta salam semoga tercurah kepada Nabi Besar Muhammad SAW, para
keluarganya, sahabatnya, dan pengikutnya hingga akhir jaman.
Penulisan skripsi yang berjudul “Analisis Diskriminan Faktor-Faktor
yang Memengaruhi Partisipasi Berzakat Berinfak dan Pemilihan Tempat
Membayar Zakat (Studi Kasus: Kabupaten Brebes)” merupakan karya ilmiah
akhir penulis yang membahas tentang faktor-faktor yang memengaruhi partisipasi
berzakat dan berinfak serta pemilihan tempat membayar zakat dalam rangka
meningkatkan pengumpulan dana zakat dan infak. Potensi dana zakat di
Indonesia yang besar dapat didayagunakan untuk mengentaskan kemiskinan dan
mengurangi kesenjangan pendapatan. Dengan mengetahui faktor-faktor yang
memengaruhi partisipasi berzakat dan pemilihan tempat membayar zakat,
diharapkan pengumpulan dana zakat dapat meningkat.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini tidak terlepas dari
kerjasama dan bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini
penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. Bapak Irfan Syauqi Beik, Ph.D selaku pembimbing skripsi yang selalu
memberi arahan dan bimbingan kepada penulis demi kesempurnaan penulisan
skripsi ini.
2. Ibu Dr. Sri Mulatsih, M.Sc.Agr. selaku dosen penguji utama dan Bapak Deni
Lubis M.Si selaku dosen penguji dari komisi pendidikan yang telah
memberikan evaluasi dan masukan yang sangat berarti untuk penyempurnaan
skripsi ini.
3. Semua dosen dan staff Tata Usaha Departemen Ilmu Ekonomi atas ilmu serta
bantuan yang diberikan selama penulis menjalani pendidikan di Departemen
Iilmu Ekonomi.
4. Kedua orang tua penulis, Ayah Hasan Rifa’i dan Ibu Indriani atas semua
kasih sayang, dukungan, perhatian, doa, serta pengorbanannya selama ini.
5. Adik penulis, Nahdhiyah, Sa’adah, Hafidza, Fadel, Nabil dan segenap
keluarga besar Masjrobi Alfaridy atas bantuan, dukungan semangat,
perhatian, dan doa selama penyusunan skripsi ini.
6. Sahabat-sahabat alumni SMA Negeri 1 Bogor, Uswatun Hasanah, Nadia
Svenskarin, Rahajeng Aditya, Nur Aprianti, Tiara, Anggah, Teh Bairanti, Teh
Vella, Teh Astrid atas nasihat, dukungan, kebersamaan dan keceriaannya.
7. Sahabat-sahabat di Fakultas Ekonomi dan Manajemen 44 Destia Harum,
Apriessa Seventienna, Ilham Muzzaki, Junasa dan teman-teman satu
bimbingan Winda, Indah, Zahra dan Ahmad Mukhlis yang selalu meluangkan
watunya untuk berbagi ilmu, saran, serta nasihat selama penyusunan skripsi
ini.
8. Teman-teman Forkom Alims, IE 44, Rohis Fakultas Ekonomi dan
Manajemen dan semua pihak yang telah membantu dari awal sampai akhir
penyusunan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Semoga semua bantuan yang telah diberikan mendapat imbalan dari Allah
SWT. Akhirnya dengan segala kerendahan hati yang tulus, penulis berharap
skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca dan pihak-pihak yang
bersangkutan.
Bogor, Desember 2011
Izzatul Mabniyyah Alhasanah
H14070058
i
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ..................................................................................................... i
DAFTAR TABEL ............................................................................................. iii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... iv
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... v
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang .................................................................................... 1
1.2. Perumusan Masalah ............................................................................ 5
1.3. Tujuan Penelitian ................................................................................ 5
1.4. Manfaat Penelitian ............................................................................. 6
1.5. Ruang Lingkup Penelitian .................................................................. 6
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Zakat ................................................................................ 7
2.2 Pengertian Infak ................................................................................. 9
2.3 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Berzakat dan Berinfak .................10
2.4 Organisasi Pengelola Zakat ...............................................................11
2.5 Pengelolaan Zakat Berbasis Kepanitian Musiman (Informal) ...........15
2.6 Tinjauan Penelitian Terdahulu ...........................................................15
2.7 Kerangka Pemikiran ..........................................................................17
2.8 Hipotesis .............................................................................................19
III. METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian ..............................................................20
3.2. Jenis dan Sumber Data .......................................................................20
3.3. Sampel Penelitian ..............................................................................20
3.4. Metode Analisis ..................................................................................21
IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN
4.1. Gambaran Umum Wilayah Penelitian ................................................28
ii
4.1.1 Geografi .....................................................................................28
4.1.2 Demografi ..................................................................................29
4.1.3 Pendidikan .................................................................................31
4.1.4 Ekonomi ....................................................................................31
4.2. Badan Amil Zakat Daerah Kabupaten Brebes ....................................33
4.2.1 Profil BAZDA Kabupaten Brebes .............................................33
4.2.2 Pendayagunaan Zakat BAZDA Kabupaten Brebes ...................35
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Karakteristik dan Persepsi Responden ...............................................37
5.2 Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Partisipasi Berzakat .......51
5.3 Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Rutinitas Berinfak .........59
5.4 Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Pemilihan
Tempat Berzakat .................................................................................63
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan .........................................................................................72
5.2. Saran ................................................................................................72
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................74
LAMPIRAN .....................................................................................................77
iii
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1.1. Potensi zakat nasional ................................................................................ 2
1.2. Total dana zakat infak dan shadaqah nasional ........................................... 3
2.1 Organisasi pengelola zakat di Indonesia....................................................14
4.1 Jumlah penduduk berumur 10 tahun ke atas yang bekerja di rinci
menurut jenis pekerjaan di Kabupaten Brebes ..........................................30
4.2 Penduduk umur 10 tahun ke atas dirinci menurut tingkat pendidikan ......32
5.1 Demografi responden.................................................................................37
5.2 Pembayaran zakat ......................................................................................38
5.3 Rutinitas pembayaran infak .......................................................................41
5.4 Periode berinfak .........................................................................................43
5.5 Periode membayar zakat ............................................................................45
5.6 Tempat membayar zakat ............................................................................47
5.7 Alasan membayar zakat melalui OPZ dan bukan OPZ .............................49
5.8 Pengelompokan responden berdasarkan partisipasi berzakat ....................51
5.9 Hasil uji signifikansi variabel independen .................................................53
5.10 Koefisien fungsi klasifikasi .......................................................................57
5.11 Hasil prediksi klasifikasi untuk seluruh objek ...........................................59
5.12 Pengelompokan responden berdasarkan partisipasi berinfak ....................60
5.13 Hasil uji signifikansi variabel independen .................................................61
5.14 Koefisien fungsi klasifikasi .......................................................................61
5.15 Hasil prediksi klasifikasi untuk seluruh objek ...........................................63
5.16 Pengelompokan responden berdasarkan tempat berzakat .........................64
5.17 Hasil uji signifikansi variabel independen .................................................64
5.18 Koefisien fungsi klasifikasi .......................................................................66
5.19 Hasil prediksi klasifikasi untuk seluruh objek ...........................................62
iv
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
2.1. Kerangka pemikiran...................................................................................16
3.4. Peta administratif Kabupaten Brebes.........................................................28
v
DAFTAR LAMPIRAN
No. Halaman
1 Kuesioner penelitian. ................................................................................76
2. Hasil diskriminan faktor-faktor yang memengaruhi berzakat ...................80
3. Hasil diskriminan faktor-faktor yang memengaruhi rutinitas berinfak .....82
4. Hasil diskriminan faktor-faktor yang memengaruhi pemilihan tempat berzakat ..........................................................................................84
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Negara-negara maju memiliki perbedaan dengan negara-negara sedang
berkembang antara lain dalam hal kemiskinan dan distribusi pendapatan. Di
negara maju jauh lebih baik dan mumpuni dibandingkan negara sedang
berkembang, baik secara statistik kemerataannya (perbedaan kaya dan miskin,
majikan dan buruh, antardaerah, antarsektor) maupun kapasitas secara institusi
untuk mengatasi ketimpangan. Kemiskinan adalah ketidakmampuan dari sisi
ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang
diukur dari sisi pengeluaran. Ketimpangan distribusi pendapatan merupakan
ketidakmerataan pendapatan yang diterima oleh pemilik faktor produksi. Di Eropa
Utara dan Barat yang sering dijadikan model negara kesejahteraan sangat terkenal
dengan sistem jaminan sosial dikombinasikan dengan politik fiskal dan moneter
serta gerakan buruh dan koperasinya. Di Amerika dan Kanada, kelembagaannya
memang parsial tapi terdapat lembaga sosial dan LSM yang dikombinasikan
dengan koperasi. Sistem inilah yang mampu menciptakan sistem perlindungan
yang efektif, dan produktif dalam mendukung pertumbuhan ekonomi. Di Jepang
tingkat kesejahteraan petani, nelayan, buruh secara empiris salah satu yang terbaik
di dunia karena kesejahteraan rakyat merupakan indikator kinerja perusahaan dan
pemerintah daerah (Damanhuri, 2010).
Indonesia sebagai salah satu negara yang termasuk negara sedang
berkembang memiliki jumlah penduduk miskin mencapai 31,9 juta orang atau
13,3 persen dari total jumlah penduduk Indonesia diukur menggunakan garis
kemiskinan Rp 233.740 per kapita per bulan dengan indeks gini (ukuran distribusi
pendapatan) sebesar 0,33 (BPS, 2011). Kemiskinan ini merupakan masalah yang
bukan saja dilihat sebagai fenomena ekonomi tetapi juga sebagai masalah agama,
sosial, politik dan keamanan. Ini dikarenakan kemiskinan merupakan penyakit
sosial yang paling dahsyat bahkan dapat dikatakan sebagai musibah dan bencana
yang harus segera ditanggulangi.
Islam sebagai agama yang mayoritas dianut penduduk Indonesia telah
memberikan solusi untuk mengatasi kemiskinan dan ketimpangan sosial dengan
2
zakat. Zakat memiliki dimensi sosial karena membayar zakat bertujuan
mengangkat kehidupan kaum miskin menjadi orang yang sejahtera serta
mempersempit jarak antara kaum kaya dan kaum miskin (Qardhawi, 1995).
Kondisi pengumpulan dana zakat di Indonesia saat ini masih di bawah
kebutuhan untuk mengeluarkan umat Islam dari kemiskinan. Padahal jika dilihat
dari potensi zakat penduduk muslim Indonesia yang wajib zakat sangat besar.
Penelitian Badan Amil Zakat Nasional dan Fakultas Ekonomi dan Manajemen
IPB mengungkapkan potensi zakat nasional sebesar Rp 217.000.000.0000,00
setara dengan 3,4 persen dari total PDB. Potensi ini terdiri dari potensi zakat
rumah tangga secara nasional, potensi zakat perusahaaan industri menengah dan
besar nasional serta potensi zakat tabungan secara nasional. Detail potensi zakat
dari tiga kelompok tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1.1 Potensi zakat nasional
Keterangan Potensi Zakat Persentase terhadap PDB
Potensi Zakat Rumah
Tangga
Rp 82, 7 triliun 1,30 %
Potensi Zakat Industri
Swasta
Rp 114, 89 triliun 1,80 %
Potensi Zakat BUMN Rp 2,4 triliun 0,04%
Potensi Zakat tabungan Rp 17 triliun 0,27 %
Total Potensi Zakat
Nasional
Rp 217 triliun 3,40 %
Sumber : Riset BAZNAS dan FEM IPB (2011) Potensi zakat rumah tangga didapat dari total rumah tangga yang memiliki
penghasilan diatas batas (nishab) zakat pertanian, yaitu 524 kg beras dengan kadar
2,5 persen sesuai dengan kebijakan BAZNAS yang menganalogi zakat
penghasilan dengan nishab zakat pertanian dan zakat emas perak untuk kadarnya.
Persentase zakat ini adalah 1, 3 persen dari total PDB. Zakat industri swasta,
BUMN didapat dari 2,5 persen dari laba yang dihasilkan perusahaan-perusaan di
industri tersebut tanpa laba dari perusahaan produk haram. Potensi zakat industri
sebesar 117,29 triliun atau setara dengan 1,84 persen dari total PDB. Potensi zakat
tabungan adalah potensi zakat dari jumlah dana tabungan yang dimiliki nasabah
3
dengan jumlah melebihi nishab di bank BUMN dan umum serta deposito dan giro
di bank syariah.
Dari potensi zakat nasional yang dimiliki Indonesia, zakat yang berhasil
dihimpun oleh Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) baru mencapai 0,005
persen dari seluruh potensi zakat nasional. Berdasarkan Beik dalam Kusuma
(2009), dana zakat yang berhasil dikumpulkan untuk wilayah Indonesia sekitar
0,02 persen dari PDB. Data penerimaan dana zakat oleh Badan Amil Zakat
Nasional ditunjukkan oleh tabel 2.
Tabel 1.2. Total dana zakat, infak dan shadaqah nasional
Tahun Total Zakat
(Milyar Rupiah)
Pertumbuhan
(%)
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
68.39
85.28
150.09
295.52
373.17
740.00
920.00
-
24.70
76.00
96.90
26.28
98.30
24.32
2009 1100.00 19,57
2010 1500.00 36,36
Sumber : Badan Amil Zakat Nasional (2011) Dari tabel 1.2 dapat terlihat bahwa dana zakat yang terkumpul mengalami
pertumbuhan yang signifikan. Kenaikan dana zakat yang terkumpul dari tahun
2002 - 2010 mencapai 1000 persen lebih dengan rata-rata pertumbuhan per tahun
sebesar 24 persen. Ini menandakan jumlah dana zakat yang terkumpul masih bisa
ditingkatkan agar jarak antara potensi zakat dan realisasinya tidak terlalu jauh.
Jika dilihat dari wilayah negara Indonesia yang termasuk negara sedang
berkembang, salah satu kabupaten dengan kondisi tingkat kemiskinan yang tinggi
adalah Kabupaten Brebes. Persentase penduduk miskin Kabupaten Brebes pada
tahun 2008 mencapai 25,98 persen dan pada tahun 2009 sebesar 24,39 persen
dengan garis kemiskinan sebesar Rp 219.119 (BPS, 2011). Artinya sekitar
seperempat dari seluruh penduduk Kabupaten Brebes dalam kondisi miskin. Dari
4
seluruh keluarga di Kabupaten Brebes, jumlah keluarga yang termasuk kategori
pra sejahtera mencapai 106.989 kepala keluarga atau 21,43 persen dari total
keluarga (BPS, 2010)
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten Brebes merupakan
kabupaten dengan IPM terendah di Jawa Tengah dari 35 kabupaten di Jawa
Tengah. IPM menunjukkan tingkat kemajuan manusia secara umum mencakup
tingkat pendapatan, pendidikan dan kesehatan. Dengan melihat perkembangan
angka IPM tiap tahun, kemajuan yang dicapai Kabupaten Brebes tidak terlalu
signifikan dari 67,08 pada tahun 2008 menjadi 67,69 pada tahun 2010. Rendahnya
IPM ini mencerminkan kemajuan bidang pendidikan, kesehatan dan ekonomi
yang masih rendah.
Di sisi lain, pada tahun yang sama produk domestik regional bruto
(PDRB) Kabupaten Brebes menempati urutan keempat tertinggi di Jawa Tengah
dan urutan tertinggi pertama di Karasidenan Pekalongan. Kontribusi PDRB
Kabupaten Brebes sekitar tiga hingga empat persen terhadap PDRB Jawa Tengah.
Total Produk Domestik Bruto (PDRB) Kabupaten Brebes pada tahun 2009
sebesar Rp 2.532.516.701,45 dengan pendapatan per kapita per tahun sebesar Rp
7.162.981,23. Sektor pertanian menjadi sektor penting dengan kontribusi diatas 50
persen. Dari tahun ke tahun kontribusi sektor pertanian mengalami peburunan,
sebaliknya sektor industri pengolahan mengalami kenaikan diiringi sektor
perdagangan dan sektor jasa. Dilihat dari data kegiatan ekspor dan impor, nilai
ekspor Kabupaten Brebes melebihi nilai impornya. Nilai ekspor mencapai 5,475
triliun dan nilai impor mencapai 2,923 triliun (BAPPEDA, 2010)
Berdasarkan data PDRB Kabupaten Brebes ini sebenarnya Kabupaten
Brebes memiliki potensi untuk meningkatkan kemajuan manusia di bidang
ekonomi, pendidikan, kesehatan dan mengurangi ketimpangan pendapatan di
wilayah Kabupaten Brebes. Dengan sistem pengambilan dana zakat yang baik dan
pendayagunaan zakat yang optimal maka fungsi zakat untuk mengentaskan
kemiskinan kemungkinan besar dapat terwujud. Oleh karena itu organisasi
pengelola zakat yang diberikan amanah mengumpulkan zakat perlu mengetahui
faktor-faktor yang memengaruhi partisipasi individu untuk membayar zakat
5
sehingga dari dana yang terkumpul dapat menjalankan program-program untuk
mengentaskan kemiskinan.
1.2 Rumusan Masalah
Dana zakat yang terkumpul dapat disalurkan dalam bentuk dana konsumtif
seperti pemenuhan kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan dan dana produktif
seperti modal usaha, pemberdayaan ekonomi sehingga dapat mendorong
penduduk miskin memiliki penghasilan tetap. Semakin besar dan zakat yang
dikumpulkan maka peluang keberhasilan program dari dana zakat semakin besar.
Dana yang terkumpul oleh Badan Amil Zakat Daerah Kabupaten Brebes
pada tahun 2010 baru mencapai Rp 821.387.060,00. Selama ini Badan Amil Zakat
Kabupaten Brebes mengalami kesulitan mengumpulkan dana zakat dari
masyarakat muslim di kabupaten tersebut. Sebanyak 99 persen wajib zakat
(muzzaki) yang membayar ke BAZ adalah pegawai negeri sipil. Hal ini
disebabkan adanya surat edaran dari Bupati Kabupaten Brebes tentang
pemotongan gaji secara langsung sebesar 2,5 persen sebagai zakat penghasilan
pada gaji ketigabelas disalurkan ke Badan Amil Zakat Kabupaten. Oleh karena itu
ada beberapa permasalahan yang akan dijawab dalam penelitian ini yaitu:
1. Bagaimana pengaruh faktor pendidikan, pekerjaan, pendapatan, keimanan,
penghargaan, althurism (kepekaan sosial), kepuasan, organisasi, infak
terhadap partisipasi berzakat ?
2. Bagaimana pengaruh faktor pendidikan, pekerjaan, pendapatan, keimanan,
penghargaan, althurism (kepekaan sosial) organisasi, frekuensi infak
terhadap rutinitas berinfak ?
3. Bagaimana pengaruh faktor pendidikan, pekerjaan, pendapatan, keimanan,
penghargaan, althurism (kepekaan sosial), kepuasan, organisasi dan
keberadaan organisasi pengelola zakat terhadap pemilihan tempat
membayar zakat?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan permasalahan tersebut, maka tujuan dari
penelitian ini adalah:
6
1. Menganalisis faktor pendidikan, pekerjaan, pendapatan, keimanan,
penghargaan, althurism (kepekaan sosial), kepuasan, organisasi, infak
dalam memengaruhi partisipasi berzakat.
2. Menganalisis faktor pendidikan, pekerjaan, pendapatan, keimanan,
penghargaan, althurism (kepekaan sosial) organisasi dan frekuensi infak
dalam memengaruhi rutinitas berinfak.
3. Menganalisis faktor pendidikan, pekerjaan, pendapatan, keimanan,
penghargaan, althurism (kepekaan sosial), kepuasan, organisasi dan
keberadaan organisasi pengelola zakat dalam memengaruhi pemilihan
tempat membayar zakat.
1.4 Manfaat penelitian
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat bagi pemerintah,
masyarakat, akademisi dan organisasi pengelola zakat.
1. Bagi pemerintah: dapat menjadi pertimbangan untuk membuat kebijakan
dalam pengembangan zakat
2. Bagi masyarakat: dapat memberikan gambaran faktor-faktor yang
memengaruhi partisipasi membayar zakat dan meningkatkan partisipasi
dalam membayar zakat.
3. Akademisi: dapat membantu dalam menambah wawasan dan keilmuan
mengenai zakat.
4. Organisasi pengelola zakat: dapat memberikan masukan untuk
meningkatkan pengumpulan dana zakat.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini mengambil studi kasus di Kabupaten Brebes. Populasi dalam
penelitian ini adalah individu muslim yang diperkirakan wajib zakat (muzzaki)
yang dijadikan contoh sebanyak 100 orang yang tinggal di perumahan dan
perkampungan di Kecamatan Brebes, Kecamatan Bulakamba, dan Kecamatan
Tanjung.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Zakat
Zakat adalah kewajiban yang dipandang dari segi moral dan agama sangat
mutlak dilaksanakan. Zakat merupakan hak fakir dan miskin dalam kekayaan
orang kaya. Hak itu ditetapkan oleh pemilik kekayaan sebenarnya yaitu Allah
SWT. Besarnya batas harta yang harus dibayarkan zakatnya, besar harta yang
dibayar, batas-batasnya, syarat-syarat, waktu dan cara pembayaran sudah
ditentukan.
Menurut Qardhawi (1993) kewajiban zakat ini tidak diserahkan saja
kepada kesediaan manusia tetapi harus dipikul tanggung jawab memungut dan
mendistribusikannya oleh pemerintah melalui amil. Kekayaan zakat tidak boleh
diserahkan penggunaannya kepada pihak berwenang atau pemuka agama tetapi
sudah ditetapkan orang-orang yang berhak menerimanya seperti fakir miskin dan
enam golongan lainnya seperti orang yang terlilit hutang, terlantar dalam
perjalanan di jalan Allah, orang yang baru masuk Islam (muallaf) yang dibujuk
hatinya, hamba sahaya, para amil dan jihad di jalan Allah. Zakat bukanlah sekedar
bantuan makanan sewaktu-waktu untuk sedikit meringankan kehidupan orang
miskin, tetapi zakat bertujuan untuk menanggulangi kemiskinan, menjadi
berkecukupan selamanya dan mengusahakan orang miskin mampu memperbaiki
sendiri kehidupannya.
Zakat adalah instrumen penting bagi keadilan sosial untuk peningkatan
kemakmuran di dunia ini dan juga menyebabkan peningkatan prestasi agama yang
selanjutnya sebagai pembayaran yang memurnikan orang dari dosa-dosa
(Aziz,1987)
Pihak yang wajib membayar zakat adalah semua muslim dewasa yang
sudah terkena ketentuan membayar zakat. Berdasarkan Qardhawi (1993), syarat-
syarat kekayaan yang wajib zakat antara lain:
1. Harta tersebut harus didapatkan dengan cara yang baik dan halal. Harta
yang haram baik secara subtansi benda maupun cara mendapatkannya, tidak dapat
dikenakan kewajiban zakat, karena Allah SWT tidak akan memerimanya. Dalam
hadis Shahih Bukhari menguraikan bahwa zakat tidak akan menerima dari harta
8
yang didapatkan dengan cara menipu kecuali dari hasil usaha yang halal dan
bersih.
2. Harta terus berkembang atau berpotensi untuk dikembangkan seperti
melalui kegiatan usaha, perdagangan, pembelian saham atau ditabungkan baik
dilakukan sendiri maupun orang lain. Pengertian berkembang itu terdiri dua
macam konkret dan tidak konkret. Konkret artinya harta dikembangbiakan,
diusahakan, diperdegangkan dan sejenis dengannya. Tidak konkret artinya harta
tersebut berpotensi berkembang, baik berada di tangannya sendiri maupun di
tangan orang lain, tetapi atas namanya. Kesimpulan dari penjelasan tersebut,
setiap harta yang berkembang atau berpotensi untuk dikembangkan, termasuk ke
dalam objek pajak.
3. Milik penuh yaitu kekayaan itu di bawah kontrol dan kekuasaannya.
Artinya kekayaan tersebut harus berada di tangannya, tidak tersangkut di
dalamnya hak orang lain, dapat digunakan, dan manfaatnya dapat dinikmati. Jika
kekayaan tersebut tidak memiliki pemilik seperti kekayaan milik pemerintah maka
tidak wajib membayar zakat. Tanah wakaf yag diberikan kepada fakir miskin,
masjid, pejuang, anak yatim, sekolah dan sebagainnya maka zakat atasnya tidak
wajib. Untuk harta imbalan dan simpanan pegawai, jika harta ini merupakan
pemilikan penuh maka kedudukannya sama seperti harta yang dikuasai sehingga
zakatnya wajib dikeluarkan setiap tahun bila jumlahnya sampai batas wajib zakat.
Harta tersebut harus mencapai nishab yaitu jumlah minimal yang menyebabkan
harta terkena kewajibab zakat. Tidak ada kewajiban berzakat jika harta yang
dimilikinya dibawah lima ekor unta atau empat puluh ekor kambing atau di bawah
200 dirham uang perak atau di bawah lima kwintal bijian, buah-buahan dan hasil-
hasil pertanian. Menurut Syekh Dahlawi, perhitungan itu sesuai dengan kebutuhan
minimal rumah tangga dalam setahun.
4. Sumber-sumber zakat tertentu, seperti perdagangan, peternakan, emas dan
perak, harus berada atau dimiliki ataupun diusahakan oleh muzzaki dalam
tenggang waktu satu tahun sedangkan zakat pertanian, tidak terkait dengan
ketentuan haul (berlalu waktu satu tahun), ia harus dikeluarkan pada saat
memetiknya atau memanennya jika mencapai nishab.
9
5. Syarat kewajiban zakat setelah terpenuhi kebutuhan pokok atau dengan
kata lain, zakat dikeluarkan setelah terdapat kelebihan dari kebutuhan hidup
sehari-hari yang terdiri atas kebutuhan rutin. Kebutuhan rutin yang dimaksud
adalah kebutuhan untuk ketahanan hidupnya seperti makanan, minuman,
perumahan, dan alat-alat yang diperlukan sebagai ilmu pengetahuan, alat-alat
kerja dan lain-lain.
2.2 Pengertian Infak
Infak berasal dari kata anfaqa yang berarti mengeluarkan sesuatu harta
untuk kepentingan sesuatu. Menurut terminologi syariat, infak berarti
mengeluarkan sebagian dari harta atau pendapatan untuk suatu kepentingan yang
diperintahkan ajaran Islam. (Hafiduddin, 1998) Infak sama artinya dengan
shadaqah berupa materi.
Perbedaan dengan zakat antara lain jika zakat ada nisabnya infak tidak
mengenal nisab. Infak dikeluarkan oleh setiap orang yang beriman, baik yang
berpenghasilan tinggi atau rendah, saat lapang atau sempit sesuai dengan surat Ali
Imran : 134. Jika zakat harus diberikan kepada mustahik tertentu infak boleh
diberikan kepada siapapun juga, misalnya untuk ibu-bapak, kaum kerabat, anak-
anak yatim, orang-orang miskin, orang-orang yang sedang dalam kebajikan sesuai
dengan surat Al Baqarah : 215.
Hal yang perlu diperhatikan, jika seseorang telah berzakat tetapi masih
memiliki kelebihan harta, sangat dianjurkan untuk berinfak atau bersedekah.
Keutamaan berinfak antara lain ciri utama orang yang bertakwa (Surat Al-
Baqarah: 3 dan Surat Ali Imran: 134), ciri mukmin yang sungguh-sungguh
imannya (Surat Al-Anfal: 3-4), ciri mukmin yang mengharap keuntungan abadi
(Surat Al-Faatir:29). berinfak akan mlipatgandakan pahala di sisi Allah (Surat Al-
Baqarah: 262). (Hafidhuddin, 1998)
2.3 Faktor-faktor yang Memengaruhi Berzakat dan Berinfak
a. Kondisi demografis
Penelitian telah menemukan pengaruh demografis terhadap perilaku
muslim dalam membayar zakat. Dengan menggunakan regresi logistik
10
Hairunnizam et al. (2005) menguji tiga belas faktor yang mungkin mempengaruhi
pembayaran zakat penghasilan di Malaysia. Dengan menerapkan analisis regresi
logistik, mereka menemukan bahwa lima faktor secara signifikan berpengaruh
pada membayar zakat penghasilan. Faktor-faktor ini meliputi usia, perkawinan
status, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan dan pembayaran melalui
mekasisme pemotongan gaji.
5.2 Keimanan
Bakar (2006) mendukung faktor ibadah sebagai salah satu motivasi utama
yang berkontribusi dalam kepatuhan zakat, infak dan prilaku yang peka terhadap
kondisi sosial. Mereka membayar zakat sebagai bukti dan indikator keimanan. Ini
merupakan kepatuhan seorang muslim terhadap kewajiban agama untuk
membayar zakat sehingga keyakinan terhadap ajaran agama menjadi faktor
dengan pengaruh yang kuat.
Hal ini didukung Qardhawi (1998) yang menyatakan tidak patuhnya
individu terhadap kewajiban untuk membayar zakat mengidentifikasikan tingkat
iman individu terhadap agama. Lunn et.al (2001) sepakat bahwa salah satu
keyakinan agama memiliki dampak terhadap seseorang untuk memberi.
5.3 Kepuasan
Dalam teori pertukaran sosial Bagozzi (1975) tukar menukar bersumber
dari kepentingan diri sendiri dan individu berusaha untuk meminimalkan biaya
mereka untuk mendapatkan hasilyang paling menguntungkan. Ketika teori Barat
diterapkan pada kegiatan zakat, maka diasumsikan bahwa individu berkontribusi
untuk zakat karena ia mendapat manfaat nyata.
Menurut Muda, et al (2006) mereka secara individu merasa ada
kepuasan tersendiri setelah membayar zakat. Mereka senang membayar zakat,
termasuk masyarakat yang bertanggung jawab, murah hati dan percaya mereka
juga dapat memotivasi orang lain untuk berpartisipasi untuk berzakat.
5.4 Penghargaan
Faktor ini berhubungan dengan keuntungan terhadap diri sendiri setelah
membayar zakat dan penghargaan dari orang lain. Indikator pada faktor ini seperti
mendapatkan pujian, mendapat dukungan sosial, meningkatkan peluang bisnis dan
ingen dilihat dermawan.
11
5.5 Althurism (kepekaan sosial)
Althurism berhubungan dengan keyakinan agama atau kepekaan sosial
dalam motivasi membayar zakat. Althurism menurut Batson (2002) adalah
motivasi dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan orang lain. Faktor althurism
terdiri dari menunjukkan rasa terima kasih, keberkahan harta, membersihkan
kekayaan, rasa bersalah, hak orang miskin, dan membantu orang miskin yang
membutuhkan berdasarkan Muda, et al (2006).
5.6 Organisasi
Penelitian terhadap faktor yang memengaruhi individu muslim membayar
zakat menurut Kamil (2005) terdiri dari persepsi kualitas layanan, paparan pada
zakat promosi pengetahuan tentang zakat pada pendapatan dan keimanan
kemudian memperhitungkan juga hukum zakat, persepsi tentang penegakan
hukum zakat, persepsi tentang keadilan, dan sikap. Studinya menemukan bahwa
tiga variabel, persepsi kualitas pelayanan lembaga amil zakat, tingkat pengetahuan
zakat, sosialisasi zakat melalui media secara signifikan memiliki hubungan yang
positif dengan partisipasi membayar zakat.
Hasil dari penelitian Muda, et al (2006) di Malaysia, faktor organisasi
merupakan faktor pertama yang memengaruhi invidu dalam berpartisipasi
berzakat. Faktor organisasi terdiri dari layanan yang ditawarkan oleh organisasi
pengelola zakat, sistem pembayaran memuaskan, fasilitas pembayaran secara
online, tersedianya lembaga amil zakat, adanya pengaruh dari iklan zakat, serta
nyaman membayar di lembaga amil zakat.
2.4 Organisasi Pengelola Zakat
Islam tidak menempatkan masalah zakat sebagai urusan pribadi, tetapi
sebagai salah satu tugas pemerintah Islam. Dalam hubungan ini, Islam
menyerahkan wewenang kepada negara untuk memungut dan membagikannya
kepada mereka yang berhak. Masalah ini tidak hanya didasarkan pada kemurahan
hati individu sebab terdapat sejumlah faktor yang tidak dapat diabaikan oleh
syariat : Pertama, hati nurani kebanyakan orang telah mengeras karena kecintaan
dunia dan sifat egoistisnya. Bila hak kaum muslimin digantungkan kepada orang-
orang yang berwatak seperti itu, kesejahteraan mereka tidak akan terjamin.
12
Kedua, jika kaum miskin mengambil haknya dari pemerintah bukan dari
seorang kaya, kehormatan dan martabatnya tetap terpelihara. Ia akan terhindar
dari perkataan menyakitkan dari pihak pemberi.
Ketiga, apabila pengaturan masalah zakat diserahkan kepada orang
banyak, pendistribusiaannya akan kacau.
Keempat, pendistribusian zakat bukan hanya terbatas orang miskin dan
mereka yang dalam perjalanan. Ada pihak lain yang yang berhak menerima zakat
demi kemaslahatan umum, seperti mualaf, mereka yang mempersiapkan kekuatan
untuk berjihad di jalan Allah SWT dan mereka melengkapi kebutuhan da’i untuk
menyebarkan risalah Islam.
Kelima, Islam adalah agama pedoman penyelenggaraan negara dan
pemerintahan. Negara membutuhkan dana untuk menjalankan berbagai fungsinya.
Zakat adalah salah satu sumber dana terpenting dan permanen yang dapat mengisi
perbendaharaan negara atau baitul mal.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa perlu adanya
pengelolaan zakat melalui organisasi. Organisasi pengelola zakat ini memiliki
sistem kerja sendiri. Ia bertugas mengumpulkan dan membagikan zakat kepada
beberapa sektor yang sudah dibatasi sesuai tingkat kebutuhan. (Qardhawi, 1995)
Hafiduddin (1998) pengelolaan zakat oleh lembaga pengelola zakat
terutama yang memiliki kekuatan hukum formal, memiliki beberapa keuntungan :
1. Menjamin kepastian dan disiplin pembayaran zakat.
2. Menjaga perasaan rendah diri para mustahik zakat apabila berhadapan
langsung untuk menerima zakat dari para muzzaki.
3. Untuk mencapai efisien dan efektifitas serta sasaran yang tepat dalam
penggunaan harta zakat menurut skala prioritas yang ada pada suatu
tempat.
4. Untuk memperlihatkan syiar islam dalam semangat penyelenggaraan
pemerintahan yang islami.
5. Mewujudkan hikmah dan fungsi zakat terutama yang berkaitan dengan
kesejahteraaan umat.
13
Landasan hukum pengelolaan zakat di Indonesia berdasarkan pada
Undang-Undang No.38 tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat dikemukakan
bahwa pengelolaan zakat bertujuan :
1. Meningkatkan pelayanan bagi masyarakat dalam menunaikan zakat sesuai
tuntunan agama.
2. Meningkatkan fungsi dan peranan pranata keagamaan dalam upaya
mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan keadilan sosial.
3. Meningkatkan hasil guna dan daya zakat.
Seseorang yang ditunjuk sebagai amil zakat atau pengelola zakat harus
memenuhi persyaratan tertentu (Qardhawi, 1993) yaitu :
a. Beragama Islam. Zakat adalah salah satu urusan utama kaum muslimin
yang termasuk rukun Islam karena itu apabila urusan penting kaum
muslimin diurus oleh sesama muslim.
b. Mukallaf yaitu dewasa yang sehat akal pikirannya yang siap menerima
tanggung jawab mengurus urusan umat.
c. Memiliki sifat amanah atau jujur. Sifat ini sangat penting karena berkaitan
dengan kepercayaan umat. Artinya para muzzaki akan dengan rela
menyerahkan zakat melalui organisasi pengelola zakat jika organisasi
tersebut memang patut dan layak dipercaya. Keamanahan ini diwujudkan
dalam bentuk transparansi dalam menyampaikan laporan
pertanggungjawaban secara berkala dan juga ketepatan penyaluran sejalan
dengan ketentuan syariah.
d. Mengerti dan memahami hukum-hukum zakat yang menyebabkan ia
mampu melakukan sosialisasi segala sesuatu yang berkaitan dengan zakat
kepada masyarakat.
e. Memiliki kemampuan untuk melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya.
Amanah dan jujur merupakan syarat yang penting namun perlu ditunjang
oleh kemampuan melaksanakan tugas.
f. Kesungguhan amil zakat dalam melaksanakan tugasnya. Amil zakat yang
baik adalah amil zakat yang seluruh waktu kerjanya mengurusi zakat, tidak
asal-asalan dan tidak pula sambilan. Karena dapat berdampak pada kinerja
14
amil zakat yakni pasif hanya menunggu kedatangan muzaki membayar
zakat atau infaknya.
Organisasi Pengelola Zakat harus memiliki persyaratan teknis
berdasarkan Keputusan Menteri Agama Nomor 581 tahun 1999, antara lain :
1. Berbadan hukum
2. Memiliki data muzzaki dan mustahik
3. Memiliki program kerja yang jelas
4. Memiliki pembukuan yang baik
5. Melampirkan surat pernyataan bersedia diaudit
Persyaratan tersebut mengarah pada kinerja yang profesional dan
laporan yang transparan dari setiap lembaga pengelola zakat. Harapannya
masyarakat akan semakin bersemangat menyalurkan zakatnya melalui lembaga
pengelola.
Organisasi Pengelola Zakat (OPZ) di Indonesia terbagi menjadi 2 jenis
yaitu Badan Amil Zakat dan Lembaga Amil Zakat. Badan Amil Zakat merupakan
amil zakat yang dibentuk pemerintah dan Lembaga Amil Zakat merupakan amil
zakat yang dibentuk oleh swasta.
Berikut ini adalah data jumlah organisasi yang terlibat dalam
pengelolaan zakat di Indonesia sampai akhir tahun 2009:
Tabel 2.1 Organisasi pengelola zakat di Indonesia
No Organisasi Jumlah
1 BAZNAS 1
2 BAZDA Provinsi 33
3 BAZDA Kabupaten/Kota 434
4 BAZ Kecamatan 4.800
5 BAZ Kelurahan 24.000
6 LAZNAS 18
7 LAZ Provinsi 16
8 LAZ Kabupaten/Kota 31
9 UPZ 8.680
Total 38.013
Sumber : Forum Organisasi Zakat (2011)
15
2.5 Pengelola Zakat Berbasis Kepanitiaan Musiman (Informal)
Di Indonesia, pada saat masyarakat bersemangat menunaikan zakat
biasanya bersamaan itu pula muncul gerakan pengelolaan zakat musiman yang
selalu mengiringi bulan Ramadhan. Sekelompok masyarakat membentuk panitia
dadakan (ad hoc). Keberadaan kepanitiaan itu menyebut dirinya sebagai amil
zakat, yakni satu diantara delapan asnaf (golongan) penerima zakat. Hampir di
setiap masjid maupun mushala secara serentak membentuk kepanitiann zakat.
Kata panitia dan amil zakat semestinya diperjelas karena dua kata tersebut
mempunyai konsekuensi hukum yang berbeda. Dalam literatur fikih, amil adalah
orang yang mempunyai kriteria tertentu dan memenuhi syarat dalam kriteria
pengumpulan, pengadministrasian dan penyaluran zakat. Amil memiliki tugas
yang tidak ringan dalam melakukan tiga hal tersebut karena harus tepat sasaran
kepada orang yang tepat sesuai dengan Al Qur’an. Oleh karena itu amil harus
memiliki kriteria khusus dan tanggung jawabnya berat. Setelah melakukan
tugasnya dengan baik dan memberikan seluruh waktu kerjanya untuk mengurus
zakat, barulah amil boleh mengambil hak dari zakat yang dikumpulkan.
Sementara sebuah kepanitiaan zakat, belum tentu memiliki kriteria yang
dipersyaratkan dalam pengumpulan zakat. Panitia tidak berbeda dengan orang
yang ditunjuk untuk bertanggung jawab sesuatu (dalam hal ini zakat). Mereka
ditunjuk biasanya tanpa mempertimbangkan kriteria dan kapasitas sebagai
seorang amil yang dipersyaratkan. Panitia zakat ini juga hanya bekerja pada saat
Ramadhan. Setelah Ramadhan berlalu maka kepanitiaan ini dengan sendirinya
bubar (Aflah, 2011)
2.6 Tinjauan Penelitian Terdahulu
Penelitian tentang faktor-faktor yang memengaruhi partisipasi individu
dalam berzakat dilakukan oleh Musa et.al (2006) dengan mengambil studi kasus
di Malaysia. Penelitian ini menggunakan analisis faktor dengan investigasi
eksplorasi. Hasilnya terdapat 5 faktor yang memengaruhi patisipasi individu
dalam berzakat yaitu faktor organisasi, faktor althurism (kepekaan sosial), faktor
penghargaan, faktor kepuasan dan faktor keimanan.
16
Faktor organisasi variabel utamanya adalah layanan lembaga amil zakat.
Kepercayaan pada lembaga pengumpul zakat menunjukkan kinerja organisasi
yang baik dalam hal pengumpulan zakat dan distribusi dana zakat menjadi efisien,
efektif serta transparan sehingga masyarakat semakin percaya kepada lembaga
zakat. Dampaknya, terdapat peningkatan dana zakat yang terkumpul. Pada faktor
althurism, meningkatkan keshalehan menjadi variabel dengan nilai loadings
terbesar. Kemudian mendapat dukungan sosial merupakan variabel utama pada
faktor penghargaan. Di faktor kepuasan, nilai loading tertinggi terdapat pada
variabel saya orang yang bertanggung jawab secara sosial. Faktor yang
memengaruhi partisipasi zakat yang terakhir adalah keimanan. Variabel utama
pada faktor ini adalah adanya balasan surga.
Berdasarkan penelitian Abu Bakar (2010) yang berjudul motivasi
membayar zakat penghasilan untuk studi di Malaysia, faktor utama yang
memengaruhi membayar zakat penghasilan adalah keyakinan bahwa zakat
merupakan kewajiban umat islam, kemudian percaya dalam bagian harta yang
dimiliki ada hak orang miskin yang membutuhkan, keyakinan dengan membayar
zakat dapat memperbaiki kondisi ekonomi orang miskin. Selain itu motivasi
membayar zakat penghasilan karena potongan pajak yang diberikan pemerintah
dan fasilitas yang disediakan organisasi pengelola zakat.
Sejumlah studi meneliti perilaku muslim terhadap zakat atas penghasilan.
Sebagian besar meneliti pengaruh demografi terhadap perilaku Muslim dalam
membayar zakat atas penghasilan (Mohd. Ali et al., 2003; Kamil, 2005;
Hairunnizam et al, 2005; Azura et al., 2005). Faktor yang yang telah diteliti
sejauh ini termasuk jenis kelamin, usia, status perkawinan, tingkat pendidikan,
jumlah tanggungan dan tingkat pendapatan. Sebagian besar penelitian ini diadopsi
analisis regresi logistik multivariat dalam mengukur pentingnya faktor-faktor pada
zakat mereka pada perilaku pendapatan.
Hairunnizam et al (2005) menguji tiga belas faktor-faktor yang mungkin
mempengaruhi atau tidak memengaruhi melakukan zakat penghasilan di
Malaysia. Kuesioner dibagikan kepada 2500 individu muslim dalam setiap negara
di Malaysia, menggunakan metode random sampling. Dengan menerapkan
analisis regresi logistik, mereka menemukan bahwa lima faktor yang secara
17
signifikan mempengaruhi pembayaran zakat atas penghasilan ke arah yang positif.
Faktor-faktor ini meliputi usia, status perkawinan, tingkat pendidikan, tingkat
pendapatan dan pembayaran melalui mekanisme pemotongan gaji. Selain itu,
ditemukan bahwa perempuan bekerja lebih mungkin untuk membayar zakat atas
penghasilan. Pengetahuan tentang Islam, kesadaran pendapatan sebagai objek
zakat dan kepuasan tidak signifikan memengaruhi pembayaran zakat walaupun
memiliki hubungan yang positif.
Fatmawati (2008) menganalisis pelaksanaan zakat mal di masyarakat
Kecamatan Jatibarang Kabupaten Brebes menggunakan analisis deskriptif.
Berdasarkan penelitian ini, memperoleh informasi tentang kurangnya keta'atan
masyarakat Kecamatan Jatibarang dalam mengeluarkan zakat mal. Hal ini
disebabkan oleh beberapa alasan, yaitu pertama, mereka kurang memahami
kewajiban zakat, kedua, banyaknya kebutuhan sosial sebagai respon terhadap adat
atau kebiasaan sehingga dana untuk zakat berkurang. Ketiga, belum ada sanksi
yang tegas bagi orang yang sengaja tidak mengeluarkan zakat mal. Keempat,
kurangnya kepercayaan masyarakat kepada Badan Amil Zakat (BAZ) Kecamatan
Jatibarang.
2.7 Kerangka Pemikiran Konseptual
Salah satu Kabupaten dengan kondisi tingkat kemiskinan yang tinggi
adalah Kabupaten Brebes. Persentase penduduk miskin Kabupaten Brebes pada
tahun 2008 mencapai 25,98 persen dan pada tahun 2009 sebesar 24,39 persen
(BPS, 2011). Kondisi kemiskinan di Kabupaten Brebes Zakat memiliki potensi
yang besar untuk mengentaskan kemiskinan dan pemerataan pendapatan. Dana
yang dihimpun dari orang kaya (muzzaki) Kabupaten Brebes dapat digunakan
melalui berbagai program agar orang miskin di Kabupaten Brebes bisa menjadi
sejahtera. Berdasarkan laporan keuangan Badan Amil Zakat Kabupaten Brebes,
dana zakat dan infak yang terkumpul baru mencapai Rp 821.387.060,00.
Penerimaan dana zakat dapat ditingkatkan jika organisasi pengelola zakat
mengetahui hal-hal yang mendorong seseorang membayar zakat. Kebiasaan
berinfak secara rutinuga dapat mendukung program mengentaskan kemiskinan.
18
Berdasarkan Undang-Undang No.38 tahun 1999 tentang Pengelolaan
Zakat, tujuan dari pengelolaan dana zakat oleh organisasi pengelola zakat salah
satunya adalah meningkatkan hasil guna dan daya guna zakat. Keputusan tempat
membayar zakat menjadi sangat penting karena dana zakat yang bisa dikelola
organisasi pengelola zakat hanya yang dibayar wajib zakat kepada OPZ bukan
menyalurkan secara langsung atau panitia zakat (bukan OPZ).
Berikut bagan kerangka pemikiran penelitian.
Kondisi kemiskinan di Kabupaten Brebes
Potensi dana zakat yang dimiliki Kabupaten Brebes
Analisis Diskriminan
Faktor-faktor yang memengaruhi keputusan wajib zakat membayar zakat
Faktor-faktor yang memengaruhi keputusan rutin berinfak
Faktor-faktor yang memengaruhi pemilihan
tempat membayar
Kondisi aktual dana zakat yang terkumpul jauh di
bawah potensi zakat
Analisis Deskriptif (Tabulasi Silang)
Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran
19
2.7 Hipotesis
Hipotesis yang ingin dibuktikan dalam penelitian ini adalah:
1. Faktor keimanan, penghargaan, kepuasan, althurism (kepekaan sosial), dan
organisasi berpengaruh terhadap partisipasi berzakat, rutinitas berinfak dan
pemilihan tempat membayar zakat.
2. Partisipasi berzakat, rutinitas berinfak dan pemilihan tempat membayar
zakat dipengaruhi pendapatan, pekerjaan, pendidikan.
3. Infak berpengaruh signifikan terhadap partisipasi berzakat.
4. Rutinitas berinfak dipengaruhi periode berinfak.
5. Keberadaan organisasi pengelola zakat menjadi faktor yang memengaruhi
pemilihan tempat membayar zakat.
III. METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada minggu kedua bulan Februari sampai
minggu pertama bulan Maret tahun 2011. Daerah tempat penelitian adalah tiga
kecamatan di Kabupaten Brebes yaitu Kecamatan Brebes, Kecamatan Bulakamba
dan Kecamatan Tanjung.
3.2 Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data primer diambil dengan menggunakan metode wawancara dengan
kuesioner. Data sekunder didapat dari literatur atau dokumen-dokumen baik yang
dipublikasikan maupun tidak dipublikasikan terkait tema penelitian. Pengolahan
data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Statistical Package for
Sosial Science 15 for windows dan Microscoft Excel 2007.
3.3 Sampel penelitian
Penarikan sampel dilakukan dengan menggunakan prosedur purposive
sampling yakni memilih contoh berdasarkan pertimbangan tentang beberapa
karakteristik yang cocok berkaitan dengan anggota contoh yang diperlukan untuk
menjawab tujuan penelitian (Juanda, 2009).
Responden yang dipilih adalah responden yang diperkirakan memiliki
kemampuan untuk membayar zakat. Untuk menentukan jumlah sampel digunakan
rumus Slovin, yaitu
21 NeNn
+=
Keterangan :
n = ukuran sampel
N = ukuran populasi
e = Kesalahan dalam pengambilan sampel ditetapkan sebesar 10 persen
Jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian berdasarkan jumlah
keluarga sejahtera III plus di Kabupaten Brebes yakni sekitar 82.428 orang,
21
dengan estimasi jumlah keluarga muslim adalah sekitar 99 persen dari total
penduduk di Kabupaten Brebes. Dari hasil perhitungan maka didapatkan jumlah
sampel sebanyak 100 orang responden.
N = 99 % x 82.428
N = 81.603
10076,99)1,0(816031
816032 ==
+=n
3.4 Metode Analisis
Sesuai dengan permasalahan dan tujuan yang dirumuskan dalam penelitian
ini maka metode analisis yang digunakan adalah analisis diskriminan. Analisis
secara deskriptif juga dilakukan untuk melihat karakteristik responden.
Skala yang digunakan pada penelitian ini adalah skala linkert yang
memiliki nilai dari 1 sampai 5. Nilai 1 berarti sangat tidak setuju, 2 tidak setuju, 3
cukup setuju, 4 setuju dan 5 sangat setuju.
Pertama yang dilakukan adalah menentukan variabel yang dapat
menggambarkan faktor yang memengaruhi partisipasi membayar zakat seperti
faktor pendidikan, pekerjaan, pendapatan, keimanan, penghargaan, kepuasan,
althurism, organisasi, rutin berinfak. Masing- masing variabel merupakan nilai
rata-rata dari beberapa indikator.
Faktor keimanan terdiri dari indikator selalu shalat fardhu, shalat
berjamaah tiga kali di masjid, zakat itu wajib, mampu menghitung zakat, rutin
membaca buku-buku agama, rutin hadir di majelis ilmu, percaya dengan semua
balasan atas perbuatan.
Faktor penghargaan terdiri dari indikator mendapat kemudahan rezeki
setelah berzakat, lingkungan sekitar menyambut baik saat berzakat, senang
disebut dermawan.
Faktor althurism adalah rata-rata dari indikator iba ketika melihat
fakir/miskin, berzakat berarti ungkapan rasa syukur, merasa harta menjadi bersih
setelah berzakat, senang membantu fakir/miskin, merasa bersalah saat tidak
membayar. Faktor kepuasan diri terdiri dari senang dapat meningkatkan kondisi
22
ekonomi fakir/miskin, menyadari ada hak orang lain dan percaya jadi contoh yang
baik bagi orang lain saat berzakat.
Faktor organisasi terdiri dari indikator organisasi pengelola zakat (OPZ)
bekerja profesional, OPZ transparan dalam laporan keuangan, kenyamanan
membayar zakat di OPZ, adanya sosialisasi melalui media dan langsung kepada
masyarakat serta pemotongan gaji dari tempat berkerja.
Kedua penentuan variabel yang memengaruhi partisipasi melakukan infak
secara rutin. Variabel-variabel yang digunakan adalah pendidikan, pekerjaan,
pendapatan, keimanan, penghargaan, kepuasan, althurism, organisasi serta
frekuensi berinfak. Ketiga penentuan variabel yang memengaruhi pemilihan
tempat membayar zakat. Variabel yang diduga memengaruhi adalah pendidikan,
pekerjaan, pendapatan, keimanan, penghargaan, kepuasan, althurism, organisasi
serta keberadaan organisasi pengelola zakat di sekitar tempat tinggal.
Data dianalisis menggunakan metode analisis diskriminan. Alat analisis ini
mampu mengelompokkan setiap objek ke dalam dua kelompok yakni kelompok
membayar zakat dan tidak membayar zakat, kelompok berinfak secara rutin dan
tidak rutin serta kelompok memilih berzakat di organisasi pengelola zakat dan
bukan organisasi pengelola zakat. Tujuan analisis sini untuk mendapat fungsi
yang merupakan kombinasi linier variabel independent sehingga dapat
memisahkan objek. Artinya, objek dari grup yang sama akan memberi nilai fungsi
yang berdekatan, dan objek dari grup yang berbeda akan memberi nilai fungsi
yang berjauhan.
Analisis Diskriminan merupakan teknikyang akurat untuk memprediksi
objek termasuk dalam kategori tertentu, dengan catatan data-data yang dilibatkan
terjamin akurasinya (Simanmora, 2005)
(1) Model Analisis Diskriminan
Fungsi diskriminan yang dimaksud adalah,
D = bo + b1X1 + b2X2 + … + bjXj + ...+ bpXp = bT X
Dimana:
X1, X2, , Xj, .,Xp = Variabel independent
b0, b1, b2, …, bp = Koefisien fungsi diskriminan
D = Nilai fungsi diskriminan
23
(2) Pendugaan Koefisien Fungsi Diskriminan
Tujuan pendugaan adalah mencari b, sedemikian sehingga akan
memberikan nilai D yang berdekatan untuk grup yang sama, dan memberikan
nilai D yang berjauhan untuk grup berbeda. Hal tersebut diperoleh dengan cara
mencari b, yang membuat rasio ragam D antar grup (bTBb) & ragam D dalam
grup (bTWb) maksimum, atau Maksimum bWbbBb
T
T
, dengan metode Lagrange
akan diperoleh persamaan,
4 (W-1B – λi I) bi = 0
Dimana:
B = Matriks koragam X antar grup
W-1= Invers matriks koragam X dalam grup
I = Matriks identitas
bi = Koefisien fungsi diskriminan ke-i, yang dapat diperoleh dengan
menyelesaikan persamaan di atas, dengan i = 1, 2, ..., L
λi = Eigenvalue (akar ciri ke-i) dari matriks W-1B yang berpasangan
dengan bi
Banyaknya fungsi diskriminan yang dapat dibentuk dari persamaan
tersebut adalah sebanyak L, dimana L adalah nilai terkecil dari (G-1) dan p,
dengan G adalah banyak grup, sedangkan p adalah banyak variabel independent.
(3) Evaluasi Fungsi Diskriminan
Evaluasi fungsi diskriminan umumnya untuk memeriksa apakah fungsi
diskriminan yang diperoleh signifikan sebagai diskriminator grup-grup tersebut
dan variabel independent apa saja yang signifikan, serta berapa persen objek
dalam sampel dapat dikelompokkan dengan benar oleh fungsi diskriminan
tersebut. Berikut ini akan diuraikan beberapa prosedur evaluasi fungsi
diskriminan.
(a) Uji Signifikansi Fungsi Diskriminan Dua Grup
Kasus yang paling sederhana, ketika variabel dependent-nya hanya terdiri atas
2 grup, sehingga hanya diperoleh satu fungsi diskriminan. Pertanyaan
selanjutnya, apakah fungsi diskriminan tersebut signifikan sebagai diskriminator
24
kedua grup tersebut. Untuk itu diperiksa melalui pengujian hipotesa statistik,
yang dinyatakan sebagai berikut.
Ho : Fungsi diskriminan tidak signifikan
H1 : Fungsi diskriminan signifikan
Hipotesa statistik tersebut diperiksa melalui statistik uji berikut ini,
TotalSSCPGroupWithinSSCP
Matriks Determinan Matriks Determinan
|SSCPT Matriks| |SSCPW Matriks| Lambda Wilks' ==Λ=
Statistik Λ tersebut, kemudian ditransformasi menjadi statistik Chi-Square,
dengan formulasi sebagai berikut,
])][2
Gp(-1)-[(n- Λ+
= nChi-square
Dimana,
G = Banyaknya grup =2
p = Banyaknya variabel independent
n = Ukuran sampel untuk seluruh grup
Statistik Chi-square, menyebar Chi-square (𝜒2) dengan derajat bebas (df)
sebesar p(G-1) atau (𝜒2 Rdf=p(G-1)).
(b) Uji Signifikansi Variabel Independent Xj
Apabila fungsi diskriminan disimpulkan signifikan, maka perlu ditelusuri,
variabel independent mana saja yang signifikan mendiskriminasi grup. Untuk itu
diperiksa melalui pengujian hipotesa statistik, yang dinyatakan sebagai berikut.
Ho : Variabel independent ke-j (Xj) tidak signifikan, atau dengan kata lain,
rata-rata Xj pada G grup tidak berbeda
H1 : Variabel independent ke-j (Xj) berpengaruh signifikan terhadap
variabel dependent (Rata-rata Xj pada G grup berbeda)
Hipotesa tersebut, diuji dengan statistik uji berikut:
SSTSSW
Lambda Wilks'Xj
Xj=Λ=
25
Dimana, SSWXj dan SSTXj adalah seperti yang didefinisikan sebelumnya.
Untuk selanjutnya, statistik Λ dikonversi menjadi statistik F berikut ini,
G-n
1-G
-1 F
Λ
Λ
=
Dengan,
G = Banyaknya grup
n = Ukuran sampel untuk seluruh grup
Statistik F menyebar mengikuti sebaran F dengan derajat bebas pembilang
=v1=G-1 dan derajat bebas penyebut =v2=n-G. Pada output SPSS di bagian Test
of Equality of Group Means tersaji informasi Sig, dimana Sig=Peluang(F(v1=G-
1,v2=n-G)>F). Apabila Sig<α atau F>F(v1=G-1,v2=n-G)α maka disimpulkan tolak Ho
pada tarafnyata α. Nilai F(v1=G-1,v2=n-G)α.
(4) Prediksi Variabel Dependent
Disamping uji signifikansi fungsi diskriminan dan masing-masing variabel
independent, juga diperlukan gambaran deskriptif akurasi model. Model fungsi
diskriminan semakin baik, apabila persentase objek dalam sampel dapat
diklasifikasikan (diprediksi) dengan benar oleh fungsi tersebut (dinyatakan
sebagai nilai hit ratio) semakin besar. Model yang signifikan dengan hit ratio
yang besar, untuk selanjutnya dapat digunakan untuk prediksi variabel dependent,
atau pengklasifian objek, berdasar atas nilai variabel independent [X1, X2, …,
Xp) dari objek tersebut.
Rata-rata skore D, untuk seluruh objek untuk masing-masing grup, disebut
sebagai Centroid. Suatu objek yang memiliki skore D dekat dengan Centroid
grup1, maka objek tersebut akan diprediksi masuk ke grup1, sebaliknya bila skore
D suatu objek dekat dengan grup2, maka objek tersebut akan diklasifikasikan
masuk ke grup2.
Batas wilayah antar grup disebut sebagai Cutoff-value, ditentukan
diantaranya sebagai berikut :
𝐶𝑢𝑡𝑜𝑓𝑓 − 𝑣𝑎𝑙𝑢𝑒 =𝑛1𝐷�1 + 𝑛2𝐷�2𝑛1 + 𝑛2
26
Dimana,
Cutoff-value = Nilai batas wilayah grup1 dan grup2
n1 = Ukuran sampel untuk grup1
n2 = Ukuran sampel untuk grup2
𝐷�1 = 𝐶𝑒𝑛𝑡𝑟𝑜𝑖𝑑 𝑔𝑟𝑢𝑝1
𝐷�2 = 𝐶𝑒𝑛𝑡𝑟𝑜𝑖𝑑 𝑔𝑟𝑢𝑝2
Dari formulasi di atas, tampak bahwa Cutoff-value, untuk kasus dua grup,
adalah rata-rata skore D untuk kedua grup tersebut. Berdasarkan nilai Centroids
dan Cutoff, dapat dibuat Teritorial Map. Untuk selanjutnya dapat digunakan
untuk mengevaluasi akurasi prediksi fungsi diskriminan pada data sampel, atau
untuk prediksi objek berdasarkan data [X1,…,Xj,…, Xp] objek tersebut.
(5) Asumsi Analisis Diskriminan
Penggunaan analisis diskriminan membutuhkan beberapa asumsi,
diantaranya:
(a) True categorical dependents
Grupnya bersifat mutually exclusive, yakni setiap objek hanya bisa menjadi
anggota satu grup saja.
(b) Interval data.
Variabel independent mencapai metrik, sama seperti pada analisis regresi
berganda.
(c) Homogeneity of variances
Ragam setiap variabel independent, homogen pada grup-grup tersebut.
(d) Independence
Tidak ada multikolinier pada variabel independent.
(e) No lopsided splits
Ukuran sampel setiap grup tidak berbeda jauh.
(f) Adequate sample size
Direkomendasikan minimal empat hingga lima kali banyaknya variabel
independent.
27
(g) Proper specification
Koefisien dapat berubah substansial ketika ada variabel independent
dimasukkan ke dalam model atau dikeluarkan dari model.
IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN
4.1 Gambaran Umum Kabupaten Brebes
Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Brebes
Gambar 4.1 Peta Administratif Kabupaten Brebes
4.1.1 Geografi
Kabupaten Brebes sebagai salah satu daerah otonom di Propinsi Jawa
Tengah, letaknya disepanjang pantai utara Laut Jawa, memanjang ke selatan
berbatasan dengan wilayah Karsidenan Banyumas. Sebelah timur berbatasan
dengan Kota Tegal dan Kabupaten Tegal, serta sebelah barat berbatasan dengan
Provinsi Jawa Barat. Letaknya antara 60˚44’ – 70˚21’ Lintang Selatan dan antara
108˚041’ – 109˚011’ dengan jumlah rata-rata curah hujan 154 mm, sedangkan
jumlah rata-rata hari hujan 10 hari. Rata-rata curah hujan tertinggi terjadi di
Kecamatan Bumiayu sebesar 215 mm, dengan rata-rata jumlah hari hujan 15 hari.
Kabupaten Brebes merupakan salah satu dari daerah Tingkat II yang ada
di Provinsi Jawa Tengah. Secara administratif Kabupaten Breres terdiri dari 17
kecamatan yaitu Salem, Bantarkawung, Bumiayu, Paguyangan, Sirampog,
Tonjong, Larangan, Ketanggungan, Banjarharjo, Losari, Tanjung, Kersana,
29
Nulakamba, Wanasari, Songgom, Jatibarang, Brebes. Kabupaten Brebes juga
terdiri dari 292 desa dan 5 kelurahan. Dari jumlah itu dibagi habis menjadi 1.132
dusun, 1.608 RW/Lingkungan dan 8.274 Rukun Tetangga (RT).
Luas keseluruhan Kabupaten Brebes adalah 166,296 hektar. Dari luas
keseluruhan itu 62.703 hektar adalah lahan sawah, pekarangan/ bangunan 19.250
hektar, tegalan/ kebun seluas 17.499 hektar, tanah sementara tidak digunakan 279
hektar, tambak/kolam/rawa-rawa 9.001 hektar, hutan rakyat dengan luas 5.557
hektar, hutan negara 46.708 hektar, pekebunan negara/swasta seluas hektar 1.252,
dan lain-lain seluas 4.047 hektar.
Wilayah Kabupaten Brebes mempunyai batas-batas sebagai berikut :
Sebelah Utara : Laut Jawa
Sebelah Timur : Kab Tegal dan Kota Tegal
Sebelah Selatan : Kab Banyumas dan Kab Cilacap
Sebelah Barat : Propinsi Jawa Barat
Kabupaten Brebes merupakan daerah dataran rendah dengan ketinggian
bervariasi, untuk daerah penelitian ini kecamatan Brebes, Bulakamba, dan
Tanjung mempunyai ketinggian 3 meter di atas permukaan laut.
4.1.2 Demografi
Jumlah Penduduk Kabupaten Brebes pada tahun 2009 tercatat 1.752.128
jiwa, terdiri dari 873.062 jiwa penduduk laki-laki dan 879.066 jiwa penduduk
perempuan. Dari tahun ke tahun jumlah penduduk Kabupaten Brebes terus
bertambah, jika dibandingkan dengan tahun yang lalu (2008) telah bertambah
sebanyak 4.698 Jiwa atau sebesar 0,27 persen.
Distribusi penduduk Kabupaten Brebes belum tersebar secara merata,
dimana sebaran penduduk terbanyak di Kabupaten Brebes adalah Kecamatan
Bulakamba 158.560 jiwa atau 9,05 persen, Kecamatan Brebes 156.116 jiwa atau
8,91 persen, dan Kecamatan Larangan sebanyak 140.666 jiwa atau 8,03 persen,
sedangkan sebaran penduduk paling kecil adalah Kecamatan Salem sebanyak
56.763 jiwa atau 3,24 persen. Dan sisanya tersebar di tiga belas kecamatan
lainnya sebesar 70,77 persen.
30
Tabel 4.1 Jumlah penduduk berumur 10 tahun ke atas yang bekerja dirinci menurut jenis pekerjaan di Kabupaten Brebes
Sumber : BPS Kabupaten Brebes (2010)
Tahun Petani Buruh
Tani
Nelayan Pengusaha Buruh Industri
Buruh Bangunan
Pedagang Supir/ kernet
angkutan
PNS/ TNI/Polisi
Pensiunan
Jumlah
2005 301.694 438.788 23.828 16.704 34.050 71.546 82.531 11.771 25.530 6.871 1.067.919
2006 321.694 444.788 25.947 8.873 37.370 67.763 84.022 12.679 36.609 6.984 1.096.366
2007
304.947 412.916 25.420 7.332 41.030 72.997 77.410 14.909 25.221 6.790 1.015.721
2008
289.923 382.893 23.888 6.744 41.363 71.836 84.332 15.966 25.581 7.711 979.490
2009
290.814 384.163 23.980 6.761 41.462 72.041 84.573 16.014 25.652 7.731 982.537
31
4.1.3 Pendidikan
Di Kabupaten Brebes untuk tingkat pendidikan pra sekolah (TK) yang
terdaftar pada Dinas Pendidikan Kabupaten Brebes pada tahun 2009 mengalami
kenaikan jumlah sekolah. Demikian juga dengan jumlah murid dan guru
mengalami kenaikan yang menggembirakan. Jumlah sekolah naik 5,07 persen.
Jumlah murid naik 4,92 persen dan jumlah guru naik 0,14 persen. Untuk tingkat
pendidikan dasar SD pada tahun 2009 jumlah murid sebanyak 187.686 murid, dan
jumlah guru sebanyak 8.099 orang. Untuk sekolah MI pada tahun 2009 jumlah
sekolah yang ada 201 sekolah, 40.525 murid dan 1866 guru. Untuk tingkat SLTP
jumlah sekolah yang ada sebanyak 118 sekolah, jumlah murid sebanyak 53.317
siswa dan Guru sebanyak 2.812. Demikian pula untuk jenjang pendidikan
Madrasah Tsanawiyah terdapat 86 sekolah, Murid 27.392 siswa dan guru
sebanyak 1.658 orang.
Untuk pendidikan SLTA jumlah sekolah sebanyak 33 sekolah, Murid
sebanyak 15.565 siswa dan guru sebanyak 976 orang. Untuk jumlah pondok
pesantren Di Kabupaten Brebes pada tahun 2009 tercatat 184 pondok Pesantren
dengan jumlah santri 28.053 orang.
4.1.4 Ekonomi
Perkembangan nilai pengeluaran per kapita per bulan baik pengeluaran
nominal maupun pengeluaran riil merupakan salah satu indikasi meningkatnya
tingkat pendapatan penduduk. Pengeluaran nominal per kapita penduduk
meningkat dari Rp 310.198 pada tahun 2008 menjadi Rp 323.658 pada tahun
2009 atau naik sebesar 4,3 persen. Jika dilihat dari struktur pengeluaran penduduk
terbagi menjadi pengeluaran untuk makanan dan non makanan maka tingkat
kesejahteraan penduduk dikatakan meningkat pada saat pengeluaran untuk
makanan menurun dan pengeluaran non makanan meningkat. Hal ini tidak terjadi
selama tahun 2008-2009. Berdasarkan persentase pengeluaran di Kabupaten
Brebes menunjukkan bahwa pengeluaran untuk makanan mengalami peningkatan
dari 58,01 persen menjadi 59,41 persen sementara pengeluaran untuk non
makanan mengalami penurunan dari 41,99 persen menjadi 40,59 persen.
32
Tabel 4.2 Penduduk umur 10 tahun ke atas dirinci menurut tingkat pendidikan yang ditamatkan di Kabupaten Brebes
tahun 2006-2009
Tahun Tidak/ Belum
tamat SD/ Tidak
punya ijasah SD
Tamat SD Tamat SMP Tamat SMA Tamat
Universitas/Diploma
Jumlah
2006 541.103 521.671 173.487 136.397 41.042 1.373.965
2007 575.572 483.421 170.494 101.024 44.037 1.367.544
2008 564.309 472.960 185.214 104.368 32.666 1.366.521
2009 564.886 462.429 169.211 100.762 24.157 1.361.180
Sumber : BPS Kabupaten Brebes (2011)
33
PDRB Kabupaten Brebes dari tahun 2007 sampai 2009 mengalami
peningkatan. Ini terjadi baik menurut harga konstan maupun harga berlaku. Tahun
2007 PDRB menurut harga berlaku sebesar Rp 9,55 triliun dan menurut harga
konstan Rp 4,77 triliun dan pada tahun 2009 PDRB menurut harga berlaku
sebesar Rp 12,53 triliun dan menurut harga konstan sebesar Rp 5,25 triliun. Pada
tahun 2007 pertumbuhan ekonomi mengalami peningkatan sebesar 4,79 persen,
kemudian pada tahun 2008 naik menjadi 4,81 dan kembali mengalami
peningkatan pada tahun 2009 menjadi 4,99 persen.
Sektor pertanian yang menjadi ciri khas Kabupaten Brebes masih menjadi
sektor penting. Kontribusi sektor pertanian masih berkisar diatas 50 persen. Dari
tahun ketahun kontribusi sektor ini mengalami penurunan, sebaliknya sektor
industri pengolahan dari tahun ke tahun kontribusinya mengalami kenaikan.
Empat sektor yang dominan pada struktur perekonomian di Kabupaten Brebes
adalah sektor pertanian, sektor perdagangan, sektor industri pengolahan dan
sektor jasa.
Menurut Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Brebes, industri
dikelompokan industri logam, mesin, elektronika dan aneka serta industri kimia
agro dan hasil hutan. Masing-masing dibedakan menjadi industri formal dan non
formal, serta digolongkan berdasarkan aset menjadi skala besar, menengah, kecil
dan rumah tangga. Jumlah perusahaan industri kecil formal cabang industri kimia,
agro dan hasil hutan di Kabupaten Brebes Tahun 2008 sebanyak 705 unit, cabang
elektronika dan aneka berjumlah 43 unit, cabang industri logam, mesin dan
perekayasaan berjumlah 177 unit.
4.2 Badan Amil Zakat Daerah (BAZDA) Kabupaten Brebes
4.2.1 Profil BAZDA Kabupaten Brebes
Pembentukan Badan Amil Zakat Kabupaten Brebes didasari pertimbangan
untuk mengoptimalkan pengelolaan zakat secara profesional dan bertanggung
jawab sesuai Keputusan Direktur Jendral Bimas dan Urusan Haji Nomor D/291
Tahun 2000 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Zakat.
34
Dasar hukum pembentukan pengurus Badan Amil Zakat Kabupaten
Brebes dan Badan Amil Zakat tingkat Kecamatan :
1. Undang-undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat
(Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 164 Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3885)
2. Peraturan Pemerintah Nomor Tahun 1988 tentnag Koordinasi Kegiatan
Instansi Vertikal di Daerah ( Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 10 Tahun 1988 Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3373 )
3. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2001 tentang
Badan Amil Zakat (BAZ) Nasional
4. Keputusan Menteri Agama Republika Indonesia Nomor 581 Tahun
1999 Tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 38 tahun 1999
tentang Pengelolaan Zakat
5. Keputusan Direktur Jendral Bimas dan Urusan Haji Nomor D/291
Tahun 2000 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Zakat
Pengurus Badan Amil Zakat Kabupaten Brebes terdiri dari Badan
Pelaksana, Dewan Pertimbangan dan Komisi Pengawasan. Badan Pelaksana
memiliki tugas membuat rencana kerja yang meliputi rencana pengumpulan,
penyaluran, dan pendayagunaan zakat, melaksanakan operasional pengelolaan
zakat sesuai rencana kerja yang telah disahkan dan sesuai dengan kebijakan yang
telah ditetapkan, menyusun laporan tahunan, menyampaikan laporan
pertanggujawaban dan bertindak dan bertanggungjawab untuk dan atas nama
Badan Amil Zakat ke dalam maupun keluar.
Dewan Pertimbangan bertugas untuk menetapkan garis-garis kebijakan
Badan Amil Zakat bersama Komisi Pengawas dan Badan Pelaksana, kemudian
mengeluarkan fatwa syariah baik diminta maupun tidak, berkaitan dengan hukum
zakat yang wajib diikuti oleh pengurus Badan Amil Zakat serta memberikan
pertimbangan, saran, dan rekomendasi kepada Badan Pelaksana dan Komisi
35
Pengawasan. Bagian ini juga memiliki fungsi untuk menampung, mengolah, dan
menyampaikan pendapat umat tentang pengelolaan zakat.
Komisi Pengawas bertugas untuk mengawasi pelaksanaan rencana kerja
yang telah disahkan, mengawasi pelaksanaan kebijakan-kebijakan yang telah
ditetapkan, mengawasi operasional kegiatan yang dilaksanakan Badan Pelaksana
kemudian melakukan pemeriksaan operasional dan pemeriksaan syariah dan
peraturan perundang-undangan serta menunjuk akuntan publik.
Badan Amil Zakat di Kabupaten Brebes terdapat di tingkat kabupaten,
kecamatan dan desa. BAZ tingkat kabupaten mengelola dana zakat dan infak dari
seluruh wajib zakat di Kabupaten Brebes. BAZ tingkat kecamatan dan desa
bertugas mengumpulkan zakat dan infak dari wajib zakat di lingkungan
kecamatan dan desa kemudian dilaporkan kepada BAZ Kabupaten Brebes
kemudian diserahkan kepada BAZ kabupaten. Bupati Kabupaten Brebes telah
mengeluarkan edaran untuk pemotongan zakat profesi secara langsung pada gaji
ketiga belas untuk pegawai negeri sipil di seluruh Kabupaten Brebes.
Penerimaan BAZ Kabupaten Brebes sampai 31 Oktober 2010 sebesar Rp
817.731.241,00. Pengeluaran dari dana zakat sebesar Rp 647.575.000 dan infak
sebesar Rp 111.000.000. Pada tahun 2009 BAZ kabupaten Brebes berhasil
menghimpun dana zakat dan infak dari masyarakat sebesar Rp 2,144 miliar. Dana
itu terhimpun hingga 31 Desember 2009 lalu, meliputi zakat mal Rp
1.073.337.113 dan infaq Rp 1.070.861,757.
4.2.2 Pendayagunaan Zakat BAZDA Kabupaten Brebes
Pengeluaran dana zakat didistribusikan sesuai asnaf yang berhak
menerima zakat dengan perincian 62,5 persen untuk fakir dan miskin di 297 desa.
Fisabilillah (pejuang islam) mendapat bagian sebesar 12,5 persen. Sementara bagi
ghorim (penyandang utang) dialokasikan sebesar 6,25 persen. Bagi Ibnu sabil atau
orang yang kekurangan bekal di perjalanan dialokasikan 6,25 persen. Kemudian
bagi amil kabupaten dan pemungut zakat sebesar 12,5 persen dari zakat yang
terkumpul.
36
Pendayagunaan zakat BAZDA Kabupaten Brebes terbagi atas dua jenis
yaitu zakat produktif dan konsumtif. Pendayagunaan zakat produktif contohnya
peminjaman modal usaha kepada tukang tempe, tukang tahu dan penjual
kangkung. Pendayagunaan pendayagunaan zakat konsumtif contohnya bantuan
untuk memenuhi kebutuhan pangan, pendidikan, bantuan program bencana alam.
Pendayagunaan dana zakat di Kabupaten Brebes antara lain :
1. Pemberian santunan kepada fakir miskin sebanyak 5.940 orang masing-
masing mendapatkan Rp 100.000 dengan total nilai sebesar Rp
594.000.000 untuk 297 desa .
2. Pemberian santunan kepada guru di Taman Pendidikan Al-Qur’an, guru
ngaji, guru Madrasah Diniyah dialokasikan sebesar Rp. 75,795.687.
3. Pemberian zakat produktif antara lain kepada penjual tempe, penjual tahu
dan penjual kangkung dialokasikan sebesar Rp 37.897.843.
4. Beasiswa kepada pelajar Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama dan
Sekolah Menengah Atas sebesar Rp 37.897.843.
5. Amil Kabupaten dan pemungut zakat sebesar Rp. 75,795.687.
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Karakteristik dan Persepsi Responden
Karakteristik dan persepsi responden ini merupakan hasil dari wawancara
terhadap 100 responden yang tersebar di tiga kecamatan di Kabupaten Brebes
yakni Kecamatan Brebes, Kecamatan Bulakamba dan Kecamatan Tanjung.
Karakteristik responden dilihat dari kondisi demografi yakni jenis kelamin, status
pernikahan, jenis pekerjaan, tingkat pendidikan, dan pendapatan per bulan
sebagaimana ditunjukkan dalam Tabel 5.1.
Tabel 5.1 Demografi responden
Variabel Jumlah Persentase Jenis Kelamin Laki-laki 70 70%
Perempuan 30 30% Status Pernikahan Belum Menikah 4 4%
Menikah 92 92% Janda/Duda 4 4%
Jenis Pekerjaan Petani 23 23% Pedagang 6 6% Karyawan BUMN 1 1% PNS 58 58% Karyawan Swasta 2 2% Wiraswasta 6 6% Lainnya 4 4%
Tingkat Pendidikan SD 20 20% SMP 6 6% SMA 21 21% D3 5 5% S1 42 42% S2 6 6%
Pendapatan per bulan Rp 1 juta - Rp 2,5 juta 21 21% Rp 2,5 juta - Rp 5 juta 63 63% Rp 5 juta – Rp 50 juta 16 16%
Sumber : Data Primer 2011 (diolah)
Berdasarkan Tabel 5.1 mayoritas responden adalah laki-laki dengan status
pernikahan sudah menikah. Jenis pekerjaan responden paling banyak adalah PNS
sebesar 58 persen dan petani 23 persen.
Ditinjau dari aspek pendidikan terdapat 42 persen responden pendidikan
terakhirnya adalah S1, sekolah dasar 20 persen, SMA 21 persen kemudian SMP
sebanyak 6 persen, D3 sebanyak 6 persen dan S2 sebesar 5 persen. Pendapatan
responden sebanyak 63 persen antara 2,5 juta sampai 5 juta kemudian terdapat 21
38
persen responden dengan pendapatan 1 juta sampai 2,5 juta dan sebesar 16 persen
responden memiliki pendapatan 5 juta sampai 50 juta.
Persepsi responden dijelaskan pada Tabel 5.2 meliputi kesanggupan
responden membayar zakat, rutinitas membayar infak serta pemilihan tempat
membayar zakat. Hasilnya dilihat dari berbagai macam variabel seperti,
pekerjaan, pendidikan, pendapatan dan pengeluaran serta beberapa faktor yang
diduga mempengaruhi seseorang membayar zakat. Faktor yang dimaksud adalah
iman, penghargaan, altruism, kepuasan diri dan organisasi. Pada hasil penelitian
ini juga dilihat alasan seseorang membayar zakat melalui lembaga amil formal
ataupun informal.
Kesanggupan seseorang untuk membayar zakat ditunjukkan pada Tabel
5.2. Pada tabel ini kesanggupan seseorang ditunjukkan dengan menjawab ya atau
tidak untuk membayar zakat. Sebanyak 100 responden yang disurvei, 82 orang
atau sama dengan 82 persen menjawab ya untuk membayar zakat dan 18 orang
atau 18 persen menjawab tidak untuk membayar zakat.
Tabel 5.2. Pembayaran zakat
Zakat (N) Zakat (%)
Ya Tidak Ya Tidak
Pendidikan SD 15 5 75.0 25.0
SMP 6 0 100.0 0.0 SMA 17 4 81.0 19.0 D3 4 1 80.0 20.0 S1 35 7 83.3 16.7 S2 5 1 83.3 16.7 Pekerjaan
Petani 18 5 78.3 21.7 Pedagang 5 1 83.3 16.7 Karyawan BUMN 1 0 100.0 0.0 PNS 50 8 86.2 13.8 Karyawan Swasta 1 1 50.0 50.0 Wiraswasta 3 3 50.0 50.0 Lainnya 4 0 100.0 0,0 Pendapatan
Kurang dari 2,5 juta 15 6 71.4 28.6 2,5 juta - 5 juta 52 11 82.5 17.5 Lebih dari 5 juta 15 1 93.8 6.3
Sumber: data primer 2011 (diolah)
39
Berdasarkan variabel pendidikan, semakin tinggi tingkat pendidikan
seseorang maka kesadaran untuk membayar zakat juga semakin tinggi. Pada
Tabel 5.2, responden yang menjawab membayar zakat untuk tingkat pendidikan
SD sebesar 75 persen. Persentase semakin meningkat seiring dengan semakin
tingginya tingkat pendidikan. Tingkat pendidikan SMP keseluruhan responden
menjawab membayar zakat. Hal ini didasarkan pada semakin tingginya tingkat
pendidikan, maka seseorang akan semakin mengerti dan sadar akan kewajibannya
sebagai seorang muslim untuk membayar zakatnya.
Berdasarkan jenis pekerjaan yang didominasi oleh PNS, sebanyak 86,2
persen menjawab membayar zakat dan sisanya 13,8 persen menjawab tidak
membayar zakat. Jenis pekerjaan lainnya yaitu, petani, pedagang, karyawan
BUMN, karyawan swasta, wiraswasta dan lainnya menjawab membayar zakat.
Persentase responden terbesar yang menjawab membayar zakat terdapat pada
karyawan BUMN yaitu 100 persen, sedangkan yang terkecil adalah golongan
karyawan swasta dan wiraswasta hanya 50 persen yang menjawab membayar
zakat untuk membayar zakat. Hal ini dikarenakan pada responden yang memiliki
pekerjaan sebagai karyawan swasta merasa penghasilannya belum memenuhi
semua keperluan rumah tangga dan bagi responden wiraswasta adanya
ketidakpastian penghasilan menyebabkan enggan mengeluarkan zakat atau
membayar zakat tidak sesuai dengan kadar seharusnya ketika usahanya maju dan
dana zakat yang dikeluarkan dirasa besar. Responden dengan jenis pekerjaan
sebagai petani 78,3 persen menjawab membayar zakat dan sisanya 21,7 persen
menjawab tidak. Bagi petani yang memiliki 0,25 hektar biasanya saat panen
menghasilkan sekitar 1000 kg. Ini artinya penati tersebut sudah terkena kewajiban
wajib zakat. Sebagian besar petani membayar sesuai ketentuan kadar zakat yakni
5 persen untuk sawah perairan dan 10 persen untuk sawah tadah hujan. Adapun
petani yang tidak membayar zakat karena hasil panennya digunakan untuk
keperluan lain seperti membayar hutang, sekolah, keperluan rumah tangga dan
sebagainya sehingga tidak bisa membayar zakat. Karyawan BUMN, PNS,
karyawan swasta dan wiraswasta cenderung lebih besar persentase yang
membayar zakat karena penghasilan yang lebih besar dan biasanya zakat yang
40
akan dibayarkan sudah dipotong dari gaji bulanan atau terdapat lembaga
pengumpul zakat di institusi tempat bekerja.
Hal yang sama juga terjadi pada variabel pendapatan dimana semakin
tinggi pendapatan, maka persentase responden yang membayar zakat lebih tinggi.
Berdasarkan Tabel 5.3, pendapatan 1 juta sampai 2,5 juta rupiah hanya 71.4
persen yang menjawab membayar zakat, pendapatan 2,5 - 5 juta rupiah meningkat
sebesar 82,5 persen menjawab membayar zakat dan pendapatan lebih 5 juta
sampai 50 juta rupiah sebanyak 93,8 persen yang menjawab berzakat.
Berdasarkan uraian diatas, karakteristik kesanggupan orang membayar
zakat ditentukan oleh tingginya tingkat pendidikan, jenis pekerjaan dan tingkat
pendapatan. Semakin tinggi tingkat pendidikan dan pendapatan, maka kesadaran
seseorang untuk membayar zakat semakin tinggi. Sedangkan untuk jenis
pekerjaan, seseorang yang memiliki pekerjaan dengan pendapatan yang tetap dan
tinggi cenderung untuk membayar zakatnya. Berdasarkan Tabel 5.2 dimana
kebanyakan responden menjawab bersedia untuk membayar zakatnya dari
berbagai variabel yang mempengaruhinya, menunjukkan bahwa tingkat kesadaran
masyarakat untuk membayar zakat sudah semakin tinggi. Hal ini sangat
menguntungkan karena semakin banyak orang yang membayar zakat berarti zakat
yang terkumpul akan semakin meningkat dan kesejahteraan masyarakat juga akan
meningkat.
Pembayaran infak dan sedekah seringkali tidak serutin seperti membayar
zakat. Hal ini dikarenakan infak maupun sedekah merupakan ibadah sunnah,
namun sebaiknya rutin dilakukan sebab banyak manfaat yang akan didapatkan.
Jumlah infak yang tidak dibatasi hanya 2,5 persen dari harta yang dimiliki dan
pihak penerima yang tidak memiliki aturan khusus hanya pada delapan golongan
seperti zakat. Dana infak diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan dan
membantu seseorang dari kesulitan hidup yang dialaminya. Berdasarkan data
yang dihimpun Badan Amil Zakat Daerah Kabupaten Brebes, dana infak pada
tahun 2010 tercatat hampir sama dengan dana zakat yakni Rp 800.000.0000,00.
Dari 100 responden terdapat 49 persen membayar infak rutin dan 51 persen
menjawab tidak membayar infak secara rutin. Pada tabel 5.3 akan dijelaskan
41
tentang responden yang rutin berinfak atau tidak dengan variabel yang sama
seperti pada pembayaran zakat.
Tabel 5.3. Rutinitas pembayaran infak
Variabel infak (N) infak (%)
Ya Tidak Ya Tidak
Pendidikan SD 9 11 45.0 55.0
SMP 2 4 33.3 66.7 SMA 11 10 52.4 47.6 D3 5 0 100.0 0.0 S1 27 15 64.3 35.7 S2 5 1 83.3 16.7 Pekerjaan
Petani 12 11 52.2 47.8 Pedagang 1 5 16.7 83.3 Karyawan BUMN 1 0 100.0 0.0 PNS 39 19 67.2 32.8 Karyawan Swasta 0 2 0.0 100.0 Wiraswasta 5 1 83.3 16.7 Lainnya 1 3 25.0 75.0 Pendapatan
1 juta - 2,5 juta 15 6 71.4 28.6 2,5 juta - 5 juta 36 27 57.1 42.9 5 juta – 50 juta 8 8 50.0 50.0
Sumber: Data primer 2011 (diolah)
Pada Tabel 5.3 dijelaskan persentase responden yang membayar infak
secara rutin berdasarkan jenis pekerjaan, pendidikan terakhir, dan tingkat
pendapatan per bulan. Kategori jenis pekerjaan responden antara lain petani,
pedagang, karyawan BUMN, PNS, karyawan swasta, wiraswasta dan lainnya.
Berdasarkan kategori pendidikan terakhir, responden diklasifikasikan berdasarkan
pendidikan SD, SMP, SMA, D3, S1, dan S2. Kelompok responden lulusan D3
memiliki persentase tertinggi dalam membayar infak secara rutin yaitu sebesar
100 persen. Responden dengan pendidikan terakhir SD memiliki persentase
membayar infak secara rutin sebesar 45 persen. Responden lulusan SMP,
persentase yang membayar infak secara rutin sebesar 33,3 persen. Kategori
pendidikan terakhir SMA, persentase yang membayar infak secara rutin sebesar
52,4 persen. Pada kelompok responden yang memiliki gelar sarjana dan strata 2,
persentase yang membayar infak secara rutin dan yang tidak membayar infak
secara rutin sebesar 64,3 persen dan 83,3 persen persen. Hal ini menunjkkan
42
responden dengan pendidikan terakhir lebih tinggi, persentase membayar infak
secara rutin lebih besar.
Berdasarkan kategori ini, kelompok responden dengan pekerjaan sebagai
karyawan BUMN memiliki persentase tertinggi dalam membayar infak secara
rutin yaitu 100 persen. Peringkat kedua adalah kelompok responden yang bekerja
sebagai wiraswasta sebesar 83,3 persen. Peringkat ketiga adalah kelompok
responden yang bekerja PNS yaitu sebesar 67,2 persen. Responden dengan
pekerjaan sebagai petani memiliki persentase membayar infak secara rutin sebesar
52,2 persen. Persentase responden yang bekerja di lainnya seperti jasa atau
pensiunan yang membayar infak secara rutin sebesar 25 persen. Kelompok
responden yang bekerja sebagai pedagang memiliki persentase terendah dalam
membayar infak secara rutin sebesar 16,7 persen. Secara keseluruhan partisipasi
responden rutin berinfak tidak sebesar membayar zakat. Dari 100 responden, 59
persen yang rutin berinfak dan 41 persen lainnya tidak rutin berinfak, lebih rendah
dari persentase yang membayar zakat yaitu 82 persen. Berdasarkan pengamatan di
lapangan, sebagian besar responden yang rutin berinfak adalah responden yang
mengikuti majelis taklim atau kegiatan sosial kemasyarakatan di lingkungannya.
Ini karena dalam majelis taklim atau kegiatan sosial tersebut ada infak yang secara
rutin dikeluarkan untuk kelancaran kegiatan tersebut.
Kategori respoden berdasarkan pendapatan per bulan, dibagi menjadi tiga
kategori yaitu kelompok responden dengan pendapatan 1 juta sampai 2,5 juta,
pendapatan antara 2,5 juta sampai 5 juta dan pendapatan 5 juta sampai 50 juta
rupiah. Kelompok responden dengan pendapatan 1 juta sampai 2,5 juta rupiah
memiliki persentase tertinggi dalam membayar infak secara rutin sebesar 71,4
persen. Kemudian kelompok responden dengan pendapatan antara 2,5 juta sampai
5 juta rupiah, persentase yang membayar infak secara rutin sebesar 58,7 persen.
Kategori pendapatan 5 juta sampai 50 juta, persentase responden yang membayar
infak secara rutin sebesar 50,0 persen. Tingkat pendapatan responden berkorelasi
negatif terhadap kebiasaan membayar infak secara rutin. Semakin tinggi
pendapatan responden semakin kecil persentase rutin membayar infak.
Berdasarkan informasi dari Badan Amil Zakat Daerah, bagi pegawai yang belum
terkena batas wajib zakat maka akan ditarik infak setiap bulan dari penghasilan
43
yang diterimanya. Ini bisa jadi melatarbelakangi responden dengan pendapatan
antara 1 juta sampai 2,5 juta rupiah memiliki persentase berinfak secara rutin
tertinggi dibandingkan kategori pendapatan lainnya.
Berdasarkan Tabel 5.3 terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi
seseorang berinfak yaitu, pekerjaan, pendidikan, dan pendapatan. Dari penelitian
ditemukan bahwa pekerjaan dengan penghasilan tetap tidak berkorelasi positif
dengan rutin berinfak. Buktinya masyarakat dengan pekerjaan yang jumlah
penghasilannya tidak tetap seperti pedagang dan wirausaha memiliki persentase
yang lebih tinggi dibanding dengan masyarakat yang memiliki pekerjaan dengan
jumlah penghasilan relatif tetap seperti PNS.
Tabel 5.4 merupakan penjelasan lebih mendalam tentang berinfak yaitu
periode membayar infak. Kajian ini bertujuan untuk mengetahui periode berinfak
yang paling sering dilakukan responden. Pilihan periode berinfak berbeda-beda
yaitu, per hari, per minggu, per bulan dan lainnya. Periode membayar infak juga
didekati dengan variabel pekerjaan, pendidikan, pendapatan dan pengeluaran.
Tabel 5.4. Periode membayar infak
Periode infak (N) Periode infak (%)
per hari
per minggu
per bulan Lainnya
per hari
per minggu
per bulan Lainnya
Pendidikan SD 0 7 2 3 0.0 58.3 16.7 25.0
SMP 0 2 0 2 0.0 50.0 0.0 50.0 SMA 2 1 6 4 15.4 7.7 46.2 30.8 D3 2 3 0 0 40.0 60.0 0.0 0.0 S1 1 11 10 3 3.6 39.3 35.7 10.7 S2 1 2 2 0 20.0 40.0 40.0 0.0 Pekerjaan
Petani 0 9 2 4 0.0 60.0 13.3 26.7 Pedagang 1 0 0 1 50.0 0.0 0.0 50.0 Karyawan BUMN 0 0 1 0 0.0 0.0 100.0 0.0 PNS 6 14 16 6 14.3 33.3 38.1 14.3 Karyawan Swasta 0 0 0 1 0.0 0.0 0.0 100.0 Wiraswasta 2 2 1 0 40.0 40.0 20.0 0.0 Lainnya 0 1 0 0 0.0 100.0 0.0 0.0 Pendapatan
1 juta sampai 2,5 juta 2 5 6 3 12.5 31.3 37.5 18.8 2,5 juta sampai 5juta 4 19 11 7 9.8 46.3 26.8 17.1 5 juta - 50juta 3 2 3 2 30 20 30 20.0
Sumber: data primer 2011 (diolah)
44
Pada tabel 5.4, periode membayar infak tertinggi dipilih oleh para
responden berdasarkan variabel pendidikan adalah per minggu. Periode infak ini
didapat dari responden yang menjawab melakukan infak secara rutin sebanyak 33
persen. Persentase periode per hari tertinggi ada pada kategori pendidikan terakhir
D3 dan S2, persentase per minggu tertinggi ada pada kategori D3, persentase per
bulan tertinggi ada pada kategori SMA. Tingkat SD, SMP, D3 periode membayar
infak tertinggi adalah per minggu yaitu masing-masing sebesar 58,3 persen, 50
persen, dan 60 persen. Pada tingkat pendidikan SMA kesadaran membayar infak
mulai meningkat yaitu pada periode per bulan sebesar 46,2 persen dan
pendidikan S2 periode per minggu dan per bulan seimbang yaitu sebesar 40
persen. Periode responden membayar infak per minggu biasanya dibayarkan pada
saat shalat Jumat di mesjid-mesjid atau di majelis taklim.
Periode membayar infak tertinggi yang dipilih oleh para responden
berdasarkan variabel pekerjaan adalah per minggu. Karyawan BUMN dan PNS
memilih periode per bulan sebagai periode yang tertinggi berbeda dengan jenis
pekerjaan lainnya. Petani dan wiraswasta memilih periode per minggu sebagai
periode tertinggi yaitu sebesar 60 persen dan 40 persen. Karyawan BUMN dan
PNS periode tertinggi dalam membayar infak adalah per bulan sebesar 100 persen
dan 40 persen. Responden dengan pekerjaan sebagai pedagang seimbang antara
yang memilih periode per hari dan lainnya.
Periode infak rutin per hari persentase tertinggi dimiliki oleh pedagang dan
wiraswasta. Ini disebabkan oleh banyaknya orang yang meminta infak setiap hari
dengan mendatangi tempat usaha mereka. Petani dan lainnya memilih periode per
minggu untuk mengeluarkan infak yakni pada saat shalat jum’at atau hadir di
majelis ilmu. Karyawan BUMN dan PNS memilih infak rutin per bulan karena
pendapatan yang diterimanya itu per bulan sehingga infak dikeluarkan setelah
mendapat penghasilan.
Berdasarkan variabel pendapatan, pendapatan 1 juta sampai 2,5 juta
memiliki kecenderungan periode membayar infak per bulan dengan persentase
37,5 persen. Pendapatan antara 2, 5 juta sampai 5 juta mememiliki kecenderungan
periode membayar infak per minggu dengan dengan 46,3 persen responden
memilih periode ini. Pendapatan 5 juta sampai 50 juta rupiah memiliki
45
kecenderungan periode membayar infak per hari dan per bulan dengan persentase
berimbang yaitu 30 persen. Hal ini mencerminkan bahwa semakin tinggi
pendapatan, maka semakin rajin membayar infak secara rutin.
Berdasarkan pemaparan di atas dapat disimpulkan, periode membayar
infak yang lebih banyak dipilih oleh responden adalah per minggu baik dilihat
dari sisi pendidikan, pekerjaan, dan pendapatan. Periode per minggu dipilih
sebagai waktu yang ideal untuk membayar infak karena bisa disalurkan pada saat
pelaksanaan shalat jumat dan adanya pemikiran dengan jumlah total infak yang
sama, terasa lebih ringan dikeluarkan per minggu dibandingkan sekaligus pada
setiap bulan.
Periode membayar zakat disajikan seperti pada Tabel 5.5. Responden
diberi pilihan waktu yang biasanya digunakan untuk membayar zakat yakni
dikeluarkan per bulan, per tahun atau lainnya.
Tabel 5.5. Periode membayar zakat
Periode zakat (N) Periode zakat (%)
per bulan
per tahun keduanya
per bulan
per tahun Keduannya
Pendidikan SD 6 5 4 40.0 33.3 26.7
SMP 1 3 2 16.7 50.0 33.3 SMA 2 14 1 11.8 82.4 5.9 D3 2 2 0 50.0 50.0 0.0 S1 7 13 22 20.0 37.1 62.9 S2 1 2 3 20.0 40.0 60.0 Pekerjaan
Petani 6 6 6 33.3 33.3 33.3 Pedagang 0 5 0 0.0 100.0 0.0 Karyawan BUMN 0 1 0 0.0 100.0 0.0 PNS 20 30 0 40.0 60.0 0.0 Karyawan Swasta 0 1 0 0.0 100.0 0.0 Wiraswasta 0 3 0 0.0 100.0 0.0 Lainnya 0 3 1 0.0 75.0 25.0 Pendapatan
1 juta sampai 2,5 juta 1 12 2 7.7 92.3 15.4 2,5 juta - 5 juta 19 29 4 39.6 60.4 8.3 Lebih dari 5 juta 6 8 1 42.9 57.1 7.1
Sumber: Data primer 2011 (diolah)
46
Periode membayar zakat berdasarkan pendidikan terakhir seperti terlihat
pada Tabel 5.5 memiliki kecenderungan untuk memilih periode per tahun, tetapi
periode membayar zakat SD yang tertinggi adalah per bulan sebesar 40 persen
dari 15 orang responden petani. Periode membayar zakat pada kategori
pendidikan terakhir D3 seimbang antara periode per bulan dan per tahun yaitu 50
persen. Kategori SMP, SMA S1 dan S2 persentase tertinggi pada periode
membayar zakat per tahun. Responden dengan latar belakang pendidikan rendah
cenderung pada saat mereka dapat penghasilan, sebagian besar langsung
mengeluarkan zakat. Semakin tinggi latar belakang pendidikan,
kecenderungannya mengeluarkan zakat per tahun. Ini didorong kebiasaan dan
pengaruh lingkungan sekitar.
Periode membayar zakat berdasarkan pekerjaan memiliki kecenderungan
untuk memilih periode per tahun. Responden dengan kategori pedagang,
karyawan BUMN, karyawan swasta dan wiraswasta seluruhnya (100 persen)
memilih per tahun. Kategori PNS dan lainnya persentase yang memilih
membayar zakat periode per tahun sebesar 60 persen dan 75 persen. Responden
petani yang memilih periode zakat per bulan, per tahun dan keduanya jumlahnya
sama banyak sebesar 33,3 persen. PNS membayar zakat terbanyak setiap tahun,
namun yang bayar zakat per bulan juga cukup banyak sebesar 40 persen.
Berdasarkan pendapatan, responden lebih banyak untuk membayar zakat
pada periode per tahun. Pendapatan 1 juta sampai 2,5 juta rupiah memiliki
persentase terbesar dalam membayar zakat per tahun dibandingkan membayar
zakat per bulan dan lainnya yaitu sebesar 92,3 persen. Pendapatan pada kategori 5
juta sampai 50 juta memiliki persentase membayar zakat per bulan paling tinggi
diantara kategori pendapatan lainnya.
Secara keseluruhan periode membayar zakat yang dipilih oleh responden
adalah periode per tahun per tahun berdasakan berbagai macam variabel seperti
pendidikan, pekerjaan dan pendapatan. Pemilihan waktu per tahun didasarkan
karena kewajiban membayar zakat mal dan fitrah yang biasanya dilakukan
menjelang Idul Fitri. Kebiasaan untuk membayar zakat per bulan yang identik
dengan zakat profesi belum banyak dilakukan oleh masyarakat karena kurangnya
pengetahuan itu dan belum adanya sistem potong gaji langsung setiap bulan.
47
Pada Tabel 5.6 keputusan seseorang dalam membayar zakat melalui
organisasi pengelola zakat dan bukan organisasi pengelola zakat dihubungkan
dengan variabel pekerjaan, pendidikan terakhir, dan pendapatan yang dimiliki
responden responden. Organisasi pengelola zakat adalah lembaga resmi yang
mengurusi tentang pembayaran dan pendistribusian zakat seperti lembaga amil
zakat dan badan amil zakat. Tempat membayar zakat bukan kepada organisasi
pengelola zakat artinya membayar zakat melalui lembaga yang tidak berbadan
hukum namun memiliki fungsi yang sama seperti lembaga amil atau
menyalurkan secara langsung kepada mustahik.
Pada variabel pendidikan, responden yang paling tinggi persentasenya
dalam membayar zakat ke organisasi pengelola zakat adalah responden yang
berpendidikan D3 sebesar 60 persen, sedangkan untuk membayar zakat bukan ke
organisasi pengelola zakat adalah kategori pendidikan SD dengan persentase 70
persen. Ini menunjukkan tingkat pendidikan responden memengaruhi cara mereka
membayar zakat. Akan tetapi responden yang memilih untuk membayar zakat
bukan ke organisasi pengelola zakat memiliki persentase lebih tinggi.
Tabel 5.6. Tempat membayar zakat
tempat zakat (N) tempat zakat (%)
OPZ Bukan OPZ OPZ Bukan OPZ
Pendidikan SD 6 14 30.0 70.0
SMP 1 5 16.7 83.3 SMA 7 14 33.3 66.7 D3 3 2 60.0 40.0 S1 19 23 46.3 56.1 S2 3 3 50.0 50.0 Pekerjaan
Petani 6 17 26.1 73.9 Pedagang 3 3 50.0 50.0 Karyawan BUMN 1 0 100.0 0.0 PNS 24 34 41.4 58.6 Karyawan Swasta 1 1 50.0 50.0 Wiraswasta 3 3 50.0 50.0 Lainnya 1 4 20.0 80.0 Pendapatan
1 juta - 2,5 juta 20 1 95.2 4.8 2,5 juta - 5 juta 3 60 4.8 95.2 5 juta - 50 juta 16 0 100.0 0.0
Sumber: Data primer 2011(diolah)
48
Pada variabel pekerjaan, dapat dilihat bahwa kebanyakan responden petani
dan pekerjaan lainnya membayar zakatnya bukan ke organisasi pengelola zakat
sebesar 70 persen dan 80 persen. Kecilnya persentase petani dan pekerjaan
lainnya yang membayar zakat pada organisasi pengelola zakat dapat disebabkan
oleh beberapa faktor, seperti jarak organisasi pengelola zakat yang jauh dari
tempat mereka berdagang atau tinggal (hal ini merupakan faktor utama yang
menyebabkan kecilnya persentase responden dalam membayar zakatnya ke
organisasi pengelola zakat) atau karena akses ke bukan organisasi pengelola zakat
yang lebih mudah. Responden dengan pekerjaan sebagai pedagang, karyawan
swasta, wiraswasta memiliki persentase yang seimbang antara organisasi
pengelola zakat dan bukan organisasi pengelola zakat dalam memilih tempat
membayar zakat yaitu sebesar 50 persen. Ini menandakan untuk masyarakat
dengan kategori ini mulai banyak yang memilih organisasi pengelola zakat
sebagai tempat membayar zakat. Dari responden yang bekerja sebagai karyawan
BUMN memilih membayar zakat di organisasi pengelola zakat sedangkan
responden pegawai negeri sipil lebih memilih membayar zakat ke bukan
organisasi pengelola zakat sebesar 58,6 persen daripada membayar zakat ke
organisasi pengelola zakat sebesar 41,4 persen.
Dalam variabel pendapatan, tingkat persentase responden dengan
pendapatan 1 juta sampai 2,5 juta mayoritas membayar zakat di organisasi
pengelola zakat yakni 95,2 persen. Kategori pendapatan 5 juta sampai 50 juta
rupih, seluruhnya (100 persen) bayar ke organisasi pengelola zakat. Responden
dengan penghasilan antara 2,5 juta – 5 juta sebesar 95,2 persen memilih lembaga
informal. Ini menjadi fenomena tersendiri karena jumlah masyarakat yang
memiliki pendapatan antara 2,5 juta sampai 5 juta lebih banyak daripada kategori
pendapatan lainnya maka secara keseluruhan persentase yang membayar zakat
bukan ke organisasi pengelola zakat lebih banyak dibandingkan ke organisasi
pengelola zakat.
Beradasarkan Tabel 5.6, peran organisasi pengelola zakat dalam menyerap
zakat dari wajib zakat masih kurang optimal, tingkat persentase responden yang
membayar zakat ke organisasi pengelola zakat secara umum lebih kecil jika
dibandingkan dengan persentase responden yang membayar zakat bukan di
49
organisasi pengelola zakat yaitu 39 persen berbanding 61 persen. Hasil
pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa tidak tersediannya organisasi
pengelola zakat di lingkungan sekitar menjadi faktor utama yang menyebabkan
responden enggan untuk membayar zakat di organisasi pengelola zakat (OPZ).
Cara lainnya yang dapat dilakukan untuk menanggulangi hal tersebut,
pihak organisasi pengelola zakat dapat melakukan langkah-langkah antara lain,
mendirikan cabang di daerah-daerah yang potensi zakatnya besar. Hal ini dapat
dilakukan dengan bekerja sama dengan DKM setempat. Daerah yang memiliki
potensi zakat yang besar antara lain sentral pertanian seperti Kecamatan
Bulakamba, Kecamatan Bumiayu serta daerah yang memiliki pendapatan per
kapita yang lebih tinggi yaitu Kecamatan Brebes. Langkah lainnya seperti
menyediakan layanan jemput zakat atau fasilitas pembayaran on line.
Tabel 5.7 menggambarkan alasan-alasan seseorang dalam memilih tempat
mereka membayar zakat. Terdapat sembilan variabel yang masuk menjadi alasan
seseorang membayar zakat, yaitu transparansi, tingkat profesionalitas, akses,
ketersediaan informasi, kenyamanan muzakki dalam membayar zakat, kemudahan
dalam proses membayar zakat, faktor lingkungan, kepuasan muzakki dalam
membayar zakat, dan fatwa kyai setempat. Jumlah responden yang membayar
zakat ke organisasi pengelola zakat adalah sebanyak 39 persen, dan 61 persen
lainnya membayar zakat ke bukan organisasi pengelola zakat.
Tabel 5.7. Alasan Membayar Zakat Melalui OPZ dan Bukan OPZ
Variabel Tempat Zakat (N) Tempat Zakat (%)
OPZ Bukan OPZ OPZ
Bukan OPZ
Transparansi 29 1 74.36 1.64 Profesionalitas 30 1 76.92 1.64 Akses 18 15 46.15 24.59 Ketersediaan Informasi 12 12 30.77 19.67 Kenyamanan 12 12 30.77 19.67 Kemudahan 11 33 28.21 54.10 Lingkungan 7 30 17.95 49.18 Kepuasan 6 13 15.38 21.31 Fatwa Kyai Setempat 3 6 7.69 9.84
Sumber: Data primer (2011)
50
Berdasarkan tingkat persentase alasan pemilihan tempat dengan total
tempat berzakat responden, alasan responden membayar zakat melalui organisasi
pengelola zakat karena laporan keuangan organisasi pengelola zakat transparan
sebesar 74,36 persen, kinerja organisasi pengelola zakat yang profesional 74,92
persen dan akses ke organisasi pengelola zakat yang mudah sebesar 46,15 persen.
Ketersediaan informasi dan kenyamanan memengaruhi keputusan responden
membayar di organisasi pengelola zakat sebesar 30,77 persen. Terdapat 28,21
persen responden yang menyatakan memilih tempat bayar zakat melalui
organisasi pengelola zakat karena alasan kemudahan, sebanyak 17,95 persen
karena lingkungan, 15,38 persen karena kepuasan dan 7,69 persen karena fatwa
kyai (pemuka agama) setempat.
Alasan utama responden memilih tempat zakat bukan ke organisasi
pengelola zakat karena kemudahan membayar ke panitia amil masjid atau
menyalurkan secara langsung ke mustahik sebesar 54,10 persen dan lingkungan
sebesar 49, 18 persen. Variabel akses dan kepuasan berada di peringkat berikutnya
sebesar 24,59 persen dan 21,31 persen. Sebesar 19,67 persen responden memilih
tempat zakat bukan di organisasi pengelola zakat karena alasan ketersediaan
informasi dan kenyamanan. Fatwa kyai (pemuka agama) setempat memengaruhi
9,84 persen dari total responden yang membayar zakat bukan ke organisasi
pengelola zakat untuk memilih tempat zakat ini. Alasan lebih transparan dan
profesional dijawab oleh 1,64 persen responden dari keseluruhan responden yang
membayar zakat bukan ke organisasi pengelola zakat.
Secara keseluruhan, variabel kemudahan membayar zakat merupakan
alasan terkuat dengan persentase tertinggi dalam memilih tempat membayar zakat
yakni sebesar 44 persen. Baik responden yang memilih tempat zakat di organisasi
pengelola zakat atau bukan organisasi pengelola zakat menganggap kemudahan
berperan penting dalam menentukan pemilihan tempat zakat. Peringkat kedua
diperoleh oleh alasan lingkungan sekitar yaitu sebesar 37 persen. Kebiasaan
mayoritas masyarakat di lingkungan tempat tinggal membayar zakat ke organisasi
pengelola zakat atau bukan ke organisasi pengelola zakat akan memengaruhi
seseorang untuk memilih tempat zakat di OPZ, begitu juga dengan lingkungan
yang sebagian besar membayar zakat di bukan OPZ. Alasan akses tempat berada
51
di peringkat ketiga sebesar 33 persen dalam memengaruhi pemilihan tempat
membayar zakat. Responden cenderung memilih tempat zakat yang gampang
diakses dibandingkan tempat zakat yang tidak mudah diakses. Alasan transparan
dan profesional memiliki persentase sebesar 31 persen dan 30 persen dalam
memengaruhi alasan tempat membayar zakat. Ketersedian informasi dan
kenyamanan menjadi alasan 24 persen responden dalam memilih tempat berzakat.
Kepuasan yang dirasakan setelah menyerahkan dana zakat menjadi alasan 18
persen responden dan fatwa kyai (pemuka agama) setempat menjadi alasan 9
persen dari seluruh responden yang membayar zakat.
5.2 Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Partisipasi Berzakat
Zakat adalah salah satu rukun yang bercorak sosial-ekonomi dari lima
rukun Islam. Dengan zakat, di samping ikrar syahadat dan shalat, seseorang
barulah sah masuk ke dalam barisan umat Islam dan diakui keislamannya.
Huda (2008) menyatakan pengeluaran zakat akan mendorong pengeluaran
konsumsi dan memiliki multiplier yang positif. Hal ini berimplikasi peningkatan
penegluaran zakat akan meningkatkan kegiatan ekonomi.
Kondisi sekarang di Indonesia, tidak ada pihak yang memiliki wewenang
untuk memaksa membayar zakat maka keputusan membayar zakat ada di tangan
individu muslim yang sudah terkena wajib zakat. Oleh karena itu, pada bagian ini
akan dikaji faktor-faktor yang memengaruhi partisipasi individu dalam membayar
zakat.
Berdasarkan pengelompokkan responden dalam berpartisipasi membayar
zakat dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 5.8 Pengelompokkan Responden Berdasarkan Partisipasi Berzakat
Kelompok Jumlah responden Persentase
Tidak Membayar Zakat 18 18
Membayar Zakat 82 82
Sumber : Data primer 2011 (diolah)
Dari tabel 5.8 dapat dilihat bahwa responden membayar zakat sebanyak
82 persen sedangkan responden yang tidak membayar zakat sebanyak 18 persen .
52
Ketimpangan jumlah responden ini karena sebagian besar responden membayar
zakat namun tidak semua bisa dipastikan jumlah yang dibayar sesuai dengan
aturan membayar zakat.
Faktor-faktor yang diduga berpengaruh dalam pengambilan keputusan
oleh para wajib zakat dianalisis menggunakan model diskriminan. Variabel yang
digunakan merupakan hasil penelitian terdahulu, yaitu :
1. Keimanan, seperti : selalu shalat fardhu 5 kali dalam satu hari, shalat fardhu
berjamaah 3 kali di masjid, zakat itu wajib, mampu menghitung zakat sendiri,
rutin membaca buku-buku agama, rutin hadir di majelis ilmu dan percaya
dengan semua balasan atas perbuatan yang dilakukan.
2. Penghargaan, seperti : individu yang membayar zakat mendapat kemudahan
setelah zakat dibayarkan, lingkungan sekitar menyambut baik individu yang
membayar zakat, senang disebut dermawan setelah membayar zakat.
3. Althurism (kepekaan sosial), seperti : rasa iba ketika melihat fakir dan
miskin, membayar zakat sebagai upaya untuk bersyukur kepada Allah,
merasa harta menjadi bersih setelah membayar zakat, senang membantu
fakir/miskin, merasa bersalah saat membayar zakat.
4. Kepuasan diri, seperti : dengan membayar zakat senang dapat meningkatkan
kondisi ekonomi fakir/miskin, menyadari bahwa ada hak orang lain dalam
harta sehingga membayar zakat dan percaya jika seorang individu membayar
zakat dapat menjadi contoh yang baik bagi orang lain.
5. Organisasi, seperti : lembaga amil zakat bekerja profesional, lembaga amil
zakat transparan dalam hal laporan keuangan, merasa nyaman membayar
zakat di lembaga amil zakat, layanan di lembaga amil zakat memuaskan,
lembaga amil zakat melakukan sosialisasi melalui media massa, lembaga amil
zakat melakukan sosialisasi langsung kepada masyarakat dan pemotongan
gaji secara langsung untuk zakat dari institusi tempat bekerja.
6. Pendidikan, variabel yang dimaksud adalah pendidikan terakhir responden
dengan kategori SD, SMP, SMA, D3, S1 dan S2.
7. Pekerjaan, kategori pada variabel ini terdiri dari petani, pedagang, karyawan
BUMN, PNS, karyawan swasta, wiraswata dan lainnya. Pekerjaan
dikategorikan sebagai pekerjaan dengan pendapatan tentu dan tidak tentu.
53
8. Pendapatan, variabel ini berdasarkan sebaran normal data di lapangan dan
dibagi menjadi tiga kelompok. Responden dengan penghasilan kurang dari
2,5 juta rupiah, antara 2,5 juta sampai 5 juta rupiah dan diatas 5 juta rupiah.
9. Infak, variabel ini maksudnya responden kebiasaan mengeluarkan infak
secara rutin atau tidak.
Hasil olahan data analisis diskriminan dapat dihat sebagai berikut:
(a) Hasil Uji signifikansi fungsi diskriminan
Pada bagian Wilks’ Lamda, tampak sig diperoleh 0,000 dan Chi-
square 48.564. Karena sig kurang dari 5 persen atau Chi-square lebih besar dari
(𝜒2 Rdf=p(G-1)), maka disimpulkan tolak H0 pada taraf nyata 5 persen. Artinya fungsi
diskriminan signifikan.
(b) Hasil Uji signifikansi variabel independen
Signifikansi variabel independen dapat dilihat pada tabel yang
merupakan hasil dari Test of equality of group means.
Tabel 5.9 Hasil uji signifikansi variabel independen
Variabel Wilks’ Lambda F Signifikan Keimanan .722 37.808 .000 Penghargaan .946 5.591 .020 Kepuasan .862 15.641 .116 Organisasi .896 11.409 .001 Althurism .869 14.788 .000 Pendidikan .999 .123 .726 Pekerjaan 1.000 .000 .990 Pendapatan .969 3.134 .080 Infak .993 .726 .396
Sumber: Data primer 2011 (diolah)
Dari tabel 5.9 tampak bahwa nilai sig untuk variabel pendidikan,
pekerjaan, infak lebih dari taraf nyata 10 persen sehingga dapat disimpulkan
variabel yang signifikan dalam mendiskriminasi individu apakah membayar zakat
atau tidak adalah variabel keimanan, kepuasan, penghargaan, organisasi,
pendapatan, dan althurism pada taraf nyata 10 persen.
Variabel independen yang diuji nilai signifikansi :
54
1. Keimanan
Variabel keimanan memiliki signifikansi sebesar 0,00. Hal ini dapat
disimpulkan variabel keimanan signifikan dalam memisahkan objek
(mendiskriminasi) pada grup membayar zakat dan grup tidak membayar zakat
denga baik.
Berdasarkan data sampel, rata-rata nilai keimanan pada responden yang
membayar zakat lebih tinggi dibandingkan rata-rata nilai keimanan pada
responden yang tidak membayar zakat. Pada responden yang membayar zakat
rata-rata nilai variabel keimanannya adalah 4,26 artinya rata-rata responden setuju
jika indikator dalam variabel keimanan terdapat pada diri mereka. Pada
responden yang tidak membayar zakat rata-rata nilai variabel keimanannya adalah
3,35. Artinya rata-rata responden cukup setuju jika indikator dalam variabel
keimanan terdapat pada diri mereka. Dengan demikian variabel keimanan dapat
mengklasifikasikan secara signifikan sampel ke dalam salah satu grup. Ini
didukung oleh Husaini (1997) yakni faktor keimanan seseorang menjadi sumber
kesadaran dan aktifitas untuk mengamalkan agamanya. Penelitian di Malaysia
yang dilakukan oleh Abu Bakar menemukan faktor utama yang memengaruhi
partisipasi membayar zakat adalah keyakinan bahwa zakat merupakan kewajiban
umat Islam yang merupakan salah satu indikator dalam variabel keimanan. Musa
et al dengan menggunakan metode analisis faktor menyatakan terdapat lima faktor
yang berpengaruh dalam berzakat, faktor yang kelima adalah faktor keimanan
2. Penghargaan
Variabel penghargaan memiliki nilai sig sebesar 0,02 artinya variabel
penghargaan signifikan dalam mendiskriminasi grup yang membayar zakat dan
tidak membayar zakat.
Berdasarkan hasil wawancara dan kuesioner responden, mereka yang
membayar zakat rata-rata berpendapat sangat setuju dengan peryataan mendapat
kemudahan setelah membayar zakat dan lingkungan menyambut baik saat
berzakat sementara mereka yang tidak membayar zakat rata-rata berpendapat
setuju dengan indikator faktor penghargaan.
Hasil penelitian Musa menyatakan faktor penghargaan merupakan faktor
ketiga yang memengaruhi partisipasi individu berzakat di Malaysia.
55
3. Kepuasan
Variabel kepuasan memiliki nilai sig sebesar 0,226 atau lebih besar dari
taraf nyata 10 persen. Ini artinya variabel kepuasan tidak dapat memisahkan
sampel kedalam kelompok membayar zakat dan tidak membayar zakat
Dari hasil pengumpulan data dapat dilihat, tinggi rendahnya nilai
responden terhadap poin percaya dengan berzakat bisa menjadi contoh yang baik
bagi orang lain tidak bisa menentukan seseorang membayar zakat atau tidak
membayar zakat. Ini karena ada responden yang membayar zakat namun tidak
sepakat jika tindakannya tersebut bisa dijadikan contoh untuk orang lain namun
ada juga yang yang sangat sepakat dengan poin tersebut.
Hasil ini konsisten dengan penelitian sebelumnya,
4. Organisasi
Dari hasil olahan data, nilai sig variabel organisasi sebesar 0,01 atau
dibawah taraf nyata 10 persen. Ini artinya variabel organisasi dapat memisahkan
objek ke dalam kelompok membayar zakat dan tidak membayar zakat.
Kelompok yang membayar zakat rata-rata berpendapat setuju terhadap
poin-poin yang menyusun variabel organisasi sedangkan kelompok yang tidak
membayar zakat rata-rata menyatakan tidak setuju terhadap poin-poin penyusun
variabel organisasi. Dengan kata lain, baik buruknya manajemen lembaga amil
zakat memiliki pengaruh terhadap partisipasi individu membayar zakat.
5. Althurism
Althurism atau kepekaan sosial adalah kepedulian seseorang terhadap
lingkungan sekitar. Variabel althurism memiliki nilai sig 0,000 atau di bawah
taraf nyata 10 persen maka dapat dikatakan variabel althurism signifikan
mendiskriminan objek ke dalam grup yang membayar zakat dan tidak membayar
zakat.
Dari penelitian di tempat penelitian, responden yang membayar zakat rata-
rata berpendapat sangat setuju terhadap indikator-indikator althurism dan
responden yang tidak membayar zakat rata-rata berpendapat setuju terhadap
indikator althurism. Terutama pada indikator merasa iba ketika melihat fakir
miskin, berzakat sebagai upaya untuk syukur kepada Allah, merasa hartanya
menjadi bersih setelah berzakat, senang membantu fakir miskin dan merasa
56
bersalah saat tidak membayar zakat. Ini medukung variabel althurism signifikan
memisahkan objek (responden) ke dalam kelompok yang membayar zakat dan
tidak membayar zakat.
6. Pendidikan
Variabel pendidikan memiliki nilai sig sebesar 0,726. Nilai ini lebih besar
dari 0,10 artinya tidak signifikan dalam mendiskriminasi individu yang membayar
zakat dan tidak membayar zakat. Dari data yang terkumpul menunjukkan
responden dengan pendidikan terakhir SMA, D3, S1, dan S2 memiliki persentase
membayar zakat yang tidak jauh berbeda yakni 82 persen. Tingkat pendidikan
terakhir SMP 100 persen membayar zakat dan SD 75 persen membayar zakat. Ini
artinya pendidikan terakhir tidak bisa dijadikan variabel yang dapat memisahkan
objek pada grup membayar zakat dan grup tidak membayar zakat dengan baik.
7. Pekerjaan
Dalam tabel 5.8 tampak bahwa nilai Sig untuk variabel pekerjaan adalah
0.999 atau lebih dari 10 persen sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel
pekerjaan tidak signifikan memisahkan kelompok yang membayar zakat dan tidak
membayar zakat.
Seseorang dengan pekerjaan sebagai petani, pedagang, karyawan BUMN,
PNS, karyawan swasta, wirausaha dan lainnya ternyata tidak dapat memisahkan
responden pada kelompok berzakat atau tidak berzakat.
8. Pendapatan
Masyarakat dengan berbagai jenis pendapatan menjadi variabel yang
diduga dapat mendiskriminan objek ke dalam kelompok yang berpartisipasi
membayar zakat dan tidak ikut berpartisipasi. Nilai sig variabel pendapatan adalah
0,080 atau dibawah 10 persen. Ini artinya variabel pendapatan signifikan
memisahkan kelompok membayar zakat dan tidak membayar zakat.
Berdasarkan data di lapangan, persentase yang paling banyak tidak
membayar zakat adalah kategori pendapatan di bawah 2,5 juta. Ini karena banyak
diantara mereka yang belum terkena wajib zakat. Kategori pendapatan 2,5 juta
samapai 5 juta rupiah terdapat 17, 5 persen yang tidak membayar zakat dan
kategori pendapatan diatas 5 juta terdapat 6,3 persen yang tidak membayar zakat.
57
Hal ini mendukung bukti variabel pendapatan dapat menjadi faktor yang
memngaruhi partisipasi berzakat.
Karena hanya dua grup yang terbentuk, fungsi diskriminan hanya ada satu,
dengan eigenvalue sebesar 2,993 yang sudah mencakup seratus varians yang
dijelaskan.
Korelasi kanonikal adalah 0,666. Koefisien determinan (r2) diperoleh dari
kuadrat korelasi kanonikal. : (0,666)2 = . Angka ini mengindikasikan bahwa
varians dalam dependen variabel dapat dijelaskan oleh model.
Variabel independen yang paling berperan dalam diskriminan dapat
dijawab menggunakan standardized coefficient. Variabel independen yang
memiliki nilai lebih besar maka menyumbangkan kekuatan diskriminasi yang
lebih besar terhadap fungsi, dibandingkan variabel idependen yang memiliki nilai
yang lebih kecil.
Pada tabel 5.10 terlihat nilai variabel keimanan dengan skor 0,829
merupakan nilai tertinggi dibandingkan variabel yang lain. Ini menunjukan
variabel keimanan memiliki tingkat kepentingan paling tinggi (paling
berkontribusi) dalam mendiskriminasi membayar zakat dan tidak membayar
zakat. Variabel pekerjaan dengan nilai – 0,229 menunjukkan variabel ini memiliki
kontribusi yang paling rendah. Dari tabel ini dapat disimpulkan bahwa peran
diskriminasi dari yang tertinggi sampai terendah adalah keimanan, penghargaan,
pendapatan, organisasi, kepuasan, althurism, infak, pendidikan dan pekerjaan.
Tabel 5.10 Tingkat kepentingan variabel
Fungsi
1 Pendidikan -.098 Pekerjaan -.229 Pendapatan .247 Keimanan .829 Penghargaan .367 Althurism .038 Kepuasan .140 Organisasi .226 Infak -.073
Sumber : Data Primer 2011 (diolah)
58
c). Prediksi variabel Dependent
Disamping uji signifikansi fungsi diskriminan dan masing-masing variabel
independen, juga diperlukan gambaran deskriptif akurasi model. Prediksi
dilakukan dengan cara menghitung skore diskriminan masing-masing objek,
kemudian dipetakan pada wilayah masing-masing grup.
Berdasarkan output SPSS koefisien fungsi diskriminan diantaranya dalam
bentuk canonical discriminant function coefficients atau unstandardized
coefficients. Koefisein tersebut digunakan untuk menghitung skore diskriminan
(skore D).
D = -11,109 + 1,484 keimanan + 0,762 penghargaan + 0,253 althurism –
0,060 kepuasan + 0,318 organisasi – 0,055 pendidikan – 0,152
pekerjaan + 0,463 pendapatan – 0,152 infak
Contoh interpretasi dari fungsi tersebut untuk variabel keimanan adalah
setiap kenaikan 1 satuan keimanan, skor diskriminan untuk variabel kemampuan
membayar zakat akan meningkat 1,484 satuan.
d). Validasi
Sebelum analisis diskriminan dilakukan hanya didapat dua skor
berdasarkan jalur yang dipilih, yaitu 1 dan 0. Angka 1 untuk membayar zakat dan
angka 0 untuk tidak membayar zakat. Skor diskriminan yang telah ada dapat
digunakan untuk memprediksi responden, masuk ke dalam golongan 1 (membayar
zakat) atau 0 (tidak membayar zakat)
Optimim cutting score dapat digunakan untuk memprediksi responden
mana yang masuk golongan tertentu. Apabila dua grup berbeda ukuran dapat
digunakan :
𝐶𝑢𝑡 − 𝑣𝑎𝑙𝑢𝑒 =18(0,364) + 82(−1,658)
100
= - 1,294
Ini artinya responden dengan nilai diskriminan (D) lebih besar dari -1,294
maka responden diprediksi masuk kelompok membayar zakat. Jika nilai
diskriminan lebih kecil dari -1,294 maka responden diprediksi masuk kelompok
tidak membayar zakat.
Rata-rata skore D, untuk seluruh objek untuk masing-masing grup disebut
centroid. Suatu objek yang memiliki skore D dekat dengan centroid grup 1, maka
59
objek tersebut akan diprediksi masuk grup 1, sebaliknya bila skore D suatu objek
dekat dengan D dekat dengan grup 2, maka objek tersebut dapat diklasifikasikan
masuk grup 2.
Dari output SPSS dapat dilihat pada functions at group centroids. Rata-
rata nilai untuk fungsi tidak zakat adalah -1,648 dan rata-rata nilai untuk fungsi
membayar zakat adalah 0,362.
e). Hit Ratio
Hit ratio adalah persentase responden yang kelompoknya dapat diprediksi
secara tepat. Hair et al dalam Simamora (2005) mengatakan bahwa kriteria hit
ratio yang baik adalah jika sama atau melebihi kesempatan klasifikasi ditambah
seperempatnya. Jika dalam 100 responden, fungsi diskriminan dapat memprediksi
91 yang benar (hanya 9 yang error) maka fungsi tersebut bisa dikatakan sangat
bagus.
Ringkasan hasil pengklasifikasian untuk seluruh objek dalam sampel dapat
dilihat dalam tabel 5.11.
Tabel 5.11 Hasil prediksi pengklasifikasian untuk seluruh objek
Zakat Prediksi anggota
grup Total
tidak Ya N Tidak 12 6 18 Ya 3 79 82 % Tidak 66.7 33.3 100.0 Ya 3.7 96.3 100.0
Sumber : Data primer (2011)
Dari tabel tampak bahwa dari 18 responden yang berasal dari grup tidak
membayar zakat (Y=0), ternyata ada 12 yang diklasifikasikan benar atau 66,67
persen, dan dari 82 responden yang berasal dari grup membayar zakat (Y=1),
ternyata ada 79 dapat diklasifikasikan dengan benar atau 96,34 persen. Secara
keseluruhan diperoleh hit ratio sebesar 91,0 persen.
5.3 Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Rutinitas Berinfak
Kebiasaan berinfak secara rutin merupakan prilaku yang mulia. Dana dari
infak dapat bermanfaat untuk berbagai macam kegiatan. Untuk melihat faktor-
60
faktor yang memengaruhi membayar infak secara rutin digunakan analisis
diskriminan. Analisis diskriminan dipilih agar dapat membedakan klasifikasi
penempatan kelompok responden secara tepat, mengusahakan kesalahan
penempatan kelompok dengan tingkat paling kecil, dan mampu mengidentifikasi
kesalahan pengelompokan pengamatan. Klasifikasi responden dibagi menjadi dua
kelompok yaitu kelompok membayar zakat (1) dan kelompok tidak membayar
zakat (0).
Berdasarkan pengelompokkan responden dalam berpartisipasi membayar
infak secara rutin dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 5.12 Pengelompokkan Responden Berdasarkan Rutin Berinfak
Kelompok Jumlah responden Persentase
Tidak rutin berinfak 49 49 Rutin berinfak 51 51
Sumber : Data primer 2011 (diolah)
Dari tabel di atas dapat dilihat terdapat 51 persen yang rutin berinfak dan
49 persen yang tidak rutin berinfak. Ini menunjukkan proporsi yang hampir
berimbang karena kebiasaan berinfak secara rutin bukan merupakan sesuatu yang
wajib dan tidak mudah untuk dilakukan.
(a) Hasil Uji signifikansi Fungsi Diskriminan
Pada bagian Wilks’ Lamda, tampak sig diperoleh 0,000 dan Chi-
square 54,685.. Karena sig kurang dari 5 persen atau Chi-square lebih besar dari
(𝜒2 Rdf=p(G-1)), maka disimpulkan tolak H0 pada taraf nyata 5 persen. Artinya fungsi
diskriminan signifikan.
(c) Hasil Uji signifikansi variabel independen
Signifikansi variabel independen dapat dilihat pada tabel yang
merupakan hasil dari Test of equality of group means. Tes ini berfungsi untuk
menunjukkan variabel-variabel yang berpengaruh signifikan.
Dari tabel 5.11 tampak bahwa nilai sig untuk variabel keimanan,
althurism,kepuasan, pendidikan, dan frekuensi infak adalah kurang dari taraf
nyata 10 persen sehingga dapat disimpulkan variabel yang signifikan dalam
mendiskriminasi individu apakah rutin berinfak atau tidak adalah variabel
61
keimanan, althurism,kepuasan, pendidikan, dan frekuensi infak pada taraf nyata
10 persen.
Tabel 5.13 Hasil uji signifikansi variabel independen
Variabel Wilks’ Lambda F Signifikan Keimanan 0.948 5.361 0.023 Penghargaan 0.986 1.406 0.239 Althurism 0.882 13.104 0.000 Kepuasan 0.926 7.841 0.006 Organisasi 0.998 0.164 0.687 Pendidikan 0.923 8.216 0.005 Pekerjaan 0.992 0.771 0.382 Pendapatan 0.982 1.842 0.178 f.infak 0.712 39.699 0.000
Sumber: data primer 2011 (diolah)
Pada tabel 5.14 koefisien fungsi klasifikasi merupakan fungsi linear dari
diskriminan, semakin besar nilai dari suatu variabel maka variabel tersebut yang
paling mendorong partisipasi berzakat. Apabila nilai suatu variabel lebih besar
pada kelompok ya artinya variabel tersebut adalah yang paling berpengaruh
terhadap partisipasi pada kelompok tersebut.
Tabel 5.14 koefisien fungsi klasifikasi
Sumber : Data primer 2011 (diolah) Hasil di atas memperlihatkan bahwa variabel keimanan lebih berpengaruh
pada kelompok rutin berinfak. Variabel kedua yaitu penghargaan lebih
berpengaruh pada kelompok tidak rutin berinfak. Variabel althurism (kepekaan
Infak
Tidak Ya Keimanan 3.401 3.840 Penghargaan 10.563 10.472 Althurism 9.040 9.604 Kepuasan 5.049 6.235 Organisasi -.294 -.849 Pendidikan -.682 -.023 Pekerjaan 1.235 1.013 Pendapatan 4.545 3.976 f.infak 1.075 2.362 (Constant) -63.370 -72.478
62
sosial) lebih berpengaruh pada kelompok rutin berinfak. Kemudian untuk variabel
kepuasan lebih berpengaruh pada kelompok rutin berinfak. Variabel organisasi
lebih berpengaruh pada kelompok
Dari pemaparan diatas dan didukung tabel 5.14 maka variabel yang
memengaruhi partisipasi membayar zakat adalah variabel keimanan, variabel
althurism, variabel pendidikan, dan variabel frekuensi infak.
c). Prediksi variabel Dependent
Disamping uji signifikansi fungsi diskriminan dan masing-masing variabel
independen, juga diperlukan gambaran deskriptif akurasi model. Prediksi
dilakukan dengan cara menghitung skore diskriminan masing-masing objek,
kemudian dipetakan pada wilayah masing-masing grup.
Berdasarkan output SPSS koefisien fungsi diskriminan diantaranya dalam
bentuk canonical discriminant function coefficients atau unstandardized
coefficients. Koefisein tersebut digunakan untuk menghitung skore diskriminan
(skore D).
D = -5,440 + 0,244 keimanan – 0,051 penghargaan + 0,314 althurism +
0,661 kepuasan - 0,309 organisasi + 0,367 pendidikan – 0,124
pekerjaan – 0,317 pendapatan + 0,718 frekuensi infak
Contoh interpretasi dari fungsi tersebut untuk variabel keimanan adalah
setiap kenaikan 1 satuan keimanan, skor diskriminan untuk variabel kemampuan
membayar zakat akan meningkat 0,244 satuan.
Rata-rata skore D, untuk seluruh objek untuk masing-masing grup disebut
centroid. Suatu objek yang memiliki skore D dekat dengan centroid grup 1, maka
objek tersebut akan diprediksi masuk grup 1, sebaliknya bila skore D suatu objek
dekat dengan D dekat dengan grup 2, maka objek tersebut dapat diklasifikasikan
masuk grup 2.
Dari output SPSS dapat dilihat pada functions at group centroids. Rata-
rata nilai untuk fungsi tidak rutin berinfak adalah -1,059 dan rata-rata nilai untuk
fungsi membayar zakat adalah 0,736.
Tanda positif terdapat pada pada variabel keimanan, althurism,
pendidikan, frekuensi infak menandakan variabel tersebut lebih berpengaruh
kepada kelompok berinfak secara rutin. Tanda negatif terdapat pada variabel
63
penghargaan, organisasi, pekerjaan, dan pendapatan memiliki arti variabel
tersebut lebih berpengaruh kepada kelompok tidak rutin berinfak. Namun,
variabel selain variabel keimanan, althurism,kepuasan, pendidikan, dan frekuensi
infak tidak berpengaruh signifikan.
Ringkasan hasil pengklasifikasian untuk seluruh objek dalam sampel dapat
dilihat dalam tabel 5.15.
Tabel 5.15 Hasil prediksi pengklasifikasian untuk seluruh objek
Infak Prediksi Anggota
Grup Total
tidak Ya N Tidak 31 10 41 Ya 6 53 59 % Tidak 75.6 24.4 100.0 Ya 10.2 89.8 100.0
Sumber : Data primer 2011 (diolah)
Dari tabel tampak bahwa dari 41 responden yang berasal dari grup tidak
rutin membayar infak (Y=0), ternyata ada 31 yang diklasifikasikan benar atau
75,6 persen, dan dari 59 responden yang berasal dari grup rutin membayar infak
(Y=1), ternyata ada 53 dapat diklasifikasikan dengan benar atau 89,8 persen.
Secara keseluruhan diperoleh hit ratio sebesar 84,0 persen.
5.4 Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Tempat Membayar Zakat
Di Indonesia terdapat kebiasaan membayar zakat dengan cara membayar
melalui organisasi pengelola zakat atau melalui panitia zakat di masjid dan
langsung kepada mustahik. Untuk melihat faktor-faktor yang memengaruhi
tempat membayar zakat digunakan analisis diskriminan. Analisis diskriminan
dipilih agar dapat membedakan klasifikasi penempatan kelompok responden
secara tepat, mengusahakan kesalahan penempatan kelompok dengan tingkat
paling kecil, dan mampu mengidentifikasi kesalahan pengelompokan pengamatan.
Klasifikasi responden dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok membayar
zakat di organisasi pengelola zakat dan kelompok membayar zakat di bukan
organisasi pengelola zakat.
64
Berdasarkan pengelompokkan responden dalam berpartisipasi membayar
zakat dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 5.16 Pengelompokkan responden berdasarkan tempat membayar
zakat
Kelompok Jumlah responden Persentase
Melalui bukan OPZ 61 61
Melalui OPZ 39 39
Sumber : Data primer 2011 (diolah)
Dari tabel di atas dapat dilihat terdapat 61 persen yang membayar melalui
bukan OPZ dan 39 persen yang membayar melalui OPZ. Ini menunjukkan
sebagaian besar responden memilih tempat membayar di lembaga informal seperti
masjid, pesantren atau tempat membayar zakat lainnya yang belum memiliki
badan hukum dan menyaluurkan langsung ke mustahik.
(a) Hasil Uji signifikansi Fungsi Diskriminan
Pada bagian Wilks’ Lamda, tampak sig diperoleh 0,000 dan Chi-
square 51,413. Karena sig kurang dari 5 persen atau Chi-square lebih besar dari
(𝜒2 Rdf=p(G-1)), maka disimpulkan tolak H0 pada taraf nyata 5 persen. Artinya fungsi
diskriminan ini signifikan.
(b) Hasil Uji signifikansi variabel independen
Signifikansi variabel independen dapat dilihat pada tabel 5.17.
Tabel 5.17 Hasil uji signifikansi variabel independen
Variabel Wilks’ Lambda F Signifikan
Keimanan 0.995 .487 0.487 Penghargaan 0.995 .469 0.495 Althurism 0.976 2.377 0.126 Kepuasan 0.999 .085 0.771 Organisasi 1.000 .015 0.902 Pendidikan 0.968 3.248 0.075 Pekerjaan 0.993 .739 0.392 Pendapatan 0.995 .473 0.493 Keberadaan OPZ 0.640 55.017 0.000
Sumber: data primer 2011 (diolah)
65
Dari tabel 5.17 tampak bahwa nilai sig untuk variabel pendidikan dan
variabel keberadaan OPZ adalah kurang dari 10 persen sehingga dapat
disimpulkan variabel yang signifikan dalam mendiskriminasi individu yang
membayar zakat atau tidak adalah variabel variabel pendidikan dan keberadaan
organisasi pengelola zakat pada taraf nyata 10 persen.
Berdasarkan kondisi di lapangan, akan coba dijelaskan beberapa hal yang
bisa jadi alasan variabel pendidikan dan keberadaan OPZ menjadi faktor yang
signifikan dalam mendiskriminan objek ke dalam kelompok membayar zakat ke
organisasi pengelola zakat dan kelompok membayar zakat ke bukan organisasi
pengelola zakat seperti memalui panitia zakat di masjid atau langsung ke
mustahik. Dari data hasil penelitian juga akan dijelaskan alasan variabel
keimanan, penghargaan, althurism, kepuasan, organisasi, pendidikan, pekerjaan
dan pendapatan tidak signifikan memdiskriminan objek ke dalam dua kelompok
penelitian.
Variabel pendidikan secara signifikan mendiskriminan objek karena dari
hasil penelitian ini responden dengan pendidikan terakhir lebih tinggi memiliki
kecenderungan untuk membayar zakat melalui OPZ. Ini karena pengetahuan
tentang pentingnya membayar zakat melalui OPZ lebih baik dibandingkan dengan
pendidikan terakhir yang lebih rendah. Dengan semakin tingginya pendidikan
terakhir yang dimiliki, wawasan semakin bertambah dan semakin terbuka
terhadap nilai-nilai baru atau berbeda dari kebiasaan dan adat istiadat yang
membayar zakat langsung diberikan ke mustahik.
Variabel ketersediaan OPZ memiliki nilai signifikan karena ketika
individu ingin membayar zakat di organisasi pengelola zakat namun tidak tersedia
atau kurang berfungsi dengan baik maka kesulitan untuk mewujudkan keinginan
tersebut. Banyak dari responden yang membayar zakat ke organisasi pengelola
zakat karena di sekitar rumah terdapat lembaga amil, laporan keuangan yang
transparan dan adanya sosialisasi secara langsung dari lembaga amil kepada
individu yang telah menjadi wajib zakat.
Dari hasil penelitian ini ditemukan untuk pemilihan tempat membayar
zakat tidak dipengaruhi secara signifikan oleh faktor keimanan, faktor
penghargaan, althurism, kepuasan, organisasi. Mereka yang memilih untuk
66
membayar zakat ke lembaga formal karena ketersediaan organisasi pengelola
zakat di lingkungan sekitar rumah atau sistem pemotongan gaji langsung dari
kantor serta informasi yang mendukung terdapa pentingnya membayar zakat di
lembaga formal disertai kinerja dan laporan yang diberikan.
Pada table 5.18 koefisien fungsi klasifikasi merupakan fungsi linear dari
diskriminan, semakin besar nilai dari suatu variabel maka variabel tersebut yang
paling mendorong partisipasi berzakat. Apabila nilai suatu variabel lebih besar
pada kelompok ya artinya variabel tersebut adalah yang paling berpengaruh
terhadap partisipasi pada kelompok tersebut.
Tabel 5.18 Koefisien fungsi klasifikasi
Tempat zakat
Bukan OPZ OPZ Keimanan 3.046 3.118 Penghargaan 10.802 10.872 Althurism 8.529 9.750 Kepuasan 4.532 2.821 Organisasi .136 .189 Pendidikan -1.241 -.836 Pekerjaan 1.442 1.292 Pendapatan 4.971 4.757 adaOPZ -2.385 1.784 (Constant) -61.731 -63.884
Sumber : Data primer 2011 (diolah)
Variabel keimanan mencerminkan keyakinan dan pelaksanaan rukun iman
dan islam seperti kewajiban shalat fardhu, membayar zakat, kemampuan
membayar zakat, menuntut ilmu dan percaya balasan atas perbuatan yang
dilakukan rata-rata lebih memengaruhi responden membayar zakat ke organisasi
pengelola zakat.
Variabel penghargaan memiliki indikator seperti mendapat kemudahan
setelah membayar zakat, lingkungan menyambut baik saat membayar zakat dan
senang disebut dermawan. Variabel ini lebih berpengaruh pada kelompok
membayar melalui OPZ walaupun dari tabel di atas nilai variabel ini pada
kelompok bukan OPZ dan OPZ tidak terlalu berbeda secara signifikan.
Variabel althurism berpengaruh pada kelompok membayar zakat melalui
organisasi pengelola zakat. Kelompok ini melakukan pembayaran dengan latar
67
belakang sebagai upaya rasa syukur, merasa bersalah saat tidak membayar zakat,
merasa hartanya menjadi bersih dan iba melihat fakir/miskin. Kepekaan sosial
yang dimiliki membuat kelompok ini memilih membayar zakat melalui organisasi
pengelola zakat supaya lebih efektif, efisien,tepat sasaran dan menjaga perasaan
rendah diri para mustahik.
Variabel kepuasan lebih berpengaruh pada kelompok membayar zakat ke
bukan organisasi pengelola zakat. Kelompok ini terdiri dari berbagai kalangan
baik petani, pegawai negeri atau swasta, peadagang, wilaswasta dan lainnya. Rasa
senang karena dapat membantu fakir/miskin dan menjadi contoh bagi orang lain
mendorong anggota kelompok ini membayar zakat ke organisasi pengelola zakat
seperti panitia zakat di masjid atau langsung ke mustahik. Variabel organisasi
lebih berpengaruh pada kelompok membayar zakat ke organisasi pengelola zakat.
Ini artinya kinerja yang dilakukan oleh organisasi pengelola zakat memiliki
pengaruh terhadap individu memilih tempat zakat di organisasi pengelola zakat.
Variabel pendidikan lebih berpengaruh pada kelompok formal. Artinya
semakin tinggi pendidikan wajib zakat maka tempat membayar zakat yang dipilih
kecenderungannya ke organisasi pengelola zakat.
Variabel pekerjaan lebih berpengaruh pada kelompok membayar zakat ke
bukan organisasi pengelola zakat atau langsung menyalurkan ke mustahik. Jenis
pekerjaan seperti petani, pedagang, wiraswasta, sebagian pegawai negeri sipil
lebih memilih membayar zakat ke masjid, pesantren atau menyalurkan langsung
ke mustahik di lingkungan sekitar.
Variabel pendapatan lebih berpengaruh kepada kelompok yang membayar
zakat ke bukan organisasi pengelola zakat. Pada penelitian ini jumlah responden
dengan penghasilan 2,5 juta sampai 5 juta rupiah sebagian besar memilih bukan
organisasi pengelola zakat atau menyalurkan sendiri sebagai tempat membayar
zakat.
Variabel keberadaan organisasi pengelola zakat lebih berpengaruh kepada
kelompok yang membayar zakat melalui OPZ. Ini karena wajib zakat merasa
dimudahkan dengan keberadaan OPZ di sekitar domisilinya.
Dari pemaparan diatas maka variabel keimanan, penghargaan, althurism,
organisasi, pendidikan berpengaruh terhadap pemilihan tempat membayar zakat.
68
c). Prediksi variabel Dependent
Disamping uji signifikansi fungsi diskriminan dan masing-masing variabel
independen, juga diperlukan gambaran deskriptif akurasi model. Prediksi
dilakukan dengan cara menghitung skore diskriminan masing-masing objek,
kemudian dipetakan pada wilayah masing-masing grup.
Berdasarkan output SPSS koefisien fungsi diskriminan diantaranya dalam
bentuk canonical discriminant function coefficients. Koefisein tersebut digunakan
untuk menghitung skore diskriminan (skore D)
D = - 0,790 + 0,041 keimanan + 0,04 penghargaan + 0,703 althurism –
0,985 kepuasan - 0,30 organisasi + 0,233 pendidikan – 0,086 pekerjaan – 0,123
pendapatan + 2,399 ada OPZ
Contoh interpretasi dari fungsi tersebut untuk variabel keimanan adalah
setiap kenaikan 1 satuan keimanan, skor diskriminan untuk variabel kemampuan
membayar zakat akan meningkat 0,041 satuan.
Rata-rata skore D, untuk seluruh objek untuk masing-masing grup disebut
centroid. Suatu objek yang memiliki skore D dekat dengan centroid grup 1, maka
objek tersebut akan diprediksi masuk grup 1, sebaliknya bila skore D suatu objek
dekat dengan D dekat dengan grup 2, maka objek tersebut dapat diklasifikasikan
masuk grup 2.
Dari output SPSS dapat dilihat pada functions at group centroids. Rata-
rata nilai untuk fungsi membayar zakat ke organisasi pengelola zakat atau
langsung ke mustahik adalah -0,678 dan rata-rata nilai untuk fungsi membayar
zakat ke organisasi pengelola zakat adalah 1,060.
Tanda positif pada variabel keimanan, penghargaan, althurism, pendidikan
dan keberadaan OPZ menunjukkan variabel tersebut berpengaruh terhadap
partisipasi berzakat melalui organisasi pengelola zakat. Tanda negatif pada
variabel kepuasan, organisasi, pekerjaan, dan pendapatan menunjukkan variabel
tersebut berpengaruh terhadap partisipasi berzakat melalui bukan organisasi
pengelola zakat. Namun, variabel selain pendidikan dan keberadaan OPZ tidak
memiliki pengaruh signifikan.
Ringkasan hasil pengklasifikasian untuk seluruh objek dalam sampel dapat
dilihat dalam tabel 5.19.
69
Tabel 5.19 Hasil pengklasifikasikan prediksi untuk seluruh objek
Tempat zakat Prediksi Anggota Grup Total
Bukan OPZ OPZ N Bukan OPZ 46 15 61 OPZ 4 35 39 % Bukan OPZ 75.4 24.6 100.0 OPZ 10.3 89.7 100.0
Sumber : Data primer 2011 (diolah)
Dari tabel tampak bahwa dari 61 responden yang berasal dari grup
membayar zakat melalui bukan OPZ (Y=0), ternyata ada 46 yang diklasifikasikan
benar atau 75,4 persen, dan dari 39 responden yang berasal dari grup membayar
zakat melalui OPZ (Y=1), ternyata ada 35 dapat diklasifikasikan dengan benar
atau 89,7 persen. Secara keseluruhan diperoleh hit ratio sebesar 81,0 persen.
Model fungsi diskriminan ini dapat dinilai sangat baik karena persentase
objek dalam sampel dapat diklasifikasikan (diprediksi) dengan benar oleh fungsi
tersebut. Hal ini ditunjukkan dengan nilai hit ratio yang besar. Maka untuk
selanjutnya model ini dapat digunakan untuk memprediksi variabel dependent
atau pengklasifikasian objek berdasarkan atas nilai variabel independent dari
objek tersebut.
Mannan (1992) lembaga zakat mengandung potensi luar biasa untuk
memperbaiki masyarakat. Lembaga ini harus dimanfaatkan dengan cara yang
sistematis melalui badan pemerintah untuk membiayai program kesejahteraan
sosial dan jaminan sosial seperti panti untuk orang miskin, pusat pengobatan
gratis, sekolah lain dan lain sebagainya.
Dengan demikian, untuk meningkatkan penghimpunan dana zakat di OPZ,
maka OPZ harus mendirikan cabang di wilayah potensial atau mengaktifkan
kembali badan amil zakat di kecamatan dan desa, membuat laporan keuangan
yang transparan, kinerja yang professional, dan kemudahan akses sehingga
masyarakat akan semakin dekat dengan lembaga formal yang memang seharusnya
menjadi perantara satu-satunya antara muzaki dan mustahik.
Kebiasaan membayar zakat masyarakat kebanyakan hanya terjadi pada
saat akhir Ramadhan. Biasanya para muzaki mendistribusikan zakatnya langsung
70
kepada mustahik di sekitar rumah atau melalui masjid yang dekat dengan tempat
tinggal. Hal ini terjadi karena alasan kemudahan, lingkungan sekitar, akses yang
mudah, belum adanya kepercayaan dari para muzaki terhadap organisasi
pengelola zakat milik swasta ataupun pemerintah dan kurangnya sosialisasi dari
BAZ dan LAZ yang berbadan hukum.
Berdasarkan analisis dari hasil penelitian, wajib zakat yang selama ini
membayar melalui bukan ke organisasi pengelola zakat seperti ke masjid atau
menyalurkan secara langsung ke mustahik diprediksi bisa berpindah jadi
membayar zakat ke organisasi pengelola zakat yakni sebesar 15 persen. Oleh
karena itu organisasi pengelola zakat perlu meningkatkan publikasi ke masyarakat
tentang keuntungan, urgensi dan cara pengelolaan zakat di organisasi pengelola
zakat sehingga banyak wajib zakat yang tertarik untuk menyalurkan dana
zakatnya. Sasaran publikasi lebih diutamakan ke wajib zakat yang memiliki
pendidikan terakhir relatif tinggi seperti SMA, sarjana, magister atau doktor
karena faktor ini yang signifikan memengaruhi pembayaran zakat di organisasi
pengelola zakat dan lebih mudah diarahkan untuk perubahan berpikir dari
kebiasaan membayar zakat secara langsung ke mustahik menjadi dikelola
lembaga. Untuk wajib zakat dengan pendidikan terakhir tidak tamat SD, SD dan
SMP tetap dilakukan sosialisasi tapi menggunakan strategi tersendiri yaitu
pendekatan ke pemuka agama setempat atau pendekatan secara kultural.
Kusuma (2010) menyatakan zakat akan berdampak terhadap menurunnya
kemiskinan di suatu tempat apabila beberapa asumsi terpenuhi. Pertama, Hasil
zakat cukup untuk memenuhi kebutuhan. Ini artinya pelaksanaan zakat harus
sesuai dengan peraturan syariah sehingga dana yang disalurkan untuk mengatasi
kemiskinan besar. Kemudian, pemerintah bertanggung jawab dalam
mengumpulkan dan mendistribusikan zakat sehingga perlu ada hukum yang
melandasi kewajiban membayar zakat dan sanksi kepada yang tidak membayar
zakat. serta lebih memiliki data orang-orang akan disalurkan zakat dan pemerintah
dapat mengawasi langsung pendistribusiannya. Ahmed (2004) menyatakan zakat
dapat mengurangi kemiskinan jika didukung oleh kebijakan makro dan
pengumpulan serta distribusi dana zakat digunakan untuk kegiatan produktif.
71
Pembentukan Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) dan Badan Amil
Zakat Daerah (BAZDA) merupakan langkah pertama yang sudah tepat dilakukan
namun terdapat beberapa kelemahan dalam pengelolaan zakat di Indonesia,
diantaranya adalah masih rendahnya pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah
karena undang-undang tentang zakat yaitu Undang-Undang No. 38 Tahun 1999
masih dirasa belum cukup untuk mengumpulkan dana zakat sesuai potensi yang
ada. Kedua adalah penggalangan dana zakat belum dilakukan secara terpusat
sehingga pengumpulan dana zakat tidak optimal. Akibat yang harus ditanggung
adalah tidak tercapainya tujuan-tujuan dalam pengumpulan zakat yang bukan saja
untuk membantu fakir miskin semata, tetapi tujuan yang lebih luas yaitu
menyejahterakan umat. Ketiga adalah banyaknya lembaga amil zakat tidak
menjadikan banyak orang tertarik untuk berzakat karena program-program yang
ditawarkan tidak menumbuhkan kesadaran untuk berzakat, melainkan promosi
program-program pendistribusian. Keempat adalah adanya persaingan antara
lembaga amil zakat dan badan amil zakat dan kinerja lembaga pengumpul zakat
yang kurang profesional dan transparan. Akibat dari kinerja yang kurang
profesional dan transparan, maka masyarakat cenderung membayar dan
mendistribusikan zakatnya langsung kepada mustahik. Sehingga implikasi dari
pembayaran secara langsung adalah tidak tercapainya distribusi zakat secara
merata dan tepat sasaran. Hal yang mungkin dapat terjadi adalah terdapat
mustahik yang menerima zakat dua kali dan ada pula yang tidak mendapatkan
akat sama sekali.
Bewley (2005) menggalakkan zakat seperti menegakkan pilar penting
untuk mengurangi kemiskinan. Ini bisa dilakukan jika zakat dikelola oleh lembaga
amil yang memiliki program pendayagunaan zakat yang baik. Bisa dalam
program konsumtif, pendidikan, kesehatan ataupun kegiatan produktif yang dapat
mengangkat kaum penerima zakat menjadi pemberi zakat. Dana zakat
diprioritaskan untuk tujuan bermanfaat dan penting bagi masyarakat dengan
demikian kekayaan tidak hanya akan berputar pada orang-orang kaya saja.
(Saefuddin, 1984)
Ketentuan dalam pembagian zakat antara lain harta zakat dibagikan
kepada semua penerima zakat (mustahik) apabila zakat itu banyak, semua sasaran
72
zakat ada, dan kebutuhannya relatif sama. Apabila semua golongan penerima
zakat (asnaf) ada maka tidak wajib menyamakan pembagiannya antara satu
golongan penerima zakat dengan penerima zakat lainnya. Golongan fakir dan
miskin merupakan sasaran zakat yang harus diprioritaskan untuk menerima zakat,
karena mencukupi kebutuhan mereka adalah tujuan utama zakat. (IMZ, 2003)
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Hasil penelitian mengenai faktor-faktor yang memengaruhi partisipasi
berzakat, rutinitas berinfak dan pemilihan tempat zakat di tiga kecamatan
Kabupaten Brebes, maka dapat disimpulkan sebagi berikut :
1. Faktor yang berpengaruh signifikan berdasarkan analisis diskriminan
dalam memengaruhi partisipasi individu dalam berzakat adalah faktor
keimanan, faktor penghargaan, faktor althurism, faktor organisasi dan
faktor pendapatan.
2. Faktor yang memengaruhi partidipasi individu dalam berinfak secara rutin
secara signifikan berdasarkan analisis diskriminan adalah faktor keimanan,
faktor althurism, faktor kepuasan, faktor pendidikan, dan faktor frekuensi
infak
3. Faktor yang berpengaruh secara signifikan terhadap pemilihan tempat
membayar zakat di organisasi pengelola zakat adalah faktor ketersedian
organisasi pengelola zakat di daerah sekitar tempat tinggal dan faktor
tingkat pendidikan.
6.2 Saran
1. Peningkatan jumlah yang berpartisipasi dalam membayar zakat sehingga
dana yang terkumpul bisa lebih banyak dapat dilakukan dengan cara
memberikan pemahaman zakat itu wajib, harta yang menjadi objek zakat,
cara penghitungan zakat dan kepercayaan terhadap semua balasan atas
perbuatan kita di hari akhir sebagai faktor keimanan. Dari sisi
penghargaan, berikan sambutan yang baik saat sesorang melakukan zakat
dan mendoakan agar mendapat kemudahan rezeki setelah membayar zakat.
Faktor althurism atau kepekaan sosial juga dapat digunakan untuk
mendorong meningkatnya partisipasi berzakat seperti berzakat sebagai
ungkapan syukur kepada Allah, harta yang bersih setelah berzakat, rasa
bersalah ketika tidak mengeluarkan zakat, dan senang bisa membantu fakir
miskin. Di samping itu kinerja organisasi lembaga amil zakat formal juga
73
harus ditingkatkan seperti bekerja secara profesional, laporan keuangan
yang transparan serta melakukan sosialisasi di media massa dan sosialisasi
langsung kepada masyarakat.
2. Kebiasaan membayar infak secara rutin memiliki banyak manfaat untuk
membantu pemberdayaan ekonomi kaum miskin sehingga perlu
dilakukan berbagai cara agar semakin banyak orang yang memiliki
kebiasaan ini. Cara yang bisa dilakukan adalah ajakan untuk rutin hadir
majelis ilmu, menyadarkan kembali untuk membatu fakir miskin, ada hak
orang lain dalam harta yang dimiliki,
3. Badan Amil Zakat Kabupaten Brebes dan organisasi pengelola zakat di
Kabupaten Brebes dapat meningkatkan dana zakat yang terkumpul dari
penduduk yang memiliki tingkat pendidikan tinggi seperti SMA, D3,
sarjana, master dan doktor. Kalangan ini sebagian besar lebih mudah
untuk diberikan pemahaman tentang pentingnya membayar zakat dan
pengelolaan zakat melalui organisasi pengelola zakat. Sementara untuk
wajib zakat yang memiliki tingkat pendidikan SD dan SMP dapat
dilakukan pendekatan kultural dan pemuka agama setempat dengan
sosialisasi yang bertahap dan berkelanjutan.
4. Ketersediaan organisasi pengelola zakat di sekitar tempat tinggal dan
mudah diakses merupakan faktor penting yang memengaruhi wajib zakat
memilih tempat membayar zakat. Dengan demikian perlu diaktifkan
kembali Badan Amil Zakat di tingkat desa, kecamatan yang luang
lingkupnya lebih kecil dibanding badan amil zakat di kabupaten dan
keberadaannya mudah dijangkau masyarakat. Badan Amil Zakat di
Kabupaten Brebes juga perlu memiliki tim kerja yang selalu ada di kantor
dan melakukan berbagai macam program sosialisasi, strategi pengumpulan
dana zakat dan pendayagunaan zakat agar dapat bekerja secara optimal.
74
DAFTAR PUSTAKA
Abu Bakar,Nur Barizah A, Hafiz Majdi Abdul Rashid. 2010. Motivations of
Paying Zakat on Income: Evidence from Malaysia. International Journal of Economics and Finance Vol. 2, No. 3
Aflah, Noor. 2011. Strategi Organisasi Pengelola Zakat. Jakarta: FOZ.
Ahmed, Habib Profesor. 2004. Zakah , Macroeconomic Policies, and Poverty
Alleviation: Lessons from Simulations on Bangladesh. Journal of Islamic
Econ 82 omics, Banking and Finance
Aziz, Muhammad Abdul. 1987. Zakat & Rural Development in Malaysia- An
Ethical Analysis of the Concepts of Growth & Redistribution of Income.
Thesis, UM Dissertation Service, Malaysia.
Badan Pusat Statistik. 2011. Indonesia dalam Angka Tahun 2010. Badan Pusat
Statistik Jakarta.
Badan Pusat Statistik Kabupaten Brebes. 2011. Kabupaten Brebes dalam Angka
Tahun 2010. Badan Pusat Statistik. Jakarta
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Badan Pusat Statistik. 2010.
Pendapatan Regional Kabupaten Brebes 2009. Badan Pusat Statistik. Brebes
Bagozzi, R. P. 1975. Marketing as Exchange. Journal of Marketing. Vol. 39. No.
4. pp. 32-9.
Beik, Irfan Syauqi. 2011. Estimasi Potensi Zakat Nasional dan Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Pembayaran ZIS di Indonesia. Dipresentasikan pada
Konfrensi Press Badan Amil Zakat Nasional, Jakarta Juli 2011.
Bewley, AbdallHaqq. 2005. Restorasi Zakat Menegakkan Kembali Pilar yang
Runtuh. Depok: Pustaka Adina
Damanhuri, Didin S. 2010. Ekonomi Politik dan Pembangunan Teori, Kritik dan
Solusi bagi Indonesia dan Negara Sedang Berkembang. Bogor: IPB Press.
Departemen Agama Republik Indonesia. 2003. Keputusan Menteri Agama Nomor
373 Tahun 2003 tentang Pelaksanaan Undang-Undang No 38 Tahun 1999
tentang Pengelolaan Zakat.
Fatmawati, Feti. 2008. Studi Analisis Pelaksanaan Zakat Mal Di Masyarakat
Kecamatan Jatibarang (Studi Kasus Pada Badan Amil Zakat (BAZ)
75
Kecamatan Jatibarang Kabupaten Brebes) [skripsi]. Fakultas Syariah, IAIN
Walisongo. Semarang.
Forum Organisasi Zakat. 2011. Strategi Pengelolaan Zakat di Indonesia. Jakarta:
FOZ.
Hafidhuddin, Didin. 1998. Tentang Zakat, Infak, Sedekah. Jakarta : Gema Insani
Press
Hafidhuddin, Didin. 2002. Zakat dalam Perekonomian Modern. Jakarta: Gema
Insani Press.
Hairunnizam, W., Sanep, A. & Mohd. Ali, M.N. (2005). Kesedaran Membayar
Zakat Pendapatan di Malaysia. Islamic Economic and Finance Seminar,
Universiti Utara Malaysia, 29-30 August, pp. 265-274.
Huda, Nurul. Handi Risza Idris. Mustafa Edwin Nasution. Ekonomi Makro Islam:
Pendekatan Teoritis. Jakarta : Kencana Prenada Media Group.
Husaini, Adian. M Syafei Antonio. Zakat Kaum Berdasi. Jakarta : Gema Insani
Press.
Jaafarl, Mohamad Nizam, Amirul Affif , Hardi Amri , Che Nurul Sahezan. 2011.
A Study on The Factors Attribute to Non Participation of Zakat Income
Among The Muslim Community In selangor. Makalah ini dipresentasikan
di 2nd Internasional Conference on Business and Economic Research, di
Fakultas Pengurusan Perniagaan UiTM Shah Alam Malaysia
Juanda, Bambang. 2009. Metodologi Penelitian Ekonomi dan Bisnis. Bogor: IPB
Press
Kahf, Monzer. 1999. The Performance The Institution of Zakah in theory and
Practice. Makalah ini dipresentasikan pada Konfrensi Internasional
Ekonomi Islam di Kuala Lumpur, 26-30 April 1999.
Kamil Md. Idris. 2005. The Role of Intrinsic Motivational Factors on Compliance
Behaviour of Zakat on Employment Income, in Isu-isu Kontemporari Zakat
di Malaysia. 1st
ed., pp. 137-170, Melaka: IKAZ, UiTM.
Kurniawati, et al.2004. Kedermawanan Kaum Muslim, Potensi dan Realita Zakat
Masyarakat di Indonesia. Jakarta : Piramedia
76
Kusuma, Dimas Bagus Wiranata, Raditya Sukmana. 2010. The Power of Zakaht
ini Poverty Alleviation.Makalah dipresentasikan di Konfrensi Internasional
ketujuh Zakat dan Waqf Economy di Bangi,2010.
Lunn, J., Klay, R. & Douglass, A. 2001. Relationship among Giving, Church
Attendance, and Religious Belief: The Case of the Presbyterian Church (USA).
Journal for the Scientific Study of Religion, 40 (4), 765-775.
Mannan. M. A. 1992. Ekonomi Islam : Teori dan Praktek (Dasar-Dasar Ekonomi
Islam). Jakarta : Intermasa
Mas’udi, Masdar et al. 2004. Reinterpretasi Pendayagunaan ZIS. Jakarta :
Piramedia
Muda, Muhammad, Ainulashikin Marzuki, Amir Shaharuddin. 2006. Factors
Infuencing Individual Participation in Zakat Contribution : Exploratory
Investigation. Makalah dipresentasikan pada Seminar for Islamic Banking
and Finance 2006 di Kuala Lumpur, 29-30 agustus 2006.
Qardhawi, Yusuf. 1993. Hukum Zakat. Penerjemah (Salman Haru, Didin
Hafidudin, Hasanudin).Jakarta :Litera AntarNusa
Qardhawi,Yusuf. 1995. Kiat Islam mengentaskan Kemiskinan. (Syafril Halim,
penerjemah). Jakarta : Gema Insani press
Saefuddin, Ahmad. 1984. Studi Nilai-Nilai sistem ekonomi Islam. Jakarta: Media
Da’wah.
Simamora, Bilson. 2005. Analisis Multivariat Pemasaran. Jakarta: Gramedia
Tim Penyusun IMZ. 2003. Panduan Zakat Praktis. Jakarta :Institut Manajemen
Zakat
LAMPIRAN
77
Lampiran 1. Kuesioner penelitian
No : ……………………… ( diisi peneliti ) Tanggal : ……………………… ( diisi peneliti ) Keterangan: STS : Sangat Tidak Setuju TS : Tidak Setuju CS : Cukup Setuju S : Setuju SS : Sangat Setuju I. Identitas Responden 1. Nama : .................................................................... 2. Alamat : .................................................................... Kelurahan: ............................. Kecamatan: ............................... 3. No telp : ................................................................... 4. Usia : ......................... tahun 5. Status : ( ) menikah ( ) belum menikah ( ) janda / duda 6. Jumlah Tanggungan: ................... orang 7. Jenis Kelamin : ( ) Laki-laki ( ) perempuan 8. Pendidikan : ( ) SD ( ) SMA ( ) S2 ( ) SMP ( ) S1 ( ) S3 9. Pekerjaan : ( ) Petani ( ) karyawan BUMN ( ) Karyawan Swasta ( ) Pedagang ( ) PNS ( ) Wiraswasta ( ) lainnya, ......................... 10. Pendapatan : .................................................................
Jenis Pendapatan per bulan ( Rp) Gaji Hasil jualan/dagang Komisi Upah
Sumber Pendapatan
Per bulan ( Rp) Tanah yang disewakan Rumah yang disewakan Peralatan yang
Total 11. Apakah Anda menyisihkan sebagian dari pendapatan Anda untuk ditabung?
( ) Ya ( ) Tidak Jika Ya, berapa rata-rata jumlah yang Anda tabung? Sebutkan ……………..
78
12. Aset yang dimiliki: ( ) Rumah ( ) Mobil ( ) Motor ( ) lainnya, ......... 13. Pengeluaran
Jenis Pengeluaran per bulan ( Rp) Konsumsi:
- Makanan - Non makanan (pulsa, rokok, bensin, listrik, air) Pendidikan Kesehatan Lainnya, (..................................................) Total
14. Dimana Anda menabung ? ( ) bank konvensional ( ) bank syariah ( ) keduanya ( ) lainnya,........ 15. Apakah Anda membayar zakat ?
( ) Ya ( ) Tidak 16. Apakah Anda rutin berinfak ?
( ) Ya ( ) Tidak 17. Periode Anda berinfak ? ( ) per hari ( ) per minggu( ) per bulan ( ) lainnya,........ II. Pembayaran Zakat 18.Periode Anda membayar zakat? ( ) per bulan ( ) per tahun ( ) lainnya, ......................
Alasan mengeluarkan zakat, silahkan isi tabel di bawah ini: Iman STS TS CS S SS
19 Anda selalu shalat fardhu 5 kali dalam satu hari
20
Shalat fardhu berjamaah 3 kali sehari di masjid
21 Menurut Anda zakat itu wajib
22 Anda mampu menghitung zakatnya sendiri
23 Anda rutin membaca buku-buku agama 24 Anda rutin hadir di majelis ilmu
25 Anda percaya dengan semua balasan atas perbuatan Anda.
79
Penghargaan STS TS CS S SS
26 Anda mendapatkan kemudahan rezeki setelah membayar zakat
27 Lingkungan sekitar Anda menyambut baik saat anda berzakat
28 Anda senang disebut dermawan setelah berzakat
Altruism STS TS CS S SS
29 Anda merasa iba ketika melihat fakir/miskin
30
Dengan berzakat atau infak berarti Anda telah berupaya untuk bersyukur kepada Allah
31 Anda merasa harta Anda bersih setelah berzakat dan berinfak
32 Anda senang membantu fakir/ miskin
33 Anda merasa bersalah saat tidak membayar zakat atau infak
Kepuasan Diri STS TS CS S SS
34 Anda senang dapat meningkatkan kondisi ekonomi fakir/miskin
35 Anda menyadari bahwa ada hak orang lain dalam harta Anda
36 Anda percaya dengan berzakat, Anda menjadi contoh yang baik bagi orang lain
Organisasi 37. Apakah di sekitar tempat tinggal Ada terdapat lembaga pengumpul zakat ? ( ) Ya ( ) Tidak 38. Bagaimana Anda membayar zakat ? (boleh memilih lebih dari satu) ( ) Lembaga Amil Formal (1) ( ) Lembaga Amil Informal (2) ( ) Langsung kepada Mustahiq (3) Alasan cara membayar zakat , beri tanda ceklis (√)
Alasan 1 2 3 Transparansi Profesionalitas Akses Keteresediaan Informasi Kenyamanan Kemudahan Lingkungan Kepuasan Fatwa kyai setempat
80
STS TS CS S SS
39 Lembaga amil zakat bekerja secara profesional
40 Lembaga amil zakat transparan dalam hal laporan keuangan
41 Anda merasa nyaman dengan membayar zakat di lembaga amil zakat
42 Layanan di lembaga amil zakat memuaskan
43 Lembaga amil zakat melakukan sosialisasi melalui media massa, media elektronik
44 Lembaga amil zakat melakukan sosialisasi langsung kepada masyarakat
45 Bagaimana dengan pemotongan gaji secara langsung untuk zakat dari institusi tempat Anda bekerja
46. Fasilitas yang perlu disediakan oleh Lembaga Amil Formal: ( ) Layanan Jemput Zakat ( ) Faslitas Pembayaran On-line ( ) Lainnya, ............................
~ Terima kasih atas kesediaan bapak / ibu / saudara (i) ~
81
Lampiran 2. Hasil Diskriminan Faktor-Faktor yang Memengaruhi Partisipasi Berzakat
Wilks' Lambda
Test of Function(s) Wilks' Lambda Chi-square df Sig.
1 .619 44.861 9 .000 Tests of Equality of Group Means
Wilks' Lambda F df1 df2 Sig.
Pendidikan .999 .123 1 98 .726 Pekerjaan 1.000 .000 1 98 .990 Pendapatan .969 3.134 1 98 .080 Keimanan .722 37.808 1 98 .000 Penghargaan .946 5.591 1 98 .020 Althurism .869 14.788 1 98 .000 Kepuasan .862 15.641 1 98 .000 Organisasi .896 11.409 1 98 .001 Infak .993 .726 1 98 .396
Standardized Canonical Discriminant Function Coefficients
Function
1 pendidikan -.098 pekerjaan -.229 pendapatan .247 keimanan .829 penghargaan .367 althurism .038 kepuasan .140 organisasi .226 infak -.073
Functions at Group Centroids
zakat
Function
1 tidak -1.658 ya .364
Unstandardized canonical discriminant functions evaluated at group means
82
Classification Function Coefficients
zakat
tidak ya Pendidikan -1.012 -1.144 Pekerjaan .855 .572 pendapatan 5.552 6.380 Keimanan 7.099 10.030 penghargaan 12.608 14.061 Althurism 9.497 9.652 Kepuasan 5.237 5.793 Organisasi .660 1.198 Infak -4.017 -4.317 (Constant) -70.906 -90.782
Fisher's linear discriminant functions Classification Results(a)
zakat
Predicted Group Membership Total
tidak ya Original Count tidak 13 5 18
Ya 6 76 82 % tidak 72.2 27.8 100.0
Ya 7.3 92.7 100.0 a 89.0% of original grouped cases correctly classified.
83
Lampiran 3. Hasil Diskriminan Faktor-faktor Memengaruhi Partisipasi Berinfak
Wilks' Lambda
Test of Function(s) Wilks' Lambda Chi-square df Sig.
1 .557 54.685 9 .000
Tests of Equality of Group Means
Wilks' Lambda F Sig.
keimanan .948 5.361 .023 penghargaan .986 1.406 .239 Althurism .882 13.104 .000 kepuasan .926 7.841 .006 organisasi .998 .164 .687 pendidikan .923 8.216 .005 pekerjaan .992 .771 .382 pendapatan .982 1.842 .178 f.infak .712 39.699 .000
Canonical Discriminant Function Coefficients
Function
1 keimanan .244 penghargaan -.051 Althurism .314 kepuasan .661 organisasi -.309 pendidikan .367 pekerjaan -.124 pendapatan -.317 f.infak .718 (Constant) -5.440
Unstandardized coefficients
Functions at Group Centroids
infak
Function
1 tidak -1.059 ya .736
84
Unstandardized canonical discriminant functions evaluated at group means Classification Function Coefficients
infak
tidak ya keimanan 3.401 3.840 penghargaan 10.563 10.472 Althurism 9.040 9.604 kepuasan 5.049 6.235 organisasi -.294 -.849 pendidikan -.682 -.023 pekerjaan 1.235 1.013 pendapatan 4.545 3.976 f.infak 1.075 2.362 (Constant) -63.370 -72.478
Fisher's linear discriminant functions Classification Results(a)
infak
Predicted Group Membership Total
tidak ya Original Count tidak 31 10 41
ya 6 53 59 % tidak 75.6 24.4 100.0
ya 10.2 89.8 100.0 a 84.0% of original grouped cases correctly classified.
85
Lampiran 4. Hasil Diskriminan Diskriminan Untuk Mengetahui Faktor-faktor Memengaruhi Pemilihan Tempat Membayar Zakat Tests of Equality of Group Means
Wilks' Lambda F df1 df2 Sig.
Keimanan .995 .487 1 98 .487 Penghargaan .995 .469 1 98 .495 Althurism .976 2.377 1 98 .126 Kepuasan .999 .085 1 98 .771 Organisasi 1.000 .015 1 98 .902 Pendidikan .968 3.248 1 98 .075 Pekerjaan .993 .739 1 98 .392 Pendapatan .995 .473 1 98 .493 adaLAZ .640 55.017 1 98 .000
Wilks' Lambda
Test of Function(s) Wilks' Lambda Chi-square Df Sig.
1 .577 51.413 9 .000 Canonical Discriminant Function Coefficients
Function
1 Keimanan .041 penghargaan .040 Althurism .703 Kepuasan -.985 Organisasi .030 Pendidikan .233 Pekerjaan -.086 Pendapatan -.123 adaLAZ 2.399 (Constant) -.790
Unstandardized coefficients Functions at Group Centroids
Unstandardized canonical discriminant functions evaluated at group means
t4zakat
Function
1 Bukan OPZ -.678
OPZ 1.060
86
Classification Function Coefficients
t4zakat Bukan OPZ OPZ
Keimanan 3.046 3.118 penghargaan 10.802 10.872 Althurism 8.529 9.750 Kepuasan 4.532 2.821 organisasi .136 .189 pendidikan -1.241 -.836 pekerjaan 1.442 1.292 pendapatan 4.971 4.757 adaOPZ -2.385 1.784 (Constant) -61.731 -63.884
Fisher's linear discriminant functions Classification Results(a)
t4zakat Predicted Group Membership Total
Bukan OPZ OPZ Original Count Bukan OPZ 46 15 61 OPZ 4 35 39 % Bukan OPZ 75.4 24.6 100.0 OPZ 10.3 89.7 100.0
a 81.0% of original grouped cases correctly classified.