114
ANALISIS EFEKTIVITAS PROSES DAN HASIL PENERAPAN GUGUS KENDALI MUTU (GKM) DI PT. TRITEGUH MANUNGGAL SEJATI Oleh MUNAWAR HOLIL H24060428 DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

Analisis efektivitas proses dan hasil penerapan Gugus ... · analisis efektivitas proses dan hasil penerapan gugus kendali mutu (gkm) di pt. triteguh manunggal sejati oleh munawar

  • Upload
    hakhue

  • View
    227

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

ANALISIS EFEKTIVITAS PROSES DAN HASIL PENERAPAN

GUGUS KENDALI MUTU (GKM)

DI PT. TRITEGUH MANUNGGAL SEJATI

Oleh

MUNAWAR HOLIL

H24060428

DEPARTEMEN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011

RINGKASAN

MUNAWAR HOLIL. H24060428. Analisis Efektivitas Proses dan Hasil

Penerapan Gugus Kendali Mutu (GKM) di PT. Triteguh Manunggal Sejati. Di

bawah bimbingan PRAMONO D. FEWIDARTO

PT. Triteguh Manunggal Sejati adalah perusahaan yang memproduksi

minuman ringan dan biskuit yang merupakan member dari Garuda Food Group.

PT. Triteguh Manunggal Sejati dituntut untuk senantiasa meningkatkan efisiensi

dan mutu pelayanannya. Gugus Kendali Mutu (GKM) merupakan salah satu

implementasi Total Quality Management (TQM). Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui implementasi GKM di PT. Triteguh Manunggal Sejati, mengetahui

efektivitas proses dan hasil pelaksanaan GKM di PT. Triteguh Manunggal Sejati,

dan Memberikan rekomendasi perbaikan dalam usaha peningkatan efektivitas

kinerja GKM di PT. Triteguh Manunggal Sejati.

Penelitian dilakukan di PT. Triteguh Manunggal Sejati di Gunung Putri,

Bogor. Data yang digunakan berupa data primer dan data sekunder. Data primer

diperoleh dari wawancara dengan fasilitator dan supervisor produksi di

Departemen Minuman Ringan. Sedangkan data sekunder diperoleh dari data

perusahaan, internet, buku dan penelitian terdahulu yang relevan dengan

penelitian. Metode yang digunakan adalah penelitian survei, dengan analisa

statistik yaitu uji kesahihan dan keterandalan alat ukur, analisis faktor, dan

statistik deskriptif dengan bantuan SPSS Versi 17.0.

Proses pembentukan Gugus Kendali Mutu (GKM) di TRMS terdiri dari

empat tahap yaitu : (1) sosialisasi, (2) pembuatan struktur, (3) pelaksanaan, dan

(4) pembudayaan. Aktivitas konvensi diadakan setiap enam bulan sekali. terdapat

tiga macam konvensi yaitu konvensi lokal, Tudung Innosummit, dan Temu Karya

Mutu dan Produktivitas Nasional (TKMPN). Indikator-indikator penentu

keberhasilan GKM dalam penelitian terdiri dari delapan faktor yaitu : komitmen

manajemen puncak, tujuan GKM, pendidikan dan pelatihan, komunikasi,

partisipasi, seven tools, kepemimpinan dan fasilitas.

Berdasarkan analisis faktor dapat diketahui bahwa indikator yang paling

berpengaruh terhadap keberhasilan GKM adalah komitmen manajemen puncak,

kepemimpinan dan fasilitas dengan nilai rotation matrix masing-masing sebesar

0,891, 0,792, dan 0,670.Perbandingan antara sebelum dan sesudah GKM

berdasarkan persepsi responden dan hasil aktual gugus memperlihatkan bahwa

terjadi perubahan ke arah yang lebih baik setelah dilakukan GKM berkaitan

dengan efisiensi, kinerja mutu produk, produktivitas tenaga kerja dan penurunan

produk / material reject. Ini berarti kegiatan GKM di perusahaan dinyatakan

efektif sesuai dengan strategic improvement (SI) perusahaan

ANALISIS EFEKTIVITAS PROSES DAN HASIL PENERAPAN

GUGUS KENDALI MUTU (GKM) DI PT. TRITEGUH

MANUNGGAL SEJATI

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA EKONOMI

Pada Departemen Manajemen

Fakultas Ekonomi dan Manajemen

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

MUNAWAR HOLIL

H24060428

DEPARTEMEN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011

Judul Skripsi : Analisis Efektivitas Proses dan Hasil Penerapan Gugus Kendali

Mutu (GKM) di PT. Triteguh Manunggal Sejati

Nama : Munawar Holil

NIM : H24060428

Menyetujui

Pembimbing,

(Ir. Pramono D. Fewidarto, MS)

NIP 1958 0202 1984 03 1003

Mengetahui

Ketua Departemen :

(Dr. Ir. Jono M. Munandar, M.Sc)

NIP 1961 0123 1986 01 1002

Tanggal Lulus :

iii

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Ciamis pada tanggal 16 Juni 1988. Penulis adalah

putra ke 4 dari 6 bersaudara dari ayah Muhammad Rosyidin dan ibu Een.

Sebelum menjadi mahasiswa, penulis menghabiskan pendidikan di SDN 4

Nagarajati pada tahun 1994, dilanjutkan ke MTSN Nagarapageuh pada tahun

2000, dan dilanjutkan ke MAN 2 Bogor pada tahun 2003.

Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2006 melalui jalur

USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) di Fakultas Ekonomi dan Manajemen,

Departemen Manajemen sebagai angkatan ke empat puluh tiga.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam berbagai kegiatan

organisasi. Kegiatan organisasi yang pernah penulis ikuti antara lain menjadi

ketua ROHIS Departemen Manajemen, menjadi ketua departemen PSDM Forum

Mahasiswa Muslim dan Studi Islam (FORMASI) FEM IPB, menjadi staff

Administrasi dan Keuangan DPM FEM IPB, dan menjadi staff Eksternal SES-C

IPB.

Prestasi yang pernah diraih selama menjadi mahasiswa antara lain menjadi

juara I MTQ Mahasiswa IPB tahun 2007 dan 2009, finalis MTQ mahasiswa

tingkat Nasional di Universitas Sriwijaya dan Universitas Malikussaleh tahun

2007 dan 2009, Juara 3 Agribusiness Debate in English Competition tahun 2009,

Finalis Case Competition tingkat nasional di Universitas Parahyangan tahun 2009,

mendapatkan dana hibah Program Kreativitas Mahasiswa Bidang Pengabdian

Masyarakat (PKMM) dari DIKTI tahu 2010, dan lolos program GO Entrepreneur

Perum Pegadaian tahun 2010.

iii

iv

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin, segala puja dan puji hanya milik Allah SWT.

Tuhan seru sekalian alam. Atas berkat rahmat dan hidayahNya lah penulis dapat

menyelesaikan skripsi yang berjudul Analisis Efektivitas Proses dan Hasil

Penerapan Gugus Kendali Mutu (GKM) di PT. Triteguh Manunggal Sejati.

Skripsi ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada

Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian

Bogor.

Penulisan skripsi ini berguna bagi PT. Triteguh Manunggal Sejati untuk

mengetahui efektivitas penerapan GKM di perusahaan. Penentuan indikator

penentu keberhasilan gugus dan analisis perbandingan persepsi aktivis GKM

sebelum dan sesudah GKM memberikan gambaran komprehensif bagi perusahaan

dalam evaluasi efektivitas penerapan GKM di PT. Triteguh Manunggal Sejati.

Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu,

sarandan kritik yang membangun tentunya sangat dinantikan oleh penulis.

Semoga skripsi ini bisa memberikan manfaat bagi kita semua.

Bogor, April 2011

Penulis

iv

v

UCAPAN TERIMA KASIH

Selama penyusunan skripsi yang berjudul “Analisis Efektivitas Proses dan

Hasil Penerapan Gugus Kendali Mutu (GKM) di PT. Triteguh Manunggal Sejati”,

penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada berbagai pihak

yang telah mendukung penulisan skripsi ini, antara lain :

1. Ir. Pramono D. Fewidarto, MS sebagai dosen pembimbing yang telah bersedia

memberikan arahan, bimbingan, saran yang sangat bermanfaat, dan dukungan

serta motivasi yang kuat kepada penulis untuk menyelesaikan studi ini dengan

baik.

2. Prof. Dr. Ir. W.H Limbong, MS dan Dr. Ir. Muhamad Syamsun, MSc selaku

dosen penguji yang telah memberikan banyak masukan sehingga skripsi ini

dapat lebih baik.

2. Ibunda tercinta yang telah memberikan spirit dan do’a serta kakak-kakak dan

adik tersayang (teh Engkoy, A Aef, A Enjen, Ela, Dede, mang Amat, mih

Nunung, Fadli, Lia) yang senantiasa memberikan inspirasi dan semangat

kepada penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini.

3. Syifa Ummissa’adah, SPd yang telah memberikan motivasi dan semangat

dalam penyelesaian tugas akhir ini.

4. Bapak Agus Sumitro sebagai pembimbing dalam penelitian di lapangan atas

bimbingan danarahan yang telah diberikan, Mbak Lina, Mbak Nesya dan mas

Agus Dwi yang senantiasa memberikan masukan kepada penulis selama

penelitian, Bapak Sulthoni Taufiq selaku Kadept. HRS dan Bapak Prayitno

selaku People Development atas kemudahan dan izin penelitiannya, Bapak

Ahmad Rifa’i yang telah dengan setia mengantar penulis memasuki area

produksi, dan seluruh staf bagian Produksi atas bantuan dan kesediaan

waktunya dalam memberikan informasi kepada penulis.

5. Seluruh staf pengajar dan karyawan/wati Departemen Manajemen, Fakultas

Ekonomi dan Manajemen IPB.

6. Rekan-rekan seperjuangan di PPSDMS angkatan 4 yang telah memberikan

semangat juang dan semangat kebersamaan bersama penulis baik dalam suka

maupun duka.

v

vi

7. Teman-teman Manajemen 43 yang selalu ceria dan selalu bersemangat dalam

menjalani perkuliahan.

8. Semua pihak yang mendukung dalam penyelesaian skripsi ini. Semoga Allah

SWT. membalas segala kebaikan dan bantuan yang telah diberikan.

vi

vii

DAFTAR ISI

Halaman

RINGKASAN

RIWAYAT HIDUP ........................................................................................ iii

KATA PENGANTAR .................................................................................... iv

UCAPAN TERIMA KASIH ......................................................................... v

DAFTAR TABEL .......................................................................................... ix

DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... x

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xi

I. PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

1.1. Latar Belakang ...................................................................................... 1

1.2. Rumusan Masalah ................................................................................. 3

1.3. Tujuan Penelitian .................................................................................. 4

1.4. Manfaat Penelitian ................................................................................ 4

1.5. Ruang Lingkup Penelitian ..................................................................... 5

II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 6

2.1. Definisi Kualitas ................................................................................... 6

2.2. Dimensi Kualitas .................................................................................. 8

2.3. Total Quality Management (TQM) ...................................................... 9

2.3.1. Prinsip-Prinsip Total Quality Management (TQM) ................... 10

2.3.2. Faktor Kegagalan Penerapan TQM ............................................ 12

2.4. Gugus Kendali Mutu (Quality Control Circle) .................................... 12

2.4.1. Definisi GKM ............................................................................ 12

2.4.2. Struktur GKM ............................................................................ 14

2.4.3. Mekanisme Kerja GKM ............................................................. 15

2.4.4. Penilaian Kinerja Gugus ............................................................ 17

2.5. Analisis Faktor ...................................................................................... 17

2.5.1. Model Analisis Faktor ................................................................ 18

2.5.2. Kaiser Meyer Oikin (KMO) ....................................................... 19

2.5.3. Uji Bartlett (Independensi Antar Variabel) ................................ 20

2.6. Penelitian Terdahulu ............................................................................. 20

III. METODE PENELITIAN ....................................................................... 24

3.1. Kerangka Pemikiran ............................................................................. 24

3.2. Tahapan penelitian ................................................................................ 26

3.3. Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................................ 28

3.4. Jumlah dan Sumber Data ...................................................................... 28

3.5. Jumlah Sampel dan Metode Penarikan Sampel .................................... 28

3.6. Metode Pengumpulan Data .................................................................. 28

3.7. Pengolahan dan Analisis Data .............................................................. 29

vii

viii

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................ 31

4.1. Profil Perusahaan .................................................................................. 31

4.1.1. Latar Belakang dan Sejarah Perusahaan .................................... 31

4.1.2. Visi dan Misi Perusahaan ........................................................... 32

4.1.3. Struktur Organisasi .................................................................... 33

4.1.4. Proses Produksi di Divisi Minuman Ringan .............................. 35

4.2. Implementasi Gugus Kendali Mutu di PT. TMS .................................. 37

4.2.1. Sejarah Pembentukan GKM di PT. TMS ................................... 37

4.2.2. GKM di PT. Triteguh Manunggal Sejati.................................... 38

4.2.3. Proses Pembentukan dan Pelaksanaan GKM di PT. TMS ......... 39

4.2.4. Aktivitas Konvensi ..................................................................... 44

4.3. Efektivitas Proses dan Hasil GKM ....................................................... 46

4.3.1. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner .......................... 46

4.3.2. Karakteristik Responden ............................................................ 47

4.3.3. Analisis Tabulasi Silang Karakteristik Responden .................... 48

4.3.4. Analisis Indikator Penentu Keberhasilan GKM ......................... 50

4.3.5. Dampak Pelaksanaan GKM Terhadap Kinerja Karyawan......... 55

4.3.6. Hasil Akhir Kegiatan GKM di PT. TMS ................................... 57

4.3.7. Implikasi Manajerial .................................................................. 66

KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................................... 68

1. Kesimpulan ................................................................................................. 68

2. Saran ........................................................................................................... 68

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 70

LAMPIRAN .................................................................................................... 72

viii

ix

DAFTAR TABEL

No Halaman

1 Jumlah GKM di PT. Triteguh Manunggal Sejati ....................................... 39

2 Tingkat keaktifan pekerja berdasarkan lama masa kerja ........................... 48

3 Tingkat keaktifan pekerja berdasarkan lamanya di GKM ......................... 49

4 Tingkat keaktifan pekerja berdasarkan posisi di GKM.............................. 50

5 Tingkat keaktifan pekerja berdasarkan posisi di GKM.............................. 50

6 Nilai ekstraksi dari setiap variabel ............................................................. 51

7 Nilai faktor loading dari setiap faktor ........................................................ 53

8 Distribusi setiap variabel yang telah diekstrak terhadap setiap faktor ....... 54

9 Dampak pelaksanaan GKM terhadap kinerja karyawan ............................ 56

10 Data pemakaian lakban tiga bulan terakhir (sebelum GKM) ..................... 58

11 Data pemakaian lakban sesudah dilakukan perbaikan (setelah GKM) ...... 59

12 Data rata-rata waktu yang dibutuhkan untuk setiap pergantian seal.......... 60

13 Kondisi QCDSME sebelum dan sesudah pelaksanaan GKM .................... 62

14 Data dus rusak di Bulan Mei 2008 ............................................................. 63

ix

x

DAFTAR GAMBAR

No Halaman

1 Kerangka pemikiran konseptual ................................................................. 25

2 Diagram alur penelitian .............................................................................. 27

3 Alur proses poduksi minuman ringan ....................................................... 37

4 Waktu down time penggantian seal pada mesin filling 3 ........................... 61

5 Pencapaian dus rusak sebelum dan sesudah GKM .................................... 64

6 Persentase pencapaian dus rusak sebelum dan sesudah GKM................... 65

x

xi

DAFTAR LAMPIRAN

No Halaman

1 Kuesioner Penelitian .................................................................................. 72

2 Pedoman pertanyaan wawancara dengan fasilitator .................................. 78

3 Struktur organisasi PT. Triteguh Manunggal Sejati ................................... 79

4 Jumlah tenaga kerja di setiap departemen .................................................. 84

5 Bentuk pembudayaan di PT. TMS dengan menampilkan

GKM berprestasi ........................................................................................ 85

6 Pocket guidance bagi aktivis GKM di PT. TMS ....................................... 86

7 Taman SGA sebagai tempat aktivis gugus melakukan pertemuan

Dan perkembangan GKM di PT. TMS ...................................................... 87

8 Salah satu komiten manajemen terhadap pelaksanaan GKM

di perusahaan .............................................................................................. 88

9 Daftar GKM berprestasi pada konvensi lokal dan nasional ....................... 89

10 Pengolahan dan analisis data ...................................................................... 90

11 Hasil uji validitas indikator penentu keberhasilan GKM ........................... 91

12 Hasil uji reliabilitas indikator penentu keberhasilan GKM ........................ 93

13 Identitas Responden berdasarkan

indikator penilaian keberhasilan GKM ..................................................... 96

14 Nilai total variance explained pada analisis faktor .................................... 95

15 Diagram Ishikawa (fishbone diagram)

penyebab waste lakban tinggi .................................................................... 99

xi

1

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sejalan dengan semakin pesatnya perkembangan bisnis yang terjadi

saat ini memberi dampak serius terhadap persaingan dalam industri

manufaktur. Kondisi ini membuat persaingan untuk menguasai pasar semakin

ketat, sehingga perusahaan-perusahaan dalam industri ini perlu melakukan

berbagai upaya untuk bisa bersaing dan bertahan dalam arus kompetisi yang

ketat di pasar. Salah satu strategi untuk menghadapi persaingan tersebut

adalah dengan menghasilkan produk-produk berkualitas supaya bisa diterima

oleh konsumen.

Kualitas adalah hal yang sangat penting bagi konsumen dalam

menentukan barang dan jasa mana yang menjadi pilihan untuk memenuhi

kebutuhannya. Kualitas suatu produk dikatakan baik apabila produknya

memenuhi spesifikasi yang ditentukan. Bilaluaran (output) dari proses

produksi sesuai dengan spesifikasi, maka proses tersebut dikatakan memiliki

kemampuan(capable). Menciptakan produk berkualitas berarti menciptakan

suatu proses kerja dalam perusahaan yang menjamin dihasilkannya suatu

produk yang sesuai dengan standar kualitas tertentu. Upaya peningkatan

kualitas antara lain adalah dengan memperbaiki rancangan, standardan

prosedur kerja sedemikian rupa, sehingga jumlah produk cacat dapat ditekan

sekecil mungkin.

PT. Triteguh Manunggal Sejati (TMS) adalah salah satu perusahaan

yang bergerak di bidang produksi minuman ringan dan biskuit. Dalam upaya

peningkatan kualitas produk dan kualitas sumber daya manusia di

perusahaan, PT. Triteguh Manunggal Sejati membentuk kelompok-kelompok

mutu (quality circle). PT. Triteguh Manunggal Sejati membentuk kelompok

kelompok mutu menjadi dua bagian, yaitu Cross Functional Team (CFT) dan

Small Group Activities (SGA). Cross Functional Team (CFT) yaitu

penyelesaian berdasarkan perbaikan dalam inovasi dan kinerja silang dalam

tim yang menghasilkan kunci penyelesaian bisnis yang efektif. Sedangkan

2

Small Group Activities (SGA) atau Gugus Kendali Mutu (GKM) adalah

sekelompok kecil karyawan dari unit kerja yang sama dan bekerja sama

melakukan perbaikan dan peningkatan dalam bidang pekerjaan masing-

masing.

Tujuan diberlakukannya Gugus Kendali Mutu di PT. Triteguh

Manunggal Sejati adalah untuk melatih berfikir secara sistematis,

menanamkan mentalitas dasar utama yaitu speak by data, kemampuan

menyusun prioritas, PDCA (plan, do, check and action), memberi

kesempatan pada setiap karyawan untuk bekerja sama, menumbuhkan

partisipasi dari setiap karyawan, serta meningkatkan kualitas produk. Di

dalam GKM, karyawan dituntut untuk melakukan peningkatan dan perbaikan

kerja dengan berpedoman pada delapan langkah pemecahan masalah.

Kedelapan langkah kerja tersebut adalah mengidentifikasi masalah dan

penetapan target, mencari akar masalah, pengujian hipotesa, rencana

perbaikan, pelaksanaan dan pengendalian perbaikan, evaluasi pelaporan

tindakan perbaikan, standarisasi dan penyusunan rencana selanjutnya.

Pembentukan Gugus Kendali Mutu (GKM) di PT. Triteguh Manunggal

Sejati adalah salah satu cara untuk meningkatkan kualitas produk. Gugus

Kendali Mutu merupakan suatu pendekatan dalam menjalankan usaha yang

mencoba untuk memaksimumkan daya saing organisasi melalui perbaikan

terus-menerus atas produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan. Gugus

Kendali Mutu merupakan mekanisme formal dan dilembagakan yang

bertujuan untuk mencari pemecahan persoalan dengan memberikan tekanan

pada partisipasi dan kreatifitas karyawan. Dengan dibentuknya Gugus

Kendali Mutu akan memberikan kesempatan kepada semua komponen dalam

perusahaan untuk berpartisipasi dalam mengatasi permasalahan kualitas.

Penerapan Gugus Kendali Mutu (GKM) di PT. Triteguh Manunggal

Sejati dimulai pada tahun 2007. Pada tahun 2010, jumlah kelompok GKM di

perusahaan ini sudah mencapai 45 kelompok yang tersebar di semua

departemen di PT. Triteguh Manunggal Sejati. Kelompok GKM yang paling

banyak terdapat di Departemen Produksi Minuman Ringan (beverages)

sebanyak 14 kelompok. Awal mula pembentukan GKM di PT. Triteguh

3

Manunggal Sejati memang hanya di Departemen Produksi Minuman Ringan,

sehingga pada perkembangannya, GKM di departemen ini memiliki

kelompok GKM lebih banyak dan lebih aktif dalam mengikuti konvensi

GKM.

Penerapan Gugus Kendali Mutu di PT. Triteguh Manunggal Sejati

diharapkan dapat mendorong karyawan untuk menggunakan kemampuan

kreatif dalam menyelesaikan masalah pekerjaannya. Dengan adanya

kesempatan untuk ikut dalam proses pengambilan keputusan tersebut, maka

dapat mendorong karyawan untuk menaruh perhatian dan memiliki rasa

bangga terhadap pekerjaannya. Oleh karena itu, pelaksanaan GKM yang

optimal diharapkan mampu mewujudkan harapan perusahaan untuk mampu

memecahkan masalah mutu dan melakukan tindakan perbaikan sehingga

target mutu dapat dicapai.

Pada era tahun 90-an, pemerintah (Departemen Perindustrian)

mendorong dunia usaha untuk meningkatkan mutu dan produktivitasnya

dengan pembentukan GKM di perusahaan masing-masing. Khusus kepada

BUMN diwajibkan untuk membentuk GKM, menyelenggarakan konvensi di

tingkat perusahaan, wilayah maupun nasional. Pembentukan GKM di

perusahaan dengan demikian tidak didasarkan pada kesadaran dan komitmen

untuk peningkatan mutu dan produktivitas. Partisipasi anggota hanya karena

tekanan manajemen, meniru-niru, konvensi oriented (ber GKM hanya untuk

berlomba) atau alasan lain. Untuk itu, perlu dikaji efektivitas implementasi

GKM berdasarkan indikator-indikator penentu keberhasilan GKM dan

efektivitas hasil dari kegiatan GKM di PT. Triteguh Manunggal Sejati.

1.2. Rumusan Masalah

Salah satu aspek untuk mencapai keunggulan mutu yangberkelanjutan

adalah dengan menerapkan konsep Gugus Kendali Mutu (GKM). Gugus

Kendali Mutu (GKM) adalah salah satu alat untuk mencapai keunggulan

mutu yang berkelanjutan, karena mendorong karyawan untuk mencari dan

memecahkan persoalan yang mereka hadapi. Hal ini menjadi cara yang

sangat efektif meningkatkan partisipasi karyawan dalam peningkatan

kualitas produk.

4

Implementasi GKM dalam perusahaan tidak selalu berjalan dengan

baik, karena adanya kendala baik secara internal maupun eksternal sehingga

pelaksanaannya tidak optimal. PT. Triteguh Manunggal Sejati sudah

menerapkan GKM di perusahaan selama tiga tahun. Sampai pertengahan

tahun 2010 perusahaan belum melakukan evaluasi terhadap efektivitas GKM

di PT. Triteguh Manunggal Sejati. Berdasarkan permasalahan tersebut,

makayang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana

efektivitas implementasi GKM dengan menggunakan indikator-indikator

penentu keberhasilan gugus dan efektivitas hasil (kinerja) GKM yang terkait

dengan efisiensi, produktivitas tenaga kerja dan kualitas produk di PT.

Triteguh Manunggal Sejati?

1.3. Tujuan Penelitian

1. Mempelajari implementasi Gugus Kendali Mutu (GKM) yang ada di PT.

Triteguh Manunggal Sejati.

2. Menganalisis efektivitas proses GKM menggunakan indikator penentu

keberhasilan gugus, dan efektivitashasil GKM menggunakan indikator

efisiensi, produktivitas tenaga kerja dan kualitas produk di PT. Triteguh

Manunggal Sejati.

3. Memberikan rekomendasi perbaikan dalam usaha peningkatan efektivitas

GKM di PT. Triteguh Manunggal Sejati.

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :

1) Bagi perusahaan, sebagai masukan dan pertimbangan dalam pengambilan

keputusan dan kebijakan pengembangan Gugus Kendali Mutu yang ada.

Dengan mengetahui efektivitas GKM dalam peningkatan kinerja

perusahaan dapat menjadikannya sebagai bahan evaluasi terhadap konsep

GKM.

2) Bagi masyarakat umum, sebagai media informasi ilmiah serta bahan

penelitian selanjutnya.

5

1.5. Ruang Lingkup

Analisis Efektivitas Proses dan Hasil Penerapan Gugus Kendali Mutu

di PT. Triteguh Manunggal Sejatiyang menjadi topik dalam penelitian.

Penelitian hanya dilakukan di Departemen ProduksiMinuman Ringan (G1)

saja, yang terdiri dari 14 GKM yang dilakukan pada bulan Juli – September

2010. Efektivitas dalam penelitian ini adalah efektivitas proses Gugus

Kendali Mutu dan Efektivitas hasil GKM. Efektivitas proses gugus dapat

diketahui dengan mengetahui implementasi gugus kendali mutu di

perusahaan dan mengetahui indikator-indikator penentu keberhasilan GKM

berdasarkan indikator-indikator yang telah ditentukan yaitu komitmen

manajemen puncak, tujuan GKM, pendidikan dan pelatihan, komunikasi,

partisipasi, seven tools, kepemimpinan fasilitator dan ketua GKM dan

fasilitas. Efektivitas hasil GKM dihitung dengan menggunakan perbandingan

penilaian responden pada kondisi sebelum dan sesudah mengikuti GKM yang

berkaitan dengan efisiensi, produktivitas, kinerja mutu produk, dan

penurunan produk atau material reject.

6

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Kualitas

Kata kualitas memiliki definisi yang berbeda dan bervariasi mulai dari yang

konvensional sampai yang lebih strategik. Definisi yang konvensional dari

kualitas biasanya menggambarkan karakteristik langsung dari suatu produk,

seperti : performansi (performance), keandalan (reliability), mudah dalam

penggunaan (easy of use), estetika (esthetics), dan sebagainya. Sedangkan definisi

strategik menyatakan bahwa kualitas adalah segala sesuatu yang mampu

memenuhi keinginan dan kebutuhan pelanggan (Garpersz, 2003). Menurut Juran

dalam Nasution (2004), kualitas adalah kecocokan penggunaan produk (fitness for

use) untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan pelanggan. Penggunaan kecocokan

ini didasarkan atas lima karakteristik utama berikut :

a. Teknologi,yaitu kekuatan atau daya tahan.

b. Psikologis, yaitu cita rasa atau status.

c. Waktu, yaitu kehandalan.

d. Kontraktual, yaitu adanya jaminan.

e. Etika, yaitu sopan santun, ramah atau jujur.

Feigenbaum (1996), mendefinisikan kualitassebagai keseluruhan gabungan

karakteristik produk dan jasa dari pemasaran, rekayasa, pembuatan, dan

pemeliharaan yang membuat produk dan jasa yang digunakan memenuhi

ekspektasi pelanggan. Faktor-faktor mendasar yang mempengaruhi kualitas

menurut Feigenbaum adalah 9M berikut:

1. Market (Pasar)

2. Money (Uang)

3. Management (Manajemen)

4. Men (Manusia)

5. Motivation (Motivasi)

6. Materials (Bahan)

7. Machine and Mechanization (Mesin dan Mekanisasi)

8. Modern Information Method (Metode Informasi Modern)

9. Mounting Product Requirment (Persyaratan Proses Produksi)

7

Scherkenbach dalam Ariani (2002), menyatakan bahwa kualitas ditentukan

oleh pelanggan, dimana pelanggan menginginkan produk dan jasa yang sesuai

dengan kebutuhan dan harapannya pada suatu tingkat harga tertentu yang

menunjukkan nilai produk tersebut. Langkah pertama yang harus dilakukan

organisasi atau perusahaan adalah mengetahui dan menyetujui apa yang

diinginkan oleh pelanggan (kebutuhan pelanggan). Langkah kedua adalah suatu

organisasi harus memproduksi tepat dengan apa yang diinginkan pelanggan,

dengan biaya yang serendah mungkin.

Ibrahim (2000), mengemukakan bahwa kualitas berdasarkan sifat produk

dapat ditinjau dari dua perspektif yang berbeda, yaitu dari perspektif konsumen

dan produsen. Pada umumnya konsumen mendefinisikan kualitas produk atau jasa

menurut penilaian pribadi yang bersifat subjektif dan abstrak. Akibatnya penilaian

antara satu konsumen dengan konsumen lainnya akan berbeda. Sebaliknya dari

perspektif produsen, pengertian kualitas dilihat dari klasifikasi produk secara fisik

maupun kimiawi yang telah ditentukan berdasarkan suatu standar kualitas produk

tertentu.

Goetsch dan Davis (1994), menyatakan bahwa kualitas merupakan suatu

kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia atau tenaga

kerja, proses dan tugas, serta lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan

konsumen. Kualitas adalah kesesuaian dengan kebutuhan pasar. Perusahaan harus

benar-benar dapat memahami apa yang dibutuhkan konsumen atas suatu produk

yang akan dihasilkan (Deming dalam Nasution, 2004).

Nasution (2004) menjelaskan konsep kualitas dari dua sudut, yaitu dari

sudut manajemen operasional dan manajemen pemasaran. Dilihat dari sudut

manajemen operasional, kualitas produk merupakan suatu kebijakan penting

dalam meningkatkan daya saing produk yang harus memberi kepuasan kepada

konsumen melebihi atau paling tidak sama dengan mutu produk pesaing. Dilihat

dari sudut manajemen pemasaran, kualitas produk merupakan salah satu unsur

utama dalam bauran pemasaran (marketing mix) yakni produk, harga, promosi,

dan saluran distribusi yang dapat meningkatkan volume penjualan dan pangsa

pasar perusahaan.

8

Kualitas merupakan indikator efisiensi dari sistem ekonomi yang produktif,

dimana pada sistem yang efisien memungkinkan diproduksi barang dan jasa yang

dapat diterima dengan harga yang ekonomis. Output yang dihasilkan harus

memenuhi spesifikasi mutu, sementara biaya diperoleh melalui optimisasi alokasi

sumber daya. Disisi lain, kualitasjuga menghasilkan efisiensi proses dan mampu

mengindikasi performa yang baik.

2.2. Dimensi Kualitas

Sifat khas kualitas suatu produk yang handal bersifat multidimensi, karena

harus memberi kepuasan dan nilai manfaat yang besar bagi konsumen melalui

berbagai cara. Oleh karena itu, setiap produk harus mempunyai ukuran yang

mudah dihitung sesuai dengan kebutuhan konsumen dan harus ada ukuran yang

bersifat kualitatif, sehingga terdapat spesifikasi barang untuk setiap produk

walaupun satu sama lain bervariasi tingkat spesifikasinya.

Garvin dalam Gaspersz (2003), mengemukakan bahwa dimensi kualitas

untuk industri manufaktur terdiri dari :

a. Performance, yaitu aspek fungsional dari produk dan merupakan

karakterisktik utama yang dipertimbangkan pelanggan ketika ingin membeli

suatu produk.

b. Feature, yaitu ciri khas produk yang membedakan dari produk lain yang

merupakan karakteristik pelengkap dan mampu menimbulkan kesan yang baik

bagi perusahaan.

c. Reliability, yaitu kemungkinan suatu produk berfungsi secara berhasil dalam

periode waktu tertentu di bawah kondisi tertentu.

d. Conformance, yaitu kesesuaian produk dengan syarat atau ukuran tertentu atau

sejauh mana karakteristik desain dan operasi memenuhi standar-standar yang

telah ditetapkan sebelumnya.

e. Durability, berkaitan dengan ukuran masa pakai suatu produk. Karakteristik

ini berkaitan dengan daya tahan dari produk tersebut.

f. Servicebility, yaitu kemudahan produk jika akan diperbaiki atau kemudahan

memperoleh komponen tersebut.

9

g. Aesthetics, merupakan karakteristik mengenai keindahan yang bersifat

subjektif sehingga berkaitan dengan pertimbangan pribadi dan refleksi dari

preferensi atau pilihan individual.

h. Perceived quality, bersifat subjektif yang berkaitan dengan perasaan dalam

mengkonsumsi produk.

Dimensi kualitas pada industri jasa (Garvin dalam Ariani,2002) terdiri dari :

a. Communication, yaitu komunikasi antara penerima jasa dengan pemberi jasa.

b. Credibility, yaitu kepercayaan pihak penerima jasa terhadap pemberi jasa.

c. Security, yaitu keamanan terhadap jasa yang ditawarkan.

d. Knowing the customer, yaitu pengertian dari pemberi jasa terhadap keluhan

dan harapan pemakai jasa.

e. Tangibles, yaitu memberikan pelayanan kepada pelanggan dengan standar

yang dapat diukur.

f. Reliability, yaitu konsistensi pemberi jasa dan kemampuan pemberi jasa dalam

memenuhi janji para penerima jasa.

g. Responsiveness, yaitu tanggapan pemberi jasa terhadap kebutuhan dan

harapan penerima jasa.

h. Competence, yaitu kemampuan pemberi jasa yang dibutuhkan setiap orang

dalam perusahaan untuk memberikan jasanya kepada penerima jasa.

i. Access, yaitu kemudahan pemberi jasa untuk dihubungi oleh pihak pelanggan

atau penerima jasa.

j. Courtesy, yaitu kesopanan, respek, perhatian, dan kesamaan dalam hubungan

personil.

Dimensi kualitas dapat dijadikan dasar bagi pelaku bisnis untuk mengetahui

sejauh mana kesenjangan antara harapan pelanggan dan kenyataan yang mereka

terima. Jika kesenjangan antara harapan dan kenyataan cukup besar, maka ini

menunjukkan bahwa perusahaan tidak mengetahui apa yang diinginkan oleh

pelanggannya (Yamit, 2004).

2.3. Total Quality Management

Gaspersz (2003), mengemukakan bahwa pada dasarnya Total Quality

Management (TQM) adalah suatu cara meningkatkan performansi secara terus

menerus (continuous performance improvement) pada setiap level operasi atau

10

proses, dalam setiap area fungsional dari suatu organisasi, dengan menggunakan

sumber daya manusia dan modal yang tersedia. Sedangkan Nasution (2004)

berpendapat bahwa TQM adalah suatu pendekatan dalam menjalankan usaha yang

mencoba untuk memaksimumkan daya saing organisasi melalui perbaikan terus-

menerus atas produk, jasa, tenaga kerja, proses dan lingkungannya.

Hampir lima dekade yang lalu istilah TQM telah tumbuh dan berkembang

sebagai hasil sintesis dari berbagai sumber. Semula ide TQM muncul pertama kali

di Amerika Serikat, tetapi kemudian diorganisasikan dan dilaksanakan di

beberapa perusahaan di Jepang. Dua orang pakar yang merupakan ahli TQM, baik

di Jepang maupun di Amerika Serikat adalah W. Edward Demming dan Joseph

M. Juran (Prawirosentono, 2004).

The Demming Wheel mencakup beberapa tahapan dalam mencapai

kemajuan, yaitu Plan, Do, Check, Action (PDCA). Juran mempunyai gagasan

bahwa pihak manajemen harus bertanggung jawab dan terlibat secara penuh atas

mutu produk melalui trilogi mutu, yaitu : (1) perencanaan mutu (quality

planning), (2) monitor dan kendali mutu (monitoring and control on quality), (3)

memperbaiki mutu (quality improvement). Philip Crosby berasumsi bahwa ada

pertukaran (trade off) antara mutu barang yang berkualitas dengan biaya lebih

rendah (Nasution, 2004).

2.3.1. Prinsip-Prinsip Total Quality Management (TQM)

Prawirosentono (2004) mengungkapkan tentang delapan prinsip utama dari

Manajemen Mutu Terpadu (MMT) atau TQM, yakni sebagai berikut :

1. Tanggung jawab utama manajemen puncak

2. Mutu harus difokuskan pada konsumen dan evaluasinya harus berbasis

konsumen.

3. Desain proses produksi dan metode kerja harus jelas untuk mencapai

kesesuaian mutu produk (conformance quality product).

4. Setiap karyawan bertanggung jawab atas tercapainya mutu produk yang lebih

baik.

5. Mutu tidak boleh dinilai setelah menjadi barang jadi, tetapi harus sejak awal

pembuatan komponen.

11

6. Temukan masalah secara tepat lalu pecahkan secara cepat pula (identify

problem quickly and corrected immediately).

7. Organisasi harus berusaha keras melaksanakan perbaikan mutu produk secara

terus-menerus.

8. Perusahaan harus bekerja sama dengan pemasok bahan untuk melaksanakan

TQM.

Hensler and Brunell dalam Nasution (2004) mengemukakan bahwa ada

empat prinsip utama dalam TQM, yaitu :

1. Kepuasan pelanggan

Dalam TQM, konsep mengenai kualitas dan pelanggan diperluas. Kualitas

tidak hanya kesesuaian dengan spesifikasi tertentu, tetapi ditentukan pula oleh

pelanggan. Pelanggan itu sendiri meliputi pelanggan internal dan eksternal.

Kebutuhan pelanggan diusahakan untuk dilayani dalam segala aspek,

termasuk didalamnya harga, keamanan dan ketepatan waktu. Oleh karena itu,

segala aktifitas perusahaan harus dikoordinasikan untuk memuaskan para

pelanggan. Kualitas yang dihasilkan suatu perusahaan sama dengan nilai yang

diberikan, dalam rangka meningkatkan kualitas hidup para pelanggan.

Semakin tinggi nilai yang diberikan, maka semakin besar pula kepuasan yang

diperoleh pelanggan.

2. Respek terhadap setiap orang

Dalam perusahaan yang kualitasnya tergolong kelas dunia, setiap karyawan

dipandang sebagai individu yang memiliki talenta dan kreativitas khusus.

Dengan demikian karyawan merupakan sumber daya organisasi yang paling

bernilai. Oleh karena itu, setiap orang dalam organisasi diperlakukan dengan

baik dan diberikan kesempatan untuk terlibat dan berpartisipasi dalam tim

pengambil keputusan.

3. Manajemen berdasarkan fakta

Perusahaan kelas dunia berorientasi pada fakta. Maksudnya adalah bahwa

setiap keputusan selalu didasarkan pada data, bukan sekedar pada perasaan.

Ada dua konsep pokok yang berkaitan dengan hal ini. Pertama, prioritas,

yakni suatu konsep yang menyatakan bahwa perbaikan tidak dapat dilakukan

pada semua aspek pada saat yang bersamaan, mengingat keterbatasan sumber

12

daya yang ada. Oleh karena itu, dengan menggunakan data, maka manajemen

dan tim dalam organisasi dapat memfokuskan usahanya pada situasi tertentu

yang vital. Kedua, variasi atau variabilitas kinerja manusia. Data statistik

dapat memberikan gambaran mengenai variabilitas yang merupakan bagian

yang wajar dari sistem organisasi. Dengan demikian, manajemen dapat

memprediksikan hasil dari setiap keputusan dan tindakan yang dilakukan.

4. Perbaikan berkesinambungan

Agar dapat sukses, setiap perusahaan perlu melakukan proses sistematis dalam

melaksanakan perbaikan secara berkesinambungan. Konsep yang berlaku di

sini adalah siklus plan-do-check-act-analyze (PDCAA), yang terdiri dari

langkah-langkah perencanaan, dan melakukan tindakan korektif terhadap hasil

yang diperoleh.

2.3.2. Faktor Kegagalan Penerapan Total Quality Management (TQM)

Banyak perusahaan yang mampu menerapkan MMT atau TQM, tetapi tidak

sedikit pula yang gagal menerapkannya. Faktor-faktor yang menyebabkan

penghalang bagi perusahaan dalam menerapkan TQM adalah sebagai berikut : (1)

kesenjangan komitmen manajemen puncak, (2) salah memfokuskan perhatian, (3)

tidak tersedianya karyawan yang memadai dan mendukung, (4) hanya

mengandalkan pelatihan semata, (5) harapan memperoleh sesaat, bukan hasil

jangka panjang, (6) memaksa mengadopsi suatu metode padahal tidak cocok

(Prawirosentono, 2004).

2.4. Gugus Kendali Mutu (Quality Control Circle)

2.4.1. Definisi GKM

Ishikawa (1992) mendefinisikan GKM sebagai suatu kelompok kecil yang

melaksanakan kegiatan-kegiatan kendali mutu secara suka rela dalam tempat kerja

yang sama. Kelompok kecil ini melaksanakan kendali mutu secara terus-menerus

sebagai bagian dari kegiatan pengendalian dan perbaikan dalam tempat kerja,

dengan memanfaatkan teknik-teknik pengendalian yang melibatkan partisipasi

seluruh anggota.

Menurut Japanese Union of Scientist Engineers (1991), GKM adalah suatu

kelompok kecil yang secara sukarela mengadakan kegiatan pengendalian mutu di

dalam tempat kerja mereka sendiri. Tiap anggota kelompok kecil ini berpartisipasi

13

sepenuhnya secara terus-menerus sebagai bagian dari kegiatan kendali mutu

menyeluruh perusahaan, mengembangkan diri serta pengembangan bersama,

pengendalian dan perbaikan di tempat kerja dengan menggunakan teknik-teknik

pengendalian mutu.

Chandra et al. (1991) mendefinisikan GKM sebagai sekelompok orang dari

wilayah kerja yang sama, datang bersama secara sukarela untuk mengidentifikasi

permasalahan dalam wilayah kerja mereka, menganalisis, dan mencari solusinya.

Gugus tersebut mengajukan solusi pada manajemen dan melaksanakannya setelah

disetujui. Tinjauan ulang dan tindakan lanjut dari pelaksanaan solusi juga

merupakan tanggung jawab dari gugus.

Pada dasarnya Gugus Kendali Mutu (GKM) merupakan suatu pendekatan

pengendalian mutu melalui penumbuhan partisipasi karyawan. GKM merupakan

mekanisme formal dan dilembagakan yang bertujuan untuk mencari pemecahan

persoalan dengan memberikan tekanan pada partisipasi dan kretifitas di antara

karyawan. Setiap gugus juga bertindak sebagai mekanisme pemantau yang

membantu organisasi dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya, bersifat

proaktif, tidak menunggu bergerak jika persoalan timbul dan tidak menghentikan

kegiatannya jika suatu persoalan telah ditemukan dan dipacahkan. Artinya adalah

GKM harus bekerja terus menerus dan tidak tergantung pada proses produksi.

Konsep dasar GKM adalah anggapan bahwa penyebab persoalan mutu atau

produksi tidak diketahui oleh para pekerja dan manajemen, juga diandaikan

bahwa pekerja pabrik mempunyai pengetahuan yang siap pakai, kreatif, dan dapat

dilatih untuk menggunakan kreativitas alamiah dalam pemecahan persoalan

pekerjaan. Walaupun demikian, GKM merupakan pendekatan yang membina

manusia, bukannya pendekatan penggunaan manusia (Crocker et al., 2004).

Jepang dan Amerika Serikat merupakan negara yang menerapkan GKM dan

mencapai hasil yang sangat baik. Di Jepang, keberhasilan ini bermula pada suatu

kejadian di tahun 1950, yaitu ketika Japanese Union of Scientist and Engineers

(JUSE) mengundang Demming, seorang pakar manajemen mutu dari Amerika

Serikat, untuk berbicara di depan para ahli industri yang saat itu tengah mencari

jalan keluar dalam menghadapi krisis ekonomi dan sosial Jepang akibat perang.

14

2.4.2. Struktur GKM

Crocker at al. (2004) mengemukakan bahwa struktur Gugus Kendali Mutu

terdiri dari beberapa bagian diantaranya :

1. Panitia Pengarah

Anggota panitia pengarah dipilih dari berbagai departemen dan tingkat.

Paling sedikit dari manajemen senior, manajemen menengah, satu dari sarikat

buruh, staf pengawas tingkat pertama, inti operasi, staf pendukung dan personalia

struktur teknis. Kelompok ini tidak terlibat dalam kegiatan sehari-hari tetapi

menentukan pedoman umum. Tanggung jawab panitia pengarah meliputi :

a. Membuat kebijaksanaan umum mengenai struktur dan proses gugus.

b. Menentukan saluran pelaporan. Mencakup pedoman-pedoman pembuatan

risalah rapat, publisitas dan kesempatan untuk melaporkan penemuan dan

rekomendasi bagi bidang fungsional dan meminta perhatian manajemen senior.

c. Menentukan jumlah gugus yang sesuai untuk persoalan. Jika hanya satu gugus

yang bekerja, sejumlah besar tekanan untuk mencapai keberhasilan ditujukan

pada anggota gugus tersebut.

d. Menentukan metode pemilihan dan keanggotaan akhir gugus kendali.

e. Menentukan apakah gugus akan mengadakan pertemuan dalam jam kerja atau

di luar jam kerja.

f. Menentukan bagaimana saran pekerja dapat diminta dan dilaksanakan.

g. Membuat pedoman sistem balas jasa yang sesuai dengan perbaikan yang

diperoleh dari usaha Gugus Kendali Mutu.

2. Fasilitator

Jika terdapat lebih dari satu Gugus Kendali Mutu, diperlukan seseorang

untuk mengkoordinir dan memperlancar kegiatan gugus dan menjalankan peranan

dalam gugus. Tugas dan peranan dari fasilitator adalah menghadiri sebagian

pertemuan yang diadakan oleh setiap gugus yang ada, secara aktif

mempromosikan Gugus Kendali Mutu, mengatur kunjungan ke pabrik lain dan

pembicara tamu untuk berbicara di depan GKM di pangkalan dasarnya,

mengkoordinasi kegiatan semua gugus, membantu gugus membuat laporan dan

presentasi, dan memberikan dukungan serta bantuan jika diperlukan.

15

3. Pemimpin Gugus

Sama seperti koordinator merupakan orang kunci dalam gerakan gugus

kendali mutu dalam perusahaan, para pemimpin gugus merupakan orang penting

dalam setiap gugus. Para pemimpin biasanya merupakan para pengawas lini

pertama. Dalam peranan tersebut, mereka telah mempelajari bagaimana menjadi

atasan dan bagaimana menghasilkan barang.

Para pemimpin gugus mempunyai tanggung jawab pada anggota kelompok

untuk menjaga supaya lingkungan menunjang kelancaran pekerjaan. Yang

menjadi kunci dalam hal ini adalah kadar saling percaya dan sistem, metode dan

filsafat kerja, termasuk yang menyangkut rantai komando, kebutuhan informasi

dan jalur pada informasi tersebut, kesediaan untuk menerima gagasan,

kesempatan untuk promosi, keluwesan, perencanaan, pengambilan keputusan dan

pengawasan.

4. Anggota Gugus

Anggota Gugus Kendali Mutu terdiri dari sukarelawan. Keanggotaan

berkisar dari tiga sampai dua puluh orang. Biasanya tujuh sampai sepuluh

merupakan jumlah yang ideal. Jika keanggotaan terlalu kecil, tidak banyak

gagasan yang dikemukakan, dan jika anggota terlalu besar sebagian orang merasa

tidak diperhatikan sehingga tidak memberikan sumbangan dengan sebaik-baiknya.

Salah seorang anggota gugus biasanya menjadi pemimpin. Pemimpin dapat

ditunjuk siapa saja. Biasanya yang menjadi pemimpin adalah pengawas lini

pertama yang telah memperoleh latihan dalam teknik memimpin pertemuan,

memberikan semangat pada orang lain untuk berpartisipasi, menguasai teknik

sumbang saran dan orang yang tidak gila kekuasaan.

2.4.3. Mekanisme Kerja GKM

GKM menangani berbagai macam masalah dan melalui beberapa tahapan.

Masalah tersebut satu demi satu ditangani melalui tahap yang berkelanjutan, yakni

pengumpulan masalah, analisis masalah, pemecahan masalah, presentasi

manajemen, implementasi, peninjauan ulang dan tindak lanjut (Chandra et al.,

1991).

16

1. Pengumpulan Masalah

Tugas pertama dari anggota gugus pada pertemuan pertama adalah

mengidentifikasi dan mengumpulkan masalah. Angka prioritas diberikan pada

setiap masalah sesuai dengan kriteria yang telah disusun, misalnya manfaat

potensial dan tingkat kepentingan. Pengumpulan masalah adalah aktivitas

yang dilakukan secara berkesinambungan. Dalam menemukan masalah, adala

beberapa metode yang dilakukan menurut Crockeret al. (2004) diantaranya

sumbang saran, pendekatan Gordon, teknik kotak hitam, sistem sintetik,

metode buku catatan kolektif, pertemuan Philip 66.

2. Pemilihan Masalah

Anggota gugus memilih salah satu dari sekumpulan masalah sesuai dengan

prioritas. Setiap orang boleh mengajukan masalah pada gugus, namun

prioritas diputuskan oleh gugus. Dalam memilih masalah biasanya digunakan

pendekatan trisula (Crockeret al., 2004). Pendekatan ini meliputi : (1)

singkirkan semua masalah yang tidak berhubungan dengan tujuan unit, (2)

singkirkan masalah tambahan yang tidak memenuhi kriteria operasi yang telah

ditentukan oleh gugus, (3) menggunakan teknik Delphi yang telah direvisi

untuk menentukan persoalan yang paling unik.

3. Analisis Masalah

Setiap masalah memiliki dampak. Sangatlah penting untuk mengidentifikasi

penyebab mendasar sebelum memikirkan langkah perbaikan. Selama tahap ini

gugus bertukar pikiran untuk menemukan hubungan sebab akibat. Ada dua

metode utama untuk membuat analisis sebab akibat : diagram sebab-akibat

(diagram Ishikawa atau Fishbone), dan analisis proses atau diagram arus.

4. Pemecahan Masalah

Kondisi lingkungan yang sesuai dan proses berfikir grup dikombinasikan

dengan keahlian di tempat kerja menghasilkan pemecahan masalah yang

cocok. Seringkali alternatif pemecahan masalah sangat beragam sehingga

harus dipilih solusi optimum. Secara umum, pemecah masalah yang paling

baik adalah orang yang terlibat dalam tempat kerja itu sendiri, dan solusi yang

diberikan adalah yang paling layak.

17

5. Presentasi Manajemen

Pemecahan masalah dipresentasikan di depan pihak manajemen perusahaan.

Anggota gugus memberikan presentasi sekitar 20 menit, menyoroti

pengamatan utama yang telah dilakukan dan manfaat dari rekomendasi yang

diberikan. Presentasi ini merupakan puncak dari usaha gugus yang

menggambarkan kebanggan dan kepuasan. Penghargaan dari atasan yang

dihadiri rekan sejawat merupakan motivator yang sangat kuat. Selain

membantu anggota GKM untuk menjual ide-idenya pada manajemen,

presentasi atau konvensi juga bisa memotivasi anggota gugus potensial.

6. Implementasi, Peninjauan Ulang, dan Tindak Lanjut

Anggota gugus membuat jadwal pelaksanaan makalah yang telah dibuat

setelah mendapatkan persetujuan dari manajemen perusahaan. Mereka juga

meninjau ulang hasil yang diperoleh dari proyek ini dan mengambil tindak

lanjut jika diperlukan, hal ini merupakan bentuk tanggung jawab gugus yang

berkelanjutan.

2.4.4. Penilaian Kinerja Gugus

Penilaian gugus memerlukan tiga jenis pengukuran (indikator), yaitu : (1)

ukuran produktivitas objektif, (2) ukuran sikap subjektif mengenai pengaruh

gugus terhadap organisasi, dan (3) analisi proses intern yang berlangsung dalam

gugus (Crocker et al., 2004). Pengukuran produktivitas mencakup mutu, scrap,

kuantitas, biaya marjinal, biaya prasarana, peralatan, keamanan kerja dan

kecelakaan, perawatan dan waktu kosong. Sikap dan pergaulan meliputi

kepercayaan timbal-balik, komunikasi, hubungan atasan-bawahan, bolos kerja,

keluhan kerja, penggunaan keterampilan, keanggotaan gugus, kepuasan pribadi,

jenis dan jumlah persoalan yang dipecahkan. Proses gugus meliputi struktur,

pengaruh, pemecahan persoalan, keterbukaan dan pemantauan. Pengukuran jenis

kedua yaitu sikap subjektif mengenai pengaruh gugus terhadap organisasi.

Pengukuran dilakukan dengan menggunakan kuisioner yang terdiri dari

pertanyaan mengenai gugus dan latihan, proses gugus, efektivitas gugus, sikap

atau perasaan terhadap gugus dan organisasi dan pertanyaan mengenai identitas

responden.

18

2.5. Analisis Faktor

Analisis faktor adalah suatu teknik untuk menganalisis tentang

kesalingtergantungan (interdependence) dari beberapa variabel secara simultan

dengan tujuan untuk menyederhanakan dari bentuk hubungan antara beberapa

variabel yang diteliti menjadi sejumlah faktor yang lebih sedikit daripada variabel

yang diteliti (Suliyanto, 2005). Menurut Maholtra dalam Suliyanto (2005),

analisis faktor merupakan salah satu bentuk analisis multivariat yang tujuan

umumnya untuk menemukan satu atau beberapa variabel atau konsep yang

diyakini sebagai sumber yang melandasi seperangkat variabel nyata.

Tujuan analisis faktor adalah menggunakan matriks korelasi hitungan

untuk 1.) Mengidentifikasi jumlah terkecil dari faktor umum (yaitu model faktor

yang paling parsimoni) yang mempunyai penjelasan terbaik atau menghubungkan

korelasi diantara variabel indikator. 2.) Mengidentifikasi, melalui faktor rotasi,

solusi faktor yang paling masuk akal. 3.) Estimasi bentuk dan struktur loading,

communality dan varian unik dari indikator. 4.) Intrepretasi dari faktor umum. 5.)

Jika perlu, dilakukan estimasi faktor skor (Sharma, 1994).

2.5.1. Model Analisis Faktor

Suliyanto (2005), mengelompokkan model analisis faktor menjadi dua,

yaitu sebagai berikut :

1. Principal Components Analysis

Principal Components Analysis merupakan model dalam analisis faktor

yang bertujuan untuk melakukan prediksi terhadap sejumlah faktor yang akan

dihasilkan. Model Principal Components Analysis dapat dirumuskan sebagai

berikut :

Fm = ℓm1 + ℓm1X1 + ......ℓmpXp

Syarat, m ≤ p

Jika ditulis dalam bentuk matriks adalah :

F = ℓX, dimana :

F = faktor principal components (unobservable)

X= variabel yang diteliti (observable)

ℓ = bobot dari kombinasi linier (loading)

19

Model Principal Components Analysis secara sederhana dapat dinyatakan

bahwa semakin besar bobot suatu variabel terhadap faktor, semakin erat pula

hubungan variabel tersebut terhadap faktor yang terbentuk, demikian pula

sebaliknya. Kontribusi suatu variabel akan lebih besar terhadap faktor yang

terbentuk dibandingkan dengan kontribusi variabel tersebut terhadap faktor lain.

2. Common Factors

Common factors merupakan model dalam analisis faktor yang bertujuan

untuk mengetahui struktur dari variabel yang diteliti. Model common factors

dapat dirumuskan sebagai berikut :

Xp = ℓp1F1 + ℓp2F2 + ......ℓpmFm + εm

Syarat, m ≤ p

Jika ditulis dalam bentuk matriks maka :

X = ℓF + ε, dimana :

F = common factors (unobservable)

X= variabel yang ditelitu (observable)

ℓ = bobot dari kombinasi linier (loading)

ε = specific factor

Model common factors memberikan gambaran bahwa variabel Xp

memberikan kontribusi terhadap faktor F1 dengan bobot kontribusi sebesar ℓp1 dan

terhadap faktor F2 dengan bobot kontribusi sebesar ℓp2 dan juga terhadap faktor

lain yang tidak diteliti.

2.5.2. Kaiser Meyer Oikin (KMO)

Uji KMO bertujuan untuk mengetahui apakah semua data yang telah

terambil telah cukup untuk difaktorkan. Hipotesis dari KMO adalah sebagai

berikut :

Hipotesis

Ho : Jumlah data cukup untuk difaktorkan

H1 : Jumlah data tidak cukup untuk difaktorkan

20

Statistik uji :

KMO =

p

1i

p

1i

p

1j

2

ij

p

1j

2

ij

p

1i

p

1j

2

ij

ar

r

....................................................(1)

i = 1, 2, 3, ..., p dan j = 1, 2, ..., p

rij = Koefisien korelasi antara variabel i dan j

aij = Koefisien korelasi parsial antara variabel i dan j

Apabila nilai KMO lebih besar dari 0,5 maka terima Ho sehingga dapat

disimpulkan jumlah data telah cukup difaktorkan.

2.5.3. Uji Bartlett (Independensi Antar Variabel)

Uji Bartlett bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antar

variabel dalam kasus multivariat. Jika variabel X1, X2,…,Xp independent (bersifat

saling bebas), maka matriks korelasi antar variabel sama dengan matriks identitas.

Sehingga untuk menguji kebebasan antar variabel ini, uji Bartlett menyatakan

hipotesis sebagai berikut:

H0 : ρ = I

H1 : ρ ≠ I

Statistik Uji :

p

i

ikk rp

r11

1 , k = 1, 2,...,p

Dengan :

kr = rata-rata elemen diagonal pada kolom atau baris ke k dari matrik R

(matrik korelasi)

r = rata-rata keseluruhan dari elemen diagonal

Daerah penolakan :

Tolak H0 jika

ki

ikrpp

r)1(

2

2

22

)1)(2(

)1(1)1(ˆ

rpp

rp

;2/)2()1(2

1

22

2)(ˆ)(

)1(

)1(

pp

p

k

k

ki

ik rrrrr

nT (3)

...........................................................................................

.

(2)

..........................

..........................

..........................

.........

(2)

21

Variabel-variabel yang saling berkorelasi berarti terdapat hubungan antar

variabel. Jika H0 ditolak maka analisis multivariat layak untuk digunakan terutama

metode analisis komponen utama dan analisis faktor.

2.6. Penelitian Terdahulu

Pratiwi (2006) mengkaji efektivitas peran Gugus Kendali Mutu (GKM)

dalam peningkatan kinerja perusahaan di PT. Pertamina unit pengolahan IV

Cilacap dengan pendekatan studi kasus. Tujuan penelitian adalah mengetahui

implementasi GKM di PT. Pertamina UP IV, mengidentifikasi indikator kinerja

perusahaan yang terkait dengan mutu serta mengukur korelasi efektivitas GKM

dengan kinerja PT. Pertamina UP IV yang meliputi kinerja mutu dan

produktivitas.

Implementasi GKM di Pertamina terdiri dari empat tahap yaitu : (1)

persiapan, pengenalan, dan sosialisasi, (2) pembuatan struktur dan prosedur, (3)

pelaksanaan, (4) pembudayaan. Indikator kinerja perusahaan tertuang dalam Key

Performance Indicator (KPI) general manager yang terdiri dari 10 kriteria

berdasarkan empat aspek balance scorecard. Indikator mutu yang berkontribusi

terhadap kinerja perusahaan, yaitu kepemimpinan, fokus pelanggan dan pasar,

fokus pada SDM, manajemen proses, dan hasil-hasil usaha. Hasil analisis regresi

berganda tidak mampu menjelaskan peran GKM terhadap peningkatan kinerja

perusahaan di PT. Pertamina UP IV Cilacap, karena koefisien determinasi

maksimal dari berbagai model yang telah dicoba sangatlah kecil, yaitu 22,2 persen

terhadap kinerja mutu dan 33,3 persen terhadap produktivitas. Dari berbagai

macam alternatif fungsi regresi yang digunakan, terdapat kesamaan faktor yang

nyata pada tingkat kepercayaan 95 persen.

Kusumawati (1997) mengkaji implementasi GKM pada perusahaan

agroindustri teh di PT. Gunung Mas, PTPN VIII, Kabupaten Bogor dengan

pendekatan studi kasus. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui tahap-tahap

pembentukan dan pengimplementasian GKM, permasalahan yang dihadapi,

kinerja, dan manfaat GKM di perkebunan Gunung Mas. Permasalahan yang ada

berturut-turut adalah masalah pengembangan GKM dengan subkriteria masalah

berupa dukungan, penghargaan, dan GKM khusus, masalah pembentukan GKM

dengan subkriteria masalah faktor alam, pokok-pokok kegiatan GKM, metode dan

22

teknik, serta penilaian. Masalah penerapan dengan subkriteria masalah konsep

dasar GKM, kesiapan manajemen, motivasi kerja, dan mekanisme pembentukan.

Kinerja GKM terbaik terdapat di bagian teeknik, kemudian pengolahan, tanaman,

dan administrasi. Secara keseluruhan unsur GKM yang mempunyai kinerja

terbaik berturut-turut adalah unsur pengendalian, perbaikan, standar, teknik,

partisipasi, dan pengembangan.

Suryawati (2001) mengkaji efektivitas GKM terhadap mutu dan

produktivitas karyawan dalam mengimplementasi ISO 9000 pada PT. ISM

Bogasari Flour Mile dengan pendekatan studi kasus. Penelitian bertujuan untuk

mengkaji kegiatan dan efektivitas penerapan TQM melalui GKM terhadap mutu

dan produktivitas karyawan di PT. ISM Bogasari Flour Mile. Metode penelitian

yang dilakukan adalah metode survai dengan mengambil contoh dari populasi

dengan kuesioner sebagai alat dalam pengumpulan data primer. Uji korelasi rank

spearman dilakukan untuk melihat hubungan antara faktor- faktor pendukung

keberhasilan GKM dengan efektivitasnya.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor- faktor pendukung keberhasilan

GKM yaitu komitmen manajemen puncak, motivasi, pendidikan dan pelatihan,

ISO 9000, fasilitas, partisipasi, kepemimpinan, komunikasi, kekompakan, tujuan

GKM, teknik kendali mutu berhubungan nyata dengan efektivitasnya baik

efisiensi, produktivitas kerja dan kepuasan kerja. Efektivitas GKM berpengaruh

terhadap peningkatan mutu dan produktivitas karyawan yang ditunjukkan dengan

adanya penurunan produk cacat selama proses produksi.

Dewi (1993) mengkaji efektivitas Gugus Kendali Mutu di PT. Perkebunan

XII. Penelitian ini bertujuan mempelajari faktor-faktor penyusun efektivitas GKM

dan mengetahui keterkaitan antara faktor-faktor penentu efektivitas GKM pada

masing-masing lokasi penelitian, serta memberikan saran bagi pengembangan

GKM bagi PT. Perkebunan XII. Penelitian dilakukan dengan menyebarkan

kuisioner dan wawancara langsung terhadap responden yaitu anggota GKM di

tiga lokasi penelitian. Metode yang digunakan adalah penelitian survai, dengan

analisis statistik uji kesahihan dan keterandalan alat ukur, korelasi rank spearman

dan regresi linier berganda.

23

Hasil uji kesahihan menurut pretest adalah adanya perbaikan kuisioner

dengan nilai reliabilitas 0,889. Hasil korelasi rank spearman menunjukkan bahwa

dari sembilan variabel yang ditetapkan, tujuh variabel berpengaruh nyata terhadap

aktivitas GKM, yaitu kepemimpinan fasilitator, kepemimpinan ketua GKM,

partisipasi, struktur tugas, fasilitas, dan dukungan manajemen. Sedangkan

keanggotaan dan kekompakkan tidak berhubungan nyata dengan efektivitas

GKM. Selanjutnya dari regresi linier berganda didapatkan empat faktor yang

dominan terhadap kondisi GKM di PTP XII, yaitu kepemimpinan fasilitator,

tujuan GKM, partisipasi, dan dukungan manajemen. Tingkat efektivitas ketiga

lokasi penelitian hampir sama, hal ini disebabkan oleh faktor dominan berupa

kepemimpinan fasilitator, pemahaman terhadap tujuan GKM dan partisipasi.

24

III. METODE PENELITIAN

3.1. Kerangka Pemikiran

Persaingan usaha dalam industri manufaktur semakin ketat. Hal

inimembuat perusahaan-perusahaan melakukan berbagai cara untuk bisa bertahan

dalam persaingan. Salah satu cara untuk meningkatkan kualitas adalah dengan

membentuk gugus kendali mutu dalam perusahaan. Penelitian ini dilakukan untuk

melihat efektivitas implementasi gugus kendali mutu yang dilakukan oleh

perusahaan, dalam hal ini mengetahui implementasi GKM di PT. Triteguh

manunggal sejati dengan mengetahui kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh

gugus.

Kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh gugus meliputi intensitas pertemuan

gugus, pelaksanaan perbaikan dalam bidang kerja masing-masing, coaching and

conseling, pembuatan risalah dan konvensi yang dilakukan oleh gugus. Untuk

melihat efektivitas GKM perlu diketahui indikator yang paling berpengaruh

terhadap efektivitas GKM dari faktor-faktor yang telah ditentukan. Indikator-

indikator yang mempengaruhi efektivitas GKM diantaranya adalah komitmen

manajemen puncak, tujuan GKM, pendidikan dan pelatihan, komunikasi,

partisipasi, seven tools, kepemimpinan fasilitator dan ketua GKM, dan fasilitas.

Penilaian efektivitas hasil kerja gugus dilakukan dilakukan dengan

mengetahui perbandingan antara penilaian responden terhadap kondisi sebelum

dan sesudah mengikuti GKM serta hasil akhir dari kegiatan gugus berdasarkan

data - data yang berhubungan dengan efisiensi, produk atau material cacat, dan

produktivitas. Tentunya gugus yang efektif adalah yang bisa melakukan

perubahan kearah yang positif berkaitan dengan kemampuan meminimalkan

biaya produksi, meningkatkan produktivitas karyawan, menurunkan produk cacat,

sehingga meningkatkan kualitas produk dan meningkatkan efisiensi yang pada

akhirnya terjadi peningkatan daya saing bagi perusahaan.

25

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Konseptual

Peningkatan Efektivitas Hasil GKM

Persaingan Industri Manufaktur

PT. Triteguh Manunggal Sejati

Peningkatan

Efisiensi

Peningkatan

kualitas

Penurunan

Jumlah Cacat

Penurunan

biaya

Peningkatan

daya saing

perusahaan

Gugus Kendali

Mutu

Indikator Proses :

Pertemuan gugus

Pelatihan GKM

Pemecahan

masalah

Coaching and

Conseling

Konvensi Gugus

Indikator Penentu Keberhasilan:

Komitmen Manajemen

Puncak

Tujuan GKM

Pendidikan dan pelatihan

Komunikasi

Partisipasi

Seven Tools

Kepemimpinan

Fasilitas

Output Proses

Produksi

26

3.2. Tahapan Penelitian

Penelitian dimulai dengan menetapkan tujuan penelitian untuk mengetahui

efektivitas penerapan gugus kendali mutu di perusahaan. Kemudian melakukan

studi pustaka sebagai landasan berfikir ilmiah berupa kegiatan mencari literatur-

literatur atau hasil penelitian terdahulu dalam memecahkan masalah yang diteliti.

Setelah itu mempelajari kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh organisasi gugus.

Kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh gugus diantaranya adalah mengadakan

pertemuan gugus, pendidikan dan pelatihan bagi anggota gugus, pemecahan

masalah gugus, coaching and conseling dan aktivitas konvensi. Hal ini untuk

mengetahui efektivitas penerapan gugus kendali mutu yang dilakukan oleh

perusahaan.

Penyebaran kuesioner dilakukan kepada anggota gugus untuk mengetahui

indikator penentu keberhasilan kinerja gugus. Indikator-indikator penentu

keberhasilan yang diuji dalam kuesioner tersebut diantaranya adalah komitmen

manajemen puncak, tujuan GKM, pendidikan dan pelatihan, komunikasi,

partisipasi, seven tools, kepemimpinan fasilitator dan ketua GKM, dan fasilitas

(Imae, 1997). Selain itu diperlukan data-data hasil GKM sebelumnya untuk

membandingkan persepsi responden dengan hasil dari kegiatan GKM sebenarnya.

Pengolahan data kuesioner dilakukan dengan menggunakan SPSS versi 17.0 dan

menggunakan perhitungan analisis faktor untuk mengetahui variabel yang paling

berpengaruh terhadap efektivitas gugus.

Perhitungan yang berkaitan dengan penilaian responden sebelum dan

sesudah mengikuti GKM dilakukan dengan statistika deskriptif. Perhitungan

analisis deskriptif dengan menggunakan modus dengan melihat angka yang paling

banyak muncul pada setiap variabel sebelum dan sesudah GKM. Dengan

demikian, dapat diketahui perubahan yang terjadi dari hasil perbandingan

tersebut. Hasil dari pembahasan mengenai analisis perbandingan tersebut akan

direkomendasikan kepada perusahaan untuk diterapkan dalam kegiatan bisnis

perusahaan dan menjadi masukan bagi perusahaan dalam pelaksanaan GKM di

PT. TMS. Tahapan penelitian digambarkan dalam diagram alur sebagai berikut :

27

Gambar 2. Diagram Alir Tahap Penelitian

Model

analisis

statistik lain

Penentuan Tujuan Penelitian

Studi pustaka

Penentuan Teknik Pengumpulan data

Perancangan kuesioner

Pengujian data dan

penyebaran kuesioner

Ok?

??K

Pengolahan dan analisis data

pembahasan

Cukup?

Tabulasi data

Perhitungan

analisis faktor

Valid?

Valid?

Perhitungan

statistika

deskriptif

Pengumpulan data

profil perusahaan,

wawancara fasilitator

dan supervisor

produksi, data hasil

kegiatan GKM

Ya

Ya

Ya

Penarikan

Kesimpulan

Saran

Mulai

Selesai

Tidak

Tidak

k

28

3.3. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan selama 3 (tiga) bulan dimulai pada bulan Juli

hingga September 2010. Lokasi penelitian bertempat di salah satu cabang PT.

Garuda Food Putra Putri Jaya yaitu PT. Triteguh Manunggal Sejati yang berlokasi

di Gunung Putri, Bogor. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja,

mengingat PT. TMS telah menerapkan Gugus Kendali Mutu sebagai salah satu

upaya peningkatan kualitas produk dan mendorong partisipasi karyawan, dan

bersedia dijadikan objek penelitian.

3.4. Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan berupa data primer dan data sekunder. Data primer

diperoleh dari wawancara dengan fasilitator dan supervisor produksi di

Departemen Minuman Ringan. Sedangkan data sekunder diperoleh dari data

perusahaan, internet, buku dan penelitian terdahulu yang relevan dengan

penelitian. Untuk lebih jelasnya, jenis data dan sumber data dapat dilihat pada

Lampiran 10.

3.5. Jumlah Sampel dan Metode Penarikan Sampel

Penentuan contoh (sampling) dalam penelitian ini menggunakan metode

quota sampling, yaitu metode pengumpulan sampel dimana responden dipilih

secara sengaja dan distratifikasikan secara proporsional. Jumlah responden yang

diambil sebanyak 30 responden yang merupakan aktivis GKM di Departemen

Minuman Ringan. Penentuan jumlah sampel didasarkan pada jumlah total aktivis

GKM di Departemen Minuman Ringan. Di Departemen Minuman Ringan

terdapat 15 kelompok GKM yang terdiri dari 4-7 orang setiap kelompoknya

dengan total aktivis GKM sebanyak 80 orang. Dari setiap GKM diambil dua

orang aktivis sebagai responden, dan dengan demikian total aktivis GKM yang

menjadi responden sebanyak 30 orang.

3.6. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data primer dilakukan melalui kuesioner dan wawancara

langsung dengan aktivis GKM, fasilitator dan supervisor produksi di Departemen

Produksi Minuman Ringan. Pertanyaan dalam kuesioner berupa pertanyaan

29

terbuka maupun tertutup. Pertanyaan terbuka adalah pertanyaan yang diberikan

dengan memberikan kebebasan jawaban dari responden, sedangkan pertanyaan

tertutup adalah pertanyaan yang telah disediakan alternatif jawabannya.

Pengumpulan data primer secara lebih jelas dapat dilihat pada Lampiran 10.

Pengujian data kuesioner dilakukan dengan menggunakan uji validitas dan

reliabilitas. Uji validitas dilakukan untuk mengetahui apakah alat ukur yang

disusun dapat digunakan untuk mengukur apa yang hendak digunakan. Untuk

menguji tingkat validitas kuesioner digunakan tingkat korelasi product moment

Pearson. Uji reliabilitas dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana konsistensi

hasil pengukuran yang dilakukan. Uji reliabilitas yang digunakan adalah koefisien

internal dari Cronbach Alpha.

Data sekunder diperoleh dari data perusahaan berupa profil perusahaan,

struktur organisasi, data prestasi GKM di produksi minuman ringan dan risalah-

risalah hasil kinerja GKM di Departemen Produksi Minuman Ringan. Selain itu,

data sekunder diperoleh melalui studi pustaka, internet, buku dan penelitian

terdahulu yang relevan dengan penelitian.

3.7. Pengolahan dan Analisis Data

Data yang diperoleh adalah data kuantitatif berupa hasil kinerja GKM

berkaitan dengan efisiensi, produk cacat dan data kualitatif berupa penilaian

responden yang disajikan dalam bentuk kuesioner. Data kuantitatif diolah secara

manual dan disajikan dalam bentuk tabel dan dianalisis secara deskriptif. Data

kualitatif diolah dengan menggunakan software SPSS dan dianalisis melalui

analisis statistik, yaitu analisis faktor. Selain analisis faktor digunakan juga

statistik deskriptif yakni dengan menggunakan tabulasi dan modus.

Penilaian responden terkait dengan kuesioner indikator penentu

keberhasilan GKM dilakukan dengan menggunakan skala likert yaitu skala 1

sampai dengan 5 berdasarkan tingkat kepentingan atau persetujuan, yaitu :

1 : sangat tidak setuju

2 : tidak setuju

3 : netral

4 : setuju

5 : sangat setuju

30

Perhitungan indikator penentu keberhasilan GKM dilakukan dengan

menggunakan analisis faktor. Sedangkan kuesioner efektivitas hasil GKM juga

dilakukan dengan menggunakan skala likert berdasarkan tingkat kepentingan,

yaitu :

-2 : sangat buruk

-1 : buruk

0 : tidak ada perubahan

+1 : lebih baik

+2 : sangat baik

Perhitungan efektivitas hasil GKM dilakukan dengan statistika deskriptif

berupa modus, yaitu dengan melihat nilai yang paling banyak muncul untuk

mengetahui perubahan sebelum dan sesudah GKM.

31

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Profil Perusahaan

4.1.1. Latar Belakang dan Sejarah Perusahaan

PT GarudaFood Putra Putri Jaya berawal dari sebuah perusahaan keluarga

yang bergerak di bisnis kacang garing, yakni PT. Tudung Putrajaya. Perusahaan

ini didirikan tahun 1979 di Pati, Jawa Tengah, oleh almarhum Darmo Putro yang

memulai usahanya sebagai produsen tepung tapioka. Sejak tahun 1987,

perusahaan mulai serius berkosentrasi di bisnis kacang garing dengan

meluncurkan merek Kacang garing Garuda, yang belakangan sangat popular di

masyarakat dengan sebutan Kacang Garuda.

Seiring dengan kemajuan yang dicapai produk kacang garingnya,

perusahaan terus melakukan inovasi dengan melakukan upaya diversifikasi

produk dan penerapan mesin-mesin baru berteknologi modern. Pada tahun 1995,

melalui PT. Garuda Putra Putri Jaya, perusahaan mendirikan pabrik kacang lapis

yang meliputi kacang atom, kacang telur, dan kacang madu.Untuk memperkokoh

basis di Industri makanan ringan, tahun 1997 perusahaan memasuki pasar biskuit

melalui PT. Garuda Food Jaya. Meskipun di tengah krisis ekonomi, merek biskuit

Danza dan Gery berhasil melakukan penetrasi pasar, untuk tahap I (karena

keterbatasan kapasitas), ke sejumlah pasar wafer stick di Jawa Timur dan Jawa

Tengah.

Pada Mei 1998, PT. Garuda Food Putra Putri Jaya mengakuisisi PT.

Triteguh Manunggal Sejati (TMS) yang memproduksi produk jelly Okky dan

produk minuman Keffy. PT. Triteguh Manunggal sejati adalah produsen minuman

jelly yang didirikan pada tahun 1974 di Kalideres. Selain produk-produk jelly

sangat digemari oleh konsumen, produk-produk jelly ini mendapatkan beberapa

penghargaan sehingga membuat PT. Garuda Food Putra Putri Jaya dikenal

sebagai produsen produk jelly yang bagus. Pada tahun 2002, Okky Jelly Sedot dan

Okky jelly Serat menjadi market leader dalam pasar produk jelly.

Pada tahun 2003, produk baru dari jelly yaitu Okky Jelly Drink

diluncurkan ke pasaran. Dengan kemunculan produk ini membuat PT. Garuda

Food Putra Putri Jaya menjadi terkenal di industri minuman dan di pasar minuman

32

ringan. PT. Garuda Food Putra Putri Jaya selalu mencoba untuk mengembangkan

produk-produk lain. Sebagai hasilnya, Okky Bollo Drink di produksi pada tahun

2005. Penghargaan pertama yang diraih oleh PT. Triteguh Manunggal Sejati

adalah mendapatkan Top Brand for Kids untuk Okky Jelly. Sebulan kemudian

yakni pada Juli 2004, PT. Triteguh Manunggal Sejati meraih penghargaan

Indonesian Best Brand Award (IBBA) untuk produk Okky Jelly. Pada tahun 2007,

perusahan meraih penghargaan Top Brand Award untuk Okky Jelly Drink.

Saat ini PT. Triteguh Manunggal Sejati (TMS) memiliki empat pabrik,

diantaranya adalah PT. L yang berlokasi di Pekan Baru, PT. J di Gresik, PT. F di

Keroncong dan PT. G di Gunung Putri. PT. G sebelumnya berlokasi di Cikupa,

dan kemudian di pindahkan ke Gunung Putri pada September 2009. Saat ini PT.

Triteguh Manunggal Sejati memproduksi Okky Jelly Drink rasa Blackcurrant dan

Guava, Keffy rasa jeruk dan Mountea rasa Apple, Guava dan Blackcurrent.

4.1.2. Visi dan Misi Perusahaan

Visi dari PT. Triteguh Manunggal Sejati adalah menjadi salah satu

perusahaan terbaik dalam industri makanan dan minuman dalam aspek

keuntungan, penjualan, dan kepuasan konsumen dengan bekerja secara kreatif dan

inovatif. Dalam mendukung visi, PT. Triteguh Manunggal Sejati juga

mempunyai misi. Misi dari PT. Triteguh Manunggal Sejati adalah :

1. Memberikan kepuasan kepada konsumen dengan menciptakan makanan dan

minuman dengan kualitas tinggi dan produk-produk konsumsi dengan

pelayanan yang berkualitas.

2. Membentuk komunitas karyawan untuk menumbuhkan rasa kebersamaan dan

mengembangkan quality for life, lingkungan pekerjaan, dan aktivitas para

pekerja.

3. Menciptakan keuntungan jangka panjang secara berkelanjutan dalam

hubungan antara perusahaan dan mitra kerja.

4. Meningkatkan nilai tambah bagi para stakeholder dengan menunjukkan etika

bisnis dan manajemen perusahaan yang baik.

Aktivitas yang dilakukan di PT. Triteguh Manunggal Sejati selalu merujuk

pada visi dan misi perusahaan. Selain itu, di PT. Triteguh Manunggal Sejati

terdapat pilosofi yang menjadi dasar dari visi perusahaan. Pilosofi perusahaan

33

adalah Damai dan Dinamis. Pilosofi ini berkenaan dengan nilai-nilai

kemanusiaan, etika bisnis, persatuan melalui kaharmonisan, cepat dan unggul

dalam inovasi, dan bekerja secara cerdas dalam budaya pembelajaran. Disamping

pilosofi perusahaan, semangat pendiri yaitu Sukses itu Lahir dari Kejujuran,

Keuletan, dan Ketekunan yang diiringi Doa juga menjadi pendekatan dasar dari

visi perusahaan. Dalam proses kerjanya, setiap karyawan harus berlandaskan

kepada Tudung Basic mentality, yaitu :

1. Bersyukur atas anugerah Tuhan (be grateful to God)

2. Semangat untuk sukses (winning spirit)

3. Pelayanan kepada stakeholders(service to stakeholders)

4. Berfikir kreatif dan inovatif (craeative and innovative thinking)

5. Perbaikan berkesinambungan (continuous improvement/ kaizen)

4.1.3. Struktur Organisasi

Struktur organisasi di PT. Triteguh Manunggal Sejati plant G Gunung

Putri di pimpin oleh seorang kepala BU (Business Unit). Kepala BU

bertanggungjawab dalam menyusun rencana, mengontrol kegiatan-kegiatan dalam

setiap aktivitas manufaktur, dan mengevaluasi aktivitas yang dilakukan oleh unit

bisnis. Kepala BU juga harus memimpin, mengkoordinasi, dan mengamati

pekerjaan dari staff, pekerja dan karyawan di PT. Triteguh Manunggal Sejati.

Selanjutnya kepala BU harus mampu mengambil keputusan dalam mencapai

tujuan perusahaan sesuai dengan visi dan misi perusahaan.

Kepala BU dibantu oleh beberapa kepala departemen dalam BU yang

membawahi masing-masing departemen di PT. Triteguh Manunggal Sejati.

Departemen di PT. Triteguh Manunggal Sejati terdiri dari Departemen PDCA

(plan, do, check, action), Departemen FA (finance and accounting), Departemen

Pengadaan bahan baku, Departemen Produksi, Departemen QA (quality

assurance), Departemen QC (quality control), Departemen Pengembangan

Formula dan Produk, Departemen Pengendalian Perencanaan Persediaan dan

Logistik, Departemen Teknik dan Departemen Sumber Daya Manusia (HRS). Di

setiap departemen, di bawah kepala departemen terdapat kepala seksi, group team

leader, team leader, dan operator.

34

1. Departemen PDCA (plan, do, check, action)

a) Memfasilitasi, memonitor, dan mengevaluasi setiap rencana dan

implementasi dari program dan sistem dalam pabrik.

b) Melaksanakan perbaikan manajemen

2. Departemen FA (finance and accounting)

a) Mengurus seluruh aktivitas keuangan dalam perusahaan.

b) Membuat laporan keuangan harian, bulanan, dan tahunan dalam

perusahaan.

3. Departemen Pengadaan

a) Melakukan seleksi, negosiasi, dan komunikasi dengan pemasok.

b) Menyiapkan bahan baku berdasarkan spesifikasi dan jumlah yang diminta.

4. Departemen Produksi

a) Memimpin dan memonitor semua aktivitas yang terjadi dalam produksi

untuk mencapai target produksi.

b) Membuat tindakan perbaikan berkelanjutan.

5. Departeman Pengawasan dan Pengendalian Kualitas (QAQC)

a) Membuat, menguji, dan mengevaluasi sistem yang dijalankan dan

hubungannya dengan keamanan produk dan regulasi produk tentang

jaminan kualitas dari barang yang selesai diproduksi.

b) Mengontrol kualitas produk mulai dari bahan baku produk, proses

produksi sampai penyimpanan dan pengiriman produk akhir.

6. Departemen Pengembangan Formula dan Produk

a) Meningkatkan kualitas produk.

b) Bertanggungjawab dalam program penentuan skala produk baru dan

penurunan biaya.

c) Mengatur legalisasi dan sertifikasi halal.

7. Departemen Pengendalian Perencanaan Persediaan dan Logistik

a) Mengontrol bahan baku dan persediaan kemasan.

b) Membuat rencana produksi mingguan.

c) Mengontrol ketersediaan dari persediaan barang akhir sampai

pengirimannya.

35

8. Departemen Teknik

a) Memastikan bahwa semua mesin dalam keadaan baik dan dapat

dioperasikan dengan baik.

b) Melakukan pemeriksaan terhadap mesin-mesin secara rutin.

9. Departemen Sumber Daya Manusia (HRS)

a) Personal Development (PDv)

1) Mengumpulkan informasi mengenai pelatihan dan mengatur pelatihan

karyawan.

2) Mencatat data karyawan yang telah mengikuti pelatihan dalam catatan

pelatihan karyawan.

b) Personnel and General Affairs (PGA)

1) Membuat laporan gaji.

2) Merekrut dan memilih sumber daya manusia yang potensial.

3) Menyarankan penerimaan, penempatan, mutasi, rotasi, dan pengeluaran

karyawan.

4.1.4. Proses Produksi Divisi Minuman Ringan (Beverages)

Proses produksi bermula dari proses pemasakan, dan proses pemasakan ini

merupakan proses pencampuran semua bahan mentah dengan air dan pemanasan.

Bahan mentah seperti jelly, pemanis, pengawet, pewarna, cloudifier, asam dan

flavor ditambahkan secara bertahap dengan air yang telah diolah di fasilitas water

treatment. Keseluruhan bahan diaduk sampai homogen dan juga dipanaskan

hingga mencapai suhu 81°C. Proses pencampuran dan pemasakan ini dilakukan

di jacket tank masak.

Setelah melalui proses pemasakan, proses dilanjutkan ke tahap filling dan

sealing. Proses filling merupakan proses pemasukan hasil adonan yang telah

disiapkan dari pemasakan ke cup-cup yang sudah disiapkan. Setelah cup-cup diisi

dilakukan proses sealing yang bertujuan untuk menutup cup dan isinya dengan

seal, sehingga isi tidak tumpah. Proses sealing harus kuat sehingga terhindar dari

kebocoran dan menjaga kualitas produk di dalam cup.

Setelah tahap filling dan sealing, masuk ke tahap pasteurisasi.

Mikroorganisme merupakan faktor yang dapat menurunkan kualitas dari produk

sehingga diperlukan suatu tindakan untuk meminimalkan penurunan kualitas

36

tersebut. Setelah proses pasteurisasi dilakukan maka selanjutnya dilakukan proses

cooling atau pendinginan dengan memasukkan produk dari bak panas ke dalam

bak dingin. Sirkulasi pendinginan dilakukan dengan mesin cooling tower dengan

syarat suhu maksimal pendinginan sebesar 30°C. Produk didinginkan dengan

waktu sekitar 5 menit dan suhu akhir internal jelly sekitar 37°C. Proses

pendinginan ini harus dilakukan secara sempurna untuk mengantisipasi

kemungkinan sineresis gel akibat asam yang terdapat pada produk jelly.

Produk-produk yang telah melalui proses pasteurisasi akan diteruskan

untuk memasuki proses packaging. Produk dipindahkan dari area pasteurisasi ke

area pengemasan dengan menggunakan keranjang yang digerakkan secara manual

oleh operator di atas roller conveyor. Kemudian produk diletakkan di atas belt

conveyor untuk diperiksa kualitasnya oleh petugas quality control, alat yang

mendukung proses pengecekan kualitas ini adalah penggunaan lampu berwarna

putih untuk mendukung serta mempermudah proses pengecekan kualitas produk.

Selanjutnya produk akan berada di line packing yang dilengkapi dengan lampu,

conveyor yang digunakan adalah dari jenis belt yang bebahan dasar karet,

kecepatan dari conveyor pada line packing ini dapat disesuaikan.

Pengemasan dilakukan secara manual oleh sepuluh orang. Posisi orang

tersebut adalah berbaris dengan formasi bersebrangan di dua sisi, jadi di setiap

satu sisi line packing terdapat lima orang. Pengemas tersebut kemudian

mengemas produk sesuai standar termasuk letak sedotan dan partisi pada kardus.

Hasil kemasan yang telah selesai diletakkan di conveyor yang terletak di bagian

bawah conveyor produk. Jadi pada line packing terdapat dua lajur conveyor,

bagian atas untuk produk jadi sedangkan bagian bawah untuk produk yang telah

dikemas. Hasil pengemasan ini selanjutnya akan dilaminasi secara otomatis

dengan mesin carton sealer. Diagram alur produksi secara lebih rinci dapat

dilihat pada Gambar 3.

37

Air proses

Proses Filling dan

Sealing

Drying

Gelling Agent

(karagenan, locust bean

gum, dan konjac gum) Proses Pemasakan

Bahan

bakutambahan

Holding Tank

Cooling

Pasteurisasi

Pemberian Kode

Produksi

Finish Goods

Transfer ke FGW

Packing

Pemasakan Nata

Nata masak

Nata mentah

Gambar 3. Alur Proses Produksi Minuman Ringan (Sumber : PT. TMS, 2010)

4.2. Implementasi Gugus Kendali Mutu di PT. Triteguh Manunggal Sejati (TMS)

4.2.1. Sejarah Pembentukan Gugus Kendali Mutu di PT. TMS

Berawal dari kesadaran untuk selalu menjaga dan meningkatkan kualitas

produk, maka pada tahun 2007 PT. TMS menerapkan Gugus Kendali Mutu

(GKM) dan Suggestion System (SS) pada manajemen tingkat bawah. Gugus

kendali mutu merupakan bentuk implementasi dari Manajemen Mutu Terpadu

(MMT). Diharapkan dengan kegiatan GKM semakin tumbuh partisipasi dari

setiap karyawan dalam peningkatan kualitas produk serta terciptanya budaya

perusahaan yang baik dan sehat. Di PT. TMS, GKM lebih dikenal dengan

sebutan Small Group Activities (SGA). Sasaran dari kegiatan ini adalah

memecahkan masalah yang terkait dengan bidang kerjanya masing-masing serta

menumbuhkan pasrtisipasi dari setiap karyawan akan pentingnya mutu dalam

setiap kegiatannya.

38

Kegiatan GKM di PT. TMS mulai diadakan pada tahun 2007 dengan

tujuan untuk meningkatkan kualitas produk, meningkatkan partisipasi dari setiap

karyawan, meningkatkan pemahaman dan pengetahuan karyawan, serta mencari

alternatif-alternatif dan memunculkan ide-ide baru dari setiap karyawan untuk

meningkatkan dan memperbaiki proses kerjanya masing-masing. Anggota GKM

terdiri dari operator, leader, team leader dan kepala departemen. Setiap GKM

terdiri dari 4-7 orang yang berasal dari bidang pekerjaan yang sama. Pertemuan

dilakukan selama 2 jam setiap minggu dengan jadwal pertemuan yang telah

disepakati terlebih dahulu dengan fasilitator. Pertemuan dilakukan di taman SGA

yang berupa ruangan khusus tempat GKM melakukan pertemuan. Setiap GKM

dibimbing oleh seorang fasilitator dan dipimpin oleh seorang ketua dan seorang

sekertaris yang bertugas untuk mencatat hasil pertemuan dan menyusun risalah

GKM.

Kegiatan GKM di PT. TMS tidak hanya dilakukan di Departemen

Produksi saja, tetapi sudah diterapkan di departemen-departemen lainnya. Hal ini

dilakukan mengingat masalah yang terjadi di tempat kerja bukan hanya di bagian

produksi saja , tetapi masalah juga terjadi di bagian lainnya dan perlu dilakukan

pemecahan masalah melalui kegiatan GKM. Kegiatan GKM di PT. TMS

berdasarkan pada filosofi sukarela dari setiap karyawan. Asas sukarela bukan

berarti tidak ada dukungan penuh dari pihak manajemen, manajemen mendukung

penuh kegiatan GKM dengan memberikan reward kepada GKM yang aktif

dalam bentuk parkir khusus, pemberian menu makanan tambahan, studi banding

ke perusahaan lain yang menerapkan GKM, dan pemberian fasilitas lainnya yang

membuat keberadaan karyawan sebagai anggota GKM merasa dihargai. Memang,

penerapan GKM di perusahaan belum sepenuhnya diikuti oleh semua karyawan

karena tingkat pemahaman dan partisipasi dari karyawan. Dan perlu diakui dan

dipahami bahwa untuk menerapkan satu konsep baru , harus ada kepercayaan diri

dari karyawan terhadap konsep tersebut.

4.2.2.GKM di PT. Triteguh Manunggal Sejati

Karyawan PT. TMS yang menjadi aktivis GKM tahun 2010 berjumlah 245

orang. Jumlah ini lebih besar dari tahun-tahun sebelumnya, terbukti dengan

terjadinya peningkatan jumlah Gugus di PT. TMS. Pada tahun 2010, terdapat 45

39

GKM di PT. TMS. Tiga GKM dari Departemen HRS (Human Resource Service),

empat GKM dari Departemen Teknik, satu GKM dari Departemen Procurement,

tiga GKM dari Departemen PDCA (Plan, Do, Check, Action), dua GKM dari

Departemen PPIC, satu GKM dari Departemen FA (Finance and Accounting),

sepuluh GKM dari Departemen Produksi biskuit, tiga GKM dari Departemen PDF

(Formula), empat GKM dari Departemen QA/QC (Quality Assurance and Quality

Control), dan empat belas GKM dari Departemen Produksi Beverages.

Tabel 1. Jumlah GKM di PT. Triteguh Manunggal Sejati

No. Departemen Jumlah Karyawan

(orang)

GKM

Kelompok Orang

1. Produksi Beverage 117 14 82

2. Produksi Biskuit 156 10 56

3. Human Resource 17 3 14

4. Teknik 55 4 18

5. QA/QC 42 4 21

6. PDCA 19 3 12

7. formula (PDF) 40 3 18

8. PPIC 17 2 12

9. Finance 16 1 9

10. Procurement 7 1 5

Sumber : PT. Triteguh Manunggal Sejati (2010)

4.2.3.Proses Pembentukan dan pelaksanaan GKM di PT. TMS

Proses pembentukan Gugus Kendali Mutu (GKM) di PT. TMS terdiri dari

empat tahap yaitu sosialisasi, pembuatan struktur, pelaksanaan dan pembudayaan.

1. Sosialisasi

Proses sosialisasi merupakan langkah awal dari pihak manajemen untuk

memberikan informasi kepada karyawan mengenai pembentukan GKM di

perusahaan. Untuk meningkatkan semangat karyawan yang lain, maka ada

beberapa GKM yang dimunculkan sebagai percontohan. Dari percontohan itu

akhirnya semakin banyak karyawan yang turut serta dalam kegiatan GKM.

Pelatihan GKM terdiri dari pelatihan bagi manajemen pabrik, fasilitator, ketua,

dan anggota GKM. Pelatihan bagi fasilitator agar fasilitator dapat membimbing

40

dan mengarahkan kegiatan gugus. Pelatihan bagi Ketua GKM agar dapat

mengkoordinasikan dan mengefektifkan jalannya kegiatan GKM, dan pelatihan

bagi anggota GKM, agar anggota GKM mengetahui konsep GKM dan teknik-

teknik yang sering digunakan.

2. Pembuatan struktur

Setelah dilakukan sosialisasi menyeluruh kepada karyawan, kemudian

dilakukan pembuatan struktur GKM. Struktur GKM terdiri dari fasilitator,

ketua, sekretaris dan anggota. Fasilitator adalah seseorang yang bertanggung

jawab untuk mengkoordinasikan dan mengarahkan kegiatan-kegiatan gugus di

suatu departemen, dan berperan sebagai pembimbing, katalisator, pelatih, dan

penghubung dengan sponsor. Khusus di bagian produksi minuman ringan,

terdapat dua orang fasilitator yaitu satu orang di line manual dan satu orang di

line robotik.

Ketua gugus adalah seseorang yang bertanggung jawab untuk

mengefektifkan gugus dan mempunyai tugas yaitu : mengatur pertemuan

gugus, memastikan agar pertemuan sesuai dengan tujuan gugus, mendorong

keterlibatan anggota, menciptakan koordinasi dan keselarasan antar anggota

gugus, membantu anggota gugus, dan membangun komunikasi yang efektif

antar anggota. Sedangkan notulis adalah seseorang yang bertanggung jawab

atas pencatatan hasil-hasil yang dibicarakan selama gugus berlangsung dengan

membuat ringkasan hasil pertemuan dan menyusun risalah.

3. Pelaksanaan

Pelaksanaan GKM diawali dengan memilih pimpinan GKM. Selanjutnya,

dilakukan identifikasi masalah di tempat kerja, kemudian mengevaluasi dan

memilih tema yang sederhana dan periode penyelesaian singkat. Pertemuan

secara berkala juga diselenggarakan untuk memecahkan masalah dengan

teknik-teknik yang ada. Pertemuan dilaksanakan di ruangan khusus yang diberi

nama taman GKM atau taman SGA. Biasanya tidak hanya satu GKM yang

mengadakan pertemuan di taman SGA setiap harinya, 2 sampai 4 kelompok

GKM mengadakan pertemuan setiap harinya.

Pertemuan dilakukan dengan membahas setiap langkah dari delapan

langkah pemecahan masalah dengan menggunakan seven tools di setiap

41

langkahnya.Dalam pertemuan anggota gugus, kehadiran fasilitator sangat

penting, karena tugas fasilitator sebagai pembimbing dan pemberi arahan bagi

gugus. Hasil pertemuan gugus kemudian dibuat risalah oleh notulis yang akan

dievaluasi dievaluasi dan dipresentasikan ke manajemen.

Sebagai salah satu bentuk komitmen manajemen puncak bagi gugus,

sebelum diadakan konvensi dilakukan proses coaching and controling (C&C)

oleh manajemen. C&C adalah proses evaluasi dan bimbingan dari manajemen

bagi gugus yang akan mengikuti konvensi tingkat lokal. Dari proses C&C

diharapkan setiap anggota gugus mampu melakukan presentasi ketika konvensi

dan kematangan dari risalah yang telah dibuat sebelumnya. Dalam hal

administrasi, kelompok GKM yang terbentuk harus didaftarkan pada Komite

Koordinator, demikian pula tema yang dipilih juga didaftarkan. Rencana

kegiatan GKM dibuat dan setiap pertemuan harus dibuat notulen dan

salinannya untuk kemudian diberikan pada fasilitator untuk ditindaklanjuti

lebih lanjut. Perkembangan GKM dilaporkan oleh fasilitator secara berkala

kepada koordinator.

Proses pelaksanaan GKM di PT. TMS dilakukan dengan menggunakan

delapan langkah pemecahan masalah dan tujuh alat kendali mutu (seven tools).

Delapan langkah pemecahan masalah yang dimaksud antara lain sebagai

berikut :

1) Identifikasi masalah dan penetapan target

Langkah awal yang dilakukan oleh kelompok gugus di PT. TMS adalah

melakukan brainstorming masalah dengan cara menggali masalah yang ada

melalui pola pengumpulan pendapat atau ide dengan partisipasi dari seluruh

peserta. Setelah brainstorming kemudian melakukan pemisahan masalah yang

sifatnya berbenturan dengan kebijakan perusahaan, gosip, atau keluhan yang

sifatnya perorangan. Kemudian dilakukan pengumpulan data dengan

menggunakan tolak ukur yang sama dengan melihat kinerja sebelumnya.

Prioritas masalah dilakukan dengan menggunakan diagram pareto sehingga

diketahui masalah terbesar dan kemudian dijadikan sebagai tema GKM. Tema

yang dipilih kemudian diinformasikan dan meminta persetujuan atas tema yang

diambil kepada fasilitator.

42

Penetapan target gugus didasarkan pada konsep SMART (specific,

measurable, achievable, realistic, and timeline). Setelah itu dilakukan analisis

QCDSME (quality, cost, delivery, safety, morale, and environment) dengan

menganalisis dan menguraikan secara singkat akibat dan pengaruh dari

masalah prioritas, ditinjau dari faktor quality, cost, delivery, safety, morale, and

environment melalui tampilan data angka maupun definisi logis untuk bahan

evaluasi serta perbandingan antara kondisi sebelum dan sesudah dilakukan.

2) Menganalisis akar penyebab

Proses mencari akar penyebab dilakukan dengan menganalisis faktor-

faktor yang berkaitan dengan akar permasalahan. Caranya adalah dengan

mendetailkan penyebab dengan bertanya lima kali why/ mengapa dan

melakukan uji logika atau uji kembali hubungan sebab akibatnya. Analisis

dilakukan dengan menggunakan perangkat statistik untuk melihat hubungan

antar sebab dan akibat secara lebih akurat.

3) Analisis pengujian hipotesa

Pengujian hipotesa terhadap akar penyebab dominan hasil analisis sebab-

akibat dilakukan dengan cara mengumpulkan dan menganalisis data-data

lapangan yang kemudian dirangkum ke dalam tabel, grafik maupun diagram

untun melihat urutan masing-masing skala prioritas penyebab melalui diagram

pareto penyebab. Langkah-langkah yang harus dilakukan oleh setiap gugus di

PT. TMS adalah menentukan indikator dan standar, membagi tanggung jawab

pencarian data masing-masing indikator penyebab dan periode pengambilan

data, merekap dan melakukan normalisasi serta memvisualkan dalam bentuk

pareto.

4) Merencanakan perbaikan

Rencana perbaikan dilakukan dengan menggunakan metode 5W-2H (what,

why, when, where, who, how, how much) : menjelaskan perbaikan yang akan

dilakukan, kenapa solusi itu yang dipilih,bagaimana melakukannya, kapan

mulai dilaksanakan perbaikan tersebut, dimana perbaikan tersebut dilakukan,

siapa penanggungjawab pelaksanaan perbaikan tersebut (PIC), dan

menjelaskan jika ada rencana pengeluaran biaya untuk pelaksanaan perbaikan.

43

5) Pelaksanaan perbaikan dan pelaporan tindakan

Pelaksanaan perbaikan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan pada

langkah ke empat. Penulisan laporan pelaksanaan perbaikan berpedoman pada

4W-2H. Pedoman 4W-2H menjelaskan secara jelas bagaimana solusi itu

dilaksanakan, bagaimana hasil perbaikannya, waktu pelaksanaan perbaikan dan

waktu berakhirnya, lokasi perbaikan dilakukan, orang yang bertanggungjawab

dalam perbaikan, dan jika ada biaya pengeluaran riil dalam pelaksanaan.

6) Evaluasi hasil dan dampak

Ketentuan keberhasilan proyek GKM dapat diukur melalui perbandingan

antara target dan kinerja, perbandingan antara pareto awal dan akhir, laporan

perkembangan data dari awal sampai akhir, laporan analisis QCDSME

(quality, cost, delivery, safety, morale and environment) dan analisis perubahan

proses kerja dengan standar operasional.

7) Penetapan standarisasi

Standarisasi diperlukan untuk mencegah timbulnya kembali masalah yang

sama untuk meningkatkan standar yang ada. Penetapan standarisasi dilakukan

meliputi standar proses dalam bentuk narasi dan flowchart, standar hasil yang

harus dicapai untuk masing-masing proses, standar peralatan yang harus

dipakai, dan standar safety tools yang harus dipakai.

8) Pelaksanaan standarisasi dan menetapkan rencana berikutnya

Rencana berikutnya dirumuskan dengan meneliti hasil yang telah

diperoleh dan mengikuti prioritas masalah berikutnya atau dengan menentukan

permasalahan yang baru. Pelakasanaannya dengan cara mengambil data dan

diagram pareto setelah perbaikan untuk menentukan proyek / tema perbaikan

berikutnya.

Tujuh alat kendali mutu yang digunakan di PT. Triteguh Manunggal Sejati

adalah :

1) Lembar periksa (check sheet). Manfaat check sheet adalah untuk

mempermudah dalam pengumpulan data.

2) Pemisahan masalah (stratifikasi). Manfaatnya adalah menunjukkan dengan

terperinci faktor-faktor dan karakteristik mutu.

44

3) Diagram penyebaran data (histogram). Manfaatnya adalah mengetahui

penyebaran data, alat pengendalian proses, dan mempermudah dalam melihat

dan menginterpretasi data.

4) Diagram prioritas (diagram pareto).

5) Diagram sebab-akibat (fish bone diagram). Manfaatnya adalah menentukan

faktor-faktor yang mempengaruhi karakteristik mutu (sebab dan akibat).

6) Diagram pencar (scatter diagram). Manfaatnya adalah menentukan korelasi

antara faktor-faktor yang akan mempengaruhi karakteristik mutu.

7) Peta kendali (control chart). Manfaatnya adalah menunjukkan batas minimum

dan batas maksimum daerah pengendalian.

4. Pembudayaan GKM

Berdasarkan wawancara dengan fasilitator GKM, proses GKM

memerlukan waktu yang tidak instan, karena GKM bukan proses yang selesai

begitu saja setelah suatu masalah selesai dilaksanakan oleh aktivis GKM ,

tetapi proses pembudayaan dalam organisasi. Adanya kegiatan GKM

diharapkan dapat meningkatkan rasa kepedulian dan rasa memiliki dari para

pekerja terhadap perusahaan, karena kegiatan GKM memacu ide-ide perbaikan

di lingkungan kerja karyawan.

Kegiatan GKM di PT. Triteguh Manunggal Sejati diharapkan menjadi

sebuah budaya bagi karyawan. Jika GKM sudah membudaya dan menjadi

suatu kebutuhan, maka akan terjadi peningkatan kualitas produk yang

signifikan, semangat kebersamaan dalam bekerja, dan komunikasi efektif

antara karyawan dengan pihak manajemen. Beberapa hal yang dilakukan

dalam membudayakan GKM adalah melalui menyediakan taman GKM,

spanduk dan baliho bergambar GKM yang berprestasi di konvensi lokal

maupun nasional, coaching and controlling dari pihak manajemen, dan lain-

lain.

4.2.4. Aktivitas Konvensi

Penilaian perkembangan kegiatan GKM dapat terlihat saat konvensi.

Pelaksanaan konvensi merupakan salah satu bukti komitmen manajemen. Dengan

demikian, anggota GKM merasa diperhatikan oleh pihak manajemen dan adanya

penghargaan saat konvensi juga dapat memotivasi karyawan untuk meningkatkan

45

kinerjanya dan berbuat lebih baik bagi perusahaan. Konvensi adalah perlombaan

antar kelompok GKM, Cross Function Team (CFT), dan Suggestion System (SS)

dimana setiap kelompok mempresentasikan masalah yang telah mereka selesaikan

didepan kelompok lain, pimpinan, dan dewan juri.

Terdapat tigamacam konvensi di PT. TMS, yaitu konvensi lokal, Tudung

Innosummit, dan temu karya mutu dan produktivitas nasional (TKMPN).

Konvensi lokal diadakan oleh GKM di PT. TMS sebelum Tudung Innosummit

diadakan, dengan tujuan mendapatkan kelompok GKM terbaik untuk mewakili

PT. TMS ke Tudung Innosummit. Tudung Innosummit adalah konvensi yang

diikuti oleh seluruh perusahaan cabang yang berada dibawah kendali Tudung

group, diantaranya Garuda Food Group dan SNS Group.

Konvensi dilakukan setiap 6 bulan sekali. Konvensi terdiri dari konvensi

proses dan konvensi hasil. Konvensi proses dilakukan untuk melihat sejauh mana

kemajuan dari setiap GKM. GKM yang bisa ikut konvensi adalah GKM yang

sudah melewati langkah 4. Jadi, GKM yang masih langkah 1-3 tidak bisa

mengikuti konvensi proses. Konvensi hasil dilakukan untuk melihat hasil akhir

dari kegiatan GKM.

Pada tahun 2007 PT. Triteguh Manunggal Sejati membentuk satu GKM

dan mengikuti konvensi lokal yang diadakan di Cipanas, Cianjur. Seiring dengan

berkembangnya waktu, pada tahun 2008 ada 9 GKM yang mengikuti konvensi di

tingkat lokal yang diadakan di Citra Raya, Tangerang. Dari 9 GKM yang

mengikuti konvensi lokal maka terpilih satu GKM yang memperoleh predikat

Gold di tingkat lokal yaitu GKM Improri dan terpilih untuk mewakili PT. TMS

ke Tudung Innosummit yang diadakan di Hotel Merkuri, Ancol. Dalam konvensi

Tudung Innosumit maka GKM Improri, yakni wakil dari PT. TMS memperoleh

predikat Gold dan berhak untuk mewakili Tudung Group dalam konvensi tingkat

nasional.

Konvensi tingkat nasional adalah konvensi yang diikuti oleh perusahaan-

perusahaan di Indonesia yang menerapkan GKM dalam perusahaan mereka.

Dalam konvensi tersebut GKM Improri memperoleh predikat Silver. Pada tahun

2009, terdapat 7 GKM yang mengikuti konvensi tingkat lokal yang diadakan di

Wisma Kinasih, Depok. GKM Formasi memperoleh predikat Gold dalam

46

Konvensi tersebut dan sebagai wakil PT. TMS ke Konvensi Tudung innosummit .

dalam konvensi Tudung Innosummit, GKM Formasi memperoleh predikat Silver,

dan tidak bisa mewakili Tudung ke konvensi nasional karena hanya predikat Gold

yang bisa mengikuti konvensi nasional.

4.3. Efektivitas Proses dan Hasil GKM

4.3.1. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner

Uji validitas dilakukan untuk mengetahui sejauh mana pertanyaan-

pertanyaan yang diajukan dapat mewakili objek yang diamati. Uji validitas

dilakukan dengan menggunakan rumus product moment. Validitas ini diuji pada

30 responden yang merupakan aktivis GKM dari Departemen Produksi Minuman

Ringandengan menggunakan metode penarikan sampel quota sampling.

Kondisi karyawan di Depertemen Produksi PT. TMS yang sudah jenuh

oleh kuesioner lain yang tidak berhubungan dengan pekerjaan, kesibukan kerja

lapangan bagi karyawan produksi dan keterbatasan waktu penelitian menjadi

bahan pertimbangan dalam penyebaran kuesioner. Kuesioner juga dibuat

sedemikian rupa agar mudah dipahami dengan menyederhanakan pilihan jawaban

menjadi 5, yaitu 1 untuk sangat tidak setuju, 2 untuk tidak setuju, 3 untuk netral, 4

untuk setuju, dan 5 untuk sangat setuju. Sebelumnya, pilihan jawaban untuk 8

variabel berbeda-beda. Untuk mengetahui karakteristik GKM, diberikan juga

pertanyaan terbuka mengenai identitas responden.

Uji validitas pada kuesioner digunakanuntuk menghitung korelasi antara

tiap poin pertanyaan (atribut) dengan total poinnya. Dalam uji validitas,

pertanyaan dinyatakan valid apabila nilai-p atau Sig.(2-tailed) lebih kecil daripada

alpha (5%). Pada kuesioner bagian 2 dan bagian 3, atribut A3 dan B2, memiliki

nilai Sig.(2-tailed) > alpha (5%) sehingga atribut tersebut tidak valid, sedangkan

atribut lain valid. Atribut yang tidak valid tersebut tidak digunakan untuk analisis

selanjutnya.

Uji reliabilitas dilakukan untuk mengetahui konsistensi terhadap hasil

pengukuran suatu instrumen apabila instrumen tersebut digunakan lagi sebagai

alat ukur suatu objek atau responden. Instrumen yang reliabel akan menghasilkan

data yang sesuai dengan kondisi sesungguhnya, karena instrumen tersebut cukup

dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data yang tidak bersifat

47

tendensius atau mengarahkan responden untuk memilih jawaban-jawaban tertentu.

Uji reliabilitas dilakukan dengan menggunakan rumus Cronbach Alfha

Coefficient. Dalam uji reliabilitas, kuisioner dinyatakan reliabel apabila nilai

Cronbach Alfha Coefficient lebih dari 0,6. Pada kuesioner yang diuji diperoleh

nilai Cronbach Alfha Coefficient diatas 0,6, sehingga kuesioner dikatakan reliabel.

4.3.2. Karakteristik Responden

Respoden yang menjadi objek penelitian adalah aktivis GKM di

Departemen Produksi Minuman Ringan yang berjumlah 14 kelompok GKM.

Penilaian terhadap karakteristik responden dalam penelitian didasarkan pada

indikator-indikator penilaian efektivitas hasil dari GKM dengan melihat persepsi

responden sebelum dan sesudah mengikuti GKM. Karakteristik responden dalam

hal ini dibedakan berdasarkan pendidikan, lama di GKM dan masa kerja.

Berdasarkan pendidikan aktivis GKM, dari enam belas indikator penilaian

tentang efektivitas hasil dari GKM menunjukkan bahwa lebih dari 50 persen

responden berpendidikan SMA merasakan terjadi perubahan yang lebih baik

berkaitan dengan ke enam belas indikator penilaian efektivitas GKM. Begitu pula

dengan responden berpendidikan perguruan tinggi yang merasakan terjadi

perubahan yang lebih baik dan sangat baik setelah mengikuti GKM. Pada

indikator penilaian kemampuan penyelesaian pekerjaandan kemampuan

mencapai hasil maksimal dalam pekerjaan, sebanyak 50 persen responden

berpendidikan perguruan tinggi merasakan tidak terjadi perubahan sebelum dan

sesudah mengikuti GKM. Hal ini karena sebelum mengikuti GKM pun setiap

karyawan berusaha untuk menyelesaikan pekerjaan dengan baik dan mencapai

hasil maksimal dalam bekerja.

Mayoritas respoden yang sudah mengikuti GKM 1-3 tahun yang menilai

terjadi peningkatan kearah yang lebih baik berkaitan dengan ke enam belas

indikator penilaian efektivitas setelah mereka mengikuti GKM. Hal ini dapat

diketahui dari persentase respoden yang menjawab terjadi perubahan lebih baik

(+1) dan perubahan sangat baik (+2). Sedangkan mayoritas respoden yang

mengikuti GKM kurang dari satu tahun memberikan penilaian dengan persentase

kurang dari 50 persen dari setiap indikator penilaian. Hal ini karena penyelesaian

masalah dalam GKM biasanya selesai minimal sembilan bulan, sehingga dapat

48

dimaklumi bagi responden yang baru mengikuti GKM kurang dari satu tahun.

Berdasarkan lama kerja responden di perusahaan, menunjukkan bahwa

respoden yang sudah bekerja antara 1-3 tahun merasakan terjadi peningkatan

kearah yang lebih baik berkaitan dengan ke enam belas indikator penilaian

efektivitas setelah mereka mengikuti GKM setelah mereka mengikuti

GKM.Begitu pula dengan responden yang sudah bekerja lebih dari tiga tahun

merasakan perubahan kearah yang lebih baik setelah mengikuti GKM. Penjelasan

mengenai karakteristik responden berkaitan dengan ke enam belas indikator

penilaian efektivitas GKM dapat dilihat pada Lampiran 13.

4.3.3. Analisis Tabulasi Silang Karakteristik Responden

a. Tingkat Keaktifan Aktivis GKM Berdasarkan Masa Kerja dan Lama di GKM

Persentase tingkat keaktifan aktivis GKM berdasarkan masa kerja

menunjukkan bahwa dari 21 orang aktivis GKM yang sudah bekerja antara 1-3

yang paling aktif adalah yang sudah mengikuti GKM antara 1-3 tahun, yaitu

sebesar 42,9 persen. Walaupun demikian, tingkat ketidakaktifan aktivis GKM

yang sudah mengikuti GKM antara 1-3 tahun cukup tingggi yakni sebesar 23,8

persen. Hal ini menunjukkan terjadi penurunan semangat aktivis gugus dalam

mengikuti GKM dengan optimal. Oleh karena itu, peran ketua gugus dan

fasilitator sangat penting untuk memotivasi kembali anggotanya.

Sebaliknya, dari Sembilan orang aktivis GKM yang sudah bekerja lebih

dari tiga tahun menunjukkan bahwa 100 persen aktif dalam kegiatan gugus. Hal

ini karena mereka sudah mendapatkan tanggung jawab lebih dalam gugus yaitu

menjadi ketua atau sekretaris. Persentase tingkat keaktifan GKM berdasarkan

masa kerja untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2.Tingkat keaktifan pekerja berdasarkan lamanya masa bekerja

Lama di GKM Masa Kerja

Keaktifan 1-3 Tahun > 3 Tahun

< tahun A (%) 28,6 0

TA (%) 4,8 0

1-3 tahun A (%) 42,9 100

TA (%) 23,8 0

Total (%) 100 100

Keterangan : A : Aktif ; TA : Tidak Aktif

49

b. Tingkat Keaktifan Aktivis GKM Berdasarkan Lama di GKM dan Masa Kerja

Persentase tingkat keaktifan aktivis gugus berdasarkan lama di GKM

memperlihatkan bahwa aktivis GKM yang paling aktif adalah yang mengikuti

GKM kurang dari satu tahun dengan masa kerja 1-3 tahun yaitu sebesar 86

persen. Keingintahuan lebih dalam tentang GKM dan keinginan akan pengakuan

dari manajemen menjadi motivasi tersendiri bagi aktivis untuk berpartisipasi aktif

dalam GKM. Sedangkan tingkat keaktifan gugus yang sudah mengikuti GKM

antara 1-3 tahun memiliki persentase yang sama pada masa kerja 1-3 tahun dan

lebih dari tiga tahun yaitu sebesar 39 persen. Masih adanya anggota GKM yang

mengalami kejenuhan dalam mengikuti GKM menjadi alasan terjadinya

penurunan keaktifan pada pada anggota gugus. Persentase tingkat keaktifan GKM

berdasarkan lama di GKM untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Tingkat keaktifan pekerja berdasarkan lamanya di GKM

Masa Kerja Lama di GKM

Keaktifan < 1Tahun 1-3 Tahun

1-3 tahun A (%) 86 39

TA (%) 14 22

> 3 tahun A (%) 0 39

TA (%) 0 0

Total (%) 100 100

Keterangan : A : Aktif ; TA ; Tidak Aktif

c. Tingkat Keaktifan Aktivis GKM Berdasarkan Posisi dan Lama di GKM

Persentase tingkat keaktifan aktivis GKM berdasarkan posisi di GKM

menunjukkan bahwa jika dilihat dari sisi ketua, yang paling aktif adalah yang

sudah mengikuti GKM lebih dari satu tahun yaitu sebesar 71,4 persen.

Pengalaman yang sudah cukup matang dalam GKM serta sadar bahwa GKM

penting bagi perusahaan menjadi alasan bagi ketua GKM untuk berperan aktif

dalam mencapai keberhasilan GKM. Sedangkan jika dilihat dari sisi anggota,

aktivis GKM yang sudah mengikuti GKM lebih dari satu tahun lebih aktif

daripada aktivis yang mengikuti GKM kurang dari satu tahun. Hal ini karena

mayoritas anggota dengan lama di GKM lebih dari satu tahun sudah merasakan

manfaat GKM bagi mereka. Persentase tingkat keaktifan GKM berdasarkan posisi

di GKM untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 4.

50

Tabel 4. Tingkat keaktifan pekerja berdasarkan posisi di GKM

Lama di

GKM

Posisi di GKM

Keaktifan Ketua Anggota

< 1 tahun A (%) 14,3 22

TA (%) 0 4

1-3 tahun A (%) 71,4 57

TA (%) 14,3 17

Total (%) 100 100

Keterangan : A : Aktif ; TA ; Tidak Aktif

d. Tingkat Keaktifan Aktivis GKM Berdasarkan pendidikan dan posisi di GKM

Persentase tingkat keaktifan aktivis GKM berdasarkan pendidikan

menunjukkan bahwa anggota lebih aktif daripada ketua untuk aktivis GKM

berpendidikan SMA. Kesamaan level pendidikan antara anggota GKM dengan

ketua menyebabkan anggota lebih banyak mendominasi dalam penyelesaian

masalah gugus, sehingga ketua gugus merasa rendah diri dan akhirnya kurang

aktif dalam kegiatan GKM. Sedangkan responden berpendidikan perguruan tinggi

menunjukkan bahwa 100 persen ketua GKM aktif dalam kegiatan GKM. Dengan

demikian, semakin tinggi tingkat pendidikan maka semakin aktif dalam kegiatan

GKM baik sebagai ketua maupun non ketua (sekretaris dan anggota). Persentase

tingkat keaktifan GKM berdasarkan pendidikan untuk lebih jelasnya dapat dilihat

pada Tabel 5.

Tabel 5. Tingkat keaktifan aktivis GKM berdasarkan riwayat pendidikan

Keterangan : A : Aktif ; TA : Tidak Aktif

4.3.4. Analisis Indikator Penentu Keberhasilan GKM

Analisis mengenai efektivitas proses gugus dilihat berdasarkan indikator-

indikator penentu keberhasilan gugus, diantaranya komitmen manajemen puncak,

tujuan GKM, pendidikan dan pelatihan, komunikasi, partisipasi, seven tools,

Posisi Pendidikan

Keaktifan SMA Perguruan Tinggi

Ketua A (%) 8 100

TA (%) 4 0

Non Ketua A (%) 69 0

TA (%) 19 0

Total (%) 100 100

51

kepemimpinan dan fasilitas. Dari ke delapan faktor pendukung tersebut akan

dianalisis faktor-faktor mana saja yang paling berpengaruh terhadap efektivitas

proses GKM.

Tahap pertama dalam analisis faktor adalah menilai mana saja variabel

yang dianggap layak untuk dimasukkan dalam analisis selanjutnya. Pengujian ini

dilakukan dengan menggunakan KMO and Bartlett’s test. Hasil pengujian KMO

menunjukkan bahwa angka KMO adalah 0,596 (lebih besar dari 0,5). Sedangkan

Barttlet Test menguji adanya korelasi antar variabel. Karena nilai Sig. 0,000

(kurang dari0,05) maka dapat dikatakan bahwa terdapat korelasi antar variabel.

Karena nilai KMO berada diantara 0,5 sampai 1 dan terdapat korelasi antar

variabel, berarti analisis faktor dapat dilakukan.

Tahap selanjutnya adalah ekstraksi terhadap sekumpulan atribut yang ada

sehingga terbentuk satu faktor atau lebih. Pada tahap ini digunakan analisis

communalities, total variance explained serta component matrix. Nilai yang

terbentuk pada analisis communalities menjelaskan seberapa besar suatu atribut

dapat dijelaskan oleh faktor yang terbentuk. Semakin besar nilai

communalitiessebuah atribut, makin erat hubungannya dengan faktor yang

terbentuk. Nilai initial pada communalities merupakan varian sebelum dilakukan

ekstraksi. Semua nilai initial bernilai 1 yang berarti bahwa sebelum dilakukan

ekstraksi variabel tersebut 100 persen membentuk faktor. Sedangkan nilai

ekstraksi menggambarkan besarnya persentase varian suatu variabel yang dapat

dijelaskan oleh faktor yang terbentuk.

Tabel 6. Nilai ekstraksi dari setiap variabel

No. Variabel Varian Sebelum

Eksraksi

Nilai

Ekstraksi

1 Komitmen Manajemen Puncak 1,000 0,808

2 Tujuan GKM 1,000 0,764

3 Pendidikan dan Pelatihan 1,000 0,582

4 Komunikasi 1,000 0,632

5 Partisipasi 1,000 0,713

6 Seven Tools 1,000 0,733

7 Kepemimpinan 1,000 0,631

8 Fasilitas 1,000 0,645

52

Nilai ekstraksi dari setiap indikator pada Tabel 6 dapat dijelaskan sebagai

berikut :

a. Variabel kepemimpinan manajemen puncak memilikinilai ekstraksi

sebesar 0,808 atau 80,8 persen varian dari variabel kepemimpinan manajemen

puncak dapat dijelaskan oleh faktor yang terbentuk.

b. Variabel tujuan GKM memiliki nilai ekstraksi sebesar 0,764 atau 76,4 persen

varian dari variabel tujuan GKM dapat dijelaskan oleh faktor yang terbentuk.

c. Variabel pendidikan dan pelatihan memiliki nilai ekstraksi sebesar 0,582 atau

58,2 persen varians dari variabel pendidikan dan pelatihan dapat dijelaskan

oleh faktor yang terbentuk.

d. Variabel komunikasi memiliki nilai ekstraksi sebesar 0,632 atau 63,2 persen

varians dari variabel komunikasi dapat dijelaskan oleh faktor yang terbentuk.

e. Variabel partisipasi memiliki nilai ekstraksi sebesar 0,713 atau 71,3 persen

varians dari variabel partisipasi dapat dijelaskan oleh faktor yang terbentuk.

f. Variabel seven tools memiliki nilai ekstraksi sebesar 0,733 atau 73,3 persen

varians dari variabel seven tools dapat dijelaskan oleh faktor yang terbentuk.

g. Variabel kepemimpinan memiliki nilai ekstraksi sebesar 0,631 atau sekitar 63,1

persen varians dari variabel kepemimpinan dapat dijelaskan oleh faktor yang

terbentuk.

h. Variabel fasilitas memiliki nilai ekstraksi sebesar 0,645 atau sekitar 54,5 persen

varians dari variabel fasilitas dapat dijelaskan oleh faktor yang terbentuk.

Total variance menjelaskan keragaman variabel yang mampu dijelaskan

oleh faktor-faktor yang terbentuk. Pemilihan jumlah faktor yang diambil

ditentukan dari nilai keragaman ini. Dengan menetapkan faktor yang diambil

adalah yang memiliki nilai eigenvalue lebih besar dari 1 diperoleh tiga faktor,

yaitu faktor 1, faktor 2, dan faktor 3. Faktor 1 dengan nilai eigenvalue sebesar

2,82 mampu menerangkan 35,28 persen keragaman semua variabel. Sedangkan

faktor 2 dengan nilai eigenvalue sebesar 1,35 mampu menerangkan 16,90 persen

keragaman semua variabel. Kedua faktor tersebut mampu menerangkan

keragaman data sebesar 52,18 persen. Faktor 3 dengan nilai eigenvalue sebesar

1,33 mampu menerangkan 16,64 persen keragaman semua variabel. Ketiga faktor

tersebut mampu menerangkan keragaman data sebesar 68,82 persen.

53

Susunan eigenvalues selalu diurutkan dari yang terbesar sampai yang

terkecil, dengan kriteria bahwa angka eigenvalues di bawah satu tidak digunakan

dalam menghitung jumlah faktor yang terbentuk. Dari tabel total variance (lihat

Lampiran 14) terlihat bahwa hanya tiga faktor yang terbentuk, karena dengan dua

faktor, angka eigenvalues diatas satu (yaitu 2,82 dan 1,35), dengan satu faktor

angka eigenvalues juga masih diatas satu (yaitu 1,33). Namun ada lima faktor

yang angka eigenvalues dibawah satu, sehingga proses pemfaktoran seharusnya

berhenti pada tiga faktor saja.

Setelah diketahui bahwa tiga faktor yang mampu menjelaskan keragaman

variabel, maka dapat diketahui distribusi kedelapan variabel berdasarkan nilai

faktor loding pada analisis Component Matrix yang dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Nilai faktor loadingdari setiap faktor

No Variabel Nilai Faktor loading

Faktor 1 Faktor 2 Faktor 3

1 Komitmen Manajemen Puncak 0,658 0,457 -0,408

2 Tujuan GKM 0,652 -0,268 0,516

3 Pendidikan dan Pelatihan 0,643 -0,269 -0,311

4 Komunikasi 0,246 0,408 0,636

5 Partisipasi 0,402 -0,613 -0,418

6 Seven Tools 0,631 -0,414 0,404

7 Kepemimpinan 0,583 0,483 -0,240

8 Fasilitas 0,770 0,225 0,036

Angka-angka yang ada pada Tabel 7 merupakan faktor loading yang

menunjukkan besar korelasi antara suatu variabel dengan faktor 1, faktor 2 atau

faktor 3. Proses penentuan variabel yang akan masuk ke dalam salah satu faktor

dilakukan dengan melakukan perbandingan besar korelasi pada setiap baris.

Korelasi antara variabel komitmen manajemen puncak dengan faktor satu sebesar

0,658 (kuat karena diatas 0,5), korelasi variabel komitmen manajemen puncak

dengan faktor 2 sebesar 0,457 (lemah karena di bawah 0,5), dan korelasi variabel

komitmen manajemen puncak dengan faktor 3 sebesar -0,408 (lemah karena di

bawah 0,5 dan hubungannya terbalik).

Korelasi antara variabel komitmen manajemen puncak dengan ketiga

faktor berlaku pula dengan ke tujuh variabel lainnya yang menunjukkan korelasi

dengan ketiga faktor yang terbentuk. Jika angka faktor loading diatas 0,5 maka

berkorelasi kuat dengan faktor yang terbentuk, begitu pula sebaliknya. Karena

54

tidak ada korelasi yang jelas akan dimasukkan ke dalam faktor 1, 2 atau 3, maka

perlu dilakukan proses rotasi (rotation) yang dapat dilihat pada Tabel 8.

4

Tabel 8. Distribusi variabel yang telah diekstrak terhadap setiap faktor

No Variabel Nilai faktor loading

Faktor 1 Faktor 2 Faktor 3

1 Komitmen Manajemen Puncak 0,891 -0,007 0,116

2 Tujuan GKM 0,114 0,866 0,001

3 Pendidikan dan Pelatihan 0,409 0,327 0,555

4 Komunikasi 0,188 0,414 0,652

5 Partisipasi 0,070 0,233 0,808

6 Seven Tools 0,053 0,837 0,174

7 Kepemimpinan 0,792 0,041 -0,033

8 Fasilitas 0,670 0,443 0,008

Hasil proses rotasi menunjukkan bahwa variabel komitmen manajemen

puncak, kepemimpinan, dan fasilitas merupakan anggota faktor 1 karena

korelasinya kuat dengan faktor 1, dan lemah dengan faktor lainnya. Hal ini

ditunjukkan oleh angka faktor loading pada ketiga variabel diatas 0,5. Variabel

tujuan GKM dan Seven tools adalah anggota dari faktor 2 karena korelasinya kuat

dengan faktor 2 dan lemah dengan faktor lainnya . Sedangkan variabel pendidikan

dan pelatihan, komunikasi dan partisipasi berkorelasi kuat dengan faktor 3 dan

lemah dengan faktor lainnya karena angka faktor loading diatas 0,5.

Hasil analisis faktor pada proses rotasi menunjukkan bahwa terdapat tiga

faktor yang menjadi indikator efektivitas, dimana faktor 1 dinamakan faktor

dukungan terdiri dari variabel komitmen manajemen puncak, kepemimpinan dan

fasilitas. Faktor 2 dinamakan faktor teknik pemecahan masalah terdiri dari

variabel tujuan GKM dan seven tools, sedangkan faktor 3 dinamakan faktor

hubungan internal terdiri dari variable pendidikan dan pelatihan, komunikasi dan

partisipasi. Faktor 1 menjelaskan keragaman data terbesar sehingga faktor paling

berpengaruh sebagai indikator efektivitas. Oleh karena itu, variabel yang

tergabung dalam faktor 1 juga merupakan variabel yang paling berpengaruh

sebagai indikator efektivitas proses. Sehingga variabel komitmen manajemen

55

puncak, kepemimpinan dan fasilitas paling berpengaruh terhadap keberhasilan

GKM.

4.3.5. Dampak Pelaksanaan GKM terhadap Kinerja Karyawan

Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan statistik deskriptif dengan

menggunakan modus dari setiap variabel yang menjadi butir pertanyaan kepada

responden, maka dapat diketahui perbandingan sebelum dan sesudah GKM serta

perubahan yang terjadi. Secara umum dari 16 butir pertanyaan yang diberikan

dapat diketahui bahwa terjadi perubahan yang lebih baik setelah mengikuti

kegiatan GKM yang berkaitan dengan efisiensi, produktivitas, kinerja mutu

produk dan produk reject.

Penilaian terhadap persepsi responden dilakukan dengan menggunakan

skala likert -2 sampai +2. Skala -2 menunjukkan sangat tidak baik, skala -1

menunjukkan tidak baik, skala 0 menunjukkan tidak ada perubahan, skala +1

menunjukkan baik, dan skala +2 menunjukkan sangat baik. Contoh dalam tabel

pada pertanyaan kemampuan menekan biaya produksi selama produksi, sebelum

GKM dari ke 30 responden angka yang sering muncul adalah skala -1. Ini

menunjukkan bahwa sebelum ikut dalam kegiatan GKM, kemampuan menekan

biaya produksi selama produksi berjalan tidak baik. Setelah mengikuti kegiatan

GKM skala yang paling banyak muncul adalah +2.Ini menunjukkan bahwa

setelah berpartisipasi dalam kegiatan GKM kemampuan karyawan dalam

menekan biaya produksi meningkat sangat. Jadi perubahan yang terjadi adalah

terjadi peningkatan kemampuan karyawan dalam menekan biaya produksi.

Aktivis GKM menilai terjadi perubahan yang lebih baik daripada sebelum

mereka mengikuti GKM terkait dengan kemampuan kerja, kemampuan

melakukan penghematan kerja, penurunan biaya produksi, prosedur kerja, dan

kemampuan menurunkan waste pada produk. Dalam tabel bisa diketahui hanya

ada dua variabel yang tidak mengalami perubahan sebelum dan setelah GKM

yaitu kemampuan menyelesaikan pekerjaan dengan baik dan usaha mencapai hasil

maksimal dalam pekerjaan. Hal ini karena tanpa adanya GKM pun karyawan

berusaha untuk menyelesaikan pekerjaan dengan baik dan berusaha untuk

mencapai hasil maksimal dalam bekerja.

56

Tabel 9. Dampak Pelaksanaan GKM terhadap Kinerja Karyawan

Catatan : Perhitungan menggunakan modus

Perhitungan pada tabel tersebut menjelaskan hasil penilaian ke - 30 aktivis

GKM tentang persepsi mereka mengenai kemampuan meningkatkan efisiensi,

produktivitas, kinerja mutu produk, dan penurunan produk cacat. Pada tabel

tersebut terlihat bahwa setelah mengikuti GKM secara keseluruhan terjadi

perubahan sangat baik pada setiap indikator penilaian yang digunakan.

No Indikator Penilaian Sebelum

GKM

Sesudah

GKM Perubahan

1 Kemampuan menekan biaya

produksi selama produksi -1 +1

Meningkat

sangat tinggi

2 Percepatan pekerjaan tanpa

mengurangi mutu produk yang

dihasilkan

0 +1 Meningkat

lebih tinggi

3 Kemampuan melakukan

penghematan tanpa pengulangan

kerja

-1 +2 Meningkat

sangat tinggi

4 Peningkatan efisiensi sumber

daya 0 +1

Meningkat

lebih tinggi

5 Pencapaian target kerja sesuai

dengan standar +1 +1

Tidak terjadi

perubahan

6 Peningkatan kemampuan kerja 0

+1

Meningkat

lebih tinggi

7 Penyederhanaan prosedur kerja -1

+1

Meningkat

sangat tinggi

8 Penurunan tingkat kecelakaan

kerja -1

+2

Meningkat

sangat tinggi

9 Kemampuan menyelesaikan

pekerjaan dengan baik +1 +1

Tidak terjadi

perubahan

10 Usaha dalam mencapai hasil

maksimal dalam pekerjaan +1 +1

Tidak terjadi

perubahan

11 Kesesuaian produk yang

dihasilkan dengan standar mutu

yang ditetapkan

+1 +2 Meningkat

lebih tinggi

12 Kontinuitas perbaikan terhadap

mutu produk 0 +1

Meningkat

lebih tinggi

13 Proses penyerahan produk ke

proses selanjutnya -1 +1

Meningkat

sangat tinggi

14 Penurunan produk / material

rusak (tidak layak) -1 +1

Meningkat

sangat tinggi

15 Penurunan kerusakan pada

kemasan produk yang dihasilkan -1 +1

Meningkat

sangat tinggi

16 Penurunan potensi produk

terbuang percuma (waste) 0 +2

Meningkat

sangat tinggi

57

Mayoritas responden menilai bahwa ada perubahan ke arah yang lebih

baik terkait dengan efisiensi, produktivitas tenaga kerja, kinerja mutu produk dan

penurunan material atau produk reject. Hanya pada indikator pencapaian target

kerja sesuai standar, kemampuan penyelesaian pekerjaan dengan baik dan usaha

dalam mencapai hasil maksimal dalam pekerjaan yang tidak mengalami

perubahan penilaian responden. Hal ini karena semua responden menganggap

bahwa sebelum mengikuti GKM pun mereka selalu berusahan untuk mencapai

hasil maksimal dalam bekerja dan mencapai target produksi yang telah ditetapkan

perusahaan.

4.3.6. Hasil Akhir Kegiatan GKM di PT. Triteguh Manunggal Sejati

1. Efisiensi

Efisiensi yang diukur dalam penelitian ini adalah yang berhubungan

dengan penggunaan sumber daya seperti material, waktu, dan tenaga yang

kemudian dikonversikan ke dalam biaya. Salah satu tujuan perbaikan mutu adalah

memastikan bahwa produk yang diproduksi memenuhi kebutuhan pelanggan

dengan biaya minimum. Pengurangan-pengurangan biaya sebagai hasil

pemecahan masalah dalam GKM di produksi GI (minuman ringan) adalah sebagai

berikut :

a. GKM Baru Pasti

Kelompok GKM di Departemen Produksi G1 (minuman ringan) adalah

GKM Baru Pasti pada bagian pengepakan (packaging) yang berupaya untuk

menurunkan waste pemakaian lakban dari 10,8 persen menjadi 5,7 persen.

Terjadinya pemborosan diduga dari banyaknya lakban yang terbuang percuma

pada saat pengepakan produk ke dalam dus sehingga biaya waste pemakaian

lakban sebesar Rp. 7.725.434 per bulan.

58

Tabel 10. Data pemakaian lakban tiga bulan terakhir pada tahun

2007(sebelum GKM)

Keterangan Satuan Tahun 2007

Total Oktober November Desember

Realisasi

produksi

Dus 1.063.265 1.314.440 731.040 3.108.745

Jumlah pakai

lakban

Roll 1.152 1.343 822 3.317

konversi

lakban

Dus 1.195.776 1.394.034 853.236 3.443.046

Jumlah Pakai

dus

Dus 1.063.265 1.314.440 731.040 3.108.745

Selisih Dus 132.511 79.594 122.196 334.301

Kapasitas roll

lakban

Dus/roll 923 979 889 937

Kapasitas

standar roll

lakban

Dus/roll 1.038 1.038 1.038 1.038

Selisih/waste Dus/roll 115 59 149 101

Persen waste

roll

% 11,079 6 14 0,1

Harga Lakban Rupiah/roll 49.500 49.500 49.500 49.500

Waste

costlakban

Rupiah/roll 5.485 2.826 7.089 4.806

Berdasarkan diagram ishikawa (lihat Lampiran 15), maka diperoleh

beberapa faktor yang paling mempengaruhi tingginya waste pada lakban dan

kemudian dilakukan beberapa perbaikan dari masalah yang ada sebagai berikut :

a) Tidak ada kontrol visual hasil panjang lakban. Perbaikan yang dilakukan

adalah dengan membuat komunikasi permintaan ke bagian procurement,

mensosialisasikan titik visual kontrol hasil panjang lakban ke operator carton

sealer

b) Tidak ada standar pengaturan mesin carton sealer. Langkah yang dilakukan

adalah dengan melakukan studi banding ke pabrik PT. F di keroncong,

melakukan uji coba posisi dudukan, cutting pada jarak yang berbeda,

menentukan posisi dudukan cutting yang optimal, membuat standar posisi

dudukan, cutting.

59

c) Tidak ada konversi perhitungan lakban sisa. Langkah yang dilakukan adalah

dengan membuat formulasi konversi panjang lakban, mensosialisasikan kepada

admin produksi

d) Tidak ada WI operasional carton sealer. Langkah yang dilakukan dengan

membuat WI operasional carton sealer , mensosialisasikan WI ke operator

carton sealer.

e) Tidak ada riwayat preventive maintainance carton sealer. Langkah yang

dilakukan dengan mengusulkan ke Departemen Teknik untuk membuat riwayat

preventive maintainance mesin carton sealer baru.

Setelah dilakukan perbaikan, terjadi penurunan waste pemakaian lakban

dari 10,8 persen menjadi 3,80 persen. sehingga dari segi biaya maka biaya waste

pemakaian lakban turun menjadi Rp 2.718.208 per bulan. Selain itu dari segi

keamanan dengan adanya WI (work in) Pengoperasian carton sealer, operator

mengetahui cara penggantian lakban yang aman dan karyawan peduli saat terjadi

pemborosan lakban dan dapat melakukan tindakan preventif dengan segera.

Tabel 11. Data pemakaian lakban setelah dilakukan perbaikan (setelah

GKM)

Keterangan Satuan Tahun 2008

Total Juli Agustus

Realisasi

produksi

Dus 1.455.520 1.388.545 2.844.065

Jumlah pakai

lakban

Roll 1.458 1.389 2.847

konversi

lakban

Dus 1.513.404 1.441.782

Jumlah Pakai

dus

Dus 1.455.520 1.388.545

Selisih Dus 57.884 53.237

Kapasitas roll

lakban

Dus/roll 998 1.000

Kapasitas

standar roll

Dus/roll 1.038 1.038 1.038

Selisih/waste Dus/roll 40 38

Persen waste

roll

% 0,04 0,04

Harga Lakban Rupiah/roll 49.500 49.500 49.500

Waste cost

lakban

Rupiah/roll 1.893 1.828

Penghematan Rupiah 4.247.047 4.137.026 4.192.036

60

b. GKM Improri

Kelompok GKM pada produksi G1 (minuman ringan) bagian proses di

mesin filling adalah GKM Improri yang mengambil tema dalam GKM nya yaitu

Menurunkan down time penggantian seal pada mesin. filling 3 dari rata - rata 2,2

menit/proses menjadi 1,6 menit. Penetapan target penggantian seal menjadi 1,6

menit adalah berdasarkan data analisis waktu penggantian seal terbaik pada

mesin. filling 3.

Tabel 12. Data rata - rata waktu yang dibutuhkan untuk setiap penggantian

seal

No. Step activity Rata-rata

1. Stop mesin 10

2. Potong seal 24

3. Buka baut ragum 14

4. Ambil/ angkat seal 7

5. Buka plastic selongsong seal 4

6. Ambil/ angkat seal 7

7. Masukkan seal ke as seal 14

8. Kunci / kencangkan ragum seal 12

9. Buka isolasi seal 7

10. Tarik seal ke permukaan mould 13

11. Pengaturan seal 12

12. Press manual seal 6

13. Start / running mesin 4

Total 133 detik / 2,2 menit

Berdasarkan masalah tersebut kemudian direncanakan pemecahan masalah

yang difokuskan pada mesin filling ke 3 untuk menurunkan down time proses.

Selanjutnya diidentifikasi akar penyebab masalahnya dan melalui diagram

ishikawa dapat dilakukan tindakan perbaikan sebagai berikut :

a) Standar jumlah alat/kunci yang dipakai belum ada, maka dibuat standar

pengadaan kunci / tools per shift dan melakukan sosialisasi mekanisme

penggunaan dan perawatan terhadap kunci/tools. Sehingga penggunaan kunci

/ tools sudah terstandar (mekanisme jelas).

b) Belum ada alat bantu untuk pengangkatan seal, maka dibuat desain troli,

material PB, dan melakukan pengerjaan.

61

c) Helper kurang sosialisasi / belum mendapat pelatihan WI (work in), maka

koordinasi dengan Personal Development untuk penjadwalan dan membuka

kelas pelatihan.

d) Ada 13 langkah dalam penggantian seal, maka dibuat desain As roll seal

double track, sehingga waktu penggantian seal dari 2,2 menit dengan 13

langkah penggantian menjadi 5 langkah pergantian dengan waktu penggantian

selama 0,67 menit.

Hasil tindakan perbaikan yang dilakukan oleh GKM Improri dapat

diketahui dari perbandingan target GKM dengan kinerja aktual yang telah

dilakukan oleh anggota GKM dan dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Waktu down timepenggantian sealpada mesin filling 3

Berdasarkan grafik diatas maka bisa dilihat setelah dilakukan perbaikan

oleh GKM maka down time proses penggantian seal mengalami penurunan dari

2,2 menit menjadi 0,76 menit bahkan melebihi target yang telah ditetapkan yakni

1,6 menit. Sehingga aktivitas GKM improri adalah efektif karena terjadi

perubahan yang signifikan pada proses penggantian seal. Berdasarkan hasil

analisis QCDSME (quality,cost, delivery, safety, morale,environment) dapat

dilakukan perbandingan sebelum dan sesudah GKM pada Tabel 13.

62

Tabel 13. Kondisi QCDSME *) sebelum dan sesudah pelaksanaan GKM

Keterangan Sebelum GKM Sesudah GKM

Q (Quality ) Down time 2.2 menit / ganti

seal

Down time 0.67 menit / ganti

seal

C (Cost) Rupiah yang hilang akibat

down timesebesar

Rp. 19.456.800 / bulan

Rupiah yang hilang akibat

down time sebesar

Rp. 5.925.480 / bulan

D (Delivery) Unbalancing pada proses

selanjutnya pada saat

penghentian mesin

Line balancing tetap terjaga

S (Safety) Terlalu lama pada proses ganti

seal berpotensi produk tidak

standar

Produk tetap terjaga sesuai

standar

M (Morale) Belum ada kepedulian pada

persoalan yang terlihat kecil

Lebih peduli terhadap

persoalan yang sepintas

terlihat kecil

Keterangan : *)Terkait dengan down time

Berdasarkan Tabel 13, maka dari segi kualitas (quality), down time

mengalami penurunan sebesar 1,53 menit per ganti seal. Sehingga biaya yang

hilang akibat down time juga mengalami penurunan sebesar Rp. 13.531.320 /

bulan. Dari aspek keamanan setelah dilakukan perbaikan, produk tetap terjaga

sesuai dengan standar yang ditentukan, karena sudah ada kepedulian dari

karyawan terhadap persoalan yang terlihat kecil.

2. Penurunan produk / material Reject

a. GKM Packer

Berdasarkan analisis QCDSME (quality, cost, delivery, safety, morale and

environment), ditemukan bahwa pada faktor kualitas ditemukan dus penyok dan

terkelupas sebanyak 0,28 persen selama sebulan. Jika diakumulasikan ke dalam

biaya maka uang yang terbuang saat produksi berjumlah Rp. 2.064.480,00/ bulan.

Dalam proses pengiriman barang akhir dalam dus maka terjadinya pengerjaan

ulang (repack dus rusak) pada pelakbanan, sehingga menghambat pengiriman 45

detik/dus. Dari kerusakan dus yang terjadi ketika barang dimasukkan ke dalam

dus diindikasikan produk mudah terkontaminasi. Kerusakan yang terjadi akibat

63

kelalaian karyawan karena tidak ada rasa memiliki terhadap material (dus ditaruh

sembarangan dan dibanting saat proses).

Tabel 14. Data dus rusak di Bulan Mei 2008

No Bahan Baku Jumlah Dus Reject (buah)

1 Dus JDO-1 289

2 Dus JDO-3 245

3 Dus JDO-7 321

4 Dus JDO-9 85

5 Dus KFT 30

6 Dus MT-A 146

7 Dus MT-B 202

8 Dus MT-G 166

9 Dus FFL 80

10 Total 1.564

11 Total pemakaian Dus 564.513

12 Total pakai + Reject 566.077

Identifikasi penyebab tingginya kerusakan pada dus dilakukan oleh GKM

dengan menggunakan diagram ishikawa dan diperoleh tiga faktor penyebab yaitu

faktor manusia, mesin, dan metode. Faktor manusia diantaranya adalah belum ada

training sikap kerja, tidak ada sosialisasi kerugian dus rusak, dan mapping activity

belum dibuat dan disosialisasikan. Faktor mesin diantaranya tombol on-off

conveyor tidak spontan, gravity conveyor kurang panjang dan gravity terpisah.

Sedangkan faktor metode diantaranya belum ada standar penempatan sedotan, dan

belum ada sistem jemput bola. Dari masalah-masalah yang ada maka dilakukan

tindakan perbaikan diantaranya adalah:

a) Dengan melaksanakan pelatihan dan sosialisasi kepada karyawan sehingga

dapat dibuat mapping activity

b) Membuat papan komunikasi untuk dus cacat (rupiah / bulan) sehingga

karyawan mengetahui perhitungan dus rusak.

64

c) Mengganti tombol on-off konveyor dengan terlebih dahulu melakukan

koordinasi pelaksanaan WO (work out) ke teknik sehingga tombol langsung

berhenti.

d) Menambah gravity dengan memodifikasi gravity roller sehingga pergerakan

pelakbanan dus semakin mudah.

e) Melakukan revisi WI (work in) proses packing ke dalam dus sehingga posisi

sedotan tidak mengganggu pelipatan dus.

f) Melakukan sosialisasi dengan ditempel pada papan komunikasi dan pelatihan

sehingga operator lakban tidak lagi menunggu dus menumpuk di konveyor.

Hasil perbaikan GKM memperlihatkan bahwa mapping activity bisa lebih

terarah, personil mengetahui kerugian dus rusak dengan dibuatnya papan

komunikasi, personil mempunyai multiskill, dus lancar, gravity diganti roller ball,

peletakan sedotan disamping dus sehingga dus berjalan lancar. Hasil GKM

berhasil dengan menurunnya dus rusak dari 0,28 persen menjadi 0,20 persen. Dus

rusak yang sebelumnya berjumlah 1564 dus menurun menjadi 505 dus. Penurunan

dus rusak dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Pencapaian dus Rejectsebelum dan sesudah GKM

65

Gambar 6. Persentase pencapaian dus rusak sebelum dan sesudah GKM

Berdasarkan perbandingan antara persepsi responden yang menjadi aktivis

GKM dengan data hasil kinerja aktivis GKM maka GKM di perusahaan sudah

efektif. Dikatakan efektif karena berdasarkan persepsi responden terjadi

perubahan ke arah yang lebih baik setelah mengikuti GKM berkaitan dengan

efisiensi, produktivitas, kinerja mutu produk dan penurunan produk yang tidak

layak. Sama halnya dengan hasil kinerja aktual dari aktivis GKM yang mengalami

peningkatan dalam meminimalisasi biaya produksi, kemampuan anggota GKM

dalam bekerja, serta penurunan produk reject . Tidak menutup kemungkinan

bahwa peningkatan (improvement) dalam perusahaan tidak hanya hasil dari proses

GKM, tetapi ada faktor-faktor lain selain GKM.

Hasil wawancara dengan team leader, supervisor produksi, dan fasilitator

GKM menunjukkan bahwa peningkatan volume produksi tidak disebabkan secara

langsung oleh adanya GKM. Volume maupun spesifikasi produksi sudah

ditentukan dalam rencana produksi oleh bagian produksi. Selain itu, perbaikan

dalam produksi didukung oleh Suggestion System(SS), Cross Function Technique

(CFT), dan operasional dalam perusahaan. Tapi yang terpenting adalah semua itu

mempunyai semangat perbaikan dalam perusahaan. Walaupun demikian, kegiatan

GKM menyumbangkan pemecahan masalah dan perbaikan yang signifikan bagi

peningkatan kualitas produk, meningkatkan efisiensi produksi, dan meningkatkan

partisipasi dan semangat karyawan.

66

4.3.7. Implikasi Manajerial

1. Perusahaan perlu meningkatkan partisipasi karyawan yang belum mengikuti

GKM sehingga dengan semakin banyaknya karyawan yang terlibat dalam

kegiatan GKM maka keuntungan bagi perusahaan. peningkatan partisipasi

dari karyawan bisa dilakukan dengan membentuk tim khusus yang berperan

dalam memberikan dorongan kepada karyawan untuk berpartisipasi dalam

kegiatan GKM.

2. Berdasarkan wawancara dengan fasilitator GKM di Departemen Produksi

Minuman Ringan, jumlah fasilitator dalam produksi minuman ringan sangat

kurang sehingga fasilitator tidak bisa bekerja secara optimal dalam membina,

dan membimbing dan melakukan koordinasi dengan aktivis GKM. Oleh

karena itu, perlu penambahan fasilitator dalam Departemen Produksi

Minuman Ringan.

3. Komunikasi antara anggota gugus dengan fasilitator perlu ditingkatkan untuk

menjalin kerjasama yang baik dalam memecahkan masalah gugus. Dengan

demikian terjadi komunikasi yang baik antara karyawan dengan atasan

sehingga pihak manajemen mengetahui hambatan-hambatan yang terjadi

dalam operasional tingkat bawah melalui pelaporan perkembangan GKM dan

bisa dilakukan antisipasi segera.

4. Dalam mendukung keberhasilan GKM diperlukan kepemimpinan efektif yang

bisa menggerakkan orang-orang dalam perusahaan kearah minat yang sama

dalam organisasi dalam hal ini berkaitan dengan GKM. Disinilah peran

fasilitator dan ketua GKM dalam membina dan memotivasi anggotanya

sehingga GKM bisa berjalan dengan efektif dan sesuai dengan Strategic

Improvement (SI) perusahaan. Peningkatan peran fasilitator dilakukan dengan

pelatihan yang cukup berkaitan dengan tugasnya sebagai fasilitator. Bagi

anggota perlu diberikan pelatihan mengenai TQM dan GKM bagi yang belum

diberikan pelatihan.

5. Pada dasarnya GKM bukanlah proses yang selesai begitu saja setelah aktivitas

GKM selesai, tetapi proses GKM dalam perusahaan adalah proses

pembudayaan. Perusahaan harus mampu membuat GKM menjadi sebuah

budaya dalam organisasi. Jika sudah menjadi budaya maka GKM bukan lagi

67

sebagai sebuah keharusan tetapi menjadi kebutuhan bagi karyawan, bisa

meningkatkan semangat kebersamaan dalam bekerja, dan komunikasi efektif

antara karyawan dengan pihak manajemen.

68

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Penerapan Gugus Kendali Mutu (GKM) di PT. TMS dimulai sejak tahun 2007.

GKM di PT. TMS dikenal dengan Small Group Activities (SGA). Selain GKM,

terdapat juga Suggestion System (SS) dan Cross Function Team(CFT).

Ketiganya sama-sama bertujuan meningkatkan perbaikan dalam perusahaan.

Proses pembentukan Gugus Kendali Mutu (GKM) di PT. TMS terdiri dari

empat tahap yaitu sosialisasi, pembuatan struktur, pelaksanaan dan

pembudayaan.

2. Indikator-indikator penentu keberhasilan GKM dalam penelitian terdiri dari

delapan faktor yaitu : komitmen manajemen puncak, tujuan GKM, pendidikan

dan pelatihan, komunikasi, partisipasi, seven tools, kepemimpinan dan fasilitas.

Berdasarkan analisis faktor dapat diketahui bahwa indikator yang paling

berpengaruh terhadap keberhasilan GKM adalah komitmen manajemen

puncak, kepemimpinan dan fasilitas.

3. Perbandingan penilaian responden antara sebelum dan sesudah mengikuti

GKM dan hasil aktual gugus memperlihatkan bahwa kegiatan GKM di PT.

TMS dinyatakan efektif sesuai dengan strategic improvement (SI) perusahaan.

4. Rekomendasi bagi perusahaan untuk mendorong efektivitas proses dan hasil

GKM diantaranya adalah komitmen manajemen puncak perlu ditingkatkan,

kepemimpinan efektif yang bisa mengoptimalkan GKM, serta kontinuitas dan

partisipasi aktif dari karyawan dalam mengikuti GKM.

B. Saran

1. Konvensi merupakan salah satu cara untuk menilai kinerja gugus. Dalam

hal ini pihak manajemen harus semakin mendorong aktivis gugus untuk

bekerja lebih cepat dan lebih baik, sehingga akan semakin banyak

kelompok GKM yang bisa mengikuti konvensi baik di tingkat lokal

maupun nasional.

69

2. Manajemen perlu memberikan pendidikan dan pelatihan yang memadai

dan merata bagi seluruh aktivis GKM, sehingga setiap anggota GKM bisa

melakukan pemecahan masalah dengan baik.

3. Perlu penelitian lebih lanjut mengenai efektivitas proses dan hasil GKM

dengan menggunakan Confirmatory Factor Analysis dalam pendekatan

Structural Equation Modelling (SEM), mengingat dalam penelitian ini

hanya menggunakan Exploratory Factor Analysis.

70

DAFTAR PUSTAKA

Ariani, DW. 2002. Manajemen Kualitas : Pendekatan Sisi Kualitatif. Depdiknas :

Jakarta.

Chandra. D, at al. 1991. Quality Circles Growing Big Through Small Groups.

Tata Mc Graw-Hill Publishing Company Limited. New Delhi.

Crocker. O, at al. 2004. Gugus Kendali Mutu Pedoman, Partisipasi, dan

Produktivitas (terjemahan). Bumi Aksara : Jakarta

Desminda. 2007. Analisis Pengaruh Gugus Kendali Mutu Terhadap Peningkatan

Produktivitas Karyawan (studi kasus : PT. Good Year Indonesia, Tbk.).

Skripsi pada Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas

Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Dewi, N.K. 1993. Kajian Efektivitas Gugus Kendali Mutu di PT. Perkebunan XII.

Skripsi pada Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor,

Bogor.

Feigenbaum, A.V. 1996. Kendali Mutu Terpadu (terjemahan). Erlangga : Jakarta

Foster, T. 2001. Managing Quality. An Integrative Approach. Upper Saddle :

Prentice Hall.

Gaspersz,V. 2003. Total Quality Management. PT. Gramedia Pustaka Utama.

Jakarta.

Goetsch, D.L. and S. Davis. 1994. Introduction to Total Quality. Prentice Hall

International, Inc. New Jersey.

Ibrahim, B. 2000. Total Quality Management. Djambatan : Jakarta.

Imae, M. 1997. Gemba Kaizen : Pendekatan Akal Sehat, Berbiaya Rendah pada

Manajemen (terjemahan). PT. Pustaka Binaman Pressindo. Jakarta.

Ishikawa, K. 1992. What is Total Quality Control. Prentice Hall International, Inc.

New Jersey.

Kusumawati, E. 1997. Kajian Implementasi Gugus Kendali Mutu pada

Perusahaan Agroindustri Teh (Studi Kasus di PT Gunung Mas, PTPNVIII,

Kabupaten Bogor). Skripsi pada Fakultas Pertanian. Institut Pertanian

Bogor, Bogor.

Nasution, M.N. 2004. Manajemen Mutu Terpadu. Ghalia Indonesia : Jakarta.

Pratiwi, D.R. 2006. Mempelajari efektivitas peran gugus kendali mutu dalam

peningkatan kinerja perusahaan (studi kasus : PT. Pertamina Unit

71

pengolahan IV Cilacap). Skripsi pada Departemen Manajemen, Fakultas

Ekonomi dan manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Prawirosentono, S. 2004. Manajemen Pengendalian Mutu. Bumi Aksara : Jakarta.

Quality Control Circle Headquarters, JUSE. Gugus Kendali Mutu. PT. Pustaka

Binaman Pressindo. Jakarta.

Sharma, S. 1994. Applied Multivariate Techniques. Erlangga : Jakarta

Suliyanto. 2005. Analisis Data dalam Aplikasi Pemasaran. Ghalia Indonesia :

Bogor

Suryawati, S.H. 2001. Efektivitas Gugus Kendali Mutu terhadap Mutu dan

Produktivitas Karyawan dalam Mengimplementasi ISO 9000 (Studi kasus

: PT. ISM Bogasari Flour Mills). Tesis pada Magister Sains Program Ilmu

Pangan, Institut Pertanian Bogor.

Yamit, Z. 2004. Manajemen Produksi dan Operasi. Edisi Pertama. Ekonisia :

Yogyakarta.

72

LAMPIRAN

73

72

Lampiran 1. Kuesioner Penelitian

KUESIONER PENELITIAN

EFEKTIVITAS PENERAPAN GUGUS KENDALI MUTU PADA

PERUSAHAAN

PETUNJUK UMUM

Yth. Bapak/Ibu aktivis GKM karyawan PT. Triteguh Manunggal Sejati

Kami memahami bahwa waktu Bapak/Ibu sangat terbatas dan berharga.

Walaupun demikian kami mohon kesediaan Bapak/Ibu untuk dapat membantu

penelitian kami dengan mengisi kuesioner ini.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui implementasi gugus kendali mutu

dan efektivitas dari gugus kendali mutu berdasarkan indikator-indikator yang

mendukungnya. Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan bagi pihak manajemen

dalam mengelola sumber daya manusia, khususnya dalam pengelolaan GKM dan

sebagai bahan evaluasi konsep GKM yang telah ada perusahaan.

Untuk dapat menjawab kuesioner ini dengan baik, Bapak/Ibu dimohon

untuk dapat mengikuti langkah-langkah di bawah ini :

1. Lihatlah secara sepintas seluruh kuesioner. Bapak/Ibu akan mendapatkan

kuesioner yang terdiri dari 2 lembar termasuk 1 halaman petunjuk.

2. Bacalah petunjuk khusus pada setiap awal kuesioner sebelum mulai

menjawab.

3. Jawablah semua pertanyaan dari setiap bagian sesuai dengan keadaan

Bapak/Ibu alami dan rasakan sebenarnya.

4. Jawaban anda akan dijamin kerahasiannya dan sama sekali tidak akan

berpengaruh terhadap karir anda. Untuk itu kami mohon kejururan anda

dalam mengisi kuesioner ini.

5. Pastikan Bapak/Ibu telah menjawab semua pertanyaan dalam kuesioner ini.

Terima kasih atas kesediaan Bapak/Ibu untuk mengisi kuesioner

73

Lanjutan Lampiran 1.

BAGIAN I (IDENTITAS RESPONDEN)

Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan sesuai petunjuk dengan

jawaban yang sesuai.

No. kuesioner : (tidak perlu

diisi)

Jenis Kelamin : Laki-Laki Perempuan

Status : Menikah Belum menikah

Pendidikan : SD SMP SMA Perguruan

Tinggi

Usia : Tahun

Masa Kerja : Tahun

Bidang pekerjaan :

Nama GKM :

Posisi di GKM :

Tujuan mengikuti GKM :

Kondisi GKM : Aktif Tidak aktif

Jumlah anggota GKM : Orang

Telah mengikuti GKM selama : Bulan

Pendapatan : a. Rp. 0 – Rp. 1000.000

b. Rp.1.000.000 – Rp. 2.000.000

c. > Rp. 2.000.000

BAGIAN II (EFEKTIVITAS PROSES DALAM KEGIATAN GUGUS)

Berilah tanda check list (√)

1. Sangat tidak setuju (STS) 4. Setuju (S)

2. Tidak Setuju (TS) 5. Sangat Setuju (SS)

3. Netral (N)

74

Lanjutan Lampiran 1.

No. Komitmen Manajemen Puncak STS TS N S SS

1. Pihak manajemen mempunyai kebijakan mutu di

perusahaan

2. Saya mengetahui kebijakan mutu perusahaan

3. Pihak manajemen puncak memonitor kegiatan

GKM secara rutin

4. Pihak manajemen terlibat aktif dalam kegiatan

GKM

5. Saya mengetahui slogan kebijakan mutu tersebut

dari manajemen

No. Tujuan GKM STS TS N S SS

6. Tujuan GKM telah saya pahami dengan jelas

7. Tujuan GKM yang diketahui selama ini sesuai

dengan tujuan saya bekerja

8. Dengan adanya GKM, kebaradaan saya sebagai

karyawan ikut dihargai

9. Kegiatan GKM yang saya ikuti telah

menyumbangkan pemecahan masalah bagi

perusahaan

10. Penilaian kinerja gugus selalu dilakukan dengan

baik dan benar

No. Pendididikan dan pelatihan STS TS N S SS

11. Pendidikan dan pelatihan merupakan salah satu

pendorong keberhasilan GKM

12. Dengan pendidikan dan pelatihan pekerjaan

menjadi lebih cepat dan efektif

13. Teknik pelatihan yang diadakan oleh perusahaan

sudah memenuhi standar

14. Saya mendapatkan latihan pemahaman

manajemen mutu terpadu

15. Saya mendapatkan latihan presentasi

16. Saya mendapatkan latihan dalam pengambilan

keputusan, penentuan sasaran dan memimpin

pertemuan

17. Frekuensi pelatihan yang dilakukan perusahaan

sudah rutin dilakukan

18. Saya diberikan panduan mengenai konsep

pemecahan masalah dalam GKM saya

No. Komunikasi STS TS N S SS

19. Saya mendapatkan kesempatan berbicara dua

arah dengan aktivis GKM yang lain

20. Kerjasama terjalin dengan baik antar sesama

kelompok GKM

21. Siapapun boleh memimin pertemuan kelompok

22. Pembagian tugas dilakukan dengan jelas

75

Lanjutan Lampiran 1.

No. Partisipasi STS TS N S SS

23. Saya selalu berusaha aktif mengemukakan

pendapat setiap pertemuan GKM

24. Saya selalu mengikuti kegiatan pertemuan dan

aktivitas GKM sampai selesai

25. Saya ikut berpartisipasi mengikuti konvensi

gugus yang diadakan oleh perusahaan

26. Saya selalu berusaha untuk menyelesaikan

masalah kelompok gugus saya tanpa harus

dipaksa

No. Seven tools (teknik kendali mutu) STS TS N S SS

27. Saya mengerti penggunaan 7 alat teknik kendali

mutu

28. Saya menerapkan alat kendali mutu dalam

kegiatan GKM saya

29. Saya menerapkan teknik kendali mutu untuk

mengarah pada perbaikan kinerja produksi

30. Dengan menerapkan teknik kendali mutu, saya

bisa mengatasi masalah terkait dengan GKM

saya.

31. Saya mengetahui dan bisa menerapkan 8

langkah pemecahan masalah dalam

pengendalian mutu

No. Kepemimpinan STB TB N B SB

32. Bagaimana fasilitator memberikan konsultasi

kepada anda selaku anggota GKM

33. Bagaimana kepemimpinan dari ketua GKM anda

34.

Bagaimana kemampuan fasilitator dalam

mengkoordinasikan kelompok GKM

35. Bagaimana kemampuan fasilitator dalam

memberikan umpan balik terhadap hasil diskusi

GKM anda

36. Bagaimana kemampuan fasilitator dalam

membina kelompok GKM anda

37. Bagaimana kemampuan ketua GKM dalam

membina anggotanya

38. Bagaimana pendampingan fasilitator dalam

mendampingi pertemuan GKM anda

39. Bagaimana usaha ketua GKM dalam

menanamkan tanggung jawab kepada

anggotanya

40. Bagaimana fasilitator dalam membuat jadwal

pertemuan rutin dari anggota GKM

Ket: STB : sangat tidak baik ; TB: tidak baik ;

N: Netral ; B: Baik ; SB: sangat baik

76

Lanjutan Lampiran 1.

No. Fasilitas STS TS N S SS

41. Ruang (tempat pertemuan, pertemuan khusus,

alat-alat) yang disediakan oleh perusahaan untuk

kegiatan GKM dalam kondisi baik

42. Perusahaan memberikan kemudahan dalam

mendapatkan fasilitas penunjang GKM

43. Fasilitator bersungguh-sungguh dalam

menyediakan fasilitas yang diperlukan GKM

44. Fasilitas khusus yang disediakan untuk saya

selaku anggota GKM cukup baik

Jika setuju, apa fasilitas yang diberikan kepada

anda:

77

Lanjutan Lampiran 1.

BAGIAN III (EFEKTIVITAS HASIL DARI GKM )

No. Indikator Penilaian

Sebelum

GKM

Sesudah

GKM

1 Kemampuan menekan biaya produksi

selama produksi

2 Percepatan pekerjaan tanpa mengurangi

mutu produk yang dihasilkan

3 Kemampuan melakukan penghematan

tanpa pengulangan kerja

4 Peningkatan efisiensi sumber daya

5 Pencapaian target kerja sesuai dengan

standar

6 Peningkatan kemampuan kerja

7 Penyederhanaan prosedur kerja

8 Penurunan tingkat kecelakaan kerja

9 Kemampuan menyelesaikan pekerjaan

dengan baik

10 Kemampuan dalam mencapai hasil

maksimal dalam pekerjaan

11 Kesesuaian produk yang dihasilkan

dengan standar mutu yang ditetapkan

12 Kontinuitas perbaikan terhadap mutu

produk

13 Proses penyerahan produk ke proses

selanjutnya

14 Penurunan produk / material rusak (tidak

layak)

15 Penurunan kerusakan pada kemasan

produk yang dihasilkan

16 Penurunan potensi produk terbuang

percuma (waste)

Catatan : Skala yang digunakan :

-2 : Sangat buruk +1 : Lebih baik

-1 : Buruk+2 : Sangat baik

0 : Tidak Ada Perubahan

78

Lampiran 2. Pedoman Pertanyaan wawancara dengan Fasilitator

PEDOMAN WAWANCARA DENGAN FASILITATOR GKM

1. Apakah kebijakan mutu perusahaan dapat dimengerti dengan jelas dan dapat

dilakukan?

2. Apakah ada kendala dalam menterjemahkan kebijakan mutu tersebut melalui

pekerjaan sehari-hari? Jika ada, berupa apa?

3. Apakah kebijakan mutu tersebut selalu dikomunikasikan kepada karyawan?

Bagaimana caranya?

4. Bisakan Bapak ceritakan sejarah pembentukan GKM di perusahaan ini ?

5. Bagaimana aktivitas kerja di bagian anda?

6. Masalah seperti apa yang dihadapi dalam departemen yang Bapak pimpin?

Dan bagaimana GKM mengatasinya?

7. Bagaimana komitmen pimpinan perusahaan (pimpinan puncak, menengah

terhadap kegiatan GKM?

8. Apakah perusahaan mengadakan pelatihan-pelatihan terutama yang berkaitan

dengan GKM ? apakah ada manfaatnya?

9. Dapatkah Bapak menceritakan tentang sistem penghargaan dan pengakuan

dalam kegiatan GKM ?

10. Menurut Bapak, sejauh mana kekompakan antar tiap anggota dalam

berinteraksi dan kerjasama mereka, di dalam kelompok GKM yang Bapak

fasilitasi?

11. Sejauh mana peran Bapak sebagai fasilitator dalam kegiatan-kegiatan GKM

perusahaan ini? Apakah ada kendala-kendalanya? Bila ada berupa apa?

12. Semenjak dibentuknya GKM, ada perubahan di dalam operasional

perusahaan?

79

Lampiran 3. Struktur Organisasi PT. Triteguh Manunggal Sejati

A. Departemen Sumber Daya Manusia

B. Departemen Finance Accounting

80

Lanjutan Lampiran 3.

C. Departemen PDCA

D. Departemen Procurement

81

Lanjutan Lampiran 3.

E. Departemen Product Development

F. Departemen Perencanaan Produksi

82

Lanjutan Lampiran 3

G. Departemen Pengawasan Kualitas

H. Departemen Teknik

83

Lanjutan Lampiran 3.

I. Departemen Produksi line Auto

J. Produksi line Manual

84

Lampiran 4. Jumlah Tenaga Kerja di Setiap Departemen

A. Karyawan di Departemen Minuman Ringan (G1)

B. Karyawan di Departemen Biskuit (G2)

DEPT

NUMBER OF EMPLOYEES GENDER EMPLOYEE STATUS

Awal Bulan

Out In Akhir Bulan

Wanita Pria Contract Permanent Probation

Produksi 119 2 - 117 36 81 90 27 -

Finance Controller 14 - - 14 9 5 4 10 -

Human Resources 16 - 1 17 3 14 4 13 -

Technic 39 - 5 44 - 44 23 21 -

PPIC & Logistik 16 - 1 17 3 14 5 12 -

QA 32 1 - 31 12 19 14 17 -

Purchasing 7 - - 7 2 5 2 5 -

Formula 26 - - 26 4 22 15 11 -

PDCA 14 - 3 17 7 10 13 4 -

Factory Manager 1 - - 1 - 1 - 1 -

Total 284 3 10 291 76 215 170 121 0

DEPT

NUMBER OF EMPLOYEES GENDER EMPLOYEE STATUS

Awal Bulan

Out In Akhir Bulan

Female Male Contract Permanent Probation

Produksi 158 3 1 156 66 90 148 8 -

Finance Controller 2 - - 2 1 1 1 1 -

Human Resources - - - - - - - - -

Technic 9 - 2 11 - 11 4 7 -

PPIC & Logistik - - - - - - - - -

QA 11 - - 11 2 9 7 4 -

Purchasing - - - - - - - - -

Formula 14 - - 14 - 14 10 4 -

PDCA 2 - - 2 1 1 1 1 -

Factory Manager - - - - - - - - -

Total 196 3 3 196 70 126 171 25 0

85

Lampiran 5. Salah Satu Bentuk Pembudayaan GKM di PT. TMS dengan

menampilkan GKM Berprestasi

86

Lampiran 6. Pocket Guidance bagi Aktivis Gugus Kendali Mutu di PT. TMS

87

Lampiran 7. Taman SGA sebagai tempat Aktivis Gugus melakukan pertemuan

dan Perkembangan setiap GKM

88

Lampiran 8. Salah satu komitmen Manajemen terhadap pelaksanaan GKM di

Perusahaan

89

Lampiran 9. Daftar GKM yang berprestasi dalam konvensi lokal dan nasional

Sumber : PT. Triteguh Manunggal Sejati (2010

No. Nama

GKM

Prestasi Jenis

Prestasi

Tema GKM Tahun

1 Kenanga Silver, 1st

convention

Nasional Menurunkan downtime

proses cleaning sanitizer

dari 59 menit menjadi 34

menit

2008

2 Gerinda Gold, 1st

convention

Tudung

Innosumit

Menurunkan pemakaian

BBM dari 0,017 l/kg

menjadi 0,014 liter/kg

2008

3 Gupidi Silver, 2nd

convention

Tudung

Innosumit

Menurunkan biaya

pemakaian reagent untuk

pengujian proses water

treatment menjadi Rp.

46.500/ bulan

2009

4 Formasi Gold, 2nd

convention

Tudung

Innosumit

Menurunkan loss

aspartam dari 316 gr/shift

menjadi 109,72 gr/ shift

2009

5 Improri Silver prize

TKMPN

XIII dan

Internationa

l quality &

produktivity

convention

Nasional Menurunkan downtime

penggantian seal dari

rata-rata 2,2 menit/

proses menjadi 1,6 menit

/ proses

2009

6 Pansus Best

presentation

, 3rd

convention

Lokal Menurunkan waste

sedotan dari rata-rata

2,66% per bulan menjadi

1,00% per bulan

2010

90

Lampiran 10. Pengolahan dan Analisis Data

Tujuan Data yang

Dibutuhkan

Sumber

Data

Teknik

Pengumpulan

Data

Teknik

Pengolahan

Data

Hasil yang

Diharapkan

Mempelajari

implementasi

Gugus

Kendali Mutu

(GKM) yang

ada di

perusahaan.

Organisasi

Gugus

Pertemuan

Gugus

Pelatihan yang

dilakukan gugus

Klinik gugus

Konvensi gugus

Dokumen

dari

manajemen

Wawancara

dengan

fasilitator,

ketua Gugus

Observasi

langsung

Studi literatur

Analisis

Deskriptif

Mendapatkan

gambaran

mengenai

kegiatan-kegiatan

gugus dengan

melihat secara

langsung kegiatan

gugus sehingga

bisa mendapatkan

kesimpulan

mengenai

efektivitas proses

gugus

Mengidentifi

kasi dan

menganalisis

efektivitas

dari kinerja

GKM di

perusahaan.

Persepsi dari

seluruh

Responden yang

merupakan

anggota GKM

Informasi dari

fasilitator

Data hasil GKM

yang

berhubungan

dengan efisiensi,

produktivitas,

kinerja produk

dan produk

/material rijek

Hasil

analisis kuesioner

Observasi

langsung

Wawancara

Validitas dan

reliabilitas,

analisis faktor,

statistika

deskriptif.

Mengetahui faktor

terpenting yang

menentukan

efektivitas gugus

dengan melihat

variabel-variabel

yang sudah ada .

kemudian bisa

membandingkan

antara persepsi

dengan hasil nyata

GKM.

91

Lampiran 11. Hasil Uji Validitas Indikator Penentu Keberhasilan GKM

Komitmen Manajemen Puncak Correlations

A1 A2 A3 A4 A5 Total

Total Pearson Correlation

.452* .725

** .206 .452

* .683

** 1

Sig. (2-tailed) .012 .000 .274 .012 .000

N 30 30 30 30 30 30

*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Tujuan GKM Correlations

B1 B2 B3 B4 B5 Total

Total Pearson Correlation

.519** .216 .663

** .267 .769

** 1

Sig. (2-tailed) .003 .251 .000 .153 .000

N 30 30 30 30 30 30

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

Pendidikan dan Pelatihan Correlations

C1 C2 C3 C4 C5 C6 C7 C8 Total

Total Pearson Correlation

.547** .476

** .585

** .804

** .680

** .662

** .480

** .491

** 1

Sig. (2-tailed) .002 .008 .001 .000 .000 .000 .007 .006

N 30 30 30 30 30 30 30 30 30

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

Komunikasi Correlations

D1 D2 D3 D4 Total

Total Pearson Correlation

.545** .839

** .438

* .604

** 1

Sig. (2-tailed) .002 .000 .015 .000

N 30 30 30 30 30

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

92

Lanjutan Lampiran 11.

Partisipasi Correlations

E1 E2 E3 E4 Total

Total Pearson Correlation .708** .551

** .502

** .794

** 1

Sig. (2-tailed) .000 .002 .005 .000

N 30 30 30 30 30

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Seven Tools (teknik kendali mutu) Correlations

F1 F2 F3 F4 F5 Total

Total Pearson Correlation .825** .728

** .612

** .388

* .683

** 1

Sig. (2-tailed) .000 .000 .000 .034 .000

N 30 30 30 30 30 30

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

Kepemimpinan Correlations

G1 G2 G3 G4 G5 G6 G7 G8 G9 Total

Total Pearson Correlation .803** .636

** .691

** .702

** .715

** .765

** .575

** .804

** .576

**

1

Sig. (2-tailed) .000 .000 .000 .000 .000 .000 .001 .000 .001

N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30

*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Fasilitas Correlations

H1 H2 H3 H4 Total

Total Pearson Correlation .855** .751

** .775

** .780

** 1

Sig. (2-tailed) .000 .000 .000 .000

N 30 30 30 30 30

*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

93

Lampiran 12. Nilai Uji Reliabilitas

Reliabilitas Total

Case Processing Summary

N %

Cases Valid 30 100.0

Excludeda 0 .0

Total 30 100.0

a. Listwise deletion based on all variables in the

procedure.

Reliabilitas Komitmen Manajemen Puncak

Reliability Statistics

Cronbach's

Alpha

Cronbach's

Alpha Based on

Standardized

Items N of Items

.682 .629 6

Reliabilitas Tujuan GKM

Reliability Statistics

Cronbach's

Alpha

Cronbach's

Alpha Based on

Standardized

Items N of Items

.666 .604 6

Case Processing Summary

N %

Cases Valid 30 100.0

Excludeda 0 .0

Total 30 100.0

a. Listwise deletion based on all variables in the

procedure.

Case Processing Summary

N %

Cases Valid 30 100.0

Excludeda 0 .0

Total 30 100.0

a. Listwise deletion based on all variables in the

procedure.

Reliability Statistics

Cronbach's

Alpha

Cronbach's

Alpha Based on

Standardized

Items N of Items

.726 .871 45

94

Lanjutan Lampiran 12.

Reliabilitas Pendidikan dan Pelatihan

Reliability Statistics

Cronbach's

Alpha

Cronbach's

Alpha Based on

Standardized

Items N of Items

.743 .818 9

Reliabilitas Komunikasi

Reliability Statistics

Cronbach's

Alpha

Cronbach's

Alpha Based on

Standardized

Items N of Items

.723 .718 5

Reliabilitas Partisipasi

Reliability Statistics

Cronbach's

Alpha

Cronbach's

Alpha Based on

Standardized

Items N of Items

.744 .756 5

Case Processing Summary

N %

Cases Valid 30 100.0

Excludeda 0 .0

Total 30 100.0

a. Listwise deletion based on all variables in

the procedure.

Case Processing Summary

N %

Cases Valid 30 100.0

Excludeda 0 .0

Total 30 100.0

a. Listwise deletion based on all variables in

the procedure.

Case Processing Summary

N %

Cases Valid 30 100.0

Excludeda 0 .0

Total 30 100.0

a. Listwise deletion based on all variables in

the procedure.

95

Lanjutan Lampiran 12.

Reliabilitas Seven Tools

Reliability Statistics

Cronbach's

Alpha

Cronbach's

Alpha Based on

Standardized

Items N of Items

.762 .801 6

Reliabilitas Kepemimpinan

Statistics

Cronbach's

Alpha

Cronbach's

Alpha Reliability

Based on

Standardized

Items N of Items

.769 .901 10

Reliabilitas Fasilitas

Reliability Statistics

Cronbach's

Alpha

Cronbach's

Alpha Based on

Standardized

Items N of Items

.812 .889 5

Case Processing Summary

N %

Cases Valid 30 100.0

Excludeda 0 .0

Total 30 100.0

a. Listwise deletion based on all variables in the

procedure.

Case Processing Summary

N %

Cases Valid 30 100.0

Excludeda 0 .0

Total 30 100.0

a. Listwise deletion based on all variables in the

procedure.

Case Processing Summary

N %

Cases Valid 30 100.0

Excludeda 0 .0

Total 30 100.0

a. Listwise deletion based on all variables in the

procedure.

96

Lampiran 13. Identitas Responden berdasarkan indikator penilaian keberhasilan

GKM

Indikator penilaian Skala Pendidikan Lama di GKM Masa Kerja

SMA PT < 1 tahun 1-3 tahun 1-3 Tahun >3 Tahun Kemampuan menekan

biaya produksi selama

produksi

0 10% 0% 3% 7% 10% 0%

+1 43% 10% 3% 50% 33% 20%

+2 30% 3% 17% 20% 27% 10% Percepatan pekerjaan

tanpa mengurangi mutu

produk yang dihasilkan

0 3% 0% 0% 3% 3% 0%

+1 53% 7% 13% 47% 43% 17%

+2 30% 7% 10% 27% 23% 13% Kemampuan

melakukan

penghematan tanpa

pengulangan kerja

0 17% 3% 10% 10% 20% 0%

+1 20% 3% 0% 23% 10% 13%

+2 50% 7% 13% 43% 40% 17% Peningkatan efisiensi

sumber daya 0 7% 0% 0% 7% 3% 3%

+1 50% 10% 13% 47% 50% 10%

+2 30% 3% 7% 27% 17% 20% Pencapaian target kerja

sesuai dengan standar 0 27% 0% 7% 20% 20% 7%

+1 47% 10% 10% 47% 43% 10%

+2 13% 3% 7% 10% 10% 10% Peningkatan

kemampuan kerja 0 17% 0% 3% 13% 17% 0%

+1 37% 10% 10% 37% 33% 17%

+2 33% 3% 10% 27% 17% 17% Penyederhanaan

prosedur kerja 0 7% 0% 0% 7% 7% 0%

+1 50% 7% 10% 47% 37% 20%

+2 30% 7% 13% 23% 23% 13% Penurunan tingkat

kecelakaan kerja 0 20% 3% 3% 17% 10% 7%

+1 27% 3% 3% 27% 17% 13%

+2 43% 3% 17% 33% 40% 13% Kemampuan

menyelesaikan

pekerjaan dengan baik

0 30% 7% 7% 30% 27% 10%

+1 40% 7% 17% 30% 33% 13%

+2 17% 0% 0% 17% 10% 7% Kemampuan dalam

mencapai hasil

maksimal dalam

pekerjaan

0 27% 7% 7% 30% 27% 10%

+1 40% 7% 17% 30% 33% 13%

+2 17% 0% 0% 17% 10% 7% Kesesuaian produk

yang dihasilkan dengan

standar mutu yang

ditetapkan

0 13% 0% 3% 10% 10% 3%

+1 53% 10% 13% 50% 47% 17%

+2 20% 3% 7% 17% 13% 10% Kontinuitas perbaikan

terhadap mutu produk 0 23% 3% 10% 17% 17% 10%

+1 43% 3% 10% 37% 33% 13%

+2 20% 7% 3% 23% 20% 7% Proses penyerahan

produk ke proses

selanjutnya

0 10% 3% 0% 13% 10% 3%

+1 33% 7% 3% 37% 33% 7%

+2 43% 3% 20% 27% 27% 20%

97

Lanjutan Lampiran 13.

Indikator penilaian Skala Pendidikan Lama di GKM Masa Kerja

SMA PT < 1 tahun 1-3 tahun 1-3 Tahun >3 Tahun Penurunan produk /

material rusak (tidak

layak)

0 10% 0% 7% 3% 7% 3%

+1 40% 10% 10% 40% 40% 10%

+2 37% 3% 7% 33% 23% 17% Penurunan kerusakan

pada kemasan produk

yang dihasilkan

0 10% 0% 0% 7% 7% 3%

+1 50% 13% 13% 50% 43% 17%

+2 27% 0% 10% 20% 20% 10% Penurunan potensi

produk terbuang

percuma (waste)

0 3% 0% 0% 3% 3% 0%

+1 27% 0% 0% 27% 17% 10%

+2 57% 13% 20% 50% 50% 20%

98

Lampiran 14. Nilai Total Variance Explained pada Analisis Faktor

Component

Initial Eigenvalues Extraction Sums of Squared

Loadings Rotation Sums of Squared

Loadings

Total % of

Variance Cumulative

% Total % of

Variance Cumulative

% Total % of

Variance Cumulative

%

1 2.823 35.285 35.285 2.823 35.285 35.285 2.094 26.170 26.170

2 1.352 16.903 52.187 1.352 16.903 52.187 1.981 24.759 50.929

3 1.331 16.640 68.828 1.331 16.640 68.828 1.432 17.898 68.828

4 .705 8.814 77.642

5 .613 7.664 85.306

6 .596 7.444 92.751

7 .363 4.537 97.288

8 .217 2.712 100.000

Extraction Method: Principal Component Analysis.

99

Lampiran 15. Diagram Ishikawa (fishbone diagram