7
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Peran pelabuhan sangat penting bagi perkembangan wilayah di sekitarnya karena pelabuhan menjadi titik simpul logistik dan menjadi penentu tingkat nilai suatu jenis barang. Triatmodjo (2010) menyatakan “Pelabuhan mempunyai daerah pengaruh (hinterland), yaitu daerah yang mempunyai kepentingan hubungan ekonomi, sosial dan lain-lain dengan pelabuhan tersebut”, misalnya barang impor pada industri otomotif yang masuk ke Indonesia melalui Pelabuhan Tanjung Priok memiliki mata rantai logistik yang terintergrasi karena selanjutnya akan didistribusikan ke seluruh wilayah Indonesia. Pelabuhan secara universal berfungsi sebagai : (1) gate way atau pintu gerbang resmi lalu lintas barang; (2) link atau mata rantai penghubung the chain of transport; (3) interface atau tempat berlangsungnya transfer barang antar dua muka (front) terdiri atas sisi laut dan sisi darat; (4) industry entity atau pelabuhan sebagai tempat kumpulan industri (collection of industries) yang terkait erat dengan kepelabuhan berupa usaha pokok maupun pendukung(Lasse 2014). Salah satu fasilitas yang dimiliki oleh pelabuhan yaitu terminal peti kemas yang digunakan sebagai tempat keluar masuk barang khususnya peti kemas (Setyaningrum 2012). Kegiatan perekonomian Indonesia masih terpusat pada Pelabuhan Tanjung Priok yang memiliki ukuran pelabuhan terluas dibandingkan dengan pelabuhan yang ada saat ini, Pelabuhan Tanjung Priok merupakan pelabuhan utama yang memiliki fungsi untuk melayani kegiatan angkutan laut dalam negeri dan internasional dalam jumlah besar serta memiliki peran yang strategis terhadap pertumbuhan industri dan perdagangan sekaligus sebagai sektor usaha yang memberikan kontribusi bagi pembangunan nasional, oleh karna itu sudah seharusnya Pelabuhan Tanjung Priok mampu menjamin kelancaran seluruh aktivitas di pelabuhan, namun pelabuhan tidak terlepas dari permasalahan dan tantangan yang harus segera diselesaikan. Terbatasnya area lapangan penumpukan di Terminal Peti Kemas Koja disebabkan oleh keterbatasan (lahan yang tidak mencukupi) untuk menampung petikemas, keterbatasan ini diperparah dengan kondisi lahan yang kurang memadai, serta sistem operasi dan informasi yang belum optimal (Republika Online 2014). Susantono (2014) menyatakan “perkiraan jumlah permintaan terminal peti kemas di tanjung priok hingga tahun 2030 akan mencapai 2-3 kali lipat dari pada kapasitas yang tersedia di tahun 2014”, permasalahan lainnya adalah fenomena dwelling time di pelabuhan, yang pertama kali muncul diawali oleh kunjungan Presiden Republik Indonesia pada tahun 2015. Fungsi pelabuhan pada dasarnya adalah sebagai area penumpukan sementara bagi peti kemas, namun lamanya peti kemas mengendap di lapangan lini 1 menjadikan fungsi pelabuhan tidak sesuai dengan peruntukannya. Hal ini dikarenakan beberapa sebab utama, yaitu lamanya waktu proses pelayanan peti kemas di pelabuhan. Import container dwelling time memegang peranan penting karena berhubungan langsung dengan lama waktu yang harus dilalui dalam satu rangkaian proses pelayanan kepengurusan peti kemas di dalam terminal. Peti kemas yang telah memiliki Surat Perintah Pengeluaran Barang (SPPB) masih mengendap di terminal peti kemas dalam waktu yang cukup lama, seharusnya peti kemas yang telah selesai proses kepengurusannya dapat segera keluar dari lapangan penumpukan lini

Analisis dwelling time terhadap peti kemas impor di …repository.sb.ipb.ac.id/3079/5/E20K-05-Prathama...mampu menjamin kelancaran seluruh aktivitas di pelabuhan, namun pelabuhan tidak

  • Upload
    others

  • View
    5

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Analisis dwelling time terhadap peti kemas impor di …repository.sb.ipb.ac.id/3079/5/E20K-05-Prathama...mampu menjamin kelancaran seluruh aktivitas di pelabuhan, namun pelabuhan tidak

1

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Peran pelabuhan sangat penting bagi perkembangan wilayah di sekitarnya

karena pelabuhan menjadi titik simpul logistik dan menjadi penentu tingkat nilai

suatu jenis barang. Triatmodjo (2010) menyatakan “Pelabuhan mempunyai daerah

pengaruh (hinterland), yaitu daerah yang mempunyai kepentingan hubungan

ekonomi, sosial dan lain-lain dengan pelabuhan tersebut”, misalnya barang impor

pada industri otomotif yang masuk ke Indonesia melalui Pelabuhan Tanjung Priok

memiliki mata rantai logistik yang terintergrasi karena selanjutnya akan

didistribusikan ke seluruh wilayah Indonesia. “Pelabuhan secara universal berfungsi

sebagai : (1) gate way atau pintu gerbang resmi lalu lintas barang; (2) link atau mata

rantai penghubung the chain of transport; (3) interface atau tempat berlangsungnya

transfer barang antar dua muka (front) terdiri atas sisi laut dan sisi darat; (4) industry

entity atau pelabuhan sebagai tempat kumpulan industri (collection of industries)

yang terkait erat dengan kepelabuhan berupa usaha pokok maupun pendukung”

(Lasse 2014). Salah satu fasilitas yang dimiliki oleh pelabuhan yaitu terminal peti

kemas yang digunakan sebagai tempat keluar masuk barang khususnya peti kemas

(Setyaningrum 2012).

Kegiatan perekonomian Indonesia masih terpusat pada Pelabuhan Tanjung

Priok yang memiliki ukuran pelabuhan terluas dibandingkan dengan pelabuhan yang

ada saat ini, Pelabuhan Tanjung Priok merupakan pelabuhan utama yang memiliki

fungsi untuk melayani kegiatan angkutan laut dalam negeri dan internasional dalam

jumlah besar serta memiliki peran yang strategis terhadap pertumbuhan industri dan

perdagangan sekaligus sebagai sektor usaha yang memberikan kontribusi bagi

pembangunan nasional, oleh karna itu sudah seharusnya Pelabuhan Tanjung Priok

mampu menjamin kelancaran seluruh aktivitas di pelabuhan, namun pelabuhan tidak

terlepas dari permasalahan dan tantangan yang harus segera diselesaikan.

Terbatasnya area lapangan penumpukan di Terminal Peti Kemas Koja disebabkan

oleh keterbatasan (lahan yang tidak mencukupi) untuk menampung petikemas,

keterbatasan ini diperparah dengan kondisi lahan yang kurang memadai, serta sistem

operasi dan informasi yang belum optimal (Republika Online 2014). Susantono

(2014) menyatakan “perkiraan jumlah permintaan terminal peti kemas di tanjung

priok hingga tahun 2030 akan mencapai 2-3 kali lipat dari pada kapasitas yang

tersedia di tahun 2014”, permasalahan lainnya adalah fenomena dwelling time di

pelabuhan, yang pertama kali muncul diawali oleh kunjungan Presiden Republik

Indonesia pada tahun 2015. Fungsi pelabuhan pada dasarnya adalah sebagai area

penumpukan sementara bagi peti kemas, namun lamanya peti kemas mengendap di

lapangan lini 1 menjadikan fungsi pelabuhan tidak sesuai dengan peruntukannya. Hal

ini dikarenakan beberapa sebab utama, yaitu lamanya waktu proses pelayanan peti

kemas di pelabuhan. Import container dwelling time memegang peranan penting

karena berhubungan langsung dengan lama waktu yang harus dilalui dalam satu

rangkaian proses pelayanan kepengurusan peti kemas di dalam terminal. Peti kemas

yang telah memiliki Surat Perintah Pengeluaran Barang (SPPB) masih mengendap di

terminal peti kemas dalam waktu yang cukup lama, seharusnya peti kemas yang telah

selesai proses kepengurusannya dapat segera keluar dari lapangan penumpukan lini

Page 2: Analisis dwelling time terhadap peti kemas impor di …repository.sb.ipb.ac.id/3079/5/E20K-05-Prathama...mampu menjamin kelancaran seluruh aktivitas di pelabuhan, namun pelabuhan tidak

2

1. Apabila hal tersebut tidak segera ditemukan langkah perbaikan maka akan

berdampak terhadap kelancaran kegiatan di lingkungan pelabuhan yang lebih luas

lagi.

Dalam Seminar Nasional Peluang dan Tantangan Profesi Ekspor dan Impor

dalam Menghadapi Asean Economic Community (AEC) 2015, waktu pengeluaran

barang dari pelabuhan untuk ekspor sangat kompetitif di ASEAN, sementara untuk

impor masih perlu ditingkatkan agar menjadi kompetitif dengan negara-negara lain di

ASEAN. Rata-rata dwelling time ekspor di Indonesia pada tahun 2014 yaitu sebesar

tiga hari, sebagai perbandingan Malaysia memiliki dwelling time ekspor sebesar tiga

hari, Thailand empat hari, Vietnam tujuh hari dan Philiphines sebesar lima hari. Jadi

dwelling time ekspor di Indonesia masih cukup kompetitif dibandingkan dengan

negara ASEAN yang lainya.

Dwelling time impor di Indonesia pada tahun 2014 yaitu sebesar delapan hari,

sebagai perbandingan Malaysia memiliki dwelling time impor sebesar tiga hari,

Thailand delapan hari, Vietnam delapan hari dan Philiphines sebesar lima hari. Jadi

dapat dilihat bahwa dwelling time impor di Indonesia masih tertinggal jauh dengan

negara-negara ASEAN lainya, sebagaimana terlihat pada Gambar 1.

Sumber : Bea Cukai, Seminar Seminar Nasional Peluang dan Tantangan Profesi Ekspor dan Impor

Dalam menghadapi Asean Economic Community (AEC) 2015, Jakarta 22 Maret 2014.

Gambar 1 Dwelling time impor di ASEAN

Dalam beberapa tahun terakhir penurunan waktu dwelling time impor menjadi

fokus utama dan menjadi salah satu prioritas kinerja pemerintah, yang bertujuan

menekan tingkat kepadatan arus barang di pelabuhan. Kebijakan ini mengarahkan

stakeholders di lingkungan pelabuhan untuk bekerja secara efektif, efisien dan

professional sesuai dengan fungsinya agar pelayanan di pelabuhan menjadi lancar,

aman dan cepat. “Pelabuhan diharapkan dapat melayani/membantu berputarnya roda

perdagangan industri regional dan menyediakan fasilitas transit untuk daerah

belakangnya” (Salim 2004).

Sesuai dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 116 tahun 2016 tentang

Pemindahan Barang yang Melewati Batas Waktu Penumpukan (long stay) di

Pelabuhan Utama, pada pasal 2 ayat 1 menyatakan “untuk menjamin kelancaran arus

Page 3: Analisis dwelling time terhadap peti kemas impor di …repository.sb.ipb.ac.id/3079/5/E20K-05-Prathama...mampu menjamin kelancaran seluruh aktivitas di pelabuhan, namun pelabuhan tidak

3

barang ditetapkan batas waktu penumpukan barang di lapangan penumpukan

terminal peti kemas (lini 1) paling lama 3 (tiga) hari sejak barang ditumpuk di

lapangan penumpukan”. Pada pasal 3 ayat 1 menyatakan “setiap pemilik

barang/kuasanya wajib memindahkan barang yang melewati batas waktu

penumpukan (long stay) dari lapangan penumpukan terminal peti kemas (lini 1) ke

lapangan penumpukan di luar lapangan penumpukan terminal peti kemas (lini 1)

dengan biaya dari pemilik barang”. Pasal 4 menyatakan “dalam hal barang belum

melewati batas waktu penumpukan namun Yard Occupancy Ratio (YOR) telah

melampaui batas standar utilisasi fasilitas sebesar 65%, Otoritas Pelabuhan

memerintahkan kepada Badan Usaha Pelabuhan selaku operator terminal peti kemas

untuk memindahkan barang ke luar lapangan penumpukan terminal (lini 1) dan

berkoordinasi dengan Bea dan Cukai”.

Peraturan Menteri Perhubungan tersebut bertujuan memberikan solusi terhadap

permasalahan dwelling time pada terminal peti kemas, pengelolaan serta kapasitas

lapangan penumpukan merupakan faktor utama terjadinya kepadatan arus peti

kemas. Faktor lainnya yang dapat menjadi penyebab permasalahan dwelling time

adalah sistem penanganan bongkar muat peti kemas di lapangan penumpukan

Terminal Peti Kemas (TPK) Koja, merupakan salah satu terminal atau entitas

bisnis yang berada di wilayah Tanjung Priok dan memiliki fungsi untuk melayani

kegiatan bongkar muat peti kemas. Indikasi masih tingginya waktu dwelling time di

TPK Koja dapat terlihat pada kapasitas lapangan penumpukan dan sistem

penanganan bongkar muat, TPK Koja menggunakan sistem bongkar muat dengan

alat RTG, sehingga RTG memiliki peran vital dalam mendukung kelancaran aktivitas

bongkar muat di lapangan penumpukan. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk

melakukan penelitian dengan judul “Analisis Dwelling Time terhadap Peti Kemas

Impor di Terminal Peti Kemas Koja Jakarta”.

Perumusan Masalah

Kebijakan dwelling time dijadikan pemicu oleh pemerintah yang berguna untuk

memperbaiki kinerja di sektor pelabuhan. Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi

TPK Koja dalam pengelolaan bisnisnya, karena setiap permasalahan yang timbul

dalam kegiatan bongkar muat berpotensi meningkatkan dwelling time di pelabuhan.

Permasalahan dalam bentuk pertanyaan penelitian dirumuskan sebagai berikut :

1) Apakah kapasitas lapangan penumpukan dan tingkat dwelling time di TPK Koja

berpengaruh terhadap kelancaran arus peti kemas ?

2) Apakah kapasitas alat bongkar muat Rubber Tyred Gantry (RTG) berpengaruh

terhadap kelancaran arus peti kemas ?

3) Bagaimana kelancaran arus peti kemas di TPK Koja dengan adanya Peraturan

Menteri Perhubungan nomor 116 tahun 2016 ?

Tujuan Penelitian

Terkait dengan latar belakang dan perumusan masalah, tujuan dari penelitian

ini adalah sebagai berikut :

Page 4: Analisis dwelling time terhadap peti kemas impor di …repository.sb.ipb.ac.id/3079/5/E20K-05-Prathama...mampu menjamin kelancaran seluruh aktivitas di pelabuhan, namun pelabuhan tidak

4

1) Menganalisis pengaruh kapasitas lapangan penumpukan dan tingkat dwelling

time di TPK Koja terhadap kelancaran arus peti kemas.

2) Menganalisis pengaruh kapasitas alat bongkar muat RTG yang terpasang

terhadap kelancaran arus peti kemas.

3) Menganalisis dampak Peraturan Menteri Perhubungan nomor 116 tahun 2016

terhadap kelancaran arus peti kemas di TPK Koja.

Manfaat Penelitian

Dalam penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi seluruh

stakeholders dalam menyikapi fenomena yang terjadi dilingkungan pelabuhan,

secara khusus pada penelitian ini dapat memberikan manfaat baik yang bersifat

teoritis maupun praktis, secara rinci manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut :

1) Bersifat teoritis dalam arti bahwa penelitian ini diharapkan dapat memberikan

manfaat bagi pengembangan keilmuan khususnya terkait dengan kebijakan

pemerintah dan kepelabuhanan.

2) Bersifat praktis, penelitian ini dapat bermanfaat bagi stakeholders di bidang

kepelabuhanan khususnya TPK Koja dengan berlakunya kebijakan pemerintah

tentang dwelling time melalui pendekatan yang terstruktur.

3) Referensi untuk penelitian selanjutnya dengan topik penelitian yang terkait

dengan analisis kebijakan pemerintah untuk menunjang kegiatan kepelabuhanan.

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian dilakukan di TPK Koja yang melibatkan pihak internal perusahaan

dengan lingkup penelitian yaitu pada penanganan dan pelayanan peti kemas impor

terkait dengan Peraturan Menteri Perhubungan nomor 116 tahun 2016, yang didasari

oleh teminologi dan perhitungan pelabuhan. Secara rinci pembatasan dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut :

1) Untuk mengetahui kondisi saat ini di TPK Koja terhadap tingkat dwelling time

peti kemas impor, dilakukan analisis dan olah data terhadap rata-rata waktu peti

kemas yang mengendap di lapangan penumpukan dengan membandingkan

sebelum dan sesudah berlakunya kebijakan pemerintah tentang dwelling time

yaitu pada tahun 2015 dan 2016. Penelitian ini didasari oleh teminologi dwelling

time pelabuhan yaitu dwelling time dihitung sejak peti kemas stacking sampai

dengan keluar gate teminal, peti kemas yang menjadi fokus penelitian adalah

peti kemas full dan empty khusus impor, tidak termasuk peti kemas reffer dan

peti kemas yang terkena proses overbrengen atau peti kemas yang dipindahkan

dari lapanganan penumpukan lini 1.

2) Menganalisis kapasitas lapangan penumpukan impor dengan menghitung YOR

dan luas eksisting lapangan penumpukan impor yang terpakai, serta menghitung

kapasitas alat bongkar muat yang eksisting saat ini terhadap peti kemas yang

dilayani di TPK Koja, perhitungan didasari oleh sistem penanganan bongkar

muat peti kemas di TPK Koja yaitu menggunakan RTG.

3) Mengkaji hasil analisis serta mendapatkan solusi permasalahan pada lapangan

penumpukan dan alat bongkar muat RTG di TPK Koja yang terkait kelancaran

Page 5: Analisis dwelling time terhadap peti kemas impor di …repository.sb.ipb.ac.id/3079/5/E20K-05-Prathama...mampu menjamin kelancaran seluruh aktivitas di pelabuhan, namun pelabuhan tidak

5

arus peti kemas impor dengan berlakunya Peraturan Menteri Perhubungan

nomor 116 tahun 2016.

Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran penelitian "Analisis Dwelling Time di TPK Koja terhadap

Peti Kemas Impor" disusun dalam bentuk rangkuman dari rangkaian beberapa

metode analisis, yaitu melalui identifikasi variabel penelitian dalam bentuk data

primer dan data sekunder. Data yang diteliti terkait dengan rata-rata lamanya peti

kemas impor mengendap di lapangan penumpukan pada tahun 2015 dan tahun 2016

serta melakukan observasi terhadap kapasitas dan kemampuan alat bongkar muat

RTG dalam melayani peti kemas di TPK Koja.

Perolehan data dwelling time di TPK Koja yang kemudian akan digunakan

sebagai dasar untuk melakukan perhitungan kapasitas lapangan penumpukan impor

(YOR) dan menghitung luas eksisting lapangan penumpukan impor terpakai.

Selanjutnya dilakukan simulasi perhitungan untuk mengetahui kapasitas dan batasan

luas maksimal penggunaan lapangan penumpukan serta throughput yang dihasilkan

sesuai dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 116 tahun 2016.

Dari hasil observasi pelayanan operasional alat bongkar muat RTG selanjutnya

dilakukan perhitungan kapasitas alat bongkar muat RTG yang eksisting di TPK Koja,

kemudian dapat diilustrasikan tingkat kemampuan alat bongkar muat RTG yang

dimiliki TPK Koja saat ini terhadap throughput pada tahun 2015 dan tahun 2016.

Hasil perhitungan kapasitas dan ilustrasi alat bongkar muat RTG tersebut

didiskusikan dan diinterpretasikan dengan key informan. Apabila hasil interpretasi

dengan key informan tersebut ditemukan ketidaksesuaian maka dilakukan simulasi

perhitungan kapasitas RTG yang bertujuan mendapatkan kesesuaian dengan kondisi

alat bongkar muat RTG di TPK Koja saat ini.

Hasil perhitungan lapangan penumpukan dan perhitungan alat bongkar muat

RTG selanjutnya dianalisis secara bersamaan dengan menggunakan metode 5W+1H,

untuk mengetahui akar permasalahan lebih mendalam dan sekaligus menjawab

pertanyaan-pertanyaan pada penelitian ini, serta memberikan rekomendasi sebagai

langkah perbaikan di TPK Koja. Langkah konseptual analisis dwelling time di TPK

Koja terhadap peti kemas impor dapat di lihat pada Gambar 2.

Page 6: Analisis dwelling time terhadap peti kemas impor di …repository.sb.ipb.ac.id/3079/5/E20K-05-Prathama...mampu menjamin kelancaran seluruh aktivitas di pelabuhan, namun pelabuhan tidak

6

Gambar 2 Kerangka pemikiran

2 TINJAUAN PUSTAKA

Kerangka Teoritis

Dalam penelitian ini, digunakan beberapa rujukan dan penelitian atau kajian

terdahulu yang berkaitan dengan pelabuhan, kebijakan pemerintah, dwelling time,

terminal peti kemas, dan sistem penanganan peti kemas.

Lapangan Penumpukan

Peti Kemas Alat B/M

RTG

5W+1H

Dwelling Time

Impor

Analisis Permasalahan

Kelancaran Arus Peti Kemas di

TPK Koja

Observasi

Perhitungan

Kapasitas Alat

B/M RTG Perhitungan

Luas CY

Terpakai

Perhitungan

Y.O.R

Simulasi YOR dan Luas

CY terpakai Sesuai

Permenhub 116/2016 Simulasi

Perhitungan

Kapasitas RTG

Ilustrasi Kemampuan

RTG - Throughput

Interpretasi

Key Informan

yes

no

Kesimpulan & Saran

Analisis 1 Analisis 2

Analisis 3

Page 7: Analisis dwelling time terhadap peti kemas impor di …repository.sb.ipb.ac.id/3079/5/E20K-05-Prathama...mampu menjamin kelancaran seluruh aktivitas di pelabuhan, namun pelabuhan tidak

Untuk Selengkapnya Tersedia di Perpustakaan SB-IPB